PEMBULIAN DI TEMPAT KERJA DALAM KONTEKS ASIA 1
Lilik Hidayati
1Fakultas Pascasarjana, Jurusan Magister Psikologi Sains, Universitas Surabaya Alamat Korespondensi : Jalan Raya Kalirungkut, Surabaya, 60293, Indonesia E-mail: 1)
[email protected]
Abstrak Pembulian di tempat kerja merupakan serangkaian perilaku negatif di lokasi kerja yang dilakukan secara berkesinambungan dalam jangka waktu yang panjang dan bertujuan untuk menjatuhkan atau menyakiti pihak lain baik secara fisik atau psikologis. Perilaku ini menimbulkan dampak yang serius baik bagi target dan organisasi, namun, tidak semua manajer atau pimpinan perusahaan sadar akan adanya perilaku pembulian di tempat kerja. Khusunya, di negara-negara Asia yang sarat dengan keberagaman budaya dimana gaya kepemimpinan patriarkis dan hirarkis masih banyak terjadi. Untuk mengetahui pendekatan yang sesuai dengan karakteristik Asia, maka penting untuk menganalisa faktor penyebab yang dominan dalam pembulian di tempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan analisa terkait pembulian di tempat kerja dalam konteks Asia dengan harapan untuk mengeksplor karakteristik dari faktor penyebab yang dominan di negara Asia. Penelitian ini disajikan dengan metode kajian pustaka yang dianalisa dari jurnal-jurnal terkait pembulian di tempat kerja di negara Barat dan Asia dalam jangka waktu tahun 2000 hingga 2016. Penelitian ini diharapkan mampu mengeksplorasi faktor dominan terjadinya pembulian di tempat kerja, sehingga para ahli dalam bidang pengembangan sumber daya manusia bisa lebih sensitif dan peka terhadap adanya perilaku pembulian tersebut serta lebih tanggap pada dampaknya terhadap target dan organisasi. Pada hasil tinjauan ini diketahui bahwa gaya kepemimpinan otoriter dan hirarkis, iklim kerja yang menunjang stress, serta budaya individu dan organisasi (ras, etnis, agama, budaya kolektivisme, dan senioritas) menjadi faktor dominan penyebab pembulian di tempat kerja dalam konteks Asia.
Kata kunci: budaya organisasi, gaya kepemimpinan, pembulian di tempat kerja
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
133
1.
PENDAHULUAN
Pembulian di tempat kerja merupakan suatu fenomena yang sering terjadi namun memperoleh sedikit perhatian baik dari organisasi maupun secara individual. Penelitian terkait dengan pembulian di tempat kerja berawal sejak munculnya penyelidikan dari Scandinavia tentang pembulian di sekolah pada akhir 1970an [1]. Isu tersebut kemudian berkembang menjadi topik penelitian yang signifikan secara internasional [2], serta menjadi isu yang sangat mengkhawatirkan bagi berbagai organisasi di penjuru dunia [3]. Penelitian yang lebih luas tentang kekerasan, pembulian, dan pengeroyokan (pembentukan kelompok dengan perilaku yang tidak pantas) telah dilakukan lebih dari dua dekade yang lalu, terutama di beberapa negara Eropa [4]. Kemudian, sejak hampir satu dekade yang lalu, pembulian di tempat kerja mulai memperoleh perhatian di beberapa negara Asia [5]. Berdasarkan pada banyak penelitian terkait dengan pembulian di tempat kerja yang telah dilakukan di beberapa negara Barat, peneliti berasumsi bahwa penelitian serupa dalam konteks Asia perlu dilakukan mengingat beberapa negara di Asia merupakan negara berkembang dengan budaya yang kompleks. Karena itu, penelitian ini akan menekankan pada pembulian di tempat kerja dalam konteks Asia yang bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang menyebabkan pembulian di tempat kerja sehingga bisa diperoleh metode pendekatan yang sesuai dalam konteks negara-negara Asia.
2.
PEMBULIAN DI TEMPAT KERJA
Secara umum, pembulian di tempat kerja didefinisikan sebagai perilaku negatif dalam lingkup kerja yang dilakukan secara persisten dalam rentang waktu yang panjang dan bertujuan untuk menyakiti pihak lain secara fisik maupun psikologis. Pernyataan tersebut didukung oleh Cowan yang menyatakan bahwa pembulian seringkali merupakan kombinasi dari perilaku negatif yang dilakukan secara persisten [6]. Pembulian di tempat kerja juga didefinisikan sebagi perilaku negatif yang menyakitkan dan dilakukan secara berulang atau perilaku (fisik, verbal, atau intimidasi psikologis) yang meliputi kritik dan hinaan untuk memberikan efek takut, distress, atau menyakiti individu lain [2], yang juga mengacu pada proses interpersonal dimana salah satu individu akan terpojok pada situasi yang tidak berdaya setelah menjadi target dari perilaku negatif yang tersembunyi dan sistematis [7, 8]. Secara spesifik, pembulian di tempat kerja bisa didefinisikan sebagai kekerasan di lingkungan kerja, yang meliputi kekerasan verbal, ancaman, pengucilan, penghinaan, pemberian kritik pedas, mengolok-olok, menghilangkan peluang, menyindir, menjadi jahat, menutupi informasi dan mencampuri kepentingan pribadi [9]. Pembulian tidak hanya terbatas pada kekerasan verbal atau non-verbal, namun perilaku tidak adil dan diskriminasi juga dikategorikan sebaga perilaku pembulian [10]. Pembulian di tempat kerja diklasifikasikan ke dalam dua kategori, pembulian terkait personal (person-related bullying) dan pembulian terkait pekerjaan (work-related bullying) yang keduanya terjadi baik secara tertutup ataupun terbuka [6]. Pembulian terkait personal bisa berupa perilaku menyebarkan rumor, kekerasan verbal, kritik yang berkepanjangan, tuduhan palsu, dan isolasi sosial. Sedangkan, pembulian terkait pekerjaan bisa berupa perilaku memonitor pekerjaan secara berlebihan, beban kerja yang tidak teratur, dan memberikan penilaian yang salah terhadap pekerjaan [5]. Pembulian di tempat kerja juga diklasifikasikan ke dalam tiga kategori [1]. Pertama, pembulian ke bawah (downwards bullying) yang dilakukan oleh manajer kepada bawahan. Kedua, pembulian horisontal (horizontal bullying) yang dilakukan oleh seorang atau lebih rekan kerja pada 134
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
posisi atau jabatan yang sama. Ketiga, pembulian ke atas (upward bullying), dimana bawahan melakukan pembulian pada individu dengan posisi manajerial yang lebih tinggi. Nkomo mengkategorikan definisi pembulian di tempat kerja sebagai berikut [11]; -
-
Gender atau ras, menunjukkan perilaku yang berbeda dan tidak adil berdasarkan ras dan atau gender. In group atau out group, perilaku yang tidak konsisten dan tidak adil karena status jabatan, keyakinan budaya, orientasi seksual, atau karena individu tersebut merupakan anggota kelompok tertentu. Agama, perilaku yang tidak adil berdasarkan keyakinan agama dan afiliasi. Pendidikan versus jabatan, perilaku yang tidak adil yang merendahkan pendidikan pihak lain dan pengalaman yang diperoleh dari organisasi atau institusi lain namun mendukung pihak yang memiliki masa kerja lebih lama dalam satu organisasi atau institusi.
Berdasarkan pada beberapa definisi tersebut, pembulian di tempat kerja meliputi tiga aspek utama, yaitu perilaku yang berulang, muncul dalam rentang waktu yang sering, dan terjadi dalam lingkup kerja dimana terdapat ketidakseimbangan kekuatan antar personal [3]. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pembulian di tempat kerja merupakan perilaku negatif yang terjadi secara berkelanjutan dalam lingkup kerja dengan tujuan menyakiti pihak lain secara fisik atau psikologis karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antar personal baik korban ataupun pelaku.
2.1.
ANTESEDEN
Lingkungan kerja dan organisasi merupakan salah satu faktor yang mendukung adanya pembulian di tempat kerja [12]. Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya pembulian di tempat kerja adalah ketidaksensitifan organisasi terkait dengan kasus tersebut. Salah satu faktor yang secara signifikan menjadi prediktor apakah suatu organisasi pernah mengalami pembulian di tempat kerja dilihat dari tingkat perhatian terkait dengan perilaku pembulian [12]. Karakteristik dari target, pelaku, dan faktor organisasi juga turut berkontribusi dalam terjadinya pembulian di tempat kerja. Salah satu penyebabnya adalah adanya persaingan memperoleh suatu posisi kerja tertentu dan mencapai target keuangan sebagai faktor utama persaingan internal yang berdampak pada pembulian [12]. Sikap pemerintah, pimpinan dan karyawan, kebijakan pemerintah, kekuatan serikat pekerja, perubahan organisasi, dan restrukturisasi merupakan salah satu penyebab perilaku ekstrim karyawan dalam konteks pembulian di tempat kerja [2]. Karakteristik lingkungan kerja bersama dengan individu di dalamya memiliki peran terkait dengan munculnya atau berlanjutnya pembulian di tempat kerja [1]. Secara spesifik, terdapat tiga kategori anteseden dari pembulian di tempat kerja, antara lain lingkungan kerja, perilaku manajer baik melindungi atau mengacuhkan pembulian, dan pengabaian terhadap pembulian di tempat kerja karena kekhawatiran adanya balas dendam [13]. Bisa disimpulkan bahwa secara garis besar anteseden dari pembulian di tempat kerja bisa diklasifikasikan secara internal dan eksternal. Secara internal berasal dari karakteristik target dan pelaku pembulian, sedangkan secara eksternal berasal dari ketidaksensitifan atau kurangnya perhatian dari organisasi terkait isu pembulian di tempat kerja.
2.2.
PELAKU PEMBULIAN (PERPETRATOR)
Pelaku pembulian cenderung memiliki lebih banyak dukungan daripada target pembulian; dukungan tersebut meliputi posisi superior dalam hirarki organisasi serta hubungan informal dengan pemangku kekuasaan dalam organisasi [6]. Pelaku pembulian umumnya memiliki Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
135
kekuasaan dan tanggungjawab secara legal untuk mengelola dan mengakses pekerjaan, serta memberikan umpan balik pada target [2]. Mereka memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki untuk menindas, menakuti, atau mengintimidasi individu, dan seringkali mereka meninggalkan target dengan perasaan takut, tidak berdaya, tidak mampu, dan malu [14]. Ironisnya, pelaku pembulian cenderung dilindungi oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan untuk memutuskan sesuatu [15]. Tingkat pendidikan dan keterampilan kerja juga menjadi salah satu faktor penyebab pembulian di tempat kerja. Karyawan dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang lebih tinggi cenderung lebih menentang adanya pembulian di tempat kerja daripada karyawan dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang lebih rendah [11]. Selain itu, pelaku pembulian umumnya pernah menjadi korban pembulian sebelumnya. Namun, tidak adanya pendekatan yang tepat menjadi salah satu penyebab munculnya perilaku yang sama pada pihak yang dianggap lebih lemah. Hal ini didukung oleh Yun dkk yang menyatakan bahwa individu yang berada di bawah tekanan dari pihak lain akan mengalami agresi internal, yang diekspresikan pada individu lain dengan posisi yang serupa atau status yang lebih rendah dalam organisasi [9]. Beberapa studi juga mengklasifikasikan karakter pelaku pembulian ke dalam beberapa kategori. Klasifikasi tersebut antara lain sering menyebarkan gossip dan rumor tentang target, menyembunyikan informasi yang berdampak pada kinerja target, dan secara berkepanjangan tidak menghargai kinerja target meskipun telah dilakukan dengan sangat baik [16]. Sedangkan, Namie mengklasifikasian karakter pelaku pembulian menjadi empat kategori, antara lain [17]; 1. The Screaming Mimi, pelaku selalu mengontrol emosi pihak lain dengan menunjukkan ekspresi marah (berteriak, membentak, memaki, dan melempar benda ke lantai). 2. The Constant Critic, pelaku secara konstan dan berkepanjangan mengkritisi pihak lain dengan cara yang menghina (mengomel, memanggil nama, menggurui target, serta selalu mengingatkan target tentang kekurangannya). 3. The Two-Headed Snake, pelaku cenderung memiliki prestasi yang tinggi dalam organisasi namun juga menikmati perilaku memanipulasi pihak dengan posisi yang lebih rendah antara lain dengan menyebar rumor dan memberikan pekerjaan yang tidak berarti. 4. The Gatekeeper, pelaku terobsesi dengan kontrol, menghukum karyawan melalui penolakan dan pengucilan dengan perilaku mendiamkan, serta mengalokasikan waktu, uang, bahkan mengumpulkan bukti untuk memperjelas kesalahan pihak lain.
2.3.
TARGET PEMBULIAN
Target pembulian merupakan individu yang menerima perilaku negatif dari pelaku pembulian di tempat kerja secara terus menerus. Mereka cenderung tidak memiliki daya untuk melawan pembulian di tempat kerja sehingga perilaku tersebut sering berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Ketidakberdayaan yang diekspresikan oleh target merupakan dampak dari ketidakseimbangan kekuasaan yang terlihat dari hirarki organisasi dan juga berdampak pada kelelahan emosional [1]. Pada umumnya target pembulian di tempat kerja merupakan pihak yang memiliki kekuasaan atau posisi sosial yang lebih rendah. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan target memiliki posisi kerja yang lebih tinggi, namun memiliki kekuasaan sosial yang lebih rendah dari pelaku. Target pembulian di tempat kerja umumnya menunjukkan dampak yang serupa. Secara signifikan, target pembulian di tempat kerja mengalami tingkat tekanan yang lebih tinggi dengan kesejahteraan emosi yang lebih rendah, sering mangkir kerja, memiliki kepuasan kerja yang menurun, serta menurunyya motivasi kerja [18]. Mereka cenderung merasa diejek dihadapan karyawan lain, dibohongi tentang banyak hal, merasa selalu diawasi, tidak mampu fokus pada 136
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
pekerjaan, kehilangan kepercayaan diri dan kecemasan yang berlebihan [14]. Jika pembulian di tempat kerja meningkat, dapat berdampak pada situasi yang sangat memicu stress dan tidak terkendali, atau menjadi masalah kesehatan bagi target [2]. Beberapa penelitian juga mengklasifikasikan beberapa jenis pembulian di tempat kerja. Pembulian yang dialami oleh target bisa berupa perilaku, antara lain penghinaan, intimidasi dan berperilaku tidak sopan, pengawasan setiap gerak target dan perilaku menjengkelkan, dipermalukan dalam kaitannya dengan pekerjaan, menolak setiap pendapat, serta mengabaikan komunikasi [16]. Perilaku negatif tersebut dan kurangnya dukungan sosial dalam lingkungan kerja yang berdampak pada ketidakberdayaan target. Sehingga, secara garis besar target dari pembulian di tempat kerja memiliki lebih banyak persepsi negatif terkait dengan tempat kerja mereka [9].
3.
PEMBULIAN DI TEMPAT KERJA DALAM KONTEKS ASIA
3.1.
FAKTOR DOMINAN PENYEBAB PEMBULIAN
Faktor dominan penyebab pembulian di tempat kerja merupakan poin penting yang perlu diketahui dalam menentukan metode pendekatan yang sesuai terhadap kasus pembulian di tempat kerja dalam konteks Asia. Terdapat tiga area spesifik dalam organisasi yang dihubungkan dengan pembulian di tempat kerja, antara lain gaya manajemen dan kepemimpinan, desain tugas dan pekerjaan, serta budaya organisasi dan iklim sosial [19]. Status pendidikan, posisi kerja, status pernikahan, serta usia juga dianggap berkaitan dengan munculnya perilaku pembulian [19]. Umumnya, manajer dalam posisi kekuasaannya sering diidentifikasi sebagai pelaku pembulian. Namun, karyawan juga bisa jadi menjadi target pembulian bukan hanya karena mereka perempuan atau laki-laki, namun juga karena minoritas gender dengan status kekuasaan sosial yang lebih rendah dalam organisasi [21]. Selain itu, pimpinan dengan status sosial yang lebih tinggi memiliki dampak yang lebih kuat dalam komunikasi daripada pimpinan dengan status sosial yang lebih rendah [22]. Faktor gaya kepemimpinan dianggap sebagai salah satu faktor dominan penyebab pembulian di tempat kerja. Sebuah studi mengemukakan bahwa tipe kepemimpinan yang hirarkis bisa menjadi penyebab munculnya perilaku pembulian [23]. Salah satu penyebabnya adalah karena ketidakseimbangan kekuasaan dan keterampilan kepemimpinan [24]. Selain itu, gaya kepemimpinan otoriter juga menunjukkan hubungan yang positif dengan pembulian [25]. Budaya organisasi yang sangat mempengaruhi perilaku anggota organisasi dianggap sebagai salah satu anteseden dominan dalam pembulian di tempat kerja [26]. Namun, budaya organisasi akan memperburuk masalah ketika pimpinan organisasi tidak memahami masalah tersebut atau menjadi acuh karena menganggap pembulian merupakan masalah manajemen yang berat [14]. Dimensi budaya juga mempengaruhi tingkat pembulian di tempat kerja antar kontinen [5]. Perbedaan budaya (jarak kekuasaan, kolektivisme dibanding individualism, feminisme disbanding maskulinitas, penghindaran ketidakpastian dan orientasi jangka panjang atau pendek) serta fakta bahwa pihak yang terlibat dalam pembulian di tempat kerja juga menganggap lingkungan sebagai tempat yang kondusif untuk perilaku tersebut [27]. Budaya kolektivisme yang banyak dilakukan oleh penduduk Asia, juga merupakan faktor penyebab pembulian di tempat kerja [22]. Budaya nasional atau masyarakat memiliki dampak terhadap berbagai dimensi dari pembulian di tempat kerja [28]. Beberapa studi menyatakan bahwa budaya berpengaruh kuat dalam memprediksi dan mengobservasi perilaku dari kelompok individu yang berbeda [29]. Individu dari budaya dan latar belakang yang berbeda cenderung memiliki pandangan yang berbeda terkait pembulian di tempat kerja. Perbedaan budaya seperti pola pikir, negara asal, gender, usia, ras dan etnis akan mempengaruhi tingkat pembulian di tempat kerja [30]. Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
137
Beberapa penelitian juga mengasumsikan bahwa jarak kekuasaan, etnis, gender, budaya organisasi atau kemungkinan agama merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi perilaku tidak menyenangkan tersebut [4]. Salah satu aspek krusial adalah hubungan antara perilaku tidak menyenangkan dan kondisi demografis, yang meliputi tingkat pendidikan, level kerja dan posisi individu [4]. Pembulian di tempat kerja secara signifikan dianggap berhubungan dengan perilaku tidak etis dalam lingkup kerja [31]. Kondisi yang paling dominan bagi pelaku pembulian adalah ketika karyawan yang lebih lemah menjadi target pembulian [10]. Seringkali, alasan individu menjadi target pembulian adalah karena mereka berbeda dibandingkan dengan karyawan yang lebih senior [10]. Berdasarkan pada definisi tersebut, bisa disimpulkan kerangka teoritis faktor dominan penyebab pembulian di tempat kerja dalam konteks Asia. Gaya Kepemimpinan
Budaya
Iklim Kerja Pembulian
Gambar 1. Kerangka Teoritis Faktor Penyebab Pembulian di Tempat Kerja
3.2.
Karakteristik Pelaku Pembulian
Mayoritas pelaku pembulian adalah pimpinan terutama laki-laki [4]. Manajer laki-laki diyakini lebih independen, ambisius, kompeten, dan kompetitif memenuhi karakteristik pihak yang memiliki kebutuhan untuk menjadi dominan, agresif, dan sukses [21]. Kepribadian superior karyawan cenderung berdampak pada pembulian di tempat kerja terhadap rekan kerja yang lebih lemah [32]. Pada dasarnya, tujuan pelaku pembulian adalah untuk menekan target hingga pada posisi mereka tertekat secara mental dan akhirnya kurang fungsional dalam tempat kerja [27]. Sehingga, ketika pelaku mengetahui dilema personal dari target, hal tersebut memberi kepuasan tersendiri bagi ketidakstabilan emosi pelaku pembulian [10].
3.3.
Karakteristik Target Pembulian
Bersdasarkan pada tekanan kerja yang beragam, pelaku pembulian di tempat kerja cenderung memilih target berdasarkan orientasi seksual, gender, usia, atau cacat fisik [21]. Target umumnya dibuli melalui diskriminasi, penghalangan, pengucilan dan kurangnya penghargaan [27]. Pembulian di tempat kerja mengklasifikasikan target ke dalam tiga kategori berdasarkan perbedaan kepribadian target, antara lain target dengan dampak yang serius, target dengan dampak kecewa, serta target dengan dampak depresi dan putus asa [27]. Target pembulian di tempat kerja juga diklasifikasikan dalam beberapa kategori; Pertama, pendatang baru (newbie) yang dibuli karena mereka belum memiliki hubungan atau relasi dengan siapapun dalam organisasi; Kedua, kawakan (veteran) yang dibuli karena telah bekerja dalam waktu yang lama sehingga dianggap memiliki lebih banyak pengalaman [8]. Secara garis besar, Yeen (dalam Bir &Hasan, 2014) mengklasifikasikan karakteristik target pembulian, antara lain [8]; a. Setidaknya memiliki kerentanan yang bisa dieksploitasi b. Berbeda dari kelompok lain c. Individu yang teliti, diam-diam berprestasi, bagus dalam kinerja, mudah setuju dan disukai d. Menunjukkan kemandirian pikiran atau tindakan e. Memperoleh perhatian lebih dari pihak lain daripada pelaku pembulian 138
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
f. g. h. i.
4.
Memiliki kemampuan sosial yang tidak sesuai yang mengganggu pelaku pembulian Tidak asertif dan cenderung menghindari konflik Memiliki perselisihan dengan pelaku pembulian, dan Berada di tempat yang salah pada waktu yang salah
DAMPAK PEMBULIAN DAN PENDEKATANNYA
Secara garis besar, dampak pembulian diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dampak pada psikologis target dan dampak pada organisasi. Secara psikologis, target pembulian cenderung mengalami gejala stress dan trauma yang berdampak pada sakit fisik seperti sakit kepala, gangguan makan dan tidur, depresi, serta kecemasan [24]. Pembulian di tempat kerja juga memiliki dampak yang merusak kesehatan dan kesejahteraan karyawan [3]. Sehingga, penting untuk diperhatikan bahwa pembulian di tempat kerja bisa menjadi ancaman yang serius bagi target [16]. Terkait dampak pembulian terhadap organisasi, anggota organisasi yang mengalami pembulian di tempat kerja menunjukkan tingkat kelelahan kerja (job burnout) yang lebih tinggi yang disebabkan oleh stress dari lingkungan kerja dan hubungan antar personal [26]. Dampak tersebut bisa meningkat dengan munculnya lingkungan kerja yang lebih rendah [9]. Secara umum, pembulian di tempat kerja berdampak pada produktifitas organisasi, arus keuangan, serta moral karyawan [27]. Sehingga, sebagai perilaku yang tidak etis, pembulian di tempat kerja menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi organisasi [31]. Berdasarkan pada faktor penyebab, karakteristik pelaku dan target, serta dampak pembulian terhadap kondisi psikologis dan organisasi, beberapa penelitian telah mendefinisikan pendekatan yang diperlukan untuk fenomena pembulian di tempat kerja dalam konteks Asia. Pendekatan sistematis dengan diadakan training tentang pembulian di tempat kerja yang melibatkan seluruh lapisan karyawan bisa bermanfaat bagi keharmonisan lingkungan kerja [33]. Gaya kepemimpinan trasaksional dan transformasional juga lebih berdampak positif bagi lingkungan kerja daripada gaya kepemimpinan otoriter [25]. Gaya kepemimpinan paternalistik jika diterapkan dengan benar, bisa menjadi faktor pencegah pembulian di tempat kerja [3]. Selain itu, organisasi perlu membuat kebijakan yang menentang adanya pembulian di tempat kerja serta menjalin komunikasi dengan karyawan bahwa perilaku pembulian tidak bisa diterima dan tidak akan ditoleransi, juga memberikan edukasi pada karyawan baru tentang kebijakan tersebut [31].
5.
METODE
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah kajian pustaka (literature review). Kajian pustaka didesain untuk menyajikan sebuah tinjauan dari berbagai sumber terkait isu tertentu dengan tujuan bisa mewakili penelitian secara garis besar [34]. Melalui studi ini, penulis berusaha mengeksplor tentang pembulian di tempat kerja dalam konteks Asia melalui tinjauan pada jurnaljurnal penelitian yang dilakukan dengan subjek dalam lingkup negara-negara Asia. Jurnal-jurnal yang dijadikan acuan merupakan jurnal ilmiah dari negara Barat dan Asia yang ditulis dalam rentang waktu tahun 2000 hingga 2016.
6.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pada kajian studi kajian pustaka ini, berdasar korelasinya, terdapat dua jenis pembulian di tempat kerja. Pertama, pembulian terkait personal (person-related bullying) dimana Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
139
perilaku pembulian terjadi karena masalah interpersonal antara pelaku dan target yang dilampiaskan dalam bentuk pembulian. Kedua, pembulian terkait pekerjaan (work-related bullying), pelaku melakukan pembulian dalam bentuk pemberian tugas kerja atau kritik kerja yang tidak logis. Sedangkan berdasarkan arahnya, terdapat tiga kategori pembulian; pembulian ke bawah (downwards bullying), pelaku pembulian memiliki posisi kerja dan kekuasaan yang lebih tinggi dari target; pembulian horizontal (horizontal bullying), pelaku pembulian memiliki posisi yang setara dengan target, namun kepribadian superioritas pelaku yang menyebabkan munculnya pembulian; pembulian ke atas (upward bullying), pelaku memiliki posisi kerja yang lebih rendah dari target, akan tetapi pelaku memiliki kekuasaan dan karakter superior melebihi target. Anteseden dari pembulian di tempat kerja bisa berasal dari tiga faktor. Pertama, organisasi yang secara langsung maupun tidak langsung bersikap baik melindungi pembulian atau acuh terhadap isu tersebut. Kedua, pelaku dengan karakteristik atau kepribadian superior dan memiliki kekuasaan yang dilindungi oleh organisasi sehingga menganggap perilaku pembulian merupakan hal yang wajar. Ketiga, target dengan kepribadian yang menghindari masalah atau mudah mengalah sehingga muncul ketidakseimbangan kekuasaan dengan pelaku dan mengacu pada pembulian. Dalam konteks Asia, terdapat tiga area spesifik dalam organisasi yang dihubungkan dengan pembulian di tempat kerja. Pertama, gaya manajemen dan kepemimpinan, dimana banyak organisasi yang masih menerapkan gaya kepemimpinan hirarkis dan otoriter yang dianggap lebih efektif dalam menghadapi kinerja karyawan. Kedua, desain tugas dan pekerjaan yang tidak seimbang atau berlebihan cenderung berdampak pada kelebihan beban kerja dan stress kerja pada karyawan, sehingga salah satu cara melampiaskan stress tersebut adalah dengan perilaku pembulian. Ketiga, budaya organisasi dan iklim sosial juga dianggap sebagai anteseden yang dominan dalam kasus pembulian dalam konteks Asia. Budaya kolektivisme pada penduduk di beberapa negara Asia dianggap memberi peluang munculnya perilaku pembulian. Individu dengan posisi kerja atau kekuasaan yang lebih lemah cenderung mendekati atau berusaha berkelompok dengan individu yang superior dan memiliki kekuasaan yang lebih tinggi untuk terhindar sebagai target pembulian. Beberapa budaya seperti pola pikir, latar belakang, status pendidikan, etnis, gender, dan ras juga menjadi anteseden yang dominan dalam isu pembulian di tempat kerja dalam konteks Asia. Karakteristik pelaku pembulian di tempat kerja mayoritas adalah karyawan senior atau manajer yang umumnya laki-laki dengan karakteristik yang dominan, independen, ambisius dan kompetitif sehingga memenuhi karakter sebagai pelaku pembulian. Sedangkan karakteristik target pembulian merupakan karyawan baru (newbie) yang dianggap belum memiliki relasi dengan siapapun atau karyawan kawakan (veteran) yang diasumsikan sebagai karyawan yang lebih tua dengan banyak pengalaman. Dampak pembulian di tempat kerja dibagi dalam dua kategori. Dampak pada organisasi, dimana target pembulian mengalami penurunan motivasi kerja, menurunnya kepuasan kerja, serta putus asa yang berpengaruh pada tingginya perilaku mangkir karyawan atau tingginya angka karyawan yang mengundurkan diri sehingga berdampak negatif pada produktifitas organisasi. Sedangkan dampak pada kondisi psikologis individu bisa berupa trauma, kecemasan berlebih, gangguan makan dan tidur, bahkan depresi.
7.
KESIMPULAN
Pembulian di tempat kerja merupakan kombinasi perilaku negatif yang dilakukan secara berulang dalam rentang waktu yang lama. Umumnya, pembulian dilakukan oleh pihak dengan kekuasaan yang lebih tinggi atau pihak superior yang dilindungi oleh kekuasaan dalam organisasi 140
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
sehingga memiliki keleluasaan dalam melakukan pembulian. Target pembulian umumnya merupakan pihak yang lebih lemah, inferior, menghindari konflik, serta memiliki sedikit keinginan untuk melawan. Dalam konteks Asia, perilaku pembulian lebih dominan disebabkan oleh faktor gaya kepemimpinan yang hirarkis dan otoriter, desain kerja dan pekerjaan yang memicu tingginya tingkat stress, serta kultur yang kompleks seperti ras, agama, latar belakang, etnis, dan budaya organisasi dimana secara general beberapa negara di Asia meyakini budaya kolektivisme sehingga mempermudah perilaku pembulian. Dampak pembulian di tempat kerja secara garis besar diklasifikasikan menjadi dua, dampak organisasi dan psikologis individu. Dampak organisasi terlihat dari target yang mengalami penurunan motivasi kerja, kepuasan kerja, bahkan berdampak pada tingginya pengunduran diri karyawan sehingga mempengaruhi produktifitas organisasi. Dampak psikologis individu tampak pada meningkatnya stress, kecemasan berlebihan, murung, sering mangkir, bahkan depresi serta trauma. Secara menyeluruh, bisa disimpulkan bahwa perilaku pembulian di tempat kerja memiliki lebih banyak dampak negatif baik bagi organisasi maupun individu. Sehingga diperlukan langkah pendekatan yang tepat dalam menangani fenomena tersebut. Pihak organisasi diharapkan mampu memberikan edukasi terkait pembulian di tempat kerja, menentukan sanksi tegas, serta berperilaku adil pada setiap lapisan karyawan. Selain itu, penerapan gaya kepemimpinan transformational atau transaksional dianggap lebih sesuai dengan kultur Asia. 8. [1] [2] [3]
[4]
[5] [6]
[7]
[8] [9] [10]
[11] [12]
[13]
DAFTAR PUSTAKA Branch, S., Ramsay, S., Barker, M. 2013. Workplace Bullying, Mobbing and General Harassment: A Review. International Journal of Management Reviews. 15: 280-299. Akella, D. 2016. Workplace Bullying: Not A Manager’s Right?. Journal of Workplace Right. 2016: 1-10. Shahbazi, G., Naami, A., Aligholizadeh, S. 2013. An Empirical Study of the Relationship Between Three Components of Paternalistic Leadership and Workplace Bullying: The Case of An Iranian Bank. World Applied Sciences Journal. 22 (12): 1814-1821. Yusop, Y. M., Dempster, M., Stevenson, C. 2014. Understanding inappropriate behaviour: harassment, bullying and mobbing at work in Malaysia. Social and Behavioral Sciences. 127: 179-183. Ciby, M., Raya, R. B. 2014. Exploring Victims’ Experiences of Workplace Bullying: A Grounded Theory Approach. VIKALPA. 39 (2): 69-81. Cowan, R. L. 2005. “Rocking the Boat” and “Continuing To Fight”: Unproductive Justice Episodes and the Problem of Workplace Bullying. Human Communication. 12 (3): 283302. Arenas, et al. 2015. Workplace Bullying in a Sample of Italian and Spanish Employees and Its Relationship with Job Satisfaction, and Psychological Well-Being. Frontiers in Psychology. 6 (1912): 1-10. Bir, A. T., Hassan, A. 2014. Workplace Bullying in Malaysia: An Exploratory Study. Malaysian Management Review. 49 (1). 1-8. Yun, S. et al. 2014. Work Environment and Workplace Bullying among Korean Intensive Care Unit Nurses. Asian Nursing Research. 8: 219-225. Shangar, R. U., Yazdanifard, R. 2014. Workplace Bullying; Boundary for Employees and Organizational Development. Global Journal of Management and Business Research: A Administration and Management. 14 (7): Version 1. Nkomo, S. M. & Motsei, N. 2016. Antecedents of Bullying in the South African Workplace: Societal Context Matters. Africa Journal of Management. 2 (1): 50-72. Catley, B. 2013. Managing Workplace Bullying In New Zealand: Perspectives From Occupational Health And Safety Practitioners. Journal of Management and Organization. 19 (5): 598-612. Yun, S. et al. 2014. Work Environment and Workplace Bullying among Korean Intensive Care Unit Nurses. Asian Nursing Research. 8: 219-225 Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
141
[14] [15] [16] [17] [18]
[19] [20] [21] [22]
[23]
[24] [25] [26]
[27] [28] [29]
[30]
[31] [32] [33]
[34]
Yahaya, A. et al. 2012. The Impact of Workplace Bullying on Work Performance. Archives Des Sciences. 65 (4): 18-28. Hukhinson, M. et al. 2008. The Development and Validation of A Bullying Inventory for the Nursing Workplace. Nursing Research. 15 (2): 19-29. Rouse, L. P. et al. 2016. Workplace Bullying Among Family Physicians: A Gender Focused Study. Journal of Women’s Health. 00 (00): 1-7. Namie, G. 2003. Workplace Bullying:Escalated Incivility. Ivey Business Journal. 68(2):16. O’Driscoll, M. et al. 2011. Ethnicity, Workplace Bullying, Social Support and Psychological Strain in Aotearoa/ New Zealand. New Zealand Journal of Psychology. 42 (1): 123-130. Jaafar, M., Hiidzir, N. I. 2016. Factors of Sub-Contractor Workplace Bullying in the Construction Industry. Research Journal of Fisheries and Hydrobiology. 11 (3): 255-260. Gholipur, A. et al. 2011. Organization Bullying and Women Stress in Workplace. International Journal in Business and Management. 6 (6): 234-241. Wang, M. L. 2012. Gender Differeneces Are Predictors of Workplace Bullying. The Asian Conference on Arts and Humanities. 0091. Liew, S. L. et al. 2011. Who’s Afraid of the Boss: Cultural Differences in Social Hierarchies Modulate Self-Face Recognition in Chinese and Americans. Culture, Social Hierarchy and Self Recognition. 6 (2): 1-8. Apaydin, C. 2012. Relationship between workplace bullying and organizational cynicism in Turkish public universities. African Journal of Business Management. 6 (34): 96499657. Yeow, J. A. 2010. The Causes of Workplace Bully in SMEs. Global Conference on SME and Enterpreunership. P. 1-8. Ertureten, A. et al. 2013. The Relationship of Downward Mobbing with Leadership Style and Organizational Attitudes. J Bus Ethics. 116: 205-216. Yeun, Y. R., Han, J. W. 2016. Effect of Nurses’ Organizational Culture, Workplace Bullying and Work Burnout on Turnover Intention. International Journal of Bio-Science and Bio-Technology. 8 (1): 372-380. Shah, A. & Razzaghian, M. 2011. Prevalence, Antecedents, and Effects of Workplace Bullying: A Review. African Journal of Business Management. 5 (35): 13419-13427. D’Cruzz, P. & Noronha, E. 2012. Clarifying My World: Identity Work in the Context of Workplace Bullying. The Qualitative Report. 17 (16): 1-29. Khan, S. N. 2014. Impact of Hofstede’s Cultural Dimensions on Subordinate’s Perception of Abusive Supervision. International Journal of Business and Management. 9 (12). 239251. Leng, C. Z. & Yazdanifard, R. 2014. The Relationship between Cultural Diversity and Workplace Bullying in Multinational Enterprises. Global Journal of Management and Business Research: A Administration and Management. 14 (6). Aleassa, H. M. & Megdadi, O. D. 2014. Workplace Bullying and Unethical Behaviors: A Mediating Model. International Journal of Business and Management. 9 (3). Akyuz, K. C. et al. 2013. Bullying At Forest Products Industry In Turkey. International Journal of Economic and Administrative Studies. 6 (11): 143-158. Jaman, M. 2015. The Impact Of Workplace Bullying On Work Performance – A Study On Travel Agencies In Dhaka, Bangladesh. International Research Journal of Human Resources and Social Sciences. 2 (6): 52-71. University of Southern California. 2016. Organizing Your Social Sciences Research Paper: 5. The Literature Review. Online: http://libguides.usc.edu/writingguide/literaturereview.
142
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk