KODEFIKASI
RPI 10
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
LEMBAR PENGESAHAN
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF (RPI) TAHUN 2010 ‐ 2014 KONSERVASI FLORA, FAUNA, DAN MIKROORGANISME Disetujui Oleh:
Jakarta, Februari 2010
Kepala Pusat,
Koordinator,
Dr. Ir. Titiek Setyawati, M.Sc. NIP. 19620929 199003 2 003
Ir. Adi Susmianto, M.Sc. NIP. 19571221 198203 1 002 Mengesahkan : Kepala Badan,
Dr.Ir.Tachrir Fathoni M.Sc NIP. 19560929 198202 1 001
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
105
Daftar Isi Lembar Pengesahan..................................................................................105 Daftar Isi.....................................................................................................107 Daftar Gambar.......................................................................................... 109 I. ABSTRAK............................................................................................111 II.
LATAR BELAKANG.............................................................................111
III.
RUMUSAN MASALAH....................................................................... 116
IV. HIPOTHESIS......................................................................................123 V.
TUJUAN DAN SASARAN...................................................................123
VI. LUARAN............................................................................................124 VII. RUANG LINGKUP..............................................................................124 VIII. KOMPONEN PENELITIAN.................................................................124 IX. METODOLOGI...................................................................................124 X.
RENCANA TATA WAKTU...................................................................126
XI.
RENCANA LOKASI ............................................................................ 127
XII. RENCANA BIAYA...............................................................................128 XIII. ORGANISASI..................................................................................... 131 XIV. DAFTAR PUSTAKA............................................................................132 XV. KERANGKA KERJA LOGIS (KKL).......................................................135 XVI. MATRIK EVALUASI ...........................................................................142
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
107
Daftar Gambar Gambar 1. Owa Jawa (Hylobates molloch) yang umum ditemukan di TN Gunung Halimun (kiri) dan katak tutul (Leptobrachium hasseltii) yang mulai sulit ditemukan di TN Cibodas, Jawa Barat........................................................................................120
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
109
I. ABSTRAK Saat ini laju kepunahan spesies flora, fauna dan mikroorganisme semakin meningkat sedangkan belum semue spesies telah terungkap keberadaanya. Saat ini Indonesia mendapat sorotan dunia akibat laju deforestasi dan degradasi hutannya yang cukup cepat yang juga berakibat pada tingginya laju kehilangan jenis, baik flora, fauna dan mikroorganisma. Beberapa jenis flora dan fauna komersial bahkan sudah masuk dalam daftar Appendix CITES namun sayangnya program kegiatan penyelamatan flora dan fauna yang terancam punah terkendala oleh berbagai faktor diantaranya adalah belum efektifnya kebijakan yang ada saat ini dan pelaksanaan program konservasi di lapangan yang belum sesuai dengan harapan. Beberapa aktifitas dalam rangka menyelamatkan dan mengkonservasi flora, fauna dan ditambah dengan kekayaan mikroorganisma telah dilakukan oleh Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Jenis-jenis fauna target penelitian konservasi biodiversitas antara lain orang utan, tarsius, owa jawa, elang jawa, banteng, anoa dan rusa. Untuk sementara upaya penangkaran baru dilakukan untuk orang utan dan rusa. Sedangkan jenis flora target konservasi adalah cendana, ramin, ulin, eboni, ki beusi, kempis. Mikroorganisma masih dalam tahap eksplorasi dan melihat prospek pengembangannya. Berbagai macam metoda pengumpulan data lapangan digunakan sesuai dengan takson dari flora dan fauna yang menjadi target. Untuk mikroorganisme, pengambilan sampel dilakukan di tanah secara acak dan sistematik tergantung desain riset, kemudian isolasi dan perbanyakan serta proses identifikasi dan skrining serta tahap akhir uji multilokasi dan pemanfaatan secara massal. Dari beberapa program kegiatan 2010-2014 yang ada dibawah RPI: Teknologi konservasi flora, fauna, dan mikroorganisme hutan konservasi dan hutan produksi, terdapat lima luaran antara lain: Informasi biofisik habitat, dinamika populasi dan keragaman genetik jenis-jenis terancam punah, teknik pelestarian jenis flora dan fauna, teknik reproduksi jenis-jenis flora dan fauna terancam punah, teknik pemanfaatan mikroorganisme dan informasi bahan baku obat antidiabetesm antikolesterol dan antikanker yang diperoleh dari tumbuhan hutan. Sedangkan untuk mendukung luaran tersebut ada 16 tentatif kegiatan pendukung yang akan dilaksanakan oleh pusat dan enam (6) UPT terkait langsung dengan beberapa luaran dan kegiatan.
II. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki kekayaan flora dan fauna serta hidupan liar lainnya yang mengundang perhatian dan kekaguman berbagai pihak baik di dalam maupun di luar negeri. Tercatat tidak kurang dari 515 spesies mamalia (terbanyak di dunia), 1.519 spesies burung (keempat terbanyak), 270 spesies amfibia (kelima terbanyak), 600 spesies reptilian (ketiga terbanyak), 121 spesies kupu-kupu (terbanyak) dan 20.000 spesies tumbuhan berbunga (ketujuh terbanyak) menghuni habitat-habitat daratan dan lautan di
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
111
kepulauan. Namun demikian banyak hal-hal yang tidak tertangani dalam hal tentunya menjaga keberadaan dan integritas dari kawasan hutan itu sendiri. Kenyataannya, yang seringkali terjadi adalah kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kelestarian. Dan yang lebih parah adalah terjadinya kerusakan hutan dalam skala besar di banyak tempat akibat kegiatan yang dilakukan oleh manusia (anthropogenic). Dalam tiga dekade terakhir semakin banyak satwa Indonesia yang masuk ke dalam daftar ‘terancam punah’ dari IUCN (The World Conservation Union). Selain itu, banyak pula flora yang dimasukkan ke dalam daftar Apendiks CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) akibat eksploitasi yang berlebihan dan mengakibatkan jenis-jenis tersebut menjadi terancam kepunahan. Tidak dapat dielakkan lagi bahwa kekayaan hayati terbesar banyak ditemukan di hutan-hutan di daerah tropis, meskipun daerah ini hanya mencakup 7% dari luas bumi namun lebih dari setengah dari jumlah spesies di dunia dapat ditemukan di hutan tropis (Whitmore 1990). Menjaga biodiversitas serta kesehatan lingkungan sekitar kita berarti menjaga seluruh komponen baik ekosistem, habitat, populasi, spesies dan variasi genetik. Penyebab utama hilangnya biodiversitas sebagian besar akibat dari rusaknya lingkungan dan habiatat akibat ulah manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya tanpa mengindahkan kelestarian serta laju pertambahan populasi manusia (Indrawan dkk. 2007). Sebagian ebsar kerusakan habitat terutama habitat asli di berbagai wilayah di penjuru dunia berada di lokasi yang memiliki kepadatan populasi manusia yang tinggi (WRI 2003). Faktor yang menjadi ancaman utama keberadaan spesies flora dan fauna adalah pertanian, pembangunan komersial, proyek air, rekresasi alam, penggembalaan ternak, polusi, infrastruktur dan jalan, kebakaran alami, dan penebangan pohon (Stein dkk. 2000). Perubahan tata guna lahan yang berjalan secara terus menerus dan sangat cepat juga menjadi faktor utama yang berpengaruh terhadap kondisi biodiversitas yang sebagian besar berada di ekosistem daratan. Isu paling akhir pada abad 21 ini adalah pemanasan global atau perubahan iklim dan masuknya jenis-jenis alien yang bersifat invasif (invasive species) (Sala dkk. 2000). Pada dasarnya pemerintah Indonesia, bahkan sejak jaman pemerintahan Belanda, telah menyadari bahwa beberapa jenis satwa dikhawatirkan akan punah dan memberikan status perlindungan kepada jenis-jenis satwa tertentu. Untuk mengantisipasi ancaman kerusakan terhadap sumberdaya alam dan eksosistemnya, pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai peraturan yang berisi tata cara pengaturan dan pemanfaatan sumberdaya sedemikian rupa tetap memelihara keseimbangan ekologis lingkungan.
112
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
Beberapa peraturan antara lain: Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati beserta Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Sekitar 65 jenis flora yang dilindungi dalam undang-undang sebagian besar didalamnya merupakan flora langka di Indonesia. Didalamnya juga tercantum program konservasi in-situ dan eksitu khusus untuk jenis terancam punah dan langka. Beberapa jenis meranti (Shorea spp.) penghasil tengkawang secara mutlak dilindungi oleh SK Menteri Kehutanan No. 261/Kpts-IV/1990. Lampiran SK Menteri Pertanian No. 54/Kpts/Um/2/1972, disebutkan tentang Tentang Pohon-pohon Di Dalam Kawasan Hutan Yang Dilindungi antara lain jenis pohon penghasil getah, damar, kopal, buah, kulit kayu, pewarna, dan obat-obatan. Selanjutnya untuk jenis non-pohon, cuplikan SK Menteri Pertanian No. 37/5/1968 khusus mengatur peredaran Tanaman Anggrek (Orchidaceae) baik di dan dari Wilayah Republik Indonesia. Akhir-akhir ini Indonesia menjadi sorotan dunia akibat cepatnya laju kerusakan hutan serta semakin tingginya tingkat keterancaman jenis-jenis hidupan liar atau flora dan fauna terhadap ancaman kepunahan (World Research Institute 1992). Kekayaan jenis flora di Indonesia yang dapat dikatakan sangat melimpah juga mengalami tekanan akibat laju kerusakan hutan. Produk flora pohon, contohnya, merupakan salah satu komoditi andalan untuk ekspor kayu di era tahun 70-an yang menyumbangkan sebagian besar pendapatan negara, devisa dan juga berkembangnya bisnis industri perkayuan yang membuka kesempatan kerja bagi sebagian besar masyarakat Indonesia (Kartodihardjo 1999). Jenis hasil hutan kayu yang diperdagangkan sebagian besar adalah jenis-jenis yang masuk dalam keluarga Dipterocarpaceae, seperti meranti (Shorea spp), keruing (Dipterocarpus spp), kapur (Dryobalanops sp), mersawa (Anisoptera spp) dan lain-lain. Sedangkan dari kelompok non-Dipterocarpaceae antara lain ulin (Eusyderoxylon zwageri), agathis (Agathis spp), ramin (Gonystylus bancanus), eboni (Dyospiros spp.), dan lain-lain. Namun demikian “booming” kayu ini hanya mengalami masa kejayaan selama kurang lebih 30 tahun dan pada era akhir tahun 90’an, hutan beserta isinya mengalami kerusakan yang amat parah akibat eksploitasi besar-besaran di masa lalu. Beberapa jenis kayu komersial seperti kapur (Dryobalanops sp) dan bangkirai (Shorea laevis) mengalami penurunan potensi yang tajam dan bahkan mulai sulit ditemukan di habitat aslinya di alam, seperti contohnya yang terjadi di bumi Kalimantan (Siran 2007). Mersawa (Anisoptera costata) yang juga merupakan kayu andalan perdagangan di masa lampau sudah masuk
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
113
kategori endangered (EN) berdasarkan IUCN (Soerianegara dan Lemmens 1994). Pada tahun yang sama saat hutan dibuka secara besar-besaran tersebut yaitu di tahun 1970, Threatened Plants Commitee of IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natureal Resources) bersama dengan para ahli tumbuhan sedunia menerbitkan “Red Data Book” untuk flora. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa menjelang tahun 2000 sebanyak 20.000 tumbuhan yang terdiri dari kurang lebih 300.000 species flora akan mengalami kelangkaan dan terancam punah berdasarkan kategori yang dibuat oleh IUCN. Mengingat hampir 70% hutan alam telah rusak sementara laju deforestasi yang mencapai kurang lebih 2,7 juta hektar per tahun saat ini (Damanik 2007) maka dikuatirkan bahwa kelangkaan dan kepunahan jenis hidupan liar, terutama flora, akan semakin cepat pula. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di daerah tropis yang memiliki 2 wilayah biogeografi yaitu Indo-Malaya atau kawasan oriental dan wilayah Australia dengan transisi diantaranya yaitu daerah Wallacea. Indonesia memiliki tingkat keragaman ekosistem yang paling tinggi di dunia, tidak kurang 47 macam ekosistem, mulai dari ekosistem perairan laut, rawa, savana, hutan hujan sampai ekosistem alpine di pegunungan Jayawijaya Provinsi Papua yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati dan tingkat endemisme yang tinggi (Mittermeier dkk., 1997). Status konservasi suatu jenis yang dibuat selama ini adalah berdasarkan kategori IUCN. Lembaga riset di Indonesia diprakarsai oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) telah membuat daftar flora langka yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Mogea dkk 2001). Namun demikian, masih perlu diadakan kajian potensi terkini menyangkut status jenis-jenis flora dan fauna tersebut untuk mengetahui potensi dan status terakhir masing-masing jenis tersebut di habitat alaminya. Jika IUCN khusus membuat daftar semua jenis flora yang perlu mendapatkan perhatian khusus disebabkan potensi di habitat alaminya, terutama di dataran tinggi dan dataran rendah yang mulai menurun maka untuk untuk jenis-jenis flora yang diperdagangkan kayunya secara internasional, CITES telah membuat daftar jenis-jenis yang perlu dilindungi berdasarkan tingkat kelangkaannya. Pada dasarnya CITES membuat daftar untuk flora dan fauna. Daftar ini sangat membantu dalam upaya mencegah penebangan liar, perdagangan satwa liar dan pasar gelap. CITES membagi kelompok/kategori berdasarkan status kelangkaan jenis di alam yaitu Appendix I tentang jenis-jenis yang sudah terancam punah sehingga peredaran antar negara dilarang, kecuali untuk tujuan tertentu dan tidak
114
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
merusak habitat alamnya. Appendix II memuat jenis yang belum terancam punah namun jika perdagangan internasional tidak dikontrol maka terjadi resiko kepunahan. Sedangkan Appendix III memuat jenis-jenis yang perlu diawasi oleh suatu negara secara internasional, meskipun negara tempat penyebaran jenis yang bersangkutan belum memerlukan alat kontrol secara internasional. Seperti kasus ramin di Indonesia, yaitu menurunnya potensi ramin di alam serta tingginya resiko kepunahan, sedangkan ramin masih diperdagangkan secara internasional, maka perdagangan yang tidak dikontrol dikuatirkan akan menyebabkan kepunahan jenis ramin dalam waktu singkat. Dengan demikian ramin masuk dalam kategori Appendix III (Sumarhani 2007). Selain ramin, masih banyak jenis flora pohon lainnya yang memerlukan perhatian karena populasinya di alam mengalami penurunan drastik akibat eksploitasi yang tidak mengindahkan kelestarian serta akibat menurunnya kualitas habitat atau ekosistem tempat jenis tersebut hidup. Seperti contohnya, ulin (Eusyderoxylon zwagerii) dan eboni (Dyospiros spp.) keberadaannya di alam terancam kepunahan akibat penurunan populasi di beberapa habitat aslinya di Kalimantan dan Sulawesi. Demikian pula dengan beberapa jenis fauna yang habitatnya di Indonesia mengalami penuruan hingga mencapai 49% (McNeely et al. 1990). Beberapa kawasan hutan yang masih berfungsi dengan baik, tidak hanya di kawasan konservasi dan bahkan di kawasan hutan produksi yang tidak produktif, masih bisa dimanfaatkan oleh be berapa jenis satwaliar, terutama jenis fauna langa terrestrial dan jenis satwa arboreal yang dapat beradaptasi dengan baik (Bismark, 2006). Dalam rangka mencegah kepunahan jenis-jenis flora dan fauna yang saat ini sudah sangat sulit ditemukan di habitat alaminya, berbagai lembaga baik nasional dan internasional serta badan-badan dunia di bidang yang terkait membuat inisiatif untuk melakukan kajian tentang perlindungan dan pengawetan bagi flora dan fauna yang mengalami tekanan di habitat aslinya akibat perkembangan kemajuan jaman. Upaya konservasi yang didasarkan pada tiga pilar Convention on Biological Diversity (CBD) yaitu perlindungan, pengawetan palsma nutfah dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan prinsip kelestarian (Ramono 2004) perlu mendapatkan dukungan tidak hanya oleh pemerintah pusat namun juga pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Kegiatan konservasi ini pada dasarnya bertujuan untuk mencegah kepunahan keanekaragaman genetik, jenis dan ekosistem. Secara khusus, pengelolaan dan pemanfaatan secara lestari keanekaragaman hayati kita baik jenis-jenis flora langka maupun satwa
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
115
langka dan terancam punah maupun yang jenis yang belum dikenal masih belum banyak dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Demikian pula dengan daftar jenis flora dan fauna langka yang dibuat berdasarkan inventarisasi yang dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian dan perguruan tinggi telah banyak membahas tentang keberadaan dan persebarannya. Namun demikian kajian dan inventarisasi menyangkut potensi dan status beragam jenis flora dan fauna baik yang sudah masuk dalam daftar Red Data Book IUCN maupun belum, masih memerlukan kajian dan monitoring untuk memberikan data yang lebih akurat.
III. RUMUSAN MASALAH Menurunnya populasi suatu jenis flora dan fauna di alam lebih banyak diakibatkan oleh aktifitas manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam untuk kelangsungan hidupnya. Pemanfaatan yang dilakukan tanpa upaya untuk melestarikan kelangsungan hidup jenis yang dimanfaatkan tentunya akan berdampak negatif bagi jenis flora dan fauna tertentu, terutama jenisjenis flora yang lambat tumbuh dan secara alami memilki sifat dan karakter yang sangat spesifik. Beberapa jenis flora di Indonesia yang dimanfaatkan kayunya untuk perdagangan, seperti contohnya beberapa jenis dalam keluarga Dipterocarpaceae memiliki kecepatan tumbuh yang sangat lambat sehingga pengambilan kayu dalam jumlah besar dalam waktu relatif singkat tidak seimbang dengan kemampuan regenerasi alaminya sehingga dikuatirkan laju kepunahan jenis akan berlangsung cepat. Bahkan terjadinya illegal logging yang akhir-akhir ini kian marak akan semakin memperparah kondisi hutan beserta isinya. Hal ini menjadi salah satu faktor yang memicu cepatnya status kelangkaan atau kepunahan jenis di habitat alaminya. Kelangkaan jenis juga bisa diakibatkan oleh kesalahan dalam mengidentifikasi suatu jenis dalam ini untuk keperluan perdagangan. Seperti contohnya yang terjadi pada saat pengelompokan jenis. Ada beberapa jenis kayu yang sulit ditemukan di alam, namun pada saat diperdagangkan jenis langka tersebut masuk ke dalam kelompok jenis tertentu. Seperti contohnya adalah perdagangan jenis merbau yang dalam perdagangan dimasukkan dalam kelompok meranti-merantian. Pada prakteknya di alam sangat sulit membedakan jenis meranti dengan jenis lainnya dan ironisnya dalam kelompok meranti terdapat berbagai jenis flora yang sudah mulai langka dan juga jenis-jenis yang memerlukan perhatian akibat menurunnya populasi. Bahkan berdasarkan Keputusan Gubernur Propinsi Papua, No.72 tahun 2002 tentang Ketentuan Ekspor Kayu Bulat Jenis Merbau di Propinsi Papua, dalam pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa Merbau (Intsia sp) adalah jenis kayu dari kelompok meranti yang termasuk dalam pos tarif/HS
116
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
4403.10.211. Demikian pula dengan kayu eboni yang pada prakteknya ada 3 species yang diperdagangkan dengan nama perdagangan yang sama yaitu eboni (Diospyros phillipinensis, D. pilosanthera dan D. rumphii) padahal menurut kriteria IUCN D. phillipinensis masuk kategori genting atau EN (endangered). Khusus untuk jenis Diospyros celebica yang merupakan jenis endemik di Sulawesi saat ini tercatat sebagai vurnerable /rentan dalam Daftar IUCN 2006. Demikian juga dengan jenis ulin, yang meskipun saat ini sudah ada upaya untuk membudidayakan dan menanam kembali namun pertumbuhan di alam belum menampakan keberhasilan. Jenis kayu ulin memiliki karakter ekologis khusus sehingga untuk pertumbuhannya hingga mencapai masak tebang memerlukan waktu leb ih dari 50 tahun. Sedangkan saat ini kecepatan pemanenan di alam melebihi kecepatan jenis tersebut beregenerasi, di tambah pula dengan adanya illegal logging yang mempercepat laju penurunan populasinya di alam. Menurut catatan, jenis ulin masih diekspor ke luar negeri seperti pada tahun 2007 mencapai 1,31 juta meter kubik dengan devisa 659,9 juta USD dan pada tahun sebelumnya bahkan mencapai 3,48 juta m3 senilai 1,6 miliar USD. Meskipun telah dikeluarkan larangan dari Departemen Kehutanan cp. Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan untuk memperdagangkan kayu ulin baik ke luar negeri maupun antar daerah, namun demikian terjadi tumpang tindih kebijakan ekspor yang dikeluarkan oleh Deperindag yang tidak selaras dengan kebijakan dari Dephut mengakibatkan larangan tersebut tidak berjalan dengan efisien. Surat edaran Menteri Kehutanan tanggal 9 Maret 2006 menyebutkan bahwa hanya tegakan ulin yang tumbuh di dalam areal HPH dengan diameter diatas 60 cm saja yang boleh ditebang tampaknya tidak diindahkan. Meskipun menurut aturan yang berlaku, ulin hanya boleh ditebang oleh penduduk lokal dan untuk keperluan rumah tangga (bangunan rumah), pada kenyataanya jenis kayu ini juga diperdagangkan secara lokal. Saat ini pemda Kalimantan melarang jenis ulin diperdangakan ke luar dari wilayah Kalimantan. Disamping jenis-jenis yang memang komersial dan sudah dikenal dalam perdagangan, ada beberapa jenis kayu multi-potensial yang tidak hanya dimanfaatkan untuk kayunya namun juga sebagai bahan baku alternatif enerji dan obat-obatan, saat ini populasinya di alam mengalami penurunan. Contohnya adalah, jenis ki beusi (Pongamia pinnata) dan kempis/kemiren (Hernandia peltata). Ki beusi merupakan jenis yang umum tumbuh di hutan dataran rendah mangrove, atau pantai berpasir yang dikenal sebagai ekosistem yang saat ini juga mengalami tekanan akibat kerusakan karena alih fungsi lahan. Jenis ini secara lokal digunakan sebagai bahan bangunan
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
117
dan barang-barang/furniture rumah tangga. Jenis ini juga menghasilkan minyak yang digunakan sebagai bahan pelumas dan penyamak kulit. Kulit kayu dan daunnya digunakan sebagai bahan obat. Akar dari jenis mengandung bakteri rhizobium yang bermanfaat untuk menyuburkan tanah. Jenis-jenis yang banyak dimanfaatkan dan merupakan jenis yang umum ditemukan di habitat aslinya bisa dikategorikan menjadi spesies kunci. Penanaman baru dimulai pada tahun 2009 di Cikalong, Tasikmalaya, oleh Balai Besar Pemuliaan Tanaman Hutan, Jogyakarta, dan pembibitan dilakukan di B2PTH, Jogyakarta. Kedua jenis ini populasinya saat ini hanya terbatas di Cagar Alam dan Taman Nasional. Spesies kunci juga dapat dijadikan indikator kerusakan habitat atau ekosistem, seperti contohnya ramin yang hanya tumbuh baik daerah rawa dan beberapa jenis baik flora dan fauna kunci yang terdapat baik di dataran tinggi maupun dataran rendah kawasan hutan tropika di Indonesia.
Ki Beusi (Pongamia pinnata)
Kempis (Hernandia peltata)
Selain jenis-jenis kayu komersial yang telah dikenal, berbagai macam jenis kayu yang kurang dikenal (lesser-known species) bahkan masih ada kemungkinan belum teridentifikasi dengan benar berdasarkan nomenklatur (nama botanis), juga terancam kelangkaan dan kepunahan akibat penyusutan hutan. Laporan IUCN yang terbaru menyatakan bahwa hampir sebagian besar jenis flora yang terancam punah atau masuk dalam red list berada di Indonesia (Heriyanto dan Subiandono 2003). Namun demikian data yang diperoleh dari laporan IUCN tersebut juga perlu untuk dikaji ulang karena data dan informasi yang diperoleh kemungkinan menggunakan teknik yang berbeda sehingga kepastian status langka oleh IUCN belum tentu terbukti dengan kondisi yang sebenarnya di alam. Hasil kajian Heriyanto dan Garsetiasih (2002) menunjukkan bahwa jenisjenis yang masuk dalam daftar IUCN ternyata berdasarkan hasil analisa
118
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
tidak menunjukkan kelangkaan, dan ada juga beberapa jenis lainnya yang berbeda status kelangkaannya. Sedangkan jenis non-Dipterocarpaceae yang masuk dalam kategori langka dan terancam punah di Pulau Jawa antara lain Planchonia valida, Phyllanthus indicus, Sterculia oblongifolia, Bischoffia javanica, Symplocos fasciculate, Zyzygium antiseptum, Alstonia scholaris, Parkia roxburghii dan Stelechocarpus burahol. Upaya konservasi ek-situ untuk jenis Dipterocarpus haseltii telah dilakukan oleh peneliti dari Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam dengan melakukan penyemaian anakan hasil cabutan dari Cagar Alam Leuweung Sancang di lokasi KHDTK Pasir Awi.
Anisoptera costata
Dipterocarpus hasseltii
Dipterocarpus retusus
Beberapa kajian jenis flora langka penghasil tengkawang berikut upaya konservasi in-situ dan ek-situ telah dilakukan di beberapa wilayah di Kalimantan Timur, Tengah dan Barat oleh beberapa peneliti dari Balai Besar Diperokarpa Samarinda. Salah satu contoh upaya konservasi in-situ jenis Shorea sp. yang berhasil dibangun adalah seluas 18 Ha di Muara Wahau dan Malinau. Demikian pula dengan konservasi in-situ untuk Agathis borneensis di hutan alam Berau dan Melak seluas 4,6 Ha, sedangkan konsevasi ek-situ seluas 1 Ha di hutan produksi Semboja.
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
119
Gambar 1. Owa Jawa (Hylobates molloch) yang umum ditemukan di TN Gunung Halimun (kiri) dan katak tutul (Leptobrachium hasseltii) yang mulai sulit ditemukan di TN Cibodas, Jawa Barat
Tidak hanya flora, satwa juga mengalami hal yang sama. Gambar 1 menunjukkan beberapa jenis satwa endemik yang dahulunya kepadatannya melimpah di habitat aslinya dan saat ini mulai sulit ditemukan di lapangan. Ancaman utama pada penurunan populasinya adalah akibat kerusakan dan fragmentasi habitat, polusi, pemanfaatan jenis secara berlebihan, introduksi jenis eksotik dan penyebaran penyakit (Primack et al., 1998). Seperti contohnya keragaman primata dan burung yang sangat tergantung pada tegakan hutan dan kualitas ekosistem. Dengan demikian, keanekaragaman primata dan burung langka (besar) bisa digunakan sebagai indikator bagi sebaran dan populasi satwa terrestrial dan arboreal lainnya seperti macan tutul, harimua, tapir, gajah, dan mamalia lainnya yang saat ini terancam punah. Contoh lainnya yaitu burung punai besar (Treron capellei) yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat saat ini mulai menurun populasinya di alam. Burung ini masuk dalam ketegori Rentan (Vurnerable) berdasarkan IUCN (2002). Sebaliknya, satwa yang di beberapa wilayah dianggap mulai berkurang populasinya seperti Rusa (Cervus timorensis) ternyata memiliki potensi untuk dikembang-biakan melalui penangkaran. Disamping itu
120
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
daging rusa merupakan sumber protein hewani alternatif yang mulai dilirik oleh pasar saat ini. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam sudah mulai melakukan uji peningkatan laju reproduksi rusa dan melakukan kajian pasar konsumsi daging rusa sebagai pengganti daging sapi. Penelitian tentang populasi, dan habitat satwa akan selalau terkait dengan jenis satwa itu sendiri dan tergantung pula dengan kondisi tapak dari lokasinya. Sejak tahun 2003 hingga 2008, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam sudah melalukan kegiatan riset yang terkaita dengan konservasi in-situ beberapa jenis burung (tipe penetap dan migran). Termasuk di dalamnya juga mengkaji aspek pemanfaatannya secara komersial. Selain burung, penelitian mamalia khususnya konservasi in-situ banyak dilakukan di kawasan hutan taman nasional, hutan lindung dan hutan produksi. Termasuk didalamnya juga aspek ekonomis jenis-jenis trenggiling (Manis javanicus) dan kancil (Tragulus javanica) serta monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan karena banyaknya permintaan akan jenis monyet ini untuk dijadikan obyek penelitian kedokteran. Dengan meningkatnya permintaan dalam perdagangan dan ekspor satwaliar atau fauna dari Indonesia ditandai dengan tingginya angka kuota ekspor atau penangkapan satwa untuk diperdagangkan (masuk dalam CITES) seperti monyet ekor panjang sebanyak 4.000 ekor per tahun. Jenis lain yang diekspor ke luar negeri seperti ular sanca, biawak, karnifora dan beberapa jenis burung. Sayangnya, hampir semua jenis tersebut masih diperoleh dari alam (PHKA, 2007). Dari hasil perdagangan satwa liar ini, negara berhasil meraup devisa sebanyak Rp. 2.285.152.708,- (Departemen Kehutanan, 2008). Realitas ini menunjukkan bahwa satwa liar bisa dijadikan andalan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang menjanjikan karena jika dikelola dengan baik dan jenis satwa bisa memiliki tingakt reproduksi tinggi sebagai sumberdaya hutan yang terperbaharui maka hal ini dapat mendorong pemerintah dan masyarakat untuk lebih memperhatikan keberadaan dan keberlangsungan hidup satwa-satwa multiguna tersebut. Selama 5 tahun terakhir, negara memperoleh devisa dari ekspor satwa sebesar lenih dari 40 kali lipat. Selain jenis-jenis lokal dan endemik yang menjadi target penelitian, jenis flora dan fauna eksotik yang bersifat invasif juga merupakan topik kegiatan penelitian yang menarik mengingat keberadaan jenis-jenis tersebut pada awalnya diperuntukkan bagi tujuan tertentu. Seperti contohnya penanaman Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran pada awalnya adalah untuk mencegah terjadinya kebakaran agar tidak mudah meluas atau menjadi tanaman sekat bakar namun pada akhirnya jenis ini menjadi dominan dan
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
121
menekan pertumbuhan jenis-jenis flora lokal serta sulit untuk dikendalikan. Jenis eksotik dan invansif ini menjadi topik pembahasan pada pertemuan Asia Pasific Forestry Week di Hanoi pada bulkan April tahun 2008 yang di selenggarakan oleh Asia-Pasific Assoication of Forestry Research Institution (APAFRI), Asia-Pacific Forest Invasive Species Network (APFISN), Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), U.S. Department of Agriculture (USDA) Forest Service. Jenis invasif ini dipahami bisa berpengaruh negative maupun positif bagi kesehatan manusia, lingkungan dan ekonomi di suatu negara, terutama kesehatan dan produktifitas hutan. Mitigasi jenis-jenis invasif ini sampai saat ini masih terbatas, terutama teknologi untuk eradikasinya. Mekanisme dan pengelolaan untuk perlindungan hutan bagi deteksi dini ancaman jenis-jenis invasif juga masih minim. Masih banyak diperlukan pengembangan mekanisme dan pengelolaan yang memadai untuk mengendalikan pemanfaatan jenisjenis invasif dalam pengelolaan kawasan hutan di Indonesia. Dengan demikian sasaran dan penelitian yang akan dilakukan adalah pelestarian dan pemanfaatan jenis dengan mempertimbangkan unsur-unsur ekologis (internal dan eksternal) dan keanekaragaman hayati yang mendukung pemanfaatan secara berkelanjutan.
A. Pertanyaan riset Beberapa permasalahan yang masih dihadapi sampai saat ini di dalam pengelolaan dan pemanfaatan jenis flora, fauna dan mikroorganisma di hampir semua kawasan hutan konservasi menimbulkan pertanyaan antara lain: 1. Bagaiman status konservasi jenis-jenis potensial dan terancam punah yang ada di seluruh kawasan hutan di Indonesia? Dan bagaimana pula dengan jenis potensial yang belum dikenal (lesser-known species)? 2. Apakah kita sudah banyak memberikan kontribusi terhadap global Convention on Biodiversity dalam memberikan informasi menyangkut keanekaragaman hayati yang kita miliki? 3. Apakah teknologi yang kita miliki saat ini sudah memadai untuk melakukan penilaian terhadap status konservasi jenis-jenis tersebut? 4. Apakah data (data base) keanekaragaman hayati yang ada saat ini sudah cukup memadai untuk dapat menjawab kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan hidupan di bumi, sementara laju kerusakan keanekaragaman hayati serta kepunahan jenis terjadi begitu cepat? 5. Apakah perangkat undang-undang atau peraturan yang ada saat ini sudah menjamin implementasi kelestarian keanekaragaman hayati?
122
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
6. Apakah minimnya tingkat pemahaman masyarakat berkaitan dengan fungsi serta nilai strategis keaneka ragaman hayati berkaitan dengan rendahnya kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia? 7. Apakah kita sudah bisa menjadi ujung tombak departemen teknis dengan menjawab keperluan data informasi yang dibutuhkan oleh Eselon I terkait di dalam lingkup Departemen Kehutanan berkaitan dengan fungsi serta nilai strategis keaneka ragaman hayati? 8. Bagaimana dengan komitmen para pihak terkait dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam menjaga keanekaragaman hayati di hutan tropis kita?
IV. HIPOTHESIS Meningkatnya jumlah jenis flora dan fauna yang semakin sulit ditemukan di habitat alaminya atau menjadi langka di sebagian besar wilayah Indonesia memerlukan perhatian yang serius. Banyak jenis flora dan fauna yang multi guna dan bahkan sifat ekologis serta manfaatnya belum diketahui secara pasti. Permasalahan menyangkut hilangnya jenis flora/fauna dan mikroorganisma memerlukan kajian yang mendalam dan juga upaya serius untuk melakukan konservasi baik in-situ dan ek-situ demi menyelamatkan jenis flora/fauna dan mikroorganisma yang terancam populasinya di habitat alaminya serta menjawab status konservasi jenis-jenis tersebut di alam. Kecepatan hilangnya keanekaragaman hayati flora secara nyata baik ditingkat global, regional dan nasional dapat dilakukan dengan jalan melakukan upaya pengumpulan informasi terkini dan membangun data base menyangkut status ekologis, potensi dan persebaran alami beberapa jenis flora/fauna dan mikroorganisma potensial, multiguna dan terancam punah di Indonesia dan mempromosikan pemanfaatan dan pengelolaan flora dan fauna secara lestari.
V. TUJUAN DAN SASARAN Tujuan dari dilaksanakannya kegiatan penelitian integratif rengan tema konservasi flora, fauna dan mikroorganisme ini adalah untuk memperoleh model-model konservasi berbasis jenis serta untuk membangun modelmodel pengelolaan dan pemanfaatan jenis di setiap tipologi kawasan konservasi berdasarkan informasi status dan dinamika populasi di setiap ekosistem, potensi dan kondisi habitat dan karakter biologis, sosial dan ekonomi masyarakat yang ada di lokasi observasi.
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
123
Adapun sasaran dari kegiatan penelitian ini adalah konservasi flora/ fauna dan mikroorgansima yang ada di dalam dan sekitar kawasan konservasi termasuk di dalamnya yaitu hutan lindung, cagar alam, taman buru dan taman wisata alam.
VI. LUARAN Dari beberapa program kegiatan yang ada dibawah RPI: Teknologi konservasi flora, fauna, dan mikroorganisme hutan konservasi dan hutan produksi, terdapat beberapa luaran antara lain: Informasi biofisik habitat, dinamika populasi dan keragaman genetik jenis-jenis terancam punah, teknik pelestarian jenis flora dan fauna, teknik reproduksi jenis-jenis flora dan fauna terancam punah, teknik pemanfaatan mikroorganisme dan informasi bahan baku obat antidiabetesm antikolesterol dan antikanker yang diperoleh dari tumbuhan hutan.
VII. RUANG LINGKUP Ruang lingkup kegiatan penelitian konservasi floram fauna dan mikroorganisme ini mencakup teknologi konservasi flora, fauna, dan mikroorganisme yang ada di kawasan hutan konservasi dan hutan produksi.
VIII. KOMPONEN PENELITIAN Beberapa komponen penelitian yang dapat mendukung kea rah RPI antara lain: 1. 2. 3. 4.
nalisis biofisik dan potensi fauna, flora dan mikroorganisme A Biologi konservasi jenis flora, fauna dan mikroorganisme Bioprospecting mikroorganisme Konservasi ex situ dan in situ flora, fauna dan mikroorganisme
IX. METODOLOGI Metode dalam melakukan berbagai aktifitas penelitan akan sangat tergantung oleh tema penelitian yang dalam hal ini riset lebih banyak melakukan kajian eksporasi dan identifikasi. Meskipun ada beberapa kegiatan yang memerlukan pemetaan digital dan aplikasi lapangan untuk melihat dampak kegiatan. Metode ataupun pendekatan yang akan digunakan dalam melaksanakan kegiatan lapangan akan dijelaskan secara rinci di dalam masing-masing PPTP (Proposal Penelitian Tingkat Peneliti) dan Rencana Penelitian Tim Peneliti (RPTP). Namun pada dasarnya penelitian
124
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
yang menyangkut tumbuhan akan menggunakan teknik jalur berpetak untuk eksplorasi dan juga pemanfaatan peta digital untuk menggambarkan persebaran jenis flora, terutama jenis-jenis tumbuhan langka dan terancam punah. Metode riset pengamatan satwa dapat dilakukan melalui perjumpaan langsung dengan satwa target maupun melakukan kajian berdasarkan data sekunder yaitu melalui perolehan informasi dari masyarakat lokal yang berhubungan langsung dengan satwa target. Seperti contohnya, studi menyangkut harimau atau macam tutul perlu untuk mengikuti pola pergerakan harian, mengingat satwa ini merupakan jenis territorial dengan wilayah jelajah yang sangat luas maka informasi dari penduduk yang langsung melihat dan berhadapan langsung dengan peneliti. Tahap awal penelitian mikroorganisma adalah pengambilan sampel tanah di rizosfer, akar / bagian tanaman kainnya yang masih hidup atau mati, pengambilan sampel dapat dilakukan secara acak atau sistematik tergantung dari tujuan penelitian. Tahap selanjutnya adalah isolasi dan perbanyakan, kemudian diikuti dengan proses identifikasi dan skrining. Tahap terakhir adalah uji multilokasi dan pemanfaatan secara massal Sedangkan beberapa kajian tumbuhan obat memerlukan identifikasi dan uji fitokimia yang akan dilakukan di Laboratorium Biofarmaka. Disamping uji kandungan bahan kimia, dalam aspek tumbuhan obat juga akan dilakukan riset etnobotani yang mencakup pemanfaatan bahan baku obat-obatan dari timbuhan alam oleh masyarakat lokal. Sedangkan yang berkaitan dengan mikroba dan satwa bisa dilakukan kerjasama dengan lembaga penelitian yang terkait dengan identifikasi dan analisa. Demikian pula dengan metode untuk kajian persebaran flora dan fauna langka yang sebagian besar akan menggunakan metoda eksplorasi menggunakan teknik sampling.
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
125
X. RENCANA TATA WAKTU NO
KEGIATAN
1
Tahun Anggaran 2010
2011
2012
2013
2014
- Eksplorasi habitat dan populasi 6 jenis flora (ulin, eboni, cendana dan ramin, ki beusi, kempis) - Eksplorasi habitat dan populasi 7 jenis fauna (orang utan, tarsius, owa jawa, elang jawa, banteng, anoa dan rusa) - Kajian keragaman genetik 6 jenis fauna (banteng, rusa, gajah, anoa, badak dan harimau) - Metode pendugaan populasi flora fauna diluar kawasan konservasi
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
- Identifikasi jenis flora dan fauna kunci pada habitat di dataran rendah dan dataran tinggi. - Konservasi jenis flora dan fauna kunci - Teknik eradikasi alien invasive spesies flora fauna
X
X
X
X
X
X X
X X
X X
X X
X X
3
- Teknologi penangkaran jenis-jenis aves, primate, ampibia, mamalia potensial yang terancam punah.
X
X
X
X
X
4
- Eksplorasi dan bioprospeksi Fungi (sebagai biological control, bioenergi, obat, pangan dan pupuk hayati). - Eksplorasi dan bioprospeksi Bakteri (sebagai biological control, bioenergi, obat, pangan dan pupuk hayati). - Eksplorasi dan bioprospeksi yeast/khamir (sebagai biological control, bioenergi, obat, pangan dan pupuk hayati). - Pemanfaatan dan pengembangan bank mikroba = Preservasi , reproduksi dan Pengembangan bank mikroba = Pemanfaatan mikroba untuk rehabilitasi lahan terdegradasi
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
- Kajian etnobotani beberapa jenis pohon sebagai bahan baku obat anti kolesterol dan diabetes - Kajian ekologi beberapa jenis Dipterokarpa yang berpotensi sebagai bahan baku obat
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
2
5
126
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
X
XI. RENCANA LOKASI NO
Tema
Sub-tema
Lokasi
1.
Informasi biofisik habitat, dinamika populasi dan keragaman genetik jenis-jenis terancam punah
1. Eksplorasi habitat dan populasi 6 jenis flora (ulin, eboni, cendana, ramin, ki beusi dan kempis)
Kawasan hutan konservasi dan hutan produksi di Jawa, Sumatra Kalimantan, Sulawesi dan NTT
2. Eksplorasi habitat dan populasi 7 jenis fauna (orang utan, tarsius, owa jawa, elang jawa, banteng, anoa dan rusa) 3. Kajian keragaman genetik 6 jenis fauna (banteng, rusa, gajah, anoa, badak dan harimau) 4. Metode pendugaan populasi flora fauna diluar kawasan konservasi
2
Teknik pelestrian jenis flora dan fauna
1. Teknologi konservasi jenis flora dan fauna dataran rendah dan dataran tinggi - Identifikasi jenis flora dan fauna kunci pada habitat di dataran rendah dan dataran tinggi.
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi , Jawa, Bali dan NTT
- Konservasi jenis flora dan fauna kunci - Teknik eradikasi alien invasive spesies flora fauna 2. Teknologi konservasi jenis-jenis terancam punah 3
Teknik reproduksi jenisjenis flora dan fauna terancam punah
1. Teknologi penangkaran jenisjenis aves, primata, amphibi, mamalia potensial yang terancam punah
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali, NTT
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
127
NO 4
Tema
Sub-tema
Lokasi
1. Eksplorasi dan bioprospeksi Fungi (sebagai biological control, bioenergi, obat, pangan dan pupuk hayati).
Teknik pemanfaatan mikroorganisme
2. Eksplorasi dan bioprospeksi Bakteri (sebagai biological control, bioenergi, obat, pangan dan pupuk hayati).
Seluruh kawasan hutan konservasi dan hutan produksi di Indonesia
3. Eksplorasi dan bioprospeksi yeast/khamir (sebagai biological control, bioenergi, obat, pangan dan pupuk hayati). 4. Pemanfaatan dan pengembangan bank mikroba - Preservasi, reproduksi,, dan pengembangan bank mikroba - Pemanfaatan mikroba untuk rehabilitasi lahan terdegradasi 5
Informasi bahan baku obat anti diabetes, anti kolesterol dan anti kanker yang diperoleh dari tumbuhan hutan
1. Kajian etnobotani beberapa jenis pohon sebagai bahan baku obat anti kolesterol, dan diabetes 2. Kajian ekologi beberapa jenis dipterokarpa yang berpotensi sebagai bahan baku obat
Seluruh kawasan hutan konservasi dan hutan produksi Jawa, Kalimantan dan Sumatra
XII. RENCANA BIAYA Program kegiatan riset integratif dan pendanaan untuk seluruh institusi pelaksana (lihat kodefikasi) RPI 10. Konservasi flora, fauna, dan mikroorganisme No.
Kode
Kegiatan 10.1. Informasi biofisik habitat, dinamika populasi dan keragaman genetik jenis-jenis terancam punah
128
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
JUMLAH DANA YANG DIUSULKAN / Tahun ( x Rp. 1.000.000,-) 2010
2011
2012
2013
2014
Total
JUMLAH DANA YANG DIUSULKAN / Tahun ( x Rp. 1.000.000,-)
RPI 10. Konservasi flora, fauna, dan mikroorganisme No.
Kode
1
10.1.1.1 10.1.1.16 10.1.1.17 10.1.1.18
2
Kegiatan
2010
2011
2012
2013
2014
Total
Eksplorasi habitat dan populasi 6 jenis flora (ulin, eboni, cendana, ramin, ki beusi dan kempis)
450
450
300
300
300
1800
10.1.2.1 10.1.2.16 10.1.2.17 10.1.2.18 10.1.2.19
Eksplorasi habitat dan populasi 7 jenis fauna (orang utan, tarsius, owa jawa, elang jawa, banteng, anoa dan rusa)
490
490
490
490
490
2400
3
10.1.3.1 10.1.3.7 10.1.3.16 10.1.3.18
Kajian keragaman genetik 6 jenis fauna (banteng, rusa, gajah, anoa, tarsius dan harimau)
500
500
500
500
500
2500
4
10.1.4.1 10.1.4.7 10.1.4.14 10.1.4.16 10.1.4.17 10.1.4.18 10.1.4.19
Metode pendugaan populasi flora fauna diluar kawasan konservasi
125
125
125
100
100
575
10.2. Teknik pelestarian jenis flora dan fauna 5
10.2.1.1 10.2.1.7 10.2.1.14 10.2.1.16 10.2.1.18 10.2.1.19
Teknologi konservasi jenis flora dan fauna dataran rendah dan dataran tinggi
300
300
250
250
250
1350
6
10.2.2.1 10.2.2.16 10.2.2.17 10.2.2.19
Teknologi konservasi jenisjenis flora dan fauna kunci
200
200
200
150
150
900
7
10.2.3.1 10.2.3.7 10.2.3.14 10.2.3.16 10.2.3.18 10.2.3.19
Identifikasi jenis flora dan fauna kunci pada habitat di dataran rendah dan dataran tinggi
150
150
150
100
100
650
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
129
RPI 10. Konservasi flora, fauna, dan mikroorganisme No.
Kode
8
10.2.4.1 10.2.4.7 10.2.4.14 10.2.4.16
Kegiatan Teknik eradikasi alien invasive spesies flora fauna
JUMLAH DANA YANG DIUSULKAN / Tahun ( x Rp. 1.000.000,-) 2010
2011
2012
2013
2014
Total
150
150
150
150
150
750
10.3. Teknik reproduksi jenisjenis flora dan fauna terancam punah 9
10.3.1.1 10.3.1.14 10.3.1.16 10.3.1.17 10.3.1.18 10.3.1.19
Teknologi penangkaran jenis-jenis aves, primata, amphibi, mamalia yang terancam punah
300
300
300
300
300
1500
10
10.3.2.1 10.3.2.16 10.3.2.17 10.3.2.18
Teknologi konservasi eks-situ jenis ulin, cendana, eboni dan ramin
250
250
250
250
210
1210
150
150
150
150
150
750
10.4. Teknik pemanfaatan mikroorganisme 11
10.4.1.1 10.4.1.16 10.4.1.18
Eksplorasi dan bioprospeksi Fungi (sebagai biological control, bioenergi, obat, pangan dan pupuk hayati).
12
10.4.2.1 10.4.2.16 10.4.2.18
Eksplorasi dan bioprospeksi Bakteri (sebagai biological control, bioenergi, obat, pangan dan pupuk hayati).
150
150
150
150
600
13
10.4.3.1 10.4.3.16 10.4.3.18
Eksplorasi dan bioprospeksi yeast/khamir (sebagai biological control, bioenergi, obat, pangan dan pupuk hayati).
150
150
150
150
600
14
10.4.4.1 10.4.4.16 10.4.4.18
Pemanfaatan dan pengembangan bank mikroba
300
300
300
300
1.500
10.5 Potensi jenis pohon potential sebagai bahan baku obat anti kolesterol,diabetes dan kanker
130
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
300
JUMLAH DANA YANG DIUSULKAN / Tahun ( x Rp. 1.000.000,-)
RPI 10. Konservasi flora, fauna, dan mikroorganisme No.
Kode
Kegiatan
15
10.5.1.1 10.5.1.7 10.5.1.16 10.5.1.17
16
10.5.2.1 10.5.2.7 10.5.2.16
2010
2011
2012
2013
2014
Total
Kajian etnobotani beberapa jenis pohon sebagai bahan baku obat anti kolesterol, dan diabetes
100
100
100
100
100
500
Kajian ekologi beberapa jenis dipterokarpa yang berpotensi sebagai bahan baku obat
75
75
75
75
100
400
XIII. ORGANISASI Penanggung jawab Program : Koordinator Program Koordinator RPI Wakil Koordinator 1. Flora 2. Fauna 3. Mikroorganisma
: : : : : :
Kepala Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Prof. Dr. M. Bismark Dr. Ir. Titiek Setyawati, MSc. (P3HKA) Dra. Marfuah Wardhani, Mp. Dra. Garsetiasih, Msi Ir. Ragil Irianto, MSc.
Pelaksana Penelitian serta kode untuk administrasi RPI tertera sebagai berikut (P3HKA serta 7 UPT binaan): NO
KODEFIKASI
PELAKSANA RPI
1
1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam (P3HKA)
2
7
Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Aek Nauli
3
14
Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Kupang
4
16
Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Samboja
5
17
Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado
6
18
Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Makasar
7
19
Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manokwari
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
131
XIV. DAFTAR PUSTAKA Appanah, S. 1998. Management of Natural Forest. A Review of Dipterocarps. Taxonomy, ecology and silviculture. Ed. Appanah, S. And J. M. Turnbull. Center for International Forestry Research. Bogor. Indonesia. Damanik, M. R. 2007. Jempana: Mari Bicara REDD. Harian Kompas, Kamis 15 November 2007. Direktorat Jenderal PHPA, 2007. Kebijakan dan arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008 – 2018. DirJen PHPA, Departemen Kehutanan. Heriyanto, N. M., dan E. Subiandono. 2003. Status kelangkaan jenis pohon di kelompok hutan Sungai Lekawai-Sungai Jengonoi, Sintang, Kalimantan Barat. Buletin Plasma Nutfah Vol. 9 No.2 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Heriyanto, N. M., dan R. Garsetiasih. 2002. Studi kasus kelangkaan jenis pohon dari famili Dipterocarpaceae di hutan lindung sungai Wain, Kalimantan Timur. Buletin Penelitian Hutan No. 631. Hidayat, S. 2006. Tumbuhan Obat Langka di Pulau Jawa: Populasi dan Sebaran. Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor. LIPI. IUCN/SSC. 1994. IUCN Red list categories. Fourtieth Meeting of the IUCN Council. Gland. Switzerland. IUCN. 2002. 2002 IUCN Red List of Threatened Species. www.redlist.org. Download on 16 July 2009. Indrawan, M., Primack, R.B., dan Supriatna, J. 2007. Biologi Konservasi. Edisi revisi-Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. 2007 Kalima, T. 2005. Teknik konservasi pohon langka untuk pengembangan Kebun Raya Baturaden. Laporan Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2005. (tidak diterbitkan). Kartodihardjo, H. 1999. Masalah kebijakan pengelolaan hutan alam produksi. Pustaka Latin. Bogor. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). 1993. Strategi Nasional Pengelolaan Keanekaragaman Hayati. Jakarta. Manan, S. 1995. Pelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang Jalur Tanam Indonesia (TJTI) ditinjau dari Aspek Keanekaragaman Hayati dan Erosi Tanah. Kumpulan Makalah Diskusi Panel. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
132
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
Mogea, J. P, D. Gandawidjaya, H. Wiriadinata, R. E Nasution, Irawati. 2001. Tumbuhan Langka Indonesia Vol 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI. Balai Penelitian Botani, Herbarium Bogoriense. 86 hal. Ramono, W. S. 2004. Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Genetik Tanaman Hutan. Prosiding Workshop Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan dan Japan International Cooperation Agency (JICA). Yogyakarta. Sala, O.E., F.S. Chapin III, J.J. Armesto, E. Berlow, J. Bloomfield, R. Dirzo, et al. 2000. Global biodiversity scenarios for the year 2100. Science 287: 1770-1774. Sidiyasa, K., M. P Saridan, A. Wahyudi, dan Rober R. 2007. Eksplorasi dan identifikasi jenis-jenis Dipterocarpaceae. Proposal Penelitian Tim Peneliti. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Samarinda. Siran, S.(editor) 2007. Status Riset. Pengelolaan Dipterokarpa di Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Samarinda, Kalimantan Timur. Sist, P. dan J. G. Bertault. 1998. Reduced Impact Logging Experiment: Impact of Harvesting Intensities and Logging Techniques on Stand Damage. Contribution of STREK Project. Jakarta, Indonesia. Soerianegara, I dan Lemmens, R.H.M.J. (Eds). 1994. Plant Resources of South East Asia (PROSEA) 5 (1) Timber trees: major commercial timbers. Pudoc Scientific Publishers, Wageningen. Suharti, S. 2006. Konservasi sumberdaya hutan melalui pengembangan usahatani wanafarma. Makalah penunjang pada Prosiding: Ekspose Hasil-hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September 2006. Puslibang Hutan dan Konservasi Alam, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Sukanda 2002. Dampak Penerapan Reduced Impact Logging terhadap Keterbukaan dan Pemadatan Tanah. Buletin Penelitian Kehutanan. Vol. 15. No. 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Sumarhani 2007. Aspek biologi, ekologi dan ancaman kepunahan ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz. Makalah penunjang pada Prosiding: Ekspose Hasil-hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September 2006. Puslibang Hutan dan Konservasi
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
133
Alam, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Sutisna, M. 1998. Silvikultur Hutan Alam di Indonesia. Fakultas Kehutanan. Tropika. Universitas Mulawarman. Samarinda. 145 hal. Stein, B.A, L.S. Kutner & J.S. Adams (eds.). 2000. Precious Heritage: The Status of Biodiversity in the United States. Oxford University Press, New York. UNEP-WCMC 2007. Strategies for the sustainable use and management of timber tree species subject to international trade: South East Asia. Report compiled by UNEP-WCMC. UNEP/WCMC. Universiteit Leidein. Agriculture, Nature and Food Quality, Department of Environment Food and Rural Affairs. WALHI, 2004. Bioregion Kalimantan. (http://www.walhi.or.id/ bioregion/ kal/bio_kal/) World Research Institute (WRI). 1992. Global biodiversity guidelines for action to save. Study and Use Earth Biotic Wealth Sustainably and Equatably. World Research Institute (WRI). 2003. World Resources Institute, Washington D.C. Whitmore, T.C. 1990. An Introduction to Tropical Rain Forests. Clarendon Press. Oxford.
134
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
XV. KERANGKA KERJA LOGIS (KKL) No.
Narasi
Indikator
Cara verifikasi
Asumsi
1.
Tema : Informasi biofisik habitat, dinamika populasi dan keragaman genetik jenisjenis terancam punah
1.1.
Tujuan : Memperoleh data dan informasi tentang biofisik habitat, dinamika populasi dan keragaman genetik jenis-jenis terancam punah
1.2.
Sasaran : Informasi ilmiah tentang habitati, keragaman genetik populasi jenis-jenis terancam punah
1.3.
Luaran : Ketersediaan data dan informasi tentang biofisik habitat, dinamika populasi dan keragaman genetik jenis-jenis terancam punah
Informasi habitati, keragaman genetik populasi jenis-jenis terancam punah
Laporan kegiatan penilitian, jurnal, tulisan ilmiah
- Semua jenis pohon atau satwa yang dikaji dapat ditemukan di lapangan - Dana dan tenaga memadai. - Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
Informasi habitati, keragaman genetik populasi jenis-jenis target
Laporan tahunan
- Dana dan tenaga memadai. - Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
Informasi habitat dan populasi 6 jenis flora (ulin, eboni, cendana, ramin, ki beusi dan kempis), 7 jenis fauna (orang utan, tarsius, owa jawa, elang jawa, banteng, anoa dan rusa), keragaman genetik 6 jenis fauna (banteng, rusa, gajah, anoa, tarsius dan harimau) dan metode pendugaan populasi flora fauna diluar kawasan konservasi
Laporan kegiatan penelitian Data base jenis-jenis flora dan fauna target
- Dana dan tenaga memadai. - Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
135
No.
Narasi
1.4
Jenis Kegiatan: 1. Potensi dan persebaran alami jenis pohon ulin di Indonesia 2. Potensi dan persebaran alami jenis pohon eboni di Sulawesi 3. Potensi dan persebaran alami jenis pohon ramin di Indonesia 4. Potensi dan persebaran alami jenis pohon ki beusi di Indonesia 5. Potensi dan persebaran alami jenis pohon kempis di Indonesia 6. Uji keragaman genetika rusa dan banteng 7. Kajian dinamika populasi atau menentukan Minimum Viable Population bagi rusa dan banteng 8. Pelepasliaran jenis burung elang (raptor) 9. Pelepasliaran jenis satwa Owa jawa
136
Indikator
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
Cara verifikasi Laporan kegiatan penelitian dan jurnal ilmiah
Asumsi - Dana dan tenaga memadai. - Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
No.
Narasi
2
Tema
2.1
Tujuan: Memperoleh data tentang teknologi pelestarian jenis flora dan fauna
2.2
Sasaran : Kajian teknologi konservasi jenis flora dan fauna dataran rendah dan dataran tinggi
2.3
Luaran : Ketersediaan kajian teknologi konservasi jenis flora dan fauna di dataran rendah dan datran tinggi
Indikator
Cara verifikasi
Asumsi
Teknik pelestarian jenis flora dan fauna Teknologi konservasi jenis flora dan fauna dataran rendah dan dataran tinggi
Laporan kegiatan penelitian
Biaya untuk melakukan kajian memadai dan didukung oleh sumberdaya manusia yang sesuai dengan bidang keahliannya Kondisi iklim dan habitat rusa memungkina untuk dilakukanya kajian menyangkut biologi dan dinamika populasi satwa target
Teknologi konservasi jenis flora dan fauna kunci
Laporan kegiatan penelitian
Dana dan tenaga memadai. Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
Teknologi konservasi jenis flora dan fauna yang tersebar di dataran tinggi dan dataran rendah
Laporan kegiatan penelitian
Dana dan tenaga memadai. Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
137
No.
Narasi
2.4
Jenis Kegiatan: 1. Teknologi konservasi jenis flora dan fauna dataran rendah dan dataran tinggi 2. Teknologi konservasi jenisjenis flora dan fauna kunci 3. Identifikasi jenis flora dan fauna kunci pada habitat dataran tinggi dan dataran rendah 4. Teknik eradikasi alien invasif species flora dan fauna
Indikator Informasi tentang teknologi konservasi jenis flora dan fauna kunci di dataran rendah dan dataran tinggi
Cara verifikasi Laporan kegiatan penelitian
Asumsi •Dana dan tenaga memadai. •Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
3
Tema : Teknik reproduksi jenis-jenis flora dan fauna terancam punah
3.1
Tujuan: Menemukan teknologi Teknik reproduksi reproduksi jenisjenis-flora dan fauna jenis flora dan fauna terancam punah terancam punah
3.2
Sasaran : Tersedianya data dan informasi ilmiah tentang teknik reproduksi jenisjenis flora dan fauna terancam punah
3.3
Luaran : Teknologi reproduksi jenis-jenis flora dan fauna terancam punah
138
Laporan kegiatan penelitian
•Dana dan tenaga memadai. •Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
Informasi tentang teknik reproduksi jenis-jenis fauna dan fauna terancam punah .
Laporan kegiatan penelitian
•Dana dan tenaga memadai. •Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
Informasi tentang teknik reproduksi jenis-jenis aves, primata, amphibi, mamalia yang terancam punah dan jenis-jenis flora Seperti ulin, cendana, eboni , ramin.
Laporan kegiatan penelitian
•Dana dan tenaga memadai. •Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
No.
Narasi
3.4
Jenis Kegiatan: 1. Teknologi penangkaran jenis-jenis aves, primata, amphibi, mamalia yang terancam punah 2. Teknologi konservasi ekssitu jenis ulin, cendana, eboni dan ramin
Indikator Informasi tentang teknik konservasi jenis-jenis flora dan fauna yang terancam punah
Cara verifikasi
Asumsi
Laporan kegiatan penelitian
•Dana dan tenaga memadai. •Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
4
Tema : Teknik Pemanfaatan Mikroorganisme
4.1
Tujuan: Memperoleh data dan informasi teknik pemanfaatan mikroorganisme
Informasi tentang teknik pemanfaatan mikroorganisme
Laporan kegiatan penelitian
•Kerjasama dengan balai dan pemerintah daerah berjalan dengan baik
4.2
Sasaran : Tersedianya data dan informasi teknik pemanfaatan mikroorganisme
Teknologi pemanfaatan mikroorganisme
Laporan kegiatan penelitian
•Dana dan tenaga memadai. •Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
4.3
Luaran : Teknologi pemanfaatan mikroorganisme
Informasi tentang teknologi pemanfaatan mikroorganisme
Laporan kegiatan penelitian
•Dana dan tenaga memadai. •Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
139
No.
Narasi
4.4
Jenis Kegiatan: 1. Eksplorasi dan bioprospeksi Fungi (sebagai biological control, bioenergi, obat, pangan dan pupuk hayati). 2. Eksplorasi dan bioprospeksi Bakteri (sebagai biological control, bioenergi, obat, pangan dan pupuk hayati). 3. Eksplorasi dan bioprospeksi yeast/khamir (sebagai biological control, bioenergi, obat, pangan dan pupuk hayati). 4. Pemanfaatan dan pengembangan bank mikroba
Indikator Data dan informasi tentang bioprospeksi Fungi, bioprospeksi Bakteri, bioprospeksi yeast/ khamir
Cara verifikasi Laporan kegiatan penelitian dan koleksi mikroba
Asumsi •Dana dan tenaga memadai. •Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
5
Tema: Informasi bahan baku obat anti diabetes, anti kolesterol dan anti kanker yang diperoleh dari tumbuhan hutan
5.1
Tujuan: Memperoleh data dan informasi tentang potensi, persebaran alami dan pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi sebagi bahan baku obat anti diabetes , kolesterol, dan kanker serta prospek pengembangannya
140
Data dan informasi potensi, persebaran alami dan pemanfaatan jenisjenis tumbuhan yang berpotensi sebagi bahan baku obat anti kolesterol, diabetes dan kanker serta prospek pengembangannya
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014
Laporan kegiatan penelitian
•Dana dan tenaga memadai. •Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
Cara verifikasi
No.
Narasi
Indikator
Asumsi
5.2
Sasaran : Tersedianya informasi tentang potensi, persebaran alami dan pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi sebagi bahan baku obat anti kolesterol, diabetes dan kanker serta prospek pengembangannya
Informasi potensi, persebaran alami dan pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi sebagi bahan baku obat anti kolesterol, diabetes dan kanker serta prospek pengembangannya
Laporan kegiatan penelitian
•Dana dan tenaga memadai. •Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
5.3
Luaran : Informasi bahan baku obat anti diabetes, anti kolesterol dan anti kanker yang diperoleh dari kawasan hutan di Indonesia
Informasi bahan herbal untuk berbagai jenis penyakit dalam
Laporan kegiatan penelitian
•Dana dan tenaga memadai. •Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
5.4
Jenis Kegiatan: 1. Kajian etnobotani beberapa jenis pohon sebagai bahan baku obat anti kolesterol, dan diabetes 2. Kajian ekologi beberapa jenis dipterokarpa yang berpotensi sebagai bahan baku obat
Berbagai informasi Laporan tentang etnobotani, kegiatan ekologi dan uji penelitian fitokimia bahan baku obat
•Dana dan tenaga memadai. •Pelaksanaan tata kerja formal atau informal tidak ada kendala
Konservasi Flora, Fauna, dan Mikroorganisme
141
XVI. MATRIK EVALUASI Judul
Output
Institusi Pelaksana (Kode)
CAPAIAN 2010
2011
2012
2013
2014
RPI 10 . Konservasi Flora, Fauna dan Mikroorganisme 1. Informasi biofisik habitat, dinamika populasi dan keragaman genetik jenisjenis terancam punah
Ketersediaan 1,6, 16, 18, Laporan Jurnal, informasi ilmiah 17, 19 tahunan artikel tentang habitat, dan prokeragaman gesiding netik populasi jenis-jenis terancam punah
Laporan, Paket inbuku formasi paket ilmiah (handbook)
Diseminasi paket informasi ilmiah ke pengguna
2. Teknik pelestarian jenis flora dan fauna
Ketersediaan in- 1, 6, 16, Laporan Jurnal, formasi teknolo- 18, 17, 19, tahunan artikel gi konservasi 14 dan projenis flora dan siding fauna di dataran rendah dan dataran tinggi
Laporan, buku paket ino (handbook)
Paket teknologi konsevasi ek-situ dan insitu
Diseminasi paket teknologi ke pengguna
Jurnal, artikel dan prosiding
Paket teknologi konservasi flora dan faunan terancam punah
Paket Penyeteknolo- bar lugi telah asan dibakukan
4. Teknik peman- Ketersediaan 1, 6, 16, Laporan Jurnal, faatan mikro- informasi teknik 18, 17, 19, tahunan artikel organisme pemanfaatan 14 dan promikroorganisme siding
Laporan, buku paket (handbook)
Paket informasi ilmiah, database
Diseminasi paket informasi ilmiah ke pengguna,
5. Informasi bahan baku obat anti diabetes, anti kolesterol dan anti kanker yang diperoleh dari tumbuhan hutan
Data base komponen dan tulisan dalam jurnal
Data base komponen
Data base lengkap (jika mungkin, dalam format diseminasi)
3. Teknik reproduksi jenisjenis flora dan fauna terancam punah
142
Ketersediaan 1,6, 16, 18, informasi teknik 17, 19 reproduksi jenisjenis potensial dan terancam punah
Informasi bahan 1, 7, 17, baku obat anti 19, 16 diabetes, anti kolesterol dan anti kanker yang diperoleh dari kawasan hutan di Indonesia
Laporan dan tulisan ilmiah di jurnal
Laporan Data tahunan base komponen dan tulisan dalam jurnal
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014