KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1.
Salah satu target utama dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010 – 2014 adalah swasembada kedelai dengan pencapaian produksi sebesar 2,7 juta ton di tahun 2014. Jika mencermati data produksi kedelai pada tahun 2011, pencapaian produksi baru mencapai 870 ribu ton, atau sebesar 32,2 persen dari target produksi pada 2014. Sementara itu, konsumsi domestik pada 2011 mencapai 2 juta ton, yang berarti defisit sekitar 1,3 juta ton. Dengan kecenderungan luas panen dan produksi kedelai lokal yang semakin menurun maka ketergantungan terhadap impor kedelai, terutama dari Amerika Serikat sebagai pengekspor kedelai terbesar dunia, akan semakin tinggi.
2.
Pemenuhan konsumsi kedelai yang sangat tergantung dari impor ini menyebabkan harga kedelai dalam negeri akan sangat dipengaruhi fluktuasi harga kedelai di pasar internasional. Oleh sebab itu, ketika harga kedelai di pasar internasional meningkat akibat persoalan kedelai di negara produsen, maka berdampak pada melambungnya harga kedelai di pasar dalam negeri. Produsen pangan berbahan baku kedelai dan konsumen terkena dampaknya.
3.
Kajian singkat ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja produksi dan harga kedelai domestik, serta memberikan masukan kebijakan untuk pencapaian swasembada kedelai 2014. II. ANALISIS PRODUKSI, KONSUMSI DAN HARGA KEDELAI
4.
Pada periode 2000-2011, produksi kedelai domestik mencapai rata-rata 793,6 ribu ton atau menurun 1,19 persen per tahun. Penurunan produksi ini disebabkan oleh penurunan luas panen sebesar 2,47 persen per tahun, sementara produktivitas kedelai meningkat dengan laju pertumbuhan 1,28 persen per tahun (Gambar 1 dan Tabel Lampiran 1). Pada periode yang sama, rata-rata luas panen kedelai mencapai 618,75 ribu ha dan produktivitas sebesar 1,28 ton per ha.
5.
Konsumsi domestik kedelai selama periode 2000-2011 rata-rata yang berarti bahwa untuk mencukupi kebutuhan tersebut harus 1,01 juta ton per tahun atau 56,1 persen dari total konsumsi utama dari kedelai adalah industri tahu tempe yang mencapai kebutuhan kedelai domestik.
6.
Harga kedelai terus mengalami fluktuasi akibat pasokan yang tidak stabil. Harga kedelai di pasar internasional mengalami lonjakan pada tahun 2007 dan 2008. Harga kedelai kuning Amerika Serikat pada 2007 dan 2008 meningkat drastis berturut-turut sebesar 46 dan 43 persen. Naiknya harga kedelai di Bursa Komoditas Chicago, Amerika Serikat
sebesar 1,8 juta ton mengimpor rata-rata domestik. Konsumen 87 persen dari total
1
tersebut, yang puncaknya mencapai 461,7 US$/MT pada tanggal 11 Januari 2008, menyebabkan harga kedelai di dalam negeri melonjak sekitar 60 persen. Kenaikan ini merupakan yang tertinggi dalam tiga dekade terakhir. Naiknya harga kedelai di AS sebenarnya terjadi sejak Mei tahun 2007, yang saat itu harga kedelai dunia mencapai 283,3 US$/MT. Padahal satu bulan sebelumnya (April 2007) harga kedelai masih berada pada harga 272,5 US$/MT. Koefisien keragaman harga kedelai di tingkat produsen dan konsumen selama periode 2005-2012, masing-masing sekitar 23,2 persen dan 28,6 persen. Sedangkan, koefisien keragaman harga kedelai di pasar internasional selama periode 2005-2012 sekitar 30,2 persen (Tabel Lampiran 2). 7.
Ada tiga hal yang dapat menjelaskan mengapa harga kedelai di tatanan perdagangan dunia meningkat drastis. Pertama, produksi kedelai dunia tahun 2007 mengalami penurunan sekitar 14 juta ton dibandingkan dengan produksi tahun 2006 yang mencapai 221,6 ton. Pada tahun 2008, produksi kedelai dunia kembali turun sebesar 6,5 persen. Penurunan produksi ini dipicu oleh penurunan produktivitas dan area tanam karena kompetisi dengan penambahan luas areal tanam jagung sebagai sumber energi alternatif yang sedang digalakkan oleh Pemerintah Amerika Serikat. Kedua, naiknya konsumsi kedelai dunia yang dipicu oleh naiknya konsumsi kedelai di Cina dan India. Kemajuan ekonomi Cina dan India telah ikut menyebabkan kenaikan konsumsi kedelai hingga 12 kali lipat dibandingkan dengan 20 tahun lalu. Ketiga, program pengembangan sumber energi alternatif seperti di Amerika Serikat yang mengembangkan bahan bakar nabati, yaitu etanol berbasis jagung, di Brasil yang mengembangkan etanol berbasis tebu, sementara di Eropa mengembangkan biodiesel sebagai sumber energi alternatif. Kebijakan energi alternatif ini, khususnya di Amerika Serikat, menyebabkan harga jagung di perdagangan dunia melonjak. Hal ini memberikan harapan bagi petani jagung di Amerika. Selain itu, untuk mendorong pengembangan energi alternatif ini, pemerintah AS juga memberikan subsidi untuk petani jagung. Dua kebijakan ini menyebabkan petani AS beralih komoditas dari kedelai menjadi jagung karena jagung lebih memberikan harapan. Padahal separuh kebutuhan kedelai dunia diproduksi oleh AS, sehingga stock akhir kedelai dunia 2007/2008 menjadi sangat terbatas, yaitu : 47,3 juta ton atau turun 12 juta ton dibanding tahun sebelumnya. Situasi ini telah menyebabkan naiknya harga kedelai di pasar dunia.
8.
Selain itu, pada tahun 2000, produksi kedelai di AS melimpah sehingga pasar AS sulit untuk menampung produksi domestiknya. Untuk menjaga insentif bagi petaninya, maka pemerintah AS memberikan kredit ekspor. Fasilitas kredit ekspor kedelai dari AS ini diberikan khusus kepada importir kedelai Indonesia. Pada tahun tersebut, kredit ekspor kedelai ini mencapai 12 juta US$ dan naik menjadi 750 juta US$ pada tahun 2001. Dengan fasilitas kredit ini, maka importir Indonesia banyak mendatangkan kedelai dari AS karena adanya selisih harga. Akibatnya, harga kedelai impor dari Amerika Serikat menjadi lebih murah sekitar Rp. 550/kg dibandingkan dengan harga kedelai produksi lokal. Selain faktor harga yang lebih murah, ada kecenderungan industri pengolahan tahu dan tempe Indonesia lebih menyukai kedelai impor karena ukurannya yang lebih besar serta hasil produksi lebih padat. Situasi seperti ini, pada gilirannya memberi ancaman yang besar terhadap kelangsungan produksi kedelai dalam negeri, yang 2
ditandai makin menurunnya produksi kedelai dalam negeri dan meningkatnya ketergantungan impor. 9.
Karena ketergantungan terhadap impor kedelai maka harga kedelai lokal sangat dipengaruhi perubahan harga internasional. Resonansi melonjaknya harga kedelai impor dari AS menyebabkan harga produsen dan konsumen kedelai lokal juga meningkat. Pada tahun 2007 dan 2008, harga produsen kedelai Indonesia meningkat berturut-turut 13 dan 35 persen. Sedangkan harga konsumen kedelai meningkat 8 dan 61 persen (Tabel 1). Peningkatan harga ini ternyata mampu mendorong peningkatan produksi kedelai domestik yang pada tahun 2007 hanya sebesar 592,6 ribu ton menjadi 775,7 ribu ton pada 2008, dan kemudian meningkat menjadi 974,5 ribu ton pada 2009. Namun, setelah harga kedelai kembali menurun pada akhir 2009, maka produksi juga kembali menurun.
10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak membaiknya produksi kedelai dalam negeri terjadi karena tidak adanya jaminan harga jual dan resiko terserang hama dan penyakit sangat tinggi. Petani enggan menanam kedelai karena tidak mampu bersaing dengan kedelai impor yang harganya lebih murah dan lebih disukai oleh produsen tempe dan tahu. Petani yang sebelumnya secara tradisional menanam kedelai, mengganti dengan komoditas lain, seperti jagung, kacang tanah, kacang hijau dan tanaman palawija lainnya yang lebih memberikan keuntungan. 11. Tataniaga kedelai domestik pada periode 2000-2012 dimulai dengan memasuki era reformasi. Sebagai konsekuensi penandatangan LoI dengan IMF, pemerintah Indonesia tidak lagi memiliki institusi penyangga stok bagi komoditas pangan strategis. Monopoli impor, pemasaran dan pengendalian harga oleh Bulog hanya berlaku untuk komoditas beras. Dengan mengacu pada LoI tersebut, maka pemerintah menerbitkan Keppres 19 Tahun 1998 yang memberi tugas Bulog untuk mengendalikan harga hanya untuk beras. Tataniaga pangan makin merugikan petani karena pemerintah membebaskan bea tarif masuk (BM) pangan, termasuk kedelai 0 (nol) persen. Padahal sebelumnya tarif BM impor 20 persen. Saat itulah peran swasta dan Bulog sederajat dalam importasi dan pemasaran. Kebijakan deregulasi tata niaga kedelai akhirnya melahirkan importir besar. Saat ini hanya ada 4 (empat) importir kedelai, yaitu Cargill Indonesia, Teluk Intan, Liong Seng dan Gunung Sewu. Struktur pasar kedelai yang dikuasai 4 importir besar ini terbentuk karena unit terkecil dalam penawaran lelang kedelai minimal 50.000 ton, sehingga hanya sedikit pengusaha yang sanggup menanggung biaya lelang, plus ongkos transportasi. Struktur pasar impor kedelai ini akhirnya menimbulkan penilaian bahwa kenaikan harga kedelai di Indonesia, selain dipicu faktor naiknya harga kedelai di perdagangan internasional, juga akibat praktek kartel yang dilakukan oleh empat importir tersebut. Kebijakan kredit ekspor pemerintah Amerika Serikat memberikan kemudahan kepada importir Indonesia, melalui sistem pembiayaan penjaminan, Collateral Management Agreement (CMA). Mekanismenya, importir menandatangani perjanjian jual beli komoditas melalui bank. Selanjutnya importir membayar uang muka yang disepakati, sekitar 10 – 20 persen. Kemudian bank menunjuk surveyor di gudang penerima melalui rekomendasi pemasok dari luar negeri. Pemasok kedelai dari luar negeri akan mengirim barang sebanyak yang dipesan dan dikirim ke gudang importir. 3
Bank tersebut yang kemudian membayar 100 persen kepada eksportir/penyalur, dengan jaminan komoditas yang ada gudang. Selanjutnya importir akan menjual secara bertahap sesuai permintaan pasar domestik. Jumlah (nilai cicilan) yang dibayarkan ke bank adalah sesuai dengan volume kedelai yang ditebus (terjual) atau yang dikeluarkan dari gudang.
Tahun 2000 = 100
Gambar 1. Indeks Luas Panen, Produktivitas, Produksi dan Konsumsi Kedelai, 2000 – 2011 (Tahun 2000 = 100)
(Rp/kg)
(US$/MT)
Gambar 2. Perkembangan Harga Produsen, Konsumen dan Internasional Kedelai, Januari 2005 – April 2012. 4
Tabel 1. Perkembangan Harga Produsen, Konsumen dan Internasional Kedelai, 2005 – 2012 (sampai April 2012). Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Harga Produsen (Rp/kg) 3,894 4,036 (3.65) 4,588 (13.68) 6,212 (35.40) 6,588 (6.06) 6,664 (1.16) 7,236 (8.57) 7,262 (0.37)
Harga Konsumen (Rp/kg) 4,228 4,472 (5.78) 4,847 (8.38) 7,788 (60.68) 8,411 (7.99) 8,683 (3.23) 8,641 (‐0.48) 8,631 (‐0.13)
Harga Internasional (US$/MT) 1) 223 217 (‐2.55) 317 (46.01) 453 (42.78) 379 (‐16.49) 385 (1.69) 484 (25.80) 478 (‐1.19)
Sumber : BPS, diolah, kecuali harga internasional berasal dari Worldbank. Keterangan : 1) Jenis : Soybeans, U.S. soybeans, Chicago Soybean futures contract (first contract forward) No. 2 yellow and par, US Dollars per Metric Ton.
III.
SIMPUL – SIMPUL PERMASALAHAN
12. Permasalahan utama pada komoditas kedelai adalah produksi kedelai domestik yang semakin menurun, terutama disebabkan oleh penurunan luas panen dan kecenderungan stagnasi produktivitas, sehingga untuk mencukupi ketimpangan produksi dan konsumsi harus mengimpor kedelai dari AS. Ketergantungan impor yang tinggi akan sangat mempengaruhi harga di pasar domestik. Harga kedelai yang tinggi sangat mengancam keberlangsungan industri tahu dan tempe, yang berbahan baku utama kedelai. Tahu dan tempe merupakan makanan utama dalam menu sebagian besar masyarakat Indonesia karena kedelai adalah sumber protein nabati yang baik dan murah. Penambahan areal tanam dapat dilakukan di lahan sawah pada musim kering dengan cara pompanisasi. 13. Permasalahan lainnya adalah kurangnya insentif dan perlindungan harga bagi petani, sehingga timbul keengganan bagi petani untuk menanam kedelai, apalagi jika penanaman kedelai harus bersaing dengan padi dan jagung yang sangat didukung usahataninya oleh pemerintah melalui subsidi harga dan input. Disamping itu, pada saat panen raya harga kedelai sering turun/jatuh sehingga mengurangi kegairahan petani untuk menanam kedelai.
5
14. Untuk jangka panjang, ketergantungan impor kedelai menjadi masalah utama. Apalagi ketika kecenderungan produksi kedelai lokal semakin menurun sementara stok kedelai dunia cenderung stagnan dan kebutuhan kedelai dunia semakin meningkat. 15. Diperlukan varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit serta kekeringan akan mengurangi resiko gagal panen, sehingga petani akan mempunyai keinginan untuk menanam kedelai lagi. IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 16. Kebutuhan kedelai masyarakat harus didasarkan pada kemampuan produksi domestik agar tidak mudah terganggu oleh gejolak yang terjadi dalam perdagangan internasional. Oleh sebab itu, swasembada adalah kata kunci yang paling tepat bagi terwujudnya ketahanan pangan. Dengan demikian, Kementerian Pertanian harus membuka lahan baru untuk penanaman kedelai sedikitnya 500 ribu ha, meningkatkan produktivitas kedelai hingga 2-2,5 ton/ha melalui penanaman varietas Anjasmoro, Ijen, Mahameru, Panderman dan Merubetiri. Didukung pula dengan penggalakan penyuluhan agar teknologi yang diaplikasikan petani dapat lebih baik. Selain itu, perluasan areal tanam dapat dilakukan di wilayah pantai utara Jawa setelah tanam padi dengan pengaturan air dari waduk Jatiluhur. 17. Pemberian insentif berproduksi berupa pemberian benih, pupuk dan obat kimia pembasmi serangga secara gratis untuk penanaman kedelai. Selain itu, perlindungan harga kedelai petani saat panen raya, melalui mekanisme harga pembelian pemerintah atau harga referensi seperti pada komoditas jagung. Perlu juga dibangkitkan peran pemerintah daerah untuk ikut serta melindungi petani kedelai dari kejatuhan harga saat panen raya dan kejatuhan harga internasional melalui mekanisme resi gudang, dana talangan atau pembelian hasil oleh pemerintah daerah. 18. Kementerian Pertanian beserta kementerian terkait dapat menetapkan tarif impor kedelai sekitar 23 persen untuk melindungi daya saing kedelai lokal dan petani memperoleh keuntungan sebesar 25 persen atau tarif impor sebesar 35 persen agar petani mempunyai tingkat keuntungan sebesar 30 persen (analisis keseimbangan parsial). Walaupun tidak efektif untuk jangka panjang namun kebijakan fiskal ini dapat menyelamatkan daya saing kedelai lokal dalam jangka pendek. 19. Selain penerapan tarif, Kementerian Pertanian harus segera berkoordinasi efektif dengan Kementerian Perdagangan untuk mengendalikan volume impor kedelai.
6
V. LAMPIRAN Tabel Lampiran 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, Produksi dan Konsumsi Kedele, 2000 – 2011. Tahun
Luas Panen (ha) 826,484 680,849 546,521 528,799 567,161 623,546 582,540 461,125 592,964 722,791 660,823 631,425 618,752 (2.47)
Produktivitas (ton/ha) 1.23 1.12 1.23 1.27 1.28 1.30 1.28 1.28 1.31 1.35 1.37 1.38 1.28 1.28
Produksi (ton) 1,017,634 762,032 673,056 671,600 723,485 808,353 747,611 592,537 775,710 974,512 907,031 870,068 793,636 (1.19)
Konsumsi (ton/tahun) 3) 2,140,767 1,200,597 1,832,027 1,675,580 1,640,176 1,703,853 1,583,731 1,712,623 1,864,320 2,020,528 2,329,041 2,000,615 1,808,655 0.81
(+/-)
2)
2000 (1,123,133) 2001 (438,565) 2002 (1,158,971) 2003 (1,003,980) 2004 (916,691) 2005 (895,500) 2006 (836,120) 2007 (1,120,086) 2008 (1,088,610) 2009 (1,046,016) 2010 (1,422,010) 2011 (1,130,547) Rataan (1,015,019) Pertumbuhan (%) 1) Sumber : BPS, diolah. Keterangan : 1) Merupakan parameter pertumbuhan tren linier waktu. Angka dalam kurung menunjukkan negatif. 2) Dihitung dari produksi dikurangi konsumsi 3) Data konsumsi berasal dari NBM BPS dikalikan dengan jumlah penduduk.
Tabel Lampiran 2. Perkembangan Harga Produsen, Konsumen dan Internasional Kedelai, Januari 2005 – April 2012. Tahun 2005
2006
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei
Harga Produsen (Rp/kg) 3,646.30 3,668.04 3,740.72 3,826.65 3,865.87 3,894.05 3,918.31 3,911.98 3,987.91 4,068.85 4,103.89 4,092.24 4,029.29 4,038.03 4,026.02 4,027.88 4,059.53
Harga Konsumen (Rp/kg) 4,187.42 4,104.25 4,168.09 4,123.04 4,206.78 4,229.98 4,250.48 4,257.77 4,257.49 4,333.92 4,335.44 4,282.92 4,451.04 4,451.32 4,457.24 4,476.53 4,438.04
Harga Internasional 1) (US$/MT) 195.66 197.59 233.18 228.76 233.46 254.74 253.35 230.43 212.02 211.17 210.70 216.54 214.01 214.37 212.71 208.9 217.36
7
Tahun
2007
2008
2009
2010
Bulan Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Harga Produsen (Rp/kg) 3,990.61 3,987.06 4,018.69 4,031.44 4,072.56 4,070.92 4,078.46 4,120.63 4,392.87 4,588.09 4,546.80 4,635.47 4,630.62 4,596.65 4,597.45 4,674.25 4,695.56 4,722.07 4,854.38 5,592.17 5,850.26 6,139.39 6,183.05 6,195.55 6,280.48 6,337.80 6,430.81 6,442.60 6,420.72 6,397.56 6,272.75 6,424.62 6,426.00 6,423.17 6,543.43 6,585.00 6,628.27 6,631.85 6,648.32 6,732.20 6,680.12 6,672.92 6,660.86
Harga Konsumen (Rp/kg) 4,437.52 4,457.56 4,447.69 4,452.28 4,454.53 4,560.66 4,583.77 4,608.36 4,636.92 4,662.63 4,753.07 4,776.14 4,778.80 4,824.31 4,847.55 4,973.94 5,024.90 5,091.25 5,185.14 7,434.28 7,568.22 7,812.41 7,696.19 7,692.72 7,761.88 7,799.91 7,872.53 7,949.00 7,960.00 7,952.91 7,958.34 8,445.00 8,365.00 8,309.00 8,305.00 8,301.00 8,382.00 8,497.00 8,523.00 8,529.00 8,316.00 8,342.00 8,616.00
6,647.64 6,616.30 6,531.11 6,570.68 6,556.63 6,584.75 6,598.94 6,727.90 6,740.60 6,782.40
8,700.00 8,759.00 8,712.00 8,684.00 8,735.00 8,674.00 8,643.00 8,645.00 8,728.00 8,637.00
Harga Internasional (US$/MT) 1) 216.50 217.25 203.84 199.31 217.89 244.00 243.31 255.87 278.04 276.96 272.50 283.21 302.83 313.48 309.01 347.56 358.40 389.02 423.08 461.72 508.22 495.69 482.79 489.09 552.47 554.15 471.07 437.84 338.78 329.14 318.81 364.72 341.27 333.66 374.47 422.28 445.15 398.16 408.96 349.05 354.86 370.71 379.30 358.97 344.66 348.95 357.65 349.06 348.51 370.98 379.46 390.23 427.18
8
Tahun
Bulan Nopember Desember
2011
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
2012
Januari Februari Maret
April Standar Deviasi Rataan Coefisien Variasi (%)
Harga Produsen (Rp/kg)
Harga Konsumen (Rp/kg)
6,761.22 6,853.01 7,071.46 7,147.61 7,209.36 7,242.83 7,272.91 7,261.42 7,214.60 7,222.08 7,306.00 7,304.47 7,285.12 7,288.61 7,391.81 7,338.58 7,278.12 7,271.31
8,642.00 8,634.00 8,652.00 8,717.00 8,994.00 8,707.00 8,589.00 8,620.00 8,649.00 8,645.00 8,614.00 8,523.00 8,514.00 8,473.00 8,522.00 8,519.00 8,505.00 8,515.00
1,319.32 5,680.54 23.23
1,945.02 6,805.77 28.58
Harga Internasional (US$/MT) 1) 459.96 483.76 511.10 512.05 498.74 501.47 498.77 499.77 501.83 501.42 490.91 446.02 428.83 420.05 441.73 461.56 496.29 529.42 107.95 357.26 30.22
Sumber : BPS, diolah, kecuali harga internasional berasal dari Worldbank. Keterangan : 1) Jenis : Soybeans, U.S. soybeans, Chicago Soybean futures contract (first contract forward) No. 2 yellow and par, US Dollars per Metric Ton.
9