KETIDAKSETARAAN DAN KETIDAKADILAN GENDER DI PT.CITA JAYA RAYA KOTA TANJUNGPINANG
HENDRA 100569201138
[email protected] PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2017
ABSTRAK Kesetaraan dan ketidakadilan gender banyak sering terjadi pada kaum buruh terutama pada buruh perempuan yang sering mendapatkan perlakuan diskriminasi terhadap majikan. Secara umum, buruh perempuan yang bekerja di pabrik tobong bata kerap mengalami diskriminasi dalam penerimaan upah, pembagian kerja, asuransi maupun layanan lainnya. Untuk itu buruh perempuan yang bekerja menjadi buruh mempunyai peran sebagai pencari nafkah tambahan. Adapun bentuk-bentuk diskriminasi gender antara lain marginalisasi (Peminggiran), subordinasi (Penomorduaan), stereotip (pelabelan), violence (kekerasan) dan double burde (beban kerja). Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui kesetaraan dan ketidakadilan gender pada buruh perempuan yang ada di pabrik tobong bata. Metodelogi dalam skripsi ini menggunakan kualitatif dengan tipe deskriptif . Teori yang digunakan dengan variable dan indicator yang diterapkan dalam melaksanakan pengukuran dilapangan, sehingga tidak terjadi perbedaan penafsiran dalam menganalisa dalam penelitian ini. Adapun yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini sebanyak 7 orang. Setelah data terkumpul maka data dalam penelitian ini dianalisis dengan teknik analisis data deskriptif kualitatif. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah kesetaraan dan ketidakadilan gender kerap mendapatkan perlakuan diskriminasi terutama pada buruh perempuan yang bekerja di pabrik tobong bata karena merupakan perlakuan yang tidak adil terhadap individu tertentu yang disebabkan oleh kecenderungan manusia dengan membeda-bedakan yang satu dengan yang lainnya baik dalam penerimaan upah dan pembagian kerja. Yang disebabkan bahwa buruh perempuan adalah sebagai pencari nafkah tambahan bukan nafkah utama. Adapun sebagai
permasalahan dalam kesetaraan dan ketidakadilan gender pada buruh perempuan disebabkan adanya marginalisasi, pelabelan, subordinasi, kekerasan dan beban ganda. Kata Kunci : Kesetaraan dan Ketidakadilan Gender, Buruh
ABSTRACK Equality and gender discrimination often occurs in many of the workers, especially the women workers who often get discriminated against the employer. In general, women workers working in a brick factory tobong often experience discrimination in the admission of wages, the division of labor, insurance and other services. For the women workers who work as laborers have a role as a secondary earner. As for other forms of gender discrimination among others marginalization (marginalization), subordination (Penomorduaan), stereotypes (labeling), violence (violence) and double Burde (workload). The purpose in this study to determine equality and gender inequity on women workers in the factory tobong brick. Methodology in this thesis using qualitative and descriptive. The theory used with variables and indicators which are applied in carrying out measurements in the field, so there is no difference in the interpretation of the analyzes in this study. As for who serve as informants in this study as many as seven people. Once the data is collected, the data in this study were analyzed with descriptive qualitative data analysis techniques. The conclusion of this study is equality and gender inequalities often get discriminated against, especially on women workers working in factories tobong brick because of an unfair treatment against certain individuals due to the human tendency to discriminate against one another both in receipt of wages and division of labor. Caused that women workers are as earner is not the main provider. As for as problems in equality and gender inequity on women workers due to their marginalization, labeling, subordination, violence and double burden. Keywords: Equality and Gender Inequality, Labour
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yang sedang melanda Negara Indonesia saat ini telah mengakibatkan tingginya angka pengangguran disebabkan karena terjadinya penyempitan lapangan pekerjaan. Persoalan pemenuhan kebutuhan pokok baik kebutuhan akan barang seperti sandang, pangan,papan maupun juga seperti
pendidikan, kesehatan, keamanan, adalah akar penyebab utama sekaligus faktor pendorong terjadinya permasalahan ketenagakerjaan. Terjun ke dunia kerja kalangan wanita tidak terlepas dari upaya mereka untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya sekaligus meningkatkan kesejahteraan hidup (Riza,2004:2) Pekerjaan sebagai buruh, Sekarang ini ditemui kenyataan hidup yang ada bahwa kaum wanita tidak hanya berkiprah didalam rumah saja, tetapi sudah banyak yang bekerja di luar rumah. Untuk itu dengan tidak adanya kemampuan (skill) dan pengetahuan membuat sebagian buruh wanita harus ikut membantu mencari penghasilan hidup untuk membiayai kebutuhan ekonomi keluarga. Salah satu pabrik yang memperkerjakan buruh perempuan adalah pabrik bata merah PT.Cita Jaya Raya Tanjungpinang. Berikut jumlah buruh perempuan yang ada di PT tersebut: Table 1.1 Jumlah Buruh PT.Cita Jaya Raya Tanjungpinang No
Jenis Kelamin Buruh
Jumlah
1
Buruh Perempuan
7 orang
2
Buruh Laki-laki
15 orang
Jumlah
22 orang
Keterangan Bagian produksi,jemur bata,susun bata, dan muat ke lori jika ada pembeli. Bagian administrasi,supir lori,pembakaran bata.
Sumber:PT.Cita Jaya Raya Tanjungpinang,2015 Pada sisi lain kondisi buruh ini masih sangat memprihatinkan yaitu masih pada persoalan yang bersifat klasik yaitu seputar masalah kondisi upah yang masih sangat rendah, hal ini belum lagi di tambah dengan persoalan-persoalan lain seperti ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender. Para buruh perempuan lanjutnya kerap disuruh bekerja melebihi jam kerja yang telah ditentukan tanpa mendapatkan uang lembur. Menurut Kementrian
Ketenagakerjaan Undang-undang No.13 Tahun 2003 menyatakan” bahwa jam kerja buruh adalah delapan jam”. Dalam hal reproduksi seperti cuti haid dan cuti melahirkan contohnya perusahaan banyak mengabaikan. Sekarang ini, perusahaan banyak menghilangkan adanya cuti haid bagi buruh perempuan. Gender tidak hanya akan menjadi sebuah masalah ketika tidak melahirkan diskriminasi gender karena pada gender hal yang dilakukan oleh laki-laki bisa dikerjakan oleh perempuan dan begitu juga dengan sebaliknya. Adapun bentukbentuk diskriminasi gender antara lain marginalisasi (peminggiran), subordinasi (penomorduaan), stereotip (pelabelan), violence (kekerasan), dan beban kerja berlebihan. Dalam hal ini peneliti mengambil bentuk diskriminasi yang terjadi pada stereotip yang terjadi pada ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender pada karyawan di PT.Cita Jaya Raya di Kota Tanjungpinang. Gender pada saat ini yang terjadi di PT Jaya Cita Raya pabrik bata merah menjadi pemicu untuk di perbincangkan mengenai isu perempuan dan gender yang intinya merupakan suatu gugatan dan protes terhadap ketidakadilan, ketidaksetaraan dan diskriminasi. Pada umumnya ketidakadilan gender ini lebih banyak dialami oleh perempuan, namun ketidak adilan gender itu berdampak pula pada laki – laki. Akibatnya ketidakadilan pada buruh perempuan kerap terjadi pada buruh-buruh pabrik terutama pada buruh perempuan yang bekerja di pabrik bata merah yang mendapat perlakuan diskriminasi dari majikan sehingga buruh perempuan menjadi termaginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan dan beban ganda. Selain steorotip yang terjadi pada ketidakadilan gender pada perempuan yang bekerja di pabrik bata PT.Cita Jaya Raya adapula bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan pekerja salah satunya dalam bentuk kekerasan (violence) baik itu
berbentuk fisik maupun psikis. Pada perempuan yang bekerja dalam penelitian ini tidak mengalami kekerasan secara fisik karena terkait jika melakukan tindak kekerasan dengan secara fisik akan dikenakan sanksi atau penjara terlebih jika mempekerjakan anak dibawah umur Pada faktor kebutuhan ekonomi keluarga menuntut perempuan harus bekerja dan membantu ekonomi keluarga sebagai peran pembantu pencari nafkah kedua. Dalam hal ini perempuan yang bekerja dipabrik bata juga mempunyai jiwa yang kuat dan gender juga bisa dilakukan oleh perempuan walaupun dapat dilihat dari segi pekerjaan yang tergolong berat yang seharusnya dikerjakan laki-laki tetapi bisa dikerjakan oleh perempuan. Tabel 1.2 Perbedaan upah buruh laki-laki dan Perempuan No.
Upah yang diberikan
Buruh Laki-laki
Buruh Perempuan
1.
Gaji
Rp.2.000.000
Rp. 1.500.000
2.
Upah Lembur
±Rp. 400.000
± Rp. 160.000
3.
Upah Hari Libur/ ±Rp. 1.000.000 ±Rp. 750.000 Hari Raya 4. Upah lain-lain (pada ±Rp. 120.000 bagian sopir) Sumber Data : buruh laki-laki dan perempuan pada pabrik bata merah PT.Cita Jaya Raya Berdasarkan keterangan diatas dapat diterangkan pada hasil penelitian tentang perbedaan upah yang diberikan oleh majikan kepada buruh laki-laki dengan perempuan berbeda dengan yang diterima dalam tiap bulanannya. Berdasarkan dari kesimpulan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengambil judul “ KETIDAKSETARAAN DAN KETIDAKADILAN GENDER DI PT.CITA JAYA RAYA KOTA TANJUNGPINANG”.
1.2 Rumusan Masalah ” Bagaimanakah Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan Gender pada Karyawan di PT.Cita Jaya Raya Kota Tanjungpinang”?. 1.3
Tujuan dan Kegunaan a.
Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan
Gender
pada
Karyawan
PT.Cita
Jaya
Raya
Kota
Tanjungpinang. b.
Kegunaan Penelitian 1. Secara Akademis : Sebagai bahan referensi bagi penelitian yang sama khususnya dibidang Sosiologi dalam Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan Gender. 2. Secara Teoritis
: Sebagai bahan informasi dan acuan bagi para pekerja
pabrik bata atas ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender . 1.4
Konsep Operasional Konsep operasional adalah upaya mendefinisikan atau membatasi ruang lingkung masalah penelitian sesuai dengan variable dan indikator yang telah ditetapkan berdasarkan teori yang nantinya akan diterapkan dalam melaksanakan pengukuran di lapangan, sehingga tidak terjadi perbedaan penafsiran dalam menganalisa penelitian ini. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan deskriptif, karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan,kejadian atau fenomena apa adanya, tentang ketidaksetaraan dan ketidakadilan pada buruh perempuan sebagai berikut:
1.
Marginalisasi Marginalisasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses pengabaian hakhak yang seharusnya didapat oleh pihak-pihak yang terpinggirkan.
2.
Stereotype (Pelabelan) Stereotype (pelabelan) dapat diartikan sebagai pemberian citra baku atau label atau cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.
3.
Subordinasi (penomorduaan) Subordinasi merupakan suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.
4.
Violence (kekerasan)
Violence atau kekerasan merupakan suatu tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. 5.
Beban ganda (Double Burden) Beban ganda (Double Burden) merupakan suatu pekerjaan yang dapat diterima dari salah satu jenis kelamin yang lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Seperti,Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen.
1.5
Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan ini adalah kualitatif menurut Moleong (2012:248) adalah upaya dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. 2.
Lokasi Penelitian Penelitian ini secara spesifik mengambil lokasi dipabrik batu bata merah PT.Cita Jaya Raya Tanjungpinang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pabrik ini adalah pabrik bata yang memperkerjakan para buruh perempuan.
3.
Jenis dan Sumber data a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari informan guna memperoleh data. b. Data Sekunder Menurut Sugiyono (2012:141) mendefinisikan data sekunder adalah sebagai berikut : Sumber sekunder adalah sumber data yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami.
c.
Populasi dan Sampel pengambilan
informan
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
Purposive Sampling. Menurut Sugiyono, (2012:85) Puposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang dengan Kriteria informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. 3 orang buruh perempuan yang bekerja di pabrik bata PT.Cita Jaya Raya dengan resposisi bagian kerja dan bekerja lebih dari 3 tahun.
b. 3 orang buruh laki-laki yang bekerja di pabrik bata PT.Cita Jaya Raya dengan resposisi bagian masing-masing, dan c. 1 orang majikan sebagai pemilik pabrik bata merah di PT. Cita Jaya Raya.
d.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data a.
Observasi Menurut Sugiyono (2012:166) teknik observasi merupakan suatu proses yang komplek dan sulit, yang tersusun dari berbagai proses biologis dan proses psikologis diantaranya yang terpenting adalah pengamatan dan ingatan. Dalam penelitian ini peneliti mengobservasi kegiatan para buruh perempuan di PT.Cita Jaya Raya, pekerjaan apa yang mereka lakukan, serta mengamati pada jam-jam istirahat untuk mengetahui apakah buruh perempuan di PT ini mendapatkan haknya sesuai dengan perundangan yang berlaku.
b.
Wawancara Wawancara menurut Moleong (2012:186) adalah percakapan langsung dengan informasi yang berpedoman kepada daftar pertanyaan yang telah penulis susun sedemikian rupa mengenai buruh perempuan. Dalam hal ini wawancara ditujukan kepada seluruh informan dan informan dalam penelitian ini. Adapun sebagai alat pengumpulan datanya adalah pedoman wawancara.
c.
Dokumentasi Menurut Arikunto (2006:158)” dalam melaksanakan dokumentasi peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya”. Adapun dokumentasi dalam hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan
dokumen-dokumen
yang
berhubungan
dengan
penelitian. 1.6
Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan untuk menganalisa data-data yang didapat dari
penelitian ini adalah Analisis Kualitatif. Analisis Kualitatif menurut Miles dan Hubermen (dalam Sugiyono: 2012) adalah aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru. Aktivitas dalam analisis meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verification). Sejumlah peneliti kualitatif berupaya mengumpulkan data selama mungkin dan bermaksud akan menganalisis setelah meninggalkan lapangan. Pekerjaan pengumpulan data bagi penelitian kualitatif harus berlangsung diikuti dengan pekerjaan menuliskan, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi dan menyajikan. Menurut Moleong (2012:35) menyatakan analisa dan kualitatif adalah proses pengorganisasian, dan penguratan data kedalam pola dan kategori serta satu uraian dasar, sehingga dapat dikemukakan tema yang seperti disarankan oleh data. Adapun langkah-langkah analisa data yang dilakukan adalah: menelaah dari semua data yang tersedia dari berbagai sumber informan dan sumber pendukung lainnya tentang kesetaraan dan ketidakadilan gender kemudian melakukan reduksi data dan menyusun data kedalam satuan-satuan, mengadakan pemeriksaan keabsahan data, dan penafsiran data secara deskriptif tentang ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender di PT Cita Jaya Raya Kota Tanjungpinang.
BAB II LANDASAN TEORITIS
2.1
Kesetaraan dan Keadilan Gender Ketidakadilan gender merupakan bentuk perbedaan perlakuan berdasarkan alasan gender, seperti pembatasan peran, penyingkiran atau pilih kasih yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas pengakuan hak asasinya, persamaan antara laki-laki dan perempuan, maupun hak dasar dalam bidang sosial, politik, ekonomi, budaya dan lain-lain. Dalam konsep gender ini dapat simpulkan adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dapat dikonstruksikan secara sosial maupun cultural. Misalnya, bahwa perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sedangkan
laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan,
perkasa. Menurut Fakih (1997: 7-8) menyatakan “Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah , lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa”. Ketidakadilan gender terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi juga dialami oleh laki-laki. Berikut ini adalah bentuk-bentuk dari kesetaraan dan ketidakadilan gender antara lain: menurut Mansour
Fakih
(1996)
mengklasifikasikan
ketidakadilan
gender
termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan gender yaitu:
yang (1)
Marginalisasi dan proses pemiskinan ekonomi,( 2) Subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik,(3) Streotip atau pelabelan negative, (4) Kekerasan dan (5) Beban kerja yang berlebihan di pabrik bata Berdasarkan analisisis
ketidakadilan gender yang termanifestasi pada 5 kondisi di atas, bagaimana persoalan ketidakadilan gender pada konteks industri dengan kondisi buruh perempuan di pabrik industri manufaktur. Kondisi ini memperlihatkan fenomena preferensi industri manufaktur terhadap buruh perempuan yang dikerahkan untuk menjalankan produksinya. Secara perhitungan ekonomis perusahaan memiliki buruh-buruh perempuan yang muda dan lajang dengan asumsi bahwa usia mereka akan produktif dan secara status mereka tidak mempunyai beban domestik. Bagi Perusahaan di PT Cita Jaya Raya menyiapkan jenis-jenis pekerjaan yang tidak berarti dari sisi status dan penghasilan bagi perempuan berkeluarga (Tjandraningsih, 1997: 259). a.
Marginalisasi (pemiskinan) Dalam penelitian ini peneliti memakai Teori Feminisme yang mengangkat tentang isu gender dengan membahas tentang isu perempuan sebagai kaum buruh, yang berkaitan dengan kemiskinan dan kaum marginal (Wardhani:2013). Perempuan
Pemiskinan yang disebabkan oleh jenis
kelaminnya adalah merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan oleh gender. Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi. Ada yang di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh negara yang bersumber keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi) seperti perempuan pada buruh yang bekerja di tabong bata di Tanjungpinang.
b.
Subordinasi (penomorduaan) Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin
lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Kenyataan memperlihatkan pula bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan di berbagai kehidupan. Anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng dan lain sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah laki-laki.
c.
Streotipe atau pelabelan Streotipe ini juga masuk dalam dunia industri, berdasarkan streotipe manajemen pabrik menempatkan posisi perempuan berkenaan dengan barang – barang yang dikerjakan di dalam pabrik, biasanya dekat dengan yang dikonsumsi perempuan sehingga muncul feminisasi dalam dunia pabrik. Semua pekerjaan dilaksanakan oleh perempuan dan biasanya mereka bekerja di bagian operator, sedangkan buruh laki-laki bekerja di bengkel. Dengan dasar pikir streotipe bahwa pekerjaan itu memerlukan tenaga yang kuat, sedangkan perempuan ditempatkan pada bagian yang dianggap memerlukan ketelatenan.
d.
Kekesaran (violence) Kekerasan (violence) merupakan suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang karena kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan, dan penyiksaan akan tetapi juga bersifat non fisik misalnya pelecehan seksual sehingga emosional terusik.
Menurut Sofyan (2011) menyatakan “perempuan itu lemah dan diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena berupa tindakan seperti : (1) kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya didalam rumah tangga, (2) pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan tersiksa dan tertekan, (3) pelecehan seksual (molestation) yaitu jenis kekerasan yang terselubung dengan cara memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan tanpa kerelaan si pemilik tubuh, (4) eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi, dan (5) pelacuran (prostitution) yang dilarang oleh pemerintah tetapi juga dipungut pajak darinya dan ini juga bentuk ketidakadilan yang diakibatkan oleh sistem tertentu dan pekerjaan pelacuran juga dianggap rendah. e.
Beban Ganda (Double Burden) Beban ganda (double burden) merupakan suatu beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin yang lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Beban ganda juga dapat diartikan sebagai peran dan tanggung jawab seseorang dalam melakukan berbagai jenis kegiatan sehari-hari. Beban kerja ganda yang sangat memberatkan seseorang adalah suatu bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya, beberapa jenis kegiatan dilakukan oleh laki-laki, dan beberapa yang lain dilakukan oleh perempuan.
2.2 Buruh Istilah buruh identik dengan kondisi ketidakadilan, penghisapan, kebobrokan dan kemelaratan.karena buruh dapat diartikan sebagai orang yang bekerja di pabrik atau orang yang mengandalkan kekuatan fisik dengan mengharapkan upah. Menurut Karl Marx menyatakan kaum buruh sering disebut kaum proletar diseluruh dunia
untuk bersatu dan secara aktif melawan eksploitasi kelas kapitalis yang selama ini menghisapnya. Sedangkan menurut Toha (1991) menyatakan “ buruh merupakan seseorang yang bekerja pada orang lain (biasa disebut majikan) dengan menerima upah, bebas dan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain dan mengesampingkan persoalan antara pekerjaan dan pekerja. Sedangkan menurut Soepomo (1987: 99) menyatakan “ buruh atau pekerja yaitu orang –orang yang bekerja pada orang lain atau pada suatu bidang dengan menerima upah dan barang siapa yang bekerja pada majikan dengan menerima upah. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menetapkan bahwa dalam istilah pekerjaan dibarengi dengan istilah buruh yang memiliki makna yang sama dalam pasal 1 Angka 3 tentang “ setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain dan buruh dapat dibedakan atas: 1.
Buruh Halus Merupakan buruh atau pekerja yang bekerjanya pada tempat yang tidak tetap tetapi pekerjaannya sama dan tidak berat.
2.
Buruh Kasar Merupakan pekerja yang bekerja pada tempat yang tidak tetap, hanya bekerja apabila ada orang yang membutuhkan tenaganya. Dalam jenis pekerjaan ini bergantung pada orang yang mempekerjakannya, melaksanakan pekerjaanya yang sacara fisik dan berat.
3.
Buruh Atasan Buruh yang bekerja bedasarkan kesempatan antar kedua belah pihak antara majikan dan buruh yang telah disepakati dengan sejumlah buruh lain, baik itu buruh halus atau buruh kasar sebagai bawahan.
4.
Buruh bawahan Pekerja yang bekerja dengan standar penghasilan yang telah ditentukan oleh majikan yang menjadi atasan.adapun yang termasuk didalamnya antara lain: buruh borongan, buruh harian dan pekerja atau karyawan bulanan. Menurut Pranaka (1996) menyatakan” konsep pemberdayaan perempuan merupakan sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat yang dapat dipandang sebagai bagian dari sistem
modernisasi kemudian diaplikasin kedalam dunia
kekuasaan. Menurut Suratiyah (dalam Abdullah, 1997:221) menyatakan”upah rendah dan kondisi kerja buruh serta jaminan sosial rendah bagi pekerja wanita:. KESIMPULAN
A.
Kesimpulan Kesimpulan analisa dalam penelitian ini adalah bahwa ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender di PT. Cita Jaya Raya Kota Tanjungpinang kerap mendapatkan perlakuan Ketidaksetaraan dan ketidakadilan Gender terutama pada buruh perempuan yang bekerja di pabrik bata merah. Karena perlakuan yang didapatkan atau mendapat diskriminasi menjadi suatu hal yang merupakan pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu yang disebabkan oleh kecenderungan manusia dengan membeda-bedakan yang satu dengan yang lainnya. Buruh perempuan kerap menerima kondisi kerja yang buruk dan standar upah yang rendah asalkan tetap bisa bekerja. Dalam hal ini Ketidaksetaraan dan ketidakadilan Gender pada tempat kerja di pabrik bata merah ini sering terjadi dan tidak hanya pada pabrik lainnya saja yang
mendapatkan perlakuan yang sama. Karena buruh perempuan yang termaginalisasi mendapat diskriminasi dapat dilihat dari struktur gaji, cara penerimaan karyawan, dan pembagian kerja. Pada saat ini Kesetaraan dan Ketidakadilan Gender sering diperbincangkan karena merupakan suatu gugatan dan protes akibat ketidakadilan dan kesataraan gender dengan mendapat diskriminasi karena kaum perempuan sering mengalami bagi kehidupan keluarga terutama bagi yang sudah berumah tangga. Adapun ketidakadilan dan Gender yang dialami oleh pekerja perempuan yang terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menyimpan kaum perempuan saja tetapi kaum laki-laki. Adapun sebagai permasalahan dalam Ketidaksetaraan dan ketidakadilan Gender pada buruh perempuan disebabkan adanya marginalisasi, pelabelan, subordinasi, kekerasan dan beban ganda. Gender pada faktor ekonomi keluarga menuntut perempuan harus ikut bekerja menjadi buruh perempuan dipabrik bata merah. Secara umum, pekerjaan perempuan juga mengalami diskriminasi dalam penerimaan upah, layanan asuransi dan fasilitas jam kerja yang tidak memadai sehingga pengusaha atau majikan tidak memberikan perlindungan terhadap para pekerja perempuan atau buruh perempuan di pabrik bata merah PT.Cita Jaya Raya yang ada di KM. 14 arah Kijang. Pada faktor ekonomi keluarga menuntut perempuan harus bekerja dan membantu ekonomi keluarga sebagai peran pembantu pencari nafkah kedua atau tambahan karena buruh perempuan mempunyai jiwa yang kuat dan sebagai gender yang dapat dilihat dari segi pekerjaan yang tergolong berat yang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki tetapi bisa dikerjakan oleh buruh perempuan.
Untuk itu, hasil penelitian dalam penelitian ini mengharapkan agar majikan tidak semena-mena memperlakukan buruh perempuan yang bekerja di pabrik bata merah. Sehingga, dalam pembagian upah, hendaknya diberikan yang sesuai dengan yang dikerjakan baik itu pada buruh laki-laki maupun buruh perempuan yang bekerja di pabrik bata merah. B.
Saran 1. Kepada buruh perempuan, ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender yang terjadi kepada mereka sehingga menyebabkan timbulnya diskriminasi yang dilakukan oleh majikan ataupun buruh laki-laki yang ada di pabrik bata merah di PT. Cita Jaya Raya agar lebih diperhatikan dalam setiap pekerjaan yang dijalani, hendaklah perempuan itu disetarakan dan jangan termaginalisasi, subordinasi, stereotipe, mendapat kekerasan dan menjadi beban ganda dalam setiap pekerjaan. Dengan memberikan kepercayaan harusnya perempuan juga bisa menjadi setara dengan laki-laki. 2. Kepada buruh laki-laki, agar selalu memperhatikan kepada buruh perempuan agar tidak diperlakukan semena-mena terhadap majikan dengan pekerjaan yang berat dan tidak sepatutnya perempuan diperlakukan seperti itu dan jangan memandang perempuan itu tidak bisa memimpin dan lemah. 3. Kepada majikan, seharusnya memberikan jaminan layanan kesehatan bagi karyawannya dan lebih memperhatikan nasib buruh terutama bagi kaum perempuan yang menerima upah standard lebih rendah dibandingkan laki-laki dan pada setiap pembagian kerja yang relative berat dibandingkan yang lain serta perlakuan kasar yang kerap diterima buruh perempuan.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irawan. 1997. Sangkan Paran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: : Rineka Cipta. Fakih, Mansour, 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: : INSISTPress. , 1997. Analisa Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Grafiti. Soetrisno, Loekman. 1997. Kemiskinan, Perempuan dan Pemberdayaan. Yogyakarta: Kanisius. Haryanta, Agus Tri & Eko Sujatmiko. 2012. Kamus Sosiologi. Surakarta: Aksarra Sinergi Media. Moleong, L. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rodas karya. Moore, Henrietta L. 1988. Feminism and Antropology. Cambridge: Polity Press. Murniati, Nunuk A,2004. Getar Gender, Magelang : Indonesia Tera. Riza Noer, 2004, Globalisasi: Karakteristik dan Implikasinya, Jurnal Al-manar, Edisi I/2004. Saptari, Ratna dan Holzner, Brigitte. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Jakarta:Pustaka Utama. Soekanto,Soerjono.2009. Sosiologi Suatu Pengantar, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta. Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat: Kajian Strategi Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial. Bandung : PT Rineka Cipta. Susilastuti, Dewi, H. Dkk. 1994. Feminisasi Pasar Tenaga Kerja. Yogyakarta: PPK UGM. Toha, Halili. 1994. Hubungan Kerja Antara Majikan Dan Buruh : Cetakan II. Jakarta: Rineka Cipta. Wahyuni, Budi. 1997. Terpuruk di Ketimpangan Gender. Yogyakarta: Laporan Pustaka. Jurnal: Grijns, Mies, et al. 1992. Gender, Marginalisasi, dan Industri Pedesaan, Pengusaha, Pekerja Upahan dan Pekerja Keluarga Wanita di Jawa Barat. Bandung, PSP. IPB, ISS, PPLH – ITB, Seri Laporan Penelitian No. RB – 6. Nasikun. 1990. Peningkatan Peranan Wanita dalam Pembangunan, dalam Populasi No. 1, PPK UGM Yasanti. 1998. Pergulatan Hidup Buruh Perempuan. Refleksi Perjalanan Yasanti dalam Mendampingi Buruh Yogya. . Tabloid Annisa, Suara Kaum Perempuan No. III/12/1996, untuk kalangan sendiri. Internet: www. Sofyan. Efendi. 2011. Wordpres.com.
Hasil Penelitian: Mahardika. Kartika. 2011. Buruh Perempuan dan Peran Suami Dalam Keluarga. Semarang: Skripsi UNNES. Tidak diterbitkan. Miha, Rudolfh. 2001. Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Pelabuhan. (Studi Sosiologi tentang kehidupan Sosial Ekonomi Buruh di Pelabuhan Laut Tenau Kupang). Skripsi Sarjana FISIP Universitas Nusa Kupang, NTT. Tidak diterbitkan.