P UTUSAN Nomor : 482/PDT/2016/PT.BDG. “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang mengadili perkara-perkara perdata pada peradilan tingkat banding, menjatuhkan putusan sebagaimana tersebut di bawah ini dalam perkara antara : ------------------------------------------Capt. Ucok Samuel Bonaparte Hutapea, A. Md., S.H, M. Mar., yang berdomisili di Asrama Yon Bekang 2 Kostrat RT.003/007 Kesatrian Blimbing Malang Jawa Timur, dalam hal ini memberi kuasa kepada : 1. Ridha Sjartina , SH,
2.
Delvi, SH., 3. Arthur Sebastian H. Sibarani, SH, 4. Nesia Pratiwi, SH, para Advokat dan Konsultan Hukum pada “Samuel Bonaperte & Partners” yang beralamat di Kelapa Gading (Inkopal) Blok A No. 5 Jalan Boulevard Barat Raya Jakarta 14240, berdasarkan Surat Kuasa tanggal 23 Juni 2016 dan memilih domisili hukum di kantor kuasa hukumnya, selanjutnya disebut sebagai PEMBANDING semula PENGGUGAT; Melawan : 1. PT Famon Global Awal Bros, berkedudukan di Jalan KH Noer Ali, Kav. 17-18, Kota Bekasi, suatu perseroan yang salah satu kegiatan usahanya adalah mendirikan, dan mengelola rumah sakit, dan salah satu badan usaha dari perseroan tersebut adalah Rumah Sakit Awal Bros Bekasi; 2. Rumah Sakit Awal Bros Bekasi, salah satu bentuk badan usaha milik TERGUGAT I yang berkedudukan di Jalan KH. Noer Ali, Kav 17-18 Kalimalang, Bekasi 17144; 3. dr. Muhammad Arief Fadli, dokter umum yang bertugas di Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Awal Bros Bekasi yang berkedudukan
di
Jalan
KH.Noer
Ali,
Kav.17-18,
Kalimalang, Bekasi 17144; Ketiganya memberikan kuasa kepada 1. Arif Hidayat, SH., 2. Harry F.M. Sitorus, SH., 3. Riki Sidabutar, SH., 4. Hutami
Halaman 1 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
Simatupang, SH., 5. Sahatma Anton Sidabutar, SH. 6. Bintang W.J.R. Butarbutar, SH., 7. Tisa, SH. Advokat/ Penasihat Hukum pada Kantor Hukum Arif Hutami & Partner, beralamat di Jalan Kebon Jeruk Raya No.126 Jakarta Barat, berdarkan surat kuasa tertanggal 25 Juli 2016, selanjutnya disebut sebagai TERBANDING
I, II
dan III semula TERGUGAT I, II, dan III; 4. dr. Muchtar, Sp.BP, dokter spesialis bedah plastik dan berpraktek secara terjadwal di Rumah Sakit Awal Bros Bekasi yang berkedudukan
di
Jalan
KH.Noer
Ali,
Kav.17-18,
Kalimalang, Bekasi 17144, dalam hal ini memberikan kuasa kepada 1. Zubaidah Jufri, SH. M.Kn. CHRP., 2. Arief Nugroho, SH. MH., 3. Mohammad Shobirin, SH., 4. Asdel Fira, SH., 5. Ikra Rhama, SH. MH., Advokat/ Konsultan Hukum pada SIP LAW FIRM, beralamat di No. 7 Building, Jalan Buncit Raya No. 7 Jakarta Selatan 12520, berdasarkan surat kuasa tertanggal 27 April 2016; selanjutnya disebut sebagai TERBANDING IV semula TERGUGAT IV; 5. Suku Dinas Kesehatan Wilayah Kota Bekasi, sebagai instansi pemerintah pengawasan,
tingkat
daerah
penertiban
dan
bertugas penindakan
melakukan terhadap
rumah sakit setempat, yang wilayahnya membawahi TERGUGAT II, berkedudukan di Jalan Jend. Sudirman No. 3 Bekasi 17133, selanjutnya disebut sebagai TURUT TERBANDING semula TURUT TERGUGAT; Telah Membaca : -----------------------------------------------------------------------------1.
Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 17 Oktober 2016
Nomor : 482/PEN/PDT/2016/PT.BDG. tentang Penunjukan
Majelis Hakim untuk mengadili perkara tersebut ditingkat banding; 2.
Berkas perkara perdata Nomor 242/Pdt.G/2015/PN.Bks. dan suratsurat yang bersangkutan dengan perkara tersebut.
Halaman 2 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
TENTANG DUDUK PERKARANYA : Menimbang, bahwa Penggugat dalam surat gugatannya tanggal 18 Mei 2015 yang didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bekasi tanggal 18 Mei
2015 dengan Register Nomor : 242/Pdt.G/2015/PN.BKS, telah
mengajukan gugatan kepada Para Tergugat dan Turut Tergugat dengan mengemukakan hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa TURUT TERGUGAT adalah organisasi yang bertugas untuk membantu Walikota dan memiliki kewenangan pada bidang kesehatan yang meliputi pelayanan kesehatan, pengendalian masalah kesehatan, pengembangan sumber daya manusia kesehatan serta jaminan dan sarana kesehatan. TERGUGAT II adalah salah satu rumah sakit yang berada dalam yurisdiksi TURUT TERGUGAT sehingga PENGGUGAT rasa perlu untuk mengetahui dan mematuhi putusan dalam perkara a quo
termasuk
untuk
memastikan
pelayanan
memastikan
agar
pelanggaran hukum yang sama tidak terjadi lagi; 2. Bahwa
sesuai
teori “legitima
persona
standi
in
judicio”
maka
PENGGUGAT berhak menarik pihak yang dianggap perlu dilibatkan dalam perkara ini; 3. Bahwa sesuai yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 11 April 1997 Nomor 3909 K/Pdt. G/1994 yang menggariskan bahwa “adalah hak dari penggugat untuk menentukan siapa-siapa yang dijadikan atau ditarik menjadi pihak dalam perkara”. 4. Bahwa berdasarkan asas actor forum rei dengan hak opsi yang tercantum dalam Pasal 118 angka 2 Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (HIR) yang pada pokoknya menyatakan bahwa dalam hal ada beberapa orang tergugat, gugatan diajukan ke pengadilan negeri pada tempat tinggal salah satu tergugat atas pilihan PENGGUGAT. Dalam hal ini TERGUGAT I dan TERGUGAT II berdomisili di Bekasi, yaitu di Jalan KH Noer Ali, Kav. 17-18, Kota Bekasi; 5. Bahwa perkara a quo pernah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan No. 573/Pdt.G/2014/PN.JKT.PST (“Perkara PN Jakpus”), berdasarkan eksepsi yang diajukan oleh TERGUGAT II dan TERGUGAT III, Majelis Hakim berpendapat dan memutus Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara a quo.
Halaman 3 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
Oleh karenanya selanjutnya PENGGUGAT kembali mendaftarkan perkara a quo di Pengadilan Negeri yang menaungi domisili PARA TERGUGAT yaitu di Pengadilan Negeri Bekasi. DALAM POKOK PERKARA 1.
Samuella Yerusalem Bonaparte adalah anak dari PENGGUGAT, perempuan, lahir pada tanggal 25 April 2008, saat ini berumur 6 (enam) tahun (selanjutnya disebut sebagai PASIEN);
2.
Pada hari Minggu tanggal 17 Oktober 2011, PASIEN terjatuh saat bermain, dan mengakibatkan bagian dagu PASIEN terluka dan sobek. Untuk memberikan pertolongan
kepada PASIEN, PENGGUGAT
membawa PASIEN ke TERGUGAT II yang berlokasi tidak jauh dari rumah PENGGUGAT pada saat itu yang terletak di Jalan Lumbu Barat 2, Blok 3 No. 74, Rawa Lumbu Bekasi; 3.
Walau menderita luka dan sobek di bagian dagu (Bukti P – 1a), tetapi sejak dibawa menuju Rumah Sakit (TERGUGAT II), PASIEN dalam kondisi baik (stabil) yaitu dapat berkomunikasi dengan baik, tidak menunjukan rasa sakitnya seperti menangis atau meringis kesakitan, dan tidak menderita shock;
4.
Setibanya di rumah sakit, PENGGUGAT membawa PASIEN ke UGD. Setelah PASIEN dibaringkan, PENGGUGAT dilayani oleh seorang perawat pria, yang kemudian melakukan pemeriksaan terhadap kondisi PASIEN;
5.
Setelah perawat tersebut menyelesaikan tugasnya, PENGGUGAT dilayani oleh TERGUGAT III yang pada saat itu bertugas sebagai dokter jaga. Kepada TERGUGAT III, PENGGUGAT menjelaskan sebab musabab PASIEN menderita luka dan sobek di bagian dagu. Setelah memeriksa dan membersihkan luka PASIEN, TERGUGAT III meminta PENGGUGAT untuk melakukan pendaftaran administrasi terlebih dahulu;
6.
Fakta bahwa PASIEN datang berobat ke tempat TERGUGAT II dan ditangani oleh TERGUGAT III yang pada saat itu bertugas sebagai dokter jaga telah diakui oleh TERGUGAT II dan TERGUGAT III dalam angka 3 Jawaban Tergugat I – III pada Perkara PN Jakpus;
Halaman 4 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
7.
Untuk menyelesaikan urusan administrasi tersebut PENGGUGAT meninggalkan PASIEN di ruang UGD dan pergi menuju bagian pendaftaran yang lokasinya tepat didepan ruang UGD tersebut (tempat Pendaftaran ini adalah pendaftaran umum untuk semua perawatan di rumah sakit tersebut dan bukan khusus untuk pasien UGD saja, melainkan untuk Rawat Inap dan juga perhitungan biaya rumah sakit juga dilakukan di tempat ini). Namun sampai dengan gugatan ini didaftarkan, surat pendaftaran tersebut ditahan oleh TERGUGAT II dan tidak pernah diberikan kepada PENGGUGAT walau telah diminta;
8.
Setelah melakukan pendaftaran administrasi, PENGGUGAT kembali ke ruang UGD dan melakukan konsultasi dengan TERGUGAT III perihal luka yang diderita PASIEN. Sebagai seorang ayah, PENGGUGAT menyampaikan kekhawatirannya terhadap
luka PASIEN kepada
TERGUGAT III, dan meminta agar terhadap PASIEN dapat diberikan pengobatan luka yang dapat menghilangkan atau paling tidak meminimalisir rasa sakit dan bekas luka PASIEN, seperti tindakan pengeleman yang pernah didengar oleh PENGGUGAT, agar bekas luka sobek tersebut tidak harus dijahit dan tidak meninggalkan bekas luka jahitan
mengingat PASIEN adalah anak
perempuan dan
dikhawatirkan suatu bekas luka (luka bekas jahitan tersebut) atau tanda wajah yang memberikan kesan jelek/buruk di wajah dapat membuat PASIEN merasa minder/tidak percaya diri di kemudian hari; 9.
Menanggapi permintaan PENGGUGAT, TERGUGAT III mengatakan untuk luka sobek seperti yang diderita PASIEN tidak bisa dilem, dan
harus
dijahit.
Akan
tetapi sebagai
seorang
ayah
yang
mengkhawatirkan putrinya, PENGGUGAT berusaha meminta kepada TERGUGAT untuk melakukan tindakan pengeleman dengan maksud untuk meminimalisir rasa sakit dan bekas luka jahitan yang nantinya akan diderita oleh PASIEN. Namun berulang kali TERGUGAT III menjawab bahwa tidak ada jalan lain selain tindakan menjahit luka sobek, dan berusaha meyakinkan PENGGUGAT bahwa menjahit luka sobek adalah satu-satunya cara yang dapat diambil oleh dokter untuk jenis luka sobek yang diderita oleh PASIEN; 10. Sebagai seorang ayah yang mengkhawatirkan putrinya yang masih kecil, dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tindakan-
Halaman 5 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
tindakan kedokteran, PENGGUGAT pasrah dan mempercayakan seluruh tindakan yang terbaik untuk PASIEN kepada TERGUGAT III dan mempercayai bahwa opsi yang ditentukan oleh TERGUGAT III adalah opsi satu-satunya; 11. TERGUGAT III segera mengambil tindakan terhadap PASIEN, dan meminta perawat yang memeriksa PASIEN pada saat tiba di UGD tersebut untuk mempersiapkan benang dan jarum untuk melakukan tindakan penjahitan pada luka sobek yang diderita PASIEN. Tetapi sebelum TERGUGAT III memulai tindakannya, PENGGUGAT sebagai ayah, sangat mengkhawatirkan rasa sakit dan bekas luka jahitan yang timbul, dan PENGGUGAT mempertanyakan lagi opsi yang dapat diambil terhadap PASIEN selain menjahit luka; 12. PENGGUGAT juga mempertanyakan apakah benang yang digunakan TERGUGAT III adalah benang permanen yang sepengetahuan PENGGUGAT benang tersebut tidak perlu dilakukan pelepasan benang jika penderita luka sobek telah membaik lukanya, PENGGUGAT juga pernah mengalami luka sobek pada tubuhnya, sehingga mengetahui jenis benang permanen tersebut; 13. TERGUGAT III menjawab pertanyaan PENGGUGAT dan menyatakan untuk luka sobek yang diderita PASIEN tidak dapat menggunakan benang permanen, harus menggunakan benang yang harus dicabut
kembali
jika
PASIEN
telah
membaik
kondisi
luka
sobeknya. Mendapat jawaban tersebut, dan berdasarkan pengalaman luka
sobek
yang
mempertanyakan
diderita
kembali
PENGGUGAT,
kepada
TERGUGAT
PENGGUGAT III
mengenai
penggunaan benang yang harus dicabut, karena mengkhawatirkan rasa sakit yang akan kembali dirasakan PASIEN pada saat benang tersebut harus dicabut, dan selain itu ketakutan yang sangat besar terhadap bekas luka jahitan yang kemungkinan akan diderita oleh PASIEN; 14. TERGUGAT III kembali meyakinkan PENGGUGAT bahwa jenis luka yang diderita oleh PASIEN tidak dapat diberikan tindakan pengeleman atau dijahit dengan benang permanen, menjahit dengan benang yang harus dicabut adalah satu-satunya opsi yang dapat diambil untuk menjahit luka sobek PASIEN sambil tetap meneruskan tindakannya. Karena PENGGUGAT memiliki keraguan terhadap tindakan yang
Halaman 6 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
diambil oleh TERGUGAT III, PENGGUGAT meminta TERGUGAT III untuk menghentikan dahulu tindakannya, dan meminta TERGUGAT III mempertimbangkan opsi yang dipilihnya (saat TERGUGAT III tetap meneruskan tindakannya dan bagian pinggiran luka PASIEN disentuh (untuk tujuan penjahitan), saat itu PASIEN kesakitan dan kepalanya tidak
bisa
diam),
dan
TERGUGAT
III
menjawab
pertanyaan
PENGGUGAT dengan nada yang tidak bersahabat yaitu: “Sudah deh Pak, Saya yang lebih paham, Saya ini Dokter lulusan Universitas Indonesia (UI) Pak, Saya bukan lulusan kampus sembarangan, Bapak diam saja dan pegang kepala anak Bapak atau nanti luka sobeknya semakin besar, karena tidak mau diam dia, setelah selesai Saya jahit nanti kita baru bicara lagi” Dalam kekhawatiran yang dirasa oleh PENGGUGAT, PENGGUGAT melaksanakan
perintah
TERGUGAT
III
tersebut
agar
tindakan
penjahitan dapat dilakukan, serta luka sobek PASIEN tidak menjadi lebih besar. Setelah itu TERGUGAT III langsung menusukkan jarum jahit dan mulai menjahit PASIEN tanpa memperdulikan kekhawatiran PENGGUGAT sebagai seorang ayah yang sedang khawatir terhadap kesehatan anaknya. Perlu dicatat tindakan yang dilakukan oleh TERGUGAT III yang menyatakan dirinya adalah lulusan Universitas ternama tidak sejalan dengan Pasal 4 Kode Etik Kedokteran Indonesia (Bukti P-11) yang menyatakan: “Setiap dokter harus menghindari diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri”; 15. Setelah proses penjahitan PASIEN selesai, TERGUGAT III beranjak untuk meninggalkan PENGGUGAT. Namun karena TERGUGAT III telah berjanji akan bicara dengan PENGGUGAT setelah melakukan tindakan kepada PASIEN, PENGGUGAT mengejar TERGUGAT dan menanyakan kondisi dan kemungkinan bekas luka jahitan yang dapat diderita oleh PASIEN. Akan tetapi TERGUGAT III mengatakan kepada PENGGUGAT
tidak
ada
yang
perlu
dibicarakan
lagi
karena
TERGUGAT III sudah melakukan penjahitan, selanjutnya TERGUGAT III meninggalkan PENGGUGAT di tengah ketidakpuasan terhadap penjelasan TERGUGAT III;
Halaman 7 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
16. Karena masih merasa tidak puas, PENGGUGAT berusaha mencari tahu mengenai tindakan yang dapat diambil terhadap luka sobek, dan kemungkinan yang terjadi terhadap bekas luka jahitan kepada petugas dan
perawat
yang
ada
di
tempat
pendaftaran
administrasi.
PENGGUGAT menanyakan perihal kemungkinan luka sobek yang diderita
PASIEN
dapat
dilakukan
pengeleman
atau
dijahit
menggunakan benang permanen, PENGGUGAT menyadari petugas dan perawat tersebut bukanlah dokter, namun PENGGUGAT yakin karena mereka sehari-harinya bertugas di rumah sakit, sehingga tentu sedikit banyak mengetahui tindakan-tindakan yang diambil oleh dokter; 17. Petugas dan perawat di tempat pendaftaran administrasi memberikan penjelasan
kepada
PENGGUGAT
bahwa
pengeleman
dengan
dermabond dapat dilakukan terhadap luka sobek yang diderita PASIEN, pengeleman juga dapat dilakukan pada bekas operasi kelahiran cesar, demikian juga penjahitan dengan menggunakan benang permanen dapat dilakukan terhadap luka PASIEN, akan tetapi tindakan-tindakan tersebut tidak dapat dilakukan di rumah sakit ini (TERGUGAT II) dikarenakan rumah sakit tidak memiliki lem yang dimaksud dan tidak memiliki
benang
permanen.
Mendapat
penjelasan
tersebut,
PENGGUGAT merasa dibohongi/diberikan informasi yang tidak benar dan menyesatkan dari TERGUGAT III, dan kemudian PENGGUGAT bergegas menemui TERGUGAT III di ruang UGD; 18. Di ruang UGD, PENGGUGAT kembali mempertanyakan mengapa TERGUGAT III tidak melakukan pengeleman atau menjahit luka sobek dengan benang permanen, dengan nada keras TERGUGAT III mengatakan luka pasien tidak bisa di lem dan tidak bisa menggunakan benang permanen. PENGGUGAT kemudian mengkonfrontir pernyataan TERGUGAT III dengan informasi dari perawat dan petugas di tempat administrasi sebelumnya, bahwa luka sobek dimungkinkan di lem atau menggunakan benang permanen, hanya saja rumah sakit (TERGUGAT II) tidak memiliki stok lem dan benang permanen. Mendapat jawaban tersebut TERGUGAT III hanya bisa terdiam dan tidak dapat memberikan penjelasan apapun; 19. Bahwa apabila TERGUGAT III telah secara jujur mengakui bahwa tindakan pengeleman dan penggunaan benang permanen bukannya
Halaman 8 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
tidak memungkinkan namun karena ketidaktersedian lem dan benang permanen tersebut, maka PENGGUGAT pasti akan mengambil keputusan yang berbeda atas tindakan TERGUGAT III. Perlu dicatat bahwa tindakan TERGUGAT III tidak pernah memperoleh persetujuan dari PENGGUGAT sebagai ayah PASIEN, TERGUGAT III silahkan membuktikan
dalil
bahwa
PENGGUGAT
sepakat,
karena
PENGGUGAT menolak dan tidak pernah menandatangani surat persetujuan tindakan; 20. Merasa dibohongi, PENGGUGAT menyatakan kekecewaan terhadap informasi yang tidak benar dan menyesatkan serta tidak profesionalnya TERGUGAT III menangani PASIEN kepada TERGUGAT III secara langsung, selain itu PENGGUGAT meminta TERGUGAT II dan TERGUGAT III untuk bertanggung jawab. Tidak lama kemudian seorang petugas muncul untuk menyerahkan surat persetujuan tindakan
TERGUGAT
III
dan
meminta
PENGGUGAT
untuk
menandatangani surat tersebut; 21. Faktanya TERGUGAT III sudah melakukan tindakan menjahit luka pasien tanpa persetujuan tertulis dari PENGGUGAT, dan karena TERGUGAT III sudah memberikan informasi yang tidak benar dan menyesatkan serta tidak profesional dalam menangani PASIEN, PENGGUGAT menolak menandatangani surat persetujuan tersebut dan meminta dipertemukan dengan manajemen TERGUGAT II untuk meminta pertanggung jawaban. Perlu dicatat, bahwa PENGGUGAT tidak pernah diminta untuk menandatangani persetujuan tindakan medis
yang
dilakukan
oleh
TERGUGAT
III
hingga
setelah
PENGGUGAT menyatakan protes dan kekecewaannya; 22. TERGUGAT III meminta PENGGUGAT dan PASIEN menunggu diluar ruang UGD, dan tidak beberapa lama PENGGUGAT didatangi perwakilan manajemen TERGUGAT II yang saat itu bertugas, perwakilan manajemen TERGUGAT II tersebut meminta maaf atas permasalahan
yang
terjadi,
permasalahan
tersebut
dan
kepada
berjanji
akan
manajemen,
dan
menyampaikan akan
segera
menghubungi PENGGUGAT jika manajemen sudah memberikan tanggapan, pembicaraan antara PENGGUGAT dengan perwakilan
Halaman 9 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
manajemen saat itu disaksikan oleh Sdr. Nicolas yang turut menemani PENGGUGAT saat membawa PASIEN ke rumah sakit; 23. Beberapa hari kemudian setelah kejadian, TERGUGAT II melalui perwakilannya dr. Nancy selaku Case Manager (Bukti P – 10) menghubungi PENGGUGAT untuk mengadakan pertemuan, dan dalam pertemuan tersebut dr. Nancy dan Manager Perawat meminta maaf atas nama TERGUGAT II atas kesalahan TERGUGAT III, serta berjanji akan bertanggung jawab untuk menghilangkan bekas luka jahitan PASIEN termasuk membebaskan seluruh biaya yang telah dilakukan sampai dengan tindakan menghilangkan bekas luka jahitan PASIEN. Selanjutnya dr. Nancy mengatakan tindakan pemulihan bekas luka jahitan PASIEN akan ditangani oleh TERGUGAT IV yang merupakan dokter spesialis bedah yang juga berpraktek di TERGUGAT II; 24. Pada hari yang telah disepakati, PENGGUGAT kembali datang ke rumah sakit bersama PASIEN ditemani dengan Sdri. Debby untuk bertemu dengan TERGUGAT IV di rumah sakit untuk pencabutan benang jahit PASIEN, setelah memeriksa kondisi PASIEN, TERGUGAT IV mengatakan bahwa tindakan penjahitan dengan menggunakan benang permanen sangat dimungkinan akan tetapi rumah sakit tidak memiliki benang tersebut, dan juga menginformasikan jenis benang yang digunakan oleh TERGUGAT III adalah benang nomor 4. TERGUGAT IV mengatakan PENGGUGAT tidak perlu khawatir dengan bekas luka PASIEN, karena bekas luka tersebut akan hilang sama sekali tanpa bekas seiring PASIEN bertambah umur; 25. Bahwa dalam angka 4 Jawaban TERGUGAT IV pada Perkara PN Jakpus, TERGUGAT IV telah mengakui bahwa TERGUGAT IV telah memeriksa PASIEN pada tanggal 29 Oktober 2011. Perlu dicatat, bahwa pemeriksaan PASIEN oleh TERGUGAT IV berdasarkan instruksi dari TERGUGAT II sebagai bentuk tanggung jawab dan permintaan maaf atas perihal yang terjadi untuk menghilangkan bekas luka jahitan oleh karenanya dirujuk kepada TERGUGAT IV sebagai spesialis bedah plastik di rumah sakit TERGUGAT II (yang mana untuk seluruh tindakan yang telah dilakukan PENGGUGAT dibebaskan dari segala biaya); 26. Bahwa dalam kedatangan PENGGUGAT bersama PASIEN menemui TERGUGAT IV sebagaimana dimaksud angka 24 di atas, tidak terjadi amanesa (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, anamnesa atau
Halaman 10 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
anamnesis adalah (1) keterangan tentang kehidupan seseorang yang diperoleh melalui wawancara; (2) dokumen riwayat orang sakit dan penyakitnya pada masa lampau). Pada saat pemeriksaan TERGUGAT IV hanya melakukan pelepasan jahitan dan tidak melakukan tanya jawab untuk menggali kejadian jatuh yang menimpa PASIEN serta tindakan-tindakan yang telah dilakukan kepada PASIEN sebelumnya, dan TERGUGAT IV menyatakan bahwa PENGGUGAT tidak perlu khawatir dengan bekas luka jahitan PASIEN, karena bekas luka jahitan tersebut akan hilang sama sekali tanpa bekas seiring PASIEN bertambah umur, hal mana selanjutnya diketahui sebagai kebohongan; 27. Untuk memperkuat opini TERGUGAT IV, PENGGUGAT membawa PASIEN ke rumah sakit lain yaitu Rumah Sakit Mitra Keluarga cabang Bekasi (Bukti P – 2 sampai dengan Bukti P – 4) untuk mendapat opini kedua (second opinion), tetapi dari keterangan dokter spesialis bedah plastik di rumah sakit tersebut dikatakan bahwa bekas luka jahitan di dagu PASIEN tidak dapat hilang, dan selamanya akan ada di wajah PASIEN, dokter tersebut mengilustrasikan sebagai berikut: “bekas luka yang pada manusia tidak akan hilang justru semakin besar seiring pertumbuhan manusia tersebut, jika seseorang menginginkan bekas luka itu hilang, maka perlu dilakukan tindakan scar removal” Mendapat keterangan seperti itu, PENGGUGAT semakin kecewa terhadap pelayanan TERGUGAT II, TERGUGAT III, dan TERGUGAT IV
karena
terbukti
memberikan
kebohongan
kepada
PASIEN/PENGGUGAT. Perlu dicatat bahwa dalam praktik sungguh wajar dan lazim bagi seorang seorang pasien meminta pendapat kedua (second opinion) kepada dokter lainnya atas pendapat seorang dokter. Hak tersebut juga dilindungi oleh undang-undang berdasarkan Pasal 52 UU Praktek Kedokteran; 28. Kekecewaan tersebut membuat PENGGUGAT merasa sudah diberikan informasi yang tidak benar dan menyesatkan, serta dilayani secara tidak profesional oleh TERGUGAT II, TERGUGAT III, dan TERGUGAT IV, atas dasar tersebut PENGGUGAT memberikan TERGUGAT II suatu Surat Teguran (somasi) (Bukti P – 5 dan Bukti P – 6a) yang kemudian ditanggapi oleh TERGUGAT II dengan undangan rapat (Bukti P – 7). Di dalam rapat dimana PENGGUGAT ditemani oleh Sdr. Benny,
Halaman 11 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
TERGUGAT II dan TERGUGAT IV kembali memohon maaf atas hal tersebut,
dan
kembali
menyatakan
bersedia
untuk
melakukan
pemulihan terhadap bekas luka jahitan PASIEN melalui suatu operasi plastik di rumah sakit TERGUGAT II; 29. Akan tetapi karena PENGGUGAT berulang kali dibohongi mengenai kondisi bekas luka jahitan PASIEN oleh PARA TERGUGAT yaitu sebagai berikut: -
Terhadap luka sobek PASIEN tidak dapat dilakukan pengeleman, namun berdasarkan pengakuan petugas rumah sakit hal tersebut tidak dapat dilakukan karena TERGUGAT II tidak memiliki stok lem untuk luka;
-
Luka sobek PASIEN tidak dapat dijahit oleh benang permanen, kembali berdasarkan pengakuan (i) petugas dan perawat di tempat administrasi rumah sakit, dan (ii) TERGUGAT IV, luka pasien dapat dijahit dengan benang permanen hanya saja TERGUGAT II tidak memiliki stok benang permanen; dan
-
Kondisi
bekas
luka
jahitan
PASIEN
akan
hilang
seiring
bertambahnya umur PASIEN, namun faktanya adalah berdasarkan pendapat dokter spesialis bedah plastik dari Rumah Sakit Mitra Keluarga cabang Bekasi, bekas luka jahitan yang diderita PASIEN tidak akan hilang, dan akan selalu tetap ada dan semakin bertambah ukurannya seiring PASIEN bertambah besar/bertambah usia. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas tentu PENGGUGAT sudah tidak memiliki kepercayaan apapun kepada PARA TERGUGAT dan patut diduga PARA TERGUGAT akan melakukan serangkaian kebohongan lainnya kepada PENGGUGAT, dan oleh karena itu PENGGUGAT meminta kepada TERGUGAT II agar tindakan pemulihan bekas luka jahitan PASIEN dilakukan oleh pihak atau rumah sakit yang ditunjuk oleh PENGGUGAT. Menanggapi permintaan PENGGUGAT diatas, TERGUGAT II tidak setuju dan tidak mau memenuhi permintaan PENGGUGAT; 30. Bahwa karena tidak dipenuhi permintaanya oleh TERGUGAT II, PENGGUGAT memberikan Surat Teguran II (Bukti P – 8 dan Bukti P – 6b) kepada TERGUGAT II dan ditanggapi dengan undangan pertemuan untuk membicarakan kembali mengenai permintaan PENGGUGAT
Halaman 12 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
(Bukti P – 9). Akan tetapi sangat disayangkan, PENGGUGAT kembali harus kecewa karena TERGUGAT II mangkir/tidak hadir dalam pertemuan yang digagasnya sendiri. Hingga gugatan ini didaftarkan, PENGGUGAT belum menerima undangan apapun, atau itikad baik untuk memenuhi permintaan PENGGUGAT; 31. Untuk menjadi catatan, bahwa bekas luka jahitan pada PASIEN terlihat jelas sampai dengan saat ini (Bukti P – 1b), padahal sudah hamper 4 tahun berlalu sejak terluka dan tindakan penjahitan yang dilakukan TERGUGAT III tanpa persetujuan dari PENGGUGAT yang merupakan orang tua dari PASIEN; 32. Akibat hal-hal tersebut di atas, PENGGUGAT telah meminta kepada PARA TERGUGAT
untuk menunjukkan izin praktek atau dokumen-
dokumen miliknya yang menunjukkan kompetensinya sebagai seorang dokter, permintaan mana sangatlah pantas dan beralasan, namun pada saat itu PARA TERGUGAT tidak/tidak dapat menunjukkannya. Tentang Perbuatan Melawan Hukum Bahwa berdasarkan latar belakang dan fakta-fakta hukum yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dijabarkan tindakan-tindakan melawan hukum (Onrechmatige Daad) yang dilakukan oleh PARA TERGUGAT adalah sebagai berikut: 33. Bahwa berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan: “Tiap-tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”; 34. Bahwa berdasarkan pendapat ahli Rosa Agustina, dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum”, 2003, penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, halaman 53-57 (Bukti P – 21), menyebutkan sebagai berikut: “Dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syarat: 1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; 2. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain; 3. Bertentangan dengan kesusilaan; 4. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.”;
Halaman 13 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
35. Bahwa berdasarkan Putusan Hoge Raad Belanda tanggal 31 Januari 1919 yang telah memperluas pengertian Perbuatan Melawan Hukum yaitu suatu perbuatan adalah melawan hukum bilamana: -
Perbuatan itu melanggar hak orang lain atau;
-
Perbuatan itu bertentangan dengan kewajian hukum si pelaku, atau;
-
Perbuatan itu bertentangan dengan kesusilaan, atau;
-
Perbuatan
itu
bertentangan
dengan
sikap
hati-hati
yang
merupakan kepatutan dalam hidup bermasyarakat terhadap orang atau milik orang lain; 36. Bahwa sebagaimana yang telah PENGGUGAT sampaikan pada angka 29 di atas, PARA TERGUGAT telah melakukan suatu serangkaian kebohongan kepada PENGGUGAT sebagai berikut: (1) TERGUGAT III menyatakan bahwa terhadap luka sobek PASIEN tidak dapat dilakukan pengeleman. Fakta: Berdasarkan
pengakuan
petugas
dan
perawat
di
tempat
administrasi rumah sakit, TERGUGAT II tidak memiliki stok lem untuk luka dan merujuk pada Buku Panduan Belajar Keperawatan Emergensi yang ditulis oleh Kathleen S. Oman, Jane KoziolMcLain, dan Linda J. Scheetz yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kedokteran halaman 315 (Bukti P – 28) menuliskan: ”44. Apakah penjahitan merupakan satu-satunya cara untuk menutup luka. Tidak. Dermabond (Ethicon Inc) merupakan perekat kulit yang digunakan untuk menutup luka. Di samping itu banyak jenis plester khusus (seperti steri strips, butterfly sutures) yang dapat merapatkan kedua tepi luka tanpa penjahitan yang sebenarnya”; (2) TERGUGAT III menyatakan bahwa luka sobek PASIEN tidak dapat dijahit oleh benang permanen. Fakta: Kembali berdasarkan pengakuan (i) petugas dan perawat di tempat administrasi rumah sakit, dan (ii) TERGUGAT IV, luka pasien dapat dijahit dengan benang permanen hanya saja TERGUGAT II tidak memiliki stok benang permanen sehingga PENGGUGAT menduga TERGUGAT III telah memberikan pelayanan yang tidak jujur
Halaman 14 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
kepada PENGGUGAT dan PASIEN sebagai konsumennya, dan dapat diduga semata-mata untuk tujuan komersil; (3) TERGUGAT IV menyatakan bahwa kondisi bekas luka jahitan PASIEN akan hilang seiring bertambahnya umur PASIEN. Fakta: Berdasarkan pernyataan dokter spesialis bedah plastik dari Rumah Sakit Mitra Keluarga cabang Bekasi, bekas luka jahitan yang diderita PASIEN tidak akan hilang selama hidupnya, dan akan selalu membesar seiring PASIEN bertambah umur (dan hingga saat gugatan ini dimasukkan luka tersebut tetap ada dan bertambah besar ukurannya); Tindakan tindakan tersebut diatas jelas-jelas bertentangan dengan Kode Etik Profesi Kedokteran dan Undang-Undang, dan merupakan Perbuatan Melawan Hukum; 37. Bahwa tindakan TERGUGAT III dan TERGUGAT IV memberikan informasi tidak benar dan menyesatkan sebagaimana dimaksud dalam angka 29 adalah bertentangan dengan: -
Pasal 9 Kode Etik Kedokteran Indonesia yang salah satunya menyatakan “setiap dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien”. (Bukti P – 11)
-
Pasal 12 Kode Etik Rumah Sakit Indonesia yang menyatakan: “Rumah
Sakit
berkewajiban
melindungi
pasien
dari
penyalahgunaan teknologi kedokteran”; (Bukti P – 12) 38. Bahwa TERGUGAT III dalam kapasitasnya sebagai dokter yang tunduk terhadap Undang-Undang, dalam melaksanakan tindakan penjahitan luka sobek PASIEN, tidak meminta persetujuan PASIEN ataupun PENGGUGAT terlebih dahulu, PENGGUGAT tidak pernah memberikan persetujuan baik secara lisan ataupun tertulis kepada TERGUGAT III. Berdasarkan Pasal 45 angka (1) sampai dengan angka (3) UndangUndang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”) (Bukti P – 13) menyatakan: (1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan; (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan lengkap;
Halaman 15 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup: a. Diagnosis dan tata cara medis; b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan; c. Alternatif tindakan lain dan resikonya; d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Perlu menjadi perhatian, TERGUGAT III dalam melakukan tindakan penjahitan kepada PASIEN sama sekali tidak memberikan alternatif medis yang mungkin dilakukan, atau menginformasikan resiko yang mungkin terjadi kepada PASIEN. Sementara PENGGUGAT telah berulang kali mempertanyakan kepada TERGUGAT III mengenai alternatif
lain
yang
mungkin
dilakukan
kepada
PASIEN,
dan
menginformasikan resiko bekas luka jahitan apabila menggunakan benang non permanen kepada PENGGUGAT. Akan tetapi pertanyaanpertanyaan PENGGUGAT justru ditanggapi dengan tidak professional oleh TERGUGAT III dan memberikan tanggapan bahwa PENGGUGAT tidak perlu khawatir karena TERGGUGAT adalah dokter lulusan universitas ternama sebagaimana yang dijabarkan dalam angka 14; 39. Bahwa dalam Jawaban yang diberikan oleh TERGUGAT I – III dalam Perkara PN Jakpus, TERGUGAT II dan TERGUGAT III telah mengakui fakta bahwa tidak ada persetujuan (apalagi secara tertulis terhadap tindakan yang dilakukan oleh TERGUGAT III). Persetujuan tidak pernah dimintakan sebelum tindakan dilakukan sampai dengan saatnya tindakan telah dilakukan (dengan informasi yang tidak benar yang membuat
PENGGUGAT
TERGUGAT
II
meminta
kecewa),
barulah
PENGGUGAT
setelahnya
pegawai
menandatangani
Surat
Persetujuan Tindakan yang tentu saja ditolak PENGGUGAT karena hak-haknya sebagai pasien telah dilanggar; 40. Bahwa hak-hak pasien untuk mendapatkan penjelasan dari dokter salah satunya mengenai penjelasan tindakan kedokteran diatur di dalam Pasal 8 angka (2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor
290/Menkes
/Per/III/2008
tentang
Persetujuan
Tindakan Kedokteran (“Permenkes 290/2008”) (Bukti P – 16) yang menyatakan: Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi:
Halaman 16 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
a. Tujuan
tindakan
kedokteran
yang
dapat
berupa
preventif,
diagnostik, terapeutik, atau rehabilitatif; b. Tata cara tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tidakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi; c.
Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan dengan tidakan yang direncanakan;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing tindakan; e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak tergugat lainnya. TERGUGAT III sama sekali tidak memberikan hak-hak seorang pasien sebagaimana diatur dalam UU Praktik Kedokteran dan Permenkes 290/2008 untuk mendapatkan informasi alternatif dari tindakan yang diambil oleh TERGUGAT III dan resiko yang dapat terjadi akibat tindakan TERGUGAT III. TERGUGAT III justru menyatakan bahwa tidak ada alternatif lain untuk menutup luka sobek yang diderita PASIEN, hal ini patut diduga TERGUGAT III memiliki itikad tidak baik untuk memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada PASIEN dan PENGGUGAT karena TERGUGAT II tidak memiliki stok lem yang dibutuhkan untuk tindakan pengeleman terhadap luka. 41. Bahwa merujuk pula pada ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) (Bukti P – 19), yang menyatakan: “Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan
pertolongan
yang
akan
diberikan
kepadanya
setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap” Sehingga
tindakan
TERGUGAT
III
yang
tidak
memberikan
informasi/penjelasan secara lengkap sebagaimana diuraikan dalam angka 36 – 38 di atas, telah menyesatkan PENGGUGAT sebagai orang tua yang sedang dalam kondisi khawatir terhadap kesehatan PASIEN yang merupakan anaknya, sehingga membiarkan TERGUGAT III untuk melakukan tindakan medis terhadap PASIEN. Tindakan pembiaran
Halaman 17 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
mana tidak akan mungkin terjadi apabila PENGGUGAT memperoleh informasi/penjelasan yang lengkap dari TERGUGAT III. 42. Bahwa dalam hukum perlindungan konsumen, perbuatan PARA TERGUGAT juga telah melanggar Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”) (Bukti P – 17) yang pada pokoknya mengatur bahwa konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, keselamatan dan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai suatu jasa; 43. Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 8 (f) UU Perlindungan Konsumen (Bukti P – 17) yang menyatakan bahwa: “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut”; Bahwa PARA TERGUGAT telah nyata memberikan informasi yang menyesatkan dan tidak benar kepada PENGGUGAT ketika menangani PASIEN dengan mengatakan bahwa terhadap luka PASIEN: -
Tidak dapat dilakukan pengeleman (dermabond);
-
Tidak dapat dilakukan penjahitan dengan benang permanen; dan
-
Tidak akan berbekas dan akan hilang sama sekali
hal mana kesemuanya ternyata adalah tidak benar/merupakan kebohongan dari PARA TERGUGAT; 44. Bahwa menurut doktrin hukum perlindungan konsumen, bidang kedokteran
termasuk
dalam
jasa
yang
dimaksud
dalam
UU
Perlindungan Konsumen (Bukti P – 18); 45. Bahwa, PENGGUGAT sudah berulang kali meminta TERGUGAT III untuk menghilangkan atau meminimalisir luka sobek PASIEN dengan melakukan pengeleman (dermabond), akan tetapi dengan memuji diri sendiri sebagaimana yang PENGGUGAT nyatakan di angka 14, TERGUGAT III tetap mengambil tindakan melakukan penjahitan dengan menggunakan benang non permanen. Sepatutnya berdasarkan Pasal 51 huruf b UU Praktik Kedokteran (Bukti P – 13) dan Pasal 42 Kode Etik Kedokteran Indonesia (Bukti P – 11), dokter wajib merujuk pasien ke dokter lain yang memiliki keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan atau pengobatan;
Halaman 18 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
46. Bahwa berdasarkan Pasal 10 dan 11 Undang-undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit (Bukti P – 15) dikatakan Bahwa; 10. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang
dilakukan
serta
perkiraan
biaya
pengobatan/tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya; 11. Memberikan persetujuan atau menolak sebagian atau seluruh tindakan yang akan diberikan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap dengan pengecualian yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan; 47. TERGUGAT I dan TERGUGAT II juga telah menahan hak-hak PENGGUGAT ataupun PASIEN untuk memperoleh rekam medis milik PASIEN, sementara PENGGUGAT telah berulang kali meminta rekam medis tersebut baik secara lisan ataupun tertulis. Hal ini bertentangan dengan Pasal 47 angka 1 UU Praktik Kedokteran (Bukti P – 13) dan Pasal 12 Peraturan Menteri Kesehatan nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis (Bukti P – 14) yang menyatakan bahwa isi rekam medik adalah milik pasien; 48. Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Menteri Kesehatan nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis (Bukti P – 14), pemanfaatan rekam medis digunakan antara lain untuk: -
Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien; dan
-
Alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi, dan penegakan etika kedokteran dan kedokteran gigi;
Dalam permasalahan aquo, rekam medis PASIEN sangat diperlukan untuk referensi PASIEN untuk melakukan pemeriksaan kondisinya di rumah sakit lain dalam rangka mencari opini medis, selain itu diperlukan untuk proses penegakan hukum, disiplin kedokteran, dan penegakan etika kedokteran yang
dilaksanakan oleh TERGUGAT II, TERGUGAT
III, dan TERGUGAT IV; 49. Bahwa selain diperlukan untuk referensi PASIEN, rekam medis sangat diperlukan untuk melakukan audit medis terhadap tindakan yang telah
Halaman 19 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
diambil oleh TERGUGAT III kepada PASIEN. Berdasarkan Penjelasan Pasal 49 angka (1) dan (2) UU Praktik Kedokteran (Bukti P – 13) yang menyatakan: “yang dimaksud dengan audit medis adalah upaya evaluasi secara professional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada medis dengan menggunakan rekam medis yang dilaksanakan oleh profesi medis” Rekam medis juga berisi mengenai penjelasan-penjelasan seorang dokter terhadap pasien atau keluarga pasien sebagaimana dimaksud dalam Permenkes 290/2008. Oleh karenanya sangat beralasan PENGUGGAT meminta penyerahan rekam medis tersebut kepada PARA
TERGUGAT
dan
menggugat
PARA
TERGUGAT
telah
melakukan perbuatan hukum dengan tidak menyerahkan rekam medis tersebut kepada PENGGUGAT; 50. Bahwa PARA TERGUGAT meskipun telah mengakui kesalahan dengan
mengajukan
permohonan
maaf
serta
membebaskan
PENGGUGAT dari segala biaya-biaya PASIEN saat diberikan tindakan oleh TERGUGAT III dan TERGUGAT IV, akan tetapi menolak memenuhi permintaan PENGGUGAT untuk menghilangkan bekas luka jahitan atas tindakan TERGUGAT III tersebut di rumah sakit lain yang ditunjuk PENGGUGAT, tindakan mana dilakukan oleh PENGGUGAT semata-mata telah banyaknya kebohongan yang telah dilakukan oleh PARA TERGUGAT; 51. Bahwa PENGGUGAT telah meminta PARA TERGUGAT bertanggung jawab untuk melakukan penghilangan bekas luka jahitan PASIEN di rumah sakit yang ditunjuk PENGGUGAT, tetapi permintaan tersebut tidak diindahkan PARA TERGUGAT, dan PARA TERGUGAT hanya mau bertanggung jawab jika penghilangan bekas luka jahitan dilakukan di TERGUGAT II; 52. Bahwa TERGUGAT II, sebagai institusi pelayanan kesehatan, dan TERGUGAT I, sebagai pendiri dan pengelola rumah sakit, yaitu TERGUGAT II, harus turut bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan oleh TERGUGAT III dan TERGUGAT IV dimana telah menyalahi tidak hanya Kode Etik Kedokteran Indonesia namun juga UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen dan UU Praktik Kedokteran. Hal ini sesuai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
Halaman 20 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
tentang Rumah Sakit (“UU Rumah Sakit”) (Bukti P – 15), yang menyatakan: “Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit” 53. Bahwa kebohongan-kebohongan yang dilakukan oleh TERGUGAT III dan
TERGUGAT
IV
sebagaimana
menunjukkan TERGUGAT
tersebut
I dan TERGUGAT
dalam
angka
29
II tidak mampu
memberikan pelayanan kesehatan secara profesional serta dilakukan dengan standar minimum pelayanan rumah sakit sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Rumah Sakit (Bukti P – 15); 54. Diketahui kemudian TERGUGAT II memiliki kasus-kasus malpraktik (Bukti P – 24 sampai dengan P – 27) yang telah diliput media massa baik cetak maupun online, maka atasnya tentu saja PENGGUGAT sudah tidak memiliki kepercayaan terhadap penawaran tanggung jawab yang diberikan oleh PARA TERGUGAT kecuali dilakukan di rumah sakit pilihan PENGGUGAT dan sudah sepatutnya PENGGUGAT sebagai orang tua dari PASIEN dilindungi dan dipenuhi hak-hak hukumnya dan sedapat mungkin TURUT TERGUGAT menjaga agar tidak jatuh korban lebih banyak lagi; 55. Bahwa TURUT TERGUGAT dalam kapasitasnya sebagai pemerintah berdasarkan Pasal 55 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Bukti P – 19) menyatakan bahwa kewajiban pemerintah menentukan standar mutu pelayanan rumah sakit, dan dengan adanya perkara aquo TURUT TERGUGAT memiliki kewajiban lainnya sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 6 huruf e UU Rumah Sakit (Bukti P – 15) untuk menjamin perlindungan masyarakat terhadap jasa yang diberikan rumah sakit; 56. Bahawa berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 56 Tahun 2014 (Bukti P – 22) TURUT TERGUGAT adalah pihak yang berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan rumah sakit dan berwenang memberikan sanksi antara lain berupa pemberhentian sementara sebagian kegiatan Rumah Sakit, pencabutan izin praktik tenaga kesehatan dan/atau pencabutan Izin Operasional.
Halaman 21 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
57. Berdasarkan posita butir 52 sampai dengan 56 di atas, TERGUGAT I dan TERGUGAT II masih perlu dibina oleh instansi terkait, oleh karenanya
cukup
beralasan
bagi
TURUT
TERGUGAT
mempertimbangkan atau mengkaji kembali standar pelayanan mutu serta fasilitas pelayanan kesehatan yang dikelola oleh TERGUGAT I dan
TERGUGAT
II dalam
rangka
menjamin
serta
melindungi
kepentingan khalayak ramai. Untuk menegaskan kepentingan tersebut PENGGUGAT dengan ini memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memerintahkan TURUT TERGUGAT menghentikan sementara izin praktik TERGUGAT III, TERGUGAT IV, dan izin operasional TERGUGAT II selama TURUT TERGUGAT memeriksa dan mengkaji standar mutu pelayanan TERGUGAT II, TERGUGAT III, dan TERGUGAT IV; 58. Berdasarkan TERGUGAT
hal-hal
tersebut
dinyatakan
oleh
diatas
sudah
Pengadilan
sepatutnya
Negeri
PARA
Bekasi
telah
melakukan Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) dan sudah sepatutnya pula menurut hukum bila PARA TERGUGAT berdasarkan Pasal 1365 dan 1367 KUH Perdata (Bukti P – 20) harus menanggung beban atas seluruh kerugian yang timbul akibat Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukannya; Kerugian Materil dan Immateril PENGGUGAT atas perbutan TERGUGAT 59. Bahwa tindakan-tindakan PARA TERGUGAT sebagaimana diuraikan diatas telah menimbulkan kerugian terhadap PENGGUGAT dan PASIEN, karena akibat perbuatan PARA TERGUGAT maka pada wajah PASIEN terdapat bekas luka jahitan yang secara estetika tidaklah baik terutama mengingat PASIEN adalah anak perempuan; Bahwa kerugian materiil yang juga dialami oleh PENGGUGAT atas perbuatan PARA TERGUGAT adalah sebesar Rp 674.600.000,- (enam ratus tujuh puluh empat juta enam ratus ribu rupiah), dengan rincian sebagai berikut: Kerugian Materiil 60. Biaya
yang
harus
dikeluarkan
oleh
PENGGUGAT
sebagai
penghilangan bekas luka jahitan pada PASIEN adalah sebesar Rp 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah);
Halaman 22 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
61. Bahwa pada periode bulan Oktober hingga November 2011 (selama 2 bulan) yaitu saat setelah hal ini terjadi PENGGUGAT tidak dapat pergi bekerja dikarenakan harus mengurus perihal aquo dengan PARA TERGUGAT dan harus intensif memantau kondisi PASIEN, sehingga atasnya
kehilangan
pendapatan
yang
seharusnya
diterima
PENGGUGAT dalam bekerja dimana pendapatan/gaji PENGGUGAT saat itu (sebagai kapten/nakhoda kapal pada perusahaan asing) adalah USD 9900 perbulan, sehingga kerugian dalam hal ini adalah sebesar 2 X Rp 99.000.000,- (1 USD = Rp 12.000,-) atau dalam Rupiah setara dengan Rp 237.600.000,- (dua ratus tiga puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah); 62. Biaya yang dikeluarkan PENGGUGAT untuk pengurusan kasus/perkara aquo sejak Oktober 2011 hingga sekarang yang terdiri dari biaya transportasi, biaya konsultasi dengan ahli hukum kesehatan, biaya konsultasi dengan dokter dan lain-lain adalah sebesar Rp 87.000.000,(delapan puluh tujuh juta rupiah); 63. Berdasarkan perhitungan tersebut pada angka 60 sampai dengan angka 62 diatas, PENGGUGAT menderita kerugian materil sejumlah Rp 674.600.000,- (enam ratus tujuh puluh empat juta enam ratus ribu rupiah) ditambah dengan bunga keterlambatan sebesar 6% (enam persen) per tahun dihitung sejak tanggal pengajuan Klaim yaitu 18 Februari 2014 sampai dengan tanggal pelunasan; 64. Bahwa selain membayar kerugian materiil yang telah diderita oleh PENGGUGAT sebagaimana dimaksud dalam angka 63 di atas. Untuk memastikan PARA TERGUGAT lebih berhati-hati dikemudian hari sehingga kejadian yang menimpa PENGGUGAT tidak akan menimpa pihak lain, maka PENGGUGAT meminta PARA TERGUGAT untuk: a.
mensosialisasikan
hak-hak
pasien
dengan
memampang
slogan/spanduk atau membagikan selebaran berisikan hak-hak pasien pada seluruh rumah sakit yang dimiliki dan/atau dikelola oleh TERGUGAT I agar dapat dilihat dan dibaca oleh seluruh pasien agar tidak terjadi hal serupa; b.
membuat surat permintaan maaf secara tertulis melalui media cetak KOMPAS dengan peredaran nasional dan melalui media televisi nasional dengan format dan redaksi sebagai berikut:
Halaman 23 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
PT FAMON GLOBAL AWAL BROS RUMAH SAKIT AWAL BROS BEKASI Dokter Muhammad Arief Fadli [masukkan nomor STR] Dokter Muchtar [masukkan nomor STR] Dengan ini memohon maaf sebesar-besarnya kepada: Samuella Yerusalem Bonaparte dan Capt. Samuel Bonaparte Hutapea, A.Md., S.H., S.E., M.Mar. sebagai pasien dan orang tua pasien, atas kesalahan dan kelalaian yang telah kami lakukan dalam penanganan Yeru dan menimbulkan kerugian
Kerugian Immateril 65. Bahwa
selain
kerugian
materil
sebagaimana
dirincikan
oleh
PENGGUGAT diatas, akibat perbuatan PARA TERGUGAT yang secara terang
benderang
merupakan
Perbuatan
Melawan
Hukum
(Onrechtmatige Daad) dan memenuhi unsur pasal 1365 KUH Perdata, maka PENGGUGAT berhak meminta ganti kerugian immateril kepada PARA TERGUGAT dengan pertimbangan: -
Perasaan tidak nyaman yang dialami PENGGUGAT dan PASIEN atas kebohongan dan pelayanan buruk dari PARA TERGUGAT dalam perihal aquo;
-
Rasa sakit dalam pencabutan benang jahit akibat perbuatan TERGUGAT II dan TERGUGAT III;
-
Kehilangan waktu, tenaga dan pikiran yang dihabiskan untuk mengurus masalah aquo sejak awal masalah ini timbul (Oktober 2011)
hingga
saat
gugatan
ini
dimajukan
sampai
dengan
diserahkannya, yang menjadi hak PENGGUGAT nanti; -
Rasa malu yang menjadi beban PASIEN karena menderita cacat pada wajahnya.
Bahwa kerugian immateril meski sulit dihitung dengan materi tetapi nyata ada, dan demi keadilan sudah tentu berhak mendapatkan kompensasi atasnya, karena kerugian immateril perlu dikenakan kerugian tidak hanya terbatas kepada kerugian imateril semata, kerugian juga nyata ada secara immateril yang atasnya berhak mendapat kompensasi;
Halaman 24 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
66. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, sangat beralasan kiranya tuntutan PENGGUGAT untuk menuntut PARA TERGUGAT untuk membayar ganti rugi immateril yang diperkirakan sebesar Rp 2.000.000.000,- (dua miliar Rupiah) yang dibayarkan secara tunai dan sekaligus
kepada
PENGGUGAT,
ditambahkan
ditambah
denda
sebesar 6% per tahun tahun dihitung sejak tanggal gugatan ini terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sampai dengan tanggal pelunasan; Sita Jaminan 67. Bahwa untuk menjamin pelaksanaan putusan di kemudian hari tidak menjadi sia-sia (illusioir), dan juga agar tidak jatuh korban lebih banyak lagi, maka sangatlah beralasan apabila terhadap harta benda milik TERGUGAT II diletakkan sita jaminan (Conservatoir Beslag) yakni tanah dan bangunan di Jalan KH. Noer Ali, Kav 17-18 Kalimalang, Bekasi 17144, yang dikenal setempat sebagai Rumah Sakit Awal Bros Bekasi; PENGGUGAT juga mencadangkan haknya untuk meminta sita jaminan terhadap harta kekayaan PARA TERGUGAT lainnya. Tuntutan Putusan Provisi 68. Bahwa dikhawatirkan selama perkara ini diperiksa di pengadilan, Tergugat melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lainnya juga, maka Penggugat mohon kepada Majelis Hakim untuk
terlebih
dahulu
menjatuhkan
putusan
provisi
untuk
memerintahkan PARA TERGUGAT untuk tidak melakukan kegiatan atau tindakan medis apapun selama dalam dalam proses persidangan agar tidak jatuh korban lebih banyak lagi. 69. Memohon majelis hakim agar memerintahkan TURUT TERGUGAT sebagai pihak yang berwenang mengawasi dan menindak untuk melakukan pemeriksaan dan menghentikan sementara atau sebagian atau paling tidak layanan Gawat Darurat dan Bedah Plastik pada Rumah Sakit Awal Bros Bekasi baik kepada TERGUGAT II dan/atau TERGUGAT II dan/atau TERGGUGAT IV. 70. Bahwa mengingat bukti-bukti yang diajukan oleh PENGGUGAT adalah bukti-bukti yang sah, kuat, jelas dan otentik, maka PENGGUGAT mohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar putusan pengadilan dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bijvoorraad
Halaman 25 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
verklaard), walaupun ada bantahan, perlawanan (verzet), banding atau kasasi; 71.
Bahwa dengan terbuktinya PARA TERGUGAT telah melakukan Perbuatan
Melawan
Hukum
(Onrechtmatige
Daad)
terhadap
PENGGUGAT, maka sudah sepatutnya menurut hukum bila Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menghukum PARA TERGUGAT untuk membayar segala biaya perkara yang timbul dalam perkara aquo. Berdasarkan hal-hal, dalil-dalil, bukti-bukti dan fakta-fakta hukum yang dikemukakan di atas, Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan putusan sebagai berikut: DALAM PROVISI : 1.
Mengabulkan gugatan Provisi PENGGUGAT secara keseluruhan;
2.
Memerintahkan PARA TERGUGAT untuk tidak melakukan kegiatan atau tindakan medis apapun selama dalam dalam proses persidangan.
3.
Memerintahkan TURUT TERGUGAT untuk melakukan pemeriksaan dan menghentikan sementara atau sebagian atau paling tidak layanan Gawat Darurat dan Bedah Plastik pada Rumah Sakit Awal Bros Bekasi baik kepada TERGUGAT II dan/atau TERGUGAT II dan/atau TERGGUGAT IV.
4.
Menetapkan dan memerintahkan kepada TERGUGAT I dan / atau TERGUGAT II untuk menyerahkan rekam medik PASIEN ;
5.
Memerintahkan TERGUGAT III dan TERGUGAT IV menunjukkan Ijin Praktek.
DALAM POKOK PERKARA: 1. Mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya; 2. Menyatakan PARA TERGUGAT melakukan Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad); 3. Memerintahkan PARA TERGUGAT untuk mensosialisasikan hak-hak pasien
dengan
memampang
slogan/spanduk
atau
membagikan
selebaran berisikan hak-hak pasien pada seluruh rumah sakit yang dimiliki dan/atau dikelola oleh TERGUGAT I agar dapat dilihat dan dibaca oleh seluruh pasien agar tidak terjadi hal serupa; 4. Memerintahkan PARA TERGUGAT untuk membuat surat permintaan maaf secara tertulis melalui media cetak KOMPAS dengan peredaran nasional dan melalui media televisi nasional dengan format dan redaksi sebagaimana ditentukan oleh PENGGUGAT;
Halaman 26 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
5. Menghukum PARA TERGUGAT untuk membayar ganti rugi materil kepada PENGGUGAT sebesar Rp 674.600.000,- (enam ratus tujuh puluh empat juta enam ratus ribu rupiah) yang dibayarkan secara tunai dan sekaligus kepada PENGGUGAT ditambah dengan bunga keterlambatan sebesar 6% (enam persen) per tahun dihitung sejak tanggal gugatan ini terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sampai dengan tanggal pelunasan; 6. Memerintahkan TURUT TERGUGAT untuk mencabut izin praktik TERGUGAT III dan TERGUGAT IV, memberhentikan sementara izin operasional TERGUGAT I dan TERGUGAT II dalam rangka pembinaan dan pemeriksaan standar mutu minimum pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh PARA TERGUGAT; 7. Menghukum PARA TERGUGAT secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi immateriil kepada PENGGUGAT sebesar Rp 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) yang dibayarkan secara tunai dan sekaligus kepada Penggugat ditambah dengan bunga keterlambatan sebesar 6% (enam persen) per tahun dihitung sejak tanggal gugatan ini terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sampai dengan tanggal pelunasan; 8. Memerintahkan TURUT TERGUGAT mematuhi seluruh isi putusan ini; 9. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bijvoorraad verklaard) walaupun ada bantahan, perlawanan (verzet), banding dan kasasi; 10. Menghukum PARA TERGUGAT untuk membayar biaya perkara. atau: Apabila Pengadilan berpendapat lain, PENGGUGAT mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat I, II dan III
menyerahkan Jawaban tanggal 6 Agustus 2016, yaitu sebagai
berikut: I.
DALAM EKSEPSI A. Tergugat II Bukan Merupakan Subyek Hukum Oleh Karenanya Tidak Mempunyai Kapasitas Untuk Dijadikan Sebagai Pihak Dalam Gugatan A Quo 1. Bahwa Penggugat telah Keliru dengan memasukkan Rumah Sakit Awal Bros Cabang Bekasi sebagai Tergugat II padahal
Halaman 27 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
diketahui bahwa Rumah sakit awal Bros bukan merupakan Badan hukum, melainkan Badan Usaha milik PT. FAMON GLOBAL AWAL BROS; 2. Bahwa oleh karena Rumah Sakit Awal Bros Bekasi bukan merupakan Subyek Hukum yang mempunyai Hak dan Kewajiban menurut Hukum, maka Rumah Sakit Awal Bros Bekasi tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum termasuk dengan memasukkan sebagai Pihak dalam perkara a quo; 3. Bahwa oleh karena Rumah Sakit Awal Bros Bekasi bukan merupakan badan hukum, maka adalah keliru Jika Penggugat memasukkan/mendudukkan
Rumah
Sakit
Bekasi
sebagai
Tergugat II dalam perkara a quo, maka dengan demikian sudah sepatutnya Majelis Hakim Pemeriksa Perkara a quo menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima; B. GUGATAN PREMATUR 1. Bahwa
dalam
Gugatannya
Penggugat
telah
mendalilkan
Tergugat III dalam melakukan penanganan medik tidak sesuai dengan standard dan etika Profesi dengan tidak memberikan informasi adalah merupakan dalil yang keliru dan Premature oleh karena
tidak
adanya
mempunyai
kapasitas
menyatakan
mengenai
suatu
badan
untuk kesalahan
atau
lembaga
menyimpulkan atau
yang
dan/atau
kegagalan
yang
dilakukan oleh tergugat III dalam penanganan Medik terhadap Pasien yang bernama Samuella Yerusalem Bonaparte; 2. Bahwa dengan tidak adanya Pernyataan dan/atau Surat yang dikeluarkan oleh suatu badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan dan/atau kapasitas untuk menyatakan suatu kesalahan atau kegagalan yang dilakukan oleh Tergugat I, Tergugat II, dan khususnya Tergugat III, maka jelas Gugatan Penggugat adalah Gugatan yang Prematur, sehingga sudah sepatutnya Majelis Hakim Pemeriksa Perkara a quo menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima; II. DALAM POKOK PERKARA 1. Bahwa TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III menolak dan membantah dengan tegas seluruh dalil-dalil Gugatan Penggugat
Halaman 28 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
kecuali yang diakui secara tegas dan jelas tentang kebenarannya oleh TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III; 2. Bahwa hal-hal yang telah dikemukakan dalam bagian eksepsi secara mutatis mutandis merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan jawaban dalam pokok perkara ini; 3. Bahwa benar Pasien bernama Samuella Yerusalem Bonaparte telah datang ke Tergugat II dikarenakan terdapat luka sobek yang cukup dalam pada bagian dagu, yang kemudian ditangani oleh Tergugat III yang pada saat itu bertugas sebagai dokter jaga; 4. Bahwa setiap tindakan medik yang dilakukan Tergugat III sebagai seorang dokter selalu didasarkan pada kaidah ilmu kedokteran dan standard Profesi yang tinggi (Standard Operation Prosedure), termasuk dalam menangani pasien yang bernama Samuella Yerusalem Bonaparte; 5. Bahwa terhadap penanganan Pasien yang bernama Samuella Yerusalem Bonaparte sebelum diambil tindakan medik oleh Tergugat III, terlebih dahulu telah dilakukan pemeriksaan, dan terhadap hal tersebut Tergugat III menyarankan agar pasien bernama Samuella Yerusalem Bonaparte ditangani oleh Dokter Spesialis Bedah Plastik, namun Penggugat meminta agar penanganan dilakukan oleh Tergugat III, dan meminta Tergugat III melakukan Pengeleman pada luka dimaksud; 6. Bahwa
terhadap
tindakan
pengeleman,
Tergugat
III
telah
menjelaskan dan memberikan informasi yang jujur, etis, dan memadai (adequate information) bahwa pengeleman terhadap luka yang berada di dagu sangat tidak efektif mengingat mobilitas otot dagu yang sangat tinggi termasuk saat mengunyah makanan dan berbicara sehingga apabila dipaksakan maka akan beresiko terlepasnya hasil pengeleman dan akan mengakibatkan semakin besarnya luka tersebut, sehingga akan lebih efektif apabila dilakukan penjahitan; 7. Bahwa setelah Tergugat III memberikan penjelasan dan informasi maka kemudian Penggugat setuju atas tindakan yang akan dilakukan pada luka tersebut yaitu penjahitan, dimana penjahitan tersebut dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah
Halaman 29 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
ilmu kedokteran, yang dibuktikan dengan tertutupnya luka tersebut dengan sempurna; 8. Bahwa apabila Penggugat tidak sepakat untuk dilakukan Penjahitan sebagaimana pertimbangan, penjelasan dan/atau informasi yang telah diberikan oleh Tergugat III terhadap Pasien yang bernama Samuella Yerusalem Bonaparte, maka seharusnya Penggugat membawa Pasien ke rumah sakit lain bukan dengan memberikan persetujuan
untuk
dilakukan
Penjahitan,
namun
kemudian
mengajukan Gugatan yang tidak jelas dasar argumennya; 9. Bahwa terhadap “bekas luka” yang dipermasalahkan Penggugat sangat jelas bukan diakibatkan karena Penjahitan yang dilakukan oleh Tergugat III, melainkan karena luka itu sendiri, yang diakibatkan lalainya Penggugat sebagai seorang ayah untuk menjaga dan mengawasi putrinya, dan adanya gugatan a quo menunjukkan seolah-olah kelalaian Penggugat sebagai seorang ayah ingin dibebankan dan/atau dialihkan kepada Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III, dengan dalil Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum; 10. Bahwa Perlu diketahui, Penggugat dan Pasien datang ke Tergugat II bukan untuk menghilangkan bekas luka tapi untuk mengobati luka yang diderita oleh pasien, dimana sudah barang tentu setiap luka meninggalkan bekas, terlebih-lebih luka yang dialami oleh pasien merupakan luka yang cukup dalam; 11. Bahwa Penggugat mendalilkan berdasarkan second opinion dari rumah sakit Mitra Keluarga dijelaskan bahwa bekas luka yang diderita pasien tidak akan hilang dan selamanya akan ada diwajah Pasien, berdasarkan pendapat tersebut tentu secara jelas dapat dipahami bahwa dokter pada rumah sakit Mitra Keluarga hanya memberikan pendapat mengenai “bekas luka” bukan mengenai apakah Tergugat I, Tergugat II, dan khususnya Tergugat III telah melakukan penanganan sesuai dengan kaidah ilmu kedokteran dan standard Profesi atau tidak, sehingga pendapat tersebut tidak ada korelasi dan relevansinya terhadap Tindakan pertolongan yang dilakukan oleh Tergugat III; 12. Bahwa apabila Tergugat III melakukan penanganan pasien tidak berdasarkan pada kaidah ilmu kedokteran, standard dan etika
Halaman 30 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
Profesi, maka seharusnya dibuktikan dengan adanya Surat yang dikeluarkan oleh suatu Badan atau Lembaga yang menunjukkan kesalahan Tergugat III, bukan dengan memberikan asumsi-asumsi yang tidak berdasar pada ilmu kedokteran dan hukum; 13. Bahwa oleh karena tidak adanya Pernyataan dan/atau Surat yang dikeluarkan oleh Surat yang dikeluarkan oleh suatu Badan atau Lembaga yang menyatakan bahwa Tergugat III dalam mejalankan praktek kedokteran tidak sesuai dengan kaidah ilmu kedokteran, standard dan etika Profesi, maka jelas tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat III termasuk Tergugat I dan Tergugat II; III. DALAM PROVISI 14. Bahwa
Permohonan
Penggugat
yang
memohonkan
agar
menjatuhkan putusan provisi berupa penghentian tindakan medis selama proses persidangan, adalah permohonan yang sangat mengada-ada serta bertentangan dengan rasa kemanusian, sebab bagaimana mungkin hanya karena “bekas luka” yang diderita anak Penggugat, maka Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III menghentikan pelayanan kesehatan dan mengorbankan puluhan atau bahkan ratusan nyawa yang saat ini sedang membutuhkan pertolongan dari Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III; 15. Bahwa oleh karena permohonan provisi Penggugat tersebut sangat tidak berdasar hukum telebih-lebih sangat tidak relevan, maka sudah sepatutnya Majelis Hakim menolak permohonan Provisi Penggugat; Berdasarkan Argumentasi-argumentasi hukum tersebut diatas, maka telah cukup kiranya TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III, Mohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara ini agar berkenan memberikan putusan dengan amar sebagai berikut : I.
DALAM EKSEPSI 1. Menerima dan mengabulkan Eksepsi TERGUGAT I, TERGUGAT II, dan TERGUGAT III; 2. Menyatakan Gugatan PENGGUGAT tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verklaard)
II.
DALAM PROVISI 1. Menolak Permohonan Provisi Penggugat;
III.
DALAM POKOK PERKARA
Halaman 31 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
1. Menolak Gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya; 2. Menghukum PENGGUGAT untuk membayar biaya perkara ini ; Atau Ex Aequo et Bono Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat IV menyerahkan Jawaban tanggal 6 Agustus 2016, yaitu sebagai berikut : DALAM EKSEPSI GUGATAN A QUO MERUPAKAN PERKARA YANG SAMA DENGAN GUGATAN YANG DIAJUKAN OLEH PENGGUGAT PADA PENGADILAN NEGERI
JAKARTA
PUSAT
YANG
SAAT
INI
DALAM
PROSES
PEMERIKSAAN PADA TINGKAT BANDING (EXCEPTIO REI IN JUDICIUM DEDUCTAE) 1.
Bahwa TERGUGAT IV menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil yang dikemukakan oleh PENGGUGAT dalam gugatan a quo kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya oleh TERGUGAT IV secara mutatismutandis dan dianggap sebagai hal yang menguntungkan TERGUGAT IV;
2.
Bahwa gugatan a quo yang diajukan oleh PENGGUGAT terhadap TERGUGAT IV, telah pernah diperiksa dan diadili oleh Majelis Hakim Pengadilan
Negeri
Jakarta
Pusat
dalam
perkara
Nomor:
573/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst, yang diputus melalui Putusan Sela Nomor: 573/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst
pada tanggal 28 April 2015, yang pada
pokoknya menyatakan bahwa gugatan PENGGUGAT tidak dapat diterima, sebagaimana diakui oleh PENGGUGAT pada angka 5 gugatan a quo; 3.
Bahwa TERGUGAT IV dalam perkara tersebut (TERGUGAT IV in casu), telah mengajukan upaya hukum banding atas Putusan Sela Perkara Nomor: 573/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst, sebagaimana ternyata pada
Akta
Permohonan
99/SRT.PDT.BDG/2015/PN.JKT.PST
Banding Jo.
Nomor: Nomor:
573/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst; 4.
Bahwa gugatan a quo tidak bisa dilepaskan dengan perkara Nomor: 573/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst oleh karena terdapat kesamaan dasar gugatan dengan dasar gugatan a quo, demikian juga terdapat kesamaan Para Pihak, dimana pada pokoknya Para Pihak dalam gugatan tersebut adalah pihak-pihak yang sama dengan pihak-pihak
Halaman 32 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
dalam perkara gugatan a quo, nyata terlihat kesamaan subjek, sebagai berikut: Perkara Nomor: 573/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst: Para Pihak: - Capt. Ucok Samuel Bonaparte Hutapea, A.Md., S.H., M.Mar, sebagai Penggugat; - PT Famon Awal Bros Medika, sebagai Tergugat I; - Rumah Sakit Awal Bros Bekasi, sebagai Tergugat II; - dr. Fadli, sebagai Tergugat III; - dr. Muchtar, sebagai Tergugat IV; - Suku Dinas Kesehatan Wilayah Kota Bekasi, sebagai Turut Tergugat. Perkara Nomor: 242/Pdt.G/2015/PN.Bks: Para Pihak: - Capt. Ucok Samuel Bonaparte Hutapea, A.Md., S.H., M.Mar, sebagai Penggugat; - PT Famon Global Awal Bros, sebagai Tergugat I; - Rumah Sakit Awal Bros Bekasi, sebagai Tergugat II; - dr. Fadli, sebagai Tergugat III; - dr. Muchtar, sebagai Tergugat IV; - Suku Dinas Kesehatan Wilayah Kota Bekasi, sebagai Turut Tergugat. 5.
Bahwa berdasarkan uraian diatas maka kami mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menolak gugatan PENGGUGAT atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan PENGGUGAT tidak dapat diterima (nietontvankelijkverklaard).
GUGATAN YANG DIAJUKAN OLEH PENGGUGAT TIDAK JELAS ATAU KABUR (EXCEPTIO OBSCUUR LIBEL) Surat Gugatan Penggugat Tidak Jelas Isinya 6.
Bahwa ketidakjelasan dan kaburnya gugatan PENGGUGAT, antara lain disebabkan oleh kontrakdisi diantara dalil gugatan a quo, dimana pada satu sisi yakni pada angka 31 dalam gugatan a quo PENGGUGAT mendalilkan bahwa bekas luka jahitan pada PASIEN terlihat jelas sampai dengan saat ini, sebagaimana TERGUGAT IV kutip berikut ini : Angka 31 gugatan a quo:
Halaman 33 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
“Untuk menjadi catatan, bahwa bekas luka jahitan pada PASIEN terlihat jelas sampai dengan saat ini (Bukti P-1b), padahal sudah hampir 4 tahun berlalu sejak terluka dan tindakan penjahitan yang dilakukan TERGUGAT
III
tersebut
dilakukan
tanpa
persetujuan
dari
PENGGUGAT yang merupakan orang tua dari PASIEN”. Sedangkan disisi lain yakni pada angka 60 dalam gugatan a quo, PENGGUGAT mendalilkan telah mengalami kerugian material sebagai biaya
penghilangan
bekas luka
jahitan
PASIEN,
sebagaimana
TERGUGAT IV kutip berikut: Angka 60 gugatan a quo: “ Biaya yang harus dikeluarkan oleh PENGGUGAT sebagai biaya penghilangan bekas luka jahitan pada PASIEN adalah sebesar Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah)”. 7.
Bahwa dengan demikian, dalil kerugian materil pada Petitum gugatan PENGGUGAT
yang
merupakan
akumulasi
kerugian
materil
sebagaimana yang didalilkan pada posita gugatan adalah tidak dapat ditolerir karena tidak berkesesuaian atau tidak sejalan dengan dalil-dalil PENGGUGAT yang saling bertentangan tersebut, yakni apakah luka PASIEN/anak PENGGUGAT masih terlihat jelas atau telah hilang sebagaimana dalil kerugian materil untuk menghilangkan bekas luka yang
didalilkan
oleh
PENGGUGAT,
sehingga
sebagaimana
Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 28K/Sip/1973 yang menerangkan bahwa apabila petitum tidak disinkronkan atau tidak sesuai dengan posita maka petitum tidak dapat ditolerir dan gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak jelas dan kabur (obscuur libel); Dasar Gugatan a quo Tidak Jelas 8.
Bahwa selain itu kaburnya gugatan PENGGUGAT juga disebabkan oleh dasar gugatan PENGGUGAT tidak jelas, yang terlihat pada angka 29 dan 36 dalam gugatan a quo, dimana pada angka 29 PENGGUGAT pada pokoknya mendalilkan bahwa dasar PENGGUGAT mengajukan gugatan terhadap TERGUGAT IV adalah karena PENGGUGAT berulang kali dibohongi mengenai kondisi bekas luka jahitan PASIEN dimana TERGUGAT IV menyatakan luka sobek PASIEN dapat dijahit dengan benang permanen hanya saja TERGUGAT II tidak memiliki stok, sedangkan
pada
angka 36 PENGGUGAT
menyimpulkan
Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT IV adalah
Halaman 34 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
TERGUGAT IV menyatakan bahwa kondisi bekas luka jahitan PASIEN akan hilang seiring bertambahnya umur PASIEN, sehingga menjadi tidak jelas dan terkesan ragu-ragu mengenai apa sesungguhnya yang menjadi dasar PENGGUGAT mengajukan gugatan a quo terhadap TERGUGAT IV; 9.
Bahwa berdasarkan uraian diatas, maka kami mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menolak gugatan PENGGUGAT atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan PENGGUGAT tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard), sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 565 K/Sip/1973, yang pada pokoknya berbunyi: “Gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima karena dasar gugatan tidak sempurna”.
DALAM POKOK PERKARA TERGUGAT
IV
TELAH
PROSEDUR
RUMAH
MEMENUHI
SAKIT
STANDAR
TERGUGAT
II
OPERASIONAL
MAUPUN
STANDAR
OPERASIONAL PROSEDUR DOKTER SPESIALIS BEDAH PLASTIK ATAU
DISEBUT
TELAH
LEGE
ARTIS
DALAM
MENANGANI
PASIEN/ANAK PENGGUGAT 1.
Bahwa seluruh dalil-dalil yang TERGUGAT IV uraikan pada bagian Dakam Eksepsi, mohon dianggap sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan bagian Dalam Pokok Perkara a quo;
2.
Bahwa TERGUGAT IV menyangkal dan menolak seluruh dalil-dalil yang dikemukakan oleh PENGGUGAT dalam gugatan a quo, kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya oleh TERGUGAT IV secara mutatis-mutandis dan dianggap sebagai hal yang menguntungkan TERGUGAT IV;
3.
Bahwa
benar
Samuella
Yerusalem
Bonaparte
(PASIEN/anak
PENGGUGAT) pernah menjadi pasien TERGUGAT IV pada tanggal 29 Oktober 2011 di Rumah Sakit TERGUGAT II atas permintaan dari PENGGUGAT kepada Management Rumah Sakit TERGUGAT II agar PASIEN/anak PENGGUGAT dikonsulkan kepada TERGUGAT IV guna memeriksa dan atau menangani lebih lanjut pemulihan luka jahitan didagu PASIEN/anak PENGGUGAT yang sebelumnya telah ditangani oleh TERGUGAT III; 4.
Bahwa berdasarkan anamnesa (wawancara) yang dilakukan oleh TERGUGAT IV terhadap PASIEN/anak PENGGUGAT dan percakapan
Halaman 35 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
dengan PENGGUGAT pada 29 Oktober 2011 tersebut, didapatkan keterangan bahwa PASIEN/anak PENGGUGAT terjatuh sehingga mengalami luka robek di dagu dan telah ditangani oleh TERGUGAT III di UGD Rumah Sakit TERGUGAT II sekitar pertengahan bulan Oktober 2011, selanjutnya dari pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh TERGUGAT IV terhadap PASIEN/anak PENGGUGAT diketahui adanya jahitan didagu PASIEN/anak PENGGUGAT, luka pada dagu telah mengering, permukaan kulit pada dagu yang dijahit telah tertutup oleh jaringan baru, sehingga sesuai dengan prosedur TERGUGAT IV telah dapat melepas benang jahitan, disamping itu TERGUGAT IV juga menjelaskan
kepada
PENGGUGAT
bahwa
tidak
terdapat
kelainan/permasalahan pada bekas luka PASIEN/anak PENGGUGAT; 5.
Bahwa sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku pada bidang keilmuan TERGUGAT IV, saat itu TERGUGAT IV juga
menjelaskan
proses
penyembuhan
luka
PASIEN/anak
PENGGUGAT dan akan dilakukan evaluasi berkala, kemudian jika sesuai indikasi maka akan dilakukan revisi jaringan parut (bekas luka) setelah 6 bulan sejak dicabutnya jahitan, dan TERGUGAT IV meminta PASIEN/anak PENGGUGAT untuk datang kembali; 6.
Bahwa sebagai penegasan dapat TERGUGAT IV sampaikan bahwa PASIEN/anak PENGGUGAT hanya satu kali datang ke TERGUGAT IV untuk konsultasi yakni pada tanggal 29 Oktober 2011 tersebut, dimana pada konsul tersebut TERGUGAT IV hanya mencabut benang jahitan di dagu PASIEN/anak PENGGUGAT dan sejak saat itu PASIEN/anak PENGGUGAT tidak pernah datang lagi ke TERGUGAT IV meskipun TERGUGAT IV telah meminta agar PASIEN/anak PENGGUGAT datang kembali setelah 6 bulan untuk mengetahui apakah perlu atau tidak dilakukan revisi jaringan parut pada bekas luka tersebut;
7.
Bahwa beberapa hari kemudian, PENGGUGAT bersama kuasa hukumnya datang ke Rumah Sakit TERGUGAT II guna bertemu dengan PARA TERGUGAT, saat itu PENGGUGAT menuntut ganti kerugian pada PARA TERGUGAT serta meminta biaya pengobatan untuk PASIEN/anak PENGGUGAT ke dokter bedah plastik yang diinginkan oleh PENGGUGAT, TERGUGAT IV saat itu turut hadir pada pertemuan
dan
telah
menjelaskan
kembali
mengenai
proses
Halaman 36 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
penyembuhan luka PASIEN/anak PENGGUGAT kepada PASIEN/anak PENGGUGAT; 8.
Bahwa TERGUGAT IV telah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Sakit TERGUGAT IV maupun Standar Operasional Prosedur (SOP) Dokter Spesialis Bedah Plastik atau disebut telah Lege Artis sehingga TERGUGAT IV tidak dapat dituntut, sebagaimana Pasal 50 huruf a Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran yang berbunyi: “Apabila seorang dokter atau dokter gigi telah melaksanakan pelayanan medis atau praktek kedokteran telah sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional maka ia (dokter atau dokter gigi) tersebut tidak dapat dituntut hukum baik hukum administrasi, hukum perdata maupun hukum pidana”. Serta Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi: “Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya”.
PENGGUGAT TELAH BERITIKAD BURUK DENGAN MEMANIPULASI FAKTA YANG SENYATA-NYATANYA TERJADI 9.
Bahwa TERGUGAT IV menolak dengan tegas dalil PENGGUGAT pada angka 24 dalam gugatan a quo, kecuali terhadap dalil yang menguntungkan TERGUGAT IV, sebagaimana TERGUGAT IV kutip berikut: “Pada hari yang telah disepakati, PENGGUGAT kembali datang ke rumah sakit bersama PASIEN ditemani dengan Sdri. Debby untuk bertemu dengan TERGUGAT IV di rumah sakit untuk pencabutan benang jahit PASIEN, setelah memeriksa kondisi PASIEN, TERGUGAT IV mengatakan bahwa tindakan penjahitan dengan menggunakan benang permanen sangan dimungkinkan akan tetapi rumah sakit tidak memiliki benang tersebut, dan juga menginformasikan jenis benang yang digunakan oleh TERGUGAT III adalah benang nomor 4. TERGUGAT IV mengatakan PENGGUGAT tidak perlu khawatir dengan bekas luka PASIEN, karena bekas luka tersebut akan hilang sama sekali tanpa bekas seiring PASIEN bertambah umur”. Oleh karena tidak benar dan sangat keliru apa yang didalilkan oleh PENGGUGAT tersebut, dimana faktanya TERGUGAT IV tidak pernah
Halaman 37 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
menyatakan luka PASIEN/anak PENGGUGAT dapat dijahit dengan menggunakan
benang
permanen
sebab
TERGUGAT
IV
tidak
mengetahui bagaimana kedalaman luka pada dagu PASIEN/anak PENGGUGAT sebelum dilakukan penjahitan oleh TERGUGAT III sehingga TERGUGAT IV tidak dapat menilai begitu saja apalagi untuk menjanjikan kesembuhan sebagaimana dalil PENGGUGAT tersebut, karena hubungan hukum antara dokter dengan pasien merupakan suatu tindakan usaha yang maksimal (inspanningverbintenis), dimana dokter (i.c TERGUGAT IV) tidak pernah menjanjikan kesembuhan terhadap pasiennya, namun baik dokter maupun pasien akan saling berusaha semaksimal mungkin untuk mengupayakan kesembuhan dan kesehatan pasien dimana usaha tersebut bergantung pada keadaan individual masing-masing; 10. Bahwa TERGUGAT IV tidak perlu menanggapi lebih lanjut dalil PENGGUGAT pada angka 25 dalam gugatan PENGGUGAT, oleh karena sebagaimana JAWABAN TERGUGAT IV pada angka 6 diatas, TERGUGAT IV tidak mengingkari fakta bahwa benar TERGUGAT IV pada tanggal 29 Oktober 2011 telah memeriksa kondisi bekas luka pada
dagu
PASIEN/anak
PENGGUGAT
dan
kemudian
hanya
melakukan pencabutan benang jahitan tersebut; 11. Bahwa TERGUGAT IV menolak dalil PENGGUGAT pada angka 26 yang pada pokoknya menyatakan bahwa tidak terjadi anamnesa (wawancara) pada saat PASIEN/anak PENGGUGAT dikonsulkan kepada TERGUGAT IV, dalil PENGGUGAT tersebut sangat mengadaada dan tidak sesuai dengan fakta yang nyata terjadi, dimana faktanya adalah sejak pertama kali TERGUGAT IV menerima PASIEN/anak PENGGUGAT pada tanggal 29 Oktober 2011 tersebut, TERGUGAT IV langsung melakukan wawancara secara Allo-Anamnesa atau tanya jawab kepada keluarga pasien (i.c PENGGUGAT) sebagai pihak yang mengetahui tersebut
kondisi
pasien,
TERGUGAT
IV
selanjutnya
berdasarkan
mendapatkan
anamnesa
keterangan
bahwa
PASIEN/anak PENGGUGAT terjatuh sehingga mengalami luka robek di dagu dan telah ditangani oleh TERGUGAT III di UGD Rumah Sakit TERGUGAT II sekitar pertengahan bulan Oktober 2011, TERGUGAT IV saat itu tidak perlu menggali kejadian jatuh yang menimpa PASIEN oleh karena luka telah ditangani dengan baik yang dibuktikan dengan
Halaman 38 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
telah mengering nya luka pada dagu PASIEN/anak PENGGUGAT serta permukaan kulit pada dagu yang dijahit telah tertutup oleh jaringan baru dan karenanya TERGUGAT IV saat itu hanya mencabut benang; 12. Bahwa dapat TERGUGAT IV jelaskan, pengertian Anamnesa secara luas adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien/keluarga pasien dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita oleh pasien, BUKAN hanya keterangan tentang kehidupan seseorang maupun dokumen riwayat orang sakit dan penyakitnya dimasa lampau, sebagaimana yang didalilkan oleh PENGGUGAT pada angka 26 dalam gugatan a quo; 13. Bahwa sebagaimana JAWABAN TERGUGAT IV pada angka 4 dan 5 diatas, TERGUGAT IV tidak pernah menyatakan bahwa luka jahitan pada PASIEN/anak PENGGUGAT akan hilang sama sekali tanpa bekas seiring dengan bertambahnya usia PASIEN/anak PENGGUGAT, justru PENGGUGAT lah yang telah memutar balikan fakta yang senyata-nyatanya terjadi, dimana faktanya TERGUGAT IV saat itu telah menjelaskan proses penyembuhan luka PASIEN/anak PENGGUGAT yang akan terus dilakukan evaluasi berkala, kemudian TERGUGAT IV juga telah menjelaskan kepada PENGGUGAT bahwa jika sesuai dengan indikasi setelah dilakukan evaluasi berkala maka akan dilakukan revisi jaringan parut (bekas luka) setelah 6 bulan sejak dicabutnya jahitan, namun sejak saat itu PASIEN/anak PENGGUGAT tidak pernah datang untuk dilakukan evaluasi; 14. Bahwa dalil gugatan PENGGUGAT pada angka 27 membuktikan PASIEN/anak PENGGUGAT telah mengakhiri transaksi teraupetiknya secara sepihak dengan TERGUGAT IV, oleh karena PASIEN/anak PENGGUGAT telah melakukan konsultasi atau bahkan ditangani oleh dokter lain tanpa rujukan dari TERGUGAT IV sehingga dokter yang didatangi oleh PENGGUGAT dan atau PASIEN/anak PENGGUGAT tersebut tidak mendapatkan keterangan medis dari TERGUGAT IV mengenai kondisi bekas luka PASIEN/anak PENGGUGAT pada saat ditangani oleh TERGUGAT IV; 15. Bahwa oleh karena TERGUGAT IV menghargai Rekan Sejawat dan mematuhi Kode Etik Profesi, maka IV tidak perlu menanggapi lebih lanjut dalil PENGGUGAT pada angka 27 yang mendalilkan keterangan
Halaman 39 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
dokter pada Rumah Sakit Mitra Keluarga yang didatangi oleh PENGGUGAT atau PASIEN/anak PENGGUGAT untuk mendapatkan second opinion, yang pada pokoknya menyatakan bahwa bekas luka jahitan di dagu PASIEN tidak dapat hilang, dan selamanya akan ada di wajah PASIEN, namun demikian dapat TERGUGAT IV tegaskan kembali bahwa pada saat PASIEN/anak PENGGUGAT konsul pada TERGUGAT IV di tanggal 29 Oktober 2011 tersebut, TERGUGAT IV telah meminta PASIEN/anak PENGGUGAT untuk datang kembali pada TERGUGAT IV untuk dilakukan evaluasi berkala, dan jika sesuai indikasi setelah dilakukan evaluasi tersebut maka akan dilakukan revisi jaringan parut bekas luka setelah 6 bulan sejak dicabutnya jahitan, namun PASIEN/anak PENGGUGAT tidak pernah datang pada TERGUGAT IV justru mengakhiri transaksi teraupetiknya dengan TERGUGAT IV dan beralih kepada dokter lain tanpa rujukan dari TERGUGAT IV; 16. Bahwa benar meminta pendapat kedua (second opinion) kepada dokter lain atas pendapat dokter sebelumnya merupakan hak Pasien dan dilindungi oleh Undang-Undang, namun tidak mengindahkan anjuran dokter dan kemudian mengakhiri transaksi teraupetik secara sepihak dengan berkonsultasi ke dokter lain tanpa rujukan lantas kemudian menjadikan hasil second opinion tersebut sebagai dasar tuduhan terhadap dokter sebelumnya jelas dan tidak terbantahkan merupakan itikad buruk pasien yang sengaja mencari-cari kesalahan dokter, meskipun sesungguhnya dokter (i.c. TERGUGAT IV) telah memberikan penjelasan-penjelasan yang sesuai untuk penyembuhan bekas luka PASIEN/anak PENGGUGAT; 17. Bahwa penuh kebohongan dalil PENGGUGAT pada angka 28 dan 29 gugatan a quo, karena TERGUGAT IV tidak pernah memberikan informasi
yang
PENGGUGAT
menyesatkan atau
dalam
PASIEN/anak
bentuk
apapun
PENGGUGAT,
kepada faktanya
TERGUGAT IV justru telah memberikan penjelasan dan informasi yang cukup
dan
sesuai
PASIEN/anak
mengenai
PENGGUGAT
kondisi
termasuk
bekas tidak
luka
pada
terbatas
dagu
mengenai
rencana evaluasi berkala dan revisi jaringan parut (jika diperlukan) sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku, disamping itu perlu TERGUGAT IV tegaskan bahwa TERGUGAT IV
Halaman 40 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
TIDAK PERNAH MENYAMPAIKAN PERMOHONAN MAAF DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PENGGUGAT sehubungan dengan penanganan medis PASIEN/anak PENGGUGAT oleh TERGUGAT IV, dalil PENGGUGAT tersebut hanyalah asumsi-asumsi PENGGUGAT belaka yang menyalah artikan kata-kata PARA TERGUGAT karena kesalahpahaman yang terjadi antara PENGGUGAT dengan PARA TERGUGAT, sebagaimana juga didalilkan kembali oleh PENGGUGAT pada angka 50 dan 51 dalam gugatan a quo; 18. Bahwa dalil PENGGUGAT pada angka 31 dalam gugatan a quo tidak berkesesuaian dengan dalil gugatan PENGGUGAT pada angka 60, pada angka 31 tersebut PENGGUGAT mendalilkan bahwa bekas luka jahitan PASIEN/anak PENGGUGAT masih terlihat jelas sampai saat ini, sedangkan pada angka 60 PENGGUGAT mendalilkan telah mengalami kerugian materil antara lain kerugian yang disebabkan oleh biaya untuk menghilangkan bekas luka pada dagu PASIEN/anak PENGGUGAT, sehingga
dengan
demikian
menjadi
terang
dan
jelas
kiranya
merupakan rangkaian itikad buruk PENGGUGAT terhadap TERGUGAT IV yang mana gugatan a quo tanpa dasar yang jelas dan semata-mata hanya mencari-cari kesalahan TERGUGAT IV; 19. Bahwa PENGGUGAT bukanlah pihak yang berwenang untuk meminta bukti-bukti dokumen milik TERGUGAT IV, dan karenanya TERGUGAT IV tidak perlu menanggapi lebih lanjut dalil pada angka 32 gugatan PENGGUGAT; 20. Bahwa
TERGUGAT
IV
menolak
dengan
tegas
seluruh
dalil
PENGGUGAT pada angka 33 sampai dengan 41 gugatan a quo, yang pada
pokoknya
menyatakan
TERGUGAT
IV
telah
melakukan
Perbuatan Melawan Hukum terhadap PASIEN/anak PENGGUGAT, karena kembali TERGUGAT IV tegaskan bahwa seluruh informasi, penjelasan-penjelasan dan pelayanan medis yang dilakukan oleh TERGUGAT IV terhadap PASIEN/anak PENGGUGAT telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), peraturan perundangundangan yang berlaku dan telah sesuai dengan indikasi medis, serta dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, selain itu pelayanan medis ataupun pencabutan benang jahitan yang dilakukan oleh TERGUGAT IV terhadap PASIEN/anak PENGGUGAT bukanlah merupakan indikasi Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana yang
Halaman 41 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
didalilkan oleh PENGGUGAT dalam gugatan a quo, karena sama sekali tidak memenuhi unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana ditentukan oleh hukum dan peraturan perundangundangan yang berlaku; 21. Bahwa TERGUGAT IV menolak dalil gugatan pada angka 43, yang pada pokoknya menyatakan bahwa tindakan PARA TERGUGAT telah bertentangan dengan Pasal 8 (f) UU Perlindungan Konsumen yang berbunyi: “ Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut” PENGGUGAT telah keliru menyamakan profesi dokter dengan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada UU Perlindungan Konsumen pada pasal tersebut, oleh karena hubungan hukum antara dokter dengan pasien merupakan suatu tindakan usaha yang maksimal dan tidak pernah memberikan janji-janji dalam bentuk apapun, disamping itu informasi-informasi,
penjelasan-penjelasan
yang
diberikan
oleh
TERGUGAT IV terhadap PENGGUGAT bukan lah informasi yang menyesatkan sebagaimana yang didalilkan oleh PENGGUGAT; 22. Bahwa guna menanggapi dalil PENGGUGAT pada angka 47 sampai 49, perlu TERGUGAT tegaskan bahwa Rekam Medis adalah catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan, namun berkas rekam medis adalah milik sarana pelayanan kesehanan, sedangkan pasien hanya
berhak
atas
isi
rekam
medis
berupa
Resume
Medis
sebagaimana yang diatur pada Pasal 12 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis, secara gamblang ketentuan tersebut menjelaskan bahwa Pasien atau dalam hal ini PENGGUGAT dan atau PASIEN/anak PENGGUGAT tidak dapat memiliki rekam medis, sedangkan PENGGUGAT hanya berhak atas Resume Medis, sehingga dalil PENGGUGAT tersebut patutlah untuk dikesampingkan oleh Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara a quo; 23. Bahwa dengan demikian, TERGUGAT IV tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban apapun termasuk guna mengganti kerugian yang
Halaman 42 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
tidak mendasar sebagaimana yang didalilkan PENGGUGAT dalam gugatan a quo, oleh karena ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata sebagaimana dimaksud oleh PENGGUGAT pada gugatan a quo hanya dapat diterapkan terhadap perbuatan melanggar
hukum yang
membawa kerugian kepada orang lain, sedangkan TERGUGAT IV yang hanya menangani PASIEN/anak PENGGUGAT dalam satu kali konsultasi yaitu hanya melakukan pencabutan benang jahitan pada dagu PASIEN/anak PENGGUGAT yang telah sesuai dengan kondisi klinis, memberikan penjelasan terkait dengan penyembuhan luka operasi PASIEN/anak PENGGUGAT dan tidak melalukan tindakan medis lainnya, sehingga bukanlah suatu perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUHPerdata tersebut, bahkan TERGUGAT IV justru meminta PASIEN/anak PENGGUGAT datang kembali guna dilakukan evaluasi berkala terhadap bekas jahitan namun justru PENGGUGAT tidak mengindahkan TERGUGAT IV dan beralih kedokter lain; 24. Bahwa berdasarkan segenap fakta-fakta yang telah TERGUGAT IV kemukakan di atas, menjadi terang dan jelas kiranya bahwa seluruh dan setiap dalil-dalil yang dikemukakan oleh PENGGUGAT dalam gugatan a quo, terbukti secara nyata merupakan dalil-dalil yang sangat dangkal, manipulatif dan tidak berdasarkan pada fakta-fakta yang senyata-nyatanya
terjadi.
Dalil
yang
telah
dikemukakan
oleh
PENGGUGAT patut diduga dengan sengaja disampaikan demi mengaburkan pertimbangan hukum Yang Mulia Majelis Hakim dalam memeriksa perkara a quo; 25. Bahwa dengan demikian, sudah sepatutnya agar Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi yang memeriksa perkara a quo, untuk menolak seluruh dalil yang tidak berdasar yang dikemukakan oleh PENGGUGAT, atau setidak-tidaknya menyatakan dalil-dalil tersebut tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). DALAM PROVISI 26. Bahwa Permohonan PENGGUGAT pada Majelis Hakim sebagaimana ternyata angka 68 dan 69 dalam gugatan PENGGUGAT yang pada pokoknya memohonkan agar menjatuhkan putusan provisi berupa penghentian tindakan medis TERGUGAT IV dan pelayanan Bedah Plastik oleh TERGUGAT IV di Rumah Sakit TERGUGAT II selama
Halaman 43 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
proses persidangan perkara a quo adalah permintaan yang sangat mengada-ada, tidak berdasar serta bertentangan dengan Kode Etik Profesi Kedokteran dan rasa kemanusiaan, sebab TERGUGAT IV hanya
mencabut
benang
jahitan
pada
dagu
PASIEN/anak
PENGGUGAT dan tidak melakukan tindakan medis lainnya yang menyebabkan
kerugian
terhadap
PASIEN/anak
PENGGUGAT,
sehingga sangat mengada-ada dan berlebihan jika TERGUGAT IV harus berhenti melakukan pertolongan terhadap pasien-pasien lain yang membutuhkan penanganan medis dari TERGUGAT IV; 27. Bahwa
oleh
karena
permohonan
provisi
yang
diajukan
oleh
PENGGUGAT tidak berdasar, maka sudah sepatutnya untuk ditolak dan dikesampingkan oleh Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara a quo; Bahwa berdasarkan seluruh uraian fakta-fakta yang senyata-nyatanya terjadi sebagaimana telah TERGUGAT IV kemukakan diatas, mohon agar Yang Mulia Majelis Hakim yang mengadili dan memutus perkara a quo, agar kiranya berkenan memutuskan: DALAM EKSEPSI 1. Menerima eksepsi TERGUGAT IV untuk seluruhnya. 2. Menolak gugatan PENGGUGAT atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan yang diajukan oleh PENGGUGAT tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). DALAM PROVISI 1. Menolak Permohonan Provisi PENGGUGAT. DALAM POKOK PERKARA 1. Menolak gugatan PENGGUGAT seluruhnya. 2. Menghukum PENGGUGAT untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini. ATAU Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi yang memeriksa perkara a quo berpendapat lain, mohon Putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono). Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Turut Tergugat
menyerahkan Jawaban tanggal 6 Agustus 2016, yaitu sebagai
berikut :
Halaman 44 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
1. Bahwa pokok gugatan adalah adanya Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan PARA TERGUGAT berupa tindakan medis penjahitan di bagian dagu oleh TERGUGAT III dan TERGUGAT IV di lokasi TERGUGAT II terhadap SAMUEL YERUSALEM BONAPARTE (anak PENGGUGAT) pada tanggal 17 Oktober 2011 yang menimbulkan kerugian materil dan imateril bagi anak PENGGUGAT; 2. Bahwa PENGGUGAT pernah mengajukan gugatan perkara yang identik dengan perkara a quo dimana telah diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 573/Pdt.G/2014/PN.JKT.PST yang Amarnya menyatakan gugatan tidak dapat diterima dengan pertimbangan hukum kompetensi relatif (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara) ; 3. Bahwa dalam rentang waktu kejadian dugaan malpraktek (17 Oktober 2011) hingga tanggal 23 Desember 2014 dimana kami menerima relaas Panggilan Sidang dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
baik
PENGGUGAT, TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III maupun TERGUGAT IV tidak pernah melaporkan kejadian yang dialami oleh anak PENGGUGAT kepada TURUT TERGUGAT. Demikian pula PARA TERGUGAT tidak pernah mengungkapkan terjadinya permasalahan perkara aquo kepada TURUT TERGUGAT dalam penyampaian laporan berkala Rumah Sakit ; 4. Bahwa dugaan terjadinya mal praktek terhadap TERGUGAT III dan TERGUGAT
IV
ataupun
dugaan
penyimpangan
prosedur
yang
dilakukakan TERGUGAT I dan TERGUGAT II harus melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK), dalam hal ini PENGGUGAT tidak pernah melaporkan kejadian tersebut kepada MKEK sehingga kami belum dapat mengambil tindakan hukum terhadap status ijin praktek TERGUGAT III dan TERGUGAT IV maupun ijin rumah sakit TERGUGAT II ; 5. Mengingat posisi Dinas Kesehatan Kota Bekasi sebagai TURUT TERGUGAT yang tunduk dan patuh terhadap Putusan Pengadilan maka kami mohon Majelis Hakim untuk memeriksa kebenaran Materiil atas materi Gugatan dan menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) sehingga berdasarkan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (In Kracht Van Gewijsde) kami dapat mengambil tindakan
Halaman 45 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
hukum terhadap ijin praktek TERGUGAT III dan TERGUGAT IV serta serta ijin rumah sakit TERGUGAT II. Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut Pengadilan Negeri Bekasi
telah menjatuhkan putusan tanggal 08 Maret 2016 No.
242/Pdt.G/2015/PN. Bks Yang amarnya sebagai berikut: DALAM PROVISI - Menolak Provisi Penggugat; DALAM EKSEPSI - Mengabulkan Eksepsi Tergugat IV; DALAM POKOK PERKARA 1. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima; 2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.581.000.- ( satu juta lima ratus delapan
puluh satu ribu
rupiah ) ; Membaca pula : 1) Risalah Pernyataan Permohonan Banding, Nomor 242/PDT.G/2015/ PN. Bks. Jo. Nomor 25 / Bdg / 2016 / PN. Bks, dibuat oleh Bebet Ubaidilah Affandi, SH.MH. Panitera Pengadilan Negeri Bekasi, yang isinya pada pokoknya menerangkan bahwa pada hari Senin, tanggal 21 Maret 2016 Kuasa Hukum Penggugat menyatakan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Bekasi, tanggal 08 Maret 2016 Nomor 242 / Pdt. G / 2015 / PN .Bks.; 2) Surat Pemberitahuan Pernyataan Banding, Nomor 242/PDT.G/2015/ PN. Bks. Jo. Nomor 25 / Bdg / 2016 / PN. Bks., dibuat oleh Taryadi– Jurusita Pengganti pada Pengadilan Negeri Bekasi, yang isinya pada pokoknya menerangkan bahwa telah diberitahukan kepada : 1. Terbanding I semula Tergugat I pada tanggal 29 Maret 2016; 2. Terbanding II semula Tergugat II pada tanggal 29 Maret 2016; 3. Terbanding III semula Tergugat III pada tanggal 29 Maret 2016; 4.
Turut Terbanding semula Turut Tergugat pada tanggal 29 Maret 2016;
5. dan kepada Kuasa Hukum Terbanding IV pada tanggal 05 April 2016; 3) Surat tanda terima memori banding, Nomor 242/PDT.G/2015/ PN. Bks. Jo. Nomor 25 / Bdg / 2016 / PN. Bks, dibuat oleh Floriberta Setyowati,
Halaman 46 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
SH. MH., Wakil Panitera Pengadilan Negeri Bekasi, yang isinya pada pokoknya menerangkan bahwa pada hari Rabu tanggal 20 Juli 2016 telah diterima memori banding tertanggal 12 Juli 2016, yang diajukan oleh kuasa dari Pembanding semula Penggugat; 4) Risalah Pemberitahuan dan Penyerahan memori banding Nomor 242/PDT.G/2015/ PN. Bks. Jo. Nomor 25 / Bdg / 2016 / PN. Bks., dibuat oleh Taryadi Jurusita Pengganti Pengadilan Negeri Bekasi, yang isinya pada pokoknya menerangkan bahwa telah diberitahukan/ diserahkan salinan memori banding kepada Terbanding I, II, III semula Tergugat I, II, III dan Turut Terbanding semula Turut Tergugat, pada tanggal 22 Juli 2016, dan kepada Kuasa Terbanding IV pada tanggal 03 Agustus 2016; 5) Surat tanda terima kontra memori banding, Nomor 242/PDT.G/2015/ PN. Bks. Jo. Nomor 25 / Bdg / 2016 / PN. Bks, dibuat oleh Bebet Ubaedilah Affandi, SH.MH. Panitera Pengadilan Negeri Bekasi, yang isinya pada pokoknya menerangkan bahwa pada hari Jum’at tanggal 05 Agustus 2016 telah diterima kontra memori banding tertanggal 05 Agustus 2016, yang diajukan oleh Kuasa Terbanding I, II, III semula Tergugat I, II, III; 6) Surat Mohon Bantuan Pemberitahuan Penyerahan Kontra Memori Banding kepada PN. Jakarta Selatan Nomor W11.U5/5252/HT.04.10/ VIII/2016 tanggal 25 Agustus 2016 yang dibuat oleh Floriberta Setyowati, SH. MH., Wakil Panitera Pengadilan Negeri Bekasi A.n Ketua PN. Bekasi yang isinya pada pokoknya menerangkan bahwa
mohon bantuan
memberikan dan menyerahkan salinan kontra memori banding kepada Pembanding semula Penggugat; 7) Surat tanda terima kontra memori banding, Nomor 242/PDT.G/2015/ PN. Bks. Jo. Nomor 25 / Bdg / 2016 / PN. Bks, dibuat oleh Bebet Ubaedilah Affandi, SH.MH. Panitera Pengadilan Negeri Bekasi, yang isinya pada pokoknya menerangkan bahwa pada hari Senin tanggal 22 Agustus 2016 telah diterima kontra memori banding tertanggal 22 Agustus 2016, yang diajukan oleh Kuasa Terbanding IV semula Tergugat IV; 8) Risalah Pemberitahuan dan Penyerahan kontra memori banding Nomor 242/PDT.G/2015/ PN. Bks. Jo. Nomor 25 / Bdg / 2016 / PN. Bks., dibuat oleh Eman Sumantri Jurusita Pengganti Pengadilan Negeri Bekasi, yang isinya
pada
pokoknya
menerangkan
bahwa
telah
diberitahukan/
diserahkan salinan kontra memori banding kepada Kuasa Pembanding semula Penggugat pada tanggal 23 Agustus 2016;
Halaman 47 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
9) Surat
Pemberitahuan
Memeriksa
Berkas
(Inzage),
Nomor
242/PDT.G/2015/ PN. Bks. Jo. Nomor 25 / Bdg / 2016 / PN. Bks., yang isinya pada pokoknya menerangkan bahwa telah diberitahukan kepada Kuasa Terbanding IV semula Tergugat IV pada tanggal 24 Agustus 2016 dan kepada Kuasa Terbanding I, II, III semula Tergugat I, II, III dan Turut Terbanding semula Turut Tergugat
pada tanggal 26 Agustus 2016,
bahwa berkas perkara telah selesai diminutasi, dan kepadanya diberikan kesempatan untuk memeriksa berkas perkara tersebut dalam tenggang waktu 14 setelah pemberitahuan ini; 10) Berita Acara Pemeriksaan Berkas (Inzage) Nomor 242/PDT.G/2015/ PN. Bks. Jo. Nomor 25 / Bdg / 2016 / PN. Bks., tanggal 30 Agustus 2016 yang isinya pada pokoknya menerangkan bahwa Kuasa Hukum Pembanding semula Penggugat telah melakukan pemeriksaan berkas perkara (inzage) terhadap perkara Nomor242/PDT.G/2015/ PN. Bks. Jo. Nomor 25 / Bdg / 2016 / PN. Bks., berdasarka surat Pemberitahuan Memeriksa Berkas tertanggal 23 Agustus 2016; 11) Surat Keterangan Tidak Menggunakan Hak Melakukan Pemeriksaan Berkas (Inzage), dan tidak mengajukan kontra memori banding Nomor 242/PDT.G/2015/ PN. Bks. Jo. Nomor 25 / Bdg / 2016 / PN. Bks., tanggal 07 Oktober 2016, yang isinya pada pokoknya menerangkan bahwa Turut Terbanding semula Turut Tergugat Tidak menggunakan hak melakukan pemeriksaan berkas (Inzage) dan tidak mengajukan memori banding sampai lewat waktu yang ditentukan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bekasi; TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA : Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Negeri Bekasi tanggal 08 Maret 2016 No. 242/Pdt.G/2015/PN.Bks., diucapkan oleh Hakim Ketua dipersidangan yang terbuka untuk umum pada tanggal 08 Maret 2016 dengan dihadiri oleh para pihak. Terhadap putusan tersebut Penggugat melalui Kuasanya menyatakan banding pada tanggal 21 Maret 2016. Oleh karena itu pengajuan permohonan banding tersebut masih dalam tenggang waktu dan tata cara yang dibenarkan oleh Undang-Undang, maka permohonan banding tersebut secara formal dapat diterima;
Halaman 48 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
Menimbang, bahwa Kuasa Hukum Pembanding semula Penggugat telah mengajukan memori banding yang pada pokoknya sebagai berikut: - Majelis Hakim tingkat pertama telah salah dalam mempertimbangkan serta menerapkan hUkum yang berlaku; - Majelis Hakim tingkat pertama telah tidak mempertimbangkan dan mengabaikan dalil-dalil Pembanding semula Penggugat yang didukung fakta-fakta yang telah secara tegas dipaparkan dalam persidangan; Menimbang, bahwa atas pengajuan memori banding dari Pembanding tersebut, Kuasa Hukum Terbanding I, II, III semula Tergugat I, II, III telah mengajukan Kontra memori banding yang pada pokoknya sebagai berikut: - Putusan Pengadilan Negeri Bekasi telah disetai dengan pertimbanganpertimbangan dan alasan-alasan yang jelas dan tepat; - Pembanding telah keliru dengan menempatkan terbanding II perkara aquo; - Tindakan medik yang dilakukan oleh terbanding I, II dan III telah sesuai dalam kaidah ilmu kedokteran dan standar profesi yang tinggi; Menimbang, bahwa atas pengajuan memori banding dari Pembanding tersebut, Kuasa Hukum Terbanding IV semula Tergugat IV telah mengajukan Kontra memori banding yang pada pokoknya sebagai berikut: - Pertimbangan hukum dan putusan pengadilan tingkat pertama telah tepat dan benar dengan menyatakan gugatan Pembanding semula Penggugat tidak dapat diterima; - Penanganan medis terhadap anak Pembanding semula Penggugat oleh Terbanding IV semula Tergugat IV telah sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku atau disebut telah lege artis serta telah memberikan informasi yang jujur dan lengkap; Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian putusan dalam perkara ini, seluruh isi memori banding dan kontra memori banding dari para pihak yang berperkara telah dianggap termaktub dalam putusan tersebut; Menimbang, bahwa setelah Pengadilan Tinggi dengan
seksama
mempelajari berkas perkara yang terdiri dari Berita Acara Pemeriksaan dalam Persidangan, saksi-saksi, surat-surat lain yang berhubungan dengan perkara, salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Bekasi tanggal 08 Maret
Halaman 49 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
2016 No. 242/Pdt.G/2015/PN.Bks., dan telah pula membaca dan mencermati dengan seksama memori banding dan kontra memori banding dari para pihak yang berpekara ternyata tidak ada hal-hal baru yang perlu dipertimbangkan,
maka
Pengadilan
Tinggi
dapat
menyetujui
dan
membenarkan putusan Hakim tingkat pertama, karena dalam pertimbanganpertimbangan hukumnya telah memuat dan menguraikan dengan tepat dan benar semua keadaan dan alasan-alasan yang menjadi dasar dalam putusan tersebut, sehingga pertimbangan hukum Hakim tingkat pertama tersebut diambil alih dan dijadikan dasar pertimbangan putusan Pengadilan Tinggi sendiri dalam memutus perkara ini di tingkat banding; Menimbang,
bahwa
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan
tersebut diatas maka putusan Pengadilan Negeri Bekasi tanggal 08 Maret 2016 No. 242/Pdt.G/2015/PN.Bks., dapat dikuatkan; Menimbang, bahwa oleh karena sebagai pihak yang kalah maka
Pembanding/ semula Penggugat
harus dihukum untuk membayar biaya
perkara dalam kedua tingkat pengadilan ; Memperhatikan akan pasal-pasal dan Undang-undang yang berlaku serta peraturan lain yang bersangkutan ; MENGADILI : -
Menerima permohonan Banding dari Kuasa Hukum Pembanding semula Penggugat;
-
Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi 2016
No.
242/Pdt.G/2015/PN.Bks.,
yang
tanggal 08 Maret
dimohonkan
banding
tersebut; -
Menghukum Pembanding semula Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam dua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding diperhitungkan sebesar Rp.Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Demikianlah diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis
Hakim pada hari Senin tanggal 28 Nopember 2016 oleh kami AMRIL, SH. M. Hum. Hakim Tinggi sebagai Ketua Majelis dengan A. FADLOL TAMAM, SH. M.Hum. dan
KAREL
TUPPU,
SH.
MH.
sebagai
Hakim-Hakim
Anggota berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Bandung tanggal
Halaman 50 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.
17 Oktober 2016 Nomor 482/PEN/PDT/2016/PT.BDG. untuk memeriksa dan mengadili perkara ini dalam tingkat Banding, putusan tersebut diucapkan oleh Hakim Ketua Majelis tersebut pada hari Jum’at, tanggal 02 Desember 2016 dalam persidangan yang terbuka untuk umum, dengan didampingi Hakim Anggota, dibantu KAIRUL FASJA, SH. sebagai Panitera Pengganti pada pengadilan tinggi tersebut, tanpa dihadiri oleh kedua belah pihak berperkara; Hakim Anggota
Hakim Ketua Majelis
TTD
TTD
A. FADLOL TAMAM, SH. M.Hum.
AMRIL, SH. M. Hum.
TTD KAREL TUPPU, SH. MH.
Panitera Pengganti TTD KAIRUL FASJA, SH
Perincian biaya perkara : 1. Redaksi Putusan --------------------- Rp.
5.000,-
2. Meterai Putusan ---------------------- Rp.
6.000,-
3. Pemberkasan ------------------------- Rp. 139.000,- + J u m l a h ---------------------------------- Rp. 150.000,-
Halaman 51 dari 51 halaman, Pts.No.482/PDT/2016/PT.BDG.