KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN
bab - 1
Pulau Kalimantan yang terdiri dari 5 (lima) provinsi, yaitu Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Timur , Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Kalimantan Utara yang merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di Indonesia, dengan luas wilayah 507.412 km2 atau 27 % dari total luas Indonesia dimana merupakan salah satu pulau yang mempunyai sumber daya alam yang berlimpah. Pulau Kalimantan juga berfungsi sebagai paru-paru dunia dimana memiliki kawasan hutan yang cukup luas. Pembangunan yang terjadi di Indonesia selama ini cenderung terfokus pada ekstraksi Sumber Daya Alam (SDA) dan berorientasi jangka pendek, namun kurang menghasilkan nilai tambah. Di sisi lain, Kesenjangan proses dan hasil pembangunan juga masih dirasakan antar daerah, sehingga diperlukan pemerataan pembangunan. Dampak degradasi lingkungan hidup akibat pembangunan juga masih dirasakan dan mengancam keberlanjutan pembangunan dan ekosistem itu sendiri. Melihat kondisi saat ini dan rencana pembangunan ke depan, lingkungan hidup akan mengalami pengaruh atau tekanan yang luar biasa. Padahal saat ini sudah nyata pembangunan yang berbasis Sumber daya Alam (SDA) di Kalimantan cukup masif. Hal ini diindikasikan dengan adanya tumpang tindih perizinan usaha/kegiatan di Kalimantan yang mengarah kepada kompetisi (konflik) pemanfaatan ruang. Tentunya hal ini diharapkan tidak terjadi di seluruh Kalimantan. Dengan semakin meningkatnya tekanan pembangunan ekonomi terhadap lingkungan hidup di masa yang akan datang diperlukan perhatian yang serius dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bercermin dari kondisi tersebut, I-1
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN pendekatan ekonomi hijau (Green Economy) dalam pembangunan menjadi sesuatu yang penting untuk diimplementasikan. Selama ini pembangunan sekedar mengejar pertumbuhan ekonomi, namun tidak diiringi dengan nilai susutnya sumber daya alam (deplesi) dan rusak/tercemarnya lingkungan (degradasi). Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2012 tentang Rencana Tata ruang Wilayah Nasional (RTRWN) serta alat koordinasi dan singronisasi program pembangunan wilayah Pulau Kalimantan. Rencana Tata ruang Pulau Kalimantan juga merupakan pedoman pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Pulau Kalimantan juga merupakan pedoman pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Pulau Kalimantan serta penaatan ruang wilayah propinsi dan kabupaten/kota di pulau Kalimantan. Dalam Forum Kerjasama Revitalisasi dan Percepatan Pembangunan Regional Kalimantan (FKRP2RK) untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam perencanaan pembangunan Regional Kalimantan dan pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana Tema RPJMN 2015 - 2019 adalah "Memantapkan
pembangunan
secara
menyeluruh
dengan
menekankan
pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia, Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, serta kemampuan IPTEK". Memperhatikan Renstra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015–2019, peran utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah (1) menjaga kualitas LH yang memberikan daya dukung, pengendalian pencemaran, pengelolaan DAS, keanekaragaman hayati serta pengendalian perubahan iklim; (2) menjaga luasan dan fungsi hutan untuk menopang kehidupan, menyediakan hutan untuk kegiatan sosial, ekonomi rakyat, dan menjaga jumlah dan jenis flora dan fauna serta endangered species; dan (3) memelihara kualitas lingkungan hidup, menjaga hutan, dan merawat keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumberdaya. Prioritas Pembangunan Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masuk pada Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup yang
I-2
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN merupakan modal utama pembangunan untuk meningkatkan daya saing ekonomi berbasis SDA dan LH. Selain itu pembangunan kehutanan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan daerah, dalam pelaksanaannya senantiasa diselaraskan dengan upaya pengelolaan sumberdaya alam dan pemeliharaan daya dukung lingkungan agar dapat memberikan manfaat sebesar - besarnya bagi percepatan pembangunan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu penyelenggaraan pembangunan kehutanan diarahkan melalui pemanfaatan potensi sumber daya alam secara bijaksana, peningkatan partisipasi masyarakat, penguatan kelembagaan dan kearifan budaya lokal, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi guna memperoleh fungsi dan manfaat sumber daya hutan secara maksimal, sehingga sektor kehutanan mampu berperan sebagai penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja, pendorong ekonomi produktif dan pengembangan wilayah serta penyangga ekosistem lingkungan. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, maka penyelenggaraan
pembangunan
kehutanan
berazaskan
manfaat
dan
lestari,
kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan.
I-3
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN
BAB - 2
I. KALIMANTAN TENGAH 2.1.1 Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Tengah Isu lingkungan hidup di Kalimantan Tengah masih didominasi pencemaran lingkungan (khususnya pencemaran air) dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan sebagai akibat aktifitas pembangunan yang menyebabkan alih fungsi lahan selain aktifitas lain yang berpotensi meningkatnya lahan terbuka dan fragmentasi habitat sehingga memicu menurunnya keanekaragaman hayati. - Pemantauan Kualitas air sungai Kahayan Pengambilan sampel air sungai dan pemantauan kualitas sungai Kahayan dilakukan sebanyak 2 kali dalam 1 tahun di 9 titik. Tabel 1. Air sungai Kahayan tahap I No. Lokasi Nilai Pollutant Pengambilan Index Sampel 1. KHY-01 4,5 2. KHY-02 6,7 3. KHY-03 4,4 4. KHY-04 4,2 5. KHY-05 4,1 6. KHY-06 4,3 7. KHY-07 3,9 8. KHY-08 3,8 9. KHY-09 3,7
Kategori
Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Ringan Cemar Ringan Cemar Ringan Cemar Ringan Cemar Ringan Cemar Ringan Cemar Ringan
Tabel 2 . Air sungai Kahayan tahap II I-4
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lokasi Pengambilan Sampel KHY-01 KHY-02 KHY-03 KHY-04 KHY-05 KHY-06 KHY-07 KHY-08 KHY-09
Nilai Pollutant Index
Kategori
5,5 6,2 5,5 6,0 5,8 6,7 5,4 5,9 4,7
Cemar sedang Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Ringan
Penilaian tersebut berdasarkan Baku mutu air kelas II sesuai PP No. 82Tahun 2001 Nilai Pollutant Indeks 0 ≤ PI ≤ 1,0 1,0 ≤ PI ≤ 5,0 5,0 ≤ PI ≤ 10 PI > 10 Kondisi
lahan
Kategori Memenuhi Baku Mutu (Kondisi Baik) Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Berat dan
hutan
menyajikan
informasi
bahwa
alih
fungsi
pemanfaatan lahan, kebakaran hutan dan lahan, penebangan liar (illegal logging) serta perambahan hutan
adalah penyebab persoalan menurunnya kualitas
sumber daya lahan dan hutan. Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu namun juga non kayu. Sebagai fungsi ekosistem, hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna dan peran penyeimbang lingkungan serta mencegah pemanasan global. 2.1.2 Lahan Kritis Prov. Kalimantan Tengah Luas lahan kritis menjadi dasar bagi penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang harus disusun oleh setiap kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Tengah.Lahan kritis di Kalimantan Tengah seluas 1.086.994 Ha dengan lahan kritis terluas terdapat di Kabupaten Seruyan, Murung Raya, Kotawaringin Timur, Pulang Pisau, Barito Selatan.
I-5
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Upaya kinerja pemulihan lahan kritis di Kalimantan Tengah dilakukan melalui, Kebun bibit rakyat (KBR), DBH-SDA-DR, kegiatan Kampanye Indonesia Menanam (KIM), kegiatan Gerakan Bakhti Penghijauan (GBPP), kegiatan Gerhan, penanaman HTI, dan penyediaan bibit masyarakat. 2.1.3 Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Tengah Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah kesiap siagaan dan respon dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menindak lanjuti data-data yang berkaitan dengan deteksi dini dan peringatan dini terjadinya kebakaran hutan dan lahan berupa kondisi cuaca dan sebaran data koordinat titik panas (hotspot).Hotspot adalah indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu relative lebih tinggi dibandingkan suhu sekitarnya. Fenomena
terjadinya
kebakaran
hutan
biasanya
ditandai
dengan
kecenderungan munculnya titik api/titik panas (hotspot) yang semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini memicu kabut asap maupun penurunan kualitas udara yang cukup signifikan di Kalimantan.Informasi hotspot perlu untuk pengecekan di lapangan (groundcheck).
Dari hasil groundcheck bahwa terjadinya kebakaran
hampir selalu berkaitan dengan pembukaan hutan dan lahan baik yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan atau dilakukan oleh masyarakat.
I-6
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Tabel jumlah titik api di Kalimantan Tengah No 1
Kabupaten/Kota PalangkaRaya
Jan 1
Feb 3
Mar 4
Apr 5
Mei 6
Juni 10
Juli 3
Agst 13
Sep 45
Okt 0
Nov 0
Des 0
jml 90
2
Kab. Gunungmas
0
4
9
3
3
3
6
12
204
0
0
0
244
3
Kab. pulangPisau
0
3
2
8
4
15
17
73
243
0
0
0
365
4
Kab. Kapuas
4
8
7
8
5
9
32
44
198
0
0
0
315
5
Kab.Barito Selatan
0
2
1
6
0
1
6
17
155
0
0
0
188
6
Kab.Barito Timur
0
0
3
2
1
2
12
11
47
0
0
0
78
7
Kab. Barito Utara
3
2
2
4
2
5
10
5
50
0
0
0
83
8
Kab. Murungraya
9
12
9
15
5
7
10
4
96
0
0
0
167
9
Kab. Katingan
0
7
28
8
11
19
24
35
233
0
0
0
365
10
Kab. Kotim
11
3
11
18
7
31
21
73
230
0
0
0
405
11
Kab. Kobar
0
4
1
5
10
10
12
35
95
0
0
0
172
12
Kab. Seruyan
2
9
2
2
2
12
12
33
190
0
0
0
264
13
Kab. Nanga Bulik
1
5
2
2
1
12
6
48
116
0
0
0
193
14
Kab. Sukamara
1
4
3
7
6
1
20
102
99
0
0
0
243
Total
3172
2.1.4 Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Tengah Keanekaragaman hayati merupakan bagian dari komponen yang secara ekologis terdiri dari beragam ekosistem, jenis variabilitas genetika binatang, tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme yang hidup berperan sebagai penentu keseimbangan ekosistem yang penting bagi kehidupan, terutama dalam penyediaan jasa lainnya. Keanekaragaman hayati Kalimantan Tengah baik flora maupun fauna tersebar di 14 kabupaten/ kota di Kalimantan Tengah. Spesies hewan di Provinsi Kalimantan Tengah dilindungi diantaranya : Orang Utan (Pongo Pygmaeus),
Bekantan (Nasalis Larvatus),Monyet ekorpanjang
(Macaca fascicularis),Trenggiling (Manis Javanica), Kijang, Muncak (Muntiacus Muncak), Bajing Tanah (Lariscus insignis), Duyung (Dugong-dugong), Musang Air (Cynogale benettii), Jelarang (Ratufa bidolor), Kucing Hutan (Fellis bengalensis), Harimau Dahan (Neofelsi nebulosa), Bajing Terbang (Petaurista elegans), Kukang, malu-malu (Nyeticebus concang), Beruang Madu (Helarctos malayanus), Kubang,
Tando, Walang
Keke
(Cynocephalus
variegatus),
Lumba-lumba
(Dolphinidae), Lutung Merah, Kelasi(Presbytis rubicunda), Paus (Cetaceae), Kucing Merah (Fillis badia), Kucing Dampak (Fellis planiceps), Landak (Hystrix bracyura), Musang Congkok (Prionodon Lin Sang), Bajing Tanah (Lariscus hosei) dan Binturang (Arctitis binturong). I-7
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Spesies reptilia Kalimantan Tengah dilindungi diantaranya : Buaya Sinyulong (Tomistoma schlegelii), Tuntong (Batagur baska), Kura-kura Gading (Orlitia borneensis), Labi-labi Besar (Chitra indica), Penyu Belimbing (Dermichelis coriaceae), Buaya Muara (Crocodylus porosus), Penyu Ridel, Penyu Lekang (Lepidochelys olivaceal), Penyu Tempayan (Caretta caretta) dan Biawak Kalimantan (Varanus borneensis). Spesies aves Kalimantan Tengah dilindungi diantaranya : Wili-wili, Uar, Bebek Laut (Sternidae), Bangau Tontong (Leptoptiles javanicus), Bluwok, walang Kadak (Ibiscinerens), Bangau Hitam (Ciconia episcopus), Angsa Laut, Pelikan (Pelicanidal), Kuntul, Bangau Putih (Babalus Ibis), Ibis Putih, Pelatuk Besi (Threskioruis sp), Ibis Hitam, Roko-roko (Plegadisfalcinallus), Kowak Merah (Nyeticorax caladonicus) serta tiga puluh satu spesies lainnya. Spesies pisces Kalimantan Tengah dilindungi diantaranya : Ikan Siluk/ Arwana/
Peyang
malaya/
Tangkilisa/
Kayangan/
Naga
(Schleropages
formosus).Persebaran keanekaragaman hayati dikawasan konservasi yang ada di Kalimantan Tengah berikut : Taman Nasional Tanjung Puting. 2.1.5 Kondisi Air di Prov. Kalimantan Tengah Permasalahan air yang dihadapi adalah kuantitas dan kualitassumber airbersih.Kalimantan Tengah memiliki sumberdaya air yang melimpah dengan kuantitas/ volume air sebesar 274.628.200 m3 pertahun dan tingkat penggunaan air tersebut baru sekitar 22.312.325 m3 pertahun. Secara umum manfaat sungai bagi masyarakat di Kalimantan Tengah antara lain adalah (1) Sebagai sumber bahan baku air minum; (2) Sebagai sumber air bersih bagi keperluan rumah tangga dan industry; (3) Sebagai sumber protein hayati (perikanan) dan irigasi pertanian, pertambangan serta perkebunan; (4) Sebagai tempat rekreasi; (5) Sebagai sarana transportasi baik oleh penduduk maupun industri. Tekanan berat terhadap kualitas air sungai terjadi pada badan air sungai, yang menjadikan Sungai Kapuas beserta anak sungai-sungainya sebagai “tong sampah” atau terminal akhir dari pembuangan limbah industri (industri karet; kayu dan pabrik sawit) domestik, serta berbagai kegiatan lainnya secara tidak langsung I-8
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN seperti penggundulan hutan, hilangnya tempat-tempat perlindungan air tanah serta daerah tangkapan air dan kegiatan pertanian yang merugikan karena membuang pestisida dan zat-zat kimia lain kedalam sungai serta kegiatan lain yang juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas air sungai. Sementara ketergantungan masyarakat Kalimantan Tengah akan sungai sangat tinggi, namun pengelolaan dan pemanfaatannya cenderung sangat kurang mendapat perhatian Pemerintah Pusat, sementara anggaran Pemerintah Daerah juga terbatas. Mengingat nilai dan fungsi strategisnya, maka campur tangan Pemerintah Pusat adalah sebuah keniscayaan.
2.1.6 Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Tengah Kualitas udara ambien berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat dan kegiatan pembangunan. Kebakaran hutan dan lahan , peningkatan konsumsi bahan bakar fosil baik untuk kegiatan industri, transportasi, maupun energi adalah penyebab-penyebab peningkatan pencemaran udara, bahkan jika sampai pada tingkat berbahaya akan menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) bahkan sampaibisa menyebabkan kematian. Pada Tahun 2015 kualitas udara ambien di Kalimantan Tengahdipantau sebagai bagian pelaksanaan Standar Pelayanan MinimalBidang Lingkungan Hidup di13 kabupaten dan 1 kota.Data pantauan menunjukkan menurunnya kualitas udara ambien terutama saat musim kemarau akibat kebakaran hutan dan lahan dan secara umumkualitas udara di Kalimantan Tengah baik apabila tidak pada musim kemarau. Dalam pembahasan kualitas udara ambien kali ini, akan membahas kondisi umum dan kecenderungan perubahan, sedangkan analisis dilakukan sesuai ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara) dan parameter yang ditetapkan pada Standar Pelayanan Minimal Bidang LH yang ditetapkan oleh Permen LH No. 19 tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Permen LH No. 20 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Provinsi dan Kabupaten/Kota. I-9
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN 2.1.7 Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Tengah Total ekosistem mangrove di Provinsi Kalimantan Tengah adalah 68132.451 Ha yang tersebar di kabupaten Seruyan, Pulang Pisau, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, Sukamara, Kapuas dan Katingan Degradasi mangrove di Kalimantan Tengah lebih disebabkan oleh aktivitas manusia.
Adapun aktivitas manusia yang mempengaruhi kondisi ekosistem
mangrove antara lain adalah:
(1) Konversi hutan mangrove untuk tambak,
pemukiman, dan peruntukan lain (2) Pemanfaatan kayu mangrove untuk bahan baku chip, pulp, arang dan lain-lain serta (3) Kegiatan pemanfaatan lainnya. 2.1.8 Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Tengah Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan bencana, beberapa bencana yang sudah terjadi, seperti bencana tanah longsor, banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan Lahan, kebakaran gedung dan permukiman, cuaca ekstrim (angin puting beliung dan gelombang genangan air pasang rob), kegagalan teknologi, epidemi dan wabah penyakit maupun bencana sosial, dari kejadian bencana tersebut hasil pemantauan dan analisa potensi bencana daerah yang berpotensi rawan banjir dan Kebakaran Hutan dan Lahan berada di 14 Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah; daerah potensi rawan longsor di Kabupaten/Kota yang mempunyai daerah kemiringan wilayah dan dataran tinggi yaitu Kabupaten Murung Raya, Barito Utara, Gunung Mas, Kotawaringin Barat dan Lamandau. Dan ancaman yang lain tersebar di wilayah Kalimantan Tengah. Gambaran sebaran kerentanan terhadap resiko bencana dan identifikasi tingkat kerawanan bencana, di mana hampir sebagian besar wilayah Kabupaten / Kota di Provinsi Kalimantan Tengah menghadapi resiko, dapat dilihat pada gambar peta risiko multi bencana
dan tabel
identifikasi tingkat kerawanan
bencana kabupaten/kota dibawah ini:
I-10
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN
Gb. Peta Risiko Multi Bencana
NO
Kabupaten/Kota
Karhutla
Banjir
Kekeringan
Gelompang dan Cuaca Ekstrim
Cuaca Ekstrim
Tanah Longsor
Skor Multi Bencana
Risiko Multi Bencana
Tabel : Identifikasi Tingkat Kerawanan Bencana Kabupaten / Kota Provinsi Kalimantan Tengah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Kapuas
183
2
Pulang Pisau
168
3
Katingan
163
4
Kotawaringin Timur
156
5
Palangka Raya
148
6
Kotawaringin Barat
144
7
Sukamara
144
8
Seruyan
144
9
Gunung Mas
139
10
Barito Selatan
128
11
Barito Utara
120
12
Barito Timur
120
I-11
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN 13
Murung Raya
14
Lamandau
15
Kalimantan Tengah
120 93 141
Sumber : IRBI dan BPBD Provinsi Kalimantan Tengah, 2015, Hasil Kompilasi.
2.1.9 Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Tengah Gambut adalah akumulasi bahan organik yang berlangsung pada lingkungan tanah yang jenuh atau tergenang air disertai penghambatan aktivitas mikrobia karena adanya sirkulasi oksigen yang terbatas. Untuk mengatur pemanfaatan lahan gambut, Pemerintah melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.2312/Menhut - VII/IPSDH/2015 menetapkan PIPPIB yakni Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawsan Hutan dan Areal Penggunaan Lahan Revisi VIII. Terbentuknya ekosistem gambut di Kalimantan Tengah sangat dimungkinkan oleh kondisi iklim yang basah. Tingginya curah hujan mengisi rawa menciptakan kondidi jenuh air secara permanen, namun pada saat musim kemarau/curah hujan kecil maka akan muncul watak hidrologi gambut tropika yaitu sifat konduktivitas/penghantar panas akibat kapasitas daya pegang air menurun/mengecil. Oleh karena itu, sistem hidrologi gambut seperti kedalaman muka air tanah dan kandungan air tanah memiliki peranan penting dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut tropis. Pada posisi muka air tanah lebih dari 40 cm dari permukaan tanah seiring volume curah hujan mengarah pada < 200 mm menyebabkan potensi kebakaran lahan gambut menjadi besar. Pembukaan lahan gambut di Kalimantran Temgah untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan permukiman serta kegiatan lain seringali tidak diikuti dengan pembuatan saluran drainase. Jika dibuat saluran drainase pun, dimensi saluran drainase tidak mempertimbangkan watak dan sifat tanah bahkan menurunkan muka air tanahapabial saluran drainase yang dibuat secara permanen mengalirkan dan mengurangi volume air gambut ke sejumlah DAS. Peristiwa kebakaran di Kalimantan Tengah tahun 2015 merupakan indikator telah rusaknya sistem hidrologis gambut yang berdampak negatif terhadap lahan gambut beserta ekosistemnya. I-12
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN II. KALIMANTAN BARAT 2.2.1 Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Barat Isu lingkungan hidup di Kalimantan Barat masih didominasi pencemaran lingkungan (khususnya pencemaran air) dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan sebagai akibat aktifitas pembangunan yang menyebabkan alih fungsi lahan selain aktifitas lain yang berpotensi meningkatnya lahan terbuka dan fragmentasi habitat sehingga memicu menurunnya keanekaragaman hayati. Hasil pemantauan air yang telah dilakukan pada tahun 2014 pada air Sungai Kapuas, Sungai Landak, Sungai Sambas, Sungai Madi dan Sungai Jelai terdata dari keseluruhan titik sampel yang dipantau menunjukkan hasil tidak memenuhi kriteria mutu air kelas II Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 terutama parameter TSS (Total Suspendid Solid), BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand). Kualitas Sungai Kapuas, Sungai Landak, Sungai Madi, dan Sungai Sambas masuk kategori tercemar ringan dengan parameter melebihi baku mutu pada TSS, BOD dan COD, sedangkan Sungai Jelai mempunyai status jauh lebih baik yaitu dalam kondisi baik/ belum tercemar. Kondisi
lahan
dan
hutan
menyajikan
informasi
bahwa
alih
fungsi
pemanfaatan lahan, kebakaran hutan dan lahan, penebangan liar (illegal logging) serta perambahan hutan adalah penyebabpersoalan menurunnya kualitas sumber daya lahan dan hutan.Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu namun juga non kayu. Sebagai fungsi ekosistem, hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna dan peran penyeimbang lingkungan serta mencegah pemanasan global. Gambar 2.1. Grafik Persentase Kawasan Hutan Kalimantan Barat
I-13
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Kawasan Hutan Kalbar 0% 0%
3% 4%
7%
5% 4%
Kab. Sambas
4% 1%
7%
Kab. Bengkayang Kab. Landak
9%
Kab. Pontianak Kab. Sanggau
20% 21% 15%
Kab. Ketapang Kab. Sintang Kab. Kapuas Hulu Kab. Sekadau Kab. Melawi
Sumber : Buku Potret Hutan Provinsi Kalbar 2011 2.2.2 Lahan Kritis Prov. Kalimantan Barat Luas lahan kritis menjadi dasar bagi penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang harus disusun oleh setiap kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Barat.Lahan kritis di Kalimantan Barat seluas 1.271.987 Ha dengan lahan kritis terluas terdapat di Kab.Ketapang, Kab. Bengkayang, Kab.Melawi, Kab. Sintang, Kota Singkawang, dan Kab. Sambas. Upaya kinerja pemulihan lahan kritis di Kalimantan Barat dilakukan melalui Gerakan Puncak Aksi Penanaman Serentak Provinsi Kalimantan Barat, Kebun bibit rakyat (KBR), DBH-SDA-DR, kegiatan Kampanye Indonesia Menanam (KIM), kegiatan Gerakan Bakhti Penghijauan (GBPP),kegiatan Gerhan, penanaman HTI, dan penyediaan bibit masyarakat.
I-14
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Tabel 2.1. Luas lahan kritis Provinsi Kalimantan Barat No
Kabupaten / Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kab. Sambas Kab. Bengkayang Kab. Landak Kab. Pontianak Kab. Sanggau Kab. Ketapang Kab. Sintang Kab. Kapuas Hulu Kab. Sekadau Kab. Melawi Kab. Kayong Utara Kab. Kubu Raya Kota Pontianak Kota Singkawang Jumlah Sumber : KDA Tahun 2014
Dalam kawasan 7,716 7,467 3,668 658 260 496,185 25,613 27,591 12,608 60,004 25,613 667,383
Luar kawasan 13,499 26,658 5,922 5,997 2,636 489,204 13,887 4,475 10,068 18,371 13,887 604,604
Jumlah 21,215 34,125 9,590 6,655 2,896 985,389 39,500 32,066 22,676 78,375 39,500 1,271,987
2.2.3 Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Barat Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah kesiap siagaan dan respon dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menindak lanjuti data-data yang berkaitan dengan deteksi dini dan peringatan dini terjadinya kebakaran hutan dan lahan berupa kondisi cuaca dan sebaran data koordinat titik panas (hotspot).Hotspot adalah indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu relative lebih tinggi dibandingkan suhu sekitarnya. Fenomena
terjadinya
kebakaran
hutan
biasanya
ditandai
dengan
kecenderungan munculnya titik api/titik panas (hotspot) yang semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini memicu kabut asap maupun penurunan kualitas udara yang cukup signifikan di Kalimantan.Informasi hotspot perlu untuk pengecekan di lapangan (groundcheck).
Dari hasil groundcheck bahwa terjadinya kebakaran
hampir selalu berkaitan dengan pembukaan hutan dan lahan baik yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan atau dilakukan oleh masyarakat. Gambar 2.2. TOTAL HOT SPOT PER BULAN DI KALBAR TAHUN 2015 I-15
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN 4500 3937
4000 3500 3000 2500
2025
2000 1500
1017 1015
1000 500
726 20 5
3211
8854
19 7
2534
6641
JAN
PEB
MAR
APR
MEI
JUN
260
786 123
2152
5 20
NOP
DES
0 NOAA - 18
JUL
AGS
SEP
OKT
MODIS
Sumber : BMKG 2015
Gambar 2.3. TOTAL HOT SPOT PER KAB/KOTA DI KALBAR TAHUN 2015 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
4339
402 505 3264 98 96
764
755 723 582 348 263 247 202 187 138 111 35 108 96 1020 29 515 154 61
NOAA - 18
MODIS
2.2.4 Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Barat Keanekaragaman hayati merupakan bagian dari komponen yang secara ekologis terdiri dari beragam ekosistem, jenis variabilitas genetika binatang, tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme yang hidup berperan sebagai penentu keseimbangan ekosistem yang penting bagi kehidupan, terutama dalam I-16
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN penyediaan jasa lainnya. Keanekaragaman hayati Kalimantan Barat baik flora maupun fauna tersebar di 13 kabupaten/ kota di Kalimantan Barat, jenis fauna yang dilindungi terbanyak berada di Kabupaten Kapuas Hulu dan flora dilindungi terbanyak juga di Kabupaten Kapuas Hulu. Spesies hewan menyusui Kalimantan Barat dilindungi diantaranya : Singapuar (Tarsius sp), Orang Utan (Pongo Pygmaeus), Kelampiau, Owa (Hylobates sp), Kahau, Bekantan (Nasalis Larvatus), Rusa, Menjangan (Cervus sp), Kancil, Pelanduk, Napu (Tragulus sp), Trenggiling (Manis Javanica), Kijang, Muncak (Muntiacus Muncak), Bajing Tanah (Lariscus insignis), Duyung (Dugongdugong), Musang Air (Cynogale benettii), Jelarang (Ratufa bidolor), Kucing Hutan (Fellis bengalensis), Harimau Dahan (Neofelsi nebulosa), Bajing Terbang (Petaurista elegans), Kukang, malu-malu (Nyeticebus concang), Beruang Madu (Helarctos malayanus), Kubang, Tando, Walang Keke (Cynocephalus variegatus), Lumba-lumba (Dolphinidae), Lutung Merah, Kelasi (Presbytis rubicunda), Paus (Cetaceae), Kucing Merah (Fillis badia), Kucing Dampak (Fellis planiceps), Landak (Hystrix bracyura), Musang Congkok (Prionodon Lin Sang), Bajing Tanah (Lariscus hosei) dan Binturang (Arctitis binturong). Spesies reptilia Kalimantan Barat dilindungi diantaranya : Buaya Sinyulong (Tomistoma schlegelii), Tuntong (Batagur baska), Kura-kura Gading (Orlitia borneensis), Labi-labi Besar (Chitra indica), Penyu Belimbing (Dermichelis coriaceae), Buaya Muara (Crocodylus porosus), Penyu Ridel, Penyu Lekang (Lepidochelys olivaceal), Penyu Tempayan (Caretta caretta) dan Biawak Kalimantan (Varanus borneensis). Spesies aves Kalimantan Barat dilindungi diantaranya : Wili-wili, Uar, Bebek Laut (Sternidae), Bangau Tontong (Leptoptiles javanicus), Bluwok, walang Kadak (Ibiscinerens),
Bangau
Hitam
(Ciconia
episcopus),
Angsa
Laut,
Pelikan
(Pelicanidal), Kuntul, Bangau Putih (Babalus Ibis), Ibis Putih, Pelatuk Besi (Threskioruis sp), Ibis Hitam, Roko-roko (Plegadisfalcinallus), Kowak Merah (Nyeticorax caladonicus) serta tiga puluh satu spesies lainnya. Spesies pisces Kalimantan Barat dilindungi diantaranya : Ikan Siluk/ Arwana/ Peyang
malaya/
Tangkilisa/
Kayangan/
Naga
(Schleropages I-17
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN formosus).Persebaran keanekaragaman hayati dikawasan konservasi yang ada di Kalimantan Barat berikut : Taman Nasional Gunung Palung, Taman Nasional Bukit Baka – Bukit Raya, Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Danau Sentarum, Cagar Alam Kepulauan Karimata, Cagar Alam Mandor, Cagar Alam Raya Passi, Cagar Alam Gunung Nyiut, Cagar Alam Lo Fat Fun Fie, Cagar Alam Muara Kendawangan, Taman Wisata Alam Bukit Kelam, Hutan Wisata Baning. Tabel. 2.2.Hutan Konservasi beserta fungsinya
1
Nama Kawasan Lo Pat Fun Pi
2
Mandor
3
No
4 5 6 7 8
9
Kabupaten Fungsi Sambas
CA
Pontianak
CA
Gunung Raya Sambas Pasi Kep. Karimata Ketapang
CA
Gunung Nyiut Perinsen Gunung Palung Betung Kerihun Bukit BakaBukit Raya Danau Sentarum Baning
Pontianak/ Sambas Ketapang Kapuas Hulu Sintang Kasongan
CA Laut SM TN TN TN
Luas (Ha)
SK Penetapan
8 ZB.1 23 Maret 1936 2.000 ZB.8.15 16 Apr 1937 3.700 111/Kpts-II/1990 14 Maret 1990 77.000 381/Kpts-II/1985 14 Maret 1990 180.000 524/Kpts/Um/4/1982 21 Januari1982 90.000 448/Menhut/VI/90 3 Juni 1990 800.000 467/Kpts-II/95 5 September 199 181.090 281/Kpts-II/92 26 Pebruari 1992
TN
132.000 34/Kpts-II/99 4 Pebruari 1999 10 TW 315 129/Kpts-II/1990 1 Januari 1990 11 Gunung Kelam Sintang TW 520 594/Kpts-II/1992 6 Juni 1992 Sumber : Badan Planalogi Kehutanan, Departemen Kehutanan
I-18
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Tabel 2.3.Identitas Flora dan Fauna Kalimantan Barat Kabupaten/ Kota Kalimantan Barat Sambas
Pontianak Sanggau Sintang Kapuas Hulu Ketapang
Flora
Fauna
Tengkawang Tungkul Shorea stenoptera Burck Simpur Dillenia suffruticosa Griffith Gaharu Aquilaria malaccensis Durian pekawai Durio kutejensis Kantong semar Nephentes clipeata Tembesu Fragaea fragrans Kedondong Spondias cytherea
Enggang Gading Rhinoplax vigil J.R. Foster Ayam tukong Gallus domesticus Ikan puput ekor kuning Pellona sp. Beo Gracula religiosa religiosa Ikan ulang uli Botia sp. Blekker
Burung rangkong
2.2.5 Kondisi Air di Prov. Kalimantan Barat Permasalahan air yang dihadapi adalah kuantitas dan kualitas sumber airbersih.Kalimantan Barat memiliki sumberdaya air yang melimpah dengan kuantitas/ volume air sebesar 274.628.200 m3 pertahun dan tingkat penggunaan air tersebut baru sekitar 22.312.325 m3 pertahun. Kalimantan Barat terdiri dari 3 Satuan Wilayah Sungai (SWS) atau Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu : 1) Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pawan yang mewakili DAS Pawan dengan luas catchmentarea 29.849,19 Km2; terdapat 40 sungai induk yang bermuara langsung ke laut dan terletak di Kabupaten Ketapang; 2) Satuan Wilayah Sungai (SWS) Kapuas yang mewakili DAS Kapuas dengan luas catchmentarea 98.249,10 Km2; terdapat 33 sungai induk dan merupakan sungai terpanjang di Indonesia yang mempunyai 11 cabang sungai induk dan cabang-cabang sungai ini mempunyai 17 cabang sungai induk. Sungai Kapuas terletak pada 6 dari 9 Kabupaten, yaitu Kota Pontianak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu.; dan I-19
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN 3) Satuan Wilayah Sungai (SWS) Sambas/ Mempawah yang mewakili DAS Sambas/ Mempawah dengan luas catchment area 15.685,10 Km2; terdapat 26 sungai induk yang terletak pada Kabupaten Sambas, Bengkayang dan Pontianak. Secara umum manfaat sungai bagi masyarakat di Kalimantan Barat antara lain adalah (1) Sebagai sumber bahan baku air minum; (2) Sebagai sumber air bersih bagi keperluan rumah tangga dan industry; (3) Sebagai sumber protein hayati (perikanan) dan irigasi pertanian, pertambangan serta perkebunan; (4) Sebagai tempat rekreasi; (5) Sebagai sarana transportasi baik oleh penduduk maupun industri. Tekanan berat terhadap kualitas air sungai terjadi pada badan air sungai, yang menjadikan Sungai Kapuas beserta anak sungai-sungainya sebagai “tong sampah” atau terminal akhir dari pembuangan limbah industri (industri karet; kayu dan pabrik sawit) domestik, serta berbagai kegiatan lainnya secara tidak langsung seperti penggundulan hutan, hilangnya tempat-tempat perlindungan air tanah serta daerah tangkapan air dan kegiatan pertanian yang merugikan karena membuang pestisida dan zat-zat kimia lain kedalam sungai serta kegiatan lain yang juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas air sungai. Sementara ketergantungan masyarakat Kalimantan Barat akan sungai sangat tinggi, namun pengelolaan dan pemanfaatannya cenderung sangat kurang mendapat perhatian Pemerintah Pusat, sementara anggaran Pemerintah Daerah juga terbatas. Mengingat nilai dan fungsi strategisnya, maka campur tangan Pemerintah Pusat adalah sebuah keniscayaan. 2.2.6 Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Barat Kualitas udara ambien berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat dan kegiatan pembangunan. Kebakaran hutan dan lahan , peningkatan konsumsi bahan bakar fosil baik untuk kegiatan industri, transportasi, maupun energi adalah penyebab-penyebab peningkatan pencemaran udara, bahkan jika sampai pada tingkat berbahaya akan menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) bahkan sampaibisa menyebabkan kematian. Pada Tahun 2014 kualitas udara ambien di Kalimantan Barat dipantau melalui peralatan AQMS (Air Quality Monitoring System) sebagai bagian I-20
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN pelaksanaan
Standar
Pelayanan
MinimalBidang
Lingkungan
Hidup
di12
kabupaten dan 2 kota.Data pantauan menunjukkan menurunnya kualitas udara ambien terutama saat musim kemarau akibat kebakaran hutan dan lahan dan secara umumkualitas udara di Kalimantan Barat baik apabila tidak pada musim kemarau. Dalam pembahasan kualitas udara ambien kali ini, akan membahas kondisi umum dan kecenderungan perubahan, sedangkan analisis dilakukan sesuai ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara) dan parameter yang ditetapkan pada Standar Pelayanan Minimal Bidang LH yang ditetapkan oleh Permen LH No. 19 tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Permen LH No. 20 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Provinsi dan Kabupaten/Kota. Analisis juga akan membandingkan antar waktu.
Tabel 2.4 Rentang Kategori Nilai ISPU sesuai Kep-107/KaBapedal/11/1997 SESUAI DENGAN KEP-107/KABAPEDAL/11/1997 SANGAT TIDAK BERBAHAYA SEHAT 0 - 50 51 - 100 101 - 199 200 - 299 300 - LEBIH Tingkat kualitas Tingkat kualitas Tingkat kualitas Tingkat kualitas Tingkat kualitas udara yang tidak udara yang tidak udara yang udara yang udara memberikan berpengaruh bersifat dapat berbahaya efek bagi pada kesehatan merugikan pada merugikan yang secara kesehatan manusia ataupun manusia ataupun kesehatan umum dapat manusia atau hewan tetapi kelompok pada sejumlah merugikan hewan dan tidak berpengaruh hewan yang segmen kesehatan yang berpengaruh pada tumbuhan sensitif atau bisa populasi yang serius pada pada tumbuhan, yang sensitif, menimbulkan terpapar populasi bangunan dan nilai estetika kerusakan pada ataupun nilai tumbuhan estetika ataupun nilai estetika Sumber : Kep-107/KaBapedal/11/1997 BAIK
SEDANG
TIDAK SEHAT
I-21
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN 2.2.7 Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Barat Total ekosistem mangrove di Provinsi Kalimantan Barat adalah 201.143,1 Ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Kalimantan Barat, 2010) yang tersebar di kabupaten Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya, Pontianak, Singkawang dan Sambas.Saat ini sebaran vegetasi mangrove hanya terdapat di Kabupaten Ketapang seluas 123.803 Ha, Kabupaten Kayong Utara seluas 16.017,6 Ha, Kabupaten Kubu Raya seluas 63.362,2 Ha, Kota Singkawang seluas 240,3 dan Kabupaten Sambas seluas 7.720 Ha. Degradasi mangrove di Kalimantan Barat lebih disebabkan oleh aktivitas manusia.
Adapun aktivitas manusia yang mempengaruhi kondisi ekosistem
mangrove antara lain adalah:
(1) Konversi hutan mangrove untuk tambak,
pemukiman, dan peruntukan lain (2) Pemanfaatan kayu mangrove untuk bahan baku chip, pulp, arang dan lain-lain serta (3) Kegiatan pemanfaatan lainnya.
2.2.8 Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Barat Bencana secara umum dibagi dalam dua kategori yaitubencana alam dan bencana lingkungan. Bencana alam adalah bencana yang terjadi secara alamiah atau bencana yang diakibatkan faktor alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi maupun tsunami. Bencana lingkungan adalah : (1)bencana yang terjadi sebagai akibat kerusakan lingkungan dan/atau (2) bencana yang terjadi menyebabkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan berupa banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan (ruang lingkup definisi 1) dan kecelakaan industri, tumpahan minyak di laut (ruang lingkup definisi 2).Selama tahun 2015, bencana di Kalimantan Barat didominasi oleh kebakaran hutan sebanyak 300 kejadian yang disebabkan kondisi topografi rendah/rawan banjir, lokasi geogragfi di daerah cekungan dan bantaran sungai, kekritisan lahan, luapan air hujang dan naiknya muka air laut di daeah aliras sungai, intensitas hujan yang tinggi kerap terjadi, pendangkalan sungai, dan alih fungsi lahan.
I-22
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Tabel 2.5. Jenis Bencana Yang Terjadi Tahun 2015 Jenis Bencana No
1 2 3 4 5 6 7
Kabupaten/K ota
Banjir
Sintang + Sanggau + Landak + Bengkayang + Mempawah + Ketapang + Kayong Utara 8 Melawi + 9 Sekadau + 10 Kapuas Hulu + 11 Singkawang + 12 Kubu Raya 13 Sambas 14 Pontianak Sumber : BPBD Kalbar 2015
Angin Puting Beliung +
Tanah Kebakara Longsor n Lahan
Gelomban g Tinggi
+ +
+ + + + +
+ +
+ + + +
2.2.9 Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Barat Gambut adalah akumulasi bahan organik yang berlangsung pada lingkungan tanah yang jenuh atau tergenang air disertai penghambatan aktivitas mikrobia karena adanya sirkulasi oksigen yang terbatas. Untuk mengatur pemanfaatan lahan gambut, Pemerintah melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.2312/Menhut - VII/IPSDH/2015 menetapkan PIPPIB yakni Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawsan Hutan dan Areal Penggunaan Lahan Revisi VIII. Data Wetlands International - Indonesia Programme (2004) tanpa memperhtiungkan luas gambut dengan ketebalan kurang dari 50 cm diperpleh luas sebesar 1.693.307 Hadengan komposisi terbesar berada di Kab. Kubu raya, Kab. Kapuas Hulu, dan Kab. Ketapang, sedangkan Data Peta RePProT Landsystem (1989) menyebutkan luas lahan gambut sebesar 1.549.865 Ha dengan komposisi terbesar berada di Kab. Kubu Raya dan kab. Ketapang. Terbentuknya ekosistem gambut di Kalimantan Barat sangat dimungkinkan oleh kondisi iklim yang basah. Tingginya curah hujan mengisi rawa menciptakan I-23
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN kondidi jenuh air secara permanen, namun pada saat musim kemarau/curah hujan kecil maka akan muncul watak hidrologi gambut tropika yaitu sifat konduktivitas/penghantar panas akibat kapasitas daya pegang air menurun/mengecil. Oleh karena itu, sistem hidrologi gambut seperti kedalaman muka air tanah dan kandungan air tanah memiliki peranan penting dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut tropis. Pada posisi muka air tanah lebih dari 40 cm dari permukaan tanah seiring volume curah hujan mengarah pada < 200 mm menyebabkan potensi kebakaran lahan gambut menjadi besar. Pembukaan lahan gambut di Kalimantran Barat untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan permukiman serta kegiatan lain seringali tidak diikuti dengan pembuatan saluran drainase. Jika dibuat saluran drainase pun, dimensi saluran drainase tidak mempertimbangkan watak dan sifat tanah bahkan menurunkan muka air tanah apabial saluran drainase yang dibuat secara permanen mengalirkan dan mengurangi volume air gambut ke sejumlah DAS. Peristiwa kebakaran di Kalimantan Barat tahun 2015 merupakan indikator telah rusaknya sistem hidrologis gambut yang berdampak negatif terhadap lahan gambut beserta ekosistemnya. III. 2.3.1 2.3.2 2.3.3 2.3.4 2.3.5 2.3.6 2.3.7 2.3.8
KALIMANTAN TIMUR Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Timur Lahan Kritis Prov. Kalimantan Timur Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Timur Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Timur Kondisi Air di Prov. Kalimantan Timur Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Timur Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Timur Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Timur
2.3.9 Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Timur IV. 2.4.1 2.4.2 2.4.3 2.4.4 2.4.5
KALIMANTAN SELATAN Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Selatan Lahan Kritis Prov. Kalimantan Selatan Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Selatan Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Selatan Kondisi Air di Prov. Kalimantan Selatan I-24
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN 2.4.6 2.4.7 2.4.8 2.4.9
Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Selatan Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Selatan Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Selatan Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Selatan
V. 2.5.1 2.5.2 2.5.3 2.5.4
KALIMANTAN UTARA Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Utara Lahan Kritis Prov. Kalimantan Utara Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Utara Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Utara
2.5.5 2.5.6 2.5.7 2.5.8 2.5.9
Kondisi Air di Prov. Kalimantan Utara Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Utara Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Utara Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Utara Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Utara
I-25
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN
BAB - 3
VI. KALIMANTAN TENGAH 3.1.1 Progress Pengelolaan Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Tengah Dalam
rangka
menurunkan
beban
pencemaran
lingkungan,
telah
diimplementasikan kegiatan sebagai berikut : 1) Koordinasi Pembinaan & Pengawasan Komisi Penilai AMDAL Kab/Kota 2) Koordinasi, Pembinaan dan Fasilitasi Pengaduan LH dalan Penyelesaian Pengaduan/Sengketa Lingkungan Hidup. Upayapenyelesaianpengaduan dan sengketa lingkungan Pada Tahun 2015 yang masuk ke Pos Pengaduan Lingkungan Hidup sebanyak 22kasus. Salah satu poin penting dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan yakni peningkatan peran serta masyarakat dalam perlindungan dan konservasi sumber daya alam. Dalam Pasal 44, 45 dan Pasal 49 disebutkan bahwa setiap permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan harus diumumkan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya. 3) Kegiatan sosialisasi langsung ke lapangan Dalam kegiatan ini dilakukan sosialisasi langsung ke lapangan terutama pada tingkat kecamatan dan desa atau pada instansi yang manangani lingkungan hidup di kabupaten/kota. Publikasi melalui media massa / internet 4) Kajian Lingkungan Hidup Strategis RPJMD Provinsi Kalimantan Tengah Fasilitasi pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan I-26
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Tengah merupakan bagian dari kegiatan fasilitasi pelaksanaan KLHS untuk perencanaan pembangunan secara keseluruhan di kawasan ini. Sehingga pada akhirnya prinsip pembangunan berkelanjutan benar-benar sudah di integrasikan dalam program pembangunan 5) Penilaian Kota Bersih dan Teduh (Adipura) 6) Koordinasi, Pembinaan Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Pengendalian Pencemaran dan Perusakan LH serta Limbah B3. Pada Tahun 2015 telah dilakukan Koordinasi, Pembinaan Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Pengendalian Pencemaran dan Perusakan LH serta Limbah B3 di 14 kab/kota di Provinsi Kalimantan Tengah. 7) Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Sampah Perkotaan Melalui Sistem
3R. 3.1.2 Progress Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Tengah Salah satu upaya pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalteng adalah dengan usulan pembentukan Tahura.
3.1.3 Progress Ketahanan Air di Prov. Kalimantan Tengah Pelaksanaan pemantauan kualitas air pada Tahun 2015 merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh BLHD Prov. Kalteng sebanyak dua kali pantau.Untuk tahun 2015, jumlah sambel yang diambil sebanyak 120 titik dengan lokasi kegiatan yaitu Sungai Barito,Sungai Jelai, Sungai Kahayan dan Sungai Lamandau. 3.1.4 Progress Pengendalian Udara di Prov. Kalimantan Tengah Upaya yang dilakukan adalah pemantauan kualitas udara ambient di lokasi pemukiman, transportasi dan industri danpemantauan kualitas udara ambien. Kegiatan pemantauan kualitas udara ambient di Stasiun AQMS merupakan indikator pencemaran udara, dimana hasilnya akan dapat mengetahui kondisi ISPU (indeks standar pencemar udara). Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari, sehingga kondisi dan perkembangan data kualitas udara dan ISPU dapat diperoleh secara terus-menerus/ kontinyu.
I-27
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN 3.1.5 Progress Perlindungan Mangrove di Prov. Kalimantan Tengah Hutan mangrove adalah hutan yang berada didaerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasangsurut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air. Hutan mangrove dibedakan dengan hutan pantai dan hutan rawa. Hutan pantai yaitu hutan yang tumbuh di sepanjang pantai, tanahnya kering, tidak pernah mengalami genangan air laut ataupun air tawar. Ekosistem hutan pantai dapat terdapat disepanjang pantai yang curam di atas garis pasang air laut. Kawasan ekosistem hutan pantai ini tanahnya berpasir dan mungkin berbatu-batu. Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dalam kawasan yang selalu tergenang air tawar. Kalimantan Tengah Kabupaten
Luas (Ha)
Kapuas
1560.089
Katingan
17214.162
Kotawaringin Barat
17134.217
Kotawarigin Timur
12607.417
Pulang Pisau
15066.997
Seruyan
3408.606
Sukamara
1140.963
3.1.6Progress Penanganan Bencana Alam di Prov. Kalimantan Tengah Sebagai satuan kerja yang relatif baru di Provinsi Kalimantan Tengah, BPBD dituntut untuk terus mensosialisasikan keberadaannya sesuai peran dan fungsi dalam mengkoordinasikan penyelenggaraan penanggulangan bencana dan rangka menghindari terjadinya tumpang tindih terhadap fungsi dan peran SKPD lain yang sudah ada. Dengan demikian, diharapkan BPBD akan terus berbenah dan memperbaiki kinerja agar terwujud penanggulangan bencana yang efektif dan efisien. Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam hal menjalankan peran sebagai koordinator penanggulangan bencana selalu berupaya menegaskan bahwa manajemen penanggulangan bencana bukanlah suatu kegiatan yang bersifat mendadak hanya untuk I-28
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN “tanggap darurat”, akan tetapi juga meliputi berbagai aspek baik sebelum (pra bencana), maupun pada saat bencana dan setelah bencana (pascabencana) itu sendiri. Apabila diterapkan ke dalam daur program kerja, maka program dan kegiatan penanggulangan bencana merupakan siklus sistemik kegiatan. Secara umum kegiatan itu menyangkut; kesiapsiagaan, identifikasi bahaya, analisa resiko, tindakan preventif, respon
bencana,
serta
rehabilitasi,
dan
rekonstruksi
yang
konsisten
dan
berkesinambungan, melibatkan berbagai pihak (stakeholders) terkait, sesuai ketentuan umum dan tahapan di dalam penanggulangan bencana, sesuai Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dari gambaran di atas, kinerja pelayanan dan yang dilaksanakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2015 mencakup kegiatan antara lain sebagai berikut : 1.
Sosialisasi Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana Di Kabupaten/Kota merupakan salah satu poin penting dalam upaya pencegahan dan kesiapsiagaan penanggulangan bencana sesuai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana yakni definisi dan karakteristik bencana di Indonesia, adanya konsep, mekanisme, keterlibatan stakeholder dalam Pengurangan Risiko Bencana, adanya peran serta dunia pendidikan secara dini dalam Pengurangan Risiko Bencana, sosialiasasi dilaksanakan pada instansi Badan Penanggulangan Bencana Daerah tahun 2015 di Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Timur dengan langsung dihadiri oleh pelaku-pelaku Pengurangan Risiko Bencana. Masyarakat antusias dengan program pemerintah yang ingin meningkatkan kapasitas dan kontribusi dalam upaya penanggulangan bencana.
2.
Pelaksanaan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Nasional merupakan agenda tahunan dan sarana untuk mensosialisasikan kegiatan dan konsepsi mengenai Pengurangan Risiko Bencana oleh multi pihak. Hal ini bertujuan untuk membangun kesadaran bersama, membangun dialog dan mengembangkan jejaring antar pelaku PRB serta dapat dijadikan ajang pembelajaran bersama bagi pelaku PRB seluruh Indonesia.
3.
Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana dalam menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 yang dilaksanakan di Palangka Raya dengan berkoordinasi Seluruh Stakeholder menghasilkan sebuah Rencana Aksi I-29
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN bertujuan sebagai acuan dan pedoman bagi semua pemangku kepentingan dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi bencana yang terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah. 4.
Pemantauan dan Penyebaran Informasi Potensi Bencana Prov. Kalimantan Tengah bertujuan peninformasian Potensi Bencana Provinsi Kalimantan Tengah, sebagai sarana penyebaran informasi potensi bencana kepada masyarakat, dengan peninjauan langsung kelapangan untuk memantau dan mendapatkan informasi potensi bencana di 14 kabupaten/kota.
5.
Kegiatan Percetakan Brosur dan Penggandaan Peraturan Penanggulangan Bencana juga mendukung penginformasian kepada BPBD Kabupaten/Kota mengenai bencana-bencana potensial yang ada di Kalimantan Tengah. Informasi ini berkaitan dengan karakteristik bencana dan upaya penanggulangannya didukung dengan Peraturan Kepala BNPB No. 21, 22, 23 Tahun 2008.
3.1.7 Progress Pengelolaan Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Tengah Upaya merestorasi dan memanfaatkan eks PLG yang telah mengalami kesalahan desain, dipastikan sangat tidak mudah dan perlu hati-hati, karna sistem drainase yang diterapkan tersebut meniadakan cara tradisional (sistem handel) yang ternyata berhasil dan ramah lingkungan. Oleh Pemerintah, keberhasilan masyarakat dengan cara tradisional tersebut menjadi kekeliruan interpretasi, sehingga dikembangluaskan dengan cara memperbesar dimensi saluran drainase atau kanal. Berdasarkan fakta lapangan, historis coba-coba sistem kanal atau saluran drainase dimaksud berturut-turut sebagai berikut : sistem handel, anjir, polder, sistem garpu dan sistem sisir, sistem kolam dan diakhiri dengan sistem kanal PLG. Akibatnya volume air yang tidak bertambah (tetap) tidak akan mampu mengisi ruang berupa kanal yang tersedia sangat luas, sehingga yang terjadi adalah perubahan status hidrologi kawasan, yaitu daerah basah menjadi kering. Salah satu contoh yang terjadi dikawasan pasang surut bahwa dulu di Basarang terkenal sebagai penghasil beras dan tidak pernah diusahakan tanaman salak, tetapi sekarang tanaman salak dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan.
I-30
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Kondisi perubahan jenis kooditi ini mengindikasikan telah terjadi perubahan ekosistem, terutama status hidrologi di kawasan tersebut. VII. KALIMANTAN BARAT 3.2.1Progress Pengelolaan Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Barat Dalam
rangka
menurunkan
beban
pencemaran
lingkungan,
telah
Pengelolaan
Lingkungan
(RKL)/
diimplementasikan kegiatan sebagai berikut : 1) Pemantauan/
Pengawasan
Rencana
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). 2) Koordinasi Pembinaan & Pengawasan Komisi Penilai AMDAL Kab/Kota 3) Koordinasi, Pembinaan dan Fasilitasi Pengaduan LH dalan Penyelesaian Pengaduan/Sengketa Lingkungan Hidup. Upayapenyelesaianpengaduan dan sengketa lingkungan Pada Tahun 2015 yang masuk ke Pos Pengaduan Lingkungan Hidup sebanyak 7 kasus,antara lain : a) Masyarakat menolak adanya perusahaan Sawit. PT. Sumber Inti Sentosa (PT. SIS) dan perusahaan lainnya yang akan masuk wilayah (penolakan ekspansi perurusan perkebunan sawit skala besar).
b) Palaporan adanya pipa di sungai air merah di perbatasan Kota Singkawang – Bengkayang dari kegiatan PLTU Bengkayang.
c)
Adanya dugaan pembakaran lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT. Swadaya Mukti Prakarsa Kabupaten Ketapang.
d) Adanya dugaan pencemaran akibat limbah kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Swadaya Mukti Prakarsa Kabupaten Ketapang
e) Adanya dugaan pembabatan Taman Nasional Gunung Palong di Kabupaten Kayong Utara dan Hutan Lindung Gunung Batu Daya di Kabupaten Ketapang yang diduga dilakukan oleh Perkebunan Kelapa Sawit PT. Swadaya Mukti Prakarsa.
f)
Adanya dugaan bahwa Perkebunan Kelapa Sawit PT. Swadaya Mukti Prakarsa Kabupaten Kayong Utara tidak memiliki izin.
g) Adanya dugaan limbah perkebunan kelapa sawit mencemari Taman Nasional Danau Sentarum.
I-31
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN 4) Sosialisasi Izin Lingkungan Salah satu poin penting dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan yakni peningkatan peran serta masyarakat dalam perlindungan dan konservasi sumber daya alam. Dalam Pasal 44, 45 dan Pasal 49 disebutkan bahwa setiap permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan harus diumumkan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya. 5) Kegiatan sosialisasi langsung ke lapangan Dalam kegiatan ini dilakukan sosialisasi langsung ke lapangan terutama pada tingkat kecamatan dan desa atau pada instansi yang manangani lingkungan hidup di kabupaten/kota. Publikasi melalui media massa / internet 6) Kegiatan sosialisasi melalui mediablogspot : amdalprovkalbar.blogspot.co.id 7) Kajian Lingkungan Hidup Strategis RPJMD Provinsi Kalimantan Barat Fasilitasi pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Barat merupakan
bagian
dari
kegiatan
fasilitasi
pelaksanaan
KLHS
untuk
perencanaan pembangunan secara keseluruhan di kawasan ini. Sehingga pada akhirnya prinsip pembangunan berkelanjutan benar-benar sudah di integrasikan dalam program pembangunan 8) Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kawasan Pelabuhan Kecamatan Sungai Kunyit dan Sekitarnya. Penyusunan KLHS Kawasan Pelabuhan Kecamatan Sungai Kunyit dan Sekitarnya
bertujuan
untuk
mewujudkan
pemanfaatan
ruang
dan
pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Pelabuhan Utama Sungai Kunyit yang produktif, seimbang, terpadu, berkelanjutan dan memiliki kepastian hokum 9) Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kawasan Industri Tayan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat tahun berjalan telah menetapkan beberapa kawasan strategis provinsi yang wilayah penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap pertumbuhan ekonomi, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. I-32
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Kawasan Industri Tayan dengan luas ± 225 Ha menjadi salah satu kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi. Kawasan ini relatif memenuhi kriteria kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi seperti yang diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional antara lain sebagai berikut: a.
Peruntukan Kecamatan Tayan Hilir (Kota Tayan) di luar kawasan hutan (areal penggunaan lain) dan tidak dibebani perizinan karena sudah ditetapkan menjadi kawasan industri dalam RTRW Kabupaten Sanggau Tahun 2014-2032;
b.
Aksesibilitas Kota Tayan relatif terbuka terhadap pasar regional dan luar negeri. Kota Tayan terletak pada jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan Kota Pontianak, Kota Entikong, wilayah selatan Provinsi Kalimantan Barat, dan Provinsi Kalimantan Tengah. Selain itu, Kota Tayan termasuk kedalam Koridor Ekonomi Nasional sebagai program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Tahun 2011-2031; dan
c.
Kota Tayan relatif dekat terhadap pusat perkebunan kelapa sawit, pabrik pengolahan minyak kelapa sawit, pabrik pengolahan karet, dan industry pertambangan.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Barat menyusun Rencana Tata Ruang Kawasan Industri Tayan untuk mewujudkan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Industri Tayan yang produktif, seimbang, terpadu,berkelanjutan, dan memiliki kepastian hukum.
10) Penilaian Kota Bersih dan Teduh (Adipura) 11) Koordinasi, Pembinaan Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Pengendalian Pencemaran dan Perusakan LH serta Limbah B3. Pada Tahun 2015 telah dilakukan Koordinasi, Pembinaan Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Pengendalian Pencemaran dan Perusakan LH serta Limbah B3 di 14 kab/kota di Provinsi Kalimantan Barat. 12) Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Sampah Perkotaan Melalui Sistem
3R. 3.2.2 Progress Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Barat
I-33
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Salah satu upaya pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalbar adalah dengan pembentukan Tahura Pandan Puloh yang saat ini sudah sampai pada pengajuan penetapan ijin oleh KLHK. Beberapa lokasi strategis yang telah dikoordinasikan dan menjadi progress Tahun 2015 : Lokasi
Status Kawasan
Progress
Kendala
Ket
Pandan Puloh
HL
Surat Gubernur kepada Menteri LHK
Dukungan Pemerintah Pusat
Dukungan Pemkab terkait sudah diperoleh
Bukit Kelam
TWA
On Going
-
Dikelola oleh BKSDA
Nyiut
CA
On Going
Infrastruktur Dasar
Dikelola oleh BKSDA
Bukit Raya- Bukit Baka
TN
On Going
-
Dikelola oleh Balai Taman Nasional
KR Danau Lait
APL
Masterplan/
Pembebasan
No Progress
Lahan
Pemkab perlu menyediakan lahan
Pembangunan
-
KR Sambas
APL
Dibuka tahun 2019
3.2.3Progress Ketahanan Air di Prov. Kalimantan Barat Pelaksanaan pemantauan kualitas air pada Tahun 2015 merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh BLHD Prov. Kalbar sebanyak dua kali pantau.Untuk tahun 2015, jumlah sambel yang diambil sebanyak 120 titik dengan lokasi kegiatan yaitu Sungai Kapuas, Sungai Landak, Sungai Madi, Sungai Sambas, Muara Laut Jungkat dan air hujan. Selain pemantauan kualitas air, terdapat Kegiatan Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam/Koordinasi Pengawasan dan Pengendalian Kerusakan Ekosistem Danau, Sungai, Sumber-sumber Air, Pesisir Laut serta Hutan dan Lahan untuk menginventarisirpermasalahan dan kerusakan ekosistem pesisisr di 7 kabupaten/ kota di daerah pesisir, yaitu : Kab. Sambas, Kota
I-34
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Singkawang, Kab. Bengkayang, Kab. Mempawah, Kab. Kubu Raya, Kab. Kayong Utara dan Kab. Ketapang 3.2.4 Progress Pengendalian Udara di Prov. Kalimantan Barat Upaya yang dilakukan adalah pemantauan kualitas udara ambient di lokasi pemukiman, transportasi dan industri danpemantauan kualitas udara ambien di Stasiun Air Quality Monitoring Sistem (AQMS). Kegiatan pemantauan kualitas udara ambient di Stasiun AQMS merupakan indikator pencemaran udara pada radius 50 kilo meter dari Bandar Udara Supadio Pontianak, dimana hasilnya akan dapat mengetahui kondisi ISPU (indeks standar pencemar udara). Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari, sehingga kondisi dan perkembangan data kualitas udara dan ISPU dapat diperoleh secara terus-menerus/ kontinu.
3.2.5 Progress Perlindungan Mangrove di Prov. Kalimantan Barat Program
Menuju
Indonesia
Hijau
adalah
program
yang
berupaya
menanggulangi ancaman degradasi lahan dikawasan berfungsi lindung mencakup sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan sekitar danau/ waduk dan kawasan yang memiliki kelerengan > 40%. Dalam program MIH ini kegiatan yang diprioritaskan adalah daerah pesisir mengingat daerah pesisir adalah tempat yang paling rentan terhadap ancaman dari perubahan iklim. Program MIH tahun 2015 diprioritaskan pada kegiatan pemulihan ekosistem pesisir berupa penanaman bibit mangrove dengan memberdayakan mayarakat di pesisir yang dilaksanakan di 3 lokasi yaitu Desa Harapan Baru Kecamatan Matan Hilir Selatan Kabupaten Ketapang sebanyak 2700 batang, Desa Bakau Besar Laut Kecamatan Sei Pinyuh Kabupaten Mempawah sebanyak 600 batang dan Desa Mentibar Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas sebanyak 2700 batang.
3.2.6 Progress Penanganan Bencana Alam di Prov. Kalimantan Barat Kegiatan koordinasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan dilakukan sebagai salah satu upaya pedeteksian dini tentangbahaya kebakaran hutan. Pendeteksian dini sebaran hotspot juga dilakukanmelalui satelit Aqua ASMC Singapore setiap hari. Pada tahun 2015 jumlah hotspot yang terdata sebanyak 7.854 titik panas (hotspot). Selain itu I-35
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN dilakukan pula groundchekke lokasi sebaran yang dianggap perlu dan penting. Pada Tahun 2015 telah dilakukan groundcheck di 3 lokasi, yaitu : Kab. Kubu Raya, Kab. Sanggau dan Kab. Ketapang 1 lokasi. Kegiatan sosialisasi pengendalian dan antisipasi dampak asap akibat kebakaran hutan dan lahan untuk masyarakat peduli api juga dilakukan di 3 (tiga) lokasi rawan kebakaran hutan dan lahan yaitu di Kecamatan Rasau Jaya, Kecamatan Sungai Raya di Kabupaten Kubu Raya serta Kecamatan Matan Hilir Utara di Kabupaten Ketapang dan petaniyang tergabung dalam gabungan kelompok tani, penyuluh pertanian, dan masyarakat peduli api di Kec. Sungai Raya Kab. Kubu Raya,Kec. Rasau Jaya Kab. Kubu Raya, Kec. Matan Hilir Utara Kab. Ketapang. Pada tahun 2016, APBD telah menganggarkan Rancangan Peraturan Gubernur dalam melaksanakan dan mengerahkan sumberdaya dalam penanggulangan bencana baik pada saat pra bencana, kedaruratan dan pasca bencana dengan melibatkan narasumber Pusat yakni LAPAN dan BNPB. Untuk bencana banjir, kegiatan yang telah disiapkan adalah penyusunan dokumen rencana kontigensi dan gladi/posko lapangan bencana banjir di Kab/Kota, serta program kedaruratan logistik berupa pengadaan logistik (bufferstock) sekaligus pendistribusiannya, mobilisasi sumberdaya dan peralatan, monev logistik dan peralatan.
3.2.7 Progress Pengelolaan Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Barat Dokumen Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca telah mencantumkan rencana aksi penurunan emisi dari pembukaan lahan gambut sebesar 5,83% pada Tahun 2020 melalui aksi mitigasi penambahan tutupan lahan gambut, pencegahan alih fungsi lahan gambut, pengendalian kebakaran gambut, rehabilitasi lahan gambut, pembangunan hutan kota, mempertahankan muka air tanah gambut pada 50 - 60 serta pemberdayaan masyarakat melaui hutan desa. Sedangkan untuk pengelolaan lahan gambut di sektor pertanian dan peternakan, emisi ditargetkan menurun 8,75% pada tahun 2020 dengan aksi mitigasi menanam tanaman kacang-kacangan penutup tanah, melakukan pemupukan yang tepat, pengendalian bahaya kebakaran, dan pemanfaatan kotoran ternak untuk kompos. I-36
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Dalam rangka perencanaan pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan (wise use management) diperlukan panduan pengelolaan ekosistem gambut yang didasarkan pada pendekatan ekonomi nilai manfaat langsung dan tidak langsung. Pemerintah Provinsi belum membuat aturan turunan PP 71/214 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang memuat perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, karena salah satu pasal yakni pasal 26 menyatakan adanya larangan untuk membuka lahan di ekosistem gambut dengan fungsi lindung, membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi kering, membakar lahan gambut, dan atau melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampaunya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut. Selain itu, pengendalian muka air tanah sangat diperlukan untuk mencegah banjir di musim penghujan sekaligus kekeringan di musim kemarau, salah satunya dengan teknik pentabatan/sekat.
I-37
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN
BAB- 4
I.
KALIMANTAN TENGAH
4.1.1 Permasalahan Pengelolaan Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Tengah Masih terdapat persepsi pengelolaan Lingkungan Hidup adalah tugas institusi LH, sehingga instansi terkait masih belum memberikan perhatian terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang tertuang dalam program kerja kegiatannya. Demikian pula kegiatan Pendidikan Lingkungan Hidup/Sekolah Adiwiyata baru dilaksanakan pada beberapa sekolah sebagai percontohan. Berkenaan dengan regulasi sampai saat ini belum ada turunan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 4.1.2 Permasalahan Pengelolaan Lahan Kritis Prov. Kalimantan Tengah Lahan kritis identik dengan lahan eks tambang. UU 4/2009 ttg Minerba pada dasarnya membolehkan adanya WPR (wilayah pertambangan rakyat), tetapi penetapannya kawasan tersebut tidak mudah. Secara sosial, harus diakui PETI meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, walau hanya sesaat (tidak ada keberlanjutan). Ketika muncul strategi/ide utk memanfaatkan kawasan eks PETI untuk pemanfaatan baru non pertambangan (misal pariwisata), maka akan sulit berhasil jika tidak bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Daerah membutuhkan dukungan anggaran untuk mengelola kawasan eks tambang (termasuk PETI), walaupun seharusnya disediakan oleh Pemegang Izin dalam bentuk dana reklamasi. Penegakan hukum pada dasarnya sudah dilakukan oleh semua jenjang penegak hukum. Akan tetapi, efektivitas kegiatan ini hanya sesaat. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan Pusat untuk memutus mata rantai dari hulu sampai hilir.
I-38
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Pertambangan Rakyat dalam Persepsi UU No 4 Tahun 2009 Secara umum pertambangan rakyat dalam UU Minerba tahun 2009 menjadi suatu kegiatan yang sepertinya tidak ada bedanya dengan pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan.Kegiatan pertambangan tersebut hanya dibedakan dengan skala luas wilayah dan investasi yang berbeda. Akibatnya dapat ditafsirkan bahwa aktivitas pertambangan rakyat juga menjadi bagian dari aktivitas pertambangan pada umumnya, yaitu suatu kegiatan mulai penyelidikan, ekplorasi, eksploitasi hingga penjualan.
Sementara
itu,
bila
diperhatikan
masyarakat
yang
melakukan
penambangan maupun lingkungan dan kondisinya, mereka memiliki karakteristik yang sulit sekali diatur sebagaimana suatu perusahaan.Kegiatan masyarakat yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun tersebut telah menimbulkan banyak persoalan dan kerugian, baik bagi negara, lingkungan maupun bagi mereka sendiri. Persoalan praktek kebijakan dan peraturan tentang pertambangan rakyat tidak dapat dilepaskan dari ketidakjelasan kebijakan dan peraturan di tingkat nasional. Kebijakan yang perlu diambil adalah dimulai dengan pilihan apakah pemerintah kabupaten akan tetap melaksanakan pertambangan rakyat atau akan menutup sama sekali seluruh akses masyarakat atas penambangan atau merupakan kombinasi dari keduanya. Kombinasi yang dimaksud adalah sebagian wilayah akan dijadikan wilayah pertambangan rakyat, sebagian lainnya dilakukan kemitraan antara masyarakat dan perusahaan. Bila pilihan kombinasi yang dimaksud, maka ada dua hal yang mendasar yang harus diperhatian dalam membuat kebijakan, yaitu: Melakukan strategi pengaturan kebijakan, kelembagaan dan pengembangan SDM serta teknik penambangan dan dampak lingkungan atas aktivitas pertambangan masyarakat. Membuat kebijakan dan peraturan kemitraan antara perusahaan dan masyarakat yang melakukan penambangan di dalam wilayah KP perusahaan. Selain juga, menyiapkan alternatif bidang usaha untuk masyarakat lokal, agar pertambangan rakyat harus dipahami hanya sebagai kegiatan sementara. 4.1.3 Perlindungan Mangrove di Prov. Kalimantan Tengah
I-39
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Di tingkat nasional telah ditetapkanPeraturan Presiden Nomor 73 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove disingkat SNPEM adalah upaya dalam bentuk kebijakan dan program untuk mewujudkan pengelolaan ekosistem mangrove lestari dan masyarakat sejahtera berkelanjutan berdasarkan sumber daya yang tersedia sebagai bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan nasional. Pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan adalah semua upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari melalui proses terintegrasi untuk mencapai keberlanjutan fungsi-fungsi ekosistem mangrove bagi kesejahteraan masyarakat. 4.1.4 Permasalahan Penanganan Bencana Alam di Prov. Kalimantan Tengah Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Kalimantan Tengah masih berorientasi dan berfokus pada sistem “Tanggap Darurat”, sehingga keselarasan program/kegiatan dengan dinas/instansi terkait dalam pencegahan penanggulangan bencana tidak sinergis seiring dengan perubahan paradigma penanggulangan bencana di Kalimantan Tengah tidak lagi menekankan pada aspek Tanggap Darurat tetapi lebih menekankan pada keseluruhan Manajemen Risiko Bencana (pra-bencana, saat bencana, dan pasca bencana). 4.1.5 Permasalahan Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Tengah Pemerintah Provinsi belum membuat aturan turunan PP 71/214 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang memuat perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, karena salah satu pasal yakni pasal 26 menyatakan adanya larangan untuk membuka lahan di ekosistem gambut dengan fungsi lindung, membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi kering, membakar lahan gambut, dan atau melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampaunya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut.
I-40
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN II. KALIMANTAN BARAT 4.2.1 Permasalahan Pengelolaan Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Barat Masih terdapat persepsi pengelolaan Lingkungan Hidup adalah tugas institusi LH, sehingga instansi terkait masih belum memberikan perhatian terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang tertuang dalam program kerja kegiatannya. Demikian pula kegiatan Pendidikan Lingkungan Hidup/Sekolah Adiwiyata baru dilaksanakan pada beberapa sekolah sebagai percontohan. Berkenaan dengan regulasi sampai saat ini belum ada turunan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 4.2.2 Permasalahan Pengelolaan Lahan Kritis Prov. Kalimantan Barat Lahan kritis identik dengan lahan eks tambang. UU 4/2009 ttg Minerba pada dasarnya membolehkan adanya WPR (wilayah pertambangan rakyat), tetapi penetapannya kawasan tersebut tidak mudah. Secara sosial, harus diakui PETI meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, walau hanya sesaat (tidak ada keberlanjutan). Ketika muncul strategi/ide utk memanfaatkan kawasan eks PETI untuk pemanfaatan baru non pertambangan (misal pariwisata), maka akan sulit berhasil jika tidak bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Daerah membutuhkan dukungan anggaran untuk mengelola kawasan eks tambang (termasuk PETI), walaupun seharusnya disediakan oleh Pemegang Izin dalam bentuk dana reklamasi. Penegakan hukum pada dasarnya sudah dilakukan oleh semua jenjang penegak hukum. Akan tetapi, efektivitas kegiatan ini hanya sesaat. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan Pusat untuk memutus mata rantai dari hulu sampai hilir. Pertambangan Rakyat dalam Persepsi UU No 4 Tahun 2009 Secara umum pertambangan rakyat dalam UU Minerba tahun 2009 menjadi suatu kegiatan yang sepertinya tidak ada bedanya dengan pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan.Kegiatan pertambangan tersebut hanya dibedakan dengan skala luas wilayah dan investasi yang berbeda. Akibatnya dapat ditafsirkan bahwa aktivitas pertambangan rakyat juga menjadi bagian dari aktivitas pertambangan pada umumnya, yaitu suatu kegiatan mulai penyelidikan, ekplorasi, eksploitasi hingga penjualan.
Sementara
itu,
bila
diperhatikan
masyarakat
yang
melakukan I-41
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN penambangan maupun lingkungan dan kondisinya, mereka memiliki karakteristik yang sulit sekali diatur sebagaimana suatu perusahaan.Kegiatan masyarakat yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun tersebut telah menimbulkan banyak persoalan dan kerugian, baik bagi negara, lingkungan maupun bagi mereka sendiri. Persoalan praktek kebijakan dan peraturan tentang pertambangan rakyat tidak dapat dilepaskan dari ketidakjelasan kebijakan dan peraturan di tingkat nasional. Kebijakan yang perlu diambil adalah dimulai dengan pilihan apakah pemerintah kabupaten akan tetap melaksanakan pertambangan rakyat atau akan menutup sama sekali seluruh akses masyarakat atas penambangan atau merupakan kombinasi dari keduanya. Kombinasi yang dimaksud adalah sebagian wilayah akan dijadikan wilayah pertambangan rakyat, sebagian lainnya dilakukan kemitraan antara masyarakat dan perusahaan. Bila pilihan kombinasi yang dimaksud, maka ada dua hal yang mendasar yang harus diperhatian dalam membuat kebijakan, yaitu: Melakukan strategi pengaturan kebijakan, kelembagaan dan pengembangan SDM serta teknik penambangan dan dampak lingkungan atas aktivitas pertambangan masyarakat. Membuat kebijakan dan peraturan kemitraan antara perusahaan dan masyarakat yang melakukan penambangan di dalam wilayah KP perusahaan. Selain juga, menyiapkan alternatif bidang usaha untuk masyarakat lokal, agar pertambangan rakyat harus dipahami hanya sebagai kegiatan sementara. 4.2.3 Permasalahan
Pengelolaan
Keanekaragaman
Hayati
di
Provinsi
Kalimantan Barat Prov. Kalimantan Barat belum memiliki profil keanekaragaman hayati provinsi, sebagaimana amanat
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29
tahun 2009 tentang pedoman konservasi keanekaragaman hayati. Berdasarkan Profil Keanekaragaman Hayati, pemerintahan daerah menyusun RIP Kehati dan ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
I-42
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN 4.2.4 Permasalahan Ketahanan Air di Prov. Kalimantan Barat Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya,
agar
terwujud
kelestarian
dan
keserasian
ekosistem
serta
meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. DAS yang dipulihkan daya dukungnya adalah DAS yang kondisi lahan serta kualitas, kuantitas dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air dan pemanfaatan ruang wilayah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Perencanaan DAS meliputi tahapan kegiatan: a. inventarisasi DAS; b. penyusunan Rencana Pengelolaan DAS; dan c. penetapan Rencana Pengelolaan DAS. Inventarisasi Das meliputi kegiatan a. proses penetapan batas DAS; dan b. penyusunan klasifikasi DAS yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri, yang sampai saat ini juga belum ditetapkan. Berdasarkan penetapan Klasifikasi DASdilakukan penyusunan Rencana Pengelolaan DAS oleh : a. Menteri untuk DAS lintas negara dan DAS lintas Provinsi; b. gubernur sesuai kewenangannya untuk DAS dalam provinsi dan/atau lintas kabupaten/kota; c. bupati/walikota sesuai kewenangannya untuk DAS dalam kabupaten/kota. Sampai saat ini Prov. Kalimantan Barat belum menetapkan Rencana Pengelolaan DAS untuk mengatur neraca air wilayah sungai Kalimantan Barat yang mengakomodir berbagai macam pola pemanfaatan baik dari kegiatan budidaya dan rumah tangga, pola pengalokasian air untuk kegiatan budidaya dan kebutuhan rumah tangga terhadap ketersediaan air, dan pola pemanfaatan air oleh kegiatan budidaya, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasannya 4.2.5 Perlindungan Mangrove di Prov. Kalimantan Barat Di tingkat nasional telah ditetapkanPeraturan Presiden Nomor 73 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove disingkat SNPEM adalah upaya dalam bentuk kebijakan dan program untuk mewujudkan pengelolaan ekosistem mangrove lestari dan masyarakat sejahtera berkelanjutan berdasarkan sumber daya yang tersedia sebagai bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan nasional. Pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan adalah I-43
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN semua upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari melalui proses terintegrasi untuk mencapai keberlanjutan fungsi-fungsi ekosistem mangrove bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam melaksanakan SNPEM di Provinsi, Gubernur menetapkan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Tingkat Provinsi dan membentuk Tim Koordinasi Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Tingkat Provinsi. Untuk mendukung pelaksanaan tugas Tim Koordinasi Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Tingkat Provinsi, Ketua Tim Koordinasi Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Provinsi membentuk Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Provinsi. 4.2.6 Permasalahan Penanganan Bencana Alam di Prov. Kalimantan Barat Belum optimalnya sistem peringatan dini cuaca dan iklim serta kebencanaan yang mampu menyediakan kualitas data dan informasi dengan akurasi dan kecepatan analisis kebencanaan dan kapasitas sumber daya pengelola data dan informasi MKG. 4.2.7 Permasalahan Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Barat Pemerintah Provinsi belum membuat aturan turunan PP 71/214 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang memuat perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, karena salah satu pasal yakni pasal 26 menyatakan adanya larangan untuk membuka lahan di ekosistem gambut dengan fungsi lindung, membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi kering, membakar lahan gambut, dan atau melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampaunya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut.
I-44
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN
BAB- 5
I. KALIMANTAN TENGAH 5.1.1 Kehutanan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Usaha Kehutanan Pengendalian DAS dan HL Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Planologi dan Tata Lingkungan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup & Kehutanan Pengendalian Perubahan Iklim Peningkatan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya
5.1.2 Lingkungan Hidup 1. Pemantauan Kualitas Udara (Alat Pemantau Udara) 2. Pemantauan Kualitas Air Sungai (Alat Pemantau Kualitas Sungai/alat sampling) 3. Penyusunan RTP Lingkungan (Rencana Perlindungan & Pengelolaan Ekosistem Gambut) 4. Penyusunan Perda Pencegahan Penangulangan & Pemulihan Kebakaran Hutan dan Lahan II. KALIMANTAN BARAT 5.2.1 Kehutanan 1. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Usaha Kehutanan 2. Pengendalian DAS dan HL 3. Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem 4. Planologi dan Tata Lingkungan 5. Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan I-45
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN 6. Penegakan Hukum Lingkungan Hidup & Kehutanan 7. Pengendalian Perubahan Iklim 8. Peningkatan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya 5.2.2 Lingkungan Hidup 1. Pembangunan Fisik Gedung Laboratorium Lingkungan III. KALIMANTAN UTARA 5.2.3 Kehutanan 1. Restorasi Hutan Mangrover 2. Rehabilitasi Hutan dan Lahan 3. Pengamanan Kebakaran Hutan dan Lahan 4. Pengelolaan Hutan Kolaboratif 5.2.4 Lingkungan Hidup 1. Pengembangan Kawasan Gambut 2. Pengembangan Perubahan Iklim 3. Konservasi Gajah Kalimantan dan Konservasi Banteng Dataran Tinggi Kalimantan 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pengembangan Pusat Kajian HoB Pengembangan Kawasan Teknopark Pembangunan Embung Rawasasari Pembangunan Embung Handulung Pembangunan Embung Karang Anyar Pembangunan Embung Binalatung
I-46