PENGARUH KONFLIK PERAN DAN TEKANAN PEKERJAAN TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DAN KINERJA PEGAWAI PADA BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBERSIHAN KABUPATEN BALANGAN Noritha Heldawaty Kantor Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Jl. Jend A Yani Km 4, Paringin Selatan, Kalimantan Selatan e-mail :
[email protected] Abstract : There are positive conflicts, but the problem is the negative nature of the conflict, Additionally there ise other problem that may affect the performance of employees in the job, that is job pressure, which ultimately affects the resulting performance to be not optimal. Model to be used in this study is a tiered structure model to test the proposed hypothesis, then the analytical techniques used were SEM. The results of the study shows that role conflict influence Organizational Citizenship Behavior (OCB) and employee performance. Job presure have a significant effect on Organizational Citizenship Behavior (OCB), and employee performance. Oganizational Citizenship Behavior ( OCB) significantly influence empliyee perfrormance. Keywords: Role Conflict, Job Pressure Abstrak : Konflik ada yang positif, namun yang menjadi masalah adalah konflik yang sifatnya negatif. Selain itu ada pula faktor lain yang dapat mempengaruhi terhadap kinerja pegawai yaitu masalah tekanan dalam pekerjaan yang dapat mempengaruhi kondisi pegawai dalam bekerja, yang akhirnya berdampak pada kinerja yang dihasilkan menjadi tidak maksimal. Model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model struktur berjenjang dan untuk menguji hipotesis yang diajukan, maka teknik analisis yang digunakan adalah SEM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel konflik peran berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan kinerja pegawai. Tekanan kerja berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) dam kinerja pegawai. Organizational Citizenship Behavior (OCB) berpangaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Kata Kunci: Konflik Peran, Tekanan Pekerjaan Kewenangan daerah tersebut mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradil-an, moneter dan fiskal, agama, serta kewe-nangan bidang lain.Reformasi sistem pemerintahan di daerah pada hakekatnya telah bergulir ketika Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan di daerah diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, kemudian diganti dengan
Latar Belakang Perubahan paradigma sistem pemerintahan mulai terasa sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, menyusul Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Pemerintah Pusat diharuskan menekankan arti penting otonomi daerah yaitu bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan daerah menurut prakarsa daerah itu sendiri berda-sarkan aspirasi masyarakat. 19
20 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 19-31
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang Undang yang baru tersebut tampak jelas bahwa peran pemerintah daerah semakin meningkat. Pemerintah daerah dan masyarakat di daerah semakin luas memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan kemampuan sendiri. Pemberian kewenangan yang luas kepada Pemerintah daerah tersebut tentunya akan membawa konsekuensi tertentu bagi daerah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Di antara konsekuensi ini adalah daerah harus mampu membiayai semua kegiatan pemerintah dan pembang-unan yang menjadi kewenangannya. Sejalan dengan hal tersebut, Koswara (2005:5) menyatakan bahwa daerah otonomi harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri.Dalam rangka peningkatan dan pemberdayaan potensi daerah diperlukan Sumber Daya Manusia yang handal yang harus dipersiapkan sedini mungkin. Dengan jenjang pendidikan formal yang terencana bertujuan untuk mencetak generasi yang memiliki kesiapan mental, ketrampilan, kemampuan intelegensi dan kemampuan lain yang diharapkan mampu menghadapi tantangan dalam persaingan global. Sementara itu penyelenggara pemerintahan yang memiliki kualitas diharapkan dapat memberikan pelayanan yang semakin baik dan efektif. Jika keberhasilan suatu organisasi/ instansi dalam mencapai tujuan ditentukan oleh pegawai atau sumber daya manusianya, yang berperan merencanakan, melakukan dan mengendalikan satu organisasi, dan juga sangat ditentukan oleh pendayagunaan dan kualitas sumber daya manusia itu sendiri, maka untuk menunjang keberhasilan dari suatu tujuan organisasi salah satunya adalah adanya pengelolaan terhadap manajemen konflik. Suatu organisasi hamper dapat dipastikan akan menghadapi konflik, baik yang bersifat eksternal maupun internal dan dapat bersifat positif maupun negatif. Wibowo (2009:46) menjelaskan konflik
merupakan suatu proses dimana satu pihak merasa bahwa pihak lain telah atau akan mengambil tindakan yang bertentangan dengan kepentingan pihak lain. Selain itu dalam aktivitas kegiatan instansi selain faktor konflik, adapula faktor lain yang dapat mempengaruhi terhadap kinerja pegawai yaitu masalah tekanan dalam pekerjaan, tekanan ini bisa berbentuk target dalam menyelesaikan pekerjaan dan adanya persaingan yang kurang sehat didalam suatu instansi, dari kedua hal tersebut baik konflik maupun tekanan pekerjaan merupakan dampak yang diterima pegawai saat bekerja yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi pegawai dalam bekerja, yang akhirnya berdampak pada kinerja yang dihasilikan menjadi tidak maksimal. Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dicetuskan rumusan masalah dalam peneltian ini yaitu: 1. Apakah konflik peran berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan? 2. Apakah konflik peran berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan? 3. Apakah tekanan pekerjaan berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan? 4. Apakah tekanan pekerjaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan? 5. Apakah Organizational Citizenship Behavior (OCB) berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan?
Heldawaty, Pengaruh Konflik Peran dan Tekanan…. 21
Studi Literatur Hani Handoko (2002) mengistilahkan kinerja (performance) dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Menurut Winardi (1992) kinerja merupakan konsep yang bersifat universal yang merupakan efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan bagian karyawannya berdasar standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia, maka kinerja sesungguhnya merupakan perilaku manusia dalam memainkan peran yang mereka lakukan dalam suatu organisasi untuk memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Menurut Gomes (2000) kinerja merupakan catatan terhadap hasil produksi dari sebuah pekerjaan tertentu atau aktivitas tertentu dalam periode waktu tertentu. Dessler (1997) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah memberikan umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orang/pegawai untuk menghilangkan/ miminimalkan kemerosotan kinerja/berkinerja lebih tinggi lagi. Dessler, penilaian kerja terdiri dari tiga langkah, pertama mendifinisikan pekerjaan berarti memastikan bahwa atasan dan bawahan sepakat dengan tugas-tugasnya dan standar jabatan. Kedua, menilai kinerja berarti membandingkan kinerja aktual atasan dengan standar-standar yang telah ditetapkan, dan ini mencakup beberapa jenis tingkat penilaian. Ketiga, umpan balik berarti kinerja dan kemajuan atasan dibahas dan rencanarencana dibuat untuk perkembangan apa saja yang dituntut. Marihot Tua Efendi (2002) berpendapat bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai peranannya dalam organisasi. Kinerja juga berarti hasil yang dicapai seseorang baik kualitas maupun kuantitas sesuai dengan tanggungjawab yang diberi kepadanya. Selain itu kinerja seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, inisiatif, pengalaman
kerja, dan motivasi karyawan. Hasil kerja seseorang akan memberikan umpan balik bagi orang itu sendiri untuk selalu aktif melakukan pekerjaannya secara baik dan diharapkan akan menghasilkan mutu pekerjaan yang baik pula. Pendidikan mempengaruhi kinerja seseorang karena dapat memberikan wawasan yang lebih luas untuk berinisiatif dan berinovasi dan selanjutnya berpengaruh terhadap kinerjanya. Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku individu yang ekstra, yang tidak secara langsung atau eksplisit dapat dikenali dalam suatu sistem kerja yang formal, dan yang secara agregat mampu meningkatkan efektivitas fungsi organisasi (Organ, 1988). Organisasi pada umumnya percaya bahwa untuk mencapai keunggulan harus mengusahakan kinerja individual yang setinggi-tingginya, karena pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan Kinerja yang baik menuntut perilaku sesuai guru yang diharapkan oleh organisasi. Perilaku yang menjadi tuntutan organisasi saat ini adalah tidak hanya perilaku in-role, tetapi juga perilaku extrarole. Perilaku extra-role ini disebut juga dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB). OCB merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku pegawai sehingga dia dapat disebut sebagai anggota yang baik (Sloat,1999). Perilaku ini cenderung melihat seseorang sebagai makhluk sosial (menjadi anggota organisasi), dibandingkan sebagai makhluk individual yang mementingkan diri sendiri. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kemampuan untuk memiliki empati kepada orang lain dan lingkungannya dan menyelaraskan nilai-nilai yang dianutnya. Dengan nilai-nilai yang dimiliki lingkungannya untuk menjaga dan meningkatkan interaksi sosial yang lebih baik. Terlebih lagi, untuk melakukan segala sesuatu yang baik manusia tidak selalu digerakkan oleh hal-hal yang menguntungkan dirinya, misalnya seseorang
22 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 19-31
mau membantu orang lain jika ada imbalan tertentu. Jika pegawai dalam organisasi memiliki OCB, maka usaha untuk mengendalikan pegawai menurun, karena pegawai dapat mengendalikan perilakunya sendiri atau mampu memilih perilaku terbaik untuk kepentingan organisasinya. Borman dan Motowidlo (1993) menyatakan bahwa OCB dapat meningkatkan kinerja organisasi (organizational performance) karena perilaku ini merupakan “pelumas” dari mesin sosial dalam organisasi, dengan kata lain dengan adanya perilaku ini maka interaksi sosial pada anggota-anggota organisasi menjadi lancar, mengurangi terjadinya perselisihan, dan meningkatkan efisiensi. Perilaku ini muncul karena perasaan sebagai anggota organisasi dan merasa puas apabila dapat melakukan suatu yang lebih kepada organisasi. Perasaan sebagai anggota dan puas bila melakukan suatu yang lebih hanya terjadi jika pegawai memiliki persepsi yang positif terhadap organisasinya. OCB merupakan tindakan seseorang di luar kewajibannya, tidak memperhatikan kepentingan diri sendiri (Sloat, 1999), tidak membutuhkan deskripsi pekerjaan (job description) dan sistem imbalan formal, bersifat sukarela dalam bekerjasama dengan teman sekerja dan menerima perintah secara khusus tanpa keluhan (Organ dan Konovski, 1989). OCB memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan komunitasnya, transformasi sumber daya, keinovasian dan keadaptasian (Organ, 1988) serta kinerja organisasi secara keseluruhan (Netemeyer, dkk., 1997) termasuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengerahan sumber daya langka, waktu dan pemecahan masalah di antara unitunit kerja dengan cara kolektif dan interdependensi. Kemudian juga akan mempengaruhi keputusan kompensasi, promosi dan pelatihan serta memiliki efek yang penting terhadap kinerja keuangan (MacKenzie, dkk., 1998; Motowidlo dan Van Scotter, 1994). Selain itu OCB akan menerangkan proporsi halo effect dalam penilaian kinerja
(Organ, 1988) dan merupakan determinan bagi program manajemen sumber daya manusia dalam mengawasi, memelihara, dan meningkatkan sikap kerja (Organ dan Ryan, 1995) yang akumulasinya akan berpengaruh pada kesehatan psikologi, produktivitas dan daya pikir pekerja (Vandenberg dan Lance, 1992). Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku individu yang ekstra, yang tidak secara langsung atau eksplisit dapat dikenali dalam suatu sistem kerja yang formal, dan yang secara agregat mampu meningkatkan efektivitas fungsi organisasi (Organ, 1988) sedangkan kinerja pegawai adalah mampu meningkatkan target pekerjaan, mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan, mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan, mampu maminimalkan kesalahan pekerjaan. Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat disimpulkan antara tekanan kerja mempunyai hubungan untuk diteliti. Menurut Nitisemito (1996) konflik adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok dalam organisasi karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-samam atau menjalankan kegiatan bersama-sama yang mengalami ketidaksepakatan antar mereka yang akhirnya dapat berdampak terhadap kinerja. Menurut Rivai (2009) konflik peran adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok yang harus membagi sumber daya bahwa mereka yang terbatas atau kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahawa mereka mempunyai status, tujuan, nilai dan persepsi yang berbeda. Proses konflik bermula pada saat satu pihak dibuat tidak senang oleh, atau akan berbuat tidak menyenangkan kepada pihak lain mengenai suatu hal yang oleh pihak pertama dianggap penting. Dalam batas-batas tertentu konflik justru dapat mengakibatkan pengaruh yang positif atau menguntungkan, namun apabila lewat suatu batas tertentu. Oleh sebab itulah
Heldawaty, Pengaruh Konflik Peran dan Tekanan…. 23
pihak manajemen organisasi/ instansi perlu mengetahui bentuk dan jenis dari konflik yang ada didalam sebuh organisasi/ instansi. Sagala (2009) menjelaskan konflik peran merupakan suasana batin yang berisi kegelisahan dan pertentangan antara dua motif atau lebih mendorong seseorang untuk melakukan dua atau lebih kegiatan yang saling bertentangan. Bila tidak dikendalikan secara baik akan menimbulkan dampak negatif yang pada akhirnya dapat menimbulkan perpecahan diantara individu yang ada dalam organisasi, sedangkan organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku individu yang ekstra, yang tidak secara langsung atau eksplisit dapat dikenali dalam suatu sistem kerja yang formal, dan yang secara agregat mampu meningkatkan efektivitas fungsi organisasi (Organ, 1988) bila dilihat dari kedua definisi tersebut terlihat ada hubungan yang positif antara konflik peran terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Menurut Nitisemito (1996) konflik peran adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok dalam organisasi karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-samam atau menjalankan kegiatan bersama-sama yang mengalami ketidaksepakatan antar mereka yang akhirnya dapat berdampak terhadap kinerja, berdasarkan hal tersebut dinyatakan konflik peran mempunyai hubungan terhada kinerja pegawai. Sedangkan kinerja pegawai menurut Bambang Guritno dan Waridin (2005) adalah mampu meningkatkan target pekerjaan, mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan, mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan, mampu maminimalkan kesalahan pekerjaan. Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat disimpulkan antara konflik peran mempunyai hubungan untuk diteliti. Tekanan pekerjaan merupakan adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang
berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Tekanan pekerjaan juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper, 1994). Hager (1999), tekanan pekerjaan bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana,1991). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa. Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956). Tekanan pekerjaan merupakan adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Tekanan pekerjaan juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper, 1994), sedangkan organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku individu yang ekstra, yang tidak secara langsung atau eksplisit dapat dikenali dalam suatu sistem kerja yang formal, dan yang secara agregat mampu meningkatkan efektivitas fungsi
24 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 19-31
organisasi (Organ, 1988) bila dilihat dari kedua definisi tersebut terlihat ada hubungan yang positif antara tekanan pekerjaan terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Tekanan pekerjaan merupakan adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Tekanan pekerjaan juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper, 1994), sedangkan kinerja pegawai menurut Bambang Guritno dan Waridin (2005) adalah mampu meningkatkan target pekerjaan, mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan, mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan, mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan. Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat disimpulkan antara tekanan kerja mempunyai hubungan untuk diteliti. Berdasarkan uraian tersebut diatas dan rumusan masalah, tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya dan pendekatan teoitis, maka model kerangka konseptual tersebut dapat jelaskan dan digambarkan seperti ditunjukkan pada gambar 1. Konflik Peran (X1)
OCB (Z)
Kinerj a (Y)
Tekanan Kerja (X2)
Gambar 1 : Model Kerangka Konseptual
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang mungkin benar dan mungkin salah, sehingga dapat dianggap atau dipandang sebagai konsklusi atau kesimpulan yang sifatnya sementara, sedangkan penolakan
atau penerimaan suatu hipotesis tersebut tergantung dari hasil penellitian terhadap faktor-faktor yang dikumpulkan, kemudian diambul suatu kesimpulan. Sehubungan dengan uraian di atas maka dapat dikemukakan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut : H1: Konflik peran berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan. H2: Konflik peran berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan. H3: Tekanan kerja berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan. H4: Tekanan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan. H5: Organizational Citizenship Behavior (OCB) berpangaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan. Metode Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan positifistik, yaitu pendekatan yang menggunakan pola pikir edukatif dengan melihat gejala-gejala umum kemudian di lanjutkan kehal-hal yang lebih khusus, di mana data yang dikumpulkan dari hasil kuisioner dari para pegawai yang menggambarkan dan menjelaskan tentang pengaruh konflik peran dan tekanan pekerjaan berpengaruh terhadap OCB dan kinerja pegawai pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan. Tipe penelitian yang diterapkan
Heldawaty, Pengaruh Konflik Peran dan Tekanan…. 25
dalam penlitian ini adalah penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang mencari hubungan sebab akibat antara variabel bebas dan variabel terikat. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pegawai pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan, yang berjumlah 41 orang. Arikunto, (1992) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.Selain itu adapun dasar dalam pengambilan sampel yaitu menurut Arikunto, (1992:107) apabila populasi kurang dari 100, maka semua akan menjadi sampel, jika populasi lebih dari 100, maka akan diambil 5% - 10% atau 20%-25% dari jumlah populasi. Sekaran (2003) menyatakan jumlah sampel yang lebih dari 30 dan kurang dari 100 sudah memadai untuk kebanyakan penelitian. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini ditentukan jumlah sampel penelitiaannya adalah sebanyak 41 responden atau semua populasi menjadi sampel, sedangkan metode yang digunakan dalam mengumpulkan sampel adalah metode sensus. Variabel-variabel yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel konflik peran, dinyatakan dengan ( X1 ) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok yang harus membagi sumber daya bahwa mereka yang terbatas atau kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bhawa mereka mempunyai status, tujuan, nilai dan persepsi yang berbeda. Rivai (2009). Indikatornya adalah (1) saling ketergantungan, (2) perbedaaan tujuan dan prioritas, (3) faktor birokrasi, (4) kriteria penilaian prestasi yang tidak tepat, (5) persaingan atas sumber daya yang langka, dan (6) sikap. 2. Tekanan pekerjaan, dinyatakan dengan ( X2 ) adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Tekanan pekerjaan juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau
eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper, 1994). Indikatornya adalah (1) perilaku, terkait dengan sikap bertanggung jawab dan (2) kemampuan untuk menerima tangggung jawab. 3. Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Z), merupakan perilaku individu yang ekstra, yang tidak secara langsung atau eksplisit dapat dikenali dalam suatu sistem kerja yang formal, dan yang secara agregat mampu meningkatkan efektivitas fungsi organisasi (Organ, 1988). Indikatornya meliputi (1) karakteristik individual terkait dengan persepsi keadilan, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan persepsi, (2) karakteristik tugas/pekerjaan kejelasan atau ambiguitas peran, (3) karakteristik organisasional menyangkut struktur orgnisasi, dan (4) perilaku pemimpin yaitu hal-hal yang terkait dengan model/gaya kepemimpinan. 4. Variabel Kinerja, dinyatakan dengan (Y), yaitu mampu meningkatkan target pekerjaan, mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan, mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan, mampu maminimalkan kesalahan pekerjaan. Indikator kinerja karyawan menurut Bambang Guritno dan Waridin (2005) adalah (1) mampu meningkatkan target pekerjaan, yaitu pegawai mampu bekerja dalam mencapai target yang ditetapkan, (2) mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, yaitu pegawai dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan, (3) mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan, yaitu para pegawai dapat mengembangkan melakukan pembaharuan terhadap pekerjaan, (4) mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan, yaitu pegawai mampu
26 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 19-31
menyelesaikan pekerjaan dengan peningkatan krestivitas yang ditimbulkan, dan (5) mampu maminimalkan kesalahan pekerjaan, yaitu para pegawai dapat memperkecil kecalahan dalam bekerja. Untuk mengetahui tinggi rendahnya jawaban responden terhadap pertanyaan yang diajukan, maka digunakan teknik jenjang lima, maksudnya skor untuk setiap jawaban antara 1-5. Setiap responden dapat melihat salah satu dari lima alternatif jawaban yang tersusun berdasarkan bobot jawaban yang telah diklasifikasikan Untuk mengetahui hasil tanggapan responden terhadap variabelvariabel penelitian, maka digunakan skala likert untuk mengetahui pengukuran dan interprestasi data. Analisis data pada penelitian ini menggunakan Struktural Equation Modelling (SEM) dengan menggunakan program AMOS. Hasil Penelitian dan Pembahasan Dari hasil pengisian kuisioner yang telah disebarkan tersebut dapat diketahui keadaan umum responden dari Pegawai Negeri pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan (BLHK) Kabupaten Balangan. Tabel 1 menunjukkan karakteristik responden penelitian berdasarkan tingkat pendidikannya. Berdasarkan tabel 1, dari 41 responden sebanyak 3 orang responden atau 7% responden berpendidikan Sarjana (S2), sebanyak 16 orang atau 39% responden berpendidikan S1, sebanyak 6 responden atau 15% berpendidikan Diploma, dan sebanyak 16 orang responden atau 39% berpendidikan SMA. Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden di dominiasi oleh SMA dan Sarjana.
Tabel 1.Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkatan Pendidikan No Pendidikan Jumlah Prosentase 1 S2 3 7% 2 S1 16 39% 3 Diploma 6 15% 4 SMA 16 39% Jumlah 41 100% Tabel 2.Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No Keterangan Jumlah Prosentase 1 Pria 30 73% 2 Wanita 11 27% Jumlah 41 100%
Berdasarkan tabel 2 terlihat dari 41 responden sebanyak 30 responden atau 73% berjenis kelamin pria dan 11 responden atau 27% berjenis kelamin wanita. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata pegawai di Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Balangan adalah laki-laki. Dari tabel 3 bahwa sebanyak 2 responden atau 5% berusia antara 21 tahun sampai dengan 30 tahun, sebanyak 31 responden atau 76% berusia antara 31 tahun sampai dengan 40 tahun, dan sebanyak 8 responden atau 19% berusia antara 41 tahun sampai dengan 50 tahun. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata pegawai berada di usia produktif. Dari tabel 4 bahwa sebanyak 16 responden atau 39% mempunyai masa kerja mulai dari 0 hingga 5 tahun, sebanyak 5 responden atau 12% mempunyai masa kerja antara 6 tahun hingga 10 tahun, sebanyak 8 responden atau 20% mempunyai masa kerja antara 11 tahun hingga 20 tahun dan sebanyak 12 responden atau 29% mempunyai masa kerja antara 21 tahun hingga 30 tahun. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata pegawai di kantor tersebut adalah pegawai lama yang sudah mengabdi lebih dari 5 tahun.
Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia No Keterangan Responden 1 Antara 10 tahun – 20 tahun 2 Antara 21 tahun – 30 tahun 2 3 Antara 31 tahun – 40 tahun 31 4 Antara 41 tahun – 50 tahun 8 Jumlah 41
Prosentase 5% 76% 19% 100%
Heldawaty, Pengaruh Konflik Peran dan Tekanan…. 27
Tabel 4. Jumlah Responden Berdasarkan Masa Kerja Responden No Keterangan Responden Prosentase 1 < 5 tahun 16 39% 2 Antara 6 tahun – 10 tahun 5 12% 3 Antara 11 tahun – 20 tahun 8 20% 4 Antara 21 tahun – 30 tahun 12 29% 5 > 30 tahun Jumlah 100% Analisis selanjutnya adalah structural Equation Model (SEM) secara full model. Hasil pengolahan data analisis SEM dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3 menunjukkan nilai loading factor masingmasing indikator beserta data-data yang diperlukan untuk melakukan serangkaian pengujian kesesuaian model. Seperti halnya dalam confirmatory factor analysis, pengujian structural equation model juga dilakukan dnegna dua macam pengujian, yaitu pengujian kesesuaian model serta uji signifikasi kausalitas melalui uji koefesien regresi (Ferdinand, 2002). Kesesuaian model dievaluasi melalui telaah terhadap berbagai goodness-fit. Tindakan pertama yang dilakukan adalah mengevaluasi apakah data yang digunakan dapat memenuhi asumsi-asumsi SEM. Bila asumsi sudah dipenuhi, maka model dapat diuji. Indeks kesesuaian model yang digunakan sama seperti yang dilakukan pada confirmatory factor analysis. Hipotesis kesesuaian yang diajukan adalah sebagai berikut: H0: Tidak terdapat perbedaan antara matrik kovarians sampel dan matriks kovarians populasi yang diestimasi. Ha: Terdapat perbedaan antara matriks kovarians sampel dan matrik kovarians populasi yang diestimasi. Hasil pengolahan data seperti pada gambar 3 menunjukkan tingkat signifikasi untuk uji hipotesis perbedaan (chi-square) adalah 71,650 dengan probabilitas sebesar 0,211, hipotesis no yang menyatakan tidak terdapat perbedaan antara matriks kovarians sampel dan moatrik kovarians populasi yang diestimasi tidak dapat ditolak. Artinya
hipotesis nol diterima. Uji terhadap hipotesis model menunjukkan model sesuai (fit) dengan data yang tersedia seperti terlihat dari tingkat signifikasi terhadap chi-square sebesar 0.211 dan indeks-indeks lain seperti ditunjukkan pada tabel 7. Apabila hasil olah data menunjukkan nilai yang memenuhi syarat, maka hipotesis penelitian yang diajukan dapat diterima. Selanjutnya pembahasan mengenai pengujian hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Uji Hipotesis I (H1) konflik peran berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan SelatanDari pengolahan data diketahui bahwa nilai CR pada hubungan antara variabel konflik peran dengan OCB seperti tampak pada tabel 5.16 adalah sebesar 6,033 nilai P seebsar 0,000. Kedua nilai menunjukkan hasil yang memenuhi syarat, yaitu diatas 1,96 untuk CR dan dibawah 0,05 untuk P. Dengan demikian hipotesis I dapat diterima. 2. Uji Hipotesis II (H2) konflik peran berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan. Dari pengolahan data diketahui nilai CR hubungan antara variabel konflik peran dengan kinerja pegawai seperti pada tabel 5.16 adalah CR sebesar 6,101 dengan nilai P sebesar 0,000. Kedua nilai menunjukkan hasil yang memenuhi syarat, yaitu diatas 1,96 untuk CR dan dibawah 0,05 untuk P. Dengan demikian hipotesis II dapat diterima.
28 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 19-31
e1 .57 x1
e2
e3
.56 x2
e4
.54 x3
e5
x4
e6
.50
.55
.53
x5
x6 e13
.77 .79
.75 .70 .76 .78
z1
Konflik Peran
.37
.43
OCB .81
e8
x8
.74
e16 .61
x15
x16
e17 .63 x17
Kinerja Pegawai
UJI MODEL
.55 Tekanan Pekerjaan
.51
x14
e15 .57
.75 .79 .77 .76 .85
.43 x7
.60
X13
.54
.33
e7 .56
e14
.51
chi-Square =71,650 .39
.51 .82 x9
x10 .63
e9
.76
.78
.73 x11
.55 .58 e10
e11
z2 x12
.59 e12
Cmin /df =1.219 GFI=1.000 AGFI=.999 CFI =.987 TLI=1.000
Gambar 3 : Hasil Pengujian SEM 3. Uji Hipotesis III (H3) tekanan kerja berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan. Dari pengolahan data diketahui nilai CR hubungan antara variabel tekanan pekerjaan dengan OCB seperti pada tabel 5.16 adalah CR sebesar 7,087 dengan nilai P sebesar 0,000. Kedua nilai menunjukkan hasil yang memenuhi syarat, yaitu diatas 1,96 untuk CR dan dibawah 0,05 untuk P. Dengan demikian hipotesis III dapat diterima. 4. Uji Hipotesis IV (H4) tekanan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan. Dari pengolahan data diketahui nilai CR hubungan antara variabel tekanan pekerjaan dengan kinerja pegawai seperti pada tabel 5.16 adalah CR sebesar 4,484 dengan nilai P sebesar 0,000. Kedua nilai menunjukkan hasil yang memenuhi syarat, yaitu diatas 1,96 untuk CR dan dibawah 0,05 untuk P. Dengan demikian hipotesis IV dapat diterima. 5. Uji Hipotesis V (H5) Organizational Citizenship Behavior (OCB) berpangaruh
signifikan terhadap kinerja pegawai pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan. Dari pengolahan data diketahui nilai CR hubungan antara variabel OCB dengan kinerja pegawai seperti pada tabel 5.16 adalah CR sebesar 5,596 dengan nilai P sebesar 0,000. Kedua nilai menunjukkan hasil yang memenuhi syarat, yaitu diatas 1,96 untuk CR dan dibawah 0,05 untuk P. Dengan demikian hipotesis V dapat diterima. Terkait dengan hasil penelitian yang telah dikemukakan bahwa semua variabel mempunyai pengaruh terhadap kinerja pegawai. Oleh sebab itulah hendaknya Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan dapat lebih memperhatikan kembali akan masalah-masalah konflik kerja maupun tekanan pekerjaan. Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan OCB serta kinerja pegawai melalui peningkatan pengelolaan konflik peran dengan cara mengembangkan : 1. Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan hendaknya dapat menimalisir
Heldawaty, Pengaruh Konflik Peran dan Tekanan…. 29
2.
3.
4.
5.
6.
adanya saling ketergantungan pegawai dalam bekerja. Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan hemdaknya selalu mengawasi dan mengevaluas terhadap adanya perbedaaan tujuan dan prioritas yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai. Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan perlu memperbaiki dan membuat birokrasi keperintahan yang fleksibel dan mudah agar dapat menunjang kinerja pegawai. Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan perlu meningkatkan evaluasi dan penilaian prestasi bagi para pegawai agar dapat menunjang kinerja pegawai. Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan perlu meminimalisir adanya persaingan atas sumber daya yang langka dan kurang sehat yang terjadi didalam organisasi. Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan perlu juga mengembangkan dan dapat memperbaiki sikap dan watak pegawai agar dapat menunjang terhadap kinerja yang baik.
Selain itu Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan perlu juga meningkatkan dan mngevaluasi terhadap pekerjaan pegawai, apakan beban kerja
selama ini dapat mempengaruhi kinerja apa tidak, upaya yang perlu dilakukan adalah: 1. Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan perlu memperbaiki prilaku, terkait dengan sikap bertanggung jawab yang ada didalam diri pegawai, hal ini penting dalam menunjang peningkatan terhadap kesanggupan pegawai dalam menerima tekanan pekerjaan, sehingga kinerja dapat dicapai. 7. Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan sebelum menyerahkan tugas dan tanggung jawabn perlu melihat terlebih dahulu akan kemampuan pegawai dalam menerima tangggung jawab agar aktivitas kerja pegawai dapat masksimal. Kesimpulan Berdasarkah hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa konflik peran berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan kinerja pegawai pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan. Tekanan kerja berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan kinerja pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan. Terakhir, Organizational Citizenship Behavior (OCB) berpangaruh signifikan terhadap kinerja pegawai di Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan.
Tabel 7. Hasil Pengujian Kelayakan Model Structural Equation Model (SEM) Kreteria Cut of Value Hasil Evaluasi Chi-Square 55,507 71,650 Baik Probability ≥ 0,05 0,211 Baik GFI ≥ 0,90 1.000 Baik AGFI ≥ 0,90 0,999 Baik TLI ≥ 0,95 1.000 Baik CFI ≥ 0,95 0,987 Baik CMIN/DF ≥ 2,00 1,219 Baik RMSEA ≥ 0,08 0,77 Baik
30 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 19-31
Peningkatan OCB serta kinerja pegawai melalui peningkatan pengelolaan konflik peran, dapat dilakukan dengan cara menimalisir adanya saling ketergantungan pegawai dalam bekerja, selalu mengawasi dan mengevaluas terhadap adanya perbedaaan tujuan dan prioritas yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai, memperbaiki dan membuat birokrasi keperintahan yang fleksibel dan mudah agar dapat menunjang kinerja pegawai, meningkatkan evaluasi dan penilaian prestasi bagi para pegawai agar dapat menunjang kinerja pegawai, meminimalisir adanya persaingan atas sumber daya yang langka dan kurang sehat yang terjadi didalam organisasi, dan mengembangkan dan dapat memperbaiki sikap dan watak pegawai agar dapat menunjang terhadap kinerja yang baik. Selain itu Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Balangan Propinsi Kalimantan Selatan perlu juga meningkatkan dan mngevaluasi terhadap pekerjaan pegawai, apakan beban kerja selama ini dapat mempengaruhi kinerja apa tidak, dengan cara memperbaiki prilaku, terkait dengan sikap bertanggung jawab yang ada didalam diri pegawai, hal ini penting dalam menunjang peningkatan terhadap kesanggupan pegawai dalam menerima tekanan pekerjaan, sehingga kinerja dapat dicapai dan melihat terlebih dahulu akan kemampuan pegawai dalam menerima tangggung jawab agar aktivitas kerja pegawai dapat maskimal. DAFTAR PUSTAKA Basri, Ahmad Fauzi, Bafadal, Rivai, 2009, Manajemen SDM, Edisi Kedua, Rajawali Pers, Jakarta Borman dan Motowidlo, 1993, Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Salemba Empat. Jakarta Cooper, 1994, Conceptualization of organizational Commitment, Human Resource Management Dessler, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta.
Diana,1991, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusi,BPFE. Yogyakarta Dwi, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Salemba Empat. Jakarta Eisenberger,1990, A Three Component Conceptualization of organizational Commitment, Human Resource Management Review Fadly, 2000, Pengaruh Disiplin Kerja, Loyalitas dan Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Inseval Tbk Cab Banjarmasin, Unlam, Banjarmasin Gomes Faustino.C., 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi, Yogyakarta Garg dan Rastogi, 2006, Percieved Organizational Support and Leader Member Exchange Hager, 1999 Component Model of Organizational Commiment. Journal of Applied Phsychology. 79 (1):15-23 Husnan Suad , Heidjrahman, 1999, Manjemen personalia, (MP) Edisi ke enam, Penerbit BPFE Yogyakarta Handoko.T.Hani, 2002, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Penerbit BPFE, Yogyakarta Hannah, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta. Koberg dan Boss, 2005, Organizatonal Behaviour, PT.Prehalindo, Jakarta. Koswara, 2005, Otonomi Daerah, Gramedia, Jakarta Marihot Tua Efendi, 2002, Manajemen, Pustaka Karya, Jakarta MacKenzie, 1998, Component Conceptualization of organizational Commitment, Human Resource ManagementReview Malayu S.P.H, 2000, Manajemen SDM, Edisi revisi, Bumi Aksara, Jakarta Motowidlo dan Van Scotter, 1994, Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Salemba Empat. Jakarta Moekijat, 1999, Manajemen Kepegawaian, Penerbit Alumni, Jakarta
Heldawaty, Pengaruh Konflik Peran dan Tekanan…. 31
Miner, 1988, Commitment Propensity, Organizational Commitment and Voluntary Turnover: A longitudional Study of Organizational Entry Process. Journal of Management, 18 (1):15-32 Netemeyer,1997 Explaining Nursing Turnover Intent : Job Satisfaction, Pay Satisfaction, or Organizational Commitment. Journal of Organizational Behavior. Vol. 19, 305320 Nitisemito, Alex, 1996, Manajemen Personalia (SDM) Ghalia Indonesia, Jakarta Organ, 1988, Percieved Organizational Support and Leader Member Exchange Academy of Management Journal 40 (1): 82-111 Podsakoff, 2000, Organizational Commitment as aMediator of the relationship between Work ethic and Attitudes Toward Organizational Change” Human realtion, Vol. 53 (4), 2000 Rita Swietenia, 2009, Manajemen, Erlangga, Jakarta Rivai, Veithzal 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Edisi Kedua, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta Riggio, 1990 Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional terhadap Intensi Keluar.
Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol.1 No.1, April 2001,halaman 335-352. Selye, 1956, Manajemen Sumber Daya Manusia, Gramedia, Jakarta Simamora, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua, Penerbit STIE YKPN, Yakarta Sloat,1999, Examining the Causal Order of Job Satisfaction and Organizational Commitment Journal ofManagement. 18: 153-167. Surono, 2000, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan pada Perusahaan Ikan Kaleng di Kota Bitung, Universitas Merdeka, Surabaya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Nomor 22 Tahun 1999, No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Jakarta Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Pemerintah Pusat diharuskan menekankan arti penting otonomi, Jakarta Wibowo, 2009, Budaya Organisasi, Media Pustaka, Jakarta Winardi, 1992, Pengantar Ilmu Manajemen, Nova, Bandung Williams dan Anderson, 199, Organizatonal Behaviour, PT.Prehalindo, Jakarta