KINERJA BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENJALANKAN FUNGSI PENGAWASAN PEMERINTAHAN DI DESA JARA-JARA KABUPATEN HALMAHERA TIMUR
OLEH: MARSEL WARWER
Abstraksi Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan desa dalam penyusunan dan implementasi, dan pengawasan kebijakan yang berkaitan dengan pemerintahan pada era saat ini semakin menguat. Perhatian kepada pembangunan desa telah menjadi pokok perhatian dalam era otonomi daerah sekarang ini. Era sentralisasi, otoriterianisme negara (state-hegemony) dan mobilitas rakyat bergeser pada pola-pola disentralisasi, demokratisasi, dan pembrdayaan pada masyarakat, keberadaan BPD dapat di sejajarkan dengan parlemen desa, yang berfungsi sebagai pengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa. Salah satu dimensi penting dalam rangka mewujudkan cita-cita demokratisasi dan reformasi adalah dengan lahirnya Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian di revisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang di dalamnya juga mengatur mengenai pemerintahan desa. Peraturan pemerintah No. 72 Tahun 2005 yang kemudian lebih di pertegas dengan lahirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa yang menjadi suatu landasan untuk pemerintah desa menjalankan rumah tangganya. Kata kunci: kinerja, pengawasan pemerintahan
A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perangkat hukum telah membuka peluang bagi terwujudnya demokratisasi sampai pada tingkat pedesaan melalui perubahan konfigurasi pemerintahan desa dengan menghadirkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai institusi perwakilan rakyat di tingkat desa yang mempunyai kedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah desa. Kehadiran BPD dalam pelaksnaan pemerintahan desa dengan berbagai fungsi dan kewenangan di harapkan lebih efektif dan mampuh mewujudkan sistem check and balance dalam penyelenggaraan pemerintahn desa. Namun demikian di sisi lain , kehadiran BPD juga telah menimbulkan berbagai permasalahan di tingkat desa
terutama yang menyangkut hubungan kerja antara BPD dengan Kepala desa yang di atur berdsarkan kaidah normatif. Beberapa permasalahan pokok dalam penulisam ini adalah bagaimana kinerja badan permusyawaratan desa dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan desa khususnya dalam proses penyusunan dan penetapan peraturan desa, pada era demokratisasi sebagamana telah berjalan di negeri ini, masyarakat memiliki peran yang cukup sentral untuk menentukan pilihan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasinya. Masyarakat memiliki kedaulatan yang cukup luas untuk menentukan orientasi dan arah kebijakan pembangunan yang di kehendaki. Nilai-nilai kedaulatan selayaknya di bangun sebagai kebutuhan kolektif masyarakat dan bebas dari kepentingan induvidu atau golongan tertentu. Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum terkecil yang memiliki batas-batas wilayah yang berwewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang di akui dan di hormati oleh negara. Pembangunan pedesaan selayaknya mengarah pada peningkatan kesejateraan masyarakat pedesaan. Pembangunan pedesaan dapat di lihat pula sebagai upaya mempercepat pembangunan pedesaan melalui penyediaan sarana dan prasarana untuk memberdayakan masyarakat, dan upaya mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh. Pembangunan pedesaan bersifat multi-aspek, oleh karena itu perlu keterkaitan dengan bidang sektor dan aspek di luar pedesaan sehingga dapat menjadi pondasi yang kokoh bagi pembangunan nasional. Masalahnya terkadang BPD tidak menjalankan fungsinya secara optimal untuk mewujudkan pembangunan yang partisipatif, forum BPD menjadi elit desa semata dimana saluran aspirasi masyarakat terlambat seperti dalam penyusunan APBD yang memerlukan pembahasan secara partisipatif begitu juga pengawasannya sebagaimana salah satu tugas BPD menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Penelitian ini di laksanakan di desa Jara-Jara Kabupaten Halmahera Timur, penelitian ini ingin melihat kondisi kelembagaan desa yang belum berjalan dengan baik. Maka penulis tertarik dengan judul ini, KENERJA BPD DALAM MENJALANKAN FUNGSI PENGAWASAN PEMERINTAHAN DI DESA DI DESA JARA-JARA KABUPATEN HALMAHERA TIMUR.
B. Rumusan masalah Berdasarkan uraian latar mengemukakan rumusan masalah :
belakang
masalah,
maka
penulis
Bagaimana kinerja BPD dalam mnenjalankan fungsi pengawasan pemerintahan di desa Jara-Jara Kabupaten Halmahera Timur? C. Tujuan penelitian Untuk mengetahui sejauh mana kinerja BPD dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan di desa; D. Manfaat penelitian Manfaat penelitian ini menghasilkan :
Manfaat praktis, di harapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi, masukan atau sumbangan-sumbangan bagi BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan desa; Secara teoritis, dengan adanya penelitian ini di harapkan dapat menambah khasana pengetahuan di bidang akademik mengenai kinerja BPD dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan di desa, sehingga dapat menjadi sumbangsi pemikiran bagi ilmu pengetahuan di bidang ilmu pemerintahan terlebih khusus mengenai kinerja BPD dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan di desa.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, penelitian deskriptif menurut Masri Singarimbu (1982:58), bertujuan untuk mendeskripsikan secara terperinci tentang fenomena sosial tertentu. Dalam penelitian ini, menurut Bungin (2001:43), penulis tidak melakukan kuantufikasi terhadap data yang di peroleh. Data yang di peroleh akan di analisis serta di deskripsikan berdasarkan penemuan fakta-fakta penelitian di lapangan. Pendekatan inilah yang akan di pergunakan dalam menjelaskan fenomena dan menganalisis peranan, kendala, solusi, dan strategi pengembangan kinerja BPD dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan di desa. Fokus penelitian ini adalah kinerja BPD dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan di desa Jara-Jara, Kabupaten Halmahera Timur. Informan adalah orang yang di manfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, informan harus memiliki pengalaman tentang latar penelitian. Oleh karena itu seorang informan harus benar-benar tau atau pelaku yang penelitian terlibat langsung dengan permasalahan penelitian. Memilih informan harus di lihat kompensinya bukan hanya sekedar untuk menghadirkannya (Meleong 2006:132). Agar dapat mengumpulkan informasi dari objek penelitian sesuai dengan fenomena yang di amati, di lakukan pemilihan kepada masyarakat secara purposive sebagai informan. Pemilihan di dasarkan pertimbangan bahwa
informan memiliki pemahaman terhadap fenomena penelitian. Berikut ini informan-informan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah Perangkat Desa 2 orang, Toko Agama 2 orang, Dan Toko Masyarakat 2 orang. Hasil Penelitian Penduduk merupakan potensi paling utama dalam setiap pembanguanan selin dari potensi lain yang dimiliki suatu negara ataupun daerah secara khususnya Desa.Pengaruh penduduk baik secara perilaku maupun status sosialnya menjadi tolak ukur dalam setiap perencanaan pembangunan. Begitu juga yang terjadi pada desa, efektif dan tidaknya jalan suatu pembangunan di desa di ukur dari kacamata partisipasi masyarakat terhadap fungsi lembaga-lembaga yang ada di desa. Jumlah penduduk desa jara-jara berdasarkan sensus penduduk yang di laksanakan pihak pemerintah desa pada tahun 2013 berjumlah 924 jiwa.
Pembahasan Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah akan sangat bergantung pada kesiapan Pemerintah Daerah dalam menata sistem pemerintahannya agar tercipta pembangunan yang efektif, efesien, transparansi, dan akuntabel serta mendapat partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan merupakan salah satu alasan terpenting mengapa Badan Permusyawaratan Desa perlu dibentuk. Pengawasan oleh Badan Permusyawaratan Desa terhadap pelaksanaan pemerintahan desa Jara-Jara yang dipimpin Kepala Desa merupakan tugas Badan Permusyawaratan Desa. Upaya pengawasan dimaksudkan untuk mengurangi adanya penyelewengan atas kewenangan dan keuangan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Sejauh ini, Badan Permusywaratan Desa Jara-jara konsisten dalam melakukan pengawasan terhadap bagaimana suatu program pemerintah, fungsi pemerintahan, peraturan dan keputusan yang telah dtetapkan bersama BPD dilaksanakan oleh Pemerintah Desa. Sikap Kepala Desa yang tidak otoriter dalam menjalankan kepemimpinannya menjadikan BPD mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya untuk mewujudkan adanya pemerintahan yang baik dan berpihak kepada warga. Berdasarkan hasil wawancara Bp Hermanus
mengungkapkan bahwa dari sekian banyak Peraturan Desa, APBDes, Keputusan Desa hampir secara keseluruhan dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dalam hal ini Kepala Desa. Artinya pemerintah yang ada saat ini bisa melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan desa. Selain dari pada itu Badan Permusyawaratan Desa juga melakukan pengawasan kepada seluruh aktivitas pemerintahan yang ada di desa. Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan merupakan salah satu alasan terpenting mengapa BPD perlu dibentuk. Pengawasan oleh BPD terhadap Pelaksanaan pemerintahan desa Jara-Jara yang dipimpin Kepala Desa merupakan tugas BPD. Upaya pengawasan dimaksudkan untuk mengurangi adanya penyelewengan atas kewenangan dan keuangan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Sejauh ini, BPD Desa Jara-Jara konsisten dalam melakukan pengawasan terhadap bagaimana suatu program pemerintah, fungsi pemerintahan, peraturan dan keputusan yang telah dtetapkan bersama BPD dilaksanakan oleh Pemerintah Desa. (Hasil Wawancaran). Menurut wawancara yang saya lakukan dengan kepala desa Jara-Jara mengatakan bahwa “pengawasan yang dilakukan oleh BPD telah dilaksanakan dengan maksimal. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan infrastruktur yang ada di desa Jara-Jara yang mulai meningkat”.Hal ini juga senada dengan apa yang di katatakan oleh salah satu tokoh masyarakat JaraJara yakni bapak Endi Rorano mengatakan “pengalokasian dana desa telah dilakukan pada tempatnya dengan pembangunan yang cukup pesat dengan dibangunnya batas-batas desa,saluran drainase desa Jara-jara. Ini membuktikan bahwa pengawasan yang dilakukan BPD telah dilaksanakan sebaik-baiknya”. Menurut wawancara yang peneliti lakukan mengatakan bahwa pemerintah desa sudah profesional dalam melakukan pembangunan di desa,dalam hal ini pemerintah desa tidak pilih kasih dalam melakukan pembangunan,dalam artian bahwa pemerintah desa Jara-Jara melakukan pembangunan secara merata. Pembangunan Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu keadaan pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatanakan lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola yang dapat mempengaruhi perkembangan aspek mental (jiwa), fisik (raga), intelegensia (kecerdasan) dan kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi pencapaian
objektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak ditentukan oleh mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai Sistem Pembangunan Desa. UU No. 22 tahun 1999 memberikan mandat pada BPD untuk melakukan pengawasan, tetapi pengawasan yang dapat dilakukan hanyalah pengawasan pemerintahan desa. Kewenangan yang terbatas ini sekarang sudah dipotong habis oleh UU No. 32 tahun 2004 yang mengganti UU No. 22 tahun 1999. Dengandemikian praktis BPD (yang namanya sudah diganti menjadi Badan Permusyawaratan Desa) tidak lagi memiliki fungsi pengawasan. Satusatunya fungsi yang dapat digunakan adalah fungsi penampung dan penyalur aspirasi masyarakat. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) seringkal berfungsi sebagai lembaga pengawas pada kelurahan-kelurahan di perkotaan. Berdasarkan hasil wawancara, responden mengungkapkan bahwa dari sekian banyak Peraturan Desa, APBDes, Keputusan Desa hampir secara keseluruhan dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dalam hal ini Kepala Desa. Artinya pemerintah yang ada saat ini bisa melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan desa. Pemerintah Desa dan BPD di Desa Jara-Jara dapat berperan dan berfungsi untuk memperjuangkan dan mengakomodasikan kepentingan masyarakat. Dalam kaitan ini maka BPD maupun Pemerintah Desa di Desa Jara-Jara harus memiliki sumber daya manusia yang profesional, kapabel, mantap dan dapat diandalkan kinerja organisasinya secara keseluruhan, sehingga Pemerintah Desa dan BPD akan mampu memberikan respon terhadap setiap percepatan kemajuan dan dinamika yang berkembang. Kebijaka-kebijakan yang dihasilkan merupakan pencerminan keinginan masyarakat dan berpihak kepada masyarakat. Harapan masyarakat yang cukup besar terhadap peran BPD yang dianggapnya akan mampu memberikan perubahan yang lebih baik ke masa depan. BPD di Desa JaraJara menjadi bahan pembicaraan yang menarik mengingat lembaga tersebut merupakan Lembaga yang sebenarnya ditunggu-tunggu oleh Masyarakat dalam Mewujudkan demokrasi di Lingkungan desa, dengan mengoptimalisasikan peran dan fungsinya. Terwujudnya pelaksanaan peran dan fungsi BPD secara maksimal di Desa Jara-Jara salah satu faktor penyebabnya adalah karakter Kepala Desa yang kooperatif telah menjadikan fungsi BPD mampu mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik. Komitmen Kepala Desa untuk menjadikan BPD sebagai lembaga pemerintahan di tingkat desa yang mempunyai kedudukan sejajar dengan Kepala Desa terwujudkan. Ini ditunjukkan dengan adanya komitmen bersama antar kedua lembaga sebagai elemen penyelenggara pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa
dengan pemerintah desa Jara-Jara menjadi pendamping sekaligus mitra dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan lembaga swadaya desa maupun organisasi lain di desa. Pengawasan yang dijalankan oleh BPD terhadap pemakaian anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dengan realisasi pelaksanaannya. Kesesuaian antara rencana program dengan realisasi program dan pelaksanaannya serta besarnya dana yang digunakan dalam pembiayaannya adalah ukuran yang dijadikan patokan BPD dalam melakukan pengawasan. Selama pelaksanaan program pemerintah dan pemakaian dana desa sesuai dengan rencana maka BPD mengangapnya tidak menjadi masalah. Dan realisasinya pelaksanaan program selama ini selalu transparan dan jelas penghitungannya dijelaskan oleh BPD (hasil wawancara).
Badan permusyawaratan desa (BPD) desa jara-jara sealu menampung aspirasi masyarakat yang di sampikan oleh masyarakat desa jara-jara yang berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai langkahlangkah yang di ambil perumusan dan penetapan peraturan serta program kerja pembangunan desa jara-jara. Pada ampung tahapan menampung aspirasi masyarakat, anggota BPD desa jara-jara mencoba semaksimal mungkin agar aspirasi masyarakat terhadap perencanaan yang akan di susun tertampung. Tentu hal ini sudah menjadi keharusan mereka lakukan karena apabila aspirasi masyarakat dapat di tampung, partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan nantinya bersifat positif yang di tandai dengan aktifnya masyarakat dalam proses pelaksanaan pembangunan. Masyarakat di harapkan merasa ikut memiliki pembangunan yang di laksanakan.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini maka penulis memberikan kesimpulan adalah: Pelaksanaan kinerja Badan permusyawaratan Desa Jara-jara dalam pemerintahan di desa sudah maksimal. Dalam kesimpulan ini bisa di katakan bahwa dalam pelaksanaan dalam sistem pemerintahan desa Jara-jara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mampuh memberikan pengaruh pada peningkatan kerja pemerintah desa. Dalam menyerap dan menampung aspirasi masyarakat yang berkembang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) selalu melakukannya. Setelah melakukan rapat dengan pemerintah desa, kemudian menimbang tentang mendesak atau tidaknya aspirasi tersebut maka BPD akan memilih salah satu aspirasi masyarakat yang paling mendesak untuk di jalankan dan di sampaikan kepada pemerintah desa. Barulah kemudian anggota BPD dan pemerintah desa membuat suatu program dan peraturan desa. Fungsi pengawasan dan penyetapan aspirasi dari BPD bisa di katakan sudah maksimal dalam pelaksanaannya di desa. Pelaksanaan pengawasan terhadap ADD bisi di kategorikan tidak transparan kepada masyarakat sehingga menjadi salah satu permasalahan serius yang terjadi di desa jara-jara. Hal ini akan menyebabkan akan menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan yang ada di desa. Dalam melaksanakan program-progam antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan pemerintah desa hubungan kerja mereka sangat harmonis. Hal ini yang sangat diharapkan dalam menjalankan program-program pembangunan di desa sehingga program yang telah di rencanakan bisa terlaksanakan dengan baik. Salah satu penyebab kurang terarahnya aspirasi dari masyarakat di sebabkan karena kurangnya sumber daya manusia atau kemampuan yang di miliki oleh Badan Permusyawaratan Desa. Saran
Adapun saran yang di berikan kepada anggotan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Jara-jara adalah sebagai berikut: Perlu di tingkatkan dan di pertahan koordinasi atau kerja sama antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan pemerintah desa agar Kinerja dari BPD terlaksana secara optimal demi untuk peningkatan kerja dan kualitas moral yang profesional untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik. Keberadaan Badan Permusyawaratan Desa sangatlah penting di desa karena dengan adanya keberadaan BPD di desa bisa merangkum semua permasalahan-permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat untuk di bahas dalam rapat antara BPD dengan pemerintah Desa Pengawasan terhadap pelaksanaan program pembangunan sangatlah penting, BPD harus lebih meningkatkan tingkat pengawasan terhadap pelaksanaan proram kerja dari pemerintah desa sehingga pelaksanaan program kerja yang di lakukan oleh pemerintah desa tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan yang di hadapi oleh masyarakat, jika pelaksanaan program kerja pemerintah tepat sasaran maka sudah tentu tingkat partisipasi dari masyarakat terhadap setiap program kerja dari pemerintah akan di dukung oleh masyarakat. Dalam menjalankan tugas-tugas sebagai wakil rakyat desa haruslah transparansi yang di utamakan sehingga pada kalangan masyarakat tidak menganggap mereka hanya di butukan dalam proses pelakasanaan pembangunan saja. Jika transparansi atau keterbukaan di rasakan oleh masyarakat maka sudah tentu tingkat partisipasi dari masyarakat pun meningkat. Mengingat transparansi sangatlah penting dalam menjalankan tugas-tugas kerja maka hal ini harus lebih di perhatikan demi terwudutnya pemerintahan yang bersih, berkualitas dan Demokratis. Sumber daya manusia sangatlah penting, oleh karena itu perlu di tingkatkan lagi sumber daya atau kemampuan yang di miliki oleh BPD. Hal ini berhubungan dengan pemilihan anggota BPD, pemilihan anggota BPD haruslah orang-orang yang benar-benar mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal dan sesuai dengan perturan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA Anwar Prabu Mangkunegara (2000) Efaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Jakarta, Refika Aditama Buchari Zainun. 1989. Manajemen dan motivasi. Jakarta: Balai Aksara. Burhan Bunging. Metodologi Penelitian Sosial: FormatFormat Kuantitatif Dan Kualitatif. 2001 Airlangga Universty Press Surabaya. Dhanna agus, 1985. Manajemen Prestasi Kerja. CV. Rajawali, Jakarta. Gardon, thomas. 1994. Menjadi Pemimpin Efektif. Dasar Untuk Manajemen Partisipatif Dan Keterlibatan Karyawan. Terjemahan Alex Tri Kantjono Wododo. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Handayaningrat Soewarno, 1986. Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional. Gunung Agung, Jakarta. Jones, Pam. 2002. Buku Pintar Manajemen Kinerja. Terjemahan Anthony. R. Indra. Jakarta: Metalexia Publishing & PT Qreator Tata Qarakter.
LAN RI,1996. Sistem Administrasi Negara Repoblik Indonesia. Gunung agung, Jakarta. Maleong, L.J, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung. Nawawi, Hadari, 1989. Pengawasan Melekat Di Lingkungan Aparatur Pemerintah. Jakarta: Erlangga. Ndaha Taliziduhu, 1991, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa. Bumi Aksara. Jakarta. O’Leary, Elizabeth. 2001. Kepemimpinan: Menguasai Keahlian Yang Anda Perlukan Dalam 10 Menit. Terjemahan Deddy Jakobus. Djokjakarta Andi Copyright. Rivai, veithzal. 2005. Perfomance Appresial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Simamora, hendri, 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia, Djokjakarta, TSIE YKPN. Siagian, Sondang P, 1994, Admistrasi Pembagunan, Gunung Agung, Jakarta. Soemantri .T.Bambang. 2010. Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Fokusmedia, Bandung. Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi, 1986, Metode Penelitian Survei, Suntingan LP3ES, Jakarta.
Sugiyono, Memehami Penelitian Kualitatif, Jakarta. Terry R. Geoerge, 1986, Prinsip-Prinsip Manajemen. Bumi Aksara. Jakarta. Tjokroamidjojo, Bintoro, 1995, Manajemen Pembangunan, Gunung Agung, Jakarta.
Sumber-Sumber Lain Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah. PP No.72 Tahun 2005 Tentang Desa. UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002 Kantor Desa Jara-Jara