KETAHANAN PANGAN NASIONAL DAN PERUM BULOG1 Sutarto Alimoeso2
PENDAHULUAN Sebagai kebutuhan dasar dan hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan disuatu negara yang tidak mencukupi dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidak-stabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Bagi Indonesia, pangan diidentikkan dengan beras karena jenis pangan ini merupakan makanan pokok utama sebagian besar penduduk. Pengalaman telah membuktikan bahwa gangguan pada ketahanan pangan, seperti meroketnya kenaikan harga beras pada waktu krisis ekonomi 1997/1998, yang berkembang menjadi krisis multidimensi, telah memicu kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional. Posisi pangan sangat menentukan dalam stabilisasi ekonomi-politik karena merupakan kebutuhan dasar manusia, yang harus dipenuhi sesuai dengan hak asasinya sehingga merupakan salah satu pilar utama pembangunan nasional. Dengan demikian, ketahanan pangan yang kuat harus dicirikan oleh kemandirian pangan atau kedaulatan pangan. Hak atas pangan merupakan hak asasi paling mendasar karena merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama sehingga pemenuhan akan pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai landasan untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Dengan demikian, secara konstitusional kecukupan pangan merupakan hak setiap warga negara. Pangan merupakan hak azasi yang harus selalu dipenuhi setiap saat dan tidak boleh ditunda. Dari aspek hukum, akses setiap warganegara terhadap pangan harus dihargai, dilindungi dan dipenuhi. Hak atas pangan bersifat sama untuk seluruh masyarakat pada setiap lokasi dan waktu sehingga pemenuhan hak atas pangan tidak boleh berbeda dan non-diskriminatif. Hal yang paling 1
Makalah yang disampaikan pada series of lecture dalam rangka Lustrum XIII Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, 14 Mei 2011. 2 Direktur Utama Perum BULOG.
penting penting dalam pemenuhan hak atas pangan adalah terjaminnya ketahanan pangan bagi setiap individu dan rumah tangga. Pangan harus cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Indonesia sudah meratifikasi Konvensi HAM Ekosob (International Convention on Economic, Social and Cultural Right - IESCR) yang memuat prinsip pangan sebagai hak paling asasi melalui UU no. 11/2006. Hak pemenuhan kebutuhan pangan bagi setiap manusia juga tercantum dalam “Rome Declaration on World Food Security and World Food Summit Plan of Action” pada 1996, dimana Indonesia ikut menandatanganinya. Dasar-dasar penerapan Hak Asasi Manusia telah diadopsi dalam UU no. 39 Tahun 1999 tentang HAM, sedangkan pemahaman tentang kecukupan pangan dituangkan dalam Penjelasan UU No. 7/1996 tentang Pangan. Perkembangan yang terjadi di dunia menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan adanya permasalahan dunia yang berkaitan dengan kecukupan pangan (termasuk pakan), ketersediaan energi, ketersediaan air, peningkatan polusi dan radiasi, serta permasalahan yang berkaitan dengan gelombang radio dan frekuensi. Sedangkan dalam hal upaya pemenuhan kebutuhan pangan, tantangan yang dihadapi dunia adalah adanya ketidakpastian produksi pangan yang semakin besar, volatilitas harga yang semakin besar, kenaikan permintaan karena pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan, serta bencana alam dan bencana karena ulah manusia. Selama dua decade terakhir, kaitan pasar pangan (food), pasar pakan (feed) dan pasar minyak bumi (fuel) semakin erat. Ketiga pasar tersebut juga berkaitan erat dengan perkembangan nilai tukar US Dollar, dinamika pasar komoditi dan pasar modal. Peranan berbagai faktor tersebut mengakibatkan pembentukan harga pangan menjadi semakin complicated dan semakin sulit diprediksi sehingga kebijakan pertanian dan pangan di Indonesia harus memperoleh perhatian yang lebih besar. Perkembangan pasar pangan dunia secara lebih rinci adalah sebagai berikut: -
Terjadi lonjakan permintaan pangan dari pasar dunia akibat pertumbuhan ekonomi China dan India. Sebagaimana kita ketahui bahwa populasi China dan India merupakan 1/3 dari penduduk dunia.
-
Melonjaknya biaya produksi pangan (biaya input, tranportasi, pemasaran dan lain-lain) akibat krisis energi sebagai dampak lonjakan kebutuhan energi dari ekonomi China dan India yang antara lain, berujung pada melonjaknya harga–harga pangan dunia.
-
Beralihnya produksi pangan dunia (jagung, tebu) kepada produksi energi alternatif (biofuel) sebagai akibat meroketnya harga minyak bumi sehingga terjadi penciutan produksi pangan.
-
Petumbuhan penduduk dunia yang tetap tinggi yang mendorong permintaan pangan dunia.
-
Efek pemanasan global yang menyebabkan anomali iklim sehingga terjadi kegagalan panen tanaman pangan yang mengurangi pertumbuhan produksi pangan dunia.
Demikian pentingnya ketersediaan pangan yang cukup dan terjangkau sehinga berbagai upaya dilakukan untuk menjaga stabilitas ketersediaan pangan dan dikumandangkan dalam berbagai pertemuan internasional antara lain : -
Eco Summit pada tahun 2007 di Beijing telah memberikan peringatan keras bahwa kerusakan (krisis) lingkungan kian mengancam peradaban manusia dalam mengatasi krisis pangan & energi terbarukan.
-
Pemanasan global merupakan bencana lingkungan yang harus segera diatasi bersama. COP 13: 3-14 Desember 2007 di Bali mengamanatkan Reduction Emission from Deforestation and Degradation (REDD).
Di Indonesia dan di dunia pada umumnya permasalahan pokok pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan yang kuat meliputi beberapa hal, yaitu: Pertama, ketersediaan yang semakin langka; Kedua, keterjangkauan yang semakin sulit, baik secara fisik maupun secara ekonomis; dan Ketiga, keamanan pangan (food safety) yang semakin mengkhawatirkan karena semakin banyaknya permasalahan yang berkaitan dengan keamanan pangan. Dengan permasalahan di atas, terdapat kecenderungan situasi pangan, khususnya di pasar internasional semakin sulit diduga dan semakin tidak stabil. Untuk itu, dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan & kedaulatan pangan yang tangguh dan lestari diperlukan kebijakan Pemerintah di bidang pangan dan pertanian yang lebih komprehensif, yang mampu menjawab tantangan-tangan di bidang pangan. Kebijakan tersebut harus mampu mengadvokasi dan mendorong pemanfaatan secara efektif dan efisien semua sumberdaya alam yang tersedia did ala negeri secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Dari aspek pemasaran, mengingat adanya kecenderungan pasar pangan (terutama beras) bersifat asimetri maka diperlukan keterlibatan Pemerintah dalam rangka melindungi kepentingan petani produsen, konsumen, dan pelaku pasar lainnya, dengan mewujudkan sistem pemasaran yang kompetitif dan terintegrasi.
KEBIJAKAN PANGAN NASIONAL DAN PERAN PERUM BULOG Produksi pangan di Indonesia, terutama beras, bersifat musiman dan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu dengan konsumsi yang merata antar musim dan antar wilayah serta dengan ketersedian infrastruktur pemasaran yang belum memadai di wilayah-wilayah tertentu. Karakteristik ini memunculkan kemungkinan berbagai ketimpangan penawaran dan permintaan serta disintegrasi atau kegagalan pasar. Dengan demikian, mutlak diperlukan kebijakan pangan yang komprehensif yang mampu menanggulangi berbagai tantangan tersebut dengan menjamin ketersediaan pangan secara cukup dan merata, baik antar waktu maupun antar tempat sekaligus terwujud sistem pemasaran yang efisien. Kebijakan pangan dan pertanian yang komprehensif yang mampu menjawab tantangan masa depan, harus ditindaklanjuti dalam wujud implikasi kebijakan di masing-masing sektor dilengkapi dengan implikasi berbagai kelembagaannya yang relevan. Dengan struktur kelembagaan di bidangan pertanian dan pangan tersebut, lembaga parastatal yang sudah ada saat ini yaitu Perum BULOG, sebagai pelaksana kebijakan Pemerintah di bidang pangan (terutama beras) harus memperoleh posisi yang kuat, memadai dan relevan. Sebagai satu-satunya operator di bidang ketahanan pangan, Pemerintah perlu memberikan dukungan kelembagaan, dan kebijakan di bidang pangan/perberasan, Keuangan dan hukum yang lebih memadai agar lembaga pangan Perum BULOG dapat berfungsi lebih optimal. Peranan Perum BULOG dalam melaksanakan penugasan publik (pengadaan dalam negeri, penyaluran beras bersubsidi, operasi stabilisasi harga, pengelolaan cadangan pangan Pemerintah) telah terbukti memberikan manfaat, baik ekonomis maupun non-ekonomis yang sangat nyata dalam meningkatkan kesejahteraan petani, melindungi rumah tangga berpendapatan rendah, mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan serta memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan sosial. Penyediaan yang cukup, merata dengan harga yang terjangkau serta akses pangan yang memadai merupakan keharusan untuk menjamin ketahanan pangan. Harus terwujud akses pangan yang terjangkau secara fisik di lokasi yang terdekat dengan individu atau rumah tangga yang membutuhkan dan terjangkau secara ekonomi oleh kemampuan ekonomi individu atau rumah tangga berpendapatan rendah. Penyediaan dan akses pangan tersebut juga harus selalu terjamin dan terkendali baik jumlah maupun harganya setiap saat dan di setiap tempat. Agar terkendali dengan baik secara efisien dan efektif, ketahanan pangan nasional tetap harus dikelola secara terpusat dan terintegrasi dimana pemerintah pusat memiliki kewenangan penuh untuk mengatur harga dan stabilitasnya, serta distribusi ketersediaan pangan di seluruh
wilayah NKRI tanpa terhalang hambatan administrasi kewilayahan, waktu dan kelembagaan. Apabila pemerintah daerah akan membangun ketahanan pangan di daerahnya maka hal tersebut harus dipandang sebagai kebijakan yang bersifat sebagai pelengkap dan bukan bersifat sebagai pengganti peran Pemerintah Pusat. Kebijakan pangan nasional bertujuan untuk: Pertama, meningkatkan produksi dan pendapatan petani; Kedua, menjamin ketersediaan pangan setiap saat di setiap tempat dengan harga yang terjangkau; dan Ketiga, meningkatkan status gizi masyarakat. Untuk meningkatkan ketahanan pangan baik di daerah maupun nasinal, Pemerintah menggunakan kombinasi dari intervensi pasar, investasi di pedesaan dan peningkatan teknologi pangan, yaitu: Pertama, adanya Kebijakan Pemerintah dalam perdagangan dan pemasaran beras; Kedua, mendirikan BULOG, suatu lembaga parastatal pemasaran pangan sejak 1967; Ketiga, menerapkan kebijakan buffer stock, disertai kebijakan impor-ekspor sebagai komplemen atau residual; Keempat, menentukan rentang harga yang wajar untuk mendorong partisipasi sektor swasta; Kelima, BULOG sebagai penjual dan pembeli terakhir (as a buyer and seller of the last resort). Sedangkan tugas Pelayanan publik BULOG meliputi beberapa hal, yaitu Pertama, menjaga Harga di tingkat petani dengan HPP (Harga Pembelian Pemerintah); Kedua, menjaga kecukupan stok untuk kegiatan operasional rutin; Ketiga mengelola Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk mengatasi keadaan darurat dan program stabilisasi harga; Keempat, mengelola penyebaran stok yg merata di seluruh negeri; dan Kelima, mengelola pendistribusian RASKIN kepada rumah tangga sasaran berpendapatan rendah. Untuk mengamankan Ketahanan Pangan maka fluktuasi harga harus distabilkan sehingga masyarakat dapat membeli pangan yang cukup. Program stabilisasi harga beras ini merupakan instrumen kebijakan utk stabilisasi makroekonomi dan sebagai jangkar penahan harga DN dari instabilitas harga dunia. Program ini menggunakan mekanisme buffer stock dalam bentuk infrastruktur pembelian, penyimpanan dan distribusi yg komprehensif. Dalam system ini, perdagangan luar negeri bersifat sebagai pendukung, yaitu dipergunakan untuk melepaskan stok kalau berlebihan dan sebagai sumber beras saat kekurangan stok dalam negeri. Krisis pangan tahun 2008 menunjukkan kepada kita bahwa transmisi harga beras dunia yang sangat tinggi ke pasar beras DN telah menciptakan gejolak sosial di banyak negara. Harga melonjak hingga tiga kali lipat dalam waktu kurang dari 6 bulan. Harga tertinggi yang tercatat lebih dari USD 1.000 per ton. Gejolak sosial ini bahkan terjadi di negara-negara ekspotir beras. Banyak negara mengantisipasinya dengan melindungi pasar beras dala negerinya masing-masing dengan menetapkan kuota atau larangan ekspor, mengurangi atau menunda pajak impor, serta dengan memperbesar stok penyangga dan sebagainya. Krisis yang luar biasa tersebut
menunjukkan bahwa pasar beras dunia tetap sangat rentan dan sangat sensitif yang ditunjukkan dengan terbatasnya jumlah beras yang diperdagangkan. Perkembangan harga yang terajdi di pasar beras dalam negeri menujukkan bahwa Indonesia mampu melewati krisis tersebut dengan sangat baik Bagaimana mengatasi potensi krisis beras dunia yang terbaik? Ketergantungan pada impor akan sangat mahal dan sangat berisiko. Pasar dunia tidak akan pernah lagi menjadi sumber pangan yang murah dan stabil. Yang ideal adalah terwujudnya swasembada beras yang efisien dan berkelanjutan. Disamping itu, harus terwujud lembaga parastatal yang kuat dan efisien dengan stok penyangga yang memadai. Tantangan untuk mewujudkan stabilisasi harga tersebut adalah: Pertama, bagaimana memproduksi pangan dengan efisien dan berkelanjutan; Kedua, bagaimana menjaga jumlah stok penyangga agar tetap efektif & efisien; Ketiga, adalah bagaimana agar stabilisasi harga dpt dilakukan dg biaya yang wajar? Biaya manajemen stok penyangga sangat mahal karena adanya risiko degradasi kualitas beras yang disimpan dan cost of fund penyimpanan stok penyangga yang cukup besar. Agar lebih efisien maka harus tercipta sistem ketahanan pangan yang didasarkan pada swasembada yang efisien dan level stok penyangga yang optimal. Untuk itu Pemerintah harus memberikan dukungan kebijakan yang lebih memadai agar swasembada pangan dapat terwujud dan BULOG mampu berfungsi optimal. KETAHANAN PANGAN, KEMANDIRIAN PANGAN DAN KEDAULATAN PANGAN Terdapat dua pengertian lain selain Ketahanan Pangan (Food Security) yaitu Kedaulatan Pangan dan Kemandirian Pangan. Keduanya, diterjemahkan dari Food Sovereignty. Konsep Food Sovereignity mulai berkembang sejak 1990an sebagai konsep alternatif atau melengkapi konsep Ketahanan Pangan yang dianggap banyak dipengaruhi oleh pandangan neo-liberal. Konsep Food Sovereignty mulai dibahas secara terbuka pada KTT Pangan Dunia tahun 1996. Dalam konsep Ketahanan Pangan, pemenuhan kebutuhan pangan dilakukan dengan upaya-upaya yang bersifat modern, yaitu antara lain kegiatan agribisnis, perdagangan bebas dan privatisasi sumber-sumber produktif. Sedangkan Food Sovereignty berupaya untuk kembali ke alam (back to basic atau back to nature) yaitu memprioritaskan keberlanjutan produksi dalam negeri dengan memanfaatkan kearifan lokal dan berbasis ekologi yang mengutamakan kegiatan yang ramah lingkungan untuk mewujudkan penghidupan yang berkelanjutan dan linkungan yang terintegrasi. Secara umum La Via Campesiana (Organisasi Tani Global) menerjemahkan food sovereignity sebagai “the right of peoples to healthy and culturally appropriate food produced through ecologically sound and
sustainable methods, and their right to define their own food and agriculture system. It puts the aspirations and needs of those who produce, distribute, and consume food at the heart of food systems and policies rather than the demands of markets and corporations”. Dalam bahasa Indonesia, food sovereignity diterjemahkan dalam dua pengertian, yaitu kedaulatan pangan dan kemandirian pangan. Paradigma kedaulatan pangan atau food sovereignty ini seringkali dimunculkan sebagai “jawaban” atas “ketidakberhasilan” konsep ketahanan pangan atau food security dalam mengatasi permasalahan pangan dunia. Dalam konsep kedaulatan pangan konsep modernisasi atau liberalisasi dikembalikan kembali menjadi hal-hal yang bersifat back to basic atau back to nature. Dalam konsep tersebut prioritas utamanya adalah bagaimana memproduksi pangan untuk pemenuhan kebutuhan dan keberlanjutan ‘pangan lokal dan pasar lokal’ melalui pengadaan input-input produksi dengan memanfaatkan kearifan lokal dan bersifat ramah lingkungan. Dengan demikian, kedaulatan pangan memprioritaskan pengembangan system pertanian ‘lokal’ untuk menyediakan kebutuhan pangan secara ‘lokal’. Konsep tersebut juga menekankan perlunya akses petani tehadap faktor-faktor produksi sebagai tugas utama pemerintah agar usaha tani petani, khususnya yang diusahakan oleh petani kecil dapat berkembang dengan baik. Hak asasi atas kecukupan pangan juga menjadi perhatian dalam konsep tersebut, di samping perlu adanya ketegasan tentang peranan pemerintah yang lebih baik. Namun demikian, untuk mewujudkan kedaulatan pangan tersebut relatif cukup sulit dengan mengingat bahwa saat ini merupakan era perdagangan internasional. Tidak terelakkan lagi lagi bahwa batas-batas administrasi antar negara semakin menerun peranannya sebagai hambatan perdagangan antar Negara. Dunia semakin mengglobal. Kita mempunyai perjanjian dalam Asia Pacific Economic Cooperation, Asean China Free Trade Agreement dan sebagainya. Takterelakkan lagi bahwa kompetisi antar negara, antar bangsa, antar perusahaan, antar produsen semakin tajam. Kita tidak bisa hidup menyendiri. Indonesia hidup dalam dinamika globalisasi. Globalisasi ini mendatangkan kebaikan, namun tidak dapat dipungkiri, juga menyebabkan tantangan dan permasalahan. Disamping dapat mendorong pertumbuhan, globalisasi dapat menghadirkan ketimpangan, ketidakadilan, dominasi negara maju dan dominasi perusahaan multi-nasoinal. Menyadari hal-hal tersebut, sebagai bangsa yang besar dan tidak gampang menyerah, kita harus cerdas dan arif menyikapi kecenderungan ini. Tantangan Indonesia, sebagai negara berkembang, bersama-sama dengan berkembang yang lain melawan negara-negara maju, adalah bagaimana mewujudkan perdagangan yang adil. Indonesia ingin segera mewujudkan Millennium Development Goals. Negara
kita igin membangun ekonominya, mengurangi meningkatkan pendidikan dan kesehatan.
angka
kemiskinan,
PENUTUP Sebagai negara kepulauan dengan produksi yg berfluktuasi, Indonesia masih rentan terhadap kekurangan pangan. Pemerintah selalu mengutamakan swa-sembada untuk mewujudkan ketahanan/kedaulatan pangan. Ketahanan Pangan yg kuat, berkelanjutan & berbasis pada produksi pangan dalam negeri merupakan hal yang harus kita wujudkan. Pangan juga harus tersedia setiap saat dan di setiap tempat dengan harga yg terjangkau, khususnya bagi rumah tangga yang berpendapat rendah. Namun, keinginan kita semua tersebut, tidak gampang diwujudkan. Topik tersebut sudah sering dibahas, disikusikan, diseminarkan, namun sangat sulit terwujud. Tantangan yang kita hadapi ke depan adalah sebagai berikut: Pertama, adanya produksi pangan bersifat musiman & berfluktuasi dengan jumlah penduduk yang meningkat dari waktu ke waktu; Kedua, iklim cenderung semakin sulit diprediksi sebagai dampak pemanasan global sehingga diperlukan penyempurnaan model prediksi produksi yang lebih komprehensif; Ketiga, faktor-faktor produksi pertanian semakin langka dan mahal sehingga mendorong peningkatan biaya produksi yang mengurangi keunggulan komparatifnya; Keempat, sistem pemasaran dalam negeri harus semakin efisien agar produk pertanian Indonesia dapat bersaing di pasar internasional; dan Kelima, perdagangan dunia semakin mengglobal dengan pasar pangan internasional yang semakin tidak stabil dan sulit diprediksi karena sangat berkaitan dengan dinamika pasar pakan, pasar minyak bumi, pasar komoditi, pasar modal serta nilai tukar US Dollar. Hal-hal tersebut yang sudah dan akan selalu menghadang kita di depan. Mudah-mudahan dengan tekad kuat kita semua, dengan perencanaan yang baik dan pelaksanaan yang konsekuen dan konsisten, Pemerintah dan rakyat Indonesia mampu menjawab semua tantangan tersebut dengan baik sehingga dapat terwujud ketahanan pangan yang efisien dan berbasis pada sumber daya dalam negeri, yang selama ini kita idam-idamkan.
Yogyakarta, 14 Mei 2011