Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
KETIDAKJUJURAN BENIH DARI KORUPSI Oleh: Sigit Handoyo, SE., M.Bus*
[caption id="attachment_390" align="alignleft" width="147"]
Sigit Handoyo, SE., M.Bus[/caption] PENGERTIAN KORUPSI SECARA UMUM Kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption atau corruptus yang berarti kerusakan atau kebobrokan, perbuatan tidak baik, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian. Sedangkan dalam bahasa Inggris arti kata korupsi berasal dari kata corrupt yang artinya merusak. Merusak disini dapat dipersepsikan lebih dalam lagi menjadi merusak suatu tatanan baik tatanan dalam arti kata sempit maupun secara luas. Di bidang ekonomi dan keuangan arti merusak tatanan inilah yang kemudian di Indonesia dikenal dengan istilah korupsi. Dalam sejarahnya korupsi pada awal mulanya tidak dikenal secara spesifik, akan tetapi korupsi ini sebenarnya terjadi sudah mangakar dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Salah satu contoh yang dapat kita ambil pengertian korupsi dalam tatanan dalam lingkup suatu Negara yaitu bahwa pada jaman kerajaan, raja mengambil harta dari rakyatnya dengan secara paksa dan menggunakan harta tersebut sesuai dengan kehendaknya. Perbuatan ini pada jaman itu tidak dikenal sebagai perbuatan korupsi, karena raja merupakan penguasa mutlak dan rakyat diwajibkan membayar upeti dan rakyat tidak berhak untuk mempertanyakan untuk apa harta tersebut digunakan. Akan tetapi pemahaman ini kemudian bergeser menjadi pengertian korupsi tatkala antara raja dan rakyatnya mempunyai kesepakatan dalam pengelolaan harta yang disetorkan dari rakyat kepada rajanya. Jika raja atau penguasa yang dipilih rakyat untuk memegang amanat baik pengelolaan pemerintahan termasuk keuangan yang kemudian ia memanfaatkan/ mengambil/ mencuri harta yang diamanatkan kepadanya tanpa persetujuan atau melanggar peraturan yang disepakati bersama, maka pengertian inilah yang kemudian dinamakan sebagai tindakan korupsi.
1 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Dalam realita kehidupan saat ini, tindakan korupsi ini telah, sedang dan berpotensi (masih) akan terjadi di berbagai sektor, dari sektor bisnis bahkan sangat memprihatinkan hingga kepada sektor pendidikan dan sosial. Korupsi tidak pandang bulu, kapan, siapa, bagaimana dan dimana saja seperti yang telah, sedang dan potensial (masih) akan terjadi di negara kita ini. Hal ini terjadi karena korupsi sudah menjadi kultur yang terbangun secara perlahan-lahan namun sangat melekat tanpa disadari dalam kehidupan kita hingga menjadi “seorang sahabat” selama bertahun- tahun di negara kita.
KORUPSI DI INDONESIA Sebagai salah satu negara terkorup, Indonesia saat ini masih berjuang dalam memerangi korupsi. Perang melawan korupsi di Indonesia sangatlah berat, disamping karena korupsi sudah merupakan bagian dari budaya dan bersifat sistemik juga lebih parah lagi ditambah dengan memperihatinkannya kondisi Good Corporate Governance dalam tataran pelaksanaan dan ditambah dengan adanya sistem desentralisasi terutama yang berhubungan dengan pengelolaan kekayaan daerah.[1] Kondisi ini memungkinkan semakin banyaknya penguasapenguasa daerah yang dengan leluasanya dapat memanfaatkan apa yang menjadi kewenangannya. Hal ini sangat memungkinkan apabila tidak adanya pengawasan yang ketat dari pusat dan besarnya kemungkinan kolusi yang terjadi antara lembaga eksektif dan legislatif. Bukan menjadi hal yang baru ketika kita mendengar adanya korupsi yang melibatkan oknum kepala daerah dan anggota DPRD atau DPR. Dalam suatu penelitian yang dilakukan di Indonesia dilaporkan bahwa korupsi yang terjadi di Indonesia sangat potensial terjadi di tingkat daerah, birokrasi, angkatan bersenjata, pengadilan dan lembaga pembuat/ perancang hukum dan peraturan, dan juga di sektor pelayanan publik.[2] Disamping itu, perpindahan kekuasaan dari sentralisasi kepada desentralisasi akan menyebabkan permasalahan lainnya yaitu permasalahan transparansi dan akuntabilitas mengenai pengelolaan keuangan yang lebih disebabkan oleh kepentingan politik.[3] Potensi kerugian Negara akibat korupsi selama tahun 2011 tercatat sebesar Rp. 152,96 triliun[4] yang mencerminkan bahwa potensi korupsi di Negara kita masih sangat besar akan terjadi. Korupsi di Negara kita dapat diibaratkan sebagai sebongkah gunung es yang mengambang di lautan yang mana hanya sebagian kecil saja yang terlihat di permukaan dan justru sebagian besar tidak nampak dari permukaan. Beberapa sektor korupsi yang terjadi di Indonesia mencakup di 9 sektor yang sangat vital yaitu:[5] 1. 2. 3. 4. 5.
Hukum Kepolisian Perijinan, infrastruktur dan fasilitas publik Administrasi Pertanahan Administrasi Perpajakan
2 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
6. 7. 8. 9.
Administrasi Bea dan Cukai Kontrak-kontrak dan pengadaan fasilitas publik Industri penggalian sumber daya alam dan lingkungan Pasar tenaga kerja
Hal ini sangat memprihatinkan kalau kita melihat sektor-sektor yang terlibat dalam kasus-kasus korupsi di atas. Sektor-sektor yang seharusnya menjadi kunci dalam pemberantasan korupsi justru menjadi aktor utama dan pendukung terjadinya korupsi.
PENGERTIAN KORUPSI DI INDONESIA Pengertian korupsi antara satu negara dengan negara yang lain mungkin mempunyai landasan hukum yang berbeda. Akan tetapi esensi dari tindakan korupsi pada prinsipnya adalah sama. Di Indonesia sendiri yang dimaksud korupsi diatur menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20. Tahun 2001 dapat dirumuskan ke dalam perbuatan-perbuatan yang dikelompokkan sebagaimana berikut ini: 1. Perbuatan yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara yang dapat meliputi; melawan hukum untuk memperkaya diri, menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri. Jadi dalam hal kaitannya dengan hal ini, perbuatan dikatakan sebagai korupsi jika memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Setiap orang, 2. Dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, 3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana, 4. Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, 5. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara 6. Suap menyuap yang meliputi: penyuapan terhadap pegawai negeri, memberi hadiah kepada PNS, pegawai negeri yang menerima suap, hakim dan advokat yang menerima suap. 7. Penggelapan dalam jabatan yang dapat meliputi: pegawai negeri yang menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan, pegawai negeri yang memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi, pegawai negeri yang merusakkan bukti, pegawai negeri yang membiarkan orang lain merusakkan bukti dan pegawai negeri yang membantu orang lain merusakkan bukti. 8. Pemerasan yang meliputi pegawai negeri yang melakukan pemerasan dan pegawai negeri yang memeras pegawai negeri lainnya 9. Perbuatan curang yang dapat meliputi: i) Pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan yang berbuat curang pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan barang atau keselamatan Negara dalam keadaan perang ii) pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan yang membiarkan perbuatan curang pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan yang
3 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
dilakukan dengan sengaja iii)
rekanan TNI/Polri berbuat curang
iv)
pengawas rekanan TNI/Polri yang membiarkan perbuatan curang
v)
Penerima barang TNI/Polri yang membiarkan perbuatan curang
vi)
pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain 1. Benturan kepentingan dalam pengadaan yang dapat berupa perbuatan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan sengaja langsung maupun tidak langsung turut serta dalam pemborongan, pengadaan dan persewaan yang sedang diurus dan diawasinya 2. Gratifikasi yang dapat berupa pegawai negeri yang menerima gratifikasi sehubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak lapor KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi
KORUPSI MENURUT ISLAM Pengertian korupsi dalam Islam mungkin berbeda dengan istilah yang digunakan oleh masyarakat pada umumnya karena pengertian umum atas korupsi didasarkan kepada UndangUndang yang berlaku di suatu wilayah. Dalam Islam pengertian korupsi tidak dijelaskan secara spesifik, akan tetapi esensi perbuatan korupsi sebenarnya telah ada dalam ungkapan Islam. Terdapat banyak ungkapan yang dapat digunakan untuk menggambarkan perbuatan korupsi bila dikaitkan dengan pengertian korupsi di Indonesia. Namun di dalam Islam, ada beberapa perbuatan yang merupakan mencerminkan tindakan korupsi yaitu ghulul atau penggelapan, risywah atau penyuapan, al-suht atau pemanfaatan barang hasil tindakan melanggar hukum, al-khiyânah atau pengkhianatan/ penyelewengan/ pemalsuan, al-saraqah yang berarti mengambil harta orang lain secara rahasia dan melawan hukum/ mencuri dan ghasab atau perampasan, 1. Ghulul yang berarti tindakan penggelapan. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan perbuatan seseorang yang melakukan menggelapkan harta untuk kepentingan dirinya sendiri ataupun untuk kelompoknya atas harta yang diamanahkannya. Disinggung dalam QS Ali ‘Imrân ayat 161 bahwa perbuatan penggelapan atas harta akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allâh: “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (QS Ali’Imrân [3]: 161)
4 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Dalam ayat tersebut jelas disebutkan bahwa perbuatan pengkhianatan atas harta rampasan perang dapat diartikan sebagai tindakan penggelapan atas apa yang seharusnya dijaga bersama. Salah satu ciri khas perbuatan korupsi adalah penggelapan sehingga pengertian ghulul ini memenuhi kriteria sebagai bentuk perbuatan korupsi. 1. Risywah yang berarti upah, hadiah, pemberian atau komisi yang dalam istilah korupsi dimaksudkan sebagai suap atau gratifikasi yaitu pemberian seseorang kepada orang lain yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh penyuap. Rasulullah bersabda berkaitan dengan suap ini:
? ???? ????? ?????? ????? ???? ????? : ?????? ???????? ????? ????????? ??????????????? Dari Ibnu Umar t, ia berkata: “Rasûlullâh melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap.” [HR al-Tirmidzi, 1/250; Ibnu Majah, 2313 dan Hakim, 4/102-103; dan Ahmad 2/164,190.[6] Kasus korupsi berupa pemberian suap ini sering kita dengar di media-media masa di negara kita seperti suap yang dilakukan dalam rangka memperoleh proyek-proyek pembangunan asset pemerintah dan sebagainya. Suap dalam islam ini dikategorikan ke dalam perbuatan korupsi karena perbuatan suap ini akan mengakibatkan hilangnya hak seseorang yang sudah menjadi haknya tetapi berpindah kepada orang lain yang tidak berhak atau dengan kata lain akan merugikan orang-orang yang tidak seharusnya dirugikan. 1. Al-Suht berarti memanfaatkan barang atau harta yang berasal dari perbuatan yang dilarang. Dalam kaitannya dengan korupsi, seseorang yang ikut memanfaatkan harta hasil dari tindakan korupsi sedangkan ia mengetahui harta tersebut dari hasil korupsi maka ia pun dapat dianggap menjadi bagian dari orang yang melakukan tindakan korupsi tersebut. 2. d. Al-Khiyanah yaitu berkhianat. Seperti dijelaskan dimuka bahwa suatu perbuatan dikatakan korupsi jika salah satu perbuatan tersebut merupakan pengkhianatan atas suatu amanah. Dalam islam khiyanah adalah perbuatan yang sangat dilarang dan sebaliknya Islam mengharuskan kita untuk memenuhi semua janji atau akad. Dalam QS al-Mâidah 1 dan al-Isrâ’ 34 disebutkan: 1. “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.[7] (QS al-Mâ’idah [5]: 1) 34. “...dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya." (QS al-Isrâ’ [17]: 34) Kemudian dalam sebuah hadits Rasûlullâh yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim Rasûlullâh bersabda: “Barangsiapa yang berlaku zhalim (khianat dalam masalah harta) sejengkal tanah maka kelak pada hari kiamat akan digantungkan tujuh lapis bumi di lehernya.” (HR al-Bukhâri dan Muslim)
5 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Selain itu sifat khiyanah ini merupakan salah satu ciri orang munafik sebagaimana disabdakan Rasûlullâh menurut riwayat Bukhari dan Muslim: “Ada empat sifat, barangsiapa yang sifat-sifat itu ada pada dirinya, maka ia adalah orang yang munafik tulen, dan barangsiapa yang padanya ada satu sifat saja, maka ia memiliki satu sifat kemunafikan hingga ia menanggalkannya, yaitu: Apabila dipercaya ia berkhianat, apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengkhianati dan apabila ia berbantah-bantahan maka ia berbuat keji” (HR al-Bukhâri dan Muslim) Jika kita melihat sabda Rasûlullâh ini maka jelaslah disini bahwa orang yang berbuat korupsi termasuk ke dalam orang-orang yang sangat dibenci dan ia tidak dapat dipercaya serta ia dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang munafik 1. Al-Saraqah yang berarti mengambil harta orang lain secara rahasia dan melawan hukum. Pengertian di atas sebenarnya sama dengan pengertian korupsi yang mana tindakan mengambil harta orang lain (dalam lingkup lebih luas adalah organisasi dan negara) secara diam-diam dan melanggar hukum juga merupakan tindakan pencurian dan penggelapan yang juga merupakan perbuatan korupsi. 2. Ghasab yang berarti menggunakan harta seseorang secara paksa dengan tanpa hak.[8] Dalam al-Qur’ân, ghasab disebutkan dalam QS al-Baqarah [2]: 188: 188. “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS al-Baqarah [2]: 188) Jelaslah disini bahwa perbuatan ghasab adalah salah satu ciri perbuatan korupsi meskipun dalam perbuatan ghasab ini terkadang barang yang digunakan berniat untuk dikembalikan. Banyak kasus korupsi yang terjadi di kalangan birokrat dengan jalan seolah-olah meminjam harta baik dalam bentuk uang maupun barang dari inventaris yang senyata-nyatanya memang dimaksudkan untuk mencuri, namun ketika ketahuan ia akan segera mengembalikannya seolaholah hanya meminjamnya meskipun sudah mempunyai niat untuk mencurinya. MENGUAK AKAR PERMASALAHAN KORUPSI Permasalahan korupsi di berbagai tempat tidak akan pernah berhenti dari pemberitaan. Yang menjadi perhatian kita yang sangat menarik untuk dikaji adalah mengapa korupsi selalu terjadi dan terjadi lagi. Seperti telah diuaraikan dimuka bahwa korupsi terjadi tatkala ada seseorang atau kelompok yang dengan sengaja melakukan “pengkhianatan” suatu amanah. Oleh karena itu tindakan korupsi tidak pernah terlepas dari 2 unsur yaitu suatu sistem dan manusia atau orang-orang yang terlibat di dalam sistem tersebut. Suatu sistem yang baik memang dapat mengurangi atau mencegah timbulnya tindakan korupsi, akan tetapi sistem dapat berjalan baik atau justru sebaliknya sangat tergantung kepada orang-orang yang melaksanakannya. Jika kita melihat jenis-jenis tindakan yang dapat dimasukkan ke dalam perbuatan korupsi yang telah dibahas dimuka, maka korupsi selalu dimulai dengan adanya suatu konflik baik konflik
6 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
kepentingan individu maupun kelompok. Namun demikian konflik yang muncul dalam perbuatan korupsi tetaplah dimulai dengan konflik individu (internal). Korupsi memang dapat dilakukan secara “berjamaah” namun tetap saja orang yang mempunyai kewenangan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan suatu kegiatan ataupun transaksi yang berada dalam pengendaliannya hanyalah satu orang. Dari sinilah kita dapat menggali akar dari segala macam bentuk korupsi bahwa korupsi terjadi karena adanya konflik internal (kepentingan) seseorang yang akhirnya berusaha mengaburkan, menyembunyikan atau menutup-nutupi perbuatannya sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa akar segala perbuatan korupsi adalah ketidakjujuran yang dimulai dari diri pribadi seseorang. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat tindakan korupsi dari perspektif ilmu akuntansi forensik. Untuk memudahkan dalam menganalisa dan menjelaskan mengapa terjadi fraud (tindakan curang) maka dibutuhkan fraud triangle.[9] Gambar fraud triangle biasa digunakan untuk memudahkan dalam menelaah motif mengapa fraud atau tindakan curang dapat terjadi yang dalam hal ini salah satunya adalah perbuatan korupsi. Faktor pertama dalam fraud triangle adalah karena adanya faktor rasa tertekan yaitu faktor dimana orang melakukan korupsi terdorong karena adanya tekanan baik tekanan kebutuhan keuangan ataupun yang lainnya yang dapat berasal dari dalam atau dari luar. Faktor kedua adalah perasaan adanya kesempatan yang merupakan faktor dorongan bagi seseorang untuk melakukan korupsi karena adanya kelemahan suatu sistem yang dapat dimanfaatkan. Sedangkan faktor ketiga adalah rasionalisasi yaitu faktor pembenaran dari si pelaku bahwa apa yang ia lakukan adalah benar dan dapat diterima. Meskipun secara teoritis ketiga faktor tersebut mutlak harus ada dalam suatu tindakan korupsi, akan tetapi terdapat satu landasan utama agar korupsi tidak akan terjadi yaitu kejujuran. Walaupun terdapat tekanan yang berat untuk mendapatkan uang begitu besar serta adanya peluang yang besar untuk melakukan tindakan korupsi, perbuatan melanggar hukum ini tidak akan terjadi jika akhlaq mulia yang bernama kejujuran ini selalu ditegakkan oleh setiap orang yang terlibat dalam suatu organisasi. Dalam Islam diajarkan bagaimana kejujuran ini harus ditegakkan di dalam setiap tindakan dimanapun kita berada seperti disebutkan dalam firman Allâh, 119. “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS al-Taubah [9]: 119) Juga Sabda Rasûlullâh yang diriwayatkan oleh Muslim “Hendaklah kamu berbuat jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu menunjukkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan ke surga, selama seseorang terus menerus berlaku jujur dan berusaha jujur sampai dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hindarilah dusta, karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa menunjukkan ke neraka. Dan selama seseorang terus-menerus berdusta dan berusaha berdusta, sehingga dicatat di sisi Allah sebagai pendusta”. (HR Muslim) Dalam kaitannya dengan masalah korupsi kejujuran dapat ditegakkan dalam hal memberikan laporan keuangan atau laporan pertanggungjawaban apa adanya dan tidak direkayasa.
7 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Seringkali kita mendengar dalam pengajuan anggaran yang hendak dibahas dalam sidang komisi di DPR melibatkan kasus suap atas anggota Dewan hal ini disebabkan karena pihak yang mengajukan rencana anggaran ingin mendapat persetujuan atas rencana belanjanya sehingga dalam pengajuan rencana anggarannya pun juga direkayasa untuk menutup uang yang digunakan untuk memberikan suap. Kasus korupsi kecil-kecilan juga sering diakukan pegawai terutama bagian pengadaan barang yang melakukan pengadaan barang secara rutin setiap bulan, triwulan, semesteran atau tahunan. Komisi dan diskon menjadi perangsang terjadinya korupsi atas pengadaan barang ini. Sekali lagi, ketidakjujuran menyelimuti transaksi ini dengan tidak mencantumkan potongan harga dalam bukti transaksi dan lebih parah lagi yang bersangkutan dapat mengisi besarnya transaksi sesuai dengan keinginannya. Kejujuran merupakan bagian dari akhlaq mulia yang harus ditegakkan, oleh karena itu pemupukan keimanan pun tentunya perlu dibangun untuk menjadi kontrol dalam mencapai akhlak yang mulia ini. Insya Allâh jika kita selalu menegakkan akhlaq kejujuran ini, niscaya korupsi di negara kita tidak akan pernah tumbuh subur hingga kapanpun. MARÂJI’
ADB/OECD. 2003. Self Assessment Report Indonesia. http://www1.oecd.org/daf/asiacom/countries/index_IDS.htm ADB. 2006. Governance and Institutional Capacity. http://209.225.62.100/Documents/CSPs/INO/2006 Albrecht, S. W , Albrecht Conan C and Albrech O Chad. 2006. Fraud Examination, 2nd South Western. Thomson
ed.
Hamilton, N. 2001. Anti-Corruption Strategy in Indonesia, Bulletin of Indonesia Economic Studies. 37(1).pp. 65-82 KPK. (2011). Laporan Tahunan Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri. (2006). Minhajul Muslim: Konsep Hidup Ideal dalam Islam. Darul Haq. Jakarta Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001, Tentang Perubahan Undang-Undang No. 31 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Tahun
World Bank. 2003. Combating Corruption in Indonesia. http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/03-Publication/Comb ating+Corruption+in+Indonesia-Oct15.pdf
8 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
* Staf Pengajar Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia
[1] World Bank. Combating Corruption in Indonesia. 2003. http://siteresources.worldbank.org/IN TINDONESIA/Resources/Publication/03-Publication/Combating+Corruption+in+IndonesiaOct15.pdf
[2] Hamilton, N. Anti-Corruption Strategy in Indonesia, Bulletin of Indonesia Economic Studies. 37(1).pp. 65-82. 2001
[3] ADB. Governance and Institutional Capacity. http://209.225.62.100/Documents/CSPs/INO/2006
[4] Laporan Tahunan KPK. (2011) [5] World Bank. Combating Corruption in Indonesia.., 2003
[6] Syaikh Al-Albani berkata,”Shahih.” Lihat Irwa’ Ghalil 8/244]
[7] Aqad (perjanjian) mencakup janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
9 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[8] Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri. Minhajul Muslim: Konsep Hidup Ideal dalam Islam. (Jakarta: Darul Haq, tt)
[9] Albrecht, S. W , Albrecht Conan C and Albrech O Chad. 2006. Fraud Examination, 2nd ed. South Western. Thomson
10 / 10 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)