IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menjelaskan secara lengkap dan mendalam representasi komunikasi pembangunan melalui pers pemerintah di era demokratisasi; aktualisasi pelibatan publik di dalam pers pemerintah; faktor-faktor yang mempengaruhi aktualisasi pelibatan publik di dalam pers pemerintah; serta membangun Model Pers Pemerintah Berbasis Pelibatan Publik. Data-data penelitian diambil di Tabloid Komunika (TK), Divisi Kominfo Media Cetak (DKMC), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta. Metode penelitian menggunakan studi kasus yang diperkuat dengan analisis isi. Metode pengumpulan dan analisis data menggunakan protokol studi kasus. Dari hasil penelitian, dapat disarikan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut: 9.1. Kesimpulan Seiring reformasi tahun 1998 yang diikuti dengan demokratisasi di berbagai bidang, sistem politik Indonesia yang semula berpusat pada negara (state-centered) secara berangsur-angsur berubah menjadi berpusat pada masyarakat society-centered). Pengarusutamaan kedaulatan rakyat menjadi agenda pokok reformasi politik, yang membawa konseluensi besar terhadap perubahan sistem birokrasi. Jika pada era Orde Baru birokrasi cenderung dipergunakan sebagai alat kekuasaan, maka di era demokratisasi, sistem birokrasi mulai diarahkan untuk mengutamakan pelayanan kepada publik. 304
305
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) turut dalam arus besar reformasi birokrasi menuju birokrasi berparadigma pelayanan publik. Seiring perubahan tersebut, pendekatan komunikasi pembangunan yang dilakukan Kemkominfo juga mengalami perubahan. Jika pada era Orde Baru Deppen
sebagai
pembangunan
cikal
dengan
bakal
Kemkominfo
paradigma
menerapkan
transmisional-searah,
komunikasi
maka
di
era
demokratisasi Kemkominfo mulai mengembangkan sistem komunikasi pembangunan transaksional dua arah. Masyarakat tidak lagi sekadar dijadikan sasaran komunikasi yang hanya pasif menerima pesan, akan tetapi diupayakan agar aktif terlibat dalam komunikasi pembangunan. Pada saat yang sama, pers pemerintah yang dikelola Kemkominfo yakni TK, juga diupayakan untuk mendukung upaya aktualisasi pelibatan publik di dalam aktivitas komunikasi pembangunan yang diselenggarakan pemerintah. Sejak tahun 2005, TK mulai didesain untuk mendukung aktualisasi pelibatan publik dengan cara: meningkatkan kebebasan wartawan untuk berpihak kepada publik, meningkatkan keluasaan akses publik agar mampu membaca dan memberikan umpan balik pesan pembangunan melalui TK, meningkatkan
keterbukaan
ruang
publik
agar
publik
lebih
mudah
menyampaikan opini melalui rubrik-rubrik yang ada di TK, meningkatkan kebebasan dalam menentukan isi agar isi TK bisa berpihak kepada publik, serta meningkatkan ketermuatan pendapat publik terutama yang berkaitan dengan kebijakan dan program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah.
306
Selama
lima
tahun
dilaksanakan
(2006-2010),
upaya
untuk
mengaktualisasikan pelibatan publik dalam komunikasi pembangunan melalui TK belum menunjukan hasil optimal. Kendati demokratisasi yang diterapkan di TK secara nyata telah mempengaruhi para pengelola untuk mengembangkan pers pemerintah demokratis, namun kuatnya pengaruh sistem birokrasi sentralistik yang masih eksis di Kemkominfo menyebabkan TK belum mampu menjadi wahana aktualisasi pelibatan publik yang optimal. Dominasi pimpinan birokrasi menyebabkan TK dipragmatisasi menjadi media kehumasan pemerintah, yang secara sempit cenderung dipergunakan untuk alat pencitraan lembaga pemerintah. Fungsi ganda sebagai media humas pemerintah sekaligus wahana demokratisasi menyebabkan aktualisasi pelibatan publik dalam komunikasi pembangunan melalui TK berlangsung tidak konsisten. Inkonsistensi terjadi karena adanya tarik-menarik kepentingan antara kelompok pengelola TK yang properubahan dan antiperubahan. Kelompok properubahan yakni para wartawan TK berupaya menerapkan elemen-elemen demokratisasi pers yang mendukung aktualisasi pelibatan publik. Dengan dukungan para wartawan TK, kebebasan wartawan untuk berpihak kepada publik, keleluasaan akses publik, keterbukaan ruang publik, kebebasan menentukan isi, dan kesempatan ekspresi publik di TK diupayakan agar terus meningkat. Sebaliknya, kelompok antiperubahan yang terdiri dari para pimpinan TK, berusaha mempertahankan kemapanan status quo dengan mempragmatisasi fungsi TK sebagai alat pencitraan pemerintah, dan dengan berbagai cara menolak demokratisasi pers diterapkan secara penuh di TK.
307
Hegemoni para pimpinan TK yang antiperubahan menyebabkan implementasi elemen-elemen demokratisasi pers yang semula telah diupayakan untuk mendukung aktualisasi pelibatan publik, mengalami reversal atau pembalikan arah ke domain pemerintah. Tarik-menarik kepentingan antara wartawan dan para pimpinan TK terjadi secara terus-menerus, sehingga menimbulkan situasi dan kondisi yang tidak pasti. Situasi chaostic ini dimanfaatkan oleh para pimpinan TK dengan menggunakan kewenangan dan posisinya di birokrasi untuk menekan wartawan TK agar memperbesar keberpihakan kepada pemerintah. Implementasi elemen demokratisasi pers yang seharusnya dapat mendukung aktualisasi pelibatan publik, dalam praktik justru didominasi dan dibelokkan untuk mengaktualisasikan kepentingan pemerintah. Seiring dengan penerapan demokratisasi pers, wartawan TK memang dibebaskan untuk mengajukan inisiatif liputan, namun inisiatif tersebut lebih banyak gagal karena ditolak oleh pimpinan TK, atau gagal karena dana untuk liputan disengaja agar terlambat turun. Akibatnya, wartawan TK cenderung menunggu instruksi liputan yang datang dari pimpinan TK. Dampak dari kondisi tersebut, wartawan tidak bisa leluasa memilih tema, narasumber maupun lokasi liputan yang mendukung aktualisasi pelibatan publik. Hasil liputan wartawan TK juga tidak bisa langsung dimuat, akan tetapi harus melalui penapisan isi atau sensor terlebih dahulu oleh para pimpinan TK dan para pejabat di lingkungan Kemkominfo. Sensor tersebut cenderung menghilangkan isi artikel yang mengkritisi kinerja dan pelayanan publik
308
birokrasi pemerintah. Di sisi lain, penerapan sanksi terhadap wartawan TK terkait kegiatan jurnalistik juga masih dilakukan. Hal tersebut menyebabkan wartawan TK mengalami hambatan psikologis untuk menulis kelemahan, kekurangan, dan atau hal-hal yang bersifat kritis terhadap pemerintah. Selama lima tahun, keleluasaan akses publik terhadap TK terus meningkat, namun secara kuantitas maupun kualitas belum sepenuhnya mampun mendukung aktualisasi pelibatan publik di dalam TK. Tiras TK dari tahun ke tahun terus meningkat, namun jumlah maksimalnya hanya 0,000006 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Rasio perbandingan tiras TK dengan jumlah penduduk yang harus dilayani terlalu kecil, sehingga syarat extensive reach atau kemampuan media untuk menjangkau dan dijangkau publik secara luas tidak tercapai. Akibatnya, peluang publik untuk memberikan umpan balik melalui TK kecil. Upaya meningkatkan tiras dalam jumlah besar tidak memungkinkan karena terkendala dana. Di sisi lain, pembaca tertarget TK juga tidak dipetakan secara baik, sehingga tingkat persebaran dan keterbacaan TK tidak terdeteksi secara jelas. Sementara pengakses TK online jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan TK versi tercetak. Namun demikian, karena TK versi online tidak dilengkapi dengan kolom komentar, maka upaya publik untuk menyampaikan umpan balik melalui TK online menjadi terhambat. Ruang publik di TK dalam bentuk rubrik opini dan rubrik yang dapat diisi oleh masyarakat, baik dari sisi jumlah maupun luasnya, selama lima tahun terus mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa upaya untuk
309
memberikan ruang bagi aktualisasi pelibatan publik di TK semakin baik. Kendati demikian, rubrik opini yang tersedia masih belum sebanding dengan antusiasme masyarakat dalam mengirimkan naskah opini, terbukti masih banyak naskah opini yang tidak dimuat daripada yang dimuat. Mayoritas naskah opini yang tidak dimuat adalah naskah yang dipermasalahkan secara substantif karena dinilai mendiskreditkan atau menjelek-jelekkan pemerintah. Dengan demikian, ruang publik yang ada di TK bukanlah ruang publik publisitas sejati, karena warganegara tidak dapat menyampaikan pendapat dan bertukar pikiran secara bebas dan diskursif di dalamnya. Dari sisi penentuan isi, proses di TK sudah mulai menunjukkan adanya kemajuan, karena isi tidak lagi ditetapkan secara taken for granted dari penguasa seperti zaman Orde Baru. Kendati demikian, jumlah isi yang ditetapkan melalui sidang redaksi masih terlalu sedikit dibandingkan dengan isi yang ditetapkan oleh pejabat Kemkominfo. Hal tersebut menunjukkan bahwa di TK masih terdapat orang-orang tertentu yang mendominasi pengambilan keputusan redaksional. Sidang redaksi tetap dilaksanakan, akan tetapi fungsinya hanya dijadikan alat untuk melegitimasi pendapat orang-orang dominan terkait isi yang harus dimuat dan tidak dimuat di TK. Orang-orang dominan tersebut terus berupaya memaksakan kehendaknya untuk memilih isi yang dipandang sesuai dengan selera dan kepentingannya. Terkait kesempatan ekspresi publik, hasil analisis isi menunjukkan bahwa TK lebih banyak memuat kutipan pendapat masyarakat daripada kutipan pendapat pejabat, namun nada (tone) artikel yang dimuat kebanyakan
310
bernada netral. Fakta tersebut menunjukkan bahwa upaya aktualisasi pelibatan publik di dalam TK tidak diikuti dengan pemuatan ekspresi publik secara fair. Nada artikel yang mayoritas netral dan positif terhadap pemerintah menunjukkan bahwa wartawan TK melakukan framing agar pendapat publik yang dimuat di TK sesuai dengan perspektif kepentingan penguasa. Hal tersebut terjadi karena masih adanya hegemoni yang sangat kuat dari para pimpinan TK maupun pejabat Kemkominfo dalam proses penetapan isi. Faktor determinan yang mempengaruhi aktualisasi pelibatan publik di TK adalah: iklim demokratis di TK, komitmen pimpinan, kelembagaan, regulasi, sikap personal pengelola, dan partisipasi masyarakat. Demokratisasi pers yang diterapkan di TK mendorong munculnya iklim demokratis yang akhirnya memunculkan gerakan untuk mengaktualisasikan pelibatan publik. Komitmen pimpinan di level jangkar terhadap aktualisasi pelibatan publik sangat tinggi, sebaliknya pimpinan yang berada di level tinggi dan level rendah justru cenderung menentang aktualisasi pelibatan publik. Perbedaan komitmen pimpinan tersebut menyebabkan kebimbangan pengelola saat melaksanakan aktualisasi pelibatan publik, karena tidak ada dukungan kebijakan dan kontrol implementasi di lapangan. Struktur organisasi TK yang nonstruktural memungkinkan untuk menerapkan pola kerja baru yang berbeda dengan pola kerja birokrasi, namun karena pengelolaan organisasi dikoordinasikan di bawah unit kerja struktural, pengelola menjadi sulit menjalankan fungsi sebagai lembaga pers yang independen. Partisipasi masyarakat yang relatif tinggi pada awalnya mampu mendorong perubahan pola pikir pengelola untuk
311
berpihak kepada masyarakat, namun pada akhirnya partisipasi tersebut kembali menurun karena upaya aktualisasi pelibatan publik di TK tidak dilaksanakan secara optimal. Dalam konteks makro, TK sebagai media komunikasi pembangunan sudah mengikuti kecenderungan perubahan besar menuju pers pemerintah demokratis. Komponen teknis berupa sarana dan prasarana, kelembagaan, dan sumber daya yang ada sudah diarahkan untuk mendukung terwujudnya pers pemerintah demokratis. Kendati demikian, representasi aktualisasi pelibatan publik dalam komunikasi pembangunan melalui TK masih mengalami berbagai kendala yang muncul dari lingkungan internal media sendiri. Ketidakmampuan pengelola untuk menghindari hegemoni birokrasi menyebabkan TK tidak mampu berfungsi efektif sebagai wahana aktualisasi pelibatan publik. Ketidakkonsistenan pengelola TK dalam melaksanakan perubahan dan menjaga arah perubahan menuju pers pemerintah demokratis menyebabkan aktualisasi pelibatan publik mudah dibelokkan untuk lebih berat berpihak kepada pemerintah. Secara
umum,
paradigma
komunikasi
pembangunan
di
era
demokratisasi telah mengalami pergeseran dari paradigma linear satu arah ke paradigma interaktif dua arah. Pendekatan komunikasi pembangunan juga telah mulai berubah dari yang semula murni top-down menjadi top-down plus, dengan penambahan aktivitas publik untuk terlibat aktif di dalam proses komunikasi yang terjadi. Akan tetapi secara keseluruhan, model eksisting pers pemerintah di era demokratisasi pada periode 2005-2010 masih menunjukkan
312
kecenderungan lebih berat berpihak kepada pemerintah. Hal tersebut menunjukkan
adanya
kesenjangan
antara
konsep
ideal
komunikasi
pembangunan yang berpihak kepada publik dengan implementasi nyata di lapangan. Agar mampu berfungsi optimal sebagai media aktualisasi pelibatan publik dalam komunikasi pembangunan, TK perlu menerapkan Model Pers Pemerintah berbasis Pelibatan Publik yang disusun berdasarkan hasil penelitian ini. Melalui model tersebut, implementasi seluruh elemen demokratisasi pers yang mendukung aktualisasi pelibatan publik, seluruhnya diupayakan agar lebih berat berpihak kepada masyarakat. Penyusunan model dimaksudkan agar TK memiliki pedoman untuk mengembangkan diri agar sesuai dengan dinamika perubahan di aras makro, serta sesuai dengan kebutuhan pemerintah maupun masyarakat di era demokratisasi. Dengan cara demikian, komunikasi pembangunan yang dilakukan melalui TK dapat sesuai dengan paradigma pembangunan masa kini yang mengedepankan pelibatan masyarakat secara aktif di dalam seluruh tahap pembangunan. 9.2. Rekomendasi Rekomendasi penelitian ini berupa rekomendasi teoritis dan praktis. Rekomendasi teoritis berisi kritik terhadap teori terdahulu dan rekomendasi bagi peneliti berikutnya yang akan mengembangkan penelitian terkait dengan tema aktualisasi pelibatan publik di dalam pers pemerintah di era demokratisasi. Adapun rekomendasi praktis ditujukan untuk memperkuat aktualisasi pelibatan publik di dalam pers birokratik.
313
9.2.1. Rekomendasi Teoritis Pada bagian pertama rekomendasi teoritis ini akan diuraikan mengenai implikasi teoritis yang berisi relevansi kebaruan yang didapatkan dari hasil penelitian dengan teori terdahulu yang terkait. Sedangkan bagian kedua memuat
rekomendasi
bagi
para
peneliti
berikutnya
yang
berminat
mengembangkan penelitian sejenis di masa datang. 9.2.1.1. Implikasi Teoritis Dinamika perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat, khususnya perkembangan media baru/internet, menyebabkan media tercetak kehilangan kekuatan besarnya dalam mempengaruhi khalayak. Cutlip, et al, (2005) mengemukakan bahwa surat kabar merupakan cara utama untuk mencapai publik. Kendati diakui bahwa surat kabar tidak lagi menjadi media utama untuk mayoritas khalayak, akan tetapi surat kabar masih menjadi kekuatan hebat dalam membentuk agenda publik. Sifatnya yang mudah didokumentasikan menyebabkan kredibilitasnya sukar ditandingi oleh media penyiaran yang informasinya mudah hilang dan sulit dicari kembali. Cutlip membandingkan surat kabar vis a vis media penyiaran, dua jenis media yang pada masa lalu dianggap memiliki kekuatan hebat untuk membentuk agenda publik, dengan penegasan bahwa surat kabar lebih unggul. Untuk era sebelum media baru dipergunakan oleh masyarakat dalam skala luas, apa yang disampaikan Cutlip benar. Akan tetapi seiring penetrasi media baru (internet) yang saat ini merambah hingga ke wilayah perdesaan, khususnya melalui telepon selular pintar (smartphone), kebiasaan penggunaan
314
media oleh masyarakat berubah. Mayoritas masyarakat sekarang cenderung mencari informasi melalui internet, karena seluruh jenis media massa, termasuk media tercetak/surat kabar, telah terkonvergensi di dalam internet tersebut.
Berbeda
dengan
media
lain
yang
isinya
tidak
mudah
didokumentasikan, internet memiliki sifat eternity atau abadi. Oleh karena itu, di era demokratisasi sekarang ini dan di masa yang akan datang, penggunaan suratkabar sebagai media komunikasi pembangunan maupun media humas pemerintah justru kurang efektif dan kurang efisien dibandingkan dengan internet. Penelitian ini menemukan, penggunan suratkabar, dalam hal ini Tabloid Komunika, membutuhkan biaya yang sangat besar untuk biaya pencetakan dan pengiriman. Kemampuan suratkabar menjangkau publik dalam jumlah besar, serentak, di wilayah yang sangat luas seperti Indonesia juga terbatas karena terbentur masalah biaya dan kendala geografis. Oleh karena itu, ke depan penggunaan internet sebagai media komunikasi pembangunan dan media kehumasan pemerintah perlu lebih diintensifkan. Selain lebih murah, bersifat multiplatform, kemampuan jangkauannya luas, dan isinya terarsip dengan baik dan tahan lama, internet juga memiliki tingkat interaktivitas lebih tinggi dibanding media massa lain. Karakteristik interaktif yang dimiliki internet memungkinkan aktualisasi pelibatan publik dalam komunikasi pembangunan bisa berlangsung lebih intensif. Penggunaan media tercetak dan media penyiaran, sebagaimana disampaikan Cutlip, masih diperlukan secara terbatas di wilayah yang
315
masyarakatnya memiliki tingkat e-literacy rendah, atau wilayah blankspot yang tidak terjangkau jaringan internet maupun sinyal untuk akses data online. Namun di wilayah yang tidak memiliki problematika seperti yang disebut terakhir, media komunikasi pembangunan dan kehumasan yang paling tepat digunakan pemerintah adalah internet. 9.2.1.2. Rekomendasi bagi Peneliti Berikutnya Penelitian Pers pemerintah di Era Demokratisasi, Studi Kasus Aktualisasi Pelibatan publik di Tabloid Komunika Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia yang dilakukan penulis belum sempurna karena adanya berbagai keterbatasan, di antaranya: 1. Belum adanya teori dan hasil penelitian terdahulu tentang pers pemerintah di era demokratisasi menyebabkan Model Pers Pemerintah Berbasis Pelibatan Publik yang disusun penulis belum terverifikasi dan belum diuji universalitas keberlakuannya. 2. Desain studi kasus tunggal holistik yang dipilih penulis telah mampu mengungkap secara mendalam dinamika pers pemerintah sebagai media komunikasi pembangunan dan pelibatan publik di era demokratisasi, akan tetapi penelitian tersebut bersifat spesifik, di satu tempat tertentu dengan kasus tertentu. 3. Kondisi pers pemerintah di era demokratisasi sangat dinamis, maka faktafakta terkait aktualisasi pelibatan publik yang berlangsung di dalamnya juga berubah setiap saat. Sedangkan penelitian ini bersifat cross sectional atau mengambil periode waktu tertentu secara potong lintang.
316
Oleh karena itu, penulis merekomendasikan kepada peneliti berikutnya untuk mengembangkan penelitian tentang pers pemerintah di era demokratisasi sebagai berikut: 1. Melakukan penelitian lanjutan untuk memverifikasi dan menguji Model Pers Pemerintah Berbasis Pelibatan Publik yang dibuat penulis, terutama dari sisi universalitas keberlakuannya. 2. Melakukan penelitian sejenis dengan pendekatan studi kasus multikasus terjalin. Dengan desain tersebut, penelitian dapat dilakukan dengan mengambil objek di banyak organisasi pers pemerintah dalam rentang waktu yang lebih panjang. 3. Melakukan penelitian lanjutan untuk meng-update data, karena seiring dinamika pers pemerintah di era demokratisasi, kemungkinan besar data yang didapatkan pada saat penelitian dilakukan tidak lagi relevan dengan kondisi di masa datang. 9.2.2. Rekomendasi Praktis Dari hasil penelitian ditemukan bahwa aktualisasi pelibatan publik di dalam pers pemerintah cenderung dihegemoni oleh para pimpinan sebagai konsekuensi dari kondisi alamiah sistem birokrasi. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan elemen-elemen demokratisasi pers yang mendukung aktualisasi pelibatan publik, perlu dilakukan upaya untuk menerapkan langkahlangkah sebagai berikut:
317
1. Untuk meningkatkan kebebasan wartawan berpihak kepada publik, perlu dilakukan langkah-langkah: a. Optimalisasi peran wartawan dalam proses penentuan target liputan dan pemuatan hasil liputan. b. Kesepakatan untuk menerapkan sensor maupun self-censorship secara terbatas hanya untuk menghindari munculnya low taste content di dalam pers pemerintah. c. Meningkatkan profesionalitas, kapasitas, dan kualitas wartawan agar terhindar dari sanksi terkait aktivitas jurnalistik yang telah dilakukan. 2. Untuk meningkatkan keleluasaan akses publik, perlu dilakukan upaya: a. Meningkatkan
kemudahan
masyarakat
dalam
memperoleh
dan
mengakses isi pers pemerintah dengan cara meningkatkan tiras agar sebanding dengan jumlah masyarakat yang dilayani. b. Melakukan segmentasi khalayak secara cermat, meningkatkan jumlah pembaca tertarget, dan mengurangi jumlah pembaca tertarget yang tidak terlayani. c. Menambah jumlah media lain, terutama media online (internet), untuk menyebarkan isi pers pemerintah. 3. Untuk meningkatkan keterbukaan ruang publik, perlu dilakukan upaya: a. Meningkatkan jumlah dan luas rubrik opini. b. Meningkatkan kemampuan pers pemerintah dalam memuat naskah dan opini kiriman masyarakat. 4. Untuk menjamin kebebasan menentukan isi perlu dilakukan upaya:
318
a. Meningkatkan mekanisme penentuan isi oleh sidang redaksi dengan melibatkan peranserta seluruh anggota redaksi. 5. Untuk meningkatkan kesempatan ekspresi masyarakat, perlu upaya: a. Meningkatkan ketermuatan artikel yang memuat kutipan langsung/tidak langsung pendapat masyarakat; b. Mengurangi ketermuatan artikel yang memuat kutipan langsung/tidak langsung pendapat pejabat. 6. Membuat kebijakan baru tentang implementasi aktualisasi pelibatan publik di Tabloid Komunika dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Kebijakan
implementasi
aktualisasi
pelibatan
publik
perlu
disempurnakan dan disusun sebagai produk hukum yang mengikat berupa Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika. b. Kebijakan implementasi aktualisasi pelibatan publik di TK perlu disertai maksud dan tujuan, sasaran, serta visi dan misi yang jelas dan terukur. c. Kebijakan
mengatur
secara
rinci
implementasi
elemen-elemen
pendukung aktualisasi pelibatan publik berupa: kebebasan wartawan, keleluasaan akses, keterbukaan ruang publik, penentuan isi yang tidak disominasi, serta kesempatan ekspresi, lengkap dengan indikatorindikator pelaksanaannya di lapangan. d. Kebijakan implementasi aktualisasi pelibatan publik di TK juga perlu secara khusus mengatur:
319
1) Komitmen pimpinan TK di semua tataran untuk menerapkan aktualisasi pelibatan publik 2) Kejelasan struktur organisasi pers TK yang nonstrukturalindependen dan penekanan fungsi TK sebagai wahana aktualisasi pelibatan publik, bukan semata-mata sebagai media diseminasi informasi publik. 3) Keterlibatan semua pihak baik pengelola, audiens, maupun seluruh
pemangku
kepentingan
TK
dalam
implementasi
kebijakan. 7. Kebijakan implementasi aktualisasi pelibatan publik di TK perlu disertai dengan petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) secara rinci, sehingga tidak membingungkan dan dapat diimplementasikan di semua jenjang. 8. Kebijakan perlu disertai mekanisme monitoring dan evaluasi untuk mengukur keberhasilan implementasinya dan menyempurnakan kebijakan tersebut di masa datang.