KESEDIAAN TINGGAL DAN MEMBAYAR DIRUSUNAWA ENTIKONG KABUPATEN SANGGAU TAHUN2008
TESIS
KARYO WIDODO NPM 0706299220
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK JAKARTA SEPTEMBER 2008
KESEDIAAN TINGGAL DAN MEMBAYAR DI RUSUNA WA ENTIKONG KABUPATEN SANGGAU TAHUN2008
TESIS diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER EKONOMI
KARYO WIDODO NPM 0706299220
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK KEKHUSUSAN EKONOMI KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH JAKARTA SEPTEMBER 2008
HALAMAN PERSEMBAH AN
'sekgci( apapun anda mefangkg,fi CIJasti akg,n semafjn mendekg,tkg,nmu kg . " tujuan 1
Kupersembah kan Kepada : Orang-orang yang kusayang dan m.enyayangi ku Terima kasih atas segala doa dan pengorbanan nya selama ini tiada kata yang dapat kuucapkan selain "Alham.dulf llahijav,aa kumullohu khoiro"
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
NPM
KARYO WIDODO 0706299220
Tanda Tangan
Tanggal
26 September 2008
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Tesis
KARYO WIDOOO 0706299220 Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik KesediaanTinggal dan Membayar di Rusunawa Entikong Kabupaten Sanggau Tahun 2008
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Ekonomi pada Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing
: Iman Rozani, SE, M.Soc. Sc
Penguji
: R.H. Achmadi, SE., M.Soc.Sc
Ketua Penguji
: Hera Susanti, SE., M.Sc.
Ditetapkan
: .. J?.f..P.JW~············
Tanggal
: ....~~ . .Q.f.~9.~.~.. ?.:Q02
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKillR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah : Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya
KARYO WIDODO 0706299220 Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Ekonomi Ekonomi Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Membayar dan Tinggal Kesediaan Kabupaten Sanggau Tahun 2008.
Di
Rusunawa
Entikong
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas Royalti menyimpan, berhak Indonesia Universitas Nonekslusif ini mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meniinta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya.
Dibuat di : Salemba September 2008 Pada Tanggal
UNIVERSIT AS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER PERENCAN AAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK September 2008 Tesis, Karyo Widodo,
NPM 0706299220
Kesediaan Tinggal dan Membayar di Rusunawa Entikong Kabupaten Sanggau Tabun 2008 X + 140, 22 gambar, 30 tabel, 12 lampiran ABSTRAK
Entikong
merupakan
Development Centre).
Pusat
Pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi
Perbatasan
di wilayah
(Border
perbatasan akan
diiringi dengan peningkatan demand akan perumahan/tempat tinggaL
Dalam
rangka mengikuti perkembangan tersebut, Pemerintah pada Tahun 2006 telah membangun rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Entikong. Optimalisasi pembangunan rusunawa Entikong memerlukan kajian yang
mendalam terkait der:gan kesiapan masyarakat untuk tinggal di rusunawa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesediaan tinggal dan membayar di Rusunawa Entikong yang dilaksanakan di Kota Entikong mulai Juni 2008 sampai Agustus 2008 dengan menggunakan survey Contingen Valution Method (CVM) dengan desain cross sectional (potong lintang) pada 100 responden terpilih secara judgement purposive sampling. Variabel terikat pada penelitian ini adalah
kesediaan tinggal di
Rusunawa Entikong, kesediaan membayar tarif sewa di rusunawa Entikong dengan fasilitas dasar (WTPI) dan dengan tambahan fasilitas permainan anak dan olahraga(WTP2). Sementara variabel bebasnya antara lain jenis kelamin, biaya rumah, jarak tempat kerja ke rusunawa, jumlah anggota keluarga, pengeluaran keluarga dan pendidikan.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari I 00
responden masyarakat di Pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong ,
94%
menunjukkan kesediaan untuk tinggal di Rusunawa Entikong. Variabel yang mempengaruhi kesediaan tinggal adalah biaya rumah dan jarak tern pat kelja ke rusunawa.
Probabilitas kesediaan
responden
untuk membayar
sewa pada
Rusunawa Entikong (WTPI di bawah nilai Rp. 154.308 adalah sebesar 59 %
dan nilai kesediaan membayar
minimal
Rp. 100.000.
Variabel yang
mempengaruhi WTPI adalah jenis kelamin, jarak tempat kerja ke rusunawa, pengeluaran ke1uarga dan tingkat pendidikan . Probabilitas kesediaan responden untuk membayar
sewa pada Rusunawa
(WTP2) di atas
Entikong
nilai
Rp. 170.133 ada1ah sebesar sebesar 56 % dengan nilai kesediaan membayar maksima1
Rp. 250.000. Variabel yang mempengaruhi WTP2 adalah jenis
kelamin, jarak tern pat kerja ke rusunawa, dan biaya rumah. Hasil
analisis
dan
disarankan kepada UPTD
kesimpulan
diperoleh dari penelitian , rusunawa
segera
dilaksanakan dan melengkapi fasilitas rusunawa yang ada saat ini.
Dalam
penentuan tarif sewa agar
Entikong
yang
agar penghunian
mempertimbangkan nilai WTP masyarakat sekitar
BDC Entikong, khususnya di Pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong sebesar Rp. 170.133 per bulan.
Kata Kuoci
Rusuoawa, WTP, CVM, Development Centre (BDC).
Daftar Bacaao
75 (1978- 2008)
kesediaao
tioggal, Border
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK Thesis, September 2008
Karyo Widodo,
NPM 0706299220
Willing to stay and to Pay in Rusunawa Entikong Sub-Province Sanggau Year 2008 X + 140, 22 pictures, 30 tables, 12 enclosure ABSTRACT Today, Entikong is considered as a Border Development Centre (BDC). High Economic growth within a border region will be followed by increase in housing I real estate demand. In order to anticipate this growth, in 2006, Government has started to build the Rent-Low-Cost Multistorey Housing (Rusunawa) in the area ofEntikong. To optimally develop the Rusunawa in Entikong, a further investigation in term of public readiness to live in Rusunawa is necessary. The objective of this research is to measure public's willingness to stay and to pay in the Entikong Rusunawa. The research was held from June 2008 to August 2008 by using Contingent Valuation Method (CVM) survey with Cross Sectional design, at 100 chosen responder at judgement purposive sampling. Dependent variables in this research are public willingness to live in Entikong Rusunawa, willingness to pay Entikong Rusunawa rent cost with basic facility (WTPI) or with additional children playground and sport facility (WTP2). On the other hand, indipendent variables include gender, house expenses, distance from working place to rusunawa, number of family members, family expenditure and education. This research showed that from I00 respondents whose domicile around BDC area especially Patoka and Pasar Batas Entikong, 94 % of them express willingness to live at Entikong Rusunawa. The variable that has greater influence on people's willingness to live there is the house expenses and distance from working place to rusunawa. The probability for respondent acceptance on rent cost at Entikong Rusunawa (WTPJ) is predicted to be fewer than 154.208 rupiah on 59 % respondents and minimum affordable price 100,000 rupiah.
Variables that influence WTPI are gender, distance from working place to rusunawa, education, and family expenditure. The probability for respondent acceptance on rent cost at Entik:ong Rusunawa (WTP2) is predicted to be upper than 170.133 rupiah on 56% respondents and maximum affordable price 250,000 rupiah. Variables that influence WTP2 are gender, distance from working place to rusunawa, and house expenses. Analysis result and conclusion acquired from this research is to suggest Entikong Rusunawa UPTD that rusunawa should be occupied immediately, and also complete all the facilities available. On the other hand, rent price determination should consider the wtp of inhabitants arround Entikong BOC, especially in Patoka recidence and Entikong border market, which is 170.133 rupiahs a month.
KeyWords
Rusunawa, WTP, CVM, Development Centre (BDC).
Reference
75 (1978- 2008)
willing to stay,
Border
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan Tesis
ini
dalam rangka
dilakukan
memenuhi
salah satu syarat
untuk
mencapai gelar Magister Ekonomi Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik pada Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan tesis ini , sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : (1) Iman Rozani, SE, M.Soc.Sc,
selaku dosen
pembimbing yang telah
menyediakan waktu , tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini; (2) Pemda
Kabupaten
yang
Sanggau beserta jajarannya
telah
banyak
membantu dalarn usaha memperoleh data yang saya perlukan ; (3) Badan Pusat Statistik Kabupaten Sanggau yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan; (4) Tesis ini secara khusus saya persembahkan kepada yang tercinta Dinda Maria Rospita, Ananda tersayang Diwa Oktario Dacwanda dan Afifah Dwima Dacwanda atas segala pengorbanan, kesabaran dan do'a yang tak hentihentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di MPKP FE-UI. (5) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalarn menyelesaikan tesis ini. Akhir kata,
saya
berharap Tuhan
Yang
Maha
Esa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok,
September 2008
Penulis
DAFfARISI
Judul Halaman ABSTRAK HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT KATA PENGANTAR................................................................................................ i DAITAR lSI ............................................................................................................ ii DAFTAR T ABEL ..........•.......................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................vii DAFTAR LAMPI RAN .......................................................................................... viii DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................... ix
BAB 1
PENDAHULUAN 1. 1. Latar Be lakang ................................................................................... 1 12. Rumusan Masalah ............................................................................ 12 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. l2 1.4. Manfaat Penelitian............................................................................ l2 1.5. Batasan Penelitian ............................................................................ 13 1.6. Kerangka Penelitian ........................................................................ 14 1. 7. Hipotesa ............................................................................................ 15 1.8. Sistematika Penulisan ...................................................................... 15
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Rumah Tinggal dan Rumah Susun ................................. 16 2.2. Pengertian Kelompok Sosial dan Terpinggirkan ............................ 22 2.3. Pengertian Komoditas Perekonomian .............................................. 24 2.4. Pengertian Keinginan Tingga1 .......................................................... 26 2.5. Pengertian Kesediaan Membayar (willingnes to pay) ...................... 30 2.6. Pengertian Metode Contingent Valuation ........................................ 33 2.7. Hasil Penelitian yang Lalu .............................................................. .40
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ....................................................................... 49 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 51 3.3. Populasi dan Sampel ........................................................................ 51 3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................... 54 3.5. Teknik Anal isis Data ....................................................................... 58 3.5. 1. Penanganan Data .................................................................... 58 3.5.2. Pengolahan Data Statistik...................................................... 58 3.5.3. Analisis Variabel yang Mempengaruhi Terhadap Kesediaan Tinggal , WTP I dan WTP2 ................................. 61 3.5.4. Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTP
(Expected WTP, EWTP) ...................................................... 68 BAB 4 KONDISI UMUM WILA YAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Kabupaten Sanggau ........................................... 71 4.1.1. Letak Geografis ..................................................................... 71 4.1.2. Pemerintahan ......................................................................... 72 4.1.3. Penduduk ............................................................................... 74 4.1.4. Angkatan Ketja .................................................................... 75 4.1.5. Pendidikan ............................................................................. 76 4.1.6. Listrik dan Air Minum .......................................................... 77 4.1.6.1 Listrik ....................................................................... 77 4.1.6.2 Air Minum ................................................................ 78 4.1.7. Perdagangan .......................................................................... 79 4.1.8. Transportasi, Akomodasi dan Wisman ................................. 80 4.1.8.1 Transportasi .............................................................. 80 4.1.8.2 Akomodasi ............................................................... 81 4 .1. 9. Pendapatan Regional ............................................................. 84 4.1 .9 .1 Laju Pertumbuhan Ekonomi... ................................ 84 4.1.9.2 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Peranannya .... 87 4.1.9.3 Laju Inflasi .............................................................. 89 4.1.1 O.Perbandingan Dengan Propinsi Kalimantan Barat ................ 89 4.1.1 0.1 Perkembangan Agregat Pendapatan Regional ........ 90 4.2. Gambaran Lokasi Penelitian .......................................................... 91 4.2. 1. Gambaran Kecamatan Entikong........................................... 91 4.2.2. Profil Rusunawa Entikong .................................................. 95
Ill
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran WiJayah Penelitian .......................................................... 98 5.2. Gambaran Pelaksanaan Penelitian ................................................... 99 5.3. Penyajian Data/Hasil Penelitian ..................................................... 100 5.3.1. Analisis Statistik Deskriptif .............................................. \ 00 5.3 .1.1 Karakteristik Responden ........................................ 101 53.1 .2 Ana1isa Crosstab Antara VariabeJ Terikat dengan Varibel Bebas ......................................................... 102 5.3.1.3 Sikap dan Persepsi Terhadap Rusunawa Entikong I 09 5.3 .1.4 Kesediaan Tinggal di Rusunawa Entikong ............ I 09 5.3.1.5 Nilai WTP .............................................................. 11 0
5.4. Analisis Variabel yang Mempengaruhi Keinginan Tinggal di Rusunawa ..................................................................................... 112 5.5 Analisis Variabel yang Mempengaruhi Nilai WTP 1 ................... 119 5.5.1 Estimasi Nilai WTP1 .......................................................... 122 5.6. Analisis Variabel yang Mempengaruhi Nilai WTP2 ................. 129 5.6.1 Estimasi Nilai WTP2 .......................................................... J27 5.6. Analisis Kebijakan ............................................................ :........... 129 5 .6.1. Tinjauan Keinginan Tinggal di Rusunawa Entikong ....... 129 5.6.2. Tinjauan Kesediaan Membayar ......................................... 131 5.6.3. Tinjauan Sikap dan Persepsi Masyarakat. ......................... l34 5.6.4. Tinjauan Aspek Pengelolaan/Penghunian .......................... 135 5.7. Pengujian Hipotesis ...................................................................... \38 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6. 1. KesirnpuJan .................................................................................... 141 6.2. Saran .............................................................................................. l42
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
NomorTabel 3.1 4.1 4.2
4.3
Variabel Bebas (X) yang Diujicobakan Terhadap Variabel Terikat (Y) Kesediaan Tinggal Di Rusunawa Entikong ................................................... 62 Desa yang Langsung Berbatasan Dengan Sarawak.- Malaysia Menurut Luas Wilayah. Rumah Tangga dan Penduduk di Kabupaten Sanggau ...... 74 Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, dan Ratio Jenis Kelamin di Kabupaten Sanggau Tahun 2006 ............................................. 76 Penduduk Berumur I 0 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Sanggau Tahun 2006 ...................74
Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang BekeJja Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Kabupaten Sanggau Tahun 2006 .................................................................................................... 77 4.5 Penjualan Listrik Menurut Kecamatan di Kabupaten Sanggau Tahun 2006 .................................................................................................... 78 4.6 Banyaknya Air yang Disalurkan dan dinilai Menurut Kecamatan di Kabupaten Sanggau Tahun 2006 .................................................................79 4.4
4.7 4.8
Warga Negara Malaysia d;m Warga Negara Indonesia yang Melewati PPLB Entikong Tahun 2006 .........................................................81 Jumlah Keberangkatan WNI Melalui PPLB Entikong Dirinci Menurut Paspor Tahun 2004 - 2006 ............................................................. 82
Jumlah Kedatangan Melalui PPLB Entikong Dirincikan Menurut Paspor Tahun 2004 - 2006 .......................................................................... 83 4.10 PDRB Kabupaten Sanggau Tahun 2006 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000· ...................................................................................... 84
4.9
4.11 Location Quation (LQ) Kabupaten Sanggau Terhadap Provinsi Kalimantan Barat Menurut Sektor Tahun 2006 ........................................90 5.1 Jumlah Anggota Keluarga Responden ....................................................... 101 5.2 5.3 5.4 5.5
Asal Daerah Responden ............................................................................... l 02 Kesediaan Tinggal di Rusunawa .................................................................. liO Willingness to Pay }..................................................................................... 11 0 Willingness to Pay 2 ..................................................................................... Ill
Mean, Median Maksimum, Minimum, dan Standar Deviasi WTPI dan WTP2 ........................................................................................................... 111 5. 7 Chi-Square Sedia ......................................................................................... 113 5.8 Hasil seleksi bivariat ................................................................................... ] J4 5.9 Hasil Regresi Model Logit ......................................................................... 115 5.6
v
5.10 Nilai VIF .................................................................................................... 117 5.11 Hasil Regresi Model Probit Bertingkat ke-1 .............................................. 120 5.12 Hasil Regresi Model Probit Bertingkat ke -2 ............................................. 121 5.13 Matriks Korelasi Antar Variabel Bebas ..................................................... 128 5.14 Predicted Probability Terhadap Masing-masing Kelompok Peringkat WTP1 ........................................................................................................... 124 5.15 Odds Ratio Variabel-variabel yang Mempengaruhi WTPI ......................... 125 5.16 Hasil Regresi Model Probit Bertingkat .................................................... 127 5.17 Predicted Probability Terhadap Masing-masing Kelompok Peringkat WTP2 ........................................................................................... 128 5.18 Odds Ratio Variabel-variabel yang Mempengaruhi WTP2 .......•....•..••..•..... 129
vi
DAFfAR GAMBAR
Halaman
Nomor Gambar
1.1. Master Plan BDC Entikong...................................................................... 4 1.2. Kerangka Pemikiran Penelitian.................................................................... 13 2.1. 1he Bid Rent Function .................................................................................. 22 2.2. Klasifikasi Valuasi Non-Market ................................................................. 30 3.1. Flowchart Pengolaban Data........................................................................ 70 4.1. Peta Kabupaten Sanggau dalam Provinsi Kalimantan Barat................... 69 4.2. Kecamatan Dalam Kabupaten Sanggau.................................................... 71 4.3. Jalur Tidak Resmi Indonesia-Malaysia .................................................... 90 4.4. Struktur Organisasi UPTD Rusunawa Entikong.......................................... 93 4.5. Tampak Depan Rusunawa Entikong........................................................... 94 4.6. Halaman depan Rusunawa Entikong ........................................................... 94 4.7. Site Plan Rusunawa Entikong..................................................................... 99 5.1. Crosstab Biaya Rumah dengan Sedia Tinggal.. .......................................... 103 5.2. Crosstab Jarak Tempat Kerja ke Rusunawa dengan Sedia TinggaL ......... 104 5.3a. Crosstab Jenis Kelamin dengan WTPI ..................................................... 105 5.3b. Crosstab Jenis Kelamin dengan WTP2 ....................................................... 105 5.4a. Crosstab Tingkat Pendidikan dengan WTPI .............................................. l 06 5.4b. Crosstab Tingkat Pendidikan dengan WTP2 .............................................. 106
5.5. Crosstab Biaya Rumah dengan WTP2 ........................................................ 107 5.6. Crosstab Pengeluaran Per Bulan dengan WTP1 ......................................... 108 5. 7a. Crosstab Jarak Tern pat Kerja ke Rusunawa dengan WTPI ....................... I 09 5.7b. Crosstab Jarak Tempat Kelja ke Rusunawa dengan WTP2 ....................... 109
VII
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran 1. Kuesioner yang digunakan............... ......................................................... [I] 2. Data Responden Hasil Kuisioner................................................................ [2] 3. Berita Acara Pengumpulan Data................................................................. [3] 4. Draf Surat Keputusan UPTD Rusunawa Entikong.................................... [4]
5. Surat Keputusan Upah Minimum Propinsi Kalimantan Barat. .................. [5] 6. Tabulasi Variabel ........................................................................................... [6] 7. Sikap dan Persepsi Responden Terhadap Rusunawa Entikong ..................... [7] 8. Crosstab Kesediaan Tinggal Di Rusunawa, WTP1 dan WTP2 dengan Variabel Bebas nya .......................................................................................... [8) 9. Correlogram Q-Stat Variabel terikat Sedia................................................... [9]
.
10. Correlogram Q-Stat Variabel terikat wtpl.. ........................................... [10] 11. Data Penduduk Desa Entikong.................................................................. £11] 12. Foto Lokasi Penelitian................................................................................ [l2]
VIII
DAFTAR SINGKATAN
APBN
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BDC
: Border Development Center
BLK
: Balai Latihan Kerja
BP
: Badan Pelaksana
CBD
:Central Business District
CIQS
: Custom, Immigration, Quarantine and Security
cv
: Compensating Variation
CVM
: Contingent Valuation Method
EV
: Equivalent Variation
HMSRS
: Hak Milik Satuan Rumah Susun
HST
: Harga Satuan Tertinggi
Kapet
: Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu
KK
: Kepala Keluarga
KWH
: Kilo Watt Hour
LQ
: Location Quation
MBR
: Masyarakat Berpenghasilan Rendah
PDAM
: Perusahaan Daerah Air Minum
PDRB
: Produk Domestik Regional Bruto
PLN
: Perusahaan Listrik Negara
PPLB
: Pos Pemeriksaan Lintas Batas
RP
: Revealed Preference
RSS
: Rumah Sangat Sederhana
RDTR
: Rencana Detail Tata Ruang
RUM
: Random Utility Model
Rusunawa : Rumah Susun Sederhana Sewa RUTRW
: Rencana Umum Tata Ruang dan Wilayah
SO
: Sekolah Dasar
SDM
: Sumber Daya Manusia
SK
: Surat Gubemur
ix
SLTP
: Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SMK
: Sekolah Menengah Kejuruan
SMP
: Sekolah Menengah Pertama
SMU
: Sekolah Menengah Umum
SP
:Stated Preference
SPBU
: Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
SPLP
: Surat Perjalanan Laksana Paspor
SUSEDA
: Survei Sosial Ekonomi Daerah
SWP
: Satuan Wilayah Pembangunan
TK
:Taman Kanak-kanak
TKI
: Tenaga Kerja Indonesia
UMP
: Upah Minimum Regional
UPTD
:Unit Pelaksana Teknis Dinas
WTA
: Willingness To Accept
WTP
:Willingness To Pay
X
BABl
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Negara Kesatuan RepubJik Indonesia, yang memiJiki wiJayah yang
membentang dari Sabang sampai Merauke, memiliki banyak daerah dengan karakteristik
yang
beragam,
keadaan ini
pelaksanaan pembangunan memiliki sama,
walaupun
pembangunan
pembangunan
nasional.
Hal
percepatan
daerah
tentu saja berakibat pembangunan
merupakan
kemungkinan
m1
bagian
teijadi
yang
dalam tidak
integral dari
kendala
secara
geografis, infrastruktur transportasi, komunikasi, dan sosial budaya masyarakat. Percepatan pembangunan yang tidak merata pada berbagai daerah secara umum
akan
menimbulkan tcrbentuknya daerah-daerah yang biasa
disebut daerah tertinggal, baik secara ekonomi, sosial, maupun teknologi. Dalam proses pembangunan, selain daerah tertinggal, isu yang menjadi trend dewasa ini adalah daerah kawasan perbatasan, karena daerah perbatasan seringkali akrab dengan ketertinggalan dan kemiskinan. Kawasan perbatasan antar negara memiliki potensi strategis bagi pengembangan bagi berkembangnya perdagangan menguntungkan. pertumbuhan
intemasional
Kawasan ini juga sangat berpotensi
wilayah,
terutama
yang saJing
untuk menjadi pusat
dalam bidang industri, perdagangan dan
pariwisata. Tentu saja hal ini akan memberikan peluang yang cukup besar dalam peningkatan produksi, yang selanjutnya akan menimbulkan berbagai efek pengganda (multiplier effect). Namun demikian, pengembangan kawasan perbatasan untuk masa kini dan masa mendatang dihadapkan pada berbagai persoalan yang berkembang baik secara ekstemal maupun internal. Sri Handoyo Mukti, 2001 mencatat persoalan tersebut diantaranya adalah : 1
Universitas Indonesia
2
1. Persoalan intemasional, yaitu kemajuan teknologi yang kian pesat serta berkembangnya kerjasama regional dan blok-blok perdagangan. 2. Persoalan yang berkembang secara nasional, yaitu adanya tuntutan desentralisasi (otonomi daerah),
tuntutan
dari
transparansi
segala
bidang dan berkembangnya tuntutan demokrasi. 3. Persoalan atau isu lokal, antara lain belum berkembangnya komoditas unggulan, masih
terjadi
kesenjangan
sosial (etos kerja, etnis, dan
budaya, keterbatasan infrastruktur, penyelundupan dan pencurian basil hutan dan belum berkembangnya sistem, struktur, maupun mekanisme kelembagaan pembangunan, khususnya di kawasan perbatasan. Salah satu kawasan perbatasan yang ada di Indonesia terdapat di Pulau Kalimantan khususnya di Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Kalimantan Timur yang berbatasan dengan Negara Bagian Serawak dan Sabah (Malaysia). Kawasan perbatasan Kalimantan yang memiliki
letak
sangat strategis ini dapat mengakses Jangsung ke negara tetangga
baik
rr.elalui jalur darat maupun jalur ]aut dan kaya akan potensi sumber. daya alam (migas, batubara, emas, dan basil hutan). posisi, potensi, dan persoalan
Melihat mewujudkan ekonomi
kawasan perbatasan Kalimantan
baru
yang maju
dan
ada, serta
yang
pertumbuhan
pusat
menjadi
modem, maka diperlukan
untuk
suatu
konsep
pengembangan kawasan perbatasan yang terpadu dan melibatkan semua pihak yang terkait baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha/swasta dan masyarakat. Untuk Provinsi Kalimantan
Barat permasalahan
yang
terjadi
di
Kawasan Perbatasan secara umum adalah : 1. Terbatasnya sarana dan prasarana dasar seperti transportasi, pendidikan, kesehatan, air
bersih, listrik dan telekomunikasi
serta
sarana
perekonomian. 2. Masih
terdapatnya wilayah
yang
belum
dapat dijangkau dengan
transportasi darat.
Universitas Indonesia
3
3. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan rendahnya income per kapita masyarakat di wilayah perbatasan sebesar lebih kurang Rp. 4,46 juta/tahun. 4. Rentan terhadap infiltrasi, karena keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki
terutama dalam
hal
pengawasan
dan pengamanan
wilayah. 5. Rendahnya kualitas SDM, hal ini karena kualitas pendidikan masyarakat perbatasan rata-rata tamat SD. 6. Belum adanya sarana dan prasarana pemukiman yang memadai. 7. Pembangunan dilaksanakan secara parsial, sehingga pembangunan yang dilaksanakan selama ini kurang sinergis dan terpadu. 8. Belum adanya payung hukum dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Dalam mengatasi permasalahan di atas, terutama di Kabupaten Sanggau sebagai salah satu kabupaten perbatasan di Kalimantan Barat , digunakan konsep pengembangan kawasan perbatasan secara terpadu dengan strategi:
RDTR
dan Master Plan BDC Entikong.
I.
Pemantapan RUTRW,
2.
Mensinergikan pembangunan antar wilayah dan dengan negara tetangga.
3.
Pemberdayaan ekonomi masyarakat dan dunia usaha
4.
Menciptakan iklim yang kondusif di daerah perbatasan
5.
Membangun dan
meningkatkan
infrastruktur dasar dan penunjang
untuk membuka isolasi kawasan. Salah
satu
aplikasi
strategi
tersebut
adalah direncanakan akan
dibangunnya Border Development Centre (BDC) Entikong dengan mengambil lokasi sekitar 500 meter ditarik mundur dari PPLB Entikong dengan master Plan BDC Entikong seperti gambar 1.1.
Universitas Indonesia
4
--: --·--&...~
--a.......~
...._ ..... ...._
-- - Bta.tt\\~~---
·---
1 . . lUfF,...gq,
. p._f~
3
~ til -~ •·I 7
. D
ltl
HOTEL
Lop . . .. _
. ·· -
• -oLio""" ....
~~ ,,. · 10 12 .. "'Mtni<eol 1l :t ~
-
,.
.. 0.. ..__.
.... .. =--__ ,. • so 17 e!l SUP
,, ;a suu
:::::,
.... _ ....,............. 20
---------_ -···-~~~
........ .............
.-c_.
·--·..11111'1""'*"
r---- ..llllrl~
Gambar 1.1 . Master Plan BDC Entikong
Border Development Centre
(BDC)
Entikong
adalah
kawasan
strategis yang memiliki potensi untuk pemusatan kegiatan ekonomi baru yang mengarah pada dua kegiatan utama yaitu kawasan industri dan perdagangan bebas yang dibagi dalam satuan guna laban utama sehingga membentuk struktur ruang yang terdiri dari blok-blok lingkungan dan menjadi satu kesatuan ruang yang sinergis sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan dan sekitamya. Fasilitasi pembangunan infrastruktur pendukung kawasan
industri
Entikong (Border Developmen Centre) meliputi : Duty Free Shop, marketing
point, pasar tradisional, PPLB Entikong, terminal penumpang, hotel, lapangan golf dan villa, lapangan olahraga, fasilitas rekreasi, rusunawa, permukiman, fasilitas
pendidikan,
pertokoan
lingkungan,
terminal
barang,
SPBU,
pergudangan, Balai Latihan Kerja (BLK), Perumahan, dan Pos Kepabean.
Universitas Indonesia
5
Sebagai kawasan industri terpadu, diharapkan di Entikong tumbuh industri manufaktur, seperti manufaktur meubleair ukiran kayu dan barangbarang kerajinan yang akan dipasarkan ke Malaysia. Bila hal ini terjadi, tentu saja akan menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Tenaga-tenaga ahli industri meubel tersebut akan didatangkan dari Pulau Jawa. Selain itu, di kawasan Tebedu - Malaysia, yang merupakan kota terdekat dengan perbatasan Indonesia, saat ini tengah dilaksanakan pembangunan awal infrastruktur industri PT Sony. Sehingga ke depan, diharapkan tenaga kerja Indonesia (TKI) dapat bekerja di PT Sony tersebut, dengan tetap tinggal (bermukim) di Entikong. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di wilayah perbatasan, tentu akan diiringi juga dengan peningkatan demand akan perumahanltempat tinggal, sebab seperti gula dengan semut,
kawasan pertumbuhan akan menarik
kedatangan para pekerja terutama dari luar daerah. Pergerakan penduduk
(sosial mobilization) ini akan mendorong pemenuhan kebutuhan perumahan. Di sisi lain, kendala keterbatasan laban, biaya membuat rumah yang tinggi, dan keterbatasan ekonomi
sebagian
masyarakat akan menjadi
kendala dalam
pembangunan atau membeli rumah. Dalam kenyataannya, sistem permintaan perumahan yang terjadi di masyarakat selalu terkait dengan beberapa hal yang harus dipahami dengan baik agar kita memperoleh kejelasan tentang hal-hal yang terjadi dalam proses pemenuhannya. Hal-hal tersebut meliputi antara lain : 1. Kebutuhan Kebutuhan (need)
akan perumahan adalah kebutuhan pokok yang Pengertian
bersifat obyektif, pada setiap orang akan berlaku sama.
'kebutuhan' ini terkait dengan masalah pemenuhan kebutuhan manusia terhadap
rumah
sebagai
tempat
Berdasar fenomena ini, rumah
tinggal atau
dipandang
tempat
sebagai
berlindung.
produk
yang
diperlukan semua orang untuk melangsungkan kehidupannya.
Universitas Indonesia
6
2. Pennintaan Karakter, selera dan kemampuan ekonomi setiap orang tentu berbedabeda, sehingga hal ini berdampak pada perbedaan tuntutan tiap orang Pennintaan perumahan yang sesuai
terhadap kualitas sebuah hunian.
selera, keinginan, dan kemampuan seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal inilah yang disebut demand. Pennintaan akan hunian ini akan dipengaruhi beberapa faktor yaitu : a. Kondisi Sosial Kondisi sosial suatu masyarakat akan mempengaruhi seseorang dalam menentukan lokasi rumah barn serta lingkungan sosial yang diinginkannya. Pola hidup sehari-hari suatu masyarakat akan
membentuk
suatu
pandang
cara
mempengaruhi
tertentu
karakter
mempertimbangkan pemilihan lokasi
dan
dapat
yang
seseorang
dalam
lingkungan
sosial
untuk huniannya. b. Kondisi Ekonomi
.
Kondisi ekonomi seseorang juga merupakan faktor penentu dalam memutuskan pilihan hunian terkait dengan lokasi, ukuran dan kualitas hunian yang diinginkan. Setiap lokasi mempunyai standar
yang
harga
berbeda-beda sehingga pada
wilayah
perkotaan biasa dikembangkan perumahan secara vertikal, dan pada wilayah
pinggiran kota biasa
dikembangkan perumahan
horizontal. c. Kondisi Budaya Latar belakang budaya suatu masyarakat akan membentuk pola hidup dan pola pikir masyarakat itu. Terkait dengan masalah adat istiadat
dan tradisi, maka
dalam pemilihan
mempertimbangkan aturan-aturan yang
terkait
dengan suatu
serta
hunian
akan
pakem-pakem tertentu
bangunan, dimana hal ini
akan
berpengaruh besar pada pilihan hunian.
Universitas Indonesia
7
3. Perasaan membutuhkan Hal ini menunjukan perasaan membutuhkan (felt need) akan perumahan .meskipun
seseorang
sesungguhnya
belurn tentu benar-benar
membutuhkan, misalnya hanya untuk investasi, dan sarana aktualisasi diri. Untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan, ada dua hal yang hams dipertimbangkan secara masak agar pemenuhannya dapat mengimbangi kebutuhan dan terns berkembang. Kedua hal tersebut adalah : 1. Supply (penawaran ), adalah kemampuan penyediaan rumah realisasinya dilakukan pemerintah
yang
beketjasama dengan pihak swasta
(pen gem bang). 2. Demand ( permintaan), merupakan animo permintaan masyarakat yang biasanya selalu
angka yang
menunjukan
lebih tinggi
dibanding
tingkat penawaran yang ada. Data yang diperlukan dalam perhitungan permintaan akan rumah antara lain adalah: a. Tingkat pendapatan dan distribusi. b. Pol a konsumsi pengeluaran. · c. Harga pasar rumah sekarang (sewa atau beli). d. Sistem penghunian (huni, sewa, kontrak). e. Lokasi yang dikehendaki, harga yang tetjangkau, tipe rumah, dan sistem pembayarannya. Sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan di perkotaan, maka pembangunan rumah susun adalah pilihan yang banyak digunakan.
Hampir
tidak ada kota besar di dunia yang tidak membangun rumah susun. Di kotakota besar negara yang sekarang sudah menjadi negara maju sudah sejak abad ke-19 dikembangkan
rumah
susun
bagi
publik
untuk
mengatasi
kelangkaan tanah dan jarak tempuh dari rumah ke tempat kelja. Pengalaman di Jakarta, Semarang dan Surabaya menunjukkan bahwa rumah susun dapat dirancang sesuai dengan kehidupan di kampung. Hambatan rumah susun lebih
pada masalah pengelolaan dan
susun memerlukan
investasi
pembiayaannya.
Pembangunan rumah
yang besar dan teknologi
yang tidak dapat
ditanggung masyarakat lapisan bawah (Kuswartojo, dkk. 2005).
Universitas Indonesia
8
Program rumah susun sewa dikembangkan baik oleh pemerintah
maupun developer swasta. Tingkat kemewahannya pun beragam, dari rumah susun sewa bagi masyarakat kelas atas (misalnya apartemen sewa) hingga masyarakat golongan menengah ke bawah (misalnya rumah susun sewa). Sehubungan dengan peningkatan
kebutuhan
Development
Centre
permasalahan di atas, untuk mengantisipasi
rumah terhadap rencana dibangunnya tempat
Entikong dan penyediaan
Border
tinggal
untuk
calon TKI/keluarga
masyarakat yang bekerja di BDC Entikong maupun
TKI!fKI yang bekerja di Tebedu- Malaysia, maka Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sanggau membangun Rumah susun sewa sederhana (Rusunawa) Entikong. Rusunawa yang dibangun sebanyak 2 blok kembar (twin block) pada tanah
seluas ± 4 Ha yang
pembangunan
disediakan
rusunawa berasal
dari
Pemkab APBN
Sanggau
diarahkan
dengan dana khususnya bagi
masyarak.at di sekitar Border Development Centre (BDC) Entikong dan Calon TK.I!fKI!Keluarga TKI yang bekerja di Tebedu- Malaysia. Rusunawa Entikong yang rampung pembangunannya pada Tahun 2006 dan telah diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 9 Juli 2007, temyata sampai saat ini belum dapat dihuni. Hal ini ·disebabkan belum tersedianya infrastruktur pendukung seperti PDAM dan aliran listrik. Jika kendala di atas sudah terpenuhi maka
tahap selanjutnya dari
pembangunan rusunawa agar memenuhi sasaran yang diharapkan
adalah
kajian terhadap pola pembiayaan dan pengelolaannya. Pola pembiayaan dan pengelolaan harus disesuaikan dengan kelompok sasaran penghuni. Rusunawa merupakan masyarakat
bentuk hunian
yang diperuntukkan
bagi
berpenghasilan menengah ke bawah, sehingga dalam menetapkan
harga sewanya selalu
mengutamakan aspek keterjangkauan. (Efendi, 2007).
Dalam pengelolaan Rusunawa, penetapan harga sewa merupakan faktor penting,
Universitas Indonesia
9
karena dari pungutan sewa ini seharusnya seluruh
biaya pengoperasian dan
pemeliharaan Rusunawa dapat tertutupi. Bila suatu badan pengelola rusunawa diandaikan sebagai suatu perusahaan, maka berdasarkan pendekatan marketing, penetapan harga suatu produk atau jasa dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan. Faktor-faktor internal perusahaan antara lain tujuan perusahaan, biaya, dan pertimbangan
organisasi.
Sedangkan faktor eksternal perusahaan yang
mempengaruhi penetapan harga adalah sifat pasar dan permintaan, persaingan, dan unsur-unsur lainnya. Dari faktor-faktor tersebut, ada dua faktor penting yang sangat berpengaruh dalam penetapan harga, yaitu faktor biaya dan permintaan terhadap produk atau jasa tersebut. Faktor biaya ini dapat memberikan informasi tentang batas bawah harga sewa yang dapat ditetapkan. Sementara permintaan dapat memberikan informasi tentang batas atas harga yang dapat ditetapkan. (Kotler, 2004 dalam Efendi, 2007). Tinjauan
terhadap penghunian Rusunawa Entikong, perlu dilakukan
kajian lebih lanjut yang berkaitan dengan kesediaan membayar (wil/ingnes to
pay) dari masyarakat sekitar BDC Entikong. Keterjangkauan calon penghuni dalam pembayaran sewa menjadi alasan/pertimbangan yang secara langsung dapat mempengaruhi kesediaan untuk tinggal di Rusunawa Entikong. Budaya masyarakat Indonesia yang umumnya patrineal, termasuk di Entikong, menempatkan laki-laki (bapak/ayah) sebagai kepala rumah tangga. Sehingga keputusan suatu rumah tangga tidak terlepas dari kebijaksanaan yang diambil laki-laki sebagai kepala keluarga. Seorang kepala keluarga tentu akan melakukan hal terbaik untuk keluarganya, hal ini berkaitan dengan keputusan untuk tinggal di Rusunawa Entikong. Lokasi Rusunawa Entikong yang
strategis, dengan
sistem yang
tertata
dengan
kehadiran pengelola
memberikan suatu harapan bahwa faktor keamanan, kepastian lamanya waktu penghunian, dan kemudahan dalam penyimpanan kendaraan
dapat tersedia
(dengan halaman yang cukup luas ). Hal ini penting, karena saat ini persewaan rumah di Entikong diusahakan oleh masyarakat secara apa adanya, sehingga penyewa
kadangkala tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, selain
Universitas Indonesia
10
kepastian akan keberlanjutan sewa. Bila
itu juga penyewa tidak memiliki
rumah yang disewakan akan digunakan oleh pemilik untuk keperluan lain, maka sebagai penyewa tidak mempunyai pilihan lain, kecuali pindah ke tempat lain.
itu
Oleh karena
sistem persewaan rumah/tanah
yang
dikembangkan di Entikong berdasarkan bulanan, satu atau dua tahun. Hal ini memudahkan pemilik untuk memperpanjang atau memutuskan sewalkontrak. dengan
Ringkasnya,
tinggal
di Rusunawa
Entikong, penyewa
memiliki
kapastian akan lamanya waktu sewa, keamanan, dan aturan dalam kehidupan bennasyarakat (khususnya di lingkungan rusunawa). Namun demikian, menurut penelitian Ismail, 1999, jumlah anggota keluarga yang tinggal di Rusunawa tipe 21 m2 hanya layak jika ditempati maksimum 3 orang saja , lebih dari 3 orang sudah tidak layak lagi. Sementara itu standar BPS untuk luas rumah per kapita adalah 8 m 2, jadi untuk luas rumah tipe 21 m 2, maksimum penghuninya hanya ± 3 orang. Hansen, et al. ( 1998) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
konsumen
untuk memiliki rumah atau menyewa adalah
tingk~t
pendapatan, tingkat pengeluaran biaya rumah, umur, wama kulit, jenis kelamin, status perkawinan, tinggal
di metropolitan, dan jumlah anggota
keluarga.
Sedangkan menurut Gyourko dan Linneman ( 1996) dengan model logit yang menghubungkan antara memiliki rumah dan menyewa dipengaruhi variabel wama kulit, menikah, jarak dengan pusat kota, letak kota, dan tingkat riel pendapatan keluarga (Syahrial dan Nazara, 2008). Penelitian Syahrial dan Nazara (2006) menggunakan variabel jumlah anggota
keluarga, tingkat pendidikan, biaya pemeliharaan rumah, dan biaya
transportasi dari tempat kerja dalam studi yang berjudul Determinasi Tipe
Kepemilikon Rumah di Perkotaan di Indonesia, Model Pilihan Kua/itatif Menggunakon
Data Susenas 2001. Sedangkan studi yang dilakukan Rachma
Dewi (2004) dengan judul penelitian Ana/isis Kemauan Pasien Membayar (WTP)
Dihubungkan Dengan Karakteristik, Kemampuan Membayar (ATP) Dan Persepsi Pasien Terhadap Mutu Dan Manfaat Pelayanan Di Puskesma.'i Sukmajaya Kola
Universitas Indonesia
11
Depok menggunakan variabel-variabel
pendidi~
umur, dan jumlah anggota
keluarga. Penelitian yang dilakukan Sjakira (2007) dengan judul Keinginan
Tinggal dan Kesediaan Membayar Masyarakot Berpenghasilan Rendah Di Rusunawa Menteng Kabupaten Bogor Studi Kasus Tenaga Ke1ja Kontrak Pemerintah Kota Bogor menggunakan variabel jarak kantor ke rusunawa, jenis kelamin , jumlah anggota keluarga, gaji, tahu tidaknya rusunawa, dan kesediaan tinggal. Dalam kaitannya dengan persewaan rumah, berdasarkan definisi dari
US Departemen of Housing and Urban Development Tahun 2001, sebuah keluarga dikatakan mampu membayar sewa rumah jika prosentase pengeluaran untuk sewa rumah antara 20 sampai dengan 30 % dari pendapatan. Sedangkan
pada penelitian yang dilakukan oleh Belsky et al. (2005) pengeluaran rumah tangga untuk sewa rumah dikatakan terjangkau jika tidak melebihi dari 30 % pendapatan. Untuk kondisi di Indonesia, menurut penelitian Santoso (2008), pengeluaran untuk sewa rumah berdasarkan acuan bank di Indonesia adalah 25 % dari pendapatan. Masyarakat Entikong yang memiliki proporsi penduduk pendatang sebesar 70 % dan penduduk asli sebesar 30 % , didominasi
oleh sektor
perdagangan . Menurut suku bangsa, keragaman suku pendatang cukup banyak seperti suku
Jawa , Sunda,
Madura, Batak, Bugis, Bali, Sulawesi, Ambon
Padang dan lain-lain. Banyaknya suku pendatang di Entikong dikarenakan Kota Entikong sebagai kota transit masuknya TKI ke Sarawak Malaysia, selain sebagai kota perbatasan yang menjanjikan untuk berusaha. Di Kota Entikong sendiri,
penduduk
pendatang berusaha
di
sektor
perdagangan
dengan
membuka toko, jasa, maupun lainnya baik secara formal maupun informal. Sektor informal malah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, dengan dirnuJai dari Pasar kaget yang terbentuk pada moneter di
Tahun
1998.
Untuk
rnasa krisis ekonorni dan
sektor informal
tingkat keahlian/skill
enterpreneurship lebih dominan dibanding tingkat pendidikan, umumnya faktor bakat lebih menonjol. Penduduk Kecamatan Entikong menurut tingkat
Universitas Indonesia
12
pendidikan SO ke bawah
sebesar 78 % yang terdiri dari
6 % buta hurup,
33 % tidak tamat SO dan 39 % tamat SO (Gafur dkk. 2006).
1.2.
Rumusan
Masalah
Penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan utama sebagai berikut: 1.
Apakah
sekitar
masyarakat
BOC Entikong, khususnya masyarakat di
pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong
bersedia untuk tinggal di
Rusunawa Entikong. 2.
Jika mereka bersedia tinggal di Rusunawa Entikong berapa rupiahkah uang sewa per bulan yang sedia mereka bayar.
3.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan membayar sewa sebesar nilai rupiah yang dikemukakan pada point 2.
1.3. Tujuan Penelitian Secara rinci, I.
Kesediaan
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
masyarakat sekitar BOC Entikong, khususnya masyarakat di
pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong untuk tinggal di Rusunawa Entikong. 2.
Kesediaan membayar sewa sebesar nilai rupiah per bulan .
3.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi kesediaan
membayar
sewa
yang
diberikan pada point 2.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1.
Mengakomodasi kesediaan tinggal dan membayar sewa pada masyarakat di sekitar
Border Development Centre,
khususnya masyarakat di
pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong untuk pemenuhan kebutuhan
Universitas Indonesia
13
tempat tinggal yang liveable dengan cara
sewa, sebelum memiliki
kemampuan untuk membangun rumah. 2.
Sebagai masukan bagi Pemerintah Kabupaten Sanggau terhadap kesediaan masyarakat di sekitar Border Development Centre khususnya masyarakat di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong untuk tinggal di Rusunawa Entikong.
Selain itu, dapat memberikan masukan mengenai kesediaan
membayar tarif sewa terhadap unit satuan hunian rusunawa (sarusun) sehingga diharapkan tarif sewa yang akan ditetapkan mempertimbangkan nilai willingness to pay dari masyarakat di sekitar Border Development
Centre Entikong, khususnya masyarakat di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong.
1.5. Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup : 1.
Penghunian Rusunawa Entikong yang berlokasi di Entikong, dibangun di atas tanah ± 4 Ha dan terdiri dari 2 b1ok kembar (twin block)
yang
terdiri dari 4 lantai sebanyak 96 unit type 21. 2.
Masyarakat disekitar BDC Entikong , khususnya masyarakat di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong.
Universitas Indonesia
14
1.6. Kerangka Penelitian Pennasalahan Umum Perumahan di Perbatasan Fisik - Keterbatasan Laban di Perkotaan - Tingginya Nilai Laban
Sosial
Ke~ndudukan
Sosial Ekonomi
Kemampuan/ - Migrasi - Lapangan kerja di Daya Beli rendah Malaysia
1
Pemerintah
Masyarakat I
I
Penanganan Permukiman Kurnub
Masyarakat berpenghasilan rendah TKI yang bekerja di Malaysia dan tinggal di Indonesia
f-
f-
....
Pengadaan Perumaban dan Laban Perumahan
RUSUN I
-r
RUSUNAWA
FAKTA&
.
ANALI SA
...................•••...............
!
·-----------------------
I
!
!
Faktor Anggaran Pemerintah
Faktor Fisik Bangunan
Faktor Kesiapan Masyarakat
I
I
I
!
!
!
!
Kesediaan Tinggal di Rusunawa
Kesediaan Membayar Sewa
I .........••.....•..................• Batasan Penelitian
Analisa Tarif Sewa
Ana lisa Kelayakan Fisik
-1
l
! Biaya Pemelibara an
Subsidi Sewa
I
PENILAIAN
! Altematif Kebijakan
Feed Back
------------------------
! KEPUTUSAN Gambar 1.2. Kerangka Pemikiran Penelitian Universitas Indonesia
15
1.7.
Hipotesa Hipotesa penelitian ini ada1ah : 1.
Kesediaan masyarak.at sekitar BDC Entikong , khususnya masyarak.at di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong untuk tinggal di Rusunawa Entikong cukup besar.
2.
Kesediaan membayar sewa
masyarak.at sekitar BDC
Entikong
khususnya masyarak.at di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong sebesar Rp. 275.000,- per bulan. 3.
Variabel-variabel jenis kelamin,
pendidikan,
biaya rumah,
pengeluaran rumab tangga berpengarub positip terbadap kesediaan membayar sewa, sedangkan jarak tempat kelja ke rusunawa, jum1ah anggota
keluarga berpengarub negatif terbadap
kesediaan
membayar sewa.
1.8.
Sistematika Penulisan Laporan penelitian ini akan tersusun dalam 6 Bah, sehagai berikut:
Bab I
berisi paparan tentang Jatar belakang dan rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, kerangka penelitian, bipotesis, dan sistematika penulisan.
Bab2
berisi uraian tentang kajian literatur yang berkaitan dengan penelitian yang merupakan landasan teori dalam analisa dalam bah selanjutnya, serta basil penelitian terdahulu.
Bah3
berisi uraian tentang metodologi penelitian survei, meliputi rancangan penelitian, tern pat dan waktu penelitian, populasi dan sam pel, jenis dan cara pengumpulan data serta pengolaban dan analisis data.
Bab4
berisi uraian tentang kondisi umum lokasi penelitian yaitu gambaran Kahupaten
Sanggau,
gambaran Kecamatan
Entikong, dan profil
Rusunawa Entikong. Bab 5
basil penelitian dan pembabasan meliputi distribusi dan ukuran sampel, analisis data, analisis kebijakan dan pengujian bipotesis.
Bab6
berisi kesimpulan dan saran
Universitas Indonesia
BAB2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan tentang beberapa konsep teoritis yang berhubungan dan mendukung kerangka penelitian. Konsep teoritis yang dikembangkan
dalam bab ini adalah konsep-konsep atau pendapat para ahli
tentang kerangka penelitian yang akan dilaksanakan meliputi pengertian rumah sosial
tinggal dan rumah susun secara umum, pengertian kelompok
dan
permukiman terpinggirkan, pengertian komoditas perekonomian, pengertian keinginan, pengertian Willingness To Pay (WTP), pengertian tentang Contingensi
Valuation Method (CVM), dan penemuan basil penelitian terdahulu.
2.1.
Pengertian Rumah Tinggal dan Rumah Susun Rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar manusia.
Sebagai
bentuk
pengayoman
terhadap
warganegaranya,
negara memiliki
kewajiban azasi untuk menyediakan perumahan bagi warganya, khususnya bagi mereka yang tergolong keluarga kurang mampu (Suharto, 2006). Berdasarkan Kepmenpera Nomor : 4/KPTS/BKP4/1995 tentang klasifikasi rumah, rumah tinggal/hunian dapat digolongkan ke dalam 4 tipe , yaitu : 1.
Rumah mewah adalah bangunan bertingkat maupun tidak bertingkat dengan luas lantai bangunan yang relatif besar (kurang lebih 200 m2)
,
dengan luas
kapling antara 54 m2 sampai dengan 200 m2 dengan harga lebih besar dari harga per m2 tertinggi untuk rumah dinas (Hsn lebih besar dari tipe A, atau luas kapling antara 600 m2 sampai dengan 2000 m2 dengan harga lebih kecil dari HST tipe C sampai dengan harga lebih besar dari HST tipe A, dengan menggunakan bahan bangunan yang relatif mahal. 2.
Rumah menengah adalah bangunan yang tidak bersusun dengan luas lantai bangunan di atas 70 m2 sampai dengan 150 m 2 dengan Juas kapling 54 m2 sampe dengan
HST tipe C atau sampai dengan tipe A atau dengan luas
kapling 200m2 sampai dengan 600m 2 dengan HST % tipe C atau tipe C sampai dengan tipe A.
16 Universitas Indonesia
17
3.
Rumah sederhana adalah rumah tidak bersusun dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 70 m2 dengan luas kapling 54 m2 sampai dengan 200 m2 dan biaya pembangunan per m2 tidak melebihi dari harga per m2 tertinggi untuk pembangunan rumah dinas (HST) tipe C yang berlaku, yang meliputi rumah sederhana tipe besar, rumah sederhana, dan kapling siap bangun .
4.
Rumah sangat sederhana adalah rumah tidak bersusun yang pada tahap awalnya yang menggunakan bahan bangunan berkualitas sangat sederhana dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial. Sedangkan menurut Silas ( 1996:6) dalam Masjkuri (2007)
" Rumah adalah bagian yang utuh dari permukiman dan bukan semata-mata hasil fisik yang sekali jadi. Perumahan bukan kata benda melainkan merupakan suatu kata kerja yang berupa proses berlanjut dan terkait dengan mobilitas sosial elwnomi penghuninya Bermukim pada hakekatnya adalah hidup bersama, dan untuk itu fungsi rumah dalam kehidupan
adalah sebagai tempat tinggal
dalam suatu lingkungan yang mempunyai prasarana dan sarana yang diperlukan oleh manusia dalam memasyarakatkan diri" Kalau perumahan mewah kategori real estate sudah pasti dikelola pengembang
swasta,
maka
pelayanan
perumahan
yang
diselenggarakan
pemerintah biasanya disebut "perumahan publik" (public housing) atau perumahan sosial (social housing) (Reeves, 1996 dalam Suharto, 2006). Di Indonesia yang termasuk perumahan sosial antara lain Rusunawa dan RSS. Di Inggris, Australia , dan Selandia Barn, penyediaan rumah sewa dewan kota yang relatif murah disebut city council housing. Di dalam UU Nomor 16 Tahun 1985, "Rumah Susun" adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
Universitas Indonesia
18
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah-bersama. Rumah susun dapat dibagi ke dalam 2 tipe yaitu : 1.
Rumah susun mewah adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam
suatu lingkungan
distrukturkan
yang
terbagi dalam bagian-bagian yang
secara fungsional dalam arah horizontal, maupun vertikal
dan merupakan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah , terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, yang diperuntukkan bagi masyarakat golongan berpendapatan menengah ke atas. 2.
Rumah susun sederhana
adalah bangunan
gedung
bertingkat
yang
dibangun dengan menggunakan bahan bangunan berkuaJitas sederhana dan ukuran relatif kecil memenuhi syarat teknis dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Yudohusodo, 1991, menyatakan
rumah susun memiliki karakteristik
khusus yang membedakannya dengan bangunan bertingkat lainnya, baik yang berfungsi sebagai hunian dan bukan hunian.
Rumah susun memiliki sistem
pemilikan perseorangan dan bersama, baik dalam bentuk ruang maupun benda. Sistem pemilikan bersama yang terdiri atas bagian-bagian yang masing-masing merupakan satuan yang dapat digunakan secara terpisah ini dikenal dengan istilah
condominium. Kondominium mewajibkan adanya pemisahan hak dari masingmasing satuan yang dilaksanakan melalui pembuatan akta pemisahan yang mengandung nilai perbandingan proporsional, yang akan digunakan sebagai dasar penerbitan sertifikat hak milik atas satuan yang bersangkutan (Sjakira, 2007 ). Di Barat, seperti di Amerika Serikat rumah susun ini biasa disebut
apartement, tetapi di Belanda biasa di sebutjlat. Mereka umumnya menggunakan istilah yang sama, baik untuk rumah susun yang dihuni oleh lapisan masyarakat kelas atas, menengah, maupun bawah. Akan tetapi, ada kecenderungan di
Universitas Indonesia
19
Indonesia istilah rumah susun digunakan oleh penghuni lapisan masyarakat bawah dengan sarana dan perlengkapan rumah yang sederhana. Dalam PP Nomor 44 Tahun 1988 defmisi satuan rumah susun adalah bagian rumah susun yang peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian yang mempunyai sarana penghubung ke jalan urn urn. Bagian yang merupakan hak bersama digunakan dan dikelola secara bersama karena menyangkut kepentingan dan kehidupan seluruh penghuni rumah susun meliputi : Bagian bersama di dalam bangunan rumah susun merupakan bagian rumah susun untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun seperti tangga, selasar, talang air, saluran-saluran, pipa jaringan listrik, gas, telepon dan ruang untuk umum Benda bersama merupakan benda yang bukan merupakan bagian rumah susun tetapi yang dimiliki bersama secara terpisah untuk pemakaian bersama seperti taman, bangunan sarana sosial, tempat bermain, tempat parkir yang sifatnya terpisah dari sruktur bangunan rumah susun. Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan ijin bangunan. Sedangkan rumah susun yang biasanya tidak berlantai banyak (seringkali dua lantai) yang digunakan untuk penghuni lapisan masyarakat menengah, dengan kualitas sarana perlengkapan rumah yang cukup sering disebut flat, barangkali istilah ini terpengaruh oleh bangsa Belanda ketika menjajah Indonesia. Seperti di daerah Sekip, Yogjakarta, perumahan yang dibangun pada awal kemerdekaan RI ini disebut flat. Akan tetapi, akhir-akhir ini istilah flat jarang digunakan lagi melainkan disebut perumahan. Sedangkan rumah susun berlantai banyak diperuntukan bagi penghuni lapisan masyarakat atas, dengan sarana yang mewah dan modern sering disebut apartement (Lubis, 2007). Sistem bangunan/gedung bertingkat yang ruang-ruangnya dapat dipakai secara individual sudah lama dikenal dan dilaksanakan di berbagai kota-kota besar di Indonesia, di mana pemegang hak atas tanah tersebut adalah sekaligus
Universitas Indonesia
20
merupakan pemilik gedung. Awalnya hanyalah ada hubungan sewa menyewa antara pemilik tanah dan sekaligus pemilik bangunan dengan para pemakai dari ruang-ruang dalam bangunan/gedung bertingkat tersebut. Dengan adanya Undangundang Rumah Susun telah memperkenalkan untuk kemudian menjalankan adanya lembaga kepemilikan baru sebagai hak kebendaan yaitu adanya hak milik satuan atas rumah susun (HMSRS) yang terdiri dari hak perorangan atas unit satuan rumah susun dan hak atas tanah bersama, atas benda bersama, serta atas bagian bersama, yang kesemuannya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan-satuan yang bersangkutan. Konsep dasar yang melandasi dari HMSRS adalah berpangkal dari teori tentang kepemilikan atas suatu benda, bahwa benda/bangunan dapat dimiliki oleh seseorang, dua orang, atau bahkan lebih, yang dikenal dengan istilah pemilikan bersama. Pemilikan bersama atas suatu benda/bangunan pada intinya dikenal adanya dua macam kepemilikan yaitu kepemilikan bersama yang terikat dan kepemilikan bersama yang bebas. Pemilikan bersama yang terikat yaitu adanya ikatan hukum yang terlebih dahulu ada di antara para pemilik benda bersama, misalnya pemilikan bersama yang terdapat pada harta perkawinan. Para pemilik bersama tidak dapat secara bebas melakukan pemindahan haknya kepada orang lain tanpa adanya persetujuan dari pihak lainnya, atau selama suami dan isteri masih dalam ikatan perkawinan tidak
memungkinkan
untuk
melakukan
pembagian
ataupun
pemisahan harta perkawinan (kecuali adanya perjanjian kawin). Pemilikan bersama yang bebas adalah dimaksudkan bahwa setiap para pemilik bersama tidak terdapat ikatan hukum terlebih dahulu, selain dari hak bersama menjadi pemilik dari suatu benda. Sehingga dalam hal ini adanya kehendak secara bersama-sama untuk menjadi pemilik atas suatu benda yang untuk digunakan secara bersamasama. Bentuk kepemilikan bebas inilah yang di sebut dan dikenal dengan
/condominium. Sesuai dengan konsep tersebut maka, Undang-undang Rumah Susun telah merumuskan jenis pemilikan perorangan dan pemilikan bersama dalam suatu kesatuan jenis pemilikan yang baru yang disebut dengan Hak Milik Atas
Satuan
Rumah
Susun yang pengertiannya adalah
hak
pemilikan
perseorangan atas satuan (unit) rumah susun, meliputi hak bersama atas bangunan, benda dan tanah.(Sudjono, 2007).
Universitas Indonesia
21
rumah susun
Sesuai dengan sebutannya,
sederhana sewa yang
menyandang kata "'sederhana" telah menunjukkan kelas dari penghuninya, dan hasil
penelitian Ismail ( 1999), secara fisik bangunan rumah susun tipe 21 m2
kurang memenuhi
syarat
untuk tempat tinggal keluarga
beranggotakan 4 orang atau lebih.
yang rata-rata
Sesuai dengan acuan dari Dinas Kesehatan
menyatak.an bahwa rumah sehat adalah jika penguasaan luas lantai rumah perkapitanya minimal 8 m2 (BPS, 2001), sehingga sesuai dengan penelitian Ismail ( 1999), rusunawa tipe 21, seharusnya
hanya
dihuni
oleh maksimal
3 orang saja . Dalam hal ini, kelompok sasaran masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menjadi sasaran untuk menjadi penghuni rusunawa.
Menurut Budiharjo
(1998 : 151 - 152) penataan kembali masyarakat berpenghasilan rendah
ke
dalam suatu pennukiman baru terkait dengan beberapa masalah. yaitu: I.
Masalah kepribadian atau personality. Masyarakat berpenghasilan rendah sebagai orang yang biasa tinggal di dalam rumah-rumah
yang
sempit
di kota
mempunyai
outdoor
personality, yaitu tidak suka diam di dalam rumah, melainkan lebih suka beraktifitas di luar rumah. Misalnya mengobrol dengan tetangga di jalanan, mandi dan mencuci ke sungai, mengobrol dengan orang lain di pasar dan sebagainya. 2.
Masalah "sense of belonging". Merupakan pennasalahan dalam rasa kepemilikan dimana masyarakat berpenghasilan rendah ini biasanya mau memelihara fasilitas-fasilitas pribadi dengan sebaik-baiknya.
3.
Masalah merubah kebiasaan sehari-hari. Berkaitan dengan kehidupan keseharian yang sering kali atau berulangulang
dilakukan sehingga menjadi kebiasaan, maka perlu dipilah
mana yang bisa dipertahankan dan yang tidak, untuk memudahkan cara hidup mereka dilingkungan
yang baru ataupun meningkatkan
kualitas kehidupan mereka.
Universitas Indonesia
22
Di dalam Pedoman Umum Pembangunan Rusunawa Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, kelompok sasaran penyediaan
rumah susun sewa
sederhana adalah kelompok masyarakat yang belum mampu
memiliki atau
membeli rumah dan kelompok masyarakat yang memiliki mobilitas tempat kerja yang tinggi sehingga lebih memilih untuk. menyewa dibanding membeli rumah.
2.2. Pengertian Kelompok Sosial dan Permukiman Terpinggirkan. Kelompok sosial adalah kumpulan dari sejumlah orang (berdasarkan persamaan ciri-ciri tertentu) yang memiliki keanggotaan dan saling
kesadaran bersama
akan
interaksi (Horton & Hunt, 1993 dalam Sulistyawati
2007). Kelompok sosial terpinggirk.an atau lebih tepatnya kelompok sosial marjinal yaitu kelompok sosial yang menjadi bagian dari dua budaya atau dua masyarakat, tetapi tidak termasuk secara penuh pada salah satu budaya atau masyarakat tersebut. Definisi ini lebih mengena dari sudut sosial-budaya, untuk menggolongkan masyarakat urban di permukiman kumuh di kota-kota besar. Karena mereka tidak menjadi bagian penuh dari masyarakat kota tujuan, maka mereka luput dari perencanaan dan sentuhan pembangunan fasilitas kota. Tidak tersentuhnya kelompok sosial terpinggirkan dari program pembangunan fasilitas kota, juga
disebabkan oleh karena mereka tinggal di
wilayah kota yang terpinggirkan, yang tidak mesti harus terletak di pinggir kota, tetapi bisa jadi dekat dengan pusat kota. Hal ini didasarkan pada teori struktur kota yaitu Trade of model direlasikan dengan Bid Rent Teori. (Sulistyawati, 2007). Menurut teori analisis sewa yang ditawarkan (bid-rent analysis) , meskipun pola-pola tata guna lahan diperkotaan itu merupakan hasil dari aneka faktor alami dan manusiawi, dapat dikatakan pada asasnya semua itu merupakan produk belaka dari motivasi ekonomis. Terhadap semua situs di dalam kota terdapat persaingan . Berhasilnya orang menempati suatu tanah di kota, pada akhirnya hanyalah karena tanah tersebut dapat diperas manfaatnya sebanyak-banyaknya, dan kemampuan orang yang bersangkutan membayar sewanya. Persaingan tersebut terjadi paling kuat di bagian pusat kota, karena di kawasan itu tersaji lokasi-lokasi yang paling menguntungkan, disamping
Universitas Indonesia
23
tanah di situ memang langk.a. Karena itu pula harga tanah di pusat kota itu amat mahal ( Daldjoeni, 2003 dalam Sulistyawati, 2007).
Trade off model, bertalian erat dengan kondisi-kondisi perilaku yang diidealkan dari segi kemampun ekonomi. Sehubungan itu, diasumsikan kota dengan pusat tunggal yang terletak di dataran tanpa topografi yang menonjol, sedang segala kegiatan penduduknya bertumpuk di pusat kota. Di dalam kota, biaya transportasi meningkat langsung mengikuti jarak yang ditempuh dari pusat kota, namun sewa yang tergantung dari keterjangkauan (accessibility) saja, berbanding terbalik dengan jarak. Artinya semakin menjauhi pusat kota, semak.in menurunkan sewa. Para pemakai tanah di dalam kota menggunakan keputusan
menurut
tempatnya
masing-masing
dengan
memperhitungkan
kekuatan kantong-kantong mereka. Jika hal ini dihubungkan dengan kegiatan perdagangan eceran atau pertokoan, keterjangkauan tempat kegiatan mereka oleh penduduk amatlah penting, sehingga derajat menurunnya
economic rent
$Rent per Acre
/
Bid Rent Function
Distance CBD Gambar. 2.1 The Bid Rent Function
yang ingin mereka pakai untuk berbelanja, amat curam. Karena itulah maka, golongan ekonomi
lemah
demi
penghematan biaya
transportasi
mencari
tempat tinggal mendekati pusat kota yang kebetulan pula zona perumahan yang
sewanya
murah. Dengan
bertumpuk-tumpuk
di kawasan
demikian, demi murahnya
hidup, mereka
padat
sekali. Karena
yang
berpenduduk
Universitas Indonesia
24
dengan cara demikianlah, maka bid-rent gradient mereka lerengnya sedang, tak begitu curam (Daldjoeni, 2003 dalam Sulistyawati, 2007). Dengan
demikian maka, dari
segi
ekonomi
kelompok sosial
malj inaVterpinggirkan adalah masyarakat berpenghasi1an rendah, yang memilih tinggal di
bagian wiJayah kota terpinggirkan pula dari pertimbangan nilai
ekonomis. Menurut pengeluaran menentukan
Chung
negara
dalam Sihsetyaningrum (2005), besarnya
untuk
sektor
ketersediaan rumah
perumahan
bukanlah
porsi
faktor yang
bagi golongan miskin. Artinya tidak
menjadi jaminan bahwa negara yang kaya akan mampu menyelesaikan masalah
perumahan bagi golongan miskin.
Faktor yang paling berperan
adalah kebijaksanaan perumahan yang didasark.an pada komitmen untuk membantu golongan berpendapatan rendah.
2.3. Pengertian Komoditas Perekonomian Produk yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu barang dan jasa. Barang adalah benda-benda yang berwujud atau tidak berwujud, yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk menghasilkan benda lain yang akan memenuhi kebutuhan masyarakat. Jasa tidak dapat digolongkan sebagai suatu barang, tetapi dapat memberikan kepuasan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Barang terbagi menjadi dua yaitu barang ekonomi (economic good) dan barang bebas (free good).
Barang ekonomi adalah barang yang mempunyai
kegunaan dan langka, yaitu jumlah yang tersedia lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu barang ekonomi mempunyai harga.
Sedangkan barang bebas untuk memperolehnya tidak
diperlukan pengorbanan. (Rahalja & Manurung, 2004). Selain sebagai regulator, tidak jarang pemerintah bertindak sebagai pemasok barang dan jasa (komoditas).
Barang dan jasa yang dipasok
oleh
pemerintah itu bisa berupa komoditas mumi publik, semi publik, ataupun komoditas mumi privat (Rozani, 2008). Barang publik (public goods) adalah
Universitas Indonesia
25
barang-barang yang tidak ekskludabel dan juga tidak rival. Artinya, siapa saja tidak bisa dicegah untuk memanfaatkan barang ini, dan konsumsi seseorang atas barang ini tidak mengurangi peluang orang lain melakukan hal yang sama. Contoh barang publik adalah pertahanan nasional. Jika suatu negara aman karena mampu melawan setiap serangan dari negara lain, maka siapa saja di negara itu tidak bisa dicegah untuk turut menikmati rasa aman. Disamping itu, pada saat orang tersebut menikmati rasa aman, peluang bagi orang lain untuk turut menikmati
keamanan sama sekali tidak berkurang.
(Mankiw, 2006). Beberapa barang publik sangat dibutuhkan, akan tetapi tidak seorangpun yang bersedia menghasilkannya atau mungkin dihasilkan oleh pihak swasta akan tetapi dalam jumlah yang terbatas, misalnya pertahanan, peradilan dan sebagainya. Adanya barang yang tidak dapat disediakan melalui sistem pasar ini disebabkan karena kegagalan pasar (market failure). Sistem pasar tidak dapat menyediakan barang tertentu oleh karena manfaat dari adanya barang tersebut tidak hanya dirasakan secara pribadi (private) akan tetapi dapat jHga dinikmati oleh orang lain
(free rider). Bila akan dilakukan upaya pencegahan terhadap free rider ini, maka biaya yang dikeluarkan oleh pihak yang memproduksi barang tersebut akan jauh lebih besar daripada manfaat yang diperolehnya. Sebaliknya dengan barang publik, maka barang privat (private goods) adalah barang-barang ekskludabel dan rival. Bayangkan saja es krim sebagai contohnya. Es krim jelas bersifat ekskludabel karena kita bisa mencegah orang lain dari mengkonsumsinya. Es krim juga bersifat rival karena jika hanya ada satu corong es krim dan ada seseorang mengkonsumsinya , maka orang lain tidak bisa ikut mengkonsumsinya. Sebagian besar barang yang ada di pasar adalah barang privat. (Mankiw, 2006). Beberapa barang dapat dikategorikan sebagai semi public good, misalnya jalan bebas hambatan (jalan tol) dan bioskop. Jalan tol memang bersifat non-
rivarly dan non-divisible, tetapi exclusive karena orang harus membayar dan memenuhi syarat lainnya, misalnya kendaraan beroda dua atau tiga tidak diperkenankan melewati jalan to I.
Universitas Indonesia
26
Begitu pula untuk perumahan bagi masyarakat marginal perkotaan, dapat digolongkan dalam barang semi publik (quasi publik). Ini dikarenakan tidak ada produsen (developer) yang bersedia untuk menyediakan perumahan murah di perkotaan. Dengan demikian perumahan murah seperti rumah susun sederhana hams disediakan pemerintah lewat bantuan subsidi, walaupun pemberian subsidi ini cenderung mengabaikan efisiensi karena dana subsidi bisa dialokasikan ke sektor-sektor lain yang lebih produktif. (Rahardja dan Manurung, 2005) Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa barang yang termasuk dalam kategori barang murni publik dan semi publik terutama yang mempunyai karakteristik publiknya sangat dominan akan sulit ataupun tidak diproduksi oleh swasta.
Jika diproduksi maka kuantitas yang diproduksi jauh lebih sedikit
daripada kuantitas yang dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk karakteristik barang tersebut merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk pengadaannya yang bertujuan terhadap peningkatan kesejahteraan (welfare) masyarakat.
2.4. Pengertian Keinginan Tinggal Menurut James B. Kau,
Permintaan (demand ) ini berdasarkan
keinginan (wants), hasrat (desire) dan kesukaan (preferences)
konsumen atau
user. Konsumen disini dapat dianggap sebagai penyewa (tenant) yang ingin menyewa tempat tinggal.
Penting sekali untuk mengetahui keinginan untuk
menyewa, karena hal ini berkaitaan dengan harga dan nilai.
Jumlah tempat
tinggal yang seorang penyewa mampu (able) dan ingin (willing) sewa pada harga yang berbeda-beda
dalam suatu periode waktu itulah yang disebut sebagai
permintaan (demand). (Efendi, 2007). dengan
jumlah
anggota
Demand atau permintaan ini terkait
keluarga
tingkat
pendidikan,
usia,
pendapatan/pengeluaran rumah tangga, jarak dengan tempat kelja, dan jenis kelamin dari konsumen. Jumlah anggota keluarga akan menentukan jumlah dari pola konsumsi barang dan jasa. Keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih banyak akan membeli dan mengkonsumsi beras, daging, sayuran dan buah-buahan yang Iebih banyak dari keluarga yang memiliki anggota lebih sedikit. Jumlah anggota
Universitas Indonesia
27
keluarga
akan menggambarkan potensi permintaan dari
suatu
produk dari
sebuah rumah tangga dan mempengaruhi jumlah pengeluaran keuangan baik itu berupa konsumsi makanan maupun non makanan, oleh sebab itu jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi keputusan seseorang dalam menggunakan produk atau jasa pelayanan
yang sesuai dengan kemampuannya . Sugianto ( 1996)
membagi jumlah anggota keluarga menjadi 3 , yaitu : I.
~
2.
5-6 orang : disebut rumah tangga keluarga sedang
3.
~
4 orang: disebut rumah tangga keluarga kecil
7 orang : disebut rumah tangga keluarga besar Memahami umur responden adalah penting, karena konsumen yang
berbeda umumya akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan umur juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek ( Sumarwan, 2003), oleh karena itu penggunaan variabel umur dilakukan dalam sejumlah penelitian seperti yang dilakukan oleh Huang dan Clark (2002) dimana variabel umur dimasukan sebagai variabel yang kontinue. Pentingnya variabel umur ini juga diungkapkan dalam sejumlah penelitian seperti yang dilakukan oleh Asberg (1999) dan Megbolugbe( 1999) . Penggunaan variabel ini pun terkadang dimasukan dalam bentuk variabel diskret, yaitu variabel boneka untuk setiap klasifikasi umur kepala keluarga. Hal ini dapat ditunjukk.an
pada penelitian
yang dilakukan oleh Hansen, et.al ( 1998) serta Painter, et.al.( 2005).
Dalam
penelitian ini, penulis akan menggunakan variabel umur dalam bentuk variabel diskret. Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara
berfikir, cara
pandang bahkan persepsinya terhadap suatu
masalah. (Rachma Dewi, 2004). Beberapa studi seperti Huang dan Clark (2002)
menggunakan
variabel
lamanya
bersekolah
serta beberapa
studi
menggunakan kategori pendidikan dalam bentuk diskret seperti yang dilakukan Hsueh (2003).
Variabel pendidikan juga menunjukan bahwa kepala keluarga
yang bekerja di sektor formal cenderung memiliki rasionalitas yang lebih tinggi dalam memilih untuk memiliki rumah atau menyewa. Sesuai dengan teori
Unlveraltas Indonesia
28
ekonomi, rasionalitas konsumen dalam memiliki rumah cenderung dipengaruhi oleh keputusan ekonomi misalnya biaya pemeliharaan rumah, biaya transportasi dari tempat kelja sehubungan dengan jarak tempat kelja dengan rumah, dan lain lain. (Syahrial dan Nazara , 2006). Variabel yang lain adalah tingkat pendapatan keluarga, diketahui,
tingkat
pendapatan
dalam
underestimate
cenderung
seperti proses
pendataannya. Karenanya, penulis menggunakan variabel pengeluaran rurnah tangga sebagai proxy dari pendapatan terse but. Variabel jenis kelamin merupakan variabel yang cukup penting karena dapat memberikan informasi prilaku kepala rurnah tangga secara ekonomi. Pada umumnya wanita akan lebih berhati-hati dalam keputusan penggunaan uang. Sesuai dengan penelitian Harahap dan Hartono (2007) dengan judul Ana/isis
Ketersediaan
Kesediaan Membayar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Fasilitas Air Minum dan Sanitasi di Indonesia : Aplikasi Model Hedonic Price dan Model Logistik, menunjukan rumah
tangga
dengan
kepala
keluarga
perempuan -mempunyai kemungkinan yang Jebih tinggi dalam memiliki air perpipaan atau air pompa, toilet dengan tangki septik dan pengelolaan sampah dengan diangkut dinas terkait, dibandingkan dengan rumah tangga dengan kepala keluarga laki-Jaki. Pada Teori Ekonomi dikatakan demand jUnction is describing the level
of comsumption of a particular good at various price levels ( Kanafani A, 1983 dalam Supriyanto, 2003). permintaan
komoditi yang
Definisi akan
tersebut
menjelaskan hubungan
antara
tertentu dari
dikonsumsi dengan harga
komoditi tersebut. Ada dua pendekatan klasik dari teori mikro ekonomi yang dapat dipakai
sebagai
perumahan.
dasar dalam melakukan
analisis
permintaan
Dua pendekatan tersebut adalah pendekatan
akan jasa
yang sifatnya
individual atau consumer demand (disagregat) dan permintaan yang sifatnya
market demand (agregat).
Universitas Indonesia
29
Asumsi-asumsi
yang dikembangkan
dalam melakukan
analisa
individu antara lain bahwa individu harus mempunyai pilihan, tiap-tiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda dalam mengkonsumsi komoditi, individu
harus
keberpihakan (preferensi),
mempunyai
individu
mempunyai kecendrungan untuk mengkonsumsi lebih banyak ( more is bener
than less) dan individu dalam menentukan pilihan dipengaruhi oleh adanya budget constraint. pada
Sedangkan market merupakan kumpulan dari konsumer,
kenyataannnya bahwa
konsumer
sosioekonomi berbeda-beda sehingga
akan
mempunyai
karakteristik
untuk dapat mengembangkan market
demand function, maka haruslah dibuat segmentasi market dimana masingmasing
segmen diasumsikan
mempunyai
terdiri
karakteristik sosioekonomi
dari
consumer-consumer
yang
homogen.
yang
Sehingga market
demand function akan merupakanjumlahan dari individual demand function. Sugiarto dkk (2005) menyatakan keinginan manusia merupakan salah satu unsur penting dalam aktivitas ekonomi selain unsur sumber daya dan caracara berproduksi. Ilmu ekonomi pada dasamya adalah mempelajari hubungan antara keinginan manusia dengan sumber-sumber daya (economic resources). Keinginan manusia timbul dari kebutuhannya. Keinginan manusia pada dasamya terbagi menjadi keinginan pokok dan keinginan tambahan.
Keinginan pokok
merupakan kebutuhan utama sedangkan keinginan tambahan merupakan kebutuhan sekunder.
Yang termasuk keinginan pokok adalah keinginan akan
makanan, pakaian, perumahan.
Hal ini berarti kebutuhan masyarakat adalah
keinginan masyarakat untuk memperoleh dan mengkonsumsi barang dan jasa. Keinginan ini dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu keinginan yang disertai kemampuan membeli barang dan jasa yang diinginkan dan keinginan yang tidak disertai oleh kemampuan untuk membeli.
Keinginan yang disertai oleh
kemampuan untuk membeli dinamakan permintaan efektif. Keinginan manusia memiliki dua ciri. Ciri pertama keinginan manusia beraneka ragam dan ciri kedua keinginan manusia tanpa batas.
Yang
dimaksudkan keinginan manusia tanpa batas adalah keinginan manusia yang tidak ada habis-habisnya. Bila satu keinginan telah tercapai akan muncul lagi keinginan
Universitas Indonesia
30
lainnya. Setiap kegiatan yang ditujukan untuk memuaskan satu keinginan telah menimbulkan suatu keinginan barn. Keinginan-keinginan barn yang timbul akibat usaha memenuhi keinginan-keinginan lama sangat penting artinya bagi perluasan keinginan-keinginan manusia.
Hal ini berarti bahwa keinginan manusia yang
tanpa batas itu telah menyebabkan tidak dapat dihentikannya kegiatan-kegiatan ekonomi yang berarti terns berlangsungnya aktivitas ekonomi. Di sisi yang lain, unsur-unsur aktivitas ekonomi bernpa sumber daya atau faktor-faktor produksi yang dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan terbatas baik dalam jumlah maupun mutu, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara jumlah keinginan manusia dengan jumlah sumber daya yang tersedia.
Disamping keterbatasan sumber daya yang ada terkadang
keinginan manusia tidak disertai kemampuan untuk membeli.
Adanya
ketidakseimbangan inilah yang menimbulkan aktivitas ekonomi. (Sjakira, 2007). Berdasarkan pengertian di atas, aktivitas ekonomi yang terbentuk dalam penelitian ini bernpa penyediaan bangunan tempat tinggal yang disewakan dalam bentuk rnmah susun sederhana sewa sebagai salah satu bentuk intervensi pembelanjaan pemerintah (spent government) untuk memenuhi keinginan pokok manusia terhadap pernmahan khususnya terhadap masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk membeli rnmah. Kajian terhadap keinginan dalam penelitian ini adalah menyangkut perluasan keinginan masyarakat dari keinginan lama (memiliki rnmah) yang tidak diimbangi dengan kemampuan membeli rumah menjadi kesediaan untuk tinggal di rnmah susun sederhana dengan sistem pembayaran sewa yang diharapkan dapat menjangkau kemampuan membayamya. 2.5. Pengertian Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Mankiw, 2004, mendefinisikan WTP sebagai harga tertinggi yang rela dibayarkan oleh masing-masing pembeli dengan
menggunakan pendekatan
surplus konsumen dari kurva permintaan (demand). Surplus konsumen adalah nilai kerelaan seseorang untuk membayar suatu nilai barang ekonomi dikurangi nilai yang sebenamya dibayarkan olehnya.
Universitas Indonesia
31
Secara
umum, nilai
ekonomi suatu barang atau jasa didefinisikan
sebagai pengukuran jumlah maksimal seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut sebagai keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem misalnya, dapat "diterjemahkan" kedalam bahasa dengan
ekonomi membayar
juga
mengukur nilai dapat
moneter barang
diukur dalam bentuk
dan jasa.
kenaikan
Keinginan
pendapatan yang
menyebabkan seseorang berada dalam posisi indiforrent terhadap perubahan exogenous.
Perubahan exogenous ini bisa terjadi
karena
perubahan
harga
(misalnya akibat sumber daya makin langka} atau karena perubahan kualitas sumber daya. Dengan demikian konsep WTP ini terkait erat dengan konsep Compensating Variation (CV)
dan Equivalent Variation (EV)
permintaan. Jadi WTP dapat juga diartikan
dalam
teori
sebagai jumlah maksimal
seseorang mau membayar untuk menghindari teljadinya penurunan terhadap sesuatu. Sisi lain dari pengukuran nilai ekonomi dapat dilakukan melalui pengukuran willingness to accept (WTA) yang tidak Jain adalah jumlah minimum pendapatan seseorang untuk mau menerima penurunan sesuatu. Dalam praktek pengukuran nilai ekonomi, WTP lebih sering digunakan daripada WTA, hal ini karena WTA bukan pengukuran yang berdasarkan insentif (insentive basea)
sehingga kurang tepat jika dijadikan studi
yang
berbasiskan perilaku manusia (behavioural model). Lebih jauh lagi Garrod dan Willis ( 1999) serta Hanley dan Splas( 1993) menyatakan bahwa
meskipun besaran WTP dan WTA sam a, namun selalu
terjadi perbedaan pengukuran. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: I. Ketidaksempumaan dalam mendisain kuisioner dan teknik wawancara 2. Pengukuran WTA terkait dengan dampak pemilikan (endowment e.lfoct) , dimana responden mungkin menolak untuk memberikan nilai terhadap sumberdaya yang ia miliki. Responden bisa saja mengatakan bahwa
Universitas Indonesia
32
sumberdaya
ia
yang
miliki
tidak
bisa
tergantikan
sehingga
mengakibatkan tingginya harga jual. Fenomena ini sering disebut loss cenderung seseorang dimana aversion (menghindari kerugian) memberikan nilai yang lebih besar terhadap kerugian. 3. Responden mungkin bersikap cermat dalam jawaban WTP
dengan
mempertimbangkan pendapatan dan preferensinya.
maka
Secara faktual, karena WTP terkait dengan pengukuran CV dan EV, WTP lebih tepat diukur berdasarkan permintaan Hicks (kurva
permintaan terkompensasi) karena harga daerah di bawah kurva permintaan Hicks relevan untuk pengukuran kompensasi. Dengan demikian jika terjadi perubahan harga dari
Po ke P akibat perubahan lingkungan, maka WTP
didefinisikan sebagai sebagai berikut : ]J
HTP-
f
_\-h(l,.lt)c/ 1,
.............. ........... (2.1)
J~.
- .\I (I'. u ) - .\I U :, . u )
dimana M( P, u ) adalah pendapatan setelah terjadi perubahan dengan utilitas konstan dan M(Po,u) adalah pendapatan awal. Persamaan di atas mengatakan bahwa WTP merupakan daerah di bawah kurva permintaan Hicks yang dibatasi oleh harga pada kondisi baseline Po dan harga akibat perubahan P. Berdasarkan teori ekonomi klasik, ini setara dengan selisih pendapatan (M) yang dibutuhkan agar utilitas seseorang tetap setelah adanya perubahan. Dalam pengukuran WTP, Haab dan McConel (2002) dalam Fauzi (2004) mengatakan bahwa pengukuran yang dapat diterima (reasonable) harus memenuhi syarat : I. WTP tidak memiliki batas bawah yang negatif 2. Batas atas WTP tidak boleh melebihi pendapatan 3. Adanya
konsistensi antara
keacakan
(randomness)
pendugaan dan
keacakan penghitungannya
Universitas Indonesia
33
Menurut Fauzi (2004}, secara umum teknik valuasi sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam 2 (dua) kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana willngness to pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP (keinginan untuk membayar yang terungkap). Beberapa teknik yang masuk kelompok ini adalah travel cost method, hedonic pricing, dan teknik yang relatif baru disebut random utility model.
Valuasi Non-Market
t
l
l
Tidak Langsung
Langsung/Survey
(Revealed WTP)
(Expressed WTP)
•:• Hedonic Pricing
•:• Contingent Valuation
•:• Travel Cost
•:• Discrete Choice Model
•:• Random Utility Model
•:• Contingent Choice
Gambar. 2. 2. Klasifikasi Valuasi Non-Market Sumber : Fauzi (2004)
Berbeda dengan pendekatan tidak Jangsung pada keJompok pertama ,
pada
kelompok kedua ini, teknik valuasi didasarkan pada survey dimana keinginan membayar atau WTP diperoleh
langsung
diungkapkan secara lisan maupun tertulis.
dari
responden, yang langsung
Salah satu teknik
yang
cukup
popuJer adaJah Contingent Valuation Method (CVM) dan Discrete Choice
Model. Pada penelitian ini digunakan teknik CVM dan secara skematis teknik valuasi non-market tersebut dapat dilihat pada Gam bar 2.2.
2.6. Pengertian Metode Contingent Valuation Pendekatan Contingent
Valuation Method (CVM) pertama kali
dikenalkan oleh Davis (1963) dalam penelitian mengenai perilaku perburuan
(hunter) di Miami. Pendekatan ini baru populer sekitar pertengahan
1970-an
Universitas Indonesia
34
ketika Pemerintah Amerika Serikat mengadopsi pendekatan ini untuk studi-studi sumber daya alam. Pendekatan ini disebut contingent (tergantung) karena pada prakteknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun.
Misalnya, seberapa besar biaya hams ditanggung, bagaimana
pembayarannya, dan sebagainya. Pendekatan CVM ini secara teknis dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan teknik
dapat
eksperimental melalui
simulasi dan permainan. Kedua dengan teknik survey. Pendekatan pertama lebih banyak dilakukan dengan komputer, sehingga penggunaannya dilapangan cukup sedikit.
Contingent Valuation (CV) adalah survey dengan dasar metodologi untuk mendapatkan nilai dari suatu tempat masyarakat terhadap barang, jasa pelayanan dan kenyamanan.
Contingent valuation memenuhi kekosongan yang penting
dengan cara untuk mengestimasi nilai ketika market tidak exist/tidak ada dan
revealed preference method tidak dapat diaplikasikan. (Boyle, 2003) Menurut Hanley dan Splash
(1993)
CVM adalah cara
perhitungan
langsung, dalam hal ini langsung menanyakan kesediaan untuk membayar (willingness to pay), WTP) kepada masyarakat dengan titik berat preferensi individu menilai benda publik yang penekanannya pada standar nilai uang. (Slamet, 2005). Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non-pemanfaatan) sumber daya alam atau sering juga disebut nilai keberadaan. CVM pada hakikatnya bertujuan
untuk mengetahui :
Pertama, keinginan
membayar (willingness to pay) dari masyarakat , misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan (air, udara, dll). Kedua , keinginan menerima kerusakan suatu
lingkungan. Karena teknik CVM
didasarkan
pada asumsi mendasar
mengenai pemilikan, (Garrod dan Willis, 1999 dalam Fauzi, 2004) jika individu yang ditanya tidak memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam, pengukuran yang yang
relevan adalah keinginan membayar
maksimum (maximum wi/ingness to pay) untuk
memperoleh
barang
tersebut. Sebaliknya, jika individu yang kita tanya memiliki hak atas sumber daya, pengukuran yang relevan adalah keinginan untuk menerima (wil/ngness
Universitas Indonesia
35
to accept} kompensasi
yang
paling minimum atas hilang atau
rusaknya
sumber daya alam yang dia miliki. Menurut Fauzi (2004), dalam tahap operasional penerapan pendekatan CVM , diperlukan lima tahapan kegiatan atau proses, yaitu : I. Membuat hipotesis pasar Pada awal proses kegiatan CVM , seorang peneliti biasanya harus terlebih dahulu membuat hipotesis pasar
terhadap sumber daya yang akan
dievaluasi. Pasar hipotetis dapat menjadi model sesudah pasar barangbarang privat atau pasar politik. 2. Mendapatkan nilai lelang (Bids) Tahap berikutnya dalam melakukan
CVM adalah memperoleh ni/ai
lelang dengan melakukan survey, baik melalui survey langsung dengan kuisioner, wawancara melalui telepon, maupun lewat surat. Survey akan memperoleh
basil
yang
lebih baik hila .menggunakan ketiga cara
tersebut. Tujuan dari survey ini adalah untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (willngness to pay} dari responden terhadap suatu proyek. Nilai lelang ini bisa dilakukan dengan teknik : •:• Pennainan lelang (bidding game). Responden diberi pertanyaan secara berulang-ulang tentang apakah mereka ingin membayar sejumlah tertentu . Nilai ini kemudian bisa dinaikan diturunkan
tergantung respon
atas
pertanyaan
atau
sebelumnya.
Pertanyaan dihentikan sampai nilai yang tetap diperoleh. •:• Pertanyaan terbuka (open-ended). Responden diberi kebebasan untuk menyatakan nilai moneter untuk suatu proyek perbaikan lingkungan. Dalam open-ended, pertanyaan pada responden "berapa banyak yang mereka mau bayarkan" untuk perubahan dalam
lingkungan.
Dalam tawar menawar dimulai dengan
pertanyaan "bersediakah anda membayar $ A?
Jika responden
menjawab "ya", selanjutnya nilai tawaran dinaikkan dengan nilai
Universitas Indonesia
36
yang lebih tinggi dibandingkan tawaran pertama. Sedangkan hila jawaban ''tidak" maka nilai tawaran diturunkan Iebih rendah dari tawaran pertama. Untuk melengkapi basil survey agar dapat menghasilkan nilai riil (dalam bentuk rupiah) maka setelah tawaran kedua kepada responden ditanya "berapa maksimum uang yang bersedia anda bayarkan untuk peningkatan kualitas Iingkungan perumahan? "
•:• Payment card. Nilai lelang yang diperoleh dari teknik ini dengan cara menanyakan apakah responden mau membayar pada kisaran nilai tertentu dari nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Nilai ini ditunjukan kepada responden melalui kartu. •:• Model
referendum atau discret choice (dichotomous choice).
Responden
diberi
suatu
nilai
rupiah, kemudian
diberi
pertanyaan setuju atau tidak. Cara yang paling sering dilakukan dalam survey CV adalah dengan surat (Schneemann, 1997), personal interview (MitceiJ and Carson, 1989 dan The NOAA panel, 1993) juga dengan telepon (Schuman, 1996). Masingmasing metode memiliki kelebihan dan kekurangan, . Alasan utama menggunakan surat adalah karena cara ini lebih murah daripada cara lainnya. Faktor lainnya yang mempengaruhi pilihan cara survey adalah dengan memperkirakan respon rate.
Jika sampel terpilih tidak
memberikan respon atau tidak menjawab pertanyaan CV maka studi CV dapat menghasilkan estimasi yang bias (Edward dan Anderson, 1987). Meskipun
dengan
rancangan
yang
hati-hati,
(Schneeman,
1997)
menunjukkan bahwa respon rate survey CV dipengaruhi oleh faktorfaktor yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti. Schneeman menemukan bahwa respon rate survey berhubungan dengan sumber daya pada studi yang dirancang untuk dinilai. Meskipun dengan proses rancangan yang baik, dalam studi CV membutuhkan untuk memperkenalkan gambaran
Universitas Indonesia
37
dari aplikasi studi sebaik rancangan dari
CV dan hal ini akan
mempengaruhi respon rate. 3. Menghitung nilai rataan WTP dan WTA Nilai ini dihitung berdasarkan nilai lelang (bid) yang diperoleh pada tahap dua.
Perhitungan
ini biasanya
didasarkan kepada nilai mean
(rataan) dan nilai median (nilai tengah). Pada tahap ini harus diperhatikan kemungkinan timbulnya outlier (nilai yang sangat jauh menyimpang dari rata-rata). 4. Memperkirakan kurva lelang (Bid Curve) Kurva lelang atau bid curve diperoleh dengan misalnya, meregresikan WTP/WTA sebagai variabel tidak bebas (dependent variable)
dengan
beberapa variabel bebas. Secara umum, analisa regresi digunakan untuk menaksir studi WTP. WTP secara positif bergabung dengan pendidikan, pendapatan dan kepercayaan. (Golan and Shechter, 1993 dalam Sjakira, 2004) 5. Mengagregatkan data Tahap terakhir dalam teknik CVM adalah mengagregatkan rataan lelang yang diperoleh pada tahap tiga. Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel ke rataan populasi
secara keseluruhan. Salah satu cara
untuk mengkonversi ini adalah mengalikan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga dalam populasi (N). Salah satu model CVM yang paling umum digunakan adalah model dikotomus. Garod dan Willis (1999) menyatakan bahwa pendekatan ini adalah altematifterbaik untuk menjawab defisiensi pendekatan CV yang didasarkan pada pertanyaan terbuka atau maupun bidding games. Pendekatan ini dianggap lebih mendekati teori
dibanding
model-model
lainnya. (Fauzi, 2004). Untuk
mengembangkan model parametrik dikotomus CVM digunakan model yang disebut
dasar
Random Utility Model (RUM) yang telah dikembangkan oleh
McFadden (1974).
Universitas Indonesia
38
Model RUM dimulai dengan membangun hipotesis bahwa ada dua kondisi altematif sumber daya alam, yaitu kondisi i = 0 yang menggambarkan
status quo
sumber daya alam dan kondisi i
perubahan sumber daya alam seperti
yang
=
1 yang menggambarkan kondisi ditawarkan dalam survey CVM.
Misalnya Mj menggambarkan pendapatan responden j pada kondisi i , kemudian Zj menggambarkan karakteristik sosial responden ke-j, termasuk variasi yang teljadi pada kuisioner, dan menggambarkan preferensi yang bersifat random yang hanya diketahui oleh responden, tetapi tidak oleh peneliti.
Dengan
demikian fungsi utilitas responden terhadap kondisi sumber daya alam dapat ditulis sebagai berikut : Ujj = u (Mj, Zj, Eij) ........................................................................(2.2)
Jika responden kemudian diminta untuk membayar sejumlah p, utilitas yang diperoleh pada kondisi lingkungan membayar
yang
baik setelah adanya
keinginan
dari responden dibandingkan status quo dapat digambarkan pada
persamaan berikut :
Ut{Mj- pj,Zj,Etj) > Uo{Mj,Zj,f.oj) .......................................................(2.3)
namun demikian, karena peneliti tidak mengetahui preferensi responden yang bersifat acak, peneliti hanya mengetahui kemungkinan (probabilitas) menjawab ya atau tidak. Jadijika u 1 > Uo. kemungkinan responden menjawab "ya" adalah: Pr("ya") = Pr{Ut(Mj- pj,Zj,Etj) > Uo(Mj,Zj,Eoj)} ......................................... (2.4)
Tahap selanjutnya dalam pemodelan RUM ini adalah menspesifikasikan fungsi utilitas yang biasanya dibuat dalam bentuk linear dan aditif seperti berikut ini: Ui(Mj,Zj,Eij) = Vi(Mj,Zj) + Eij ..................................................... (2.5)
Universitas Indonesia
39
dimana Ui adalah fungsi utilitas yang tidak teramati (unobservable), sementara vi adalah utilitas yang teramati, atau sering dikenal dengan indirect utility function. Salah satu bentuk fungsi ini dapat ditulis dalam bentuk :
Vj =
ao + alzil +a2Zi2 + ...
dimana Zi adalah variabel sosio ekonomi. Pendugaan WTP dalam persamaan di atas dapat ditulis dalam persamaan berikut: a1zj + P(Mj - WTPj) + Eij = QoZj + PMj + Eoj •••••••••••••••••••••••••••••••••• (2. 7)
dimana
a
pendugaan
dan
P
adalah koefisien atau parameter yang diperoleh melalui
dengan teknik regresi atau parametrik. Untuk memperoleh nilai
WTP yang diinginkan , persamaan (2. 7) dapat dipecahkan menjadi :
azj
+ Ej
WTPj=-----
......................................................... (2.8)
Model di atas dibangun dengan asumsi bahwa utilitas bersifat tinier terhadap pendapatan. Variasi lain dari model ini adalah dengan menggunakan model utilitas yang bersifat logaritmik terhadap pendapatan. Asumsi logaritmik ini lebih realistik karena adanya sifat diminishing return pendapatan. Fungsi utilitas yang
menggambarkan kondisi
non-linier
tersebut dapat
ditulis
dalam
persamaan berikut : vi {Mj,Zj) + Eij =PIn (Mj) + aiZj + Eij ............................................(2.9)
Jadi apabiJa variabeJ acak (s) diasumsikan terdistribusi secara Jogistik, peJuang responden untuk menjawab "ya" dapat dituJis meJaJui persamaan berikut : Pr ("ya") = - - - 1 + e·xjp
......................................................(2.10)
Universitas Indonesia
40
Model di atas merupakan model logit dimana
parameter
p
dapat diduga
melalui modellogit dengan
x;~{
z·:1
'
In
[
Mj - Pj
J}. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(2.11)
Mj
sebagai variabel indipenden. Meskipun CVM diakui sebagai pendekatan yang cukup baik untuk mengukur WTP , namun ada beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya. Kelemahan yang utama adalah timbulnya bias . Bias ini terjadi jika timbul nilai yang overstate maupun understate secara sistematis dari nilai yang sebenarnya. Selain beberapa kelemahan di atas, Carson et.al (200 1) dalam Fauzi (2004)
menyatak~n
bahwa realibilitas pengukuran CVM sampai saat ini masih
menjadi perdebatan , sehingga memerlukan desain yang sangat cermat. Salah satu masalah yang timbul adalah terjadinya terjadinya fenomena warm glow (Becker, 1974), yang sebenarnya terkait dengan masalah altruisme.
Dalam
konteks CVM, warm glow bisa terjadi karena responden berusaha menyenangkan pewawancara dengan
cara
memberikan jawaban setuju
untuk pembayaran
sesuatu, meskipun pada dasarnya dia tidak setuju. Meskipun dampak ini bisa dihindari dengan menyediakan pewawancara yang terlatih, namun kecendrungan terjadinya warm glow untuk responden di daerah pedesaan sangat mungkin terjadi . Secara sosiologis mereka ini sering menimbulkan centering bias untuk menyetujui apa yang ditanyakan pewawancara.
2. 7 Hasil Penelitian yang Lalu. Sjakira (2007) dalam tesisnya yang berjudul Keinginan Tinggal dan
Kesediaan Membayar Masyaralcat Berpenghasilan Rendah Di Rusunawa Menteng Kabupaten Bogor Studi Kasus Tenaga Kerja Kontrak Pemerintah Kota Bogor, menyatakan dalam hasil penelitiannya temyata kelompok sasaran
Universitas Indonesia
41
yaitu tenaga kelja kontrak di lingkungan Pemerintab Kota Bogor sebagai suatu populasi menunjukan keinginan yang cukup besar (70,3 %) untuk tinggal di Rusunawa Menteng. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbadap keinginan tinggal di Rusunawa Menteng adalab jarak kantor ke Rusunawa Menteng, Jenis responden, penguasan
kelamin
Menteng, dan tabu tidaknya
bangunan, tabu atau tidaknya
Rusunawa
Kesediaan membayar dari
manfaat rusunawa.
responden sangat dipengarubi oleb faktor-faktor jumlah anggota keluarga, gaji, penguasaan bangunan, tabu atau tidaknya Rusunawa Entikong, dan keinginan tinggal
di Rusunawa
Menteng.
Probalilitas
kesediaan membayar (WTP)
responden terbadap satuan unit rumab susun sederbana sewa
di Keluraban
Menteng diprediksikan di bawah Rp. 155.000,-. temuan
Beberapa beljudul Identifikasi
dalam penelitian
Widaningrum (2007),
Kemampuan dan Kemauan
Membayar
yang
Masyarakat
Berpenghasilan Menengah Rendah : Di Lokasi Rencana Pembangunan Rumah Susun Tamansari Kota Bandung adalah : Tidak semua tipe rumah susun dapat dijangkau
oleb
masyarakat rendah, proporsi terbesar untuk
terdapat pada tipe 21.
rumab susun
Kemampuan membayar untuk rumab susun Tamansari
berkisar antara Rp. 75.000,- sampai dengan Rp. 450.000,- dengan kesediaan membayar yang
berbeda-beda
untuk
setiap tipe rumab susun yang ada.
Berdasarkan variabel bebas yang mempengaruhi kemauan membayar setiap tipe rumah susun maka dapat disimpulkan babwa semakin besar tipe rumab susun yang ditawarkan maka variabel bebas yang mempengarubinya juga semakin banyak. Hasil penelitian Harabap dan Hartono ( 2007), yang berjudul Ana/isis
Kesediaan Membayar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Ketersediaan
Fasilitas Air Minum dan Sanitasi di Indonesia : Aplikasi Model Hedonic Price dan Model Logistik, menunjukan : pertama, ketersediaan air perpipaan atau air pompa berpengarub positip terhadap sewa rumah di perkotaan, sementara di wilayab perdesaan dan gabungan tidak berpengaruh. Ketersediaan air perpipaan atau air pompa di perkotaan menyebabkan peningkatan sewa rumah sebesar 9,1 persen. Sementara ketersediaan sanitasi toilet dengan tanki septik berpengaruh positip terhadap sewa rumah baik di perkotaan, perdesaan maupun gabungan.
Universitas Indonesia
42
Untuk wilayah perkotaan, ketersediaan toilet dengan tanki septik menyebabkan peningkatan sewa rumah sebesar 21 persen. Kedua , karakteristik struktur rumah berpengaruh positip terhadap sewa rumah baik di perkotaan, perdesaan, maupun gabungan, kecuali
Jems
atap tidak berpengaruh.
Aksesibilitas
mempengaruhi sewa rumah terutama di perkotaan , sementara di perdesaan tidak
harga
mempengaruhi
rumah.
Secara
tidak langsung
dengan
meningkatnya penghasilan seseorang akan meningkatkan kualitas lingkungan tempat tinggalnya. Ketiga, di wilayah perkotaan besamya WTP rumah tangga untuk air perpipaan
atau
air
pompa
hanya Rp. 6850 per bulan, dengan
persentase di bawah 1 persen terhadap pengeluaran. WTP untuk ketersediaan toilet dengan tanki septik mencapai Rp. 15.800,- per bulan, sementara WTP untuk pengangkutan sampah oleh dinas terkait mencapai Rp. 11.950 per bulan. Besamya WTP untuk toilet dengan tanki septik dan pengangkutan sampah menunjukan bahwa rumah tangga aware terhadap sanitasi dan kebersihan rumahnya. Keempat, semakin besar umur kepala keluarga , semakin besar pula kemungkinan rumah tangga memiliki air perpipaan atau air pompa, toilet dengan tangki septik dan pengelolaan sampah dengan diangkut oleh dinas terkait. Kelima, Rumah tangga dengan kepala keluarga yang mempunyai pendidikan lebih tinggi mempunyai kemungkinan lebih besar mempunyai air perpipaan atau air pompa, toilet dengan tangki septik dan pengelolaan sampah dengan diangkut dinas terkait. Keenam, semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita rumah tangga, semakin besar pula rumah tangga memiliki air perpipaan atau air pompa, toilet dengan tangki septik dan pengelolaan sampah dengan diangkut oleh dinas terkait. Ketujuh, ketersediaan air perpipaan atau air pompa , toilet dengan
tangki septik dan pengelolaan sampah dengan
diangkut dinas
terkait pada rumah tangga perkotaan jauh lebih tinggi daripada rumah tangga yang tinggal di perdesaan. Kedelapan, rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi dalam memiliki air perpipaan atau air pompa, toilet dengan tangki septik dan pengelolaan sampah dengan diangkut dinas terkait, dibandingkan dengan rumah tangga dengan kepala keluarga laki-laki.
Universitas Indonesia
43
yang dilakukan
Hasil studi
oleb Indartoyo (2007), yang beljudul
Dampak Kehadiran Rusunawa Bagi Penataan Bangunan dan Infrastruktur Di Daerah Sekitar Kawasan Terbangun , menganalisis teljadinya perkembangan yang
kurang
menguntungkan disekitar
lokasi
pembangunan
rusunawa.
Kebadiran rusunawa diprediksi akan meningkatkan jumlab penduduk, sebingga secara signifikan akan menyebabkan : (1). peningkatan kebutuban laban, (2). peningkatan jumlab dan volume
infrastruktur, (3). peningkatan limbab, (4).
bertambah padatnya lalu lintas, (5). perubaban iklim mikro disekitar kawasan, (6). berkurangnya daya serap tanab terbadap air bujan, (7). badimya komunitas bam, yang secara otomatis akan ; (8). meningkatkan barga jual tanab, (9). memperbanyak bangunan kurnub, (10). pengetatan aturan pembangunan , dan ( 11 ). memerlukan usaba-usaba fisik dan sosial untuk mencapai integrasi antar penduduk.
Hasil studi pada 4 (empat) rusunawa yang dibangun di Medan
Labuban Ratu, Cingesed Bandung, Sleman Yogyakarta dan Penjaringan
Sari
Surabaya, dapat diketabui babwa lokasi pembangunan rusunawa biasanya terletak di bagian pinggir kota, dan sesuai dengan araban yang terdapat di dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RTDR) kota, biasanya
kawasan yang dipilb
memang diperuntukan sebagai daerab permukiman, sebingga tidak perlu menghadirkan penambahan fasilitas atau infrastruktur yang berlebiban. Dengan luas tapak yang berkisar antara 20.000 m2 sampai dengan 30.000 m2, maka untuk memperoleb efesiensi dan efektifitas diprioritasnya
diperuntukkan bagi
pembangunan, biasanya rusunawa yang masyarakat berpenghasilan dibawab
Rp. 500.000,- per bulan, dibangun dengan jumlab blok masa
lebib dari satu
(gubaban masa majemuk), babkan rusunawa yang ada di Medan memiliki 8 twinblok (16 blok), dimana untuk setiap yang biasanya berlantai empat atau 2 lima, dapat dibangun 48- 96 unit bun ian, dengan luas rata-rata per unit = 21 m • Apabila setiap unit diasumsikan dibuni oleb 3 orang (standar kebutuban ruang untuk satu orang = 7,2 m2) maka dalam satu blok (96) unit bisa dibuni oleb 288 orang, sebingga dalam satu kompleks rusunawa yang memiliki 16 blok dibuni
oleb
2.304 orang.
Sedangkan
(768 unit)
dapat
memiliki
5 blok (480 unit), dapat dibuni oleb 1.440 orang.
rusunawa
yang
Universitas Indonesia
44
Efendi (2007), dalam studi yang berjudul Ana/isis Kurva Permintaan
Rumah Susun Sederhana Sewa Di Jakarta menemukan bahwa kurva pennintaan rusunawa untuk tipe 21 m2 , 1 kamar tidur dan dapur mengikuti persamaan : P (Rp) = 35.361,70- 2.965,29Qunit . Penelitian permintaan harga rumah susun ini menggunakan actual buyer sebagai responden sehingga menjadi bias karena mereka adalah penghuni rusunawa yang sudah menikmati murahnya harga sewa. Penghuni sangat peka terhadap kenaikan harga sewa. Semakin tinggi harga sewa yang ditawarkan
semakin berkurang minat penghuni untuk
menyewa. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan taksiran kurva permintaan
untuk rusunawa yang lebih baik yaitu dengan
melibatkan potensial buyers, atau orang yang berminat untuk tinggal di rusunawa. Sulistyawati (2007) dalam studinya yang
berjudul Arsitektur dan
Permukiman Kelompok Sosial Terpinggirkan Di Kola Denpasar Perspektif Kebudayaan Kemiskinan menunjukan bahwa penyebab kesemerawutan tata ruang
dan
lingku~gan
kelompok terpinggirkan di Kota
Denpasar adalah :
kelompok masyarakat ini luput dari perencanaan dan sentuhan pembangunan fasilitas kota; kebanyakan kaum miskin ini bermata pencaharian dari sektor informal, ditunjang berbagai bentuk usaha.industri kecil di lahan sempit, sehingga padat fasilitas
penunjang dan bercampur dengan
limbah buangan industri
mereka; mereka cenderung memilih tinggal di kawasan yang paling murah dan dekat dengan pusat kota, walau bertumpuk-tumpuk. Penyebab lainnya adalah budaya kemiskinan (culture of poverty). Dampak negatifnya adalah : menjadi penyakit dari keindahan kota dan pemborosan sumber daya kota; sumber berbagai jenis penyakit epidemi; sumber penyakit psikis atau kejiwaan, seperti tidak suka tinggal di rumah dan kerawanan sosial. Solusi penataannya membutuhkan peran semua pihak secara timbal balik, khususnya misi dinas terkait, LSM yang paham kompleksitas permasalahan
pennukiman kumuh,
baik dari segi teknis-teknologis ataupun sosial budaya, dengan melibatkan partisipasi kendala
aktif masyarakat
pennukiman kumuh itu sendiri.
Faktor-faktor
pelaksanaan program : kendala dari pihak penentu kebijaksanaan ,
dipecahkan dengan perbaikan mental dan pemahaman terhadap kebutuhan dari
Universitas Indonesia
45
masyarakat
miskin kota.
Kendala dari
masyarakat
sasaran program
yang barns dipecahkan , berupa : kepemilikan
altematif
dan
laban, semangat
menetap, kemiskinan, kepribadian dan sikap fatalistik kelompok sosial ini. Diputra (2003), yang meneliti Aspek Spasial Perumahan Kaum Urban di Permukiman Kumuh Kota Denpasar menemukan bahwa ruang-ruang pada rumab kurnub bersifat multi fungsi , karena penghuni memasukan beragam kegiatan ke dalamnya . Privasi ruang di dalam rumab tidak optimal, namun tidak dianggap sebagai sesuatu yang mengganggu karena sudah dibiasakan dan dimaklumkan. Organisasi ruang bersifat linier karena penambaban ruang banya bisa dilakukan sangat terbatas sebagai akibat dari minimnya lahan. Kualitas ruangan dan performance yang dibasilkan kurang baik sebagai akibat dari rendahnya
kualitas bahan bangunan dan sempitnya dimensi ruang, yang
akhimya menyebabkan rasa ketersesakan. Sawitri, dalam skripsi
tugas akhimya yang berjudul Karateristik
Permukiman Kumuh Di Kota Denpasar menemukan bahwa adanya perasaan tidak senang kepada rumab dan lingkungan permukiman dari masyarakat yang bermukim di sana. Timbulnya perasaan tidak menyenangkan dalam menempati rumab , disebabkan oleb berbagai alasan sebagai berikut : kebanyakan (32 %) karena alasan rumab sumpek/pengap; 26% rumah sempit; 24 % atap bocor dan rumah becek kalau musim hujan ; 7 % alasan sudah biasa ; 6 % karena pengbuni rumab banyak dan 5 % karena tidak ada ruang pribadi (privacy). Ketidaksenangan terbadap lingkungan permukirnannya juga didasari berbagai alasan : 23 % karena prasarana lingkungan kurang memadai; 22 % Iingkungan kurang bersib; 22 % jarak antar tetangga terlalu berdekatan; 21 % banjir di musim bujan; 7% sudah biasa; dan 5% tidak senang karena di lingkungannya sering terjadi tindak krirninal. Suwitri juga mengungkapkan bahwa dalam kehidupan
masyarakat di permukiman kurnub
sangat sulit
rnendapat privacy, akibat keterbatasan ruang yang mereka miliki, sehingga mereka rnerasa sulit menempatkan sesuatu agar bebas dari gangguan yang tidak dikehendaki, termasuk sulit rnendapatkan ruang untuk menyendiri bila saat dibutubkan. Karena tidak adanya kenyarnanan tinggal di rumab, mereka cenderung pergi ke luar rumah. Mereka juga sulit membangun personal
Universitas Indonesia
46
space (batas tak tampak yuang orang lain merasa enggan atau merasa tidak etis memasukinya). Mereka juga merasa tidak memiliki territoriality atau batas teritorial antar penghuni satu dengan yang lain karena kebanyakan mereka yang bermukim dipermukiman kumuh adalah dengan menyewa rumah atau kamar. Batas antar kamar hanya dipisahkan oleh dinding batako, gedeg atau papan, maka sulit bagi mereka menghindari gangguan, misalnya akibat konflik keluarga di tetangga sebelah. Tulisan Prabawasari (2002) yang berjudul Konsep Land Shorting Untuk Pembangunan Pemukiman Kumuh Kawasan Pusat Kota mencoba menawarkan suatu konsep yang disebut sebagai land sharting, yang merupakan singkatan dari
land sharing dan land renting. Konsep ini ditujukan bagi pekerja kelompok yang merupakan kelompok terbesar dari penduduk kota yang
informal
memiliki ketergantungan erat dengan kegiatan perekonomian kawasan kota. Konsep land shorting yang ditawarkan merupakan penggabungan dan modifikasi
dari
konsep-konsep land sharing, land consolidation, land
reajusment, dan konsep sewa rumah.
Dengan konsep land sharting yang
ditawarkan ini, maka setiap usaha pembangunan kembali kawasan pusat kota tidak perlu menggusur (secara fisik) penduduk asli perkampungan yang dibangun kembali (redevelop) dan juga tidak perlu menggeser (secara hak milik) status kepemilikan tanah dari penduduk asli kepada para pendatang. Penerapan konsep ini mensyaratkan adanya subsidi silang (cross subsidy) dan penerapan konsep alur balik biaya (cost recovery). Penelitian
dilakukan oleh
yang
Alonso (2000) di Madrid dan
Barcelona (Spanyol) dengan judul Contingent Valuation Of Accessibility as An Attribute of Housing menemukan bahwa mengestimasi keuntungan sosial dari pagar gedung selalu mempersyaratkan
solusi
tidak langsung, seperti
penghitungan penyelamatan pelayanan sosial, perawatan di rumah sakit atau yang membuat mungkin oleh kenaikan dalam aksesbilitas. penyesuaian Penelitian
ini
menggunakan
metoda
Contingent Valuation (CVM)
untuk
mendapatkan penilaian langsung dari manfaat dari pagar gedung. Ketika membandingkan dua tempat tinggal yang sama, tetapi memiliki perbedaan pada kondisi aksesbilitas,
dari I 007 responden secara random dari rumah
Universitas Indonesia
47
tangga yang terpilih menjawab akan membayar pada rata-rata 12,5 % lebih untuk pagar gedung. Penelitian yang dilakukan oleh Kryvobokov dan Wilhelmsson (2007) dengan
judul Analysing Location Attributes With A Hedonic Model For
Apartement
Prices In Donetslc, Ukraine
menemukan bahwa
preferensi
pelanggan terhadap kelengkapan apartemen lebih respek pada masalah air dan lingkungan yang hijau (taman yang asri) dari pada akses ke pusat perbelanjaan. Lebih jauh penelitian tentang spesiftkasi model
memasukan juga aspek-aspek
seperti jarak ke toko, tingkat kriminalitas dan kebisingan lalu lintas. Belsky, Goodman, dan Drew (2005}, dalam penelitian yang berjudul
Measuring The Nation's Rental Housing Affordability Problems menemukan bahwa : pertama, persewaan rumah yang layak adalah konsep yang sulit untuk di defmisikan, melibatkan penilaian subyektif
dan penerapan standar
normatif untuk mendesain label layak dan tidak layak pada kondisi rumah tangga atau untuk sewa unit rumah, dan sewa rumah dikatakan layak jika pengeluaran rumah tngga untuk sewa tidak melebihi 30 % ·pendapatan;
lcedua,
pengukuran sewa yang layak melibatkan banyak keputusan operasional yang diikuti estimasi yang berbeda dari identitas yang sama atau pengukuran yang sama; ketiga, walaupun disana tetjadi perbedaan, setidaknya beberapa kesimpulan
dapat
diambil meski jika
ketepatan
estimasi mendukung
kesimpulan yang bervariasi; keempat, estimasi boleh jadi akan bervariasi sebab tidak mungkin semua analisis akan sama dengan asumsi yang dibangun, ukuran, dan data yang digunakan ketika menghitung masalah kelayakan rumah sewa ; kelima,
dan sebagai
basil
lain yang ditemukan, pembuat
kebijakan seharusnya membuat upaya lebih untuk memahami ketepatan metoda dalam
untuk menghasilkan estimasi
yang digunakan menginterpretasi
arti
dari
semua
dugaan;
dan berhati-hati
lceenam,
kesalahan
umumnya terjadi pada saat pengukuran yang akan mengakibatkan pembuat kebijakan keliru tetapi sangat penting pada kondisi kelayakan rumah; lcetujuh, ada beberapa cara sehingga analisis dari kelayakan dapat dikembangkan dan diperbesar. Terpenting diantara semua adalah membuat indikator hedonic sehingga perubahan pada indikator kualitas sewa dapat dibandingkan dengan
Universitas Indonesia
48
perubahan pada indikator perubahan,
untuk pengukuran terbaik trade off
membuat biaya perumahan yang rendah
tetapi di tambahkan pada biaya
yang lain, dan mencoba untuk menggali informasi
pada data yang lain
menggunakan acuan yang sama. Kenyataan ini merupakan pilihan yang sulit tentang penggunaan ukuran, bagaimana untuk membentuknya, dan bagaimana untuk menginterpretasi apa yang terkandung di dalamnya pada konsep dari persewaan rumah yang layak. Hasil penelitian Hadi (2003)
dalam
skripsinya
yang
Permintaan Rumah Susun Sewa Waru Gunung menyatakan bahwa
berjudul harga
(biaya hak hunian) sangat dominan mempengaruhi permintaan rumah sewa tersebut. Di dalam kenyataannya rumah susun sewa
banyak yang dialih
hunikan dengan imbalan sejumlah uang, imbalan inilah yang dominan mempengaruhi permintaan rumah susun, sehingga perlu adanya monitoring yang lebih ketat agar tidak terjadi praktek alih huni seperti yang biasa terjadi. Masjkuri (19')2) yang meneliti Permintaan Rumah Susun Sederhana
Di Daerah Tingkat III Kota Surabaya, menunjukan bahwa rumah susun yang dijual bebas kurang diminati masyarakat miskin, karena selain harga tidak terjangkau juga dianggap kurang nyaman untuk ditempati (terlalu sempit). Sementara rumah susun sewa serta pengganti dari pemerintah sebagian (27%) dialih hunikan oleh penghuninya kepada orang lain, dan kemudian mereka pindah berkumuh di tempat lain. Kondisi ini disebabkan secara ekonomi mereka tidak mampu untuk menanggung biaya-biaya perumahan yang harus ditanggung. Sehingga program penempatan penduduk menjadi penggusuran secara tidak sengaja dan tidak kentara.
Universitas Indonesia
BAB3
METODE PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian Bentuk studi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif yaitu dengan melakukan pengukuran terhadap variabelvariabel
yang diteliti dan kemudian melakukan perhitungan statistik pada
data yang diperoleh dan selanjutnya mendapatkan gambaran kesediaan tinggal dan membayar tarif sewa di Rusunawa Entikong dari masyarakat sekitar BDC Entikong, khususnya di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan proses pengambilan data yang terkait dengan variabel-variabel baik terikat ataupun bebas, sekaligus pada waktu yang sama (crosssectional). Salah satu metoda survey untuk mengestimasi seberapa besar penilaian seseorang atau masyarakat
Contingent Valuation mengestimasi
terhadap barang, jasa, dan kenyamanan adalah
Method (CVM).
Metoda ini banyak digunakan untuk
nilai sesuatu yang tidak diperjualbelikan di pasar, sementara
metode preferensi-tersirat (revealed preforence) tidak dapat digunakan. (Patunru, 2004). Metode Contingent Valuation Method (CVM) dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui keinginan tinggal di Rusunawa Entikong
dan
Willingness To Pay (WTP) secara langsung yaitu dengan menanyakan secara langsung kepada responden dengan melakukan wawancara yang dipandu dengan daftar pertanyaan (kuesioner). Kuesioner sebagai instrumen penelitian dibagi dalam 4 bagian yaitu :
pertama, bagian yang berisi pertanyaan tentang informasi demografi responden, seperti jenis kelamin, umur, decision maker dalam keluarga, pendidikan, jumlah anggota keluarga,
pengeluaran rumah tangga, status penduduk. lama tinggal,
status penguasaan bangunan tempat tinggal, dan biaya yang dikeluarkan yang berhubungan dengan tempat tinggal. Bagian kedua berupa pertanyaan mengenai sikap dan persepsi responden pada masalah perumahan di kota Entikong dan
49
Universitas Indonesia
50
pembangunan Rusunawa Entik.ong. Pada bagian ketiga berupa pertanyaan tentang keinginan responden untuk tinggal di Rusunawa Entik.ong disertai alasannya. Selanjutnya pada bagian keempat adalah mengenai kesediaan membayar sewa unit Rusunawa (Willingness To Pay) dari responden sebagai biaya untuk menjaga kualitas bangunan dan lingkungan Rusunawa Rusunawa , baik dengan kondisi dasar maupun penambahan fasilitas tempat olahraga dan tempat berrnain anak. Di dalarn pertanyaan tentang WTP dipilih teknik take-it-or-leave-it method with follow up, yaitu metode dengan cara menawarkan nilai tertentu dan responden menjawab ''ya" atau ''tidak".
Jika responden menjawab ''ya"
selanjutnya nilai tawaran dinaikkan dan bila menjawab ''tidak" maka nilai diturunkan. Untuk melengkapi basil survey agar dapat menghasilkan nilai riil dalarn bentuk rupiah maka setelah tawaran dinaikkan atau diturunkan, responden ditanya berapa maksirnurn yang bersedia mereka bayarkan untuk biaya pemeliharaan berupa tarif sewa satu unit Rusunawa Entikong. Metode ini dipilih karena mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya adalah mempunyai tingkat kesesuaian yang tinggi, bersifat insentif dan kompatibel, penerapan lebih fleksibel yang dapat dilakukan melalui wawancara langsung, telepon dan pos. (Sjakira, 2007) Nilai yang dipertanyakan sebagai nilai awal yang ditawarkan pada responden melalui kuisioner ditentukan dari basil perhitungan tarif sewa berdasarkan perhitungan upah minimum
provinsi (UMP) Kalimantan Barat
Tahun 2008. UMR untuk Provinsi Kalimantan Barat
Tahun
2008
sebesar
Rp. 645.000,- . Definisi dari US Departemen of Housing and Urban Development Tahun 200 I menyebutkan bahwa sebuah keluarga dikatakan mampu membayar sewa rumah jika prosentase pengeluaran untuk sewa rumah ditambah utilitas dasar, pajak dan pembayaran asuransi adalah 20 % sampai dengan 30 % dari total pendapatan. Dengan asumsi bahwa masyarakat sasaran yaitu masyarakat di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong adalah masyarakat berpenghasilan rendah, serta mengacu pada penelitian Belsky et.al. (2005), pengeluaran rumah tangga untuk sewa rumah dianggap terjangkau (affordable) jika tidak melebihi 30% dari pendapatan, maka digunakan nilai pendekatan Rp. 177.500,- untuk
Universitas Indonesia
51
kondisi Rusunawa Entikong
sebelum dilengkapi fasilitas
dan Rp. 200.000,-
untuk kondisi setelah dilengkapi fasilitas olahraga dan tempat bermain anak. Parameter pendapatan yang digunakan oleh bank di Indonesia pada umumnya menggunakan prosentasi 25 % dari pendapatan dalam menilai kelompok masyarakat yang layak memperoleh KPR. (Santoso, 2008).
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja di Kota Entikong yang telah
merealisasikan rencana pembangunan rumah susun sewa sederhana (rusunawa) sebanyak 2 twin blok (blok kembar), dan pada saat ini dalam tahap proses penghunian. Lokasi Rusunawa terletak di tengah kota dan jarak ke Perbatasan sejauh ± 2 km. Pengumpulan data dilakukan melalui tahap penjajakan (pre-tes) pada bulan Mei
2008 kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data terhadap
responden terpilih dimulai pada bulan Juni Tahun 2008.
3.3
Populasi dan Sampel Populasi merupakan keseluruhan obyek yang diteliti dan terdiri atas
sejumlah individu, baik yang terbatas (finite) maupun tidak terbatas (infinite) (Sumami dkk, 2005). Definisi yang lain mengatakan bahwa populasi adalah kumpulan yang lengkap dari elemen-elemen yang sejenis akan tetapi dapat dibedakan karena karakteristiknya. (Supranto, 2007) Berkaitan dengan penelitian ini, masyarakat sekitar BDC Entikong , khususnya di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong
yang dimaksud
sebagai populasi penelitian adalah masyarakat yang memiliki peketjaan di sektor informal berupa membuka warung jajanan, berjualan di kaki lima, kuli angkut barang di pasar batas, sektor informal lainnya . Selain itu juga adalah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di Sarawak- Malaysia, hal ini karena ide dasar
pembangunan
rusunawa
di
Perbatasan
Entikong
adalah
untuk
mengantisipasi relokasi pembangunan PT Sony dari Indonesia ke TebeduMalaysia. Relatif dekatnya jarak Entikong dengan Tebedu, membuat harapan
Universitas Indonesia
52
bahwa TKI bekerja di Tebedu tetapi tinggal di Rusunawa Entikong. Namun karena pada saat penelitian dilaksanakan pembangunan PT Sony di Tebedu barn pada tahap perataan lahan , maka cukup sulit untuk menemukan TKI yang dimaksud pada penelitian ini. Sehingga khususnya dalam penelitian ini, yang diteliti adalah masyarakat di Desa Entikong
sebagai suatu populasi dan
masyarakat di pemukiman Patoka dan pasar Batas Entikong sebagai populasi
sampling, hal ini karena pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong adalah wilayah RT 06 dan RT 07 Desa Entikong yang merupakan wilayah Border
Development Center Entikong. Berdasarkan populasi selanjutnya ditentukan besamya ukuran sampel. Dalam penelitian di bidang permukiman dan perumahan, penentuan sampel sangat perlu diperhatikan mengingat karakteristik permasalahannya yang multi dimensi, sangat beragam dan luas cakupan populasinya ( Abadi, 2006). Metode pengambilan sampel dalam penelitian hams memiliki sifat-sifat yang akurat atau tidak bias. Sampel
yang
bias
akan mengalami systemic
variance, yaitu variasi atau penyimpangan dalam pengukuran (diketahui atau tidak) yang bisa mempengaruhi skor secara keseluruhan . Kemudian memiliki kesalahan estimasi yang rendah. Tidak ada sampel mewakili populasi.
Nilai
statistik sampel mungkin
yang secara penuh bisa berbeda dengan nilai
parametemya sebagai hasil frekuensi random dalam proses pengambilan sampel. Penyimpangan demikian disebut error variance atau sampling error. (Sumami dkk, 2006). Namun demikian, Losh, (2000) menyatakan sampel yang baik tidak mudah diperoleh mengingat masih banyaknya kendala seperti keterbatasan biaya dan waktu penelitian serta kesalahan-kesalahan penentuan sampel yang tidak disadari peneliti (Abadi, 2006). Sampel yang diambil dari populasi dengan menghitung besar sampel dengan rumus berdasarkan estimasi proporsi pada populasi terbatas dengan tehnik presisi mutlak (Ariawan, 1998):
Universitas Indonesia
53
n =
Z f-a/2 • P (1 - P ) N d2(N -I)+ (Zf-a/2)-P(l- P)
--~--~~----~--~-------
.................................. (3.1)
Keterangan : n
=
a
z
Tingkat kemaknaan (significance level), diambil 5 % (0,05)
=
J-a/2
Besar sampel
Nilai pada kurva normal yang melambangkan standar error dari rata-
=
rata, ditentukan berdasarkan tingkat kepercayaan (confidence level) yang diinginkan. Pada penelitian ini tingkat kepercayaan yang digumikan adalah 95% berarti nilainya 1,96. P
=
Proporsi masyarakat diambil 50 %
yang bersedia tinggal di Rusunawa Entikong,
karena belum ada penelitian yang sama
tentang
rusunawa di Kalimantan Barat. N
=
d
=
Jumlah Populasi ( Desa Entikong : 1456 KK) Presisisi (derajat ketepatan) penelitian atau kesalahan yang dapat diterima, pada penelitian ini digunakan I 0
%
karena bel urn
ada
penelitian sebelumnya. maka perhitungan : ( I ,96)2 *0,50( 1-0,50)*1456 n
= ( 0,10) 2 (1456-1) + ( 1,96)2 *0,50(1-0,50)
n = 91 7 ditambah 10% , 91 + 9
= 100
Universitas Indonesia
54
jadi jumlah responden yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah judgment sampling yang meupakan salah satu jenis dari teknik purposive sampling diambil dengan maksud tertentu (Mustafa, 2000).
karena sampel
Dalam hal ini pemukiman
Patoka dan Pasar Batas Entikong merupakan area yang menjadi pusat kegiatan di
ekonomi
Desa Entikong
yang
penghuninya
merupakan
mayoritas
pendatang, sehingga mereka tinggal dengan mengontrak atau sewa, oleh sebab itu maka responden yang akan dijadikan sampel adalah dari kedua area ini. Dari 100 responden yang menjadi sam pel, walaupun di pemukiman Patoka memiliki 57 KK dan Pasar Batas Entikong memiliki 170 KK, tetapi sampel yang diambil dari pemukiman Patoka sebanyak
40 orang dan Pasar Batas
Entikong diambil sampel sebanyak 60 orang, hal ini dengan pertimbangan jumlah KK di Pasar Batas Entikong lebih banyak dari pemukiman Patoka, sementara di Patoka
sendiri
memiliki jarak yang
lebih
dekat dengan
rusunawa sehingga lebih mengenal secara mendalam tentang Entikong, juga dalam kondisi perumahan yang
kurnub
dan
Rusunawa
ilegal.
Ilegal
artinya pada kawasan Patoka tersebut bukan merupakan kawasan pemukiman, tetapi kawasan untuk peruntukan industri, namun karena belum dibangun maka sementara mt digunakan untuk pemukiman. Jadi peluang penghuni Patoka sekarang 1m untuk pindah mencari rumah baru cukup besar, jika industri mulai di bangun di kawasan tersebut. Jadi jumlah sampel yang lebih banyak di pemukiman Patoka menurut ukuran prosentasi jumlah KK karena mereka mempunyai "information rich".
3.4
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Jenis data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait seperti data penduduk Desa Entikong sebagai populasi, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Sanggau, Kantor Imigrasi Kelas II Entikong, dan Kantor Sosial
Tenaga Kerja Kabupaten Sanggau. Sedangkan jenis data primer merupakan data
Universitas Indonesia
55
yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan hasil wawancara dengan responden dengan menggunakan kuesioner. Secara umum, terdapat dua cara untuk mengukur permintaan terhadap barang lingkungan yang dinamakan Revealed Preference (RP) dan Stated
Preference (SP). Yang termasuk dalam kategori RP diantaranya adalah Travel Cost Method dan Hedonic Approach. Sedangkan yang termasuk dalam kategori SP dikenal dengan nama Contingency Valuation Method (CVM). (Arianto Patunru, 2006). Data primer yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan metode survey Stated Preference (SP) yaitu data hipotetik yang diperoleh dari menanyakan langsung kepada responden apa tanggapan mereka terhadap kemungkinan tetjadinya perubahan atau dikeluarkannya kebijakan. Metode ini dilakukan untuk menganalisis kelayakan produk baru (Rusunawa) yang belum pemah dipasarkan, dan karenanya tidak ada data historis yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran akan barang tersebut. Metode survey Stated Preference memerlukan pemyataan seseorang terhadap suatu hal yang dianggap responden merupakan pilihan yang paling baik. Albert MP Silaen, 2004 menyatakan survey ini mempunyai tingkat kesulitan yang cukup besar karena responden harus dapat memahami kondisi hipotetik yang dibuat oleh perancang survey, seperti memahami kondisi nyata agar jawaban yang diberikan tidak bias. Selain itu, pilihan yang telah dipilih responden tidak dapat diubah jika sudah berlanjut pada pemyataan berikutnya. (Sjakira. 2007) Patunru, (2006) menyatakan bahwa data stated preferences juga bergantung kepada cara mengemas pertanyaan dalam survey. Dalam hal ini data
stated preferences dapat menjadi powerful/ karena dapat dimodifikasi agar menghasilkan data yang variatif. (Sjakira, 2007) Dalam penelitian ini, pengumpulan data primer meliputi:
Universitas Indonesia
56
I. Data yang menunjukkan identitas responden selain dari data sekunder yang umur,
seperti
ada
besar
keluarga,
status
penguasaan
bangunan
(kontrak/sewa/ikut orang tua). 2. Kesedian tinggal responden di rusunawa 3. Persepsi responden terhadap manfaat rusunawa 4. Kesediaan membayar (Willingness To Pay) responden terhadap tarif sewa satuan unit rusunawa sebagai biaya pemeliharaan bangunan dan lingkungan.
Sehubungan dengan analisis terhadap data Stated Preference dalam penelitian ini dilakukan melalui Contingent Valuation Method (CVM). Pendekatan dalam metode CVM yang langsung menanyakan kesediaan tinggal dan kesediaan untuk membayar (WTP) kepada tiap individu dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Teknik pembuatan Kuisioner CVM meliputi: 1. Penulisan detail tentang benda yang dinilai (rusunawa). 2. Pertanyaan tentang karakteristik sosial demografi responden seperti usia, , tingkat pendidikan, dan lain-lain. 3. Pertanyaan tentang keinginan tinggal . 4. Pertanyaan tentang WTP yang diteliti. 5. Pertanyaan
tentang sikap dan persepsi responden terhadap benda yang
dinilai. Dalam penelitian ini, terlebih dahulu akan diidentifikasi penilaian terhadap perubahan kuantitas maupun kualitas dari lingkungan permukiman di Entikong
dengan keberadaan rusunawa. Cara yang dilakukan adalah dengan
membentuk pasar hipotesis yang merupakan suatu pasar dari barang yang masih baru (rusunawa) dengan fasilitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah dalam bentuk sewa, setelah sebelumnya ditanyakan mengenai tahu atau tidaknya Rusunawa Entikong dan manfaat rusunawa.
Universitas Indonesia
57
Untuk membentuk pasar hipotesis, terlebih dahulu responden diminta untuk mendengarkan atau membaca informasi mengenai pembangunan rusunawa disertai dengan foto-foto yang menggambarkan kondisi bangunan dan lingkungan di kawasan rusunawa termasuk fasilitas yang ada. Selanjutnya, dijelaskan bahwa penentuan eaton penghuni dan penetapan tarif sewa akan mempertimbangkan keinginan tinggal dan kesediaan membayar dari responden disamping perhitungan tarif sewa berdasarkan aspek finansial. Berdasarkan pemyataan tersebut akan diperoleh ukuran perilaku konsumen dalam situasi hipotesis bukan dalam situasi riil. Dalam penelitian ini, responden diberikan beberapa nilai tawaran tarif sewa satuan unit rusunawa dan meminta responden untuk memilih nilai tertinggi yang bersedia ia bayarkan. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nilai WTP yang sebenamya dari individu yang bersangkutan. Pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan nilai tersebut dalam penelitian ini adalah melalui cara dichotomous choise (pilihan dikotomi). Untuk menghindari teljadinya starting point bias, maka responden diminta untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap suatu tawaran yang disodorkan ke responden.
Namun demikian metode ini membutuhkan jumlah sampel yang
besar. Sebagai pengembangan metode ini terdapat metode take it or live it with
follow up (pilihan dikotomi yang dilanjutkan).
Metode ini menawarkan nilai
tertentu dan responden menjawab berupa "Ya" atau ''tidak". Bila responden menjawab "Ya" selanjutnya nilai tawaran dinaikkan dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan tawaran pertama.
Sedangkan hila jawaban "Tidak" maka nilai
tawaran diturunkan lebih rendah dari tawaran pertama. Untuk melengkapi basil survey agar dapat menghasilkan nilai ''riil" (dalam bentuk rupiah) maka setelah tawaran kedua kepada responden ditanyakan 'berapa maksimum uang yang bersedia anda bayarkan?" Dengan kata lain, dalam pendekatan ini responden ditanya preferensinya akan beberapa jumlah uang yang bersedia ia bayar jika kebijakan harus didanai oleh masyarakat.
Metode ini menghindari jawaban Rp.O tetapi mempunyai
Universitas Indonesia
58
keterbatasan dalam menghasilkan variasi data. (Arianto Patunru. 2006 dalam Sjakira, 2007) Selanjutnya dari jawaban responden dilakukan analisa data sehingga diperoleh dugaan rata-rata WTP dan nilai probabilitasnya.
3.5 3.5.1
Teknik Analisis Data Penanganan Data Sebelum dilakukan analisis data, maka terlebih dahulu agar dilakukan
pemeriksaan data kuesioner (editing). Data kuesioner yang perlu diperiksa antara lain adalah apakah jawaban di kuesioner sudah lengkap, tulisannya terbaca, relevan, dan konsisten untuk semua data yang diduga akan mempengaruhi terhadap variabel terikat keinginan tinggal responden maupun mempengaruhi terhadap variabel terikat besarnya nilai WTP. Selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis terhadap data kuesioner dengan menggunakan statistik Jan deskriptif.
3.5.2
Pengolaban Data Statistik Dalam melakukan pengolahan data dengan analisis statistik, model
ekonometrik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Logit (Logistic Regresssion Model) untuk analisis kesediaan tinggal di Rusunawa Entikong dan
model Probit untuk kesediaan membayar. Analisa dengan menggunakan model Logit adalah model regresi yang digunakan untuk menganalisis variabel dependen dengan kemungkinan di antara 0 dan I. Model logit dapat diterapkan pada dua kondisi berbeda yaitu pada data individual (atau level mikro) dan data kelompok (atau replikasi)(Winamo, 2007).
f(z) = Pi
=--- =
.............................................. (3.2)
Universitas Indonesia
59
dimana Zi = 6 1 + ~ Xi Persamaan di atas merupakan fungsi distribusi logistik
-<
dimana:
Zi <~
0
Nilai Z merupakan nilai indeks variabel independen
Jika nilai Z mendekati -- maka f (- -) = - - - - = 0
.............. (3.3a)
I + e <->
Jika nilai Z mendekati ~ maka f(-) = - - - -
=
........................... (3.3b)
I + e <->
Terlihat bahwa fungsi f(Z) nilai berkisar antara 0 dan I berapapun
nilai Z.
Kisaran pada model logit ini berarti sesuai digunakan untuk model hubungan yang variabel dependennya dikotom. Grafik dari f (Z) akan membentuk garis yang berbentuk S. Bentuk S ini mencerminkan tentang pengaruh nilai Z pada resiko individu sampel yang minimal pada nilai Z rendah kemudian seiring dengan meningkatnya nilai Z resiko juga semakin meningkat dan dalam ketinggian tertentu garisnya akan mendatar mendekati nilai I. Uraian di atas menunjukkan hila ingin mengestimasi suatu probabilitas kejadian pada variabel dependen yang dikotom maka model Logit adalah pilihan yang tepat. Universitas Indonesia
60
Model Logit dikembangkan dari fungsi logistik dengan nilai Z merupakan penjumlahan tinier konstanta (a) ditambah dengan B1X1. ditambah
B:!X2 dan seterusnya sampai Bi Xi, maka persamaannya :
Zi
= a+ BtXt + 82 X2 + .... + Bi ~
........................................................ (3.4)
(regresi logistik berganda) Bila nilai Z dimasukan pada fungsi Z, maka rumus fungsi Z adalah:
............................... (3.5)
f(Z) = Pi= I +e -{a+8 I X I +82 X 2 + .... +8i X) i
Model di atas non tinier baik dalam 8 1 maupun dalam
~
sehingga untuk
melinearkan parameter dengan menentukan terlebih dahulu peluang Pi dan (1 -Pi) sehingga persamaan menjadi : (Gujarati, 2003)
ez ....................................................... (3.5a)
Analisa data dengan model Probit adalah menggunakan fungsi peluang normal kumulatif, sedangkan model logit menggunakan fungsi peluang logistik kumulatif. Model probit merupakan pengembangan dari model logit.
lstilah
probit (probability unit) dikenalkan pada tahun 1930-an oleh Chester Bliss. Model probit dikembangkan berdasarkan teori utilitas atau pemikiran pemilihan rasional yang dikembangkan oleh McFadden.(Winamo, 2007).
Universitas Indonesia
61
Model probit dapat dinyatakan sebagai berikut :
Pi
= F(Z1) = F (8o + 8tXt + 81 X1 + .... + 8i Xi)
............•.................(3.6)
Dimana F menunjukkan fungsi peluang kumulatif sedangkan Xi menunjukkan variabel bebas yang bersifat stokastik.
Oleh karena model peluang probit
berkaitan dengan fungsi peluang normal kumulatif, maka dapat dituliskan model peluang probit sederhana sebagai berikut :
~ = 8o + 8tXt
+ ~ X1 + .... + 81 Xt + Ei
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••(3.7)
Untuk memperoleh suatu dugaan dari indeks Zi maka dapat mempergunakan invers dari fungsi normal kumulatif, sehingga diperoleh :
~ = F 1(Pi) = Bo + 81X1 + 81 x1 + .... + 81 x1 + E1 ....•...•......................(3.8)
Peluang Pi yang dihasilkan dari model probit dapat diinterpretasikan sebagai suatu dugaan dari peluang bersyarat bahwa suatu obyek pengamatan atau kelompok akan mengalami suatu
3.5.3
kejadian berdasarkan nilai tertentu dari X.
Analisis variabel yang mempengaruhi terhadap Kesediaan Tinggal di Rusunawa , WTPl dan WTP2 Dalam menganalisa variabel yang mempengaruhi kesediaan tinggal di
Rusunawa, variabel-variabel yang akan dianalisis perlu ditentukan terlebih dahulu. Pemilihan variabel bebas tersebut berdasarkan teori dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maupun asumsi yang dibangun dan merujuk pada jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner.
Variabel-variabel yang
diujicobakan dalam model ekonometrika antara lain sebagai berikut:
Universitas Indonesia
62
Tabel 3. 1. Variabel Bebas (X) yang Diujicobakan Terhadap Variabel Terikat (Y) Kesediaan Tinggal , WTPl dan WfP2. No
1.
2.
3.
4.
Deskripsi Operasional Variabel Yang Diteliti Kesediaan tinggal dummy sedia tinggal I= bersedia di Rusunawa 0 = tidak bersedia (sedia) dummyWTPI wtpl I = S 154.308 2 = > 154.308 dummyWTP2 wtp2 1 =s I70.l33 2 => I70.133 dummy Jumlah Anggota Keluarga Keluarga Juml I=1-4 (angkel) 0=5-8
5.
Umur
6.
tempat Jarak ketja ke rusun Grk_krj_ru)
Dummy Umur Responden I=< 20th 2 = 21-30 th 3 = 31-40 th 4 = 41- 50th 5 = >50 th Jarak tempat ketja ke Rusun
dummy Belanja RT I=< 100.000 2 = I 00.000- 200.000 RT 3 = >200.000 - 400.000 4 = >400.000 - 800.000 5 = >800.000- 1.600.000 6 = > 2.800.000 Dummy Jenis Kelamin Laki-laki = I Perempuan = 0 Dummy Pendidikan Formal ~ SMP= I < SMP = 0
7.
Pengeluaran (pengkel)
8.
JK (sex)
9.
Pendidikan
10.
Rumah Jumlah Biaya untuk Rumah Biaya (biaya rmh)
Sumber Referensi Sjakira , 2007
dugaan
dugaan
Eddy Rudianto, I998 Ismail, I999 Sugiyanto, 1996 Sjakira, 2007 Guha, 2008 Eddy Rudianto, 1998 Pramudita, 2004 Sjakira, 2007 Guha, 2008 Sumarwan, 2003 Harahap &Hartono, 2007 Yayuk Eko W, 2003 Pramudita, 2004 Sjakira, 2007 Harahap& Hartono ,2007 Syahriai&Nazara, 2006
Sjakira, 2007 Harahap& Hartono , 2007 Syahrial & Nazara, 2006 Harahap &Hartono , 2007 Guha, 2008 Sumarwan, 2003 Syahrial & Nazara, 2006
Universitas Indonesia
63
Alasan dari pemilihan variabel-variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: •:• Variabel jumlah keluarga diduga mempengaruhi kesediaan untuk tinggal di Rusunawa, yaitu semakin banyak jumlah anggota keluarganya maka perkiraan kesediaan untuk tinggal lebih kecil dibandingkan dengan yang mempunyai jumlah keluarga yang lebih sedikit. Hasil penelitian Ismail (1999), menyebutkan bahwa tinggal di rusunawa tidak layak lagi untuk keluarga dengan jumlah anggota keluarga lebih dari 4 orang. Sementara itu penelitian Indartoyo(2007) mengasumsikan bahwa setiap unit hunian rusunawa dihuni oleh 3 orang saja (standar kebutuhan ruang untuk satu orang = 7,2 m2). Dalam penelitian ini diasumsikan jumlah anggota keluarga
yang
layak untuk tinggal di rusunawa Entikong adalah
maksirnum 4 orang, hal ini dipilh karena sesuai dengan jumlah keluarga kecil di Indonesia yaitu keluarga dengan dua anak (Sugiyanto, 1996). •:• Variabel umur responden diduga mempengaruhi kesediaan untuk tinggal
.
di Rusunawa, yaitu semakin tua umur responden maka kesediaan untuk tinggal akan semakin kecil dengan dugaan bahwa responden dengan umur yang semakin tua mempunyai tingkat pendidikan yang lebih rendah dan jumlah anak yang lebih banyak dengan pengeluaran yang lebih besar serta keharusan untuk naik dan turun melalui tangga rumah susun menjadi pertimbangan yang membuat kesediaan tinggal semakin kecil. •:• Variabel Jarak tempat kerja ke Rusun diduga mempengaruhi kesediaan untuk tinggal di Rusunawa, yaitu
keinginan
untuk memiliki tempat
tinggal dekat dengan lokasi tempat kerja atau dekat dengan pusat kegiatan kota. Dalam hal ini, responden yang memiliki lokasi tempat kerja yang jauh akan memiliki kesediaan yang lebih besar untuk tinggal di Rusunawa yang terletak di pusat kota. Hasil studi
Harahap dan Hartono (2007)
menyatakan bahwa aksesibilitas mempengaruhi sewa rumah terutama di perkotaan, jadi
dengan
mudahnya
akses
ke tempat
kerja maka
kesediaan tinggal di Rusunawa semakin tinggi.
Universitas Indonesia
64
•:• Variabel Pengeluaran Keluarga diduga mempengaruhi kesediaan untuk tinggal di Rusunawa, yaitu semakin besar pengeluaran rumah tangga maka semakin besar kesediaan untuk tinggal di Rusunawa. Para peneliti seringkali mengalami kesulitan untuk mendapatkan data pendapatan dari responden. Responden merasa tidak nyaman jika harus mengungkapkan pendapatan yang diterimanya dan sebagian merasa bahwa pendapatan adalah sesuatu hal yang bersifat pribadi sehingga responden tidak mau mengatakan yang sebenamya (Sumarwan, 2003 dalam Rachma Dewi, 2004). Dalam penelitian terhadap masyarakat sekitar BDC Entikong berpenghasilan
yang termasuk pada masyarakat
rendah (MBR) ini,
penge/uaran keluarga digunakan sebagai pendekatan pada pendapatan keluarga karena mendapatkan informasi tentang pendapatan responden yang real biasanya cukup sulit, dengan asumsi pendapatan sama dengan pengeluaran dan tidak ada tabungan . •:• Variabel Jenis Kelamin diduga mempengaruhi kesediaan untuk tinggal di Rusunawa, yaitu laki,.Jaki lebih besar kesediaannya untuk tinggal di Rusunawa daripada perempuan.
Hal ini diantaranya karena laki-laki
sebagai kepala keluarga. •:• Variabel Pendidikan diduga mempengaruhi kesediaan untuk tinggal di Rusunawa, yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka kesediaan untuk tinggal di Rusunawa akan semakin tinggi. Hal ini diduga karena responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih rasional dan memahami dalam menilai suatu barang I jasa. Hasil studi Harahap dan Hartono (2007), menyatakan bahwa rumah tangga dengan kepala keluarga yang mempunyai pendidikan lebih tinggi mempunyai kemungkinan lebih besar mempunyai air perpipaan atau air pompa, toilet dengan tangki septik dan pengelolaan sampah dengan diangkut dinas
terkait. Asumsi
yang digunakan pada penelitian ini mengacu
kepada Wajar 9 Tahun, artinya pendidikan masyarakat dikategorikan tamat SMP dan tingkat di atasnya untuk kode I.
Universitas Indonesia
65
•!• Variabel
yang dikeluarkan untuk biaya rumah (biaya_nnh)
mempengaruhi kesediaan
diduga
untuk tinggal di Rusunawa, semakin besar
pengeluaran untuk biaya rumah, maka semakin kecil kesediaan untuk tinggal di Rusunawa Entikong. Biaya rumah disini adalah pengeluaran untuk bayar listrik, PDAM, pengelolaan sampah dan lainnya. Studi yang dilakukan oleh Harahap dan Hartono (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita rumah tangga, semakin besar pula rumah tangga memiliki air perpipaan atau air pompa, toilet dengan septik
tangki
dan pengelolaan sampah dengan
terkait. Hal ini
diangkut oleh dinas
hila dikaitkan dengan penelitian ini, diasumsikan
semakin tinggi pengeluaran rumah tangga, maka semakin kecil kesediaan untuk tinggal di Rusunawa Entikong.
•!• Variabel WTPI adalah variabel dummy yang mempunyai dua kategori, yaitu I < =154.308 dan 2 > 154.308. Nilai 154.308 ini diperoleh dari rata-rata WTPI dari responden.
Nilai WTP2 adalah variabel dummy
yang mempunyai dua kategori yaitu: 1 < =170.133 dan 2 > 170.133. Nilai
170.133
ini diperoleh dari rata-rata WTP2 dari responden .
Untuk meniadakan nilai WTPI dan WTP2 nol, maka dalam kuesioner pertanyaan disusun dengan starting point 177.500.
•!• Variabel Jenis Kelamin diduga mempengaruhi WTP yaitu laki-laki lebih besar WTP-nya daripada perempuan. Hal ini diantaranya karena laki-laki sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah.
•!• Variabel Pendidikan diduga mempengaruhi WTP, yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka WTP akan semakin tinggi. Hal ini diduga karena responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih rasional dan memahami dalam menilai suatu barang I jasa. Hasil studi Harahap dan Hartono (2007), menyatakan bahwa rumah
tangga
dengan kepala keluarga yang mempunyai pendidikan lebih tinggi mempunyai kemungkinan lebih besar mempunyai air perpipaan atau air pompa, toilet dengan tangki septik dan pengelolaan sampah dengan diangkut
dinas
terkait. Asumsi
yang digunakan pada penelitian ini
Universitas Indonesia
66
semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesedian membayar wtp juga makin besar. •:• Variabel
yang dikeluarkan untuk biaya rumah (biaya_rmh)
mempengaruhi kesediaan untuk membayar WTP,
diduga
semakin besar
pengeluaran untuk biaya rumah, maka semakin besar kesediaan untuk membayar WTP. Biaya rumah disini adalah pengeluaran untuk bayar listrik, PDAM, pengelolaan sampah dan lainnya. •:• Variabel Jarak tempat kerja ke Rusun diduga berpengaruh terhadap WTP, yaitu apabila tempat kerja responden dekat dengan lokasi rusun maka nilai WTP-nya akan lebih besar
daripada responden dengan jarak tempat
kerja - rusun yang lebih jauh. •:• Variabel jumlah keluarga diduga mempengaruhi WTP, yaitu semakin banyak jumlah anggota keluarganya maka perkiraan WTP lebih kecil dibandingkan dengan yang mempunyai jumlah keluarga yang lebih sedikit. •:• Variabel Pengeluaran Rumah Tangga diduga mempengaruhi WTP, yaitu semakin besar Pengeluaran Rumah Tangga, asumsi pendapatannya pun makin besar. Sehingga akan semakin besar dalam mengalokasikan sebagian pendapatannya untuk membayar sewa sehingga nilai WTP-nya semakin besar. Studi yang dilakukan oleh Harahap dan Hartono (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita rumah tangga, semakin besar pula rumah tangga memiliki air perpipaan atau air pompa, toilet dengan tangki septik dan pengelolaan sampah dengan diangkut oleh dinas terkait. Hal ini hila dikaitkan dengan penelitian ini, diasumsikan
semakin tinggi
pengeluaran
rumah tangga, maka
semakin besar kesediaan membayar wtp. Dalam penelitian ini variabel pengeluaran rumah tangga peneliti
gunakan sebagai pendekatan
pendapatan dengan beberapa alasan yaitu bahwa pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah cukup kecil dan tidak bisa menabung, sehingga akan habis untuk pengeluaran rumah tangganya, kemudian mendapatkan informasi tentang pendapatan
yang riel dari
untuk
responden
biasanya cukup sulit.
Universitas Indonesia
67
Dalam penelitian ini, dengan menggunakan model regresi logistik dapat diduga peluang responden untuk memilih tinggal di Rusunawa atau tidak bersedia untuk tinggal di Rusunawa.
Untuk menjelaskan pengaruh dari variabel jenis
kelamin, umur, decisian maker, pendidikan, jumlah keluarga, pengeluaran rumah tangga , asal daerah, penguasaan bangunan, jarak rumah dengan rusunawa, jarak tempat kerja dengan rusun terhadap kesediaan tinggal di Rusunawa, dengan bentuk model persamaan logit (regresi logistik berganda) adalah sebagai berikut:
Y = 8o + BtXt + B~z + .... + 8Xt
......................................(3.9)
Dimana:
y
= kesediaan tinggal di rusunawa = Jumlah anggota keluarga = Jarak tempat kerja ke Rusun = Pengeluaran rumah tangga (Rp/bln) = Biaya rumah (Rp/bln) =Umur ( I =<20Th ; 2 = 21 -30Th ; 3 = 31 -40th 4 = 41 - 50 th ; 5 > 50 th ) = Jenis Kelamin (1 : Laki-laki dan 0: Perempuan) = Pendidikan ( 1 : 2: SMP dan 0 : < SMP ) = Responden ke-i
61 ....,67
= Koefisien Populasi yang ditaksir
Universitas Indonesia
68
Model ekonometrik yang dilakukan untuk menganalisa berbagai faktor atau variabel yang mempengaruhi nilai WfP responden adalah dengan menggunakan model Probit, dengan persamaan regresi sebagai berikut :
WTP
= J3o + P1X1 + P2X2 + P3X3+ P.v4+ PsDt + P~ + ei ................... (3.10)
Dimana:
y
=WfP = Jumlah Anggota Keluarga = Biaya Rumah = Pengeluaran Rumah Tangga (Rp/bln) = Jarak tempat kerja - rusun = Jenis Kelamin (1 : Laki-laki dan 0 : Perempuan) = Pendidikan ( 1 : 2: SMP dan 0 : < SMP) = Responden ke-i = Koefisien Populasi yang ditaksir = galat
3.5.4.
Menghitung dugaan nilai rata-rata WTP (Expected WTP, EWTP) WTP dapat diduga dengan menggunakan nilai tengah dari kelas atau
interval WfP responden ke-i. Dari jawaban responden dapat diketahui bahwa WfPi yang benar adalah berada antara jawaban yang dipilih (batas bawah kelas WfP) dengan WTP berikutnya (batas atas kelas WTP).
Selanjutnya dugaan
rataan WTP dihitung dengan rumus :
Universitas Indonesia
69
n EWTP=I WiPfi ..................................... .............................(3.11) i=l dimana: EWTP = dugaan rata-rata WTP W
=
batas bawah kelas WTP
Pf
=
frekuensi relatifkelas yang bersangkutan
n
= jumlah kelas =
kelas ke-i Nilai WTP yang diperoleh dari masing-masing responden berupa nilai
maksimum yang mau dibayarkan oleh responden untuk pemeliharaan rusunawa
dan lingkungannya yang kemudian diolah untuk mendapatkan nilai rata-rata (mean) dari nilai WTP tersebut. Setelah mendapatkan nilai rata-rata (mean) dari WTP secara keseluruhan, maka untuk mengestimasi nilai rusunawa dan lingkungannya dengan cara nilai tersebut dikalikan dengan jumlah populasi (N) sehingga didapatkan nilai estimasi perbulan.
Universitas Indonesia
70
Secara umum, pengolahan data
kuisioner dari penelitian ini mengikuti suatu
flowchart seperti gambar 3.1.
Bivariate
Dikeluarkan dari model Ada yg tdk signifikan Semua signiffkan
Multivariate a a
Dikeluarkan dari model
Tidakada
Logit
-
LR Loglikelihood
! Penaksiran WTP Lanten lndeks
l Probabilitas (%)
Gam bar 3.1. flow chart penelitian Universitas Indonesia
DAB 4
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1.
GAMBARAN UMUM KABUPATEN SANGGAU
4.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sanggau merupakan salah satu daerahlregion tingkat II yang terletak di tengah-tengah dan berada pada bagian utara daerah Propinsi Kalimantan Barat, dengan luas daerah 12.857,70 km2 dan kepadatan penduduk rata-rata 29 jiwa per km2 • Dilihat dari letak geografisnya, Kabupaten Sanggau terletak di antara 1derajat 0 menit Lintang Utara dan 0 derajat 06 menit Lintang Selatan, serta diantara 109 derajat 08 men it dan 111 derajat 03 men it Bujur Timur.
--- ·
--/
·--
-
u
4 Gambar 4.1 Peta Kabupaten Sanggau dalam Provinsi Kalimantan Barat Sumber : www.sanggau .go.id.
71
Universitas Indonesia
72
Batas wilayah Kabupaten Sanggau: - Sebelah Utara : Malaysia Timur (Sarawak) - Sebelah Selatan : Kabupaten Ketapang - Sebelah Tirrfur : Kabupaten Sekadaii - Sebelah Barat : Kabupaten Landak Kabupaten Sanggau merupakan Daerah Tingkat II yang daerahnya terluas ke-4 (12,4'JO/o) dari kabupaten!Kota
di Propinsi Kalimantan Barat. Jib. dilihat dari
luas kecamatan, maka kecamatan terluas adalah Kecamatan Jangkang dengan luas 1.589,20 km2 , kemudian Kecamatan Meliau, yaitu 1.495, 70 km2• Sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Balai dengan luas 395,60 km 2 kemudian Kecamataii Beduwai denganli.ias 435,00 kiii 2•
4.1.2 Pemerintaban Kabupatert Sartggau yaftg meiupakart bagiart dari Propirtsi Kalimantan Barat pada awalnya mempunyai luas wilayah 18.302 km 2 berdasarkan UndangUiidaiig Nomoi 21 tahun 1959 tentang
penetapan Undalig-undang
Darurat
Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Kalimantan Barat. (Lembarart Negara Republik liidortesia Nomoi 12 Tahurt 1959, tambahan Lembaran Negara RI Nomor 820). Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2003, tiliiggal 18 Desember 2003, tentiliig pembentukan Kabupaten Melawi dan Kabupaten Sekadau di Propinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Sartggau pecah mertjadi dua, yakfli Kabupaten Sanggau dan Kabupatert Sekadau, dengan luas wilayah baru 12.857,70 km2 atau 8,76% dari luas daerah Propirtsi Kalimantan Barat (146.807 km 2). Dati kelanJutan Urtdang-Undang tersebut, maka Kabupaten Sanggau yang sebelumnya dibagi atas 22 kecamatan, setelah pemekamn mempunyai wilayah yang baru dertgan 15 Recamatart. Kabupaten Sanggau merupakan kabupaten di perbatasan Indonesia Malaysia, dan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Sarawak-Malaysia adalah Kecamatan
Entikong dan
Kecamatan
Sekayam. Dilihat
dari jumlah
Universitas Indonesia
73
Gambar 4.2 Kecamatan Dalam Kabupaten Sanggau Sumber : www.sanggau.go.id
Tabel.4.1 DESA YANG LANGSUNG BERBATASAN DENGAN SARAW AK MALAYSIA MENURUT LUAS WlLAYAH, RUTA, DAN PENDUDUKDI KABUPATEN SANGGAU TAHUN 2006
No
Desa
I 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Entikong PalaPasang Sr.Tembawang Semanget Bungkang Lubuk Sabuk Sei Tekam 2006 Jumlah 2005 2004
Luas (km2) 110,98 84,02 148,82 62,54 79,98 103,29 96,70 686,33 686,33 686,33
Rumah Tangga 894 154 397 364 529 540 421 3.299 3.448 3.297
Penduduk Perempuan Jumlah
Laki-laki 2.766 476 1,227 1.126 1.398 1.346 1.090 9.430 9.832 8.616
2.598 447 1.152 1.057 1.246 1.352 1.016 8.867 9.243 8.033
5.363 923 2.379 2.183 2.644 2.698 2.106 18.296 19.075 16.649
Sumber : BPS , Sanggau Dalam Angka 2007.
Universitas Indonesia
74
desanya adil 7 desa di mana 4 desa kecamatart Entikong dan 3 desa di Kecamatan Sekayam, yaitu Desa Bungkang, Lubuk Sabuk, dan Sungai Tekam.
4.1.3. Pelidiiduk Penduduk Kabupaten Sanggau yang luas wilayahnya 12.857,70 km2 (8, 76 %) dari
luas wilayah Propinsi
Kalimantan
Barat, berdasarkan basil
registrasi penduduk Tahun 2006, berjumlah 377.199 jiwa, dengan rincian penduduk laki-laki
I91.757 jiwa dan
penduduk perempuan
sebanyak
185.442 jiwa yang menyebar di I5 kecamatan dengan kepadatan penduduk 29 jiwa per km 2• Penyebaran ini tidak merata antara kecamatan satu dengan lainnya. Tabel.4.2 PENDUDUK MENURUT KECAMATAN, JENIS KELAMIN, DAN RATIO JENIS KELAMIN DI KABUPATEN SANGGAU TAHUN 2006 No I 2 3 4 5 6 7 8 9 10 II I2 13 I4 15
Kecamatan
Lllki-laki
Toba Meliau Kapuas Mukok Jangkang Bonti Parindu Tayan Hilir Balai Tayan Hu1u Kembayan Beduai Noyan Sekay~
Entikong Jumlah
6.028 21.281 38.476 8.189 13.215 9.508 13.834 14.166 10.849 13.793 12.521 5.140 4.911 13.396 6.450 191.757
Jenis Rasio Kelamin 113 5.315
Perempuan
19.253
)))
38.624 7.880 12.302 9.039 14.816 13.065 10.356 13.295 I2.241 5.003 4.615 13.190 6.448 185.442
100 104 107 105 93 108 105 104 102 103 106 102 100 103
Sumber : BPS, Sanggau Dalam Angka 2007.
Laju pertumbuhan penduduk Tahun 2006 mengaJami penurunan. yaitu dari I ,06 % Tahun 2005 menjadi 0,85 %. Perbandingan penduduk lakilaki terhadap perempuan sebesar 103. Nilai ini berarti bahwa setiap 103 jiwa laki-laki terdapat IOO jiwa perempuan. Dilihat dari penyebaran penduduk Universitas Indonesia
75
di Kabupaten Sanggau , Kecamatan Kapuas yang terletak di Ibukota Kabupaten Sanggau menduduki urutan pertama terbanyak dengan jumlah penduduk 77.100 jiwa (20,44%).
Sedangkan
Noyan
Kecamatan
adalah
kecamatan yang jumlah penduduknya paling sedikit, yaitu sebanyak 9.526 jiwa ( 2,53 %). Hasil Sensus Penduduk tahun 1990 dan Tahun 2000 menunjukan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Sanggau sebesar I, 73 % , lebih kecil dibanding laju pertumbuhan antara Sensus Penduduk 1980 dengan Sensus Penduduk Tahun 1990. Kondisi ini terjadi karena dalam dekade sembilan puluhan cukup banyak transmigran yang pulang ke tempat asa~ juga banyak penduduk Kabupaten Sanggau yang keluar dengan tujuan untuk sekolah, bekeJja, terutama yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) baik yang legal maupun ilegal, karena letak Kabupaten Sanggau
yang berbatasan
langsung dengan Malaysia. Selain itu, dikarenakan alasan keamanan, banyak penduduk yang meninggalkan Kabupaten Sanggau karena sering terjadinya kekacauan di Kalimantan Barat yang berimbas juga di Kabupaten S:mggau. 4.1.4 Angkatan Kerja Secara garis besar penduduk dalam hubungan dengan kegiatan ekonomi dapat digolongkan dua macam, yaitu :
<•
Usia kurang dari sepuluh tahun
•:•
Usia sepuluh tahun ke atas
Penduduk yang berusia sepuluh tahun ke atas adalah usia kerja, dimana pada usia ini sebagai tenaga kerja potensial yang produktif untuk dimanfaatkan di semua sektor ekonomi untuk menggerakan sumber-sumber produksi yang ada dalam menghasilkan barang dan jasa. Penduduk usia sepuluh tahun ke atas dibedakan atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan, sedangk.an bukan angkatan pekerja adalah penduduk yang kegiatannya mengurus rumah tangga, sekolah, dan lainnya.
Dari jumlah
penduduk pada akhir Tahun 2006 Kabupaten Sanggau sebesar 377.199 jiwa, Universitas Indonesia
76
terdapat 292.664 JIWa atau sekitar 77,59 % yang merupakan usia kerja berumur sepuluh tahun ke atas dengan rincian 148.611 jiwa laki-laki dan 144.053 jiwa perempuan. Tabel 4.3. PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE ATAS YANG BEKERJA MENURUTLAPANGAN USAHA UTAMA 01 KABUPATEN SANGGAU T AHUN 2004 - 2006 2006
2005
2004
Lapanga n Usaha
169.907
184.419
145.851
Pertambangan
4.298
4.670
1.152
lndustri Pengolahan
7.796
7.277
2.508
Listrik:, Gas dan Air
744
534
144
2.344
3.435
3.906
22.042
21.053
18.168
Angkutan
3.668
4.538
2.415
Keuangan
643
544
576
17.870
15.269
16.125
1.760
999
864
231.072
242.738
191.709
Pertanian
Ban_81Jnan Perdagangan
Jasa Kemasyarakatan
.
Lainnya Jumlah Sumber: BPS, Sanggau Dalam Angka 2007.
Dilihat dari hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah (SUSEDA), jumlah penduduk berumur sepuluh tahun ke atas yang bekerja pada beberapa lapangan usaha sebanyak 191.709 jiwa. lapangan usaha yang paling banyak digeluti masih pada sektor pertanian yang mencapai 76,08 %, kemudian sektor perdagangan 9,48 %, jasa 8,41 %, sedangkan sektor industri pengolahan sekitar 1,31, %. 4.1.5 Pendidik an Pembangunan mencerdaskan menunjang
nasional
kehidupan bangsa.
pembangunan tersebut
dibidang
pendidikan
Salah satu
upaya
adalah dengan
bertujuan
untuk
pemerintah
untuk
menyediakan
berbagai
sarana maupun prasarana fisik yang memadai, seperti pengadaan gedung
Universita s Indonesia
77
sekolah serta guru
sebagai tenaga
pengajarnya.
Kemajuan
pendidikan
mempunyai hubungan yang positif dengan bidang lain. Salah satu hubungan pendidikan dengan produktivitas tercermin pada keadaan tingkat penghasilan, semakin tinggi tingkat pendidikan seeorang, maka semak.in besar peluang untuk memperoleh pekerjaan atau untuk
mendapatkan penghasilan -yang
lebih memadai. Tabel 4.4. PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE ATAS YANG BEKERJA MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN YANG DITAMATKAN DI KABUPATEN SANGGAU TAHUN 2006
Tingkat Pendidikan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Tidak/belum tamat SD
46.074
42.323
88.397
Sekolah Dasar
34.307
18.076
52.383
SMP/MTs Sederajat
21.923
9.086
31.009
SMUIMA Sederajat
13.707
4.544
18.251
pjpJ«;>mwAkademi
903
333
].~91
Universitas
330
48
378
117.249
74.460
191.709
Jumlah Sumber : BPS , Sanggau Dalam Angka 2007.
Pada Tahun 2006, jumlah sekolah TK 39 buah, SLTP 86 buah, SLTA 26 buah dan SMK II buah. Keadaan ini bila dibandingkan dengan Tahun 2005, pada TK dan SMK tidak mengalami perubahan, tetapi pada SLTP terjadi peningkatan sebesar 14, 67%, SMU 4%, serta SD 1.89 %.
4.1.6 Listrik dan Air Minum 4.1.6.1 Listrik Menurut PT PLN (persero) Wilayah V Ranting Sanggau pada Tahun 2004, banyaknya produksi listrik yang dihasilkan adalah sebesar 37.106.602 KWH. Untuk Tahun 2005 produksi listrik yang dihasilkan 41.633.641 KWH, hal ini berarti mengalami kenaikan sebesar 12,20 %. Jumlah pelanggan
Universitas Indonesia
78
untuk Tahun
2005
sebanyak 30.851
pelanggan,
naik
sekitar 5,38
%
dibandingkan Tahun 2004 dengan jumlah 29.177 pelanggan. Tabel.4.5. PENJUALAN LISTRIK MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN SANGGAU TAHUN 2006 No I 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kecamatan
Pelanggan
Toba Meliau Kapuas Mukok Jangkang Bonti Parindu Tayan Hilir Balai Tayan Hulu Kembayan Beduai Noyan Sekayam Entikong
609 3.260 7.729 1.230 1.043 644 3.375 1.464 1.281 1.962 2.666 1.240
2006 2005 2004
Tahun
Daya Tersambung Listrik Terjual (VA) (KWH) 380.750 334.858 2.586.300 3.680.647 9.321.065 16.986 795.250 1.134.068 689.500 908.060 418.750 566.996 2.457.250 4.350.516 1.186.050 1.774.596 985.750 1.330.803 1.635.600 3.325.198 1.805.200 2.454.030 798.100 868.131
*)
*)
*)
4.118
3.575.000
6.167.463
*)
*)
*)
30.621 30.851 29.275
26.634.565 26.420.065 24.163.315
43.881.552 41.633.641 37.106.602
Sumber : PLN . Sanggau Dalam Angka 2007.
4.1.6.2 Air Minum Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok
bagi penduduk
baik untuk memasak, minum, maupun mencuci atau mandi. Pada masyarakat Kabupaten Sanggau, khususnya di pedalaman, penggunaan air bersih masih secara tradisional
bersumber dari
sungaildanau dan
a1r hujan,
pada
beberapa kecamatan, air bersih dikelola sebagai komoditas industri oleh PDAM. Total air bersih/air minum yang disalurkan pada Tahun 2005 mencapai 1.376 ribu m3 dengan nilai Rp. 2.079,45 juta, sedangkan pada Tahun 2004 penyaluran air sebesar 1.194 ribu m3 dengan nilai Rp. 1.904, 79 juta. Dengan demikian, pada Tahun 2005 terjadi peningkatan produksi yang
disalurkan
dibanding
air minum
sebelumnya, yaitu sebesar 15,24 %
dengan
peningkatan nilai sebesar 9,17 %. Universitas Indonesia
79
Tabel 4.6. BANYAKNYA AIRYANG DISALURKAN DAN DINILAI MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN SANGGAU TAHUN 2006
No. I.
Kecamatan
-
Toba
2.
Meliau ·-
Air Disalurkan (m3)
Pelanggan
-
731
--- .
--
-------
··-
Nilai (Rp.)
-
178.116 ------
----
-·-···
319.354.800 ------
.
-- - -
. ---
----
---·
3.
Kapuas
4.308
720.048
1.410.146.400
4.
Mukok
-
-
-
5.
Jangkang
230
33.732
44.107.200
6.
Bonti
-
-
7.
Parindu
-
-
-
8.
Tayan Hilir
271
50.256
84.788.400
9.
Balai
461
89.052
152.408.400
10.
Tayan Hulu
422
89.572
119.840.400
11.
Kembayan
303
30.456
68.724.000
12.
Beduai
265
33.996
51.279.600
-
-
-
13. Noyan 14.
Sekayam
764
166.416
305.428.800
15.
Entikong
488
1.191.408
51.279.600
8.243
2.576.052
2.607.357.600
Total
Sumber: PDAM, Sanggau Dalam Angka 2007.
Sebagian konsumen PDAM di Kabupaten Sanggau Tahun 2005 adalah rumah tangga dengan jumlah air minum yang disalurkan mencapai 1.140 ribu m3 atau 75,19 %. Sedangkan pemakaian terkecil air minum adalah badan sosial yang hanya mencapai 25 ribu m3 atau sekitar 1,7 %. 4.1. 7 Perdagangan Dilihat
dari
letak
geografis
Kabupaten
Sanggau, maka
pengembangan sektor perdagangan merupakan salah satu langkah strategis dalam pembangunan. Kabupaten Sanggau memiliki akses langsung ke luar
Universitas Indonesia
80
negeri (Malaysia) melalui gerbang Lintas Batas Entikong. Dengan demikian arus barang dan jasa dari Indonesia (khususnya dari Kabupaten Sanggau) ke Malaysia (khususnya Kuching) semak.in eepat dan lancar, demikian pula sebaliknya. Data trend perdagangan antara Indonesia dan Malaysia melalui PPLB
Entikong
Tahun
2006
tidak.
dapat
dibandingkan
dengan
data
perdagangan Tahun 2005, karena data yang tersedia tidak lengkap
dan
perubahan yang teJjadi tidak dapat diketahui. Total nilai ekspor pada Tahun 2006 mencapai US $ 85.122.086. Nilai tersebut menunjukan perkembangan peran nilai ekspor
yang semakin
meningkat. 4.1.8 Transportasi, Akomodasi, dan Wisman 4.1.8.1 Transportasi Panjang jalan di seluruh Kabupaten Sanggau pada Tahun 2006 mencapai 1.314,58 ribu km .. Panjang jalan yang berada dibawah wewenang negara sepanjang 352,950 km, di bawah wewenang provinsi sepaqjang 94.290 km, sisanya di bawah wewenang pemkab sepanjang 867.340 km. Pada Tahun
2006 jalan yang diaspal hanya sebesar 46,65 %, sedangkan yang tidak diaspal 53,35 % dari total panjang jalan yang ada. dengan Tahun 2005 jalan kabupaten yang berpermukaan dari 329.950 km
menjadi
334.950 km , jalan
Bila dibandingkan tanah bertambah
berpermukaan
kerikil
dari
386.310 km berkurang menjadi 376.310 km, dan selanjutnya jalan yang berpermukaan aspal dari 603.320 km bertambah menjadi 613.320 km. Kondisi
jalan pada
Tahun 2006
sebagian
besar
mengalami
kerusakan. Dari 1.314,58 ribu km panjang jalan keseluruhan, yang dapat dikategorikan da1am kondisi baik sebesar 26,94 % (354.170 km), kondisi sedang 51,75 % (680.250 km) , dan jalan yang mengalami kondisi rusak mencapai 21,31 % dari total panjang jalan yang ada. Tahun 2006 ini tidak. terdapat jalan yang kondisinya berat.
Universitas Indonesia
81
4.1.8.2 Akomodasi Sampai dengan Tahun 2006, jumlah hotel, losmen, dan penginapan di Kabupaten Sanggau adalah sebanyak 31 buah. Jumlah ini mengalami peningkatan
dari tahun sebelumnya, yang beljumlah 27 buah. Kabupaten
Sanggau berbatasan sebelah utara dengan Malaysia Timur (Sarawak). Hal ini merupakan keuntungan tersendiri, baik dalam kegiatan perekonomian maupun kegiatan lain yang dapat menghasilkan devisa, seperti adanya kunjungan dari warga asing manca negara
melalui Pos Pelintas Batas Entikong (PPLB).
Kunjungan warga asing ini dapat berupa kunjungan usaha, wisata, kunjungan sosial budaya, kunjungan singkat, dan lain-lain. Tabel4.7. WARGA NEGARA MALAYSIA DAN WARGANEGARA JNDONESlA YANG MELALVl POS LINTAS 8ATAS ~NTIKQNG TAHUN 2006
Kebant saan Bulan Tiba Januari
Malaysia Berangkat 26 28
Indonesia Berangkat Tiba ·701 667
Pebruari
34
34
710
609
Maret
31
27
817
844
April
35
42
739
822
Mei
60
64
900
900
Juni
31
27
716
991
Juli
29
21
840
1.040
Agustus
27
10
579
881
September
80
50
829
905
Oktober
50
71
793
807
November
98
I 10
711
916
Desember
64
71
624
786
47
46
747
847
Rata-rata
Sumber: Kantor lmlgrasl Entikong, Sanggau Dalam Angka 2007.
Universitas Indonesia
82
Data mengenai
kt~njungan
warga asmg diperoleh melalui Survei
Kunjungan Asing yang dikumpulkan oleh Kantor Imigrasi Entikong yang beketja sama dengan Kant6r Statistik melalui survei (Statistik Kunjungan Tamu Asing). Dari survei tersebut dapat diketahui jumlah kedatangan baik warga negara asing maupun Warga Negara Indonesia Jumlah kedatangan yang melalui Pos Lintas Batas Entikong (PPLB) sebanyak 794 orang, dimana 5,92 o/o (47 orang)
diantaranya
adalah
Warga
Negara
Malaysia,
dan
selebihnya sebanyak 94,08 o/o (747 orang ) adalah Warga Negara Indonesia. Jumlah keberangkatan WNI sebanyak 847 orang dan 46 orang Warga Negara Malaysia yang melalui Pos Lintas Batas Entikong. Tabel4.8 JUMLAH KEBERANGKATAN WNI MELALUI POS LINTAS BATAS ENTIKONG DIRINCI MENURUT PASPOR TAHUN 2004 - 2006 Berangkat Bulan
Paspor biasa
SPLPPaspor
2005
2006
Januari
19.176
14.815
2005
Pebruari
18.576
15.228
Maret
20.719
15.680
-
April
17.164
14.205
Mei
17.395
13.384
Juni
16.665
13.026
Juli
18.460
13.604
Agustus
17.966
September
Lainnya
2006
2005
2006
-
1.305
923
-
518
648
-
14
586
-
-
958
429
-
-
670
-
682
280
1.390
1.291
15.202
-
322
605
17.966
13.528
-
-
322
959
Oktober
13.686
13.261
625
18.248
12.692
567
327
Desember
16.815
17.164
-
1.217
724
Jumlah
212.836
171.789
8.434
8.067
Rata-rata
17.736
14.316
-
-
1.139
November
-
703
672
Sumber : BPS, Sanggau Dalam Angka 2007.
Universitas Indonesia
83
Jumlah WNA yang datang menurut jenis ¥isa ke Indonesia melalui PPLB Entikong dilihat dari jenis visa yang digunakan yang paling banyak adalah visa kunjungan singkat, karena warga negara asing yang datang kebanyakan dari Malaysia. Tahun 2006 jumlah WNA yang datang dengan visa kunjungan singkat sebanyak 13.120 orang, visa diplomatik tidak ada, visa usaha 192 orang, visa sosial budaya 169 orang, dan visa wisata 302 orang. Keberangk.atan yang
dirinci menurut jenis paspor yaitu paspor biasa, SPLP
paspor, dan lainnya. Jenis paspor yang paling banyak digunakan WNA dan yang berangk.at melalui PPLB Entikong adalah paspor biasa, diikuti
WNI
jenis lainnya dan SPLP paspor. pada
rata-rata jumlah yang
Tahun 2006,
Tabel4.9. JUMLAH KEDATANG AN MELALUI POS LINTAS BATAS ENTIKONG DIRINCIKAN MENURUT PASPOR T AHUN 2004- 2006
Kedatangan Bulan
Paspor biasa
Lainnya
SPLPPaspor
2005
2005
2006
Januari
14.095
16.853
-
Pebruari
14.130
12.710
Maret
13.666
15.218
April
14.182
15.371
Mei
13.397
Juni
2006
2005
2006
. -
-
598
..
.
317
-
-
1
596
15.370
-
13.226
14.826
-
-
-
Juli
15.789
17.294
-
46
Agustus
14.023
13.870
-
300
1.007
September
14.023
17.125
-
300
431
Oktober
20.245
22.032
-
-
-
466
November
16.081
11.066
247
269
Desember
15.773
16.764
-
-
619
Jumlah
178.630
188.499
-
2.404
2.793
Rata-rata
14.886
15.708
-
200
233
-
-
..
-
Sumber: BPS, Sanggau Dalam Angka 2007.
Universitas Indonesia
84
berangkat dengan paspor biasa tiap bulan sebanyak 14.316 orang, menurun Adanya PPLB Entikong
dari tahun sebelumnya sebanyak 17.736 orang.
yang menjadi jalur masuknya WNA ke Indonesia sangat menguntungkan dari sisi ekonomi karena dapat mendatangkan devisa, khususnya propinsi yang
berbatasan
langsung, seperti
Kalimantan
Barat, lebih
khusus lagi
Kabupaten Sanggau.
4.1.9. Pendapatan Regional 4.1.9.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan PDRB merupakan salah satu
indikator yang
menunjukan naik atau turunnnya produk yang dihasilkan sebagai balas jasa seluruh kegiatan ekonomi. Kondisi ekonomi dapat diketahui dari penyajian PDRB atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Untuk keperluan analisis, biasanya mempergunakan harga konstan, karena faktor naik turunnya
harga
telah dihilangkan
atau
dengan
lain
kata
dengan
menggunakan harga konstan, peng!U'Uh inflasi telah ditiadakan. Semakin tinggi kenaikan PDRB makin tinggi pula pertumbuhan ekonominya. Tabel 4.1 0. PRODUK DOMESTIK BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah) Lapangan Usaba
No
1.
2.
818.181,06
Pertanian
640.383,47
680.524,12
709.935,16
739.094,25
a.Tanaman Bahan Makan
155.364,55
166.182,05
167.470,48
179.140,99
181.866,98
b.Tanaman Perkebunan
392.231,15
413.308,30
437.190,10
453.486,42
527.364,95
c.Peternakan & Hasilnya
38.028,21
46.405,30
49.665,25
50.924,79
50.274,18
d.Kehutanan
38.880,29
41.824,85
42.432,65
43.094,28
42.894,51 15.780,44 25.255,63
e.Perikanan
15.879,27
12.803,21
13.176,68
12.492,77
Pertambangan & Penggalian
29.528,51
28.466,71
27.543,80
25.810,39
a.Minyak dan Gas Bumi b.Pertambangan Tanpa Migas c.Penggalian
3.
2006
2005
2004
2003
2002
-
-
-
-
-
20.017,62
18.808,18
18.112,39
16.040,72
14.305,2
9.510,89
9.658,53
9.431,41
9.169,61
10.850,35
lndustri Pengolahan
547.270,26
516.542,51
605.071,36
623.262,91
658.689,68
a.Makanan
241.957,39
228.211,19
328.181,43
292.748,92
334.380,62
310.876,04
302.078,02
b.Tekstil c.Kayu dan Hasil Hutan
.
286.624,69
.
268.843,10
.
p
257.674,56
Universitas Indonesia
p
8S
Lapangan Usaha
No
d.Kertas & Barang Cetakan e.Pupuk &Karet
2002
2003
313,01
327,92
17.330,49
17.725,40
17.896,72
18.032,79
20.556,56
-
-
1.033,09
1.386,83
a.Listrik
1.229,69
1.282,77
-
-
-
-
-
62,33
57,41
62,46
63,79
3.674,93
4.289,55
5.045,82
5.486,83
5.156,98
2.844,69
2.985,38
3.305.27
3.687.33
3.897,77
-
-
830,24
1.304,17
1.740,55
1.799,50
1.859.21
70.586,85
73.093,73
75.124,64
76.082,36
85.172,70
b.GasKota c.Air Bersih
-
935,41
60,36
i.Lainnya Listrik, Gas & Air Minum
2006
325,83
h.Mesin ~ P~ablll 4.
2005
313,72
f.Galian Bukan Logam g.Besi &Baja
2004
264.24
-
-
-
5.
Bangunan
6.
Perdagangan, Hotel &Restoran
275.174,03
292.595,98
313.944,39
327.7/9,86
349.704,58
a.Perdagangan Besar/Eceran
267.429,12
284.358,47
305.505,14
318.722,66
340.410,45
3.305,39
3.366,42
3.389,31
3.560,66
3.695,15
b.Hotel
4.439,52
4.871,09
5.049,94
5.426,54
5.598,98
Pengangkutan & Komunikasi
36.249,35
41.851,60
41.654,97
50.710,37
52.052,44
a.Pengangkutan
29.262,98
34.873,92
34.599,05
42.580,76
43.804,37
c.Restoran 7.
-
-
-
-
-
17.643.23
22.094,68
21.670,11
28.959,09
30.145,23
l.Angkutan Rei 2.Angkutan Jalan Raya
-
-
-
9.807,11
10.699,74
10.863,05
-
-
-
3 .Angkutan Laut 4.ASDP 5.Angkutan Udara
-
11.365,51
-
1.812,64
2.079,50
2.065,89
2.164,66
2.293,63
6.986,37
6.977,68
7.055,92
8.129,61
8.248,07
l.Postel
4.656,82
4.446,40
4.229,67
4.670,87
4.509,79
2.Jasa Penunjang Komunikasi
2.329,55
2.531.28
2.826.25
3.458,74
3.738,29
53.457,77
56.713,34
58.265,59
59.152,72
61.106,09
a. Bank
5.534,47
6.490,39
6.520.20
7.161,71
7.831,03
b.Lembaga Keua. Non Bank
3.470,18
4.030,47
4.427,03
4.549,04
5.186,66
6Jasa Penunjang Angkutan b.Komunikasi
8.
11.457,01
Keuangan,Persewaan, & Jasa Perusahaan
-
c.Jasa Penunjang Keuangan
9.
d.Sewa Bangunan
44.453,12
e.Jasa Perusahaan
-
-
47.318,36
46.192,48
-
47.441,91
-
-
48.088,40
-
Jasa-jasa Service
137.035,45
156.118,84
160.862,14
a.Pemerintahan Umum
131.934,42
150.951,54
155.542,48
151.385,77
172.465.39
l.Adm.Pemr. & Pertahanan
118.109,44
135.714,57
139.805,52
134.627,98
155.643,86
2Jasa Pemerintahan lainnya
13.824,98
15.236,97
15.736,96
16.757,79
16.821,53
5.101,03
5.167,30
5.319,66
5.596,61
5.747,75
2.304,71
2.269,92
2.400.20
2.495,47
2.576.97
160,80
153,28
149,51
155,14
158,47
2.635,52
2.744,10
2.769,95
2.946,01
3.012,31
1.793.360,62
1.850.196,44
1.997.447,87
2.064292,07
2.234.132,30
b.Swasta l.Sosial Kemasyarakatan 2.Hiburan dan Rekreasi 3.Perorangan dan Rumah Tangga PDRB
156.982,38
178.213,13
Sumber : BPS , Sanggau Dalam Angka 2007.
Univon.itat lndonnia
Pada Tahun Dasar 1993, sektor ekonomi diklasifikasikan ke dalam 9 sektor, dimana sebelumnya, yaitu
dasar Tahun 1983
berdasarkan atas
cakupannya meliputi 11 sektor ekonomi. Hal ini bukan berarti dua sektor ditiadakan, namun dua sektor tersebut digabungkan dengan sektor lainnya. Sektor sewa rumah (sewa bangunan) yang pada Tahun 1983 berdiri sendiri, pada tahun dasar 1993 digabungkan ke dalam sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Demikian juga dengan sektor pemerintahan dan pertahanan, pada Tahun Dasar 1993 dimasukan ke dalam sektor jasa-jasa. Disamping itu, dilihat dari sektomya, terhadap beberapa sub sektor yang disatukan, misalnya sektor perkebunan yang pada Tahun Dasar 1983 dipecah menjadi dua, yaitu perkebunan besar dan perkebunan rakyat, pada Tahun Dasar 1993 keduanya disatukan pada sub sektor perkebunan. Sektor industri, yang pada Tahun 1983 diklasifikasikan ke dalam tiga sub sektor, yaitu industri besar, industri sedang, serta industri kecil dan rumah tangga, pada Tahun Dasar 1993 uraiannya
dipecah ke dalam sub sektor industri migas dan tanpa migas.
Dengan demikian, pada sub sektor tersebut telah dicakup sub sektor industri kecil dan rumah tangga, industri besar dan industri sedang. Demikian juga terhadap beberapa sektor lainnya. Sedangkan pada Tahun Dasar 2000, sektor ekonomi tetap diklasiflkasikan ke dalam 9 sektor. Pada
Tahun
1999
perekonomian
Kabupaten
Sanggau
mulai
membaik setelah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan Tahun 1997, yang juga berdampak pada Kabupaten Sanggau. Membaiknya perekonomian tersebut ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada
tahun-tahun
berikutnya, setelah
sebelumnya
teljadi
penurunan
pertumbuhan ekonomi hingga menjadi I ,33 % di Tahun 1998. Fluktuasi pertumbuhan ekonomi terus terjadi dari Tahun 2003 hingga Tahun 2006. Dengan menggunakan Tahun Dasar 2000, pertumbuhan ekonomi di Tahun 2003 adaJah 3,17 %, kemudian naik rnenjadi 7,96 % pada Tahun 2004. Penurunan teljadi pada Tahun 2005 menjadi 3,35 % sebagai akibat dari adanya
penurunan pengeluaran
pemerintah.
Namun,
pada Tahun
pertumbuhan ekonomi mencapai angka tertinggi setelah
2006,
krisis ekonomi,
yaitu 8,23 %. Kenaikan ini terjadi karena adanya pertumbuhan sektoraJ yang Universitas Indonesia
87
relatif meningkat untuk semua sektor, kecuali sektor pertambangan dan penggalian. Laju pertumbuhan ekonomi yang sebesar 8,23 % terjadi karena PDRB
atas dasar harga konstan Tahun 2000 pada Tahun 2005 meningkat
dari Rp. 2.064.292,07 juta menjadi Rp. 2.234.132,30 juta di Tahun 2006. Dilihat dari perkembangan perekonomian Kabupaten Sanggau dalam 4 tahun di Tahun 2006
terakhir, angka pertumbuhan ekonomi yang sebesar 8,23 %
masih terbilang kecil daripada keadaan sebelum terjadi krisis, dimana pada saat itu (1996 dan 1997) laju pertumbuhan ekonomi sempat mencapai angka sebesar 13,92 % dan I 0,60 %. Semakin membaiknya perekonomian Kabupaten Sanggau juga dapat dilihat dengan membandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pertumbuhan penduduk. Dari perbandingan tersebut diketahui bahwa secara real perekonomian di Kabupaten Sanggau
mengalami peningkatan karena
dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 8,23 %, disaat yang sama laju pertumbuhan
penduduk lebih
kecil, yaitu
hanya
0,85 %.
sebesar
Besar
kecilnya laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sanggau berpengaruh pula terhadap besar kecilnya kontribusi atau perannya terhadap PDRB Propinsi Kalimantan Barat. Pada Tahun 2003 kontribusi PDRB Kabupaten Sanggau pada PDRB Tahun
2004
kontribusinya
Propinsi Kalimantan Barat sebesar 9,03 %, naik sebesar
Kabupaten Sanggau menjadi 9,61 %, perekonomian
menjadi
9,29 %,
9,47 %.
selanjutnya
Sedangkan
pada
kemudian pada
pada
Tahun
Tahun
2005
2006 kontribusi
terhadap PDRB Propinsi Kalimantan Barat meningkat hal
ini
Kabupaten
dapat Sanggau
diartikan relatif
bahwa besar
laju
dalam
pertumbuhan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Propinsi Kalimantan Barat.
4.1.9.2 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Peranannya Pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari
pertumbuhan sektoralnya.
Sektor pertanian yang merupakan sektor dominan dalam pertumbuhan PDRB Kabupaten Sanggau
Tahun 2006 mengalami pertumbuhan sebesar 10,70 %.
Universitas Indonesia
88
Hal ini disebabkan sebagian besar sub sektomya
mengalami peningkatan,
kehutanan.
Secara nominal , sektor
sub sektor petemakan dan
kecuali
pertanian meningkat dari Rp. 739.094,25 juta pada Tahun 2005 menjadi Rp. 818.181,06 juta
pada Tahun 2006.
Pada Tahun 2006 pertumbuhan
PDRB Kabupaten Sanggau meningkat cukup signifikan pada sektor-sektor primer dibandingkan Tahun 2005. Hanya sektor listrik, gas, air minum serta pengangkutan
sektor
dan
mengalami
yang
komunikasi
penurunan
pertumbuhan, yaitu masing-masing pertumbuhannya sebesar 8,74 % dan 21,74% pada Tahun 2005 menjadi 4,92% dan 2,65% pada Tahun 2006. Dari Tabel 4.1 0. diketahui bahwa dari ketiga sektor besar PDRB, peranan sektor primer terhadap
PDRB
Kabupaten Sanggau selalu mendominasi,
kemudian diikuti oleh sektor sekunder, dan sektor tersier. Pada Tahun 2006 peranan sektor primer sebesar 37,75 % mengalami peningkatan dari Tahun
2005 dimana peranannya sebesar 37,05 %, namun pada sektor sekunder mengalami penurunan dari 34,14% pada Tahun 2005 menjadi 33,55% pada Tahun 2006. Begitu juga pada sektor tersier mengalami penurunan yaitu dari 28,80 % pada Tahun 2005 menjadi 28,69 % di Tahun 2006. Kenaikan di sektor primer disebabkan oleh kenaikan dari sektor pertanian yang relatif tinggi. Pertumbuhan sektor primer pada Tahun 2006 sebesar 10,27 % naik dari Tahun 2005
yang pertumbuhannya mencapai 3, 72 %, walaupun pada
sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan. Keadaan sektor sekunder
untuk Tahun 2006 ini mengalami peningkatan sebesar 6,35 %.
Peningkatan pada sektor sekunder ini disebabkan karena peningkatan pada semua
sektomya.
Keadaan
sektor tersier
dibandingan dengan keadaan Tahun 2005
untuk
Tahun
2006, apabila
mengalami peningkatan sebesar
7,82 % yang merupakan kontribusi dari kenaikan pada seluruh sektor di dalamnya. Dari
keempat sektor
yang
ada
pada
sektor
tersier ,
sektor
perdagangan, hotel dan restoran mengalami peningkatan yang paling tinggi kemudian diikuti oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
Universitas Indonesia
89
Dari uraian di atas, Kabupaten Sanggau masih merupakan kabupaten yang
bercirikan
kabupaten
agraris, dimana
sumbangan
terbesar
perekonomiannya dari sektor primer, yaitu sektor pertanian.
4.1.9.3 Laju Inflasi Pada Tahun 2006 angka inflasi Kabupaten Sanggau sebesar 6,43 %, mengalami
penurunan
terhadap
keadaan
tahun
sebelumnya (12,05 %).
Penurunan angka inflasi yang cukup besar ini memberikan rambu-rambu adanya kondisi harga barang yang lebih stabil, terutama menyangkut harga BBM yang menjadi penyebab inflasi yang tinggi di Tahun 2005. Angka inflasi Kabupaten Sanggau Tahun 2006 dibandingkan dengan angka inflasi Propinsi Kalimantan Barat,
mempunyai
angka yang
lebih tinggi,
sama
dengan keadaan tahun sebelumnya. Dengan keadaan angka inflasi seperti sekarang
ini, maka
diperlukan
penanganan
yang
lebih
serius
terhadap
penataan perekonomian Kabupaten Sanggau.
4._1.10. Perbandingan dengan Propinsi Kalimantan Barat Untuk mencapai basil pembangunan yang diharapkan diperlukan prioritas pembangunan
terhadap potensi
utama yang dimiliki oleh daerah
sehingga potensi yang dimiliki dapat diolah seoptimal mungkin. Dengan pengelolaan yang meningkatkan
optimal
pendapatan
terhadap
potensi
daerah
yang
yang ada, akhimya
diharapkan
akan
akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat karena tingkat pendapatannya meningkat. lndeks
Location Quotient (LQ)
dapat
digunakan
untuk
melihat
sektor-sektor yang berpotensi di suatu daerah untuk dikembangkan, yang kemungkinan dapat menjadi tumpuan perekonomian daerah. Dengan melihat Tabel 4.11, Kabupaten Sanggau memiliki dua sektor perekonomian yang mempunyai nilai LQ di atas satu, yaitu sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Hal ini berarti kedua sektor tersebut merupakan sektor unggulan yang dimiliki Kabupaten Sanggau untuk dapat dioptimalkan pengelolaannya sehingga
diharapkan
akan
dapat
meningkatkan
pendapatan
Kabupaten
Sanggau. Universitas Indonesia
90
Tabel 4.11. Location Quation (LQ) K.abupaten Sanggau Terhadap Propinsi Kalimantan Barat Menurut Sektor Tahun 2006.
peranan sektoral No
Sektor Lapangan Usaba
01
Pertanian
02
Pertambangan dan Penggalian
03
Industri Pengolahan
04
Sanggau
LQ Kal-Bar
37,71
27,13
1,39
1,18
1,23
0,96
29,20
18,53
1,58
Listrik, Gas, dan Air Minum
0,24
0.61
0,39
05
Bangunan
3,68
8,55
0,43
06
Perdagangan, Hotel dan Restoran
15,64
22,69
0,69
07
Angkutan dan Komunikasi
2,45
6,71
0,36
08
Keuangan, Persewaan &Jasa Perusahaan
2,45
5,14
0,48
09
Jasa-jasa
7,46
9,42
0,79
Sumber : BPS, Sanggau Dalam Angka 2007.
4.1.10.1 Perkembangan Agregat Pendapatan Regional Perkembangan agregat pendapatan regional perlu Juga diketahui setelah
melihat
perkembangan ekonomi
secara
sektoral.
Agregat
disini
diartikan sebagai pembentukan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar menjadi Pendapatan Regional. Angka Pendapatan Regional bisa diartikan sama dengan angka PDRN atas dasar biaya faktor produksi. PDRB per kapita atas dasar harga konstan
Kabupaten Sanggau untuk
keadaan Tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 6, 77 % sedangkan atas dasar
harga
berlaku
sebesar
9,21
%.
Keadaan Tahun
2006
apabila
dibandingkan dengan keadaan sebelumnya , ditinjau dari pendapatan regional per
kapitanya
mengalami
Pendapatan per kapita
pertumbuhan
yang
positif sebesar 6, 77 %.
atas dasar harga berlaku juga meningkat
sebesar
13,63 %.
Universitas Indonesia
91
4.2
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
4.2.1
Gambaran Kecamatan Entikong Kecamatan
Entikong
merupakan
kecamatan
perbatasan antara
Indonesia dengan Malaysia, termasuk Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) Il Kabupaten Sanggau dan kawasan perbatasan lini I. Data Kecamatan Entikong adalah sebagai berikut :
·:·
Luas
506,89 km2
•!•
lbukota Kecamatan
Entikong
•!•
Penduduk
12.828 jiwa (fahun 2006)
·:· ·:·
Kepadatan
25 jiwalkm
Desa!Dusun
5 Desa, I8 Dusun
•!•
Jarak dari ibukota kabupaten : I47 km
•!•
Jalan
Jalan
negara
I4,5
Kabupaten : 4I,7 km,
km, jalan
Jalan desa
83,37 km.
•!•
Pendidikan
1 unit TK, 18 Unit SDIMT, 2 Unit SLTP, 2 SMK
•!•
Kesehatan
I Unit Puskesmas, I Unit Pustu
Penduduk Entikong lebih banyak dan didominasi oleh penduduk pendatang, namun mereka pada umumnya tidak memiliki laban pertanian dan sebagian bergerak di bidang perdagangan, jasa penukaran uang, jasa pengisian blangko bepergian ke luar negeri dan sektor informal lainnya. Penelitian Sugesti (I999) mencatat dari 45 responden yang berdagang di pasar kaget, terdapat I9 orang berasal dari Pontianak, 9 orang Jawa Barat, 7 orang Sumatra, dan I 0 orang berasal dari luar Entikong lainnya (Gafur dkk, 2006). Penduduk Kota Entikong terdiri dari 70 % penduduk pendatang, dan 30 % penduduk asli setempat. Sebagai kawasan perbatasan, selain terdapat jalur resmi antar dua negara yaitu PPLB Entikong, temyata banyak juga jalur tidak resmi yang biasa disebut sebagai jalan tikus. Jalan tikus ini menghubungkan secara Universitas Indonesia
92
tradisional perkampungan di Entikong dengan perkampungan di Malaysia, hal ini karena secara budaya, ada kesamaan etnis antara penduduk kedua negara, sehingga sudah sejak lama terjalin hubungan secara sosial, bahkan secara kekerabatan.
Sabit
Kujang Saung
PangAmu
Mongkos
Lubuk Nibung
Gambar 4.3. Jalur Tidak Resmi Indonesia -Malaysia (jalan tikus). Sumber : Bappeda Sanggau.
Rencana dijadikannya Ektikong sebagai kawasan pengembangan ekonomi terpadu di perbatasan atau Border Development Centre (BOC) Entikong memerlukan
fasilitas
penunjang,
Berdasarkan paparan
Kepala
Bappeda
Kabupaten Sanggau, fasilitas penunjang yang sedang dan akan dibangun adalah: I.
Duty Free Shop (kawasan perdagangan bebas)
Untuk kegiatan perdagangan skala kecil (pasar tradisional)
Universitas Indonesia
93
2.
Marketing Point Penguatan
dan
pemantapan
kelembagaan
pasar
di
dalam kawasan
perdagangan bebas 3.
Pasar Tradisional Menjual barang kerajinan dan souvenir, berada di dalam Duty Free Shop dengan
jumlah
kios
495 kios, tidak
dimanfaatkan
untuk
tempat
tinggaVpenginapan
4.
5.
PPLB Entikong •:•
Mundur 500 meter dari lokasi saat ini
•:•
Fasilitas imigrasi, Bea cukai, Karantina (CIQS) dalam satu tempat
+
Didukung aparat keamanan dan Departemen Perhubungan.
Terminal Perhubungan (Tipe B)
<•
Melayani angkutan antarkota dalam propms1, angkutan kota dan pedesaan
+
Terminal transit angkutan lintas batas negara
6.
Hotel
7.
Lapangan Golf dan Villa
8.
Lapangan Olahraga
9.
Fasilitas Rckrcasi
10. Kawasan lndustri Besar Rencana pembangunan seluas 3.920 m 3• Industri pengolahan : industri hilir kelapa sawit, meubeler, kusen, pintu, jendela, keramik/saniter, dan industri pcndukunglpenunjang lainnya. Pcnycrapan tcnaga kcrja 100 orang.
11. Kawasan lndustri Menengah Rencana pembangunan seluas 34.750 m3• lndustri makanan, minuman, souvenir, kerajinan, packaging, penyerapan tenaga keija I 00 orang.
12. Kawasan lndustri Kccil Rencana pembangunan seluas 6.226 m3• lndustri : makanan, minuman, souvenir, dan kerajinan 13. Perkantoran 14. Rusunawa
Universitas Indonesia
94
•)
TKI, Keluarga
Peruntukan
TKI dan karyawan/pekerja di BDC
Entikong •)
2 Block Rusun!Twin Block sebanyak 96 unit (berlantai 4)
15. Pennukiman/perumahan (•
Peruntukan bagi karyawan/pekerja/penduduk sekitar
•!•
Rencana pembangunan 60 Ha
+
Pemerintah Kabupaten Sanggau memfasilitasi seluas 12 Ha
•!•
20
unit
rumah
sudah
diresmikan
Menpera RI pada
tanggal
28 Desember 2006
•!•
Pembangunan dilanjutkan sesuai dengan kebutuhan
16. SD, SMP, SMA 17. Pertokoan Lingkungan Melayani masyarakat di depan kompleks pemukiman. Melayani minimal 2.500 penduduk. 18. Rumah Sakit Tipe C 19. Tenninal Barang
•!•
Kerjasama dengan BP Kapet Khatulistiwa
•!•
Pemkab Sanggau sudah membebaskan laban seluas 21,3 Ha dan Kapet scluas II, 7 Ha
•!• Areal bongkar muat, lapangan peti kemas, perkantoran dan peralatan bongkar muat. 20. SPBU Lokasi di pinggir jalan arteri primer 21. Pergudangan Gudang penyimpan produk industri 22. Balai Latihan Kerja (BLK) (•
Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
•!•
Peralatan BLK memenuhi standar intemasional
(•
Pembangunan selesai Tahun 2008
Universitas Indonesia
95
4.2.2
Profil Rusunawa Entikong Rusunawa Entikong diresmikan
oleh
Presiden
Susilo Bambang
Yudhoyono pada tanggal 9 Juli 2007 dan terdiri dari tipe 21 sebanyak 96 unit. Rusunawa
Entikong
terletak di pinggir jalan raya utama Sekayam -
Entikong dan memiliki nilai yang strategis dimana berjarak ± 3 kilometer dari lokasi PPLB Entikong dan ± 2 kilometer dari Kota Entikong. Pengelolaan
Entikong
Rusunawa
dilakukan oleh
suatu
unit
pelaksana teknis, dalam hal ini oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Sanggau. Tugas pokok UPTD Rusunawa Entikong adalah :
dan
1.
Penyusunan program kerja di UPTD Rumah Susun Sederhana Sewa
2.
Pengadministrasian pegawai
3.
Pengurusan penerimaan keuangan
4.
Pengurusan peralatan
5.
Pengurusan pelayanan fungsi
Kepala
UPTD
Rumah
Susun
Sederhana
membantu Kepala Dinas Pekerjaan Umum dalam
Sewa
ada lab
memberikan pelayanan
barang dan jasa di bidang penyewaan rumah susun sederhana. Struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Rusunawa Entikong adalah sebagai berikut : Kepala UPTD Rusunawa Entikong
Ketatausahaan
I
Jabatan Fungsional
I
Urusan Urusan Urusan Urusan
Kepegawaian Keuangan Peralatan Pelayanan
Gambar 4.4 Struktur Organisasi UPTD Rusunawa Entikong Universitas Indonesia
96
Gambar 4.5 Tampak Depan Rusunawa Entikong
Gambar 4.6 Halaman Depan Rusunawa Entikong
Universitas Indonesia
Gambar 4.7. Site Plan Rusunawa
QA..,O ... ,.
;r
t..OIC • • •
BLK TANAH TAM , ,,.,. ... ,,.o . c ... r.ov~ L
~- .,o •• •"'•"
SMK
"" ~~
.._
. '' •1
TANAHAJOK
-;'"I
_,
- g:~:;=~"!~'"' ..,...... _ , - ot•·- ·, ........ . ............. C».. ~.'"....-""""'~" •coou.c:• •·..,.., «O•
. ...... .. t \lf',l"
-T
. , ~, .
... ... iK'.....
( ••' • CO• Q u . "•'•'• .. ""•.o•
-~:l!SJ_II
e
Ulll
~PT I~I?U.? V:.t.MA ~..[~A...~
,_._...
lw-:.1 " ,._...... ru'"'" II r \...:j
TANA'i H.BAI.BH
, .,• ..,...__.
~~i::~Er.~... AS 8Ul TOl=tAWNC
BLOK PLAN KESELURUHAN
A u
~~'l'!.V'.Uir-
~
1-1 I ARS I
97
Universitas Indonesia
BABS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bah ini berisi uraian mengenai pelaksanaan penelitian, proses analisis dari basil kuesioner yang dilakukan, dan interpretasi basil analisis. Pembabasan dimulai dengan menjelaskan distribusi dan ukuran sampel responden serta tahap pra analisis yang telah dilakukan terbadap data. Tabap analisis pertama meliputi analisis statistik deskriptif yang mencakup karakteristik responden. Berikutnya analisis dari sikap dan persepsi responden terbadap rusunawa Entikong. Terakhir analisis terbadap faktor-faktor yang mempengarubi kesediaan tinggal di rusunawa Entikong serta terbadap faktor-faktor yang mempengarubi nilai WfP dan estimasi nilai WTP. 5.1. GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN Untuk mendapatkan data responden, peneliti mengadakan survei pendabuluan ke Kota Entikong dan mengadakan wawancara dengan Kepala UPTD Rusunawa Entikong. Informasi yang bahwa
UPTD
Rusunawa Entikong baru
diperoleb dari Kepala UPTD
saja dibentuk dan baru memiliki
personil kepala UPTD-nya saja, sebingga operasional baru dalam persiapan dan masib belum dapat berjalan sebagaimana mestinya, namun demikian sudah ada draf untuk penentuan tarif sewa rusunawa. Berdasarkan draft tarif sewa Rusunawa Entikong, lantai I sebesar Rp. 300.000 per bulan, lantai II sebesar Rp. 275.000 per bulan dan lantai III sebesar Rp. 250.000 per bulan, sebingga secara rata-rata tarif sewanya sebesar Rp. 275.000 perbulan. Tarif tersebut tidak termasuk biaya listrik, air bersib dan pengelolaan persampaban. Berdasarkan
informasi
dari
masyarakat, barga
pasaran
untuk
kontrak/sewa rumab di Entikong adalah empat juta rupiah per tahun, dan± Rp. 300.000 per bulan, harga ini termasuk listrik dan air. Selain itu, pola yang
berkembang
di
Entikong
selain persewaan rumah adalah persewaan
tanah, artinya masyarakat yang memiliki laban tanab di pinggir jalan raya
98
Universitas Indonesia
99
dan strategis biasanya akan menyewakan tanahnya untuk didirikan rumah semi permanen sebagai tempat usaha dan tempat tinggal dengan ukuran 4 x 8 m2 seharga Rp. 50.000,- per bulan. Pola ini akhirnya akan melahirkan suatu blok permukiman yang bisa untuk dihuni ± 70 KK, dan menjadi pusat jajanan, hiburanlkaraoke dan lain-lain. Salah satu blok permukiman ini namanya adalah
Patoka, dimana penghuni Patoka adalah para pendatang
dari luar Entikong. Berdasarkan survei penelitian
pendahuluan
dilakukan di wilayah
yang
telah
dilakukan,
dan
Pasar
Entikong. Peneliti
Patoka,
maka
menggunakan responden dari wilayah Patoka ini, selain dari Pasar Entikong yang
terletak
di Batas (maksudnya
adalah
perbatasan antar Indonesia-
Malaysia).
5.2 GAMBARAN PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian dilakukan secara langsung oleh peneliti dengan dibantu oleh satu orang asisten peneliti yang telah dilatih mengenai tujuan dan metodologi penelitian ini. Penelitian berlangsung selama 6 hari setelah sebelumnya dilakukan survei pendahuluan. Seluruh komponen yang terkait dengan penelitian ini sangat memfasilitasi proses penelitian sehingga tidak sedikitpun mengalami
masalah baik secara teknis maupun administrasi.
Demikian pula para responden yang terpilih menjadi sampel penelitian sangat koperatif dalam menjawab pertanyaan dari peneliti. Adapun
gambaran
teknis
penelitian
dapat
dijelaskan
sebagai
berikut : Peneliti beserta asisten peneliti mendatangi lokasi Patoka dan mengunjungi
rumah
tentang maksud kemudian kuisioner
responden
dan tujuan
dilakukan
secara door to door ,
penelitian
wawancara
rata-rata memakan waktu
serta kesediaan
untuk
mengisi
setelah dijelaskan menjadi
kuesioner.
sampel, Pengisian
15 menit. Demikian juga dengan
penelitian yang dilakukan di Pasar Entikong (Pasar Batas), prosedur yang sama
juga dilakukan.
responden,
terlihat
Berdasarkan
bahwa
mereka
hasil wawancara begitu
dengan
antusias untuk
bisa
beberapa segera
Universitas Indonesia
100
menempati rusunawa, hal ini kemungkinan karena cukup sulit mencari persewaan rumah di wilayah Kota Entikong, apalagi dengan kondisi yang pennanen dan berlokasi di tempat yang strategis. Hal ini disebabkan karena Kota Entikong merupakan ibu kota kecamatan yang
relatif kecil. Menurut
Reksohadiprodjo, 2001 da/am Masjkuri, 2007, bahwa kota kecil adalah kota yang berpenghuni antara 5.000 sampai dengan 50 ribu orang, maka Entikong merupakan kota kecil . Sementara itu daya tarik sebagai kota perbatasan , membuat banyak orang datang untuk berusaha dan mengadu nasib, sementara infrastruktur perumahan tidak mendukung. Beberapa penduduk asli kota terdekat dari Entikong, yaitu Kota Sekayam, yang menyatakan minat untuk tinggal di Rusunawa Entikong , menyatakan alasannya bahwa dengan tinggal di Rusunawa Entikong, maka semakin memudahkan baginya untuk belanja barang ke Malaysia dan dijual kembali di Entikong dan sekitamya. Beberapa responden yang membuka toko di
pasar
perbatasan
mengharapkan
agar
Rusunawa
Entikong
segera
dilakukan proses penghunian, karena dengan terisinya Rusunawa Entikong, sebagai tempat tinggal yang layak dan cukup murah,
maka penghuninya
dapat juga berbelanja di pasar perbatasan.
5.3
PENYAJIAN DATA/HASIL PENELITIAN
5.3.1. Anatisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif adalah bidang statistik yang berhubungan dengan metode pengelompokan, peringkasan dan penyajian data dalam cara yang lebih infonnatif. Analisis statistik deskriptif adalah analisis statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi dengan teknik-teknik umum yang digunakan meliputi rata-rata, median, modus, dan varians. Dalam penelitian ini, akan dijelaskan secara deskriptif mengenai karakteristik responden, sikap dan persepsi responden terhadap Rusunawa Entikong, kesediaan tinggal dan nilai WTP.
Universitas Indonesia
101
5.3.1.1 Karakteristik Responden Karak.teristik responden di dalam penelitian ini dengan merujuk pada basil tabulasi data dengan menggunakan software SPSS 15 adalah menunjukkan frekuensi identitas responden seperti jenis kelamin, jumlah keluarga, asal daerah, lokasi rumah tinggal, umur, pendidikan, pengeluaran rumah tangga, , Status kepemilikan tempat tinggal (Status_Rmh), jarak rumah ke rusunawa dan jarak tempat kerja ke rumah. Karakteristik responden umumnya laki-laki (54%)
dengan jumlah
keluarga bervariasi dari 1 jiwa sampai dengan 8 jiwa. Persentase terbesar adalah responden dengan jumlah keluarga 4 jiwa (35%). Responden umumnya berasal dari luar daerah (pendatang) (96 % ) dan sisanya dari penduduk asli, seperti terlihat pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2. Berdasarkan distribusi umur, responden umumnya merupakan angkatan kerja. Umur responden bervariasi dari umur 31 - 40 tahun (45%) dengan pendidik31,l sebesar 58% setara SMP. Tinjauan terhadap penguasaan bangunannya, umumnya menyewa (45%) dengan jumlah anggota keluarga pada kisaran antara I - 4 orang dengan persentase terbesar (68%).
Tabel5.1 Jumlab Aaggota Keluarga Responden Jumlah Anggota Keluarga I 2 3 4 5 6 7 8 Total
Frekuensi I 10 36 35 7 8 2 I 100
Persen (%) 1.0 10.0 36.0 35.0 7.0 8.0 2.0 1.0 100.0
Kumulatif Persen (%) 1.0 11.0 47.0 82.0 89.0 97.0 99.0 100.0
Universitas Indonesia
102
Berdasarkan jarak tempat tinggal responden ke Rusunawa umumnya berjarak 0.2 km (34%) dan jarak tempat kerja responden ke rusun umumnya berjarak 0.1 km (41 %). Secara lebih jelasnya, tabulasi data karakteristik responden secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6.
Tabel 5.2 Asal Daerab Responden Asal Daerah
Frekuensi
Asli Pendatang
4 96 100
Total
Persen (%) 4.0 96.0 100.0
Kumulatif Persen (%) 4.0 100.0
5.3.1.2. Analisa crosstab antara variabel terikat dengan variabel bebas a. Kesediaan Tioggal di Rusunawa Sebesar 92,6 % dari 54 responden laki-laki dan 95,7 % dari 46 wanita bersedia tinggal di rusunawa, hal ini menandakan bahwa wanita Jebih berminat untuk tinggal
di rusunawa dibanding pria. Penjelasan yang dapat diutarakan
adalah karena wanita Jebih banyak tinggal di rumah, maka kondisi rumah yang ditempati sekarang Jebih buruk dari rusunawa. Hal ini dapat dipahami karena persewaan rumah yang ada
sekarang terbuat dari bahan-bahan yang tidak
permanen dan memberi kesan lingkungan yang kurang layakfkumuh. Sebesar 95,2 % dari 42 responden yang berpendidikan setara SMP atau lebih tinggi dan 93,1 % dari 58 responden yang berpendidikan di bawah SMP bersedia tinggal dirusunawa. Responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki keinginan yang lebih besar untuk tinggal di Rusunawa, hal ini karena lingkungan di rusunawa yang memiliki halaman yang luas, permanen, sarana sanitasi yang sehat lebih dapat dipahami sebagai suatu yang menguntungkan sebagai suatu tempat tinggal. Responden yang memiliki umur antara 31- 40 tahun
dari 45 orang
bersedia tinggal sebesar 91, 1 %, sedangkan untuk kategori umur 4 I - 50 tahun dari 32 responden yang bersedia tinggal di rusunawa sebesar I 00 %, begitu juga dari 2 responden yang berusia di atas 50 tahun bersedia untuk Universitas Indonesia
103
tinggal di rusunawa sebesar 100 %. Hal ini memberi kesimpulan bahwa semakin tinggi
usia, maka
semak.in bersedia
untuk
tinggal di rusunawa.
Persewaan rumah yang ditempati responden saat ini memang tidak. dapat dijamin keberlangsungan sewanya, karena bisa saja pemilik menggunak.an rumah sewanya untuk keperluan lain, mengingat Kota Entikong semak.in hari semak.in berkembang.
Ada
kecenderungan bahwa
pada
usia tua,
ingin
mendapatkan ketenangan dalam tempat tinggal walau dalam tempat tinggal yang berstatus sewa. Pada persewaan di rusunawa, hal tersebut setidaknya dapat terpenuhi. Dari 45 responden yang mengeluarkan biaya rumah sebesar Rp. 80.000 per bulan , terdapat 97,8 % yang bersedia untuk tinggal di rusunawa. Hal ini berarti biaya rata-rata untuk biaya rumah seperti bayar listrik, air, dan sampah sebesar Rp.80.000. Sehingga bila biaya sewa rumah yang berlaku di Entikong sebesar Rp. 300. 000 per bulan sudah termasuk biaya rumah, maka tarif sewa di rusunawa Entikong dapat ditetapkan sebesar Rp. 220.000 per bulan, lebih rendah dari draf tarif sewa di rusunawa Entikong saat ini yaitu sebesar ratarata Rp. 275.000,50
45 40 35 30 25 20 • Scdia Tinggal tidak
15 10
5 0
I I 0 0 0 0
~
I
I
0 0 0 0
.,
I
0 0 0
U'l
......
.•• 11111 .•. 0 0 0
"'00
0 0 0
11"1
C\
0 0 0
an
0 0 0
0 0 0
0 0 0 o.D
1. 0 0 0
..... N..... "
0
~
• Scdia Tinggal Ya I •
I
••
0 0 0
0 0 0 0
..-t
.-
tv\ U'l
I - • 0 0 0 0 0
...... ......
0 0 0 0
tv\ tv\
Biaya Rumah
Gambar. 5. J Crosstab Biaya Rumah dengan Sedia Tinggal
Universitas Indonesia
104
Responden sebanyak 40 orang yang memiliki jarak tempat kerja dengan rusunawa sebesar 0, 1 km bersedia untuk tinggal di rusunawa sebesar 100 %. Ada juga 23 responden yang memiliki jarak tempat kerja dengan rusunawa sebesar 2 km bersedia tinggal di rusunawa sebesar 95,7 %. Hal ini berarti bahwa walau jarak tempat kerja dengan rusunawa semakin jauh, tetapi hila jarak tersebut masih lebih dekat dengan jarak dari rumah ke tempat kerja , maka responden bersedia tinggal di rusunawa. 45 40 35 30 25 • berscdia tinggal di RSNW tidak
20 15 10
5
J- - - • ..
• bersedia tinggal di RSNW
Ya
I
0 0 .1
0 .2 0 .25 0 .3
0 .4
1
2
3
4
Jarak Tempat kcrja kc Rusunawa
Gambar 5.2 Crosstab Jarak Tempat Kerja ke Rusunawa dengan Sedia Tinggal
Dari responden sebanyak 33 orang yang memiliki pengeluaran rumah
tangga antara Rp. 400.000 - Rp. 800.000 bersedia tinggal di rusunawa sebesar 97 %. Sementara responden yang memiliki pengeluaran rumah tangga antara Rp. 800.000 - Rp. 1.600.000 dari 32 orang yang bersedia tinggal di rusunawa sebesar 93,8 %. Dari responden yang memiliki pengeluaran rumah tangga antara Rp. 1.600.000 - Rp. 2.800.000 sebanyak 5 orang , kesediaan tinggal di rusunawa sebesar 80 %. Kesimpulan yang dapat diambil adalah semakin besar pengeluaran keluarga atau semakin besar pendapatan keluarga ( karena pengeluaran keluarga dijadikan pendekatan variabel pendapatan keluarga) maka kesediaan tinggal di rusunawa semakin kecil. Hal ini wajar saja, karena
Universitas Indonesia
105
2
ukuran rusunawa yang bertipe 21 m
terlalu sempit untuk ukuran keluarga
yang mempunyai penghasilan cukup besar.
b. Kesediaan membayar WTP Responden wanita yang berjumlah 44 orang sebanyak 22,7% bersedia membayar wtp > Rp. 154.308 . Setelah fasilitas rusunawa ditambah temyata persentasi wtp-nya naik menjadi 25 %. Responden pria yang berjumlah 50 orang sebanyak 56% bersedia membayar WTP > Rp. 154.308 . Setelah fasilitas rusunawa ditambah temyata persentasi WTP-nya naik menjadi 58%. Jadi pria dan wanita merespon positip penambahan fasilitas rusunawa dengan menaikan nilai WTP. 3S
<10
3S
l lO lS
20
20
lS
IS 10
10
0 < lJOBl
>154308
>1701B
wtpl
Gambar 5.3a Crosstab Jenis Kelamin dengan WTPI
Gambar 5.3b Crosstab Jenis Kelamin dengan WTP2
Respoden sebanyak 54 orang yang memiliki tingkat pendidikan < SMP sebesar 40.7 % bersedia membayar WTP > Rp. 154.308.
Begitu
fasilitas
rusunawa dinaikan, maka terjadi kenaikan WTP sebesar 1,9 %. Sementara 40 responden yang memiliki tingkat pendidikan >= SMP sebesar 40 % bersedia membayar WTP > Rp. 154.308 dan setelah ada penambahan fasilitas , kenaikan nilai WTP nya menjadi 42,5 % atau terjadi kenaikan sebesar 2,5 %. Dari uraian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi pendidikan, maka nilai WTP semakin karena semakin selektifuya
keci~
tingkat
berbeda dengan hipotesis awal, ini
responden dalam memberikan keputusan untuk
Universitas Indonesia
106
mengkonsumsi barang dan jasa. Tetapi pada responden dengan pendidikan yang makin tinggi , temyata respon terhadap penambahan fasilitas juga cukup besar dibanding respon yang diberikan oleh responden dengan pendidikan yang lebih rendah. Hal ini menyiratkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan , maka rasionalitas juga semakin besar. 35
35
30
30
25
25
20
20
15
• Didik<SMP
10
15
• didik< 5MP
10 • Dicfik >= SMP
5 0
• didik >= SMP
5 0
<=154308
>154308
<=170133 >170133 wtp2
wtp1
Gambar 5.4b Crosstab Tingkat Pendidikan dengan WTP2
Gambar 5.4a Crosstab Tingkat Pendidikan dengan WTPI
Responden dengan kategori umur 31 - 40 tahun sebanyak 41 orang begitu dilakukan
penambahan fasilitas pada
Rusunawa
terjadi
Entikong
kenaikan nilai wtp sebesar 4,9 %. Pada kategori umur lainnya, penambahan fasilitas Rusunawa Entikong tidak menambah nilai wtp yang diberikan. Jadi kategori umur 31-40 tahun merupakan kategori umur yang paling produktif, sehingga respon yang rasional terhadap perubahan fasilitas cepat terjadi. Responden
berjumlah
62 orang yang
memiliki jumlah
anggota
keluarga >= 4 orang bersedia membayar wtp > Rp. 154.308 sebesar 43,5 %. Setelah penambahan fasilitas, maka
terjadi kenaikan
wtp
sebesar 4,9 %.
Responden yang memiliki jumlah anggota keluarga 5 - 8 orang, setelah terjadi penambahan fasilitas , maka nilai wtp mengalami penurunan sebesar 3, l %. Kesimpulannya bahwa wtp jumlah keluarga kecil merespon positip kenaikan fasilitas rusunawa, sedangkan jumlah keluarga besar respon nilai wtpnya negatif terhadap penambahan fasilitas rusunawa . Hal ini karena jumlah keluarga 5 - 8 Universitas Indonesia
107
orang
sudah memerlukan biaya yang
cukup besar, sehingga
penambahan
fasilitas malah menambah pengeluaran biaya. Responden sebesar 44 orang yang memiliki biaya rumah Rp. 80.000,setelah penambahan fasilitas rusunawa , nilai wtpnya mengalami kenaikan sebesar Hal ini
2,3 %.
menandakan bahwa pada biaya rumah sebesar Rp. 80.000,-
pengeluaran biaya
rumah belum terlalu
membebani keuangan
keluarga,
sehingga masih tersedia alokasi untuk biaya yang lain, walaupun dalam jumlah yang kecil. Alokasi biaya ini digunakan untuk menambah nilai wtp setelah penambahan fasilitas rusunawa, yaitu sebesar 2,3 %. 45
40
35 30 25 20
~
15
• wtpl <=170133
10
5 0
1.- .. 0 0 0
·0 N
0 0 0 0
o::r
Jl
0 0 0
Ill
.......
aLl.~ II .......t 0 0 0
Ill
0 0 0
Ill
00
0\
0
0 0 0
Ill
....c
0 0 0
N
....c ....c
0 0 0
lfl
....c ....c
0 0 0 \0
N
....c
• wtpl >170133 I •• •
0 0 0 0
0 0 0 0
....c
....c
Ill
\.0
•• 0 0 0
Ill
....... ....c
BiayaRumah
Gambar 5. 5 Crosstab Biaya Rumah dengan WTP2
Responden yang memiliki tingkat pengeluaran yang dominan pada nilai > Rp. 400.000 - Rp. 800.000, temyata tidak mengalami perubahan nilai wtp
walaupun ada penambahan fasilitas rusunawa. Hal ini memberikan informasi bahwa
untuk tingkat pendapatan > Rp. 400.000 - Rp. 800.000, sebuah rumah
dengan fasilitas dasar sudah cukup, penambahan fasilitas tidak mempunyai pengaruh apa-apa.
Universitas Indonesia
108
20 18
16
~
14
12
10 8 6 4
-t- - - -
5 _J_ Q.
a::
ao oo oq · o oo
SN Q.
a::
. Oo
oo qo 0 .
oo No . ..r
Q.
. Oo
oo qo 0 . oo
.::tO 00 Q.
a::
a::
1\
1\
oo oo oo
·o
00 010 00
•
ci..-i a:: 1\
. oo
• wtpl <=154308
0
0
q
oo qo
0 0 00
00
N Q.
0
.
100 . 00
MN
• wtp1 >154308
a:: 1\
Q.
a:: 1\
Pengeluaran per bulan
Gambar 5.6 Crosstab Pengeluaran Per Bulan dengan WTPI
Jarak tempat kerja dengan rusunawa untuk nilai 0, 1 km dan 0,2 km, setelah penambahan fasilitas rusunawa, terjadi kenaikan nilai wtp sebesar 2,5 %dan 5,3 %. Sementara untuk nilai jarak yang lain, wtp nya tetap. lnformasi yang di dapat dari data ini adalah bahwa dengan semakin dekatnya jarak tempat kerja dengan rusunawa maka biaya transportasi tidak diperlukan, sehingga masih ada anggaran dari rumah tangga untuk menambah nilai wtpnya. Pada nilai jarak tempat kerja dengan rusunawa 2 km, temyata ada 90,9 persen dari 22 orang yang berani membayar sewa > 154.308 sebelum ada penambahan
fasilitas ataupun sesudah ada penambahan fasilitas.
Penjelasan dari data ini
adalah kelompok responden ini memiliki tempat tinggal yang cukup jauh ke tempat kerja, lebih jauh dari jarak rusunawa ke tempat kerja, sehingga bagi mereka membayar lebih mahal tarif sewa di rusunawa tidak menjadi masalah.
Universitas Indonesia
109
~I :
~5
<10
35
!5 lO
lO
15
15
10
15 10
0
I .. O..l 01 OlS OJ
o.•
I
J~. 1
J
• Mill
l~JOS
•
Gambar 5. 7a Crosstab Jarak Tempat Kerja ke Rusunawa dengan WTPl
10
15 10 5 0
u
I. I . . ~
e
u u
1
L. 1
J
• tlt!I1 <·1JOUJ htp1 >170Bl
~
Gambar 5.7b Crosstab Jarak Tempat Kerja ke Rusunawa dengan WTP2
5.3.1.3. Sikap dan Persepsi terbadap Rusunawa Entikong Persepsi responden yang dimaksud dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai pandangan responden tentang keberadaan rusunawa dan kemungkinan sebagai tempat tinggal responden yang dipengaruhi oleh informasi yang diterima dan interpretasinya terhadap informasi tersebut. Hasil analisis terhadap sikap dan persepsi responden terhadap rusunawa Entikong tergambar dari hasil tabulasi data sebagai berikut : sebesar 91% responden sangat setuju bahwa rusunawa penting untuk generasi yang akan datang dan 55% tidak setuju bila kepentingan rusunawa hanya untuk saat ini saja, 63% responden sangat setujujika rusunawa dibangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah, dan 73% responden sangat setuju jika rusunawa dibangun di tanah pemda. 67% responden memiliki persepsi bahwa pembangunan rusunawa lebih penting dari pada pembangunan pasar/maVpertokoan. Secara lebih jelas mengenai hasil analisis terhadap persepsi responden dapat dilihat pada Lamp iran 7.
5.3.1.4. Kesediaan Tinggal di Rusunawa Entikong Hasil analisis terhadap kesediaan tinggal responden menunjukkan 94% menyatakan bersedia tinggal di Rusunawa Entikong dan 6% tidak bersedia tinggal di Rusunawa Entikong, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 5.3 . Alasan Universitas Indonesia
110
kesediaan responden untuk tinggal umumnya karena lokasi strategis, permanen, harga sewa murah, dekat dengan tempat kerja atau dekat dengan PPLB Entikong. Sedangkan responden yang tidak bersedia tinggal di Rusunawa Entikong sebesar 6% umumnya dengan alasan mempunyai
anak
kecil, sementara
rusunawa
memiliki bangunan setinggi 4 lantai sehingga responden kuatir anaknya jatuh, rumah di rusunawa tidak bisa dijadikan sebagai tempat usaha/warung. Selain itu, nilai sewa di Rusunawa Entikong belum termasuk dengan biaya listrik, air, sampah, dan lain-lain, sehingga khawatir pengeluaran akan bertambah. Tabel 5.3 Kesediaan Tinggal di Rusonawa Entikong Frekuensi Tidak Ya Total
6 94 100
Kumulatif Persen Persen (%) (%) 6.0 6.0 100.0 94.0 100.0
5.3.1.5. Nilai WfP Hasil survey terhadap nilai maksimum yang bersedia dibayarkan oleh responden (WTP) terhadap satuan unit rusunawa Entikong untuk biaya operasional dan pemeliharaan bervariasi dengan nilai WTP antara Rp. I 00.000,sampai dengan Rp. 250.000. Nilai WTP1 yaitu sebelum diberi fasilitas yang dominan kurang dari Rp. 154.308,- sebesar 56 responden (59,6%) dari keseluruhan responden. Secara lebihjelasnya dapat dilihat pada Tabel5.4. Untuk WTP2 yaitu setelah diberi fasilitas nilai yang dominan kurang dari Rp. 170.133,- sebesar 54 responden (57,4%). Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.4 Wilingness To Pay 1 Frekuensi < = Rp. 154.308 > Rp. 154.308 Total
56 38 94
Kumulatif Persen (%) (%) 59.6 59.6 100.0 40.4 100.0
Persen
Universitas Indonesia
Ill
Tabel 5.5 Wilingness To Pay 2 Frekuensi 54 40 94
<= Rp. 170.133 > Rp. 170.133
Total
Kumulatif Persen (%) 57.4 57.4 42.6 100.0 100.0
Persen (%)
Pada Tabel 5.6 disajikan nilai rata-rata WTP, median, maksimum, minimum, dan standar deviasi dari responden.
Tabel 5.6 Mean, Median Maksimum, Minimum, dan Standar Deviasi WTPl dan WTP2 Nilai Statistik Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
WTP1 154.308 150.000 33.135 100.000 210.000
WTP2 170.133 150.000 40.518 100.000 250.000
Nilai statistik WTPI sebelum diberi fasilitas dan WTP2 setelah fasilitas berturutturut menunjukan bahwa nilai rata-rata dari keseluruhan nilai WTP responden adalah sebesar Rp. 154.308 dan Rp. 170.133. Hasil tabulasi nilai WTP I dan WTP2 berdasarkan beberapa variabel demografi reponden dan variabel kesediaan tinggal dijelaskan pada uraian di bawah ini, sementara data lengkapnya terlampir pada Lampiran 8. Nilai WTPI kategori 1 (<= Rp. 154.308) dominan diberikan oleh responden dengan kriteria jenis kelamin perempuan sebesar 77.3 %, dengan pendidikan umumnya dibawah SMP sebesar 59.3%, jumlah keluarga umumnya I - 4 jiwa sebanyak 35 responden (56.5 %), dengan memiliki pengeluaran keluarga per bulan Rp. 200.000 sampai Rp. 400.000,- (85.7%), biaya rumah sebesar Rp. 80.000 sebanyak 90.9%, dan jarak tempat kelja dengan Rusunawa sejauh 0.10 km sebesar I 00 %. Nilai WTPI kategori 2 (> Rp. I54.308) dominan diberikan oleh responden dengan kriteria jenis kelamin laki-laki sebesar 56 %, dengan Universitas Indonesia
112
pendidikan umumnya dibawah SMP sebesar 40.7 % jumlah keluarga umumnya sebanyak I - 4 jiwa (43.5 %), dengan
pengeluaran keluarga per bulan Rp.
400.000 sampai Rp. 800.000,- sebesar 53.1 %, biaya rumah sebesar Rp. 110.000 sebanyak 8 responden, dan jarak tempat kerja dengan rusunawa sejauh 2 km sebanyak 20 responden. Nilai WfP2 kategori 1(<= Rp. 170.133 ) dominan diberikan oleh responden dengan kriteria jenis kelamin perempuan sebesar 75.0 %, dengan pendidikan umumnya dibawah SMP sebesar 57.4 %, jumlah keluarga umumnya sebanyak I - 4 jiwa (51.6% ), dengan pengeluaran per bulan Rp. 200.000- Rp. 400.000 sebanyak 76,2 %, biaya rumah sebesar Rp. 80.000 sebanyak 88,6 %, danjarak tempat kerja dengan rusunawa sejauh 0.1 km sebesar 97.5 %. Nilai WTP2 kategori 2 (> Rp. 170.133 ) dominan diberikan oleh responden dengan kriteria jenis kelamin laki-laki sebesar 58 % , dengan pendidikan dibawah SMP sebesar 42.6 o/o, jumlah keluarga umumnya sebanyak 1 - 4 jiwa (48,4 % ), memiliki pengeluaran per bulan Rp. 400.000 sampai Rp. 800.000,- (53.1 % ), biaya rumah sebesar Rp. 110.000 sebesar 100 % dan jarak tempat kerja ke rusunawa 2 km sebesar 90.9 %.
5.4
Analisis Variabel yang Mempengaru hi Kesediaan Tinggal di Rusunawa
a. Nilai Chi-square dan seleksi Bivariat Sebelum dilakukan analisis regresi logistik, terlebih dahulu dilakukan analisis Chi-square yang digunakan untuk mengidentifikasi variabel bebas yang memiliki hubungan atau berpengaruh terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini kedua variabel bersifat kategorik. Hipotesis yang diuji adalah:
Ho : Tidak ada hubungan antara kedua variabel H 1 : Terdapat hubungan antara kedua variabel
Universitas Indonesia
113
i
Jika basil pengujian diperoleh nilai
hitung lebih besar dari pada
i
tabel dengan
derajat bebas (m-1)(n-1) atau nilai P-value lebih kecil dari tarafuji nyata a maka hipotesis nol ditolak. Hasil uji Chi-Square dapat dilihat pada Tabel5.7.
Tabel 5.7 Chi-Square Sedia Varia bel P-value terikat Sedia
be bas angkel Jrk-laj-rusun Pengkel Biayarumah umur
0.173 0.022 0.511 0.000 0.129 0.684 0.657
sex Pendidikan
Berdasarkan basil analisis Chi-Square pada Tabel
5. 7
dengan
menggunakan tarafuji nyata a= 10%, tidak ada variabel bebas yang memiliki hubungan dengan kesediaan tinggal di Rusunawa . Entikong, sedangkan dengan menggunakan taraf uji a
= 5%,
maka variabel bebas yang memiliki hubungan
dengan variabel kesediaan tinggal di Rusunawa Entikong adalah variabel biaya rumah dan jarak-kerja-rusun. Dengan
menggunakan
sofware SPSS 15 , maka tahap selanjutnya
adalah melakukan seleksi bivariat . Masing-masing
variabel bebas dilakukan
analisis bivariat dengan variabel terikat. Bila P-value < 0,25, maka variabel tersebut langsung masuk pada tahap multivariat. Seleksi bivariat menggunakan uji regresi logistik sederhana. Hasil seleksi bivariat disajikan pada Tabel 5.8 .
Universitas Indonesia
114
Tabel. 5.8. Hasil Seleksi Bivariat Variabel
No
P-value
1
Anggota keluarga (angkel)
0,028
2
Umur
0,129
3
Jarak tempatkerja-rusun Qrk_krj_ru)
0,011
4
Pengeluaran keJuarga (pengkel)
0,957
5
Jenis Kelamin (sex)
0,516
6
Pendidikan
0,654
7
Biaya Rumah (biaya_rmh)
0,000
Berdasarkan basil seleksi bivariat, maka variabel yang masuk pada tahap multivariat adalah Biaya rumah, Jarak tempat kuja rusun, Umur dan jumlah anggota
keluarga
karena
memiliki P-value lebih kecil dari 0,25
(Hastono, 2007). Berdasarkan
pemilihan
variabeJ
bebas yang diasumsikan
dapat
mempengaruhi terhadap Kesediaan tinggaJ di Rusunawa sebagai variabel terikatnya dari analisa Chi-square dan seleksi Bivariat , maka variabel-variabel biaya_nnh dan Jrk_krj_rusun tersebut telah diujicobakan ke dalam model ekonometrika dengan menggunakan model Logit yang dibantu dengan software
"Eviews" dapat dilihat pada Tabel. 5.9.
Universitas Indonesia
115
Tabel5.9
Hasil Regresi Model Logit
Dependent Variable: SEDIA Method: ML- Binary Logit (Quadratic hill climbing) Date: 09/11/08 Time: 00:27 Sample: 1 100 Included observations: 100 Convergence achieved after 10 iterations Covariance matrix computed using second derivatives Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Pro b.
c
12.29704 -1.511953 -5.19E-05
3.691074 0.619793 1.75E-05
3.331562 -2.439447 -2.955n6
0.0009 0.0147 0.0031
JRK_KRJ_RU BIAYA RMH Mean dependent var S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Restr. Jog likelihood LR statistic (2 df) Probability(LR stat) Obs with Dep=O Obs with Dep=1
0.940000 0.147674 2.115328 -7.952527 -22.69675 29.48845 3.95E-07
6
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Avg. Jog likelihood McFadden R-squared
0.238683 0.219051 0.297206 0.250681 -0.079525 0.649618 100
Total obs
94
b. Uji Signifikansi Berdasarkan basil Regresi Logit model ketiga pada Tabel. 5. 12, maka didapat model yang memiliki variabel bebas dengan P-value lebih kecil dari
a= 0,05.
Pengujian bersama-sama variabel bebas terhadap variabel Kesediaan
tinggal di Rusunawa Entikong diperoleh nilai LR Statistic = 3.95E-07 dengan derajat bebas 2. NiJai LR Statistic ini mengikuti sebaran
z2
dengan
probability= 3.95E-07. Hipotesis yang diuji dalam pengujian bersama model adalah :
Ho :
f3i = 0
(variabel bebas tidak berpengaruh terhadap Kesediaan tinggal di
Rusunawa Entikong) H1
:
Pi *- 0 (minimal
ada sau variabel yang berpengaruh terhadap Kesediaan
tinggal di Rusunawa Entikong) Nilai probability statistik uji likelihood ratio sebesar 3.95E-07 yang lebih kecil dari 0.05 menunjukkan bahwa Ho ditolak yang berarti minimal ada satu variabel Universitas Indonesia
ll6
bebas yang berpengaruh terhadap Kesediaan tinggal di Rusunawa Entikong. Selanjutnya untuk mengetahui variabel-variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat, dilakukan dengan menggunakan uji Z (Z-Stat). Hipotesis yang diuji dengan dalam pengujian ini adalah :
Ho: p; = 0 (variabel bebas tidak berpengaruh terhadap Kesediaan tinggal tinggal di Rusunawa Entik.ong) H 1 :Pi -:F 0 ( variabel bebas berpengaruh terhadap Kesediaan tinggal di Rusunawa Entikong) Jika diperoleh nilai P-value < 0.05 atau 0.1, maka Ho ditolak dalam tarafuji nyata 5%atau 10%. Dari basil di atas, menunjukkan bahwa semua parameter atau koefisien
bersarna-sama
*0
p
atau dengan kata lain berarti bahwa variabel bebas
Biaya_rumah dan Jrk_krj_rusun dalam persamaan modellogit (Binary Logit) pada Tabel 5.9 di atas secara bersama-sama signiflkan mempengaruhi probabalitas Kesediaan tinggal di Rusunawa Entikong.
c. Analisis Multikolinearitas Istilah multilwlinearitas mula-mula ditemukan oleh Ragnar Frisch. Pada mulanya multilwlinearitas berarti adanya hubungan yang "sempurna" atau pasti diantara beberapa atau semua variabel
yang menjelaskan dari model
regresi (Gujarati, 1978). Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat kelinieran antara variabel bebas yang dilakukan dalam analisis. Pengujian kolinieritas data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode VIF (Variance Inflation Factors). Variabel bebas yang mempunyai VIF lebih besar dari
5 menunjukkan bahwa
variabel tersebut memiliki kelinieran dengan variabel bebas yang lain, artinya terdapat multikolinearitas yang serius. (Kuncoro, 2004). Perhitungan uji VIF dilakukan dengan software SPSS 15.0. Hasil pengujian multikolinieritas dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut ini.
Universitas Indonesia
117
Tabel5.10. Nilai VIF (Variance Inflation Factor) Collinearity Statistics VIF Tolerance 1.087 0.920 1.039 0.962
Variabel Bebas Jrk-krj-rusun biayarumah
Berdasarkan basil pada tabel di atas, tidak terdapat variabel bebas yang memi1iki hubunganlkorelasi yang erat dengan variabe1 bebas yang lain sehingga menimbulkan masalah multikolinieritas yang serius. Hal ini terlihat dari nilai VIF variabel-variabel bebas dengan nilai VIF kurang dari 5. Pelanggaran asumsi ini akan menyebabkan kesulitan untuk menduga apa yang yang kita inginkan. d. Analisis Autokorelasi Terhadap masalah autokorelasi pada data cross section relative jarang terjadi dibandingkan dengan data time series karena gangguan pada observasi yang berbeda pada data cross section berasal dari individu atau kelompok yang berbeda (Ananta, 1987). Untuk menguji apakah ada atau tidaknya masalah autokorelasi dapaf dideteksi melalui co"e/ogram Q-Stat. Apabila pada gambar indikator autokorelasi berada di dalam garis patah-patah maka berarti tidak terjadi autokorelasi (dapat dilihat pada lampiran 9). Untuk mengukur Goodnes of Fits (Kebaikan suai) model digunakan McFadden R-Squared dengan nilai yang terletak antara 0 sampai dengan 1. Nilai R-Squared
pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel terikat. (Kuncoro, 2005). Pada model di atas diperoleh nilai McFadden R-squared = 0.649618 artinya variasi
semua variabel bebas yang dimasukan ke dalam model secara
bersama sama memberikan pengaruh
sebesar 64,96 % terhadap kesediaan
tinggal di Rusunawa Entikong, sedangkan 35,04 % dijelaskan oleh variabel diluar model. lnterpretasi koefisien regresi logistik tidak bisa langsung dari nilai koefisiennya seperti pada analisis regresi linier biasa, melainkan dari nilai Exp(B) atau yang tidak lain disebut juga sebagai odds ratio.
Universitas Indonesia
118
Pada penelitian ini, odds ratio adalah rasio peluang kejadian sedia tinggal dengan kejadian tidak sedia tinggal pada variabel respon. Berdasarkan basil analisis di atas, diperoleh persamaan model logit sebagai berikut: SEDIA
=
1-@LOGIT(-(12.29703989
-
1.511953375*JRK_KRJ_RU
-
5.186116571e-05*BIAYA_RMH)) ............................................................. 5.1
Atau persamaan model liniemya adalah : Y = 12.29704 -1.511953* JRK_KRJ_RU -5.19E-05*BIAYARMH ................5.2
Bila variabel bebas merupakan variabel kategorik dengan dua kategori, interpretasi parameter dilakukan dengan cara membandingkan nilai odds dari salah satu nilai pada variabel tersebut dengan nilai odd dari nilai lainnya (Nachrowi, 2002). Nilai odds ratio variabel JRK_KRJ_RU
: Exp (-1.511953) =
0.220478962 yang berarti jika jarak tempat kerja ke rusun bertambah sebanyak satu satuan atau semakin besar, maka akan memiliki peluang untuk tinggal di rusunawa dibandingkan tidak tinggal sebesar 0.220478962 kali. Artinyajikajarak tempat kerja responden ke rusun semakin jauh maka peluang keinginan untuk tinggal di Rusunawa semakin kecil sebesar 0.220478962.
Demikian pula
sebaliknya. Hal ini sesuai dengan hipotesa awal dari penelitian ini. Nilai odds ratio variabel biayarmh : Exp (-5.19E-05)
= 0.999948101
yang berarti jika biayarmh bertambah sebanyak satu satuan atau semakin besar, maka akan memiliki peluang untuk tinggal di rusunawa dibandingkan tidak tinggal sebesar 0.9999481 0 I kali. Artinya j ika responden semakin besar mengeluarkan
biayarmh maka peluang keinginan untuk tinggal di Rusunawa
semakin kecil sebesar 0.999948101. Demikian pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan hipotesa awal dari penelitian ini
Universitas Indonesia
119
Pada seleksi bivariat variabel bebas yang tidak mempunyai hubungan dengan variabel kesediaan tinggal adalah pengeluaran keluarga, jenis kelamin, dan pendidikan. Sedangkan variabel yang signifikan mempengaruhi kesediaan tinggal adalah jarak tempat kelja ke rusun dan biaya rumah.
5.5. Aoalisis Variabel yang Mempeogaruhi Nilai WfP 1 Berdasarkan pemilihan variabel
bebas yang diasumsikan
dapat
mempengaruhi terhadap nilai WTPI sebagai variabel terikatnya terhadap tarif sewa satuan rumah susun Rusunawa Entikong, maka variabel-variabel tersebut telah diujicobakan ke dalam model ekonometrika dengan menggunakan model Probit bertingkat (Ordered Probit Model) yang dibantu dengan software "Eviews" akan dijelaskan dalam uraian sebagai berikut: Pada awal pendugaan variabel, terdiri dari 6 variabel bebas yaitu : jenis kelamin (sex), tingkat pendidikan (didik), pengeluaran keluarga (peogkel), biaya pengeluaran rumah tangga (biayarmh), jumlah anggota keluarga (angkel), dan jarak kelja ke rusun (jrk_krj_ru). Hasil regresi dari ke 6 varibel bebas terhadap variabel terikat nilai WTPI sarusun Rusunawa Entikong dapat dilihat pada Tabel5.11. Berdasarkan basil yang dicatat pada Tabel.5.11 tersebut, pengujian bersama-sama terhadap variabel-variabel yang berpengaruh terhadap variabel terikat WTPI diperoleh nilai LR statistic = 0.427704 dengan derajat bebas = 6. Nilai LR statistik ini mengikuti sebaran
x
2
dengan probability = 6,56e-1 0.
Untuk mengetahui variabel-variabel _bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat, dilakukan dengan menggunakan uji Z (Z- Stat). Hipotesis yang diuji dalam pengujian ini adalah : H0 : {Ji
=0
H 1 : {Ji
-:~;
(variabel bebas tidak berpengaruh terhadap nilai WTP)
0 ( variabel bebas berpengaruh terhadap nilai WTP)
Universitas Indonesia
120
Jika diperoleh nilai P-value < 0.05 atau P-value < 0.1, maka Ho ditolak dalam tarafuji nyata 5% atau 10%.
Tabel 5.11 Hasil Regresi Model Probit Bertingk at ke-1 Dependent Variable: WTP1 Method: ML - Ordered Probit (Quadratic hill climbing) Date: 10/15/08 Time: 08:42 Sample: 1 94 Included observations: 94 Number of ordered indicator values: 2 Convergence achieved after 7 iterations Covariance matrix computed using second derivatives z-Statistic Std. Error Coefficient
Prob.
0.342203 0.213357 0.408870 4.97E-06 0.369110 0.196499
2.500932 4.687839 -0.785043 1.721129 -1.786372 2.239939
0.0124 0.0000 0.4324 0.0852 0.0737 0.0251
Limit Points 0.977691 3.412879
3.490754
0.0005
SEX JRK_KRJ_RU ANGKEL BIAYA_RMH DIDIK PENGKEL LIMIT 2:C(7) Akaike info criterion Log likelihood Restr. log likelihood LR statistic (6 df) Probability(LR stat)
0.855826 1.000185 -0.320981 8.55E-06 -0.660107 0.440147
0.921192 -36.29603 -63.42174 54.25142 6.56E-10
Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Avg. log likelihood LR index (Pseudo-R2)
1.110566 0.997694 -Q.386128 0.427704
Dari basil regresi pada Tabel 5.11, menunjukkan bahwa dalam taraf uji nyata 5% variabel yang berpengaruh signifikan adalah variabel sex, jrk_krj_ ru dan pengkel. Sedangkan untuk taraf uji nyata I 0 % , variabel yang berpengaruh signiflkan adalah variabel didik, biaya_ rmh . Untuk variabel bebas yang tidak signifikan terhadap variabel terikatnya (WTPI) dikeluarkan dari persamaan regresi. Selanjutnya dilakukan regresi secara bersama-sama terhadap variabel bebas tersebut, dalam persamaan model probit bertingkat (ordered probit) hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 5.12. Pengujian signifikan parameter atau koefisien f3 secara bersama-sama dilakukan dengan menggunakan uji rasio likelihood atau likelihood ratio test.
Universita s Indonesia
121
Tabel 5.12 Hasil Regresi Model Probit Bertingkat ke-2 Dependent Variable: WTP1 Method: ML - Ordered Probit (Quadratic hill climbing) Date: 10/15/08 Time: 08:49 Sample: 1 94 Included observations: 94 Number of ordered indicator values: 2 Convergence achieved after 3 iterations Covariance matrix computed using second derivatives
SEX JRK_KRJ_RU PENGKEL DIDIK
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
0.837032 0.985898 0.352306 -0.678427
0.337550 0.199345 0.173794 0.361848
2.479728 4.945696 2.027145 -1.874896
0.0131 0.0000 0.0426 0.0608
Limit Points LIMIT 2:C(5) Akaike info criterion Log likelihood Restr. log likelihood LR statistic (4 dt) Probability(LR stat)
2.635197 0.910555 -37.79607 -63.42174 51.25134 1.98E-10
0.773248
0.0007
3.407957
Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Avg. log likelihood LR index (Pseudo-R2)
1.045836 0.965199 -0.402086 0.404052
Berdasarkan basil basil yang tercatat pada Tabel. 5.12 tersebut, pengujian bersama-sama terhadap variabel-variabel yang berpengaruh terhadap variabel terikat nilai WTP diperoleh nilai LR Statistik = 0.404052 dengan derajat bebas
=
4. Nilai LR Statistik ini mengikuti sebaran
z2
dengan probability
=
1.98E-l 0. hal ini berarti Ho ditolak yang menyatakan bahwa semua parameter atau koefisien
fJ secara bersama-sama
;~;
0, atau dengan kata lain berarti 4
(empat) variabel bebas yaitu sex, jrk_krj_ru, pengkel persamaan model
dan didik dalam
probit bertingkat ini secara bersama-sama signifikan
mempengaruhi variabel WTPI. Pengujian model dan hipotesis yang digunakan dengan pengukuran tingkat kesesuaian data (Goodnes of Fit) melalui pengecekan second order test terhadap ada tidaknya masalah multikolinieritas, dan otokorelasi. Dari basil pengujian multikolinieritas dengan penggunaan matrik korelasi antar variabel bebas dalam model seperti tercantum pada Tabel 5.13 di bawah ini terlihat bahwa nilai korelasi antar variabel bebasnya cukup kecil sehingga tidak ada masalah multikolinieritas.
Universitas Indonesia
122
Tabel 5.13 Matrik Korelasi Antar Variabel Bebas
Correlation
sex
Pengkel
Jrk-krj-ru
didik
Sex
1.000
0.344
0.018
0.122
Pengkel
0.344
1.000
0.146
0.001
Jrk-krj-ru
0.018
0.146
1.000
0.331
didik
0.122
0.001
0.331
1.000
Sarna halnya dengan uraian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan tingga1, maka terhadap masalah autokorelasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTPI pada data cross section ini relatif jarang terjadi dibandingkan dengan data time series
karena gangguan pada
observasi yang berbeda pada data cross section berasal dari individu atau kelompok yang berbeda. Untuk mengujinya apakah ada atau tidaknya masalah autokorelasi dapat dideteksi melalui correlogram Q-stat. Apabila pada gambar indikator autokorelasi berada di dalam garis patah-patah maka berarti tidak terjadi autokorelasi (lampiran 10). Untuk mengukur goodness of Fit dari model probit bertingkat ini digunakan likelihood ratio index (LRI) atau indeks rasio Likelihood. Nilai LRI ini merupakan evaluasi terhadap nilai parameter yang diduga dalam persamaan. Perhitungan nilai log likelihood menggunakan asumsi bahwa error terdistribusi secara normal. Ukuran tingkat kesesuaian data dinyatakan dalam indeks ratio likelihood= p2(c). Nilai p2 mempunyai rentang antara 0 dan I. Nilai p2 dianalogikan dengan R2 pada regresi linier. Pada Tabel 5.12 di atas, nilai LRI adalah sebesar 0.404052
5.5.1 Estimasi Nilai WTP1 Untuk menginterprestasikan hasil regresi probit bertingkat ini tidak dapat langsung dari nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel bebasnya. Hal ini disebabkan karena variabel terikatnya berbentuk ordinal sehingga nilai
Universitas Indonesia
123
probabilitas masing-masing variabel terikat harus dicari melalui penunman model probabilitasnya. Model probit bertingkat dari lima variabel yang secara bersama-sama signifikan mempengaruhi nilai I_WTPI (nilai Iaten index) dengan masing-masing nilai koefisiennya berdasarkan Tabel 5.12 adalah sebagai berikut: Substituted Coefficients: I- WTPl = 0.8370315396*SEX + 0.9858979795*JRK- KRJ- RU + 0.3523057809*PENGKEL- 0.6784267864*DIDIK. ............................................ 5.3 Nilai Latent Indeks adalah nilai rata-rata dugaan I_WTPl berdasarkan model Probit yang telah diperoleh seperti tersebut di atas. Dari basil regresi model probit bertingkat pada Tabel 5.12 terdapat koefisien yang merupakan koefisien intersep atau konstanta dari inverse fungsi distribusi normal standar kumulatif yang disebut sebagai "probit". Dalam Tabel 5.12 ditandai dengan "limit poinf' dengan kode C(n) yang berarti koefisien nomor ke n. Limit point ini bisa disebut sebagai am bang batas atau threshold level ( J..l ). Mengestimasi probabilitas dari masing-masing kelompok peringkat WTP dengan cara menghitung probabilitas dari normal standard Kumulatif
density function atau CDF sebagai berikut: WTPl_l = @CNORM(2.635197246-I _ WTP I) WTPI_2 =I - @CNORM(2.635197246-I_WTPI)
Dalam fungsi Latent index, kategori WTP dapat dituliskan menjadi: WTPI = 0 jika I_ WTPI ~ 2.635197246 WTPJ = J jika J_ WTPJ > 2.635197246 Untuk menghitung nilai latent index (I_ WTPI atau f3 1X) dengan menggunakan nilai rata-rata dugaan dari I_ WTPI model pada masing-masing responden. Hasil perhitungan berdasarkan model probit dari 94 responden maka diperoleh nilai latent index (I_ WTPI) rata-rata adalah sebesar 2.3991. Selanjutnya berdasarkan nilai I WTPI rata-rata dapat dihitung probabilitas atau predicted Universitas Indonesia
124
probability terhadap masing-masing kelompok peringkat WTP1 seperti tercantum
dalam Tabel5.14 berikut. Probabilitas masing-masing kelompok peringkat WfP1 dihitung dengan menggunakan probability dari normal standard Kumulatif density function (CDF) sebagai berikut: Prob (WfPI = 0) = P (- oo S Z S 0.236097) Prob (WTPl = 1) = P (0.236097 S Z S oo ) Untuk menghitung nilai probabilitas di atas dapat dilakukan dengan menggunakan program SPSS 15 , dengan hasil sebagai berikut: Tabel 5.14. predicted probability terhadap masing-masing kelompok peringkat WTP1 No 1. 2.
Prob (WfP1 < = 154.308) Prob (WfP1 > 154.308)
Prob 0,59 0,41
Penjelasan terhadap hasil estimasi probabilitas pada Tabel. 5.14 di atas adalah sebagai berikut: Probabilitas kesediaan membayar (WTP1) masyarakat di sekitar Border Development Centre (BDC) Entikong, khususnya di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong terhadap tarif sewa sarusun Rusunawa Entikong sebagai biaya pemeliharaan diprediksikan sekitar 59 % akan berada di bawah Rp.l54.308, dan probabilitas yang bersedia membayar diatas Rp. 154.308 diprediksikan sebesar 41%. Dalam model probit bertingkat, pengaruh variabel bebasnya tidak dapat secara langsung diinterpretasikan dari besarnya nilai koefisien p seperti dalam model regresi linier biasa. lnterpretasi hasil regresi model probit bertingkat ini dengan menggunakan Odds Ratio seperti terlampir pada Tabel 5.15 . Penjelasan nilai Odds Ratio pada varibel yang mempengaruhi nilai WTP I adalah sebagai berikut: Nilai Odds Ratio variabel sex: Exp (0.84) = 2.32 yang berarti jikajenis kelamin pria bertambah sebanyak satu orang atau semakin besar, maka akan Universitas Indonesia
125
memiliki peluang untuk bersedia membayar sewa (WTPI) lebih tinggi sebesar 2.32 kali. Artinyajika responden laki-laki semakin tinggi maka peluang kesediaan membayar semakin besar sebesar 2.32 kali daripada responden dengan jenis kelamin perempuan.
Tabel5.15 Odds Ratio Variabel-variabel yang Mempengaruhi WTPl
No I 2 3 4
Varia bel SEX JRK KRJ RU PENGKEL DIDIK
B 0.84 0.99 0.35 -0.68
OddsRasio 2.32 2.69 1.42 0.51
Nilai Odds Ratio variabel Jarak Kerja ke Rusun: Exp (0.99) =2.69 yang berarti jika Jarak Kerja ke Rusun bertambah sebanyak satu satuan atau semakin besar, maka akan memiliki peluang untuk bersedia membayar sewa (WTPI) lebih tinggi sebesar 2.69 kali. Artinya j ika Jarak Kerja ke Rusun responden semakin jauh maka peluang kesediaan membayar semakin besar sebesar 2.69 kali daripada responden dengan Jarak Kerja ke Rusun yang lebih dekat. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesa awal, seharusnya hubungannya negatif. Alasan hal ini karena pada sekelompok responden jarak tempat kerja ke rusunawa lebih kecil daripada jarak rumah ke tempat kerja, sehingga responden bersedia membayar lebih mahal. (dapat dilihat pada crosstab jarak_krj_ru dengan WTPI di Lampiran 8 hal. 9) Demikian halnya dengan nilai Odds Ratio variabel Pengkel: Exp (0.35) =1.42 yang berarti jika pengkel bertambah sebanyak satu satuan atau semakin besar, maka akan memiliki peluang untuk bersedia membayar sewa (WTPI) lebih tinggi sebesar 1.42 kali. Artinya jika responden semakin besar pengeluaran keluarganya maka peluang kesediaan membayar semakin besar sebesar 1.42 kali daripada responden dengan pengeluaran kelurga yang lebih rendah. Demikian halnya dengan nilai Odds Ratio variabel didik: Exp (- 0.68) =0.5 I yang berarti jika tingkat pendidikan responden bertambah tinggi, maka peluang untuk bersedia membayar sewa (WTPI) lebih rendah sebesar 0.51 kali. Responden yang lebih tinggi tingkat pendidikannya dari tingkat SMP merasa
Universitas Indonesia
126
sayang untuk mengeluarkan biaya sewa lebih tinggi di rusunawa, hal ini dapat
disebabkan karena ada
pemikiran
bahwa
pemerintah
mempunyai
tanggung jawab untuk menyediakan perumahan bagi masyarakat yang kurang mampu, sehingga biaya sewa di rusunawa perlu dibantu dengan subsidi dari pemerintah. lnterpretasi odds ratio ini menunjukkan bahwa jika nilai koefisien B < 0 (bemilai negative) maka nilai odds ratio lebih kecil dari I dan sebaliknya jika koefisien B > 0 (bemilai positif) maka nilai odds rationya akan lebih besar dari I. Variabel jumlah anggota keluarga tidak signifikan mempengaruhi wtpi. Hal ini karena rusunawa tidak menjangkau kepada jumlah anggota keluarga yang besar,
sementara jumlah anggota
responden dominan
pada anggota
keluarga 4 orang atau kurang. Variabel biaya rumah tidak signifikan mempengaruhi WfP I, hal ini karena menyewa di lokasi
yang saat ini dihuni ataupun di rusunawa, biaya
untuk rumah tetap saja harus dikeluarkan, walaupun memang biaya rumah untuk tempat hunian saat ini dibayarkan bersama dengan sewa rumah, berbeda dengan jika menyewa di rusunawa, biaya sewa dengan biaya rumah dibayarkan secara terpisah.
Tetapi dengan mempertimbangkan bahwa sewa dirusunawa belum
termasuk untuk biaya rumah seperti biaya listrik, air dan sampah, maka responden memberikan nilai WTPI yang lebih rendah dari nilai pasar persewaan rumah di Entikong saat penelitian dilakukan.
Sehingga
biaya
rumah tidak signifikan
mempengaruhi WfPI, karena harga listrik, air, dan pengelolaan sampah antara rumah huni saat ini dan di rusunawa pada daerah yang sama.
5.6. Analisis Variabel yang Mempengarubi Nilai WTP 2 Setelah Rusunawa Entikong ditambah dengan fasilitas tempat bermain anak dan tempat olahraga, maka nilai WTP yang didapat dari responden disebut dengan WTP2. Dari basil kuisioner , nilai WTP2 yang diperoleh dari rata-rata jawaban responden sebesar Rp. I70.133. Nilai ini digunakan dengan alasan bahwajawaban dari responden mengikuti distribusi normal, sehingga nilai mean dari basil kuisioner tersebut dapat digunakan sebagai patokan nilai WTP2, hal ini Universitas Indonesia
127
juga mengingat bahwa penelitian ini merupakan penelitian studi kasus di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong. Selain itu, variabel-variabel yang mempengaruhi secara signifikan pada WTP2 adalah biaya_ rumah, jenis kelamin, dan jarak tempat kerja dengan rusunawa. Hasil pengolaban dengan menggunakan "Eviews" dapat di lihat pada Tabel. 5.16.
Tabel5.16 Hasil Regresi Model Probit Bertingkat Dependent Variable: WTP2 Method: ML- Ordered Probit (Quadratic hill climbing) Date: 10/15/08 Time: 10:15 Sample: 1 94 Included observations: 94 Number of ordered indicator values: 2 Convergence achieved after 7 iterations Covariance matrix computed using second derivatives BIAYA_RMH SEX JRK KRJ RU
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
1.03E-05 0.693594 0.960801
4.57E-Q6 0.316661 0.196741
2.252987 2.190335 4.883572
0.0243 0.0285
4.146844
0.0000
0.0000
Limit Points LIMIT_2:C(4) Akaike info criterion Log likelihood Restr. log likelihood LR statistic (3 df) Probability(LR stat)
5.6.1
2.240720 0.958897 -41.06815 -64.10939 46.08250 5.45E-10
0.540344
Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Avg. Jog likelihood LR index (Pseudo-R2)
1.067122 1.002612 -0.436895 0.359405
Estimasi Nilai WTP2 Untuk menginterpretasikan basil regresi probit bertingkat ini tidak dapat
langsung dari nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel bebasnya. Hal ini disebabkan karena variabel terikatnya berbentuk ordinal sehingga nilai probabilitas masing-masing variabel terikat harus dicari melalui penurunan model probabilitasnya. Model probit bertingkat dari tiga variabel yang secara bersamasama signifikan mempengaruhi nilai I_WTP2 (nilai Iaten index) dengan masingmasing nilai koefisiennnya berdasarkan Tabel 5.16 adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
128
Substituted Coefficients: I- WTP2 = 1.0296S2169e-05*BIAYA- RMH + 0.693S942485*SEX + 0.9608005009* JRK_ KRJ_RU ........................................................................... 5.5 Untuk menghitung nilai probabilitas dari WTP2 dapat dilakukan dengan menggunakan program SPSS 15, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 5.17. predicted probability terhadap masing-masing kelompok peringkat WTP2 No I. 2.
Prob Prob(WTP2=0)=P(<= 170.133) Prob (WTP2 = 1) = P (> 170.133)
0,56 0,44
Penjelasan terhadap basil estimasi probabilitas pada Tabel 5.17 di atas adalah sebagai berikut: Probabilitas kesediaan membayar (WTP2) terhadap
~f
sewa sarusun
Rusunawa Entikong sebagai biaya pemeliharaan diprediksikan sekitar 56 % akan berada di bawah Rp.l70.133, dan probabilitas yang bersedia membayar di atas Rp.170.133 diprediksikan sebesar 44%. Dalam model probit bertingkat, pengaruh variabel bebasnya tidak dapat secara langsung diinterpretasikan dari besarnya nilai koefisien
p
seperti dalam
model regresi tinier biasa. Interpretasi hasil regresi model probit bertingkat ini dengan menggunakan Odds Ratio seperti terlampir pada Tabel 5.18. Penjelasan nilai Odds Ratio pada varibel yang mempengaruhi nilai WTP2 adalah sebagai berikut: Nilai Odds Ratio variabe1 biaya_rmh : Exp (0.0) = 1.00 yang berarti bahwa kenaikan nilai biaya rumah akan sama dcngan kenaikan (WTP2). Nilai Odds Ratio variabel sex: Exp (0.69) = 2.00 yang berarti jikajenis kelamin laki-laki bertambah sebanyak satu satuan atau semakin besar, maka akan memiliki peluang untuk bersedia membayar sewa (WTP2) lebih tinggi sebesar Universitas Indonesia
129
2.00 kali. Artinya jika responden lak.i-lak.i semakin besar, mak.a peluang kesediaan membayar semakin besar sebesar 2.00 kali daripada responden dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini mengandung arti bahwa kaum wanita lebih hati-hati dalam penggunaan uang, karena dalam rumah tangga tugas untuk operasional belanja tiap hari memang dilak.ukan oleh kaum ibu.
Tabel5.18
Odds Ratio Variabel-variabel yang Mempengarubi Nilai WTP2
No I 2 3
Variabel BIAYA RMH
SEX JRK KRJ RU
B 0.00 0.69 0.96
Odds Rasio 1.00 2.00 2.61
Demikian halnya dengan nilai Odds Ratio variabel Jarak Kerja ke Rusun
: Exp (0.96)
=
2.61 yang berarti jika Jarak. tempat kelja responden ke Rusun
bertambah sebanyak satu satuan atau semak.in besar, maka akan memiliki peluang untuk bersedia membayar sewa (WTP2) lebih tinggi sebesar 2.61 kali. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesa awal, seharusnya hubungannya negatif. Dari Tabulasi pada Lampiran 6 hal. 3 terlihat jarak. tern pat kelja-rusun 69 %
~
0,5 km.
Pada Tabel crosstab antara jarak._laj_ru dengan WTP2 di Lampiran 8 hal. 14, sekelompok responden dengan jumlah 20 orang bersedia membayar WTP2 lebih dari Rp. 170.133 pada jarak. tempat kelja rusun 2 km. Dari uraian di atas alasan utama mengapa hubungan antara jarak._ kelja_ rusun tidak sesuai dengan hipotesa awal karena pada sekelompok responden jarak tempat kelja ke rusunawa lebih keciVdekat daripada jarak. rumah saat ini ke tempat kelja, sehingga responden bersedia membayar lebih mahal pada jarak yang semakin besar.
5.6.
ANALISIS KEBIJAKAN
5.6.1 Tinjauan Keinginan Tinggal di Rusunawa Entikong Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada masyarakat di pemukiman Patoka dan Pasar Batas
Entikong
sebagai suatu populasi
Universitas Indonesia
130
menunjukkan kesediaan yang cukup besar (94%) untuk tinggal di Rusunawa Entikong. HasiJ analisa secara ekonometrika dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kesediaan tinggal di Rusunawa Entikong sangat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan tentang Jarak dari tempat kerja ke Rusun Grk_krj_ru) dan Biaya rumah (Biaya_rmh)). Sedangkan faktor yang tidak berpengaruh terhadap kesediaan tinggal di Rusunawa Entikong adalah jumlah anggota keluarga dan umur. Faktor tersebut dapat menjadi suatu acuan dalam menseleksi eaton penghuni Rusunawa Entikong bagi UPTD Rusunawa Entikong, dengan penjelasan sebagai berikut: a. Responden yang jarak tempat kerja dengan rusun semakin jauh maka lebih kecil keinginannya untuk tinggal. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kedekatan jarak tempat tinggal dengan tempat kerja menjadi pertimbangan utama.
Hal ini juga berarti
keputusan untuk
tinggal berhubungan erat
dengan aksesbilitas, semakin mudah aksesbilitas, maka kesediaan tinggal juga semakin besar. b. Semakin besar pengeluaran biaya rumah responden maka semakin kecil keinginan untuk tinggal di rusunawa. Komponen biaya rumah meliputi biaya untuk bayar Iistrik, PDAM, pengelolaan sampah dan lain-lain. Hubungan yang negatif antara sedia tinggal dengan biaya rumah mengandung arti bahwa responden merasakan keadaan yang dialami oleh mereka sekarang sudah diandaikan pada kondisi di rusunawa. Hal ini berkaitan dengan informasi yang rnereka peroleh bahwa tarif sewa rusunawa tidak termasuk biaya untuk listrik, air dan sampah. Sehingga makin besar biaya rumah, mereka enggan untuk tinggal di rusunawa, karena kondisinya sama dengan di rumah yang mereka sewalkontrak sekarang.. c. Pengeluaran keluarga tidak signifikan mempengaruhi kesediaan tinggal di rusunawa karena keputusan merupakan kebutuhan utama, berapapun
untuk tinggal sehingga
di rusunawa atau rumah sebagai
pengeluaran keluarga (yang dalam
kebutuhan utama,
penelitian ini
digunakan
Universitas Indonesia
131
sebagai pendekatan pendapatan) maka kebutuhan akan tempat tinggal tetap harus dipenuhi. Hal ini juga berlaku untuk variabel jenis kelamin, pria atau wanita tidak mempunyai pengaruh terhadap kesediaan tinggal, karena pria atau wanita sama-sama harus memenuhi kebutuhan akan rumah. Penjelasan yang sama juga untuk variabel umur. d. Variabel
pendidikan tidak signifikan mempengaruhi kesediaan tinggal di
rusunawa. Hal ini karena pada umumnya responden dominan memiliki tingkat pendidikan yang sama yaitu setara SMP dan dibawahnya, sehingga variabel
pendidikan yang mempunyai 2 kategori pendidikan rendah dan
pendidikan tinggi tidak signifikan mempengaruhi
kesediaan tinggal di
rusunawa.
5.6.2 Tinjauan Kesediaan Membayar Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada masyarakat di pemukiman Patoka
dan Pasar Batas
Entikong dan hasil analisa secara
ekonometrika menunjukkan bahwa kesediaan membayar sebelum diberi fasilitas di Rusunawa Entikong dipengaruhi oleh faktor-faktor jenis kelamin (sex), Jarak kerja ke rusun (jrk_krj_ru), pengeluaran keluarga, dan tingkat pendidikan. Sedangkan kesediaan membayar setelah diberi fasilitas di Rusunawa Entikong dipengaruhi oleh faktor-faktor jenis kelamin (sex), Jarak tempat ketja ke rusun (jrk_krj_ru), dan Biaya rumah tangga (biayarmh). Bila Entikong
di bandingkan dengan
yang ditetapkan oleh Pemda
dengan draf tarif sewa
rusunawa
Sanggau, maka faktor-faktor
yang
mempengaruhi kesediaan membayar responden adalah: 1. Tarif sewa
yang ditetapkan oleh Pemda
Sanggau sebesar rata-rata
Rp. 275.000 per bulan , belum termasuk biaya untuk listrik, air, sampah, dan lain-lain. Sedangkan tarif sewa dari tempat tinggal yang sekarang ditempati sebesar Rp. 300.000 per bulan sudah mencakup biaya untuk listrik, air, dan sampah.
Universitas Indonesia
132
2. Rumah sewa yang ditempati saat ini, selain sebagai tempat tinggal, juga berfungsi sebagai tempat usaha dan memiliki lokasi yang strategis yaitu di pusat keramaian , sedangkan di rusunawa, tidak memiliki hal seperti itu. Hal ini sebenamya ke depan akan berbeda, karena dengan penuhnya rusunawa, maka membuka warung merupakan suatu peluang berusaha yang
bagi penghuni
mempunyai
jiwa enteupreneurship, apalagi
rusunawa mempunyai halaman yang luas dan selasar lantai satu yang mendukung untuk membuka tempat berjualan. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi suatu acuan dalam menseleksi kesediaan
sewa
membayar
eaton
penghuni
Rusunawa
Entikong
yang
menggambarkan keterjangkauan responden terhadap tarif sewa sebelum diberi fasilitas, dengan penjelasan sebagai berikut: a. Pengelola keuangan dalam keluarga adalah wanita, sehingga mereka bersifat lebih selektif dalam pengeluaran uang . Hal ini berarti bahwa kesediaan membayar dari responden kaum ibu/wanita lebih kecil dibandingkan dengan responden kaum laki-lakilbapak. Karena bapakllaki-laki diposisikan sebagai kode 1, maka variabel jenis kelamin berkorelasi
positip mempengaruhi
kesediaan membayar wtp 1 dan wtp2 mengandung arti bahwa semakin tinggi responden dari jenis kelamin laki-laki maka kesediaan membayar wtp 1 dan wtp2 semakin besar. b. Variabel jarak tempat kerja dengan rusun signifikan mempengaruhi wtp1 dan wtp2 serta memiliki korelasi yang positip. Hal ini karena ada responden yang memiliki jarak rumah yang ditempati saat ini dengan tern pat kerja lebih jauh dengan jarak tempat kerja dengan rusunawa sehingga responden yang memiliki jarak tempat kerja dengan rusunawanya lebih jauh akan bersedia membayar sewa lebih besar daripada responden yang memiliki jarak tempat kerja lebih dekat dengan rumah. c. Variabel pengeluaran keluarga signifikan mempengaruhi
wtpl, dan
berhubungan secara positip. Penjelasan yang dapat diutarakan adalah semakin besar pengeluaran
keluarga, maka kemampuan keluarga tersebut semakin
Universitas Indonesia
133
meningkat, karena dalam penelitian ini
diasumsikan bahwa variabel
pengeluaran merupak.an pendekatan variabel pendapatan. Sehingga semakin besar pendapatan, maka nilai wtp1 yang dapat diberikan semakin besar. d. Variabel pendidikan signifikan mempengaruhi wtp 1, dan berhubungan secara negatif. Hal ini mengandung arti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, dalam hal ini lebih tinggi atau setara SMP, maka nilai wtp 1 akan semakin rendah , alasannya adalah karena responden semakin kritis dengan peran pemerintah
berkaitan
dengan
pengadaan rumah tinggaVsewa
bagi
masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga dengan memberikan nilai wtp 1 yang rendah agar dapat di tutupi dengan subsidi dari pemerintah. e. Variabel anggota
keluarga tidak
signifikan dengan wtp 1, alasan
yang
mungkin dapat diutarakan adalah karena responden dominan memiliki anggota keluarga antara 1-4 orang, sehingga jumlah anggota keluarga tidak signifikan mempengaruhi wtp 1. f.
Korelasi variabel biaya J1!mah dengan wtp2 adalah positip sehingga responden yang biaya rumahnya yang lebih besar akan bersedia membayar sewa lebih besar daripada responden yang biaya rumahnya Jebih kecil. Hasil analisa terhadap estimasi nilai WTP I adalah sebagai berikut:
a. Probabilitas kesediaan membayar (WTPI) terhadap tarif sewa sarusun Rusunawa Entikong sebagai biaya pemeliharaan yang bersedia membayar diatas Rp.154.308 diprediksikan sebesar 4 I %. Dari data responden, nilai maksimal wtp I yang diberikan oleh responden adalah Rp.2 J0.000. b. Hasil analisa terhadap probabilitas dari peringkat nilai WTPI menunjukkan bahwa probabilitas responden yang bersedia membayar di bawah Rp.1 54.308 diprediksikan sebesar 59 %. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa kesediaan membayar (WTPI) responden terhadap satuan unit rumah susun sederhana sewa di Entikong yang dominan diprediksikan di bawah Rp.54.308,- (WTP I). Dari data responden, nilai minimal wtp 1 yang diberikan responden adalah Rp.l 00.000.
Universitas Indonesia
134
Hasil analisa terhadap estimasi nilai WTP2 adalah sebagai berikut: a. Probabilitas kesediaan membayar (WTP2} terhadap tarif sewa sarusun Rusunawa Entikong sebagai biaya pemeliharaan diprediksikan sekitar 56 % akan berada di atas Rp.l70.133. Dari data responden, nilai maksimal
wtp2
yang diberikan responden adalah Rp.250.000. b. Hasil analisa terhadap probabilitas dari peringkat nilai WTP2 menunjukkan bahwa probabilitas responden yang bersedia membayar di bawah Rp.l70.133 diprediksikan sebesar 44 %. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa kesediaan membayar (WTP2) responden terhadap satuan unit rumah susun sederhana sewa di Entikong yang dominan diprediksikan di atas Rp.l70.133,- (WTP2). Dari data responden, nilai minimal wtp2 yang diberikan responden adalah Rp.l 00.000.
5.6.3
Tinjuan Sikap dan Persepsi Masyarakat Hasil analisa terhadap sikap dan persepsi responden terhadap Rusunawa
Entikong memberikan impliksi kebijakan sebagai berikut: a. Sebesar 91% responden sangat setuju bahwa rusunawa penting untuk generasi yang akan datang. b. 55% tidak setuju hila rusunawa hanya untuk saat ini saja. c. 63% responden sangat setuju jika rusunawa dibangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah. d. 73% responden sangat setujujika rusunawa dibangun di atas tanah pemda. e. 67% responden memiliki persepsi bahwa pembangunan rusunawa lebih penting dari pada pembangunan pasar/maVpertokoan.
Universitas Indonesia
135
5.6.4 Tinjauan Aspek Pengelolaan I Pengbunian Dalam aspek pengelolaan , penelitian ini untuk menguji kesediaan membayar (WTP) aktual dari responden terhadap tarif sewa yang telah dihitung berdasarkan biaya pengelolaan rusunawa oleh dinas terkait. Hasilnya diharapkan dapat memberi masukkan dan menjadi pertimbangan dalam penetapan tarif sewa yang masih dalam proses pengesahan Peraturan Daerah (Perda). Hasil analisa terhadap aspek pengelolaan terutama yang menyangkut penghuniannya harus dilakukan melalui tahapan penyeleksian terhadap calon penghuni sesuai dengan kelompok sasaran yang menjadi target penghunian rusunawa. Dalam penelitian ini, tahapan kegiatan dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut: Tahap 1
Penentuan
kelompok
sasaran
calon
sebagai
penghuni
Rusunawa Entikong. Pada Rusunawa Entikong tahap 1 sebagai
pilot project, kelompok sasaran yaitu Masyarakat di sekitar Border Development Centre (BDC) Entikong, khususnya di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong. Tahap 2
Promosi dan sosialisasi penghunian Rusunawa Entikong dengan penyebaran leaflet pada Masyarakat di sekitar Border
Development Centre (BOC) Entikong . Tahap 3
Pendataan awal terhadap kelompok sasaran yaitu Masyarakat di sekitar
Border
Development
Centre
(BOC)
Entikong,
khususnya di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong. Tahap4
Penyebaran Kuesioner pada kelompok sasaran dan wawancara.
Tahap 5
Pengolahan dan analisa data kuesioner. Berdasarkan metodologi penelitian yang telah dilakukan dan informasi
dari buku petunjuk
pengelolaan rusunawa, secara umum dapat mcmberi
Universitas Indonesia
136
gambaran untuk mencapai tujuan proses penghunian sesuai dengan kelompok sasaran melalui suatu mekanisme penghunian yang terarah sebagai berikut: Tahap 1
Promosi dan sosialisasi penghunian rusunawa
Tahap2
Pelayanan calon penghuni dilokasi rusunawa oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Rusunawa Entikong
Tahap3
Pengajuan permohonan oleh caJon penghuni
Tahap4
Penelitian kelengkapan dan kebenaran persyaratan pada calon penghuni yang telah mengajukan permohonan
Tahap5
Wawancara
Tahap6
Penerbitan
surat persetujuan/penolakan permohonan
dan
pemberitahuan kepada caJon penghuni/penyewa Pembayaran jaminan sewa dan penerbitan sewa menyewa
Tahap 7
rusunawa Tahap 8
Pembuatan Berita Acara Serah Terima Unit Satuan Rusunawa
Tahap 9
Penghunian rumah susun sederhana sewa (rusunawa)
Tahap 10
Perpanjangan/penghentian perjanjian sewa menyewa rusunawa
Tahap 11
Pembatalan Penghunian Rusunawa
Penjelasan mekanisme penghunian adalah sebagai berikut: Tahap awal merupakan penyebarluasan informasi hunian rusunawa kepada masyarakat melalui media yang tepat seperti media cetak dan media elektronik atau selebaran informasi seperti brosur dan leaflet. Pada tahap awal pemanfaatan rusunawa, penyebaran kepada masyarakat harus dilakukan secara luas dan regular. Sedangkan pada tingkat hunian yang cukup tinggi tapi belum mencapai kondisi maksimum, pemasaran rusunawan cukup dilakukan secara
Universitas Indonesia
137
terbatas tetapi efektif.misalnya dengan lebih mengutamakan pemohon daftar tunggu (waiting list). Informasi rusunawa yang perlu disebarluaskan antara lain mengenai Jatar belakang pembangunan rusunawa, sasaran kelompok masyarakat penghuni rusunawa, status hunian, ruang hunian dan fasilitas pendukung yang tersedia, tarif sewa, persyaratan umum dan administrasi serta peta lokasi. Untuk memudahkan kegiatan pengelolaan termasuk proses penghunian maka agar ditentukan tempatllokasi pelayanan bagi caJon penghunilpenyewa. Berdasarkan persyaratan umum dan persyaratan administrasi caJon penghuni rusunawa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan maka bila dianggap tidak sesuai dengan kriteria tidak dapat mengajukan permohonan. CaJon penghunilpenyewa yang telah mengajukan permohonan tetapi tidak memenuhi/melengkapi persyaratan penghunian, maka UPTD Rusunawa menerbitkan penolakan permohonan dari caJon penyewa. Surat
Entikong
penolakan diterbitkan jika salah satu kelengkapan persyaratan tidak dapat dipenuhi dan atau ditemukan ketidakbenaran data yang disampaikan oleh caJon penghunilpenyewa. CaJon penghunilpenyewa yang memenuhi ketentuan sasaran penghunian Gika seluruh persyaratan yang disampaikan penghunilpenyewa lengkap dan benar) selanjutnya dipanggil untuk wawancara. Selanjutnya pembuatan surat pernyataan yang merupakan jaminan yang diberikan oleh caJon penyewa mengenai kebenaran data yang disampaikan dalam kelengkapan pennohonan dan kesediaan memenuhilmentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam penghunian rusunawa disertai kesediaan menerima sanksi bila teljadi peJanggaran. Pembuatan Berita Acara dan Peljanjian Sewa Menyewa Rusunawa merupakan Jegalitas utama dan akhir dalam memberikan kepastian, jaminan dan perlindungan hukum serta bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang terlibat yang mencakup klausul kurun waktu tinggal/penyewaan rusunawa, tarif sewa, hak dan kewajiban, tata tertib penghunian, larangan dan sanksi pelanggaran tata tertib, serta penyelesaian perselisihan. Universitas Indonesia
138
Tahap perpanjangan/penghentian peljanjian sewa menyewa dilakukan setelah habis waktu tinggal dengan memenuhi ketentuan, persyaratan dan tata cara yang berlaku. Tahap pembatalan penghunian rusunawa dapat dilakukan pada kurun waktu tinggal di rusunawa belum habis hila teljadi pelanggaran berat. Keseluruhan tahapan dalam suatu mekanisme penghunian rusunawa ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam memperkecil kemungkinan salah sasaran dalam penghunian rusunawa.
5.7
Pengujian Hipotesis Berdasarkan basil survey, analisis, dan pembahasan penelitian pada bah-
bah sebelumnya diperoleh bahwa jawaban dari pertanyaan penelitian (research question) yang menjadi permasalahan utama penelitian ini sebagai berikut:
1.
Apakah
masyarakat sekitar BDC Entikong bersedia untuk tinggal di
Rusunawa Entikong.
Terlibat dari basil survey dan analisis penelitian ini babwa bagi Masyarakat di sekitar Border Development Centre (BDC) Entikong, khososnya
di
pemukiman
Patoka
dan
Pasar
Batas
Entikong
menunjukkan 94% menyatakan bersedia tinggal di Rusunawa Entikong dan 6% tidak bersedia tinggal di Rosunawa Entikong. Faktor-faktor yang mempengarubinya adalab jarak tempat kerja dengan rusun dan biaya rumah. 2.
Jika mereka bersedia tinggal di Rusunawa Entikong berapa rupiahkah uang sewa per bulan yang sedia mereka bayar.
Terlibat dari basil survey dan analisis penelitian ini babwa masyarakat di sekitar Border Development Centre (BDC) Entikong, kbususnya di Pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong bersedia membayar sewa rusunawa dengan basil analisa terhadap estimasi peringkat nilai WTP Universitas Indonesia
139
menunjukkan probabilitas responden yang bersedia membayar sewa di bawab Rp.154.308 dan di atas Rp. 100.000 sebelum diberi tambaban fasilitas (WTP1 ) diprediksikan sebesar 59 % dan setelab diberi tambaban fasilitas (WTP2) diprediksikan kesediaan membayar di atas Rp. 170.133 dan di bawab Rp.250.000 sebesar 56 %. Nilai ini dominan dari selurub peringkat WTP respondeD. 3.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan membayar sewa sebesar nilai rupiah yang dikemukakan pada point 2.
Faktor-faktor yang mempengarubi WTPl adalab jenis kelamin, jarak tempat
kerja
pendidikan.
ke
rusunawa,
keluarga
pengeluaran
Sedangkan Faktor-faktor
yang
tingkat
dan
mempengarubi WTP2
adalab jenis kelamin, jarak tempat kerja dengan rusunawa, dan biaya rumab.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian dengan hipotesis: 1. Kesediaan masyarakat sekitar BDC Entikong untuk tinggal di Rusunawa Entikong cukup besar. 2. Kesediaan membayar sewa masyarakat sekitar BDC Entikong, khususnya masyarakat di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong sebesar Rp. 275.000. per bulan. 3. Variabel-variabel jenis kelamin,
pendidikan,
biaya rumah, pengeluaran
rumah tangga berpengaruh positip terhadap kesediaan membayar sedangkan
jarak tempat kerja ke rusun
dan jumlah anggota
sewa,
keluarga
berpengaruh negatifterhadap kesediaan membayar sewa. dengan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui: 1.
Kesediaan
masyarakat sekitar BDC Entikong untuk tinggal di Rusunawa
Entikong.
Universitas Indonesia
140
2.
Kesediaan membayar sewa sebesar nilai rupiah per bulan .
3.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kesediaan
membayar
sewa yang
diberikan pada point 2. Adalah TERBUKTI dan TERCAPAI, karena kesediaan masyarakat di sekitar Border Development Centre {BDC) Entikong untuk tinggal di rusunawa cukup tinggi dan kesediaan membayar sewa jika mereka tinggal di Rusunawa Entikong.
Universitas Indonesia
141
BAB6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
KESIMPULAN Dari basil penelitian dan pembahasan. maka diperoJeh kesimpuJan
sebagai berikut : 6.1.1
Penelitian terhadap I 00 orang responden dari masyarakat sekitar BDC Entikong. khususnya masyarakat di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong memberikan gambaran
bahwa sebagai
suatu populasi
menunjukkan kesediaan yang cukup tinggi (94 %) untuk tinggaJ di Rusunawa Entikong. 6.1.2
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan tinggaJ di Rusunawa Entikong adaJah faktor biaya yang dikeJuarkan untuk operasionaJ rumah (seperti biaya Iistrik. air, sampah dan keamanan) dan jarak tempat kerja dengan rusun . Faktor-faktor tersebut dapat menjadi suatu acuan daJam menseJeksi caJon penghuni Rusunawa Entikong
bagi Pemerintah
Kabupaten Sanggau. 6.1.3
Masyarakat di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong menunjukkan kesediaan membayar (WTPI) sewa rusunawa dengan tanpa disediakan fasilitas tempat bermain anak dan sarana/prasarana olahraga, walaupun dengan kondisi dan kemampuan yang berbeda (muJai dari Rp. I 00.000 sampai dengan Rp. 250.000) dengan nilai rata-rata dari keseJuruhan nilai WTP aktuaJ sebesar Rp. 154.308,-
6. J.4. Kesediaan membayar (WTPJ) dari responden sangat dipengaruhi oJeh jenis keJamin responden , jarak tempat kerja ke rusunawa, pengeJuaran keJuarga dan tingkat pendidikan . Faktor-faktor tersebut dapat menjadi acuan daJam menseJeksi kesediaan membayar sewa caJon penghuni Rusunawa
Entikong yang menggambarkan keterjangkauan responden
terhadap tarif sewa.
141 Universitas Indonesia
142
6.1.5
Probabilitas kesediaan membaya r (WTP 1) responden terhadap satuan unit rumah susun sederhana sewa di Rusunawa Entikong diprediksikan di bawah Rp. 154.308 sebesar 59% dengan nilai WTPI minimal sebesar Rp. 100.000,- dan WTPI maksimal sebesar Rp. 210.000,-
6.1.6
Masyarakat di pemukim an Patoka dan Pasar Batas Entikong menunjukkan kesediaan membayar (WTP2) sewa rusunawa dengan disediakan fasilitas tempat bermain anak dan sarana/prasarana olahraga, walaupun dengan Rp. 100.000 sampai kondisi dan kemampu an yang berbeda (mulai dari dengan Rp. 250.000) dengan nilai rata-rata dari keseluruhan nilai WTP2 aktual sebesar
6.1. 7
Rp. 170.133,-
Kesediaan membaya r (WTP2) dari responden sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin responden, jarak tempat kelja ke rusun, biaya rumah. Faktorfaktor tersebut dapat menjadi acuan dalam menseleksi kesediaan Entikong yang membaya r sewa caJon penghuni Rusunawa menggam barkan keteljangkauan responden terhadap tarif sewa.
6.1.8
Probabilitas kesediaan membaya r (WTP2) responden terhadap satuan unit rumah susun sederhana sewa di Rusunawa Entikong diprediksikan di atas Rp. 170.133,- sebesar 56 % dengan nilai WTP2 minimal sebesar Rp. I 00.000,- dan WfP2 maksimal sebesar Rp. 250.000,-.
6.1.9
Berdasarkan sikap dan persepsi responden menunjukkan bahwa rusunawa penting untuk generasi mendatang, rusunawa dibangun di atas tanah pemda, pembang unan rusunawa lebih penting daripada pembangunan diprioritaskan untuk masyarak at pertokoanlmall, dan rusunawa berpenghasilan rendah baik pada masa kini maupun yang akan datang.
6.2. SARAN- SARAN Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang diperoleh serta opini kualitatif dari para responden, maka disarankan kepada pihak-pihak terkait dalam pengelolaan rusunawa Entikong, khususnya UPTD Rusunawa Entikong dan umumnya Pemkab Sanggau agar :
Universitas Indonesia
143
l.
Penghunian Rusunawa Entikong agar segera dilaksanakan, mengingat sejak diresmikan pada tanggal 9 Juli 2007 sampai dengan sekarang pada tanggal 16 September 2008 kondisi Rusunawa Entikong dibiarkan kosong, sementara keinginan masyarakat untuk tinggal di Rusunawa Entikong cukup besar.
2.
Nilai WTP responden pada tarif rusunawa yang ditambah dengan fasilitas bermain anak dan tempat olahraga lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai WTP sebelum rusunawa ditambah fasilitas, hal ini menandakan bahwa responden mau membayar sewa di rusunawa lebih besar jika fasilitasnya dilengkapi. Oleh sebab itu, hendaknya Pemkab Sanggau melengkapi fasilitas di Rusunawa Entikong.
3.
Nilai WTP yang dominan diberikan oleh responden yang mempunyai pendapatan antara Rp. 400.000 - Rp. 800.000 dengan rata-rata WTP sebesar Rp. 170.133,
oleh sebab itu , penentuan
tarif
sewa
Rusunawa Entikong hendaknya mempertimbangkan keterjangkauan oleh masyarakat sekitar BDC Entikong, khususnya masyarakat di pemukiman Patoka dan Pasar Batas Entikong
4.
dengan
merevisi draf tarif
sewa
rusunawa Entikong saat ini. yang berkisar pada rata-rata Rp. 275.000,Sebagai suatu kajian yang bersifat akademis, penelitian ini perlu diteliti lebih detail dan comprehensive berdasarkan data terkini misalnya yang berkaitan dengan kajian terhadap aspek pengeluaran pemerintah berupa subsidi dan analisis fmansial dalam perhitungan tarif sewa rusunawa sehingga dapat menjadi suatu wacana kebijakan, maupun menjadi masukan yang berarti bagi pihak-pihak yang berkompeten di bidang perumahan dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sanggau maupun pihak-pihak lain
yang berkepentingan.
Universitas Indonesia
144
DAFTAR PUSTAKA
A. Hokum dan Perundangan UU No.l6 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara RI Tahun 1985 No. 75, Tambahan Lembaran Negara No.3317). UU No.4 Tahun 1992, tentang Perumahan dan Pennukiman (Lembaran Negara Rl Tahun 1992 No. 23, Tambahan Lembaran Negara No.3461 ). PP No.44 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lernbaran Negara RI Tahun 1988 No. 7, Tambahan Lembaran Negara No.33 72).
B. Buku Daras I Teks Alkadri, Hamid. 2003. Modal dan Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan Kabupaten Nunulcan. BPPT Press Jakarta. Arif, Sritua. 1993. Metodologi Penelitian Elconomi. Penerbit Universitas In(lonesia Jakarta
Batalgi, H. Badi. 2001. Econometric Analysis Of Panel Data, Sons, Ltd. Budiharjo, Eko. 1998. Sejumlah Masalah Permukiman Kola Alumni.
2"" ed.
Jhon Wiley &
Bandung.
Penerbit
Fauzi, Akhrnad. 2006. Ekonomi Somber Daya Alam dan Lingkungan . Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama . Jakarta. Gafur, Sutannan dkk (2006), Memhangun Transparansi Melalui Partisipasi Publik di Kawasan Perbatasan Kalimantan Barat (Kasus Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Sambas), Kerjasama Untan dengan Kemitraan Jakarta dan Uni Eropa, Penerbit Kemitraan Untan Pontianak Gujarati,
Damodar , (2003), Basic Econometrics, McGraw Hill, Fourth Edition, New York.
Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrilca PT Erlangga Jakarta.
Dasar. (Sumamo Zain : Penerjemah) .
Guo, Roxing. 1996. Border Regional Economics. Phsyca-Verlag A Springer-Verlag Company Germany.
145
Hamid; Mukti Sri Handoyo & Tien Widianto, Kawasan Perbatasan Kalimantan Permasalahan dan Konsep Pengembangan , Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, BPPT Jakarta Hastono, SP (2007), Ana/isis Data Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarak.at Universitas Indonesia. Ismail, Zannawis. 1999. Masalah Kemiskinan Masyarakat Perkampungan Kumuh di Pusat Kota, Kasus Yogyakarta dan Surabaya. Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI Jakarta. Kuncoro , Mudrajad (2004), Metode Kuantitatif, Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi kedua, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. dkk (2006), Perumahan Kuswartojo, Penerbit ITB Bandung
dan
Pemukiman
di
Indonesia,
Lloyd C. Atkinson (1982), Economics, lrwin.lnc.,Homewood, Illinois Mankew, N Gregory. 2004. Pengantar Ekonomi Milcro Edisi 3 ( Chriswan Sungkono: Peneljemah). Penerbit Salemba Empat Salemba M, Supamo S & Martina E (2006), Perencanaan dan Pengembangan Rumah, Penerbit Andi Yogyakarta
Nasution, & M. Thomas. 1996. Buku Penuntun Membuat Tesis Slcripsi Disertasi Makalah. Penerbit Bumi Aksara Jakarta Patricia A. Champ & Kevin Boyle (2003), A Primer on Nonmarket Valuation, vol.3, Kluwer Academic Publishers, Dordrect Pindyck, RS & Daniel LR. 2005. Microeconomics Sixth Edition. Pearson Prentice HaJJ New Jersey Pindyck, RS & Daniel LR. 1991. Econometric Models and Economic Forecast. Third Edition. Me Graw Hm International Edition. Singapore. Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung (2004), Pengantar Jlmu Ekonomi, Milcroekonomi dan Malcroekonomi. Volume Kedua, Edisi Revisi, FEUI, Jakarta Rozani, Iman. 2008. Bahan Ku/iah Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah. MPKP FE-VI. Samuelson, Paul A. & William D.Nordhaus .2001. 1/mu Mi/croekonomi, Edisi 17 .( Nur Rosyidah, Anna Elly, dan Bosco Carvallo : Penerjemah). PT Media Global Edukasi Jakarta Santosa, PB & Ashari. 2005. Ana/isis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Penerbit Andi Yogyakarta
146
Sugiarto, dkk (2005), Ekonomi Mikro, Sebuah Kajian Konfrehensif, Edisi Kedua, Cetakan ketiga, Gramedia, Jakarta. Sumami, MA & Salamah Wahyuni. 2006. Penerbit Andi Yogyakarta
Metodologi
Penelitian
Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya Pemasaran Kerjasama MMA-IPB dan PT. Ghalia Indonesia Jakarta.
Sampling Teknik 2007. Supranto. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Untuk
Survey
dan
Bisnis. Dalam
Elrsperimen.
Todaro, MP & Stephen CS. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Jilid 1. Edisi Kedelapan. (Haris Munandar, Puji AL : PeneJjemah ). Penerbit PT. Erlangga Jakarta Trihendradi, C. 2007. Langkah Mudah Menguasai Statistik Menggunalcan SPSS 15. Penerbit Andi Yogyakarta Winamo, Wahyu.P. 2007. Ana/isis Ekonometrilca dan Statistilca dengan Eviews. UPP STIM YKPN. Yogyakarta
Ana/isis dan Perhitungan Tinglcat Kemiskinan Tahun 2006. 2006. BPS Jakarta Pedoman Telcnis Pengelolaan Rusunawa Pola Unit Pelalrsana Teknis. Departemen Pennukiman dan Prasarana Wilayah Dirjen Perumahan dan Pennukiman Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Entilcong (2005), Dinas Pennukiman dan Prasarana Wilayah Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat Upaya
Meninglcatkan Pelayanan Publik dan Ekonomi Masyarakat di Perbatasan Malaysia dalam Perspektif Otonomi Sanggau dengan Kabupaten Daerah.(2001). Disampaikan Kepala Bappeda Kabupaten Sanggau dalam Seminar yang diseJenggarakan DPRD Sanggau pada tanggaJ J J Juni 2007
C. Skripsiffesis Anwar, Ujang. 2007. Model Pembiayaan Cost Of /lines Berdasarkan Biaya Pada Provider dan Pasien Studi Kasus Pengohatan Rawat Jalan /SPA di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2007. Tesis Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM-UI. Tidak diterbitkan Diputra, Pustaka. 2003. Permukiman Kumuh di Denpasar Ditinjau Dari Aspek Ruang/Spasial. Jurusan Teknik Arsitektur Unud. Tidak diterbitkan Hadi, Mustajab. 2003. Pennintaan Rumah Susun Sewa Waru Gunung. Skripsi Fakultas Ekonomi Unair. Malang
147
Lantif, Chairul (2005), Perhilungan Retribusi Sewa Rusun dan Dampak Pembebasan Lahan untuk Pembangunan Rumah Susun lerhadap Perelronomian DKJ Jakarta, FEUI. Tidak diterbitkan Metalia, Mega (2004), Mengeslimasi WTP Pelanggan Rumah Tangga untuk Pelayanan Air Bersih dan PDAM Aplikasi CVM di Kola Bondar Lampung, Program Pasca Sarjana, FEUI. Tidak diterbitkan Pramudita, Seno (2005), Penilaian Elronomi Kawasan Konservasi, Sludi Kasus Kawasan Seblal Taman Nasional Kerinci, MPKP FEUI. Dewi, Rachma (2004), Ana/isis Kemauan Pasien Membayar (WTP) dihubungkan dengan Karakterislik Membayar (ATP) dan Persepsi Pasien lerhadap Mulu dan Manfaat Pelayanan di Puslresmas Sukmajaya Depok, Program Pasca Sarjana FKM-UI. Tidak diterbitkan Rudianto, Eddy. 1998. Ana/isis Kemampuan dan Kemauan Membayar Masyarakal Terhadap Tarif Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Cik:ole Kabupaten Tesis Fakultas Kesehatan Daerah Tingkat II Bandung Tahun 1998. Masyarakat UI. Tidak diterbitkan. Sawitri, Dewa Ayu Alit. 2006. Karaterislik Permulciman Kumuh Di Kola Denpasar. Skripsi. Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Unud. Tidak diterbitkan Sihsetyaningrum, Endang. 2005. Ana/isis Pengeluaran dan Harga Rumah di Wilayah Bodelabelc. Tesis Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik FE-UI. Jakarta . Tidak diterbitkan Sjakira, lrfa (2007), Keinginan Tinggal dan Kesediaan Membayar Masyarakal Berpenghasilan Rendah di Rusunawa Menleng Kola Bogor (Siudi Kasus Tenaga Kerja Kontrak Pemerinlah Kola Bogor), MPKP FE-UI. Tidak diterbitkan Slamet, NAMH, 2005. Ana/isis Kesediaan Rumah Tangga Membayar Retribusi Sampah Dengan Metoda Valuasi Kotingensi, Studi Kasus Di Kahupaten Pemalang. Tesis MPKP FE-UI. Tidak diterbitkan Sriwindarti, Endang (2005), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keinginan Masyarakat Menjadi Nasabah Bank Syariah Studi Kasus di Beberapa Daerah Jawa Baral, MPKP FEUI. Tidak diterbitkan Sugiyanto. 1996. Sosio-Ekonomi-Demografi Rumah Tangga Studi Tentang Faktorfaktor Pemilihan Pendidikan pada Jenjang Pendidikan Menengah di Pulau Data Susenas 1992). Magister Kependudukan dan Jawa (Analisis Ketenagakerjaan Program Pascasarjana- UI. Tidak diterbitkan. Supriyanto, M. Aris. 2003. Analisis Pemilihan Moda Antara Busway dan Kendaraan Pribadi dengan Model Logit-Probit (Studi Kasus Koridor Blok
148
M - Kota). Program Pasca Smjana Bidang Ilmu Teknik - Universitas Indonesia . Tidak diterbitkan. Wahyuningsih, Yayuk Eko. 2003. Ana/isis Pola Preferensi Relatif Konsumen dalam Memilih Lolcasi RUmah Tinggal Perlcotaan di Komplek Real Estate dan Aspek Ke/embagaan yang mempengaruhirrya, Program Pasca Smjana IPB. Wanananda, Andri (1989), Willingness To Pay Kepala Keluarga terhadap Dana Sehat pe/ayanan K£sehatan Primer di Kelurahan Palmerah Jakarta Barat, Program Pasca Smjana FKM-UI. Tidak diterbitkan
D. Jurnal dan Makalah Ilmiah Abadi A. Adib Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 34. No. 2 Desember 2006., Proh/ematilca Penenluan Sampe/ dalam Pene/itian Bidang Perumahan dan Permulciman. on line. <www.petra.ac.id/-pus/itljouma/s> Apgar, William (2004), Rethingking Rental Housing : Expanding The Ability Of Rental Housing To Serve as a Pathway to Eonomic and Social Opportunity. Joint Center For Housing Studies Harvard University.< wwwjchs.harvordedu/pub/ icationslmarketslw04-ll.pd f> Belsky, Eric S . et.al 2005. Measuring The Nation's Rental Housing Affordabi/ity Problem. Joint Center For Housing Studies. Harvard University. <www. jchs.harvard.edu/publicationslrentall> Blanc, David (2005), Economic Evaluation of Housing Subsidy Systems - 3529, Policy Research Working Paper, The World Bank, Washington, D.C. Carson, Richard T. (2000) Contingent Valuation : A User Guide, ACS. Efendi, Rudi Ridwan. 2007. Analisa Kurva Permintaan Rumah Susun Sederhona sewa Di Jakarta. Jumal Permukiman Volume 2 Nomor 2 September 2007. <_www.pu.go.id/Balitbanglnews/kim020207.pdf>
Guha, Shion. 2008. Valuation of Clean Water Supply by Wilingness to Pay Method in a Developing Nation : A Case Study in Ca/cuta, India. Journal of Young Investigators. Volume 18, Issue 7. July 2008. [on line] dari : Harahap, BN dan Djoni Hartono. 2007. Ana/isis Kesediaan Membayar dan Faktorfaktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Fasi/itas Air Minum dan Sanitasi Di Indonesia. [on-line]. Parallel Sesion IIIC: Poverty, Population & Growth. <www.theceli.com/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid =216&/temid=26 ->
149
Indartoyo. 2007. Dampak Kehadiran Rusunawa Bagi Penataan Bangunan dan on line Kawasan Terbangun. lnfrastruktur Di Daerah Sekitar http://peneliti.bl.ac.idlwp-content/uploads/2007/05/indartoyo-sna2007.pdf King,
Dennis M. (2006), Contingent www .ecosystemvaluation.com.>
Valuation
Met.
on
line
<
http//:
Kryvobokov & Marko/\Wihelmsson. 2007. Analysing Location Attributes With A Hedonic Model For Apartement Prices In Donetsk, Ukraine. International Journal Of Property Management. September 2007. [on line] dari <www.entrepreneur.com/tradejoumals/ article/167696965.html- 67k -> Lubis, Sahruddin. 2007. Aspek Sosial Tinggal Di Rumah Susun [On line] Dari Masjkuri, Siti Umajah. 2007. Perbaikan Kampung Komprehensif dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan Sosial Serta Kemandirian Masyarakat Miskin Kampung Kumuh Di Kota Surabaya. Disertasi Program Pascasarjana dari [online] Surabaya. AirJangga Universitas <www.damandiri.or. id/file/sitiumajahmasjkuriunair> Mustafa, Hasan. 2000. Teknik Sampling. Universitas Parahiyangan. Bandung http://www.google.eo.id/search?hl=id&q=teknik+sampling&btnG=Telusuri+d · engan+Google&meta= Prabawasari, Veronika Widi .2002. Konsep Land Shorting Untuk Pemhangunan Pemukiman Kumuh Kawasan Kola. Jumal Desain & Konstruksi Volume I 2002. Desember 2 Nomor
Santoso, Soly Iman. 2008. Perhitungan Barga Sewa dan Sewa-Beli Rumah Susun sedehano Serta Daya Beli Masyaralcot Berpendapatan Rendah di DKJ www. Sudjono, Ira. 2007. Artikel Rumah Susun. (On line]. GMT Property Management. Dari: Suharto, Edi . 2006. Kehijalcan Sosial. Bahan Diklat Jabatan Fungsional Pekelja Sosial Tingkat Ahli, Jenjang Madya, BBPPKS, Lembang 14 November 2006. < www.policy.hu/suharto.> Sulistyawati. 2007. Arsitektur dan Permukiman Kelompok Sosial Terpinggirlcan Di Kota Denpasar Persfektif Kebudayaan Kemiskinan. Jumal Pennukiman -108. 62 2007 Agustus 2 No. 5 Vol. Natah 20icrosoft%20word%
150
Syahrial, Syarif dan Suahasil Nazara. 2006. Detenninan Tipe Kepemilikan Rumah Perkotaan di Indonesia Model Pilihan Kualitatif Menggunakan Data Susenas 2001. Jumal Ekonomi Pembangunan Indonesia Vol. VII No. 01 Hal. 1-25 Juli 2006. Widaningrum, Dwi lndah. 2007. ldentifilcasi Kemampuan dan Kemauan Membayar Masyarakat herpenghasilan Rendah Di Lobi Rencana Pemhangunan Bandung. [on line] dari : Kota Susun Tamansari Rumuah ~igilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl
dwiindahwi-28429- 14k ->
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner yang digunakan
KUISIONER
rn rn rn (
diisi pene/iti)
III I
c diisi pene/iti >
PENDAHULUAN
Kuesioner ini ditujukan untuk mendapatkan informasi perihal penilaian masyarakat terhadap Rusunawa Entikong. Informasi yang didapat akan digunakan untuk mendukung: Pertama, penyelesaian tesis pada Program Studi Magister Perenc:anaan dan Kebijakan Publik, Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia; dan Kedua memberi
masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Sanggau dalam merumuskan kebijakan pengelolaan Rusunawa Entikong. Jawaban yang Saudara berikan dijamin kerahasiaannya. Atas partisipasi Saudara, saya uc:apkan terima kasih. Sanggau, Juni 2008 PETUNJUK PENGISIAN :
1. lsi dan jawablah pertanyaan dibawah ini dengan j4iur. 2. Jawaban dilakukan dengan memberi tanda check list (
v)pada pilihan yang dianggap sesuai.
BAGIAN I. KARAKTERISTIK INDMDU RESPONDEN
1. 2. 3. 4. 5.
0
0
2. Wanita 1. Pria : Jenis Kelamin : .••...•.•.••••...•...• Tahun. Umur ...••••••..•..•••.••.••.•..•.•••.••...•.••••..•....•...•.•......••.••.•...•........., ..•....•..•. Ala mat 4. Lainnya 3. Anak 2. Ibu 1. Ayah Pengambil keputusan dalam keluarga : Sam 'i KelaS/Tingkat: Lulus 1. Tidak 5ekolah = Pendidikan Terakhir
4. SMA 5. D I
=
so
3. SMP
7. D III
8.
(2] ................................GJ
= I 1 I 2 I.........................GJ = I 1 I 2 I 3 I ................... GJ = I 1 I 2 I 3 I 4 l.. ............ GJ
6. D II
8.
O
= 32 I 3 I 4 I s I 6 I...GJ = I 1 I 2 I 3 I ....................GJ = I 1 I 2 I 3 I.................... GJ
2.
6. 7.
0
0
0
s1
Berapa jumlah anggota keluarga Saudara ? •...••.••...•••.••.•.•orang Berapa pengeluaran rumah tangga Saudara per bulan ? ~ 4 : Rp. 400.000 s.d. Rp. 800.000 1 : dibawah Rp. 100.000 5- Rp. 800.000 S.d. Rp. 1.600.000 2- Rp. 100.000 S.d. Rp. 200.000 6 = Rp 1,600.000 S.d. Rp. 2.800.000 3 = Rp. 200.000 S.d. Rp. 400.000 7 = lebih dan Rp. 2.800.000,Bkah Saudara penduduk asli daerah sini ? 1 = Asli (lanjut ke nomor 14) 2 = Pendatang
§
9. Jika pendatang, Saudara berasal dari daerah mana ? ....................... . 10. Sudah berapa lama Saudara tinggal di daerah ini? ................Tahun 11. Status rumah yang Saudara tempati sekarang: 3. sewa 1. Milik sendiri
0
Kuisioner Penelitian Tesis
0
1
0
0
2. Kontrak 4. milik orang tua/Saudara 12. a. Jika kontrak, nilai kontrak per tahun Rp..............•..••.•...••.•.•• b. Jika sewa, nilai sewa per bulan Rp............................ .. 13. Jika rumah yang ditempati sekarang adalah bukan millk sendlri, apakah tefah mempunyai rumah sendiri di daerah yang lain? 1. Ya (luas tanah ..........•.•....•.....m2, luas bangunan ........•......•..••....m2) 2.1idak , 14. Bila belum mempunyai rumah sefldiri, dalam jangka waktu dekat di masa datang, adakah rencana untuk: 1. Membeli rumah secara tunai 3. Kontrak/sewa 2. Membangun sendiri 4. Belum ada rencana 15. Iuranjbiaya yang Saudara keluarkan yang berhubungan dengan tempat tinggal sekarang? a. Sampah/kebersihan Rp•••...••...•.•••••.•.../bin b. Keamanan Rp......................./bin c. Air bersih/PDAM Rp..•.••..•.••.•........•/bin d. Ustrik Rp......................./bin e. Pengecatan Rp •.•......•.•••..••...../(bin atau tahun) e. Lainnya, sebutkan •..•••••.•.••••••.•.••.•.••.•••••.••••.•...•.•.•.•••.......••••...•...•.••••.••..••.•••.••.••..•.•••.•••.....•••••...•
8 8
8
BAGIAN II SJKAP DAN PERSEPSI RESPONDEN PADA MASALAH PERUMAHAN DAN RUSUNAWA 16. A~kah Saudara tahu tentang Rusunawa Entikong ? 1 =Tahu · 2 = lidak Tahu ( Stop sampai disinl ) Rusunawa adalah ••••.••••.••.......••...•...•.••.••••••.••.....••.•.•..•..•..••••••.•..•.•••••••••••••.•.••••••••••••••.•.•.••.••.....••• 17. Menurut Saudara apakah pembangunan Rusunawa Entikong bermanfaat dalam memecahkan masalah tempat
8
Err:i~~? Alasannya •••••••••••••••••••.•••••••••••••••••••••.•••••••••.••••••••••••••••••••••••••.••••••••••••••••••••••..••.••.•••••.•••••••••••••••• 18. ~kah Saudara atau anggota keluarga Saudara pemah datang ke lokasi Rusunawa Entikong ? U 1 = Ya 2 = lidak ( Stop sampai dislnl ) 19. Berapa jauh jarak tempat tinggal Saudara sekarang dei"Qan Rusunawa Entikong ? •.•••.•••.••••.••••• km 20. Berapa jauh jarak tempat kerja Saudara dengan rusunawa ?•••..•..••...•..•...•.•. km 21. Dibandingkan dengan tempat tinggal Sa~ra sekarang, lingkungan Rusunawa Entikong: 1. Jauh leblh balk 3. Sarna 0 5. Jauh lebih buruk 2. Leblh balk 4. Lebih buruk
0
8
BAGIAN W: KEINGINAN UNTUK TINGGAL DI RUMAH SUSUN 22. A_E!kah Saudara bersedia untuk tinggal di Rusunawa Entikong? U1=Ya 02=1idak 23. Bila Ya, alasan Saudara (berikan urutan prlorltas blla jawaban leblh dari satu)
1.................................................................................................................................................. . 2 ..•.•......•.•..•.•....•..........................................................................................•....•.•...................•....• 24. Bila ndak, alasan Saudara (berikan urutan prloritas bila jawaban lebih dari satu) 1.................................................................................................................................................. . 2.........................•.....................................••....•.....•..................................•.................................... BAGIAN IV:
KESEDIAAN MEMBAYAR ( WILUNGNESS TO PAY) SEWA Dl RUSUNAWA ENTIKONG.
Di Kecamatan Entikong telah dibangun rumah susun dengan nama Rusunawa Entlkong.
Rusunawa
Entikong dibangun dengan tujuan untuk memenuhl kebutuhan tempat tinggal bagl masyarakat Entikong, terutama yang berpenghasilan rendah dan/atau bekerja dl Sarawak, yang belum memiliki rumah sendiri. Untuk menjaga kualitas bangunan Rusunawa maka penghuni nanttnya akan dikenal " sewa •. Saat inl Rusunawa telah dilengkapi dengan fasilitas penunjang
antara lain: llstrik
PLN dan PDAM. Lokasl Rusunawa
berdekatan dengan Balal Latihan Kerja, Kantor Soslal dan Tenaga Kerja Kabupaten Sanggau.
Kuisioner Penelitian Tesis
2
DENGAN KONDISI RUSUNAWA YANG DISEBUTKAN Dl ATAS: 25. Bersediakah Saudara membayar sebesar Rp. 177.500,- per bulan untuk biaya sewa? 1. Ya 2. Tidak ( lanjut ke nomor 28 ) 26. Bagaimana jika sewa itu adalah sebesar Rp. 185.000,- per bulan?, masihkah Saudara bersedia? 1. Ya 2. Tidak ( lanjut ke nomor 30 ) 27. Bagaimana jika Saudara membayar sewa sebesar Rp. 200.000,- per bulan? masihkah Saudara bersedia? 1. Ya ( lanjut ke nomor 30 ) 2. Tldak ( lanjut ke nomor 30 ) 28. 81mana ~ka Sat.Klara mernbayar sewa sebesar Rp. 170.000,- per bulan 7 masihkah Saudara ber.iedoa? 1. Ya ( lanjut ke nomor 30) 2. Tidak 29. 8imana jika Saudara membayar sewa sebesar Rp. 155.000,- per bulan 7 masihkah Saudara ber.iedia7 1. Ya 2. Tidak 30. Berapa tarif sewa paling onggi yang bersedia Saudara keluarkan untuk menyewa 1 unit rusunawa ? Rp. . .. •. .. •. .• •. ....•. .. •. ..... .. .. per bulan
8 8 B
JIKA FAUSITAS RUSUNAWA DIKEMBANGKAN, MISALNYA DENGAN DISEDIAKANNYA ARENA BERMAIN ANAK-ANAK DAN TEMPAT OLAHRAGA : 31. Bersediakah Saudara membayar sewa sebesar Rp. 200.000,- per bulan? 1. Ya 2. Tidak ( lanjut ke nomor 34 ) 32. Bagaimana jika Saudara membayar sewa sebesar Rp. 225.000,- per bulan 7 masihkah Saudara bersedia? 1. Ya 2. Tidak ( lanjut ke nomor 34 ) 33. Bagaimana jika Saudara membayar sewa sebesar Rp. 250.000,- per bulan ? masihkah Saudara bersedia? 1. Ya ( lanjut ke nomor 36 ) 2. Tidak ( lanjut ke nomor 36 ) 34. 81mana jika Saudara rnembayar sewa sebesar Rp. 180.000,- per bulan? masihkah Saudara bersedia? 1. Ya ( lanjut ke nomor 36 ) 2. Tidak 35. 8imana ~ka Saudara membayar sewa sebesar Rp. 165.000,- per bulan? masihkah Saudara bersedia? 1. Ya 2. Tidak 36. Berapa tarif sewa tertinggi yang bersedia Saudara keluarkan untuk menyewa 1 unit rusunawa ? Rp. . ...•........................... per bulan 37. Dapatkah Saudara memberikan pendapat terhadap setiap pemyataan dl bawah ini?
8 8 8
Pernyataan
No. a. b.
c. d. e.
Sangat setuju
Setuju
Tldak Setuju
Sangat Tldak Setuiu
Rusunawa oentina untuk generasl menclatana Rusunawa oentina untuk saat lnl sata dibangun untuk masyarakat Rusunawa perlu beroenc~hasilan rendah Rusunawa perlu dibangun dl tanah millk pemda untuk meninakatkan kualitas llngkungan pemukiman Pembangunan pasarlmalllpusat pertokoan leblh pentlng darioada oembanaunan Rusunawa
38. Apakah Saudara mempunyai saran I rnasukan I pendapat tentang Rusunawa dan pengelolaannya ?
Kuisioner Penelitian Tesis
3
Lampiran 2. Data Responden Basil Kuisioner No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
jrk_krLru
0.2 0.2 0.2 0.2 2 2 2 4 2 4 4 2 0.2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 0.2 0.2 0.25 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1
umur Angkel
3 2 2 4 4 2 3 3 3 2 2 5 3 3 2 3 1 3 2 3 3 3 2 3 2 4 3 4 2 2 3 4 3 4 2 2 4
1 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 2 2 1 1
Pengkel
Biaya_rmh
didik
sex
sedia
wtpl
6 4 6 5 7 3 5 5 5
330000 220000 95000 220000 105000 30000 75000 145000 105000 80000 90000 153000 175000 200000 200000 70000 20000 160000 112000
0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1
1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0
0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 3 4 3 2 3 5 4 7 2 3 4 5 5 6 5 4 3 3 6 3 3 5 3 4 3 2 5
80000
30000 80000 20000 40000 170000 80000 80000 80000 130000 130000 80000 80000 130000 80000 130000
80000 80000
11Lampiran 2
wtp2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
so 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64
65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.2 0.1 0.1 0.2 0.1 0.2
4
3 4 3
3 4 2 3
2 4 4 4 3 4 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 2 3 4 3 3 2 2 3 3 3 4 2
2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 1
5 5 7 4 5 4 4 5 3 3 4 3 4 4 4 5 6 2 4 2 4 4 5 4 5 5 5 5 5 3 3 3 3 3 4 4 4 3
80000 80000 80000 80000
80000 80000 80000 80000 130000 80000 80000 80000 80000
80000 80000 80000 80000 130000 150000 126000 80000 80000 80000 80000 80000 80000
80000 80000 80000 80000 80000 80000 80000 130000 80000 80000 80000 130000
0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0
0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2Jlampiran 2
-
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
0.1 0.3 0.3 0.4 0.3 0.3 0.3 2 2 2 0.2 0.2 0.2 2 2 2 2 2 2 0.2 2 2 2 2 2
4
2 3 5 4 3 4 4
4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 3 4 3 4 3 3 4
1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1
3 4 4
4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5
120000 85000 110000 110000 113000 110000 150000 70000 80000 80000 110000 115000 120000 95000 90000
105000 105000 110000 100000 95000 105000 110000 120000 110000 110000
0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0
1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1
3llampiran 2
1 1 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Lampiran3 Berita Acara Pengumpulan Data
fflp--,a;;7 FEUI ~
Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi- Universitas Indonesia Gedung MPKP Kampus Barn Ul Depok Telp. (021) 78880745-46 Fax. (021) 78880747
BERITA ACARA PENGAMBILAN DATA DILAPANGAN
: J~g.c~.r?..... V!.!4~~.9 ..................... .................................,.
NAMA
NPM JUDUL TESIS
: .9..7.9..~9.9.?:-.~Q. .............................................................. . : .~~~f?f?Jt!f.~.... T!~~!-:o: ...P.~.~ ..t!'!f!.'!Y¥.!.lf.~.~ .............. ! •• VI
f2.USU.NA-u.J~
&4fj~~~t1
PEMBIMBING
u·· ····
~'&Vfi3T6N
.
················ ···· ····· ··· ·········
: ·im~.0.·.·.·.·.~9.·iP:·n·,·.~·.·.!.~.~·.·.'tii.~i~~.~~.·.:.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·.·. MATER!
TANGGAL
NO
6"N1l~"
m~uiJ· ···~ii:58 · · ·
\.
-
(}.
~~ (.A{h(2_
-- 4/A~
3.
11c.1
gr·~~ '-
- ~ f2wu natA/A ·
·~.
Keterangan: *) Diisi oleh petugas/penanggung jawab dimana .mahasiswa melakukan penelltlan
Lampiran4. Draf Surat Kep~ UPTD Rusunawa EntikQng
BUPATI
SA;NGGAU
KEPUTUSAN BUPJ\TI SANGGAU
NOMOR:
TAIIUN 2008
TENTANG PENUNJUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH ( UPTD) DINAS PEKERJAAN UMUM ~BUPATEN SANGGAU SEBAGAI PENGELOLA RUMAII SUSUN SEDERHANA SEWA ( RUSUNA WA ) DI KECAMATAN ENTIKONG
BUt> ATI SANGGAU
Menimbang DIRANCANG OLEH : Kadis PU Knb. Sanggau •
lr. KUKUH TRIYATMAKA. MM.
a. bahwa untuk mencapai maksud dan tujuan Pengelola Rumah Susun Sederhana : Sewa yang terorganisir, maka perlu ditunjuk Unit Pelak$ana Teknis Daerah pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sanggau sebagai Pengelola Rumah Susun Sederhana Sewa di Kecamatan Entikong.
NIP. 110 043 384
b. bahwa Rumah Si•sun Sederhana Sewa di Kecamatan Entikong yang dikeJola dan disewakan kepada penghuni yang benninat akan dikerj~akan tarif sewa sehingga perlu menunjuk Instansi untuk men~elolanya. SY. IBNU MARWAN. SH. i NIP. 520012372 c. bahwa untuk maks4d tersebut pertimbangan huruf a dan b di atas dan untuk kelancaran tugas dan fungsi dari Unit DISEMPURNAKAN OLEH : Asisten Administrasi Pcmbangunan Pelaksana Teknis Drierah Pengelola Rumah Susun Sederhana dan Pcn.:konomiun Sewa di Kecamatan: Entikong, maka perlu ditetapkan dengan Keputusan Bupati S~nggau. DITELITI OLEI-1 : Kabag 1-lukum dan HAM
Om. Hj. JAMILAH. MM. NIP. 010 125 651
Mengingat DISETUJUI OLEI-1 : Sckda Kabupmcn Sanggnu
Drs. f. ANDENG SUSENO. M.Si NIP. 010 091 997
DISAHKAN OLEH : Uup;lti Saugg.au
I
I
I. Undang-undang No~·nor 27 Tahun 1959 tentang Penctapan Undang-undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Iddonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-undang (Leh1baran Negara Republik Indonesia talmn 1959 Nomor 27, ambahan Lembaran Negara Republ!k Indonesia Nomor 18 0); 2. Undang-undang N mor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran egara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75. Tambah~tn Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3318); 3. Undnng-undm1g Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumnhnn
Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469); 4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4548); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun Penghunian Rumah oleh Bukrn Pemilik;
1994 tentang
8. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Talmn 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri; 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum dan Fasilitas Sosial Perumahan kepada Pemerintah Daerah; I 0. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rumah Susun; II. Peraturan Menteri PU Nomor 60/PRT/1992 Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun;
tentang
12. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor Pelaksanaan Petunjuk tentang 17/Permen/M/2006 Penyelenggaraan Pengembangan Perumahan Kawasan Perbatasan; 13. Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 01/K.PTS/1994 tentang Perubahan Surat Keputusan Nomor 05/KPTS/93 tentang pengadaan perumahan dan permukiman dengan dukungan fasilitas kredit pemilikan kapling siap bangun. kredit pemilikan rumah sangat sederhana, kredit pemilikun rumah sederham1 dan kredit pemilikan rumah susun sederhana; 14. Keputusan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman
Menetapkan PERTAMA
Menunjuk Unit Pelaksana Tek.nis Daerah (UPTD) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sanggau sebagai Pengelola Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Kecamatan Entikong.
KEDUA
Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sanggau mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Kecamatan Entikong.
KETIGA
Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sanggau melayani penyetoran pembayaran jasa penyewaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Kecamatan Entikong setiap bulan mulai tanggal 1 s/d 20 dan selanjutnya menyetor secara keseluruhan kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sanggau.
KEEMPAT
Besamya Tarif Sewa ditetapkan sebagai berikut : a. Lantai I sebesar ................................... Rp. 300.000,00 I bulan b. Lantai II sebesar ................................... Rp. 275.000,00 I bulan c. Lantai III sebesar ................................... Rp. 250.000,00 I bulan Tarif tersebut di atas tidak termasuk biaya listrik, air bersih dan pengelolaan persampahan.
KELIMA
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Keputusan ini akan ditetapkan kemudian.
KEEN AM
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Pada tanggal
Sanggau
BUPATI SANGGAU
Y ANSEN AKUN EFFENDY
2008
Surat Keputusa n Upah Minimum Propinsi Kaliman tan Barat
GUBE RNUR KALIMANTAN BARAT KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMA NTAN BARAT NOMOR ~ 17 TAHUN 2007 TENTANG I
PENETAPAN UPAH MINIMU M PROVIN SI (UMP) DAN 4PAH MINIMU M SEKTORAL PROVIN SI (UMSP) i ~.LIMANTAN BARAT TAHUN 2008
j Menlmbang
GUBERNUR KALIHAN TAN BARAT,
: a. bahwa peningkatan upah pekerja sebagai bagian dari upaya memajukan kese~ahteraan masyarakat sangat p1.:nting artinya untuk mendorong·penlngkatan peran serta pekerja dalam melaksanakan proses produl<si melalul mekanlsme Penetapan Upah Minimum ; b. bahwa Keput'usan Gubernur Nomor Tahun 2006 tentang Penetapan Upa~ Minimum Provinsi dan Upah Minimum Sektoral Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2007, dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi dan perk~mbangan perekonomian dewasa ini, sehingg·a dipandang perlu untuk diadakan penyesuaian yang diharapkan dapat mewujudkan keseimbangan antar,a kebutuhan pekerja disuatu pihak, dengan kemampuan perusahaan dipihak lainnya ; · c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, maka Penetapan -· Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) Kalimantan Barat Tahun 2008 perlu ditetapkan dengan suatu Keputusan ; I : 1. Undang~Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daer~h-daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan selatan dan Kalimantan limur (Lembaran NeGara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ·1106); 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (lembaran Negara Repubiik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) ; 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negaru Republik Indonesia Tahun 2004 Nemer 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ; 4. Unda.ng-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagalmana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang NomQr 3 Tahun 2005 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (lembaran Negara Republik Indonesia· Tahun· 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran f\egara Republik Indonesia Nemer 4548) ; •I 5. Undang-Undapg Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerlntah Pusat dan Pemerintah Daerah (lembaran Negara Republik Indor)esla Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ; I
ns·
Mengingat
I
-2-
6. Peraturan Pemerlntah
Nomor 38 Tahun Tahun 2007 ten tang Pembaglan
Uruun Pamerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provlnsl dan
Pemerfntah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republlk Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737) ; 7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 jo Keputusan Menter! Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nornor KEP-226/MEN/2000 tentang Upah Minimum ; 8. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Susunan "Organisasi dan PerangkC\t Daerah Provinsi Kalimantan 8-3rat (t embaran Daerah Provinsi 1<2!11n,anlan Barat Tahun 2005, Nomor 2) ;
· 9. Keputusan Gubernur Nomor 294 Tahun
2005 tentang
Susunan
Keanggotaan dan Sekretariat Dewan Pengupahan Daerah Kalimantan Barat Tahun 2005 ··. 2007. . Menetapkan
KESATU ~DUA
KETIGA
KEEMPAT
KELIMA
. : Menetapkan
MEMUTUSKAN:
Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provlnsl (UMSP)...Kalimantan Barat Tahun 2008, sebagaimana tercantum dalam lamplran Keputti~n lnl. : Upah Minimum sebaga!mana dimaksud Diktum KESATU arialah Upah Bulanan terendah yang diterima oleh pekerja untuk waktu kerja 7 jam sehari dan 40 jam serr.lnggu. : Bagl perusahaan yang memberikan upah yang lebih tinggi dari ketentuan Upah Minimum Provlnsl (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsl (UMSP) dilarang mengurangl atau menurunkan upah sesuai dengan Peraturan Menter! Tenaga Kerja Nomor PER-Ql/MEN/1999 tanggal 12 Januari 1999 tentang Upah Minimum jo Keputus·an Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasl Nomor KEP-226/MEN/2000. : Pada saat dltetapkan Keputusan ini, maka Keputusan Gubernur Nomor 715 Tahun 2006 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsl (UMSP) Kalimantan Barat Tahun 2006 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. : Keputusan lnl mulai berlaku pada ta'lggal ditetapkan dengan ketentuan dllaksanakan pada tanggal 1 Januari 2008
Tembusaa : disampaikan kepada Yth. 1. . 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Menter! Tenaga Kerja dan Transmigrasl RI di Jakarta; Dlrjen PHI dan Jamsos Depnakertrans RI dl Jakarta; Ketua DPRD Provlnsf Kalimantan Barat di Pontianak; BupatljWalikota se Kalimantan Barat; Kadls Nakertrans Provlnsl Ka11f11antan Barat di Pontianak; Ketua Dewan Pengupahan Da~h Provlnsi Kalimantan Barat di pontianak; Pimplnan PT. Jamsostek Cabang Kalimantan Barat dl Pontianak; Ketua Pengadilan PPHI Provlnsl Kalimantan Barat dl Pontlanak; Ketua DPD APINDO Kalimantan Barat dl Pontianak; Ketua OPO KFSPSI Kalimantan Barat dl Pontlanak; Ketua DPO SPSI Reformasl Kalimantan Barat dl Pontianak.
LAMPI RAN
: KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT : ·9 17 Tahun 2007 Nomqr
Tanggal
: zt ort.-.er
2007
PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP) DAN UPAH f.tiNIMUM SEKTORAL PROVINSI (UMSP) KALIMANTAN BARAT TAHUN 2008
NO.
BESAR UMP/UMPS PERBULAN (Rp)
URAIAN
. 1.
--
2.
645.000,-
Upah Minimum Provinsi
..
Upah Minimum Sektorai/Subsektoral · .a. Perkebunan Kelapa Sawit termasuk Industrl CPO .
650.000,-
..
b. Industri Karet dan Barang Dari Karet c. Kehutanan dan Penebangan Hutan
675.000,-
-·
650.000,-
d. _Industrl Pengergajlan dan Pengolahan Kayu
650.(:00, -
e. Industrl Kayu Lapis
650.000,-
L3mptr3n 6
11
Lampiran 6 Tabulasi Variabel Jenis Kelamin (sex) Frequency
Valid
Percent
46 54 100
Wanita Pria Total
46 54 100
Valid Percent
Cumulative Percent
46 54 100
46
100
Valid Percent
Cumulative Percent
58 42 100
58 100
Valid Percent
Cumulative Percent
2 2
2 4
Pedidikan Frequency
Valid
Percent
58 42 100
<SMP >=SMP Total
58 42 100
biayarmh Frequency
20000 30000
Valid
Percent
2 2
2 2
40000
I
I
I
5
70000 75000
2
2
2
I
I
I
80000
45
45
45
85000
I
I
I
7 8 53 54
90000 95000 100000 105000 110000 112000 113000 115000 120000 126000 130000
2 3
2 3
2 3
56 59
3 1 8
1 8
145000
l
l
l
150000 153000 160000 170000 175000
2
2
I I I
200000
2
I I I I 2
2 1 I I 2
220000 330000
2
2
2
99
100
Total
I
I
I
60
5
5
5
65
8
8
8
I I 1
I I
I I I 3 I
73 74 75 76 79 80 88 89 91 92 93 94
1
1 3
8
'
I
I
I
100
100
100
95
97
Lampiran 6
12
Kesediaan Tinggal Di Rusunawa Entikong (sedia) Frequency
Valid
Percent
6 94 100
Tidak Bersedia Total
6 94 100
Valid Percent
Cumulative Percent
6 94 IOO
6 100
wnur Frequency
I 20 45 32 2 100
<20 21-30 31-40 41-50 Valid
Percent
>50 Total
I 20 45 32 2 100
Valid Percent
Cumulative Percent
I 20 45 32 2 IOO
I 2I 66
98 IOO
Jwnlah Anggota Keluarga 1angkel) Frequency
68 32 100
1-4 oran2 5- 8 orang Valid
Total
Valid Percent
Cumulative Percent
68 32 100
68 100
Valid Percent
Cumulative Percent
34
34
34 35 57 67 69 88 89 92
Percent
68 32 100
Jarak Tempat KeJja ke Rusun "rk kJj ru) Frequency
Valid
Percent
0.2 0.3 0.3 0.4 0.5 2 2.5 3 4 17 18 20
34 I 22
I
I
22
10
10
2 19 I 3 3
2 19
22 IO 2 19
I
I
3 3
Total
100
3 3 I 3 I 100
I
3 1
1
3 I
100
95 96
99 IOO
L::tmpiran 6
Pen~~luarao
Keluarga (Pengkel)
Frequency
Valid
13
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Rp 100.000 - Rp 200.000
5
5
5
5
> Rp.200.000 Rp400.000
22
22
22
27
> Rp. 400.000Rp_800.000
33
33
33
60
> Rp. 800.000 Rp 1.600.000
32
32
32
92
> Rp 1.600.000Rp 2.800.000
5
5
5
97
3 100
3 100
3
100
> Rp 2.800.000 Total
100
J.ampiran 7 Lampiran 7 Sikap dan Persepsi Responden Terhadap Rusunawa Entikong penting untuk generasi mendatang .--·
I Frequency
Valid
tidak setuju setuju sangat setuju Total
I
Percent
2 7 91 100
II I
Valid Percent
2.0 7.0 91.0 100.0
2.0 7.0 91.0 100.0
Cumulative Percent
2.0 9.0 100.0
penting untuk saat ini saja Frequency Valid
sangat setuju setuju tidak setuju sangat tidak setuju Total
I
Valid Percent
Percent
2 5 55 38 100
2.0 5.0 55.0 38.0 100.0 I
2.0 5.0 55.0 38.0 100.0
Cumulative Percent
2.0 7.0 62.0 100.0
penting untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)
. Frequency Valid
setuju sangat setuju Total
37 63 100
Percent
Valid Percent
37.0 63.0 100.0
37.0 63.0 100.0
Cumulative Percent
37.0 100.0
dibangun di tanah pemda Freauency Valid
tidak setuju setuju sangat setuju Total
1 26 73 100
Percent
Valid Percent
1.0 26.0 73.0 100.0
1.0 26.0 73.0 100.0
Cumulative Percent
1.0 27.0 100.0
mall lebih penting darl RSNW Frequency Valid
sangat setuju setuju tidak setuju sangat tidak setuju Total
7 5 21 67 100
Percent
7.0 5.0 21.0 67.0 100.0
Valid Percent
7.0 5.0 21.0 67.0 100.0
Cumulative Percent
7.0 12.0 33.0 100.0
11
:1
m p 1r a n 8
Lampiran 8
Crosstab Kesediaao Tioggal Di Rusuoawa, WTPl dao WTP2 Variabel Bebas sex • bersedia tinggal dl RSNW Crosstabulation bersedia tinggal di RSNW Total tidak
sex
perempuan
Count %within sex
laki-laki
2
44
46
4.3%
95.7%
100.0%
Count
o/o within sex Total
Ya
4
50
54
7.4%
92.6%
100.0%
Count %within sex
6
94
100
6.0%
94.0%
100.0%
didik • bersedia tinggal di RSNW Crosstabulation bersedia tinggal di RSNW tidak didik
<SMP
Count
o/o within didik >=SMP Total
.
Count
I
I
Ya
93.1~ I
4 6.9% I
2'I
Total 58 100.0%
401
42
I
% within didik
4.8% 1
95.2%
i
100.0%
Count
6.0~1
941 94.oo/o 1
100
o/o within didik
100.0%
kateumur • bersedia tlnggal dl RSNW Crosstabulation bersedia tinggal di RSNW Total tidak kateumur
<20
Count % within kateumur
21-30
Count % within kateumur
31-40
Count % within kateumur
41-50
Count % within kateumur
>50
Count % within kateumur
Total
Count % within kateumur
Ya 0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
2
18
20
10.0%
90.0%
100.0%
4
41
45
8.9%
91.1%
100.0%
0
32
32
.0%
100.0%
100.0%
0
2
2
.0%
100.0%
100.0%
6
94
100
6.0%
94.0%
100.0%
dengan
11
Lampira n 8
biayannh • bersedia tinggal di RSNW Crosstabulat ion bersedia tinggal di RSNW Total tidak biayarmh
20000.00
Count
% within biayarmh 30000.00
Count % within biayarmh
95000.00
Count % within biayarmh
100000.00
Count % within biayarmh
105000.00
Count % within biayarmh
110000.00
Count % within biayarmh
112000.00
Count % within biayarmh
113000.00
Count % within biayarmh
115000.00
Count % within biayarmh
120000.00
Count % within biayarmh
126000.00
Count % within biayarmh
130000.00
Count % within biayarmh
145000.00
Count % within biayarmh
150000.00
Count % within biayarmh
153000.00
Count % within biayarmh
160000.00
100.0%
2
2
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
2 100.0%
2
.0% 0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
Count % within biayarmh
100.0%
1
44
45
2.2%
97.8%
100.0%
Count % within biayarmh
90000.00
100.00/0
0
Count
% within biayarmh 85000.00
.0%
Count % within biayarmh
80000.00
2
Count
% within biayarmh 75000.00
2
Count
% within biayarmh 70000.00
0
Count % within biayarmh
40000.00
Ya
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0 .0%
2 100.0%
2 100.0%
0
3
3
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
5
5
.0%
100.0%
100.0%
0
8
8
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
3
.0%
100.0%
3 100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
8
8
.0%
100.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
0
2
2
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
12
I. 3111p1ran 8 170000.00
Count
0
1
1
.00/o
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
2
0
2
100.0%
.0%
100.0%
50.0%
100.0%
% within biayarmh 175000.00
Count % within biayarmh
200000.00
Count % within biayarmh
220000.00
Count
1
% within biayarmh 330000.00
Count % within biayarmh
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
Count
Total
2
50.0%
% within biayarmh
6
94
100
6.0%
94.0%
100.0%
jarak kantor-RSNW * bersedla tinggal dl RSNW Crosstabula tlon bersedia tinggal di RSNW Total tidak jarak kantorRSNW
.10
Count % within jarak kantor-RSNW
.20
Count % within jarak kantor-RSNW
.25
Count % within jarak kantor-RSNW
.30
.40
Count % within jarak kantor-RSNW Count % within jarak kantor-RSNW
1.00
Count % within jarak kantor-RSNW
2.00
Count % within jarak kantor-RSNW
3.00
Count % within jarak kantor-RSNW
4.00
Count % within jarak kantor-RSNW
Total
Count % within jarak kantor-RSNW
Ya 0
40
40
.0%
100.0%
100.0%
2
19
21
9.5%
90.5%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
5
5
.00/o
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.00/o
100.0%
1
22
23
4.3%
95.7%
100.0%
2
3
5
40.0%
60.0%
100.0%
1
2
3
33.3%
66.7%
100.0%
6
94
100
6.0%
94.0%
100.0%
13
l.ampiran X
14
Pengeluaran per bulan • bersedia tinggal di RSNW Crosstabulation bersedia tinggal di RSNW Total tidak Pengeluaran per bulan
Rp 100.000- Rp 200.000
Count % within Pengeluaran per bulan
1
4
5
20.0%
80.0%
100.0%
1
21
22
4.5%
95.5%
100.0%
1
32
33
3.0%
97.0%
100.0%
2
30
32
6.3%
93.8%
100.0%
1
4
5
20.0%
80.0%
100.0%
0
3
3
.0%
100.0%
100.0%
6
94
100
6.0%
94.0%
100.0%
Count
> Rp. 200.000 - Rp 400.000
% within Pengeluaran per bulan Count
> Rp. 400.000 - Rp 800.000
o/o within Pengeluaran per bulan
> Rp. 800.000 - Rp 1.600.000
Count
o/o within Pengeluaran per bulan
> Rp 1.600.000- Rp 2.800.000
Count
o/o within Pengeluaran per bulan
> Rp 2.800.000
Count % within Pengeluaran per bulan
Total
Count % within Pengeluaran per bulan
sex* wtp1 Crosstab wh1 <=154308 sex
perempuan laki-laki
Count
Total
Total >154308
34
10
44
%within sex
77.3%
22.7%
100.0%
Count
22 44.0%
28
50
56.0%
100.0%
56
38
94
59.6%
40.4%
100.0%
%within sex Count
o/o within sex
Ya
Lampiran 8
didik * wtp1 Crosstab ~p_1
<=154308 didik
<SMP
Count % within didik
>=SMP
32
22
54
59.3%
40.7%
100.0%
Count % within didik
24
16
40
60.0%
40.0%
100.0%
56
36
94
59.6%
40.4%
100.0%
Count
Total
% within didik
Total >154306
kateumur * wtp1 Crosstab ~~1
<=154306 <20
kateumur
Count % within kateumur
21-30
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
Count % within kateumur
31-40
11
7
18
61.1%
36.9%
100.0%
Count % within kateumur
27
14
41
65.9%
34.1%
100.0%
16
14
32
56.3%
43.6%
100.0%
0
2
2
.OOk
100.0%
100.00-k
Count
41-50
% within kateumur >50
Count
o/o within kateumur Total
Count % within kateumur
Total >154306
56
36
94
59.6%
40.4%
100.0%
angkel * wtp1 Crosstab ~~1
<=154308 angkel
1-4
Count % within angkel
5-8
Count % within angkel
Total
Count % within angkel
Total >154306
35
27
62
56.5%
43.5%
100.0%
21
11
32
65.6%
34.4%
100.00-k
56
36
94
59.6%
40.4%
100.0%
IS
Lampiran 8
biaya_rmh * wtp1 Crosstab wli:>1 <=154308 biaya_rmh
20000.00 30000.00 40000.00 70000.00 75000.00
Count % within biaya_rmh
95000.00 100000.00
1
1
2
50.0%
50.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
40
4
44
90.9%
9.1%
100.0%
Count Count Count Count
3
.0%
100.0%
100.0%
Count Count Count Count Count Count Count Count Count Count Count % within biaya_rmh
160000.00
Count
o/o within biaya_rmh 170000.00
Count % within biaya_rmh
175000.00
1 100.0% 100.0%
% within biaya_rmh 153000.00
1 100.0%
3
% within biaya_rmh 150000.00
0 .0%
100.0%
%within biaya_rmh 130000.00
1
0
% within biaya_rmh 126000.00
100.0%
.0%
% within biaya_rmh 120000.00
0 .0%
Count % within biaya_rmh
% within biaya_rmh 115000.00
1
2
o/o within biaya_rmh 113000.00
2 100.0%
2
% within biaya_rmh 112000.00
1 50.0%
0
% within biaya_rmh 110000.00
1 50.0%
%within biaya_rmh
% within biaya_rmh 105000.00
2 100.0%
Count %within biaya_rmh
% within biaya_rmh 90000.00
2 100.0%
100.0%
%within biaya_rmh 85000.00
0 .0%
Count % within biaya_rmh Count %within biaya_rmh
%within biaya_rmh 80000.00
Total >154308
Count %within biaya_rmh
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
5
5
.0%
100.0%
100.0%
0
8
8
.0%
100.0%
100.0%
0
1
.0%
100.0%
1 .... 1.00.0%
0
1
.0%
100.0%
..
1
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
1
2
3
33.3%
66.7%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
8
0
8
100.0%
.0%
100.0%
0
2
2
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
.0%
100.0%
100.0%
16
17
l.ampiran 8 220000.00
Count % within biaya_rmh
Total
Count %within biaya_rmh
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
56
38 40.4%
94 100.0%
59.6%
Pengeluaran per bulan * wtp1 Crosstab wtp1
<=154308 Pengeluaran per bulan
Rp 100.000- Rp 200.000
Count % within Pengeluaran per bulan
> Rp. 200.000- Rp 400.000
Count % within Pengeluaran per bulan
> Rp. 400.000- Rp 800.000
Count % within Pengeluaran per bulan
> Rp. 800.000 - Rp 1.600.000
Count % within Pengeluaran per bulan
> Rp 1.600.000- Rp 2.800.000
Count % within Pengeluaran
per bulan > Rp 2.800.000
Count % within Pengeluaran per bulan
Total
Count % within Pengeluaran per bulan
Total >154308
3
0
3
100.0%
.0%
100.0%
18
3
21
85.7%
14.3%
100.0%
15
17
32
46.9%
53.1%
100.0%
16
15
31
51.6%
48.4%
100.0%
1
4
75.0%
25.0%
100.0%
1
2
3
33.3%
66.7%
100.0%
56
38
94
40.4%
100.0%
3.
59.6o/o
1
I
I.
:1 111
piran R
Jarak Tempat Kerja dengan Rusunawa * wtp1 Crosstab
wt p1 <=154308 Jarak T empat Kelja dengan Rusunawa
.10
Count % within jarak Tmp_kerja-RSNW
.20
Count % within jarak Tmp_kerja-RSNW
.25
.30
Count
Count % within jarak Tmp_kerja-RSNW
4.00
Count % within jarak Tmp_kerja-RSNW
Total
.0%
100.0%
11
8
19
57.9%
42.1%
100.0%
1
0
1
100.0%
.OOAI
100.0%
0
5
5
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.00k
2
20
22
9.1%
90.9%
100.00k
1
2
3
33.3%
66.7%
100.0%
0
2
2
.0%
100.0%
100.0%
56
38
94
59.6%
40.4%
100.0%
.
% within jarak Tmp_kerja-RSNW 3.00
100.0%
Count % within jarak Tmp_kerja-RSNW
2.00
40
Count % within jarak Tmp_kerja-RSNW
1.00
0
Count % within jarak Tmp_kerja-RSNW
.40
40
Count % within jarak Tmp_kerja-RSNW
Count % within jarak Tmp_kerja-RSNW
Total >154308
sex* wtp2 Crosstab wtp2 <=170133 sex
perempuan
Count %within sex
laki-laki
Count %within sex
Total
Count %within sex
Total >170133
33
11
44
75.0%
25.0%
100.0%
21
29
50
42.0%
58.0%
100.0%
54
40
94
57.4%
42.6%
100.0%
I8
i.ampiran
didik * wtp2 Crosstab ~~2
<=170133 Count
<SMP
didik
% within didik
31
23
54
57.4%
42.6%
100.0%
23
17
40
57.5%
42.5%
100.0%
54
40
94
57.4%
42.6%
100.0%
Count
>=SMP
% within didik Count
Total
% within didik
Total >170133
kateumur * wtp2 Cross tab ~~2
<=170133 <20
kateumur
Count % within kateumur
21-30
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
Count % within kateumur
31-40
11
7
18
61.1%
38.9%
100.0%
25
16
41
61.0%
39.0%
100.0%
18
14
32
56.3%
43.8%
100.0%
Count % within kateumur
41-50
Count % within kateumur
>5i)
Count
0
2
2
.0%
100.0%
100.0%
54
40
94
57.4%
42.6%
100.0%
% within kateumur Total
Count % within kateumur
Total >170133
angkel * wtp2 Crosstab ~~2
<=170133 angkel
1-4
Count
% within angkel 5-8
Count
% within angkel Total
Count % within angkel
Total >170133
32
30
62
51.6%
48.4%
100.0%
22
10
32
68.8%
31.3%
100.00k
54
40
94
57.4%
42.6%
100.0%
8
19
L a m p i r a n 8 110
biaya_rmh * wtp2 Crosstab wt~
<=170133 biaya_rmh
20000.00 30000.00
Count % within biaya_rmh Count % within biaya_rmh
40000.00
Count
o/o within biaya_rmh 70000.00
Count % within biaya_rmh
75000.00
Count % within biaya_rmh
80000.00
Count
o/o within biaya_rmh 85000.00
Count %within biaya_rmh
90000.00
Count
o/o within biaya_rmh 95000.00
Count
o/o within biaya_rmh 100000.00
Count % within biaya_rmh
105000.00
Count % within biaya_rmh
110000.00
Count % within biaya_rmh
112000.00
Count % within biaya_rmh
113000.00
Count % within biaya_rmh
115000.00
Count %within biaya_rmh
120000.00
Count % within biaya_rmh
126000.00
Count
o/o within biaya_rmh 130000.00
Count % within biaya_rmh
150000.00
Count % within biaya_rmh
153000.00
Count % within biaya_rmh
160000.00
Count %within biaya_rmh
n:oooo.oo
Count
Total >170133
0
2
2
.0%
100.0%
100.0%
1
1
2
50.0%
50.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
1
2
50.0%
50.0%
100.0%
0
1
.0%
100.0%
1 100.00,{,
39 88.6%
5 11.4%
100.0%
0 .0%
1
1
100.0%
100.0%
0
2
2
.0%
100.0%
100.0%
1
2
3
33.3%
66.7%
100.0%
0 .0%
1
1
100.0%
100.0%
44
0
5
5
.0%
100.0%
100.0%
0
8
.0%
100.0%
8 100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
1
2
3
33.3%
66.7%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
7
1
8
87.5%
12.5%
100.0%
0 .0%
2
2
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
1
0
1
111
Lampi ran 8 %within biaya_rmh 175000.00
Count %within biaya_rmh
220000.00
Count % within biaya_rmh
Total
Count % within biaya_rmh
100.0%
100.0%
.0%
0
1
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
100.0%
54
40
94
57.4%
42.6%
100.0%
Pengeluaran per bulan * wtp2 Crosstab
I
wtp2 <=110133 Pengeluaran per bulan
Rp 100.000- Rp 200.000
Count 31 % within Pengeluaran per bulan
> Rp. 200.000 - Rp 400.000
Count
% within Pengeluaran per bulan > Rp. 400.000- Rp 800.000
Count % within Pengeluaran per bulan
> Rp. 800.000 - Rp 1.600.000
Count % within Pengeluaran per bulan
> Rp 1.600.000- Rp 2.800.000
Count % within Pengeluaran per bulan
> Rp 2.800.000
Count % within Pengeluaran per bulan
Total
I
Count % within Pengeluaran per bulan
1oo.ook
I
161
>170133
I
3
I
100.0%
5,
21
i
100.0%
II
.0%
!
23.8%
32
17
15
Total
ol
I
76.2%
I
46.9%
53.1%!
100.0%
15
16 iI
31
48.4%
51.6%!I
100.0%
4
oJ
4
I
I
I
I
100.0% 1
.o%
I
33.3%!
I 54' 57.4%
I
100.0%
I
2J I
3
66.7% i
100.0%
401
94
42.6%1
100.0%
L a 111 p i r
8
Jarak Tempat Kerja dengan Rusunawa * wtp2 Crosstab
wtp2 <=170133 Jarak Tempat Kelja dengan Rusunawa
.10
Count
% within jarak Tmp_kerja-RSNW
.20
Count
% within jarak Tmp_kerja-RSNW
.25
Count
% within jarak Tmp_kerja-RSNW
.30
Count
% within jarak Tmp_kerja-RSNW
.40
Count
% within jarak Tmp_kerja-RSNW
1.00
Count
% within jarak Tmp_kerja-RSNW
2.00
Count
% within jarak Tmp_kerja-RSNW
3.00
Count
% within jarak Tmp_kerja-RSNW
4.00
Count
% within jarak Tmp_kerja-RSNW Total
Count
% within jarak Tmp_kerja-RSNW
Total
>170133
39
1
40
97.5%
2.5%
100.0%
10
9
19
52.6%
47.4%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
0
5
5
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.00.4
100.0%
1
0
1
100.00.4
.0%
100.0%
2
20
22
9.1°k
90.9%
100.00.4
1
2
3
33.3%
66.7%
100.0%
0
2
2
.0%
100.0%
100.0%
54
40
94
57.4%
42.6%
100.0%
Ill
Larnpir·an
9
Lampiran 9.
Correlogram Q-Stat Varia bel terikat Sedia
Date: 09/131D8 Time: 16:57 Sample: 1 100 Included observations: 100 Autocorrelation
AC
Partial Correlation 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
0.032 -0.027 -0.100 -0.221 0.000 0.036 0.069 O.ffi1 -0.033 -0.112 -0.085 -0.025 -0.009 0.100 0.002 -0.039 -0.033 -0.106 -0.003 0.192 0.016 0.002 -0.004 -0.015 0.001 0.002 0.000 0.003 0.001 0.001
PAC
Q-Stat
Prob
0.032 -0.028 -0.098 -0.218 0.003 0.015 0.028 0.046 -0.028 -0.094 -0.057 -0.007 -0.047 0.046 -0.037 -0.048 -0.022 -0.071 -0.017 0.169 -0.026 -0.046 0.027 0.073 0.003 -0.003 -0.012 -0.035 0.005 0.034
0.1035 0.1801 1.2D3 6.4100 6.4108 6.5503 7.0707 7.9796 8.1007 9.5174 10.346 10.420 10.429 11.614 11.614 11.800 11.931 13.322 13.323 18.008 18.040 18.040 18.043 18.073 18.074 18.074 18.074 18.075 18.075 18.076
0.748 0.914 0. 746 0.170 0.268 0.364 0.422 0.435 0.524 0.484 0.500 0.579 0.659 0.637 0. 708 0. 758 0.804 0.772 0.822 0.587 0.646 0. 704 0.755 0.799 0.839 0.873 0.901 0.924 0.943 0.957
11
Lampiran 9
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I I
I
31 -0.001 0.006 32 -0.001 0.001 33 -0.008 0.004 34 -0.013 -0.033 35 -0.004 0.011 36 0.002 0.016 37 0.003 -0.001 38 0.002 0.015 39 0.002 0.004 40 O.IDJ -0.036 41 O.OOJ 0.013 42 OJD1 0.031 43 0Jll1 -D.lll7 44 -OJJJ1 -0.029 45 0.002 0.000 46 0.002 0.001 47 P..OOO 0.003 48 -0.001 0.014 49 -0.007 -0.011 50 0.001 -0.012 51 0.001 0.003 52 0.003 0.001 53 -0.007 -0.010 54 -0.008 0.004 55 -0.002 -0.007 56 -0.004 -0.012 57 -0.003 -0.004 58 -0.003 -0.008 59-0.003 -0.007
18.076 18.076 18.087 18.113 18.116 18.116 18.118 18.119 18.120 18.120 18.120 18.120 18.121 18.121 18.122 18.122 18.122 18.122 18.133 18.133 18.134 18.135 18.145 18.159 18.160 18.164 18.166 18.168 18.170
0.969 0.977 0.984 0.938 0.992 0.994 0.996 0.997 0.998 0.999 0.999 1JDJ 1.(0) 1JDl 1.1DJ 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
6D -0.015 -0.010 18.224 1.000
-0.012 -0.025 -0.010 o.oo1 -0.009 -- - --- - -.-
61 62 63 64 65
-0.005 -OHJ7 -O.llE o.oJ1 -0.002
18.231 1.000 18.245 1.1DJ 18.255 1.1111
1B.25611•u 18.257 1.(DJ ·- --- . ---
12
Lampiran
66 -0.002 -0.012 67 -0.011 -0.020 68 -0.011 -0.020 69 -0.018 -0.021 70 -0.016 -0.022 71 -0.016 -0.034 72 -0.010 -0.028 73 0.003 -0.010 74 -0.015 -0.032 75 -0.016 -0.033 76 -0.027 -0.037 77 -0.022 -0.033 78 -0.016 -0.039 79 0.009 -0.011 80 0.009 -0.015 81 0.010 -0.013 82 0.005 -0.005 83 -0.002 -0.004 84 0.000 -0.008 85 0.001 -0.005 86 0.004 -0.005 87 0.006 -0.008 88 0.004 -0.006 89 0.001 -0.005 90 -0.003 -0.003 91 -0.005 0.002 92 -0.003 0.001 93 0.003 -0.006 94 0.000 0.000 95 -0.002 0.002 96 -0.004 0.001 97 -0.005 0.003 98 -0.006 0.005
18.258 18.297 18.337 18.440 18.527 18.613 18.650 18.655 18.739 18.846 19.150 19.357 19.471 19.506 19.550 19.601 19.618 19.620 19.620 19.621 19.630 19.663 19.679 19.679 19.687 19.721 19.731 19.744 19.744 19.751 19.793 19.896 20.051
9
1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
1.000 1.000 1.000 1.000 1.0ll 1.000 1.000 1JDl 1.£Dl 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
13
Lampira n
Lampiran 10 Correlogram Q-Stat Variabel terikat wtpl Date: 10/17/08 Time: 14:37 Sample: 1 94 Included observations: 94 Partial Correlation Autocorrelation
. I** . 1*. . I** . I** . I** . /*. . 1*. . I** . 1*. -I· . 1*. -I· . 1*. -I· -I· .
,..
. I** . 1*. . I** . 1*. . 1*. .*I . . 1*. . 1*.
·'·
.*1. .J. .*1. -I·
'·
.-I·
. 1.I. .*J. . J*. . J. . J. . J. . J.
-I. . J. . J. -I· .*1. . J*. . 1. J. .*J. . 1-
.*J. .*J. .J. . J*. . J. .*1. . 1.*J. .*1. .*1. . I. .*1 . .*1 . .*1. .*J. . I· .*J. . I· .*1 .
.*1. . 1. J*. . 1.*1. . I· **I. . I. . 1. I· .*1 . .*J . . I. . I. . 1*. . 1·. . I. . I.
·'·
·'·
,..*J. .
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
PAC AC 0.304 0.304 0.155 0.069 0.273 0.230 0.208 0.075 0.234 0.148 0.105 -0.064 0.143 0.073 0.258 0.140 0.152 0.016 0.030 -0.099 0.089 0.012 0.027 -0.098 0.073 0.043 0.017 -0.049 0.012 0.025 0.088 0.022 -0.014 -0.052 0.016 0.034 -0.013 -0.041 -0.069 -0.059 0.104 0.154 0.038 -0.002 0.012 0.039 -0.013 -0.092 0.023 0.065 0.019 -0.050 -0.080 -0.073 -0.108 -0.078 -0.006 0.012 0.085 0.099 0.005 0.032 -0.058 -0.063 0.002 0.053 -0.165 -0.292 -0.137 0.032 -0.074 -0.014 -0.057 0.061 -0.070 -0.067 -0.178 -0.129 -0.122 -0.011 -0.078 0.018 -0.054 0.108 -0.069 0.100 -0.042 -0.041 -0.075 -0.017
Q-Stat 8.9754 11.331 18.711 23.047 28.601 29.724 31.836 38.816 41.254 41.352 42.218 42.298 42.886 42.919 42.936 43.827 43.851 43.882 43.901 44.480 45.821 45.998 46.016 46.038 46.108 46.155 47.010 48.606 48.611 49.619 49.624 50.121 50.122 54.200 57.061 57.910 58.427 59.226 64.432 66.925 67.952 68.458 69.293 69.619 70.649
Prob 0.003 0.003 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.001 0.001 0.001 0.002 0.003 0.004 0.006 0.009 0.010 0.009 0.013 0.014 0.018 0.022 0.028 0.015 0.011 0.012 0.014 0.015 0.006 0.005 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009
1011
Lampiran
-I· .*1. .*1· .*1. .*1. -I· . I. .*1.
-I·
.*1. .*1· .*1. .*1. .*J .*1. .*1· .*1. -I· .*1. .*1. .*1. -I· -I· -I· 0
.*1. -1· .*1.
I I I
.1.
I
-1· -1· -1· -1· -1·
I I I I I
.1.
.*1. -1· -1· . I. .*1 .
·'·-I·-I·
·'·
-I· .*1. 1*. -I· -I· 0
·'·. 1*I.. .*1. .*1. ·'·-I· ·'·-I· . I. 0
-I· -I·
·'·'··
.*1.
·'· ·'·'·· ·'··'·.I.·'· -I·
I
I I I I
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92
-0.043 -0.085 -0.105 -0.028 -0.142 -0.085 -0.071 0.025 -0.105 0.002 -0.043 -0.029 -0.038 0.000 -0.093 -0.033 -0.022 -0.003 -0.070 0.037 -0.129 -0.111 -0.132 -0.002 -0.070 -0.018 -0.097 -0.045 -0.151 -0.074 -0.108 -0.021 -0.086 -0.050 -0.042 0.047 -0.109 0.043 -0.120 0.029 -0.070 -0.073 0.012 0.088 0.030 0.035 -0.055 0.032 -0.028 0.018 0.036 0.073 0.055 0.018 -0.011 -0.144 0.028 -0.015 0.036 -0.064 0.050 0.022 0.031 0.054 -0.031 -0.016 0.031 -0.021 0.037 -0.027 0.015 0.040 0.005 0.004 0.014 0.017 0.015 -0.066 0.026 -0.006 0.008 0.012 0.007 -0.027 0.025 -0.021 0.007 0.002 0.005 -0.002 0.003 0.042 0.005 0.001
71.004 73.112 77.050 78.048 80.318 80.702 81.018 82.926 83.034 84.158 88.126 92.373 93.588 95.991 102.06 105.26 107.36 107.87 111.43 115.87 117.45 117.50 117.81 118.91 119.21 119.71 120.94 120.99 121.34 121.97 123.22 123.73 124.29 124.88 125.76 125.91 125.93 126.10 126.30 126.97 127.04 127.09 128.00 128.09 128.15 128.18 128.29
0.010 0.009 0.005 0.005 0.004 0.005 0.006 0.005 0.007 0.007 0.004 0.002 0.002 0.002 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.002 0.002 0.002 0.003 0.003 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007
1012
Lampiran 11. Data Penduduk Desa Entikong
DATA PENDUDUK DESA ENTIKONG TAHUN 2008 : 1456
KK.
Laki- Laki
: 3481
Jiwa.
Perempuan
: 3223 Juwa.
Jumlah
KK.
: 6704 Jiwa.
Jumlah
RT. 07 PPLB.
Jumlah KK. 170
KK RT. 06 Patoka.
Jumlah KK. 57.
KK. Entikong 09 Sep 2008 Kepala Desa entikong. _,-
...... •·_.1''.
Lampiran 12. Foto Lokasi Penelitian
Rusunawa Entikong
Rusunawa Entikong
')q 10 2008
Pemukiman Patoka
Pemukiman Patoka
'J9 10 2008
Pasar Batas Entikong
Pasar Batas Entikong