FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENDERITA HIV/AIDS MENGONSUMSI OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) DI KLINIK VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT) RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014 Nanda Safira1, Rahayu Lubis2, Rasmaliah2 1. Mahasiswa peminatan Epidemiologi FKM USU 2. Staf Pengajar FKM USU Email:
[email protected]
ABSTRACT The success of Antiretroviral Therapy (ART) depends on maintaining a high level of adherence, at least 95% of all doses shouldn’t be forgotten. Non-adherence is associated with the emergence of resistance to HIV that can allow HIV remains replicate. The cumulative number of people who were eligible for ART but not yet started the therapy at Adam Malik Hospital in Medan is 993 people out of 3.525 people (28%), and cumulative number of absentees and failed to follow-up>3 months were 711 people out of 2.532 people (28%) up to April 2015. This research is Cross Sectional study in order to know the factors associated with adherence to ARV consumption towards HIV-infected individuals at Adam Malik Hospital. The sample size was 65 people by consecutive sampling. Data collected through medical records, observation and an interview using questionnaires. Data analysis included descriptive study, Chi Square, Exact Fisher, and Logistic Regression by using STATA software. The result shown that adherence was 28 patients (43,08%) and non-adherence was 37 patients (56,92%). The variables which associated to adherence are job, saturation, stigma at health services, and health insurances. Results of logistic regression test showed that saturation p=0,080 with Prevalence Ratio (PR) 6,20, health insurance (p=0,015; PR 5,00;), and job (p=0,062; PR 0,216) which had dominant association with adherence to ARV consumption at Adam Malik Hospital in Medan. The adherence at Adam Malik Hospital was not optimal, it’s necessary to find a way out to reduce the saturation such as modern HIV treatment which could work well with adherence below 95% so the chances of the adherence in patients HIV/AIDS consuming ARV could be increased.. Keywords: adherence, saturation, health insurance, job PENDAHULUAN Penyebaran infeksi HIV terus berlangsung dan merenggut kekayaan setiap negara karena sumber daya produktifitas penderita menurun. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang/menginfeksi sistem kekebalan tubuh manusia dan menimbulkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah
kumpulan gejala penyakit yang merusak sistem kekebalan tubuh. Menurunnya kekebalan tubuh mengakibatkan penderita sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi oportunistik (IO) yang sering berakibat fatal (Kemenkes RI, 2014). Di seluruh dunia pada tahun 2013 terdapat 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia <15 tahun. Jumlah
1
infeksi baru HIV sebesar 2,1 juta terdiri dari 1,9 juta orang dewasa dan 240.000 anak berusia <15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 juta (Kemenkes RI, 2014). Sub-Sahara Afrika tetap terkena dampak yang paling parah, satu dari setiap 20 orang dewasa hidup dengan HIV, terhitung hampir 71% dengan tingkat prevalensi dewasa 17,9% (GHO, 2013). Di Indonesia secara kumulatif terhitung sejak 1 April 1987 sampai 30 September 2014 terdapat 150.296 kasus HIV dan jumlah AIDS adalah 55.799 serta kematian akibat HIV/AIDS adalah 9.796 kasus (Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014). Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara sampai Januari 2015, ditemukan 2.593 kasus penderita HIV(+) dan 4.125 kasus penderita AIDS. Jumlah penderita AIDS yang dilaporkan meninggal adalah 705 orang. Golongan kelompok umur infeksi HIV(+) tertinggi umur 20-29 tahun, jumlah kumulatif AIDS tertinggi pada umur 30-39 tahun. Penderita HIV/AIDS tertinggi menurut Kab/Kota adalah kota Medan yaitu 3.790 kasus (Dinkes Provsu, 2015). Peningkatan HIV/AIDS diperkirakan angka kejadian infeksi HIV akan terus terjadi hingga tahun 2020 (Djauzi dkk, 2014). Penanggulangan bagi HIV/AIDS adalah dengan perawatan, pengobatan dan pemberian dukungan kepada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) (Rahz, 2001). Pengobatan HIV/AIDS dengan ARV diperlukan tingkat kepatuhan tinggi untuk mendapatkan keberhasilan terapi dan mencegah resistensi yang terjadi (Bachmann, 2006). Untuk mendapatkan respon penekanan jumlah virus sebesar 85% diperlukan kepatuhan penggunaan obat 90-95%, dalam hal ini ODHA harus minum obat rata-rata sebanyak 60 kali dalam sebulan maka pasien diharapkan tidak lebih dari 3 kali lupa minum obat (Somi et al, 2008).
Terdapat empat kendala utama di seluruh dunia dalam meningkatkan kepatuhan ART, kendala yang pertama, adalah faktor individu, yang kedua, adalah kendala komunitas dan pemberdayaan masyarakat, yang ketiga adalah kendala struktural Faktor yang keempat adalah, mangkir, yaitu kesulitan yang dihadapi oleh tenaga kesehatan dalam mencari pasien HIV yang sedang menjalani terapi (Alcorn, 2007). Penelitian di Kabupaten Mimika Provinsi Papua pada 74 responden bahwa tantangan pengobatan ARV adalah kepatuhan. Pasien dengan pendidikan tinggi, tidak bekerja, bukan suku Papua dan mendapat dukungan keluarga lebih patuh (Ubra, 2012). Hasil penelitian kepatuhan pengobatan pada 137 ODHA di layanan terpadu HIV Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) – Jakarta. menunjukkan efek samping ARV lini pertama mempunyai hubungan dengan kepatuhan pengobatan ARV. (Ramadian, Riztriawan, 2010). Laporan Bulanan Perawatan HIV dan ART di RSUP H. Adam Malik Medan sampai akhir bulan April 2015, jumlah kumulatif orang yang pernah masuk perawatan HIV adalah 4.705 orang, jumlah orang yang berkunjung ke perawatan HIV (termasuk ibu hamil), jumlah kumulatif orang yang memenuhi syarat untuk ART 3.525 orang, jumlah kumulatif orang yang memenuhi syarat untuk ART tetapi belum memulai terapi 993 orang, jumlah kumulatif yang dilaporkan meninggal 606 orang, jumlah kumulatif yang tidak hadir dan gagal follow-up >3 bulan 711 orang (LBP HIV & ART RSUP HAM, 2015). Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia yang menggunakan asumsi ketersediaan data perilaku berisiko tertular dan menularkan HIV pada populasi utama (WPS, Pelanggan WPS, LSL, Penasun, Waria, Pelanggan Waria dan populasi risiko rendah) tahun 20112016 serta hasil Surveilans Biologis dan 2
Perilaku (STBP) pada populasi umum Tanah Papua tahun 2006 serta STBP pada Populasi Berisiko tahun 2007, 2009 dan 2011, maka modul (Asian Epidemic Model) AEM memproyeksikan terjadinya peningkatan prevalensi HIV pada populasi usia 15-49 tahun dari 0.38% pada tahun 2011 menjadi 0.5% di tahun 2016 (Kemenkes RI, 2013). Sesuai latar belakang di atas, cakupan pengobatan ARV dan tingkat kepatuhan pengobatan mempunyai hubungan yang erat. Jika kondisi ini tidak dicarikan jalan keluarnya, maka dikhawatirkan akan berdampak terhadap meningkatnya kasus kesakitan dan kematian akibat AIDS. Rumusan masalah penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita HIV/AIDS mengonsumsi obat ARV di Klinik VCT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014.
adalah consecutive sampling dengan instrumen kuisioner. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak STATA versi 11.2. Data dijelaskan secara deskriptif, dianalisa dengan uji Chi-Square dan Exact Fischer, Logistic Regression dengan metode stepwise. Penilaian kualitas persamaan regresi logistik dilihat dari nilai kalibrasi dan nilai diskriminasi. Hasil dan Pembahasan Proporsi responden yang patuh (kepatuhan ≥95%) 28 orang (43,08%) dan yang tidak patuh (kepatuhan<95%) 37 orang (56,92%). Pengobatan rejimen ARV lini pertama terbanyak yaitu kombinasi TDF+3TC+EFV (56,92%). Jumlah kumulatif orang yang memenuhi syarat untuk ART tetapi belum memulai terapi di RSUP H. Adam Malik Medan adalah 993 orang dari 3.525 orang yang memenuhi syarat terapi (28%) dan jumlah kumulatif yang tidak hadir dan gagal follow-up >3 bulan adalah 711 orang dari 2.532 orang (28%) sampai dengan April 2015, artinya pada data rumah sakit terdapat 72% pasien HIV/AIDS yang patuh pengobatan ARV. Terdapat perbedaan angka kepatuhan antara hasil penelitian dengan data di rumah sakit. Hal ini kemungkinan bisa terjadi karena metode penilaian kepatuhan, atau petugas yang menilai yang kepatuhan berbeda. Jika penilaian kepatuhan di rumah sakit tidak dilakukan dengan benar dan dikaitkan dengan penelitian tentang kepatuhan, maka kemungkinan terjadinya kegagalan pengobatan akibat ketidakpatuhan dan timbulnya resistensi terhadap ARV yang berdampak pada meningkatknya viral load pada pasien di VCT (Pusyansus) sehingga dapat meningkatkan kasus kesakitan dan kematian akibat AIDS dengan konsekuensi virus yang resisten dapat ditularkan kepada orang lain.
Tujuan Penelitian Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan konsumsi obat ARV pada penderita HIV/AIDS di Klinik VCT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan bulan Januari-Juli 2015. Populasi penelitian ini semua penderita HIV(+) yang melakukan kunjungan ulang dan telah mengonsumsi ARV minimal 6 bulan pada bulan AprilMei 2015. Jumlah sampel menggunakan perhitungan sampel beda proporsi satu populasi (Hyphotesis tests for a population proportion (two-sided test) dengan menggunakan perangkat lunak “Sample Size Determination in Health Studies” versi 2.0 sebanyak 65 responden. Teknik pengambilan sampel 3
Penelitian yang dilakukan oleh Carter (2012) menyimpulkan bahwa kepatuhan adalah faktor yang paling penting memengaruhi keberhasilan virologi terapi HIV. Hasil terbaik terlihat pada pasien yang menggunakan semua/hampir semua dosis obat mereka dengan benar dan memiliki tingkat kepatuhan yang sempurna atau hampir sempurna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kepatuhan pasien adalah 56% dibandingkan dengan tingkat kepatuhan antara 93%-100% atau melewatkan dosis 0-25% maka responden dengan tingkat kepatuhan 56% terjadi peningkatan tiga kali lipat untuk memiliki viral load terdeteksi (OR 3,22; 95% CI: 2,48-4,19). Tabel 1. Distribusi Berdasarkan Individu Pasien Variabel Independen Kelompok Usia Usia <34 tahun Usia ≥34 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tingkat Pendidikan SD SMP SMA D3/S1 ke atas Status Pernikahan Belum Menikah Menikah Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja Penghasilan per-bulan Rendah (≤Rp 1.625.000) Tinggi (>Rp 1.625.000) Riwayat Efek Samping ARV Pernah Tidak Pernah Kejenuhan Ya Tidak Riwayat IO/Ko-infeksi Pernah Tidak Pernah
kelompok usia ≥34 tahun (60,00%), lakilaki (63,08%). Rata-rata pendidikan responden SMA, dan sudah menikah (67,69%). Berdasarkan pekejaan responden, sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) 1 orang, karyawan swasta 16 orang, pedagang/serabutan/tidak tetap 17 orang, petani/nelayan 7 orang, dan sebagai supir/tukang ojek 2 orang. Jumlah penghasilan per-bulan terendah adalah Rp 0 dan jumlah penghasilan tertinggi adalah Rp 8.000.000. Distribusi responden berdasarkan riwayat efek samping ARV, sebanyak 18 orang mengalami alergi/gatal/ruam, mual 16 orang, sakit kepala 9 orang, anemia 8 orang sama halnya dengan diare, dan mengantuk 1 orang. Lamanya efek samping yang dialami 17 orang (26,15%) kurang dari satu minggu dari masa awal pengobatan, 23 orang (35,38%) mengalami efek samping dua minggu setelah pengobatan, dan 20 orang (30,77%) lebih dari dua minggu setelah masa awal pengobatan. Kejenuhan mengonsumsi ARV (63,08%) responden mengaku jenuh. Saat mengalami kejenuhan dari 41 responden yang jenuh, 32 orang (49,23%) tetap minum ARV tepat waktu dan 9 orang (13,85%) tetap minum ARV tidak tepat waktu. Distribusi responden yang mengalami IO/ko-infeksi adalah 61 orang (93,85%). Responden yang mengalami TB Paru 34 orang (55,74%), Oral Candidiasis (OC) 11 orang (18,03%), Limfosit TB 9 orang (14,75%), TB Paru Kat II 3 orang (4,92%) sama halnya dengan Hepatitis B, dan Herpes zooster 1 orang (1,64%). Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Layanan Kesehatan Distribusi frekuensi pengalaman responden saat mengambil obat di layanan ARV menurut kemudahan mendapat obat/ketersediaan ARV, menunjukkan 58 orang (89,23%) mengaku obat selalu tersedia, sebanyak
Frekuensi Faktor Frekuensi n=65 % 26 39
40,00 60,00
41 24
63,08 36,92
8 10 33 14
12,31 15,38 50,77 21,54
21 44
32,31 67,69
22 43
33,85 66,15
49 16
75,38 24,62
60 5
92,31 7,69
41 24
63,08 36,92
61 4
93,85 6,15
Usia termuda responden dalam penelitian ini adalah 23 tahun tertua yaitu 56 tahun. Proporsi responden pada 4
15 orang responden (23,08%) pernah mengalami stigma di layanan kesehatan. Meskipun mengalami stigma, responden tetap berkunjung ke layanan kesehatan. Terdapat (53,85%) memiliki jaminan kesehatan. Jenis jaminan kesehatan yang dimiliki, 2 orang (5,71%) memiliki kartu Medan Sehat, 2 orang (5,71%) JAMKESDA, 6 orang (17,14%) JAMKESMAS, dan BPJS (71,43%). Sebanyak 18 orang (27,69%) tidak membayar/gratis, dan 17 orang (26,16%) mengaku tetap membayar/tidak menggunakan jaminan kesehatannya. Responden yang selalu mendapat konseling kepatuhan hanya 16 orang (24,62%). Terdapat 39 responden menempuh waktu >60 menit (60,00%), 38 responden berkunjung ke layanan ARV menggunakan angkutan umum, 23 responden menggunakan kendaraan pribadi dan 4 responden berjalan kaki.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Lingkungan Sosial Proporsi responden yang mendapat dukungan keluarga (76,92%). Dari 50 responden yang mengaku mendapat dukungan keluarga diantaranya memiliki Pengawas Minum Obat (PMO). Anggota keluarga yang paling banyak terlibat sebagai PMO adalah suami/istri (40,00%), ibu (29,23%), saudara perempuan (6,15%), dan saudara lakilaki (1,54%). Distribusi frekuensi berdasarkan dukungan komunitas sebaya, (66,15%) tidak bergabung dalam komunitas sebaya. Dari 22 responden yang bergabung komunitas sebaya, 10 orang (15,38%) selalu diingatkan untuk minum obat dan kunjungan ulang, 8 orang (36,36%) kadang-kadang diingatkan minum obat dan 4 orang (18,18%) jarang diingatkan minum obat dan kunjungan ulang ke layanan kesehatan.
Tabel 2. Tabulasi Silang Faktor Individu Pasien dengan Kepatuhan Mengonsumsi ARV di RSUP H. Adam Malik Medan Variabel Independen
Kelompok Usia <34 thn ≥34 thn Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tingkat Pendidikan SD-SMP SMA D3/S1keatas Status Pernikahan Belum Menikah Menikah Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja Penghasilan per-bulan Rendah Tinggi Riwayat Efek Samping Ya Tidak Kejenuhan Ya Tidak Riwayat IO/Ko-infeksi Pernah Tidak Pernah
Kepatuhan Tidak Patuh Patuh n= 37 % n= 28 %
p
Prevalence Ratio (PR) (95% CI)
15 22
57,69 56,41
11 17
42,31 43,59
0,919
1,030 (0,581-1,828)
26 11
63,41 45,83
15 13
36,59 54,17
0,167
1,480 (0,858-2,555)
9 21 7
50,00 63,64 50,00
9 12 7
50,00 36,36 50,00
0,344
0,816 (0,527-1,265)
1,000
1,000 (0,456-2,194)
15 22
71,43 50,00
6 22
28,57 50,00
0,103
1,750 (0,837-3,660)
7 30
31,82 69,77
15 13
68,18 30,23
0,003
0,443 (0,259-0,758)
25 12
51,02 75,00
24 4
48,98 25,00
0,146
0,510 (0,208-1,249)
35 2
58,33 40,00
25 3
41,77 60,00
0,644
1,440 (0,663-3,128)
28 9
68,29 37,50
13 15
31,71 62,50
0,016
1,971 (1,142-3,402)
35 2
57,38 50,00
26 2
42,62 50,00
1,000
1,173 (0,422-3,261)
5
Hasil penelitian dengan uji chisquare dan exact fischer, variabel dengan nilai p> 0,05 artinya tidak memiliki hubungan yang bermakna, yaitu, kelompok usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, penghasilan per-bulan, riwayat efek samping ARV, riwayat IO/ko-infeksi, sedangkan variabel yang memiliki hubungan bermakna yaitu pekerjaan dan kejenuhan. Dari sembilan variabel, jenis kelamin (p=0,167), status pernikahan (p=0,103), pekerjaan (p=0,003), jumah penghasilan per-bulan (p=0,146), dan kejenuhan (p=0,016) dimasukkan dalam model awal analisa multivariat (p<0,25). Tidak terdapat hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan konsumsi ARV dikarenakan hanya sedikit perbedaan antara kepatuhan laki-laki dan perempuan secara keseluruhan. Beberapa penelitian menemukan bahwa laki-laki dan perempuan kurang lebih memiliki tendensi yang sama untuk menjalankan program pengobatan mereka. Hasil ini didukung oleh penelitian Ubra (2012) di Kabupaten Mimika, Papua dengan nilai p=0,6132 dan penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan nilai p=0,950 (Martoni, 2012). Hubungan status pernikahan dengan kepatuhan konsumsi ARV
p>0,05 tidak memiliki hubungan yang bermakna. Proporsi responden yang patuh dan menikah dengan responden yang tidak patuh dan menikah memiliki nilai yang sama, selain itu responden yang menikah tidak semua pasangannya menjadi PMO, dan yang terlibat menjadi PMO adalah orang tua atau saudara kandungnya. Berdasarkan hasil analisa bivariat tidak terdapat hubungan jumlah penghasilan per-bulan dengan kepatuhan konsumsi ARV (p=0,146). Hal ini dikarenakan pasien tetap berusaha mencari dana untuk dapat mengambil obat di klinik VCT RSUP H. Adam Malik. Usaha ini didasari oleh ketidakmauan dan ketakutan pasien bila kesehatannya menjadi drop lagi, sehingga responden tidak segan untuk meminjam dana dari keluarga maupun tetangga. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang (p=0,243) (Martoni, 2012) dan hasil penelitian kualitatif yang menyimpulkan bahwa masalah ekonomi karena pengobatan HIV/AIDS menyebabkan ODHA harus mencari pinjaman dan atau menjual barang berharga (Yuniar, Y, Rini Sasanti Handayani, Ni Ketut Aryastami, 2012).
Tabel 3. Tabulasi Silang Faktor Layanan Kesehatan dengan Mengonsumsi ARV di RSUP H. Adam Malik Medan Variabel Independen
Ketersediaan Obat Pernah Tidak Ada Selalu Ada Pengalaman Stigma Yankes Pernah Tidak Pernah Jaminan Kesehatan Tidak Memiliki Memiliki Jamkes Konseling Kepatuhan Kadang/Jarang Selalu Konseling Akses Layanan Jauh Dekat
Kepatuhan Tidak Patuh Patuh n=37 % n=28 %
p
Kepatuhan
PR (95% CI)
3 34
42,86 58,62
4 24
57,14 41,38
0,453
0,724 (0,356-1,474)
5 32
33,33 64,00
10 18
66,67 36,00
0,043
0,540 (0,323-0,903)
22 15
73,33 42,86
8 20
26,67 57,14
0,013
2,143 (1,108-4,142)
26 11
53,06 68,75
23 5
46,94 31,25
0,385
0,666 (0,303-1,460)
46,15 38,46
0,540
di
21 16
53,85 61,54
18 10
6
0,833 (0,461-1,507)
Berdasarkan nilai p<0,05 bahwa terdapat hubungan pengalaman stigma di layanan kesehatan (p=0,043) dan jaminan kesehatan (p=0,013) dengan kepatuhan konsumsi ARV. Tidak adanya hubungan antara ketersediaan obat dengan kepatuhan mengonsumsi ARV pada penelitian ini dikarenakan menurut laporan apoteker VCT Pusyansus, walaupun obat pernah sangat sedikit stoknya, dikarenakan adanya keterlambatan pengiriman ARV dari pemerintah, pasien HIV/AIDS yang berkunjung ke Pusyansus untuk mengisi ulang obat tetap diberikan obat, namun tidak diberikan dalam dosis yang biasa diterima, misalnya pasien yang biasanya mendapat dosis untuk satu bulan hanya diberikan untuk satu minggu kedepan saja, hal ini dilakukan agar seluruh pasien yang datang dapat meneruskan terapi pengobatannya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang pengaruh efek samping ARV lini pertama terhadap kepatuhan ODHA di RSCM Jakarta (p=0,206) (Ramadian, Riztriawan, 2010).
Berdasarkan uji Exact Fischer tidak terdapat hubungan pelayanan konseling kepatuhan dengan kepatuhan mengonsumsi ARV. Hal ini terjadi karena pelayanan konseling kepatuhan di klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik dilakukan setiap 3 bulan sekali, bahkan ada yang tidak pernah konseling kepatuhan setelah konseling pasca-test dan pra-ARV sehingga kepatuhan pasien didapat dari motivasi diri sendiri. Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian oleh Ubra (2012) di Kabupaten Mimika, Papua (p=0,1236). Tidak adanya hubungan akses layanan kesehatan dengan kepatuhan konsumsi ARV secara bermakna dikarenakan pasien akan tetap berkunjung walaupun akses layanan sangat jauh dari rumahnya, tidak tersedianya obat ARV di daerah tempat tinggalnya juga mewajibkan pasien untuk kembali mengambil obat di Pusyansus, serta keengganan pasien terhadap status HIV-nya diketahui oleh lebih banyak orang lagi. Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian di Kabupaten Mimika, Papua berdasarkan LR test p=0,5845 (Ubra, 2012).
Tabel 4. Tabulasi Silang Faktor Lingkungan Sosial dengan Kepatuhan Mengonsumsi ARV di RSUP H. Adam Malik Medan Variabel Independen
Dukungan Keluarga Tidak Didukung Mendapat Dukungan Dukungan Komunitas Sebaya Tidak Didukung Mendapat Dukungan
Kepatuhan Tidak Patuh Patuh n=37 % n=28 %
p
PR (95% CI)
11 26
73,33 52,00
4 24
26,67 48,00
0,234
1,800 (0,741-4,372)
33 4
60,00 40,00
22 6
40,00 60,00
0,306
1,500 (0,823-2,735)
Hubungan faktor dukungan keluarga (p=0,234) dan dukungan komunitas sebaya (p=0,306) secara statistik tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan pengobatan konsumsi ARV. Berdasarkan nilai p<0,25 maka variabel dukungan keluarga diikutsertakan dalam analisa multivariat.
Tidak terdapat hubungan dukungan komunitas sebaya dengan kepatuhan dilihat dari nilai p>0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pasien HIV/AIDS di VCT Pusyansus tidak mau status HIV-nya diketahui banyak orang, dan merasa tidak membutuhkan dukungan komunitas sebaya dalam terapi pengobatan ARV-nya sehingga memilih 7
untuk tidak bergabung dalam komunitas sebaya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hampir separuh pasien HIV yang menerima pengobatan ARV di RS Mitra Masyarakat Papua, berpendapat tidak memerlukan tenaga pendukung
pengobatan berbasis komunitas sebaya. Hal ini terjadi karena kekhawatiran responden akan status HIV-nya diketahui oleh orang lain yang tidak tinggal bersama atau berlatar belakang budaya yang berbeda (Ubra, 2012).
Tabel 5. Hasil Akhir Model Uji Regresi Logistik Variabel Independen Jaminan Kesehatan Pekerjaan Kejenuhan _cons
p
Koefisien
SE
Z
PR
CI 95%
0,015 0,016 0,008 0,229
1,610 -1,534 1,825 -0,873
3,318 0,138 4,234 0,756
2,43 -2,40 2,67 -120
5,004 0,216 6,200
1,365-18,351 0,062-0,755 1,626-23,642 -2,295-0,549
Faktor jenuh merupakan yang paling dominan. Dilihat dari nilai PR, responden yang jenuh memiliki risiko tidak patuh 6,2 kali dalam pengobatan konsumsi ARV. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di RSU Panti Wilasa Citarum Semarang, bahwa responden yang menjawab alasan tidak minum obat ARV karena merasa jenuh akan lamanya pengobatan yang harus dilakukan seumur hidup. Melalui uji Kendall’s tau-b (p=0,007) (Fithria dkk, 2011). Menurut The AIDS Infonet (dalam lembar informasi yayasan Spiritia) gejala ini disebut ‘kejenuhan pil’ atau ‘kejenuhan terapi’ (Yayasan Spiritia, 2014). Responden yang tidak memiliki jaminan kesehatan memiliki risiko tidak patuh 5 kali dalam pengobatan ARV. Hal ini dikarenakan pasien HIV/AIDS yang memiliki jaminan kesehatan merasa sedikit terbantu untuk tidak mengeluarkan uang membeli obat, walaupun biaya transportasi serta biaya pemeriksaan CD4 masih menjadi masalah karena belum ada kebijakan pemerintah agar biaya tersebut juga gratis. Pasien yang memiliki jaminan kesehatan dan tidak menggunakannya dikarenakan sistem pelayanan jaminan kesehatan saat ini sangat berbelit serta mewajibkan pasien untuk membayar iuran premi setiap bulannya, agar masa aktif kartu jaminan kesehatan tersebut berlanjut dan keterlambatan pembayaran
iuran dikenakan denda. Hal ini mengakibatkan pasien lebih memilih untuk membayar biaya obat dan tidak memiliki jaminan kesehatan atau tidak menggunakannya sehingga pasien harus membayar Rp 45.000 setiap bulannya untuk melanjutkan pengobatan terapi ARV-nya. Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, Alcorn (2007), kendala struktural yang terpenting terhadap kepatuhan adalah membebani biaya perawatan atau obat. Penelitian kualitatif secara keseluruhan tentang kendala kepatuhan di Bostwana, Uganda dan Tanzania menunjukkan bahwa biaya transportasi, biaya pendaftaran layanan kesehatan, dan kehilangan penghasilan adalah kendala-kendala keuangan terpenting terhadap kepatuhan yang baik. Faktor pekerjaan menunjukkan bahwa responden yang bekerja lebih tidak patuh dibandingkan responden yang tidak bekerja terhadap konsumsi ARV. Beberapa hasil penelitian yang sejalan adalah penelitian yang dilakukan pada 70 pasien HIV di RS Kariadi Semarang, menunjukkan hambatan pengobatan ARV 37,2% responden kesulitan meninggalkan pekerjaan bila harus mengambil obat ARV. Hambatan lain 30% adalah takut dikeluarkan dari pekerjaan bila sering izin meninggalkan pekerjaan untuk mengambil obat (Aji, 2010). 8
Salah satu fungsi uji regresi logistik adalah untuk menentukan prediksi model sehingga dapat mengetahui probabilitas dari faktor risiko. Perhitungan probabilitas dengan menggunakan rumus fungsi logistik sebagai berikut:
dukungan komunitas sebaya keduanya tidak memiliki hubungan dengan kepatuhan konsumsi ARV. Faktor yang berhubungan paling bermakna dengan kepatuhan konsumsi ARV berdasarkan uji regresi logistik adalah kejenuhan, jaminan kesehatan, dan pekerjaan.
1 f(x)
Saran A. Kepada Peneliti Penelitian ini perlu dilanjutkan dan dilakukan pada rumah sakit lain di Sumatera Utara yang memiliki VCT untuk mencari faktor apa lagi yang berhubungan dengan kepatuhan konsumsi ARV agar dapat mencegah terjadinya penularan virus resisten ARV kepada orang lain. B. Kepada Pihak Rumah Sakit Perlunya penilaian tingkat kepatuhan konsumsi obat ARV di rumah sakit dan disarankan agar setiap pasien yang melakukan kunjungan ulang untuk membawa obat sisa. Memberikan bantuan atau menyediakan pendampingan serta kerjasama dengan pihak terkait untuk dapat memberikan kemudahan dan keringan prosedur dan biaya bagi ODHA dan keluarganya yang tidak mampu (biaya test, layanan kesehatan, pengurusan jaminan kesehatan). Melengkapi tenaga pelaksana yaitu ODHA yang dihunjuk sebagai manajer kasus atau konselor dengan melakukan kerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota untuk melakukan pelatihan terhadap ODHA tersebut. Menyediakan tenaga khusus untuk pencatatan dan pelaporan yang sudah dilatih dalam bidang pemantauan dampak ART (ART monitoring). Perlu dibentuk tim dan metode kerja dalam pengumpulan data kumulatif di RSUP H. Adam Malik Medan sehingga diperoleh data yang baik
= 1+ e-(-0,873+(-1,534)+1,825+1,610)) = 0,7365 ≈ 73,65%
Berdasarkan hasil perhitungan fungsi logistik menunjukkan bahwa jika responden dengan tidak jenuh, tidak bekerja, dan memiliki jaminan kesehatan, maka probabilitas kepatuhan pengobatan konsumsi ARV responden sebesar 0,7365 atau 73,65%. Penilaian kualitas persamaan logistik regresi dilihat dari nilai kalibrasidengan uji goodness of fit adalah 0,126. Karena nilai p lebih besar dari nilai alpha, maka model regresi mempunyai kalibrasi yang baik. Suatu rumus dikatakan mempunyai diskriminasi yang baik jika nilai AUC semakin mendekati angka 1 (100%). Nilai AUC pada penelitian ini termasuk sedang (nilai AUC antara 0,7-<0,8), artinya uji regresi logistik yang dilakukan pada penelitian ini memiliki nilai diskriminasi yang baik. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Tingkat kepatuhan konsumsi ARV pada pasien HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan adalah 28 orang responden (43,08%) memiliki kepatuhan baik (≥95%) dan 37 responden (56,92%) tidak memiliki kepatuhan baik/tidak patuh (<95%). Faktor individu pasien yang berhubungan dengan kepatuhan konsumsi ARV adalah pekerjaan dan jenuh. Faktor layanan kesehatan yang berhubungan dengan kepatuhan adalah pengalaman stigma di layanan kesehatan dan jaminan kesehatan. Faktor lingkungan yaitu dukungan keluarga dan 9
dan benar terutama dalam menilai kepatuhan pengobatan ARV. Penyediaan lokasi khusus bagi pasien HIV/AIDS dan memberikan pelayanan perbaikan gizi, seperti penyediaan makanan dan minuman bergizi secara gratis sehingga dapat menimbulkan motivasi untuk patuh follow up dan minum obat. C. Penderita HIV/AIDS, Keluarga dan Komunitas Sebaya Kepada pasien HIV/AIDS perlu meningkatkan rasa percaya diri melalui keterlibatan diri dalam kegiatan dukungan sebaya. Kepada keluarga harus tetap memberikan dukungan kepada anggota keluarganya yang positif HIV/AIDS walaupun pasien sudah sangat patuh tidak hanya menjadi PMO, namun juga dukungan berupa materi, karena pasien sangat membutuhkan bantuan dana untuk melanjutkan terapi ARV-nya. Kepada komunitas sebaya agar dapat mengembangkan strategi dukungan kesebayaan lebih kuat dimana pendukung sebaya tidak hanya berdasarkan status HIV tetapi juga berdasarkan populasi risiko dan telah terapi ARV khususnya berkepatuhan tinggi sehingga dapat menjadi model.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
DAFTAR PUSTAKA
15.
1. Aji, H.S. 2010. Kepatuhan Pasien HIV dan AIDS Terhadap Terapi Antiretroviral di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia: Vol. 5, No.1. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/51105867.p df 2. Alcorn, K. 2007. HATIP 92: Bagaimana memberi kepatuhan yang baik: pengalaman dari seluruh dunia. http://spiritia.or.id/hatip/bacahat.php?artno=0092 3. Bachmann, M.O. Effectiveness and Cost Effectiveness of Early and Late Prevention of HIV/AIDS Progression with Antiretrovirals or Antibiotics in Southern African Adults. AIDS Care 2006;18(2). Hal:109-120. 4. Carter, M. 2012. Penghentian pengobatan melibatkan risiko kegagalan virologi yang lebih tinggi dibandingkan dosis yang dilewatkan sesekali.
16.
17.
18.
10
http://spritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=294 4 Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2015. Gambaran Kasus HIV dan AIDS di Sumatera Utara s/d Januari 2015. Djauzi, S, dkk. 2014. Petunjuk Klinis Koinfeksi HIV dan Virus Hepatitis. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia – Pokja HIV AIDS PB IDI. Fithria, R.F, Ahmad Purnomo, Zullies Ikawati. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Pengobatan ARV (Anti Retro Viral) pada ODHA (Orang dengan HIV AIDS) di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo dan Rumah Sakit Umum Panti Wilasa Citarum Semarang. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi: Vol.1 No.2/Juni 2011. Hal 130. G, Somi, et al. 2008. Three Years of HIV/AIDS Care and Treatment Services in Tanzania: Achievements and Challenges. Tanzania Journal of Health Research Global Health Observatory (GHO) data. [internet] 2013. [cited 2014 Nov 29] Available from: http://www.who.int/gho/hiv/en/ Kementerian Kesehatan RI. 2013. Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 20112016. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI DITJEN PP&PL. 2014. Info DATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI: Situasi dan Analisis HIV AIDS. Martoni, W. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien HIV/AIDS di Poliklinik Khusus Rawat Jalan Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Desember 2011-Maret 2012. Tesis. Rahz, M.H. 2001. Berjuang Meraih Hak Sehat: Dinamika Pendampingan Lapangan. Bandung: Ashoka Indonesia. Hal: 127-130. Ramadian, O, Eky Riztriawan, 2010. Pengaruh Efek Samping Antiretroviral Lini Pertama terhadap Adherens pada ODHA di Layanan Terpadu HIV RSCM. Laporan Penelitian: Kelompok Studi Khusus HIV/AIDS Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta. RSUP Haji Adam Malik. 2015. Laporan Bulanan Perawatan HIV dan ART April 2015. Medan. Ubra, R.R. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pengobatan Minum ARV pada Pasien HIV di Kabupaten Mimika – Provinsi Papua Tahun 2012. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Yayasan Spirita. 2014. Kepatuhan terhadap terapi lembar informasi 405. Jakarta. http://spiritia.or.id/li/pdf/LI405.pdf Yuniar, Y, Rini Sasanti Handayani, Ni Ketut Aryastami. 2012. Faktor-faktor Pendukung Kepatuhan Orang dengan HIV AIDS (ODHA) dalam Minum Obat Antiretroviral di Kota Bandung dan Cimahi. Buletin Penelitian. Kesehatan: Vol. 41, No. 2, 2013: 72 – 83.