KINERJA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM MENJALANKAN FUNGSI ANGGARAN DI KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO 1 Oleh : Ibrahim Evans Rawung 2
ABSTRAK Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yaitu fungsi dalam bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan, dalam pelaksanaan tugasnya seringkali ditemui adanya hambatan-hambatan baik dari internal dan eksternal dewan itu sendiri, hal ini mengakibatkan terganggunya kinerja dewan khususnya dalam bidang anggaran. Penelitian ini dilakukan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Siau Tagulandang Biaro diperiode tahun 2009-2014, dengan tujuan untuk mengetahui kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Siau Tagulandang Biaro dalam pelaksanaan fungsi anggaran, dengan metode penelitian kualitatif dimaksudkan untuk dapat mengetahui sebab dan penyebab kurangnya kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Siau Tagulandang Biaro dalam pelaksanaan fungsi anggaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Siau Tagulandang Biaro masih belum maksimal, hal ini disebabkan dari kondisi geografis kabupaten sitaro itu sendiri yang terdiri dari kepulauan, dimana sarana transportasi yang masih belum mumpuni, sehingga mengakibatkan sering tertundanya rapat-rapat pembahasan anggaran, selain itu ditemukan pula penyebab kurangnya kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Siau Tagulandang Biaro adalah dari faktor inisiatif itu sendiri, karena sebagaian besar pembahasan anggaran berdasarkan usulan dari pihak eksekutif.
Kata Kunci: Kinerja, Anggaran, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
PENDAHULUAN Pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, sebelum reformasi tahun 1999 dikenal dengan sebutan pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II. Pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Tujuan pemerintah daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemeretaan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah suatu daerah dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah daerah bersama DPRD menjalankan pemerintahan daerah artinya, melaksanakan urusan-urusan yang telah di 1 2
Merupakan Skripsi Penulis Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan FIAIP UNSRAT
1
serahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah maupun urusan yang nyatanyata ada dan di butuhkan oleh masyarakat dalam rangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Johny Lumolos dalam bukunya Penguatan Kapasitas DPRD (2013:30) mewujudkan demokrasi secara determinan berarti memajukan peran lembaga perwakilan rakyat daerah, yang didalamnya meningkatkan peran wakil rakyat di lagislatif.Urgensi peranan wakil rakyat adalah menampung aspirasi rakyat.Initinya diperlukan aktualisasi kinerja dari lembaga perwakilan yang telah dipilih rakyat melalui pemilu yang demokratis.Dalam menyelenggarakan urusan pemerintah daerah yang sudah di limpahkan dari pemerintah kepada pemerintah daerah berdasarkan desentralisasi, pemerintah daerah menyusun program dan kegiatan serta perkiraan anggaran dalam bentuk peraturan daerah yang di bahas bersama dengan DPRD yang di sebut dengan peraturan daerah tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah (perdaAPBD) yang berlaku dalam 1 tahun dimulai dari tanggal 1 Januari hingga tanggal 31 Desember. Struktur peraturan daerah tentang anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut Undang-Undang No.12 tahun 2008 merupakan unsur penyelengaraan pemerintah daerah, DPRD mempunyai fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan yang di jabarkan dalam tugas dan wewenang DPRD. Salah satu fungsi DPRD adalah fungsi anggaran yang merupakan fungsi membahas dan memberikan persetujuan, menjalankan serta menetapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) bersama kepala daerah.Akan tetapi pada praktek penyelengaraan pemerintahan menunjukan bahwa dalam menjalankan fungsi anggaran para anggota DPRD masih mengalami kendala-kendala seperti kurangnya kapasitas dan kualitas personal akibat dari latar belakang pendidikan yang dimiliki anggota DPRD serta belum ada keberpihakan kepada masyarakat akibat dari mementingkan kepentingan pribadi dan golongan sehingga untuk membahas dan memberikan rekomendasi kepada kepala daerah tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya. Dalam kenyataannya selama pelaksanaan fungsi anggaran DPRD Kabupaten Sitaro di Tahun anggaran 2013 mulai dari pembahasan, penetapan dan pelaksanaannya, terdapat hal-hal yang dapat dijelaskan berkaitan dengan kinerja DPRD Kabupaten Sitaro, yaitu: Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sitaro, dari segi efektivitas sesuai dengan pengamatan dan bukti-bukti awal dilapangan ditemukan bahwa DPRD Kabupaten Sitaro telah cukup baik melaksanakan fungsi anggaran, karena pada setiap tahunnya apabila ada pengusulan draft/rancangan APBD yang disampaikan oleh pihak eksekutif, selalu ditindaklanjuti oleh DPRD, dengan membentuk badan anggaran, sehingga pembahasan draft/rancangan APBD tidak pernah terlambat, dan minimal setiap tanggal 31 Desember tahun yang berjalan sudah rampung dibahas. Hal yang kedua menyangkut kinerja DPRD Kabupaten Sitaro mengenai otoritas dan tangung jawab, sesuai pengamatan peneliti pada bagian ini juga sudah cukup untuk dinilai baik, karena otoritas yang dimiliki oleh DPRD dalam menjalankan fungsi budgedting (anggaran) merupakan amanat yang diatur oleh undang-undang, apabila fungsi ini tidak dijalankan, maka terdapat sanksi tegas yang akan diberikan kepada DPRD karena tidak dilakasanakannya fungsi tersebut, begitu pula dengan tanggung jawab melaksanakan fungsi anggaran, dimana DPRD dapat dinilai baik bertanggungjawab melaksanakan fungsi anggaran,hal ini tidak terlepas dari efektifitas fungsi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.Hal yang ketiga menyangkut disiplin
2
dalam melaksanakan fungsi anggaran, menurut pengamatan peneliti masih terdapat kelemahan yang dibuktikan dengan waktu kehadiran bagi anggota DPRD pada rapatrapat pembahasan anggaran, adakalanya juga sering terjadi tidak kuorum dalam rapat sehingga menyebabkan rapat harus ditunda, hal ini lebih disebabkan oleh faktor geografi dari kebupaten Sitaro itu sendiri yang terdiri dari kepulauan, dimana ada sejumlah anggota DPRD yang tidak berdomisili di Pulau Siau yang menjadi pusat pemerintahan dan letak kantor DPRD Kabupaten Sitaro, anggota DPRD yang berdomisili di luar pulau Siau tentunya memerlukan waktu yang lama untuk bisa sampai di pusat pemerintahan, karena sarana transportasi utama hanya melalui jalur laut yang tidak setiap jam tersedia kapal pengangkut, seperti yang ada di darat.Hal yang keempat adalah menyangkut inisiatif DPRD dalam melaksanakan fungsi anggaran, seperti diketahui bahwa DPRD sebenarnya mempunyai hak inisiatif dalam mengajukan rancangan anggaran dan rancangan peraturan daerah, dalam kenyataannya DPRD Kabupaten Sitaro tidak pernah menggunakan hak inisiatifnya dalam melakukan fungsi anggaran, karena selam ini pengajuan rancangan anggaran hanya dari pihak eksekutif (pemerintah daerah). Keempat hal yang uraikan tersebut merupakan fenomena yang terjadi di DPRD Kabupaten Sitaro dalam menjalankan fungsi anggarannya, dimana keempat hal tersebut sejalan dengan teori kinerja yang diungkapkan oleh Prawirosentono (1999:27), yaitu (1) Efektivitas, (2) Otoritas dan tanggung jawab. (3) Disiplin, dan (4) Inisiatif, namun dari keempat indicator yang dijelaskan hanya terdapat masalah pada disiplin dan inisiatif DPRD Kabupaten Sitaro dalam melaksanakan fungsi anggarannya, sehingga peneliti lebih memfokuskan masalah penelitian pada kedua indicator tersebut, yaitu disiplin dan inisiatif DPRD Kabupaten Sitaro.Brumusan masalah penelitian ini adalah: bagaimana kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam melaksanakan fungsi anggaran pada APBD tahun 2013?Dengan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kinerja DPRD Kabupaten Sitaro dalam melaksanakan fungsi anggaran, dengan mengkaji dari bagian disiplin dan inisiatif DPRD.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Kinerja Kinerja adalah hasil dari fungsi suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu selama satu periode waktu tertentu.Kinerja dapat di lihat dari berbagai sudut pandang tergsntung pada tujuan organisasi masing-masing. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat di capai suatu organisasi atau sekelompok orang atau individu atas suatu pelaksanaan tugas yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya dalam kurun waktu tertentu dengan cara yang benar, oleh karena itu setiap karyawan harus memiliki kemampuan dan keahlian untuk melaksanakan tangggung jawab yang di percayakan kepadanya (Sianipar dan Entang, 2005:67) . Kinerja (performance) adalah suatu gagasan abstrak yang umumnya di gunakan sebagai suatu kriteria dalam menentukan keberhasilan organisasi. August w. Smith (Serdamayanti, 2006:49) menyatakan bahwa performance (Kinerja) adalah: ”output drive procces, human or otherwise” jadi dikatakannya kinerja merupakan hasil atau keluaran dari sutu proses.kinerja sering dihubungkan dengan tingkat produktivitas yang menunjukan ialah suatu yang di capai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja (Sianipar, 2006:43). Pemahaman kinerja DPRD adalah sebagai prestasi kerja seorang pegawai dan prestasi kerja tersebut dinilai berdasarkan persyaratan-persyaratan
3
pekerjaan yang di tetapkan oleh lembaga/organisasi.Menurut Prabu Mangkunegara (2007:56) defenisi kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitasyang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Keban T Yermias (2010:12), Kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau suatu prestasi kerja. Namun sebenarnya Kinerja mempunyai makna yang lebih luas,bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung.Wibowo, (2010:21) juga mengatakan bahwa Kinerja adalah menunjukan implementasi dari rencana yang telah disusun tersebut. Implementasi dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan kompetensi,motivasi dan kepentingan. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi pada ekonomi.Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang di capai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang di dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Keban T. Yeremias (2010:32) mengatakan bahwa istilah kinerja yang sering diartikan oleh para cendikiawan sebagai penampilan, untuk kerja atau prestasi.Sehingga dapat di tarik sebuah defenisi tentang kineja adalah kerja seorang pegawai secara terstruktur berdasarkan tugas dan wewenang sesuai dengan tanggung jawabnya dan hasil kerja tersebut terus menerus di evaluasi. Prawirosentono (1999:27) mengemukakan beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran kinerja, yaitu: (1) Efektivitas (2) Otoritas dan tanggung jawab (3) Disiplin (4) Inisiatif Keempat indikator inilah yang menjadi dasar teori dalam penelitian ini, sehingga dijadikan dalam fokus penelitian. Konsep Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Badan Legislatif adalah lembaga yang “legislate” atau yang membuat Undangundang. Angota-anggotanya dianggap mewakili rakyat, maka dari itu badan ini sering di sebut Dewan Perwakilan Rakyat atau nama lain yang sering di pakai ialah parlemen (Meriam Budiarjo, 2007:86). Dalam sistem pemerintah demokratis yang dilaksanakan dengan sistem perwakilan, keberedaan lembaga perwakilan rakyat di pandang sebagai suatu keniscayaan dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan ini.Lembaga Negara ini merupakan badan yang berwenang sebagai pelaksana kekuasaan Negara dalam hal ini menentukan kebijakan umum yang mengikat seluruh rakyat (Toni Adrianus Pito, Efriza, Kemal Fasyah, 2006:91). Menurut Meriam Budiarjo. Menurut Teori yang berlaku (Konsep Perwakilan Politik) maka rakyatlah yang berdaulat, berkuasa dan mempunyai suatu kemauan yang oleh Rousseau disebut keinginan umum (volonte general atau general will). Selanjutnya ia juga berpendapat Dewan Perwakilan Rakyat dianggap merumuskan kebijakan umum (public policy) yang mengikat seluruh rakyat dalam bentuk Undang-undang. Sehingga dapat dikatakan lembaga Perwakilan merupakan badan yang membuat keputusan yang menyangkut dengan kepentingan umum (Meriam Budiarjo, 2007:90).
4
Dalam Badan Perwakilan ini pada hakikatnya terdapat hubungan antara wakil dengan konstituen dimana suatu kelompok masyarakat memiliki wakilnya untuk mewakili berbagai macam aspirasiyang disuarakan. Sebagai hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dan terwakili dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenan dengan kesepakatan yang dibuat dengan terwakili (Toni Adrianus Pito, efriza, Kemal Fasyah :2006). Dalam skop lokal Lembaga Legislatif atau yang disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada substansinya sama halnya dengan lembaga Perwakilan pada tataran nasional, tapi dari segi tugas dan wewenang disesuaikan dengan konteks daerah yang berlandaskan pada Undang-undang yang berlaku Legislatif daerah atau dalam hal ini DPRD dalam menjalankan tugasnya mempunyai hak dan kewajiban sesuai rumusan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Esensi DPRD mempunyai hak dan kewajiban tersebut adalah supaya dapat mengemban tugasnya sebagai wakil rakyat, dan penyambung pikiran aspirasi rakyat yang diwakilinya sehingga dalam rumusan kebijakan sesuai dengan aspirasi rakyat di daerah.DPRD adalah suatu lembaga yang dibentuk mewakili rakyat daerah dalam kaitan dengan pengawasan atas pelaksanaan kebijaksanaan yang harus dilaksanakan di daerahnya (Arbi Sanit, 1990). DPRD merupakan suatu badan yang terbentuk dari unsurunsur masyarakat, dimana setiap lapisan masyarakat mengirimkan utusannya/wakilnya untuk menjadi anggota badan ini dengan tujuan menyusun, merumuskan dan menentukan kebijaksanaan yang harus dilaksanakan di daerahnya (Bintan Saragi,1993). DPRD merupakan suatu badan yang terbentuk dari unsur-unsur masyarakat dimana setiap lapisan masyarakat mengirimkan utusannya atau wakilnya untuk menjadi anggota badan ini yang dipilih lewat proses pemilihan umum, dan mempunyai tugas menyusun, merumuskan dan menentukan kebijaksanaan yang harus dilaksanakan di daerahnya. Badan yang beranggotakan wakil-wakil dari seluruh rakyat didaerah yang merupakan wujud dari pemusatan kekuasaan seluruh rakyat didaerah.DPRD adalah lembaga perwakilan yang terdapat didaerah otonom sebagai bentuk perwakilan suara rakyat local dengan tugas menyusun, merumuskan dan menentukan kebijaksanaan yang harus di tetapkan didaerah. Fungsi Anggaran/Budgeting Secara etimologis perkataan anggaran bersumber dari kata “anggar” atau “kirakira” atau “perhitungan” sehingga pengerian anggaran Negara berarti perkiraan atau perhitungan jumlahnya pengeluaran atau belanja yang akan dikeluarkan oleh Negara.Legislatif adalah struktur politik yang fungsinya membuat Undang-undang, lembaga tersebut di sebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dalam tataran daerah maka disebut peraturan daerah (Seta Basri : 2011). Berikut adalah Fungsi DPRD dalam menjalankan tugasnya: “(1). Fungsi Legslasi; (2). Fungsi Anggaran; (3). Fungsi Pengawasan” (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 41, 2005:32. Kinerja DPRD dalam menjalankan fungsi anggaran diwujudkan dalam bentuk pembahasan dan penetapan bersama rancangan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah bersama kepala daerah.anggaran adalah fungsi yang di berikan kepada anggota DPRD yang merupakan suatu bentuk Tugas yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah berupa menyusun dan menetapkan perkiraan penerimaan dan belanja keuangan pemerintah daerah.
5
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dimana data yang dikumpulkan dalam bentuk kata-kata dan gambar, bukan angka seperti pada penelitian kuantitatif, kalaupun di uraikan angka-angka dalam tabel itu bukanlah menggunakan analisis statistik tetapi data hanya sebagai pelengkap dalam menjelaskan dan memahami penelitian kualitatif.Fokus dalam penelitian ini adalah Kinerja DPRD Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro dalam melaksanakan fungsi anggaran, yang dikaji melalui indikator kinerja menurut Prawirosentono (1999:27) yaitu: (1) Efektivitas, (2) Otoritas dan tanggung jawab. (3) Disiplin, dan (4) Inisiatif, namun dalam penelitian ini hanya dikaji dua indikator dari empat indicator sesuai dengan masalah yang ditemukan penelitian ini, seperti yang telah diuraikan pada bagian latar belakang yaitu: 1. Disiplin Anggota DPRD dalam melaksanakan fungsi anggaran. 2. Inisiatif DPRD dalam pelaksanaan fungsi anggaran. Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten kepulauan Siau Tagulandang Biaro dengan menitik beratkan pada Kinerja DPRD dalam menjalankan fungsi anggaran. Penentuan informan akan di tetapkan sebanyak 7 orang,dengan latar belakang 3 anggota badan anggaran, 2 pegawai kantor DPRD serta 2 orang tokoh masyarakat. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian kualitatif. Menurut Patton yang dikutip dalam bukunya Asmadi Alsa (2010:87).ada tiga macam metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yaitu (1) in depth interview, (2)obsevasi langsung, (3) dokumen tertulis. Dengan adanya metode deskriptif kualitatif maka teknik analisa data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu : 1. Reduksi data yaitu proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah atau data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Dengan kata lain proses reduksi data ini dilakukan oleh peneliti secara terus menerus saat melakukan penelitian untuk menghasilkan data sebanyak mungkin. 2. Penyajian data yaitu penyusunan informasi yang kompleks ke dalam suatu bentuk sistematis,sehingga menjadi lebih selektif dan sederhana serta memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan data dan pengambilan tindakan. Dengan proses penyajian data ini peneliti telah siap dengan data yang di sederhanakan dan menghasilkan informasi yang sistematis. 3. Kesimpulan yaitu merupakan tahap akhir dalam proses analisa data. Pada bagian ini peneliti mengutarakan kesimpulan dari data-data yang telah diperoleh dari observasi, interview dan dokumentasi. Dengan adanya kesimpulan peneliti akan terasa sempurna karena data yang dihasilkan benar-benar valid atau maksimal.
PEMBAHASAN Penerapan disiplin Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Sitaro pada saat penelitian dilakukan sudah semakin membaik, dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya para Anggota DPRD telah menerapkan disiplin dengan baik mematuhi jamjam rapat/pertemuan khususnya dalam membahas anggaran dan meningkatkan kualitas kinerja agar semakin baik. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan salah satu Anggota DPRD, yaitu ketua Badan Anggaran yang menyatakan:
6
“Penerapan disiplin para anggota sudah dilaksanakan dengan baik, kami menerapkan disiplin dimulai dari penandatanganan daftar hadir lengkap dengan waktu kehadiran, disiplin kami tegakan dari pimpinan banggar itu sendiri yaitu bagi diri saya sendiri hingga kepada anggota banggar, karena kami sepakat apabila ada anggota yang terlambat atau tidak hadir pada saat pembahasan anggaran lebih dari 3 kali, akan direkomendasikan untuk diganti”. Penerapan disiplin pada saat ini di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Sitaro telah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan khususnya tata tertib dewan, hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan Informan kunci Ketua DPRD, yang menyatakan: “Sejak diberlakukannya ketetapan penggantian anggota yang sering terlambat bahkan tidak hadir selama 3 kali berturut-turut di Badan Aggaran, setidaknya telah memberikan efek jera, pelanggaran disiplin ini sudah mulai teratasi, pada waktu sebelumnya sering terjadi keterlambatan pembahasan anggaran, akibat dari banggar sendiri yang sering tidak mencapai kuorum dalam pembahasanpembahasan anggaran, hal ini tentunya berakibat pada penetapan APBD yang terlambat”. Pernyataan ini diperkuat dengan wawancara kami dengan salah satu Anggota pada Badan Anggara yang menyatakan: “Pimpinan DPRD maupun pimpinan Banggar langsung melakukan pengecekkan terhadap anggota yang hadir dan yang tidak hadir, hal ini tentunya berkaitan dengan tata tertib dewan yang mengatur tentang kedisiplinan anggota dalam pelaksanaan rapat-rapat di banggar itu sendiri”. Disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku.Pembentukan perilaku adalah interaksi antara faktor kepribadian dan faktor lingkungan (situasional). Disiplin kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja tetapi merupakan suatu proses belajar yang terus menerus, proses pembelajaran didapat dari lingkungan. Para Anggota DPRD telah mengetahui dan memahami secara umum tentang tata tertib dewan yang mengatur tentang disiplin anggota dewan, hal ini diperkuat dengan pernyataan Anggota DPRD yang berasal dari Komisi 2, yang menyatakan bahwa: “Secara umum para Anggota Dewan di sini telah mengetahui mungkin telah memahami disiplin berdasarkan Tata Tertib Dewan, karena kami sering memaparkan walaupun secara singkat pada saat-saat pembukaan persidangan.” Menurut hasil wawancara dengan beberapa anggota DPRD Kabupaten Sitaro semua Rancangan APBD dan Perda Kabupaten Sitaro baik yang telah disahkan maupun yang sedang dalam proses pembahasan di DPRD Kabupaten Sitaro berasal dari inisiatif Pemerintah Kabupaten Sitaro, belum ada yang berasal dari inisiatif DPRD Kabupaten Sitaro. Selain Rancangan Peraturan Daerah berasal dari inisiatif Pemerintah Kabupaten Sitaro ada juga Peraturan Daerah yang diusulkan oleh kelompok masyarakat antara lain Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang mengajukan Ranperda tentang Partisipasi dan Sitaro Corruption Watch (SCW) yang mengajukan Ranperda tentang Kebebasan Memperoleh Informasi. Namun Ranperda inisiatif masyarakat tersebut sampai saat ini belum ada yang direspon sehingga menjadi Ranperda inisiatif DPRD atau Pemkab. Berkaitan dengan keterlibatan masyarakat dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dan APBD menurut hasil penelitian ada beberapa Rancangan Peraturan Daerah yang dalam pembahasannnya melibatkan masyarakat antara lain Peraturan Daerah tentang Retribusi Kios Terminal yang melibatkan pedagang kios. Hal ini menunjukkan
7
bahwa DPRD belum memahami dan memaknai semangat dari perubahan konstitusional yang terjadi pasca reformasi melalui amandemen UUD 1945 yang memberikan kekuasaan Budgedting dan legislasi kepada DPRD.Perubahan konstitusional tersebut belum mampu mendorong produktivitas DPRD Kabupaten Sitaro dalam menggunakan hak inisiatifnya dalam pembuatan rancangan APBD dan rancangan Peraturan Daerah. Selain anggota DPRD Kabupaten Sitaro tidak mempunyai inisiatif dalam mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah, inisiatif DPRD untuk mensosialisasikan dan melibatkan partisipasi rakyat dalam pembahasan APBD dan Rancangan Peraturan Daerah juga sangat minim, pembahasan Rancangan Peraturan Daerah mayoritas tanpa proses sosialisasi dan keterlibatan masyarakat yang kemudian berdampak pada proses pembahasan Rancangan APBD dan Peraturan Daerah tanpa keterlibatan masyarakat. Proses pembahasan Rancangan APBD dan Peraturan Daerah tanpa keterlibatan masyarakat menyebabkan produk APBD dan Peraturan Daerah yang dihasilkan justru menimbulkan penolakan besar-besaran di masyarakat. Seperti Penolakan masyarakat atas inisiatif DPRD Kabupaten Sitaro untuk merevisi Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, menimbulkan penolakan oleh masyarakat. Hal yang sama juga terjadi pada Peraturan Daerah tentang Hiburan Malam mengalami penolakan di masyarakat. Selain penolakan masyarakat atas Peraturan Daerah yang disusun tanpa melibatkan masyarakat, Peraturan daerah yang disusun tanpa melibatkan masyarakat juga berdampak pada “ketidaksukarelaan” masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya, akhirnya masyarakat melaksanakan kewajibannya hanya karena ancaman sanksi bukan karena kesadaran hukum masyarakat, karena masyarakat tidak merasa memiliki Peraturan Daerah yang telah dibuat. Akhirnya dalam kondisi demikian antara rakyat dan Negara tertanam benih-benih ketidakpuasan dan ketidakpercayaan (krisis kepercayaan) yang suatu saat apabila terakumulasi secara luas akan meledak dan mengahancurkan sendi-sendi kehidupan bernegara. Hal itu terjadi karena Pemerintah Kabupaten Sitaro lebih banyak hanya menggunakan pendekatan tirani kekuasaan dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tidak memposisikan Peraturan Daerah sebagai wujud dari “Kontrak Politik” antara rakyat dengan negara yang harus saling seimbang (Cheks and Balance). Selain inisiatif membuat Rancangan Peraturan Daerah serta inisiatif mensosialisasikan dan melibatkan rakyat dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah yang tidak dimiliki oleh DPRD Kabupaten Sitaro, inisiatif untuk memasukkan ide-ide pembaharuan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah ke dalam Rancangan Peraturan Daerah juga hampir-hampir tidak dapat kita temukan, DPRD Kabupaten Sitaro hanya “mengamini” saja alur kepentingan yang dimasukkan oleh Pemerintah Kabupaten Sitaro dalam Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Sitaro tanpa ada inisiatif untuk mengisi ide-ide pembaharuan dalam Rancangan Peraturan Daerah tersebut. Sehingga tidak mengherankan bila yang kita lihat bukan perkembangan yang mengarah pada peningkatan kualitas pelayanan publik namun jutru kemrosotan di bidang itu.Potensi-Potensi Korupsi semakin meluas dan kasus-kasus penyelewengan kekuasaan semakin bermunculan.Mulai dari percaloan dalam rekruitemen PNS yang dilakukan oleh orang dalam Pemerintahan Kabupaten Sitaro sampai transaksi dengan menggadaikan kekuasaan kepada Pengusaha. Kendala-kendala yang mempengaruhi produktivitas DPRD Kabupaten Sitaro dalam memproduk Peraturan Daerah (Perda). Menurut hasil penelitian Penulis ada beberapa kendala yang menentukan kinerja DPRD dalam melaksanakan fungsinya, yaitu:
8
a. Faktor individual. 1. Kapasitas. Hal ini terkait dengan kapasitas anggota dewan yang dimaksud, anggota dewan yang ada mayoritas adalah punya pemahaman dengan berlatar pendidikan hukum dan anggaran yang sangat minim, terlebih pembuatan produk hukum dan anggaran sangat membutuhkan kecermatan dan kepiawaian seseorang dalam membuat anggaran, aturan yang akan diterapkan pada skala pemerintahan daerah tersebut. Dengan kemampuan yang minim tersebut dapat dilihat pada produk yang diciptakannya.Bagaimana memproduk aturan yang efektif dan mempunyai daya efektifitas yang dapat memjawab kebutuhan masyarakat daerah menjadi hal yang sulit ditemui. 2. Latar belakang Selain pada kapasitas, faktor latar belakang keilmuan dan latar belakang pekerjaan menjadi catatan tersendiri dalam melihat kendala DPRD Kabupaten Sitaro dalam melaksanakan fungsi legislasinya. 3. Kemauan Kapasitas yang kurang dan latar belakang yang rendah sebetulnya bukan faktor utama kendala DPRD Kabupaten Sitaro dalam menjalankan kekuasaan legislasinya selama punya kemauan yang tinggi untuk belajar dan terus meng up grade diri dengan informasi yang selalu terbaru.Namun demikian harapan ini hanya tinggal harapan mana kala dengan kjemampuan yang minim tersebut tidak diimbangi dengan kemauan belajar yang tinggi demi pelaksanaan tugas dan fungsinya. b. Faktor Institusional. Selain faktor invidual, yang menjadi kendala bagi DPRD dalam memproduk Rancangan Peraturan Daerah adalah faktor institusional. Faktor ini meliputi: 1. Tidak adanya inisiatif membentuk Badan Legislasi Daerah (BALEGDA) Badan Legislasi Daerah yang sebenarnya telah diamanatkan oleh UndangUndang Nomor 17 tahun 2014 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPD, DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabuapaten/Kota, namun hal ini belum menjadi faktor pen ggerak bagi munculnya produk hukum buatan DPRD yang berkualitas. BALEGDA dimahsudkan untuk melaksanakan proyeksi dalam bidang perundang-undangan yang dibuat oleh DPRD.Dengan tidak ada BALEGDA ini dipastikan pembuatan legislasi didaerah tidak terencana, lebih berproyeksi hal hal yang sifatnya jangka pendek. Perda yang dihasilkannya pun tidak cukup mampu menjankau kejadian-kejadian yang akan datang yang akan menjadi perhatian publik luas. 2. Tidak punya data base permasalahan pemerintahan DPRD Kabupaten Sitaro tidak dilengkapi dengan seperangkat data base pemerintahan. Bagaimana mau membuat produk hukum yang berkualitas mana kala prasarat untuk itu tidak terpenuhi. Produk hukum akan dihasilkan dari proses yang maksimal kalau data-data pendukugnya juga cukup untuk melaksanakan proses pembuatannya. Untuk menguji hasil tersebut cukup dengan melihat tahapan dan data pendukung yang diperlukan. 3. Budaya politik Perilaku politik DPRD yang merupakan kendala eksternal karena hal tersebut merupakan perilaku yang sudah menginstitusional di DPRD. Dengan kondisi budaya
9
politik demikian sulit apabila ada anggota DPRD yang kemudian punya inisiasi untuk melakukan upaya–upaya politik yang terhormat menjadi tidak berdaya apa-apa.Keluhan tentang budaya politik demikian banyak diungkap oleh anggota dewan yang masih punya semangat tinggi untuk terus melakukan upaya perubahan-perubahan bagi lingkungan DPRD. 4. Pengaruh kekuatan politik (eksternal) Kekuatan politik eksternal yang paling berpengaruh atas kualitas produk legislasi DPRD adalah pasar/pemodal. Dimana peranan pasar ini dalam mengintervensi proses pembuatan hukumnya terletak pada korelasi produk hukum yang dibuat dengan warna produk hukum tersebut. Kekuatan pasar akan selalu mendorong upaya pembuatan hukum yang berfihak padanya. Pada saat-saat tertentu, pasar akan memaksakan keinginannya untuk tujuan investasi yang dijalankannya. 5. Belum adanya Badan Kehormatan Dewan Badan Kehormatan dewan pada intinya mempunyai tugas untuk menangani masalah kode etik, dalam permasalahan kode etik ini mempunyai ranah hukum sendiri, dimana setiap pelanggaran hukum tentunya merupakan pelanggaran kode etik, tetapi sebalikanya belum tentu pelanggaran kode etik merupakan pelanggaran hukum, oleh karena itu badan kehormatan dewan sudah selayaknya dibentuk untuk menindaki para anggota dewan yang dinilai kurang disiplin, sehingga kinerjanya menurun, hal ini dapat disangkut kaitkan pada pelanggaran kode etik. Disamping kedua faktor diatas, menurut Johny Lumolos (2013:35) faktor penyebab Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak optimal mengakomodasikan dan mengartikulasikan aspirasi masyarakat adalah kelemahan sistem pemilu yang tidak mendukung lahirnya wakil rakyat yang aspiratif dan kelemahan peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang membatasi ruang geraj anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam mengakomodasikan dan mengartikulasikan aspirasi masyarakat.Di Negara ini diperlukan sebuah aturan tentang system pemilu yang secara substansial mengatur pertanggungjawaban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada publik.Hal tersebut menyangkut isi pertanggunggjawaban, berkaitan dengan fungsi dan peran legislasi, pengawasan serta anggaran, baik secara akuntabilitas, obligasi, maupun cause, sedangkan yang menyangkut mekanisme diperlukan laporan pertanggungjawaban kepada publik (Johny Lumolos, 2013:37).
PENUTUP Kesimpulan Kinerja DPRD Kabupaten Sitaro dari indikator disiplin belum maksimal, hal ini disebabkan adanya beberapa hal yang menyebabkan diataranya adalah: faktor geografi dimana Kabupaten Sitaro adalah daerah kepulauan yang transportasi antar pulau hanya dapat dilakukan lewat jalur laut, tidak setiap jam kapal tersedia untuk menghbungkan antar pulau, dan faktor pribadi dari anggota DPRD itu sendiri, didasarkan atas kesadaran dan pemahaman akan tugas dan tanggung jawabnya.Kinerja DPRD Kabupaten Sitaro dari indikator inisiatif belum menunjukkan penigkatan, hal ini dapat dibuktikan dengan belum adanya produk peraturan daerah yang merupakan inisiatif dari DPRD, begitu pula dengan draft APBD Perubahan yang kesemuanya merupakan usulan yang disampaikan oleh pemerintah daerah (eksekutif), penyebab lemahnya inisiatif DPRD
10
adalah kapasitas dan kemampuan anggota DPRD Kabupaten Sitaro itu sendiri yang masih perlu ditingkatkan. Saran Diperlukan peningkatan disiplin bagi anggota DPRD Kabupaten Sitaro dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, dengan menggunakan segala upaya dan daya untuk menyiasati geografi Kabupaten Sitaro yang berbentuk kepulauan, sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam rapat-rapat pembahasan anggaran dan perda.Dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat sebaiknyalah para Anggota DPRD memiliki ilmu yang cukup dalam bidang anggaran sebab yang terjadi pada kenyataannya tidak sesuai dengan keinginan rakyat, terutama yang duduk dalam badan anggaran.
Daftar Pustaka Alsa Asmadi, 2010. Pendekatan kuantitatif & Kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian Psikologi. Pustaka Pelajar : Jogjakarta. Basri Seta, 2011. Pengantar ilmu politik. Indie Book Corner : Jogjakarta. Budiarjo Meriam, 2007. Dasar-dasar ilmu politik. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Faisal Hanafiah. 1990. Penelitian kualitatif. YA3 : Malang. Johny Lumolos. 2013. Penguatan Kapasitas DPRD di Era Demokrasi. Bandung: Lepsindo Keban, T, Yeremias, 2010. Administrasi Publik,konsep Teori dan Isu. Penerbit Gava Media : Jakarta. Moleong L.J,1996. metodologi Penelitian Kualitatif. Rosdakarya : Bandung Pito Toni Adrianus, Efriza, Fasyah kemal, 2006. Mengenal Teori-teori Politik Dari Sistem politik sampai Korupsi.Nuansa : Bandung. Saragih Bintang, 1993. Lembaga Perwakilan dan Pemilu.Bina Aksara Sanit Arbi, 1999. Sistem politik Indonesia.Graha Ilmu : Jakarta. Sadu Wasistiono. 2008. Meningkatkan Kinerja DPRD. Fokus Media Sedarmayanti, 2006.Good Governance dan Good Corporate.CV Mandar Maju. Wibowo, 2006.Manajemen Kinerja, PT Raja Grafindo Persada : Jakarta. Sumber Lainnya Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.2008, Bandung, Fokusmedia. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
11