BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjuangan kesetaraan gender adalah terkait dengan kesetaraan sosial antara pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang disebabkan oleh diskriminasi struktural dan kelembagaan. Perbedaan hakiki yang menyangkut jenis kelamin tidak dapat diganggu-gugat (misalnya secara biologis wanita mengandung), perbedaan peran gender dapat diubah karena bertumpu pada faktor-faktor sosial dan sejarah. Bidang akuntan publik yang terkait dengan banyak disiplin ilmu sosial tentunya akan sangat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut (Sri Trisnaningsih dan Sri Iswati : 2003). Sejarah perbedaan gender antara pria dan wanita terjadi melalui proses yang sangat panjang. Terbentuknya perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya akibat dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial, kultural, atau melalui ajaran agama maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan, seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi, sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan perempuan (Fakih, 2008:9). Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Namun yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi pria maupun wanita. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana, baik kaum pria
maupun wanita menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk, yakni: marginalisasi, proses pemiskinan ekonomi, subordinasi dalam pengambilan keputusan, pembentukan stereotype atau melalui pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak dan diskriminasi (Fakih, 2008:12). Jane Sanders (2011) menyatakan bahwa dalam lingkungan sosial, perilaku pria cenderung kuat dan mandiri sehingga dapat mengatur dirinya dimanapun ia berada. Dan dalam lingkungan pekerjaan ketika terkena konflik, pria cenderung menangani konflik secara langsung karena kompetitif dan superiornya. Sedangkan wanita seringkali menghindar dan takut pada konflik. Wanita diajarkan untuk tidak menyakiti perasaan orang lain. Akuntan wanita mungkin menjadi subjek bias negatif tempat kerja sebagai konsekuensi anggapan akuntan publik adalah profesi stereotype laki-laki. Dua penjelasan efek negatif dari stereotype gender pada akuntan publik wanita adalah situation-centered dan person-centered (Maupin, 1993 dalam Sri Trisnaningsih dan Sri Iswati 2003). Situation-centered merupakan pandangan yang menganggap bahwa penerimaan terhadap budaya kantor akuntan publik merupakan hal penting yang menentukan pengembangan karir yang profesional. Person-centered merupakan pandangan tentang bias gender yang berdasarkan Sex-Role Inventory. Pada umumnya mayoritas pria penganut person-centered, menjadi penyebab rendahnya kesempatan berkembang bagi karir akuntan wanita, sehingga mereka meyakini dengan karakteristik personal male stereotyped sebagai penyebab berkurangnya kesempatan
bekerja bagi akuntan wanita (Bem, 1974 dalam Sri Trisnaningsih dan Sri Iswati, 2003) yang mengklasifikasikan sifat personalitas menjadi tiga karakteristik, yaitu : maskulin, feminin, dan netral (Lehman, 1990 dalam Sri Trisnaningsih dan Sri Iswati, 2003) menginterpretasikan adanya perilaku stereotype maskulin merupakan faktor kunci keberhasilan dari kantor akuntan publik itu sendiri. Hal ini tentu terkait dengan tanggung jawab seorang akuntan publik dimana profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi dan Puradiredja, 1998:3 dalam Elfarini 2007). Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang
andal
sebagai
dasar
pengambilan
keputusan.
Guna
menunjang
profesionalismenya sebagai akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dimana standar umum merupakan cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit
serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan yang diauditnya secara keseluruhan (Elfarini : 2007). Akuntan publik atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan tanggung jawab dari manajemen (Agen) untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini manajemen ingin supaya kinerjanya terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan terutama pemilik (prinsipal). Akan tetapi disisi lain, pemilik (prinsipal) menginginkan supaya auditor melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang telah dibiayainya. Dari uraian di atas terlihat adanya suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemakai laporan keuangan. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan publik baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Salah satunya kasus Enron yang di dalamnya melibatkan salah satu the big five accounting firm “Arthur Anderson”. Skandal Enron memunculkan banyak pertanyaan seputar peranan Arthur Anderson, sebab auditor bertaraf internasional ini telah memainkan dua posisi strategis di perusahaan tersebut, sebagai auditor dan konsultan bisnis Enron. Suatu kasus yang
sedemikian kompleks, yang kemudian diikuti oleh mencuatnya kasus-kasus besar lainnya. Kasus ini erat kaitannya dengan independensi seorang akuntan publik atau auditor indepenen. Selain itu terdapat pula kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik. Hal ini terkait dengan permasalahan kompetensi seorang auditor yang semakin dipertanyakan. Adapun penelitian sebelumnya yang terkait namun berbeda variabel dependennya yang dilakukan Sri Trianingsih dan Sri Iswati (2003) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan atau ada kesetaraan komitmen organisasional, komitmen profesional, motivasi dan kesempatan kerja antara auditor pria dan wanita pada kantor akuntan publik di Jawa Timur. Sedangkan hasil analisis data untuk kepuasan kerja, menunjukkan adanya perbedaan antara auditor pria dan wanita. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Samekto (1999). Adapula
penelitian
terkait
yang
dilakukan
Ikhsan
(2007)
dengan
menggunakan variabel profesionalisme auditor sebagai variabel dependennya. Hasil penelitian ini yaitu tidak ada perbedaan tingkat profesionalisme auditor di KAP jika dilihat dari perbedaan gender. Selain itu, adapula penelitian lainnya yang dilakukan Santosa (2001) dengan menggunakan variabel perilaku auditor pada BPKP sebagai variabel dependennya dengan hasil penelitian bahwa terdapat perbedaan sikap dan motivasi auditor pria dan wanita.
Penelitian ini berupaya mengetahui perbedaan kompetensi dan independensi antara auditor pria dan auditor wanita pada Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kantor Akuntan Publik (KAP) di Makassar. Dalam hal ini, peneliti menggunakan variabel baru yaitu kompetensi dan independensi. Disamping itu, adanya perbedaan hasil penelitian sebelumnya mendorong penulis mengangkat penelitian dengan judul “Perbedaan Kompetensi dan Independensi Auditor Ditinjau dari Sisi Gender (Studi Empiris pada Kantor BPK dan KAP di Makassar)”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, maka dalam penelitian dirumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : “Apakah terdapat perbedaan signifikan dalam hal kompetensi dan independensi auditor pria dan wanita, pada Kantor BPK dan Kantor Akuntan Publik di Makassar? “ 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan kompetensi dan independensi antara auditor pria dan wanita pada Kantor BPK dan Kantor Akuntan Publik di Makassar. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris ada tidaknya
perbedaan kompetensi dan independensi antara auditor pria dan wanita pada Kantor BPK dan KAP di Makassar. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihakpihak terkait yang berkaitan dengan rekruitmen pegawai, penilaian kinerja, perencanaan kerja, pendidikan profesi, dan penetapan staf. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama yang berkaitan dengan audit. Diharapkan juga dapat memberikan kontribusi praktis untuk organisasi terutama Kantor BPK dan KAP dalam mengelola sumberdaya manusianya. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini tersusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan secara singkat mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan tinjauan teori-teori yang menjadi dasar analisis penelitian yang meliputi: definisi auditor, kompetensi, independensi, pandangan tentang gender, tinjauan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis. BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang lokasi penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, definisi operasional, dan metode analisis data. BAB IV : HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi pembahasan mengenai karateristik data, hasil uji validitas dan reliabilitas data, uji hipotesis, dan pembahasan hasil analisis data. BAB V : PENUTUP Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan atas pembahasan masalah, saran- saran yang diberikan kepada pihak-pihak yang terkait serta hambatan penelitian berdasarkan hasil penelitian.