171
KESIMPULAN
A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dapatlah dikemukakan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut : 1.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan melalui penelitian disertasi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1.1 Pelaksanaan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara dalam memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan yang obyeknya izin pemanfaatan hutan belum dapat dilaksanakan secara optimal sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam falsafah negara RI yaitu Pancasila yaitu perlindungan terhadap hak-hak perseorangan yang sekaligus melindungi hak-hak masyarakat. Hal ini didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut : a.
Dari aspek keadilan substantif, pelaksanaan fungsi PTUN dalam menyelesaikan Sengketa TUN yang obyeknya izin pemanfaatan hutan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta maupun Pengadilan Tata Usaha Negara Palangkaraya hanya mampu memberikan perlindungan hukum bagi hak-hak perseorangan atau individu saja, akan tetapi belum mampu mewujudkan keselarasan dan keseimbangan perseorangan dengan kepentingan masyarakat.
antara kepentingan
172
b.
Dari aspek keadilan prosedural, fungsi PTUN telah dapat dilaksanakan sesuai prosedur yang adil, hanya pelaksanaan fungsi tersebut belum sepenuhnya optimal, karena tidak diaturnya upaya perdamaian dan batas waktu penyelesaian sengketa sampai tingkat kasasi, serta tidak maksimalnya pemberian nasihat oleh hakim dalam tahap pemeriksaan persiapan.
1.2 Pelaksanaan fungsi PTUN yang belum memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan serta mampu mengakomodir kepentingan masyarakat maupun pelestarian hutan sesuai karakteristik dari obyek sengketanya yaitu izin pemanfaatan hutan, menunjukkan bahwa tujuan diterapkannya teori pemisahan kekuasaan belum terwujud di Indonesia. Tujuan digunakannya teori pemisahan kekuasaan disesuaikan dengan tujuan negara masing-masing negara. Tujuan diadakannya pemisahan kekuasaan di Indonesia adalah untuk memberikan perlindungan rakyat
dan mewujudkan kesejahteraan rakyat
khususnya
hutan.
dalam
pemanfaatan
Penyelesaian
sengketa
izin
pemanfaatan hutan oleh PTUN masih menyisakan berbagai persoalan di dalam masyarakat, hal ini menunjukkan bawa PTUN sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman belum mampu memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuan negara yaitu kesejahteraan rakyat. Hal ini disebabkan asas-asas yang berlaku dalam hukum lingkungan pada umumnya dan hukum kehutanan pada khususnya seperti asas pembangunan berkelanjutan dan asasasas kehati-hatian serta nilai-nilai Pancasila belum sepenuhnya tercermin
173
dalam hukum acara PTUN maupun putusan-putusan Hakim TUN dalam perkara pemanfaatan hutan. 2.
Adanya sejumlah kendala dalam pelaksanaan fungsi PTUN menyebabkan PTUN tidak dapat memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi pencari keadilan yang obyeknya izin pemanfaatan hutan. Kendala-kendala tersebut muncul karena teori pengawasan dipahami terlalu sempit. Pengawasan yang dilakukan oleh PTUN hanya terbatas mengawasi saja, tidak disertai kegiatan untuk memberikan koreksi dari hasil pengawasan. Pemahaman makna pengawasan yang sempit ini tercermin dalam pengaturan mengenai fungsi PTUN dan putusan-putusan PTUN. Kendala-kendala tersebut meliputi : 1.1
Kendala substansi hukum a. Kendala terhadap peraturan perundang-undangan Peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan hakim yang
terbatas
dalam
mengadili
yaitu
terbatas
menyatakan
ketidakabsahan KTUN yang digugat, hal ini dikarenakan pengawasan hanya dipahami sebagai kegiatan mengawasi yang tidak disertai tindakan korektif. Hakim tidak diberikan kewenangan untuk melakukan revisi terhadap KTUN yang menjadi obyek sengketa. Hal ini menjadi kendala PTUN dalam memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi pencari keadilan yaitu terpenuhinya hak pencari keadilan tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat maupun kepentingan kelestarian hutan.
174
b. Kendala sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan. AAUPB merupakan alat uji hakim dalam pengujian KTUN sebagai obyek sengketa. AAUPB tersebut juga merupakan kaidah atau pedoman bagi pejabat pemerintah dalam membuat kebijakan atau mengeluarkan KTUN.
Dalam
bidang
kehutanan
terdapat
asas
pembangunan
berkelanjutan yang dijadikan pedoman atau kaidah bagi pejabat pemerintah di dalam mengeluarkan KTUN izin pemanfaatan. Asas ini tidak dijadikan alat uji bagi hakim dalam menyelesaikan sengketa yang obyeknya izin pemanfaatan hutan. Hal ini menyebabkan tidak adanya sinkronisasi UU PTUN dengan Pasal 33 ayat (4) UUD Negara RI 1945, dan tidak ada harmonisasi UU PTUN dengan UU Kehutanan, sehingga Putusan PTUN belum mampu memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan sekaligus perlindungan terhadap kelestarian hutan. c. Kendala pelaksana hukum Dalam pelaksanaan fungsi PTUN tidak terdapat eksekutor atau pelaksana yang mampu memaksa pejabat untuk melaksanakan Putusan PTUN, hal ini juga disebabkan oleh pemahaman teori pengawasan yang sempit. PTUN hanya melakukan kegiatan mengawasi, sedangkan tindakan koreksi termasuk penerapan sanksi bukan bagian dari kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh PTUN. Kewenangan melaksanakan putusan adalah kewenangan eksekutif, dalam hal PTUN yang
175
melaksanakan putusan maka PTUN dianggap duduk di kursi eksekutif. Hal inilah yang menyebabkan hingga sekarang belum ada peraturan pelaksanaan dari ketentuan yang mengatur mengenai uang paksa, dan peraturan pemerintah yang merupakan pedoman bagi presiden dalam memberikan sanksi bagi pejabat yang tidak bersedia secara sukarela melaksanakan putusan. Hal ini menyebabkan perlindungan hukum bagi pencari keadilan menjadi tidak optimal, karena dalam hal pejabat atau badan TUN tidak bersedia secara sukarela melaksanakan putusan maka pencari keadilan tidak dapat menikmati kemenangannya. 1.2
Kendala kelembagaan hukum a. Belum terpenuhinya keberadaan Pengadilan TUN di tiap kabupaten/kota dan PT TUN di tiap provinsi menjadi kendala tersendiri bagi pencari keadilan. Dalam perkara TUN yang obyeknya izin pemanfaatan hutan, seringkali pencari keadilan adalah masyarakat di sekitar hutan yang penghidupannya dari sumber daya yang ada di hutan atau masyarakat hukum adat yang tinggal di dalam hutan.
Tidak terpenuhinya
keberadaan Pengadilan TUN dan PT TUN sesuai dengan ketentuan, menyebabkan akses masyarakat untuk mendapatkan keadilan melalui PTUN menjadi sangat kecil. b. Kendala lainnya adalah berkaitan dengan pemahaman hakim berkaitan dengan persoalan-persoalan di bidang kehutanan. Persoalan kehutanan tidak hanya persoalan perorangan saja tetapi menyangkut persoalan-
176
persoalan yang lebih seperti persoalan akses masyarakat yang tinggal di sekitar hutan terhadap sumberdaya hutan, persoalan keseimbangan antara pemaanfaatan hutan dan kelestariannya, persoalan kelestarian satwa dan tumbuhan langka, persoalan hutan yang berfungsi sebagai paru-paru dunia, dan sebagainya. Dalam memutus sengketa bidang kehutanan, hakim harus mempertimbangkan persoalan-persoalan
tersebut dalam
putusannya. Jika tidak demikian, putusan hakim akan cenderung memberikan keadilan bagi hak perseorangan saja dan mengabaikan hakhak masyarakat. 2.
Langkah-langkah hukum
diperlukan untuk memperbaiki fungsi PTUN agar
PTUN Mampu Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Pencari Keadilan yang Obyek Sengketanya Izin Pemanfaatan Hutan.
Langkah hukum yang diambil
berpijak pada kendala-kendala yang menyebabkan PTUN tidak mampu memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi pencari keadilan. Dalam mengadakan pembaharuan fungsi PTUN ini berlandaskan pada teori keadilan Pancasila yaitu keadilan yang didasarkan pada sila kelima Pancasila yang dijiwai pula oleh sila-sila lainnya. 3.1 Langkah untuk mengatasi kendala substansi hukum. a. Langkah untuk mengatasi kendala peraturan perundang-undangan. Diperlukan penguatan fungsi PTUN dalam memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan yang obyeknya izin pemanfaatan dengan memberikan kewenangan kepada hakim PTUN untuk dapat melakukan
177
revisi terhadap KTUN yang digugat dalam putusannnya. Kewenangan hakim
merevisi
obyek
sengketa
izin
pemanfaatan
hutan,
akan
memperbesar keleluasaan hakim untuk mewujudkan keadilan berdasarkan sila kelima Pancasila. b. Langkah untuk mengatasi kendala sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan. Perlu dilakukan pengembangan AAUPB sesuai dengan berkembangnya Sengketa TUN dari berbagai sektor termasuk di sektor kehutanan. Dalam Sengketa TUN
yang obyeknya izin pemanfaatan hutan,
perlu
dikembangkan asas pembangunan berkelanjutan sebagai AAUPB melalui pengaturan dalam peraturan perundang-undangan atau melalui putusan hakim.
Sehingga
terjadi
sinkronisasi
dan
harmonisasi
peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai asas yang digunakan sebagai kaidah atau pedoman pejabat dalam mengeluarkan KTUN izin pemanfaatan hutan dengan asas yang digunakan sebagai alat pengujian hakim dalam penyelesaian sengketa yang obyeknya izin pemanfaatan hutan. Pengujian izin pemanfaatan hutan dengan menggunakan asas pembangunan berkelanjutan akan lebih bisa mengakomodir nilai-nilai dalam Pancasila ke dalam Putusan Hakim. c. Langkah untuk mengatasi kendala pelaksana hukum Harus ada eksekutor untuk melaksanakan putusan pengadilan dalam hal pejabat TUN tidak bersedia secara sukarela melaksanakan putusan, selain
178
itu perlu segera dikeluarkan peraturan pelaksanaan sebagai pedoman bagi eksekutor dalam melaksanakan wewenangnya sebagai eksekutor atau pelaksana Putusan Pengadilan TUN . Upaya memperkuat kewenangan eksekutor dalam pelaksanaan
PTUN harus memperhatikan nilai-nilai
dalam Pancasila sehingga kepentingan umum/publik tidak dikorbankan. 3.2 Langkah untuk mengatasi kendala kelembagaan hukum a. Hakim yang mengadili perkara yang obyeknya izin pemanfaatan hutan seharusnya tidak hanya menguasai hukum administrasi saja, tetapi juga memahami hukum kehutanan, sehingga Hakim PTUN dapat memproduksi putusan yang mempunyai pertimbangan untuk kepentingan pelestarian hutan. b. Keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara yang mudah diakses oleh rakyat pencari keadilan, sehingga rakyat tidak mengalami kesulitan ketika hendak memperjuangkan hak-haknya melalui peradilan tata usaha negara. B. Saran 1. Perlu lebih diperkuat landasan filosofis Pancasila dalam proses penyelesaian Sengketa TUN yang obyeknya izin pemanfaatan dan dalam Putusan Hakim, sehingga PTUN mampu mewujudkan perlindungan hukum yang optimal bagi pencari keadilan dan perlindungan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan maupun perlindungan terhadap kelestarian hutan. 2. Perlu dilakukan penyempurnaan terhadap fungsi PTUN terutama mengenai kewenangan hakim dalam memutus, dasar pengujian KTUN bagi hakim,
179
pengaturan yang jelas mengenai eksekutor putusan PTUN dan kewenangannya, susunan majelis hakim dalam sengketa izin pemanfaatan, diberikannya ruang perdamaian bagi para pihak, pengadaan lembaga Pengadilan TUN dan Pengadilan Tinggi TUN undangan,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
sehingga PTUN mampu memberikan perlindungan hukum bagi
pencari keadilan baik keadilan prosedural dan keadilan substansial. 3. Perlu diterbitkan UU PTUN yang baru untuk menggantikan UU PTUN sebelumnya, yang lebih memberikan penguatan Fungsi PTUN sebagai lembaga pengawasan, sehingga dalam menjalankan fungsinya lebih mempunyai kreativitas dan inovasi dalam penyelesaian Sengketa TUN mengenai izin pemanfaatan hutan,
yang pada akhirnya dengan penguatan fungsi PTUN
tersebut diharapkan PTUN mampu memberikan perlindungan yang optimal bagi rakyat berdasarkan Pancasila sebagai falsafah Negara RI.