KETERKAITAN LINGKUNGAN KERJA, DUKUNGAN SUAMI, DAN BODY IMAGE DENGAN DURASI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA KARYAWAN WANITA DI BALAI KOTA BEKASI
ZAHRIFA ANNISA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keterkaitan Lingkungan Kerja, Dukungan Suami, dan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif pada Karyawan Wanita di Balai Kota Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Zahrifa Annisa NIM I14110055
ABSTRAK ZAHRIFA ANNISA. Keterkaitan Lingkungan Kerja, Dukungan Suami, dan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif pada Karyawan Wanita di Balai Kota Bekasi. Dibimbing oleh M RIZAL MARTUA DAMANIK DAN KATRIN ROOSITA. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan tentang ASI, lingkungan kerja, dukungan suami, dan body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif pada karyawan wanita di Balai Kota Bekasi. Desain penelitian adalah cross sectional study dan pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas tersedianya fasilitas Pojok ASI di tempat kerja. Sejumlah 30 karyawan diikutsertakan dalam penelitian ini. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2015. Rata-rata durasi pemberian ASI eksklusif contoh 16 minggu. Tingkat pengetahuan contoh tergolong 10% rendah, 50% sedang, dan 40% tinggi. Sebanyak 60% lingkungan kerja contoh tergolong baik. Sebagian besar dukungan suami contoh tergolong sedang (43%) dan tinggi (43%). Contoh yang memiliki body image positif sebanyak 60%. Durasi pemberian ASI eksklusif akan lebih lama pada contoh yang memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI yang lebih tinggi (p<0.05; r=0.429), lingkungan kerja yang baik (p<0.01; r=0.463), dukungan suami yang tinggi (p<0.01; r=0.558), dan body image yang positif (p<0.05; r=0.449). Kata kunci: ASI eksklusif, dukungan suami, lingkungan kerja ABSTRACT ZAHRIFA ANNISA. Linkage of Workplace Environment, Husband Support, and Body Image with Duration of Exclusive Breastfeeding on Woman Employees in Bekasi Government Office. Supervised by M RIZAL MARTUA DAMANIK and KATRIN ROOSITA. The objective of this study was to analyze the association between breastfeeding knowledge, workplace environment, husband support, and body image with duration of exclusive breastfeeding on woman employees in Bekasi Government Office. The design of this study was a cross sectional study and research location was selected based on the availability of Nursery Room in the workplace. A number of 30 woman employees were participated in this study. Research was conducted on March-May 2015. The average of duration of exclusive breastfeeding was 16 weeks. Level of breastfeeding knowledge samples was categorized as 10% low, 50% moderate, and 40% high. As much as 60% samples had a good workplace environment. A majority of husband support samples was categorized as moderate (43%) and high (43%). Samples who had a positive body image was 60%. Duration of exclusive breastfeeding will be longer on samples who had high breastfeeding knowledge level (p<0.05; r=0.429), good workplace environment (p<0.01; r=0.463), high husband support (p<0.01; r=0.558), and positive body image (p<0.05; r=-0.449). Keywords: exclusive breastfeeding, husband support, workplace environment
KETERKAITAN LINGKUNGAN KERJA, DUKUNGAN SUAMI, DAN BODY IMAGE DENGAN DURASI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA KARYAWAN WANITA DI BALAI KOTA BEKASI
ZAHRIFA ANNISA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul
Nama NIM
: Keterkaitan Lingkungan Kerja, Dukungan Suami, dan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif pada Karyawan Wanita di Balai Kota Bekasi : Zahrifa Annisa : I14110055
Disetujui oleh
Prof. drh. M Rizal M Damanik, MRepSc, PhD Pembimbing 1
Diketahui oleh
Dr. Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Disetujui:
Dr. Katrin Roosita, SP, MSi Pembimbing II
i
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah yang telah diselesaikan berjudul Keterkaitan Lingkungan Kerja, Dukungan Suami, dan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif pada Karyawan Wanita di Balai Kota Bekasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peneliti, masyarakat, contoh penelitian, dan pemerintah mengenai pentingnya lingkungan kerja yang mendukung, adanya dukungan suami, dan persepsi body image yang positif agar wanita yang bekerja tetap dapat memberikan ASI Eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Pemerintah Kota Bekasi dan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Kota Bekasi yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Balai Kota Bekasi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. drh. M Rizal M Damanik, MRepSc, PhD serta Dr. Katrin Roosita, SP, MSi yang telah banyak membimbing penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis ungkapkan kepada orang tua serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya. Selain itu juga kepada sahabat-sahabat penulis dan teman-teman Mineral 48 atas segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015 Zahrifa Annisa
ii
iii
DAFTAR ISI PRAKATA DAFTAR ISI
i iii
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
v
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
3
Rumusan Masalah
3
Manfaat Penelitian
4
KERANGKA PEMIKIRAN
4
METODE PENELITIAN
6
Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian
6
Cara Penarikan dan Jumlah Contoh
6
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
7
Pengolahan dan Analisis Data
8
Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN
12 14
Gambaran Umum Balai Kota Bekasi
14
Karakteristik Keluarga
15
Karakteristik Contoh
17
Kegiatan Memerah ASI
20
Lokasi Memerah ASI
20
Durasi Pemberian ASI Eksklusif
22
Pengetahuan Tentang ASI
23
Lingkungan Kerja
24
Dukungan Suami
25
Body Image
25
Status Kesehatan Bayi
26
iv
DAFTAR ISI (LANJUTAN) Hubungan Pengetahuan tentang ASI, Lingkungan Kerja, Dukungan Suami, dan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif
28
Hubungan Durasi Pemberian ASI Eksklusif dengan Skor Morbiditas Bayi
31
SIMPULAN DAN SARAN
32
Simpulan
32
Saran
33
DAFTAR PUSTAKA
34
LAMPIRAN
38
RIWAYAT HIDUP
44
v
DAFTAR TABEL 1
Variabel, parameter, dan cara pengumpulan data
2
Variabel, kategori, dan dasar kategori untuk variabel penelitian
10
3
Sebaran contoh berdasarkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
14
4
Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga, pendapatan, dan pendidikan suami
16
5
Sebaran contoh berdasarkan usia, pendidikan contoh, paritas, dan jenis persalinan
18
6
Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan kegiatan memerah ASI
20
7
Sebaran contoh berdasarkan durasi pemberian ASI eksklusif
22
8
Tabulasi silang antara pengetahuan tentang ASI dengan praktik pemberian ASI
23
9
Persentase contoh berdasarkan jawaban benar pada tiap domain pertanyaan pengetahuan tentang ASI
24
10
Tabulasi silang antara lingkungan kerja dengan praktik pemberian ASI
24
11
Tabulasi silang antara dukungan suami dengan praktik pemberian ASI
25
12
Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit
27
13
Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan frekuensi sakit
27
14
Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan lama sakit
28
15
Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan skor morbiditas
28
7
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran penelitian
6
2
Pojok ASI di Balai Kota Bekasi
15
3
Sebaran contoh berdasarkan lokasi memerah ASI
21
4
Grafik tabulasi silang antara body image dengan praktik pemberian ASI
26
vi
DAFTAR LAMPIRAN 1
Total skor pertanyaan pengetahuan tentang ASI
39
2
Uji normalitas data
41
3
Hasil korelasi Spearman pengetahuan tentang ASI dengan durasi pemberian ASI eksklusif
41
4
Hasil korelasi Spearman lingkungan kerja dengan durasi pemberian ASI eksklusif
42
5
Hasil korelasi Spearman dukungan suami dengan durasi pemberian ASI eksklusif Hasil korelasi Spearman body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif Hasil korelasi Spearman durasi pemberian ASI eksklusif dengan skor morbiditas bayi
42
6 7
42 43
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Angka kematian anak yang rendah merupakan salah satu indikator yang ingin dicapai dalam MDG’s (Millenium Developmet Goals). United Nations (2014) dalam The Millenium Development Goals Report pada tahun 2014 melaporkan bahwa telah terjadi penurunan angka kematian balita (AKABA) hampir 50% dari 90 kematian per 1000 kelahiran hidup pada 1990 menjadi 48 kematian pada tahun 2012 secara global. Sementara itu, berdasarkan data SDKI tahun 2012 (dalam Kemenkes 2013), penurunan AKABA cukup tajam terjadi antara tahun 1991 sampai 2012, yaitu dari 97 kematian per 1000 kelahiran hidup menjadi 40 kematian per 1000 kelahiran hidup. Namun, penurunan tersebut belum mencapai target MDG’s 2015, yaitu berkurangnya 2/3 AKABA (United Nations 2014) atau menurut SDKI tahun 2012 (dalam Kemenkes 2013) AKABA menjadi kurang dari 32 per 1000 kelahiran hidup pada periode 2013-2015. Target MDG’s untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan anak, khususnya balita didukung oleh World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF). Dukungan WHO dan UNICEF dengan cara merekomendasikan pemberian air susu ibu (ASI) saja untuk bayi minimal sampai usia 6 bulan (ASI eksklusif). Pemberian ASI eksklusif diyakini mampu meningkatkan status kesehatan, pertumbuhan, serta kelangsungan hidup bayi baru lahir sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas balita. Tahun 2003, pemerintah Indonesia pun turut merubah rekomendasi durasi ASI eksklusif dari 4 menjadi 6 bulan (BPS, BKKBN, Kemenkes, & ICF International 2013). Peraturan terkait pemberian ASI eksklusif juga telah disusun oleh pemerintah Indonesia untuk mendukung keberhasilan program ASI eksklusif. Salah satunya adalah UU No 36 tahun 2009 pasal 128 ayat 2 dan 3 yang menyatakan bahwa semua pihak harus mendukung penuh ibu memberikan ASI, dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus yang mendukung. Regulasi pemerintah yang mewajibkan praktik pemberian ASI eksklusif memang mampu meningkatkan jumlah pemberian ASI eksklusif dari 15.3% pada tahun 2010 (Riskesdas 2010) menjadi 38% pada tahun 2013 (Riskesdas 2013). Namun, peningkatan tersebut masih jauh dibawah target nasional cakupan pemberian ASI eksklusif sebesar 80%. Kemenkes (2011a) menyatakan bahwa keterbatasan waktu pemberian ASI merupakan salah satu penyebab belum tercapainya target nasional cakupan praktik pemberian ASI eksklusif. Data Statistik Indonesia (BPS 2014) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah total pekerja wanita dari 16 959 993 juta jiwa pada Agustus 2012 menjadi 17 376 333 juta jiwa pada Agustus 2014. Tidak menutup kemungkinan, diantara total jumlah pekerja wanita tersebut terdapat pekerja wanita dalam usia reproduksi yang akan mengalami proses kehamilan, melahirkan, dan menyusui selama menjadi pekerja. Azriani (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa ibu yang tidak bekerja memiliki peluang memberikan ASI eksklusif 2.34 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Lingkungan kerja ramah laktasi merupakan salah satu kunci keberhasilan pemberian ASI eksklusif oleh ibu
2
bekerja (AIMI 2013). Praktik memerah ASI merupakan salah satu cara agar ibu bekerja dapat memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan. Namun, memerah ASI ketika bekerja bukanlah hal yang mudah, sehingga memerah ASI dalam jangka panjang membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, terutama suami (IDAI 2013). Dukungan serta kesediaan suami untuk bekerja sama dalam hal pengasuhan anak dan pemberian ASI sangat dibutuhkan bagi ibu bekerja. Dukungan suami yang diberikan dalam bentuk apapun dapat mempengaruhi kondisi emosional ibu sehingga berdampak pada produksi ASI (Ramadani & Hadi 2010). Hasil studi Ramadani dan Hadi (2010) pada 182 ibu bekerja dan tidak di wilayah kerja Puskesmas Air Tawar Kota Padang menunjukkan bahwa ibu yang mendapat dukungan pemberian ASI eksklusif dari suami memiliki kecenderungan 2 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan daripada ibu yang tidak atau kurang mendapatkan dukungan suami. Hampir seluruh ibu (80.6%) menyatakan bahwa dukungan suami yang paling mereka anggap penting adalah suami mendorong dan menyarankan ibu untuk menyusui bayinya serta suami tidak mengeluhkan adanya perubahan bentuk tubuh ibu setelah melahirkan maupun karena menyusui bayi, sehingga meningkatkan rasa percaya diri ibu. Perubahan bentuk tubuh selama hamil dan setelah melahirkan akan berpengaruh terhadap penampilan dan rasa percaya diri seorang wanita, terutama pada wanita yang bekerja. Penampilan dan pekerjaan merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan, wanita yang bekerja dituntut untuk lebih memperhatikan penampilannya agar menarik. Penampilan menarik membuat mereka merasa lebih berharga serta dapat tampil lebih meyakinkan dalam berbagai situasi. Ketidakpuasaan terhadap penampilannya sehari-hari merupakan penyebab awal munculnya body dissatisfaction (ketidakpuasaan terhadap tubuh) yang dalam jangka panjang dapat mengarah pada body image negatif (Kartikasari 2013). Wanita yang lebih memperhatikan body image saat periode post partum cenderung menghentikan praktik menyusui sebelum 6 bulan dan menyapih bayi mereka lebih cepat, karena mereka khawatir menyusui akan memberikan dampak negatif terhadap bentuk tubuh mereka (Brown et al. 2014). Rendahnya jumlah ibu bekerja yang memberikan ASI menjadi pertimbangan didirikannya Pojok ASI di Balai Kota Bekasi. Pojok ASI merupakan salah satu bentuk nyata Pemerintah Kota Bekasi untuk mendukung kebijakan pemerintah pusat guna mempromosikan dan meningkatkan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja. Pojok ASI juga menggambarkan dukungan positif pemerintah terhadap karyawan wanitanya yang masih berkewajiban memberikan ASI eksklusif. Namun, keberhasilan program Pojok ASI tersebut dan durasi pemberian ASI eksklusif pada karyawan wanita di Balai Kota Bekasi belum dapat diketahui karena tidak adanya data atau penelitian pendukung. Oleh karena pentingnya hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.
3
Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis pengetahuan tentang ASI, lingkungan kerja, dukungan suami, body image, dan durasi pemberian ASI eksklusif pada karyawan wanita di Balai Kota Bekasi. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga contoh yang meliputi besar keluarga, pendapatan, dan pendidikan suami, 2. Mengidentifikasi karakteristik contoh yang meliputi usia, pendidikan, paritas, dan jenis persalinan, 3. Mengkaji durasi pemberian ASI eksklusif, 4. Mengkaji pengetahuan tentang ASI, lingkungan kerja, dukungan suami, dan body image, 5. Menilai status kesehatan bayi (jenis penyakit, frekuensi & lama sakit, serta skor morbiditas), 6. Menganalisis hubungan pengetahuan tentang ASI, lingkungan kerja, dukungan suami, dan body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif, 7. Menganalisis hubungan durasi pemberian ASI eksklusif dengan skor morbiditas bayi.
Rumusan Masalah Ibu bekerja memiliki kecenderungan tidak memberikan ASI secara eksklusif (Forster et al. 2006). Hal ini antara lain disebabkan oleh pendeknya waktu cuti kerja, lingkungan kerja yang tidak mendukung, dan pendeknya waktu istirahat saat kerja. Lingkungan kerja yang tidak mendukung merupakan faktor yang paling sering dikaitkan dengan tingginya jumlah pekerja wanita yang meninggalkan kewajibannya sebagai seorang ibu untuk menyusui anaknya (AIMI 2013; IDAI 2013). Lingkungan kerja dapat mempengaruhi alokasi waktu dan kondisi emosional ibu. Kondisi emosional ibu yang tidak stabil dapat menyebabkan tingginya tingkat stres pada ibu bekerja, sehingga mengganggu produksi ASI. Alokasi waktu yang buruk menyebabkan ibu tidak mampu membagi waktu dengan baik untuk urusan kantor dan rumah tangga, akibatnya beberapa kewajiban ibu dalam mengurus rumah tangga terbengkalai, termasuk kewajiban memberikan ASI eksklusif. Lingkungan kerja ramah laktasi dapat membantu dan menciptakan rasa nyaman ibu untuk menunaikan kewajibannya dalam mengurus rumah tangga ketika bekerja, seperti memerah ASI saat bekerja (Murtagh & Anthony 2011). Selain itu, pemberian ASI eksklusif juga dipengaruhi oleh dukungan suami (Ramadani & Hadi 2010; IDAI 2013). Dukungan suami mampu meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuannya untuk memberikan ASI yang cukup untuk anaknya (Mannion et al. 2013). Penampilan adalah hal lain yang erat kaitannya dengan pendeknya durasi pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja. Rasa khawatir dan anggapan bahwa menyusui akan merubah bentuk tubuh mempengaruhi rasa percaya diri mereka ketika tampil di depan orang lain merupakan salah satu alasan ibu bekerja yang menghentikan praktik pemberian ASI eksklusif sebelum 6 bulan. Rasa percaya diri yang rendah terhadap bentuk
4
tubuh menyebabkan munculnya persepsi body image negatif yang dapat mempengaruhi praktik pemberian ASI (Brown et al. 2014). Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti keterkaitan lingkungan kerja, dukungan suami, dan body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja.
Manfaat Penelitian Selain menambah ketersediaan data dan gambaran mengenai durasi pemberian ASI eksklusif pada karyawan wanita di Kota Bekasi, penelitian ini juga bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai keterkaitan lingkungan kerja, dukungan suami, dan body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif pada karyawan wanita di Kota Bekasi. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan gambaran keberhasilan salah satu program pemerintah, yaitu pemanfaatan Pojok ASI yang tersedia di lingkungan kerja. Bagi masyarakat umum, penelitian ini bermanfaat untuk meyakinkan mereka bahwa keberhasilan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan tidak hanya melibatkan diri sendiri, namun melibatkan semua pihak yang saling terkait, termasuk rekan kerja dan anggota keluarga (terutama suami).
KERANGKA PEMIKIRAN Praktik pemberian ASI merupakan kegiatan memberikan ASI untuk anak yang dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Bila kegiatan ini dilakukan secara langsung maka disebut dengan menyusui (Roesli 2000). Praktik pemberian ASI dibedakan menjadi dua macam, yaitu eksklusif dan tidak eksklusif. Eksklusif bila bayi hanya diberikan ASI saja tanpa makanan atau minuman lain. WHO (2012) merekomendasikan ASI eksklusif harus diberikan pada bayi sampai dengan usia 6 bulan. Durasi pemberian ASI eksklusif sering digunakan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, tidak hanya sekedar mengklasifikasi apakah pemberian ASI dilakukan secara esklusif atau tidak, namun juga sampai pada usia berapa bayi hanya diberikan ASI saja oleh ibu. Jadi, kata ASI eksklusif tersebut digunakan untuk mewakili pemberian ASI saja tanpa makanan atau minuman lain tanpa menambahkan batasan umur. Namun, istilah tersebut hanya digunakan untuk mengklasifikasikan saja tanpa merubah definisi ASI eksklusif secara resmi dari WHO (Susiloretni et al. 2014). Secara umum, durasi pemberian ASI eksklusif dapat dipengaruhi oleh karakteristik ibu yang meliputi usia, pendidikan, paritas, dan jenis persalinan. Namun, karakteristik usia, pendidikan, serta paritas lebih dikaitkan dengan pengetahuan ibu terkait ASI yang secara langsung dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Tidak hanya kurangnya pengetahuan tentang kandungan zat gizi ASI, namun kurangnya pengetahuan tentang seluruh aspek yang terkait ASI manjadi salah satu faktor penghambat keberlangsungan pemberian ASI (Susiloretni et al. 2014). Sementara itu, jenis persalinan mampu mempengaruhi pemberian ASI secara langsung. Masa pemulihan ibu setelah persalinan sesar
5
yang lebih lama karena pengaruh obat bius merupakan salah satu penyebab rendahnya tingkat pemberian ASI eksklusif pada persalinan sesar (PerezEscamilla et al. 1996). Durasi pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja juga erat kaitannya dengan lingkungan kerja ibu. Status pekerjaan dapat meningkatkan kemungkinan penyapihan anak yang terlalu dini. Lingkungan kerja yang ramah laktasi mampu mencegah kemungkinan tersebut (Roesli 2000; Murtagh & Anthony 2011). Adanya lingkungan kerja yang ramah laktasi memberi kesempatan bagi ibu untuk tetap memberikan ASI ketika bekerja dengan cara memerah ASI. Peran serta suami juga dIbutuhkan untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan pada ibu bekerja. Dukungan suami terhadap istri mampu memperkuat komitmen dan motivasi ibu untuk memberikan kehidupan yang layak dan berkualitas untuk bayinya, salah satunya dengan memberikan ASI. Studi yang dilakukan oleh Ramadhani dan Hadi (2010) menunjukkan bahwa diantara 55.4% ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif untuk bayinya, terdapat 57% ibu yang mengatakan keberhasilan tersebut karena mereka mendapat dukungan dari suaminya. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pemberian ASI namun belum banyak diteliti di Indonesia yaitu body image. Kebanyakan wanita merasa penampilannya buruk setelah melahirkan karena pertambahan berat badan dan perubahan bentuk tubuh selama kehamilan, sehingga memiliki anggapan negatif terhadap bentuk tubuhnya. Body image negatif pada ibu menyusui akan akan memicu perasaan depresi dan gelisah (Hasni et al. 2013), sehingga dapat mengganggu produksi ASI (Hamilton 1995), akibatnya pemberian ASI eksklusif jadi terhambat bahkan terhenti. Padahal memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan dapat mengembalikan berat badan ibu sebelum hamil lebih cepat (Romm 2002). Selain faktor-faktor yang sudah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap praktik pemberian ASI namun tidak diteliti dalam penelitian ini. faktor tersebut diantaranya penyakit dan promosi petugas kesehatan. Secara ringkas, hubungan antar variabel penelitian disajikan dalam kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Karakteristik Ibu Usia Pendidikan Paritas Jenis Persalinan
Pengetahuan Tentang ASI
Akses Informasi
Dukungan Suami Faktor Lain Penyakit Promosi Petugas Kesehatan
Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Pendapatan Pendidikan Suami
Lingkungan Kerja Durasi Pemberian ASI Eksklusif
Body Image
Status Kesehatan Bayi Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Keterangan : : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti
METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain cross sectional study, yang mengukur exposure dan outcome secara bersamaan pada suatu populasi tertentu. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan mulai dari 26 Maret hingga 13 Mei 2015 di Balai Kota Bekasi. Pemilihan Balai Kota Bekasi sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan tersedianya fasilitas Pojok ASI. Pertimbangan lainnya adalah kemudahaan akses karena dekat dengan tempat tinggal peneliti. Cara Penarikan dan Jumlah Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan wanita Balai Kota Bekasi. Contoh penelitian dipilih secara purposive (sengaja), dengan kriteria inklusi sebagai berikut.
7
1. 2. 3. 4. 5.
Memiliki bayi usia 6-12 bulan Ibu dalam kondisi sehat Tingkat pendidikan contoh dan suaminya minimal SMA/sederajat Sudah bekerja di Balai Kota Bekasi minimal 2 tahun Bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini adalah karyawan wanita Balai Kota Bekasi yang bekerja sebagai pramu kantor (office girl). Berdasarkan data cuti bersalin (Februari-Oktober 2014) terdapat 33 karyawan wanita yang mengajukan cuti bersalin. Namun, saat pengumpulan data, diketahui bahwa 2 dari 33 karyawan wanita tersebut memiliki bayi yang berusia > 13 bulan, sedangkan 1 dari 33 karyawan wanita tersebut sudah tidak bekerja di Balai Kota Bekasi. Sehingga contoh penelitian ini berjumlah 30 orang. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan mencakup data primer (data dikumpulkan langsung oleh peneliti) dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik ibu (usia, pendidikan, paritas, dan jenis persalinan), karakteristik keluarga (besar keluarga, pendapatan, dan pendidikan suami), status kesehatan (jenis penyakit, frekuensi sakit, lama sakit, dan skor morbiditas), pengetahuan tentang ASI, durasi pemberian ASI eksklusif, dukungan suami, lingkungan kerja, persepsi body image, dan rincian aktivitas menyusui dan memerah ASI dalam 24 jam terakhir. Sedangkan data sekunder mencakup gambaran umum lokasi penelitian yang diperoleh berdasarkan studi literatur pada dokumen dan pengamatan langsung (observasi). Data rincian aktivitas 24 jam berguna untuk mengkaji ulang kebenaran praktik pemberian ASI dan kegiatan memerah ASI contoh. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan kuesioner dan pengisian kuesioner yang dilakukan secara mandiri oleh contoh (Tabel 1). Peneliti berperan sebagai enumerator tunggal seluruh kegiatan dalam penelitian ini. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah di uji coba terlebih dahulu kepada lima orang karyawan wanita Balai Kota Bogor yang memenuhi kriteria inklusi penelitian ini. Berdasarkan hasil uji coba tersebut, terdapat beberapa poin dalam kuesioner yang diperbaiki dengan tujuan agar lebih operasional. Wawancara dilakukan di masingmasing ruang kerja contoh secara bergantian. Tabel 1 Variabel, parameter, dan cara pengumpulan data No Variabel Parameter Cara Pengumpulan Data Data Primer 1 Karakteristik Ibu Pengisian Kuesioner Usia Pengisian Kuesioner Pendidikan Pengisian Kuesioner Paritas Pengisian Kuesioner Jenis Persalinan
8
Tabel 1 Variabel, parameter, dan cara pengumpulan data (lanjutan) No Variabel Parameter Cara Pengumpulan Data 2 Karakteristik Pengisian Kuesioner Besar keluarga Keluarga Pengisian Kuesioner Pendapatan Pengisian Kuesioner Pendidikan Suami 3
Status Kesehatan
Jenis penyakit Frekuensi sakit Lama sakit Skor morbiditas
4
Pengetahuan Ibu
Pengetahuan tentang ASI
Pengisian Kuesioner
5
Body Image
Persepsi body image
Pengisian Kuesioner
6
Dukungan Suami
Dukungan suami
Pengisian Kuesioner
7
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja
Pengisian Kuesioner
8
Durasi Pemberian ASI eksklusif
Usia bayi (minggu)diberikan makanan atau minuman selain ASI
Wawancara dengan Kuesioner
9
Aktivitas 24 Jam
Rincian Aktivitas 24 Jam
Pengisian Kuesioner
Gambaran umum lokasi penelitian
Studi literatur dan observasi
Data Sekunder 10 Lokasi Penelitian
Wawancara dengan Kuesioner
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh kemudian diolah secara manual dan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007, lalu disajikan ke dalam bentuk tabel. Data diolah berdasarkan kategori masing-masing variabel (Tabel 2). Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensia. Analisis secara deskriptif menggunakan klasifikasi pemberian ASI secara eksklusif (hingga 6 bulan) dan tidak eksklusif (< 6 bulan) untuk mempermudah pembacaan tabel. Sedangkan analisis secara inferensia menggunakan program SPSS (Statistical Productand Service Solution) version 16.0 for Windows. Uji Shapiro-Wilk digunakan untuk melihat normalitas seluruh data hasil penelitian (Lampiran 2). Bila data yang akan diuji hubungan tersebar normal,
9
maka digunakan uji korelasi Pearson. Sebaliknya, bila salah satu atau kedua data yang akan diuji tidak tersebar normal, maka digunakan uji korelasi Spearman. Uji korelasi Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara pengetahuan tentang ASI, lingkungan kerja, dukungan suami, dan body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif. Uji tersebut juga digunakan untuk melihat hubungan antara durasi pemberian ASI eksklusif dengan skor morbiditas bayi. Penelitian ini menggunakan penetapan interval kelas menurut Slamet (1993) untuk mengkategorikan variabel pengetahuan ibu, lingkungan kerja, dukungan suami, body image, frekuensi sakit, lama sakit, dan skor morbiditas, dimana nilai tertinggi dan nilai terendah pada rumus diperoleh berdasarkan hasil penelitian. Rumus perhitungan interval kelas sebagai berikut.
Keterangan: IK = Interval Kelas NT = Nilai Tertinggi NK = Nilai Terkecil JK = Jumlah Kelas Data status kesehatan diperoleh dari hasil wawancara berdasarkan data jenis penyakit, frekuensi sakit, lama sakit, dan skor morbiditas bayi. Jenis penyakit yang diderita oleh bayi dicatat tanpa ada pengecualian jenis penyakit tertentu. Skor morbiditas bayi diperoleh berdasarkan rumus dalam penelitian Putri & Dadang (2012). Sebagai berikut.
Data pengetahuan ibu tentang ASI dikumpulkan dengan menggunakan Malay-Version Questionnaire Assessing Knowledge of Breastfeeding yang dikembangkan oleh Alina et al. (2010). Kuesioner ini memiliki nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.77. Kuesioner ini terdiri dari 47 pertanyaan dan 10 domain, yaitu manfaat ASI untuk bayi (pernyataan 1-6), manfaat ASI untuk ibu (pernyataan 712), manfaat kolostrum (pernyataan 13-16), praktik menyusui yang efektif (pernyataan 17-19), Cara memerah dan menggunakan ASI perah (pernyataan 2027), durasi menyusui (pernyataan 28-31), makanan pendamping ASI atau MP-ASI (pernyataan 32-33), masalah umum dalam proses menyusui (pernyataan 34-38), penyebab dan cara mengatasi payudara yang bengkak (39-40), dan aspek praktik menyusui (41-47). Jawaban pertanyaaan dikategorikan dalam pilihan jawaban benar, salah, dan tidak tahu. Setiap pertanyaaan yang mampu dijawab dengan benar diberi skor 1 dan salah diberi skor 0. Total skor kuesioner ini adalah 0-47, skor yang lebih tinggi menandakan pengetahuan yang lebih baik. Total skor kemudian dibagi ke dalam 3 kategori (rendah, cukup, dan baik) berdasarkan penetapan interval kelas menurut Slamet (1993). Data lingkungan kerja dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Workplace Breastfeeding Support Scale (WBSS) yang dikembangkan oleh Bai et al. (2008). Kuesioner ini telah diuji validitasnya pada 66 ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan dan telah menunjukkan reliabilitas yang dapat diterima (α=0.77
10
dan r=0.86). Kuesioner WBSS terdiri dari 12 pernyataan yang mencakup empat dimensi lingkungan kerja yang mendukung praktik menyusui, yaitu dukungan teknis, fasilitas, suasana, dan rekan kerja. Kuesioner diisi dengan cara selfadministrated dan jawaban tiap pernyataan diukur dengan seven-point Likert scale mulai dari sangat tidak setuju pada skor 1 hingga sangat setuju pada skor 7. Total skor kuesioner ini yaitu 12-84, skor yang lebih tinggi mengindikasikan lingkungan kerja yang mendukung praktik menyusui. Total skor kemudian dibagi ke dalam 3 kategori (kurang, cukup, dan baik) berdasarkan penetapan interval kelas menurut Slamet (1993). Data dukungan suami pada penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan Family Support Questionnaire (FSQ) yang dikembangkan berdasarkan konsep dukungan sosial dan dapat digunakan untuk mengukur dukungan dari anggota keluarga (termasuk suami). Uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa kuesioner ini memiliki α=0.70 dan r=0.98. Kuesioner ini terdiri dari 20 pernyataan, yang meliputi 4 dukungan, yaitu dukungan emosional (pertanyaan 1-5), dukungan instrumental (pertanyaan 6-10), dukungan informasional (pertanyaan 11-15), dan dukungan penilaian (pertanyaan 16-20). Kuesioner diisi dengan cara self-administrated dan jawaban tiap pernyataan diukur dengan five-point Likert scale mulai dari tidak pernah pada skor 1 hingga selalu pada skor 5. Skor yang lebih tinggi menunjukkan dukungan suami yang lebih positif (Biswas 2010). Total skor digolongkan ke dalam 3 kategori (rendah, sedang, dan tinggi) berdasarkan penetapan interval kelas menurut Slamet (1993). Data body image dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Brown et al. (2014). Kuesioner ini dikembangkan karena kuesioner untuk mengukur body image yang tersedia saat ini belum ada yang mampu menggambarkan body image wanita saat hamil dan setelah melahirkan. Kuesioner yang dikembangkan oleh Brown et al. (2014) mempertimbangkan faktor pertambahan BB, stretch marks, dan penampilah tubuh setelah melahirkan (bentuk payudara dan elastisitas kulit). Bila digunakan untuk mengukur body image setelah melahirkan, kuesioner ini memiliki nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.781. Kuesioner ini terdiri dari 13 pernyataan dan dinilai menggunakan five-point Likert scale, mulai dari sangat tidak setuju pada skor 1 hingga sangat setuju pada skor 5. Total skor untuk 13 pernyataan dalam kuesioner ini yaitu 13-65, skor yang lebih tinggi menunjukkan body image yang lebih negatif. Total skor tersebut kemudian dibagi ke dalam 2 kategori (positif dan negatif) berdasarkan penetapan interval kelas menurut Slamet (1993). Tabel 2 Variabel, kategori, dan dasar kategori untuk variabel penelitian No Variabel Kategori Dasar Kategori Data Primer 1 Karakteristik Ibu 1. < 20 tahun BKKBN 2011b Usia 2. 20-35 tahun 3. > 35 tahun
11
Tabel 2 Variabel, kategori, dan dasar kategori untuk variabel penelitian (lanjutan) No Variabel Kategori Dasar Kategori 1. Tidak Sekolah BPS (2013) Pendidikan 2. Tidak Tamat SD 3. SD/sederajat 4. SMP/sederajat 5. SMA/sederajat 6. PT (diploma, S1, S2, S3) 1. Primipara Siswosudarmo Paritas 2. Multipara (2008) 3. Grandemultipara Newman & Jenis Persalinan 1. Normal 2. Operasi Sesar Newman (2009) 2 Karakteristik Keluarga 1. Besar keluarga 2. 3. 1. Pendapatan 2. 3. 4. 1. Pendidikan 2. Suami 3. 4. 5. 6. 3
Status Kesehatan Bayi Frekuensi Sakit 1. 2. 3. 1. Lama Sakit 2. 3. 4. Skor Morbiditas 1. 2. 3.
Kecil (≤ 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (> 7 orang) Rendah (<1.000.000) Cukup (1 000 000-2 499 000) Tinggi (2 500 000-4 000 000) Sangat Tinggi (> 4 000 000) Tidak Sekolah Tidak Tamat SD SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat PT (diploma, S1, S2, S3)
BKKBN (2009)
Tidak pernah sakit 1 kali sakit > 1 kali sakit 0 hari ≤ 6 hari 7 - 13 hari ≥ 14 hari Rendah (≤ 6) Sedang (7-12) Tinggi (≥ 13)
Sebaran Contoh
4 Durasi Pemberian 1. 0 minggu ASI Eksklusif 2. 4 minggu 3. 8 minggu 4. 12 minggu
BPS (2011)
BPS (2013)
Sebaran Contoh
Sebaran Contoh
Susiloretni et al. (2014)
12
Tabel 2 Variabel, kategori, dan dasar kategori untuk variabel penelitian (lanjutan) No Variabel Kategori Dasar Kategori 4 Durasi Pemberian 5. 16 minggu Susiloretni ASI Eksklusif 6. 20 minggu et al. (2014) 7. ≥ 24 minggu 5 Pengetahuan Ibu
1. Rendah (26.00-32.33) 2. Cukup (32.34-38.66) 3. Baik (38.67-45.00)
Sebaran Contoh
6 Lingkungan Kerja
1. Kurang (44.00-54.00) 2. Cukup (54.01-64.00) 3. Baik (64.01-74.00)
Sebaran Contoh
7 Dukungan Suami
1. Rendah (47.00-63.00) 2. Sedang (63.01-79.00) 3. Tinggi (79.01-95.00)
Sebaran Contoh
8 Body Image
1. Positif (15.00-34.50) 2. Negatif (34.51-54.00) -
Sebaran Contoh
9 Aktivitas 24 Jam Data Sekunder 10 Lokasi Penelitian
-
-
-
Definisi Operasional ASI Eksklusif adalah Pemberian air susu ibu untuk bayi segera setelah melahirkan secara tepat dan benar sampai bayi berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan dan minumam tambahan apapun selain ASI. ASIP (Air Susu Ibu Perah) adalah Susu yang dihasilkan secara alami dari payudara ibu dan dikeluarkan dengan cara diperah secara manual atau menggunakan alat bantu. Besar keluarga adalah jumlah individu yang tinggal dalam satu rumah dan hidup dari penghasilan yang sama. Body image adalah persepsi dinamis contoh secara individual terhadap tubuh dan bentuk tubuhnya. Contoh adalah karyawan wanita yang bekerja di Balai Kota Bekasi serta memenuhi kriteria inklusi dan digunakan dalam penelitian. Dukungan Suami adalah keterlibatan dan keikutsertaan suami dalam bentuk apapun yang mendukung pemberian ASI oleh istri untuk anak mereka. Durasi Pemberian ASI Eksklusif adalah usia bayi (dalam minggu) saat pertama kali diberikan makanan atau minuman lain (termasuk air putih) selain ASI. Frekuensi sakit adalah banyaknya kejadian sakit yang pernah dialami bayi dalam 1 bulan terakhir.
13
Jenis Penyakit adalah seluruh macam penyakit yang pernah diderita bayi dalam satu bulan terakhir Jenis Persalinan adalah cara melahirkan janin dalam keadaan hidup, baik secara normal (tanpa pembuatan sayatan pada dinding anterior rahim) maupun secara sesar (dengan pembuatan sayatan pada dinding anterior rahim). Lama sakit adalah total hari dari keseluruhan kejadian sakit yang pernah dialami bayi dalam 1 bulan terakhir. Lingkungan Kerja adalah seluruh aspek hidup dan kehidupan yang tercipta di tempat kerja dan dirasakan oleh contoh. Menyusui adalah Kegiatan seorang ibu memberikan susu secara langsung dari payudaranya ke bayi atau anaknya. Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh contoh. Pendapatan keluarga adalah total penghasilan yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga yang diperoleh dari seluruh jenis usaha dan dinyatakan dalam uang. Pendidikan Contoh adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh contoh. Pendidikan Suami Contoh adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh suami contoh. Pengetahuan Contoh adalah banyaknya informasi terkait ASI yang dimiliki oleh contoh dari berbagai sumber informasi. Skor morbiditas adalah skor yang menggambarkan angka kesakitan bayi yang diperoleh dari hasil perkalian antara frekuensi sakit dan lama sakit. Status Kesehatan Bayi adalah keadaan kesehatan bayi dalam 1 bulan terakhir yang diukur berdasarkan skor morbiditas bayi.
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Balai Kota Bekasi Pemerintahan Kota Bekasi terpusat di gedung Balai Kota Bekasi yang terletak di Jalan Jendral Ahmad Yani No. 1, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Pemerintahan Kota Bekasi dipimpin oleh seorang Wali Kota yang membawahi 10 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bertempat di gedung Balai Kota Bekasi, dimana setiap SKPD dipimpin oleh kepala bagiannya masing-masing. Sekretariat Daerah (SETDA); Hubungan Masyarakat (HUMAS); Dinas Tata Kota (DISTAKO); Dinas Perekonomian Rakyat (DISPERA); Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL); Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (DISPERINDAGKOP), Dinas Pembangunan dan Pemukiman (DISBANGKIM); Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH); Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP3AKB); dan Kantor Pemberdayaan Masyarakat (KAPERMAS) merupakan 10 SKPD yang terletak di gedung Balai Kota Bekasi. Tabel 3 menyajikan sebaran contoh berdasarkan SKPD yang terdaftar dalam Laporan Cuti Kepegawaian tahun 2014-2015. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) SKPD n % DISTAKO 3 10 DISPERA 6 20 KESBANGPOL 1 3 DISPERINDAGKOP 1 3 DISBANGKIM 3 10 BPLH 3 10 BP3AKB 3 10 KAPERMAS 1 3 SETDA 4 14 HUMAS 5 17 Total 30 100 Bulan Januari 2014, BP3AKB berhasil mendirikan sebuah ruangan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui, yaitu Pojok ASI. Pojok ASI terletak tepat bersebelahan dengan ruang kerja BP3AKB. Awalnya, ruangan Pojok ASI merupakan sebuah jalan alternatif yang menghubungkan ruang kerja bagian belakang BP3AKB dengan lobi. Kemudian, jalan alternatif tersebut dimodifikasi menjadi sebuah ruangan yang diharapkan mampu meningkatkan praktik pemberian ASI di kalangan karyawan wanitanya serta merubah anggapan karyawan wanitanya bahwa ASI tidak mampu diberikan saat sedang bekerja. Pojok ASI ini dilengkapi dengan sofa, kursi, meja, kasur bayi ukuran kecil, ember, tempat cuci tangan, kulkas, tempat sampah, pendingin ruangan (AC), dan poster mengenai metode kontrasepsi agar pengguna Pojok ASI merasa nyaman. Sayangnya, masih banyak karyawan, baik pria dan wanita, yang tidak
15
memanfaatkan Pojok ASI ini dengan benar, seperti masih menggunakan Pojok ASI sebagai jalan alternatif dari lobi menuju ke BP3AKB.
Gambar 2 Pojok ASI di Balai Kota Bekasi Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Keluarga contoh termasuk keluarga kecil dan sedang (Tabel 4). Tidak ada (0%) contoh dengan keluarga besar. Berdasarkan praktik pemberian ASI, 46.7% contoh memberikan ASI eksklusif, contoh lainnya (53.3%) tidak. Sejumlah 46.7% contoh yang memberikan ASI eksklusif, 16.7% diantaranya merupakan contoh berkeluarga kecil dan sisanya (30.0%) contoh berkeluarga sedang. Suhendar (2002) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa setelah dikontrol dengan variabel lingkungan sosial keluarga, ibu dengan besar keluarga kecil (≤ 4 orang) memiliki peluang 3.8 kali memberikan ASI eksklusif untuk anaknya. Semakin besar keluarga, yang biasanya diikuti dengan semakin banyak jumlah anak apalagi bila jarak kelahiran anak berdekatan, maka kesempatan untuk memberikan ASI eksklusif akan berkurang karena konsentrasi ibu terpecah untuk mengurus anak yang lainnya. Pilkauskas (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa besar keluarga tidak selalu mencerminkan banyaknya jumlah anak, terkadang besar keluarga dipengaruhi adanya orang tua atau mertua dari sepasang suami istri tinggal didalam satu rumah yang sama. Bila dalam suatu keluarga ikut hidup orang tua atau mertua yang mendukung serta membantu proses pengasuhan anak, pekerjaan rumah lainnya, dan memberikan pendapatan tambahan, maka kegiatan mengasuh anak dapat menyenangkan. Adanya bantuan tersebut menjadikan ibu memiliki kesempatan lebih banyak untuk memberikan perhatian lebih kepada bayinya, sehingga bayi dapat menerima ASI eksklusif.
16
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga, pendapatan, suami Praktik Pemberian ASI Tidak Karakteristik Keluarga Eksklusif Eksklusif n % n % Besar keluarga a. Kecil (≤ 4 orang) 5 16.7 6 20.0 b. Sedang (5-7 orang) 9 30.0 10 33.3 c. Besar (> 7 orang) 0 0.0 0 0.0 Total 14 46.7 16 53.3 Pendapatan a. Rendah 0 0 0 0 b. Cukup 0 0 0 0 c. Tinggi 0 0 1 3.3 d. Sangat tinggi 14 46.7 15 50.0 Total 14 46.7 16 53.3 Pendidikan suami a. SMA / sederajat 0 0 1 3.3 b. Perguruan tinggi 14 46.7 15 50.0 Total 14 46.7 16 53.3
dan pendidikan
Total n
%
11 19 0 30
36.7 63.3 0 100
0 0 1 29 30
0 0 3.3 96.7 100
1 29 30
3.3 96.7 100
Pendapatan Kategori pendapatan keluarga contoh diperoleh berdasarkan total pendapatan seluruh anggota keluarga contoh. Rata-rata pendapatan keluarga contoh sebesar Rp 7 500 000 dengan kisaran pendapatan Rp 4 000 000 - 12 000 000 per bulan. Tidak terdapat contoh dengan kategori pendapatan rendah dan cukup (Tabel 4). Hal tersebut diduga karena, baik contoh maupun suaminya memiliki pekerjaan dengan penghasilan tetap tiap bulannya, sehingga pendapatan keluarga mereka termasuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi. Hampir seluruh contoh memiliki kategori pendapatan sangat tinggi (96.7%). Mayoritas contoh dengan kategori pendapatan sangat tinggi tidak memberikan ASI eksklusif (50%). Hal ini serupa dengan penelitian Onah et al. (2014) menunjukkan bahwa dari 16.2% contoh dalam kategori status sosio ekonomi tinggi yang diukur berdasarkan total pendapatan keluarga, 52.3% diantaranya tidak memberikan ASI eksklusif. Status sosiekonomi yang tinggi sejalan dengan rendahnya praktik pemberian ASI eksklusif. Penggunaan susu formula atau makanan bayi lainnya sebagai salah satu simbol yang menggambarkan status sosial sering dikaitkan dengan hal tersebut. Ibu dengan pendapatan keluarga yang lebih tinggi, namun belum tentu berpendidikan tinggi, cenderung menganggap bahwa susu formula dengan harga yang paling mahal merupakan makanan terbaik untuk anaknya. Ibu dengan status sosio ekonomi tinggi juga memiliki peluang besar melakukan perjalanan jauh (seperti keluar kota) untuk kepentingan bisnis/kerja dan jalanjalan sehingga dapat menghambat praktik pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, edukasi mengenai manajemen ASI perah perlu diberikan agar bayi tetap mendapat ASI saat ibu pergi (Onah et al. 2014).
17
Pendidikan Suami Tingkat pendidikan suami dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sekolah menengah atas (SMA)/sederajat dan perguruan tinggi (PT). Hal ini didasarkan atas kriteria inklusi penelitian, yaitu contoh dan suaminya memiliki tingkat pendidikan minimal SMA/sederajat. Tabel 4 menunjukkan hampir seluruh suami contoh (96.7%) berasal dari lulusan PT. Sisanya 3.3% contoh lainnya memiliki suami dengan tingkat pendidikan lulusan SMA/sederajat dan tidak memberikan ASI eksklusif. Sebagian besar contoh dengan tingkat pendidikan suami lulusan PT memperoleh dukungan suami dengan kategori sedang dan tinggi, masing-masing 45%. Pendidikan suami merupakan faktor tidak langsung keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung sejalan dengan kemampuan suami memahami edukasi yang diberikan tentang ASI eksklusif serta bentuk nyata dukungan yang dapat diberikan untuk istri selama hamil dan setelah melahirkan. Artinya, tingkat pendidikan suami mampu secara aktif meningkatkan pengetahuan suami untuk mendukung praktik pemberian ASI secara eksklusif bila diiringi dengan program edukasi berkelanjutan (Bich et al. 2013). Karakteristik Contoh Usia Syarat usia yang ditetapkan untuk menjadi karyawan PNS Bekasi (minimal 18 tahun) dan kriteria inklusi penelitian yang menyebutkan bahwa contoh telah bekerja setidaknya 2 tahun di Balai Kota Bekasi diduga menjadi penyebab tidak terdapatnya contoh pada kategori usia remaja (< 20 tahun). Ratarata usia contoh 31.67 ± 4.33 tahun. Contoh dengan usia termuda (25 tahun) merupakan karyawan yang berasal dari SETDA. Sedangkan contoh dengan usia tertua (40 tahun) berjumlah 2 orang yang berasal dari SETDA dan DISPERA. Sebagian besar (80%) usia contoh tergolong dewasa muda, sisanya (20%) dewasa madya. Sejumlah 33.3% contoh yang memberikan ASI eksklusif merupakan contoh dengan kategori usia dewasa muda (Tabel 5). Usia merupakan faktor predisposisi (pemicu) keberhasilan pemberian ASI eksklusif Fikawati & Ahmad (2010). Pratiwi et al. (2014) menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam penelitiannya, karena contoh dengan usia muda memiliki pengetahuan yang rendah. Banyaknya masalah menyusui pada ibu usia remaha ditambah dengan pengetahuan yang rendah menyebabkan 60% ibu usia remaja tidak memberikan ASI eksklusif. BKKBN (2011b) menganjurkan usia 20 tahun sebagai usia minimal seorang wanita untuk menikah dan hamil, karena pada usia tersebut mental dan organ reproduksi wanita telah siap. Usia dewasa muda merupakan usia yang paling aman dan sehat bagi seorang wanita untuk berreproduksi. Sementara melahirkan saat usia dewasa madya, akan meningkat resiko persalinan sesar, karena sifat elastisitas rahim sudah berkurang. Akibatnya, ibu usia dewasa madya memiliki kemugkinan lebih besar tidak memberikan ASI eksklusif.
18
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia, pendidikan contoh, paritas, dan jenis persalinan Praktik Pemberian ASI Total Tidak Karakteristik Contoh Eksklusif Eksklusif n % n % n % Usia a. Remaja 0 0 0 0 0 0 b. Dewasa muda 10 33.3 14 46.7 24 80 c. Dewasa madya 4 13.3 2 6.7 6 20 Total 14 46.7 16 53.3 30 100 Pendidikan contoh a. SMA / sederajat 0 0 1 3.3 1 3.3 b. Perguruan tinggi 14 46.7 15 50.0 29 96.7 Total 14 46.7 16 53.3 30 100 Paritas a. Primipara 4 13.3 9 30.0 13 43.3 b. Multipara 10 33.3 7 23.3 17 56.7 c. Grandemultipara 0 0 0 0 0 0 Total 14 46.7 16 53.3 30 100 Jenis Persalinan a. Normal 7 23.3 5 16.7 12 40 b. Operasi sesar 7 23.3 11 36.7 18 60 Total 14 46.7 16 53.3 30 100 Pendidikan Berdasarkan kriteria inklusi contoh penelitian, maka tingkat pendidikan contoh hanya dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu SMA/sederajat dan PT. Hampir seluruh contoh (96.7%) memiliki kategori tingkat pendidikan PT dengan rentang pendidikan paling rendah Diploma 3 (D3) dan paling tinggi Magister (S2). Sisanya (3.3%) memiliki tingkat pendidikan lulusan SMA/sederajat (Tabel 5). Seluruh contoh dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat tidak memberikan ASI eksklusif (3.3%). Gelar pendidikan minimal Sarjana merupakan salah satu syarat untuk promosi jabatan atau kenaikan pangkat sebagai PNS, sehingga hal tersebut yang diduga menyebabkan seluruh contoh memiliki kategori tingkat pendidikan PT. Terdapat beberapa contoh yang mengambil pendidikan lagi ketika sudah bekerja sebagai PNS dengan tujuan agar dapat pangkat atau atas rekomendasi atasan. Bila dikaitkan dengan karakteristik pendapatan keluarga contoh yang hampir seluruhnya berada dalam kategori sangat tinggi (Tabel 4), maka hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Syamsianah et al. (2010), bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin sedikit jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif. Faktor pendorong yang mempengaruhinya yaitu status bekerja, kondisi ekonomi, dan daya beli ibu. Ibu dengan tingkat pendidikan tinggi biasanya memanfaatkan atau mengaplikasikan pendidikannya untuk memperoleh pekerjaan yang layak sehingga ibu dapat berkontribusi terhadap pendapatan keluarga. Ketika pendapatan keluarga semakin baik, maka daya beli akan meningkat dan ibu cenderung mengutamakan pekerjaannya untuk
19
mempertahankan pendapatannya, sehingga susu formula dipilih sebagai makanan untuk bayinya. Berbeda dengan hal tersebut, Onah et al. (2014) dalam hasil penelitiannya menunjukkan ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki akses terhadap informasi yang lebih luas. Luasnya akses teradap informasi tersebut akan memudahkan ibu untuk mencari dan memahami segala bentuk informasi yang berkaitan dengan ASI eksklusif. Sehingga, ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan menunda untuk memperkenalkan makanan pengganti ASI lainnya atau Breast Milk Subtitutes (BMS) daripada ibu dengan tingkat pendidikan lebih rendah. Paritas Paritas merupakan jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup oleh seorang wanita selama masa reproduksinya (BKKBN 2011a). Paritas dalam penelitian ini dibagi kedalam 3 kategori, yaitu primipara, multipara, dan grandemultipara (Tabel 5). Bila wanita hanya pernah satu kali melahirkan bayi hidup disebut primipara. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan dua sampai empat kali bayi. Sedangkan grandemultipara bila wanita melahirkan lima atau lebih bayi yang mampu hidup (Siswosudarmo 2008). Tidak terdapat (0%) contoh dengan paritas grandemultipara. Sebagian besar contoh multipara memberikan ASI eksklusif (33.3%), sebaliknya sebagian besar contoh primipara tidak memberikan ASI eksklusif (30.0%). Persalinan kedua dan ketiga merupakan persalinan yang paling aman bagi ibu, namun persalinan keempat dan seterusnya dapat menurunkan kesehatan ibu. Paritas ibu terkait dengan pengalaman ibu dalam melahirkan serta menyusui. Ibu dengan paritas lebih dari satu (multipara atau grandemultipara) berpeluang memberikan ASI eksklusif sebesar 4.6 kali dibandingkan ibu dengan paritas 1 (primipara). Pengalaman menyusui berperan penting dalam meningkatkan pengetahuan mengenai tata laksana laktasi. Pengalaman ibu dalam hal ini dapat dilihat dari jumlah anak yang dilahirkan. ibu multipara atau grandemultipara memiliki pengalaman yang lebih banyak, sehingga memiliki pengetahuan mengenai tata laksana laktasi yang lebih banyak pula dan cenderung memberikan ASI eksklusif untuk anaknya (Van Gobel 2013). Jenis Persalinan Persalinan adalah proses untuk mendorong keluarnya janin dan plasenta dari saluran rahim oleh kontraksi otot-otot rahim (Farrer 2001). Jenis persalinan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua berdasarkan cara persalinannya, yaitu normal dan operasi sesar (Newman & Newman 2009). Hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan sebagian besar contoh melahirkan anaknya melalui operasi sesar (60%) dan hanya 23.3% diantaranya yang memberikan ASI eksklusif. Persentase contoh dari kelompok jenis persalinan normal yang memberikan ASI eksklusif (23.3%) lebih besar daripada contoh yang tidak memberikan ASI eksklusif (16.7%). Masa pemulihan pada ibu dengan jenis persalinan operasi sesar merupakan salah satu penyebab kegagalan praktik pemberian ASI eksklusif (Perez-Escamilla 1996). Terpisahnya ibu dan bayi dalam waktu cukup lama setelah persalinan operasi sesar (lebih dari 1 jam) juga menyebabkan keterlambatan ibu menjalin
20
kontak secara langsung (skin-to-skin) dengan bayinya, sehingga bayi diberikan makanan prelacteal. Makanan prelacteal merupakan jenis makanan dan atau minuman yang diberikan pertama kali kepada bayi baru lahir sebelum ASI tersedia atau keluar (Prior et al. 2012). Bila segera setelah persalinan, ibu tidak memberikan ASI selama 1-2 hari, maka respon pengeluaran prolaktin akan sangat menurun, akibatnya produksi ASI menjadi terganggu. Situasi ini terjadi pada persalinan dengan operasi sesar. Pada kasus ini, pompa ASI dapat dicoba sebagai alternatif untuk memberikan rangsangan pengeluaran oksitosin dan prolaktin yang sama dengan isapan bayi (Manuaba et al. 2007). Kegiatan Memerah ASI Kegiatan memerah ASI merupakan salah satu solusi bagi seorang ibu bekerja untuk tetap memberikan ASI ketika sedang bekerja. Kegiatan ini dilakukan oleh seluruh contoh yang berhasil memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan (Tabel 6). Sebagian besar contoh yang tidak memberikan ASI eksklusif juga pernah memerah ASI (56.2%), sisanya 43.8% contoh tidak pernah melakukan kegiatan tersebut. Contoh menyatakan bahwa kegiatan memerah ASI ini awalnya dilakukan karena alasan pengaruh teman satu SKPD yang juga melakukan kegiatan ini, atau inisiatif sendiri. Sebanyak empat diantara sembilan orang yang tidak pernah memerah ASI berasal dari SKPD SETDA, tiga diantaranya berasal dari SKPD DISPERA, sisanya berasal dari DISTAKO dan KESBANGPOL. Rata-rata contoh memerah ASI dengan frekuensi 2 kali/hari pada hari kerja dengan durasi 25 menit tiap sesi memerah. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Ismail et al. (2012), bahwa kegiatan memerah ASI contohnya dilakukan sebanyak 2 kali dengan kisaran 1-5 kali dan durasi kurang dari 1 jam untuk tiap sesi dengan kisaran 15-45 menit untuk tiap sesi memerah ASI. AIMI (2013) menganjurkan kegiatan memerah ASI ketika ibu dan bayinya terpisahnya selama 4 jam atau lebih. Kegiatan ini merupakan satu-satunya sarana paling efektif yang dapat dilakukan oleh ibu saat bekerja (estimasi waktu kerja 8 jam). Walaupun terpisah dari bayinya, ibu tetap dapat memproduksi ASI yang cukup hingga usia bayi 6 bulan. Tabel 6 Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan kegiatan memerah ASI Kegiatan Memerah ASI Total Praktik Pemberian ASI Ya Tidak n % n % n % Eksklusif 14 100 0 0 14 100 Tidak Eksklusif 7 43.8 9 56.2 16 100 Lokasi Memerah ASI Kunci utama keberhasilan wanita untuk memberikan ASI eksklusif salah satunya dengan menciptakan lingkungan yang mendukung laktasi, termasuk lingkungan kerja (Lawrence & Lawrence 2010). Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya lingkungan kerja ramah laktasi untuk mendukung program ASI
21
eksklusif, maka dari itu tidak hanya peraturan mengenai cuti bersalin saja, tapi peraturan mengenai penyediaan fasilitas yang memudahkan ibu menyusui juga telah tercantum dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. UndangUndang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Bab VII Pasal 128 Ayat 2 menyebutkan bahwa tempat kerja serta sarana umum wajib menyediakan fasilitas khusus (Ruang ASI) yang mendukung pemberian ASI eksklusif. Tindakan pidana juga ditetapkan dalam Pasal 200 bagi setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI eksklusif akan dipidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 100 000 000.00. Bila tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi (perusahaan) maka korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izi usaha dan atau pencabutan status badan hukum. Peraturan Pemerintah No 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Pasal 30 Ayat 2 dan 3 memperjelas bahwa penyediaan fasilitas Ruang ASI tersebut dapat disesuaikan dengan peraturan/kebijakan dan kemampuan perusahaan. Balai Kota Bekasi merupakan salah satu contoh kantor Pemerintah yang telah mendukung serta menjalani program lingkungan kerja ramah laktasi. Adanya Pojok ASI yang dapat dimanfaatkan oleh karyawan ataupun tamu wanita merupakan bukti bahwa Kota Bekasi mendukung program tersebut.
Bukan Pojok ASI 47.6%
Pojok ASI 52.4%
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan lokasi memerah ASI Gambar 3 menunjukkan lokasi memerah ASI dari 21 contoh yang melakukan kegiatan memerah ASI. Lokasi tersebut terdiri dari Pojok ASI dan bukan Pojok ASI, yaitu mushola atau ruang kerja. Sebagian besar contoh (52.4%) menggunakan Pojok ASI yang tersedia dan sisanya 47.6% contoh memerah ASI di lokasi lain selain Pojok ASI. Alasan dari 47.6% contoh tidak menggunakan Pojok ASI adalah letak Pojok ASI yang jauh dari ruang kerja contoh dan contoh tidak mengetahui tersedianya fasilitas Pojok ASI di Balai Kota Bekasi. Hal tersebut diduga karena belum adanya promosi mengenai Pojok ASI di Balai Kota Bekasi, jumlah Pojok ASI yang tersedia (1 Pojok ASI di lantai 5), serta umur Pojok ASI yang baru 1 tahun.
22
Durasi Pemberian ASI Eksklusif Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan lain yang diberikan sebagai tambahan ASI. Tubuh bayi menggunakan energi dari makanan untuk tetap hidup, tumbuh, melawan infeksi, dan bergerak aktif. Bila bayi tidak mendapatkan makanan yang cukup, maka bayi tidak akan memiliki energi untuk tumbuh dan aktif. ASI eksklusif berarti memberikan ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan, tanpa memberikan cairan atau padatan lainnya, tidak juga air putih (WHO 2012). Hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa durasi pemberian ASI Eksklusif tersebar mulai dari yang paling singkat yaitu 0 minggu (baru lahir) hingga > 24 minggu (26 minggu). Rata-rata durasi pemberian ASI eksklusif yang dilakukan oleh contoh adalah 16 minggu (4 bulan), dengan rentang 0-26 minggu. Artinya, rata-rata contoh telah menyapih (memberikan makanan lain selain ASI) sebelum usia 6 bulan, bahkan terdapat 6.7% contoh yang menyapih anaknya sejak lahir. Hasil ini serupa dengan temuan Biswas (2010) dalam penelitiannya, yaitu rata-rata durasi pemberian ASI eksklusif 4.33 bulan. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan durasi pemberian ASI eksklusif Total Durasi Pemberian ASI eksklusif n % 0 minggu 2 6.7 4 minggu 4 13.3 8 minggu 5 16.7 12 minggu 3 10.0 16 minggu 1 3.3 20 minggu 1 3.3 ≥ 24 minggu 14 46.7 Total 30 100 Makanan dan minuman selain ASI yang diberikan adalah susu formula, air putih, dan jus buah (pisang dan semangka). Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuesinor pengetahuan tentang ASI, diketahui bahwa mayoritas contoh menganggap air putih boleh diberikan sebelum bayi berusia 6 bulan. Setelah diarahkan, barulah contoh memahami bahwa air putih pun tidak boleh diberikan sebelum bayi berusia 6 bulan. ASI tidak keluar ketika melahirkan, ASI yang keluar sedikit sehingga bayi sepertinya masih lapar, dan anjuran dari orang tua merupakan beberapa alasan yang paling banyak dikemukakan oleh contoh. Saat usia bayi 0-6 bulan, kandungan zat gizi dalam ASI sudah mampu mencukupi seluruh kebutuhan zat gizi bayi, sedangkan saat bayi berusia 6-11 bulan ASI masih mampu mencukupi setengah dari total kebutuhan zat gizi bayi. ASI masih mampu mencukupi sepertiga kebutuhan zat gizi bayi saat berusia ≥ 12 bulan. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) dapat memberikan manfaat positif juga negatif untuk bayi. Bila MP-ASI diberikan sebelum bayi berusia 6 bulan, maka MP-ASI akan memberikan dampak negatif, begitu juga sebaliknya. Hal ini dikarenakan sistem pencernaan bayi baru cukup siap dan matang untuk mencerna beragam makanan selain ASI pada usia 6 bulan, akibatnya bayi akan lebih rentan terhadap berbagai macam penyakit, terutama penyakit sistem pencernaan (WHO 2012).
23
Pengetahuan Tentang ASI Total skor digunakan sebagai dasar untuk menetapkan kategori pengetahuan contoh tentang ASI yang terdapat pada Tabel 8. Total skor pengetahuan contoh dari 47 pertanyaan yang diberikan berkisar antara 26-45. Sebagian besar contoh memiliki pengetahuan tentang ASI dalam kategori cukup. Berdasarkan Tabel 8 terlihat kecenderungan bahwa contoh yang memiliki pengetahuan dalam kategori tinggi (58.3%), lebih banyak yang memberikan ASI eksklusif daripada contoh dengan kategori pengetahuan rendah (0%) dan sedang (46.7%). Adanya contoh yang memiliki pengetahuan baik namun tidak memberikan ASI eksklusif diduga karena 4 dari 5 orang tersebut memiliki jenis persalinan operasi sesar, sehingga bayi mereka diberikan makanan prelakteal berupa susu formula oleh bidan / tenaga kesehatan lainnya. Seluruh contoh pada kategori pengetahuan rendah tidak memberikan ASI eksklusif. Tabel 8
Tabulasi silang antara pengetahuan tentang ASI dengan pemberian ASI Praktik Pemberian ASI Pengetahuan Tentang ASI Eksklusif Tidak Eksklusif n % n % Rendah 0 0 3 100 Sedang 7 46.7 8 53.3 Tinggi 7 58.3 5 41.7
praktik Total n 3 15 12
% 100 100 100
Pengetahuan sering dianggap sebagai proses untuk mengetahui dan menghasilkan sesuatu yang didorong rasa ingin tahu yang bersumber dari kehendak dan kemauan manusia (Suhartono 2005). Pengetahuan ibu yang baik berkaitan dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan, walaupun terdapat faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi (Gijsbers et al. 2008). Tidak hanya kurangnya pengetahuan tentang kandungan zat gizi ASI, namun kurangnya pengetahuan tentang seluruh aspek yang terkait ASI menjadi salah satu faktor penghambat keberlangsungan pemberian ASI (Susiloretni et al. 2014). Pengetahuan contoh pada Tabel 8 diukur dengan kuesioner yang mampu menggambarkan pengetahuan memerah ASI dan permasalahan menyusui serta cara mengatasinya yang dikelompokkan ke dalam 10 domain pertanyaan. Baik contoh yang memberikan ASI eksklusif dan tidak, keduanya sama-sama memiliki persentase jawaban benar terkecil pada domain aspek praktik menyusui (Tabel 9). Contoh tidak memahami benar atau tidaknya pertanyaaan pada domai aspek praktik menyusui mengenai anjuran pemberian air putih setiap habis menyusui dan susu formula yang dapat diberikan sebelum bayi berusia 6 bulan. Anjuran orang tua atau mertua, anggapan bahwa pemberian air putih dibarengi dengan menepuk punggung bayi secara pelan setelah menyusui dapat mencegah “gumoh”, serta beberapa contoh yang benar-benar tidak tahu karena tidak pernah mempraktekkan hal tersebut merupakan pernyataan contoh terkait benar atau tidaknya anjuran pemberian air putih tersebut. Selain itu, banyaknnya orang sekitar (teman/tetangga) yang memberikan susu formula untuk bayi mereka sebelum usia 6 bulan, pemberian bingkisan susu formula oleh bidan atau rumah sakit setelah rawat inap persalinan, dan anjuran tenaga kesehatan untuk
24
menggunakan susu formula bila ASI tidak keluar merupakan beberapa hal yang diduga menyebabkan contoh tidak mengetahui boleh atau tidaknya pemberian susu formula sebelum 6 bulan. Tabel 9
Persentase contoh berdasarkan jawaban benar pada tiap domain pertanyaan pengetahuan tentang ASI Praktik Pemberian ASI Domain Eksklusif Tidak Eksklusif Manfaat ASI untuk bayi 50.0 81.3 Manfaat ASI untuk ibu 57.1 56.3 Manfaat kolostrum 78.6 56.3 Praktik menyusui yang efektif 100 93.8 Cara memerah dan menggunakan ASI perah 28.6 12.5 Durasi menyusui 35.7 25.0 MP-ASI 50.0 62.5 Masalah umum dalam proses menyusui 78.6 43.8 Penyebab dan cara mengatasi payudara yang 50.0 31.3 bengkak Aspek praktik menyusui 7.1 18.8
Lingkungan Kerja Lingkungan kerja digambarkan sebagai sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugastugasnya sebagai seorang pekerja (Nitisemito 2000). Lingkungan kerja yang diteliti dalam penelitian ini meliputi fasilitas, peraturan kantor, pemimpin, dan rekan kerja. Hasil penelitian pada Tabel 10 memberikan gambaran lingkungan kerja yang lebih baik mampu meningkatkan persentase praktik pemberian ASI eksklusif, begitu pula sebaliknya. Sebagian besar contoh (55.6%) dengan lingkungan kerja yang baik memberikan ASI eksklusif untuk anaknya, sementara 44.4% contoh lainnya tidak memberikan ASI eksklusif. Tabel 10 Tabulasi silang antara lingkungan kerja dengan praktik pemberian ASI Praktik Pemberian ASI Total Lingkungan Kerja Eksklusif Tidak Eksklusif n % n % n % Kurang 1 33.3 2 66.7 3 100 Cukup 3 33.3 6 66.7 9 100 Baik 10 55.6 8 44.4 18 100 Walaupun seluruh contoh berada dalam satu lingkungan kerja yang sama (Balai Kota Bekasi), namun setiap contoh memiliki standar tingkat kenyamanan yang berbeda-beda, sehingga skor lingkungan kerja pada kuesioner pun berbeda. Ibu yang merasa lingkungan kerjanya yang tidak ramah laktasi dan tidak nyaman dapat mempengaruhi beban kerja, tingkat stres, produksi ASI, dan alokasi waktu ibu (Murtagh & Anthony 2011). Ibu bekerja seharusnya tetap dapat memberikan
25
ASI eksklusif jika tersedia fasilitas memerah ASI di tempat bekerja dan rekan kerja yang mendukung, disertai dengan pengetahuan yang baik mengenai menyusui dan memerah ASI (Roesli 2000). Dukungan Suami Suami merupakan orang terdekat ibu yang banyak berperan dan berpengaruh selama kehamilan, persalinanan dan setelah melahirkan. Dukungan suami terhadap ibu menyusui terdiri dari dukungan emosional, informasi, instrumental, dan penghargaan (Biswas 2010). Hasil penelitian pada Tabel 11 menunjukkan contoh yang mendapat dukungan suami dalam kategori sedang dan tinggi berjumlah sama, masing-masing 13 orang. Sebagian besar (76.9%) contoh yang mendapat dukungan suami dalam kategori tinggi melakukan praktik pemberian ASI eksklusif. Sebaliknya, sebagian besar contoh yang hanya memperoleh dukungan rendah dari suaminya tidak memberikan ASI eksklusif (75.0%). Tidak ada satu pun contoh yang dilarang oleh suaminya untuk memberikan ASI eksklusif, namun mayoritas contoh menyatakan bahwa suami menyarankan untuk memberi susu formula ketika tidak dapat memecahkan masalah menyusui. Tabel 11 Tabulasi silang antara dukungan suami dengan praktik pemberian ASI Praktik Pemberian ASI Total Dukungan Suami Eksklusif Tidak Eksklusif n % n % n % Rendah 1 25.0 3 75.0 4 100 Sedang 3 23.1 10 76.9 13 100 Tinggi 10 76.9 3 23.1 13 100 Suami yang mengerti dan memahami manfaat pemberian ASI eksklusif bagi ibu dan bayinya akan mendukung sang istri untuk memberikan ASI eksklusif, mengonsumsi makanan bergizi seimbang, dan melakukan pola hidup sehat (Wahyuningsih & Machmudah 2013). Pengetahuan suami tentang menyusui dan kesediaan suami untuk membantu istri berbanding lurus dengan kemungkinan proses menyusui yang efektif. Persepsi ibu terhadap dukungan suami selama menyusui dapat mempengaruhi kepuasan dan kenyamanan wanita sebagai seorang istri dan ibu (Rempel & Rempel 2011). Body Image Body image adalah persepsi dan gambaran individual yang terkait dengan tubuh mereka sendiri (National Eating Disorders Association 2012), baik tentang ukuran, penampilan, fungsi tubuh, nilai estetika, dan daya tarik seksual (Kozier et al. 2004). Body image dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua, yaitu positif dan negatif. Gambar 4 menunjukkan 66.7% contoh dengan body image positif berhasil melakukan praktik pemberian ASI eksklusif. Sebaliknya, mayoritas contoh dengan body image negatif tidak melakukan praktik pemberian ASI eksklusif (83.3%). Hampir seluruh contoh (11 orang) dengan body image
26
negatif diketahui melakukan diet setelah melahirkan untuk mengembalikan bentuk badannya semula. Body image negatif selama masa kehamilan dan postpartum dapat berdampak pada bayi bila mengakibatkan perubahan pada pola makan dan praktik diet yang tidak sehat (Conrad et al. 2003). Wanita hamil dengan kekhawatiran berlebihan terhadap bentuk tubuhnya memiliki niat yang lebih rendah untuk memberikan ASI eksklusif (Barnes et al. 1997). Rasa malu seorang wanita ketika menyusui di depan orang lain atau ditempat umum (public feeding) serta rasa khawatir mereka terhadap perubahan ukuran payudara (payudara membesar) akibat praktik menyusui dapat menyebabkan kurangnya durasi menyusui (Brown et al. 2014).
90
% 83.3
80 70
66.7
60 50 40
ASI Eksklusif Non-ASI Eksklusif
33.3
30 16.7
20 10 0
Positif
Negatif
Gambar 4 Grafik tabulasi silang antara body image dengan praktik pemberian ASI Status Kesehatan Bayi Derajat atau status kesehatan merupakan salah satu indikator yang sering digunakan untuk memberikan gambaran profil kesehatan Kabupaten/Kota serta untuk mengevaluasi hasil penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Angka kematian (mortalitas), angka kesakitan (morbiditas), dan status gizi merupakan 3 indikator yang dipakai untuk mengukur status kesehatan. Morbiditas merupakan indikator status kesehatan yang paling sensitif dan dapat mencerminkan keadaan kesehatan yang sesungguhnya karena berhubungan erat dengan kekurangan gizi, dan pelayanan kesehatan, serta faktor lingkungan, seperti perumahan, air minum, kebersihan (Kemenkes 2011b). Total kejadian sakit yang pernah dialami oleh seluruh bayi (n=30 bayi) sebanyak 44 kejadian sakit dengan jenis penyakit yang berbeda-beda (Tabel 12). Berdasarkan golongan penyakit pada skor penyakit, jenis penyakit yang dialami oleh contoh terbagi ke dalam 3 golongan, yaitu penyakit ISPA, diare, dan sariawan. Jenis penyakit yang paling sering dialami oleh contoh (56.8%) adalah batuk dan flu. Penyakit diare dialami oleh 9.1% contoh yang seluruhnya tidak melakukan praktik pemberian ASI eksklusif. ASI mengandung lebih banyak whey
27
protein yang berperan sebagai anti-infeksi daripada susu formula. Selain itu, ASI juga mengandung banyak sel darah putih yang berperan untuk melawan infeksi. Setelah bayi berumur 6 bulan, sistem pencernaan bayi baru siap untuk menerima makanan lain selain ASI. Sehingga, pemberian ASI eksklusif kurang dari 6 bulan serta menyapih bayi lebih cepat akan meningkatkan resiko bayi terkena penyakit infeksi dan pencernaan, seperti diare (WHO 2012). Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit Jenis Penyakit n Batuk Biasa 2 Flu 2 Demam 7 Batuk Flu 25 Batuk Flu Demam 3 Diare 4 Sariawan 1 Total 44
% 4.5 4.5 15.9 56.8 6.9 9.1 2.3 100
Rata-rata frekuensi sakit yang pernah dialami oleh bayi adalah satu kali dengan rentang tidak pernah sakit hingga tiga kali sakit dalam 1 bulan terakhir. Tabel 13 menunjukkan sebagian besar bayi yang mendapat ASI eksklusif mengalami sakit satu kali (64.3%), sedangkan sebagian besar bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif mengalami sakit dengan frekuensi lebih dari satu kali (56.2%). Terdapat sebagian kecil bayi contoh yang mendapat ASI eksklusif tidak pernah sakit dalam 1 bulan terakhir (14.3%). Rata-rata durasi pemberian ASI eksklusif bayi yang mengalami kejadian sakit lebih dari 1 kali adalah 8 minggu (2 bulan). Tabel 13 Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan frekuensi sakit Frekuensi Sakit Total Tidak Praktik Pemberian ASI 1 kali > 1 kali Pernah n % n % n % n % Eksklusif 2 14.3 9 64.3 3 21.4 14 100 Tidak Eksklusif 0 0 7 43.8 9 56.2 16 100 Rata-rata lama sakit bayi pada penelitian ini adalah 5.5 hari dengan rentang 0 hingga 19 hari dalam 1 bulan terakhir. Seperti halnya frekuensi sakit, Tabel 14 menunjukkan terdapat pula bayi contoh yang mendapat ASI eksklusif memiliki lama sakit nol hari (14.3%). Persentase kejadian lama sakit bayi > 14 hari pada bayi contoh yang mendapat ASI eksklusif lebih kecil (7.1%) daripada bayi contoh yang tidak mendapat ASI eksklusif (12.5%).
28
Tabel 14 Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan lama sakit Lama Sakit Total Praktik 0 hari < 6 hari 7-13 hari > 14 hari Pemberian ASI n % n % n % n % n % Eksklusif 2 14.3 7 50.0 4 28.6 1 7.1 14 100 Tidak Eksklusif 0 0 9 56.3 5 31.2 2 12.5 16 100 Rata-rata skor morbiditas bayi pada penelitian ini adalah 5.5 dengan rentang skor 0-19. Tabel 15 menunjukkan persentase skor morbiditas padaa dalam kategori rendah lebih banyak terdapat pada bayi yang mendapat ASI eksklusif (64.3%) daripada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif (62.5%). Sebaliknya, persentase skor morbiditas dalam kategori tinggi lebih banyak terdapat pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif (12.5%) daripada bayi yang mendapat ASI eksklusif (7.1%). Sebanyak 12.5% bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif dengan kategori skor morbiditas tinggi dikarenakan bayi tersebut menderita diare dengan lama sakit masing-masing 5 dan 7 hari. Tingginya skor morbiditas menunjukkan status kesehatan yang semakin buruk. Tabel 15 Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan skor morbiditas Skor Morbiditas Total Praktik Pemberian ASI Rendah Sedang Tinggi n % n % n % n % Eksklusif 9 64.3 4 28.6 1 7.1 14 100 Tidak Eksklusif 10 62.5 4 25.0 2 12.5 16 100 Hubungan Pengetahuan Tentang ASI, Lingkungan Kerja, Dukungan Suami, dan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif Hubungan Pengetahuan Tentang ASI dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan uji korelasi Spearman, diketahui adanya hubungan bermakna (p<0.05) antara pengetahuan tentang ASI dengan durasi pemberian ASI eksklusif (Lampiran 3). Hubungan antar dua variabel tersebut adalah positif dengan tingkat korelasi sedang (r=0.429). Ibu dengan pengetahuan tentang ASI yang lebih tinggi akan memiliki durasi pemberian ASI eksklusif yang lebih lama. Kurangnya pengetahuan ibu tentang praktik pemberian makan untuk bayi dan anak-anak merupakan salah satu penyebab banyaknya bayi yang disapih sebelum usia 6 bulan (Egata et al. 2013). Susiloretni et al. (2014) yang melakukan penelitian dengan desain quasi-experimental study pada 163 ibu rumah tangga menyatakan bahwa pengetahuan ibu tentang ASI merupakan satusatunya faktor penentu lamanya durasi pemberian ASI eksklusif yang mampu meminimalkan faktor penghambat lainnya seperti pengalaman terhadap pembengkakkan payudara. Pembengkakkan payudara menurut Susiloretni et al. (2014) meningkatkan resiko 1.97 kali lebih besar terhadap terhentinya pemberian ASI eksklusif. Namun, resiko tersebut akan diturunkan dengan pengetahuan yang baik mengenai cara mengatasi masalah menyusui.
29
Hal ini didukung oleh Gijsbers et al. (2008) bahwa tingkat pengetahuan tentang ASI yang lebih tinggi saat hamil (bukan setelah melahirkan) berhubungan dengan durasi pemberian ASI eksklusif yang lebih lama. Wanita yang sedang hamil penting untuk mengetahui manfaat pemberian ASI dan memberikan gambaran relatif mengenai proses menyusui, termasuk masalah menyusui yang sering terjadi dan solusi menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga, ketika tiba waktunya ibu untuk memberikan ASI, ibu telah siap dan memahami bagaiman cara mengatasi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi. Hubungan Lingkungan Kerja dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan lingkungan kerja dengan durasi pemberian ASI eksklusif (p<0.01) (Lampiran 4). Hubungan antar dua variabel tersebut adalah positif dengan tingkat korelasi sedang (r=0.463). Artinya semakin baik lingkungan kerjanya, maka durasi pemberian ASI eksklusif untuk bayi semakin lama. Hasil ini sejalan dengan penelitian Weber et al. (2008) pada 496 wanita karir yang datang ke The Sidney South West Area Health Service (SSWAHS) yang menunjukkan terdapat 97% contoh yang memiliki niat untuk memberikan ASI eksklusif sebelum kelahiran bayi dan sebelum kembali bekerja. Namun angka ini menurun ketika kembali bekerja menjadi 84% saat usia bayi 12 minggu, lalu turun lagi menjadi 60% saat usia bayi 24 minggu. Penyebabnya adalah waktu kerja dan istirahat yang tidak fleksibel, tidak adanya waktu istirahat tambahan untuk kegiatan laktasi, serta terbatasnya jumlah ruang khusus menyusui. Tidak mendukungnya lingkungan kerja diduga mampu menurunkan motivasi serta komitmen ibu untuk memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan, sehingga dapat mempersingkat durasi pemberian ASI eksklusif. Murtagh & Anthony (2011) menyatakan bahwa lingkungan kerja yang tidak ramah laktasi mampu menurunkan produksi ASI ibu, karena tidak adanya isapan bayi yang mampu merangsang sekresi hormon prolaktin dan oksitosin, serta tidak teraturnya jadwal pengosongan payudara ibu. Akibatnya produksi dan pengeluaran ASI menjadi tidak lancar, akibatnya dapat memperpendek durasi pemberian ASI eksklusif. Zafar et al. (2008) juga menyatakan bahwa tersedianya tempat yang nyaman dan pribadi untuk memerah ASI ketika bekerja mampu memperbesar kesempatan ibu untuk merangsang dan mempertahankan produksi ASI. Nurdiansyah (2011) menyarankan frekuensi memerah ASI di tempat kerja minimal 2 kali atau setiap 2-3 jam sekali. Hubungan Dukungan Suami dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan uji korelasi Spearman diketahui adanya hubungan bermakna (p<0.01) antara dukungan suami dengan durasi pemberian ASI eksklusif (Lampiran 5). Hubungan antar dua variabel tersebut adalah positif dengan tingkat korelasi sedang (r=0.558). Tingginya dukungan suami akan menjadikan bayi mendapat ASI eksklusif yang lebih lama, sehingga dapat menunda penyapihan bayi. Biswas (2010) juga menunjukkan hasil penelitian yang serupa, yaitu adanya hubungan bermakna dan berkorelasi positif antara dukungan keluarga dengan durasi pemberian ASI eksklusif. Skor tertinggi dukungan keluarga yang baik tersebut diperoleh dari suami (39%) dan terendah dari orang tua ibu (2%).
30
Hal ini menunjukkan bahwa suami memberikan dukungan lebih banyak daripada anggota keluarga lainnya, sehingga suami lebih berperan terhadapnya panjangnya durasi pemberian ASI eksklusif. Suami merupakan orang yang paling berpengaruh terhadap keberlangsungan pemberian ASI eksklusif oleh ibu. Studi yang dilakukan oleh Bich et al. (2013) menunjukkan bahwa keterlibatan ayah dalam rangkaian perawatan ibu dan anak mampu meningkatkan proporsi ibu yang memberikan ASI eksklusif hingga usia bayi 4dan 6 bulan.. Saat ibu bekerja, suami dapat membantu ibu agar tetap memberikan ASI eksklusif dengan cara memberikan motivasi ibu bekerja untuk memerah ASI, memastikan pengasuh bayi memberikan ASI perah, membantu pekerjaan rumah tangga setelah suami pulang kerja, sehingga sesampainya dirumah ibu dapat memberikan ASI secara langsung tanpa harus direpotkan oleh pekerjaan rumah tangga lainnya. Dukungan suami dalam bentuk apapun mampu mempengaruhi kondisi emosional ibu, sehingga dapat mempengaruhi produksi ASI. Tidak adanya dukungan suami dapat mengakibatkan stres pada ibu menyusui, karena ibu merasa tidak diperhatikan oleh suaminya (Ramadhani & Hadi 2010). Stres dan kelelahan meningkatkan produksi hormon stres (kortisol) dan menurunkan sekresi hormon prolaktin dan oksitosin, sehingga menurunkan produksi ASI (Hamilton 1995). Produksi ASI yang turun akan menyebabkan munculnya masalah menyusui. Akibatnya ibu menghentikan pemberian ASI eksklusif dan menggantinya dengan susu formula. Hubungan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif Hasil uji korelasi Spearman, menunjukkan hubungan bermakna (p<0.05; r= -0.449) antara body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif (Lampiran 6). Artinya semakin tinggi skor body image (body image negatif), maka semakin singkat durasi pemberian ASI eksklusif untuk bayi. Studi Hauff & Demerath (2012) pada ibu primipara dengan status gizi overweight dan obese menunjukkan bahwa ibu overweight dan obese memiliki median durasi pemberian ASI yang lebih singkat serta beresiko tinggi menghentikan pemberian ASI pada satu tahun pertama setelah melahirkan. Rendahnya kepercayaan diri serta kepuasan terhadap bentuk tubuh setelah melahirkan memiliki hubungan negatif dengan durasi pemberian ASI. Perbedaan kepercayaan diri terhadap tubuh sendiri sebelum hamil dan setelah melahirkan dapat merubah niat seorang ibu yang semula ingin memberikan ASI eksklusif menjadi ingin memberikan susu formula saja (Hauff & Demerath 2012). Body image saat hamil, diet selama kehamilan, body image setelah melahirkan, serta perubahan BB memiliki hubungan bermakna dengan durasi pemberian ASI eksklusif pada 2, 6, 12, dan 26 minggu usia bayi. Perubahan berat badan (berat badan setelah melahirkan lebih besar daripada sebelum hamil) akan meningkatkan kekhawatiran seorang wanita terhadap bentuk tubuhnya. Wanita dengan body image negatif setelah melahirkan cenderung memiliki durasi pemberian ASI eksklusif yang lebih pendek karena praktik diet setelah melahirkan, rasa malu ketika harus menyusui di tempat umum dan kekhawatiran tentang dampak menyusui terhadap bentuk tubuhnya (Brown et al. 2014). Wanita yang memiliki kekhawatiran berlebih terhadap bentuk tubuhnya saat hamil akan membatasi pertambahan berat badannya dengan cara membatasi
31
asupan makanannya. Selama kehamilan, terjadi peningkatan massa jaringan adiposa untuk persiapan menyusui dan akan menurun selama menyusui. Kebutuhan gizi ibu yang tercukupi selama kehamilan mampu menghambat gangguan produksi ASI setelah melahirkan. ASI mengandung asam lemak yang diperoleh dari sintesis endogenus di kelenjar mamae dan penyerapan dari plasma ibu yang komposisinya akan dipengaruhi oleh asupan lemak dan karbohidrat ibu (Innis 2014). Body image negatif selama masa kehamilan merupakan suatu hal yang umum (Skouteris et al. 2005), namun dapat meluas ke periode setelah melahirkan (Duncombe et al. 2008) dan mencapai puncaknya pada saat 6 bulan postpartum (Rallis et al. 2007). Sayangnya, pada penelitian ini tidak diteliti body image contoh sebelum dan saat hamil, sehingga tidak dapat diketahui manakah body image yang lebih mempengaruhi durasi pemberian ASI eksklusif. Hubungan Durasi Pemberian ASI Eksklusif dengan Skor Morbiditas Bayi Hasil uji korelasi Spearman (p>0.05; r=0.-246) menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara durasi pemberian ASI eksklusif dengan skor morbiditas bayi (Lampiran 7). Namun terdapat kecenderungan negatif sebesar 23.2% antara durasi pemberian ASI eksklusif dengan skor morbiditas bayi. Durasi pemberian ASI eksklusif yang lebih lama memiliki kecenderungan skor morbiditas yang lebih rendah, sekaligus menunjukkan kecenderungan status kesehatan yang lebih baik. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ukegbu et al. (2010) dengan desain penelitian Cohort pada 228 bayi menunjukkan adanya hubungan bermakna antara pemberian ASI tidak eksklusif dengan status kesehatan bayi yang rendah (diukur berdasarkan kejadian penyakit diare, demam, dan ISPA). Kejadian tersebut disertai dengan pemberian makanan/minuman lain selain ASI pada kelompok bayi non-EBF (non Exclusive Breastfeeding) dengan kandungan zat gizi yang sangat rendah dari ASI. Akibatnya pertambahan berat badan bayi rendah dan pertumbuhan bayi terganggu, sehingga menyebabkan bayi pada kelompok non-EBF semakin rentan terserang penyakit, terutama penyakit infeksi. Hasil penelitian Atussoleha (2012) tentang hubungan ASI eksklusif terhadap frekuensi diare (n=95) juga menunjukkan hasil serupa dengan Ukegbu et al. (2010). Anak yang tidak diberi ASI eksklusif beresiko 4x lebih besar menderita diare lebih dari 1x dalam 4 bulan dibandingkan dengan anak yang tidak diberikan ASI eksklusif. Hasil penelitian tersebut didukung dengan kondisi sosio ekonomi keluarga yang tergolong rendah. Status ekonomi keluarga rendah beresiko 4.3 kali lebih besar menderita diare lebih dari 1x dalam 4 bulan. Perbedaan hasil penelitian ini dengan dua penelitian sebelumnya dikaitkan dengan karakteristik sosio ekonomi yang berbeda. Hampir seluruh contoh pada penelitian ini memiliki pendapatan dalam kategori sangat tinggi. Contoh dengan pendapatan yang lebih tinggi biasanya memiliki kemampuan untuk membeli makanan/minuman yang memiliki kandungan zat gizi hampir sama dengan ASI, sehingga bayi masih dapat tumbuh dengan baik walaupun tidak seoptimal bila bayi diberi ASI eksklusif hingga 6 bulan. Contoh dengan pendapatan lebih tinggi biasanya juga mampu membayar sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan dokter untuk memperoleh informasi mengenai
32
kesehatan anaknya. Selain itu, contoh dengan pendapatan lebih tinggi biasanya memiliki lingkungan tempat tinggal yang lebih baik dan layak untuk ditempati.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Proporsi terbesar contoh termasuk keluarga berukuran sedang (63.3%) dengan jumlah anggota keluarga berkisar antara 3 hingga 7 orang. Rata-rata pendapatan keluarga contoh sebesar Rp 7 500 000 dan 96.7% contoh memiliki pendapatan keluarga sangat tinggi. Hampir seluruh contoh (96.7%) dan suaminya (96.7%) menempuh pendidikan akhirnya dalam jenjang perguruan tinggi. Sebanyak 80% contoh berada dalam kategori usia dewasa muda (20-35 tahun) dan sisanya (20%) berada dalam kategori usia dewasa madya. Sebagian besar contoh (56.7%) memiliki 2 anak atau lebih (multipara). Hanya 40% contoh yang melahirkan anaknya melalui persalinan normal, sedangkan sebagian besar (60%) melalui operasi sesar. Rata-rata durasi pemberian ASI ekslusif contoh adalah 16 minggu (4 bulan) dengan rentang 0-26 minggu. Pengetahuan contoh tentang ASI sebagian besar tergolong sedang. Contoh dengan pengetahuan yang lebih tinggi mengenai seluruh aspek ASI memiliki hubungan yang bermakna dengan durasi pemberian ASI eksklusif yang lebih lama (p<0.05; r=0.429). Hampir seluruh contoh (66.7%) yang menganggap lingkungan kerjanya kurang baik terhadap kegiatan menyusui dan memerah ASI, tidak memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan. Seperti halnya pengetahuan, lingkungan kerja yang dianggap baik oleh contoh juga berhubungan dengan lamanya durasi pemberian ASI eksklusif (p<0.01; r=0.463). Sejumlah 76.9% contoh yang mendapat dukungan suami dalam kategori tinggi berhasil memberikan ASI eksklusif, sebaliknya mayoritas contoh dengan dukungan rendah dari suaminya (75.0%) tidak berhasil memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan. Dukungan suami memiliki hubungan positif dengan durasi pemberian ASI eksklusif yang lebih lama (p<0.01; r=0.558). Contoh dengan body image positif yang memberikan ASI eksklusif lebih banyak (66.7%) daripada contoh dengan body image negatif (16.7%). Body image negatif berhubungan dengan singkatnya durasi pemberian ASI eksklusif (p<0.05; r= -0.449). Selama 1 bulan terakhir, bayi contoh mengalami 7 jenis penyakit yang berbeda, berhubungan positif dengan durasi pemberian dengan frekuensi jenis penyakit tersering (56.8%) adalah batuk flu. Sebanyak 14.3% bayi yang mendapat ASI eksklusif tidak pernah mengalami sakit dalam 1 bulan terakhir. Persentase bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif dengan skor morbiditas tinggi (12.5%) lebih besar daripada bayi yang mendapat ASI eksklusif (7.1%). Terdapat kecenderungan negatif antara durasi pemberian ASI eksklusif dengan skor morbiditas bayi, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan.
33
Saran Durasi pemberian ASI ekslusif hingga 6 bulan masih rendah pada karyawan wanita di Balai Kota Bekasi. Promosi mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan serta ketersediaan fasilitas Pojok ASI di Balai kota Bekasi harus lebih digiatkan lagi, mengingat masih banyak contoh yang tidak mengetahui adanya Pojok ASI. Aturan penggunaan Pojok ASI juga perlu diperketat agar tidak terjadi penyalahgunaan fasilitas tersebut serta agar ibu menyusui merasa lebih nyaman menggunakan fasilitas tersebut. Edukasi terkait ASI juga perlu dilakukan, seperti hal sederhana berupa penempelan poster mengenai cara memerah dan menggunakan ASI perah yang tepat, serta cara menangani masalah menyusui, durasi menyusui yang dianjurkan, serta aspek praktik menyusui yang nyata. Body image sebelum dan saat hamil juga perlu diteliti agar dapat diketahui manakah body image yang paling berhubungan terhadap durasi pemberian ASI eksklusif. Sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan terhadap hal yang dapat menghambat pemberian ASI eksklusif.
34
DAFTAR PUSTAKA [AIMI] Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (ID). 2013. Lingkungan Kerja Ramah Laktasi: Pedoman untuk Perusahaan. Jakarta (ID): AIMI. Alina T, Ismail T, Sulaiman Z. 2010. Reliability and Validity of a Malay-Version Questionnaire Assessing Knowledge of Breastfeeding. Malaysian J Med Sci. 17 (3): 32-39. Atussoleha MI. 2012. Hubungan antara Status Gizi, ASI Eksklusif, dan Faktor Lain terhadap Frekuensi Diare pada Anak Usia 10-23 Bulan di Puskesmas tugu, Depok Tahun 2012 [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Azriani D. 2012. Metode Skoring untuk Menilai Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bekasi. Journal of Health Quality. 2 (4): 212-222. Bai Y, Peng CYJ, Fly AD. 2008. Validation of a Short Questionnaire to Assess Mothers’s Perception of Workplace Breastfeeding Support. J Am Diet Assoc. 108 (7): 1221-1225. Barnes J, Stein A, Smith T, Pollock JI. 1997. Extreme Attitudes to Body Shape, Social and Psychological Factors and a Reluctance to Breastfeed (ALSPAC Study Team): Avon Longitudinal Study of Pregnancy and Childhood. J R Soc Med. 90 (10): 551–559. Bich TH, Dinh TPH, Malqvist M. 2013. Fathers as Supporters for Improved Exclusive Breastfeeding in Viet Nam. Matern Child Health J. 17(8): 1-10. Biswas LR. 2010. Family Support on Exclusive Breastfeeding Practice Among Mothers in Bangladesh [thesis]. Hat Yai (TH): Prince of Songkla University. [BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2009. Modul Keluarga Berencana. Jakarta (ID): BKKBN. ________. 2011a. Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasiona. Jakarta (ID): BKKBN. ________. 2011b. Perkawinan Muda di Kalangan Perempuan: Mengapa?. Jakarta (ID): BKKBN. [BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2011. Sensus penduduk 2010. [Internet]. [diunduh 2015 Januari 22]. Tersedia pada: http://sp2010.bps.go.id/index.php/publikasi/index. ________. 2013. Konsep Sosial dan Kependudukan. [Internet]. [diunduh 2015 Februari 21]. Tersedia pada: http://bps.go.id/Subjek/view/id/28#subjekViewTab1|accordion-daftarsubjek1. ________. 2014. Keadaan Pekerja di Indonesia Agustus 2014. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Statistics Indonesia; [BKKBN] National Population and Family Planning Board; [Kemenkes] Ministry of Health, ICF International. 2013. Indonesia
35
Demographic and Health Survey (IDHS) 2012. Jakarta (ID): BPS, BKKBN, Kemenkes, dan ICF International. Brown A, Rance J, Warren L. 2014. Body Image Concerns During Pregnancy are Associated with a Shorter Breastfeeding. J Midwifery. 31 (1): 80-89. Conrad R, Schablewski, Schilling G, Liedtke R. 2003. Worsening of Symptoms of Bulimia Nervosa During Pregnancy. J Psychosom. 44 (1): 76–78. Duncombe D, Wertheim EH, Skouteris H, Paxton SJ, Kelly L. 2008. How Well Do Women Adapt to Changes in Their Body Size and Shape Across The Course of Pregnancy?. J Health Psychol. 13 (4): 503–515. Egata G, Yemane B, Alemayehu W. 2013. Predictors of Non-Exclusive Breastfeeding at 6 Months among Rural Mothers in East Ethiopia: a Community-Based Analytical Cross-Sectional Study. International Breastfeeding Journal. 8 (8): 1-8. Farrer H. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC. Fikawati S, Ahmad S. 2014. Kajian Implementasi dan Kebijakan Air Susu Ibu Eksklusif dan Inisiasi Menyusui Dini di Indonesia. Makara Kesehatan. 14 (1): 17-24. Forster DA, McLachlan HL, Lumley J. 2006. Factors Associated With Breastfeeding at Six Months Postpartum in a Group of Australian Women. International Breastfeeding Journal. 1 (18): 1-12. Gijsbers B, Ilse M, J Andre K, Constant PVS. 2007. Factors Associated with the Duration of Exclusive Breast-Feeding in Asthmatic Families. Oxford Journals. 23 (1): 158-169. Hamilton PM. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC. Hasni NI, Karini SM, Andayani TR. 2013. Hubungan antara Citra Tubuh Saat Hamil dan Kestabilan Emosi dengan Postpartum Blues di Puskesmas Grogol Sukoharjo. Jurnal Ilmiah Psikologi Candrajiwa. 2 (1): 1-11. Hauff
LE, Demerath EW. 2012. Body Image Concerns and Reduced Breastfeeding Duration in Primiparous Overweight and Obese Women. Am J Hum Biol. 24 (3): 339-349.
[IDAI] Ikatan Dokter Anak Indonesia (ID). 2013. ASI: Sukses menyusui saat bekerja. [Internet]. [diunduh 2015 Februari 6]. Tersedia pada: http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/sukses-menyusui-saat-bekerja2.html. Innis SM. 2014. Impact of Maternal Diet on Human Milk Composition and Neurological Development of Infants. Am J Clin Nutr. 99: 734-741. Ismail TAT, Zaharah S, Rohana J, Wan MWM, Nik NNM. 2012. Breast Milk Expression among Formally Employmed Women in Urban and Rural Malaysia: A Qualitative Study. International Breastfeeding Journal. 7 (11): 2-8.
36
Kartikasari NY. 2013. Body Dissatisfaction terhadap Psychological Well Being pada Karyawati. JIPT. 1 (2): 304-323. [Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (ID). 2011a. Ibu bekerja bukan alasan menghentikan pemberian ASI eksklusif. [Internet]. [diunduh 2015 Januari 16]. Tersedia pada: http://www.depkes.go.id/article/print/1662/ibu-bekerja-bukan-alasan-menghentikan-pemberian-asi-eksklusif.html. ________. 2011b. Petunjuk Teknis Penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota: Edisi Data terpilah menurut Jenis Kelamin. Jakarta (ID): Pusat Data Informasi Kemenkes RI. Kozier B, Erb G, Berman A, Snyder SJ. 2004. Fundamentals of Nursing (7th ed). New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. Lawrence RA, Lawrence RM. 2010. Breastfeeding: a Guide for the Medical Profession. Missouri (US): Elsevier Health Sciences. Mannion CA, Hobbs AJ, McDonald SW, Tough SC. 2013. Maternal Perceptions of Partner Support During Breastfeeding. International Breastfeeding Journal. 8 (4): 1-7. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC. Montgomery KS, Best M, Aniello TB, Phillips JD, Hatmaker-Flanigan E. 2012. Postpartum Weight Loss: Weight Struggles, Eating, Exercise, and BreastFeeding. Journal of Holistic Nursing. 20 (10): 1-10. Murtagh L, Anthony DM. 2011. Working Mothers, Breastfeeding, and the Law. Am J Public Health. 101 (2): 217-223. National Eating Disorders Association (US). 2012. What is body image?. [Internet]. [diunduh 2015 Januari 6]. Tersedia pada: http://www.nationaleatingdisorders.org/what-body-image. Newman BM, Newman PR. 2009. Development Through Life: A Psychosocial Approach. New York (US): Cengage Learning. Nitisemito AS. 2000. Manajemen Personalia: Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Nurdiansyah N. 2011. Buku Pintar Ibu & Bayi. Jakarta (ID): Bukune. Onah S, Donatus ICO, Joy E, Clement E, Uchenna E, Ifeyinwa N. 2014. Infant Feeding Practices and Maternal Socio-Demographic Factors that Influence Practice of Exclusive Breastfeeding Among Mothers in Nnewi South-East Nigeria: a Cross-Sectional and analytical Study. International Breastfeeding Journal. 9 (6): 1-10. Perez-Escamilla R, Maulen-Radovan I, Dewey KG. 1996. The Association between Cesarean Delivery and Breastfeeding Outcomes among Mexican Women. Am J Public Health. 86 (6): 832-836.
37
Pilkauskas NV. 2014. Breastfeeding Initiation and Duration in Coresident Grandparent, Mother, and Infant Household. Matern Child Health J.18 (8): 1955-1963. Pratiwi DR, Mira T, Aria AN. 2014. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif Ibu Usia Remaja Kelurahan Kemayoran, Kecamatan Krembangan, Surabaya. Indonesian J Commun Health Nurs. 2 (2): 1-11. Prior E, Santhakumaran S, Gale C, Philipps LH, Modi N, Hyde MJ. 2012. Breastfeeding After Cesarean Delivery: A Systematic Review and MetaAnalysis of World Literature. Am J Clin Nutr. 95 (5): 1113-1135. Putri DS, Dadang S. 2012. Keadaan Rumah, Kebiasaan Makan, Status Gizi, dan Status Kesehatan Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. JGP. 7 (3): 163-168. Ramadani M, Hadi EN. 2010. Dukungan Suami dalam Pemberian ASI Ekskusif di Wilayah Kerja Puskesmas Air Tawar Kota Padang Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 4 (6): 269-274. Rallis S, Skouteris S, Wertheim EH, Paxton SJ. 2007. Predictors of Body Image During The First Year Postpartum: A Prospective Study. Women Health. 45 (1): 87-104. Rempel LA, Rempel JK. 2011. The Breastfeeding Team: The Role of Involved Fathers in the Breastfeeding Family. J Hum Lact. 27 (2): 115-121. [RI] Republik Indonesia (ID). 2009. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta (ID). ________. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Jakarta (ID). [Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar (ID). 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. ________. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Roesli U. 2000. Mengenal Asi Ekslusif. Jakarta (ID): Niaga Swadaya. Romm AJ. 2002. Natural Health After Birth: The Complete Guide to Postpartum Wellness. Rochester (US): Healing Art Press. [SDKI] Survei Demografi Kesehatan Indonesia (ID). 2012. Dalam: [Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta (ID): Kemenkes RI. Siswosudarmo R. 2008. Obstetri Fisiologi. Yogyakarta (ID): Pustaka Cendekia. Skouteris H, Carr R, Wertheim EH, Paxton SJ, Duncombe D. 2005. A Prospective Study of Factors That Lead to Body Dissatisfaction During Pregnancy. Body Image: an International Journal of Research. 2 (4): 347–361.
38
Slamet Y. 1993. Analisis Kualitatif untuk Data Sosial. Solo (ID): Dabara Publisher. Suhartono S. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta (ID): Ar-Ruzz. Suhendar K. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif dan Status Gizi Bayi Usia 4-6 Bulan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Susiloretni KA, Hamam H, Yayi SP, Yati SS, Siswanto AW. 2014. What Works to Improve Duration of Exclussive Breastfeeding: Lessons from the Exclusive Breastfeeding Promotion Program in Rural Indonesia. Matern Child Health J. 18 (10): 1-11. Syamsianah A, Mufnaetty, Dina MM. 2010. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu Tentang ASI dengan Lama Pemberian ASI Eksklusif pada Balita Usia 6-24 Bulan di Desa Kebonagung Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur. J Kesehat Masy Indones. 6 (2): 67-78. Van Gobel H, Masni, Arsin AA. 2013. Determinan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Jurnal Masyarakat Epidemiologi Indonesia. 1 (3): 200-204. Ukegbu AU, Ebenebe EU, Ukegbu PO. 2010. Breastfeeding Pattern, Anthropometry, and Health Status of Infants Attending Child Welfare Clinics of a Teaching Hospital in Nigeria. S Afr J Clin Nutr. 23 (4): 191196. United Nations. 2014. The Millenium Development Goals Report 2014. New York (US): United Nations. Wahyuningsih D, Machmudah. 2013. Dukungan Suami dalam Pemberian ASI Eksklusif. Jurnal Keperawatan Maternitas. 1 (2): 93-101. Weber D, Anneka J, Michelle N, Li Ming W, Chris R. 2011. Female Employees’ Perceptions of Organisational Support for Breastfeeding at Work: Findings From an Australian Health Service Workplace. International Breastfeeding Journal. 6 (19): 1-7. [WHO] World Health Organization. 2012. Combined Course on Growth Assessment and IYCF (Infant and Young Child Feeding) Counselling: Participant’s Manual. Geneva (CH): WHO. Zafar SN, Gavino MIB. 2008. Breastfeeding and Working Full Time: Experiences of Nurse Mother in Karachi Pakistan. International Journal of Caring Sciences. 1 (3): 132-139.
39
LAMPIRAN Lampiran 1 Total skor pertanyaan pengetahuan tentang ASI Praktik Pemberian ASI No Pertanyaan Tidak Eksklusif Eksklusif 1 ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi 92.9 100.0 2 ASI meningkatkan kecerdasan bayi 100.0 100.0 3 Kandungan zat gizi ASI lebih lengkap dan lebih 85.7 100.0 baik 4 ASI mencegah bayi terkena diare 92.9 93.8 5 ASI menimbulkan alergi pada bayi 71.4 93.8 6 ASI membantu perkembangan gigi & gusi bayi 92.9 81.3 7 ASI eksklusif tidak bermanfaat sebagai 78.6 75.0 kontrasepsi alami 8 Menyusui menciptakan ikatan kuat antar ibu dan 100.0 100.0 anak 9 Pemberian ASI membantu berat badan ibu 85.7 81.3 sebelum hamil kembali lebih cepat 10 Pemberian ASI mengurangi resiko kanker 92.9 100.0 payudara 11 Frekuensi menyusui yang sering dapat mencegah 92.9 100.0 pembengkakkan payudara 12 Pemberian ASI bersifat murah dan praktis 100.0 100.0 13 Kolostrum adalah ASI yang keluar pertama kali 85.7 100.0 dan berwarna kekuningan 14 Kolostrum sulit dicerna bayi dan harus dibuang 92.9 62.5 15 Kolostrum menyebabkan bayi sulit buang air 85.7 68.8 besar 16 Kolostrum tidak bermanfaat untuk bayi 85.7 81.3 17 ASI eksklusif membantu meningkatkan berat 100.0 100.0 badan bayi 18 Posisi menyusui yang benar membantu ibu 100.0 93.8 mencapai proses menyusui yang efektif 19 ibu yang merasa nyaman dan tidak stres akan 100.0 100.0 lebih mudah menyusui secara efektif 20 Memerah ASI dapat dilakukan setiap kali ibu 92.9 93.8 merasa payudaranya telah penuh 21 ASI perah dapat disimpan selama 3 bulan dalam 78.6 62.5 freezer 22 ASI perah dapat disimpan selama 2x24 jam di 78.6 50.0 refrigerator (bukan freezer) 23 Memerah ASI hanya dari 1 payudara merupakan 92.9 50.0 hal penting 24 ASI perah yang baru dapat dicampur dengan 78.6 56.3 ASI perah sebelumnya (yang sudah dipakai)
Total 96.7 100.0 93.3 93.3 83.3 86.7 76.7 100. 0 83.3 96.7 96.7 100.0 93.3 76.7 76.7 83.3 100.0 96.7 100.0 93.3 70.0 63.3 70.0 66.7
40
No 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
43 44 45 46 47
Lampiran 1 Total skor pertanyaan pengetahuan tentang ASI (lanjutan) Praktik Pemberian ASI Pertanyaan Total Eksklusif Tidak Eksklusif ASI perah dapat dipanaskan langsung di kompor 100.0 50.0 73.3 ASI perah yang masih dingin dapat langsung 92.9 68.8 80.0 diberikan ke bayi tanpa dihangatkan dahulu Sisa ASI perah yang telah digunakan dapat 71.4 43.8 56.7 disimpan dan digunakan kembali Menyusui harus dimulai paling lambat dalam 50.0 68.8 60.0 waktu 30 menit setelah melahirkan ASI harus diberikan sesuai permintaan bayi 57.1 43.8 50.0 (misal bila bayi menangis) Bayi harus dibiarkan untuk menyusui minimal 64.3 62.5 63.3 10 menit setiap kali menyusui Menyusui harus dilanjutkan sampai usia bayi 2 85.7 100.0 93.3 tahun, meskipun bayi telas menerima MP-ASI MP-ASI dan air putih dapat diberikan kepada 100.0 87.5 93.3 bayi setelah usia 6 bulan Ibu dapat memberikan ASI dan susu formula 50.0 68.8 60.0 setelah bayi mulai diberikan MP-ASI Produksi ASI dipengaruhi oleh ukuran payudara 100.0 68.8 83.3 Ibu dengan puting datar/kecil tidak bisa 92.9 68.8 80.0 menyusui bayinya Menyusui harus dihentikan selamanya jika 92.9 87.5 90.0 puting susu ibu lecet Menyusui harus dihentikan selamanya jika bayi 85.7 75.0 80.0 memiliki penyakit kuning Menyusui harus dihentikan selamanya jika ibu 92.9 87.5 90.0 mengalami pembengkakkan payudara Payudara bengkak terjadi karena adanya 57.1 31.3 43.3 sumbatan pada payudara Kompres payudara merupakan salah satu cara 85.7 100.0 93.3 untuk mengurangi pembengkakkan payudara Pijatan dapat mengurangi pembengkakkan 100.0 100.0 100.0 payudara ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja 78.6 87.5 83.3 untuk bayi, tanpa makanan dan minuman lain sampai bayi berusia 6 bulan Memberikan air minum untuk bayi dianjurkan 28.6 18.8 23.3 setelah setiap kali menyusui Sendawa bayi setelah menyusui menandakan 71.4 93.8 83.3 bayi telah kenyang Bayi akan tidur nyenyak setelah menerima ASI 92.9 100.0 96.7 yang cukup Bayi diberikan susu formula sebelum 6 bulan 57.1 50.0 53.3 Sariawan sering terjadi pada bayi yang 64.3 68.8 66.7 menerima ASI
41
Lampiran 2 Uji normalitas data Shapiro-Wilk Statistic .935
USIA
df 30
Sig. .068
PEND_RES
.180
30
.000
PEND_SUAMI
.180
30
.000
PARITAS
.632
30
.000
PERSALINAN
.624
30
.000
JK_NAK
.632
30
.000
JUMKEL
.612
30
.000
PENDAPATAN
.959
30
.301
DURASI
.841
30
.000
PRAK_ASI
.637
30
.000
ASI_PERAH
.577
30
.000
POJOKASI
.612
30
.000
PENG_ASI
.948
30
.150
LING_KER
.936
30
.073
DUK_MI
.912
30
.016
BOD_IM
.974
30
.651
FREKKIT
.830
30
.000
LAMKIT
.836
30
.000
MORBID
.832
30
.000
Lampiran 3 Hasil korelasi Spearman pengetahuan tentang ASI dengan durasi pemberian ASI eksklusif DURASI PENG_IBU Spearman's rho DURASI
Correlation Coefficient
1.000
.429*
.
.018
30
30
*
1.000
.018
.
30
30
Sig. (2-tailed) N PENG_ASI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.429
42
Lampiran 4 Hasil korelasi Spearman lingkungan kerja dengan durasi pemberian ASI eksklusif DURASI LING_KER Spearman's rho DURASI
Correlation Coefficient
1.000
.463**
.
.010
30
30
.463**
1.000
.010
.
30
30
Sig. (2-tailed) N LING_KER
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Lampiran 5 Hasil korelasi Spearman dukungan suami dengan durasi pemberian ASI eksklusif Spearman's rho DURASI
Correlation Coefficient
DURASI
DUK_MI
1.000
.558**
.
.001
30
30
.558**
1.000
.001
.
30
30
Sig. (2-tailed) N DUK_MI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Lampiran 6 Hasil korelasi Spearman body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif Spearman's rho DURASI
Correlation Coefficient
DURASI
BOM_IM
1.000
-.449*
.
.013
30
30
*
1.000
.013
.
30
30
Sig. (2-tailed) N BOD_IM
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
-.449
43
Lampiran 7 Hasil korelasi Spearman durasi pemberian ASI eksklusif dengan skor morbiditas bayi Spearman's rho
MORBID Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N DURASI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
MORBID
DURASI
1.000
-.246
.
.190
30
30
-.246
1.000
.190
.
30
30
44
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bekasi pada tanggal 21 Januari 1994 dari Ayah Mat Yusuf dan Ibu Sri Wahyuni. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis diterima sebagai Purna Paskibraka Indonesia Kota Bekasi sebagai Pembawa Bendera (Baki) untuk mempengeringati Hari Kemerdekaan Indonesia 2009. Pada tahun yang sama, penulis pernah mendapatkan beasiswa dari Walikota Bekasi. Tahun 2011, penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bekasi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ilmu Gizi. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan seminar Nasional, baik yang diadakan oleh IPB maupun Non-IPB. Bulan Juni 2014, penulis melaksanakan program Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Bulan September hingga Oktober 2014, penulis juga melaksanakan Internship Dietetics di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Biokimia Gizi pada tahun ajaran 2014/2015 dan asisten praktikum Metabolisme Zat Gizi pada tahun ajaran 2014/2015. Selain itu, penulis juga pernah terlibat sebagai enumerator untuk penelitian mengenai pemberian makanan tambahan untu anak sekolah (PMT-AS).