Kerjasama Bipartit di Tempat Kerja
Hak Cipta © Kantor Perburuhan Internasional 2003 Pertama terbit tahun 2003 Publikasi Kantor Perburuhan Internasional dilindungi oleh Protokol 2 dari Konvensi Hak Cipta Dunia (Universal Copyright Convention). Walaupun begitu, kutipan singkat yang diambil dari publikasi tersebut dapat diperbanyak tanpa otorisasi dengan syarat agar menyebutkan sumbernya. Untuk mendapatkan hak perbanyakan dan penerjemahan, surat lamaran harus dialamatkan kepada Publications Bureau (Rights and Permissions), International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland, atau melalui Kantor ILO di Jakarta. Kantor Perburuhan Internasional akan menyambut baik lamaran tersebut. __________________________________________________________________________________________________________________________ ILO
Kerja Sama Bipartit di Tempat Kerja, Buku pegangan; Workplace Bipartite Cooperation, A Resource Book Jakarta, Kantor Perburuhan Internasional, 2003 ISBN 92-2-014827-7 __________________________________________________________________________________________________________________________ Sesuai dengan tata cara Perserikatan Bangsa-bangsa, pencantuman informasi dalam publikasipublikasi ILO beserta sajian bahan tulisan yang terdapat di dalamnya sama sekali tidak mencerminkan opini apapun dari Kantor Perburuhan Internasional mengenai informasi yang berkenaan dengan status hukum suatu negara, daerah atau wilayah atau kekuasaan negara tersebut, atau status hukum pihak-pihak yang berwenang dari negara tersebut, atau yang berkenaan dengan penentuan batasbatas negara tersebut. Dalam publikasi-publikasi ILO tersebut, setiap opini yang berupa artikel, kajian dan bentuk kontribusi tertulis lainnya, yang telah diakui dan ditandatangani oleh masing-masing penulisnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing penulis tersebut. Pemuatan atau publikasi opini tersebut tidak kemudian dapat ditafsirkan bahwa Kantor Perburuhan Internasional menyetujui atau menyarankan opini tersebut. Penyebutan nama perusahaan, produk dan proses yang bersifat komersil juga tidak berarti bahwa Kantor Perburuhan Internasional mengiklankan atau mendukung perusahaan, produk atau proses tersebut. Sebaliknya, tidak disebutnya suatu perusahaan, produk atau proses tertentu yang bersifat komersil juga tidak kemudian dapat dianggap sebagai tanda tidak adanya dukungan atau persetujuan dari Kantor Perburuhan Internasional. Publikasi-punlikasi ILO dapat diperoleh melalui penyalur-penyalur buku utama atau melalui kantorkantor perwakilan ILO di berbagai negara atau langsung melalui Kantor Pusat ILO dengan alamat ILO Publications, International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland atau melalui Kantor ILO di Jakarta dengan alamat Gedung PBB, Lantai 5, Jl. M.H. Thamrin 14, Jakarta 10340. Katalog atau daftar publikasi terbaru dapat diminta secara cuma-cuma pada alamat tersebut, atau melalui e-mail:
[email protected] ;
[email protected] Kunjungi website kami: www.ilo.org/publns ; www.un.or.id/ilo _________________________________________________________________________________________________________________________ Dicetak di Jakarta, Indonesia
KATA PENGANTAR
I
ndonesia saat ini telah bangkit dari suatu keadaan bergolak menuju masa depan yang cerah dalam milenium baru. Kebangkitannya itu didorong oleh gerakan reformasi yang sedang meluas saat ini, yaitu suatu gerakan sosial/masyarakat luas yang memberikan harapan atas perubahan besar dalam bidang sosial-ekonomi dan politik. Perkembangan ini mencakup kebijakan sosial dibidang perburuhan, khususnya dalam bidang hubungan industrial. Sebagai contoh, program reformasi pada undang-undang ketenagakerjaan yang bertujuan untuk mengatasi masalah yang tidak seimbang dan tidak adil yang masih terdapat dalam hubungan pekerja/buruh dan modal. Pada konteks perubahan sosial kontemporer dan keinginan yang mendesak untuk melakukan reformasi ketenagakerjaan mendasar inilah, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) pada tahun 2001, mengimplementasikan Proyek Deklarasi ILO/AS di Indonesia yang dibiyai oleh Departemen Ketenagakerjaan Amerika Serikat. Proyek ini dirancang untuk meningkatkan hubungan industrial yang sehat, stabil dan harmonis dan untuk memperoleh pengakuan yang luas akan kebebasan berserikat dan perundingan bersama di Indonesia. Salah satu asumsi yang mendasarinya adalah bahwa pelembagaan atas berfungsinya kemitraan sosial di tempat kerja akan menciptakan keadaan yang kondusif hingga dapat menghasilkan keseimbangan antara pertumbuhan dengan keadilan. Salah satu kegiatan yang paling penting dari proyek ini adalah meningkatkan hubungan kerjasama antara pekerja/buruh dan manajemen untuk kepentingan efisiensi dan keadilan pada tingkat perusahaan yang diusulkan diawal tahun 2002 oleh Tim Misi Evaluasi I yang terdiri dari Bpk.. William Simpson, selaku pimpinan Tim, Bpk Roger Bohning, ILO, Jenewa dan Ibu Sue Hahn, Departemen perburuhan, Amerika Serikat dan ini kemudian ditegaskan dalam evaluasi lanjutan dipertengahan tahun 2002.
iii
Untuk mencapai tujuan ini, proyek meluncurkan kampanye di tingkat nasional dan pada saat yang bersamaan memusatkan kegiatannya pada 16 perusahaan percontohan di tujuh propinsi pada tahap pertama dan 38 perusahaan percontohan di duabelas propinsi pada tahap kedua. Proyek kemudian melakukan penilaian terhadap kondisi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan manajemen pada tiap perusahaan percontohan dan membantu mengembangkan rencana kegiatan kerjasama serta mengimplementasikan rencana kegiatan seperti pembentukan badan bipartit atau dewan pekerja/buruh manajemen. Bantuan juga diberikan dalam menyebarluaskan hasil-hasil, pelajaran dan pengalaman dari yang diperoleh dari proyek ini kepada sebanyak mungkin perusahaan di Indonesia. Dr. Jose C. Gatchalian yang merupakan mantan dekan dan juga seorang professor dari Universitas Pilipina, Program Perburuhan dan Hubungan Industri dan Dr. Miflora M. Gatchalian adalah penanggung jawab penuh dari pelaksanaan proyek yang ditujukan untuk meningkatkan kerjasama antara pekerja/buruh dan manajemen pada Tahap I dan Tahap II. Keduanya telah dikenal luas sebagai ahli dan eksponen terkemuka untuk bidang kerjasama di tempat kerja, bukan hanya di Pilipina tetapi juga di dunia Internasional. Buku Pedoman ini sebagian besar diambil dari berbagai bahan yang dikembangkan dan digunakan oleh Gatchalian dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh proyek dan juga kontribusi Dr. Gert Gust, mantan pejabat senior ILO yang sekarang ini merupakan seorang Profesor untuk Hukum Perburuhan Internasional di Universitas Pilipina. Buku Pedoman ini diterbitkan untuk kepentingan dan kebutuhan para pengusaha dan para pekerja/buruh termasuk pemerintah serta pihak lain yang berminat untuk meningkatkan kerjasama bipartit dan efisiensi dan kesetaraaan di tempat kerja. Jakarta, Agustus 2003
Alan J. Boulton Direktur, ILO Indonesia
Carmelo C. Noriel Penasehat Kepala Bidang Tehnik Proyek Deklarasi ILO/A.S.
iv
DAFTAR ISI
halaman KATA PENGANTAR ...................................................................... iii Kerjasama Pekerja Manajemen: Konsep dan Praktek dalam Dunia Globalisasi ....................................
1
LMC dan Perundingan Bersama ........................................................
3
Kerjasama Bipartit di Tempat Kerja Konteks Nasional .......................
7
Dialog Sosial dan Kerjasama Bipartit .................................................
9
Komunikasi dan Partisipasi ................................................................ 11 Pembentukan dan Mengaktifkan Proses LMC ................................... 13 Kegiatan-kegiatan Pelatihan................................................................ 17 Pelajaran dan Wawasan ...................................................................... 19 Memperkenalkan LMC di 16 Perusahaan Percobaan – Pengalaman di Indonesia ................................................................... 21 Temuan-temuan Pengamatan Beberapa Catatan Penting Evaluasi Asosiasi LMC Rekomendasi Catatan Kesimpulan .......................................................................... 27
v
vi
Kerjasama Pekerja Manajemen: Konsep dan Praktek dalam Dunia Globalisasi Kerjasama yang efektif di tempat kerja dapat dicapai melalui pendekatan Kerjasama antara Pekerja dan Manajemen (LMC), suatu istilah yang telah populer dalam dunia kerja. LMC dapat dipakai untuk konsep yang menunjukkan kerja sama antara pekerja/buruh dan manajemen, atau sebagai mekanisme operasionil dalam bentuk dewan atau komisi pekerja/buruh manajemen. Dewan Pekerja Manajemen adalah suatu badan sukarela yang terdiri dari perwakilan para pekerja/buruh dan manajemen secara bersama-sama mengadakan pertemuan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalahmasalah yang berkaitan dengan kepentingan dan keperluan bersama. Masalahmasalah yang dimaksud adalah masalah-masalah yang biasanya tidak tercantum dalam ruang lingkup perjanjian perundingan bersama mereka.
1
LMC menyediakan suatu forum untuk membahas persoalan-persoalan agar tidak berkembang menjadi perselisihan yang serius. Beberapa tujuan dari LMC adalah: memajukan hubungan yang rukun antara pekerja/buruh dan manajemen; memfasilitasi penyelesaian persoalan bersama, dan; memberikan kesempatan kepada para pihak yang bersangkutan untuk memperoleh keuntungan bersama. Pada dasarnya LMC adalah suatu kendaraan yang dapat dipakai untuk meningkatkan komunikasi antara pimpinan puncak dan para pekerja/buruh di bidang produksi pada tingkat pabrik. LMC telah terbukti menjadi salah satu instrumen yang paling efektif untuk meningkatkan hubungan antara para pekerja/buruh dan pemberi kerja saat ini. Dalam LMC kedua belah pihak diharapkan agar bertindak secara hatihati dan menilai suatu keadaan dengan cara yang bijaksana. Wawancara dan diskusi dapat dilakukan terhadap pekerja biasa, pengawas, dan tingkat manajemen puncak, karena hal ini penting. Suatu pertemuan orientasi bersama, kalau perlu dengan bantuan ahli, tentang kerjasama pekerja/buruh manajemen dapat dilaksanakan yang dihadiri perwakilan pekerja/buruh (serta serikat) yang dipilih dan perwakilan manajemen. Diskusi dalam pertemuan orientasi bersama tersebut dapat menjadi suatu alat ukur yang penting untuk menilai komitmen dan kesediaan kedua belah pihak untuk mencoba membentuk LMC.
2
LMC DAN PERUNDINGAN BERSAMA
Pada prinsipnya, LMC adalah suatu mekanisme bersama bagi kedua mitra kerja untuk mencari jalan keluar atas persoalan yang dihadapi bersama. Perlu dibuat perbedaan antara masalah distribusi, yang biasanya menjadi pokok pembahasan dalam perundingan bersama, dengan permasalahanpermasalahan menyangkut kepentingan bersama, yang biasanya menjadi ruang lingkup LMC.
LMC – dalam hubungannya dengan – Perundingan Bersama LMC 1. Memusatkan kegiatan pada Produksi: Usaha bersama untuk memperbesar “kue” 2. Pro-Aktif: mendeteksi dan mencegah sebelum persoalan terjadi 3. Posisi sama-sama menang: mengenai masalah kepentingan bersama: kesehatan dan keselamatan kerja, kwalitas, dan lain-lain
Perundingan Bersama 1. Memusatkan kegiatan Distribusi: Pembagian “kue” diantara para pihak bersangkutan 2. Reaktif: menyelesaikan persoalan sesudah terjadi 3. Bertentangan: upah, tunjangan tambahan, hak-hak T.U., hak-hak prerogatif manajemen,
Rekomendasi Memisahkan LMC dari PB – Jangan menggabungkan fungsinya! Mengusahakan dukungan dan komitmen dari pimpinan puncak kedua belah pihak Setiap orang harus berpartisipasi dalam penyelesaian perselisihan bersama
3
Kenaikan upah dan tunjangan tambahan adalah contohyang didiskusikan dalam PB, sementara masalah-masalah menyangkut peningkatan kualitas; produktivitas dan perbaikan kesehatan dan keselamatan kerja adalah kepentingan bersama yang dapat ditangani dengan tepat dalam LMC. Satu peraturan penting yang perlu dijalankan adalah hanya mengijinkan LMC mengangkat masalah-masalah yang tidak dibahas dalam negosiasi Perundingan Bersama (PB). Pelatihan tentang tehnik penyelesaian masalah dan pendekatan untuk menyelesaikan masalah dapat dilakukan secara bersamaan dengan membuat LMC sebagai mekanisme kerja sama, demi keuntungan bersama. Fungsi utamanya bukan saja hanya memuluskan hubungan tetapi membuatnya menjadi suatu alat yang sungguh-sungguh efektif dan berguna untuk meningkatkan kualitas dan mendorong produktivitas dalam organisasi yang bersangkutan. PERHATIAN, MASALAH & PERSOALAN PERUSAHAAN Perundingan Bersama
Wewenang/Hirarki Manajemen
Kerjasama Pekerja/ Buruh Manajemen
PERSOALANPERSOALAN:
MASALAH-MASALAH:
PERSOALAN:
UPAH TUNJANGAN TAMBAHAN LAINNYA DISIPLIN/KELUHAN JAM KERJA MANGKIR KLASIFIKASI PEKERJAAN STANDAR KERJA HAK ISTIRAHAT, LIBUR DAN LAIN-LAIN
STANDAR PERALATAN MESIN-MESIN JADWAL PRODUKSI METODE PRODUKSI INVESTASI MODAL PENGENDALIAN MUTU TINDAKAN PERSETUJUAN
POSISI DAYA SAING KEPUASAN KERJA KUALITAS/ PRODUKSI PERPUTARAN KESELAMATAN/ KESEHATAN METODE KERJA PEMBOROSAN BAHAN/PASOKAN LAPANGAN TEMPAT PERALATAN/BAHANBAHAN
KETIGA PIJAKAN KAKI
4
Dengan terbentuknya LMC, kedua belah pihak tidak perlu lagi menunggu pembahasan melalui perundingan bersama untuk membahas masalah yang mendesak yang mengancam akan mengganggu hubungan, atau menurunkan daya saing efektif perusahaan tersebut. Dalam lingkungan persaingan perekonomian yang tidak lagi mempunyai batas, dimana kualitas dan produktivitas adalah kunci menuju keberhasilan, pekerja/buruh dan manajemen perlu memadukan upaya mereka dan menghubungkannya satu sama lain agar menjadi lebih harmonis untuk menghindari risiko kalah bersaing terhadap pesaing mereka. LMC mendukung dan menyediakan tempat untuk menyelesaikan persoalan secara bersama-sama. Para pekerja yang terampil dan mempunyai motivasi yang baik akan menggunakan peralatan dan tehnik untuk meningkatkan pelayanan dan produk dengan harapan dapat memberikan tingkat kepuasan yang lebih besar kepada para konsumen. LMC bukan hanya sekedar suatu forum diskusi, akan tetapi sudah berkembang menjadi suatu lokakarya untuk menampung ide-ide baru, dimana tim-tim akan dapat bekerja bersama-sama secara lebih tangkas. Sering kali, upaya bersama ini menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi, dan pembagian keuntungan atas produktivitas.
5
PPP
Perundingan Bersama
LMC
Perundingan Bersama
Penyelesaian masalah bersama (OSH, Produktivitas, dan lain-lain)
Produktivitas, dorongan untuk meningkatkan kwalitas
Manajemen Perwakilan “Pekerja” yangg diangkat secara demokratis oleh para pekerja untuk mewakili kepentingan pekerja yang sedang dipertanyakan dalam perusahaan” Pasal 106 UU Ketenagakerjaan
Tim manajemen, pengawas, para pekerja, serikat
Undangundang Ketenagakerjaan (Pasal 106) (50 pekerja + ) Sukarela
Dilakukan oleh manajemen
Penyelesaian masalah bersama (OSH, Produktivitas, dan lain-lain)
Manajemen Perwakilan Pekerja
Sukarela Undangundang Ketenagakerjaan
Perjanjian Kerja yang Mengikat (PKBM) atau Perundingan Perjanjian Bipartit (PPB ) Perundingan,
Tujuan
Manajemen Serikat yang diakui
Pihak-pihak
Konvensi ILO 87 dan 98 Perjanjian atau Undangundang Ketenagakerjaan
Mandat
Hasil produktivitas yang telah ditentukan/ sasaran kwalitas
Perjanjian yang tidak mengikat
Perjanjian yang tidak mengikat
Perjanjian Kerja Bersama yang Mengikat (PKBM)
Hasil
Inisisatif Tim/ perusahaan
Tidak dapat dipaksakan, Ketaatan secara sukarela
Tidak dapat dipaksakan, Ketaatan secara sukarela
Undangundang Penyelesaian Perselisihan
Implementasi
Kwalitas, pengurangan biaya, penghematan, dan lain-lain
Kondisi Pekerjaan, kesejahteraan para pekerja, produktivitas
Kondisi Pekerjaan, kesejahteraan para pekerja, produktivitas
Upah, Tujangan, Kondisi kerja, Pedoman menangani keluhan
Pokok-pokok yang dicakup
Keterangan: Bentuk nomor 1 adalah berbeda dari bentuk nomor 2,3 dan 4 mengenai pihak-pihak yang terlibat, tujuan, hasil, implementasi dan pokok yang dicakup. Dibawah bentuk nomor 1-3 perwakilan para pekerja/buruh dipilih/diangkat oleh seluruh pekerja dan bukan oleh serikat, jika serikat sudah ada. Dibawah bentuk nomor 4, para pekerja/buruh, yang termasuk dalam PPP, tidak dipilih oleh/diangkat tetapi terlibat di dalamnya
No.
Perundingan Bersama, Dewan Pekerja-Manajemen (LMC), Lembaga Bipartit dan Program Peningkatan Produktivitas PIP)
Adalah suatu proses komunikasi bipartit, yang proaktif antara manajemen dan para pekerja/buruh meliputi, antara lain:
Kerjasama di Tempat Kerja
KERJASAMA BIPARTIT DI TEMPAT KERJA KONTEKS NASIONAL Indonesia telah menempuh langkah penting menuju pembentukan sistem hubungan industrial yang baru seperti mengadopsi Undang-undang Serikat Pekerja serta Undang-undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan yang akan diberlakukan dalam waktu dekat. Tujuannya adalah untuk mempromosikan kebebasan berserikat dan hak untuk mengadakan perundingan bersama, dan mengatur hubungan di kalangan para mitra sosial. Perkembangan ini terjadi dalam konteks demokratisasi sosial-politik dan keinginan untuk meningkatkan daya saing dalam ekonomi global. Terdapat suatu kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan kemampuan lembaga pekerja/buruh dan pengusaha/pemberi kerja dalam melaksanakan peranan dan tanggung jawab mereka masing-masing agar sistem hubungan industrial itu berfungsi dengan benar, terutama pada tingkat bipartit atau tempat kerja. Sistem yang akan dikembangkan harus sesuai dengan konteks sosial-budaya Indonesia. Secara optimal, sistem itu harus sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip nasional, suatu sistem yang harmonis, dinamis berdasarkan keadilan sosial.
INTISARI LMC Sukarela Sah Tidak tergantung pada undang-undang Sama-sama menang (Win – Win) Merupakan hal yang benar dan baik untuk dilakukan
7
Undang-Undang ketenagakerjaan menetapkan langkah-langkah operasionil yang akan dijalankan oleh mitra sosial dalam konteks Indonesia, agar para pekerja dan organisasi mereka dapat menyampaikan aspirasi mereka secara demokratis, meningkatkan ketrampilan dan keahlian mereka serta kesejahteraan para anggota dan keluarga mereka. Pemberi kerja dan serikat diharapkan dapat menciptakan kemitraan, mengembangkan dunia usaha, membuka kesempatan kerja baru dan memberikan kesejahteraan kepada para pekerja mereka dalam cara yang transparan dan demokratis berdasarkan keadilan. Kebijakan hubungan industrial diimplementasikan melalui mekanisme operasionil lembaga bipartit, yang bertujuan untuk menghasilkan kerjasama pekerja/buruh manajemen. Dengan demikian terdapat persamaan yang erat antara LMC dan Badan Bipartit seperti diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan.
Landasan Hukum untuk Kerjasama Bipartit di Tempat Kerja Landasan hukum untuk bipartisme dibawah Undang-undang Ketenagakerjaan yang baru dapat juga berfungsi sebagai dasar utama untuk pembentukan Kerjasama Bipartit di Tempat Kerja Undangundang No. 13/2003 menetapkan: Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) pekerja atau lebih diwajibkan untuk membentuk suatu badan (lembaga) kerjasama bipartit (Pasal 106); Lembaga itu akan berfungsi sebagai forum komunikasi, konsultasi dan membuat pertimbangan yang matang atas masalah-masalah ketenagakerjaan di dalam perusahaan bersangkutan; Keanggotaan lembaga tersebut akan terdiri dari perwakilan pemberi kerja dan perwakilan para pekerja/buruh yang diangkat secara demokratis oleh para pekerja untuk mewakili kepentingan mereka di dalam perusahan tersebut; Penentuan tentang prosedur untuk menentukan keanggotaan bipartit akan diatur melalui keputusan menteri.
8
Dialog Sosial dan Kerjasama Bipartit
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan, suatu “forum kerjasama bipartit” akan mengacu pada forum komunikasi, konsultasi dan membuat pertimbangan yang matang tentang hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial dalam suatu perusahaan dimana para anggotanya terdiri dari para pemberi kerja dan para pekerja atau organisasi pekerja/buruh, atau perwakilan mereka “(unsur pekerja)”. Suatu tujuan penting Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) adalah untuk meningkatkan dialog sosial, yang dirancang untuk memasukkan seluruh jenis perundingan, konsultasi atau singkatnya – pertukaran informasi diantara, perwakilan pemerintah, pemberi kerja dan para pekerja/buruh, mengenai masalah-masalah atas kepentingan bersama berkaitan dengan kebijakan
Standar Perburuhan Internasional dalam hubungannya dengan Kerjasama Bipartit di Tempat Kerja (Konvensi dan Rekomendasi ILO) Konvensi tentang Perundingan Bersama, 1981 (No. 154) Rekomendasi untuk Melakukan Kerjasama pada Tingkat Pelaksana, 1952 (No. 94) Rekomendasi untuk Mengadakan Konsultasi (Tingkat Industrial dan tingkat Nasional), 1960 (No. 113) Rekomendasi untuk Melakukan Komunikasi di kalangan Pelaksana, 1967 (No. 129) Rekomendasi untuk Meneliti Keluhan, 1967 (No. 130)
9
ekonomi dan sosial. Dialog adalah jantung kerukunan sosial, dan sebagai alat untuk menangani permasalahan, penyelesaian perselisihan dan bahkan penyembuhan konflik. Di Indonesia, LMC dapat menjadi kendaraan operasionil dalam dialog sosial yang dapat digunakan di sebanyak mungkin tempat kerja, tingkat perusahaan, serta tingkat nasional.
10
KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI
Komunikasi dan partisipasi adalah dua prinsip dasar kerjasama pekerja/ buruh-manajemen. LMC dapat berfungsi sebagai suatu saluran komunikasi yang berharga diantara para mitra, menyediakan suatu forum dimana kedua belah pihak dapat secara teratur melakukan dialog untuk membahas kepentingan mereka sehari-hari. Gangguan-gangguan dan masalah potensial yang timbul yang dapat mengakibatkan meningkatnya perselisihan akan dapat ditangani lebih awal dan mencegahnya sebelum berkembang menjadi persoalan yang besar. Partisipasi memberikan dinamisme pada hubungan dengan memberikan kesempatan kepada para pekerja/buruh untuk menyumbangkan pemikiran mereka yang kreatif dan inovatif kearah peningkatan kwalitas dan perbaikan produksi perusahaan yang bersangkutan. LMC memberikan dorongan dan kesempatan untuk penyelesaian persoalan secara bersama. Para pegawai yang trampil dan yang termotivasi akan mempergunakan peralatan dan tekhnik untuk meningkatkan pelayanan dan/atau produksi yang bertujuan untuk memberi kepuasan yang lebih tinggi kepada para konsumen. Dengan demikian LMC bukan hanya sekedar suatu forum diskusi, tetapi menjadi suatu lokakarya untuk memperoleh pemikiran-pemikiran baru, dimana beberapa tim dapat bekerja bersama dan bekerja lebih tangkas. Sering kali, usaha bersama ini menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi, meningkatkan kwalitas produksi dan jasa dan selanjutnya, memperbaiki kehidupan kerja dan kondisi pekerjaan. Pelatihan tentang tekhnik penyelesaian permasalahan dapat berjalan bersamaan dengan membuat LMC menjadi suatu mekanisme kerjasama untuk keuntungan bersama. Fungsi utamanya bukan saja hanya membuat hubungan menjadi mulus tetapi, lebih penting lagi, untuk mengembangkannya menjadi suatu kendaraan yang benar-benar efektif dan
11
berguna untuk meningkatkan kwalitas dan menaikkan produktivitas organisasi yang bersangkutan. Begitu pula, pelatihan dalam ketrampilan berkomunikasi adalah juga penting bagi para pengurus dan anggota LMC. Saling pengertian dan saling mempercayai adalah penting untuk memperoleh kerukunan industrial dan hal ini hanya dapat dicapai melalui dialog yang efektif dan pertukaran informasi. Ketrampilan mendengar perlu ditingkatkan oleh kedua belah pihak karena hal ini akan menentukan efektifitas dari interaksi. Walaupun untuk suatu masalah yang kelihatannya sederhana seperti dalam hal bagaimana untuk melakukan suatu pertemuan agar dapat produktif dan efisien perlu dipelajari melalui pengalaman. Topik pelatihan lain yang relevan dapat dimasukkan sesuai dengan kebutuhan organisasi tertentu. Sekarang ini, terdapat suatu pendekatan yang inovatif dan semakin banyak digunakan yang disebut “dasardasar perundingan” untuk menyelesaikan perselisihan pekerja/buruhmanajemen. Dengan suatu strategi yang disetujui bersama untuk melakukan perundingan untuk menangani masalah tertentu, proses yang baru dapat membantu menciptakan stabilitas dan kerukunan hubungan jangka panjang kedua mitra utama dalam produksi. Pada dasarnya suatu pendekatan umum terhadap setiap perundingan antara pihak yang bertentangan, aplikasinya terhadap perundingan bersama telah terbukti menjadi sesuatu yang sangat mujarab. Penampilan utamanya adalah suatu “kegiatan mengubah warna” yang intensif yang dilakukan secara bersama-sama untuk panel perundingan oleh kedua belah pihak yang benar-benar bersedia melaksanakan perundingan bersama. Komunikasi & Partisipasi: Tiang Pondasi Dasar LMC LMC – suatu forum dimana para pekerja/buruh dan manajemen satu sama lain dapat menyampaikan masalah dan kebutuhan mereka yang dirasa perlu; Pertukaran informasi tentang masalah yang sedang dihadapi dan masalah yang mungkin terjadi pada waktu yang akan datang yang dapat membawa dampak pada satuan kerja, perusahaan atau kedua-duanya; Pertukaran pendapat secara teratur dapat menghasilkan saling pengertian, konsensus, dan penyelesaian masalah dan kepentingan bersama; LMC dapat berfungsi sebagai mekanisme komunikasi organisasi untuk memperoleh hubungan kerja yang harmonis dan produktif
12
Pembentukan dan Mengaktifkan Proses LMC
Dorongan untuk membentuk LMC terjadi, lebih sering dari pada, oleh karena permasalahan nyata dan persoalan yang dianggap ada dalam hubungan manajemen-pekerja/buruh (atau serikat pekerja/buruh). Dalam beberapa hal, pengalaman traumatik atas mogok kerja atau perselisihan pekerja/buruh mendorong banyak pengambil keputusan perusahaan untuk mencari jalan alternatif, pendekatan yang lebih harmonis terhadap hubungan pekerja/buruh manajemen. Dalam keadaan lain, suatu kebutuhan yang dirasa perlu untuk interaksi yang lebih stabil dan lebih produktif diantara para pihak yang bersangkutan dikenal sebagai batu sandaran untuk upaya-upaya meningkatkan efektifitas daya saing perusahaan. Beberapa perusahaan menggunakan LMC untuk memulai program peningkatan kwalitas, diarahkan secara khusus memperoleh Sertifikasi ISO 9000 yang didambakan – suatu pengakuan bertaraf internasional atas kemampuan kelas dunia.
13
Suatu penilaian terhadap bentuk hubungan antara para mitra, sejarah hubungan Pekerja/Buruh—Manajemennya, dan kelayakan untuk membentuk Dewan akan sangat berguna. Perlu ditentukan apakah diperoleh tingkatan dukungan yang memadai atas komitmen dari kedua belah pihak – untuk menyediakan sumber daya nyata, waktu dan dukungan untuk kegiatankegiatan LMC. Suatu penilaian yang positif akan dapat mengarah pada pembentukan strategi intervensi, yang biasanya termasuk penentuan jadwal program pelatihan bersama.
PEDOMAN OPERASIONAL LMC Lingkaran bagian dalam merupakan suatu hubungan yin-yang yang dinamis antara mitra utama – pekerja/buruh dan manajemen. Perwakilan mereka bertindak sebagai Dewan Pengendali (DP) bersama untuk seluruh kegiatan LMC. DP memutuskan semua masalah yang dibawa kehadapannya mereka dengan cara konsensus. Rasio keanggotaan di antara kedua belah pihak tidak perlu sama karena semua keputusan diambil atas dasar konsensus. Simbol yin-yang menunjukkan pentingnya arti pertukaran pendapat dan pengambilan keputusan secara bersama-sama di kalangan Dewan Pengendali. Keputusan mereka tergantung pada situasi tertentu, dan posisi relatif dari para pihak bersangkutan pada waktu tertentu. Dengan demikian, hal itu adalah suatu hubungan yang saling bergantung dan rasionalitas, bukan pembagian kekuasaan atau kekuatan jumlah. Dibawah pengarahan aktif badan inti (DP), beberapa tim yang lebih kecil atau satuan tugas melakukan tugas-tugas menyelesaikan permasalahan, atau fungsi sebagai kelompok studi untuk menangani masalah-masalah atau persoalan yang diserahkan
14
Tujuan pelatihan harus menunjukkan rencana kegiatan, disusun dalam kelompok lokakarya, untuk diterapkan oleh para partisipan lokakarya setelah mereka kembali bekerja di tempat kerja. Rencana kerja ini menetapkan beberapa langkah nyata yang harus segera dilakukan. Di dalamnya terdapat beberapa tindakan tertentu untuk: 1. Memilih perwakilan pekerja/buruh dan/atau perwakilan serikat dan memilih mitra kerja manajemen untuk menyusun dewan; 2. Menentukan struktur dan besar organisasi yang tepat;
STRUKTUR LMC Steering Committee (SC) Untuk menjalankan konsep LMC, Dewan Pengendali (SC) sebagai suatu struktur dapat dibentuk Lingkaran bagian dalam merupakan hubungan yin-yang yang dinamis antara mitra utama – pekerja/buruh dan manajemen. Secara bersama-sama mereka dapat berfungsi sebagai Dewan Pengendali (SC) untuk seluruh kerjasama. SC memutuskan seluruh masalah yang dibawa kehadapannya melalui konsensus. Beberapa Tim Kecil/Satuan Tugas Dibawah pengarahan aktif badan inti (SC), beberapa tim yang lebih kecil atau satuan tugas melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan persoalan atau berfungsi sebagai kelompok studi untuk menangani masalah-masalah atau persoalan yang ditugaskan. Rekomendasi Menyediakan dukungan kelembagaan untuk LMC (kantor, anggaran tetap, tempat mengadakan rapat, komputer dengan sambungan internet, pegawai menetap, dan lain-lain).
15
3. Memilih ketua dewan dan pengurus lain, termasuk masa kerja mereka, tugas dan tanggung jawab mereka; 4. Menentukan jenis prokol, contohnya, waktu, tempat, agenda, dan langkah yang berkaitan agar berhasil menghidupkan LMC. 5. Hubungan sama-sama menang (win-win) dalam LMC diperkuat oleh kegiatan latihan simulasi dan tekhnik-tekhnik “penemuan” lain yang digunakan dalam kegiatan intervensi. Untuk memulai proses biasanya diawali sewaktu perusahaan dan perwakilan para pekerja/buruh mengadakan pertemuan untuk membahas cara-cara untuk meningkatkan hubungan pekerja-manajemen dalam organisasi mereka. Mereka dapat merasa sudah terjadi kemerosotan yang serius dalam hubungan kerja mereka sepanjang waktu dan/atau mengantisipasi akan terjadinya perselisihan besar dan pertentangan industrial di masa yang akan datang. Suatu tindakan mendesak sangat diperlukan untuk menyelamatkan situasi dan agar para pihak yang bersangkutan mengambil inisiatif untuk memulihkan hubungan agar kembali normal, atau paling tidak membuka jalur komunikasi untuk memungkinkan kedua belah pihak membahas persoalan, masalah dan kekhawatiran bersama.
16
Kegiatan-kegiatan Pelatihan
Setelah memperoleh sedikit dukungan dari pimpinan kunci kedua belah pihak, serangkaian kursus orientasi dapat dilaksanakan kepada sebanyak mungkin pekerja/buruh pada seluruh tingkat. Tujuannya adalah untuk menyampaikan pesan tentang LMC, dan memberi kesan kepada setiap orang bahwa pimpinan puncak serikat dan manajemen puncak perusahaan sudah mempunyai komitmen terhadap, dan mendukung, upaya tersebut. Manfaat yang akan diperoleh dari pembentukannya, keuntungan dan keterbatasannya dapat juga diklarifikasikan sewaktu pertemuan berlangsung. Pertemuan ini juga akan memberi kesempatan untuk mencari orang yang mempunyai
Steering Committee (SC) LMC Fungsi/Tanggung Jawab Melakukan pertemuan secara teratur (lebih diinginkan secara mingguan); Menilai masalah atau persoalan yang diidentifkasi oleh anggota DP atau yang diterima dari pegawai melalui kotak saran atau saluran lainnya; Mengambil tindakan (kerjakan atau tidak perlu dikerjakan) untuk penyelesaian masalah yang direkomendasikan oleh satuan kerja atau beberapa tim kerja. (Jika “tidak perlu diambil tindakan”, berikan alternatif yang wajar); Membentuk satuan tugas atau tim berdasarkan masalah/persoalan yang sudah diidentifikasi; Menyampaikan berita dan informasi secara berkala atas hasil-hasil yang dicapai LMC, program pelatihan, kegiatan kerjasama gabungan lainnya; Menentukan jadwal penyampaian informasi di seluruh perusahaan atas hasil-hasil yang dicapai oleh LMC, pengakuan dan pemberian penghargaan kepada tim yang berprestasi tinggi secara berkala (misalnya dua kali dalam satu tahun).
17
potensi kepemimpinan yang baik, kemampuan untuk mengatasi persoalan, untuk diikutkan ke dalam kursus pelatihan intensif rombongan pertama dari anggota dan pengurus LMC. Idealnya, suatu pelatihan intensif seharusnya segera dijalankan sesudah seluruh program orientasi telah selesai dilaksanakan. Pelatihan ini biasanya diberikan kepada kelompok dengan ukuran besarnya yang optimal (terdiri dari 20-25 peserta), dengan jumlah perwakilan pekerja/buruh dan manajemen yang hampir sama jumlahnya. Suatu program pelatihan selama dua hari satu malam adalah sangat efektif, terutama apabila dilaksanakan di luar kota atau agak jauh dari tempat kerja. Telepone “penting” atau gangguan lain dari kantor atau dari mana saja seharusnya tidak diijinkan mengganggu perhatian para peserta sewaktu pelaksanaan kursus intensif tersebut. Hasil program pelatihan ini biasanya memuat kesepakatan para peserta kursus agar perusahaan membentuk Dewan Pekerja-Manajemen (LMC), dengan suatu proses seleksi untuk mengangkat pengurus interim, suatu rencana kerja pada waktu yang akan datang, rapat pertama LMC dan peraturan tentang kesinambungan kegiatan Dewan.
TIM /SATUAN TUGAS LMC Beberapa Fungsi dan Tanggung Jawab Mengadakan rapat yang perlu untuk menangani persoalan/masalah yang ditugaskan oleh Dewan Pengendali; Menyusun laporan atau hasil dan rekomendasi dengan menggunakan 6 D; Melakukan standarisasi penyelesaian dan pendekatan yang sudah disetujui untuk menangani persoalan-persoalan; Membubarkan diri apabila rekomendasi-rekomendasi telah diimplementasikan dan distandarisasi. Bergabung kembali dengan anggota kelompok baru untuk tugas-tugas yang baru; Melakukan rotasi para anggota, mendorong partisipasi seluruh pekerja; Mengorganisir pelatihan yang berkesinambungan dan pada seluruh perusahaan dalam penyelesaian masalah, komunikasi dan kelompok kerja, ketrampilan kepemimpinan.
18
Pelajaran dan Wawasan
Tidak semua perusahaan memerlukan LMC, khususnya apabila dirasa tidak ada kegunaanya. Bahkan kadang-kadang sangat kecil dan sangat terlambat untuk membentuk LMC ketika persoalan dalam hubungan antara serikat dan manajemen sudah berkembang jauh. Sama halnya dengan aspirin, LMC akan bekerja paling baik pada waktu awal sebagai tindakan pencegah. Berdasarkan pengalaman, adalah tidak bijaksana untuk membentuk LMC dalam keadaan-keadaan seperti berikut: 1. Ketika mogok kerja atau perselisihan pekerja/buruh sedang berlangsung, atau akan segara terjadi, Beberapa Masalah Penting dalam Membentuk LMC* Kekhwatiran bahwa perundingan bersama dan peranan serikat akan terancam atau melemah; Kekhawatiran bahwa LMC akan membubarkan proses perundingan bersama; Kekhawatiran bahwa penggunaan pemikiran tentang penyelesaian persoalan dan inovasi yang diberikan oleh pekerja/buruh akan mengurangi pekerjaan dan menyebabkan pemutusan hubungan kerja; Kekhawatiran bahwa serikat akan dituduh “pergi ke tempat tidur dengan manajemen”; Kecurigaan bahwa manajemen hanya sekedar melakukan perubahan kosmetik dengan memperkenalkan sesuatu yang baru dalam upaya untuk membingungkan para pegawai dan serikat dari permasalahan sesungguhnya; Program kerjasama akan dilihat sebagai suatu upaya ad hoc ketimbang dari pada misi keseluruhan organisasi. * Balakrishnan Parasuramon, “Kerjasama di Tempat Kerja: Suatu Kajian untuk Asia Tenggara”
19
2. Ketika pembahasan dalam perundingan bersama sedang dalam proses atau akan dimulai, dan 3. Apabila tidak ada pihak yang ingin atau bersedia untuk mengikuti program LMC. Suatu LMC adalah upaya sukarela murni, dan harus mendapat dukungan dan komitmen dengan hati yang tulus dari kedua belah pihak. Hal itu tidak dapat dipaksakan. Hal itu adalah suatu kemitraan bersama berdasarkan prinsip upaya bersama untuk keuntungan bersama. Kedua belah pihak harus bekerja atas dasar itu agar program dapat berhasil dan berkesinambungan. Salah satu perangkap yang paling berbahaya untuk dihindari oleh manajemen adalah mengijinkan pengembangan suatu “hubungan yang bersedia menyumbang” di dalam proses LMC. Hal ini dapat terjadi apabila pertemuan-pertemuan berubah menjadi kesempatan-kesempatan bagi serikat atau perwakilan para pekerja/buruh untuk meminta konsesi dari pihak lainnya. Beberapa manajer akan mengambil jalan keluar dan akan “menyetujui perdamaian” dengan mengabulkan sebanyak mungkin permintaan atau sebanyak mungkin tuntutan yang dapat dikabulkan oleh manajemen, dengan harapan bahwa hal ini akan dapat memuaskan pihak lain. Mereka segera akan menemukan bahwa tidak akan akhir dari permintaan yang terus menerus itu. Banyak pengurus serikat dan manajer lupa bahwa LMC bekerja atas dasar prinsip “saling memberi dan menerima”, dengan demikian kedua belah pihak harus mempersiapkan diri untuk dapat mengakomodasi dan secara jujur dan saling mempertimbangkan permintaan masing-masing pihak. Tindakan saling memberi dan menerima harus datang dari kedua belah pihak.
Catatan: Partnerships = Kemitraan
20
MEMPERKENALKAN LMC DI 16 PERUSAHAAN PERCOBAAN – PENGALAMAN DI INDONESIA
Pada tahap I Proyek Deklarasi ILO/A.S. di Indonesia (2001 – 2002), bantuan teknis telah diberikan langsung kepada 16 perusahaan percontohan yang berasal dari berbagai industri di tujuh propinsi untuk membentuk atau meningkatkan badan bipartit dengan tujuan untuk mempromosikan kerjasama di tempat kerja. Pada tahap II (2003 – 2004), proyek ini dikembangkan menjadi program baru yang terdiri dari 38 perusahaan di 10 propinsi. Bantuan terdiri dari penelitian mengenai status hubungan pekerjamanajemen di masing-masing perusahaan, lokakarya pelatihan, penyusunan dan implementasi rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi hasil. Hasil dari program tersebut adalah sebagai berikut:
Temuan-temuan: Semua perusahaan perserta melaporkan bahwa mereka telah mempunyai badan bipartit dalam organisasi mereka, sebagian telah berdiri sejak operasi perusahaan mereka dimulai. Banyak melaporkan bahwa pembentukan lembaga bipartit mereka dilakukan untuk memenuhi ketentuan pemerintah, mulai berlaku sejak tahun 1998. Susunan lembaga bipartit ini memberikan kesempatan bagi manajemen dan para pekerja/buruh untuk dapat saling bertemu satu sama lain pada waktu menghadiri pertemuan-pertemuan reguler. Hampir dalam seluruh hal, peserta proyek menyatakan bahwa lembaga bipartit mereka adalah mirip dengan Dewan Pekerja Manajemen (LMC). Akan tetapi, suatu penelitian yang lebih teliti menunjukkan bahwa lembaga bipartit adalah berbeda dengan bentuk struktur dan fungsi LMC. Contohnya, penyelesaian permasalahan dengan menggunakan peralatan dan tekhnik moderen untuk peningkatan
21
kwalitas dan produktivitas tidak terdapat pada kegiatan yang dilaporkan kelompok pertama (LMC). Dalam banyak hal, mekanisme bipartit juga digunakan untuk menangani keluhan dan perundingan mengenai persyaratan dan kondisi kerja. LMC biasanya tidak menangani masalahmasalah yang berkaitan dengan masalah dalam perundingan bersama. Beberapa perusahaan perserta menyatakan suatu keinginan untuk terus melakukan pengembangan melalui konsep dan praktek kerjasama pekerja/buruh-manajemen. Akan tetapi, seperti pada banyak hal lainnya, mereka percaya bahwa hal ini hanya dapat dicapai apabila mereka mendapat dukungan penuh dan komitmen dari pimpinan puncak untuk membentuk LMC.
Pengamatan : Sementara semua perusahaan peserta memandang pendekatan bipartit mereka adalah mirip dengan LMC, dapat dilihat dari penyajian makalah dalam lokakarya bahwa pengarahan perusahaan berasal dari atas ke bawah dan komunikasi hampir semuanya dari atas ke bawah. Kecuali hanya sebagian kecil dari perusahaan peserta, tidak diperoleh bukti yang menunjukkan bahwa kegiatan LMC sudah dilakukan di seluruh ruang lingkup perusahaan. Karena struktur untuk implementasi dan kesinambungan tidak ditentukan, maka kesinambungan praktek LMC tidak dapat dijamin. Sebagai contoh, susunan bipartit mereka tidak mempunyai dasar LMC yang umum, seperti Dewan Pengendali dengan perwakilan bersama. Kecuali hanya salah satu perusahaan dalam proyek percobaan, yang lain tidak mempunyai ketentuan yang dapat dipakai untuk mengukur perubahan dan, dengan demikian, tidak dapat menentukan tingkat kemajuan yang berasal dari hasil langsung kegiatan penyelesaian permasalahan yang dilakukan oleh bipartit. Juga tidak terdapat parameter yang dapat menunjukkan perubahan dari hasil kegiatan LMC. Akan tetapi, secara praktis seluruh perusahaan melaporkan bahwa lembaga bipartit mereka adalah pendekatan utama untuk meningkatkan komunikasi diantara para pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dan manajemen.
22
Beberapa Catatan Penting Beberapa catatan penting yang diperoleh dari laporan perusahaan pada waktu evaluasi adalah signifikan dan sangat berguna untuk tujuan perencanaan pada waktu yang akan datang. Satu perusahaan, misalnya, berhasil mengidentifikasi empat persoalan utama yang dihadapi dalam proses pembentukan LMC: Terdapat kesulitan untuk memotivasi anggota untuk menghadiri pertemuan Terdapat kesulitan untuk membentuk komite atau satuan tugas untuk menyelesaikan persoalan Para anggota memiliki persepsi yang berbeda mengenai LMC Di beberapa perusahaan, ketidakpercayaan dan kecurigaan masih tetap terjadi antara manajemen dan pekerja/buruh. Banyak orang (pekerja/ buruh) masih tetap menganggap bahwa LMC adalah hanya strategi manajemen untuk memperlemah posisi serikat pekerja. Peserta dari perusahaan lain berhasil mengidentifikasi persoalan tertentu yang juga dialami oleh perusahaan lain: Rekomendasi yang berasal dari hasil pertemuan bipartit tidak disertai dengan tanda tangan (persetujuan) Dewan Komisaris atau pejabat puncak pembuat keputusan Masalah-masalah LMC dapat disaring dan dapat dikesampingkan jika terdapat masalah-masalah yang lebih mendesak Jika terjadi pergantian dalam kepemilikan atau pimpinan perusahaan, gaya manajemen dapat juga berubah. Dalam beberapa keadaan setelah perubahan, LMC mungkin akan dikesampingkan atau dianggap tidak diperlukan lagi.
Evaluasi Walaupun terdapat kesulitan-kesulitan seperti disebutkan diatas, bagaimanapun juga, banyak perusahaan melihat secara signifikan positif atas hasil-hasil dari implementasi lokakarya Proyek Percobaan ILO/A.S tersebut. Dari evaluasi laporan-laporan akhir, beberapa perkembangan yang berharga telah dicatat, antara lain:
23
Satu perusahaan melakukan reorganisasi pada LMCnya dan memilih pengurus baru sesudah para peserta lokakarya kembali bekerja; Di perusahaan lain, banyak pimpinan di manajemen yang mengakui/ menghargai pengetahuan dan pendekatan baru yang diperoleh pada waktu wawancara dengan para peserta lokakarya setelah mereka pulang dari lokakarya dan bekerja kembali. Mereka menyatakan bahwa LMC yang mereka bentuk pada waktu yang lalu tetap lemah dan tidak berfungsi. LMC tersebut telah dihidupkan kembali setelah mereka menghadiri program proyek tentang Hubungan Industrial, Pengembangan Sumber Daya Manusia dan mengikuti lokakarya tentang kwalitas kerja dan kehidupan kerja. Sebagai hasil dari pengaktifan kembali LMC, beberapa rencana kerja telah dihidupkan kembali, dan upaya ini membawa keuntungan besar bagi perusahaan; Suatu perusahaan lain dilaporkan telah menghidupkan kembali LMC mereka di Riau setelah mengikuti Lokakarya ILO di Medan pada bulan Mei 2002. Suatu perubahan dalam pola pikir dan pengertian yang lebih baik tentang pendekatan LMC dapat diperoleh pada akhir program proyek percobaan tersebut; Salah satu proyek percobaan tersebut, yang terdiri dari 52 perusahaan di Jawa Timur menunjukkan minat yang besar pada LMC, dengan mengirimkan peserta pada lokakara proyek tersebut. Minat itu meningkat terutama karena perusahaan mengalami serangan mogok kerja tidak lama kemudian. Para pejabat manajemen menunjukkan komitmen mereka untuk ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan LMC pada waktu yang akan datang; Suatu perusahaan lain menyatakan bahwa proyek LMC telah menghasilkan hal-hal berikut: Sudah terdapat kemajuan praktek bipartit dalam perusahaan; Komunikasi antara manajemen dan para pekerja/buruh juga sudah meningkat. Fungsi bipartit membantu untuk menciptakan kedamaian dan kerukunan dan meningkatkan disiplin para pekerja/buruh, memusatkan perhatian pada peningkatan kesejahteraan para pekerja dan mengembangkan dan memotivasi para pekerja sebagai mitra kerja para pemberi kerja (pengusaha).
24
Asosiasi LMC Kegiatan di Batam dan Surabaya menghasilkan suatu konsensus umum yang menekankan perlunya mengorganisir suatu Asosiasi LMC di tiap-tiap daerah utama di Indonesia seperti Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Akan tetapi, mereka beranggapan penting bahwa perusahaan-perusahaan seharusnya yang pertama memperkuat praktek LMC mereka dengan maksud agar terdapat suatu kepentingan bersama diantara anggota asosiasi tersebut. Di Surabaya, satu proyek percobaan secara sukarela bersedia membantu dalam pembentukan LMC untuk daerah mereka. Sama halnya di Batam, dua perusahaan menyatakan kesediaannya untuk membantu pembentukan Serikat LMC. Karena terdapat keinginan yang sungguh-sungguh untuk membentuk organisisasi asosiasi LMC di Batam dan di Surabaya, barangkali langkahlangkah perlu diambil mengenai pembentukan jaringan kerja dengan kelompok-kelompok ini dengan pemandangan/harapan yang pada akhirnya akan membentuk kelompok-kelompok LMC daerah. Dengan tetap melakukan kontak yang berkesinambungan dengan ILO menyangkut masalah-masalah yang berkaitan dengan LMC dan lembaga bipartit dapat mengarah pada pembentukan jaringan kerja tingkat ASEAN untuk terus meningkatkan konsep dan prakteknya, dan dengan demikian akan memberikan sumbangan pada sistim hubungan industrial yang lebih stabil dan kerukunan yang lebih baik diantara negara-negara dikawasan itu.
Rekomendasi Karena terdapat pendapat umum diantara hampir seluruh perusahaan peserta bahwa untuk memperoleh dukungan penuh dari pimpinan puncak perusahaan mereka untuk melakukan perubahan arah LMC adalah sesuatu yang sulit, barangkali adalah suatu hal yang paling baik mencari persetujuan atas dialog yang diusulkan dari antara para pembuat keputusan seperti CEO perusahaan-perusahaan besar, APINDO, Depnakertrans dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Juga diusulkan agar dialog yang sama dilakukan di tiga daerah kunci: Jakarta, Batam dan Surabaya. q Konsep bipartisme, yang saat ini dikenal sama dengan hubungan serikat/ hubungan manajemen dengan perundingan bersama sebagai metode
25
interaksi yang paling utama, seharusnya digambarkan secara jelas dan dibedakan dari LMC. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa banyak peserta tidak menganggap LMC sebagai suatu konsep yang terpisah dan berbeda dan juga menjelaskan keragu-raguan untuk memberlakukannya sebagai strategi pelengkap karena banyak orang masih yakin bahwa praktek mereka sekarang sudah berjalan sangat baik bagi mereka. Untuk alasan ini, adalah bijaksana untuk memberikan pedoman/penuntun dan dukungan yang berkesinambungan kepada beberapa perusahaan yang dipilih termasuk sebagian dari antara 16 proyek percobaan untuk memberikan kesempatan kepada mereka agar dapat berhasil membentuk dan mempertahankan LMC yang sudah ada di masing-masing perusahaan; Kelihatannya bahwa sebagian dari perusahaan besar, khususnya yang sudah agak lama sangat yakin benar bahwa pendekatan mereka yang sedang berjalan (tetapi pendekatan tradisionil) sudah berjalan dengan baik. Barangkali mereka tidak lagi memerlukan bantuan lebih lanjut dalam hal ini dan kesempatan seharusnnya diberikan kepada perusahaan-perusahaan baru, yang tertarik pada LMC; Untuk memastikan implementasi LMC yang tepat bagi para perusahaan yang berminat, dianjurkan untuk mengembangkan pelatih LMC dari dalam perusahaan yang dapat bertindak sebagai promotor internal LMC. Pendekatan seperti itu akan akan dapat mendorong hasil efek ganda dari program; Membuat perencanaan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang belum menjadi suatu praktek yang sudah umum diantara perusahaan dan juga belum terdapat partisipsi dalam proses perencanaan di seluruh perusahaan. Disinilah suatu area, yang membutuhkan pengembangan lebih lanjut diantara para pimpinan dalam perusahaan tetapi hal ini akan memerlukan waktu. Dengan demikian, pelatih yang kompeten dan trampil di beberapa area utama LMC memerlukan pengembangan untuk keperluan jangka waktu panjang.
26
CATATAN KESIMPULAN
Program untuk meningkatkan kerjasama pekerja/buruh manajemen di tempat kerja dan badan bipartit yang efektif telah membuka suatu dasar baru dalam dunia kerja dan hubungan kerja di Indonesia. Dalam peninjauan pada masa lalu, walaupun terdapat kesulitan-kelsulitan pada tahap awal, hasil dari upaya-upaya tersebut adalah positif dan menunjukkan potensi yang sangat besar dalam memberi sumbangan terhadap tujuan yang lebih luas untuk memeperoleh hubungan pekerja/buruh yang lebih stabil, lebih demokratis dan lebih maju di dalam negeri. Hasil-hasil yang dicapai dan kesinambungannya pada akhirnya akan memerlukan upaya yang lebih besar dan akan tergantung pada kebulatan tekad dan komitmen dari para konstituen tripartit.
27