Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 6, Oktober 2012
ISSN 1411-3570
PENGETAHUAN CALON GURU MATEMATIKA TENTANG KONSEP FUNGSI DAN PERSAMAAN (The Skill Of Candidate Mathematics Teachers In Fungsi And Equation Concept) Alzaber*) *) Dosen Pendidikan Matematika FKIP UIR Pekanbaru ABSTRACT The aim of this research was to find out the skill of candidate mathematic teacher in fungsi and equatation concept. In mathematic teaching and learning process, skill in fungsi and equatation concept were needed. This research was conducted on 2010 at Mathematic department at FKIP UIR. Questionnaire and interview used as instruments. Phenomenalogy was used to analyze the data. The finding of this research was skill of candidate mathematic teacher in fungsi and equatation concept diveded into five subtopic, confused in injective and surjective; difficult to give exaample that related to daily life; could not give the condition of fungsi; and relation between fungsi scores and equatation root; fungsi that presented. Key Words: Fungsi, Equatation, Concept, Candidate of Mathematic Teacher
PENDAHULUAN Badan Standar Pendidikan Nasional (BNSP) khususnya dalam bidang matematika, menyatakan Standar “pengajaran Matematika di kelas 7 - 12 harus mempersiapkan siswa untuk belajar lebih luas dan lebih dalam lagi di perguruan tinggi melalui eksplorasi interkoneksi antara ide-ide matematika”. Karena, program pengajaran matematika dari sekolah dasar sampai kelas 12 harus memungkinkan semua siswa untuk mengenali dan menggunakan koneksi antara ide-ide matematika, memahami bagaimana interkoneksi matematika ide dan dibangun di atas satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang koheren. Lebih lanjut Swadener dan Soedjadi (1988) menyatakan bahwa, guru tidak boleh mengabaikan fakta bahwa konsepkonsep matematika yang terkait satu sama lain seperti cincin dari rantai. Situasi ini sangat penting untuk konsep fungsi dan persamaan. Mereka memiliki tempat yang menonjol dalam kurikulum matematika, dan konsep fungsi memainkan peran penting terutama dalam belajar konsep matematika canggih atau matematika
lanjutan. Tidak belajar kedua konsep ini (fungsi dan persamaan) akan menyebabkan kerusakan pada cincin rantai yang disebutkan di atas, yang membuat belajar menjadi sulit, bahkan mustahil. Hal ini menandakan pentingnya belajar konsep di ‘pembelajaran bermakna’ daripada di ‘belajar hafalan’. Fungsi merupakan konsep penting dalam matematika dan mempengaruhi kurikulum matematika secara keseluruhan (Budiarto, 2008). BSNP juga menuliskan “salah satu topik sentral dalam matematika adalah ilmu tentang pola dan fungsi.” Namun, tampaknya bahwa siswa memiliki beberapa masalah dalam pemahaman konsep fungsi. Salah satu alasan dari masalah ini adalah bahwa definisi konsep fungsi telah berubah dalam periode sejarah. Seperti dapat dilihat dari presentasi singkat tentang sejarah perkembangan konsep fungsi untuk tiga abad yang disebutkan di atas, telah terjadi perubahan yang cepat dalam definisi konsep fungsi sejak zaman Leibniz (Ponte, 2008). Namun, definisi modern fungsi yang disajikan di atas tidak memenuhi harapan. Sebagai fakta kadang-kadang menyebabkan siswa tidak memahami 127
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 6, Oktober 2012
konsep. Sebab, meski definisi modern tahun 1960-an memiliki basis matematika yang sempurna, tidak memiliki asal kognitif. Hal ini terlihat masalah siswa memiliki dalam memahami konsep fungsi muncul dari ide-ide yang individu mengembangkan tentang konsep-konsep matematika daripada kata-kata yang digunakan dalam definisi (Tall, 1992). Sepertinya dari gambaran diatas dapat dikatakan bahwa, memberikan definisi konsep kepada siswa tidak cukup bagi mereka untuk memahaminya. Hal ini terutama berlaku untuk konsep fungsi karena direpresentasikan sebagai grafik menggunakan geometris, tabel menggunakan numerik, dan persamaan menggunakan simbolik (DeMarois & Tall, 1996). Siswa menghubungkan antara representasi ini dan transisi membuat satu dengan yang lainnya merupakan indikasi penting yang menunjukkan siswa memahami konsep fungsi (Thompson, 1994). Namun, representasi beberapa fungsi membuat pemahaman yang sulit (Maharaj, 2008). Selain itu, konsep fungsi memiliki dua dimensi sebagai struktur operational atau proses objek. Oleh karena itu, kedua dimensi harus dipertimbangkan dalam rangka mewujudkan pemahaman yang lengkap tentang konsep fungsi (Schroeder, Schoeffer, Reish & Donovan, 2002). Selain itu, secara fakta bahwa fungsi memiliki banyak jenis seperti polinomial (sebagai konstan, linear, kuadrat, kubik), trigonometri, timbal balik, kontinu dan funsi tidak kontinu dan sebagainya. Hal ini termasuk yang merupakan salah satu faktor yang membuat konsep fungsi sulit untuk dipahami (Eisenberg, 1991). Pengetahuan akan persamaan dan penentuan pemecahannya akan membuka jalan kepada calon guru dan siswa untuk memahami konsep-konsep matematika yang canggih. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa siswa di setiap jenjang sekolah memiliki kesulitan dalam penyelesaian persamaan aljabar (Stacey & MacGregor, 2000). Kesulitan-kesulitan ini
ISSN 1411-3570
berasal dari kegagalan dalam menyederhanakan bentuk aljabar, kesulitan dalam merubah bentuk dari aritmatika untuk aljabar (Van Ameron, 2003), kegagalan untuk menginterpretasikan persamaan dengan cara yang benar (Real, 1996), dan kesulitan dalam merubah dari masalah kata untuk menjadi persamaan aljabar (Stacey & MacGregor, 2000). Dalam rangka untuk mempelajari konsep persamaan, para siswa harus memperoleh keterampilan untuk menemukan nilai-nilai yang sesuai dengan persamaan yang diberikan, menjelaskan persamaan, menjelaskan persamaan tingkat pertama dengan contoh-contoh, menulis persamaan tingkat pertama dengan satu tidak diketahui, menjelaskan persamaan tingkat kedua dengan contoh dan menulis persamaan tingkat kedua dengan dua tidak diketahui. Target lain dalam pengajaran konsep persamaan yang memungkinkan siswa untuk memecahkan persamaan tingkat pertama dengan satu tidak diketahui dan ketimpangan tingkat pertama dengan satu persepsi yang tidak diketahui, persepsi dari simetri dan koordinat dari titik pada bidang dan mampu membuat rangka grafik. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UIR tahun 2010. Seluruh mahasiswa Prodi Matematika FKIP UIR sebagai calon guru matematika yang berjumlah 350 orang diambil sebagai populasi dari penelitian ini. Menurut M. Burhan Bungin, jika jumlah populasi dari suatu kasus cukup besar, maka dapat diambil sekitar 10 % yang akan dijadikan sebagai sampel dari suatu penelitian. Dari kasus peneliti mengambil sampel sebanyak 35 orang mahasiswa Prodi Matematika (calon guru matematika), yang dipilih secara acak dan kuliah di Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Islam Riau Pekanbaru. Dalam penelitian ini sampel akan disebut dengan responden. Dalam 128
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 6, Oktober 2012
penelitian ini, para responden yang akan diwawancarai dipilih berdasarkan strategi purposive sampling. "Tujuan dari purposive sampling adalah untuk mendapatkan informasi yang banyak dari studi kasus yang akan menjelaskan pertanyaan dari penelitian" (Bungin, 2010). Oleh karena itu, sepuluh orang calon guru dipilih berdasarkan tanggapan mereka terhadap kuesioner yang diberikan sebelum wawancara semi-terstruktur. Dua dari sepuluh orang calon guru yang dipilih adalah laki-laki dan delapan dari mereka adalah perempuan, semua responden berada pada rentang usia antara 19 sampai 22 tahun. Secara akademis, empat dari calon terpilih menunjukkan tinggi, tiga dari mereka menunjukkan kelompok sedang, dan lain-lainnya secara akademis menunjukkan tingkat kinerja yang rendah. Responden ini memberi kesan kepada penelitian ini bahwa mereka semua calon guru yang sesuai untuk di-wawancarai dan mampu dengan bebas mengekspresikan diri. Data yang dikumpulkan dari wawancara semi-terstruktur dan kuesioner terdiri dari pertanyaan terbuka adalah dasar untuk analisis penelitian ini. Kuesioner Penelitian ini menggunakan pertanyaan yang terdiri dari 5 pertanyaan secara terbuka (total 7 pertanyaan dengan subitem) yang dikembangkan oleh peneliti. Pertanyaan itu diberikan kepada calon guru matematika untuk mengetahui penguasaan konsep hubungan antara persamaan, fungsi, dan konsep polinomial. Analisis faktor exploratory menunjukkan bahwa pertanyaan menunjukan tiga faktor, yaitu; Hubungan antara konsep persamaan dan polinomial calon guru matematika yang merupakan faktor-1, hubungan keduanya antara konsep persamaan polinomial dan konsep fungsi yang merupakan faktor-2, dan faktor-3 adalah antara mendefinisikan dari fungsi dan konsep polinomial. Berdasarkan analisis validitas dan keandalan, hasilnya menunjukkan bahwa pertanyaan
ISSN 1411-3570
memenuhi validitas dan keandalan. Calon guru matematika diminta untuk menjawab pertanyaan dalam 60 menit. Dalam penelitian ini hanya jawaban yang berhubungan dengan pertanyaan yang berkaitan dengan persamaan dan konsep fungsi dan hubungan antara keduanya yang akan diperhitungkan. Wawancara semi terstruktur Wawancara terhadap sepuluh orang calon guru matematika telah dilakukan dan dianalisis. Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan jika responden mau, dia boleh menulis di atas kertas. Kemudian masing-masing responden diminta menjawab pertanyaan "Apa itu fungsi?", "Apa itu persamaan?", "Apakah setiap fungsi merupakan persamaan?", dan "Apakah setiap persamaan merupakan fungsi?". Pertanyaan-pertanyaan berbeda sesuai dengan tanggapan tertulis dari pertanyaanpertanyaan yang mereka berikan sebelumnya. Pewawancara menggunakan teknik wawancara klinis dengan menggunakan ekspresi umum seperti "mengapa?", "Jelaskan", dan "bagaimana?". Menurut Fahrurrozi (2008), dalam wawancara klinis menyediakan dasar untuk penemuan di mana strategi eksplisit, kegiatan, dan pengaturan yang dirancang agar sesuai dengan keadaan saat ini pengetahuan matematika siswa. Para responden juga diminta untuk berpikir keras ketika menjawab pertanyaan. Berpikir keras adalah teknik yang digunakan untuk secara jelas menampilkan kemampuan pemecahan masalah dan proses kognitif responden (Van Someren, Barnard & Sandberg, 1994). Wawancara dilakukan secara nyaman dan suasana yang tepat oleh peneliti. Nama-nama responden tetap anonim untuk tujuan reliabilitas menggunakan nama samaran. Proses kategorisasi dilakukan oleh peneliti secara independen. Setelah itu, mereka dibandingkan dan disesuaikan setelah mencapai konsensus oleh penulis. Wawancara dan data tanggapan tertulis dianalisis dengan menggunakan 129
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 6, Oktober 2012
analisis data fenomenologi eksistensial (Moleong, 2009). Dalam metode ini melibatkan empat langkah berikut: i) membaca awal teks untuk mencapai keingintahuan secara keseluruhan, ii) Memisahkan teks ke dalam bagian-bagian yang berarti, iii) Menterjemahkan teks ke dalam bahasa matematika, dan iv) Mensintesis untuk menggambarkan esensinya. Dalam penelitian ini langkahlangkah yang digunakan sebagai berikut: i) Mmbaca awal teks untuk memahami secara keseluruhan Wawancara dilakukan dengan para responden membaca berkali-kali. Hal ini memungkinkan peneliti untuk memahami arti seluruh responden terhadap fenomena yang diselidiki. Pada tahap ini peneliti tidak berpengaruh oleh teori atau pendapat. ii) Memisahkan teks ke dalam bagianbagian yanng bermakna Setelah memahami arti teks seluruh wawancara mereka membaca dan dipisahkan ke bagian-bagan atau dikelompokkan. Bagian tidak berarti potongan yang terpisah tetapi bagian dari entitas yang utuh saling melengkapi. Pemisahan bagian-bagian dilakukan sesuai dengan perubahan dalam arti daripada aturan tata bahasa. Kemudian persamaan dan perbedaan dari bagian dalam setiap wawancara. iii) Menterjemahkan teks ke dalam bahasa matematika Dalam langkah ini jawaban dari para responden dalam bahasa sehari-hari diubah menjadi bahasa matematika. Mereka kemudian dipisahkan ke dalam kategori matematika mengambil persamaan dan perbedaan antara unit yang berarti memperhitungkan. iv) Mensintesis untuk menggambarkan esensinya Langkah ini melibatkan sintesis dari fenomena terkait setelah klarifikasi dari situasi sekarang. HASIL DAN PEMBAHASAN
ISSN 1411-3570
Ketika jawaban tertulis dari calon guru matematika diperiksa, diperoleh hasil sebagai berikut: terdapat 68.8% dari calon guru matematika memberikan jawaban yang benar atas pertanyaan “Berikan defenisi dari konsep persamaan dan berikan contoh?” Lebih lanjut untuk pertanyaan “menjelaskan konsep fungsi dan berikan contoh” diperoleh sebesar 44,55% dari jumlah responden belum berhasil menjawab dengan benar. Sedangkan untuk pertanyaan ke-tiga “Apakah setiap persamaan adalah fungsi?” diperoleh 62,8% dari calon guru matematika memberikan jawaban yang benar. Namun, jawaban yang diberikan untuk pertanyaan no tiga ini terlalu umum, misalnya ya atau tidak. Demikian pula, jawaban yang diberikan calon guru matematika untuk pertanyaan "Apakah setiap fungsi adalah persamaan?" Diperoleh hasilnya sebagai berikut: sebesar 42,5% menjawab dengan ya, dan 24,5% menjawab dengan tidak sedangkan sisanya tidak menjawab pertanyaan ini. Itulah sebabnya mengapa sulit untuk membuat evaluasi yang wajar dengan melihat jawaban dari para responden. Oleh karena itu calon guru yang menjadi responden, perlu diminta informasi pengetahuannya lebih dalam melalui wawancara semi-terstruktur untuk menentukan pengetahuan mereka berkaitan dengan konsep fungsi dan persamaan. KESIMPULAN Dari tanggapan terhadap pertanyaan dan wawancara semi-terstruktur, dapat dikatakan terdapat lima kategori dari tanggapan calon guru matematika. Ke-lima kategori tersebut adalah; Kategori 1, kebingungan dalam mendefinisikan sifat fungsi injektif dan surjektif. Kategori 2, yaitu mengalami kesulitan untuk memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep fungsi. Kategori 3, para calon guru matematika sering mengabaikan syarat atau kondisi suatu hubungan menjadi 130
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 6, Oktober 2012
fungsi. Lebih lanjut, calon guru matematika tidak dapat melihat hubungan antara nilai pembuat nol fungsi dan akar dari persamaan, yang merupakan kategori ke-4. Sedangkan kategori 5, adalah kegagalan dalam menentukan berapa banyak suatu fungsi dapat direpresentasikan. DAFTAR PUSTAKA Budiarto, M.T. 2002. Prediksi Konsep Fungsi. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Malang. Bungin, M. Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif. Jakarta:Prenada Media Group. DeMarois, P. dan Tall,D. (1996). Facets and Layers of the Function Concept. Proceedings of PME 20, Valencia, 2, 297–304. Eisenberg, T.1991. Functions and Associated Learning Difficulties. Advanced Mathematical Thinking (Ed. D.Tall). Dordrecht, Boston, London: Kluwer Academic Publishers. Fakhrurrozi,M. 2008. Panduan Wawancara Klinis. http://www.google.com/url?=t&rct=j & q=&esrc=s Moleong, J Lexy. 2009, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakaya. Ponte, J.P. (2009). The History of the Concept of Function and Some Educational Implications. The Mathematics. Volume 3 Number 2. Real L., F.(1996). Secondary pupils’ translation of algebraic relationships into everyday language: a hong kong study. (Eds. Luis, P.&Angel, G.) PME 20, Valencia, Spain 3, 280-287.
ISSN 1411-3570
Schroeder, T. L., Schoeffer, C. M., Reish, C. P.,Donovan, J. E. (2002, April). Preservice Teachers’ Understanding of Functions: A Performance Assessment Based on Non- Routine Problems Analyzed in Terms of Versatility and Adaptability. Interim Report. Paper presented at the Annual Meeting of the American Educational Research Association. New Orleans, LA. Stacey, K.&MacGregor, M. 2000. Learning the Algebraic Method of Solving Problems. Journal of Mathematical Behavior, 18 (2), 149167. Swadener, M.& R. Soedjadi. (1988). Values, Mathematics Education And The Task Of Developing Pupils’ Personalities: An Indonesian Perspective. Educational Studies in Mathematics. 19(2),193-208. Tall, D.(1992).The Transition to Advanced Mathematical Thinking: Functions, Limits, Infinity, and Proof. (Ed. D.Grouws). Handbook of Research on Mathematics Teaching And Learning. New York: Macmillan Library Reference. Thompson, P. W. (1994). Students, Functions, and the Undergraduate Curriculum. In E. Dubinsky, A. H. Schoenfeld, & J. J. Kaput (Eds.), Research in Collegiate Mathematics Education, 1 (Issues in Mathematics Education, vol. 4, pp. 21-44). Providence, RI: American Mathematical Society. Van Ameron, B. (2003). Focusing on informal strategies when linking arithmetic to early algebra. Educational Studies in Mathematics 54, 63-75.
131
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 6, Oktober 2012
ISSN 1411-3570
Van Someren, M. W.,Barnard, Y. F., & Sandberg, J. A. C. (1994). The thinkaloud method: A practical guide to modeling cognitive processes. San Diego, CA: Academic Press Ltd.
132