SKRIPSI
KETIDAK-KOMPLITAN GEODESIK SEBAGAI INDIKATOR SINGULARITAS RUANG - WAKTU
Romy Hanang Setya Budhi 99/128946/PA/07864
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Yogyakarta 2005
SKRIPSI
KETIDAK-KOMPLITAN GEODESIK SEBAGAI INDIKATOR SINGULARITAS RUANG - WAKTU
Romy Hanang Setya Budhi 99/128946/PA/07864
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana S1 Program Studi Fisika pada Jurusan Fisika
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Yogyakarta 2005
SKRIPSI
KETIDAK-KOMPLITAN GEODESIK SEBAGAI INDIKATOR SINGULARITAS RUANG - WAKTU Romy Hanang Setya Budhi 99/128946/PA/07864
Dinyatakan lulus ujian skripsi oleh tim penguji pada tanggal 11 Juli 2005
Tim Penguji
Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid Pembimbing I
Dr. H. Karyono, SU. Penguji I
Dr. Mirza Satriawan Penguji II
Karya ini kupersembahkan buat Robb-ku tercinta yang menjanjikan kejayaan bagi orang - orang yang berjalan di jalannya. Juga kepada ’para sahabatku’ yang telah terbang di seberang jalan. Hari ini kuturut langkah kalian, tapi suatu saat kelak akan kuretas jalan baru yang lebih baik dari sekarang.
iii
(Al Quran) ini adalah penerang bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang - orang yang bertakwa. Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang - orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang - orang yang beriman.
(Ali Imran : 138 - 139) Hai orang - orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik yang membawa berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah pada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu.
(Al-Hujurat : 6)
iv
PRAKATA Segala puji bagi Allah robb sekalian alam yang tiada ilah selain-Nya, yang menciptakan dan mengatur segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. Dia lah yang menganugerahkan nikmat akal kepada manusia agar dengannya digunakan sebagai penimbang. Juga semoga kesejahteraan dan keselamatan terlimpah kepada hamba dan Rasul-Nya yaitu Rasullullah SAW dan keluarganya, beserta sahabat dan orangorang yang mengikuti Beliau sampai akhir jaman. Penulis patut bersyukur kepada Allah ta’ala, karena hanya atas kehendakNya saja tulisan ini dapat diselesaikan. Juga atas bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Ucapan terima kasih ini kami tujukan kepada: 1. Ayah dan Ibu tercinta, yang selalu memberikan kepercayaan penuh dan selalu mendukung setiap langkah kami. 2. Dr. rer. nat. M. Farchani Rosyid, yang telah dengan sabar membimbing kami sedari awal. Membukakan wacana - wacana baru dan memulihkan warna dasar yang hampir hilang pada diri kami dan memberikan ruang seluas - luasnya untuk mengekspresikan diri. 3. Dra, Dwi Satya Palupi, M.Si, yang telah banyak memberikan dorongan moril kepada kami terutama pada awal - awal penulisan. 4. Semua staf program studi fisika yang telah membimbing selama masa perkuliahan. 5. Teman-teman kami fisika angkatan 1999 dan teman-teman diskusi pada kelaskelas teori dan kelas matematik yang telah berkenan berbagi pustaka dan men– diskusikan banyak hal dengan kami.
v
vi
6. Dan semua pihak yang belum disebutkan di atas tetapi telah terlibat dalam pro– ses penulisan ini. Akhirnya, penulis berharap agar tulisan ini dapat menyumbangkan sesuatu pada dunia fisika teori. Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang lepas dari kealpaan, oleh karena itu kami mohon maaf atas kesalahan yang ada dalam tulisan ini.
Yogyakarta, 4 Juli 2005
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
i
Halaman Pengesahan
ii
Halaman Persembahan
iii
Halaman Motto
iv
PRAKATA
v
INTISARI
xi
I
PENDAHULUAN
1
1.
Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
2.
Tujuan Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
3.
Ruang Lingkup Kajian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
II ANALISIS PADA MANIFOLD LICIN
4
1.
Manifold Licin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
2.
Vektor Singgung, Kovektor dan Tensor Pada Manifold . . . . . . . .
8
3.
Kongruensi dan Derivatif Lie . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
4.
Koneksi dan Kelengkungan Pada Manifold . . . . . . . . . . . . . . . 24
5.
Manifold Pseudo-Riemannan
6.
Submanifold . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37
7.
Teorema Frobenius . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41
8.
Integrasi Pada Manifold . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
vii
viii
III TEORI RELATIVITAS UMUM
48
1.
Manifold Ruang-Waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48
2.
Medan - Medan Materi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 49
3.
Syarat Energi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53
4.
Sedikit Tentang Singularitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53
5.
Contoh Singularitas Pada Beberapa Solusi Medan Einstein . . . . . . 54
6.
a.
Ruang Schwarzschild . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54
b.
Ruang Robertson - Walker . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 58
Singularitas: Pendefinisian dan Pemecahannya . . . . . . . . . . . . 61
IV SIGNIFIKANSI KELENGKUNGAN
64
1.
Variasi Geodesik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 64
2.
Titik - Titik Berkonjugasi Pada geodesik . . . . . . . . . . . . . . . . 67
3.
Titik Fokal Submanifold Sepanjang Geodesik . . . . . . . . . . . . . 80
4.
Variasi Fungsional Panjang dan Energi Kurva . . . . . . . . . . . . . 86
5.
Titik Konjugasi Pada Geodesik Komplit . . . . . . . . . . . . . . . . 99
V STRUKTUR KAUSAL PADA RUANG-WAKTU
107
1.
Orientabilitas Waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 107
2.
Kondisi - Kondisi Kausalitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 114
3.
Wilayah Kegayutan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 119
4.
Sifat Kausalitas Stabil Pada Ruang waktu Yang Hiperbolis Global . . 128
5.
Eksistensi Geodesik Pada Ruang-waktu yang Kausal . . . . . . . . . 132
VI SINGULARITAS RUANG - WAKTU
136
VIIPENUTUP
147
1.
Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 147
ix
2.
Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 150
A RUANG TOPOLOGIS
156
1.
Identifikasi Topologi dan Pemetaan Kontinyu . . . . . . . . . . . . . 156
2.
Interior, Klosure dan Bounderi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 157
3.
Ruang Hausdorff . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 158
4.
Ketersambungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 158
5.
Kekompakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 159
DAFTAR GAMBAR II.1 {(Uα , φα )} dan {(Uβ , φβ )} saling C ∞ - rukun apabila φα ◦ φ−1 β dan φβ ◦ φ−1 α masing - masing merupakan pemetaan licin. . . . . . . . . .
6
III.1 Perluasan Kruskal untuk ruang-waktu Schwarzschild . . . . . . . . . 57 IV.1 Lingkaran besar (great circle) atau lingkaran yang melalui kutub kutub permukaan bola S2 merupakan geodesik. Geodesik - geodesik yang berasal dari suatu titik akan bertemu kembali pada kutub yang berlawanan dengannya. Oleh karena itu, kutub-kutub S2 merupakan dua titik yang saling berkonjugasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 68 IV.2 Titik γ(b) menjadi titik fokal dari submanifold Σ di bawah medan variasi ξ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 83 V.1 Sifat Lipschitzan setiap kurva kausal.
. . . . . . . . . . . . . . . . . 112
V.2 Bidang ruang Minkowski (R2 , −dx0 ⊗ dx0 + dx1 ⊗ dx1 ) yang dibatasi oleh batas-batas x0 = 1 dan x0 = 0 dapat mempunyai kurva bakwaktu tertutup ketika batas - batasnya saling disambung membentuk ruang-waktu S1 × R . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 115 V.3 D+ S dan H + (S) dari himpunan akronal S yang mengandung bagian null dan bagian bak-ruang pada ruang Minkowski yang sebagian daerahnya dibuang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 125
x
INTISARI
KETIDAK-KOMPLITAN GEODESIK SEBAGAI INDIKATOR SINGULARITAS RUANG - WAKTU Oleh : Romy Hanang Setya Budhi 99/128946/PA/07864
Telah dilakukan kajian singularitas pada ruang-waktu relativitas umum melalui studi ketidak-komplitan geodesik pada sembarang manifold Lorentzian. Ditunjukkan bahwa ruang-waktu yang memenuhi syarat energi tertentu, mempunyai struktur kausalitas global yang realistis secara fisis dan mempunyai subhimpunan yang memenuhi syarat topologis tertentu akan selalu mengijinkan geodesik kausal yang tidak komplit. Kajian singularitas pada manifold Lorentzian berdimensi empat akan menghasilkan singularitas pada ruang-waktu relativitas umum.
xi
xii
ABSTRACT
GEODESICS INCOMPLETENESS AS INDICATION OF THE SPACETIME SINGULARITY By Romy Hanang Setya Budhi 99/128946/PA/07864
The spacetime singularity of general relativity in the general Lorentzian manifolds has been studied through the geodesics incompleteness concept. Every spacetime which is required to satisfy certain energy condition, having realistic global causality structure and contain subset which is required by certain topological condition will admit incomplete causal geodesics. So, the dimension restriction on the four is just singularity in the general relativity spacetime.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam upaya menyingkap kaidah yang dianut oleh fenomena - fenomena alamiah, kalangan fisikawan teori mengajukan berbagai macam model hukum alam berdasarkan data - data empiris yang telah dimiliki. Sejauh ini dikenal tiga macam pemodelan yaitu model fisis, model matematis dan model metafisis. Dalam prakteknya, model - model matematis lebih operasional sehingga lebih banyak dimanfaatkan dalam sains daripada model lainnya. Model - model hukum alam sesungguhnya tidak identik dengan hukum alam sendiri. Model - model tersebut hanyalah merupakan pendekatan (aproksimasi), oleh karena itu derajat akurasi suatu model sangat berkaitan dengan kedekatannya terhadap hukum alam yang dimodelkan. Gejala alamiah mempunyai struktur yang sangat kompleks sehingga sangat sulit menyajikan gambaran fenomena - fenomena alamiah secara utuh. Diperlukan proses eleminasi terhadap hal - hal yang tidak relefan pada fenomena alamiah yang akan dimodelkan. Proses eleminasi tersebut disebut sebagai proses idealisasi. Idealisasi suatu gejala alamiah akan menghasilkan sistem fisis, yaitu gejala alamiah yang telah mengalami pereduksian secara proporsional. Selanjutnya yang dimaksud dengan model matematik adalah hasil penafsiran terhadap suatu sistem fisis secara matematis sebagai proses semantika matematisnya. Kedekatan suatu model dengan gejala - gejalah alamiah yang diwakili tentu saja sa– ngat bergantung dengan proses idealisasi yang dilakukan. Makin sedikit hal - hal yang dieleminasi, semakin akurat model tersebut. Hanya saja hal ini harus dibayar mahal dengan kompleksitas matematis (Mathematical Complexity) yang lebih abstrak, lebih
1
2
general dan lebih formal. Relasi yang sangat kuat antara matematika dengan fisika dapat dilihat pada penggunaan geometri differensial pada relativitas umum, hampir - hampir antara keduanya tidak dapat saling dibedakan. Postulat-postulat dalam fisika dalam pemodelan dapat dianggap sebagai aksioma - aksioma dalam cabang matematika yang digunakan sebagai model [Kriele , 2001]. Hanya saja penggunaan geometri differensial dalam relativitas umum masih terlihat kurang optimal. Seperti dapat dilihat pada buku-buku teks relativitas yang ditemukan pada perpustakaan - perpustakaan di lingkungan kampus UGM, sebagian besar masih membatasi pada penggunaan geometri differensial berbasis koordinat atau berbahasa lokal sehingga sering melibatkan diskusi tentang efek perubahan sistem koordinat pada objek - objek tensor yang sebenarnya hanya dapat dilakukan pada saat domain antara kedua sistem koordinat saling bersesuaian yaitu saat jacobian transformasinya tidak lenyap [Isham , 1999]. Oleh karena itu, seringkali sifat-sifat global suatu model tidak dapat dilihat secara memadai. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, diperlukan pembahasan yang tidak gayut terhadap sistem koordinat yang dipakai. Geometri diffferensial yang memakai sudut pandang ini biasa disebut sebagai geometri differensial modern atau analisa global. Analisa global, sekarang ini mempunyai lapangan aplikasi yang luas. Semisal dalam mekanika klasik, medan Yang - Mills, model sigma nonlinear, teori supersting, quantum gravity dan sistem medan nonlinear pada teori partikel elementer modern. Berkaitan dengan masalah singularitas dan eksistensinya dalam teori relati– vitas umum, Hawking dan Ellis telah mendiskusikannya secara panjang lebar dalam bukunya: "The large scale structure of space-time". Pengaruh analisa global dalam buku tersebut terasa sangat kental. Hanya saja, pembatasan pembahasan hanya pada manifold Lorentzian berdimensi empat agak mengurangi selera pada penikmat matematika. Oleh karena itu, dengan tetap mengikuti ide utama dalam pendefinisian
3
singularitas: ketidak-komplitan geodesik, penulis berusaha menyajikan ulang permasalahan singularitas pada manifold Lorentzian berdimensi sembarang yang meme– nuhi syarat - syarat ruang-waktu relativitas umum.
2. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini adalah : 1. Merumuskan model ruang-waktu relativitas umum dalam geometri differensial global. 2. Mendiskusikan kemungkinan menunjukkan eksistensi singularitas melalui konsep ketidak-komplitan geodesik kausal pada ruang-waktu relativitas umum. 3. Mendiskusikan kemungkinan perluasan topik - topik bahasan ke sembarang manifold Lorentzian sehingga dengan demikian dapat diterapkan pada bidang lain yang memakai area matematik yang sama. Memakai sudut pandang ini, singularitas pada ruang-waktu relativitas umum hanyalah merupakan pemba– tasan bidang kajian pada manifold lorentzian yang berdimensi empat.
3. Ruang Lingkup Kajian Kajian skripsi ini dititikberatkan pada aplikasi analisa global dalam memodelkan singularitas dalam ruang-waktu. Oleh karenanya bahasa penyampaian yang digunakan akan lebih banyak menggunakan bahasa formal matematika. Untuk beberapa kajian yang sudah terlalu familiar dalam buku -buku teks geometri diffe– rensial modern, pembuktian - pembuktian akan sesedikit mungkin diberikan. Perlu ditekankan pula bahwa topik kajian ini adalah ruang-waktu yang masih diasumsikan kontinyu dan tidak memperhitungkan efek kuantum padanya.
BAB II ANALISIS PADA MANIFOLD LICIN Pada bab ini akan dipaparkan fakta - fakta geometri differensial secukupnya yang diperlukan dalam pembahasan manifold ruang-waktu. Fakta - fakta geometris ini muncul secara alamiah sebagai akibat bahwa ruang-waktu merupakan manifold licin. Sebagian besar notasi pada bab ini diambil dari [Kriele , 2001]. Karena topik - topik ini sangat umum dijumpai pada buku - buku teks geometri differensial maka bukti - bukti sesedikit mungkin ditampilkan.
1. Manifold Licin Sebelumnya akan diperkenalkan pemetaan proyeksi dari Rn ke R yang dilambangkan dengan P i .
P i x1 , · · · , xn := xi
(II.1)
Untuk setiap (x1 , · · · , xn ) ∈ Rn . Definisi II.1 ( Fungsi licin) Pemetaan f : U ⊂ Rn → Rm dikatakan kontinyu jika f i (p) := P i ◦ f (p);
i =
1, 2, · · · , m semuanya kontinyu untuk setiap p ∈ U . f dikatakan licin atau C ∞ differentiabel pada U jika setiap f i mempunyai turunan parsial untuk semua orde pada U terhadap sistem koordinat pada Rn . Definisi II.1 di atas sama saja dengan mengatakan bahwa f licin jika determinan Jacobiannya pada setiap titik p ∈ U yang didefinisikan sebagai
4
5
1
1
· · · Dn f D1 f f 0 (p) = [Di f j (p)] = ................. D1 f m · · · Dn f m dengan Di f j :=
∂f j , ∂xi
(II.2)
(p)
tidak lenyap untuk 1 ≤ i ≤ n dan 1 ≤ j ≤ m.
Selanjutnya C ∞ - differentiabel akan disebut licin atau differensiabel saja. Definisi II.2 (Manifold topologis berdimensi m ) Manifold X adalah ruang topologis yang Hausdorff, tersambung dan berbasis tercacah (countable basis) serta terdapat homeomorfisme φp : Ux → W ⊂ Rm , ∀p ∈ X dengan Up ⊂ X adalah lingkungan bagi p dan W subhimpunan terbuka di Rm . Selanjutnya φ disebut pemetaan koordinat , xi = P i ◦φ(p) disebut fungsi koordinat di p dan pasangan (Up , φp ) disebut sistem koordinat di p ∈ X Definisi II.3 (Struktur licin) Struktur licin (C ∞ - structure) pada manifold topologis X adalah himpunan semua sistem koordinat U = {(Uα , φα )} sedemikian rupa memenuhi 1. Uα merupakan liput (cover) bagi X , yaitu dipenuhi
S
α
Uα = X ,∀α ∈ A, A =
1, 2, . . . 2. Untuk setiap pasangan α, β ∈ A ,{(Uα , φα )} dan {(Uβ , φβ )} saling C ∞ - rukun −1 (C ∞ -compatible), yaitu φα ◦ φ−1 β dan φβ ◦ φα masing - masing merupakan
pemetaan licin. 3. U maksimal menurut kriteria 2, dalam artian jika (U, φ) suatu sistem koordinat pada X yang memenuhi sifat C ∞ - rukun dengan setiap unsur di U maka (U, φ) ∈ U
6
Gambar II.1: {(Uα , φα )} dan {(Uβ , φβ )} saling C ∞ - rukun apabila φα ◦ φ−1 β dan −1 φβ ◦ φα masing - masing merupakan pemetaan licin. Definisi II.4 ( Manifold licin ) Manifold licin adalah manifold topologis yang dilengkapi dengan suatu struktur licin. Selanjutnya, manifold licin akan cukup disebut sebagai manifold saja dan akan dilambangkan dengan M. Dengan demikian suatu manifold topologis dapat mempunyai lebih dari satu manifold licin atau tidak ada sama sekali, tergantung dari seberapa banyak struktur licin yang bisa dibangun padanya. Sebagai contoh, permukaan bola di ruang Rn+1 yaitu Sn , (ditunjukkan oleh John Milnor) mempunyai 28 struktur licin yang berbeda untuk n = 7, 2 struktur untuk n = 10 dan 992 struktur untuk n = 11 [Qoquereauex , 1988]. Berikut ini akan diberikan beberapa contoh untuk menentukan suatu himpunan adalah suatu manifold atau bukan 1. Ruang Eucledian Rn dilengkapi sruktur licin U = (Rn , Id ) dengan Id : Rn → Rn pemetaan identitas adalah suatu manifold.
7
2. Titik - titik (x, y) di R2 yang memenuhi a x≥0 y= 0 x≤0 −b x ≥ o adalah himpunan yang bukan manifold karena tidak tersambung dan tidak Hausdorff di x = 0. 3. Permukaan bola berjari - jari satu satuan Sm dilengkapi dengan struktur licin {(Sm − {n} , Pn ) , (Sm − {s} , Ps )} dengan {n} = {(0, 0, · · · , 1)} dan {s} = {(0, 0, · · · , −1)} dan Pn , Ps masing - masing projeksi stereografik dari {n} dan {s}, merupakan manifold. 4. Permukaan kubus di Rn yang dibangkitkan oleh metrik dk =
Pn
i=i
|xi | bukan-
lah manifold licin karena tidak terdapat homeomorfisme dengan Rm saat diambil xj = dk . 5. Subhimpunan terbuka V dari M dengan struktur licin
UV =
V ∩ Uα , φα |V ∩Uα |(Uα , φα ) ∈ U
dengan φα |V ∩Uα pemetaan φα yang dibatasi pada V ∩ Uα dan U adalah struktur licin pada M, merupakan manifold yang disebut submanifold terbuka dari M. 6. Grup linier umum yaitu himpunan Gl (n, R) yang beranggotakan semua matriks n×n nonsingular berunsur riil merupakan manifold sebagai akibat adanya diffeomorfisme dengan R − {0} melalui fungsi determinan.
8
Definisi II.5 ( Pemetaan licin) Diandaikan M dan N manifold licin. Jika F : M → N adalah pemetaan dari mani– fold M ke manifold N , maka wakilan lokal menurut sistem koordinat (U, φ) di M dan (V, ψ) di N adalah ψ ◦ F ◦ φ−1 : φ (U ) → ψ (V ). F dikatakan licin di p ∈ M jika terdapat wakilan lokal bagi F yang licin di p. F dikatakan licin jika F licin pada setiap titik p ∈ M. Keberadaan struktur licin menjamin differensiabilitas pemetaan antar manifold terjadi secara global sebagai akibat sifat maksimal yang dimiliki oleh struktur licin pada kedua manifold. Dalam hal ini jika F licin, bijektif dan F −1 juga licin, maka F disebut diffeomorfisme dan kedua manifold dikatakan saling saling diffeomorfis. Diffeomorfisme adalah relasi ekuivalen antar manifold, dalam artian setiap manifold yang saling diffeomorfis mempunyai struktur yang sama dan bisa saling menggantikan.
2. Vektor Singgung, Kovektor dan Tensor Pada Manifold Konsep vektor singgung (tangent vector) erat kaitannya dengan pendefinisian ’pergeseran infinitisimal’ pada suatu titik suatu manifold. Pada permukaan di ruang Rn , ruang singgung adalah subruang linier dari Rn yang ortogonal dengan vektor normal permukaan. Hanya saja manifold tidak selalu ’ terbenam ’ dalam ruang Rn , dengan demikian pendefinisian ruang singgung perlu mengambil esensi yang lebih dalam dari ruang vektor. Pendefinisian ini biasanya diambil dari konsep ’ turunan berarah dari suatu fungsi’ dan ’vektor kecepatan dari kurva singgung’. Dari konsep turunan berarah (directional derivative) dari fungsi bernilai riil, v dikatakan turunan berarah dari f di titik p jika dipenuhi v(f ) = ∇f (p) • v sehingga dapat dikatakan vektor singgung adalah fungsional licin bernilai riil yang bekerja pada fungsi f . Jika M manifold, himpunan fungsi bernilai riil licin pada M hendak ditu–
9
liskan sebagai C ∞ (M). Dilengkapi perkalian dan penjumlahan fungsi yaitu f + g (p) := f (p) + g(p) dan f · g(p) := f (p)g(p), C ∞ (M) membentuk aljabar komutatif di atas lapangan riil. C ∞ (M) bisa dipersempit menjadi C ∞ (p) yaitu himpunan semua kelas ekuivalensi dari C ∞ (M) di suatu lingkungan p yaitu Up melalui relasi ekuivalen f ∼ = g ⇐⇒ f (q) = g(q), ∀q ∈ Up . Kelas - kelas ekuivalensi ini biasa disebut sebagai benih ( germ ). Definisi II.6 ( Vektor singgung ) Jika M manifold dan p ∈ M , yang disebut sebagai vektor singgung pada p adalah fungsional bernilai riil v: C ∞ (p) → R sedemikian rupa memenuhi sifat 1. ( Linieritas) v(af + bg) = av(f ) + bv(g) 2. (Leibnizan) v(f g)(p) = v(f )g(p) + f (p)v(g) ∀a, b ∈ R; ∀f, g ∈ C ∞ (p) Vektor singgung pada p ∈ M membentuk ruang vektor di atas lapangan riil dengan operasi penjumlahan dan perkalian yang didefinisikan sebagai (v + w)(f ) = v(f ) + w(f ), (av)(f ) = av(f ); ∀a ∈ R, f ∈ C ∞ (p). Selanjutnya ruang vektor singgung pada p akan ditulis sebagai Tp M. Definisi II.7 Misalkan I adalah interval terbuka pada R. Pemetaan licin α: I → M disebut kurva licin pada M . Jika diambil t ∈ I dan p ∈ α(t0 ) dapat didefinisikan pemetaan α(t ˙ 0 ): C ∞ (p) → R sebagai α(t ˙ 0 )(f ) :=
d (f dt
◦ α)(t0 ); ∀f ∈ C ∞ (p). α(t ˙ 0)
menyatakan vektor kecepatan α di t0 atau vektor singgung kurva α di titik t0 . Karena α(t ˙ 0 ) memenuhi syarat Leibnizan dan linearitas terhadap aljabar C ∞ (p) maka jelas bahwa α0 (t0 ) ∈ Tp M
10
Teorema II.1 Jika (U, φ) adalah sistem koordinat pada p ∈ M, dengan fungsi koordinat xi = P i ◦ φ; i = 1, 2, · · · , m maka {∂/∂xi } |p yang didefinisikan sebagai ∂/∂xi |p (f ) = ∂/∂xi (f ◦ φ−1 )(φ(p)) merupakan basis bagi Tp M, sehingga dimensi Tp M = dimensi M. Basis ruang singgung yang berhubungan sistem koordinat ini disebut sebagai basis Gaussan. Selanjutnya dapat difahami bahwa ruang singgung yang dibangun oleh derivatif pada aljabar C ∞ (p) dan vektor singgung kurva - kurva licin di suatu titik tak bisa dibedakan melalui kaitan isomorfisme v(f )(p) := d/dt(f ◦ α) |t=t0 = α(to)(f ˙ ) Teorema II.2 Jika F pemetaan licin dari manifold M dan N maka dapat diimbas suatu pemetaan F∗p : Tp M → TF (p) N yang didefinisikan oleh F∗p (v)(g) := v(g ◦ F ); g ∈ C ∞ (F (p)) dan merupakan isomorfisme jika dan hanya jika dapat ditemukan diffeomorfisme lokal antara lingkungan p dan lingkungan F (p). Pemetaan yang diimbas ini biasa disebut sebagai differensial dari pemetaan F di p atau push forward. Jika kemudian terdapat pemetaan licin G dari manifold N ke manifold O maka akan dipenuhi aturan komposisi atau dalil rantai (G ◦ F )∗p = G∗F (p) ◦ F∗p Tentu saja apabila terdapat diffeomorfisme diantara M dan N , differensial pemetaan F akan menyebabkan ruang singgung pada M diimpor keseluruhan ke N sehingga yang mungkin adalah bahwa jika dua manifold saling diffeomorfis maka dimensi keduanya sama tetapi tidak selalu sebaliknya. Misalkan pada titik p ∈ M ditemukan sistem koordinat (U, φ) dan (V, ψ), berdasarkan teorema II.1 dapat disusun basis pada Tp M yang berbentuk {∂/∂xi } menurut (U, φ) dan ∂/∂x0j menurut (V, ψ). Untuk setiap v ∈ Tp M dapat di– nyatakan sebagai kombinasi linier kedua basis
v=
m X i=1
i
v ∂/∂xi =
m X j=1
v 0j ∂/∂x0j
(II.3)
11
Dengan menganggap ψ ◦ φ−1 sebagai pemetaan antar manifold, maka dapat ditunjukkan adanya aturan transformasi komponen vektor singgung yang berbentuk
0j
v =
m X
v i ∂x0j /∂xi
(II.4)
i=1
Vektor singgung dalam buku - buku teks fisika biasa disebut sebagai vektor kontrava– rian. Jika f ∈ C ∞ (p) maka dengan menggunakan teorema II.2 dapat disusun pemetaan
f∗p : Tp M → Tf (p) R,
v 7→ f∗p (v)
yang diberikan oleh f∗p (v)(x) = v(x ◦ f )
(II.5)
∀v ∈ Tp M. Karena Tf (p) R dibentang oleh basis tunggal ∂/∂x|f (p) diperoleh
f∗p (v) = v(f ) ∂/∂x|f (p)
(II.6)
Melalui pemetaan ini dapat disusun fungsional linier yang bekerja pada Tp M
dfp : Tp M → R
dfp (v) := v(f ); ∀v ∈ Tp M yang linier pada Tp M . Definisi II.8 Kovektor atau vektor kovarian adalah suatu pemetaan linier ω: Tp M → R. Himpunan semua kovektor pada p merupakan ruang jodoh (dual space) dari Tp M dan dinyatakan dengan Tp∗ M.
12
Dapat mudah dilihat bahwa df adalah unsur dari Tp∗ M. Jika df dan dg elemen Tp∗ M, maka dapat didefinisikan operasi (αdf + βdg) (v) := αv(f ) + βv(g); α, β ∈ R; v ∈ Tp M. Dalam suatu sistem koordinat lokal {x1 , . . . , xn }, dapat ditemukan ∂/∂xi |p ∈ Tp M yang tindakannya terhadap xj dinyatakan sebagai ∂/∂xi |p (xj ) = dxi ∂/∂xi |p = δij . Hal ini menunjukkan bahwa dxi |p membentuk basis pada Tp∗ M yang disebut basis jodoh (dual basis) bagi basis ∂/∂xi |p . Simpulan II.1 Tp∗ M merupakan ruang vektor riil dengan basis pada suatu koordin o nat lokal {x1 , . . . , xn }, mempunyai basis dxi |p . Dengan demikian dimensi (Tp M) = dimensi Tp∗ M = dimensi(M). Perilaku unsur - unsur di Tp∗ M yang diimbas oleh pemetaan kontinyu antar manifold dinyatakan oleh teorema berikut Teorema II.3 Jika F : M → N suatu pemetaan licin, dapat diimbas suatu pemetaan Ff∗(p) : Tf∗(p) N → Tp∗ M yang disebut pull back berikut Ff∗(p) (θ) (v)|p := θ (F∗p v)|F (p) ∀θ ∈ Tf∗(p) N ; v ∈ Tp M. Apabila G: N → O licin, maka pemetaan licin G ◦ F mengimbas komposisi (G ◦ F )∗G◦F (p) = FF∗ (p) ◦ G∗G◦F (p)
Seperti halnya pada sembarang ruang vektor V yang bersama ruang vektor jodohnya dapat disusun ruang tensor pada ruang vektor tersebut, maka pada Tp M dapat disusun ruang tensor padanya. Berikut ini didefinisikan tensor pada sembarang ruang vektor V , jadi untuk mengetahui tensor pada p ∈ M cukup dilakukan pergantian V = Tp M.
13
Definisi II.9 (Tensor) Misalkan V ruang vektor di atas lapangan K dan V ∗ menyatakan ruang vektor jodohnya. Tensor - (s, r) pada ruang vektor V adalah suatu pemetaan
∗ θ: V . . × V} × V . . × V }∗ → K | × .{z | × .{z s − f aktor
r − f aktor
yang linier pada setiap argumennya. θ disebut sebagai tensor tipe (s, r) atau tensor r kontravarian dan s kovarian. Ruang yang beranggotakan semua tensor (s, r) di– nyatakan sebagai Tsr (V ). Didefinisikan untuk kondisi khusus T00 (V ) := K. Sebagai contoh ruang tensor adalah T10 (V ) = V ∗ dan T01 (V ) = V . Oleh karena itu dalam konteks ruang tensor, kadang ruang singgung dan jodohnya masing - masing biasa dinyatakan dengan T10 (V ) dan T01 (V ). Di antara dua tensor dengan tipe berbeda mungkin untuk dikombinasikan menjadi tensor tipe yang lebih tinggi melalui operasi produk tensor Definisi II.10 (Produk tensor) Andaikan θ ∈ Tsr (V ) dan ψ ∈ Tpq (V ). Produk tensor θ ⊗ ψ adalah tensor θ ⊗ ψ ∈ r+q Ts+p (V ) yang memenuhi
θ ⊗ ψ v1 , . . . , vs , w1 , . . . , wp , υ 1 , . . . , υ r , ω 1 , . . . , ω q
:= θ v1 , . . . , vs , υ 1 , . . . , υ r ψ w1 , . . . , wp , ω 1 , . . . , ω q untuk semua v, w ∈ V dan υ, ω ∈ V ∗ . Dapat dibuktikan bahwa produk tensor ini bersifat assosiatif. Berbekal operasi perkalian terhadap skalar
(aθ) v1 , . . . , vs , υ 1 , . . . , υ r := a.θ v1 , . . . , vs , υ 1 , . . . , υ r
14
serta jumlahan
θ+ψ v1 , . . . , vs , υ 1 , . . . , υ r := θ v1 , . . . , vs , υ 1 , . . . , υ r +ψ v1 , . . . , vs , υ 1 , . . . , υ r
maka jelas bahwa Tsr (V ) merupakan ruang vektor diatas lapangan K. Jika {e1 , . . . , en } basis pada V dan {θ1 , . . . , θn } basis jodohnya, maka basis pada Tsr (V ) dapat diungkapkan sebagai
θi1 ⊗ . . . ⊗ θis ⊗ ej1 ⊗ . . . ⊗ ejr
(II.7)
∀i1 , . . . , is , j1 , . . . , jr ∈ {1, . . . , n} ; n = dimensi(V ) Setiap unsur ψ ∈ Tsr (v) dapat dinyatakan dalam jumlahan linier basis di atas
...jr i1 ψ = ψij11...j θ ⊗ . . . ⊗ θis ⊗ ej1 ⊗ . . . ⊗ ejr s
(II.8)
dengan ...jr ψij11...j := ψ ei1 , . . . , eis , θj1 , . . . , θjr s
(II.9)
Hal ini berarti Tsr (V ) merupakan ruang vektor di atas K dengan dimensi nr+s . Ungkapan pada persamaan II.9 biasa disebut sebagai komponen tensor menurut basis II.7. Berikut ini didefinisikan beberapa operasi penting pada tensor 1. Kontraksi Misalkan ψ ∈ Tsr (V ) dan {e1 , . . . , en },{θ1 , . . . , θn } pasangan basis, dapat didefinisikan operasi kontraksi antara rˆ kontravarian dan sˆ kovarian pada ψ sebagai
Csˆrˆψ v1 , . . . , vs−1 , υ 1 , . . . , υ r−1
15
:= ψ v1 , . . . ,
ei |{z}
, . . . , vs−1 , υ 1 , . . . ,
argumen ke−ˆ s
, . . . , υ r−1
θi |{z}
argumen ke−ˆ r
(II.10) Operasi ini bebas terhadap pemilihan basis. Dapat dilihat, aksi operasi kontraksi pada suatu tensor adalah menurunkan indeks atas dan indeks bawahnya masing - masing satu. Misalkan φ ∈ Tsr (V ) dan ψ ∈ Tqp (V ), terhadap produk tensor kontraksi bersifat
Csˆrˆφ ⊗ ψ = Csˆrˆ (φ ⊗ ψ) r+ˆ p φ ⊗ Cqˆpˆψ = Cs+ˆ q (φ ⊗ ψ) 2. Simetrisasi dan antisimetrisasi Misalkan ψ ∈ Tp0 (V ) sembarang permutasi 1 σp ∈ Sp didefinisikan
σp ψ (v1 , . . . , vp ) := ψ vσp (1) , . . . , vσp (p)
kemudian (a) Simetrisasi dari Tp0 (V ) dinyatakan sebagai Sym: Tp0 (V ) → Tp0 (V ) 1 Permutasi merupakan pemetaan σ p : {i1 , . . . , ip } → {i1 , . . . , ip }; σp {i1 , . . . , ip } = iσp (1) , . . . , iσp (p) . himpunan semua permutasi seperti ini membentuk struktur grup Sp yang homeomorfis dengan grup ({−1, 1} , .) melalui
Sign(σp ) = 1 untuk permutasi genap dan Sign(σp ) = −1 untuk permutasi ganjil
16
Sym(ψ) = 1/p!
X
σp ψ
(II.11)
σp ∈Sp
(b) Antisimetrisasidari Tp0 (V ) dinyatakan sebagai Alt: Tp0 (V ) → Tp0 (V )
Alt(ψ) = 1/p!
X
Sign(σp )σp ψ
(II.12)
σp ∈Sp
Tensor ψ ∈ Tp0 (V ) dikatakan simetris jika ψ = Symψ dan antisimetris jika ψ = Altψ. Pendefinisian yang sama dapat dilakukan untuk simetrisasi dan antisimetrisasi pada ψ ∈ T0p . Simetrisasi ψ ∈ Tp0 bila diungkapkan dalam komponen basis dinyatakan dengan lambang ψ(i1 ,...,ip ) dan untuk antrisimetrisasinya dinyatakan dengan ψ[i1 ,...,ip ] . Jika diinginkan beberapa suku tidak diikutkan dalam permutasi, bisa diberikan tanda || pada suku tersebut. Cacah permutasinya berkurang menurut beberapa banyak suku tetap tersebut. Sebagai contoh misalkan ψ ∈ T40 maka ψ(i,|j|,|k|,l) = 1/2! [ψijkl + ψljki ] . Ruang tensor Tp0 (V ) antisimetris memegang peranan penting dalam analisis manifold licin, di antaranya dalam teori integrasi dan teori sistem differensial. Definisi II.11 (Forma-p) Tensor ψ ∈ Tp0 (V ) dengan sifat Altψ = ψ akan disebut dengan forma-p. Ruang vek tor yang beranggotakan semua forma-p dinyatakan dengan Λp (V ) = Alt Tp0 (V ) . Produk tensor ⊗ mengimbas produk ∧ yang disebut sebagai produk eksterior ( wedge product) ∧: Λp (V ) × Λq (V ) → Λp+q (V ) (ω, η) 7→ ω ∧ η :=
(p + q)! Alt (ω ⊗ η) p!q!
17
yang bersifat bilinear assosiatif dan antisimetris. Dengan memakai produk eksterior dimungkinkan untuk menyusun basis pada ruang Λp (V ) menggunakan unsur - unsur V ∗ . Berikut ini disajikan lemma yang memudahkan pengungkapan unsur ruang Λp (V ) dalam basisnya. Lemma II.1 Misalkan ω 1 , · · · , ω p ∈ V ∗ dan σp ∈ Sp 1. ω 1 ∧ · · · ∧ ω p = sign(σp )ω σp (1) ∧ · · · ∧ ω σp (p) 2. ω 1 ∧ · · · ∧ ω p =
P
σp ∈Sp
sign(σp )ω σp (1) ⊗ · · · ⊗ ω σp (p)
3. ω 1 ∧ · · · ∧ ω p = 0 jika dan hanya jika ω 1 , · · · , ω p gayut linier. Teorema II.4 Jika {e1 , · · · , en } , {θ1 , · · · , θn } pasangan basis jodoh maka himpunan
θi1 ∧ · · · ∧ θip
1≤i1 <···
membentuk basis pada ruang Λp (V ). Dengan demikian dimensi Λp (V ) =
n p
=
n! (n−p)!p!
Di samping produk eksterior yang berguna untuk mengkombinasikan beberapa forma, dapat disusun operasi yang menurunkan indeks jenisnya. Operasi ini disebut produk interior (interior product) yang merupakan pemetaan
y: V × Λp (V ) → Λp−1 (V )
(v, ω) 7→ vyω : (ω1 , · · · , ωp−1 ) 7→ ω(v, ω1 , · · · , ωp−1 ) dan didefinisikan untuk p = 0, vyω = 0. Kemudian akan dikenalkan medan tensor pada manifold yaitu suatu pemetaan yang bernilai tensor. Berbagai struktur geometris dan fisis dapat memakai konsep ini sebagai model.
18
Definisi II.12 (Medan tensor) Ruang vektor yang beranggotakan semua pemetaan licin
φ: M →
[
Tsr (Tp M)
p∈M
dengan φ(p) ∈ Tsr (Tp M) ; ∀p ∈ M disebut sebagai medan tensor - (r, s) dan akan dinyatakan dengan Tsr (M). Suatu medan tensor T01 (M) biasa disebut sebagai medan vektor karena pertitiknya berhubungan dengan vektor singgung, kemudian medan tensor T10 (M) biasa disebut sebagai medan kovektor karena pertitiknya berhubungan dengan kovektor, sedangkan medan tensor Tp0 (M) yang antisimetris pada setiap pertukaran indeksnya biasa disebut sebagai forma differensial tipe-p atau cukup disebut forma-p, dengan forma-0 sebagai fungsi pada manifold dan forma-1 sebagai medan kovektor. Suatu U ⊂ M yang berhubungan dengan sistem koordinat {xi } menyebabkan ruang tensor Tsr (Tp M) dibentang oleh basis yang diperoleh dari produk tensor {∂/∂xi } dan {dxi } pada setiap p ∈ U . Dengan demikian jelas dapat dibentuk medan vektor basis yang dihasilkan dari sistem koordinat Gaussan pada U . Misalkan φ suatu medan tensor, maka ungkapannya dalam sistem koordinat lokal dapat dituliskan sebagai
js j1 r φ(p) = φij11...i ...js (p)dx ⊗ . . . ⊗ dx ⊗ ∂/∂xi1 ⊗ . . . ⊗ ∂/∂xir
(II.13)
Berikut ini disajikan lemma yang memudahkan identifikasi medan tensor pada manifold [Lee , 1997] Lemma II.2 (Lemma karakterisasi medan tensor)
19
Suatu pemetaan
φ: T01 (M) × . . . × T01 (M) × T10 (M) × . . . × T10 (M) → C ∞ (M) | {z } | {z } s−f aktor
r−f aktor
merupakan medan tensor anggota Tsr (M) jika dan hanya jika multilinier atas C ∞ (M). Juga pemetaan
φ: T01 (M) × . . . × T01 (M) × T10 (M) × . . . × T10 (M) → T01 (M) | {z } | {z } s−f aktor
r−f aktor
diimbas oleh medan tensor anggota Tsr+1 (M) jika dan hanya jika multilinier atas C ∞ (M) Teorema II.2 dan II.3 dapat diperluas pemakaiannya pada tensor sembarang. Misalkan g: M → N suatu diffeomorfisme lokal dan ψ ∈ Tsr (N ), didefinisikan pemetaan pull back yang memetakan setiap elemen Tsr (N ) ke Tsr (M) sebagai g ∗ ψ(v1 , . . . , vs , ω 1 , . . . , ω s ) := ψ (g∗ (v1 )), . . . , (g∗ (vs )), (g −1 )∗ (ω 1 ), . . . , (g −1 )∗ (ω s ) (II.14) sedangkan push forward pada ψˆ ∈ Tsr (M) untuk dibawa ke Tsr (N ) didefinisikan sebagai g∗ ψˆ = g −1
∗
ψˆ
(II.15)
Lemma II.3 Untuk setiap diffeomorfisme lokal g: M → N dan semua medan tensor φ, ψ ∈ Tsr (M) dipenuhi sifat g ∗ (αψ + βφ) = αg ∗ ψ + βg ∗ φ
g ∗ (φ ⊗ ψ) = g ∗ φ ⊗ g ∗ ψ
20
g ∗ Csˆrˆψ = Csˆrˆg ∗ ψ Misalkan M manifold licin berdimensi-n, himpunan Tsr M =
S
p∈M
Tsr (Tp M)
secara alamiah membawa struktur licin yang diimbas dari M. Andaikan (Uα , ϕα ) sitim koordinat pada titik p, dapat didefinisikan pemetaan
ψα :
[
r ns
Tsr (Tp M) → ϕα (U) × Rn
p∈M
1 ,···,ir )) φp 7−→ (ϕα (p), (φi(α)j 1 ,···,js
1 ,···,ir di mana φi(α)j merupakan komponen tensor φp menurut ϕα (p). Jelas bahwa se1 ,···,js
tiap ψq ∈ Tsr (Tq M) berada pada paling sedikit satu di antara himpunan - himpunan S Tsr U = p∈Uα Tsr (Tp M). Apabila sistem koordinat (Uα , ϕα ) dinyatakan dengan (x1 , · · · , xn ) dan (Uβ , ϕβ ) dengan (y 1 , · · · , y n ), setiap vektor singgung v ∈ Tp M daP P pat dituliskan dengan v = ni=1 vαi ∂xi = ni=1 vβi ∂yi dengan transformasi antar komP ∂(ϕ ◦(ϕ )−1 )j atau dengan kata lain vα = Dϕαβ (vβ ) ponen kooardinat vαj = ni=1 vβi α ∂ iβ y
dengan Dϕαβ menyatakan (ϕα ◦ (ϕβ )−1 )∗ . Begitu juga dengan forma-1 ω, komponen - komponennya akan terhubung melalui ω α = ωβ D(ϕαβ )−1 . Dengan argumentasi i1 ,···,ir 1 ,···,ir yang sama, komponen komponen tensor φ(α)j dan φi(β)j terhubung melalui 1 ,···,js 1 ,···,js
k1 ,···,kr φ(α)l = 1 ,···,ls
X
1 ,···,ir φi(β)j (Dϕαβ )ki11 · · · (Dϕαβ )kirr 1 ,···,js
1≤i1 ,···,ir ≤n 1≤j1 ,···,js ≤n
× (D(ϕαβ )−1 )jl11 · · · (D(ϕαβ )−1 )jlss Oleh karena itu komponen - komponen φα dan φβ dari tensor φp menurut (Uα , ϕα ) dan (Uβ , ϕβ ) terhubung oleh isomorphisme linier Dαβ . Dengan demikian pemetaan ψα ◦ ψβ−1 : ψβ (Tsr Uα ∩ Tsr Uβ ) → ψα (Tsr Uα ∩ Tsr Uβ )
21
(y, (φβ )) 7−→ ψα ◦ ψβ−1 (y, (φβ )) = (ϕαβ (y), Dαβ (ϕβ )) merupakan diffeomorfisme. Hal ini berarti himpunan Tsr M secara alamiah merupakan manifold licin berdimensi nr+s . Manifold ini biasa disebut sebagai bundel tensor (tensor bundle). Bundel tensor T M = T01 M disebut sebagai bundel singgung (tangent bundle), sedangkan bundel tensor T ∗ M = T10 M disebut sebagai bundel kotangen (cotangent bundle). Bundel tensor adalah salah satu contoh dari suatu bundel vektor atas suatu manifold, yaitu manifold licin E bersama dengan pemetaan surjektif licin π: E → M yang memenuhi: 1. Untuk setiap p ∈ M, himpunan Ep = π −1 (p) ⊂ E (disebut fiber E atas p) memiliki suatu struktur ruang vektor riil. 2. Untuk setiap p ∈ M, terdapat lingkungan U dari p di M dan suatu diffeomorfisme Φ: π −1 (U) → U × Rk sedemikian rupa sehingga diagram berikut komutatif: Φ
π −1 (U) Q Q
π QQ
s Q
U
- U × Rk π1 +
dengan π1 menyatakan proyeksi ke faktor pertama π1 (p, v) = p. Pembatasan Φ atas Ep merupakan isomorfisme linier dari Ep ke {p} × Rk ∼ = Rk Manifold E biasa disebut sebagai ruang total dari bundel, M sebagai basis dan π sebagai proyeksinya. Untuk lebih ringkasnya, bundel vektor E atas basis M dengan proyeksi π akan dilambangkan dengan (E, π, M). Setiap pemetaan Φ seperti yang terdefinisi diatas disebut sebagai trivialisasi lokal atas U, Jika terdapat suatu trivialisasi lokal yang terdefinisi pada seluruh manifold basis M (disebut trivialisasi
22
global), dikatakan E menjadi bundel trivial. Jika U ⊂ M terbuka, dapat dibuktikan pembatasan proyeksi E|U = π −1 (U) juga merupakan bundel vektor. Pemetaan kontinyu σ: M → E sedemikian rupa sehingga π ◦ σ = IdM disebut sebagai section dari E. Zero section merupakan ζ: M → E yang didefinisikan oleh ζ(p) = 0 ∈ Ep untuk setiap p ∈ M. Sebagai suatu pemetaan, support dari section σ didefinisikan sebagai klosure dari himpunan {p ∈ M |σ(p) 6= 0}. Pada bundel tensor, section merupakan bahasa lain untuk mengungkapkan medan tensor pada manifold basis. Himpunan section {σ1 , · · · , σk } sedemikian rupa sehingga span {σ1 (p), · · · , σk (p)} = Ep untuk setiap p ∈ U ⊂ M dikatakan sebagai suatu kerangka (frame) pada E.
3. Kongruensi dan Derivatif Lie Pada setiap kurva licin, dapat selalu dibangun medan vektor sepanjang kurva dengan nilai - nilainya pada titik sepanjang kurva berupa vektor singgung. Hal sebaliknya apakah bisa terjadi?. Teorema berikut menjamin keberadaannya [Kriele , 2001]. Teorema II.5 Misalkan M manifold licin, V medan vektor pada M. Pada setiap p ∈ M terdapat suatu I ⊂ R dan kurva licin γp : I → M yang memenuhi kondisi γp (0) = p dan γ(t) ˙ = Vγ(t) Jika Vp 6= 0 maka terdapat suatu lingkungan U dari (0, p) ∈ R × M sedemikian rupa sehingga pemetaan F : U → M; (t, q) → Ft (q) = γq (t) dapat didefinisikan dengan baik. Pemetaan q → Ft (q) merupakan suatu diffeomorfisme lokal untuk setiap t dengan inverse diberikan oleh F−t . Jika t, s cukup kecil akan dipenuhi Ft ◦ Fs = Ft◦s . Kurva γ seperti di atas disebut sebagai kurva integral dari medan vektor V , sedangkan Ft disebut sebagai aliran (flow) atau kongruensi dari V . Dengan
23
demikian, dapat dikatakan bahwa setiap medan vektor dapat selalu membangkitkan kongruansi atau himpunan kurva licin yang tidak saling beririsan dan melalui setiap titik pada lingkungan lokal tertentu. Diffeomorphime lokal pada aliran suatu medan vektor dapat digunakan untuk membangun derivasi suatu medan tensor2 . Definisi II.13 ( Derivatif Lie) Misalkan p ∈ M, ψ medan tensor, U medan vektor dan Ft aliran dari U , derivatif Lie ψ oleh U dinyatakan dalam LU ψ(x) :=
d dt
Ft∗ ψ
(p)
t=0
dengan (d/dt)t=0 menyatakan derivatif biasa . Derivatif lie berguna dalam mengukur perubahan ψ sepanjang U . Dengan memakai lemma II.3 dapat mudah dibuktikan bahwa derivatif lie merupakan suatu derivasi. Apabila diterapkan pada fungsi licin f dan medan vektor V diperoleh
LU f = U (f )
(II.16)
2
Derivasi adalah suatu pemetaan D yang memetakan medan - medan tensor ke medan - medan tensor dengan sifat - sifat • D (Tsr (M)) ⊂ Tsr (M) • D (φ ⊗ ψ) = D (φ) ⊗ ψ + φ ⊗ D (ψ) • D komut terhadap kontraksi. Dua derivasi dikatakan bersesuaian jika mereka bersesuaian terhadap medan - medan vektor dan ˜ D ˆ derivasi maka komutator fungsi. Jika D, D, h i ˆ := D ◦ D ˆ −D ˆ ◦D D, D juga merupakan derivasi. Dipenuhi pula identitas Jacobi h h ii h h ii h h ii ˆ D ˜ + D, ˜ D, D ˆ + D, ˆ D, ˜ D =0 D, D,
24
(LU V )(f ) = U ◦ V (f )f − V ◦ U (f )
(II.17)
Mengingat medan vektor dapat dipandang sebagai derivasi di atas fungsi licin, maka persamaan II.17 bisa dipandang sebagai komutator pada medan vektor. Kita nyatakan [U, V ] = LU V . Identitas Jacobi pada medan vektor berakibat dipenuhinya relasi L[U,V ] = [LU , LV ]. Dua medan vektor U dan V dikatakan rukun jika derivatif lie-nya lenyap, secara geometri dapat ditafsirkan bahwa aliran antara keduanya saling rukun. Sebagai contoh, medan basis koordinat yaitu himpunan medan vektor yang menjadi basis ortogonal bagi sembarang medan vektor pada suatu lingkungan, merupakan salah satu himpunan medan vektor yang saling rukun. Pada teori fisika konsep tentang derivatif Lie berguna untuk menyatakan konsep tentang invariansi medan tensor di bawah aksi medan vektor tertentu [Schutz , 1980]. Medan tensor ψ invarian di bawah U jika LU ψ = 0 yaitu saat Ft∗ ψ = ψ. Yang menarik di sini, himpunan semua medan vektor yang menyebabkan medan tensor ψ ternyata membentuk aljabar Lie yaitu ruang vektor yang tunduk di bawah operasi komutasi. Kita bisa memilih unsur-unsur pada aljabar Lie tersebut yang saling bebas linier. Karena pada setiap aljabar Lie dapat ditemukan subset medan koordinat Gaussan yang membentangnya, maka penentuan medan vektor bebas linier dari aljabar Lie tersebut sama saja dengan menentukan sistem koordinat yang medan basis koordinatnya membuat ψ invarian.
4. Koneksi dan Kelengkungan Pada Manifold Dalam sembarang manifold, untuk menentukan turunan suatu medan vektor dilakukan dengan membandingkan nilai medan vektor tersebut di suatu titik dengan nilainya di titik yang lain. Oleh karena itu masalahnya adalah bagaimana membandingkan dua vektor singgung yang hidup dalam ruang singgung yang berbeda. Diperlukan suatu cara untuk membandingkan nilai medan vektor pada tempat yang berbeda atau secara mudahnya diperlukan suatu koneksi (connection) antara ruang singgung.
25
Definisi II.14 (Koneksi) Koneksi adalah suatu pemetaan
∇: T01 (M) × T01 (M) → T01 (M)
∇ (U, V ) = ∇U V sedemikian rupa sehingga memenuhi sifat - sifat : 1. ∇U V linier atas C ∞ (M) pada U ∇f U +gW V = f ∇U V + g∇W V ; f, g ∈ C ∞ (M)
2. ∇U V linier atas R pada V
∇U (aV + bW ) = a∇U V + b∇U W ; a, b ∈ R
3. ∇ memenuhi aturan produk
∇U f V = U (f )V + f ∇U V ; f ∈ C ∞ (M)
Torsi dari ∇ adalah medan tensor
(U, V ) → T or(U, V ) = ∇U V − ∇V U − [U, V ]
koneksi ∇ dikatakan bebas torsi jika dipenuhi T or = 0. Biasanya ∇U V disebut turunan kovarian V sepanjang U . Pada suatu titik p, nilai ∇U V hanya bergantung pada nilai U di p dan nilai V di sekitar p yaitu ∇U V |p =
26
∇Up V . Oleh karena itu dapat ditafsirkan sebagai turunan V sepanjang arah vektor singgung Up . Dalam sistem koordinat lokal, misalkan kita nyatakan ∂/∂xi := ∂xi dan ∇∂xi ∂xj := Γkij ∂xk maka suatu koneksi yang bebas torsi memenuhi sifat Γkij = Γkji . Komponen koneksi Γabc biasa disebut simbol Christoffel. Transformasi Γcab antar sistem koordinat koordinat lokal {˜ xi } ke {xi } memenuhi
Γedf =
∂xe ∂ 2 x˜h ∂xe ∂ x˜a ∂ x˜b ˜ c + Γ ∂ x˜h ∂xf ∂xd ∂ x˜h ∂xd ∂xf ab
(II.18)
Dengan memakai persamaan ini apabila diketahui suatu sistem koordinat tertentu pada manifold, dapat selalu ditemukan sistem koordinat lokal lain dengan Γcab = 0. ˜ c , transformasi Misalnya saja apabila suatu sistem koordinat lokal {˜ xa } mempunyai Γ ab sistem koordinat kuadratik berbentuk x˜a = xa +1/2Aabc xb xc dengan Aabc simetris pada ˜ c +Ac , dengan demikian b dan c akan menyebabkan dipenuhinya persamaan Γcab = Γ ab ab ˜ c akan menyebabkan Γc = 0 pada sistem koordinat lokal pemiliahan Acab = − Γ ab ab {xa }. Sembarang medan vektor U, V akan memenuhi
∇U V
= ∇U i ∂xi V j ∂xj
= U i ∇∂xi V j ∂xj = U i ∂xi V j ∂xj + V j Γkij ∂xk = U i ∂xi V k + V j Γkij ∂xk
(II.19)
Menggunakan lemma karakterisasi tensor, ∇U V dapat dipandang sebagai ∇V (U, .) dengan ∇V ∈ T11 (M). Oleh karena itu, ∇ merupakan pemetaan T01 M → T11 M. Pemetaan ini disebut sebagai turunan kovarian pada medan vektor. Secara lokal, ∇V dapat dituliskan sebagai ∇V = V;ji dxj ⊗ ∂xi dengan V;ji = ∂xi V k + V j Γkij . Karena ∇f = df , maka turunan kovarian pada suatu medan kovektor juga dapat
27
didefinisikan. Misalkan diambil ω ∈ T10 dengan ω(V ) = f , maka diperoleh ∇U f = ∇U ω(V ) = ∇ω(V, U ). Ungkapan lokalnya dinyatakan dengan ∇ω = ωi;j dxi ⊗ dxj dengan ωi;j = ∂xi ωj + ωk Γkij . Adanya turunan kovarian pada fungsi, medan vektor dan medan kovektor memungkinkan untuk mendefinisikan turunan kovarian pada sembarang medan tensor. Perluasan ∇ sebagai turunan kovarian pada sembarang medan tensor dapat dilakukan dengan memakai sifat - sifat derivasi pada catatan kaki (2) Lemma II.4 (Tindakan koneksi atas medan tensor) Misalkan (M, ∇) manifold dengan koneksi, akan terdapat perluasan tunggal untuk ∇ jika dikenakan pada medan tensor sembarang
r ∇: Tsr (M) → Ts+1 (M) ;
ψ → ∇ψ
yang diberikan oleh
∇ψ(U, V 1 , · · · , V s , ω1 , · · · , ωr ) = ∇U ψ(V 1 , · · · , V s , ω1 , · · · , ωr ) Pada ruang medan forma-p, yaitu Ωp (M ω ∈ Tp0 (M), Alt(ω) = ω ) dapat disusun pemetaan tunggal yang dapat digunakan untuk menaikkan indek medan forma. Pemetaan ini disebut turunan eksterior (exterior derivative).
d: Ωp (M → Ωp+1 (M;
ω 7→ dω
yang secara lokal dinyatakan dengan
dω =
X 1≤i1 <···
d(ωi1 ···ip ) ∧ dxi1 ∧ · · · ∧ dxip
28
yang memenuhi sifat 1. d ◦ d = 0, 2. d(ω ∧ η) = dω ∧ η + (−1)p ω ∧ dη untuk semua ω ∈ Ωp (M) dan η ∈ Ωq (M), 3. Untuk f ∈ Ω0 (M), df berhubungan dengan differensial biasa pada fungsi 4. Komutatif terhadap pull back: F ∗ (dω) = d(F ∗ ω). Dari sifat terakhir berakibat dipenuhinya hubungan LV dω = dLV ω. Oleh karena itu, derivatif Lie sembarang medan forma dapat dinyatakan sebagai LV ω = V ydω + d(V ydω). Hubungan ini memungkinkan untuk mengungkapkan turunan eksterior dalam bahasa yang bebas koordinat. Proposisi II.1 Misalkan ω ∈ Ωp (M) dan V0 , · · · , Vp medan vektor. Maka turunan eksterior dari ω dapat dinyatakan dengan
dω(V0 , · · · , Vp ) =
p X
(−1)i LVi (ω(V0 , · · · , Vˆi , · · · , Vp ))
i=0
X
+
(−1)i+j ω(LVi Vj , V0 , Vˆi , · · · , Vˆj , · · · , Vp )
0≤i<j≤p p
=
X
(−1)i Vi (ω(V0 , · · · , Vˆi , · · · , Vp ))
i=0
+
X
(−1)i+j ω([Vi , Vj ], V0 , Vˆi , · · · , Vˆj , · · · , Vp )
0≤i<j≤p
ˆ menyatakan medan vektor dibuang. dimana tanda (.) Telah disebutkan di atas bahwa nilai turunan kovarian pada suatu titik hanya bergantung pada nilai medan vektor pada lingkungan titik tersebut. Dapat dilakukan pembatasan lingkungan pada medan vektor, misalnya saja pembatasan hanya pada sepanjang kurva . Pada kondisi tersebut, medan vektor yang bersesuaian dikatakan
29
sebagai medan vektor sepanjang kurva. selanjutnya didefinisikan turunan kovarian sepanjang kurva. Definisi II.15 Misalkan ∇ koneksi, t → γ(t) suatu kurva dan t → V (t) medan vektor sepanjang kurva γ didefinisikan 1. Turunan kovarian V sepanjang kurva γ dinyatakan sebagai V˙ (t) = ∇γ(t) ˙ V (t) = d V a (t) + Γabc V c (t)γ˙ b (t) ∂a . Medan vektor V (t) dikatakan mengalami transdt port paralel sepanjang γ jika ∇γ(t) ˙ V (t) = 0 2. Kurva prageodesik merupakan kurva γ yang memenuhi sifat ∇γ˙ γ˙ || γ, ˙ suatu prageodesik dikatakan geodesik apabila ∇γ˙ γ˙ = 0 3. Geodesik dikatakan komplit jika didefinisikan pada semua t ∈ R Setiap prageodesik dapat dijadikan geodesik dengan mengganti parameter kurvanya. Misalkan parameter prageodesik dinyatakan dengan t, maka dengan mengganti parameter menjadi t0 = at + b akan diperoleh geodesik. parameter pengganti ini disebut sebagai parameter affine (affine parameter). Poin 1 pada definisi di atas menunjukkan bahwa pada setiap medan vektor selalu bisa ditemukan suatu kurva menurut suatu koneksi sedemikian rupa menurut kurva tersebut medan vektor sepanjang kurva terlihat parallel. Simpulan II.2 Geodesik merupakan kurva paling ’lurus’ menurut koneksinya. Karena kelurusan geodesik tersebut, maka pada teori relativitas, geodesik digunakan untuk model lintasan gerak materi yang tidak dipercepat atau bebar dari pengaruh luar. Secara lokal persamaan geodesik dapat dinyatakan dengan sistem persamaan orde dua γ¨ a + Γabc γ˙ b γ˙ c = 0, yang penyelesaiannya dapat diperoleh dengan mereduksi
30
persaman tersebut menjadi dua sistem persamaan differensial orde satu d a v dt
d a γ dt
= v a dan
= −Γabc v b v c . Dengan demikian penyelesaiannya ditentukan dengan syarat batas
{(p, v) |p ∈ M, v ∈ Tp M }. Hal ini berarti, pada setiap titik pada manifold dapat dibangun berkas - berkas geodesik yang secara tepat ditentukan oleh setiap vektor singgung pada titik tersebut. Masing - masing berkas geodesik ini dilambangkan γv dengan v menyatakan kecepatan geodesik pada titik p. Definisi II.16 Misalkan (M, ∇) manifold dengan koneksi. Pemetaan
expp : Tp M → M;
v 7→ expp (v) := γv (1)
disebut sebagai pemetaan eksponensial dari ∇. Pemetaan ini bersifat licin dan homogen: expp (tv) = γtv (1) = γv (t). Pemetaan ini merupakan diffeomorfisme antara lingkungan terbuka pada Tp M yang memuat vektor nol dan suatu lingkungan terbuka di M. Ambil U˜ lingkungan terbuka titik 0 di Tp M dan U lingkungan terbuka titik p, misalkan v˜ = (expp )∗ (˜ v) =
d (tv) |t=0 dt
∈ T0 Tp M maka
d d d expp (tv) = γtv (1) = γv (t) = v dt dt dt t=0 t=0 t=0
Dengan demikian (expp )∗ isomorfis, karena itu expp suatu diffeomorfisme. Jika diambil {e1 , · · · , en } sebagai basis pada Tp M dan menyatakan v = v i ei , dapat dipern p o ˜r (0) = v Pn (v a )2 < r . oleh lingkungan dari 0 ∈ Tp M yang berbentuk B a=1 ˜r (0) → Br (p) := expp (B ˜r (0)) merupakan diffeomorfisme untuk r Pemetaan expp : B yang cukup kecil. Menggunakan diffeomorfisme ini, dapat didefinisikan suatu sistem a koordinat xa (q) := (exp−1 p (q)) pada Br (p). Koordinat ini disebut sebagai sistem
koordinat normal. Bersama dengan sistem koordinat normal, Br (p) disebut sebagai lingkungan normal dari titik p. Dapat dilihat, karena γ¨ = 0 pada lingkungan normal, maka komponen simbol Christoffel Γabc = 0. Karena pada setiap titik selalu dapat
31
ditemukan lingkungan normalnya, maka dapat diatur suatu lingkungan yang menyebabkan setiap titiknya dihubungkan oleh geodesik tunggal yang sepenuhnya berada di dalam lingkungan tersebut. Lingkungan seperti ini disebut sebagai lingkungan normal konvek atau cukup disebut sebagai lingkungan konvek. Dalam lingkungan konvek, geodesik berperan sebagai ’garis lurus’ tunggal yang menghubungkan setiap titik dalam lingkungan tersebut dan tetap di dalamnya sehingga bersesuaian dengan ide tentang lingkungan konvek yang dikenal dalam ruang Rn . ˜ V W − 1 T˜or(V, W ) dengan ∇ ˜ koneksi semJika didefinisikan ∇V W = ∇ 2 ˜ Dapat diketahui bahwa T˜or(W, W ) = 0 untuk barang dan T˜or adalah torsi dari ∇. ˜ dan ∇ mempunyai geodesik yang sama. Tapi jika kita tamsemua W , sehingga ∇ bahkan sembarang S ∈ T21 (M) yang anti simetris pada bagian kovariannya pada ∇, T¯or menurut ∇ + S memenuhi T¯or = 2S 6= 0. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa untuk setiap koneksi, selalu terdapat koneksi bebas torsi tunggal yang mempunyai geodesik yang sama dengannya. Berikutnya didefinisikan kuantitas pada sembarang manifold yang memberikan ukuran yang membedakannya dengan ruang Rn . Pada manifold Rn dipenuhi hubungan ∇X ∇Y Z − ∇Y ∇X Z = ∇[X,Y ] Z untuk X, Y, Z sembarang medan vektor. Dengan hubungan seperti ini kita nyatakan bahwa Rn bersifat datar dan persamaan diatas dianggap sebagai kriteria ’kedataran’. Secara umum tidak setiap manifold memenuhi kriteria kedataran, sehingga tidak dapat dikatakan datar. Akan terdapat suatu medan tensor R: T10 (M) × T10 (M) × T10 (M) → T10 (M) yang didefinisikan sebagai
R (U, V ) W = ∇U ∇V W − ∇V ∇U W − ∇[U,V ] W
(II.20)
32
Medan tensor ini disebut sebagai medan tensor kelengkungan atau medan tensor Riemann. Medan tensor ini memenuhi sifat -sifat 1. Identitas Bianchi kedua
(∇U R)(V, W ) + (∇V R)(W, U ) + (∇W R)(U, V ) = 0
2. Jika ∇ bebas torsi, maka R memenuhi pula identitas Bianchi Pertama
R(U, V )W + R(V, W )U + R(W, U )V = 0
3. Serta simetri R(U, V ) = −R(V, U )
5. Manifold Pseudo-Riemannan Untuk dapat mendefinisikan panjang suatu kurva maupun sudut di antara dua buah vektor, manifold memerlukan struktur tambahan. Struktur tambahan ini harus bersifat seperti inner product pada ruang Rn . Berhubungan dengan setiap ruang singgung pada manifold struktur ini merupakan inner product antar vektor - vektor, sehingga merupakan tensor tipe-(0, 2). Medan tensor yang berhubungan dengannya biasa disebut sebagai medan metrik atau cukup disebut metrik saja dan akan dilambangkan dengan g . Definisi II.17 Manifold pseudo-Riemannan (M, g) merupakan manifold riil M yang dilengkapi dengan medan tensor g yang simetris dan tak merosot non-degenerate di mana - mana. g(U, V ) akan dilambangkan pula sebagai hU, V i.
33
Jika (M, g) berdimensi n dan diambil i, j, v ∈ {1, · · · , n} dan didefinisikan −1 jika i = j ≤ v (ηv )ij = 1 jika i = j > v 0 lainnya maka terdapat v sedemikian rupa sehingga pada setiap x ∈ M dapat ditemukan basis {e1 , · · · , en } pada Tx M yang memenuhi
g(ei , ej ) = (ηv )ij r suku
(II.21)
(n−v) suku
z }| { z }| { dikatakan g mempunyai signature (−, · · · , −, +, · · · , +) dan menyebut r sebagai indeks dari g. Basis {e1 , · · · , en } yang menyebabkan dipenuhinya persamaan II.21 disebut sebagai basis ortonormal dan medan basis koordinat lokal {E1 , · · · , En } yang berhubungan dengan basis ortonormal pada setiap titiknya disebut sebagai kerangka ortonormal. Dengan menggunakan prosedur ortogonalisasi Schmidt pada medan basis lokal dapat dibuktikan kerangka lokal ortonormal ini selalu ada pada setiap titik pada manifold. Manifold pseudo-Riemannan berindeks satu biasa disebut dengan manifold Lorentzian. Manifold ini merupakan model ruang-waktu dalam teori relativitas. ˜ g˜ . SuSemisal terdapat dua manifold pseudo-Riemannan (M, g) dan M, ˜ dikatakan isometri jika ϕ∗ g˜ = g. Ditinjau suatu atu diffeomorfisme ϕ dari M ke M kurva γ, jika transport paralel sepanjang γ merupakan isometri maka dipenuhi
0 = ∇γ(t) ˙ (g(U, V ))
= (∇γ(t) ˙ g)((U, V )) − ∇γ(t) ˙ U, V (t) − U (t), ∇γ(t) ˙ V = (∇γ(t) ˙ g)((U, V ))
34
berakibat ∇γ(t) ˙ = 0 atau ∇g = 0, sebaliknya jika ∇g = 0 maka ˙ g = ∇g(γ(t))
dipenuhi ∇γ(t) hU (t), V (t)i = ∇γ(t) = 0 yang berarti ˙ ˙ U, V (t) + U (t), ∇γ(t) ˙ V hU, V i bebas terhadap t, oleh karena itu dapat disusun teorema berikut ini Proposisi II.2 Misalkan (M, g) manifold pseudo-Riemannan, maka ∇g = 0 jika dan hanya jika transport paralel merupakan isometri. ∇g = 0 berakibat untuk U, V, W medan vektor dipenuhi
U hV, W i = h∇U V, W i + hV, ∇U W i .
(II.22)
Bersama dengan permutasi siklisnya, koneksi bebas torsi ∇ akan dipenuhi persamaan Koszul
h∇U V, W i =
1 (U hV, W i + V hU, W i − W hU, V i 2 − hU, [V, W ]i + hV, [W, U ]i − hW, [V, U ]i)
(II.23)
Dapat dilihat bahwa suku bagian kanan persamaan di atas tidak gayut terhadap koneksi, dengan demikian dapat disajikan teorema berikut Teorema II.6 Misalkan (M, g) manifold pseudo-Riemannan riil, maka terdapat suatu koneksi ∇ bebas torsi tunggal yang memenuhi ∇g = 0. Koneksi seperti ini disebut sebagai koneksi Levi - Cevita. Secara lokal dengan mengambil h∂i , ∂j i = gij dan ∇∂i ∂j = Γm ij ∂m akan dipenuhi [∂i , ∂j ] = 0 dan mengakibatkan persamaan Koszul menjadi
h∇∂i ∂j , ∂l i =
1 (∂i h∂j , ∂l i + ∂j h∂l , ∂i i) − ∂l h∂i , ∂j i 2
(II.24)
35
atau
Γm ij gml =
1 (∂i gjl + ∂j gil − ∂l gij ) 2
(II.25)
karena g non-degeneratif maka dapat disusun invers darinya. Semisal invers gij di– nyatakan dengan g ij maka dapat diperoleh 1 Γkij = g kl (∂i gjl + ∂j gil − ∂l gij ) 2
(II.26)
Suku Γkij biasa disebut sebagai simbol Christoffel yang merupakan komponen koneksi Levi - Cevita pada sistem koordinat lokal. Berhubungan dengan tensor kelengkungan R, dapat didefinisikan beberapa jenis tensor kelengkungan: Ric(u, v) := tr(R(., u)v) yang disebut dengan tensor Ricci dan bagian antisimetrisnya F (u, v) = n1 (Ric(u, v) − Ric(v, u)). Jika ∇ merupakan koneksi bebas torsi, keduanya terkait melalui hubungan F = − n1 tr(R(., .)). Kelengkungan skalar dari g dinyatakan sebagai fungsi Scal := tr(Ric). Dan kelengkungan sektional di titik p sebagai fungsi
K: G2 (Tp M) → R,
span {ux , vx } 7→
hR(ux , vx )ux , vx i − hux , vx i2 hux , ux i hvx , vx i
dengan G2 (Tp M) menyatakan himpunan semua subruang berdimensi dua dari Tp M. Kelengkungan seksional bebas dari pemilihan basis pada subruang. Di bawah metrik g, tensor kelengkungan R memenuhi beberapa simetri 1. hR(U, V )W, T i = − hR(U, V )T, W i 2. hR(U, V )W, T i = hR(W, T )U, V i Karena metrik pada manifold pseudo-Riemannian nondegeneratif di manamana, maka dapat didefinisikan suatu isomorphisme kanonis antara vektor dan forma-
36
1. Misalkan pada Tp M, dapat didefinisikan gp (v, w) = v [ (w). Ini menunjukkan pemetaan (.)[ : Tp M → Tp∗ M merupakan suatu isomorphisme. Dengan menyatakan invers isomorphisme dengan (.)] : Tp∗ M → Tp M, isomorphisme ini dapat diperluas pada sembarang medan tensor. Sebelumnya dapat diperoleh identitas (v [ )] = v dan (ϕ] )[ = ϕ untuk semua v ∈ Tp M dan ϕ ∈ Tp∗ M. Untuk sembarang ψ ∈ Tsr (Tp M) dapat didefinisikan :
r−1 (.)[jk : Tsr (Tp M) → Ts+1 (Tp M),
ψ 7→ ψ [jk
ψ [jk (vi1 , · · · , vis , ϕj1 , · · · , vjk , · · · ϕjr ) := ψ(vi1 , · · · , vis , ϕj1 , · · · , (vjk )[jk , · · · ϕjr ) Juga r+1 (.)]ik : Tsr (Tp M) → Ts−1 (Tp M),
ψ 7→ ψ ]ik
ψ ]ik (vi1 , · · · , ϕik , · · · , vis , ϕj1 , · · · , ϕjr ) := ψ(vi1 , · · · , (ϕik )]ik , · · · , vis , ϕj1 , · · · , ϕjr ) menggunakan identitas (v [ )] = v dan (ϕ] )[ = ϕ, dapat disimpulkan
ψ(vi1 , · · · , vis , ϕj1 , · · · , ϕjr ) = ψ [jk (vi1 , · · · , vis , ϕj1 , · · · , (ϕjk )]jk , · · · ϕjr ) = ψ ]ik (vi1 , · · · , (vik )[ik , · · · , vis , ϕj1 , · · · , ϕjr ) Dapat dilihat, komposisi dua operasi ] saling komutatif :(ψ ]ik )]il = (ψ ]il )]ik begitu juga untuk operasi [. Tetapi komposisi kedua jenis operasi tersebut tidak saling komutatif. Mengingat sifat operasi ini, dapat didefinisikan tensor kovarian total dari 0 (Tp M), yaitu tensor ψ yang dikenai seluruh operasi ψ ∈ Tsr (Tp M) sebagai ψ [ ∈ Tr+s
]ik yang mungkin padanya tanpa membedakan urutannya. Juga tensor kontravarian total dari ψ sebagai ψ [ ∈∈ T0r+s (Tp M), yaitu tensor ψ yang mendapatkan seluruh operasi ]jk yang mungkin padanya. Isomorphisme (.)] dan (.)[ biasa disebut sebagai
37
"menaikkan dan menurunkan indeks". Istilah ini dimotivasi oleh ungkapannya dalam notasi indeks abstrak. Dalam notasi ini, dituliskan (g ] )ab = g ab , (v [ )a = gab v a := va , dan (ϕ] )a = g ab ϕb := ϕa . Pendefinisian tensor kovarian dan kontravarian total memungkinkan untuk mendefinisikan forma bilinier pada Tsr (Tp M) yang bersifat simetrik dan nondegeneratif
g
hri s
: Tsr (Tp M) × Tsr (Tp M) → R
r+s ] (ψ, φ) 7−→ C11 · · · Cr+s ψ ⊗ φ[
6. Submanifold Karena push-forward suatu pemetaan licin F pada suatu titik adalah " pendekatan linier terbaik" F di dekat titik tersebut, Beberapa sifat tertentu dari F dapat dipelajari dari struktur tersebut. Di antaranya adalah sifat - sifat bayangan pemetaan berdasarkan rank (dimensi bayangan) pemetaan. Rank pemetaan licin F : M → N di p ∈ M adalah rank dari pemetaan linier F∗ : Tp M → Tp N . Jika F mempunyai rank yang sama di setiap titik, dikatakan rank pemetaan F konstan. Pemetaan F dengan rank yang konstan dikatakan sebagai immersion jika F∗ injektif di setiap titik (atau ekuivalen dengan rank F = dim(M)), atau dikatakan submersion jika F∗ surjektif di setiap titik (atau ekuivalen dengan rank F = dim(N )). Bayangan pemetaan immer˜ = F (M) yang dilengkapi dengan topologi dan struktur licin sedemikian sion M ˜ suatu diffeomorfis dikatakan sebagai immersed rupa sehingga pemetaan F : M → M submanifold. Suatu jenis pemetaan immersion yang penting adalah imbedding, yaitu ˜ seimmersion injektif yang juga merupakan homeomorfisme antara M dengan M bagai subruang topologis dari N . Bayangan pemetaan imbedding disebut sebagai imbedded submanifold. Apabila M ⊂ N , pemetaan inklusi menjadi imbedding licin
38
yang menyebabkan M menjadi imbedded submanifold dari N . Secara lokal, pada setiap titik pada M terdapat lingkungan yang menyebabkan F menjadi imbedding pada lingkungan tersebut. Diberikan sebuah manifold pseudo - Riemannan (M, g) dan submanifold (immersed) f : Σ → M. Jika T10 (f ) menyatakan himpunan medan vektor pada f (Σ) dan T10 (Σ) menyatakan himpunan medan vektor pada Σ, maka untuk U, V ∈ T10 (Σ) , X, Y ∈ T10 (f ) dan ∇ koneksi Levi - Cevita pada M akan dipenuhi 1. ∇f∗ U f∗ V − ∇f∗ V f∗ U = f∗ [U, V ] 2. d hX, Y i (U ) = h∇f∗ U X, Y i + hX, ∇f∗ U Y i. Pada setiap titik f (x) ∈ M , ruang Tf (x) M akan terpecah menjadi jumlahan langsung ortogonal Tf (x) M = f∗ Tx Σ ⊕ (Tx Σ)⊥ dengan (Tx Σ)⊥ := v ∈ Tf (x) M |g(v, w) = 0, ∀w ∈ f∗ Tx Σ } melalui proyeksi v 7→ v > ∈ f∗ Tx Σ dan v 7→ v ⊥ ∈ (Tx Σ)⊥ s.r.s v = v > + v ⊥ . Secara alamiah Σ memperoleh medan metrik warisan dari (M, g) yang berbentuk f ∗ g. Apabila f ∗ g nondegeneratif, submanifold yang dibangkitkan oleh f akan disebut sebagai submanifold nondegeneratif. Hypersurface nondegeneratif merupakan submanifold nondegeneratif berkodimensi satu. Melalui pemecahan ruang, maka untuk U, V ∈ T10 (Σ) memenuhi ∇f∗ U f∗ V = ˜ yang diperoleh (∇f∗ U f∗ V )> + (∇f∗ U f∗ V )⊥ . Dapat dibuktikan bahwa koneksi ∇ ˜ U V := (∇f∗ U f∗ V )> merupakan koneksi Levi - Cevita pada (Σ, f ∗ g) dan melalui f∗ ∇ tensor II(U, V ) := (∇f∗ U f∗ V )⊥ yang disebut sebagai tensor shape merupakan tensor simetris. Melalui keduanya dapat diperoleh beberapa hubungan 1. Persamaan Gauss
f ∗ RΣ (U, V )W, X
= hR(U, V )W, Xi + hII(U, X), II(V, W )i − hII(U, W ), II(V, X)i
39
2. Persamaan Codazzi (R(f∗ U, f∗ V )f∗ W )⊥ = (∇f∗ U II)⊥ (V, W ) − (∇f∗ V II)⊥ (U, W ) Untuk U, V, W, X ∈ T10 (Σ) , R tensor kelengkungan pada (M, g) dan RΣ tensor kelengkungan pada (Σ, f ∗ g). Terhadap senbarang N medan vektor sepanjang Σ sedemikian rupa sehingga Nx ∈ (Tf (x) Σ)⊥ , dipenuhi persamaan Weingarten ∇f∗ V N = (∇f∗ V N )⊥ − hII(V, .), N i]
untuk semua U medan vektor pada Σ an ] menyatakan operasi kenaikan indeks menurut metrik imbas f ∗ g. Rata - rata tensor shape pada suatu titik diberikan oleh medan vektor kelengkungan rata - rata H yang didefinisikan oleh dim(Σ) X 1 f ∗ g(ei , ei )II(ei , ei ) Hp := dim(Σ) i=1
dengan e1 , · · · , edim(Σ) basis ortonormal pada Tp M. Tentu saja medan vektor ini bebas terhadap pemilihan basis. Untuk setiap kurva γ: [a, b] → Σ dan n ∈ (Tγ(a) Σ)⊥ , akan terdapat medan vektor N sepanjang f ◦ γ yang berhubungan dengan transport paralel normal vektor n dengan sifat 1. N (a) = n, 2. N (t) ∈ (Tγ(t) Σ)⊥ untuk setiap t ∈ [a, b], 3. dan (∇f∗ γ˙ N )⊥ = 0. ⊥ N ini dapat ditulis sebagai N (t) = Pγ|[a,t) n. Ini menunjukkan eksistensi medan vek-
tor yang normal sepanjang Σ. Medan vektor semacam ini dengan panjang satu satuan
40
akan disebut dengan medan vektor normal atau normal saja. Misalkan terdapat medan vektor normal n dengan hn, ni = ±1, operator yang berhubungan dengan komponen tensor shape sepanjang n yaitu Sn dengan tindakan hSn u, vi = hII(u, v), ni disebut akan sebagai operator shape dan dengan proyeksi ortogonal πn : (Tp Σ)⊥ → Rn didefinisikan bentuk dasar kedua (second fundamental form) kn menurut n sebagai πn (II(u, v)) = k(u, v)n. Karena pada immersed hypersurface medan n bersifat tunggal, operator shape dan bentuk dasar kedua menjadi berbentuk sederhana, yaitu Sn u = ∇f ∗u n yang self adjoint terhadap g dan k(u, v) = − h∇f ∗u n, f ∗ vi hn, ni. Begitu juga kelengkungan rata - ratanya menjadi Hp =
1 tr(kp ). n−1
Dalam kasus Σ ⊂ M
suatu immersed atau imbedded submanifold, analisis menjadi lebih mudah karena medan vektor pada Σ adalah medan vektor pada M yang dibatasi pada Σ melalui push-forward pemetaan inklusi, sedangkan forma-1 pada Σ hanyalah forma-1 pada M yang dibatasi aksinya pada ruang singgung Σ. Salah satu imbedded submanifold yang menarik adalah manifold dengan batas (boundary). Secara formal didefinisikan sebagai berikut: Definisi II.18 Pasangan (M, ∂M) dikatakan sebagai manifold dengan batas apa˜ berdimensi n dan suatu imbedding i: M → M ˜ bila terdapat suatu manifold M sedemikian rupa sehingga ˜ yang 1. Batas topologis ∂i(M) adalah submanifold berdimensi n − 1 dari M diffeomorfis terhadap ∂M) ˜ dengan U ∩ i(M) 6= 0 memenuhi 2. Sistem koordinat (U, ϕ) di M
ϕ(U ∩ i(M)) = {y ∈ ϕ(U) |y n > 0}
Mudahnya dikatakan, manifold berbatas adalah imbedded submanifold tertutup yang secara lokal homeomorfis dengan Hn := {(x1 , · · · , xn ) ∈ Rn |xn ≥ 0}. Manifold
41
jenis ini muncul dalam masalah integrasi permukaan suatu forma differensial.
7. Teorema Frobenius Jika N merupakan submanifold dari M, Tp N ⊂ Tp M untuk setiap p ∈ N . Oleh karena itu T N ⊂ T M sehingga T N dikatakan sebagai subbundel dari T M. Difinisi subbundel vektor yang lebih tepat diberikan sebagai berikut Definisi II.19 Misalkan E bundel vektor atas M dengan proyeksi π. Suatu bundel vektor F atas N dikatakan sebagai subbundel vektor dari E jika F merupakan submanifold dari E dan N submanifold dari M sedemikian rupa sehingga 1. π|F : F → N mendefinisikan struktur bundel vektor dengan manifold basis N . 2. Fq subruang vektor dari Eq untuk semua p ∈ N . Tetapi kondisi cukup dan perlu apa yang diperlukan agar setiap subbundel berhubungan dengan suatu submanifold ?, pertanyaan ini dijawab oleh teorema Frobenius. Definisi II.20 Subbundel vektor E dari T M dikatakan integrabel (integrable) jika komutator dua section U, V pada E juga merupakan section pada E. Manifold integral dari E adalah submanifold N dari M dengan T N ⊂ E. Manifold integral N dikatakan maksimal jika Tp N = Ep untuk setiap p ∈ N . Misalkan E subbundel vektor berdimensi k dari T M, {V1 , · · · , Vk } kerangka lokal pada E dan U, V merupakan section pada E, maka akan terdapat αi , β i sehingga P P kedua section dapat dituliskan dengan U = ki=1 αi Vi dan V = ki=1 β i Vi . Dapat diperoleh [U, V ] = (U (β i ) − V (αi ))Vi + αi β j [Vi , Vj ] oleh karena itu, kondisi cukup dan perlu bagi integrabilitas adalah [Vi , Vj ] ∈ E.
42
Lemma II.5 Subbundel vektor E berdimensi k dari T M bersifat integrabel jika dan hanya jika terdapat kerangka lokal {V1 , · · · , Vk } dari E sedemikian rupa sehingga [Vi , Vj ] ∈ E untuk setiap i, j. Teorema II.7 (Teorema Frobenius Bentuk Kontravarian) Misalkan E subbundel licin dari T M, maka melalui setiap p ∈ M secara lokal akan terdapat manifold integral Np dari M jika dan hanya jika E integrabel dan Np gayut licin terhadap p. Ketika semua manifold integral maksimal berdimensi k dikumpulkan menjadi satu, akan diperoleh dekomposisi M. Dekomposisi ini disebut sebagai foliasi (foliation) [Lee , 2000]. Lebih tepatnya, foliasi berdimensi k atas manifold M yang berdimensi n adalah himpunan semua himpunan semua immersed submanifold tersambung berdimensi k saling asing yang gabungannya adalah M dan sedemikian rupa sehingga pada setiap p ∈ M terdapat sistem koordinat (U, ϕ) sedemikian rupa sehingga irisan setiap anggota foliasi (yang disebut leaf ) dengan U merupakan k-slice, yaitu S ⊂ U yang mempunyai ungkapan dalam sistem koordinat
ϕ(S) = xi xk+1 = ck+1 , · · · , xn = cn ; ck+1 , · · · , cn
konstanta
. Teorema di atas dapat juga diungkapkan dalam bentuk kovarian, Misalkan {V1 , · · · , Vk } merupakan kerangka untuk E dan {Vk+1 , · · · , Vn } menyatakan komplemennya dalam M. Menggunakaan basis jodohnya, maka dapat dinyatakan E = Tn i i=k+1 kern(ω ). Untuk mengungkapkan integrabilitas E, didefinisikan hal berikut Definisi II.21 Himpunan forma-1 dengan cacah berhingga dan bebas linier pertitik disebut sebagai sistem Pfaffian. Sistim Pfaffian dikatakan integrabel jika subbundel T vektor E = i kern(ω i ) integrabel.
43
Hal yang harus dipenuhi apabila {ω i |i = k + 1, · · · , n } menjadi kerangka jodoh (coframe) dari komplemen {Vj |j = 1, · · · , k } adalah ω i (Vj ) = 0, serta dω i (Vk , Vl ) = −ω i ([Vk , Vl ])
Oleh karena itu integrabilitas E dapat dinyatakan dengan dω i ∧ ω k+1 ∧ · · · ∧ ω n = 0 untuk semua i ∈ {k + 1, · · · , n}. Teorema II.8 (Teorema Frobenius Bentuk Kovarian ) Misalkan ω i sistem Paffian yang memenuhi kondisi dω i ∧ ω k+1 ∧ · · · ∧ ω n = 0 untuk semua i ∈ {k + 1, · · · , n}. Akan terdapat koordinat (x1 , · · · , xn ) dan suatu fungsi ωai dengan ω i = ωji x1 , · · · , xn dxj ;
j ∈ {k + 1, · · · , n}
Manifold N = {q ∈ M |xj (q) = xj (p), j ∈ {k + 1, · · · , n}} adalah manifold inT tegral maksimal dari E = ni=k+1 kern(ω i ). 8. Integrasi Pada Manifold Sepanjang suatu segmen kurva dalam M dapat didefinisikan integral garis medan kovektor. Segmen kurva maksudnya adalah kurva kontinyu γ: [a, b] → M dengan domain suatu interval kompak. Lebih khusus lagi adalah kurva licin sepotong sepotong yaitu segmen kurva yang mempunyai subdivisi - subdivisi berhingga a = a0 < a1 < · · · < ak = b sedemikian rupa γ [ai ,ai+1 ] licin. Didefinisikan integral medan kovektor ω licin atas γ sebagai Z ω= γ
k−1 Z X i=0
[ai ,ai+1 ]
γ∗ω
(II.27)
44
Dapat dibuktikan integral ini bebas parametrisasi. Ambil diffeomorfisme ϕ: [c, d] → [a, b], maka Z
Z
(γ ◦ ϕ) ω = [c,d] Z Z ∗ = γ ω= ω
ω = γ ˜
Z
∗
[a,b]
ϕ∗ γ ∗ ω
[c,d]
γ
Teorema II.9 (Teorema Fundamental Integral Garis) Misalkan f fungsi licin pada M dan γ: [a, b] → M segmen kurva licin sepotong sepotong, maka Z df = f (γ(b)) − f (γ(a)) γ
Teorema di atas menunjukkan bahwa integral garis suatu medan kovektor yang dapat ditulis sebagai differensial suatu fungsi licin akan dapat dihitung secara eksak. Dengan alasan ini, suatu medan kovektor dikatakan eksak (exact) jika terdapat suatu fungsi licin sehingga medan covektor tersebut dapat dituliskan sebagai differensial fungsi tersebut. Fungsi licin tersebut disebut sebagai potensial dari medan kovektor. Potensial tersebut tidaklah tunggal, karena fungsi dengan beda sembarang konstanta dengan fungsi yang lama akan mempunyai differensial yang sama. Untuk mendefinisikan integrasi pada manifold, diperlukan konsep yang disebut sebagai orientasi. Suatu manifold riil berdimensi n dikatakan berorientasi jika terdapat forma-n yang tidak lenyap di mana - mana. Jelasnya akan terdapat dua kelas ekuivalen dari forma-n tersebut, yaitu : {f ν |f ∈ C ∞ (M, R+ − {0})} dan {−f ν |f ∈ C ∞ (M, R+ − {0})}. Bersama dengan salah satu kelas ekuivalensi tersebut, manifold tersebut dikatakan sebagai manifold berorientasi. Dalam Rn , ke– dua kelas ekuivalensi ini biasa disebut sebagai orientasi ’putar kanan’ dan orientasi ’putar kiri’. Orientabilitas manifold dapat pula diungkapkan melalui sifat atlasnya : manifold dikatakan berorientasi jika dan hanya jika mempunyai atlas {(Uk , ϕk )}
45
n n sedemikian rupa untuk setiap p ∈ Ua ∩ Ub differensial D(ϕa ◦ ϕ−1 b )p : R → R
mempunyai determinan positif. Cara ini dapat diturunkan dari sifat - sifat forma-n di bawah transformasi sistem koordinat dalam atlas. Semisal ω adalah orientasi pada M, maka pada suatu hypersurface Σ dapat diturunkan suatu orientasi warisan. Misalkan {E1 , · · · , En−1 } medan basis pada Σ dan n medan normal sepanjang Σ, maka {n, E1 , · · · , En−1 } merupakan medan basis pada M. Oleh karena itu dapat diturunkan orientasi pada Σ sebagai forma-(n − 1) yang berbentuk ωΣ := nyω sepanjang Σ. Hal yang serupa dapat diterapkan pada manifold berbatas. Jika M manifold berbats, ∂M merupakan imbedded hypersurface pada M. Di bawah sistem koordinat lokal (U, ϕ), ∂M dicirikan oleh slice dengan xn = 0. Menutup ∂M dengan sistem koordinat {(Uα , ϕα )} dan mendefinisikan medan vektor lokal berarah keluar Nα = −∂/∂xn |Uα ∩∂M yang dapat dijadikan medan vektor glo– bal licin N dengan bantuan partition of unity {fα }3 subordinat atas liput {Uα ∩ ∂M} P pada ∂M yaitu N = α fα Nα . Orientasi ∂M menurut N dapat diberikan dengan (N yω) |∂M Pada manifold Pseudo-Riemannian, forma differensial yang memberikan orientasi dapat dinyatakan secara tunggal dari metriknya. forma ini disebut sebagai forp ma volume µM = |det((gij )1≤i,j≤n )|dx1 ∧ · · · ∧ dxn dengan (x1 , · · · , xn ) sistem koordinat berorientasi positif. Definisi II.22 Misalkan M manifold riil berdimensi n berorientasi dan ω forma-n kontinyu dengan support yang kompak. Integrasi ω pada U ⊃ supp(ω) menurut sistem koordinat (U, ϕ) didefinisikan dengan Z
Z
3
n
Z
ω1···n dx ∧ · · · ∧ dx =
ω= (U ,ϕ)
1
(U,ϕ)
Dapat dilihat pada Lampiran A
ϕ(U)
ω1···n ◦ ϕ−1 dx1 · · · dxn
46
Difinisi ini bebas pemilihan sistem koordinat, oleh karena itu menggunakan atlas berorientasi {(Uα , ϕα )} dengan Uα mempunyai klosure kompak dan partition of unity {fα } subordinat atas {Uα } dapat didefinisikan integrasi ω ke seluruh M sebagai Z ω :=
XZ
M
fα ω
(Uα ,ϕα )
α
Teorema II.10 (Teorema Stokes) Misalkan (M, ∂M) manifold riil kompak berorientasi dengan batas dan ω forma(n − 1) pada M. Diasumsikan dω dan ω integrabel pada M dan ∂M maka dipenuhi Z
Z ω=
dω M
∂M
Berikutnya dengan mendefinisikan operasi divergensi medan tensor ψ ∈ Tsr (M) pada manifold pseudo-Riemanian (M, g) sebagai div: Tsr (M) → Tsr−1 (M) sebagai 1
r−1
divψ(λ , · · · , λ
, v1 , · · · , vs ) :=
n X
(∇Ea ψ)(θa λ1 , · · · , λr−1 , v1 , · · · , vs )
a=1
dimana {E1 , · · · , En } dan {θ1 , · · · , θn } sepasang medan basis orthonormal saling berjodoh, dapat diturunkan teorema Gauss dari teorema Stokes diatas Teorema II.11 (Teorema Gauss) Misalkan (M, g) manifold pseudo-Riemannian, U medan vektor dan V ⊂ M subset terbuka dengan batas ∂V. Diasumsikan ∂V submanifold yang licin dan terdapat medan vektor n sepanjang ∂V dengan g(v, n) = 0 untuk setiap v ∈ T ∂V dan g(n, n) = η ∈ {−1, 1} maka akan diperoleh Z
Z
hn, U i µ∂V
(div(U ))µM = η V
∂V
47
Teorema ini dapat diperoleh karena LU µM = (div(U ))µM untuk setiap U medan vektor pada M. Oleh karena itu i: ∂V → M akan memberikan i∗ (U yµM ) = η hU, ni nyµM = η hn, U i µ∂V
BAB III TEORI RELATIVITAS UMUM Pada bab ini akan disajikan model matematik ruang-waktu (Space - time) relativitas umum dan sejumlah postulat untuk membangun relativitas umum secara lengkap. Akan ditunjukkan keberadaan singularitas fisis dalam beberapa contoh ruang - waktu relativitas umum kemudian akan didiskusikan pendefinisian singularitas yang lebih umum berikut metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi singularitas pada sembarang ruang - waktu relativitas umum.
1. Manifold Ruang-Waktu Model matematik yang dipakai ruang-waktu – himpunan kejadian (events) yang mungkin – dalam teori relativitas umum adalah suatu pasangan (M, g), de– ngan M menyatakan manifold licin berdimensi empat yang Hausdorff dan tersambung (connected), sedangkan g menyatakan metrik lorentzian pada M. Dua model (M, g) dan (M0 , g 0 ) dikatakan saling ekuivalen jika terdapat isometri di antara mereka yaitu terdapat suatu diffeomorfisme Θ: M → M0 yang mengimbas Θ∗ g = g 0 . Himpunan yang beranggotakan semua model ruang - waktu yang ekuivalen dengan (M, g) membentuk kelas ekuivalensi yang dilambangkan dengan [(M, g)]. Dalam praktriknya, cukup dipakai salah satu anggota atau wakilan dari kelas eqivalensi tersebut. Sebagai contoh apabila dimiliki suatu medan vektor U pada (M, g) maka grup lokal berparameter satu φt yang dibangkitkan oleh U dapat mengimbas pemetaan φ∗t g. Dalam kasus dimana φ∗t g = g dapat dikatakan φt membangkitkan isometri pada M dan g dikatakan invarian oleh transformasi atau pemetaan φt . Model (M, g) akan ekuivalen dengan (M, φ∗t g). Medan vektor pembangkit grup lokal berparameter satu tersebut biasa disebut sebagai medan Killing.
48
49
Dengan keberadaan medan metrik g maka pada setiap p ∈ M , vektor - vektor singgung v ∈ Tp M, v 6= 0 terbagi atas tiga kelas yaitu vektor bak-waktu ( timelike vector) jika gp (v, v) < 0 , bak-ruang (spacelike vector) jika gp (v, v) > 0 dan null atau bak cahaya (lightlike) jika gp (v, v) = 0. Kurva dalam manifold dengan vektor singgung pada setiap titiknya berupa vektor bak-waktu secara fisis mewakili trayektori partikel bermassa. Kurva semacam ini biasa disebut sebagai kurva bakwaktu. Kurva null yaitu kurva yang vektor singgungnya pada setiap titiknya merupakan vektor null secara fisis mewakili trayektori partikel tidak bermassa, luxon misalnya. Kurva bak-ruang sementara tidak didefinisikan karena menyalahi prinsip relativitas khusus yang hanya mengakomodasi partikel-partikel berkecepatan kurang atau sama dengan kecepatan cahaya. Kurva dikatakan sebagai kurva kausal apabila vektor singgung sepanjang kurva merupakan vektor bak-waktu atau vektor null. Partikel jatuh bebas mengambil jenis kurva khusus yang berupa kurva geodesik untuk menunjukkan bahwa pada setiap titik trayektori partikel tidak mengalami percepatan akibat pengaruh luar selain akibat geometri ruang - waktu.
2. Medan - Medan Materi Isi materi ruang-waktu – sebagai contoh medan elektromagnetik, medan gra– vitasi dan lain-lain – dinyatakan dalam berbagai medan pada M yang memenuhi persamaan - persamaan tensor. Koneksi pada M merupakan koneksi bebas torsi menurut g. Medan - medan materi yang ada akan dinyatakan dengan medan - medan tensor Ψ(i) . Indeks (i) menyatakan nomor medan materi. Medan - medan materi memenuhi tiga postulat berikut ini [Hawking dan Ellis , 1973] 1. Kausalitas lokal Misalkan U merupakan lingkungan tempat terjadinya persamaan medan. U suatu lingkungan normal konvek (convex normal neighbourhood) jika dan hanya
50
jika untuk setiap pasangan p, q ∈ U sinyal dapat dikirim di antara p dan q melalui kurva kontinyu yang termuat seluruhnya dalam U dengan jenis kurva berupa kurva - kurva bak-waktu atau null. Sinyal dikatakan berasal dari p ke q atau dari q ke p tergantung pada arah waktu dalam U. Pembahasan lebih lanjut tentang kausalitas diberikan pada bab berikutnya. 2. Kelestarian energi dan momentum lokal. Terdapat medan tensor simetrik yang disebut sebagai medan tensor energimomentum T ∈ T20 (M) yang gayut metrik, medan materi serta turunan kovariannya dan memenuhi sifat - sifat (a) T lenyap pada U jika dan hanya jika medan - medan materi lenyap pada U (b) T bebas divergensi div(T ] ) = 0
(III.1)
Jika medan metrik g mengijinkan keberadaan medan Killing ξ, persamaan III.1 dapat memberikan persamaan kelestariaan. Tetapi sebelumnya ditunjukkan medan vektor T (ξ, .)[ = T ] (ξ [ , .) bebas divergensi. Karena T simetris dan bebas divergensi serta medan Killing ξ memenuhi ∇ξ [ (U, V ) + ∇ξ [ (V, U ) = 0 untuk semua medan vektor U dan V , maka dalam pasangan basis ortogonal {Ei } dan {θi } diperoleh div T (ξ, .)]
= div T ] (ξ [ , .) X = div(T ] ) (ξ [ ) + T ] ∇Ei ξj[ , θj
(III.2)
j
Misalkan {Σt }t∈R menjadi foliasi pada M dengan medan normal nt , dan W subset terbuka dengan W ∩ Σt tersambung untuk semua t. Didefinisikan subset
51
Wt1 ,t2 sebagai
S
W ∩ Σt dan batas yang tidak termuat dalam Σt1 ∪ Σt2
t∈[t1 ,t2 ]
sebagai Wtime Jika terdapat medan Killing ξ dan supp(T ) ∩ W = ∅ maka dari
nt , T (ξ, .)]
(nt yµM ) (V1 , . . . , Vn−1 )
= nt , T (ξ, .)] µM (nt , V1 , . . . , Vn−1 ) = − T (ξ, .)] yµM (V1 , . . . , Vn−1 )
(III.3)
dapat diperoleh menggubakan teorema Stokes Z
]
Z
nt , T (ξ, .) nt yµM =
nt2 , T (ξ, .)] nt1 yµM
nt1 , T (ξ, .)] nt2 yµM (III.4)
Σt2 ∩Wt1 ,t2
∂W
Z − Σt1 ∩Wt1 ,t2
Z =
d ZW
=
nt , T (ξ, .)] (nt yµM )
−divT (ξ, .)] µM
W
= 0
(III.5)
Dari persamaan III.4 dapat diperoleh Z
]
Z
nt2 , T (ξ, .) nt1 yµM =
Σt2 ∩Wt1 ,t2
yang menunjukkan kuantitas
nt1 , T (ξ, .)] nt2 yµM (III.6)
Σt1 ∩Wt1 ,t2
R Σt
nt , T (ξ, .)] nt yµM bebas dari pemilihan pa-
rameter t. Dapat ditafsirkan bahwa fluk total komponen - komponen tensor energi-momentum T menurut medan Killing ξ pada suatu permukaan tertutup adalah nol. Jika medan metrik tidak datar , tidak selalu dapat ditemukan medan Killing pada manifold, akan tetapi dengan memilih koordinat normal pada suatu titik maka persamaan kelestarian masih bisa terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kelestarian energi-momentum selalu bisa diambil pada suatu
52
area kecil pada manifold ruang-waktu. 3. Persamaan medan Relasi antara geometri ruang-waktu dengan medan materi yang menjadi isi ruang-waktu dinyatakan dalam persamaan medan Einstein 1 Ric − Scalg + Λg = 8πT 2
(III.7)
Λ merupakan koefisien yang disebut konstanta kosmologi. Teori Newton tidak dapat diperoleh untuk pendekatan medan lemah dan gerak lambat jika Λ 6= 0, akan tetapi apabila Λ diambil mendekati nol pendekatan ini masih bisa dilakukan. konstanta ini diajukan oleh Einstein untuk memperoleh ruang - waktu yang homogen, isotropik dan statis, kecilnya nilai Λ akan memberikan kontribusi cukup relevan hanya pada skala yang sangat luas . Hanya saja sejak teramatinya pergeseran merah Hubble (1929) yang menunjukkan adanya ekspansi jagat - raya, konstanta ini kemudian diabaikan. Awalnya konstanta ini diajukan untuk merujukkan relativitas umum dengan konsepsi Mach tentang inersia [Gasperini , 1985]: kesetaraan gaya gravitasi dan gaya inersia. Karena grafitasi dihasilkan oleh materi, maka gaya inersia haruslah dapat dibangkitkan oleh keberadaan materi. Ditunjukkan oleh Minkowski, terdapat solusi untuk Tab = 0 dan Λ = 0 sebagai ruang datar yang mengijinkan semua gaya inersianya meskipun tidak ada materi yang membangkitkannya. Einstein meyakini, dengan mengambil Λ positif tidak akan ada penyelesaian untuk ruang kosong. Akan tetapi De Sitter menunjukkan kemungkinan adanya ruang lengkung tanpa keberadaan materi sehingga berkontradiksi dengan prinsip Mach. Oleh karena itulah Einstein membatalkan suku ini.
53
3. Syarat Energi Untuk mewakili materi nyata cukup beralasan untuk menganggap tensor e– nergi momentum memenuhi pertidaksamaan tertentu. Salah satunya adalah harapan agar rapat energi lokal yang diukur oleh pengamat lokal bersifat nonnegatif. Definisi III.1 1. Syarat energi lemah dipenuhi jika T (v, v) ≥ 0 untuk semua vektor kausal v ∈ Tp M, p ∈ M. 2. Syarat energi dominan dipenuhi jika semua vektor bak-waktu v ∈ Tx M, x ∈ M memenuhi T (v, v) ≥ 0 dan T (v, .) kausal. 3. Syarat energi kuat dipenuhi jika untuk semua vektor kausal v ∈ Tx M, x ∈ M memenuhi syarat Ric(v, v) ≥ 0.
4. Sedikit Tentang Singularitas Topik utama skripsi ini adalah singularitas. Tetapi, sebelumnya perlu diperjelas pengertian singularitas, keberadaannya dan peranannya dalam fisika. Singularitas sebenarnya muncul pada tataran matematis. Secara umum, singularitas menunjukkan kegagalan suatu pemetaan untuk mempunyai balikan atau invers pemetaan. Munculnya singularitas suatu pemetaan menimbulkan akibat yang bermacam - macam. Di antaranya adalah dalam konteks fungsi bernilai riil, singularitas berkaitan dengan divergensi nilai fungsi itu di suatu titik. Yakni divergen dalam artian bahwa nilai fungsi itu pada titik yang bersangkutan mempunyai nilai menuju ke ∞. Padahal ∞ bukan bagian dari bilangan riil. Oleh karena itu titik divergen menunjukkan titik yang kehilangan nilai fungsi. Dalam fisika, kevalidan suatu teori akan diuji dengan eksperimen
54
- eksperimen yang melibatkan pengukuran - pengukuran dengan hasil bilangan riil. Oleh karena itu konsep singularitas fisis dapat diadopsi dari konsep singularitas matematis yang terjadi pada fungsi - fungsi bernilai riil, di antaranya adalah konsep divergensi nilai fungsi. Medan tensor mempunyai komponen - komponen yang tergantung pada pemi– lihan basis. Kadang meskipun suatu tensor mempunyai komponen yang divergen pada suatu basis tertentu, tapi pada basis yang lain mungkin saja tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan peralihan sistem koordinat agar tidak ada lagi komponen yang divergen. Singularitas yang dapat dilenyapkan dengan transformasi koordinat disebut sebagai singularitas semu. Medan skalar atau fungsi licin pada suatu manifold mempunyai sifat yang berbeda; sekali divergen pada suatu wilayah, maka medan skalar tersebut tetap divergen pada sistem koordinat apapun. Divergensi semacam ini tidak akan lenyap hanya dengan transformasi koordinat. Singularitas yang tidak bisa dilenyapkan semacam ini disebut sebagai singularitas sejati. Sebagai contoh, singularitas yang terjadi pada medan metrik atau medan kelengkungan mungkin dapat dihilangkan dengan pemilihan basis koordinat yang cocok, akan tetapi medan skalar yang dapat dibentuk dari kedua medan tensor tersebut mungkin tetap mempunyai singularitas. Beberapa contoh singularitas pada penyelesaian medan Einstein berikut diskusi tentang pendefinisian singularitas yang lebih rinci untuk model ruang relativitas umum akan diberikan pada subbab selanjutnya.
5. Contoh Singularitas Pada Beberapa Solusi Medan Einstein a. Ruang Schwarzschild
. Ruang waktu ini merupakan penyelesaian eksak per-
tama persamaan medan Einstein yang ditemukan oleh Karl Schwarzschild (1916) untuk medan statis bersimetri bola yang merupakan pendekatan untuk medan gravitasi di luar benda bersimetri bola yang diam tanpa rotasi. Ruang - waktu dikatakan
55
statis bila mengijinkan keberadaan grup isometri berparameter satu φt dengan orbit kurva bak-waktu dan terdapat hypersurface bak-ruang Σ yang ortogonal sepanjang orbit isometri tersebut. Dengan kata lain terdapat medan vektor Killing bak-waktu ξ yang memenuhi
dξ [ ∧ ξ [ = 0
(III.8)
Secara lokal Σ terlabeli oleh ’koordinat waktu’ di bawah isometri φt menjadi Σt yang mempunyai metrik bebas terhadap koordinat t. Kemudian ruang - waktu dikatakan bersimetri bola jika mengijinkan subgroup isometri dari SO(3) dengan orbit berupa permukaan bola dua S2 . Isometri SO(3) dapat ditafsirkan sebagai rotasi, sehingga ruang semacam ini mempunyai metrik yang invarian terhadap rotasi. Setelah diberikan syarat ruang vakum dan datar asimtotik medan metriknya dapat dituliskan dalam sistem koordinat (t, r, θ, ϕ) sebagai
g = −(1 −
2m 2 2m −1 2 )dt + (1 − ) dr + r2 dΩ2 r r
(III.9)
dengan
dΩ2 = dθ2 + sin2 θdϕ2
(III.10)
Medan metrik ini mempunyai singularitas pada daerah r = 0 dan r = 2m yang dapat muncul karena salah satu di antara dua hal berikut 1. Singularitas semu yang muncul karena kegagalan sistem koordinat yang dipakai untuk meliputi daerah singularitas, untuk menghilangkannya diperlukan sistem koordinat baru yang masih dalam struktus licin yang sama dan mampu melingkupi daerah singularitas.
56
2. Singularitas fisis sesungguhnya. Keberadaannya dapat diperiksa dengan menghi tung kelengkungan skalar semisal g 13 (R, R) = Rijkl Rijkl . Pada daerah singularitas kelengkungan skalar dapat menjadi tak berhingga, juga perlu ditunjukkan bahwa singularitas tersebut berada pada suatu parameter affine berhingga dari geodesik ruang tersebut. Perhitungan skalar kelengkungan menunjukkan 1 48m2 I(r) = g (R, R) = Rijkl Rijkl = 3 r6
(III.11)
dengan demikian daerah r = 0 merupakan daerah singularitas nyata dan daerah r = rg = 2m merupakan daerah singularitas semu yang dapat dilenyapkan de– ngan menggunakan sistem koordinat yang cocok. Untuk membuang daerah singular ini, dapat dilakukan perluasan melalui manifold asal (M, g) ke manifold nonsingular ˜ g˜) yang memuat manifold asal sebagai subhimpunannya dan g˜ bersesuaian den(M, gan g ketika dibatasi pada M. Kruskal (1960) melakukan perluasan sistem koordinat melalui transformasi 1/2 X= −1 exp (r/2rg ) cosh( 2rtg ) 1/2 T = rrg − 1 exp (r/2rg ) sinh( 2rtg ) 1/2 r X = 1 − rg exp (r/2rg ) sinh( 2rtg ) 1/2 r exp (r/2rg ) cosh( 2rtg ) T = 1 − rg
r rg
r > rg
(III.12)
r < rg
(III.13)
Dengan menggunakan sistem koordinat ini metrik Schwarzschild menjadi berbentuk
g = −4
rg3 exp (−r/rg )(dT 2 − dX 2 ) + r2 (dθ2 + sin2 θdϕ2 ) r
(III.14)
Dapat dilihat bahwa g tidak lagi singular pada r = rg . Kondisi r > rg
57
sekarang ekuivalen dengan |X| > |T | sehingga daerah I dan I 0 isometrik terhadap ¯ dimana |X| < |T | r > rg dalam koordinat asli (t, r) Sedangkan daerah II dan II tetapi dibatasi oleh hiperbola X 2 − T 2 = 1 yang berhubungan dengan r = 0 akan isometrik dengan daerah r < rg .
Gambar III.1: Perluasan Kruskal untuk ruang-waktu Schwarzschild Jika didefinisikan arah waktu masa depan pada koordinat (T, X) sebagai T naik dan keluar jika X naik, maka berkas cahaya ke masa depan akan melewati dae– rah r = rg hanya jika keluar dari daerah II 0 dan hanya jika masuk ke daerah II. Perilaku geodesik radial pada daerah II dan II 0 saling berlawanan, partikel yang berada dalam area II akan selalu berada di dalam dan tidak pernah bisa keluar, sehingga area ini biasa disebut sebagai lubang hitam (Black holes). Sedangkan pada area II 0 karena arah waktu yang berlawanan dengan arah waktu area II maka sifat trayektori partikelnya berlawanan, semua partikel yang berada di dalam area ini akan dipaksa untuk keluar. Area ini biasa disebut sebagai lubang putih (White holes). Sekali
58
pertikel dari I masuk ke II maka selamanya tidak pernah keluar. Oleh karena itu, permukaan r = rg berperilaku seperti membran semipermeabel, permukaan ini disebut horizon peristiwa masa depan. Sedangkan permukaan r = rg yang membatasi I danII 0 disebut horizon peristiwa masa lalu. Secara fisis keberadaan lubang hitam lebih bisa diterima karena berhubungan dengan keruntuhan gravitasi.
b. Ruang Robertson - Walker
. Sangat sulit membuat model jagat raya hanya
dengan mengandalkan data - data observasi yang telah dimiliki. Hal ini dikarena dalam pengamatan porsi semesta yang teramati hanyalah sebagian kecil saja dan berasal dari data - data masa lalu semesta. Untuk itu diperlukan asumsi - asumsi yang lebih bersifat holistik untuk membantu memodelkan semesta dalam skala luas. berikut ini akan dibahas model semesta yang bersifat homogen dan isotropik. Ruang - waktu dikatakan homogen spasial jika di mana - mana terlihat sama. Secara matematis berarti terdapat himpunan hypersurface berparameter satu Σt yang memfoliasi ruang - waktu sedemikian rupa sehingga untuk setiap t akan terdapat isometri g yang membawa titik p ∈ Σt ke titik q ∈ Σt . Sedangkan ruang - waktu dikatakan isotropik spasial jika tidak ada arah yang diistimewakan. Secara matematis, dikatakan isotropik spasial di suatu titik p jika terdapat medan vektor pengamat U sedemikian rupa sehingga terdapat isimetri g yang membuat p tetap tetapi merotasi vektor s1 ke s2 untuk s1 , s2 ∈ Up⊥ . Seorang pengamat berparamater t pada ruang waktu isotropik spasial akan melihat bahwa setiap titik pada permukaan hypersurface saat t konstan akan terlihat eqivalen, oleh karena itu hypersurface tersebut akan mempunyai kelengkungan sama. Sedangkan dua pengamat pada hypersurface tersebut akan mengamati kejadian serupa, oleh karena itu kondisi isotropis akan cukup untuk membangkitkan homogenitas [Kriele , 2001]. Dua ruang berkelengkungan sama dengan dimensi dan tanda metrik yang sama akan isometrik secara lokal, sehingga dapat dipilih ruang - ruang wakilan un-
59
tuk setiap nilai kelengkungan. Katakanlah k menyatakan kelengkungan hypersurface Riemannan tiga dimensi, maka untuk k > 0 dapat diwakili dengan S 2 berjejari k, R3 untuk k = 0 dan H2 hiperbola berjejari k untuk k < 0. Dengan melabeli setiap hypersurface dengan waktu wajar τ secara lokal metrik ruang waktu akan mengambil bentuk [Wald , 1984] dψ 2 + sin2 ψ(dθ2 + sin2 θdϕ2 ) g = −dτ 2 + a(τ )2 dx2 + dy 2 + dz 2 dψ 2 + sinh2 ψ(dθ2 + sinh2 θdϕ2 )
(III.15)
Tiga bentuk dalam kurung persamaan diatas berkaitan dengan tiga kemungkinan bentuk geometri spasial yang diambil. Bentuk umum metrik diatas biasa disebut sebagai metrik Robertson - Walker. Dengan demikian, asumsi homogenitas dan isotropi akan mengimbas tiga kemungkinan bentuk geometri spasial dan fungsi positif a(τ ). Fungsi ini mencirikan sifat dinamis ruang - waktu ini , bentuk eksplisitnya dapat ditentukan melalui persamaan medan Einstein dengan memasukkan energi - momentum yang sesuai. Dengan memasukkan tensor energi-momentum fluida sempurna
T = (ρ + p)U [ ⊗ U [ + pg
akan diperoleh persamaan evolusi umum
3a˙ 2 /a2 = 8πρ − 3k/a2 3¨ a/a = −4π(ρ + 3p)
(III.16)
Dimana k = +1 untuk bola tiga, k = 0 untuk ruang datar dan k = −1 untuk hiperboloida. ketika ρ > 0 dan p ≥ 0 jagat raya tidak boleh statis. Persamaan III.16
60
menunjukkan a ¨ < 0, jadi semesta harus selalu mengembang (a˙ > 0) atau menyusut (a˙ < 0). Skala jarak antar pengamat isotropik akan selalu berubah, tetapi tidak mempunyai pusat ekspansi atau kontraksi yang khusus. Semisal jarak (yang terukur oleh permukaan homogen) antara dua pengamat isotropik pada saat τ dinyatakan sebagai R, maka rata - rata perubahan R adalah
v :=
dR R da = = HR dτ a dτ
(III.17)
dimana H(τ ) = a/a ˙ disebut sebagai konstanta Hubble. Persamaan ini disebut sebut sebagai persamaan Hubble. Jika R cukup besar, v dapat lebih besar dari kecepatan cahaya. Tetapi hal ini tidak menyalahi prinsip relativitas umum dan khusus karena yang teramati adalah kecepatan relatif lokal antara dua obyek pada kejadian yang sama, bukan menyatakan kecepatan obyek secara global. Persamaan III.17 di atas telah teramati melalui eksperimen pergeseran merah spektrum dari galaksi - galaksi. Semerta mengembang, a˙ > 0 menunjukkan ekspansi yang dilakukan makin lama makin cepat. Dari waktu sekarang, saat waktu H −1 = a/a˙ yang lalu haruslah dipunyai a = 0 . Hal ini berarti pada saat H −1 yang lalu, semesta diawali dari keadaan singular. Jarak semua ’titik dalam ruang’ nol, sehingga rapat materi dan kelengkungan ruang menjadi takberhingga. Keadaan singular semesta ini disebut sebagai ledakan besar (big bang). Tidak terdapat cara alamiah untuk memperluas manifold ruang - waktu dan metriknya melewati singularitas ledakan besar. Karena struktur ruang - waktu sendiri singular pada ledakan besar, maka secara fisis maupun matematis tidak relefan untuk menanyakan keadaan semesta ’sebelum’ ledakan besar.
61
6.
Singularitas: Pendefinisian dan Pemecahannya
Sebagaimana telah dibahas pada subbab sebelumnya, terdapat dua jenis singularitas fisis : singularitas semu dan sejati. Singularitas sejati tidak dapat dihilangkan hanya dengan transformasi koordinat hal ini menunjukkan tidak ada satupun sistem koordinat yang melingkupi titik singularitas sejati sehingga titik - titik singularitas ini bukanlah bagian dari manifold ruang - waktu. Untuk itu, titik - titik singularitas sejati dapat dibuang sehingga dapat terbentuk manifold yang tidak komplit. Dalam manifold Riemannian, kekomplitan dapat dinyatakan dari kekomplitan metrik (m-completeness) dan kekomplitan geodesik ( g-completeness). kekomplitan metrik disusun dari fungsi jarak antar dua titik pada manifold. Apabila g metrik pada M dan γ: I → M kurva dari p ke q, panjang kurva dinyatakan sebagai
L(γ) =
Z p
g(γ, ˙ γ)dt. ˙
(III.18)
I
Fungsi jarak pada manifold Riemannian didefinisikan sebagai
ρ(p, q) = inf L(γ) γ∈Γ
(III.19)
dengan Γ menyatakan himpunan semua kurva dari p ke q. (M, g) dikatakan mcomplete jika setiap barisan Cauchy menurut fungsi jarak ρ konvergen ke suatu titik pada M. Barisan Cauchy adalah barisan {xn } pada M yang tak berhingga banyak anggotanya sedemikian rupa sehingga untuk semua > 0 dan N ∈ {1 . . . , n} dipenuhi ρ(xr , xs ) < , ∀r, s > N . Sedangkan (M, g) dikatakan g-complete jika setiap geodesik dapat diperluas ke seluruh parameter affinenya. Karena sama - sama dibentuk dari metrik g, dapat ditunjukkan kedua kekomplitan ini ekuivalen (Teorema Hopf - Rinow).
62
Apa yang terjadi pada manifold Lorentzian sungguh berbeda. Topologi metrik tidak dibangun secara alamiah pada manifold. Oleh karena itu, untuk menguji kekomplitan pada manifold hanya perlu diuji kekomplitan geodesiknya. Berdasar geodesiknya, tentu saja kekomplitan geodesik dapat dibagi atas tiga jenis : bak-waktu, bak-ruang dan null. Kekomplitan ketiga geodesik tersebut saling bebas satu dengan yang lain akan tetapi ketika suatu titik pada manifold dibuang, semua geodesik yang melintasi titik tersebut menjadi terputus. Pembuangan titik singularitas ekuiva– len dengan ketidak komplitan geodesik. Di sisi yang lain geodesik bak-ruang tidak terdefinisi pada relativitas. Oleh karena itu dapat diadopsi sudut pandang tentang si– ngularitas ruang - waktu sebagai berikut : "Kekomplitan geodesik null dan bak-waktu adalah syarat minimum agar ruang - waktu dikatakan bebas singularitas ". Dengan demikian , ruang - waktu dikatakan singular jika geodesik null atau bak-waktunya tidak komplit. Secara fisis ketidak komplitan geodesik bak-waktu menunjukkan kemungkinan hilangnya sejarah suatu pengamat jatuh bebas setelah atau sebelum suatu interval affine yang berhingga. Meskipun parameter affine tidak dapat ditafsirkan sebagai waktu pribadi pada geodesik null, akan tetapi ketidak komplitan geodesik null dapat dianggap sebagai petunjuk hilangnya sejarah partikel - partikel tidak bermassa. Salah satu keuntungan menggunakan kriteria ketidak komplitan geodesik ada– lah dapat dicakupnya singularitas kelengkungan. Singularitas kelengkungan berkaitan dengan ide besar tak berhingganya kelengkungan didekat singulariatas. Konsep ’dekat’ titik singularitas dapat dinyatakan dengan parameter affine yang makin mendekati batas atasnya, sedangkan konsep ’besar tak berhingga’ dapat dinyatakan melalui basis ortogonal sepanjang geodesik. Dengan cara seperti ini , dapat dilakukan pengelompokan singularitas berdasarkan kelakuan medan kelengkungan dan polinom skalarnya sepanjang geodesik yang tidak komplit yaitu singularitas kelengkungan skalar (scalar curvature singularity) apabila kelengkungan beserta polinom skalarnya
63
singular sepanjang geodesik, Singularitas kelengkungan paralel (parallelly propagated curvature singularity ) apabila kelengkungan dan turunannya singular sepanjang geodesik menurut basis paralel sepanjang geodesik tetapi polinom skalarnya tidak singular dan terakhir, singularitas non kelengkungan (non - curvature singularity) jika kelengkungan beserta polinom skalarnya tidak singular. Cara serupa dapat di– terapkan untuk kuantitas fisis yang lain. Agar manifold ruang - waktu dapat dijamin menghimpun semua titik regularnya, manifold perlu disyaratkan inextendible, yaitu tidak isometrik dengan subset dari ruang - waktu yang lain. Ide teorema - teorema singularitas yang akan diturunkan didasarkan atas ide berikut: Kelengkungan ruang - waktu dapat ditafsirkan sebagai gaya tidal yang menimbulkan percepatan relatif antara geodesik bak-waktu atau null yang berdekatan. De– ngan memasukkan syarat energi tertentu pada kedua jenis geodesik tersebut, dapat diharapkan kongruensi geodesik - geodesik tersebut konvergen kesuatu titik. Titik konvergensi sepanjang geodesik tersebut disebut titik konjugasi (atau titik fokal jika kongruensi geodesik tersebut dibuat ortogonal pada suatu submanifold). Dalam mani– fold Riemannian, keberadaan titik konjugasi sepanjang geodesik dapat menyebabkan geodesik gagal menjadi kurva berpanjang maksimum (terpendek) yang menghubung– kan antara dua titik karena akan selalu dapat ditemukan kurva lain yang diperoleh dari hasil variasi kecil melewati titik konjugasi pada geodesik yang lebih pendek dari geodesik berkonjugasi tersebut [Lee , 1997]. Akan ditunjukkan, dalam manifold Lorentzian sifat - sifat geodesik tersebut berlaku serupa dengan sedikit modifikasi. Disisi yang lain, persyaratan - persyaratan struktur kausal global tertentu dalam ruang - waktu dapat menyebabkan keberadaan kurva - kurva bak-waktu atau null yang mempunyai panjang maksimum. Dengan menggunakan dua hasil yang saling kontradiktif ini, dapat dibangun beberapa teorema singularitas.
BAB IV SIGNIFIKANSI KELENGKUNGAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh kelengkungan ruang - waktu terhadap kongruensi geodesik bak-waktu dan null. Akan ditunjukkan bahwa rata - rata perubahan ekspansi kongruensi (persamaan Raychaudhuri) memegang peranan penting dalam membangkitkan titik konjugasi kongruensi geodesik. Arti penting titik konjugasi akan dapat ditafsirkan setelah konsep variasi fungsional panjang dan fungsional energi suatu kurva diberikan. Untuk topik - topik yang belum melibatkan teori relativitas umum secara langsung, akan diberikan penjelasan yang bersifat umum yakni dalam konteks manifold Lorentzian dengan dimensi sembarang.
1. Variasi Geodesik Salah satu cara yang mungkin dilakukan untuk mengukur medan gravitasi adalah dengan mengukur percepatan relatif yang dialami oleh dua benda jatuh bebas. Karena sejarah partikel bebas diwakili dengan geodesik bak-waktu atau geodesik null, maka perlu diselidiki kebiasaan kongruensi geodesik bak-waktu dan geodesik null yang dipengaruhi oleh kelengkungan ruang-waktu. Kongruensi adalah himpunan kurva pada suatu lingkungan sedemikian rupa sehingga setiap titik pada lingkungan tersebut hanya dilintasi oleh satu kurva saja. Apabila dihubungkan dengan suatu medan vektor, kongruensi merupakan himpunan kurva integral yang dibangkitkan oleh medan vektor tersebut. Jenis kongruensi dan kelicinannya tentu saja gayut terhadap jenis serta kelicinan medan vektor pembangkitnya. Sebelumnya akan didefinisikan konsep tentang variasi geodesik. Variasi geodesik adalah suatu pemetaan licin f : (−δ, δ) × (a, b) → M;
(s, t) 7→ f (s, t) ∈ M
sedemikian rupa sehingga kurva t 7→ f (., t) merupakan geodesik. Medan vektor ke-
64
65
cepatan kurva geodesik ini akan dinyatakan dengan ft := f∗ ∂t dan medan vektor kecepatan sepanjang kurva s 7→ f (s, .) sebagai fs := f∗ ∂s yang dapat ditafsirkan sebagai medan vektor yang membangkitkan variasi pada geodesik. Karena kurva f (., t) geodesik maka dipenuhi ∇ft ft = 0. Dan karena [∂t , ∂s ] = 0, maka dipenuhi [ft , fs ] = [f∗ ∂t , f∗ ∂s ] = f∗ [∂t , ∂s ] = 0 atau ∇ft fs = ∇fs ft . Oleh karena itu sepanjang variasi geodesik, medan tensor kelengkungan memenuhi persamaan
R (fs , ft ) ft = ∇fs ∇ft ft − ∇ft ∇fs ft − ∇[ft ,fs ] ft = −∇ft ∇fs ft = −∇ft ∇ft fs
(IV.1)
Turunan kovarian sepanjang suatu medan vektor hanya gayut terhadap nilai medan vektor tersebut. Oleh karena itu, fs dapat digantikan dengan sembarang medan vektor J yang merupakan perluasan fs pada lingkungan tempat variasi geodesik didefi– nisikan
∇ft ∇ft J + R (J, ft ) ft = 0
(IV.2)
Medan vektor J sembarang yang memenuhi persamaan seperti ini disebut sebagai medan Jacobi. Apabila dilakukan pembatasan pada geodesik tunggal γ := f (0, t), keberadaan medan Jacobi J sepanjang geodesik akan menyebabkan geodesik γ mengalami variasi titik menjadi f (s, t) . Karena alasan ini medan Jacobi sepanjang geodesik J|s=0 = fs (0, .) disebut sebagai medan vektor variasi. Medan Jacobi pada geodesik γ: (a, b) → M akan memenuhi
∇γ˙ ∇γ˙ J + R (J, γ) ˙ γ˙ = 0
(IV.3)
66
Andaikan c ∈ (a, b) dan dipenuhi syarat awal J(c) = v, ∇γ˙ J(c) = w dengan v, w ∈ Tγ(c) M. Menggunakan medan basis ortonormal {Ei } yang paralel sepanjang γ dapat dituliskan J(t) = J i (t)Ei dan persamaan IV.3 dapat dinyatakan menjadi i J¨i + Rjkl J j γ˙ k γ˙ l = 0
(IV.4)
yang merupakan sistem persamaan differensial orde dua linier dari n buah fungsi J i . Dengan melakukan substitusi V i = J˙i akan merubah persamaan menjadi persamaan differensial orde satu dari 2n fungsi {J i , V i } dengan penyelesaiannya ditentukan oleh syarat batas J(c) = v dan V (c) = w. Syarat batas tersebut menjamin keberadaan dan ketunggalan penyelesaian medan Jacobi di atas [Lee , 1997]. Mengadopsi pendekatan Newton, pengamat γ dan f (s, .) berada dalam ruang rehat yang sama dan dipisahkan oleh vektor sJ i , yakni mengingat penderetan Taylor
f i (s, t) = f i (0, t) + sJ i (t) + O(s2 )
Jika m adalah massa dari pengamat f (s, .) maka gaya gravitasi yang dialami f (s, .) ¨ Tanda minus muncul karena arah gaya yang diakibatkan oleh γ adalah F = −msJ. berlawanan dengan J. Beralih ke sudut pandang relativitas umum, gaya tidal yang bekerja antara pengamat jatuh bebas γ yang bermassa m dan J diberikan oleh F = −m∇γ˙ ∇γ˙ J = mR (J, γ) ˙ γ. ˙ Dengan demikian, gaya tidal yang dirasakan menuju pengamat γ mempunyai komponen * F, − p
1 hJ, Ji
+ J
m
= −p
hJ, Ji
hR(J, γ) ˙ γ, ˙ Ji
(IV.5)
Persamaan di atas menunjukkan bahwa kelengkungan seksional bidang yang dibentang oleh {J, γ} ˙ bertanda non-positif. Karena hal di atas merupakan manifestasi dari
67
sifat medan gravitasi yang selalu tarik - menarik, maka dapat definisikan hal berikut Definisi IV.1 Pada p ∈ M gravitasi dikatakan bersifat tarik-menarik ke segala arah jika dan hanya jika kelengkungan seksional seluruh bidang bak-waktu pada Tp M bertanda non-positif. Terhadap pengamat tunggal γ, rata - rata gaya tidal yang dirasakan akibat gaya tidal ke segala arah diberikan oleh integrasi gaya tidal ke segala arah di atas kulit bola S n−2 . Untuk n = 4 diperoleh 3m = − 4π
Z
3m = − 4π
Z
hR(., γ) ˙ γ, ˙ .i µS 2 S 2 ⊂Tp M π/2
Z
2π
hR(cos θ(cos ϕe1 + sin ϕe2 ) + sin θe3 , γ) ˙ γ, ˙ −π/2
0
cos θ(cos ϕe1 + sin ϕe2 ) + sin θe3 i cos θdϕdθ Z 3m π/2 = − (π cos3 θ hR(e1 , γ) ˙ γ, ˙ e1 i + π cos3 θ hR(e2 , γ) ˙ γ, ˙ e2 i 4π −π/2 +2π cos θ sin2 θ hR(e3 , γ) ˙ γ, ˙ e3 i) cos θdθ 3 X = − hR(ei , γ) ˙ γ, ˙ ei i = −Ric(γ, ˙ γ) ˙
(IV.6)
i=1
Persamaan di atas memberikan motivasi untuk menyebut Ric(v, v) ≥ 0 untuk setiap vektor kausal v sebagai syarat konvergensi kausal. Berhubungan masalah syarat energi, syarat konvergensi kausal yang tidak terpenuhi ketika materi memenuhi syarat energi lemah adalah syarat energi kuat.
2. Titik - Titik Berkonjugasi Pada geodesik Definisi IV.2 Dua titik p, q ∈ M dikatakan saling berkonjugasi jika terdapat geodesik γ yang menghubungkan p dan q sedemikian rupa sehingga suatu medan Jacobi sepanjang γ yang tidak nol, lenyap pada kedua titik tersebut.
68
Mudahnya dikatakan p dan q berkonjugasi bila terdapat geodesik yang berde– katan beririsan pada kedua titik tersebut. Salah satu contoh sederhana adalah permukaan bola pada geometri Riemann: kedua kutubnya merupakan titik - titik yang saling berkonjugasi.
Gambar IV.1: Lingkaran besar (great circle) atau lingkaran yang melalui kutub kutub permukaan bola S2 merupakan geodesik. Geodesik - geodesik yang berasal dari suatu titik akan bertemu kembali pada kutub yang berlawanan dengannya. Oleh karena itu, kutub-kutub S2 merupakan dua titik yang saling berkonjugasi. Apabila geodesik γ: [a, b] → M dibangkitkan dari pemetaan eksponensial expp (tup ) dengan up ∈ Tp M maka setiap vektor vp ∈ Tup Tp M ≈ Tp M melalui variasi geodesik f (s, t) = expp (t(up + svp )) dapat dibangkitkan medan Jacobi yang berbentuk J = exp(t(up + svp ))∗ ∂s dengan ∇γ(a) J = vp . Medan variasi fs = J|s=0 ˙ d adalah Jvp (t) = ds expp t(up + svp ) = (expup )∗ vp yang menunjukkan setiap vp s=0 dipetakan satu - satu sepanjang geodesik. Karena vp dapat dipilih sembarang, maka
69
pada titik - titik konjugasi pemetaan (expup )∗ akan gagal mempunyai rank maksimal. Oleh karena itu dapat disusun kesimpulan berikut Simpulan IV.1 Misalkan γ: [a, b] → M geodesik tanpa titik konjugasi. Untuk setiap pasangan vektor vγ(a) ∈ Tγ(a) M dan vγ(b) ∈ Tγ(b) M akan terdapat medan Jacobi tunggal J sepanjang γ dengan J(a) = vγ(a) dan J(b) = vγ(b) Simpulan IV.2 Dua titik p, q dikatakan saling berkonjugasi jika dan hanya jika terdapat up ∈ Tp M sedemikian rupa sehingga exp(up ) = q dan expup : Tup Tp M → Texp(up ) M gagal mempunyai rank maksimal. Berikut disajikan beberapa lemma yang sangat membantu dalam pembahasan - pembahasaan berikutnya Lemma IV.1 Misalkan γ: [a, b] → M geodesik dan J, J˜ dua medan Jacobi yang D E D E ˜ ˜ lenyap pada t0 ∈ [a, b] dipenuhi hubungan ∇γ˙ J, J = ∇γ˙ J, J . D E D E ˜ γ˙ = R(J, ˜ γ)J, Bukti: Dengan menggunakan simetri R(J, γ) ˙ J, ˙ γ˙ dapat ditunD E D E D E D E ˜J ˜J jukkan bahwa ∇γ˙ ∇γ˙ J, J˜ − ∇γ˙ J, = 0 atau ∇γ˙ J, J˜ − ∇γ˙ J, ˜ 0 ) = 0 sehingga kondisi di atas konstan sepanjang geodesik. Tetapi J(t0 ) = J(t dipenuhi.
Lemma IV.2 Misalkan ξ(t) medan vektor sepanjang geodesik γ: [a, b] → M dengan ξ(t) k γ(t), ˙ ∀t ∈ [a, b]. 1. ξ merupakan medan vektor Jacobi sepanjang γ jika dan hanya jika ∃α, β ∈ R sedemikian rupa sehingga ξ(t) = (αt + β)γ(t) ˙ 2. Jika J medan Jacobi sepanjang γ maka pernyataan - pernyataan berikut saling ekuivalen (a) hJ(t), γ(t)i ˙ = 0, ∀t ∈ [a, b]
70
(b) terdapat c, d ∈ [a, b] dengan hJ(c), γ(c)i ˙ = 0 dan hJ(d), γ(d)i ˙ =0
˙ = 0. (c) terdapat c ∈ [a, b] dengan hJ(c), γ(c)i ˙ = 0 dan ∇γ(t) ˙ J, γ(t) Bukti:
1. Jika ξ(t) || γ(t), ˙ ∀t ∈ [a, b] maka dapat ditulis ξ(t) = ϕ(t)γ(t) ˙ dan sebagai medan Jacobi memenuhi R(ξ(t), γ(t)) ˙ γ(t) ˙ = R(ϕ(t)γ(t), ˙ γ(t)) ˙ γ(t) ˙ = 0, sehingga ∇γ˙ ∇γ˙ ξ(t) = 0. Hal ini berakibat ϕ(t) ¨ = 0, yang menunjukkan ϕ(t) fungsi linier dari t. Sebaliknya jika dapat dinyatakan ξ(t) = (αt + β)γ(t) ˙ maka ξ jelas merupakan medan Jacobi sepanjang γ. 2. Seperti di atas, didefinisikan ϕ(t) = hJ(t), γi. ˙ Akan dipenuhi ∇γ˙ ∇γ˙ ϕ = 0 yang menunjukkan ϕ linier terhadap t. Katakanlah ϕ(t) = αt + β, dengan demikian jika 2a dipenuhi maka 2b dipenuhi. Berikutnya karena ϕ˙ =
α = ∇γ(t) ˙ , jika dipenuhi 2c dapat ditunjukkan 2a juga dipenuhi, yaitu ˙ J γ(t) α = β = 0. Dengan cara yang sama, dapat ditunjukkan kondisi 2b berakibat
2c.
Lemma berikut menunjukkan bahwa komponen normal dan paralel medan Jacobi sepanjang geodesik juga merupakan medan Jacobi. Lemma IV.3 Misalkan γ: [a, b] → M geodesik bak-waktu atau bak-ruang dan J medan Jacobi sepanjang γ. Proyeksi ortogonal J > sepanjang γ˙ dan J ⊥ sepanjang γ˙ ⊥ juga merupakan medan Jacobi sepanjang γ. Bukti: Diasumsikan hγ, ˙ γi ˙ = η ∈ {−1, 1} maka J > = η hJ, γi ˙ γ. ˙ Karena γ geodesik, akan dipenuhi ∇γ˙ J > = η∇γ˙ hJ, γi ˙ γ˙ = η h∇γ˙ J, γi ˙ γ˙ = (∇γ˙ J)>
71
Dengan demikian ∇γ˙ ∇γ˙ J > = (∇γ˙ ∇γ˙ J)>
(IV.7)
Karena J > || γ˙ maka R J > , γ˙ γ˙ = 0 dan dari simetrinya diperoleh (R(J, γ) ˙ γ) ˙ > = 0, sehingga
∇γ˙ ∇γ˙ J > = ∇γ˙ ∇γ˙ J > + R J > , γ˙ γ˙ = (∇γ˙ ∇γ˙ J)> + (R(J, γ) ˙ γ) ˙ > = (∇γ˙ ∇γ˙ J + (R(J, γ) ˙ γ)) ˙ >=0
(IV.8)
Dengan demikian J > tampak sebagai medan Jacobi. Memakai persamaan IV.8 dan J ⊥ = J − J > , akan diperoleh
∇γ˙ ∇γ˙ J ⊥ = ∇γ˙ ∇γ˙ J
(IV.9)
serta R(J ⊥ , γ) ˙ γ˙ = R(J, γ) ˙ γ. ˙ Sehingga dipenuhi hubungan
∇γ˙ ∇γ˙ J ⊥ + R(J ⊥ , γ) ˙ γ˙ = ∇γ˙ ∇γ˙ J + R(J, γ) ˙ γ˙ = 0
yang menunjukkan bahwa J ⊥ merupakan medan Jacobi.
(IV.10)
Pada geodesik null, γ˙ normal terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itu terdapat kesulitan dalam mengidentifikasi ruang normal sepanjang γ. Tetapi mengingat bagian singgung medan Jacobi J > = (αt + β)γ˙ hanya menunjukkan perubahan parameter pada geodesik, maka bagian ini kurang begitu penting berkaitan dengan sifat - sifat medan Jacobi secara umum. Mengingat keadaan ini, pembahasan mengenai medan Jacobi dapat diperumum melingkupi medan Jacobi pada geodesik bak-waktu,
72
bak-ruang serta null sekaligus dengan memperkenalkan konsep ruang faktor atau ruang kelas ekuivalensi pada ruang normal sepanjang geodesik. Misalkan ruang normal ⊥ sepanjang geodesik γ(t) dinyatakan sebagai (γ(t)) ˙ , akan didefinisikan suatu relasi
antara anggota ruang normal sebagai berikut
v ∼ w ↔ ∃α ∈ R
sedemikian rupa sehingga
⊥ ∀v, w ∈ (γ(t)) ˙
w = v + αγ; ˙
Dengan memilih α, dapat ditunjukkan baahwa relasi di atas merupakan relasi ekui– valensi karena memenuhi sifat - sifat: reflektif (v ∼ w), simetris (v ∼ w → w ∼ v) dan transitif (v ∼ w, w ∼ u → v ∼ u). Setiap unsur pada ruang normal yang ekuivalen dengan v melalui relasi ekuivalensi tersebut dinyatakan dalam suatu kelas ⊥ ekuivalensi [v]. Himpunan semua kelas ekuivalensi pada (γ(t)) ˙ akan disebut sebagai o n ⊥ ⊥ . ˙ ruang faktor [γ(t)] ˙ = [v] v ∈ (γ(t))
Tidak terdapat satu unsurpun dalam ruang normal yang berada dalam dua kelas ekuivalensi yang berbeda. Oleh karena itu pada hakikatnya, penggunaan relasi ekuivalensi digunakan untuk memecah ruang normal menjadi beberapa bagian yang saling asing. Pada geodesik bak-ruang dan bak-waktu, dipenuhi hubungan ⊥ ⊥ [γ(t)] ˙ = (γ(t)) ˙ sebagai akibat tidak satupun unsur pada ruang normal yang dapat
dinyatakan sebagai jumlahan suatu vektor normal dengan vektor singgung geodesik. Dimensi ruang faktornya tentu saja menjadi n − 1. Sedangkan pada geodesik null, γ˙ normal atas dirinya sendiri. Dengan demikian ruang faktor pada geodesik null akan berdimensi n − 2 dan setiap vektor yang paralel terhadap vektor singgung geodesik akan berada dalam satu kelas ekuivalensi dengan vektor nol [(αt + β)γ(t)] ˙ = [0]. ⊥ ⊥ ⊥ Menggunakan operasi biner +: [γ(t)] ˙ ×[γ(t)] ˙ → [γ(t)] ˙ ; ⊥ ⊥ w] dan perkalian dengan bilangan riil ·: R×[γ(t)] ˙ → [γ(t)] ˙ ;
[v]+[w] = [v+
α·[v] = [αv], ruang
⊥ faktor [γ(t)] ˙ mempunyai struktur ruang vektor atas lapangan riil. Lazimnya ruang ⊥ vektor, pada ruang faktor [γ(t)] ˙ dapat didefinisikan tensor. Tentu saja, tensor yang
73
dibangun akan mempunyai hubungan dengan tensor pada ruang normal sepanjang geodesik. Definisi IV.3 Misalkan γ: [a, b] → M geodesik dan t ∈ [a, b]. Didefinisikan pula S ⊥ [γ] ˙ ⊥ = t∈[a,b] [γ(t)] ˙ . Pemetaan ⊥
⊥
⊥
[A](t): [γ(t)] ˙ × . . . × [γ(t)] ˙ × [γ(t)] ˙
∗
⊥
× . . . × [γ(t)] ˙
∗
→R
sepanjang γ dan multilinier akan disebut sebagai kelas tensor sepanjang γ. ⊥ Setiap pasangan basis {ei } dan {θj } dalam (γ(t)) ˙ memenuhi kondisi hei , γ(t)i ˙ =0
j [ ] dan θ , γ˙ (t) = 0. Oleh karena itu, dipenuhi hubungan A(v + αγ(t)) ˙ = A([v]) =
A(v) dan A(ϕ + αγ˙ [ (t)) = A([ϕ]) = A(ϕ). Hal ini menunjukkan adanya hubungan ⊥ saling mengimbas antara tensor A pada saat (γ(t)) ˙ dan kelas tensor [A] saat t melalui
hubungan
[A] [v1 ], . . . , [vs ], [ϕ1 ], . . . , [ϕr ] = A v1 , . . . , vs , ϕ1 , . . . , ϕr ⊥ . ϕi didefinisikan oleh [ϕi ]([v] = ϕi (v), ∀v ∈ (γ(t)) ˙ , dengan ϕi (γ) ˙ = 0.
Melalui cara ini, turunan kovarian sepanjang geodesik serta metrik pada ruang faktor dapat didefinisikan. Lemma IV.4 Jika Aˆ ∈ [A] medan tensor sepanjang geodesik γ, dapat didefinisikan ˙ := [∇γ˙ A] ˆ serta metrik [g]: [γ] [A] ˙ ⊥ × [γ] ˙ ⊥ → R,
[v], [w] 7−→ [g] ([v], [w]) :=
g(v, w) yang positif definite pada geodesik null. Bukti: Untuk menunjukkan bahwa eksistensi tensor tersebut, perlu ditunjukkan sifat ˆ cukup diuji pada fungsi, medan konsistensi tensor. Sebagai turunan, konsistensi [∇γ˙ A] vektor dan forma saja. Terhadap fungsi, hal ini trivial. Sedangkan untuk semua forma
74
ϕ yang memenuhi ϕ(γ) ˙ = 0 akan dipenuhi
∇γ(t) ˙ = ∇γ(t) (ϕ (V (t) + f (t)γ(t))) ˙ − ϕ ((V (t) + f (t)γ(t))) ˙ ˙ ϕ (V (t) + f (t)γ(t)) ˙ = ∇γ(t) (ϕ (V (t))) − ϕ ∇γ(t) ˙ γ(t) ˙ ˙ ˙ V (t) + df (γ(t)) +f ∇γ(t) ˙ ˙ γ(t) = ∇γ(t) (ϕ (V (t))) − ϕ ∇γ(t) ˙ ˙ V (t) = ∇γ(t) ˙ ϕ(V (t))
Sedangkan untuk medan vektor V (t) sepanjang γ diperoleh
∇γ(t) (V (t) + f (t)γ(t)) ˙ = ∇γ(t) ˙ γ(t) ˙ + f ∇γ(t) ˙ ˙ ˙ V (t) + df (γ(t)) ˙ γ(t) = ∇γ(t) (V (t)) ˙
dengan demikian telah dibuktikan konsistensinya. Sedangkan untuk metrik
[g] ([V (t) + f (t)γ], ˙ [W (t) + h(t)γ]) ˙ = g(V (t), W (t)) + g(f (t)γ, ˙ W (t)) +g(h(t)γ, ˙ V (t)) + g(f (t)γ, ˙ h(t)γ) ˙ = g(V (t), W (t)) = [g]([V (t)], [W (t)])
Pada geodesik null apabila dipilih basis ortonormal {E1 , . . . , En } yang paralel se– panjang γ dengan g(E1 , E1 )(t) = −1 sedemikian rupa sehingga dapat dituliskan ⊥ γ(t) ˙ = E1 + E2 tentulah [γ(t)] ˙ dibentang oleh {E3 , . . . , En } yang merupakan basis
bak-ruang, dengan demikian [g] positif definite.
Menggunakan Lemma karakterisasi medan tensor, dapat dibangun kelas tensor berikut ⊥ ⊥ Lemma IV.5 Terdapat operator [R]: [γ(t)] ˙ → [γ(t)] ˙ ,
[v] 7−→ [R(v, γ) ˙ γ] ˙
75
Bukti: karena R(γ, ˙ γ) ˙ γ˙ = 0 maka
R(., γ) ˙ γ˙ ((V (t) + f (t)γ(t))) ˙ = R(V (t) + f (t)γ(t), ˙ γ) ˙ γ˙ = R(V (t), γ) ˙ γ˙ = R(., γ) ˙ γ˙ ([V (t)])
menunjukkan [R] = [R(., γ) ˙ γ)] ˙ well defined.
Selanjutnya akan dicari suatu kelas tensor yang berpadanan dengan medan vektor Jacobi. Medan tensor ini mudah ditentukan dengan menggunakan bantuan sembarang medan vektor paralel sepanjang geodesik dengan nilai di (γ) ˙ ⊥ . Misalkan terdapat medan tensor A: (γ) ˙ ⊥ → (γ) ˙ ⊥ sepanjang geodesik yang berpadanan dengan kelas tensor [A], serta suatu medan vektor V (t) paralel sepanjang geodesik dengan nilai di (γ) ˙ ⊥ sedemikian rupa sehingga suatu medan vektor Jacobi J dapat dinyatakan sebagai J(t) = AV (t) . Tentu saja dipenuhi
0 = ∇γ˙ ∇γ˙ (AV ) + R(AV, γ) ˙ γ˙ = (∇γ˙ ∇γ˙ A)V + 2(∇γ˙ A)(∇γ˙ V ) +A(∇γ˙ ∇γ˙ V ) + R(AV, γ) ˙ γ˙ = (∇γ˙ ∇γ˙ A + R(A, γ) ˙ γ) ˙ (V ) = [(∇γ˙ ∇γ˙ A] + [R(A, γ) ˙ γ)] ˙ ([V ]) h i = A¨ + [R] [A] ([V ]) Definisi IV.4 Kelas tensor Jacobi adalah kelas tensor [A]: [γ] ˙ ⊥ → [γ] ˙ ⊥ sepanjang γ h i yang memenuhi A¨ + [R] [A] = 0 Sebaliknya jika [A] kelas tensor Jacobi dan V (t) medan vektor paralel sepanjang geodesik dengan nilai di (γ) ˙ ⊥ , dapat ditunjukkan [AV (t)] merupakan medan Jacobi.
76
Paparan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut Simpulan IV.3 Misalkan V (t) medan vektor paralel sepanjang geodesik dengan nilai di (γ) ˙ ⊥ , kelas tensor [A]: [γ] ˙ ⊥ → [γ] ˙ ⊥ sepanjang γ merupakan kelas tensor Jacobi jika dan hanya jika terdapat medan tensor A sepanjang geodesik yang mengimbas [A] dan mempunyai sifat J(t) = AV (t) merupakan medan Jacobi. Kesimpulan di atas menunjukkan bahwa medan vektor Jacobi berpadanan satu - satu dengan suatu kelas medan Jacobi sepanjang medan vektor paralel sepanjang geodesik. Tetapi karakter medan vektor paralel tidak menyumbang apapun sepanjang geodesik, oleh karena itu karakter kelas tensor Jacobi akan setara dengan medan Jacobi yang diwakilinya. Ungkapan keberadaan titik - titik berkonjugasi sepanjang geodesik menurut kelas tensor Jacobi dinyatakan melalui lemma berikut. Lemma IV.6 Titik - titik γ(c) dan γ(d) berkonjugasi sepanjang geodesik γ: [a, b] → M jika dan hanya jika suatu kelas tensor Jacobi [A] yang memenuhi kondisi [A](c) = ˙ [0] dan [A](c) = Id menjadi Singular di titik d. Bukti: Misalkan J(t) = AV (t) medan Jacobi, dari definisi titik -titik berkonjugasi diperoleh bahwa J(c) = J(d) = 0. Syarat batas di c mengakibatkan V (c) = ∇γ˙ J(c) sedangkan dari paralelitas V , diperoleh bahwa hV, γi ˙ konstan sepanjang geodesik. Karena V (c) 6= 0 maka V (d) 6= 0. Oleh karena itu pada d dipenuhi J(d) = A(d)V (d) = 0, sehingga A(d) singular. Sebaliknya jika γ(d) bukan titik yang berkonjugasi terhadap γ(c) maka J(d) = A(d)V (d) 6= 0 sehingga A(d) regular. Definisi IV.5 Untuk sembarang kelas tensor [B] sepanjang geodesik, adjoint [B] menurut [g] akan dinyatakan dengan [B]∗
77
Lemma berikut menunjukkan bahwa geodesik yang mengijinkan titik - titik −1 ˙ berkonjugasi, mempunyai kelas tensor [A][A] yang dibangun dari kelas tensor Ja-
cobi yang bersifat self-adjoint pada daerah titik yang bukan titik konjugasi. Lemma IV.7 Apabila suatu kelas tensor Jacobi [A] sepanjang geodesik γ: [a, b] → M memenuhi kondisi [A](t0 ) = [0] pada t0 ∈ [a, b] maka sepanjang geodesik dengan −1 ˙ [A](t) regular, kelas tensor [A][A] bersifat self-adjoint.
Bukti: Misalkan V, W medan vektor paralel sepanjang γ dengan nilai di (γ) ˙ ⊥ , dengan menggunakan simetri pada hR(., γ) ˙ γ, ˙ .i dapat ditunjukkan bahwa
∇γ˙ (hAV, ∇γ˙ AW i − h∇γ˙ AV, AW i) = 0
Apabila saat t0 dipenuhi A(t0 ) = 0, maka hAV, ∇γ˙ AW i = h∇γ˙ AV, AW i. Pada sembarang t yang mengijinkan A regular akan dipenuhi
∇γ˙ AA−1 V, W (t) = ∇γ˙ A(A−1 V ), A(A−1 W ) (t)
= A(A−1 V ), ∇γ˙ A(A−1 W ) (t)
= V, ∇γ˙ AA−1 W (t)
Misalkan pada geodesik γ: [a, b] → M dibangun n − 1 buah variasi licin yang berbentuk
f : Rn−1 × R → M, (s1 , . . . , sn−1 , t) 7−→ f (s1 , . . . , sn−1 , t). Untuk setiap geodesik t 7−→ f (s1 , . . . , sn−1 , t) akan dipenuhi hft , ft i ∈ {1, −1} dan pada saat t = a, vektor - vektor singgung {fs1 , . . . , fsn−1 , ft } saling bebas linier.
78
Dengan demikian medan vektor U := ft (s1 , . . . , sn−1 , t) merupakan medan vektor yang well defined didekat γ(a). Turunan kovarian U mempunyai beberapa pengaruh geometrik pada kongruensi geodesik. Fungsi θ = div(V ) mengukur divergensi atau rata - rata ekspansi geodesik - geodesik yang saling berdekatan. kemudian fungsi ω [ = dU [ mengukur rotasi infinitisimal kongruensi dan σ bagian simetris dari ∇U yang bebas trace mengukur distorsi volume infinitisimal geodesik - geodesik yang berdekatan [Kriele , 2001]. Saat (s1 , . . . , sn−1 ) = 0, informasi yang berkaitan dengan kelas tensor Jacobi dapat ditampilkan Sebagai medan Jacobi, fsi memenuhi
∇ft fsi , ft = ∇ft fsi , ft = ∇fsi ft , ft = 0 karena pada titik t = a hfsi (0, . . . , 0, a), γ(a)i ˙ = 0 maka hfsi (0, . . . , 0, t), γ(a)i ˙ =t ⊥ untuk semua t ∈ [a, b] menunjukkan bahwa fsi (0, . . . , o, t) ∈ (γ(t)) ˙ pada semua ⊥ i dan t. Apabila {E1 , . . . , En−1 } menyatakan medan basis ortonormal pada (γ(t)) ˙ ⊥ ⊥ sepanjang geodesik dan suatu medan tensor A: (γ(t)) ˙ → (γ(t)) ˙ sepanjang geode-
sik yang memetakan Ei ke fsi (0, . . . , 0, t), tentunya [A] menjadi kelas tensor Jacobi dan memenuhi
(∇γ˙ A) A−1 fsi = (∇γ˙ A) Ei = ∇γ˙ (AEi ) = ∇ft fsi = ∇fsi ft = ∇fsi U ⊥ Dengan demikian, karena medan vektor {fs1 , . . . , fsn−1 } membentang (γ(t)) ˙ , dapat ⊥ disimpulkan bahwa ∇v U = (∇γ˙ A) A−1 v untuk semua v ∈ (γ(t)) ˙ . Hal ini mem-
berikan motivasi untuk mendefinisikan hal berikut. Definisi IV.6 Semisal [A] kelas tensor Jacobi sepanjang geodesik γ, didefinisikan
−1 ˙ 1. Ekspansi dari [A] sebagai θ = tr [A][A] =
(det([A])). det([A])
79
∗ −1 −1 ˙ ˙ 2. Vortisitas dari [A] sebagai ω(t) = 1/2 [A][A] − [A][A] ∗ −1 −1 ˙ ˙ 3. Shear sebagai σ(t) = 1/2 [A][A] + [A][A] −
θ(t) Id r
dengan r = n − 1 untuk geodesik bak-waktu dan bak-ruang serta r = n − 2 untuk geodesik null. Lemma IV.8 (Persamaan Raychaudhuri) Jika [A] kelas tensor Jacobi, maka ekspansi dari [A] memenuhi θ2 2 2 ˙θ = −Ric(γ, ˙ γ) ˙ − tr(ω ) − tr(σ ) − r dengan r = n − 1 pada geodesik bak-waktu dan r = n − 2 pada geodesik null Bukti: Karena [A] kelas tensor Jacobi maka
−1 ˙ [A][A]
.
2 −1 −1 ˙ −1 −1 ˙ ¨ ˙ = [A][A] + [A] −[A] [A][A] = −[R] − [A][A]
dengan memperkenalkan medan basis ortonormal {E1 , . . . , En }. Dipilih En bakwaktu sedemikian rupa sehingga γ˙ = En untuk geodesik bak-waktu, γ˙ = En−1 untuk geodesik bak-ruang dan γ˙ = En + En−1 untuk geodesik null akan diperoleh bahwa tr([R]) = Ric(γ, ˙ γ) ˙ sehingga dipenuhi . . −1 −1 ˙ ˙ tr([A][A] ) = tr [A][A] 2 −1 ˙ = −[R] − [A][A] 2 ! θ = −Ric(γ, ˙ γ) ˙ − tr ω + σ + Id r θ2 2 2 2 = −Ric(γ, ˙ γ) ˙ − tr ω + σ + 2 Id + (ω + σ) + ωσ + σω r r
θ˙ =
Dari definisi, dapat diperoleh tr(ω) = tr(σ) = tr(ωσ) = tr(σω) = 0. Dengan
80
demikian dapat diperoleh persamaan Raychaudhuri
Dengan memakai lemma IV.6 terlihat bahwa pada titik konjugasi, ekspansi mengalami divergensi. Sedangkan apabila ekspansi divergen maka A singular. Oleh karena itu dapat diambil suatu kriteria bahwa suatu titik sepanjang geodesik menjadi titik konjugasi jika dan hanya jika ekspansi dititik tersebut divergen. Memakai kriteria ini dapat diberikan suatu proposisi yang menunjukkan keberadaan sepasang titik berkonjugasi sepanjang geodesik. Proposisi IV.1 Misalkan pada geodesik γ: [a, b] → M , ekspansi θ(t0 ) < 0 dan dipenuhi Ric(γ, ˙ γ) ˙ ≥ 0 sepanjang geodesik, maka akan terdapat sepasang titik berkonjugasi pada geodesik. −1 ˙ Bukti: Karena sepanjang titik yang tidak berkonjugasi kelas tensor [A][A] bersifat
self adjoint, maka dapat diperoleh ω = 0 dan tr(σ 2 ) ≥ 0. Apabila ditambahkan 2 syarat Ric(γ, ˙ γ) ˙ ≥ 0, persamaan Raychaudhuri akan memenuhi θ˙ ≤ − θr dengan
1 penyelesaian θ(t) ≥
1 0 + t−t . θ(t0 ) r
pada saat mendekati t = t0 −
Pengambilan θ(t0 ) < 0 sebagai syarat batas berakibat
r , θ0
θ(t) → −∞. Dengan demikian, terdapat suatu titik
konjugasi diantara γ(t0 ) dan γ(t0 −
r ) θ0
sepanjang geodesik.
3. Titik Fokal Submanifold Sepanjang Geodesik Dapat dibangun suatu variasi geodesik yang ortogonal terhadap suatu submanifold. Keberadaan variasi ini memungkinkan untuk mendefinisikan konsep yang serupa dengan konsep titik konjugasi sepanjang suatu geodesik tunggal. Lemma IV.9 Misalkan Σ submanifold dari M dan γ: [a, b] → M geodesik dengan γ(a) ∈ Σ, γ(a) ˙ ∈ (Tγ(a) Σ)⊥ . Medan vektor ξ sepanjang geodesik merupakan medan ˙ vektor variasi pada suatu variasi f : (−, ) × [a, b] → M terhadap geodesik ortogonal γ jika dan hanya jika ξ memenuhi sifat - sifat berikut
81
1. ξ medan Jacobi 2. ξ(a) ∈ Tγ(a) Σ 3. h∇γ˙ ξ(a), vi + hII(ξ(a), v), γ(a)i ˙ = 0 untuk semua v ∈ Tγ(a) Σ Bukti: Misalkan f variasi pada geodesik ortogonal dan ξ medan variasinya maka sifat 1 dipenuhi oleh ξ. kemudian karena setiap f (s, a) ∈ Σ maka sifat 2 dipenuhi pula. Menggunakan sifat yang dimiliki oleh setiap medan variasi ∇γ˙ ξ = ∇ft fs = ∇fs ft berakibat setiap medan vektor V yang menyinggung Σ
h∇γ˙ ξ, V i = h∇fs ft , V i = ∇fs hft , V i − hft , ∇fs V i = − hft , II(fs , V )i .
dengan demikian sifat 3 dipenuhi. Sebaliknya dapat dibuktikan bahwa medan vektor ξ yang memenuhi ketiga sifat di atas membangkitkan variasi geodesik ortogonal terhadap submanifold. Ambil µ: (−, ) → Σ sebagai kurva pada submanifold dengan µ(0) ˙ = ξ(a) dan suatu medan vektor V sepanjang µ yang memenuhi V (s)⊥Tµ(s) Σ dan V (0) = γ(0). ˙ Didefinisikan variasi geodesik f (s, t) := exp(tV (s)). Pada f (0, s) dipenuhi fs (0, s) = ξ(a) = µ(0).Variasi ˙ ini mempunyai medan variasi ξ jika dan hanya jika fs (0, a) = ξ(a) dan ∇γ(a) fs = ∇γ(a) ξ dan karena ∇γ(a) fs = ∇fs ft = ∇µ(0) V, maka harus diatur ˙ ˙ ˙ ˙ agar dipenuhi kondisi ∇µ(0) V = ∇γ(a) ξ , V perlu dipilih. Salah satu diantaranya ˙ ˙ ⊥ ⊥ ⊥ ∇γ(a) ξ , Dengan memilih V (s) ini , ξ(t) γ(a) ˙ + sPµ|[0,s] adalah V (s) = Pµ|[0,s] ˙ akan menjadi medan variasi pada f (s, t) = exp(tV (s)) = γV (s) (t).
Lemma di atas memberikan variasi geodesik sejenis. Tetapi jika γ adalah geodesik null, sifat tersebut tidak selalu terjamin. Diperlukan syarat tambahan agar variasi geodesik yang dihasilkan memberikan geodesik null. Diasumsikan f suatu variasi pada geodesik null dan ξ medan variasinya , maka persaman hft , ft i = 0
82
berakibat ∇fs hft , ft i = h∇fs ft , ft i = h∇ft fs , ft i = 0, sehingga ∇γ(a) ξ, γ(a) ˙ = 0. ˙
Padahal hξ(a), γ(a)i ˙ = 0 dengan demikian ∇γ(t) ˙ = 0 berlaku untuk semua ˙ ξ, γ(t) t ∈ [a, b]. Hal ini menunjukkan bahwa jika ξ medan variasi pada f maka ξ ortogonal sepanjang geodesik null. Sebaliknya jika medan vektor ξ memenuhi ketiga sifat pada lemma di atas, dan ortogonal sepanjang γ maka dapat dibuktikan terdapat variasi sepanjang geodesik null yang bermedan variasi ξ. Seperti sebelumnya, dibangun kurva s 7−→ µ(s) ∈ Σ dengan µ(0) = γ(a) dan µ(0) ˙ = ξ(a). Perlu dipilih V sepanjang µ yang mempunyai sifat hV (s), V (s)i = 0. Untuk itu dipilih medan vektor sepanjang kurva µ s 7−→ W (s) ∈ Tγ(a) M dengan W (0) = γ(a) ˙ dan hW (s), W (s)i = 0. Ditentukan ⊥ W (s), maka V (s)⊥Σ dan ∇µ˙ hV (s), V (s)i = 2 h∇µ˙ V (s), V (s)i = V (s) = P|[0,s] D E ⊥ 2 (∇µ˙ V (s)) , V (s) = 0 yang berakibat hV (s), V (s)i = 0, ∀s. Oleh karena itu
f (s, t) = exp(tV (s)) merupakan variasi bagi γ. Agar W bersesuaian dengan ξ, haruslah dapat dipenuhi ∇ft fs (0, a) = ∇γ˙ ξ. Karena (∇ft fs )(0,a) = (∇µ˙ V (s))(0,a) = ⊥ > d d W (s) + ∇ ξ , maka dengan memilih W (s) = ∇ ξ dapat γ(a) ˙ γ(a) ˙ ds ds |s=0 |s=0 diatur sehingga ∇ft fs (0, a) = ∇γ˙ ξ. Dengan demikian dapat disusun lemma berikut Lemma IV.10 misalkan ξ medan vektor sepanjang geodesik null γ memenuhi sifat - sifat 1, 2, dan 3 pada lemma IV.9 di atas, terdapat suatu variasi pada γ yang ortogonal pada submanifold Σ dengan medan variasi ξ jika dan hanya jika dipenuhi hξ(t), γ(t)i ˙ = 0, ∀t kedua lemma di atas menunjukkan hubungan saling membangkitkan antara medan vektor yang memenuhi syarat -syarat tertentu dengan suatu variasi geodesik yang ortogonal terhadap suatu submanifold. Keberadaan variasi geodesik ini menjadi alasan untuk membuat konsep yang setara dengan konsep titik - titik berkonjugasi pada geodesik tunggal. Titik ini disebut sebagai titik fokal suatu submanifold sepanjang
83
geodesik. Kondisi yang harus dipenuhi adalah lenyapnya medan vektor pembangkit variasi pada titik sepanjang geodesik yang menjadi titik fokal.
Gambar IV.2: Titik γ(b) menjadi titik fokal dari submanifold Σ di bawah medan variasi ξ
Definisi IV.7 Misalkan Σ ⊂ M submanifold dan γ: [a, b] → M geodesik dengan ⊥ γ(a) ∈ Σ, γ(a) ˙ ∈ Tγ(a) Σ . Titik γ(c) disebut titik fokal dari submanifold Σ sepanjang geodesik jika terdapat medan Jacobi sepanjang geodesik dengan sifat 1. J(a) ∈ Tγ(a) Σ, J(c) = 0 2. h∇γ˙ J(a), vi + hII(J(a), v), γ(a)i ˙ = 0 untuk setiap v ∈ Tγ(a) Σ. Definisi ini merupakan perluasan dari definisi titik - titik berkonjugasi karena ketika submanifold direduksi menjadi titik sepanjang geodesik, maka syarat kedua pada definisi di atas hilang dan menjadi definisi titik - titik berkonjugasi. Menggunakan sifat kedua pada definisi di atas dapat diperoleh lemma yang setara dengan lemma IV.1.
84
Lemma IV.11 Jika J1 , J2 medan Jacobi sepanjang geodesik γ: [a, b] → M ortogonal terhadap submanifold Σ yang memenuhi kondisi Ji (a) ∈ Tγ(a) Σ dan h∇γ˙ Ji (a), vi+ hII(Ji (a), v), γ(a)i ˙ = 0 untuk setiap v ∈ Tγ(a) Σ dan i ∈ {1, 2}, maka J1 , J2 akan memenuhi
∇γ(t) ˙ J1 , J2 (t) = ∇γ(t) ˙ J2 , J1 (t) .
untuk semua t ∈ [a, b] Misalkan ξ(t) medan Jacobi yang membangkitkan variasi geodesik yang ortogonal terhadap suatu submanifold. Medan Jacobi ini dapat dihubungkan dengan medan tensor A: (γ) ˙ ⊥ → (γ) ˙ ⊥ yang membangkitkan kelas tensor Jacobi [A] serta medan vektor paralel V (t) = Pγ[a,t] v sepanjang geodesik dengan nilai di (γ) ˙ ⊥ melalui hubungan ξ(t) = AV (t). Pada γ(a) dipenuhi
h∇γ˙ ξ(a), vi + hII(ξ(a), v), γ(a)i ˙ =0
atau ] ∇γ˙ ξ(a) = − hII(ξ(a), .), γ(a)i ˙
(IV.11)
∀v ∈ Tγ(a) Σ. Hal ini menunjukkan ∇γ˙ ξ(a) dapat dinyatakan sebagai fungsi dari ξ(a). Dengan demikian, untuk menyatakan ξ(t) secara lengkap cukup diketahui ξ(a) sebagai syarat batasnya. Pengambilan ξ(a) = V (a) = v akan menyebabkan [A](a) = Id. Seperti yang telah disebutkan dalam subbab tentang submanifold, Setiap medan vektor U pada submanifold Σ dan medan vektor N sepanjang Σ sedemikian rupa se-
85
hingga N (x) ∈ (Tx Σ)⊥ , untuk semua x ∈ Σ memenuhi ∇V N = (∇V N )⊥ − hII(V, .), N i] .
(IV.12)
Oleh karena itu, pengambilan syarat agar geodesik bersifat ortogonal terhadap submanifold dan Pembatasan ξ sebagai medan vektor pada Σ memberikan ∇ξ γ˙ = (∇ξ γ) ˙ ⊥ − hII(ξ, .), γi ˙ ].
(IV.13)
Tetapi sebagai medan variasi, ξ memenuhi hubungan Lγ˙ ξ = 0. Oleh karena itu persamaan di atas dapat dirubah dalam bentuk ∇γ˙ ξ = (∇γ˙ ξ)⊥ − hII(ξ, .), γi ˙ ].
(IV.14)
Dengan mengambil ξ(t) = AV (t) akan diperoleh
(∇γ˙ A) V
= (∇γ˙ AV )⊥ − hII(AV, .), γi ˙ ].
(IV.15)
(∇γ˙ A) V
= − hII(AV, .), γi ˙ ].
(IV.16)
˙ = −[hII(A, .), γi sehingga dipenuhi [A] ˙ ] ]. Apabila sepanjang geodesik terdapat titik fokal dari submanifold, menggunakan lemma IV.7 dapat diharapkan kelas tensor θ˜ := ∗ −1 −1 −1 ˙ ˙ ˙ akan menjadi θ˜ = [A][A] = −[hII(Id, .), γi ˙ ] ]. 1/2 [A][A] + [A][A] Apabila {Ei |i = 1, . . . , m; m = dim(Σ)} menyatakan medan vektor basis pada Σ, ekspansi θ sepanjang Σ akan memenuhi −1 ˜ = tr([A][A] ˙ θ = tr(θ) ) m X = − [hII(Ei , Ei ), γi ˙ ]] i=1
(IV.17)
86
= −m hHx , γi ˙ ] = −m hHx , γi ˙
(IV.18)
x ∈ Σ. Oleh karena itu dapat disusun proposisi yang setara dengan proposisi IV.1. Bukti - bukti proposisi diberikan dengan jalan yang sama. Proposisi IV.2 Misalkan Ric(γ, ˙ γ) ˙ ≥ 0 sepanjang geodesik γ: [a, b] → M yang ortogonal pada submanifold Σ dan medan vektor kelengkungan rata - rata H pada Σ
memenuhi Hγ(a) , γ(a) ˙ := c > 0, maka akan terdapat titik fokal dari Σ sepanjang γ sebelum γ(a + 1/c).
4. Variasi Fungsional Panjang dan Energi Kurva Panjang kurva γ: [a, b] → M pada sembarang manifold pseudo-Riemann dinyatakan dengan Z bp L(γ) := |g(γ(t), ˙ γ(t))| ˙ dt a
Oleh karena itu pada manifold Riemann selalu dapat ditentukan kurva terpendek tunggal antara dua titik yang ternyata adalah geodesik. Akan tetapi ketika indek metriknya tidak nol, tidak ada kurva terpendek ataupun kurva terpanjang yang menghubungkan dua titik karena selalu dapat ditemukan kurva null antara dua titik tersebut selalu dapat ditemukan pula kurva bak-ruang dengan panjang sembarang. Dibatasi pada manifold Lorentzian, pada subbab ini akan ditunjukkan adanya kurva berpanjang maksimum pada kelas kurva kausal kemudian akan dicari hubungannya dengan keberadaan titik fokal dari suatu submanifold sepanjang geodesik kausal. Pembahasan subbab ini juga berguna untuk memberikan penafsiran terhadap keberadaan titik konjugasi atau titik fokal sepanjang geodesik. Untuk keperluan ini akan dipelajari masalah pengekstriman panjang pada him-
87
punan kurva berparameter satu f (s, t): (−, ) × [a, b] → M,
(s, t) 7−→ f (s, t)
yang titik - titik ujungnya diperumum dengan dibatasi submanifold tanpa batas Σ1 , Σ2 . Syarat batas yang harus dipenuhi adalah f (s, a) ∈ Σ1 dan f (s, b) ∈ Σ2 untuk semua s. Agar lebih umum, variasi yang dilakukan menggunakan variasi kontinyu dan licin sepotong - sepotong dalam artian sebagian besar bagian kurva kurva variasi yang dihasilkan bersifat licin tetapi pada beberapa tempat dimana kurva gagal untuk licin akan diberi kelonggaran untuk minimal bersifat kontinyu. Definisi IV.8 Misalkan γ: [a, b] → M kurva yang menghubungkan submanifold terbuka Σ1 , Σ2 . Variasi kontinyu, f (s, t): (−, ) × [a, b] → M,
(s, t) 7−→ f (s, t) dikatakan
licin sepotong - sepotong jika terdapat t1 , . . . , tk ∈ (a, b) sedemikian rupa sehingga segmen kurva f ||(−,)×[ti ,ti+1 ] bersifat licin. Untuk mudahnya variasi ini akan cukup disebut variasi kontinyu, sedangkan medan vektor variasi licin sepotong - sepotong ξ(t) := (fs )|s=0 sepanjang γ akan cukup disebut sebagai medan vektor variasi. Pada sembarang medan vektor V sepanjang γ dan t0 ∈ [a, b] kita definisikan
∆V (t0 ) :=
lim
t→t0 ,t>t0
V (t) −
lim
t→t0 ,t
V (t)
V dikatakan kontinyu di t0 jika dan hanya jika ∆V (t0 ) = 0. Untuk melihat keekstriman kurva diperlukan perhitungan pada turunan pertama dan kedua L(f (s, .)) terhadap s. Lemma IV.12 (Variasi Fungsional Panjang I) Misalkan γ: [a, b] → M kurva licin sepotong - sepotong dengan t1 , . . . , tk ∈ (a, b) menyatakan titik - titik dimana γ gagal untuk licin, η = sign(hγ, ˙ γi) ˙ dan f (s, t)
88
sebagai variasi kontinyu pada γ. Maka derivatif L menurut s diberikan oleh
! + Z b* γ˙ d = − η ∇γ˙ p L(f (s, .)) , ξ dt ds |hγ, ˙ γi| ˙ a |s=0 * ! + k X γ(t ˙ i) − ∆ p , ξ(ti ) |hγ(t ˙ i ), γ(t ˙ i )i| i=1 * ! +b γ˙ p − η , ξ |hγ, ˙ γi| ˙ a
Bukti: Hal ini dapat diperoleh karena dipenuhi dp η hft , ft i = η ds
*
+
ft
*
+
ft
, ∇fs ft = η p , ∇ft fs η hft , ft i η hft , ft i * + * ! + ft ft = η∇ft p , fs − η ∇ft p , fs η hft , ft i η hft , ft i p
Pembatasan pada s = 0 memberikan fs = ξ dan ft = γ. ˙ Dengan demikian dapat diperoleh
* + Z b Z b * d γ˙ L(f (s, .)) = η∇γ˙ p , ξ dt − η ∇γ˙ ds η hγ, ˙ γi ˙ a a |s=0
!
γ˙ p
η hγ, ˙ γi ˙
+ ,ξ
Tetapi karena pada setiap interval [ti−1 , ti ] dipenuhi Z
*
ti
η∇γ˙ ti−1
γ˙ p
η hγ, ˙ γi ˙
+ ,ξ
* dt = η
lim η p
t→ti ,t
hγ(t), ˙ γ(t)i ˙
* − η
lim
t→ti ,t>ti−1
+
γ(t) ˙
, ξ(ti ) +
γ(t) ˙ p
η hγ(t), ˙ γ(t)i ˙
, ξ(ti−1 )
Pengambilan ke seluruh interval [a, b] dengan t0 = a dan tk+1 = b akan memberikan hasil sesuai dengan lemma. Sebagaimana dapat dilihat, variasi ini mengandung faktor
p η hγ, ˙ γi ˙ sebagai
dt
89
penyebut. Oleh karena itu tidak mungkin menggunakan variasi fungsional panjang untuk sembarang kurva dengan medan vektor singgung mengandung vektor null pa d da salah satu titiknya. Disamping itu kondisi ds L(f (s, .)) |s=0 = 0 tercapai jika dan hanya jika γ merupakan kurva prageodesik yang licin dan ortogonal terhadap ke– dua submanifold. Ini berarti, syarat perlu agar kurva menjadi kurva terpanjang yang menghubungkan Σ1 dan Σ2 adalah kurva prageodesik licin dan ortogonal terhadap submanifold Σ1 , Σ2 . Karena fungsional panjang bebas terhadap reparametrisasi kurva, parameter kurva dapat diambil sembarang. Lebih mudahnya diambil parameter sedemikian rupa η ∈ {−1, 1}. Menggunakan parameter ini, syarat perlu sebagai kurva prageodesik dapat digantikan dengan syarat perlu sebagai kurva geodesik. Apabila komplemen ortogonal sembarang medan vektor V sepanjang prageodesik γ sepanjang γ dinyatakan sebagai V ⊥ , akan dipemenuhi
(∇γ˙ V )⊥ = ∇γ˙ (V ⊥ )
(IV.19)
menggunakan persamaan ini, dapat diturunkan turunan kedua fungsional panjang berikut Lemma IV.13 (Variasi Fungsinal Panjang II) Misalkan γ geodesik bak-ruang atau geodesik bak-waktu dengan variasi kontinyu f (s, t). Apabila η = hγ, ˙ γi ˙ ∈ {−1, 1} dan t1 , . . . , tk ∈ (a, b) menyatakan titik - titik dimana f (s, .) gagal untuk licin . Maka derivatif kedua L menurut s diberikan oleh
d2 L(f (s, .)) = ds2 |s=0
Z η
b
( (∇γ˙ ξ)⊥ , (∇γ˙ ξ)⊥ + hR(ξ, γ)ξ, ˙ γi)dt ˙
a
b + η (∇fs fs )|s=0 , γ˙ a Z b
= − η ( ∇γ˙ ∇γ˙ ξ ⊥ + R(ξ ⊥ , γ) ˙ γ, ˙ ξ ⊥ )dt
a
90
− η
k X
∆(∇γ˙ ξ)⊥ (ti ), ξ ⊥ (ti )
i=1
b + η (∇fs fs )|s=0 , γ˙ a
Untuk kurva - kurva null, ekstrimasi kurva dapat dilakukan melalui fungsional Ra energi E(γ) := b 21 hγ(t), ˙ γ(t)i ˙ dt yang gayut terhadap parametrisasi kurva. Apabila p diambil g = hγ(t), ˙ γ(t)i ˙ dan f = 1 dengan menggunakan pertidaksamaan Schwarz diperoleh Z
2 Z Z 2 f.g dt ≤ f dt. g 2 dt
Oleh karena itu berlaku L(γ)2 ≤ 2tE(γ). Persamaan dipenuhi jika dan hanya jika g konstan atau jika dan hanya jika t sebanding dengan fungsional panjang. Dengan demikian kurva - kurva dengan kecepatan konstan akan mempunyai karakter variasi yang identik jika ditinjau dari fungsional panjang ataupun dengan fungsional energi. Hubungan antara E(γ) dan L(γ) di atas menunjukkan ekuivalensi analisa kurva dengan menggunakan kedua bentuk tersebut. Lemma IV.14 (Variasi Fungsional Energi I) Misalkan γ: [a, b] → M kurva licin sepotong - sepotong dengan t1 , . . . , tk ∈ (a, b) titik - titik dimana γ gagal untuk licin dan f (s, t) sebagai variasi kontinyu pada γ dengan medan variasi ξ. Maka derivatif E menurut s diberikan oleh
Z b i=1 X d E(f (s, .)) = h∇γ˙ γ, ˙ ξi dt + h∆γ(t ˙ i ), ξ(ti )i + hγ, ˙ ξi|ba ds a |s=0 k Dengan demikian
d E(f (s, .)) |s=0 ds
= 0 jika dan hanya jika γ merupakan
kurva geodesik licin dan ortogonal terhadap kedua submanifold. Hal ini menunjukkan kurva yang mengekstrimkan energi tentu juga mengekstrimkan fungsional panjang,
91
tetapi tidak sebaliknya. Lemma IV.15 (Variasi Fungsional Energi II) Misalkan γ: [a, b] → M geodesik. f (s, t) variasi kontinyu pada geodesik dengan t1 , . . . , tk ∈ (a, b) menyatakan titik - titik dimana f (s, .) gagal untuk licin, maka turunan kedua E terhadap s diberikan oleh
d2 E(f (s, .)) = ds2 |s=0
b
Z
(h∇γ˙ ξ, ∇γ˙ ξi + hR(ξ, γ)ξ, ˙ γi)dt ˙ a
+
Z
b (∇fs fs )|s=0 , γ˙ a b
= − −
(h∇γ˙ ∇γ˙ ξ + R(ξ, γ) ˙ γ, ˙ ξi)dt a k X
h∆∇γ˙ ξ(ti ), ξ(ti )i
i=1
+
b (∇fs fs )|s=0 , γ˙ a
b Lemma IV.9 memungkinkan untuk menggantikan suku (∇fs fs )|s=0 , γ˙ a de– ngan hIIΣ2 (ξ(b), ξ(b)), γ(b)i ˙ − hIIΣ1 (ξ(a), ξ(a)), γ(a)i. ˙ Dapat lebih mudah dilihat, d d bahwa ds L(f (s, .)) |s=0 dan ds E(f (s, .)) |s=0 merupakan bentuk kuadratik pada ruang semua medan variasi sepanjang geodesik. Kedua bentuk kuadratik ini dapat dikaitkan dengan bentuk - bentuk bilinier simetris pada ruang TΣ1 ,Σ2 γ yaitu ruang semua medan vektor licin sepotong - sepotong sepanjang geodesik yang menyinggung Σ1 di a dan menyinggung Σ2 di b. Didefinisikan 1. Bentuk indeks energi sebagai
(ξ1 , ξ2 ) IΣE,γ 1 ,Σ2
Z
IΣE,γ : TΣ1 ,Σ2 γ × TΣ1 ,Σ2 γ → R 1 ,Σ2
b
(h∇γ˙ ξ1 , ∇γ˙ ξ2 i + hR(ξ1 , γ)ξ ˙ 2 , γi)dt ˙
:= a
+ hIIΣ2 (ξ1 (b), ξ2 (b)), γ(b)i ˙ − hIIΣ1 (ξ1 (a), ξ2 (a)), γ(a)i ˙
Untuk semua jenis geodesik
92
IΣL,γ : TΣ1 ,Σ2 γ × TΣ1 ,Σ2 γ → R 1 ,Σ2
2. Bentuk indeks panjang sebagai
IΣL,γ (ξ1 , ξ2 ) 1 ,Σ2
b
Z :=
˙ 2 , γi)dt ˙ ( ∇γ˙ ξ1⊥ , ∇γ˙ ξ2⊥ + hR(ξ1 , γ)ξ
η a
+ η hIIΣ2 (ξ1 (b), ξ2 (b)), γ(b)i ˙ − η hIIΣ1 (ξ1 (a), ξ2 (a)), γ(a)i ˙
Untuk geodesik bak-ruang dan bak-waktu dengan η = hγ, ˙ γi ˙ ∈ {−1, 1} Berkaitan dengan titik fokal submanifold sepanjang geodesik, salah satu submanifold dapat direduksi menjadi titik ujung geodesik. Selanjutnya, geodesik yang akan dibahas akan dibatasi pada geodesik bak-waktu dan geodesik null saja. Dapat dilihat bahwa bentuk indeks panjang hanya gayut dengan komponen normal TΣ,γ(b) γ sepanjang geodesik. Misalkan γ geodesik bak-waktu tanpa titik konjugasi, sepanjang γ dapat disusun medan vektor basis {ji |i = 1, · · · , n − 1} pada ruang γ˙ ⊥ (t) yang masing - masing merupakan medan Jacobi. Apabila terdapat medan Jacobi V dan W ∈ TΣ,γ(b) γ, ungkapannya menurut basis {ji } dapat dinyatakan sebagai V = ai ji dengan ai konstan dan W = f i ji dengan f fungsi sepanjang geodesik. Bentuk indek panjang kedua medan vektor ini memenuhi
L,γ IΣ,γ(b) (V, V
Z
b
a˙ i ji , a˙ i ji dt + η V, ai j˙ i (b) a
= η V, ai j˙ i (b)
) = η
dan
L,γ IΣ,γ(b) (W, W )
=η
Z bD
E
f˙i ji , f˙i ji dt + η W, f i j˙ i (b)
a
L,γ L,γ Apabila V (b) = W (b) maka f i (b) = ai , oleh karena itu IΣ,γ(b) (W, W )−IΣ,γ(b) (V, V ) = D E Rb η a f˙i ji , f˙i ji dt. Karena {ji } bak-ruang sepanjang geodesik, maka suku terakhir
persamaan akan bertanda non-positif. Dengan demikian dapat diperoleh hubungan
93
L,γ L,γ IΣ,γ(b) (W, W ) ≤ IΣ,γ(b) (V, V ). Persamaan dipenuhi jika dan hanya jika f˙i = 0. kare-
na f˙i = 0 dan f i (b) = ai berimplikasi f (t) = a untuk semua t, ini setara dengan V = W . Dengan demikian dapat disusun lemma berikut Lemma IV.16 Misalkan pada γ: [a, b] → M geodesik bak-waktu ortogonal terhadap submanifold Σ di γ(a) yang tidak mempunyai titik fokal dari Σ. Setiap medan Jacobi V dan medan vektor licin sepotong - sepotong W yang masing - masing menyinggung Σ di γ(a) dan dipenuhi V (b) = W (b) maka dipenuhi
L,γ L,γ IΣ,γ(b) (W, W ) ≤ IΣ,γ(b) (V, V )
Persamaan terjadi jika dan hanya V = W . Tanpa melibatkan medan Jacobi V pada lemma di atas, Dapat dilihat bahwa sembarang medan vektor licin sepotong - sepotong sepanjang geodesik W yang lenyap pada titik γ(b) akan negatif semi-definite. Hal yang sama terjadi jika γ(b) merupakan titik fokal dari Σ. Simpulan IV.4 Misalkan pada γ: [a, b] → M geodesik bak-waktu ortogonal terhadap submanifold Σ di γ(a), Jika γ tidak mempunyai titik fokal atau hanya mempunL,γ yai titik fokal pada γ(b) maka untuk setiap W ∈ TΣ,γ(b) γ memenuhi IΣ,γ(b) (W, W ) ≤
0. Proposisi IV.3 Misalkan γ: [a, b] → M geodesik bak-waktu yang ortogonal terhadap submanifold Σ di γ(a), maka Σ mempunyai titik fokal pertama di c ∈ (a, b) jika dan hanya jika bentuk indeks IΣL,γ gagal untuk menjadi semi - definite. 1 ,{γ(b)} Bukti: Menggunakan kesimpulan IV.4, maka kegagalan IΣL,γ menjadi semi-definite 1 ,{γ(b)} merupakan suatu indikasi bagi keberadaan titik fokal pada interval (a, b). Sebaliknya jika terdapat titik fokal pertama dari Σ di c ∈ (a, b). Akan terdapat medan
94
Jacobi J yang menyinggung Σ di γ(a) dan lenyap di γ(c). Karena J ditentukan melalui syarat batas {J, ∇γ˙ J} pada suatu titik sepanjang geodesik, maka tentulah limt→c ∇γ˙ J(t) 6= 0. Didefinisikan medan vektor licin sepotong - sepotong
V (t) =
J(t) t ∈ [a, c] 0
t ∈ (c, b]
akan memenuhi ∆∇γ˙ V (c) = − limt→c ∇γ˙ J(t) 6= 0. Menggunakan medan vektor sepanjang geodesik W yang memenuhi
W (a) = W (b) = 0, hW (t), γ(t)i ˙ = 0, hW (c), ∆∇γ˙ V (c)i > 0
akan dapat diperoleh
(V, W ) (V, V ) + 2δIΣL,γ (V + δW, V + δW ) = IΣL,γ IΣL,γ 1 ,{γ(b)} 1 ,{γ(b)} 1 ,{γ(b)} +δ 2 IΣL,γ (W, W ) 1 ,{γ(b)} = −2ηδ hW (c), ∆∇γ˙ V (c)i + δ 2 IΣL,γ (W, W ) 1 ,{γ(b)} Pengambilan δ > 0 yang cukup kecil akan mengakibatkan sign(IΣL,γ (V +δW, V + 1 ,{γ(b)} δW ) = sign(−ηδ). Karena W dapat digantikan dengan −W , maka dapat ditunjukkan IΣL,γ gagal menjadi semi-definite. 1 ,{γ(b)}
Mengingat IΣE,γ mempunyai bentuk yang serupa dengan IΣL,γ pada 1 ,{γ(b)} 1 ,{γ(b)} bagian normal medan vektor sepanjang geodesik, maka dapat dibuat proposisi yang lebih luas dari proposisi di atas Proposisi IV.4 Misalkan IΣE,γ,⊥ menyatakan bentuk bilinier IΣE,γ yang dibatasi 1 ,{γ(b)} 1 ,{γ(b)} pada γ˙ ⊥ dengan γ: [a, b] → M geodesik kausal yang ortogonal terhadap submanifold Σ di γ(a), maka Σ mempunyai titik fokal pertama di c ∈ (a, b) jika dan hanya
95
jika bentuk indeks IΣE,γ,⊥ gagal untuk menjadi semi - definite. 1 ,{γ(b)} Bukti: Seperti sebelumnya, jika sepanjang γ tidak terdapat titik fokal tentulah terdapat himpunan medan Jacobi bebas linier {ji |i = 1, · · · , n } sepanjang geodesik. Pemilihan {ji |i = 1, · · · , n } saling ortogonal dengan jn = γ˙ untuk geodesik bakwaktu serta {ji |i = 1, · · · , n − 2} saling ortogonal dengan jn = γ˙ yang memenuhi hjn−1 , jn i = −1, hjn−1 , jn−1 i = hjn , jn i = 0 untuk geodesik null, memungkinkan untuk menulis setiap medan Jacobi V dan medan vektor W yang licin sepotongpotong sepanjang geodesik sebagai Y = ai ji dengan ai konstan dan X = f i ji dengan fi fungsi sepanjang geodesik. Pengambilan V (b) = W (b) mengakibatkan IΣE,γ,⊥ (V, V 1 ,{γ(b)}
Z
b
a˙ i ji , a˙ i ji dt + V, ai j˙ i (b) a
= V, ai j˙ i (b)
) =
dan
IΣE,γ,⊥ (W, W ) 1 ,{γ(b)}
=
Z bD
E
i i ˙ ˙ f ji , f ji dt + W, f i j˙ i (b)
a
dengan i = 1, · · · , n−1 untuk geodesik bak-waktu dan i = 1, · · · , n−2 untuk geodesik null. Apabila V (b) = W (b) maka f i (b) = ai , oleh karena itu IΣE,γ,⊥ (W, W ) − 1 ,{γ(b)} D E R b IΣE,γ,⊥ (V, V ) = a f˙i ji , f˙i ji dt. Karena {ji } bak-ruang sepanjang geodesik 1 ,{γ(b)} bak-waktu serta bak-ruang atau null sepanjang geodesik null, maka suku terakhir persamaan akan bertanda non-positif. Dengan demikian dapat diperoleh hubungan IΣE,γ,⊥ (W, W ) ≥ IΣE,γ,⊥ (V, V ). Persamaan dipenuhi jika dan hanya jika V = W . 1 ,{γ(b)} 1 ,{γ(b)} Dengan demikian jika titik fokal yang ada sepanjang geodesik hanya pada γ(b) atau tidak ada sama sekali akan menyebabkan dipenuhinya bentuk indeks IΣE,γ,⊥ ≥ 0. 1 ,{γ(b)} Bukti sebaliknya sama dengan proposisi sebelumnya.
Indeks panjang dan energi beserta variasinya berguna untuk menemukan jenis
96
variasi kurva yang diinginkan berikut perbandingan panjang dengan kurva sebelumnya. Salah satu contohnya adalah kemungkinan menemukan kurva variasi berjenis bak-waktu yang sedekat mungkin dari geodesik null jika geodesik null tersebut mempunyai titik fokal. Untuk menemukan jenis kurva tersebut, cukup dicari medan vektor variasinya. Jika terdapat titik fokal pada c ∈ (a, b), indeks IΣE,γ,⊥ akan gagal menjadi semi1 ,{γ(b)} definite. Ekspansi Taylor terhadap E(fs , .) mengharuskan
d2 E(fs , .) |s=0 ds2
< 0 agar
diperoleh kurva bak-waktu. Apabila dinyatakan fs (0, t) = ξ dan (∇fs fs )|s=0 = A, salah satu yang mungkin adalah dengan memilih h∇γ˙ ∇γ˙ ξ + R(ξ, γ) ˙ γ, ˙ ξi) > 0 dan h∇γ˙ ξ, ξi. + h∇γ˙ A, γi ˙ < 0. A tidak bisa dipilih secara bebas karena di γ(a) dipenuhi A⊥ = II(ξ, ξ). Karena setiap medan Jacobi J pada geodesik null bersifat bak-ruang maka pada interval [a, c + δ] dengan δ ∈ (0, b − c), akan terdapat medan vektor bakruang U (t) satu satuan dan fungsi ϕ: [a, b] → R yang positif pada interval (a, c) dan negatif pada interval (c, c + δ) sedemikian rupa J(t) = ϕ(t)U (t). ξ dapat dipilih berbentuk ξ = (ψ + ϕ)U dengan ψ: [a, c + δ] → R fungsi positif. Dari h∇γ˙ ∇γ˙ ξ + R(ξ, γ) ˙ γ, ˙ ξi) = (ψ + ϕ)(ψ¨ + ψ(h∇γ˙ ∇γ˙ U + R(U, γ) ˙ γ, ˙ U i)
pada t ∈ [a, c+δ], pemilihan λ1 > 0 sedemikian rupa sehingga ψ(t) = λ1 (eλ2 t −eλ2 a ) mengakibatkan ψ¨ + ψ(h∇γ˙ ∇γ˙ U + R(U, γ) ˙ γ, ˙ U i = ψ((λ2 )2 + (h∇γ˙ ∇γ˙ U + R(U, γ) ˙ γ, ˙ U i) + λ1 (λ2 )2 eλ2 a
Jika λ2 > 0 dan memenuhi ((λ2 )2 + (h∇γ˙ ∇γ˙ U + R(U, γ) ˙ γ, ˙ U i) > 0 maka h∇γ˙ ∇γ˙ ξ + R(ξ, γ) ˙ γ, ˙ ξi) = (ψ + ϕ)(ψ¨ + ψ(h∇γ˙ ∇γ˙ U + R(U, γ) ˙ γ, ˙ U i) ≥ λ1 (λ2 )2 eλ2 a > 0
97
Dengan menyatakan λ1 =
−ϕ(c+δ) (eλ2 (c+δ) −eλ2 a )
dapat diperoleh beberapa kondisi berikut:
ψ(a) = 0, ϕ + ψ(c + δ) = 0 dan ϕ + ψ(t) > 0 untuk semua t ∈ [a, c]. Dengan demikian medan variasi ξ memenuhi beberapa kondisi: ξ(a) = J(a), ξ(c + δ) = 0 dan h∇γ˙ ∇γ˙ ξ + R(ξ, γ) ˙ γ, ˙ ξi) > 0 untuk semua t ∈ (a, c + δ). Untuk menentukan A, perlu dilihat syarat batas pada γ(a) ∈ Σ. Akan terdapat ⊥ basis e1 , · · · , en−1 pada (γ(a)) ˙ sedemikian rupa
1. en−1 = γ(a) ˙ 2. span e1 , · · · , edim(Σ) = Tγ(a)Σ 3. hei , ek i = δik untuk semua i ∈ e1 , · · · , en−2 dan k ∈ e1 , · · · , en−1 . Diambil en ∈ Tγ(a)Σ vektor null yang memenuhi hen , en−1 i = −1 dan hen , ei i = 0 untuk semua i ∈ {e1 , · · · , en−2 }. Apabila en (t) menyatakan transport paralel ei sepanjang geodesik untuk semua i ∈ {e1 , · · · , en }, akan terdapat Ξk sedemikian rupa P dapat dinyatakan II(ξ(a), ξ(a)) = nk=dim(Σ)+1 Ξk ek . Apabila diambil n−1 X
A(t) =
k=dim(Σ)+1
c+δ−t k Ξ ek − µ(t)en , c+δ−a
dimana
c+δ−t
µ(t) = (hII(ξ(a), ξ(a)), γ(a)i ˙ + ξ(a), ∇γ(a) ξ ) − ξ(t), ∇γ(t) ˙ ˙ ξ c+δ−a yang memenuhi kondisi µ(a) = hII(ξ(a), ξ(a)), γ(a)i ˙ = −Ξn dan µ(c + δ) = 1 ∇˙ 2 γ(c+δ)
˙ hξ, ξi = (ϕ + ψ)(ϕ˙ + ψ)(c + δ) = 0, akan dipenuhi kondisi A(a) =
II(ξ(a), ξ(a)) dan A(c + δ) = 0 serta * h∇γ˙ A, γi ˙ =
n−1 X
k=dim(Σ)+1
∇γ˙
c+δ−t k Ξ ek c+δ−a
+
− ∇γ˙ (µ(t)en ) , en−1
= µ˙
98
hII(ξ(a), ξ(a)), γ(a)i ˙ + ξ(a), ∇γ(a) ξ ˙ = − − ∇γ˙ ξ(t), ∇γ(t) ˙ ξ c+δ−a Dengan demikian
hII(ξ(a), ξ(a)), γ(a)i ˙ + ξ(a), ∇γ(a) ξ ˙ h∇γ˙ A, γi ˙ + ∇γ˙ h∇γ˙ ξ, ξi = − c+δ−a Karena suku
hII(ξ(a), ξ(a)), γ(a)i ˙ + ξ(a), ∇γ(a) ξ = h∇fs fs , ft i |(a,0) + ξ(a), ∇γ(a) ξ ˙ ˙
ξ = − hft , ∇ft fs i |(a,0) + ξ(a), ∇γ(a) ˙ ˙ = −ϕ(a)ϕ(a) ˙ + ϕ(a)(ψ(a) + ϕ(a)) ˙ ˙ = ϕ(a)ψ(a) ≥0
tentu h∇γ˙ A, γi ˙ + ∇γ˙ h∇γ˙ ξ, ξi < 0. keberadaan ξ dan A sepanjang geodesik null sesuai dengan syarat - syarat di atas cukup untuk membangkitkan variasi kurva bakwaktu. Simpulan IV.5 Jika pada geodesik null γ: [a, b] → M terdapat titik fokal pada c ∈ (a, b) maka akan terdapat kurva bak-waktu yang cukup dekat dengan γ. Simpulan IV.6 Jika pada geodesik bak-waktu γ: [a, b] → M terdapat titik fokal pada c ∈ (a, b) maka akan terdapat variasi pada γ yang menghasilkan kurva lebih panjang dari γ . Bukti: Keberadaan titik fokal pada γ dicirikan oleh kesemi-definitan indeks panjang IΣL,γ . Misalkan ξ− , ξ+ medan variasi yang memenuhi hubungan IΣL,γ (ξ+ , ξ+ ) > 1 ,{γ(b)} 1 ,{γ(b)} (ξ− , ξ− ) < 0. Dapat dibangkitkan variasi f± pada γ oleh medan vektor 0 dan IΣL,γ 1 ,{γ(b)} variasi ξ± . Ekspansi Taylornya L(f± (s, .)) = L(γ)+1/2s2 IΣL,γ (ξ± , ξ± )+O(s2 ). 1 ,{γ(b)}
99
Oleh karena itu, dapat ditemukan variasi yang menghasilkan kurva yang lebih panjang dan yang lebih pendek dari kurva γ.
5. Titik Konjugasi Pada Geodesik Komplit Proposisi IV.1 tidak selalu dapat diterapkan pada sembarang geodesik. Untuk geodesik yang komplit diperlukan beberapa lemma tambahan yang dapat menjamin eksistensi titik - titik konjugasi sepanjang geodesik. Lemma IV.17 Apabila [A] dan [B] dua kelas tensor Jacobi sepanjang geodesik γ, ˙ ∗ [B] − [A]∗ [B] ˙ paralel sepanjang geodesik. maka kelas tensor [A] Bukti: Menggunakan sifat self-adjoint dari [R] diperoleh ˙ ∗ )[B] − [A]∗ [B]) ˙ ¨ ∗ [B] − [A]∗ [B] ¨ ∇γ˙ ([A] = [A] = −([R][A])∗ [B] − [A]∗ [R][B] = −[A]∗ [R]∗ [B] + [A]∗ [R][B] = 0 ˙ ∗ )[B] − [A]∗ [B] ˙ paralel sepanjang geodesik. Dengan demikian [A]
Apabila tidak terdapat titik konjugasi sepanjang geodesik γ |[t0 ,∞) , maka kelas medan Jacobi [A] yang dinyatakaan secara tunggal melalui syarat batas [A](t0 ) = 0 ˙ 0 ) = Id akan nonsingular sepanjang geodesik, kecuali pada t0 . Mengdan [A](t gunakan medan kerangka Ei i = 1, · · · , r : r = dim([γ] ˙ ⊥ ) dapat dibangun kelas medan [C] berikut
i
([C][v]) :=
[A]ij (t)
Z t
tˆ
(([A]∗ [A])−1 )jk (s)[v]k ds
100
Tentu saja [C](tˆ) = 0. Dapat ditunjukkan kelas tensor ini merupakan kelas tensor Jacobi, karena i ˙ ˙ i (t) ([C][v]) = [A] j
Z
tˆ
(([A]∗ [A])−1 )jk (s)[v]k ds − [A]ij (t)(([A]∗ [A])−1 )jk (s)[v]k
t −1 ˙ = ([A][A] [C][v] − ([A]∗ )−1 [v])i
serta −1 −1 ˙ ¨ ¨ ˙ [C][v] = [A][A] [C][v] − [A][A] [A][A]−1 [C][v] −1 −1 ˙ ˙ ˙ ∗ ([A]∗ )−1 [v] +[A][A] ([A][A] [C] − [A]∗ )[v] + ([A]∗ )−1 [A] −1 −1 −1 ∗ ¨ ˙ ˙ = [A][A] [C][v] + ([A][A] − ([A][A] ) )([A]∗ )−1 [v] −1 ¨ = [A][A] [C][v]
Dengan demikian −1 ¨ + [R][C] = [A][A] ¨ [C] [C] + [R][A][A]−1 [C]
¨ + [R][A])[A]−1 [C] = 0 = ([A]
Apabila terdapat kelas tensor Jacobi [Btˆ] yang memenuhi syarat batas [Btˆ](tˆ) = 0 dan [Btˆ](t0 ) = Id maka persamaan [C] = [Btˆ] tercapai jika dan hanya jika dipenuhi ˙ tˆ). Syarat kondisi batas yang sama, diantaranya [Btˆ](tˆ) = [C](tˆ) dan [B˙ tˆ](tˆ) = [C]( batas pertama sudah dipenuhi sedangkan syarat batas kedua terpenuhi pula karena ˙ = ˙ ∗ [B]−[A]∗ [B] ˙ tˆ) = −([A]∗ )−1 (tˆ) dan menggunakan lemma IV.17 diperoleh [A] [C]( ∗ ˙ ˙ ˙ ∗ ˙ ∗ [B] − [A]∗ [B])(t ˆ ˆ ([A] 0 ) = Id maka pada t dipenuhi ([A] [B] − [A] [B])(t) = Id =
˙ tˆ) atau [B]( ˙ tˆ) = −([A]∗ )−1 (tˆ) = [C]( ˙ tˆ). Hal ini menunjukkan [Btˆ] dapat −[A]∗ [B](
101
dinyatakan sebagai tˆ
Z
(([A]∗ [A])−1 )(s)ds
[Btˆ] = [A](t) t
Dapat ditunjukkan limtˆ→∞ [Btˆ] ada jika untuk a < t0 segment geodesik γ: [a, ∞) → M tidak bertitik konjugat serta nonsingular untuk setiap t > t0 . Jika limtˆ→∞ [Btˆ] ada, maka tentulah dapat ditentukan secara tunggal melalui syarat batas limtˆ→∞ [Btˆ](t0 ) dan limtˆ→∞ [B˙ tˆ](t0 ). Untuk syarat batas pertama, limtˆ→∞ [Btˆ](t0 ) = Id; ∀tˆ ∈ R. Sedangkan untuk limtˆ→∞ [B˙ tˆ](t0 ), ditentukan sebagai berikut ˙ 0 ) = Id, maka untuk setiap [v] ∈ [γ(t Menggunakan [A](t ˙ 0 )]⊥ akan memenuhi ˙ i (t0 ) [g]([B˙ tˆ](t0 )[v], [v]) = δil [A] j
Z
tˆ
(([A]∗ [A])−1 )jk (s)[v]k [v]l ds − [g](([A]∗ )−1 )[v], [v])
t
Z =
tˆ
δil (([A]∗ [A])−1 )ik (s)[v]k [v]l ds − [g](([A]∗ )−1 )[v], [v])
t
Untuk setiap tˆ+ > tˆ− [g]([B˙ tˆ+ ](t0 )[v], [v]) − [g]([B˙ tˆ− ](t0 )[v], [v]) =
Z
tˆ−
tˆ+ tˆ−
Z =
δil (([A]∗ [A])−1 )ik (s)[v]k [v]l ds [g]((([A]∗ [A])−1 )(s)[v], [v])ds
tˆ+
Karena [g] poisitif definite dan
[g]((([A]∗ [A])−1 )(s)[v], [v]) = [g]((([A]∗ [A])−1 )(s)[v], ([A]∗ [A])([A]∗ [A])−1 [v]) = [g]([A](([A]∗ [A])−1 )(s)[v], [A]([A]∗ [A])−1 [v])
maka [g]([B˙ tˆ+ ](t0 )[v], [v]) − [g]([B˙ tˆ− ](t0 )[v], [v]) merupakan suku yang positif definite. Hal ini menunjukkan fungsi tˆ → [g]([B˙ tˆ](t0 )[v], [v]) merupakan fungsi yang
102
E,γ,⊥ monoton naik. Menggunakan kesemi-definitan dari bentuk indeks I{γ(a)},
{γ(tˆ)}
dan
menerapkan pada medan vektor Jacobi licin sepotong - sepotong Ba (t)Pγ|[t,t ] t ∈ [a, t0 ] 0 J(t) = Btˆ(t)Pγ|[t0 ,t] t ∈ (t0 , tˆ] Segment interval geodesik [a, tˆ] tidak mempunyai titik konjugasi jika dan hanya jika E,γ,⊥ I{γ(a)},
{γ(tˆ)}
≥0
E,γ,⊥ I{γ(a)}, {γ(tˆ)}
Z
tˆ
(h∇γ˙ J, ∇γ˙ Ji + hR(J, γ)J, ˙ γi)dt ˙
= a
Z
tˆ
(h∇γ˙ ∇γ˙ J + R(J, γ) ˙ γ, ˙ Ji)dt − ∆∇γ(t ˙ 0 ) J, J(t0 ) Da E D E = − B˙ tˆ(t0 )v, Btˆ(t0 )v + B˙ a (t0 )v, Ba (t0 )v ˙ ˙ = −[g] [Btˆ](t0 )[v], [Btˆ](t0 )[v] − [g] [Ba ](t0 )[v], [Ba ](t0 )[v] = −[g] [B˙ tˆ](t0 )[v], [v] − [g] [B˙ a ](t0 )[v], [v] = −
yang berakibat [g] [B˙ a ](t0 )[v], [v] = lim [g] [B˙ tˆ](t0 )[v], [v] tˆ→∞
Hal ini berarti, bila terdapat kelas tensor Jacobi [B] yang merupakan limtˆ→∞ [Btˆ], ma˙ 0 ) = [B˙ a ]. [B] kemudian ka [B] akan memenuhi syarat batas [B](t0 ) = Id dan [B](t dapat dinyatakan dengan Z [B](t) = [A](t) t
∞
(([A]∗ [A])−1 )(s)ds
103
⊥ Misakan [v] ∈ [γ(t)] ˙ dan V medan vektor paralel sepanjang γ dengan V (t) =
v maka Z
−1
∞
[g]([A] [B][v], [v]) = Zt ∞ =
[g] (([A]∗ [A])−1 )[V ](s), [V ](s) ds [g] [A]([A]∗ [A])−1 [V ](s), [A]([A]∗ [A])−1 [V ](s) ds
t
> 0
Berimblikasi [A]−1 [B](t) nonsingular. Dengan demikian, karena B terdiri dari kompisisi dua kelas tensor non singular, maka [B] juga nonsingular. Simpulan IV.7 Jika geodesik γ tidak mempunyai titik konjugasi, maka dari setiap ˙ 0 ) = Id kelas tensor Jacobi [A] yang memenuhi syarat batas [A](t0 ) = 0 dan [A](t dapat dibangun kelas tensor Jacobi [Btˆ] yang memenuhi kondisi [Btˆ](tˆ) = 0 dan [Btˆ](t0 ) = Id serta mempunyai limit [B] = limtˆ→∞ [Btˆ] yang nonsingular untuk setiap t > t0 . Keberadaan [B] = limtˆ→∞ [Btˆ] merupakan petunjuk bahwa {[Btˆ]} terdefinisi pada semua t > t0 . Dengan cara serupa apabila γ |(−∞,t0 ] tidak mempunyai titik konjugasi, maka dari kelas tensor Jacobi [A] yang memenuhi syarat batas [A](t0 ) = 0 dan ˙ 0 ) = Id dapat dibangun kelas tensor Jacobi [A](t Z [Btˆ] = [A](t)
t
(([A]∗ [A])−1 )(s)ds
tˆ
yang memenuhi [Btˆ](tˆ) = 0 dan [Btˆ](t0 ) = Id yang terdefinisi untuk semua t ∈ (−∞, t0 ]. Selanjutnya akan ditunjukkan, bahwa {[Btˆ]} yang terdefinisi pada [t0 , ∞) akan membangkitkan titik konjugasi dari γ(tˆ) apabila memenuhi suatu syarat. Apabila Ric(γ(t), ˙ γ(t)) ˙ ≥ 0 untuk semua t, persamaan Raychaudhuri memenuhi per-
104
tidak samaan θ˙ ≤
−θ2 r
atau
1 θ[Bˆ] (t)
≥
t
1 θ[Bˆ] (t0 ) t
+
t−t0 . r
Karena [Btˆ](t0 ) = Id ma-
˙ 0 )). Syarat [t0 , ∞) tanpa titik konjugasi akan menyebabkan ka θ[Btˆ] (t0 ) = tr([A](t θ[Btˆ] (t0 ) ≥ 0. Karena ketika θ[Btˆ] (t0 ) > 0 akan terdapat t1 = t0 −
r θ[Bˆ] (t0 )
< t0 yang
t
menjadi titik konjugasi dari γ(tˆ) sedangkan θ[Btˆ] (t0 ) = 0 menyebabkan θ[Btˆ] (t) = 0 untuk semua t. Hal yang serupa terjadi jika pada interval (−∞, t0 ] diasumsikan tidak mempunyai titik konjugasi. Syarat tersebut mengakibatkan θ[Btˆ] (t0 ) ≤ 0 karena pengambilan θ[Btˆ] (t0 ) < 0 membangkitkan titik konjugasi pada t1 = t0 − θ[B r] (t0 ) > t0 tˆ
terhadap γ(tˆ). Simpulan IV.8 Pada geodesik komplit γ terdapat himpunan ≥ ˙ 0 )) 0 J± := [A] [A](t0 ) = Id, tr([A](t ≤
(IV.20)
yang membangkitkan titik berkonjugasi. Proposisi IV.5 Misalkan γ geodesik kausal komplit. Jika sepanjang geodesik terpenuhi kondisi Ric(γ(t), ˙ γ(t)) ˙ ≥ 0 untuk semua t dan terdapat t0 ∈ R sedemikian rupa sehingga pemetaan
R: (γ(t ˙ 0 )⊥ → (γ(t ˙ 0 )⊥ , v 7→ Rv := R(v, γ) ˙ γ˙
tidak sama dengan nol, maka γ mengandung sepasang titik berkonjugasi. Bukti: Jika R(., γ(t ˙ 0 ))γ(t ˙ 0 ) 6= 0, simetri pada R berakibat operator [R] tidak lenyap pula di t0 . Akan ditunjukkan bahwa kondisi di atas mengakibatkan setiap [A] ∈ J± akan memenuhi det[A](t) = 0 untuk t < t atau menyatakan divergensi ekspansi θ. > 0 Misalkan [A] ∈ J− . Karena σ self adjoint, tr(σ 2 ) ≥ 0 yang menyebabkan persamaan Raychaudhury memenuhi pertidak-samaan θ˙ ≤ −θ2 /r. Jika t1 > t0 dengan θ(t1 ) < 0, akan dipenuhi pertidak-samaan
1 θ(t)
≥
1 θ(t1 )
1 + t−t untuk setiap t ≥ t1 . Oleh karena r
105
itu, ekspansi θ(t) akan divergen di t2 = t1 −
r . θ(t1 )
Sebaliknya jika tidak terdapat
t1 > t0 dengan θ(t1 ) < 0, maka θ(t) = 0 ntuk semua t ≥ t0 . Padahal dari persamaan −1 −1 . ˙ ˙ Raychaudhury σ = 0 sehingga [A][A] = 0 juga pada t ≥ t0 . Karena ([A][A] ) = −1 2 ˙ −[R] − ([A][A] ) , maka R(., γ) ˙ γ˙ = 0 pada t ≥ t0 . Ini kontradiksi dengan asumsi
semula, sehingga asumsi R(., γ) ˙ γ˙ 6= 0 pada titik t0 berakibat keberadaan titik t1 > t0 dengan θ(t1 ) < 0. Bukti untuk [A] ∈ J+ diberikan dengan cara yang sama.
Proposisi IV.6 Misalkan γ geodesik kausal komplit. Jika sepanjang geodesik terpenuhi kondisi Ric(γ(t), ˙ γ(t)) ˙ ≥ 0 untuk semua t dan terdapat t0 ∈ R sedemikian rupa sehingga γ˙ c γ˙ d γ˙ [a Rb]cd[e γ˙ f ] (t0 ) 6= 0 maka γ mengandung sepasang titik berkonjugasi. Bukti: Cukup ditunjukkan bahwa kondisi γ˙ c γ˙ d γ˙ [a Rb]cd[e γ˙ f ] (t0 ) 6= 0 mengakibatkan keberadaan pemetaan
R: (γ(t ˙ 0 ))⊥ → (γ(t ˙ 0 ))⊥ ; v 7→ Rv := R(v, γ) ˙ γ˙
tidak sama dengan nol, konsekuensi berikutnya mengikuti proposisi sebelumnya. Jika γ bak-waktu γ˙ c γ˙ d γ˙ [a Rb]cd[e γ˙ f ] (t) 6= 0, maka begitu juga γ˙ c (t)γ˙ d (t)Rbcde 6= ⊥ 0. Oleh karena itu untuk setiap ξ ∈ (γ(t)) ˙ , pemetaan R(ξ, γ(t)) ˙ γ(t) ˙ 6= 0.
Misalkan γ null dan γ˙ c γ˙ d γ˙ [a Rb]cd[e γ˙ f ] (t) 6= 0. Dipilih basis {ei } pada Tγ(t) M sedemikian rupa sehingga en = γ(t) ˙ dan hei , ej i = δij , hei , er i = 0, her , es i = δrs − 1 untuk setiap i, j ∈ {1, · · · , n − 2} dan r, s ∈ {n − 1, n − 2}. Berhubungan dengan basis ini, diperoleh pasangan jodoh γ˙ a = δna dan γ˙ a = −δan−1 . Akibatnya n−1 4γ˙ c γ˙ d γ˙ [a Rb]cd[e γ˙ f ] (t) = 4δ[a Rb]nn[e δfn−1 ]
= δan−1 Rbnne δfn−1 − δbn−1 Ranne δfn−1 + δbn−1 Rannf δen−1 − δan−1 Rbnnf δen−1
106
Jika ungkapan di atas tidak lenyap, maka a atau b harus sama dengan n − 1 begitu juga e atau f . Semisal b = f = n − 1, maka ungkapan di atas menjadi
δan−1 R(n−1)nne − Ranne + Rann(n−1) δen−1 − δan−1 R(n−1)nn(n−1) δen−1 yang akan lenyap jika n ∈ {a, e}. Oleh karena itu, ungkapan γ˙ c γ˙ d γ˙ [a Rb]cd[e γ˙ f ] (t) berakibat a, e ∈ {1, · · · , n − 2} dan Ranne 6= 0. Tetapi ini berakibat pemetaan ⊥ ⊥ R(., γ) ˙ γ: ˙ (γ(t)) ˙ → (γ(t)) ˙ tidak lenyap.
Kondisi terkhir ini biasa disebut dengan syarat generisitas kausal. Kondisi ini bersifat teknis saja, karena himpunan medan metrik yang memenuhi syarat energi kuat menjadi dense bagi himpunan medan metrik yang memenuhi syarat energi kuat dan syarat generisitas sekaligus [Kriele , 2001].
BAB V STRUKTUR KAUSAL PADA RUANG-WAKTU 1. Orientabilitas Waktu Dalam fisika, terdapat konsep tentang arah waktu termodinamika lokal yang diberikan oleh arah kenaikan entropi suatu sistem termodinamika. Pada setiap titik selalu bisa didefinisikan lingkungan seperti itu, oleh karena itu, beralasan untuk membagi vektor - vektor kausal pada suatu titik menjadi dua himpunan yang saling asing; yaitu himpunan vektor yang dikatakan berarah ke masa depan (future directed) sebagai vektor - vektor yang searah dengan orientasi waktu dan vektor - vektor yang berarah ke masa lalu (past directed) yang berlawanan arah dengan orientasi waktu– nya. Apabila pembagian ini dapat dilakukan pada keseluruhan manifold, dikatakan manifold mempunyai orientasi waktu. Pembagian seperti ini hanya bisa dilakukan bila dapat didefinisikan medan vektor bak - waktu global kontinyu yang tidak lenyap di mana - mana. Ruang - waktu yang tidak mempunyai orientasi waktu akan mempunyai masalah dalam mengidentifikasi arah gerak waktunya. Definisi V.1 Manifold Lorentzian (M, g) dikatakan berorientasi waktu jika dan hanya jika terdapat medan vektor bak-waktu global yang tidak lenyap di mana - mana. Misalkan terdapat medan vektor bak-waktu global V pada manifold, vektor kausal w ∈ Tp M dikatakan berarah ke masa depan jika gp (V (p), w) > 0 dan dikatakan berarah ke masa lalu jika gp (V (p), w) < 0. Contoh sederhana ruang-waktu yang berorientasi waktu adalah ruang-waktu P Minkowski (M, g) = Rn+1 , −dx0 ⊗ dx0 + nk=1 dxk ⊗ dxk , orientasi waktunya diberikan oleh medan vektor V =
∂ . ∂x0
Dengan menggunakan orientasi waktu terse-
but, dapat dibuat kerucut bertumpuk yang disebut kerucut cahaya pada setiap titiknya.
107
108
Kerucut cahaya tersebut membagi ruang Minkowski menjadi tiga dae–rah; yaitu daerah waktu masa depan, daerah waktu masa lalu dan daerah bak-ruang. Keberadaan orientasi waktu memungkinkan untuk membuat hubungan sebab - akibat antar kejadian dalam ruang - waktu. Definisi V.2 Misalkan A, U ⊂ M 1. Kurva γ dikatakan kurva bak-waktu (atau null, kausal) berarah ke masa depan (atau ke masa lalu) jika γ(t) ˙ merupakan vektor bak-waktu (atau null, kausal) berarah ke masa depan (atau ke masa lalu) pada setiap t. 2.
• Masa depan kronologis dari subhimpunan A relatif terhadap subhimpunan U adalah himpunan titik - titik p ∈ M yang dapat diraih dengan kurva bak-waktu γ ⊂ U dari A ke p. Himpunan ini dilambangkan dengan I + (A, U). • Masa depan kausal dari himpunan A relatif terhadap himpunan U adalah himpunan titik - titik p ∈ M yang dapat diraih dengan kurva kausal γ ⊂ U dari A ke p. Himpunan ini dilambangkan dengan J + (A, U). • Horismon masa depan himpunan A relatif terhadap himpunan U sebagai
E + (A, U) := J + (A, U) − I + (A, U)
Batasan untuk masa lalu kronologis I − (A, U) dan masa lalu kausal J − (A, U) diberikan dengan cara yang serupa. Jika U = M, dengan I + (A) dan jika A = {p},
I + (A, U) cukup ditulis
I + (A, U) dapat ditulis dengan I + (p, U)
dan sebagainya. Berikut ini ditunjukkan beberapa sifat topologis pada himpunan - himpunan kausal yang telah disebutkan di atas
109
Lemma V.1 Apabila p ∈ M dan U lingkungan terbuka bagi p maka I + (p, U) terbuka. Bukti: Misalkan q ∈ I + (p, U) dan γ ⊂ U kurva bak-waktu dari p ke q. Apabila dipilih sistim koordinat (x0 , · · · , xn ) pada U dan V ⊂ U lingkungan kompak dari q yang cukup kecil. Karena kekompakan V, setiap r ∈ γ ∩ U akan terdapat α > 0 sedemikian rupa sehingga garis lurus bak-waktu γ dari r ke q serta sembarang garis lurus γ¯ dari r dengan ∠(γ, γ¯ ) < α akan memenuhi sup {hγ¯˙ (t), γ¯˙ (t)i |¯ γ (t) ∈ V } < 1 2
sup {hγ(t), ˙ γ(t)i ˙ |γ(t) ∈ V } < 0. Oleh karena itu γ¯ (t) semuanya bak-waktu dalam
V. Karena garis - garis ini memenuhi semua lingkungan dari q, maka I + (p, U) ter
buka.
J + (p, U) tidak selalu tertutup relatif terhadap U. Akan tetapi, akan dapat ditunjukkan bahwa pemilihan U yang cukup kecil akan membuat J + (p, U) manjadi tertutup relatif terhadap U. Simpulan V.1 Misalkan U terbuka dan A sembarang subset dari U, maka
I + (A, U) = I + I + (A, U) , U = I + J + (A, U) , U = J + I + (A, U) , U ⊂ J + (A, U) = J + J + (A, U) , U
Bukti: Hal ini jelas karena setiap kurva bak-waktu adalah kurva kausal, tetapi tidak
sebaliknya. Menggunakan lemma V.1, tentu saja himpunan I + (A) :=
S
p∈A
akan terbu-
ka, sehingga inklusi I + (A) ⊂ J + (A) mengakibatkan I + (A) ⊂ int (J + (A)). Sebaliknya karena int (J + (A)) terbuka, maka akan terdapat q ∈ I − (A)∩int (J + (A)). Oleh karena itu p ∈ I + (q) ⊂ I + (J + (A)) = I + (A) atau int (J + (A)) ⊂ I + (A). Dengan demikian tentulah I + (A) = int (J + (A)). Simpulan V.2 I + (A) = int (J + (A)).
110
Lemma berikut menunjukkan struktur kausalitas lokal pada sembarang manifold Lorentzian sama dengan Manifold Minkowski. Lemma V.2 Pada setiap lingkungan konveks U dari setiap titik p ∈ M memenuhi kondisi 1. q ∈ I + (p, U) (atau J + (p, U) ) jika dan hanya jika q = expp (v) dimana v vektor bak-waktu (atau kausal) berarah kemasa depan di p. 2. J + (p, U) = I + (p, U). Bukti: Misalkan U menyatakan lingkungan konveks titik p, akan terdapat geodesik tunggal γ yang menghubungkan p dengan setiap q ∈ I + (p, U). Tetapi karena ∇γ˙ hγ, ˙ γi ˙ = 2 h∇γ˙ γ, ˙ γi ˙ = 0, γ˙ tidak mengalami perubahan kelas kausalitas. Ini berarti ∀q ∈ I + (p, U) dapat dinyatakan q = expp (v) dengan v vektor bak-waktu berarah kemasa depan di p. Hal yang serupa dapat diterapkan untuk himpunan vektor kausal. Karena vektor kausal di Tp M merupakan klosur dari himpunan vektor bak-waktu maka J + (p, U) = I + (p, U).
Simpulan V.3 Jika q ∈ E(p, U) dapat diraih menggunakan kurva kausal γ yang bukan kurva geodesik null, maka titik tersebut dapat diraih menggunakan kurva bakwaktu. Bukti: Dalam suatu lingkungan konveks U, kurva kausal γ(t) ⊂ U yang bukan geodesik null selalu dapat divariasi menjadi kurva bak-waktu µ(t, s) = expγ(t) (s(t)V (t)) dengan V (t) orientasi waktu dan (t) fungsi positif sepanjang γ(t). Katakanlah γ(0) = p dan γ(1) = q, agar diperoleh variasi dengan titik tetap, (t) akan memenuhi kondisi (0) = 0 dan (1) = 0. Karena untuk sembarang kurva kausal γ yang menghubungkan dua titik pada manifold bersifat kompak, sembarang liput pada γ dapat dipilih subliput yang menjadi liput pada γ. Artinya, sepanjang γ dapat diliput
111
dengan lingkungan konveks. Menggunakan variasi seperti yang telah disebutkan di atas, maka γ dapat divariasi menjadi kurva bak-waktu.
Untuk menentukan struktur kausalitas global, kurva - kurva kausal tidak boleh hanya menghubungkan titik - titik dalam lingkungan konvek yang sama saja, akan tetapi harus diperluas ke sembarang titik pada manifold. Untuk keperluan itu, akan diperkenalkan jenis kurva kausal dengan derajat differensiabilitas terendah Definisi V.3 Kurva kontinyu γ ⊂ M dikatakan kausal (atau bak-waktu) dan berarah ke masa depan (atau ke masa lalu) jika pada setiap p ∈ M terdapat suatu lingkungan normal konveks Cp sedemikian rupa sehingga setiap pasangan titik yang berbeda q, r ∈ γ ∩ Cp dapat dihubungkan oleh kurva kausal (atau bak-waktu) yang kontinyu dalam Cp . Lemma berikut menunjukkan, setiap kurva kausal kontinyu memenuhi syarat Lipschitz sehingga licin hampir dimana - mana. Lemma V.3 Pada setiap p ∈ M, akan terdapat lingkungan konveks Cp dengan sistem koordinat lokal (x0 , · · · , xn−1 ) dan suatu konstanta riil k > 0 sedemikian rupa sehingga setiap kurva kausal γ dalam Cp dapat diparametrisasikan dengan t = x0 dan pertidak samaan v u n−1 uX t (γ a (t) − γ a (s))2 ≤ k |t − s| a=0
terpenuhi untuk setiap t, s. Bukti: Misalkan Cp mempunyai klosur kompak dengan dx0 bak-waktu dan dxi bakruang untuk i ∈ {1, · · · , n − 1}. Karena Cp kompak, akan terdapat konstanta k0 > 0 sedemikian rupa semua vektor kausal juga kausal menurut metrik datar k0 dt2 + Pn−1 i 2 i=1 (dx ) . Misalkan µ kurva kausal kontinyu dengan µ(t) = γ(t) dan µ(s) = γ(s)
112
. Khususnya µ dapat dipilih sehingga dipenuhi k0 = k0 (µ˙ 0 )2 ≥
Pn−1 i=1
((µ˙ i )2 . Jika
Gambar V.1: Sifat Lipschitzan setiap kurva kausal. n
a
basis standar R dinyatakan dengan (e0 , · · · , en−1 ) dan kv ea k =
qP
n−1 a 2 a=0 (v ) ,
akan
dipenuhi
Z t
a
kγ (t)ea − γ (s)ea k = kµ (t)ea − µ (s)ea k = µ ˙ (τ )dτ e a
s Z t p ≤ kµ˙ a (τ )ea k dτ ≤ 1 + k0 (t − s) a
a
a
a
s
Berikutnya perlu didefinisikan ciri - ciri kurva yang mungkin untuk "berhenti" atau "menuju ketak berhinggaan" atau hanya "berputar - putar" sekitar suatu ling– kungan. Konsep ini dapat dinyatakan lebih tepat memakai ide tentang titik ujung (end point) suatu kurva. Kurva licin bertitik ujung mungkin gagal diperpanjang menjadi kurva licin tetapi mungkin diperpanjang menjadi kurva kontinyu dengan menyambung kurva licin dengan titik ujung yang sama.
113
Definisi V.4 Suatu titik p dikatakan titik ujung masa depan (masa lalu) dari kurva kausal kontinyu berarah ke masa depan (atau ke masa lalu) γ(t) jika untuk setiap lingkungan Up dari titik p terdapat suatu nilai t0 sedemikian rupa sehingga γ(t) ∈ Up untuk setiap t > t0 (atau t < t0 ). Kurva kausal tanpa titik ujung masa depan (atau masa lalu) disebut future inextensible (atau past inextensible). Dapat dibangun topologi pada himpunan semua kurva kontinyu yang akan disebut dengan topologi-C 0 , yaitu topologi yang dibangun dengan menggunakan basis topologi yang berupa himpunan - himpunan kurva
O(U) := {γ |γ ⊂ U;
U terbuka di M} .
yaitu O(U) menyatakan himpunan kurva - kurva di dalam suatu lingkungan terbuka S U ⊂ M. Suatu kurva kontinyu µ dalam suatu lingkungan terbuka V = ni=1 Ui akan S dapat dinyatakan sebagai µ = ni=1 γi dengan γi menyatakan suatu kurva kontinyu di dalam lingkungan Ui . Dengan menggunakan topologi tersebut, dimungkinan untuk mendefinisikan konvergensi barisan kurva. Barisan kurva {γi }i∈N , dikatakan konvergen ke γ apabila setiap lingkungan V dari γ akan terdapat suatu i0 ∈ N sedemikian rupa γi ⊂ V untuk setiap i > i0 . Kurva γ ini disebut kurva limit atau kurva konvergensi dari barisan {γi }i∈N . Kondisi dengan syarat yang lebih lemah diberikan untuk kurva kluster atau kurva akumulasi. γ dikatakan sebagai kurva kluster dari barisan {γi }i∈N jika pada setiap lingkungan dari γ terdapat subbarisan dari {γi }i∈N yang mempunyai mempunyai kurva limit γ. Dengan demikian setiap kurva limit adalah kurva kluster tetapi tidak sebaliknya. Titik limit dari barisan kurva dapat didefinisikan dengan mengumpulkan titik - titik pada setiap barisan kurva {γi }i∈N yang mempunyai nilai parameter yang sama. Lemma V.4 Andaikan {λi } menyatakan barisan kurva kausal future inextendible
114
yang mempunyai titik limit p, akan terdapat kurva kausal λ yang future inextendible melalui p yang menjadi kurva kluster dari barisan kurva tersebut. Bukti: Dipilih suatu lingkungan konveks Up dari p. Selanjutnya didefinisikan Bp (r) sebagai bola terbuka berpusat di p berjari - jari r menurut suatu matrik Riemannian pada Up . Kekompakan ∂Bp (r) akan menyebabkan barisan kurva {λi } yang konvergen ke p akan mempunyai suatu subbarisan {λi } ∩ Bp (r) yang konvergen pada suatu titik q ∈ ∂Bp (r). Apabila jari - jari bola terbuka disusutkan menjadi = α.r,
α ∈ (0, 1),
dengan menggunakan prosedur yang sama akan dapat diperoleh subbarisan kurva λij = {λi } ∩ Bp () yang konvergen ke q() ∈ ∂Bp (). Klosur dari ∪ q() akan menghasilkan kurva λ yang melalui p. Misalkan pj (), qj () ∈ λij dengan pj () → p dan qj () → q(), Karena qj () ∈ J + (pj (), Bp ()), maka akan terdapat vektor kausal vj dengan exppj () (vj ) = qj (). Titik limit v dari himpunan vektor vj sedemikian rupa sehingga expp (v) = q haruslah kausal, karena himpunan vektor kausal bersifat tertutup. Oleh karena itu, q() ∈ J + (p(), Bp ()). Dengan demikian λ adalah kurva kausal.
2. Kondisi - Kondisi Kausalitas Meskipun secara lokal semua ruang - waktu mempunyai struktur kausalitas yang sama dengan ruang Minkowski, hal ini tidak selalu terjamin berlaku secara glo– bal. Ruang waktu S1 × R3 yang dibentuk dengan membuat pemetaan identitas antara x0 = 0 dan x0 = 1 pada hyperplane ruang Minkowski akan mempunyai kurva bakwaktu tertutup yang dibangkitkan oleh medan vektor
∂ , ∂x0
padahal ruang Minkows-
ki sendiri tidak mempunyai struktur seperti ini. Secara umum, ruang - waktu yang mengijinkan kurva kausal tertutup tidak dapat dianggap sebagai ruang - waktu yang realistis secara fisis. Seseorang yang kembali ke masa lalu dan membunuh dirinya yang lain dimasa itu akan mempunyai masalah dengan eksistensi dirinya. Paradok
115
inilah yang menyebabkan ruang - waktu yang mengijinkan kurva kausal tertutup dianggap tidak realistis, tetapi secara matematis tidak ada argumentasi untuk menolak eksistensinya.
Gambar V.2: Bidang ruang Minkowski (R2 , −dx0 ⊗ dx0 + dx1 ⊗ dx1 ) yang dibatasi oleh batas-batas x0 = 1 dan x0 = 0 dapat mempunyai kurva bak-waktu tertutup ketika batas - batasnya saling disambung membentuk ruang-waktu S1 × R
Definisi V.5 Himpunan kesalahan kronologi (chronology violating set) adalah himpunan titik - titik p ∈ M yang padanya dapat ditemukan kurva bak-waktu tertutup yang melaluinya. Sedangkan himpunan kesalahan kausalitas (causality violating set) dibe– rikan oleh himpunan titik - titik p ∈ M yang padanya dapat ditemukan kurva kausal tertutup yang melaluinya. Kondisi kronologis (atau kondisi kausalitas) terpenuhi pada (M, g) jika himpunan kesalahan kronologi (atau himpunan kesalahan kausalitas) kosong. Ruangwaktu yang memenuhi kondisi kronologis (atau kausalitas) disebut ruang-waktu yang kronologis (atau ruang-waktu kausal). Lemma V.5 Setiap unsur p dalam himpunan kesalahan kronologis (atau kesalahan kausalitas) dapat dinyatakan sebagai p ∈ I + (p) ∩ I − (p) (atau J + (p) ∩ J − (p)).
116
Bukti: Jika p unsur dalam himpunan kesalahan kronologis, tentulah p ∈ I + (p) dan terdapat kurva γ yang menghubungkan p dan q. Tetapi karena γ kompak, akan terdapat ri ∈ γ sedemikian rupa ri+1 ∈ I + (ri ) dan lingkungan - lingkungan I + (ri ) mengkover seluruh γ. Dengan demikian terdapat kurva bak-waktu dari p ke q. argumentasi yang sama diterapkan untuk memperoleh kurva bak-waktu dari q ke p. Oleh karena itu p ∈ I + (p) ∩ I − (p). Hal yang sama dapat diterapkan pada himpunan kesalahan kausalitas.
Ruang waktu yang memenuhi kondisi kausalitas tetapi mengijinkan keberadaan kurva kausal yang "hampir" berpotongan juga tidak dapat dikatakan realistis. Sedikit gangguan pada medan metriknya akan menyebabkan terjadinya kesalahan kausalitas. Sifat ini untuk mengungkapkan stabilitas ruang-waktu dalam mempertahankan bentuknya di bawah gangguan kecil. Dengan demikian, ruang-waktu yang "berdekatan" mempunyai sifat - sifat yang sama dengan ruang-waktu tersebut. "Kedekatan" ruang-waktu tersebut terungkap dalam tingkat deferensiablitas himpunan medan metrik pada ruang-waktu. Medan metrik g dikatakan medan metrik-C r dengan r ≥ 0 jika dapat didifferensialkan hingga derajat ke-r. Katakanlah Lorr (M) menyatakan himpunan semua medan metrik Lorentzian yang differensiabel hingga derajat ke-r. g, g˜ ∈ Lorr (M) dikatakan saling "berdekatan" apabila mempunyai nilai yang berdekatan hingga derajat differensial ke-r. Untuk lebih mudahnya, stabilitas ruang-waktu berikut hanya akan diungkapkan dalam tingkat kedekatan terendah yaitu kedekatan nilainya saja. Dengan demikian pada Lor0 (M) dapat disusun suatu lingkungan tebuka pada g ∈ Lor0 (M) sebagai Uδ (g) := {ˆ g ∈ Lor0 (M) ||ˆ g − g| < δ } ; dengan δ: M → (0, ∞). Dalam Lor0 (M) secara alamiah dapat didefinisikan relasi partial ordering < yang dinyatakan sebagai berikut: g < gˆ jika dan hanya jika setiap vektor kausal menurut g adalah vektor bak-waktu menurut gˆ. Definisi V.6
117
Ruang waktu (M, g) dikatakan kausal kuat (strongly causal) jika pada setiap p ∈ M, dapat ditemukan suatu lingkungan U dari p sedemikian rupa sehingga tidak terdapat kurva kausal yang melewati U lebih dari sekali. Ruang waktu (M, g) dikatakan kausal stabil (stably causal) jika terdapat gˆ ∈ Lor0 (M) sedemikian rupa sehingga g < gˆ dan (M, gˆ) memenuhi kondisi kausal. Dengan demikian, pada ruang-waktu yang kausal stabil dengan g < gˆ dapat disusun gλ ∈ Lor0 (M) yang dinyatakan dengan gλ = g + λ2 (ˆ g − g) untuk λ ∈ [0, 2] yang masing- masing mengijinkan ruang waktu kausal. Lemma V.6 Sembarang ruang-waktu yang kausal stabil mengijinkan "fungsi waktu" (fungsi kontinyu yang mempunyai nilai makin besar sepanjang kurva kausal berarah ke masa depan). Bukti: Menggunakan ukuran volume µ pada M menurut g sedemikian rupa sehingga − µ[M] = (µM ) < ∞, dapat didefinisikan suatu fungsi t− λ (p) := µ[Iλ (p)] dengan
Iλ− (p) menyatakan masa lalu kronologis titik p menurut gλ . Jelas t− λ (p) merupakan fungsi yang naik sepanjang kurva kausal berarah ke masa depan, akan tetapi tidak selalu berubah secara kontinyu. Salah satu upaya agar didapat suatu fungsi kontinyu adalah dengan membuat rerata t− λ (p) pada suatu interval nilai λ. Sebelumnya ukuran volume dinormalkan menjadi µ[M] = 1 sehingga 0 < t− λ (p) < 1, ∀p ∈ M. Rerata fungsi diberikan oleh Z t(p) =
1
t− λ (p)dλ.
0
Karena setiap t− λ (p) naik sepanjang kurva kausal berarah ke masa depan, maka begitu juga t(p). Diambil suatu lingkungan konveks B dari p dengan µ[B] < /2, ∈ (0, 1). Akan dapat ditemukan suatu lingkungan V dari p sehingga
− Iλ− (V, B) ∩ ∂B ⊂ Iλ+/2 (p, B) ∩ ∂B,
λ ∈ [0, 1]
118
yang berakibat
− Iλ− (q, M) − B ⊂ Iλ+/2 (p, M) − B,
∀q ∈ V,
λ ∈ [0, 1]
Sehingga − t− λ (q) ≤ tλ+/2 (p) + /2,
yang memberikan rerata t(q) ≤ t(p) +
∀q ∈ V.
∀q ∈ V. Ini menunjukkan t(p) memenuhi
sifat upper semi-continous. Lingkungan V dapat ditentukan karena beberapa alasan berikut: a) untuk 0 ≤ λ < λ0 ≤ 2 akan terdapat suatu lingkungan V[λ, λ0 ] dari p sedemikian rupa sehingga
Iλ− (V[λ, λ0 ], B) ∩ ∂B ⊂ Iλ−0 (p, B) ∩ ∂B
(V.1)
Tentu saja V[λ, λ0 ] tidak tunggal, dan setiap lingkungan dari p yang berada didalamnya juga akan memenuhi persamaan V.1. b) Jika λ < λ1 < λ01 < λ0 maka V[λ1 , λ01 ] juga memenuhi persamaan V.1. c) Bila diambil n ≥ 2/, maka lingkungan terbuka T i i+1 0 dari p yang didefinisikan dengan V := 2n i=0 V[ 2n , 2n ] dapat diambil sebagai V[λ, λ ] untuk setiap λ, λ0 dengan
1 n
≤ λ0 − λ,
λ ∈ [0, 1], khususnya λ0 = λ + /2. Sifat
lower semi-continous pada t(p) yaitu t(q) > t(p)+,
∀q ∈ V dapat dipenuhi karena
keberadaan lingkungan V yang memenuhi
− Iλ− (p, B) ∩ ∂B ⊂ Iλ+/2 (q, B) ∩ ∂B,
∀q ∈ V,
λ ∈ [0, 1]
Karena mempunyai limit batas atas dan batas bawah yang sama, maka telah dapat dibuktikan kekontinyuan t(p).
Lemma V.7 Ruang-waktu yang mengijinkan suatu "fungsi temporal" (yaitu fungsi yang gradiennya bak-waktu di mana-mana dan berarah ke masa lalu) merupakan
119
ruang-waktu yang kausal stabil. Bukti: Katakanlah f adalah suatu fungsi temporal, dan γ kurva bak-waktu berarah ke masa depan. Gradf = ∇f akan memenuhi g(γ, ˙ ∇f ) > 0 atau γ(f ˙ ) > 0. Dengan demikian f mempunyai nilai yang terus naik sepanjang γ, sehingga tidak mungkin nilai f kembali ke nilai awalnya. Ini berarti (M, g) bersifat kronologis. Penormalan terhadap ∇f yaitu g(∇f, ∇f ) = −1 akan menyebabkan g dapat dinyatakan sebagai g = −df ⊗df +h, dengan h merupakan pembatasan g pada bundel ortogonal terhadap ∇f dan df = (∇f )[ . Kemudian didefinisikan gλ = −λdf ⊗ df + h,
λ > 0. Oleh
karena itu f masih merupakan fungsi temporal menurut gλ dan gλ mengijinkan ruangwaktu yang bersifat kausal karena g = g1 < gα , untuk α > 1.
Berpatokan pada lemma V.6 dan lemma V.7 diperoleh kesimpulan berikut ini. Simpulan V.4 Ruang-waktu (M, g) kausal stabil jika dan hanya jika mengijinkan fungsi waktu. Hubungan antara kausal stabil dan kausal kuat dinyatakan dalam simpulan di bawah ini. Simpulan V.5 Kausal stabil berakibat kausal kuat. Bukti: Apabila kausal stabil dipenuhi, maka ruang - waktu dengan medan metrik yang pada setiap titiknya mempunyai kerucut cahaya lebih lebar dari medan metrik awal tetap tidak mengijinkan kurva bak-waktu tertutup. Oleh karena itu ruang - waktu dengan medan metrik awal tentulah juga tidak mengijinkan kurva bak-waktu tertutup. 3. Wilayah Kegayutan Untuk menampung gagasan tentang determinisme dalam teori relativitas umum, diperlukan konsep tentang identifikasi himpunan kejadian yang dapat diramalkan dari
120
himpunan suatu kejadian tertentu yang berlaku sebagai syarat batas suatu kejadian dalam ruang - waktu. Detail permasalahan ini tertuang dalam masalah Cauchy untuk relativitas umum. Untuk ringkasnya, subbab ini hanya mengambil inti permasalahannya saja yaitu bagaimana cara mengidentifikasi semua kejadian dalam ruangwaktu yang mutlak ditentukan oleh suatu syarat batas tertentu. Dapat dibayangkan, daerah penyelesaian dari suatu kejadian dengan syarat batas batas tertentu haruslah merupakan himpunan kejadian yang seluruh sinyalnya terdaftar pada syarat batas. Katakanlah himpunan kejadian syarat batas itu dinyatakan dengan A, maka suatu kejadian p ∈ I + (A) tapi bukan berada dalam daerah penyelesaian mempunyai makna suatu kejadian yang tidak dipengaruhi oleh syarat batas A. Dengan demikian tidak setiap unsur dalam himpunan kronologis dari A merupakan berada dalam daerah penyelesaian, akan tetapi tidak sebaliknya. Untuk lebih tepatnya, akan didefinisikan hal hal berikut Definisi V.7 Subhimpuan S ⊂ M disebut akronal jika tidak terdapat kurva bakwaktu yang beririsan dengannya lebih dari sekali: I + (S) ∩ S = ∅. 1. Bibir (edge) dari himpunan acronal S adalah himpunan titik titik p ∈ S¯ yang setiap lingkungan U-nya dapat ditemukan kurva bak-waktu γ dalam U yang menghubungkan titik - titik p+ ∈ I + (p, U) dan p− ∈ I − (p, U) dengan γ ∩ S = ∅. Bibir dari S akan dilambangkan dengan Bibir(S). 2. Wilayah kegayutan (domain of dependence) masa depan (atau masa lalu) dari suatu himpunan akronal S adalah himpunan semua titik p ∈ M sedemikian rupa sehingga setiap kurva kausal past inextensible (atau future inextensible) yang melalui p akan beririsan dengan S. Himpunan ini dilambangkan dengan D+ (S) (atau D− (S)). Himpunan D(S) = D+ (S) ∪ D− (S) disebut sebagai wilayah kegayutan total atau Cauchy development dari S.
121
Mudahnya dikatakan, himpunan akronal adalah himpunan yang setiap titiknya tidak terdapat pemisahan waktu satu dengan yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan mewakili semesta pada suatu saat. Hal ini dimotifasi oleh lemma berikut Lemma V.8 Jika S himpunan akronal tertutup dengan Bibir(M) = ∅ maka S adalah hypermanifold Lipschizan. ¯ Bibir(S) = ∅ berakibat setiap pasangan titik Bukti: Jika S tertutup, maka S = S. q + ∈ I + (S) dan q − ∈ I − (S) akan dapat terhubung oleh kurva bak-waktu γ hanya jika γ ∩ S 6= ∅. Tetapi karena S akronal, maka γ hanya akan mengiris S sekali, katakanlah pada titik p ∈ S. Apabila dibangun lingkungan konvek Up berpusat pada titik p yang secara lokal dinyatakan oleh sistem koordinat (x1 , · · · , xn ) dengan γ kurva integral dari
∂ , ∂x1
berakibat setiap titik r ∈ Up ∩ S dapat ditandai dengan koordinat
(0, x2 , · · · , xn ). Jadi Up ∩S secara lokal homeomorfis terhadap Rn−1 . Di samping itu, lemma V.3 menunjukkan S Lipschitzan. Oleh karena itu, sepanjang S dapat dibangun atlas yang menunjukkan S suatu hypersurface Lipschitzan.
Berikut ini akan dibuktikan beberapa sifat topologis yang penting dari D+ (S) Lemma V.9 p ∈ D+ (S) jika dan hanya jika setiap kurva bak-waktu past inextensible dari p beririsan dengan S Bukti: • Semisal himpunan semua titik yang setiap kurva bak-waktu past inextensible ˜ + (S). Jika p ∈ D+ (S) dari p beririsan dengan S akan dinyatakan dengan D ˜ + (S). Dengan demikian D+ (S) ⊂ D ˜ + (S). Tetapi jika q ∈ maka p ∈ D ˜ + (S), maka akan terdapat lingkungan Uq dari titik q sedemikian rupa M−D sehingga Uq ∩ S = ∅, oleh karena itu akan terdapat kurva past inextensible µ dari q yang tidak beririsan dengan S. Apabila r ∈ µ∩I − (q, Uq ) maka I + (q, Uq ) ˜ + (S). Sehingga M− D ˜ + (S) akan menjadi lingkungan terbuka bagi q di M− D
122
˜ + (S) tertutup. Akan tetapi karena D+ (S) merupakan himpunan tebuka atau D ˜ + (S). tertutup terkecil yang memuat D+ (S), tentulah D+ (S) ⊂ D • Untuk yang sebaliknya akan ditunjukkan dengan kontradiksi. Misalkan p ∈ ˜ + (S) terdapat lingkungan Vp dari p dengan Vp ∩ D+ (S = ∅, Dari r ∈ D I − (p, Vp ) akan terdapat kurva kausal γ yang past inextensible dari r yang tidak beririsan dengan S. Misalkan {yi } barisan dalam γ yang tidak konvergen kesembarang titik dengan yn+1 ∈ I − (yn ) dan Wn ∩ Wn+1 = ∅ untuk setiap Wi lingkungan konveks bagi yi . Melalui barisan {zk } di M dengan zn+1 ∈ I + (yn+1 , Wn+1 ) ∩ I − (zn , M − S)
akan dapat dibangun kurva bak-waktu past inextensible yang melalui {zk } dari ˜ + (S). Ini kontradiksi p yang tidak beririsan dengan S. Oleh karena itu p ∈ / D ˜ + (S). Oleh karena itu mestinya dengan asumsi semula yang menyatakan p ∈ D ˜ + (S) maka Vp ∩ D+ (S 6= ∅ untuk setiap lingkungan Vp , atau jika p ∈ D ˜ + (S) ⊂ D+ (S). D Lemma V.10 int[D+ (S)] = I − (D+ (S)) ∩ I + (S) Bukti : • Misalkan γ kurva kausal past inextensible dengan titik ujung masa depan di p = x0 , Jika p ∈ int[D+ (S)], akan terdapat lingkungan Op dari p sedemikian rupa Op ⊂ D+ (S). Dengan demikian dari q ∈ Op akan dapat ditemukan kurva bak-waktu past inextensible berarah ke masa depan yang beririsan dengan S sehingga q ∈ I + (S). Karena hal ini berlaku untuk setiap q ∈ Op , maka Op ⊂ I + (S).
123
• Selanjutnya akan dibuktikan I − (D+ (S)) ∩ I + (S) ⊂ int[D+ (S)]. Jika p ∈ I − (D+ (S)) ∩ I + (S), akan terdapat q ∈ D+ (S) ∩ I + (p). Misalkan γ kurva bak-waktu dari p ke q. Jika p ∈ / D+ (S), akan terdapat kurva µ yang past inextensible berujung masa depan di p dan tidak melalui S. Penyambungan µ dan γ akan mempenyai titik ujung masa depan di q dan past inextensible. Kurva γ akan beririsan dengan S di suatu titik, katakanlah r. Karena r ∈ I + (p) dan p ∈ I + (S), maka r ∈ I + (S). Ini berarti akan terdapat kurva bak-waktu dengan titik ujung masa depan di q ∈ I + (r) yang beririsan dengan S dua kali, jadi kontradiksi dengan akronalitas S. Serupa dengan lemma di atas, dapat ditunjukkan berlaku pula 1. int[D− (S)] = I + (D− (S)) ∩ I − (S) 2. int[D(S)] = I − (D+ (S)) ∩ I + (D− (S)). Berkaitan dengan batas - batas daerah yang dapat diprediksi dari data - data yang diketahui dari S, didefinisikan hal berikut Definisi V.8 Batas masa depan dari D+ (S) yaitu H + (S) = D+ (S) − I − (D+ (S)) disebut sebagai horizon Cauchy masa depan. Untuk horizon Cauchy masa lalu H − (S) didefinisikan dengan cara serupa. Karena berasal dari irisan dua himpunan tertutup D+ (S) dan M−I − (D+ (S)), maka H + (S) selalu tertutup. Juga karena I − (H + (S)) ⊂ I − (D+ (S)) ⊂ M − H + (S), jadi I − (H + (S)) ∩ H + (S) = ∅ ini menunjukkan H + (S) akronal. Sebagaimana dapat dilihat pada gambar V.3 di bawah, H + (S) akan beririsan dengan S jika S mempunyai Bibir atau S mempunyai bagian null. Sifat lainnya diberikan di bawah ini Lemma V.11
124
1. Bibir(H + (S)) = Bibir(S) 2. H(S) = ∂D(S) (Bukti): 1. Misalkan {Ui } merupakan lingkungan - lingkungan bagi q ∈ Bibir(H + (S)), Untuk setiap Ui akan terdapat titik - titik pi ∈ I − (q, Ui ) dan ri ∈ I + (q, Ui ) yang dapat dihubungkan oleh kurva λi ⊂ Ui dengan λi ∩ H + (S) = ∅. Karena H + (S) = D+ (S) − I − (D+ (S)), maka λi ∩ D+ (S) = ∅. Juga karena q ∈ D+ (S), maka I − (q) ⊂ I − (D+ (S)) ⊂ I − (S) ∩ D+ (S). Oleh karena itu, pi harus berada dalam I − (S). Juga setiap kurva bak-waktu yang past inextensible dari q haruslah beririsan dengan S. Oleh karena itu, untuk setiap Ui terdapat suatu titik di S dari q dan pi atau Ui ∩ S = 6 ∅. Oleh karena itu q ∈ S. Tetapi karena λi tidak beririsan dengan S, maka q ∈ Bibir(S). Bukti sebaliknya serupa dengan cara di atas. 2. Jelas dari definisi ∂D(S) = D(S) − int[D(S)]. Dengan demikian dapat disusun proposisi berikut yang menunjukkan hubu– ngan antara himpunan akronal tertutup dengan horizon Cauchy masa depannya. Proposisi V.1 Misalkan S himpunan akronal tertutup, maka H + (S) dibangkitkan oleh geodesik null yang past inextendible atau mempunyai titik ujung masa lalu di Bibir(S). (Bukti): Diasumsikan p ∈ H + (S) tetapi p ∈ / Bibir(S), maka akan terdapat dua kemungkinan yaitu p ∈ I + (S) atau p ∈ S tetapi p ∈ / Bibir(S). Dalam kasus p ∈ I + (S), karena p ∈ / I − (D+ (S)) tentu untuk setiap q ∈ I + (p) akan terdapat kurva kausal dari q yang past inextensible dan tidak beririsan
125
Gambar V.3: D+ S dan H + (S) dari himpunan akronal S yang mengandung bagian null dan bagian bak-ruang pada ruang Minkowski yang sebagian daerahnya dibuang dengan S. Misalkan qi barisan dalam I + (p) yang konvergen ke p dan {λi } barisan kurva kausal past inextensible yang setiap λi -nya melalui qi . Karena p menjadi titik limit dari {λi }, akan terdapat kurva kluster kausal λ past inextensible yang melalui p. Jika diasumsikan λ memasuki I + (S) ∩ I − (D+ (S)) ⊂ D+ (S, maka akan terdapat beberapa λi dengan λi ∩ D+ (S) 6= ∅ yang kontradiksi dengan asumsi awal yang menyatakan λi tidak beririsan dengan S. Oleh karena itu λ juga gagal beririsan de– ngan S. Juga karena I + (p) ⊂ I − (D+ (S)) = I − (D+ (S)). Hal ini berarti dalam I + (S), λ merupakan kurva kausal past inextensible yang gagal untuk memasuki I − (p) sehingga λ haruslah suatu geodesik null. Selanjutnya jika λ ∩ I + (S) gagal beririsan dengan S, dapat dikonstruksi kurva bak-waktu yang berarah ke kemasa lalu dari p dengan sifat serupa. Tetapi hal ini mustahil karena p ∈ D+ (S). Jadi tentulah λ ∩ I + (S) ⊂ D+ (S). Sehingga λ ∩ I + (S) ⊂ H + (S). Dengan demikian setiap p ∈ H + (S) ∩ I + (S) dilalui oleh geodesik null berarah ke masa lalu yang seluruhnya
126
berada dalam H + (S).
Oleh karena itu, apabila Bibir(S) kosong, maka H + (S) merupakan hypersurface akronal Lipschitzan yang dibangkitkan oleh geodesik null yang past inextendible. Himpunan akronal tertutup tanpa Bibir seperti ini disebut sebagai permukaan Cauchy parsial (partial Cauchy surface). Apabila D(S) = M, suatu permukaan Cauchy parsial disebut sebagai permukaan Cauchy global (global Cauchy surface) atau permukaan Cauchy saja. Akan ditunjukkan nanti, permukaan Cauchy merupakan hypersurface bak-ruang yang setiap kurva kausal yang menghubungkan masa depan dan masa lalu kronologisnya hanya dapat melaluinya tepat sekali saja. Ruang waktu (M, g) yang mengijinkan keberadaan permukaan Cauchy disebut sebagai ruang - waktu yang hiperbolis global (globally hyperbolic spacetime). Simpulan V.6 Jika M tersambung, maka suatu himpunan akronal tertutup Σ akan menjadi permukaan Cauchy jika dan hanya jika H(Σ) = ∅ Bukti: Jika H(Σ) = ∂D(Σ) = ∅ maka D(Σ) = int[D(Σ)] = D(Σ). Oleh karena itu, D(Σ) menjadi terbuka sekaligus tertutup. M akan tersambung jika dan hanya jika subset terbuka sekaligus tertutupnya adalah ∅ dan M sendiri. Padahal D(Σ) ⊃ Σ 6= ∅ oleh karena itu D(Σ) = M. Sebaliknya jika Σ permukaan Cauchy, maka D(Σ) = M dan Bibir(Σ) = ∅. Karena M tersambung, maka D(Σ) akan terbuka sekaligus tertutup. Oleh karena itu ∂D(σ) = H(Σ) = ∅.
Lemma V.12 Setiap kurva kausal inextendible akan beririsan dengan permukaan Cauchy Σ ,I + (Σ) dan I − (Σ). Bukti: dari kesimpulan V.6, jelas bahwa Σ menjadi permukaan Cauchy jika dan hanya jika ∂D(Σ) = ∅. Oleh karena itu cukup dibuktikan apakah setiap kurva kausal yang melewati titik - titik int[D(Σ)] akan melewati Σ ,I + (Σ) dan I − (Σ).
127
Mi–salkan γ menyatakan kurva kausal past inextendible dengan titik ujung masa depan di q = q0 ∈ int[D+ (Σ)], h menyatakan medan metrik Riemannan pada mani– fold M dan didefinisikan suatu lingkungan dari setiap p ∈ M menurut h sebagai B (p) := {ˆ p ∈ M |dh (p, pˆ) < } dengan dh (p, pˆ) = inf {L(λ) |λ kurva dari p ke pˆ}. Dengan kata lain, B (p) menyatakan titik - titik yang dapat diraih dari p menggunakan geodesik menurut h yang mempunyai panjang kurang dari . Misalkan {qi } ⊂ γ dengan qi+1 ∈ J − (qi ) menyatakan barisan tanpa titik akumulasi di masa lalu γ. apabila dinyatakan r0 ∈ I + (q0 ) ∩ int[D+ (Σ)], maka akan dapat ditemukan titik r1 ∈ I − (r0 ) ∩ I + (q0 , B1 (q0 )). Berturut - turut akan dapat dibangun barisan {ri } yang memenuhi hubungan ri ∈ I − (ri−1 ) ∩ I + (qi , B 1 (qi )) yang dapat dihubungkan i
+
dengan kurva bak-waktu µ ⊂ I (γ). Karena r0 ∈ int[D+ (Σ)], µ haruslah beririsan dengan Σ di suatu titik, katakanlah di r. Ini berarti akan terdapat qj ∈ I + (r) yang menunjukkan I + (γ) ∩ Σ 6= ∅. Bukti untuk q ∈ int[D− (Σ)] diberikan dengan cara
serupa.
Menggunakan lemma di atas dapat dibangun suatu proposisi tentang kriteria permukaan Cauchy Proposisi V.2 Misalkan Σ menyatakan himpunan akronal tertutup tanpa Bibir, Σ menjadi permukaan Cauchy jika dan hanya jika setiap geodesik null yang inextendible beririsan dengan Σ ,I + (Σ) dan I − (Σ). Bukti: Bagian " hanya jika " telah dibuktikan dalam lemma V.12 di atas. Bagian "jika" akan dibuktikan dengan kontrapositif. Misalkan Σ gagal menjadi permukaan Cauchy, maka paling tidak akan terdapat salah satu diantara H + (Σ) dan H − (Σ) tidak kosong. Katakanlah H + (Σ) 6= ∅, maka karena Bibir(Σ) = ∅ tentulah setiap p ∈ H + (Σ) akan dilewati oleh suatu geodesik null yang seluruhnya berada dalam H + (Σ). Ini merupakan konsekuensi dari proposisi V.1. Oleh karena itu, geodesik null tersebut selamanya tidak pernah memasuki I − (Σ).
128
4. Sifat Kausalitas Stabil Pada Ruang waktu Yang Hiperbolis Global Menggunakan kekompakan himpunan kurva kontinyu yang inextensible, da– pat ditunjukkan bahwa ruang - waktu yang hiperbolis global memenuhi kondisi kausalitas stabil. Lemma V.13 Misalkan (M, g) hiperbolis global, maka (M, g) kausal kuat. Bukti: jika (M, g) hiperbolis global dengan permukaan Cauchy Σ, maka keberadaan kurva kausal tertutup akan mengiris Σ lebih dari sekali, oleh karena akronalitas Σ akan disalahi. Dengan demikian setiap ruang-waktu yang hiperbolis global akan memenuhi kondisi kausalitas. Berikutnya, semisal pada titik p ∈ I + (Σ) kondisi kausal kuat disalahi sedangkan p merupakan titik limit dari barisan titik {pi }, maka akan terdapat lingkungan konveks U ⊂ I + (Σ) dari p dan himpunan lingkungan {Oα ⊂ U |Oα lingkungan dari pα ∈ U } sedemikian rupa sehingga untuk setiap Oα dapat ditemukan kurva bak-waktu berarah ke masa depan λα yang bermula di Oα , meninggalkan U dan berakhir di Oα . Lemma V.4 mengakibatkan dapat ditemukannya kurva kausal λ yang melalui p. Meskipun λα extendible, tetapi λ akan inextendible atau tertutup. Agar akronalitas Σ tidak disalahi, tidak ada satupun λα yang memasuki I − (Σ), begitu juga λ. Tetapi ini bertentangan dengan lemma V.12, oleh klarena itu kausalitas kuat tidak mungkin disalahi di p ∈ I + (Σ). Pada kasus p ∈ I − (Σ) dan p ∈ Σ diberikan dengan cara serupa. Terakhir, karena ruang-waktu yang hiperbolis global memenuhi M = I + (Σ) ∪ Σ ∪ I − (Σ), maka tentulah M kausal kuat
Apabila C(p, q) menyatakan himpunan kurva kausal kontinyu berarah ke masa depan yang berasal dari p menuju q, disusun topologi warisan pada C(p, q) dari topologi-C 0 yang dikemukakan sebelumnya. Basis topologi pada topologi warisan ini berbentuk O(U) ⊂ C(p, q) yang didefinisikan oleh O(U) := {λ ∈ C(p, q) |λ ⊂ U } untuk setiap U subhimpunan terbuka yang mengandung titik p dan q. Pembatasan
129
(M, g) yang kausal akan menyebabkan C(p, q) bersifat Hausdorff dan second countable. Lemma V.14 Misalkan (M, g) hiperbolis global dan p, q ∈ M, maka C(p, q) kompak Bukti: Karena C(p, q) second countable maka cukup dibuktikan bahwa setiap barisan kurva {λn } dalam C(p, q) mempunyai kluster kurva. Misalkan Σ adalah permukaan cauchy bagi M, apabila diambil p, q ∈ D− (Σ), akan terdapat kurva future inextendible λ yang menjadi kuva kluster dari {λn } pada M − q. Karena tidak satupun λi yang memasuki I + (Σ), maka λ juga tidak mungkin memasukinya. Oleh karena itu, q akan menjadi titik ujung masa depan dari λ atau λ akan tetap inextensible. Tetapi jika λ akan tetap inextensible, λ haruslah beririsan dengan Σ dan I + (Σ). Ini berarti λ tidak mungkin inextensible. Dengan demikian λ dengan q sebagai titik ujungnya merupakan kurva kluster dari {λn }. Argumentasi yang sama dapat diterapkan pada p, q ∈ D+ (Σ). Apabila q ∈ I + (Σ) dan p ∈ D− (Σ), barisan kurva {λn } dalam C(p, q) akan mempunyai λ kurva kluster yang melalui p berarah ke masa depan dan beririsan dengan I + (Σ). Apabila dipilih suatu titik r ∈ λ ∩ I + (Σ) dan mengekstraksi n o ˆ n dari {λn } yang konvergen pada kurva λ [p,r] , pembuangan p akan subbarisan λ n o ˆ n menjadi past inextensible di M − p. oleh karena itu akan menyebakan barisan λ ˆ yang melalui q dan memasuki I − (Σ) serta menjadi kurva kluster dari terdapat kurva λ n o n o ˆn . λ ˆ haruslah melewati r karena r merupakan titik konvergensi dari λ ˆ n , juga λ ˆ tidak selalu berada dalam I + (r) ⊂ I + (Σ). Dengan demikian penyambungan agar λ ˆ dari r ke q akan menjadi kurva kluster dari segment kurva λ dari p ke r dan kurva λ barisan kurva {λn }
Menggunakan kekompakan C(p, q), dapat ditunjukkan berlaku hal berikut Proposisi V.3 Misalkan (M, g) ruang-waktu yang hiperbolis global dan p, q ∈ M, maka J + (p) ∩ J − (q) kompak.
130
Bukti: Cukup ditunjukkan setiap barisan {ri } dalam J + (p) ∩ J − (q) mempunyai titik kluster. Misalkan {λj } barisan kurva dalam C(p, q) yang setiap λi -nya melalui salah satu titik ri . Karena C(p, q), akan terdapat kurva λ yang menjadi kurva kluster dari {λj }. Tentu saja λ kompak karena merupakan bayangan dari interval tertutup pada R. Dapat ditemukan suatu lingkungan U dari λ sedemikian rupa U kompak. Dalam U, akan terdapat N sedemikian rupa sehingga λn ⊂ U untuk setiap n > N . Dengan demikian dalam U akan terdapat subbarisan {ˆ rn }. Karena U kompak, akan terdapat rn }. Jika r ∈ / λ, ini kontradiksi dengan asumsi awal λ titik kluster r ∈ U dari {ˆ sebagai kluster kurva dari {ˆ rn }. Oleh karena itu r ∈ λ ⊂ J + (p) ∩ J − (q).
Pembatasan p hanya pada sepanjang Σ saja akan menyebabkan dipenuhinya proposisi di bawah ini Proposisi V.4 Misalkan (M, g) hiperbolis global dengan permukaan Cauchy Σ. Apabila q ∈ D+ (Σ), maka J + (Σ) ∩ J − (q) kompak. Puncak dari hubungan antara sifat hiperbolis global dengan kausalitas stabil dinyatakan oleh proposisi di bawah ini. Proposisi V.5 (Geroch (1970)) Ruang-waktu hiperbolis global (M, g) akan bersifat kausal stabil. Selanjutnya dapat dipilih suatu fungsi waktu f sedemikian rupa sehingga saat f konstan merupakan suatu permukaan Cauchy Σ. Oleh karena itu M akan homeomorfis dengan R × Σ. Bukti: Untuk membuktikan (M, g) akan bersifat kausal stabil, cukup ditunjukkan eksistensi fungsi waktu pada (M, g) (simpulan V.4). Seperti bukti pada lemma V.6, diambil suatu ukuran µ pada M yang berhingga. Untuk setiap p ∈ M didefinisikan t+ (p) := µ[J + (p)] yang akan mempunyai nilai makin turun sepanjang kurva kausal berarah ke masa depan. Akan ditunjukkan sifat hiperbolis global menyebabkan t+ (p) kontinyu pada M sehingga tidak perlu direrata seperti pada lemma V.6.
131
Diambil suatu kurva kausal λ pada M. semisal r ∈ λ dan xn menjadi barisan tak berhingga pada λ yang berada pada masa lalu r dan didefinisikan F := ∩n J + (xn ). Apabila diasumsikan t+ (p) tidak upper semi-continous pada λ di r, tentu akan terdapat suatu titik q ∈ F − J + (r) sehingga r ∈ / J − (q). Tetapi setiap xn ∈ J − (q) sehingga r ∈ J − (q), yang berarti bahwa J − (q) tidak tertutup. Padahal dalam ruang-waktu hiperbolis global J + (p) ∩ J − (q) akan tertutup ∀p, q ∈ M, karena merupakan subset kompak dalam ruang yang Hausdorff. Misalkan dapat ditemukan suatu titik s ∈ J + (p) tetapi s ∈ / J + (p). Apabila dipilih q ∈ I + (s), maka tentunya s ∈ J + (p) ∩ J − (q) tetapi s ∈ / J + (p) ∩ J − (q). Ini kontrasiksi dengan sifat J + (p) ∩ J − (q) yang seharusnya tertutup. Ini berarti untuk setiap p ∈ M yang hiperbolis global, J + (p) akan selalu tertutup. Begitu juga himpunan J − (p). Hanya saja, telah dibuktikan apabila t+ (p) tidak upper semi-continous pada λ di r maka J − (q) tidak tertutup untuk suatu titik q ∈ F − J + (r). Kontradiksi ini menunjukkan t+ (p) merupakan fungsi yang upper semi-continous sepanjang kurva kausal berarah ke masa depan. Sifat lower semi-continous pada fungsi tersebut dapat ditentukan dengan cara serupa. Oleh karena itu, t+ (p) merupakan fungsi yang kontinyu. Dengan cara serupa didefinisikan fungsi kontinyu t− (p) := µ[J − (p)]. Kedua fungsi tersebut memenuhi lims→a t− (γ(s)) = 0 dan lims→b t+ (γ(s)) = 0 sepanjang kurva kausal inextendible γ: (a, b) → M. Ini berarti, setiap kurva kausal inextendible akan beririsan dengan himpunan akronal saat suatu fungsi yang didefi– nisikan dengan t(p) =
t− (p) t+ (p)
konstan. t(p) konstan merupakan permukaan Cauchy,
karena merupakan hypersurface Lipschitzan pula.Apabila diambil medan vektor bakwaktu V yang membangkitkan orientasi waktu, dapat didefinisikan suatu pemetaan β: tkonstan → M yang menjodohkan titik - titik pada M dengan titik saat tkonstan menggunakan kurva integral dari V . Sehingga dapat didefinisikan suatu homeomorfisme ψ: M → R × S,
p → (log t(p), β(p)) dengan S menyatakan permukaan
132
Cauchy saat tkonstan.
Homeomorfisme ruang-waktu hiperbolis global (M, g) dengan produk kartesis antara R dengan permukaan Cauchy pada proposisi di atas ternyata dapat di– tingkatkan lagi menjadi diffeomorfis. Upaya ini telah dilakukan oleh Bernal dan Sanchez dengan membuat prosedur memperlicin fungsi waktu pada M. Oleh karena itu pada ruang-waktu yang hiperbolis global dapat dinyatakan sebagai slice dari permukaan Cauchy licin dan mengijinkan dekomposisi licin pada medan metriknya [Sanchez , 2005].
5. Eksistensi Geodesik Pada Ruang-waktu yang Kausal Proposisi V.6 Misalkan M memenuhi syarat kausal dan p, q ∈ M dengan q ∈ J + (p), akan terdapat geodesik kausal dari p ke q yang mempunyai panjang lebih besar atau sama dengan sembarang kurva kausal dari p ke q. Untuk membuktikannya, perlu dianalisa perilaku unsur - unsur dalam C(p, q). Karena setiap kurva kausal selain geodesik null dapat didekati dengan himpunan kurva bak-waktu, maka himpunan kurva bak-waktu dari p ke q yang differensiable C 1 ˜ q) dapat ditunjukkan sebagai dense bagi C(p, q). yang dilambangkan dengan C(p, Lemma V.15 Apabila M memenuhi syarat kausal, maka fungsional panjang L upper semi-continous pada C(p, q) menurut topologi-C 0 ˜ q) dengan hγ, Bukti: Misalkan γ ∈ C(p, ˙ γi ˙ = −1 dan U menjadi lingkungan dari γ yang berasal dari gabungan berhingga himpunan konveks dan γ˜ menyatakan perluasan γ pada lingkungan tersebut yang inextendible. Karena M kausal, maka γ tidak diijinkan beririsan dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu, U dapat dipilih simply connected. Diambil medan vektor basis {E0 (t), · · · , En−1 (t)} yang ortonormal sepanjang γ˜ dengan E0 = γ. ˙ Pemetaan f : V ⊂ Rn → U,
(t, x1 , · · · , xn−1 ) 7→
133
expγ˜(t)
Pn−1 i=1
xi Ei (t) merupakan diffeomorfisme lokal di dekat γ. U dan V dapat
dipilih cukup kecil sehingga f menjadi diffeomorfisme. ˜ q), cukup dibuktikan fungsional panjang L upper Karena C(p, q) ⊂ C(p, ˜ q). Misalkan γ unsur dari C(p, ˜ q) dan µ kurva bak-waktu semi-continous pada C(p, yang menghubungkan p dan q dan termuat dalam lingkungan γ yang telah disebutkan sebelumnya. Karena dt(µ(t)) ˙ = 1, maka µ(t) ˙ =
∇t+v(t) h∇t,∇ti
dengan v(t) menyatakan
medan vektor yang ortogonal terhadap ∇t. Akibatnya −gµ(t) (µ, ˙ µ) ˙ = −
1 h∇t, ∇ti
2
gµ(t) (∇t, ∇t) + gµ(t) (v(t), v(t))
2 1 gµ(t) (∇t, ∇t) ≤ − h∇t, ∇ti 1 ≤ − gµ(t) (∇t, ∇t)
Tetapi karena −gγ(t) (γ, ˙ γ) ˙ = −gγ(t) (∇t, ∇t) = 1 dan r 7→ gr (∇t, ∇t) kontinyu, maka untuk suatu > 0 cukup kecil sehingga pada U dipenuhi −1− < g(∇t, ∇t) < −1 + sehingga −gµ(t) (µ, ˙ µ) ˙ ≤
1 1−
1 = − 1− gγ(t) (γ, ˙ γ) ˙ sehingga L(µ) ≤
˜ q) sembarang, maka L upper semi-continous pada C(p, ˜ q) Karena µ ∈ C(p,
1 L(γ). 1−
˜ q) = ∅ tetapi C(p, q) 6= ∅, maka p dan q Bukti proposisi V.6: Ketika C(p, akan terhubung oleh geodesik null patah dan tidak ada kurva kausal lain selain kurva ˜ q) 6= ∅, akan terdapat kurva kausal γ dari p geodesik null patah. Sebaliknya jika C(p, ke q yang panjangnya lebih atau sama dengan kurva lainya. Tetapi dalam lingkungan konveks, kurva kausal berpanjang maksimal yang menghubungkan dua titik dalam lingkungan tersebut adalah suatu geodesik kausal. Karena Lipsichtzan, sepanjang γ akan selalu dapat dibangun lingkungan - lingkungan konveks. Oleh karena itu, apabila γ mempunyai panjang lebih dari kurva lainnya, tentulah γ adalah suatu geodesik.
134
Karena fungsi kontinyu dari sembarang ruang kompak ke R akan mempu– nyai nilai maksimum dan minimum, maka pada rung-waktu hiperbolis global, L yang upper semi-continous akan mempunyai maksimum di C(p, q). Dalam C(Σ, q) yang dilengkapi dengan fungsional panjang L = inf {L(γ) |γ ∈ C(p, q),
∀p ∈ Σ } juga
mengalami hal yang sama. Bersama dengan hasil pada bab sebelumnya yang me– nyatakan: Secara lokal, kurva berpanjang maksimal yang menghubungkan antara suatu hypersurface dan sebuah titik adalah geodesik bak-waktu ortogonal terhadap hypersurface dan tidak mempunyai titik konjugasi antara hypersurface dan titik tersebut, maka dapat disimpulkan hal - hal berikut. Simpulan V.7 1. Dalam ruang-waktu hiperbolis global, kurva berpanjang maksimal yang meng– hubungkan titik - titik p, q ∈ M dengan q ∈ J + (p) adalah geodesik bak-waktu yang tidak mempunyai titik konjugasi. 2. Jika Σ permukaan Cauchy, dan q ∈ D+ (Σ), maka akan terdapat geodesik bak-waktu berpanjang L yang tidak memuat titik fokal antara Σ dan q. Kondisi yang lebih renggang diberikan pada ruang-waktu yang kausal kuat yaitu dengan mengganti permukaan Cauchy dengan sembarang hypersurface bakruang akronal. Karena C(p, q) tidak selalu kompak, maka kemaksimalan L tidak ditentukan oleh C(p, q). Simpulan V.8 1. Pada ruang-waktu kausal kuat, apabila diijinkan nilai maksimal pada fungsional panjang maka kurva geodesik bak-waktu tanpa titik konjugasi yang meng– hubungkan p, q ∈ M dengan q ∈ J + (p) mempunyai panjang maksimal dalam C(p, q).
135
2. Misalkan S hypersurface bak-ruang akronal licin pada ruang-waktu kausal kuat dan q ∈ D+ (S). Apabila diijinkan nilai maksimal pada fungsional panjang maka geodesik ortogonal terhadap S menuju q yang tidak memuat titik fokal mempunyai panjang maksimal dalam C(S, q). Karena geodesik null tanpa titik konjugasi tidak dapat mengalami deformasi menjadi kurva bak-waktu, akan dapat diperoleh kesimpulan berikut Simpulan V.9 Misalkan (M, g) ruang-waktu hiperbolis global dan S suatu submanifold bak-ruang yang kompak, orientabel dan berkodimensi 2. Maka setiap p ∈ ∂I + (S) dilintasi oleh geodesik null berarah ke masa depan berasal dari S dan ortogonal terhadapnya serta tidak memuat titik fokal antara S dan p.
BAB VI SINGULARITAS RUANG - WAKTU Setelah menyiapkan sejumlah perangkat yang diperlukan pada bab - bab sebelumnya, berikut ini akan dibuktikan sejumlah teorema singularitas menurut sudut pandang ketidak-komplitan geodesik. Baik geodesik null maupun geodesik bakwaktu. Teorema- teorema ini didasarkan pada teorema - teorema singularitas yang telah ditemukan oleh Hawking dan Penrose. Teorema pertama berikut menunjukkan bahwa jika ruang-waktu bersifat hiperbolis global dan suatu ketika terlihat mengalami ekspansi ke segala arah, maka dapat ditunjukkan bahwa jagat raya bermula dari suatu keadaan singular pada suatu selang waktu berhingga di masa lalu. Teorema VI.1 Misalkan (M, g) ruang-waktu yang hiperbolis global dan syarat energi kuat terpenuhi oleh materi. Apabila pada (M, g) terdapat permukaan Cauchy Σ bak-waktu
licin (paling tidak C 2 ) dengan kelengkungan rata - rata Hγ(a) , γ(a) ˙ := c > 0 untuk setiap geodesik bak-waktu γ dengan γ(a) ∈ Σ, maka setiap kurva bak-waktu berarah ke masa lalu dari Σ tidak komplit. Bukti: Untuk membuktikan teorema ini, akan dikenakan kontraposisi. Semisal terdapat kurva bak-waktu berarah ke masa lalu λ mempunyai panjang lebih besar dari 1c , dan p menyatakan titik sepanjang λ pada jarak
1 c
dari Σ. Menurut simpulan V.8 akan
terdapat geodesik tanpa titik fokal antara Σ dan p serta panjang maksimum. Tetapi ini kontradiksi dengan proposisi IV.2 yang menyatakan γ harus mempunyai titik fokal antara Σ dan p. Oleh karena itu, seharusnya tidak ada satu kurva bak-waktu berarah ke masa lalu yang dapat mempunyai panjang yang lebih dari 1c .
136
137
Ide utama teorema di atas adalah adanya kontradiksi antara sifat hiperbolis global dan ekspansi kongruensi geodesik akibat dipenuhinya syarat energi kuat. Persyaratan sifat hiperbolis global pada teorema di atas dapat saja digantikan dengan sifat kausal kuat. Hanya saja permukaan Cauchy harus dibayar dengan keberadaan hypersurface akronal yang kompak. Ini berarti, jagat raya yang secara spasial tertu– tup dan memenuhi syarat energi kuat akan mempunyai riwayat singularitas pada masa lalunya. Teorema VI.2 Misalkan (M, g) ruang-waktu kausal kuat yang memenuhi syarat konvergensi bakwaktu dan syarat energi kuat. Akan terdapat paling tidak sebuah geodesik bak-waktu berarah ke masa lalu tidak komplit, apabila M mengandung hypersurface akronal
bak-ruang S yang licin, kompak dan tanpa Bibir dengan Hγ(a) , γ(a) ˙ > 0 untuk setiap γ(a) ∈ S dan γ kongruensi geodesik bak-waktu berarah ke masa lalu normal terhadap S. Bukti: Misalkan C := sup
Hγ(a) , γ(a) ˙ dan setiap geodesik bak-waktu inex-
tendible berarah ke masa lalu dari S mempunyai panjang lebih dari 1/C. Berdasarkan teorema VI.1, setiap geodesik bak-waktu tersebut harus meninggalkan int[D(S)] karena (int[D(S)], g) bersifat hiperbolis global. Kemudian akan beririsan dengan batas masa lalu dari D(S) yaitu H − (S) sebelum mencapai panjang lebih dari 1/C. Mi–salkan p ∈ H − (S) dan γ merupakan geodesik bak-waktu ortogonal terhadap S yang melalui p. Tentu saja akan terdapat barisan kurva {λi } ⊂ C(S, p) yang memenuhi limi→∞ L(λi ) = L(γ). Dipilih qi ∈ λi dengan qi 6= p sedemikian rupa {qi } konvergen ke p. Karena qi ∈ I + (p) tentunya qi ∈ int[D− (S)]. Oleh karena itu, berdasarkan simpulan V.7 akan dapat ditemukan geodesik γi ortogonal terhadap S menuju qi yang memaksimumkan panjang setiap kurva dalam C(S, qi ). Misalkan ri = γi ∩ S dan pi = γi ∩ H − (S). Karena S kompak, maka {ri } akan konvergen ke
138
r = γ ∩ S. Kegayutan geodesik terhadap titik yang dilalui dan vektor singgungnya akan menyebabkan p menjadi titik limit dari barisan {pi }. Oleh karena itu H − (S) bersifat kompak. Misalkan {ti } menyatakan sembarang barisan dalam parameter kurva kausal λ0 (t) ⊂ H − (S). Karena H − (S) kompak, tentunya {λ0 (ti )} akan mempunyai titik akumulasi dalam H − (S). Oleh karena itu setiap kurva kausal dalam H − (S) akan bersifat extendible. Hanya saja syarat Bibir(S) = ∅ akan menyebabkan H − (S) memuat suatu geodesik null future inextendible (proposisi V.1). Dengan demikian terjadi kontradiksi dengan kekompakan dari H − (S).
Dua teorema sebelumnya menunjukkan ketidak-komplitan geodesik bak-waktu dalam konteks kosmologi. Teorema berikut menunjukkan ketidak komplitan geodesik null dalam konteks keruntuhan gravitasi. Secara historis, teorema berikut merupakan teorema singularitas pertama yang ditunjukkan oleh Penrose [Penrose , 1965]. Dalam masalah keruntuhan bintang, Penrose menunjukkan bahwa sekali bintang mencapai radius permukaan Schwartzschild ( permukaan r = 2m) maka selamanya tidak akan mampu membesar lagi. Meskipun permukaan Schwartzschild terdifinisi hanya pada solusi simetri speris sempurna, tetapi dapat ditunjukkan hal yang serupa dapat terjadi pada sembarang sistem yang mempunyai kondisi awal mendekati simetri speris sempurna. permukaan Schwartzschild tersebut mewakili suatu permukaan bakruang tertutup berkodimensi dua yang kongruensi dua geodesik nullnya konvergen ke masa depan. Karena tidak satupun yang mempunyai kecepatan melebihi cahaya, maka materi apapun dalam permukaan tersebut selamanya akan terperangkap. Permukaan seperti ini akan disebut sebagai Closed trapped surface. Definisi VI.1 Closed trapped surface adalah submanifold bak-ruang T yang licin dan kompak sedemikian rupa sehingga kedua kongruensi null-nya negatif sepanjang submanifold. Misalkan {eA }A=1,···,n−2 basis ortogonal pada Tp T dan medan vektor null be-
139
rarah ke masa depan {N− , N+ } ortogonal sepanjang T dengan hN± , N± i = 0 dan hN− , N+ i = −1. Menggunakan basis {eA , N− (p), N+ (p)}, setiap vektor v ∈ Tp M mengalami dekomposisi v = v A eA + v − N− + v + N+ dengan v A = hv, eA i dan v ± = − hv, N∓ i. Medan kelengkungan rata- rata H pada p dapat dinyatakaan dengan Pn−2 1 Hp = n−2 A=1 II(eA , eA ). Dekomposisi Hp memberikan
Hp = =
n−2 1 X (− hII(eA , eA ), N− i N+ − hII(eA , eA ), N+ i N− ) n − 2 A=1 n−2 1 X (− h∇eA eA , N− i N+ − h∇eA eA , N+ i N− ) n − 2 A=1
n−2 1 X = (− h∇eA N− , eA i N+ − h∇eA N+ , eA i N− ) n − 2 A=1
=
1 (tr(χ− )N+ + tr(χ+ )N− ) n−2
dengan χ± = ∇N∓[ adalah bentuk dasar kedua pada T . Jadi T menjadi Closed trapped surface jika dan hanya jika ekspansi null θ± = tr(χ± ) = g AB (χ± )AB keduanya negatif pada T . Teorema VI.3 Ruang-waktu (M, g) tidak dapat mempunyai geodesik null komplit jika memenuhi: 1. Ric(w, w) ≥ 0,
∀w vektor null
2. Terdapat permukaan Cauchy tidak kompak Σ 3. Terdapat closed trapped surface T Bukti: Misalkan C := sup {θ− , θ+ } dan setiap geodesik null berarah ke masa depan dari T mempunyai panjang affine lebih dari atau sama dengan
n−2 . C
Dapat didefin-
isikan suatu pemetaan f+ : T × [0, n−2 ] → M dengan mengambil f (q, a) sebagai C
140
suatu titik pada M pada saat parameter affine t = a sepanjang kongruensi geodesik null yang dibangkitkan oleh N+ dari T . Menggunakan cara serupa, pemetaan f− : T ×[0, n−2 ] → M yang dibangkitkan oleh N− didefinisikan. Karena T ×[0, n−2 ] C C kompak dan pemetaan f± kontinyu, maka bayangaan dari f± dan gabungannya yaitu A = f+ T × [0, n−2 ] ∪ f− T × [0, n−2 ] juga akan kompak. Oleh proposisi IV.2 C C dan simpulan V.9, tentunya ∂I + (T ) ⊂ A dan karena ∂I + (T ) tertutup, maka da– pat disimpulkan bahwa ∂I + (T ) juga kompak. Berikutnya akan ditunjukkan bahwa kekompakan ∂I + (T ) kontradiksi dengan kekompakan Σ. Memakai medan vektor V yang membangkitkan orientasi waktu pada M, dapat diketahui bahwa setiap kurva integral yang dibangkitkan oleh V akan tepat beririsan sekali dengan Σ dan ∂I + (T ) akibat akronalitas kedua himpunan tersebut. Oleh karena itu dapat didefinisikan pemetaan kontinyu ψ: ∂I + (T ) → M. Misalkan S := ψ[∂I + (T )], pembatasan ψ: ∂I + (T ) → S akan menjadikannya suatu homeomorfisme. Oleh karena itu, karena ∂I + (T ) kompak, S juga akan kompak. Sebagai subset kompak dari Σ, tentu juga S bersifat tertutup. Berikutnya, karena ∂I + (T ) Lipschitzan, maka S akan menjadi subset terbuka dari Σ. Hanya saja, ruang-waktu hiperbolis global M homeomorpis terhadap R × Σ. Oleh karena itu, apabila M tersambung, Σ juga bersifat tersambung pula. Sehingga himpunan terbuka sekaligus tertutup pada Σ hanyalah Σ dan ∅. Ini berarti S adalah Σ sendiri yang menunjukkan kontradiksi dengan asumsi awal, karena Σ tidak kompak tetapi S kompak.
Teorema VI.4 (Hawking dan Penrose (1970)) Ruang-waktu (M, g) tidak dapat mempunyai geodesik kausal komplit jika memenuhi: 1. Syarat energi kuat dan generisitas. 2. Kondisi kronologis . 3. Terdapatnya salah satu di antara hal berikut
141
(a) Closed trapped surface (b) Himpunan akronal kompak tanpa Bibir (c) Terdapat titik p ∈ M sedemikian rupa sehingga setiap geodesik null berarah ke masa lalu (atau ke masa depan) dari p mempunyai ekspansi negatif sepanjang geodesik. Teorema di atas merupakan kesimpulan dari proposisi di bawah ini Proposisi VI.1 Tiga keadaan berikut tidak mungkin terjadi secara bersamaan: 1. Setiap geodesik kausal inextendible memuat sepasang titik berkonjugasi. 2. Ruang-waktu (M, g) bersifat kausal kuat. 3. Terdapat suatu himpunan akronal S sedemikian rupa sehingga E + (S) atau E − (S) kompak Bukti bahwa proposisi VI.1 setara dengan teorema VI.4: Sebelumnya diasumsikan (M, g) bergeodesik kausal komplit dan kronologis. Syarat energi kuat dan generisitas mengharuskan keberadaan sepasang titik konjugasi pada setiap geodesik kausal inextendible, berarti tidak mungkin terdapat geodesik kausal inextendible maksimal. Akibatnya, kausalitas kuat harus terjadi. Karena apabila tidak, maka akan terdapat geodesik null akronal inextendible pada M. Jika (M, g) memuat Closed trapped surface T , maka himpunan E + (T ) ⊂ ∂J + (T ) merupakan himpunan yang dibangkitkan oleh geodesik null. Geodesik geodesik tersebut ortogonal terhadap T dan menurut definisi Closed trapped surface, masing - masing akan mempunyai titik fokal. Karena T kompak dan E + (T ) dibang– kitkan oleh geodesik null tanpa titik fokal, maka E + (T ) juga akan kompak. Jika (M, g) memuat suatu himpunan akronal S kompak tanpa Bibir, maka E + (S) = S. Ini karena E + (S) = J + (S) − I + (S) dan setiap unsur pada E + (S)
142
akan dilalui oleh geodesik null yang beririsan dengan Bibir(S). Oleh karena itu, himpunan E + (S) juga kompak.
Untuk membuktikan proposisi VI.1 akan diberikan melalui alur berikut: Mi– salkan kondisi 1, 2 dan 3 pada proposisi VI.1 terpenuhi dan tanpa mengurangi perumuman akan diambil E + (S) kompak. Akan ditunjukkan bahwa H + (E + (S)) tidak kompak atau kosong. Setiap medan vektor kausal U haruslah mempunyai kurva integral γ inextendile berarah ke masa depan dalam D+ (E + (S)). Kurva integral ini digunakan untuk memetakan E + (S) ke H + (E + (S)) yang mengakibatkan H + (E + (S) bersifat kompak juga. cara yang sama digunakan pada masa lalu E + (S) ∩ J − (γ) untuk mengkonstruksi kurva kausal inextendible µ yang keseluruhannya termuat dalam D(E + (S)). Kurva tersebut kemudian dipakai untuk mengkostruksi suatu geodesik kausal maksimal inextendible yang berkontradiksi dengan 1. Untuk keperluan tersebut diperlukan pembuktian beberapa hal berikut: 1. H + (E + (S)) ⊂ H + (∂J + (S)). 2. H + (E + (S)) bersifat tidak kompak atau kosong. 3. Terdapat kurva bak-waktu inextendible berarah ke masa depan γ ⊂ D+ (E + (S)). 4. Akan terdapat kurva inextendible berarah ke masa lalu λ ⊂ D− (E + (F )) dengan F := E + (S) ∩ J − (γ). 5. Akan terdapat geodesik kausal inextendible tanpa titik konjugasi dalam D(E − (F )). Lemma VI.1 Untuk setiap himpunan akronal tertutup S, dipenuhi inklusi H + (E + (S)) ⊂ H + (∂J + (S)). Bukti: Misalkan p ∈ H + (E + (S)) − H + (∂J + (S)). Dari E + (S) ⊂ ∂J + (S) dapat diperoleh D+ (E + (S)) ⊂ D+ (∂J + (S)) sehingga p ∈ I − (D+ (∂J + (S)). Apabila
143
diambil q ∈ I + (p) ∩ D+ (∂J + (S)). Pertama akan ditunjukkan bawa I + (p) ∩ I − (q) tidak beririsan dengan ∂J + (S). Semisal terdapat suatu titik r ∈ ∂J + (S) ∩ I + (p) ∩ I − (q), maka himpunan terbuka I − (r) merupakan lingkungan bagi p ∈ H + (E + (S)) dan tentunya akan beririsan dengan D+ (E + (S)) karena setiap kurva bak-waktu inextendible berarah ke masa lalu dengan titik ujung masa depan di D+ (E + (S)) akan beririsan dengan E + (S) ⊂ ∂J + (S). Akibatnya akan dapat ditemukan suatu titik r0 ∈ I − (r) ∩ ∂J + (S) ⊂ I − (∂J + (S)) ∩ ∂J + (S). Ini kontradiksi dengan akronalitas ∂J + (S). Berikutnya karena I + (p) ∩ I − (q) tidak beririsan dengan ∂J + (S) dan I − (q) lingkungan terbuka bagi p ∈ H + (E + (S)), akan dapat ditemukan kurva bak-waktu past inextendible γ yang punya titik ujung masa depan di q dan tidak beririsan dengan E + (S). Tetapi karena q ∈ D+ (∂J + (S)), maka γ akan beririsan dengan D+ (∂J + (S)) di suatu titik, katakanlah s. Misalkan µ merupakan pembang– kit D+ (∂J + (S)) yang mempunyai titik ujung masa depan di s, maka µ akan past inextendible atau mempunyai titik ujung di Bibir(S). Dapat ditunjukkan kedua kasus tersebut membawa suatu kontradiksi dengan asumsi semula. Untuk kasus pertama, semisal µ akan past inextendible dan tidak beririsan dengan S. Karena γ bakwaktu dan mempunyai titik ujung masa depan di D+ (∂J + (S)), maka akan beririsan de–ngan int[D+ (∂J + (S)], sehingga γ beririsan dengan I − (∂J + (S)). Jadi µ ⊂ ∂J + (S) yang menunjukkan kontradiksi dengan akronalitas ∂J + (S). Kasus berikutnya, jika terdapat suatu titik r0 ∈ Bibir(S) yang beririsan dengan µ, Titik tersebut akan berada dalam S pula, karena S tertutup. Dengan demikian, µ termuat dalam J + (S) yang berakibat r0 ∈ J + (S) ∩ J + (S) = E + (S) yang berkontradiksi dengan keberadaan γ.
Lemma VI.2 Misalkan S himpunan akronal tertutup sedemikian rupa sehingga J + (S) kausal kuat, maka H + (E + (S)) tidak kompak atau kosong. Bukti: Misalkan H + (E + (S)) tidak kosong tetapi kompak. Karena J + (S) kausal
144
kuat, H + (E + (S)) akan diliput oleh sejumlah berhingga lingkungan koveks Ui yang berklosure kompak sedemikian rupa tak satupun Ui yang beririsan dengan kurva kausal lebih dari sekali. Misalkan r1 ∈ H + (E + (S)) dan Ui(1) menjadi salah satu lingkungan konveks dengan r1 ∈ Ui(1) . Menggunakan lemma VI.1, akan terdapat suatu titik p1 ∈ J + (S) ∩ (Ui(1) − D+ (∂J (S))). Berdasarkan lemma V.9, akan terdapat kurva bak-waktu past inextendible α1 melalui p1 yang tidak beririsan dengan D+ (∂J (S))). Karena α1 tidak beririsan dengan ∂J + (S), maka akan termuat dalam int[∂J + (S)] = I + (S). Kurva α1 meninggalkan Ui(1) karena kekompakannya. Akan terdapat suatu titik q1 ∈ α1 − Ui(1) ⊂ I + (S). Misalkan β1 menyatakan kurva bakwaktu berarah ke masa lalu dari q1 ke S. Karena S ⊂ E + (S) dan E + (S) suatu hypersurface akronal, maka β1 akan beririsan dengan D+ (E + (S)) dan juga H + (E + (S)). Misalkan r2 ∈ βH + (E + (S)) dan Ui(2) menyatakan salah satu lingkungan konveks yang memuat r2 . Lingkungan - lingkungan konveks Ui(1) dan Ui(2) keduanya berbeda karena r2 ∈ J − (r1 ) dan tidak satupun Ui dilewati kurva kausal lebih dari sekali. Dengan induksi dapat dibangun sejumlah tak berhingga lingkungan saling asing {Ui } yang berkontradiksi dengan asumsi kekompakan H + (E + (S)).
Lemma VI.3 Misalkan S himpunan akronal tertutup sedemikian rupa sehingga J + (S) kausal kuat dan semisal E + (S)) kompak. Akan terdapat kurva bak-waktu inextendible berarah ke masa depan γ yang keseluruhannya berada dalam D+ (E + (S)). Bukti: Misalkan V merupakan medan vektor pembangkit orientasi pada (M, g). Karena E + (S) hypersurface akronal, setiap kurva bak-waktu berarah ke masa depan dengan titik ujung masa lalu di E + (S) akan berawal dalam int[D+ (E + (S))]. Jika setiap kurva integral dari V beririsan dengan H + (E + (S)) setelah sebelumnya beririsan dengan E + (S), akan diperoleh suatu pemetaan kontinyu ϕt : E + (S) → H + (E + (S)). Pemetaan ini bersifat surjektif karena oleh lemma V.9 setiap kurva bak-waktu past inextendible yang beririsan dengan horizon peristiwa suatu himpunan tertutup harus
145
beririsan dengan himpunan dengan himpunan tersebut. Karena E + (S) kompak, maka H + (E + (S)) juga kompak yang kontradiksi dengan lemma VI.2. Oleh karena itu, paling tidak terdapat satu buah kurva integral γ dari V yang future inextendible dan termuat dalam int[D+ (E + (S))].
Lemma VI.4 Misalkan (M, g) ruang-waktu kausal kuat bergeodesik kausal komplit yang setiap geodesik kausal inextendible mempunyai sepasang titik konjugasi. Mi– salkan S himpunan akronal tertutup dengan E + (S) kompak dan γ kurva bak-waktu inextendible berarah ke masa depan dalam D+ (E + (S)). Akan terdapat kurva inextendible berarah ke masa lalu λ ⊂ D− (E − (F )) dengan F := E + (S) ∩ J − (γ). Bukti: Pertama akan ditunjukkan suatu inklusi E − (F ) ⊂ F ∪ ∂J − (γ). Misalkan p ∈ E − (F ) − F . Jika terdapat suatu titik p0 ∈ I − (p) ∩ E + (S), maka I + (p0 ) akan menjadi lingkungan dari p yang beririsan dengan I − (E + (S)) yang berkontradiksi dengan akronalitas dari E + (S). Oleh karena itu mestinya I − (p) ∩ E + (S) = ∅. Jika x ∈ I − (γ) maka akan terdapat suatu titik r ∈ I − (γ) ∩ I + (p). Misalkan µ kurva bakwaktu yang menghubungkan p dan γ yang melalui r. Kurva ini harus beririsan dengan E + (S) karena γ ⊂ D+ (E + (S)) dan I − (p) ∩ E + (S) = ∅. Karena titik perpotongan ini berada dalam E + (S) ∩ I − (γ) ⊂ F , dapat diperoleh p ∈ I − (F ) yang kontradiksi dengan asumsi p ∈ E − (F ). Oleh karena itu, diperoleh p ∈ J − (F ) − I − (γ) ⊂ J − (γ))−I − (γ) = ∂J − (γ) yang berakibat dipenuhinya pula E − (F ) ⊂ F ∪∂J − (γ). Himpunan F merupakan irisan dari suatu himpunan tertutup dan suatu himpunan yang kompak, sehingga bersifat kompak. Karena γ future inextendible, semua generator bagi ∂J − (γ) haruslah juga future inextendible. Semisal βi barisan gene– rator E − (F ). Karena F kompak, akan terdapat kurva limit future inextendible dari {βi }, katakanlah β. Asumsi semula mengatakan generator ini tidak boleh akronal, jadi kontradiksi dengan akronalitas ∂J − (γ). Oleh karena itu, E − (F ) bersifat kompak dan selanjutnya dapat diterapkan lemma VI.3.
146
Lemma VI.5 Misalkan C ⊂ M kompak. Jika D+ (C) memuat suatu kurva bakwaktu γ yang inextendible berarah ke masa depan dan D− (C)∩J − (γ) memuat suatu kurva bak-waktu λ yang inextendible berarah ke masa lalu. Maka D(C) memuat suatu geodesik kausal inextendible tanpa titik konjugasi. Bukti: Misalkan {qi } barisan dalam γ yang tidak mempunyai titik akumulasi sedemi– kian rupa qi+1 ∈ I + (qi ). Dipilih suatu barisan {pi } dalam λ sedemikian rupa qi ∈ I + (pi ) dan pi ∈ I + (pi+1 ). Untuk setiap i disusun suatu kurva kausal µ ¯i yang menghubungkan pi dan qi . Karena berada dalam himpunan hiperbolis global, kurva tersebut dapat digantikan segmen geodesik maksimal µi . Misalkan µ(0) ∈ C, maka garis {(R+ − {0}).µ˙ i (0) |i ∈ N } mempunyai titik akumulasi ` dalam ruang arah kausal atas C, karena ruang tersebut kompak. Setiap geodesik inextendible µ dengan µ(0) ˙ ∈ ` merupakan kurva limit dari barisan {µi }. Karena setiap kurva limit dari geodesik maksimal juga bersifat maksimal, maka kurva µ tidak mempunyai sepasang titik konjugasi.
Bukti proposisi VI.1: Cukup diambil C = E − (F )
BAB VII PENUTUP 1.
Kesimpulan
Dari uraian - uraian yaang telah disampaikan sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal berikut. 1. Model matematik untuk ruang-waktu relativitas umum adalah pasangan (M, g) dengan M menyatakan himpunan seluruh kejadian yang mungkin terjadi pada alam semesta. Dalam konteks ini, M merupakan manifold licin berdimensi empat yang Hausdorff dan tersambung serta dilengkapi medan metrik Lorentzian g. Agar dapat menampung seluruh titik regular, perlu dipersyaratkan pula (M, g) sebagai ruang-waktu yang inextendible yaitu ruang-waktu yang tidak isometris terhadap subset ruang-waktu yang lain. Isi materi dalam ruangwaktu memenuhi tiga postulat: kausalitas lokal, kelestarian energi dan momentum lokal serta persamaan medan Einstein. Kiranya pembatasan dimensi tidaklah terlalu diperlukan. Oleh karena itu ruang-waktu relativitas umum dapat diperluas menjadi manifold Lorentzian sembarang yang memenuhi syaratsyarat di atas, kecuali pembatasan dimensi. 2. Singularitas dapat terbagi dalam dua kelompok besar yaitu singularitas semu yang muncul karena kegagalan sistem koordinat yang dipakai untuk mendeskripsikan nilai suatu kuantitas dan singularitas sejati yang menyatakan singulari– tas nilai kuantitas tersebut pada tataran global. Oleh karena itu, pendeskripsian singularitas yang terbaik adalah dengan menggunakan analisa global, sehingga singularitas semu yang hanya merupakan perilaku lokal dapat diabaikan. Analisa singularitas menggunakan kekomplitan geodesik (g-completeness) di-
147
148
dasarkan pada kenyataan bahwa apabila titik - titik singularitas sejati dibuang, terbentuklah suatu manifold yang tidak komplit. 3. Hubungan antara syarat konvergensi bak-waktu dan ekspansi kongruensi geodesik termuat dalam dua proposisi berikut: (a) Misalkan γ: [a, b] → M geodesik kausal dan Σ hypersurface bak-ruang jika γ bak-waktu dan Σ submanifold bak-ruang berkodimensi-2 jika γ null dengan γ(a) ˙ ∈ (Tγ(a) Σ)⊥ . Jika Ric(γ(t), ˙ γ(t)) ˙ ≥ 0 untuk setiap t ∈ [a, b] dan medan vektor kelengkungan rata-rata H pada Σ memenuhi hHγa , γ(a)i ˙ =: c > 0, maka akan terdapat titik fokal dari Σ sepanjang γ sebelum γ(a + 1/c). (b) Misalkan γ geodesik kausal komplit dan Ric(γ(t), ˙ γ(t)) ˙ ≥ 0 untuk setiap t serta terdapat t0 sedemikian rupa sehingga pemetaan R: (γ(t ˙ 0 ))⊥ → (γ(t ˙ 0 ))⊥ ,
v 7→ Rv := R(v, γ) ˙ γ˙
tidak sama dengan nol, maka γ mengandung titik konjugasi 4. Keberadaan titik fokal atau titik konjugasi sepanjang geodesik kausal dapat ditafsirkan oleh dua proposisi berikut (a) Jika pada geodesik null γ: [a, b] → M terdapat titik fokal pada c ∈ (a, b) maka akan terdapat kurva bak-waktu yang cukup dekat dengan γ. (b) Jika pada geodesik bak-waktu γ: [a, b] → M terdapat titik fokal pada c ∈ (a, b) maka akan terdapat variasi pada γ yang menghasilkan kurva lebih panjang dari γ . 5. Sifat- sifat kurva berpanjang maksimum dalam ruang kausal kuat dan hiperbolis global dinyatakan dalam proposisi berikut
149
(a) Dalam ruang-waktu hiperbolis global, kurva berpanjang maksimal yang menghubungkan titik - titik p, q ∈ M dengan q ∈ J + (p) adalah geodesik bak-waktu yang tidak mempunyai titik konjugasi. (b) Jika Σ permukaan Cauchy dan q ∈ D+ (Σ), maka akan terdapat geodesik bak-waktu berpanjang L yang tidak memuat titik fokal antara Σ dan q. (c) Pada ruang-waktu kausal kuat, jika fungsional panjang mengijinkan nilai maksimal maka kurva geodesik bak-waktu tanpa titik konjugasi yang menghubungkan p, q ∈ M dengan q ∈ J + (p) mempunyai panjang maksimal dalam C(p, q). (d) Misalkan S hypersurface bak-ruang akronal licin pada ruang-waktu kausal kuat dan q ∈ D+ (S). Jika fungsional panjang mengijinkan nilai maksimal maka geodesik ortogonal terhadap S menuju q yang tidak memuat titik fokal mempunyai panjang maksimal dalam C(S, q). 6. Menggunakan beberapa proposisi yang dipaparkan pada nomor 3 dan nomor 5 di atas, dapat disusun empat buah teorema (a) Misalkan (M, g) ruang-waktu yang hiperbolis global dan syarat energi kuat terpenuhi oleh materi. Apabila pada (M, g) terdapat permukaan Cauchy Σ bak-waktu licin (paling tidak C 2 ) dengan kelengkungan rata
- rata Hγ(a) , γ(a) ˙ := c > 0 untuk setiap geodesik bak-waktu γ dengan γ(a) ∈ Σ, maka setiap kurva bak-waktu berarah ke masa lalu dari Σ tidak komplit. (b) Misalkan (M, g) ruang-waktu kausal kuat yang memenuhi syarat konvergensi bak-waktu dan syarat energi kuat. Akan terdapat paling tidak sebuah geodesik bak-waktu berarah ke masa lalu tidak komplit, apabila M mengandung hypersurface akronal bak-ruang S yang licin, kompak
150
dan tanpa Bibir dengan Hγ(a) , γ(a) ˙ > 0 untuk setiap γ(a) ∈ S dan γ kongruensi geodesik bak-waktu berarah ke masa lalu normal terhadap S. (c) Ruang-waktu (M, g) tidak dapat mempunyai geodesik null komplit jika memenuhi syarat konvergensi Ric(w, w) ≥ 0,
∀w vektor null, mem-
punyai permukaan Cauchy tidak kompak Σ dan mempunyai closed trapped surface T (d) Ruang-waktu (M, g) tidak dapat mempunyai geodesik kausal komplit jika memenuhi syarat energi kuat dan generisitas, kronologis dan mempu– nyai salah satu diantara tiga syarat berikut: i. Closed trapped surface ii. Himpunan akronal kompak tanpa Bibir iii. Terdapat titik p ∈ M sedemikian rupa sehingga setiap geodesik null berarah ke masa lalu (atau ke masa depan) dari p mempunyai ekspansi negatif sepanjang geodesik.
2. Saran Kiranya masih banyak persoalan yang belum dapat dituntaskan dan memerlukan penelitian lanjutan bagi pembaca yang tertarik terjun pada bidang kajian ini diantaranya: 1. Dalam skripsi ini, sebagian kuantitas yang diteliti diasumsikan sampai ke tingkat differensiabilitas licin. Padahal hal ini tidak selalu terpenuhi. Oleh karena itu derajat differensiabilitas terendah kuantitas - kuantitas tersebut masih perlu diteliti. 2. Pembahasan pada Bab IV dan Bab V dapat dikatakan murni matematik dan membuka peluang penelitian lebih lanjut dalam matematik dan terapan fisikanya.
151
Diantaranya adalah penentuan distribusi titik konjugasi sepanjang geodesik da– lam manifold Pseudo-Riemannian dan kaitannya dengan indeks Morse. Meski– pun penelitian tentang manifold Riemannan dapat dikatakan sangat berlimpah, penelitian di bidang manifold Pseudo-Riemannian masih sangat sedikit ditemukan. Padahal sifat-sifat manifold Riemannian tidak sepenuhnya terpenuhi dalam manifold Pseudo-Riemannan. Mengingat manifold Pseudo-Riemannan lebih umum dari Riemannan, prospek terapannya dalam berbagai bidang khususnya fisika tentu akan lebih luas. 3. Penelitian tentang batas singularitas – pengasumsian titik - titik singularitas sebagai himpunan yang membentuk batas dari manifold terbuka – juga belum cukup berhasil. Sudah hampir empat puluh tahun upaya ini dilakukan melalui berbagai sudut pandang yang berbeda, diantaranya: geodesics boundary oleh Geroch (1968), bundle boundary oleh Schmidt (1971), causal boundary oleh Geroch, Kronheimer dan Penrose (1972) serta abstact boundary oleh Scott dan Szekeres (1994). Ini menunjukkan adanya peluang penelitian lebih lanjut dalam bidang penelitian singularitas .
DAFTAR PUSTAKA Abraham, R dan Marsden, J., 1978, Foundations of Mechanics, The Benjamin/Cumming Publishing Company, Inc, London. Anderson, J.L., 1967, Principle of Relativity Physics, Academic Press Inc., New York. Bartle, R.G., 1964, The Element of Real Analysis: Second Edition, John Willey and Sons., New York. Bergmann, P.G., 1964, Gravitational collapse, Phys. Rev. Letters 12, 139 (1964). Bernal dan Sanchez., 2003, On Smooth Cauchy Hypersurfaces and Geroch’s Splitting Theorem, arXiv : gr-qc/0306108 v2 26 Jul 2003. Bernal dan Sanchez., 2004, Smooth Globally Hyperbolic Splitting and Temporal Functions, arXiv : gr-qc/0404084 v1 20 Apr 2004. Bernal dan Sanchez., 2005, Smoothness of Time Functions and Metric Splitting of Globally Hyperbolic Spacetimes, Commun. Math. Phys.(2005) Digital Object Identifier (DOI) 10.1007/s00220-005-1346-1. Bishop, R.L dan Crittenden, R.J., 1964, Geometry of Manifold, Academic Press, New York. Budic, Isenberg, Lindblom, Yasskin., 1978, On the Determination of Cauchy Surfaces from Intrinsic Properties, Commun. Math. Phys. 61, 87 - 93 (1978). Carmeli, M., 1982, Classical Fields : General Relativity and Gauge Theory, John Wiley and Sons, Canada.
152
153
Choquet - Bruhat dan Geroch, R., 1969, Global Aspect of The Cauchy Problem in General Relativity, Commun. Math. Phys. 14, 329 - 335 (1969). Do Carmo, M., 1993, Riemannian Geometry, Birkh¨ auser, Boston. De Felice, F dan Clarke, C.J.S., 1995, Relativity on Curved Manifold, Cambridge University Press, New York. Einstein, A., 1950, The Meaning of Relativity, Princeton University Press, New Jersey. Erkekoglu, Garcia-Rio, Kupeli ., 2003, On Level Sets of Lorentzian Distance Function, General Relativity and Gravitation, Vol 35, No 9, Sept 2003. Fraleigh, J.B., 1994, A First Course in Abstract Algebra, 5-th Edition, Addition Wesley Pub.Com., California. Friedman, M., 1983, Foundation of Space-time Theory: Relativistic Theory and Philosophy of Science, Princeton University Press, New Jersey. Parrado, G dan Senovilla, J., 2005, Causal Structures and Causal Boundaries, arXiv:gr-qc/0501069 v1 24 jan 2005, www.xxx.land.gov . De Sabbata,V dan Gasperini,M., 1985, Introduction to Gravitation, World Scientific Publishing Co Pte Ltd, Singapore. Galloway, G.J., 1985, Null Geometry and the Einstein Equation, Department of Ma– thematics University of Miami. Hawking dan Sachs., 1974, Causally Continous Spacetimes, Commun. Math. Phys.35, 287 - 296(1974).
154
Hawking, S.W dan Ellis, G.F.R., 1997, The Large Scale Structure of Spacetime, Chambridge University Press, New York. Isham, C.J., 1999, Modern Differential Geometry for Physicics, Second Edition, World Scientific Publishing Co.Pte.Ltd., Singapore. Kobayashi dan Nomizu, 1963, Foundations of Differential Geometry Volume 1, Interscience Publishers, London. Kobayashi dan Nomizu, 1969, Foundations of Differential Geometry Volume 2, Interscience Publishers, London. Kriele, M., 2001, Spacetime: Foundation of General Relativity and Differential Geometry, Springer - Verlag, Berlin. Lawden, D.F., 1982, An Introduction to Tensor, Relativity and Cosmology, 3-rd Edition, John Wiley and Sons.Ltd., New York. Lee, J.M., 1997, Riemannian Manifolds : An Introduction to Curvature, SpringerVerlag, Berlin. Lee,
J.M.,
2000,
Introduction
to
Smooth
Manifold,
http://www.math.washington.edu/ lee. Lerner, D., 1973, The Space of Lorentzian Metrics, Commun. Math. Phys.32, 19 - 38 (1973). Munkres, J.R., 1975, Topology : A First Course, Prentice - Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Naber, G.L., 1997, Topology, Geometry and Gauge Theory : Foundations, Springer Verlag, New York.
155
Naber, G.L., 2000, Topology, Geometry and Gauge Theory : Interactions, Springer Verlag, New York. Penrose, Roger., 1965, Gravitational Collapse and Spacetime Singularity, Phys. Rev. Letters 14, 57 (1965). Qoquereauex, R., 1988, Riemannian Geometry, Fibre Bundles, Kaluza-Klein Theories and All That . . . , World Scientific publishing Co.Ltd, Teaneck. Rosyid, M.F., 2002, Mekanika Kuantum: Model Matematis Bagi Fenomena Alam Mikroskopis., segera terbit. Sanchez, Miguel., 2005, Causal Hierarchy of Spacetimes, Temporal Functions and Smoothness of Geroch’s Splitting. A Revision, arXiv : gr-qc/0411143 v2 15 Feb 2005. Schutz, Bernard F., 1980, Geometrical Methods of Mathematical Physics, Cambridge University Press Cambridge. Wald, Robert M., 1984, General Relativity, The Univercity of Chicago Press, Chicago. Warner, F.W., 1983, Foundation of Differentiable Manifold and Lie Groups, Springer - Verlag, New York Wasserman, R.H., 1992, Tensors and Manifolds With Application to Mechanics and Relativity, Oxford University Press, Oxford. Weinberg, S., 1972, Gravitation and Cosmology : Principles and Application of General Theory of Relativity, John Wiley and Sons, New York.
LAMPIRAN A RUANG TOPOLOGIS Topologi muncul dari usaha memperumum sifat - sifat kekontinyuan fungsi pada garis riil dan ruang Eucledian. Melalui cabang matematika ini seseorang dapat mengatur sifat - sifat ruang sedemikian rupa sehingga satu dengan yang lainnya dapat dikatakan sama dan dapat saling mewakili. Berikut ini disajikan beberapa hal yang berkaitan dengan topologi, pembahasan selengkapnya dapat dilihat pada [Munkres , 1975].
1.
Identifikasi Topologi dan Pemetaan Kontinyu
Definisi A.1 (Ruang Topologis) Topologi pada himpunan X adalah himpunan τ := {U ⊂ X} yang setiap unsurnya memenuhi sifat - sifat : 1. ∅, X ∈ τ 2. Irisan berhingga unsur - unsur τ juga unsur dari τ 3. Gabungan senbarang unsur - unsur τ juga unsur dari τ Himpunan X dilengkapi dengan τ disebut sebagai ruang topologis dan biasa di– nyatakan dengan pasangan {X, τ }. Setiap U ∈ τ disebut sebagai subhimpunan terbuka dari X menurut τ dan V ⊂ X dikatakan subhimpunan tertutup dari X jika X − V ∈ τ. Dapat mudah dilihat bahwa ∅, X adalah himpunan yang terbuka sekaligus tertutup menurut setiap topologi pada X. Suatu subhimpunan Ux dikatakan seba-
156
157
gai lingkungan terbuka dari x ∈ X jika Ux merupakan subhimpunan terbuka yang memuat x. Pada setiap A ⊂ X dapat disusun topologi pada A yang disebut topologi warisan dari X yang berbentuk τA := {A ∩ U |U ∈ τ }. Subhimpunan (A, τA ) dilengkapi dengan topologi warisan disebut sebagai subruang topologis dari (X, τ ). Misalkan (X, τX )dan (Y, τY ) dua ruang topologis. Pada produk kartesis antara kedua ruang yang dinyatakan sebagai X × Y := {(x, y) |x ∈ X, y ∈ Y } dapat disusun topologi yang berbentuk
τX×Y :=
n[
(U, V ) |(U1 , V1 ) ∪ (U2 , V2 ) := (U1 ∪ U2 , V1 ∪ V2 )
o
untuk setiap U1 , U2 ⊂ τX ; V1 , V2 ⊂ τY . Suatu pemetaan f : (X, τX ) → (Y, τY ) dikatakan kontinyu jika f −1 (O) := {x ∈ X |f (x) ∈ O } ∈ τX , untuk semua O ∈ τY . Jika f kontinyu, bijektif dan mempunyai invers yang kontinyu, maka f dikatakan homeomorphisme antara (X, τX ) dan (Y, τY ). Homeomorphisme merupakan relasi ekuivalensi yang menjadi ukuran antar ruang topologis untuk dapat dikatakan saling identik.
2. Interior, Klosure dan Bounderi Dalam ruang topologis (X, τ ), setiap subhimpunan dari X mempunyai interior (interior), klosure (closure) dan boundari (boundary) yang didefinisikan sebagai berikut Definisi A.2 Misalkan A ⊂ X , x ∈ X dan Nx menyatakan lingkungan titik x. Interior dari A adalah himpunan Int[A] := {x ∈ X |∃Nx , Nx ⊂ A }. Klosure dari A adalah him-
158
punan A := {x ∈ X |∀Nx , Nx ∩ A 6= ∅} dan boundari dari A adalah himpunan
∂A := {x ∈ X |∀Nx , Nx ∩ A 6= ∅, Nx ∩ (X − A) 6= ∅}
Hubungan antara ketiga himpunan di atas dinyatakan sebagai berikut:
Int[A] ⊂ A ⊂ A,
∂A = A − Int[A],
∂A = A ∩ X − A = ∂(X − A)
Karena setiap subhimpunan terbuka merupakan lingkungan bagi unsur - unsurnya, jika U ⊂ A dan U terbuka maka U ⊂ Int[A]. Akibat yang lebih jauh adalah Int[A] merupakan subhimpunan terbuka terbesar pada X yang termuat oleh A. Jika F tertutup dan A ⊂ F maka A ⊂ F . Padahal jika x ∈ / A maka x ∈ / F , oleh karena itu A merupakan himpunan tertutup terkecil yang memuat A.
3. Ruang Hausdorff (X, τ ) dikatakan ruang Hausdorff jika untuk setiap pasangan titiknya masing - masing mempunyai lingkungan yang saling asing. Ruang (Rn , dn ) yaitu ruang Rn yang dilengkapi dengan metrik Eucledian dn merupakan contoh ruang Hausdorff. Setiap titik x ∈ Rn mempunyai lingkungan terbuka B (x) yang berupa bola terbuka berpusat di x dengan jejari . Dengan mengatur jejari bola terbuka tersebut, di antara setiap dua unsur Rn dapat disusun lingkungan yang saling asing. Ada beberapa sifat ruang Hausdorff yang penting, di antaranya adalah bahwa setiap himpunan unsur berhingga dari rung tersebut bersifat tertutup, termasuk juga singleton. Sifat penting lainnya adalah ketunggalan titik limit setiap barisan dalam ruang Hausdorff.
159
4. Ketersambungan Definisi A.3 Ruang topologis (X, τ ) dikatakan tersambung (connected) jika tidak mungkin disusun dua subhimpunan terbuka yang saling asing dan gabungannya sama dengan X. Subhimpunan - subhimpunan seperti ini biasa disebut separasi pada X. Beberapa sifat penting ruang tersambung diantaranya adalah: 1. (X, τ ) tersambung jika dan hanya jika subhimpunan terbuka dan sekaligus tertutupnya hanyalah X, ∅. 2. Jika A subhimpunan tersambung dari himpunan tersambung X, maka A berada pada salah satu bagian separasi dari X. 3. Misalkan A subhimpunan tersambung dari himpunan tersambung X, jika A ⊂ B ⊂ A, maka B tentu juga tersambung. 4. Bayangan ruang tersambung di bawah pemetaan kontinyu juga bersifat tersambung. 5. Produk kartesis antara dua ruang tersambung bersifat tersambung juga. Dapat mudah dilihat bahwa R bersifat tersambung, oleh karena itu Rn juga bersifat tersambung. Ketersambungan pada Rn berimplikasi pada teorema yang sangat dikenal pada kalkulus berikut ini Teorema A.1 ( Teorema nilai tengah ) Misalkan f : X → Y pemetaan kontinyu diantara ruang tersambung X ke ruang berorde ( ordered space). Jika a dan b dua anggota X dan r unsur Y dengan nilai diantara f (a) dan f (b) maka terdapat suatu unsur X misalkan c, sedemikian rupa sehingga dipenuhi f (c) = r. Teorema nilai tengah pada kalkulus adalah salah satu kasus khusus dari teorema ini.
160
5. Kekompakan Definisi A.4 Misalkan (X, τ ) suatu ruang topologis dan A ⊂ X. Suatu himpunan{Oα } ⊂ τ dikatakan liput terbuka (open cover) pada A jika gabungan dari anggota - anggota {Oα } memuat A. Himpunan {Uα } ⊂ {Oα } yang juga merupakan liput terbuka pada A disebut subliput terbuka. A dikatakan kompak (compact) jika setiap liput terbuka darinya mempunyai subliput terbuka dengan unsur berhingga (finite ). Berikut ini beberapa sifat - sifat penting ruang kompak 1. Bayangan ruang kompak dibawah pemetaan kontinyu bersifat kompak. 2. Setiap subhimpunan tertutup dari ruang kompak bersifat kompak. 3. Setiap subhimpunan kompak dari ruang Hausdorff bersifat tertutup. 4. Misalkan f : X → Y kontinyu bijektif, jika X kompak dan Y Hausdorff maka f homeomorphis. 5. (Teorema Tychonoff) Produk kartesis berhingga antara ruang - ruang kompak bersifat kompak. Beberapa sifat kekompakan pada Rn diantaranya 1. A ⊂ Rn kompak jika dan hanya jika tertutup dan terbatas ( bounded) dalam metrik Eucledian atau metrik bujur sangkar. 2. (Teorema nilai maksimum dan minimim) Misalkan f : X → Y kontinyu dengan Y himpunan berorde. Jika X kompak maka terdapat a dan b unsur X sedemikian rupa sehingga f (a) ≤ f (x) ≤ f (b);
∀x ∈ X.
161
Berikutnya dikenalkan ide konvergensi barisan yang lebih umum. Suatu barisan {xn } pada ruang topologis (X, τ ) dikatakan konvergen ke titik x jika untuk setiap lingkungan terbuka O dari x, terdapat N sedemikin rupa sehingga xn ∈ O untuk setiap n > N . Dalam kondisi seperti ini x dikatakan sebagai titik limit dari barisan tersebut. Dapat mudah dilihat bahwa kondisi konvergensi barisan pada Rn dapat dicakup dengan ide konvergensi di atas. Dalam topologi umum jika y titik limit dari {xn }, mungkin untuk menemukan subbarisan {yn } sedemikian rupa {yn } juga konvergen ke y. Tetapi ekstraksi subbarisan seperti ini mungkin hanya jika (X, τ ) bersifat tercacah pertama (first countable), yaitu jika untuk setiap p ∈ X terdapat himpunan subhimpunan terbuka tercacah {On } sedemikian rupa sehingga setiap Op lingkungan terbuka dari p memuat paling sedikit satu dari unsur {On }. Persyaratan yang lebih ketat disebut sebagai ketercacahan kedua (second countability): terdapat himpunan subhimpunan terbuka tercacah sedemikian rupa sehingga setiap subhimpunan terbuka dapat dinyatakan sebagai gabungan dari unsur himpunan tersebut. Relasi penting antara kekompakan dan konvergensi barisan dinyatakan oleh teorema berikut Teorema A.2 (Teorema Bolzano - Weierstrass) Misalkan (X, τ ) ruang topologis dan A ⊂ X. Jika A kompak maka setiap barisan {xn } pada A mempunyai suatu titik limit pada A. Sebaliknya jika (X, τ ) second countable dan setiap barisan dalam A mempunyai titik limit pada A, maka A bersifat kompak. Jadi (X, τ ) second countable dan A kompak jika dan hanya jika setiap barisan dalam A mempunyai suatu subbarisan yang konvergen pada A. Terakhir diperkenalkan ide tentang sifat parakompak (paracompactness). Definisi A.5 (Parakompak) Misalkan (X, τ ) ruang topologis dan {Oα } menjadi liput terbuka pada X. Suatu liput terbuka {Vβ } disebut pemurnian (refinemant) dari {Oα } jika untuk Vβ terdapat
162
suatu Oα sedemikian rupa sehingga Vβ ⊂ Oα . Liput {Vα } dikatakan berhingga secara lokal (locally finite) jika ∀x ∈ X mempunyai lingkungan terbuka W sehingga sejumlah berhingga saja dari Vα yang memenuhi W ∩ Vα 6= ∅. Himpunan topologis (X, τ ) dikatakan parakompak jika setip liput terbuka {Oα } dari X mempunyai suatu locally finite refinement {Vβ }. Dapat ditunjukkan bahwa sembarang himpunan topologis yang locally compact – yaitu himpunan yang setiap titiknya mempunyai lingkungan dengan klosur yang kompak – dan dapat dinyatakan sebagai gabungan tercacah subhimpunan subhimpunan kompak akan bersifat parakompak. Manifold adalah contoh ruang parakompak. Oleh karena itu, manifold dapat diliput dengan himpunan sistem koordinat (Uα , ϕα ) yang tercacah dan locally finite serta setiap Uα bersifat kompak. Sifat parakompak manifold menyebabkan keberadaan suatu partition of unity. Misalkan {Oα } menyatakan liput terbuka yang locally finite pada manifold, suatu partition of unity subordinat pada {Oα } adalah himpunan fungsi-fungsi licin {fα } sedemikian rupa sehingga 1. Support dari fα = supp(fα ) yaitu klosur himpunan dimana fα lenyap, termuat dalam Oα . 2. 0 ≤ fα ≤ 1. 3.
P
α
fα = 1
Dapat ditunjukkan setiap liput terbuka {Oα } yang locally finite pada manifold de– ngan setiap Oα kompak akan mengijinkan suatu partition of unity subordinat atasnya [Kobayashi dan Nomizu , 1963]. Keberadaan partition of unity pada manifold mengijinkan pengglobalan hasil-hasil yang bersifat lokal, sehingga dapat dibuktikan bahwa setiap manifold akan selalu mengijinkan metrik Riemannian. Keberadaan partition of unity juga memungkinkan untuk mendefinisikan integrasi pada manifold.