JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
PENGARUH ROLE CONFLICT, ROLE AMBIGUITY, DAN WORK-FAMILY CONFLICT TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan) Febrianty Politeknik PalComTech Abstract Research objectives to be achieved by the authors in this study was to examine the effect of the role of pressure in the form of role conflict (role conflict), unclear roles (role ambiguity), and work-family conflict on organizational commitment. The research was conducted at the Office of Public Accountants in Southern Sumatra, found in various locations namely: the city of Palembang, Jambi, Bengkulu Province, Lampung Province, and Province of the Pacific Islands (Louth). The object that is taken in this study constitutes the entire public accounting firm in Southern Sumatra, amounting to 14 KAP. This study uses a research subject that is a junior auditor and senior auditor at KAP which includes staff assistants, Senior or In-charge auditors, managers, and partners in the region in KAP Sumbagsel totaling 42 people from 14 KAP (3 people each KAP). Data analysis techniques used in the study was conducted using multiple regression analysis. In this study the decision not to use sampling techniques. Data was collected through questionnaires delivered directly and via email. Of the 42 questionnaires was only 38 questionnaires returned to the author and has been filled with complete so it can be used for further analysis. The results showed that Role Conflict, role ambiguity, and the Work family conflict have a significant effect simultaneously organizational commitment auditors KAP, whereas only partially Work family conflict variables influence organizational koimitmen KAP auditors. Keywords : Role Conflict, Role Ambiguity, Work-familiy Conflict, Organizational Commitment, auditors KAP
PENDAHULUAN Komitmen organisasi menjadi hal yang penting bagi sebuah organisasi agar dapat berjalan ke arah tujuan yang telah ditetapkan. Komitmen anggota organisasi mencerminkan keberpihakan anggota organisasi pada tujuan organisasi sehingga mereka mau terlibat dengan tugas-tugas di dalam organisasi. Komitmen profesional mencerminkan tingkat loyalitas individu pada profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut sehingga ia dapat bersikap profesional. Anggota organisasi yang dapat menjaga komitmen profesionalnya merupakan aset sumber daya manusia yang berharga bagi organisasi karena diharapkan ia akan dapat bekerja secara profesional. Hal ini tentunya akan membawa pengaruh positif bagi organisasi. Fungsi-fungsi di dalam organisasi juga akan berjalan dengan baik karena para profesional yang bekerja di dalam organisasi tersebut menunjukkan kinerja yang baik yaitu dengan menjaga profesionalismenya. Penelitian yang
315
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
dilakukan oleh Trisnaningsih dan Iswati (2003) menunjukkan bahwa komitmen profesional merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai kinerja auditor. Banyak peneliti yang tertarik pada topik-topik penelitian mengenai komitmen, baik itu komitmen organisasional maupun komitmen profesional, mengingat konsekuensi penting yang ditimbulkan oleh komitmen itu sendiri. Busch, Fallan dan Pettersen (1998) menemukan bahwa komitmen organisasi mempengaruhi efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Komitmen organisasional menurut Williams dan Hazer (1986) merupakan tingkat kekerapan identifikasi dan keterikatan individu terhadap organisasi yang dimasukinya, dimana karakteristik komitmen organisasional antara lain adalah: loyalitas seseorang terhadap organisasi, kemauan untuk mempergunakan usaha atas nama organisasi, kesesuaian antara tujuan seseorang dengan tujuan organisasi (goal congruence), dan keinginan untuk menjadi anggota organisasi (Porter et. al. 1974). Secara teoritis komitmen organisasional mempengaruhi berbagai perilaku penting agar organisasi berfungsi efektif. Komitmen organisasional yang tinggi ini berkaitan dengan beraneka ragam perilaku bekerja seperti rendahnya tingkat turnover karyawan, tingginya kinerja karyawan, rendahnya tingkat kemangkiran (absenteeism), dan tingginya rasa memiliki karyawan atas tempatnya bekerja (organizational citizenship). Penelitian mengenai komitmen organisasional di lingkungan Kantor Akuntan Publik juga sering dikaitkan dengan variabel-variabel seperti tingkat turnover akuntan publik, kepuasan kerja dan kinerja. Penelitian yang dilakukan oleh Poznanski dan Bline (1997) menunjukkan bahwa ada hubungan kausal antara komitmen organisasional dan komitmen profesional dengan kepuasan kerja dimana ketiga hal tersebut berpengaruh pada keinginan berpindah akuntan. Penelitian yang dilakukan oleh Cahyono dan Ghozali (2002) dengan mengambil sampel akuntan publik menemukan bahwa komitmen organisasional merupakan pertanda awal dari kepuasan kerja. Jadi mengingat konsekuensi-konsekuensi penting yang ditimbulkan oleh komitmen organisasional, Maka hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan topik komitmen organisasional. Menurut Rahmawati dan Widagdo (2001), secara konseptual konsep komitmen yang diterapkan pada komitmen organisasional pada dasarnya adalah sama dengan komitmen profesional. Perbedaannya terletak pada fokus dari komitmen tersebut. Komitmen organisasional merupakan orientasi individu terhadap organisasi dalam hal loyalitas, identifikasi dan keterlibatan sehingga yang menjadi fokus dari komitmen tersebut adalah organisasi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komitmen tesebut adalah munculnya tekanan peran (role stress) dalam bentuk konflik peran (role conflict) dan ketidakjelasan peran (role ambiguity). Profesi akuntan publik telah dikarakteristikkan sebagai profesi yang memiliki potensi terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran (Senatra, 1980). Konflik peran, muncul ketika ada berbagai tuntutan dari banyak sumber yang menyebabkan karyawan menjadi kesulitan dalam menentukan tuntutan apa yang harus dipenuhi tanpa membuat tuntutan lain diabaikan (Rizzo, House, dan Lirtzman 1970). Sedangkan ketidakjelasan peran lebih menggambarkan pada kurangnya kejelasan mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab terhadap pekerjaan. Dengan kata lain, konflik dapat muncul sebagai akibat dari ketidaksesuaian antara tujuan organisasi dengan orientasi profesional dari anggota organisasi. Perilaku para anggota profesi telah diatur oleh kode etik yang ditetapkan dan dimonitor organisasi profesi, namun di sisi lain perilaku tersebut juga dikendalikan oleh aturan-aturan yang ditetapkan oleh organisasi
316
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
tempat ia bekerja. Hal inilah yang menyebabkan munculnya konflik peran (role conflict) dan ketidakjelasan peran (role ambiguity). Penelitian yang dilakukan oleh Senatra (1980) menunjukkan bahwa tekanan peran yang dialami oleh auditor senior yang bekerja di Kantor Akuntan Publik mempunyai konsekuensi-konsekuensi negatif seperti rendahnya kepuasan kerja, tingginya tekanan kerja, dan tingginya keinginan untuk keluar dari Kantor Akuntan Publik. Lebih lanjut lagi, dalam penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Jamil (2003) ditemukan bahwa konflik peran mempunyai pengaruh negatif terhadap komitmen organisasional. Penelitian serupa mengenai tekanan peran dalam bentuk konflik peran dan ketidakjelasan peran dan konsekuensi-konsekunsi yang ditimbulkannya juga telah banyak dilakukan di Indonesia, tetapi pada penelitian-penelitian tersebut tidak memasukkan work-family conflict dan tekanan sosial sebagai variabel bebas. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2002) dengan mengambil sampel auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik menunjukkan bahwa konflik peran berhubungan dengan tekanan kerja dan kepuasan kerja sedangkan ketidakjelasan peran berhubungan dengan kepuasan kerja, kinerja, dan keinginan untuk berpindah. Penelitian yang dilakukan oleh Cahyono dan Ghozali (2002) menunjukkan bahwa konflik peran berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja dan juga terhadap komitmen organisasi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa work-family conflict mempengaruhi kepuasan kerja dan berpengaruh negatif, artinya semakin tinggi seseorang individu mengalami work-family conflict maka makin rendah kepuasan kerja dan sebaliknya (Kossek dan Ozeki, 1998; Boles et. al., 2001;dan Anderson et.al. 2002). Stroh et.al (1996) menemukan bahwa work-familiy conflict memiliki pengaruh negatif dengan kepauasan karir. Pasewark dan Viator (2006) menyimpulkan bahwa work-family conflict berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja di lingkungan profesi Akuntansi di Amerika. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya dalam dua hal. Pertama, komitmen organisasional dipilih sebagai variabel dependen karena komitmen organisasional ini penting bagi organisasi untuk dapat mencapai tujuannya. Komitmen organisasional dapat pula digunakan sebagai indikator kinerja akuntan publik. Komitmen akan mencerminkan kecakapan individu dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kedua, peneliti memasukkan work-family conflict sebagai variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap komitmen organisasional auditor KAP. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.01/2008 Tanggal 5 Februari 2008, yang dimaksud dengan Akuntan Publik adalah Akuntan yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri ini. Seseorang baru dapat menjadi Akuntan Publik jika telah melewati proses pendidikan dan sertifikasi terlebih dahulu. Pendidikan yang disyaratkan untuk dapat menjadi seorang Akuntan Publik adalah sarjana Strata-1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi yang kemudian dilanjutkan dengan Pendidikan Profesi Akuntan (PPAk). Sementara itu, untuk proses sertifikasi diwajibkan untuk lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) yang diselenggarakan oleh IAPI. Kantor Akuntan Publik, merupakan kumpulan para akuntan publik, yang berpraktek bersama-sama dibawah satu wadah partnership (Elder, Beasly, Arens, 2008). Peraturan Menteri Keuangan No.17 tahun 2008 yang mengatur jasa akuntan publik, menyatakan
317
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
bahwa Kantor Akuntan Publik (KAP) dapat berbentuk badan usaha perseorangan (proprietorship) atau persekutuan perdata (general partnership). Kitab Undang Undang Hukum Perdata (pasal 1618 – 1652) tentang Persekutuan Perdata yaitu suatu perjanjian dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan. 2. Jenis-Jenis Auditor Arens dan Loebbecke (1997:6), meyebutkan empat jenis auditor yang paling umum dikenal, yaitu: a. Akuntan Publik Terdaftar Auditor ekstern/independen bekerja untuk kantor akuntan publik yang statusnya diluar struktur perusahaan yang mereka audit. Umumnya auditor ekstern menghasilkan laporan atas financial audit yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti: kreditur, investor, calon kreditur, calon investor dan instansi pemerintah. b. Auditor Intern Auditor intern bekerja untuk perusahaan yang mereka audit dimana tugas pokonya (Auditor Intern) adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi. c. Auditor Pajak Auditor pajak bertugas melakukan pemeriksaan ketaatan wajib pajak yang diaudit terhadap undang- undang perpajakan yang berlaku. d. Auditor Pemerintah Tugas auditor pemerintah adalah menilai kewajaran atas informasi keuangan yang disusun oleh instansi pemerintahan. Disamping itu audit juga dilakukan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi operasi program dan penggunaan barang milik pemerintah. Dan sering juga audit atas ketaatan pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Audit yang dilaksanakan oleh pemerintahan dapat dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 3. Profil Kantor Akuntan Publik Menurut American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), kantor akuntan digolongkan ke dalam: 1. Kantor Akuntan Besar adalah kantor akuntan yang telah melakanakan audit perusahaan go publik. 2. Kantor akuntan kecil adalah kantor akuntan yang belum melaksanakan audit pada perusahaan go publik. Untuk menetukan profil suatu kantor akuntan publik dapat digunakan berbagai variabel sebagai ukuran pengganti, misalnya jumlah relatif fee yang diterima oleh kantor akuntan publik dari suatu klien tertentu atau ada tidaknya spesialisasi fungsi pada suatu kantor akuntan publik dari suatu klien tertentu atau ada tidaknya spesialisasi fungsi pada suatu kantor akuntan publik, atau atas dasar proporsi total fee dari klien tertentu dibandingkan dengan fee dari jasa bukan audit (Supriyono, 1988:58). 4. Bentuk Organisasi dan Nama KAP Menurut Keputusan Menteri keuangan Republik Indonesia No. 423/KMK.06/2002 bab III (bentuk Usaha Kantor Akuntan Publik) Pasal 7 mengenai bentuk organisasi sebagai berikut: (1) Kap dapat berbentuk:
318
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
a. Perseorangan; atau b. Persekutuan; (2) Persekutuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b adalah persekutuan perdata atau persekutuan firma. (3) KAP yang berbentuk usaha perseorangan hanya dapat didirikan dan dijalankan oleh seorang Akuntan Publik yang sekaligus bertindak sebagai Pemimpin. (4) KAP yang berbentuk usaha persekutuan hanya dapat didirikan dan dijalankan apabila sekurang-kurangnya 75% dari seluruh sekutu adalah akuntan publik, yang masing-masing sekutu merupakan Rekan adalah salah seorang sekutu bertindak sebagai Pemimpin Rekan. (5) Pemimpin rekan sebaimana dimaksud dalam ayat (4) adalah Akuntan Publik. 5. Hirarki Jabatan dalam Struktur Organisasi Kantor Akuntan Publik (KAP) Hirarki dalam perusahaan menunjukkan struktur otoritas dari anggota-anggota organisasi. Ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi struktur organisasi atas seluruh perusahaan KAP, yaitu: 1. Kebutuhan untuk indepedensi dari klien. Independensi membatasi auditor untuk tidak berpihak dalam merumuskan kesimpulan tentang laporan keuangan klien. 2. Kepentingan atas sebuah struktur yang mengutamakan kompetensi, kompetensi mengizinkan auditor untuk mengarahkan audit dan membentuk pelayanan-pelayanan lain yang efektif dan efisien kepada klien. 3. Peningkatan risiko pengadilan yang dihadapi oleh auditor. Pengalaman dekade lalu, menunjukkan perusahaan akuntan publik mempunyai pengalaman dalam peningkatan biaya yang berhubungan dengan pengadilan. Terdapat empat tingkatan atau level jabatan dalam KAP, masing-masing level memiliki tugas dan wewenang yang berbeda, yaitu sebagai berikut: Tabel 1. Tingkatan Staf Dan Tanggung Jawab Pekerjaan Tingkatan Staf Masa Kerja Tanggung jawab pekerjaan Staff assistant Mengerjakan sebagian besar pekerjaan 0 – 2 tahun audit detail Senior atau InMengkoordinasi dan bertanggung jawab 2 – 5 tahun charge auditor terhadap pekerjaan lapangan audit termasuk supervisor dan mereview pekerjaan Manager 5 – 10 tahun Menolong dalam merencanakan dan mengatur audit, mereview pekerjaan senior dan mengukur hubungan dengan klien. Manager juga mungkin bertanggung jawab untuk lebih dari satu kesepakatan pada saat yang sama Partner 10 tahun ke tas Mereview pekerjaan audit keseluruhan dan terlibat dalam keputusan audit yang signifikan. Partner adalah pemilik perusahaan oleh karenanya bertanggung jawab juga atas pelaksanaan audit dan pemberian pelayanan terhadap klien Perbedaan bagi tanggung jawab ini tentunya mengakibatkan perbedaan konflikkonflik, tekanan-tekanan, kondisi suasana dalam bekerja. Perbedaan-perbedaan yang ada
319
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
dalam setiap tingkatan tentunya menuntut auditor untuk memberikan keputusan yang sesuai dengan karakteristik tingkatannya, sedangkan persamaannya semua keputusan yang dimabil sebaiknya bersifat etis. Keputusan etis memberikan gambaran tentang nilai-nilai dominan apa yang dijadikan pegangan bagi mereka. Robbins (1996) menyatakan bahwa nilai-nilai personal yang dimiliki oleh manajemen tingkat puncak dan menengah berbeda dengan mereka yang berada dalam posisi dibawah. Pernyataan ini ternyata mendapat cukup dukungan dari penelitianpenelitian, dimana sikap dan perilaku dari seseorang dipengaruhi atau dapat dibedakan menurut level hirarki jabatannya. Alasan inilah yang mendorong untuk meneliti lebih lanjut apakah perbedaan hirarki dalam akuntan publik memiliki pengaruh terhadap nilainilai personal pada diri akuntan. 6. Jasa Lain (Selain Jasa Audit) Menurut Halim (2001:17) ada 3 jenis jasa nonatestasi yang diberikan suatu kantor akuntan publik, yaitu : 1. Jasa akuntansi, melalui aktivitas pencatatan, penjurnalan, posting, jurnal penyesuaian dan penyusunan laporan keuangan klien (jasa kompilasi) serta perancangan sistem akuntansi klien. 2. Jasa perpajakan, meliputi pengisian surat laporan pajak, dan perencanaan pajak, selain itu dapat juga bertindak sebagai penasehat dalam masalah pembelaan bila perusahaan mengalami permasalahan dengan kantor pajak. 3. Jasa konsultasi manajemen, merupakan fungsi pemberian konsultasi dengan memberikan saran dan bantuan teknis kepada klien untuk peningkatan penggunaan kemampuan dan sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan klien. 7. Konflik Peran (Role Conflict) Pengertian peran (role), seperti yang dinyatakan oleh Van Sell et al. dalam Collins et al., (1995) yaitu seperangkat pengharapan yang ditujukan kepada pemegang jabatan pada posisi tertentu. Teori peranan menyatakan bahwa individu akan mengalami konflik peran apabila ada dua tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan yang ditujukan kepada seseorang, sehingga apabila individu tersebut mematuhi satu diantaranya akan mengalami kesulitan atau tidak mungkin mematuhi yang lainnya (Gregson, 1994). 8. Ketidakjelasan Peran (Role Ambiguity) Role ambiguity atau kekaburan peran adalah suatu kesenjangan antara jumlah informasi yang dimiliki seseorang dengan yang dibutuhkannya untuk dapat melaksanakan perannya dengan tepat. Karenanya kekaburan peran adalah bersifat pembangkit stres sebab ia menghalangi individu untuk melakukan tugasnya dan menyebabkan timbulnya perasaan tidak aman dan tidak menentu. Seseorang dapat dikatakan berada dalam kekaburan peran apabila ia menunjukkan ciri-ciri antara Iain sebagai berikut: (a) Tidak jelas benar apa tujuan peran yang dimamkannya; (b) tidak jelas kepada siapa ia bertanggung jawab dan siapa yang melapor kepadanya; (c) tidak sepenuhnya mengerti apa yang diharapkan dari padanya dan (d) tidak memahami benar peranan daripada pekerjaannya dalam rangka pencapaian tujuan secara keseluruhan (Brief et al. dalam Nimran, 1999:86). Agar mereka melaksanakan pekerjaan dengan baik, para karyawan memerlukan keterangan tertentu yang menyangkut hal-hal yang diharapkan untuk mereka lakukan dan hal-hal yang tidak harus mereka lakukan. Karyawan perlu mengetahui hak-hak istimewa dan kewajiban mereka. Ketidakjelasan peran adalah kurangnya pemahaman atas hak-hak,
320
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
hak-hak istimewa dan kewajiban yang dimiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan (Gibson et.al. 1997). 9.Work-Family Conflict Work-family conflict adalah konflik yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan peran antara tanggung jawab di tempat tinggal dengan di tempat kerja (Boles et. al. 1997). Asumsi yang terjadi adalah bahwa ada dua tuntutan permintaan yang memiliki tingkatan yang sama tetapi tidak dapat dilaksanakan seimbang dan berpotensi memunculkan ketidaksesuaian fungsi dan ketidaknyamanan di kedua posisi tersebut (Pasewark dan Viator, 2006). Adanya ketidakseimbangan dan ketidaknyamanan ini akan memunculkan persoalan kepauasan kerja bagi individu yang bersangkutan. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh banyak faktor dan work-family conflict berada dalam salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja individu auditor. Terjadinya perubahan demografi tenaga kerja seperti peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja telah mendorong terjadinya konflik antara pekerjaan dan kehidupan keluarga. Hal ini membuat banyak peneliti yang tertarik untuk meneliti sebab dan pengaruh dari konflik pekerjaan keluarga (work-family conflict) tersebut (Judge et al, 1994). Greenhaus dan Beutell (1985) dalam Yang (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan-keluarga (Work-family conflict) sebagai bentuk konflik peran di mana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal : “It is a form of inter-role conflict in which thr role pressures from the work and family domains are mutually noncompatible in some respect. That is, participation in the work (family) role is made more difficult by virtue of participation in the family (work) role”. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya (Frone & Copper, 1992). Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu seperti pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline. Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga. Tuntutan keluarga ini ditentukan oleh besarnya keluarga, komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap anggota yang lain (Yang, et al, 2000). 10. Komitmen Organisasional (Organizational Commitment) Secara teoritis terdapat perbedaan dalam mendefinisikan konsep komitmen organisasi di antara para ahli dan peneliti (Karim dan Noor, 2006). Sehingga berkembang dan tercipta beberapa pengertian atau definisi yang berbeda mengenai konsep komitmen organisasi dari berbagai disiplin ilmu. 11. Definisi Komitmen Organisasi Terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk mendefinisikan komitmen organisasi. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain pendekatan perilaku, pendekatan sikap dan pendekatan multidimensional (Zangaro, 2001). Pendekatan sikap berfokus pada proses berpikir individu tentang hubungan mereka dengan organisasi (Mowday dalam Allen & Meyer,1991). Individu akan mempertimbangkan kesesuaian nilai dan tujuan mereka dengan organisasi. Komitmen organisasi yang tinggi akan ditunjukkan dengan
321
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
keyakinan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai serta tujuan dari organisasi tersebut. Sedangkan pendekatan perilaku berhubungan dengan proses dimana individu itu telah terikat dengan organisasi tertentu. Komitmen individu tersebut ditunjukkan dengan adanya tindakan. Contohnya individu dengan komitmen yang tinggi akan tetap berada di organisasi dan akan mempunyai pandangan yang positif tentang organisasinya. Selain itu individu akan menunjukkan perilaku yang konsisten untuk tetap mempunyai persepsi diri yang positif (Mowday dalam Allen & Meyer, 1991). Menurut Zangaro (2001) ada beberapa tokoh yang menggunakan pendekatan perilaku untuk mendefinisikan komitmen organisasi, diantaranya adalah Salancik (dalam Noordin dan Zainuddin, 2004). Salancik mengartikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang menjadikan individu bersedia bertindak berdasarkan kepercayaan, yang dibuktikan dengan aktivitas dan keterlibatan. Komitmen organisasi itu sendiri memiliki dasar yang berbeda-beda secara psikologis. Untuk itu perlu meneliti komitmen organisasi dengan menggunakan pendekatan secara multidimensional. Allen & Meyer (1991) melakukan penelitian secara multidimensional tentang komitmen organisasi. Ia mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kondisi psikologis yang menunjukkan karakteristik hubungan antara pekerja dengan organisasi dan mempunyai pengaruh dalam keputusan untuk tetap melanjutkan keanggotaannya di dalam organisasi tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi mencerminkan keterikatan psikologis individu terhadap organisasi; termasuk di dalamnya rasa keterlibatan dalam pekerjaan, loyalitas dan kepercayaan akan nilai-nilai yang dianut oleh organisasi sehingga individu tersebut berusaha untuk menjaga keanggotaannya di dalam organisasi. 12. Menciptakan Komitmen Menurut Martin dan Nicholas (dalam Kurniasari, 2004) ada tiga pilar besar yang membentuk komitmen organisasi. Ketiga pilar itu meliputi: 1. Adanya perasaan menjadi bagian dari organisasi (a sense of belonging to the organization). Untuk mencapai rasa memiliki tersebut, maka salah satu pihak dalam manajemen harus mampu membuat pekerja: a. Mampu mengidentifikasi dirinya terhadap organisasi. b. Merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya/ pekerjaannya adalah berharga bagi organissi tersebut. c. Merasa nyaman dengan organisasi tersebut. d. Merasa mendapatkan dukungan yang penuh dari organisasi dalam bentuk misi yang jelas (apa yang direncanakan untuk dilakukan), nilai-nilai yang ada (apa yang diyakini sebagai hal yang penting oleh manajemen) dan norma-norma yang berlaku (cara-cara berperilaku yang bisa diterima oleh organisasi). 2. Perasaan bergairah terhadap pekerjaan (a sense of excaitement in the job) Perasaan seperti ini bisa dimunculkan dengan cara: a. Mengenali faktor-faktor motivasi instrinsik dalam mengatur desain pekerjaan (job design). b. Kualitas kepemimpinan c. Kemauan dari manajer dan supervisor untuk mengenali bahwa motivasi dan komitmen karyawan bisa meningkat jika ada perhatian yang terus menerus, memberi delegasi atas wewenang serta memberi kesempatan serta ruang yang cukup bagi karyawan untuk menggunakan keterampilan dan keahliannya secara maksimal. 3. Pentingnya rasa memiliki (ownership)
322
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
Rasa memiliki bisa muncul jika pekerja merasa bahwa mereka benar-benar diterima menjadi bagian atau kunci penting dari organisasi. Konsep penting dari ownership akan meluas dalam bentuk partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan dan mengubah praktek kerja, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keterlibatan pekerja. Jika pekerja merasa dirinya dilibatkan dalam membuat keputusan dan jika mereka merasa idenya didengar serta kontribusi yang ada pada hasil yang dicapai, maka mereka akan cenderung menerima keputusan-keputusan atau perubahan-perubahan yang dilakukan. Hal ini dikarenakan mereka merasa dilibatkan, bukan karena dipaksa. 13. Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mempelajari tekanan peran dalam bentuk konflik peran, ketidakjelasan peran, work-family conflict, tekanan sosial, komitmen organisasional,. Komitmen organisasional telah menjadi topik penelitian yang menarik dalam bidang perilaku organisasional dan psikologi organisasional. Komitmen organisasional sering dikaitkan dengan efektivitas organisasi dan juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator penilaian kinerja. Secara konseptual komitmen organisasional bukanlah dua konsep yang berbeda, namun dalam pelaksanaannya rentan terhadap timbulnya konflik. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan antara organisasi dan para pegawai profesionalnya yang secara tipikal mempunyai karakteristik yang menimbulkan konflik karena diasumsikan norma maupun nilai yang ada pada organisasi dan pada profesi adalah inherent incompatibility (Blau dan Scott, 1962) dalam Rahmawati dan Widagdo (2001). Profesi akuntan publik merupakan profesi yang rentan terhadap terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran (Senatra, 1980). Perilaku para anggota profesi diatur oleh kode etik yang ditetapkan dan dimonitor oleh organisasi profesi, tetapi perilaku tersebut juga dikendalikan oleh organisai tempat ia bekerja. Kondisi inilah yang disebut konflik peran, suatu konflik yang timbul karena mekanisme pengendalian birokratis organisasi tidak sesuai dengan norma, etika dan kemandirian profesional (Cahyono dan Ghozali, 2002). Sedangkan ketidakjelasan peran dapat terjadi karena tidak adanya informasi yang memadai yang diperlukan seseorang untuk menjalankan perannya dengan cara yang memuaskan (Kahn et. al., 1964, pp. 21-23) dalam Senatra (1980). Penelitian yang dilakukan oleh Cahyono dan Ghozali (2002), dengan mengambil sampel akuntan publik, juga membuktikan bahwa konflik peran secara negatif dan signifikan mempengaruhi kepuasan kerja dan secara negatif dan tidak signifikan mempengaruhi komitmen organisasional. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Jamil (2003). Pada penelitian tersebut diuji determinan komitmen organisasional dengan menggunakan teknik statistik hierarchical linear modeling. Hasil dari hierarchical linear modeling menunjukkan bahwa pada level kelompok, ditemukan hubungan yang signifikan antara tekanan peran (kejelasan peran/role clarity dan konflik peran) dan komitmen organisasional. Adanya perbedaan perilaku-perilaku individu diduga dapat memoderasi hubungan antara tekanan peran dengan komitmen organisasional dan komitmen profesional. Perbedaan perilaku individu tersebut dapat disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal cognitive styles. Cognitive styles ini merupakan salah satu aspek yang berhubungan dekat dengan keberhasilan maupun kegagalan auditor dalam menjalankan tugasnya (Siegel dan Marconi, 1985). Cognitive styles mengacu pada cara atau metode dengan mana individu menerima dan menyimpan, memproses dan mentransformasikan informasi ke dalam tindakannya. Adapun kerangka pemikiran yang akan dibangun oleh penulis adalah
323
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
terbentuk dari reflikasi penelitian terdahulu yang menjadi sumber rujukan dalam penelitian ini dan digambarkan sebagai berikut : Konflik Peran (role conflict)
Ketidakjelasan Peran (role ambiguity) Komitmen Organisasional Work-Family Conflict
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Konflik Peran (role conflict) secara parsial berpengaruh terhadap komitmen organisasional auditor. H2: Ketidakjelasan Peran (role ambiguity) secara parsial berpengaruh terhadap komitmen organisasional auditor. H3: Work-Family Conflict secara parsial berpengaruh terhadap komitmen organisasional auditor. H4: Konflik Peran (role conflict), Ketidakjelasan Peran (role ambiguity), Work-dan Family Conflict secara simultan berpengaruh terhadap komitmen organisasional auditor. METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Dan Ruang Lingkup Pembahasan Penelitian ini dilakukan seluruh auditor di Kantor Akunta publik yang ada ada di Sumatera Bagian Selatan, yang terdapat pada berbagai lokasi yakni: Kota Palembang, Provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung. Objek yang diambil dalam penelitian ini merupakan seluruh Kantor Akuntan Publik di Sumatera Bagian Selatan yang berjumlah 15 KAP. Penelitian ini menggunakan subjek penelitian staff auditor di KAP. 2. Sumber Data Jenis data berdasarkan sumbernya yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data primer Merupakan metode pengumpulan data yang memperoleh dengan cara mengadakan penelitian secara langsung terhadap objek penelitian yang dilaksanakan untuk mendapatkan fakta mengenai objek yang diteliti terutama menyangkut data yang berhubungan erat dengan penulisan. 2. Data Sekunder Merupakan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data melalui bahan-bahan yang relevan dengan tujuan penulisan ini yang diambil dari buku misalnya dari buku-buku, pedoman kegiatan, undang-undang yang
324
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
berkaitan dengan penelitian ini, literatur yang membahas kantor akuntan publik, internet dan sumber lainnya. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian ini agar data yang diperoleh lebih bermanfaat maka penulis memakai metode pengumpulan data sebagai berikut : 1. Riset Lapangan Riset lapangan ini dilakukan dengan mendatangi langsung objek yang akan diteliti guna mendapatkan data yang dibutuhkan dengan cara : a. Wawancara Pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang berwenang di dalam perusahaan yang dianggap dapat membrikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. b. Kuesioner Merupakan bentuk pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan data yang terstruktur untuk mengetahui pelaksanaan aktivitas objek pemeriksaan. Daftar kuesioner ini berisi daftar pertanyaan mengenai pelaksanaan di KAP. Dari jawaban yang diberikan akan dapat ditemukan kelemahan yang terjadi dan keterlandasannya. 2. Riset Kepustakaan Metode pengumpulan data dengan jalan mengumpulkan sumber-sumber penelitian dari buku-buku dan literatur yang relevan dengan permasalahan dan mendukung penelititan. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan didalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda adalah teknik statistik melalui koefisien parameter untuk mengetahui regresi yang digunakan dapat diinterpretasikan secara tepat dan efisien. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pembahasan meliputi hasil penelitian untuk mengukur enam variabel pokok, yaitu role conflict, role ambiguity, dan work family conflict serta komitmen organisasional. Uraian hasil penelitian ini meliputi gambaran umum responden, statistik deskriptif variabel penelitian, uji kualitas data, uji hipotesis dan pembahasan hasil penelitian. 1. Gambaran Umum Responden Dalam penelitian ini penulis telah mengirimkan kuesioner sebanyak 42 kuesioner kepada responden. Dari 42 kuesioner tersebut hanya 38 kuesioner yang kembali kepada penulis dan telah terisi dengan lengkap sehingga dapat digunakan untuk dianalisis lebih lanjut. Adapun detail pengembalian kuesioner oleh responden untuk tiap kota/Provinsi di wilayah Sumbagsel adalah sebagai berikut: Kota Palembang sebanyak 29 kuesioner, Propinsi Jambi sebanyak 3 kuesioner, Provinsi Bengkulu 3 kuesioner, dan Provinsi Bandar Lampung sebanyak 3 kuesioner. Responden yang menjadi subjek penelitian ini adalah auditor pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Sumbagsel. Dalam penyebaran kuesioner kepada responden, disertai juga pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut data diri responden seperti jabatan, lama pengalaman sebagai auditor, pendidikan, keanggotaan asosiasi, dan perusahaan yang sering manggunakan Jasa KAP (auditor). Berikut ini adalah
325
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
gambaran umum responden yang penulis dapatkan berdasarkan informasi umum dalam kuesioner yang diisi oleh responden tersebut. Tabel 2. Gambaran Umum Responden Keterangan Jumlah
Persentase
Jabatan: a. Auditor Senior 15 39.47 b. Auditor Junior 23 60.53 38 100 Total Responden Lama Pengalaman : a. 0 – 2 tahun 12 31.58 b. 2 - 5 tahun 15 39.47 c. 5 - 10 tahun 5 13.16 d. Lebih dari 10 tahun 6 15.79 38 100 Total Responden Pendidikan: a. D3 9 23.68 b. S1 10 26.32 c. S2 19 50.00 38 100 Total Responden Keanggotaan Asosiasi Profesi: a. IAPI 29 76.32 b. IAI dan IAPI 9 23.68 38 100 Total Responden Perusahaan yang sering manggunakan Jasa KAP (auditor) a. Perusahaan Swsata 11 28.95 b. Perusahaan BUMN, BUMD 17 44.74 dan perusahaan swasta c. BUMD dan perusahaan swasta 10 26.32 38 100 Total Responden Sumber: Data diolah dari data primer Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa jumlah auditor junior adalah yang dominan melakukan pengisian kuesioner yakni sebanyak 23 orang (60.53%), yang memiliki pengalaman 2 – 5 tahun adalah sebanyak 15 orang (39.47%), dan pendidikan terakhir yang dominan dari para auditor KAP adalah S2 sebanyak 19 orang (50%). Sedangkan Auditor KAP yang mengikuti keanggotaan asosiasi profesi untuk IAPI sebanyak 29 orang (76.32%) dan yang mengikuti keduanya sebanyak 9 orang (23.68%). Klien atau perusahaan yang paling sering menggunakan jasa KAP-nya yang terbanyak untuk jenis perusahaan campuran (BUMN, BUMD dan perusahaan swasta) sebanyak 17 responden (44.74%). Hal ini terutama bagi KAP yang berada di Provinsi di luar Kota Palembang. 2. Hasil Penelitian 2.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas 2.1.1 Hasil Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner namun untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji signifikansi
326
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel untuk degree of freedom (df) = n-k, dalam hal ini n adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah konstruk. Pada penelitian ini besarnya df dihitung dengan 15 - 4 atau df 11 dengan alpha 0.05 didapat r table 0.521. Jika r hitung (untuk r tiap butir data dilihat pada kolom Corrected Item-Total Correlation) lebih besar dari r table dan nilai r positif, maka butir atau pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Oleh karena butir pernyataan dalam kuesioner ada yang valid (corrected item total correlation > r tabel) seluruh item yang diujikan pada saat pilot test layak untuk dinalisis berjumlah 37 item. 2.1.2 Hasil Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas adalah berkaitan dengan masalah adanya kepercayaan terhadap alat test (instrumen). Suatu instrumen dapat memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi jika hasil dari pengujian/test instrumen tersebut menunjukkan hasil yang tetap. Dengan demikian, masalah reliabilitas test/instrumen berhubungan dengan masalah ketepatan hasil. Atau kalaupun terjadi perubahan hasil test/instrumen, namun perubahan tersebut dianggap tidak berarti. Hasil perhitungan koefisien korelasi dan reliabilitas untuk setiap variabel penelitian dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 4. Uji Reliabilitas Instrumen Variabel Cronbach’s Alpha Variabel komitmen organisasional 0.914 (Y) Variabel role conflict (X1) 0.932 Variabel role ambiguity (X2) 0.862 Variabel work family conflict (X3) 0.909 Sumber: Data Primer diolah (2011) Rules of thumb menyarankan bahwa nilai cronbach’s alpha harus lebih besar atau sama dengan 0,50 (Hair et. al 1998). Jika nilai item to total correlation yang kurang dari 0,50, item tersebut dapat dipertahankan jika bila dieliminasi justru menurunkan cronbach’s alpha (Purwanto, 2002). Jadi berdasarkan Rules of thumb terlihat bahwa uji reliabilitas konsistensi internal koefisien Croncbach’s Alpha untuk semua variabel berada pada tingkat yang dapat diterima. 3. Pengujian Asumsi Klasik Analisis regresi linear sederhana yang digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis. Sebelum digunakan untuk menguji hipotesis penelitian, terlebih dahulu model regresi yang diperoleh dilakukan uji normalitas data dan uji asumsi klasik yang terdiri atas uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji multikolinearitas. 4.
Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen, variabel independen keduanya memiliki distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah data normal atau mendekati normal. Caranya adalah dengan normal probability plot yang membandingkan distribusi komulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi komulatif dari distribusi normal. Data yang normal atau mendekati distribusi normal memiliki bentuk seperti lonceng. Alat analisis yang digunakan dalam uji ini adalah uji Kolmogorov-Smirnov dengan koreksi Lilliefors. Pengambilan keputusan mengenai normalitas adalah sebagai berikut : a. Jika p < 0,05 maka distribusi data tidak normal
327
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
b. Jika p > 0,05 maka distribusi data normal Hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov digambarkan dalam gambar berikut ini :
Gambar 2. Uji Normalitas P-Plot
Gambar 3. Grafik Histogram Dari grafik histogram di atas model regresi cenderung membentuk kurva normal yang cembung dengan angka standar deviasi mendekati satu yaitu sebesar 0,873 dan pada normal probability plot mengikuti garis diagonal. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa model regresi berdistribusi normal.
328
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
5.
Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedositas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Jika varians berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedasitas (Ghozali, 2001:56). Deteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y’ adalah Y yang diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di-standardized (Ghozali, 2001). Hasil deteksi dengan melihat scatterplot disajikan dalam gambar di bawah ini.
Gambar 4. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan Gambar diatas terlihat titik-titik menyebar secara acak baik di atas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, dan juga terlihat titik-titik tersebut membentuk suatu pola tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini terbebas dari masalah heteroskedastisitas. 6.
Multikolinieritas Multikolinieritas adalah adanya suatu hubungan linier yang sempurna antara beberapa atau semua variabel independen. Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (Ghozali, 2001). Pada program SPSS, ada beberapa metode yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinieritas. Salah satunya adalah dengan cara mengamati nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance Batas dari VIF adalah 10 dan nilai dari Tolerance adalah 0,1. Jika nilai VIF lebih besar dari 10 dan nilai Tolerance kurang dari 0,1 maka terjadi multikolinieritas. Bila ada variabel independen yang terkena multikolinieritas, maka penanggulangannya adalah salah satu variabel tersebut dikeluarkan (Ghozali, 2001). Adapun hasil pengujian dengan SPSS 16.0 untuk mendeteksi terjadinya gejala multikolinearitas disajikan sebagai berikut :
329
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
Tabel 5. Hasil Uji Multikoliniearitas Coefficients(a) Standardi zed Unstandardized Coefficien Coefficients ts Model 1
B
(Constant) 21.107 role_conflict -.388 role_ambigui -.116 ty workfamily_ -.841 conflict a. Dependent Variable: komimen_org
Std. Error 2.972 .236
Beta
t
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
Collinearity Statistics Sig.
Toleranc e
VIF
.318
7.101 1.641
.000 .110
.297
3.364
.545
.055
.213
.832
.169
5.918
.349
.478
2.409
.022
.282
3.543
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel diatas menunjukkan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tolerance yang kurang dari 0,1 dan nilai VIF yang lebih dari 10. Hal ini berarti bahwa variabel-variabel penelitian tidak menunjukkan adanya gejala multikolinearitas dalam model regresi. Pengujian-pengujian di atas telah membuktikan kalau data yang akan digunakan telah memenuhi syarat normalitas, tidak ada heteroskedastisitas, tidak ada autokorelasi, dan bebas multikolinearitas. Dengan 4 pengujian pendahuluan ini, maka pengujian atas persamaan multiple regression dapat dilakukan dengan hasil yang akurat. a. Analisis Regresi dan Hasil Pengujian Hipotesis Regresi adalah hubungan fungsional yang terjadi antara satu atau lebih variabel dependen dengan variabel independen, agar dapat diketahui nilai duga rata-rata variabel dependen atas pengaruh variabel independen tersebut. Dalam penelitian ini digunakan model regresi linier berganda. Perhitungan analisis regresi linier berganda dilakukan dengan bantuan komputer Program SPSS for Windows Release 16.0. Analisis regresi linier digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas (Ghozali, 2001). Adapun hasil pengolahan data sebagi berikut :
330
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
Model 1
Tabel 6. Hasil Analisis Regresi Standardi zed Unstandardized Coefficien Coefficients ts B Std. Error Beta
(Constant) 21.107 role_conflict -.388 role_ambigui -.116 ty workfamily_ -.841 conflict a. Dependent Variable: komitmen_org
2.972 .236
t
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
Sig.
.318
7.101 1.641
.000 .110
.545
.055
.213
.832
.349
.478
2.409
.022
Model persamaan regresi linier berganda dan hasil analisis yang diperoleh adalah Y = 21.107 – 0.388 (X1) – 1.116 (X2) – 0.841 (X3) + e Persamaan tersebut menunjukkan bahwa komitmen organisasional auditor KAP dipengaruhi oleh role conflict, role ambiguity dan work family conflict yang dirasakan oleh auditor Kantor Akuntan Publik (KAP) tersebut. Hasil tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Nilai konstanta bernilai positif, hal ini menunjukkan bahwa apabila role conflict, role ambiguity dan work family conflict auditor Kantor Akuntan Publik (KAP) konstan, maka komitmen organisasional auditor tersebut akan sebesar 21.107. Artinya tidak komimen organisasional auditor standar. b) Nilai koefisien konflik peran (role conflict) auditor KAP bernilai negatif sebesar -0.388 dan tidak signifikan, artinya jika role conflict semakin tinggi dirasakan oleh auditor KAP, maka komitmen organisasional auditor KAP tersebut akan menurun sebesar 0.388 atau 38.8% begitu juga sebaliknya. c) Nilai koefisien konflik ketidakjelasan peran (role ambiguity) bernilai negatif sebesar 1.116 dan tidak signifikan, artinya jika konflik ketidakjelasan peran meningkat, maka komitmen organisasional auditor KAP tersebut akan akan menurun sebesar 1.116 atau 111.6%, dan begitu juga sebaliknya. d) Nilai koefisien work familly conflict bernilai negatif sebesar -0.841 dan signifikan, artinya jika work familly conflict yang dirasakan oleh auditor meningkat, maka komitmen organisasional auditor KAP tersebut akan menurun sebesar 0.841 atau 84.1%, dan begitu juga sebaliknya. 7.
Hasil Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis uji F digunakan untuk melihat apakah secara keseluruhan variabel bebas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat. Dari hasil pengujian simultan diperoleh sebagai berikut :
331
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
Tabel 7. Hasil Uji F ANOVA(b) Sum of Squares df Mean Square
Model 1
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
F
Regression 685.677 3 228.559 18.618 Residual 417.402 34 12.277 Total 1103.079 37 a. Predictors: (Constant), workfamily_conflict, role_conflict, role_ambiguity b. Dependent Variable: komitmen_org
Sig. .000a
Hasil pengolahan data terlihat bahwa variabel independen (role conflict, role ambiguity, dan work family conflict yang dirasakan oleh auditor Kantor Akuntan Publik (KAP)) mempunyai pengaruh terhadap komitmen organisasional auditor KAP tersebut dengan signifikansi F hitung sebesar 18.618 dengan tingkat signifikansi yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independen (role conflict, role ambiguity, dan work family conflict yang dirasakan oleh auditor Kantor Akuntan Publik (KAP)) berpengaruh terhadap komitmen organisasional auditor KAP tersebut. Pengujian Determinan (R2) Koefisien determinan digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel-variabel dependen. Nilai koefisien adalah antara nol sampai dengan satu dan ditunjukkan dengan nilai adjusted R2. Dan berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai koefisien determinan (R2) diperoleh hanya sebesar 0.622 atau 62.2%. Hal ini menunjukkan bahwa 62.2% komitmen organisasional auditor KAP dipengaruhi oleh variabel role conflict, role ambiguity, dan work family conflict yang dirasakan oleh auditor KAP tersebut. Sedangkan sisanya sebesar 37.8% dijelaskan oleh variabel lain. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel di bawah ini Tabel 8. Hasil Uji Determinasi Model Summaryb Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
a
1 .788 .622 .588 3.50379 1.615 a. Predictors: (Constant), workfamily_conflict, role_conflict, role_ambiguity b. Dependent Variable: komitmen_org Hasil Pengujian Hipotesis (Uji Statistik t) Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2001). Hasil pengujian analisis regresi sebagaimana pada lampiran diketahui nilai t hitung sebagai berikut:
332
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
Model
Tabel 9. Coefficients Standardi zed Unstandardized Coefficien Coefficients ts B Std. Error Beta
1
t
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
Sig.
(Constant) 21.107 2.972 7.101 .000 role_conflict -.388 .236 .318 1.641 .110 role_ambigui -.116 .545 .055 .213 .832 ty workfamily_ -.841 .349 .478 2.409 .022 conflict a. Dependent Variable: komitmen_org Berdasarkan hasil Uji t, maka pengambilan keputusannya berdasarkan Pengujian terhadap variabel role conflict dalam pembentukan komitmen organisasional auditor KAP. Hipotesis pertama yang menyebutkan bahwa role conflict berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional auditor KAP ditolak. Berdasarkan hasil perhitungan data menggunakan program pengolahan data SPSS versi 16.0 diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi sebesar 0.110 dengan arah hubungan negatif karena semakin tinggi role conflict yang dirasakan oleh auditor KAP maka akan menggangu komitmen oraganisasional auditor KAP tersebut. Ini berarti pengambilan keputusan terhadap hipotesis pertama adalah tolak H1 dan terima H0. Hipotesis kedua yang menyebutkan bahwa role ambiguity yang dirasakan auditor KAP berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional auditor KAP ditolak. Berdasarkan hasil perhitungan data menggunakan program pengolahan data SPSS versi 16.0 diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi sebesar 0.832. Arah hubungan yang terjadi adalah negatif atau berbanding terbalik yang berarti semakin tinggi role ambiguity yang dirasakan oleh auditor KAP maka akan menggangu komitmen oraganisasional auditor KAP tersebut. Ini berarti pengambilan keputusan terhadap hipotesis kedua adalah terima H0 dan tolak H2 karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Hipotesis ketiga yang menyebutkan bahwa work family conflict berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional auditor KAP ditolak. Berdasarkan hasil perhitungan data menggunakan program pengolahan data SPSS versi 16.0 diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi sebesar 0.022. Ini berarti pengambilan keputusan terhadap hipotesis ketiga adalah terima H3 dan tolak H0 karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Secara keseluruhan hasil uji t menunjukkan bahwa hanya variabel role conflict, role ambiguity, dan work familly conflict auditor Kantor Akuntan Publik (KAP) berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional auditor KAP di Wilayah Sumbagsel. a. Pembahasan Hasil Hasil penelitian dengan berbagai pengujian yang dilakukan menyatakan kesimpulan akhir seperti disajikan dalam tabel berikut ini :
333
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Koefisien T P (sig) -0.388 -1.641 0.11
Variabel Konfirmasi sig. Variabel role tidak signifikan conflict (X1) Variabel role -1.116 -0.213 0.832 tidak signifikan ambiguity (X2) Variabel work -0.841 -2.409 0.022 signifikan family conflict (X3) R Square = 0.622 F= 18.618 p (sig) = 0.000 Konstanta = 21.107 Y = 21.107 – 0.388 (X1) – 1.116 (X2) – 0.841 (X3) + e Untuk variabel role conflict dan role ambiguity secara parsial tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasional auditor KAP dengan nilai koefisien regresi masingmasing sebesar -0.388 dan -0.116. Variabel work family conflict berpengaruh terhadap komitmen organisasional auditor KAP dengan nilai koefisien regresi sebesar -0.841 yang berarti jika tekanan role conflict bertambah 1 satuan maka akan meningkatkan penurunan pada komitmen organisasional auditor KAP sebesar 84.1 satuan. Teori peran menyatakan bahwa individu akan mengalami konflik peran apabila ada dua tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan yang ditujukan pada seseorang, sehingga apabila individu tersebut mematuhi satu diantaranya akan mengalami kesulitan atau tidak mungkin mematuhi yang lainnya (Wolfe dan Snoek, 1962; Gregson, 1994). Selanjutnya Collin, et al (1995) menyatakan bahwa konflik peran terjadi jika individu mempunyai peran ganda yang bertentangan atau menerima berbagai pengharapan atas peran yang bertentangan pada jabatan tertentu. Peran yang disandang harus sesuai dengan dengan situasi yang melingkupinya. Konflik terjadi jika individu harus menyandang dua peran yang berbeda pada saat yang sama (Luthan, 1998). Seorang profesional mengalami konflik peran apabila profesional tersebut dalam melaksanakan tugasnya bertindak sesuai kode etiknya, maka akan merasa tidak berperan sebagai karyawan yang baik. Sebaliknya apabila para profesonal bertindak sesuai dengan prosedur yang ditentukan KAP, maka ia akan merasa bertindak tidak profesional. Pada umumnya, setiap pekerja pernah mengalami konflik peran, dimana konflik peran tersebut dapat menyebabkan seseorang menjadi termotivasi lebih kreatif dan inovatif untuk mengelola konflik peran tersebut sebaik mungkin agar mendapatkan keuntungan secara optimal bagi pekerja maupun perusahaan. Atau sebaliknya, konflik peran menyebabkan seseorang menjadi kurang bersemangat atau putus asa, yang berakibat kegagalan dalam beraktivitas. Kecenderungan disini menuju ke arah negatif, yaitu semakin meningkat konflik peran maka kinerja semakin menurun. Konflik peran menyebabkan tuntutan pekerjaan yang melebihi kapasitas sehingga berakibat sumber kesadaran atau pengertian individu berkurang. Keadaan ini berpengaruh kuat pada kemampuan pegawai dalam bekerja secara efisien dan efektif (cf. Lazarus, 1966; McGrath, 1976). Penelitian Fried et.al. (1998) juga menunjukkan bahwa konflik peran memberikan korelasi signifikan dengan penilaian kinerja pekerjaan, dengan kecenderungan yang negatif (r=-0,20 dan p<0,05). Keberhasilan atau kegagalan tersebut dapat dipengaruhi oleh bagaimana karyawan menilai konflik peran tersebut (Suprihanto, dalam Sunyoto, 2004). Dari hasil analisis statistik inferensi variabel role conflict menunjukkan bahwa koefisien regresinya adalah -0.388 dengan hasil uji t mempunyai tingkat signifikansi 0.110 (α > 0,05). Ini menunjukkan bahwa komitmen organisasional auditor KAP di Wilayah Sumbagsel tidak dipengaruhi oleh role conflict yang dirasakan oleh auditor KAP. Oleh karena tingkat signifikansi sebesar 0.110 maka
334
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
pengambilan keputusan yang dilakukan adalah menolak Hipotesis H1. Jadi, temuan ini tidak dapat mendukung hipotesis yang dibangun dan hasil temuan ini tidak konsisten dengan penelitian-penelitian tentang stres peran seperti Jackson dan Scholer (1985) menunjukkan bahwa konflik peran berkaitan dengan hasil-hasil kerja yang negatif, termasuk rendahnya kepuasan kerja, rendahnya komitmen organisasi, turunnya prestasi kerja, tingginya ketegangan kerja, dan tingginya niat ingin pindah. Tidak dapat diterima hipotesis ini juga mengindikasikan adanya ketidaksesuaian peran yang dialami auditor yang bekerja dalam KAP, hal ini sesuai yang dikatakan Raalin, et al (1985) melihat ada tiga sumber yang menyebabkan adanya ketidaksesuian peran yang dialami profesional yang bekerja dalam organisasi : pertama, profesional terus menerus menuntut otonomi terhadap pekerjaan itu sendiri dan kondisi kerja mereka. Karyawan profesional membawa keahlian khusus ke dalam organisasi dan menginginkan mereka sendiri yang memutuskan bagaimana akan menggunakan keahlian tersebut. Kedua professional cenderung bertanggung jawab kepada profesi ketimbang kepada organisasi tempat mereka bekerja. Ketiga profesional setia kepada norma dan standar yang ditetapkan oleh oganisasi profesionalnya dibandingkan dengan norma dan standar yang ditetapkan oleh atasan mereka dalam organisasi tempat bekerja. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chairuman Lutfi (2009) mengenai Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran, Ketidakjelasan Peran, Dan Kompleksitas Tugas Terhadap Kinerja Auditor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik peran berpengaruh terhadap kinerja auditor sedangkan struktur audit dan kompleksitas tugas tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor. Sebaliknya arah hubungan yang terjadi antar variabel sama dengan penelitian Dewi Mukti Prasetianingtias (2010) mengenai Pengaruh Tekanan Peran Terhadap Komitmen Organisasional dan Komitmen Profesional Dengan Self Efficacy Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik memiliki arah negatif terhadap komitmen organisasional. Menurut Bamber, et al (1989) faktor yang berhubungan dengan ambiguitas peran meliputi koordinasi arus kerja, pelanggaran dalam rantai komando, deskripsi jabatan dan kecukupan informasi. Menurut Griffin (2004) ambiguitas peran muncul jika peran yang dikirimkan tidak dipahami dengan jelas dan anggota kelompok tidak tahu apa yang diharapkan dari dirinya. Dengan adanya program mentoring di KAP dapat dapat mengeliminir terjadi ambiguitas peran seperti adanya kejelasan hasil dan tanggapan yang timbul dari suatu perilaku, adanya kejelasan terhadap syarat-syarat perilaku yang dapat membantu untuk menjadikan sebagai pedoman perilaku (Rizzo, et al, 1970; dalam Sawyer, 1992). Kecenderungan negatif menunjukkan semakin tidak jelas peran pegawai, maka semakin rendah kinerja pegawai. Penelitian Fried et.al. (1998) menunjukkan bahwa ketidakjelasan peran memberikan korelasi yang signifikan secara statistik terhadap penilaian kinerja pekerjaan dengan r=-0,33 dan p<0,05. Tugas dan tanggung jawab kerja yang didefinisikan dengan jelas dapat membantu individu dalam menentukan tuntutan mana yang lebih penting dikerjakan atau dipenuhi terlebih dahulu. ”The information on the job analysis form actually describe the job. However when this information is written in a more descriptive style, the term job description is frequently used” (George R. Terry). Meskipun sudah ada tupoksi (tugas pokok dan fungsi) pegawai, namun pada saat tertentu ketika volume pekerjaan meningkat, pegawai menjalankan pekerjaan tidak sesuai tupoksi tapi berdasarkan susunan kepanitiaan yang telah ditetapkan oleh direktur dan bersifat tidak tetap. Sedangkan konflik peran terjadi jika seseorang memiliki beberapa peran yang saling bertentangan atau ketika sebuah posisi tunggal memiliki harapan potensial yang saling
335
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
bertentangan. Setiap peran mengacu pada sebuah identitas yang mendefinisikan siapa dan bagaimana karyawan harus bertindak dalam situasi tertentu (Siegel dan Marconi, 1989). Hubungan yang erat seperti pementoran juga terdapat peran sosial, dimana peran sosial diartikan sebagai sekumpulan peraturan yang merupakan pedoman perilaku dalam hubungan pementoran. Peran-peran tersebut terdapat berbagai jalan keluar dari masalahmasalah yang timbul dalam hubungan pementoran. Peran-peran sosial menyediakan pedoman yang khas tentang bagaimana orang harus bertindak dalam interaksi tersebut. Pengaruh ambiguity peran sangat besar, tidak hanya pada individu tapi juga perusahaan. Bagi individu, konsekuensinnya dapat dirasakan dengan tingginya tekanan dalam pelaksanaan tugas dan rendahnya kepuasan kerja sehingga menimbulkan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Sedangkan bagi perusahaan, dapat dilihat dengan rendahnya kualitas kinerja dan semakin tingginya pergantian pekerja. Variabel role ambiguity menunjukkan bahwa koefisien regresinya adalah -1.116 dengan hasil uji t mempunyai tingkat signifikansi 0.832 (α > 0,05). Ini menunjukkan bahwa komitmen organisasional auditor KAP di Wilayah Sumbagsel tidak dipengaruhi oleh role ambiguity. Oleh karena tingkat signifikansi sebesar 0.832 maka pengambilan keputusan yang dilakukan adalah menolak Hipotesis H2. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chairuman Lutfi (2009) mengenai Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran, Ketidakjelasan Peran, Dan Kompleksitas Tugas Terhadap Kinerja Auditor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakjelasan peran berpengaruh terhadap kinerja auditor. Temuan ini juga tidak mendukung hipotesis yang dibangun dan mendukung pernyataan Greene dan Organ (1973), Van Sell, et al (1981), Senatra (1980) dan Jakson dan Schuler (1985) yang menemukan konflik peran berhubungan negatif dengan prestasi kerja. Konflik pekerjaan keluarga sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana di satu sisi ia harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga, artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga. Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga mengganggu pekerjaan. Konflik pekerjaankeluarga ini terjadi ketika kehidupan rumah seseorang berbenturan dengan tanggungjawabnya di tempat kerja, seperti masuk kerja tepat waktu, menyelesaikan tugas harian, atau kerja lembur. Demikian juga tuntutan kehidupan rumah yang menghalangi seseorang untuk meluangkan waktu untuk pekerjaannya atau kegiatan yang berkenaan dengan kariernya. Dengan kata lain, konflik pekerjaan-keluarga terjadi karena karyawan berusaha untuk menyeimbangkan antara permintaan dan tekanan yang timbul, baik dari keluarga maupun yang berasal dari pekerjaannya. Gutek et al, (1991) menyebutkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga (workfamily conflict) mempunyai dua komponen, yaitu urusan keluarga mencampuri pekerjaan (family interference with work) dan urusan pekerjaan mencampuri keluarga (work interference with family). Konflik pekerjaan-keluarga dapat timbul dikarenakan urusan pekerjaan mencampuri urusan keluarga seperti banyaknya waktu yang dicurahkan untuk menjalankan pekerjaan menghalangi seseorang untuk menjalankan kewajibannya di rumah, atau urusan keluarga mencampuri urusan pekerjaan (seperti merawat anak yang sakit akan menghalangi seseorang untuk datang ke kantor). Variabel work family conflict menunjukkan bahwa koefisien regresinya adalah -0.841 dengan hasil uji t mempunyai tingkat signifikansi 0.022 (α < 0,05). Ini menunjukkan bahwa komitmen organisasional auditor KAP di Wilayah Sumbagsel dipengaruhi oleh
336
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
work family conflict. Oleh karena tingkat signifikansi sebesar 0.022 maka pengambilan keputusan yang dilakukan adalah menerima Hipotesis H3. Penelitian ini sejalan dengan hail dari berbagai penelitian (Kossek dan Ozeki, 1998; Boles et. al., 2001;dan Anderson et.al. 2002) yang menunjukkan bahwa work-family conflict mempengaruhi kepauasan kerja dan berpengaruh negatif, artinya semakin tinggi seseorang individu mengalami workfamily conflict maka makin rendah kepauasan kerja dan sebaliknya. Begitu pula halnya dengan hasil penelitian Stroh et.al (1996) yang menemukan bahwa work-familiy conflict memiliki pengaruh negatif dengan kepauasan karir. Pasewark dan Viator (2006) menyimpulkan bahwa work-family conflict berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja di lingkungan profesi Akuntansi di Amerika. Sedangkan dari hipotesis keempat menunjukkan bahwa role conflict, role ambiguity dan work family conflict yang dirasakan auditor KAP berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional auditor KAP di Wilayah Sumbagsel. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai F hitung sebesar 18,618 dan signifikansi 0.000 (p < 0.05) serta Adjusted R Square sebesar 0.622. Dengan demikian pengambilan keputusan yang dilakukan adalah menerima Hipotesis H4. Jadi penelitian ini dapat menyatakan secara jelas faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap koimtmen organisasional auditor KAP di Wilayah Sumbagsel. Hasil temuan ini juga sesuai dengan teori peran yang menyatakan bahwa individu yang berhadapan dengan tingkat konflik peran dan ketidakjelasan peran serta work family conflict yang tinggi akan mengalami kecemasan, menjadi lebih tidak puas dalam melakukan pekerjaan dibanding individu lain (Rizzo, et al, 1970). Eby, et al (1999) menyatakan kepuasan kerja ditemukan berhubungan negatif dengan keinginan berpindah. Sorensen dan Sorensen (1974) maupun Aranya dan Ferris (1984) menemukan bahwa semakin tinggi tingkat konflik organisasional profesional akan mengakibatkan rendahnya kepuasan kerja dan semakin tingginya keinginan berpindah. Apabila auditor merasakan bahwa terjadi pertentangan antara nilai-nilai organisasional dan profesional yang tinggi, hal ini menyebabkan timbulnya konflik untuk mengikuti keinginan organisasinya atau lebih patuh pada nilai profesionalnya. Hal ini menimbulkan kepuasan kerja yang dirasakan auditor menjadi rendah dan akibatnya keinginan untuk berpindah menjadi tinggi. PENUTUP Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh role conflict, role ambiguity dan work family conflict terhadap komitmen organisasional auditor KAP di Wilayah Sumbagsel. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Role Conflict tidak berpengaruh terhadap koimitmen organisasional auditor KAP. Dengan demikian pengambilan keputusan yang dilakukan adalah menolak Hipotesis H1. Role ambiguity tidak berpengaruh terhadap koimitmen organisasional auditor KAP. Dengan demikian pengambilan keputusan yang dilakukan adalah menolak Hipotesis H2. Work family conflict berpengaruh terhadap koimitmen organisasional auditor KAP. Dengan demikian pengambilan keputusan yang dilakukan adalah menerima Hipotesis H3. Role Conflict, role ambiguity, dan Work family conflict berpengaruh signifikan secara simultan terhadap koimitmen organisasional auditor KAP. Dengan demikian pengambilan keputusan yang dilakukan adalah menerima Hipotesis H4.
337
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, S. E., B. S. Coffey, and R. T. Byerly. 2002. “Formal Organizational Initiatives and Informal Workplace Practices: Links to Work-Family Conflict and Job-Related Outcomes”. Journal of Management, Vol. 28 No.6, pp. 787-810. Aranya, N., J. Pollock., and J. Amernic. 1981. “An Examination of Professional Commitment in Public Accounting”. Accounting, Organizations and Society, 6 (4), pp.: 271-280. Arens, A dan Loebbecke. 1997. Auditing Suatu Pendekatan Terpadu. Jilid 1. Jakarta: Salemba Empat. Bamber, E.M., and V.M. Iyer. 2002. “Big 5 Auditor’s Professional and Organizational Identification”. Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 21. No. 2. pp. 21-38. Boles. J. S., W. G. Howard, and H. H. Donofrio. 2001. “An Investigation into the InterRelationships of Work-Family Conflict, Family-Work Conflict and Work Satisfaction”. Journal of Managerial Issues, Vol.13 No. 2, pp. 376-390. Ghozali, Imam. 2001. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gibson, J.L., Ivancevich J.M., & Donnelly J.H. 1985. Organization (4th ed). Djarkasih, Agus Dharma (1996) (alih bahasa). Jakarta: Erlangga. Greene, C. and Organ, D. An evaluation of causal models linking the received role with job satisfaction. Administrative Science Quarterly, 1973, 18, 95-103. Griffin, 2004. Manajemen, alih bahasa Gina Gania, Erlangga, Jakarta. Gutek, B. A., S. Searle, and L. Klepa. 1991. “Rational Versus Gender Role Explanations for Work-Family Conflict”. Journal of Applied Psychology, Vol. 76 No. 4, pp.560568. Hair, J.F., Anderson, R.E., Anderson, R.L. Tatham and W.C. Black. 1998. “Multivariate Data Analysis”. 5 th ed. Upper Saddle River, New Jersey: Prientice-Hall International, Inc. Jackson, S.E., Schuler, R.S. & Rivero, J.C. (1989), Organisational characteristics as predictors of personnel practices. Personnel Psychology, 42(4), 727-786. Kahn, R., Wolfe, D., Quinn, R., Snoek, J., and Rosentbal, R. Organizational stress: Studies in role conflict and ambiguity. New York: Wiley, 1964. Keputusan Menteri keuangan Republik Indonesia No. 423/KMK.06/2002 bab III (bentuk Usaha Kantor Akuntan Publik). Kossek, E. E. and C. Ozeki. 1998. “Work-Family Conflict, Policies, and The Job-Life Satisfaction Relationship: A Review and Directions for Organizational BehaviorHuman Resources Research”. Journal of Applied Psychology, Vol.83 No. 2, pp.139149. Luthans, F.1998. Organisasi Behaviour, Eight Edition. New York : Mc.Graw Hill. Pasewark, W.R. and R.E. Viator. 2006. “Sources of Work-Family Conflik in the Accounting Profession”. Behavioral Research in Accounting. Vol. 18. pp. 147-165. P u rwant o. 2008. M et odol ogi P enel i t i an Kuant i t at i f un t uk P s i kol ogi d an Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Rizzo, J. R., House, R. J. & Lirtzman, S. L. 1970. Role conflict and ambiguity in complex organizations. Administrative Science Quarterly, 15, pp. 150-163. Siegel dan Marconi. 1989. Behavioral Accounting. South Western Publishing Company.
338
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work –Family Conflict Terhadap Komitmen Organisasional (Studi Pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)
VOL. 2 NO. 3 SEPT 2012
Sorensen, J. E., and T. L. Sorensen. 1974. “The Conflict of Professional in Bureaucratic Organization”. Administrative Science Quarterly. (March), pp.: 98-106. Trisnaningsih, Sri dan Sri Iswati, 2003. Perbedaan Kinerja Auditor Dilihat Dari Segi Gender: Studi Empiris Pada Kap Di Jawa Timur, Proceeding Sna Vi Surabaya 2003. Hal. 1036-1047 Van Sell et. all., 1994. “Role Conflict and Role Ambiguity: Integration of the Literatur and Directions for Future Research”, dalam Terry Gregson et. all., “Role Ambiguity, Role Conflict and Perceived Environmental Uncertainty: Are the Scales Measuring Separate Constructs for Accountants”, Behaviour Research in Accounting, vol . 6, 1994, pp. 145 – 159. Wolfe, DM and Snoeck. 1962. “ A Study of Tension and Adjustment Under Role Conlfict”. Journal of Social Issue. July. pp. 102-121.
339