KINERJA FILTER KONSENTRIS DALAM SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR TERKENDALI (SRAT) PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR
Oleh : HANIF TRIAWAN KUSUMA F14103029
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Hanif Triawan Kusuma / F 141 03 029. Kinerja Filter Konsentris dalam Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali (SRAT) Pembesaran Ikan Hias Air Tawar. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr
Ringkasan Pecanangan revitalisasi bidang pertanian, perikanan dan kehutanan (RPPK) oleh presiden RI tahun 2005, merupakan amanat negara terhadap semua komponen bangsa untuk memberikan prioritas perhatian yang lebih bagi pembangunan sektor ini. Salah satu revitalisasi di bidang perikanan adalah revitalisasi budidaya ikan hias khususnya ikan hias air tawar. Pada tahun 2000 volume ekspor ikan hias adalah 2.709 ton meningkat menjadi 3.516 ton pada tahun 2004 dengan kenaikan 7,56%. Hal tersebut menandakan bahwa peluang pengembangan sektor perikanan, khususnya ikan hias adalah sangat besar dan menjanjikan. Pengembangan perikanan budidaya air tawar tidaklah banyak menghadapi hambatan teknologi yang berarti, kecuali dalam penyedian induk unggul dan benih bermutu. Banyak teknologi yang sudah diaplikasikan guna mencapai tujuan yang lebih baik. Salah satu teknologi yang banyak digunakan adalah pembudidayaan ikan pada suatu sistem resirkulasi akuakultur. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa kinerja filter konsentris dalam menjaga kualitas air pada sistem resirkulasi akuakultur terkendali (SRAT) pembesaran ikan hias air tawar. Fllter konsentris yang digunakan pada SRAT dapat mengurangi nilai amonia sampai 29,84 % dan nilai total amonia nitrogen sampai 25,3 %. Selain itu filter konsentris ini dapat menjaga nilai amonia, total amonia nitrogen, pH, konduktivitas listrik, dan total padatan terlarut sesuai dengan nilai yang dianjurkan. Pada saat tertentu ada parameter kualitas air yaitu pH yang nilainya tidak sesuai syarat yang dianjurkan, namun kondisi ini tidak menyebabkan ikan mengalami gangguan. Sampai minggu ke-6 filter konsentris tidak mengalami penyumbatan. Pertumbuhan ikan sampai minggu ke-6 dapat mencapai 5 cm dan rata-rata tingkat mortalitas setiap minggunya adalah kurang dari 10%.. Berdasar hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa filter konsentris dapat bekerja dengan baik dalam menjaga kualitas air sesuai dengan syarat-syarat yang dianjurkan.
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KINERJA FILTER KONSENTRIS DALAM SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR TERKENDALI (SRAT) PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : HANIF TRIAWAN KUSUMA F14103029 Dilahirkan pada tanggal 25 November 1984 di Madiun, Jawa Timur Menyetujui : Bogor, Agustus 2007
Prof. Dr. Ir. Budi I Setiawan, M.Agr Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanaian
3
RIWAYAT HIDUP Hanif Triawan Kusuma dilahirkan di Madiun, Jawa Timur pada tanggal 25 November 1984 sebagai anak terakhir dari tiga bersaudara. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pedidikan SMU Negeri 1 Geger Kabupaten Madiun dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis memilih Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi
Pertanian. Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi asisten dalam mata ajaran Matematika Dasar dan Kalkulus 1 pada semester I dan II tahun akademik 2004/2005 Tingkat Persiapan Bersama. Selain itu penulis pernah melakukan kegiatan praktik lapang di Balai Pengembangan Benih Ikan Ciherang, Cianjur, Jawa Barat, dan menulis laporan praktik lapang yang berjudul Mempelajari Aspek Distribusi Air pada Pembenihan Ikan Koi, Maskoki dan Komet di Balai Pengembangan Benih Ikan Ciherang, Cianjur, Jawa Barat. Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Kinerja Filter Konsentris Dalam Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali (SRAT) Pembesaran Ikan Hias Air Tawar di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir Budi Indra Setiawan, M.Agr.
4
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul “ Kinerja Filter Konsentris Dalam Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali (SRAT) Pembesaran Ikan Hias Air Tawar”. Selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini telah banyak pihak yang memberikan bantuan kepada penulis, sehigga dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih kepada : 1.
Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan.
2.
Dr. Ir. Roh Santoso B W, MT selaku dosen penguji.
3.
Kedua orangtua serta saudara-saudaraku yang terus memberikan dorongan moril maupun materiil kepada penulis.
4.
Mas Rudi, Mas Emul dan Pak Adon atas bantuannya.
5.
Teman-teman sebimbingan , Ash-Shobirin dan TEP 40
6.
Semua pihak yang telah banyak membantu namun tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis sangat berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor ,
Juli 2007
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI. ........................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR. ............................................................................................ iii DAFTAR TABEL. ................................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN. ...........................................................................................v I. PENDAHULUAN. .............................................................................................1 1.1 Latar Belakang. .........................................................................................1 1.2 Tujuan. ......................................................................................................2 II. TINJAUAN PUSTAKA. ....................................................................................3 2.1 Ikan Komet. ..............................................................................................3 2.2 Pembesaran Ikan. ......................................................................................4 2.3 Sistem Resirkulasi Akuakutur Terkendali (SRAT). ................................5 2.4 Filter. ........................................................................................................6 2.5 Kualitas Air. .............................................................................................8 2.6 Hukum Bernoulli....................................................................................15 2.7 Head loss pada aliran dalam pipa...........................................................16 2.8 Lokal head loss. .....................................................................................17 III. METODOLOGI. ............................................................................................. 18 3.1 Waktu Dan Tempat. ............................................................................... 18 3.2 Bahan dan Alat. ...................................................................................... 18 3.3 Prosedur Penelitian. ............................................................................... 19 3.4 Perolehan Data. ...................................................................................... 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ..................................................................... 23 4.1 Total Amonia Nitrogen (TAN), Amonia (NH3)
dan Amonium
(NH4). ..................................................................................................... 23 4.2 Kemasaman (pH). ................................................................................. 26 4.3 Koefisien Head loss. .............................................................................. 27 4.4 Konduktivitas Listrik (electrical Conductivity, EC). ............................. 30 4.5 Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS). ........................... 31 4.6 Mortalitas................................................................................................32 V. KESIMPULAN DAN SARAN. ....................................................................... 33
i
5.1 Kesimpulan. ........................................................................................... 33 5.2 Saran....................................................................................................... 33 DAFTAR PUSTAKA. ...........................................................................................34 LAMPIRAN...........................................................................................................35
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Ikan komet. ........................................................................................................ 3 2. Konfigurasi umum sistem resirkulasi air. ..........................................................5 3. Media penyaring (A) Arang aktif, (B) kapas sintetis, (C) batu zeolit. ...............7 4. Prosedur penelitian. ..........................................................................................19 5. Urutan sirkulasi air pada SRAT. ......................................................................19 6. Kerangka filter konsentris. ...............................................................................20 7. Kandungan nilai amonia (NH3) pada air selama pembesaran ..........................23 8. Kandungan total amonia nitrogen (TAN) pada air selama pembesaran. .........24 9. Kandungan nilai amonium (NH4+) pada air selama pembesaran. ....................25 10. Kondisi tanaman pada tanggal (A)12/6/07, (B) 20/6/07 yang berfungsi sebagai biofilter. ............................................................................................................25 11. Nilai pH hasil pengukuran selama pembesaran. ..............................................26 12. Koefisien head loss pada aliran dari bak filter ke bak tendon. ........................27 13. Beda tinggi air antara bak filtrasi dengan bak tandon. .....................................28 14. Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan (B) pada tanggal 7/6/07. .........29 15. Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan (B) pada tanggal 20/6/07. .......30 16. Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan (B) pada tanggal 23/6/07. .......30 17. Nilai konduktivitas listrik air hasil pengukuran. ..............................................30 18. Nilai total padatan terlarut hasil pengukuran. ..................................................31 19. Laju mortalitas selama Pembesaran. ................................................................32
iii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Kisaran normal kualitas air untuk perikanan air tawar. .................................... 8 2. Klasifikasi padatan di perairan berdasarkan ukuran diameter. ......................... 9 3. Hubungan antara nilai TDS dan salinitas air....................................................10 4. Kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan nilai padatan tersuspensi (TSS). ............................................................................................10 5. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan. .........................................11 6. Kadar oksigen terlarut dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup ikan. .13 7. Pengaruh waktu dan temperatur terhadap oksigen terlarut. .............................14
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. pH dan konduktivitas listrik selama pembesaran.............................................36 2. Total padatan terlarut selama pembesaran.......................................................37 3. Gambar proyeksi SRAT...................................................................................38 4. Gambar tampak depan SRAT..........................................................................39 5. Gambar tampak atas SRAT..............................................................................40 6. Gambar tampak samping SRAT......................................................................41 7. Gambar proyeksi filter konsentris pada SRAT................................................42 8. Gambar filter konsentris tampak atas dan samping.........................................43
v
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pecanangan revitalisasi bidang pertanian, perikanan dan kehutanan (RPPK) oleh presiden RI tahun 2005, merupakan amanat negara terhadap semua komponen bangsa untuk memberikan prioritas perhatian yang lebih bagi pembangunan sektor ini. Amanat ini sebagai tuntutan untuk bangkit dan maju lebih cepat, yang berarti sebagai awal dari kebangkitan sektor perikanan menuju kegiatan yang membawa kesejahteraan dan kejayaan bangsa. Salah satu revitalisasi di bidang perikanan adalah revitalisasi budidaya ikan hias khususnya ikan hias air tawar. Revitalisasi ikan hias setidaknya melibatkan 10 propinsi (Riau, Jambi, DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara dan Papua) dengan sasaran produksi 10.200 ton hingga akhir tahun 2009, dengan kebutuhan modal usaha sebesar Rp. 178,58 miliar dan penyerapan tenaga kerja 138.077 orang (DKP, 2005). Berdasar data
BPS 2005, laju
pertumbuhan ekspor hasil perikanan Indonesia dalam kurun waktu 2000-2004 meningkat cukup pesat. Pada tahun 2000, volume ekspor perikananan Indonesia sebesar 519.415 ton dengan nilai US$ 1,67 miliar, meningkat menjadi 902.358 ton dengan nilai US$ 1,78 miliar pada tahun 2004, atau terjadi kenaikan rata-rata pertahunnya sebesar 16,69 %. Ekspor ikan hias merupakan bagian dari ekspor perikanan total Indonesia, dimana pada tahun 2000 volume ekspor ikan hias adalah 2.709 ton meningkat menjadi 3.516 ton pada tahun 2004 dengan kenaikan 7,56%. Hal tersebut menandakan bahwa peluang pengembangan sektor perikanan, khususnya ikan hias adalah sangat besar dan menjanjikan. Pengembangan budidaya ikan hias dalam rangka revitalisasi diarahkan pada pengembangan ikan hias air tawar yang telah mapan teknologi budidayanya di masyarakat. Sasaran pengembangan produksi sampai tahun 2009 mencapai 10.200 ton, dengan kebutuhan benih sebesar 1,13 miliyar (DKP, 2005). Jenis ikan hias yang dikembangankan dan diprioritaskan adalah jenis ikan ekspor, salah satunya adalah ikan hias air tawar yang meliputi : Tetra, Rainbow,
1
Arwana Irian, Gurame Hias, Koi dan Maskoki. Pengembangan perikanan budidaya air tawar tidaklah banyak menghadapi hambatan teknologi yang berarti, kecuali dalam penyedian induk unggul dan benih bermutu. Banyak teknologi yang sudah diaplikasikan guna mencapai tujuan yang lebih baik. Salah satu teknologi yang banyak digunakan adalah pembudidayaan ikan pada suatu sistem resirkulasi akuakultur. Sistem resirkulasi akuakultur memberikan banyak manfaat, antara lain : hasil yang dicapai lebih baik
bila dibandingkan dengan sistem tradisional,
konservasi lingkungan khususnya penghematan air dan parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap kalangsungan hidup ikan dapat dikendalikan. Dalam sistem resirkulasi akuakultur terdapat satu komponen yang sangat penting, yaitu adanya filter atau penyaring. Filter merupakan ciri khusus dan sebagai paru–paru dari sistem resirkulasi akuakultur. Salah satu filter yang digunakan pada sistem resirkulasi akuakultur adalah penggunaan filter konsentris.
1.2 Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa kinerja filter konsentris dalam
menjaga kualitas air pada sistem resirkulasi akuakultur
terkendali (SRAT) pembesaran ikan hias air tawar.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Komet Ikan Komet merupakan ikan hias yang saat ini mulai banyak dikembangkan. Varietas ikan Komet dikembangkan di Amerika akhir abad 19. Nama komet berasal dari benda angkasa yaitu komet Helley. Ikan Komet merupakan salah satu strain dari ikan Maskoki. Ikan Komet mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik, kuat dan lebih gesit bila dibandingkan dengan ikan Maskoki. Ikan Komet mudah dipelihara baik di kolam, di bak ataupun di akuarium. Klasifikasi ikan Komet menurut Cole (1995, dalam Kusuma, 2006) adalah sebagai berikut : filum
: Chordata
kelas
: Osteichtyes
sub kelas
: Actinopterigii
ordo
: Ostariophysadei
sub ordo
: Cyprinoidea
famili
: Cyprinoidae
sub famili
: Cyprninae
genus
: Carassius
spesies
: Carassius auratus
Gambar 1. Ikan Komet
3
Secara umum dapat dikatakan bahwa ikan Komet termasuk ikan yang mampu beradaptasi dengan berbagai variasi kualitas air dan juga suhu. Suhu ideal bagi ikan Komet berada pada kisaran 20-25°C. Fluktuasi perubahan suhu direkomendasikan tidak lebih dari 5°C, terutama dalam proses pergantian air atau proses transportasi. Fluktuasi suhu di atas 5°C akan sangat membahayakan ikan tersebut. Nilai pH yang dianggap ideal untuk menumbuhkembangkan ikan Komet berkisar dari 7,0 hingga 8,0. Mesikpun demikian diketahui bahwa ikan Komet masih dapat mentolerir nilai pH lebih rendah atau lebih tinggi dari kisaran. Kepadatan ikan dalam volume air tertentu akan sangat menentukan tingkat keberhasilan memelihara ikan Komet, kemudahan dalam mengelola air dan menghindarkan terjadinya stres yang dapat memicu terjadinya berbagai masalah ikutan lainnya. Selalu disarankan agar ikan Komet dipelihara dengan kepadatan serendah mungkin, atau dipelihara sesedikit mungkin dalam suatu wadah. Aturan secara umum menyebutkan bahwa kepadatan ikan Komet dapat dihitung berdasarkan proporsi 1 cm panjang ikan untuk setiap liter air tersebut. 2.2 Pembesaran Ikan Pembesaran ikan merupakan bagian dari usaha budidaya ikan. Pembesaran adalah suatu usaha pemeliharaan ikan yang dimulai dari lepas dederan sampai ikan siap untuk tujuan tertentu yaitu konsumsi atau ukuran untuk pasar. Ikan yang ditebar pada awal usaha pembesaran bervariasi menurut jenis ikan dan metode pembesarannya. Dalam usaha pembesaran harus diperhatikan padat tebar. Padat tebar ini akan menentukan usaha pembesaran. Padat tebar dipengaruhi oleh jenis, umur, ukuran awal ikan dan lingkungan pembesaran yaitu sarana yang akan digunakan. Pada SRAT, dimana air pemeliharan akan digunakan kembali dengan mempertahankan kualitasnya maka perlu menejemen yang lebih baik. Selama pembesaran pakan merupakan hal yang penting. Pakan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami lebih banyak digunakan pada umur kurang satu bulan. Pakan buatan diberikan dengan tujuan utamanya adalah mempercepat pertumbuhan. Pakan buatan meskipun mempunyai kandungan yang lebih lengkap, terkadang akan menjadi masalah
4
ketika jumlah yang diberikan berlebihan. Pakan yang tersisa akan menjadi sumber racun bagi ikan. 2.3 Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali (SRAT) Sistem resirkulasi air
adalah suatu metode pemeliharaan ikan dalam
wadah terkontrol dengan menggunakan kembali air bekas setelah melalui proses penyaringan secara fisik dan biologi (Jangkaru,1994). Menurut Stickney (1979) secara umum sistem resirkulasi terdiri atas empat komponen utama, yaitu : wadah budidaya (culture chamber), wadah sedimentasi primer (primary settling chamber), filter biologi (biological filter), dan penjernih akhir (final clarifier).
Make up water
Culture chamber
Primary settling chamber Solid removal
Final clarifier
Filter
Sumber : Robert R. Stickney (1979)
Gambar 2. Konfigurasi umum sistem resirkulasi air Menurut Yanong (2003, dalam Sofiyuddin, 2006) terdapat lima jenis SRAT yang sering digunakan, yaitu SRAT pembesaran, SRAT pembenihan, SRAT pemeliharaan, SRAT penampungan sementara dan SRAT display. SRAT pembesaran digunakan untuk melakukan pembesaran (pendederan) ikan dengan padat tebar yang tinggi. SRAT ini memerlukan manajemen yang terpadu terutama dalam hal kualitas air dan pemberian nutrisi. SRAT pembenihan digunakan untuk pemijahan ikan. Parameter lingkungan seperti suhu, photoperiodisme, pH, kesadahan dan konduktivitas perlu dikontrol untuk memicu terjadinya pemijahan. Selain itu, ukuran, kebiasaan dan perilaku ikan perlu diperhatikan pada saat memilih ukuran dan tipe tangki. SRAT pemeliharaan digunakan untuk memelihara ikan dalam jangka waktu yang cukup lama, seperti untuk
5
pemeliharaan dan pematangan gonad induk. Dalam SRAT ini ikan yang dipelihara umumnya tidak dalam fase pertumbuhan yang cepat, sehingga pemberian nutrisi tidak efektif seperti dalam SRAT pembesaran. SRAT penampungan sementara umumnya digunakan di tempat penjualan ikan. Pemeliharaan biasnya dilakukan selama 1-21 hari. SRAT perlu didesain untuk mengakomodir perubahan dan fluktuasi jenis dan jumlah ikan. Oleh karena itu, biofilter perlu dirancang agar memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam hal bentuk dan kapasitas. SRAT display digunakan untuk manampilkan keindahan ikan, umumnya digunakan di akuarium ikan hias. Oleh karena itu menejemen kualitas air perlu ditekankan kepada pengontrolan partikulat terlarut dan kejernihan air. 2.4 Filter Filter merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyaring benda-benda tertentu yang tidak dikehendaki dan meloloskan benda lain yang dikehendaki. Dalam SRAT benda-benda yang tidak dikehendaki tersebut diantaranya adalah: amonia, bahan padatan, residu organik, dan bahan kimia lainnya. Secara umum filter ada tiga macam, yaitu filter mekanik, filter biologi dan filter kimia. Filter mekanik adalah suatu alat untuk memisahkan padatan dari air secara fisika (berdasarkan ukuran) dengan cara menangkap atau menyaring, sehingga kandungan bahan–bahan seperti debu, koloid dan kotoran lain menjadi berkurang. Filter mekanik disusun dengan beberapa bahan material tertentu seperti kapas sintetik, ijuk, kerikil dan pasir. Pasir, kapas sintetik, kerikil dan ijuk merupakan penyaring primer. Penggunaan media (kerikil dan pasir) yang terlalu rapat pada filter mekanik akan mengakibatkan penyumbatan aliran air. Filter mekanik dapat memisahkan kotoran berupa partikel–partikel tak terlarut secara efektif, namun tidak efektif untuk memisahkan partikel–partikel yang terlarut, untuk itu perlu digunakannya filter biologi dan filter kimia. Fungsi utama filter biologi adalah mengurangi atau menghilangkan amonia dari air. Seperti diketahui ikan melepaskan amonia (NH3) dan amonium (NH4) ke dalam air, terutama melalui insangnya. Jumlah yang dikeluarkan tergantung dari banyaknya pakan yang dikonsumsi. Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap 1 kg pakan akan menghasilkan 37 gram amonia. Dengan demikian
6
dapat diperkirakan berapa banyak konsentrasi amonia yang akan dikeluarkan ikan setiap hari yang perlu dinetralisir oleh sebuah filter biologi. Amonia juga dihasilkan oleh penghuni akuarium lainnya, termasuk bakteri, jamur dan juga sisa pakan ikan. Proses perombakan amonia menjadi nitrat dengan bantuan bakteri dapat ditunjukan pada persamaan reaksi (1). O2 NH3
Nitrosomonas sp
O2 NO2
-
Nitrobacter sp
(1)
NO3-
Filter kimia merupakan absorben atau bahan kimia penyerap dan pengikat sisa metabolit beracun yang ada pada air. Bahan–bahan yang berfungsi sebagai filter kimia antara lain : arang aktif, ozon, sinar ultra violet dan zeolit. Zeolit dan arang yang mengandung karbon aktif dapat menghilangkan racun, bau tak sedap dan membunuh bibit penyakit. Filter kimia dapat melakukan fungsinya dengan tiga cara, yaitu: serapan, pertukaran ion dan jerapan. Serapan merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap ke dalam struktur suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut. Proses ini dijumpai terutama dalam media karbon aktif. Karbon aktif memiliki ruang pori sangat banyak dengan ukuran tertentu. Pori-pori ini dapat menangkap partikel-partikel sangat halus (molekul) dan menjebaknya disana. Dengan berjalannya waktu poripori ini pada akhirnya akan jenuh dengan partikel-partikel sangat halus sehingga tidak akan berfungsi lagi. Filter konsentris merupakan filter dengan arah aliran air secara horisontal dari luar menuju ke dalam (memusat).
(A) Sumber: (A) www.O-fish.com
(B)
(C)
Gambar 3. Media penyaring (A) Arang aktif, (B) kapas sintetik, (C) batu zeolit
7
2.5 Kualitas Air Kualitas air, menurut kamus istilah lingkungan (Ismoyo, 1994 dalam Hardjojo, 2005) adalah sebagai keadaan dan sifat-sifat fisik, kimia dan biologis suatu perairan yang dibandingkan dengan persyaratan untuk keperluan tertentu. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa air yang berkualitas adalah air yang tersedia memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, misal untuk perikanan maka air yang tersedia haruslah berkualitas memenuhi persyaratan untuk hidup ikan walaupun air tersebut mungkin tidak cocok untuk air minum. Pada Tabel 1 ditunjukan beberapa kondisi yang dianjurkan untuk perikanan air tawar. Tabel 1. Kisaran normal kualitas air untuk perikanan air tawar Parameter TAN NH3 CO2 DO pH
Konsentrasi yang dianjurkan < 2 ppm 0,1 ppm < 20 ppm > 4 ppm 5,5 - 10
Sumber: Mitchell, 1998
Beberapa parameter kualitas air yang perlu dan sebaiknya diketahui dalam pemeliharaan ikan hias antara lain suhu, nilai pH, oksigen terlarut, padatan total dan nitrogen total. 2.5.1 Suhu Suhu merupakan parameter fisika dalam menentukan kualitas air. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : musim, letak lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, penutupan awan dan kedalaman air. Dalam sistem tertutup suhu dapat dikontrol dan dikendalikan sesuai kondisi ideal tempat hidup ikan. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang optimal bagi pertumbuhannya. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, kecepatan metabolisme, dekomposisi mikroba dan respirasi organisme, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu
8
perairan sebesar 10 Ο C menyababkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme sekitar 2-3 kali lipat. Menurut Halsam (1995, dalam Effendi, 2003) peningkatan suhu juga menyebabkan penuruan kelarutan gas dalam air, misalnya O2, CO2, N2 dan CH4 . Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Cahaya matahari yang masuk ke perairan akan mengalami penyerapan dan perubahan menjadi energi panas. Proses penyerapan cahaya ini berlangsung secara lebih intensif pada lapisan perairan yang memiliki suhu lebih tinggi (lebih panas) dan densitas lebih kecil daripada lapisan yang di bawah. 2.5.2 Padatan Total, Terlarut, dan Tersuspensi Menurut American Public Healt Association, APHA (1976, dalam Effendi, 2003) padatan total (residu) adalah bahan tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi pengeringan pada suhu tertentu. Residu dianggap sebagai kandungan total bahan terlarut dan tersuspensi dalam air. Padatan yang terdapat di perairan diklasifikasikan berdasar ukuran diameter partikel, seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi padatan di perairan berdasarkan ukuran diameter Klasifikasi padatan Padatan terlarut Koloid Padatan tersuspensi
Ukuran diameter ( μ m) <10-3
Ukuran diameter (mm) <10-6
10-3-1
10-6-10-3
>1
>10-3
Sumber: Effendi, 2003
Padatan tersuspensi total (total suspended solid atau TSS) adalah bahanbahan tersuspensi (diameter >1 μm ) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter 0.45 μm . Padatan tersuspensi pada perairan berasal dari partikel-partilel sedimen dan material organik seperti tanaman, sisa hewan, sisa pakan, feses dan mikro organisme lain. Konsentrasi padatan tersuspensi dalam jumlah yang tinggi dalam perairan dapat mengakibatkan air menjadi keruh. Kondisi ini mempunyai
9
dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah mengurangi pertumbuhan jenis alga dan makropitha akuatik, hal ini terjadi karena jumlah cahaya yang masuk ke badan air mengalami gangguan yaitu penurunan daya tembus cahaya. Sedangkan dampak negatifnya adalah seiring berkurangnya fitoplakton yang ada pada perairan menyebabkan jumlah pakan untuk zooplankton berkurang sehingga pertumbuhan zooplankton terganggu. Padatan terlarut total (total disolved solid atau TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter <10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm-10-3 mm) yang berupa bahan-bahan kimia yang belum tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 μm . TDS biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan. Hubungan antara TDS dan salinitas ditunjukan Tabel 3. Tabel 3. Hubungan antara nilai TDS dan salinitas air Nilai TDS (mg/lt) 0-1000 1001-3000 3001-10000 10001-10000 >100000
Tingkat Salinitas Air tawar Agak asin / payau (sligty saline) Keasinan sedang / payau (moderately saline) Asin (saline) Sangat asin (brine)
Sumber: Mc Neely et al., 1979 dalam Effendi, 2003
Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan, terutama total padatan tersuspensi, dapat meningkatkan nilai kekeruhan. Kekeruhan akan dapat menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis di perairan. Kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan nilai padatan tersuspensi ditunjukan dalam Tabel 4. Tabel 4.Kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan nilai padatan tersuspensi (TSS) Nilai TSS (mg/liter) <25 25-80 81-400 >400
Pengaruh terhadap kepentingan perikanan Tidak berpengaruh Sedikit berpengaruh Kurang baik bagi kepentingan perikanan Tidak baik bagi kepentingan perikanan
Sumber: Alabaster dan Lloyd, 1982 dalam Effendi, 2003
10
2.5.3 Nilai pH pH merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air. pH sangat penting sebagai parameter kimia untuk menentukan kualitas air. pH mempunyai peran penting dalam mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. Tidak semua makhluk hidup bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH. Ikan dan makhluk-makhluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupannya. Nilai pH dan temperatur mempunyai hubungan dengan total amonia yang tak terionisasi. Amonia tak terisonisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibangdingkan dengan amonium. Selain itu menurut Mackereth et al. (1989, dalam Effendi 2003) nilai pH juga berkaitan dengan karbondioksida dan alkalinitas air. Pada pH <5, alkalinitas dapat mencapai nol. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebasnya. Sebagian besar biota akuatik yang sensitif terhadap perubahan pH menyukai nilai pH sekitar 7,0-8,5. Pengaruh nilai pH terhadap komunitas biologi perairan ditunjukan pada Tabel 5. Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah. Namun, alga jenis Chlamidomonas acidophila masih dapat bertahan hidup pada pH yang sangat rendah ( yaitu pH=1) , dan alga Euglena masih dapat bertahan hidup pada pH 1,6 ( Halsam, 1995 dalam Effendi
2003). Penurunan maupun peningkatan pH dalam SRAT dapat dilakukan dengan beberapa cara. Untuk menurunkan nilai pH dapat dilukan dengan mengganti sebagian air dengan air yang berkesadahan rendah, air hujan atau air yang direbus, air bebas ion, atau air suling. Sedangkan untuk menaikkan pH dapat dilakukan dengan memberikan aerasi yang intensif, melewatkan air melalui pecahan koral, pecahan kulit kerang atau potongan batu kapur, menambahkan buffer seperti sodium bikarbonat, kalsium karbonat atau dengan menambahkan dekorasi berbahan dasar kapur seperti pasir koral dan melakukan penggantian air secara berkala.
11
Tabel 5. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan Nilai pH 6,0 – 6,5
5,5 – 6,0
5,0 – 5,5
4,5 – 5,0
Pengaruh umum 1.keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun. 2.kelimpahan total, biomassa dan produktivitas tidak mengalami perubahan. 1.penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak. 2.kelimpahan total, biomassa dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti. 3.alga hijau mulai tampak pada zona litoral 1.penurunan keanekaragaman plankton dan komposisi jenis plankton, perifiton dan bentos semakin besar. 2.terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos. 3.alga hijau berfilamen semakin banyak. 4.proses nitrifikasi terhambat. 1.penurunan keanekaragaman plankton dan komposisi jenis plankton, perifiton dan bentos semakin besar. 2.terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos. 3.terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos. 4. proses nitrifikasi terhambat.
Sumber: modifikasi Baker et al.,1990 dalam Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2003
2.5.4 Oksigen Terlarut Oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) merupakan parameter kimia dalam menentukan kualitas air. Di perairan bebas, oksigen lebih banyak dihasilkan dari proses fotosintesis alga. Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi munusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah yang cukup. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat pada atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2003). Difusi oksigen dari atmosfer kedalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air. Organisme akan mengalami gangguan atau stres jika kadar oksigen terlarut tidak mencukupi. Kadar oksigen yang cocok untuk pertumbuhan berada pada 5 mg/liter sampai 15 mg/liter. Ikan akan mengalami stress ketika kadar oksigen
12
kurang dari 4 mg/liter. Kadar oksigen terlarut harus sering dipantau, apalagi dalam kondisi-kondisi tertentu seperti cuaca mendung, hujan atau terjadi perubahan warna air oleh ganggang. Pada Tabel 6 ditunjukan hubungan antara kadar oksigen terlarut dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup ikan Tabel 6. Kadar oksigen terlarut dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup ikan Kadar oksigen terlarut (mg/lt)
Pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan
<0,3
Hanya sedikit jenis ikan yang dapat bertahan pada masa pemaparan singkat Pemaparan lama dapat mengakibatkan kematian ikan Ikan dapat bertahan hidup, tetapi pertumbuhanya terganggu. Hampir semua organisme akuatik menyukai kondisi ini.
0,3-1,0 1,0-5,0 >5,0
Sumber : modifikasi Swingle, 1969 dalam Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003
Kebutuhan oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu dan bervariasi antarorganisme. Kadar oksigen terlarut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain waktu, aktivitas fotosintesis, respirasi, salinitas, dekomposisi bahan organik seperti feses dan sisa pakan dan temperatur. Peningkatan suhu satu derajat celcius akan meningkatkan konsumsi oksigen 10% (Brown, 1978 dalam Effendi, 2003). Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol. Pengaruh waktu dan temperatur terhadap oksigen terlarut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh waktu dan temperatur terhadap oksigen terlarut Waktu 02.00 06.00 10.00 14.00 18.00 22.00
Temperatur ( ο C ) 29 29 29 30 29 29
Oksigen terlarut (mg/liter) 9,8 6,3 6,7 9,4 16,3 10,7
Sumber: Charkoff, 1976
13
2.5.5 Konduktivitas Listrik (Electrical Conductivity, EC) Konduktivitas listrik merupakan parameter fisika air. Konduktivitas adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Semakin banyak garam-garam terlarut yang terionisasi, semakin tinggi pula nilai konduktivitas listriknya. Reaktivitas, valensi dan konsentrasi ion-ion terlarut sangat berpengaruh tergadap nilai EC. Asam, basa dan garam merupakan penggantar listrik yang baik. Konduktivitas dinyatakan dengan satuan μ mhos/cm atau μ simens/cm. Kedua satuan tersebut setara (Mackereth et al., 1989 dalam Effendi, 2003). Air suling (aquades) memiliki nilai konduktivitas 1 μ mhos/cm, sedangkan perairan alami sekitar 20-1500 μ mhos/cm (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003). Perairan laut memiliki nilai konduktivitas yang sangat tinggi karena mengandung garam terlarut. Nilai konduktivitas listrik berhubungan erat dengan TDS. 2.5.6 Nitrogen Total Menurut Davis dan Cornwell (1991 dalam Effendi, 2003) nitrogen total adalah gambaran nitrogen dalam bentuk organik dan amonia pada air limbah. Sedangkan menurut Mackereth et al. (1989 dalam Effendi, 2003) nitrogen total adalah penjumlahan dari nitrogen anorganik yang berupa N-NO3, N-NO2, dan N-NH3 yang bersifat larut, dan nitrogen organik yang berupa partikulat yang tidak larut dalam air. Di perairan, nitrogen dapat berupa nitrogen anorganik dan nitrogen organik. Nitrogen anorganik terdiri atas amonia (NH3), amonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3) dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Amonia merupakan gas buangan terlarut hasil metabolisme ikan oleh perombakan protein, baik dari kotoran itu sendiri maupun sisa pakan. Sisa pakan biasanya akan membusuk sehingga kadar amonia meningkat. Amonia yang tidak terionisasi (unionized) bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Pada kadar yang lebih dari 0,1 ppm organisme akan mengalami ganguan. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap kadar amonia yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah.
14
Nitrit merupakan gas sangat beracun bagi ikan. Nitrit ini merupakan hasil perombakan protein yang merupakan ikutan dari amonia. Reduksi nitrat atau denitrifikasi oleh aktivitas mikroba pada kondisi anaerob dapat menghasilkan nitrit, amonia dan gas-gas lain. Pada denitrifikasi, gas N2 yang dapat terlepas akan dilepaskan dari air ke udara. Nitrit dapat berperan sebagai sumber nitrogen bagi tanaman. Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kadar nitrit yang lebih dari 0,05 mg/lt dapat bersifat toksik bagi organisme perairan ( Moore, 1991 dalam Effendi, 2003). Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan hasil oksidasi nitrit dengan bantuan bakteri Nitrobacter sp. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Proses nitrifikasi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pada kadar oksigen terlarut kurang dari 2 ppm reaksi akan berjalan lamban, nilai pH yang optimum bagi proses nitrifikasi adalah 8-9 dan pada pH kurang dari 6 reaksi akan berhenti, suhu optimum proses nitrifikasi adalah 20 Ο C–25 Ο C dan pada suhu kurang atau lebih dari kisaran suhu tersebut kecepatan nitrifikasi berkurang. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran oleh feses ikan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada amonium. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Kandungan amonia dan nitrit dapat dikurangi ataupun dihilangkan dengan cara pergantian air, pemberian aerasi, penguapan, maupun reaksi kimia dengan oksigen. Nitrat dan amonium merupakan sumber utama nitrogen di perairan. Namun amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0-1 mg/lt, perairan mesotropik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 1-5 mg/lt dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5-50 mg/lt (Volenwider, 1969 dalam Wetsel, 1975 dalam Effendi, 2003). 2.6 Hukum Bernoulli Hukum Bernoulli menyatakan total energi
per unit berat adalah
merupakan penjumlahan tekanan per unit berat, energi kinematik per unit berat
15
dan energi potensial per unit berat ( sleigh, 2001 dan Nerkraskov, 1969 dalam Rudiyanto, 2006). Hukum Bernoulli dapat dituliskan dalam persamaan berikut : P1 u 2 P u2 + + z1 = 2 + + z2 ρg 2g ρg 2g
(2)
Dimana P adalah tekanan, ρ adalah densitas, g adalah percepatan gravitasi dan v adalah kecepatan . Persamaan Bernoulli tersebut hanya berlaku untuk aliran steady, densitas konstan, kehilangan friksi diabaikan dan persamaan menghubungkan dua titik kondisi sepanjang garis aliran ( streamline ) tunggal. Dalam kenyataanya sejumlah energi akan hilang yang disebabkan oleh gesekan atau friksi. Dengan memperhatikan Head loss akibat friksi dan lokal head
loss maka persamaan Bernoulli dapat ditulis menjadi persamaan berikut (Sleigh, 2001dalam Rudiyanto , 2006) : P P1 v 2 v2 + + z1 = 2 + + z2 + hf + hL ρg 2g ρg 2g
(3)
dimana hf adalah head loss, hL adalah lokal head loss. 2.7 Head loss pada aliran dalam pipa Dasar menghitung besarnya head loss untuk aliran fluida dalam pipa dan saluran-saluran dapat digunakan rumus Darcy-Weibach yaitu : hf =
f x L x v2 2g x d
(4)
Pada aliran turbulen, head loss dalam pipa dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus Darcy-Weibach (Sleigh, 2001 dalam Rudiyanto, 2006): hf =
4 x f x L x v2 2g x d
(5)
dimana f adalah koefisien friksi, L adalah panjang pipa dan d adalah diameter pipa.
16
2.8 Lokal Head loss
Head loss yang disebabkan oleh belokan, sambungan, klep dan lain-lain selain oleh gesekan disebut sebagai lokal head loss. Pada jaringan pipa yang panjang dapat diabaikan, akan tetapi untuk pipa yang pendek head loss akan lebih besar jika dibandingkan oleh gesekan. Secara umum lokal head loss dapat dihitung dengan persamaan berikut (Sleigh,2001 dalam Rudiyanto, 2006): hL= kL
v2 2g
(6)
Dimana hL adalah lokal head loss, kL adalah koefisien lokal head loss.
17
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2007, yang bertempat di Wisma Wageningen, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan pada kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Satu unit sistem resirkulasi akuakultur terkendali, yang terdiri atas : ¾ Tangki pemeliharaan ¾ Tangki penyaringan ¾ Tangki penyimpanan ¾ Tangki penyuplai
b. Logger Thermo Recorder c. Gelas ukur d. Perlengkapan pengukuran Total Amonia Nitrogen, meliputi: ¾ Spektrofotometer ¾ Erlenmeyer 125 ml dan 20 ml ¾ Pipet Mohr 25 ml ¾ Labu takar 100ml, 250 ml dan 500 ml ¾ Alumunium foil ¾ Kertas saring Wathma no. 42 ¾ Bahan pereaksi (Phenol solution, Sod nitroprosside dan Oxidating
solution) e. Stop watch f. Ikan Komet g. Software Auto CAD h. Hanna Instrumen (alat ukur pH, Konduktivitas listrik dan TDS)
18
3.3 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4, yang utamanya terdiri atas perancangan, pembuatan dan uji filter. Mulai Desain filter
Pembuatan filter Uji
Pengukuran TAN, NH3, NH4+
Pengukuran pH
Pengukuran EC
Pengukuran TDS
Analisa
Efektivitas filter
selesai Gambar 4. Prosedur penelitian 3.3.1 Prosedur Intalasi Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali Pada tahap ini dilakukan penyiapan bahan, membuat tempat dudukan bak dan perangkaian menjadi satu unit SRAT. Berikut adalah urutan sirkulasi air pada SRAT.
Tangki pemeliharaan Tangki penyaringan
Tangki penyuplai
Tangki penyimpanan Gambar 5. Urutan sirkulasi air pada SRAT
19
Perancangan Filter Konsentris Pada tahap ini dilakukan pendesainan kerangka filter konsentris yang diawali dengan penggambaran menggunakan software Auto CAD, dan kemudian pembutan. Bahan yang digunakan untuk membuat kerangka filter adalah: plat besi, plat alumunium, seng dan kawat parabola (kasa). Berikut merupakan gambar kerangka filter konsentris yang akan digunakan.
Gambar 6. Kerangka filter konsentris Berikut adalah spesifikasi dari filter konsentris: ¾ Diameter luar
: 45 cm
¾ Diameter dalam
: 15 cm
¾ Tinggi
: 45 cm
¾ Luas permukan
: 1295,25 cm2
¾ Mesh kawat parabola : 2 mm ¾ Media penyaring
: 1) kapas sintetik, 2) batu zeolit, 3) vegetasi
20
3.4 Perolehan Data Perolehan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara pengukuran, perhitungan dan pengamatan. Data yang akan diambil meliputi : 3.4.1 Kualitas Air a. Pengukuran Suhu Data suhu didapat melalui pengukuran langsung dengan menggunakan logger thermo recorder yang dilakukan setiap hari.
Suhu yang diukur
meliputi suhu air dan suhu ruangan. b. Pengukuran Total Amonia Nitrogen (TAN), Amonia (NH3) dan Amonium (NH4) Penentuan kadar amonia dilakukan dengan metoda Phenate yang menggunakan
spektrofotometer
pada
panjang
gelombang
640
nm.
Penggukuran total amonia dilakukan dengan mengambil air sampel pada bak penyaringan dan bak tandon. Berikut adalah langkah-langkah penguku ran TAN, NH3 dan NH4: ¾ Saring sampel air setiap bak dengan menggunakan kertas saring
Wathma No. 42 sebanyak 25 ml. ¾ Tambahkan 1 ml Phenol solution. Aduk. ¾ Tambahkan 1 ml Sod Nitroprosside. ¾ Tambahkan 25 ml Oxidazing solution, aduk rata. ¾ Simpan selama 1 jam dan ditutup dengan menggunakan
alumunium foil. ¾ Ukur nilai absorbance air sampel dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 640 nm. ¾ Total amonia nitrogen (TAN) dihitung dengan persamaan berikut:
TAN= C air sampel – C blanko
(7)
C = K x Absorbance + B
(8)
¾ Amonia (NH3 ) dihitung dengan persamaan berikut:
NH3 = TAN x %NH3 %NH3 =
(9)
100 1 + anti log (pKa − pH)
21
(10)
dimana pKa merupakan konstanta ionisasi yang tergantung temperatur ¾ Amonium (NH4+) dihitung dengan persamaan berikut:
NH4+= TAN- NH3
(11)
c. Pengukuran pH, TDS (Total Dissolved suspended) dan EC (Electric Conductivity)
Data pH, EC dan TDS diperoleh melalui pengukuran langsung dengan menggunakan pH, EC dan TDS meter. Penggukuran dilakukan setiap lima hari sekali. d. Beda Tinggi Level Air Pengukuran beda tinggi level air dilakukan pada bak filtrasi dengan bak tandon. Beda tinggi digunakan untuk menghitung koefisien head loss. 3.4.2 Pengamatan Pertumbuhan ikan Pengamatan pertumbuhan ikan dilakukan setiap hari yang meliputi penagamatan terhadap tingkat pertumbuhan ikan dan jumlah ikan yang mati selama pembesaran (mortalitas).
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Amonia (NH3), Total Amonia Nitogen (TAN), dan Amonium (NH4+) 0,14
0,0 0,2
Batas maksimum NH3 yang dianjurkan
0,10
0,4
0,08
0,6
0,06
0,8
0,04
1,0
0,02
1,2
0,00
Volum air (m3)-
NH3 (ppm)
0,12
1,4 1
2
sebelum filtrasi
5
6 12 Hari ke-
setelah filtrasi
14
15
penambahan air
17
19 pengurangan air
Keterangan :Hari ke-1 dimulai pada tanggal 7 Juni 2007
Gambar 7. Kandungan nilai amonia (NH3) pada air selama pembesaran Gambar 7 menunjukan hasil perhitungan besarnya nilai amonia selama pembesaran. Pada hari ke-1 terjadi penurunan nilai amonia sebesar 0,0033 ppm atau 7,83 % setelah air difiltrasi, sedangkan pada hari ke-6 adalah 0,006 ppm atau 29.84 %, hari ke-12 adalah 0,0018 ppm atau 25,31%, hari ke-15 adalah 0,0006 ppm atau 27,52% dan pada hari ke-19 adalah 0,0012 ppm atau 21,25%. Hal ini menunjukan bahwa filter konsentris, khususnya filter biologi dapat bekerja dengan baik. Kondisi bakteri yang berada pada filter biologi dapat terjaga, khususnya bakteri yang berada pada susunan batu zeolit. Air yang mengalir ke susunan batu zeolit merupakan air yang telah disaring secara mekanik dengan kapas sintetik, sehingga air yang mengalir tersebut sedikit membawa partikel padatan. Dengan sedikitnya partikel padatan pada air, tentu akan tetap menjaga luas permukaan (bidang kontak bakteri dengan air) pada susunan batu zeolit. Dari Gambar 7 juga dapat diketahui bahwa selama pembesaran terjadi penurunan nilai amonia, yaitu mulai hari ke-1 sampai hari ke-15. Penurunan nilai amonia ini dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya nilai pH. pH berpengaruh besar terhadap kadar amonia pada total amonia nitrogen, semakin rendah pH maka semakin rendah pula kadar amonianya dalam TAN. Pada saat
23
terjadi penurunan nilai amonia yaitu pada hari ke-1 ke hari ke-15, nilai pH pun mengalami penurunan dari 6,1 menjadi 5,2. Pergantian dan penambahan air yang dilakukan pada hari ke-2, 5 dan 14 tidak dapat mengembalikan nilai pH menjadi seperti semula. Sedangkan pada hari ke-15 ke hari ke-19 terjadi peningkatan nilai amonia, yaitu dari 0,0023 ppm menjadi 0,0057 ppm pada kondisi sebelum filtrasi. Peningkatan ini dikarenakan pada hari ke-17 dilakukan pergantian air, pergantian air dapat meningkatkan nilai pH menjadi lebih besar dari pada nilai sebelumnya. Nilai amonia yang kecil bahkan tidak ada merupakan kondisi yang diinginkan. Dari hal tersebut dapat diketahui, untuk mengurangi kadar amonia dapat dilakukan dengan cara memperkecil nilai pH air. Namun pH yang nilainya kurang dari 5,5 sebaiknya dihindari, karena dapat berpengaruh terhadap aktivitas ikan. Amonia yang merupakan gas buangan terlarut ini berbahaya karena bersifat racun bagi ikan. Amonia akan diuraikan oleh bakteri nitrosomonas sp menjadi nitrit dan kemudian akan diuraikan oleh bakteri nitrobakter sp menjadi nitrat. Dengan jumlah amonia yang kecil maka jumlah nitrit yang dirombak pun menjadi kecil. Dengan begitu tingkat bahaya nitrit pun semakin rendah. Nilai amonia baik sebelum ataupun setelah filtrasi selama pembesaran tidak melebihi batas yang dianjurkan, yaitu 0,1 ppm. 0,0
2,5 Batas mak TAN yang dianjurkan
0,5
1,5
1,0
1,0
1,5
0,5
2,0
Volum air (m3)-
TAN (ppm)-
2,0
2,5
0,0 1
2
sebelum filtrasi
5
6 12 Hari kesetelah filtrasi
14
15
penambahan air
17
19
pengurangan air
Keterangan :Hari ke-1 dimulai pada tanggal 7 Juni 2007
Gambar 8.Kandungan total amonia nitrogen (TAN) pada air selama pembesaran Dari Gambar 8 dapat diketahui nilai-nilai total amonia nitrogen selama pembesaran. Nilai TAN dari hari ke-1 ke hari ke-6, dan dari hari ke-12 ke hari ke-
24
15, serta dari hari ke-15 ke hari ke-19 terjadi penurunan. Penurunan ini lebih disebabkan karena pada hari ke-2, 5, 14 dan 17 dilakukan pergantian dan penambahan air. Pergantian dan penambahan air dapat mengurangi konsentrasi amonia nitrogen dalam air karena terjadi pengenceran. Pada hari ke-17 diketahui bahwa penggantian air 40% dari volum total dapat meningkatkan nilai pH sampai 1,0, dan megurangi TAN sampai 0,0695 ppm. Meskipun penambahan atau pergantian air dapat menurunkan nilai TAN dalam air, namun dapat menyebabkan
1,4
0,0
1,2
0,2
1,0
0,4
0,8
0,6
0,6
0,8
0,4
1,0
0,2
1,2
Volumair (m3)-
NH4+(ppm)-
meningkatnya kadar amonia dan menurunkan kadar amonium dalam TAN.
1,4
0,0 1
sebelum filtrasi
2
5
6
12
14
15
Hari ke setelah filtrasi penambahan air
17
19
pengurangan air
Keterangan :Hari ke-1 dimulai pada tanggal 7 Juni 2007
Gambar 9 .Kandungan nilai amonium (NH4+) pada air selama pembesaran Nilai amonium merupakan hasil pengurangan TAN oleh amonia. Semakin besar nilai amonia, maka akan semakin kecil nilai amoniumnya. Amonium tidak bersifat racun bagi ikan.
(A)
(B)
Gambar 10.Kondisi tanaman pada tanggal (A)12/6/07, (B) 20/6/07 yang berfungsi sebagai biofilter.
25
Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, hal ini menunjukan bahwa tanaman tersebut dapat meruduksi unsur hara, khususnya nitrogen yang berbentuk dalam amonia, amonium, nitrit dan nitrat. Dari keempat bentuk nitrogen, amonium yang paling disukai tumbuhan dalam memenuhi unsur makro selain phospat dan kalium. 4.2 Kemasaman (pH) 5
8
10,0 9,5 9,0 8,5 8,0 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0
12
17
19
Hari ke29 32
25
36
39
43
46
48
52
60 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0
Batas mak. pH yang dianjurkan
Batas min. pH yang dianjurkan
1
5
8
12
17
Penambahan air TP3 TP12 TP1
19
25
29
32
Hari kePengurangan air TP8 TP2 TP7
36 TP6 TP9 TP11 TR
39
43
46
52
Volume (m3)
pH
1
60
TP5 TP10 TP4 TS
Keterangan Hari ke-1 dimulai pada tanggal 8 Mei 2007
Gambar 11.Nilai pH hasil pengukuran selama pembesaran Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Gambar 11, dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa pH untuk setiap bak pembesaran mempunyai kisaran nilai yang hampir sama. Air pada tangki pemeliharaan (air sebelum difiltrasi) dan air pada tangki penyimpanan (air setelah filtrasi) juga memiliki nilai yang relatif sama. Dari hal tersebut, diduga filter dapat berfungsi mempertahankan nilai pH. Kesamaan nilai pH pada tangki pemeliharaan ini lebih dikarenakan air berada dalam satu sistem yang saling berhubungan. Penurunan pH terjadi salama pembesaran, yaitu dari rata-rata 6,7 pada hari ke-1 menjadi 6,0 pada hari ke-29. Penurunan pH dari hari ke-1 sampai ke-29 tersebut lebih dikarenakan tidak adanya penambahan ataupun pergantian air ke SRAT. Pemberian air yang dilakukan pada hari ke-32, dapat mempertahankan nilai pH. Pada hari ke-36 dan ke-48 dilakukan pergantian air. Air yang diirigasikan ke SRAT mempunyai nilai pH 6,6. Pergantian air ini dapat memperbaiki nilai pH, yaitu dari rata-rata 6,0 menjadi 6,2 pada hari ke-36 dan
26
dari rata-rata 5,3 menjadi 6,3 pada hari ke-48. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa pemberian atau pergantian air menyebabkan terjadinya keseimbangan. Keseimbangan yang dimaksud adalah terjadinya peningkatan konsentrasi air pada SRAT dan terjadi penurunan konsentrasi air pada air yang diirigasikan. Pemberian atau pergantian air
sebaiknya dilakukan untuk setiap kali waktu
tertentu, terutama apabila air mempunyai nilai pH yang tidak dianjurkan yaitu kurang dari 5,5 atau lebih dari 9,0. Meskipun nilai pH setelah hari ke-43 sampai dengan hari ke-46 kurang dari 5,5 ikan tidak mengalami stress atau menghentikan makan atau bahkan terjadi kematian secara masal. Perubahan nilai pH yang tidak terlalu besar dalam waktu yang relatif lama ini dikarenakan pada filter konsentris terdapat komposisi batu zeolit yang mengandung unsur kalsium. Kemungkinan unsur kalsium pada zeolit dapat mengurangi kesadahan air sehingga nilai pH relatif lebih stabil. Dari Gambar 10 dapat diketahui juga bahwa seiring dengan pertumbuhan ikan selama pembesaran maka penurunan pH lebih cepat. Pada hari ke-1 sampai hari ke-19 hanya terjadi penurunan pH dengan rata-rata 0,1 sedangkan pada hari ke-25 sampai hari ke-46 terjdi penurunan pH dengan rata-rata 0,3. 4.3 Koefisien Head loss 20
koefisien head loss
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 1
10
17
26
Hari ke-
Keterangan: Hari ke-1 dimulai pada tanggal 2 Juni 2007
Gambar 12. Koefisien head loss dari tangki penyaring ke tangki penyimpan
27
Dengan asumsi bahwa head loss akibat friksi diabaikan dan hanya menganggap terjadi lokal head loss. Hal ini dikarenakan panjang pipa yang pendek hanya 100 cm sehingga nilainya kecil sekali. Gambar 12 menunjukan hasil perhitungan koefisien head loss dari tangki penyaring ke tangki penyimpan selama pembesaran. Koefisien head loss cenderung mengalami kenaikan, mulai dari 12,30 pada hari ke-1 meningkat menjadi 17,81 pada hari ke-17. Kenaikan ini menandakan bahwa filter konsentris, khususnya filter mekanik dapat bekerja dengan baik dalam menyaring padatan, baik sisa pakan, kotoran atau benda lain. Sisa-sisa pakan dan kotoran yang menyumbat pori-pori penyaring menyebabkan terjadinya penurunan laju aliran air. Beda tinggi air antara tangki penyaring dengan tangki penyimpan yang cenderung meningkat mengindikasikan terjadinya penyumbatan yang cenderung meningkat pula. Penyumbatan oleh sisa pakan dan kotoran lebih banyak terdapat pada filter mekanik yaitu pada kapas sintetik. Kapas sintetik yang mempunyai ukuran pori relatif lebih kecil dan seragam daripada susunan batu zeolit, menyebabkan susunan batu zeolit lebih berfungsi menjadi filter kimia dan biologi. Pada hari ke-26 terlihat terjadi penurunan koefisien head loss. Penurunan koefisien head loss lebih dipengaruhi oleh debit air yang mengalir dari tangki pemeliharaan ke tangki penyaring mengalami penurunan. Sedangkan beda tinggi air antara tangki penyaring dan tangki penyimpanan tetap mengalami peningkatan dari 5,7 cm pada hari ke-17 menjadi 6,2 cm pada hari ke-26. Perubahan tinggi air antara tangki penyaring dengan tangki penyimpan selama pembesaran dapat ditunjukan pada Gambar 13. Beda tinggi air bak filtrasi dengan bak tandon (cm)
7 6 5 4 3 2 1 0 1
10
17
26
Hari ke-
Keterangan: Hari ke-1 dimulai pada tanggal 2 Juni 2007
Gambar 13. Beda tinggi air antara tangki penyaring dengan tangki penyimpan
28
Seiring bertambahnya waktu, kerja filter mekanik akan lebih efektif dalam menyaring padatan. Padatan yang ukuranya kecil yang mula-mula tidak tersaring akan tersaring, karena ukuran pori-pori penyaringan akan menjadi lebih kecil oleh penyumbatan padatan. Namun efektifitas ini akan berkurang atau menjadi tidak ada ketika terjadi penyumbatan total artinya air benar-benar tidak dapat dialirkan melalui filter. Dalam kondisi tersebut perlu segera dilakukan pembersihan filter, sehingga sistem dapat beroperasi kembali. Bukti lain bekerjanya filter konsentris sebagai filter mekanik secara efektif adalah dapat dilihat pada
Gambar 14, Gambar 15 dan Gambar 16 yang
menunjukan kondisi tangki penyaring dan tangki penyimpan selama pembesaran. Pada tangki penyaring terlihat adanya sedimen pada dasar tangki, sedangkan pada tangki penyimpan terlihat bahwa jumlah sedimen lebih sedikit. Hal ini menunjukan bahwa filter konsentris, khususnya filter mekanik dapat bekerja dengan baik. Jumlah sedimen terlihat cenderung bertambah seiring dengan bertambahnya waktu. Penyaringan padatan terlebih dahulu dilakukan oleh kapas sintetik, kemudian oleh susunan batu zeolit. Pada kapas sintetik, padatan lebih banyak tersaring bila dibandingkan pada susunan batu zeolit, karena pada kapas sintetik memiliki ukuran pori relatif lebih kecil dan seragam bila dibandingkan pada susunan batu zeolit. Dengan banyak padatan yang tersaring pada tangki penyaring,
maka akan tetap menjaga kebersihan tangki pemeliharaan.
Pembersihan filter pada tangki penyaring harus dilakukan secara teratur untuk menghindari penyumbatan. Kapas sintetik sebagai filter mekanik yang utama harus lebih diperhatikan dalam frekuensi pembersihan ataupun penggantiannya.
(A) (B) Gambar 14.Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan (B) pada tanggal 7/6/07
29
(A) (B) Gambar 15.Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan(B) pada tanggal 20/6/07
(A) (B) Gambar 16.Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan(B) pada tanggal 23/6/07 4.4 Konduktivitas Listrik (Electrical Conductivity, EC) 5
1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0
8
12
17
19
Hari ke-
25
29
32
36
39
43
46
48
52
60 0,0
Batas mak. EC yang dianjurkan
0,5 1,0 1,5
Batas min. EC yang dianjurkan 1
5
8
12
17
19
25
29
32
36
39
43
2,0 46
52
Hari kePenambahan air TP3 TP12 TP7
Pengurangan air TP8 TP2 TR
TP6 TP9 TP11 TS
TP5 TP10 TP1 TP4
Keteranagan : Hari ke-1 dimulai pada tanggal 8 Mei 2007
Gambar 17. Nilai konduktivitas listrik air hasil pengukuran
30
60
Volume (m3)
EC (ms/cm)
1
Besarnya nilai konduktivitas listrik air dapat ditunjukan oleh Gambar 17. nilai EC selama pembesaran cenderung meningkat yaitu dari rata–rata 0,23 ms/cm pada hari ke-1 dan meningkat menjadi 0,45 ms/cm pada hari ke-46. peningkantan nilai EC dikarenakan jumlah garam-garam yang terlarut juga meningkat. Sedangkan pada hari ke-52 terjadi penurunan, yaitu dari rata-rata 0,45 ms/cm menjadi 0,41 ms/cm. Penurunan ini terjadi setelah pada hari ke-48 dan 52 dilakukan penambahan dan pergantian air. Pemberian atau pergantian air dapat mengurangi garam-garam terlarut yang terdapat pada air SRAT. Nilai EC sebelum dan sesudah filtrasi mempunyai nilai yang relatif sama. kesamaan ini lebih dikarenakan filter tidak dapat menyaring bahan-bahan kimia yang memiliki ukuran diameter yang kurang dari 10-3 mm. Nilai EC yang kurang dari 1,5 ms/cm dan lebih dari 0,02 ms/cm menandakan bahwa kondisi air tersebut merupakan perairan tawar alami dan cocok sebagai habitat ikan air tawar. 4.5 Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS) 5
1200
12
17
19
25
Hari ke29 32
36
39
43
46
48
52
60 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0
Batas mak. TDS yang dianjurkan
1000 TDS (ppm)
8
800 600 400 200 0 1
5
8
12
Penambahan air TP3 TP12 TP7
17
19
25
29 32 Hari kePengurangan air TP8 TP2 TR
36
39
43
46
TP6 TP9 TP11 TS
52
60
TP5 TP10 TP1 TP4
Keteranagan : Hari ke-1 dimulai pada tanggal 8 Mei 2007
Gambar 18. Nilai total padatan terlarut hasil pengukuran Gambar 18 menunjukan nilai TDS selama pembesaran. Nilai TDS terlihat terus meningkat dari rata-rata 159 ppm pada hari ke-1 menjadi rata-rata 319 ppm pada hari ke-46. Peningkatan nilai TDS disebabkan meningkatnya konsentrasi ion-ion yang terlarut. Peningkatan nilai TDS setiap harinya cenderung rendah.
31
Volume (m3)
1
Sedangkan pada hari ke-52 terjadi penurunan nilai TDS dari rata-rata 319 ppm menjadi rata-rata 294 ppm. Penurunan terjadi setelah pada hari ke-48 dan 52 dilakukan penambahan dan pergantian air. Penambahan dan pergantian air dapat mengurangi konsentrasi ion-ion yang terlarut. Nilai TDS yang kurang dari 10001 ppm menandakan bahwa kondisi air masih cocok sebagai habitat ikan air tawar. TDS dan EC mempunyai hubungan yang erat, dan berbanding lurus. Semakin tinggi nilai EC maka semakin tinggi nilai TDSnya dan begitu pula sebaliknya. 4.6 Mortalitas dan Petumbuhan ikan Laju kematian atau mortalitas dapat dilihat pada Gambar 19. Mortalitas pada minggu ke-1, 2, 3, 4, 5 dan 6 berturut-turut adalah 0%, 2,86%, 8,61%, 4,46%, 3,64% dan 0%. Tingkat mortalitas yang kurang dari 10% setiap minggunya, menandakan bahwa kualitas air tetap terjaga, bahkan pada minggu ke-1 dan ke-6 tinggkat mortalitas adalah nol. Sedangkan pertumbuhan rata-rata ikan adalah 5 cm pada minggu ke-6, dengan awal pendederan 1,1 cm.
Rata-rata mortalitas (%)
12 10 8 6 4 2 0 1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 19. Laju mortalitas selama pembesaran
32
6
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Filter konsentris yang digunakan pada SRAT pembesaran ikan hias air tawar mampu menjaga kualitas air sesuai dengan syarat yang dianjurkan. Berikut adalah kondisi-kondisi yang dapat dicapai dalam penggunaan filter konsentris pada SRAT pembesaran ikan hias air tawar : 1. Nilai
Amonia (NH3) selama pembesaran memenuhi syarat sesuai yang
dianjurkan yaitu kurang dari 0,1 ppm. 2. Air hasil filtrasi dapat mengalami penurunan nilai amonia sampai 29.84 % selama pembesaran. 3. Nilai Total Amonia Nitrogen (TAN) selama pembesaran memenuhi syarat sesuai yang dianjurkan yaitu kurang dari 2 ppm. 4. Air hasil filtrasi dapat mengalami penurunan nilai TAN sampai 25,3 %. 5. Nilai pH selama pembesaran adalah berkisar antara 5,2 – 6,7, meskipun ada nilai
pH yang kurang dari yang dianjurkan (5,5) ikan tidak mengalami
gangguan. 6. Nilai konduktivitas listrik (Electrical Conductivity, EC) selama pembesaran memenuhi syarat perairan perikanan air tawar yaitu 0,02 – 1,5 ms/cm. 7. Nilai total padatan terlarut (Total Dissolved Solid, TDS) selama pembesaran memenuhi syarat perairan perikanan air tawar yaitu kurang dari 1001 ppm. 8. Koefisien head loss pada hari ke-1, 10, 17 dan 26 berturut-turut adalah 12,30; 15,12; 17,81 dan 15,52. 9. Rata-rata mortalitas setiap minggunya adalah kurang dari 10%. 10. Pertumbuhan ikan sampai minggu ke-6 adalah 5 cm 11. Sampai minggu ke- 6 penyaring tidak mengalami penyumbatan oleh padatan. 5.2 Saran 1. Perlu penelitian lebih lanjut yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas penyaringan dengan menggunakan bahan penyaring yang berbeda. 2. Perlu
perbaikan
konstruksi
bak
pembersihan filter.
33
penyaringan
untuk
mempermudah
DAFTAR PUSTAKA
Chakroff, M. 1976. Fresh Water Fish Pond Culture and Management. US : Vita. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Revitalisasi Perikanan Budidaya 2006-2009. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius Hardjoko, B. 2005. Pengukuran dan Analisis Kualitas Air. Jakarta: Universitas Terbuka. Jangkaru, Z. 2002. Pembesaran Ikan Air Tawar di Berbagai Lingkungan. Pemeliharaa. Jakarta : Penebar Swadaya. Kusuma, HT. 2006. Mempelajari Aspek Sistem Distribusi Air Pada Pembenihan Ikan Koi, Maskoki dan Komet di BPBI Ciherang, Cianjur, Jabar [laporan praktik]. Bogor: Departemen Teknik Pertanian, IPB Lesmana, DR dan Dermawan, I. 2000. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta : Penebar Swadaya. Mitchell, A.1998. Testing for Water Quality problem. Volume ke-24 Aquaculture Megazine September/ Oktober : 78 – 82. Rudiyanto. 2006. Pemodelan Hidrolika Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkandali [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sofiyuddin, AH. 2006. Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Akuakultur untuk pembenihan ikan hias air tawar [skripsi]. Bogor: Departemen Teknik Pertanian, IPB Stickney ,RR. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. New York: A WileyInterscience Publication Widigdo, B, editor. Metode Analisa Kualitas Air. Bogor : FPIK IPB.
34
LAMPIRAN
35
Lampiran 1. pH dan Konduktivitas listrik selama pembesaran Tabel pH hasil pengukuran selama pembesaran Hari ke-
TP1
TP2
TP3
TP4
TP5
TP6
TP7
TP8
TP9
TP10
TP11
TP12
TR
TS
1
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,6
6,7
8
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,7
6,7
12
6,4
6,4
6,4
6,4
6,4
6,4
6,4
6,4
6,4
6,4
6,4
6,4
6,6
6,5
17
6,3
6,4
6,4
6,4
6,3
6,4
6,3
6,4
6,4
6,3
6,3
6,4
6,3
6,4
19
6,3
6,2
6,2
6,2
6,3
6,2
6,3
6,2
6,2
6,3
6,3
6,2
6,3
6,3
25
6,3
6,4
6,4
6,4
6,3
6,4
6,3
6,4
6,4
6,3
6,3
6,4
6,3
6,4
29
6,1
6,0
6,0
6,0
6,1
6,0
6,1
6,0
6,0
6,1
6,1
6,0
6,1
6,0
32
5,9
5,9
6,1
5,9
6,2
6,0
5,9
6,1
5,9
5,9
5,9
5,9
6,0
6,0
36
6,2
6,2
6,3
6,2
6,3
6,4
6,2
6,2
6,2
6,2
6,2
6,2
6,3
6,2
39
6,0
6,1
6,1
6,1
6,0
5,9
6,1
6,1
6,2
6,2
6,0
6,2
6,2
6,1
43
5,6
5,7
5,8
5,7
5,8
5,8
5,6
5,8
5,9
5,8
5,6
5,8
5,7
5,7
46
5,3
5,3
5,3
5,3
5,3
5,3
5,3
5,3
5,3
5,4
5,3
5,3
5,3
5,4
52
6,2
6,2
6,3
6,2
6,3
6,3
6,3
6,3
6,3
6,3
6,2
6,3
6,3
6,3
60 5,1 5,2 5,2 5,1 5,2 5,1 5,2 Keterangan Hari ke-1 dimulai pada tanggal 8 Mei 2007
5,2
5,2
5,2
5,2
5,1
5,1
5,1
Tabel konduktivitas listrik air hasil pengukuran Hari ke-
TP1
TP2
TP3
TP4
TP5
TP6
TP7
TP8
TP9
TP10
TP11
TP12
TR
TS
1
0,23
0,23
0,23
0,23
0,23
0,23
0,23
0,23
0,23
0,23
0,23
0,23
0,23
0,23
5
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
8
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
0,26
12
0,27
0,28
0,28
0,28
0,27
0,28
0,27
0,27
0,27
0,27
0,27
0,27
0,28
0,29
17
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
19
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,30
25
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
0,31
29
0,33
0,33
0,33
0,33
0,33
0,33
0,33
0,36
0,33
0,33
0,33
0,33
0,33
0,33
32
0,34
0,35
0,35
0,35
0,35
0,35
0,34
0,36
0,35
0,34
0,34
0,35
0,35
0,35
36
0,35
0,35
0,36
0,35
0,36
0,35
0,35
0,36
0,36
0,35
0,35
0,35
0,35
0,36
39
0,37
0,37
0,36
0,37
0,37
0,37
0,37
0,37
0,38
0,37
0,37
0,37
0,37
0,36
43
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,42
0,43
0,42
0,43
0,42
0,42
46
0,45
0,45
0,45
0,45
0,45
0,45
0,45
0,45
0,45
0,46
0,45
0,45
0,45
0,45
52
0,41
0,41
0,41
0,41
0,41
0,41
0,41
0,41
0,44
0,41
0,41
0,42
0,41
0,41
60 0,45 0,45 0,45 0,45 0,43 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 Keterangan * satuan EC adalah ms/cm, Hari ke-1 dimulai pada tanggal 8 Mei 2007
0,45
0,45
0,45
36
Lampiran 2. Total padatan terlarut selama pembesaran Tabel total padatan terlarut hasil pengukuran Hari ke-
TP1
TP2
TP3
TP4
TP5
TP6
TP7
TP8
TP9
TP10
TP11
TP12
TR
TS
1
160
158
158
158
160
158
160
158
160
160
160
160
158
158
5
180
185
185
185
185
180
180
185
180
185
180
180
183
182
8
185
187
187
187
187
185
185
187
185
187
185
185
184
184
12
194
197
197
197
197
194
194
197
194
197
194
194
194
194
17
214
215
215
215
215
214
214
215
214
215
214
214
213
213
19
219
219
219
219
219
219
219
219
219
219
219
219
222
214
25
224
224
224
224
222
224
224
224
224
224
224
224
223
223
29
234
233
234
233
234
234
234
257
257
233
234
234
234
234
32
245
245
249
245
248
247
245
254
254
245
245
245
246
246
36
250
249
255
249
253
252
250
254
254
249
250
250
250
253
39
264
263
259
263
261
262
263
264
268
268
264
266
263
257
43
299
298
298
298
298
296
299
298
297
297
299
304
299
299
46
320
320
319
320
319
320
320
320
319
320
320
319
319
316
52
292
292
289
292
292
293
292
291
309
291
292
297
292
295
60
318
318
318
317
307
318
318
318
318
317
319
317
317
317
Keterangan * satuan TDS adalah ppm, Hari ke-1 dimulai pada tanggal 8 Mei 2007
37
38 DEPT. TEP IPB
Disetujui:BIS
Diperiksa:BIS
Gambar SRAT
Tanggal: 1/7/07
Satuan :mm
Skala : none Digambar:HTK
Catatan:
Lampiran 3. Gambar proyeksi SRAT
39 DEPT. TEP IPB
Tanggal: 1/7/07
Satuan :mm
Disetujui:BIS
Diperiksa:BIS
Skala : none Digambar:HTK
Catatan:
Lampiran 4: Gambar tampak depan SRAT
40 DEPT. TEP IPB
Tanggal: 1/7/07
Satuan :mm
Disetujui:BIS
Diperiksa:BIS
Skala : none Digambar:HTK
Catatan:
Lampiran 5 : Gambar tampak atas SRAT
41 DEPT. TEP IPB
Tanggal: 1/7/07
Satuan :mm
Disetujui:BIS
Diperiksa:BIS
Skala : none Digambar:HTK
Catatan:
Lampiran 6. Gambar tampak samping SRAT
42 DEPT. TEP IPB
Diperiksa:BIS Tanggal: 1/7/07 Disetujui:BIS
Satuan :mm
Skala : none Digambar:HTK Catatan:
Lampiran 7. Gambar proyeksi filter konsentris pada SRAT
43 DEPT. TEP IPB
Diperiksa:BI Tanggal: 1/7/07 Disetujui:BIS
Satuan :mm
Skala : none Digambar:HTK Catatan:
Lampiran 8. Gambar filter konsentri tampak atas dan samping