Membangun Perilaku Aman di Tempat Kerja Oleh : Dody Indra Wisnu
Magetan - Korban kecelakaan kerja Pabrik Gula (PG) Redjosari di Kecamatan Kawedanan Kabupaten Magetan, bertambah menjadi 5 orang. Korban luka berat bernama Siswagimin (47) sekitar pukul 05.00 WIB, Selasa (17/9/2013) menghembuskan nafas terakhirnya, setelah satu per satu rekan-rekannya meninggal dunia. Suami dari Sulasmi (45) sempat menjalani perawatan di RS Lavalette Malang. Kedatangan jenazah sekitar pukul 13.00 WIB disambut tangis histeris kerabatnya di rumah duka Desa Sukowidi Kecamatan Nguntoronadi. "Kita mendapat kabar sekitar jam 04.30 WIB kalau beliau sudah meninggal dunia. Selama dirawat di Rumah Sakit Lavalette kondisinya terus menerus kritis karena luka bakarnya sangat parah," kata Puryadi, keluarga korban kepada detikcom. Pihak keluarga hanya bisa pasrah menerima kematian karyawan harian yang telah mengabdi selama 24 tahun di PG Redjosarie. Ayah satu anak tersebut hanya bekerja saat musim giling atau sekitar 6 bulan saja dalam setahun. "Keluarga sudah pasrah, mungkin ini sudah menjadi takdirnya. Untuk hak-haknya belum diberikan, tapi sudah ada pembicaraan antara keluarga almarhum dan pihak pabrik. Saat ini dari pihak pabrik baru
diberi untuk biaya pemakaman dan selamatan selama tujuh hari," tambahnya. Selanjutnya, kata dia, pihaknya berharap segera diberikan hak dan santunan keluarga almarhum. Serta perhatian terhadap anak almarhum soal biaya kuliah dan pekerjaan. "Mudah-mudahan keselamatan kerja karyawan lebih diperhatikan," ucapnya sedih. Sementara Siswagimin dimakamkan sekitar pukul 15.10 WIB di pemakaman desa setempat setelah disholatkan oleh para keluarga dan tetangganya. Sedangkan korban kritis yang masih dirawat di RSU dr Soetomo yakni Parlan (31) warga Desa Garon. Sebelumnya, Minggu (15/9/2013) dini hari sekitar pukul 02.05 WIB terjadi insiden ledakan di Ketel Penguapan Pabrik Gula (PG) Redjosarie di Kecamatan Kawedanan Kabupaten Magetan. Ledakan ketel terjadi saat proses produksi pembuatan gula tengah berlangsung. Akibatnya 4 orang tewas dan 4 lainnya luka-luka. (Sumber : http://news.detik.com/surabaya/read/2013/09/17 /170321/2361345/475/korban-tewas-ledakanketel-pg-redjosarie-jadi-lima-orang).
Mengapa Perilaku? Sekilas melihat berita
diatas,
terdapat
kesedihan dari pihak keluarga yang ditinggalkan oleh korban dari kecelakaan kerja tersebut. Para korban tersebut bekerja, dengan tujuan utamanya adalah untuk memenuhi segala impian dan harapan dari keluarganya. Lantas setelah terjadinya kecelakaan ini, kemungkinan impian dan harapan terhadap korban akan pupus. Anak korban, yang mungkin tadinya memiliki harapan untuk sekolah sampai dengan jenjang pendidikan tingkat tinggi pun akan pupus, seorang istri korban yang mungkin
tadinya memiliki impian memiliki tempat
APD. Pada dasarnya program-program tersebut
tinggal / rumah sendiri pun akan lenyap, karena
hanya menurunkan tingkat keparahan (severity)
sang ayah / suami meninggal dunia akibat
dari suatu risiko kecelakaan.
kecelakaan kerja.
Yang
ada
dipikiran
kebanyakan
orang,
“kecelakaan itu kan sudah takdir…”, “kan itu sudah
nasibnya,
kenapa
kita
harus
dipermasalahkan sih?”. Pemikiran seperti ini salah satu bagian dari kepasrahan, artinya mengurungkan ide-ide pencegahan terhadap kecelakaan kerja. Padahal kita sebagai manusia telah diberikan anugrah oleh Tuhan yaitu akal pikiran
untuk
memecahkan
Gambar 1. Kasus kecelakaan pendekatan teori
suatu
gunung es
permasalahan. Sementara di pihak organisasi / perusahaan menganggap bahwa kecelakaan
Dari gambar diatas terlihat bahwa kasus-kasus
yang terjadi merupakan “kesalahan” korban
kecelakaan yang tampak pada permukaannya
yang tidak mengindahkan peraturan, tidak
saja, tetapi kejadian nyaris celaka (near misses)
mengikuti SOP, dll. Paradigma “Blaming the
dan perilaku berisiko (at-risk behavior) tidak
person” ini yang memandang bahwa faktor
pernah dilakukan analisa dan evaluasi karena
manusia lah sumber penyebab (root cause)
tidak tampak. Semakin banyaknya perilaku
kecelakaan dan tidak melihat faktor kesalahan
berisiko maka kemungkinan terjadinya kasus
manusia merupakan sebagai akibat dari suatu
kecelakaan dengan kategori fatal akan tinggi.
keadaan. Dewasa ini pendekatan sistem manajemen yang Berbagai
program
untuk
banyak diterapkan sudah mengarah kepada
memperkecil jumlah kecelakaan nampaknya
pendekatan perilaku dan budaya. Pendekatan
masih belum maksimal, baik dari sisi pengusaha
perilaku dan budaya banyak diterapkan karena
dan pemerintah. Program-program tersebut
paradigma lama bahwa kecelakaan disebabkan
hanya
oleh
fokus
pada
dan
usaha
penegakan
aturan,
pendekatan rekayasa teknis, administrasi, dan
faktor
manusia
dan
juga
belum
membudaya aspek K3-nya. Organisasi dengan
budaya K3 baik, maka kemungkinan perilaku
menjelaskan mengenai Teori ABC secara
orang dalam organisasi tersebut lebih aman,
sederhana.
dibandingkan dengan organisasi yang masih belum membudaya aspek K3-nya.
Dalam dunia akademisi, berkembang saat ini berbagai konsep dan metode untuk menilai dan menganalisa budaya K3 di organisasi / perusahaan. Dan juga para praktisi yang sudah mengedepankan
perilaku
mengembangkan
sistem
pada K3
yang
ada
diperusahaan. Tetapi memang masih terdapat perdebatan antar akademisi dan praktisi K3, karena hal ini merupakan bukan keilmuan yang pasti, terdapat faktor-faktor lain yang belum ter identifikasi atau menjadi noise pada hasil penelitian. Perilaku aman bukanlah asumsi, perasaan pribadi dan pengetahuan umum. Dibutuhkan suatu program yang secara spesifik dari
masing-masing
organisasi
Gambar 2. ABC Model Theory. Source : johnnyholland.org
saat
dalam
menerapkan / membangun perilaku aman di tempat kerja.
Menurut
penjelasannya,
Antecedent
merupakan kejadian / event yang mendukung terjadinya Perilaku. Misalnya : ketika seseorang akan menyebrang jalan (pencetus/pemicu), maka orang tersebut akan menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan bahwa tidak ada kendaraan yang melintas (perilaku), dari perilaku tersebut maka konsekuensi dari perilakunya, orang tersebut menyeberang dengan
kondisi
aman.
Penjelasan
diatas
merupakan yang sederhana, sebenarnya dari peneliti-peneliti psikologi, menemukan bahwa
Pengembangan Teori ABC Perilaku Didalam ilmu psikologi, dikembangkan metode dalam menganalisa suatu perilaku. Teori ini
pembentukan perilaku tersebut terjadi karena ada proses pembentuknya, tidak terjadi begitu saja.
dikenal sebagai Model dasar ABC yang dikembangkan oleh B.F. Skinner pada tahun 1930an. Dimana A = Antecedent / Pemicu, B = Behavior / Perilaku, C = Consequence / Konsekuensi. Seperti gambar dibawah ini yang
Dari teori diatas, Sentral Sistem Consulting mengembangkan lebih lanjut mengenai proses pembentukan Perilaku Aman di Tempat Kerja,
tentu saja berdasarkan pengalaman kami di
“menengok
kanan
beberapa perusahaan yang telah kami tangani.
menyeberang jalan karena telah mendapatkan
Perilaku merupakan tindakan atau aktifitas
informasi dari formal yaitu lewat pendidikan
yang dapat diamati secara langsung atau tidak
ataupun pelatihan, ditekankan dari sejak dini,
langsung dan secara otomatis / secara refleks
bahwa apabila akan menyeberang maka harus
dengan niat ataupun tidak. Contohnya adalah
“menengok kanan dan kiri”, jika tidak dilakukan
apabila ada seseorang yang akan menyeberang
maka akan tertabrak oleh kendaraan. Dan
jalan, maka tindakan yang dilakukan adalah
informasi
menengok kanan dan kiri. “Menengok kanan
karena melakukannya berulang kali. Begitu juga
dan kiri” tersebut merupakan perilaku yang
dengan keselamatan kerja, apabila seorang
dituangkan dalam bentuk tindakan yang secara
pekerja secara terus-menerus mendapatkan
spontan dilakukan seseorang ketika ada pemicu
informasi positif dari praktek kerja aman, maka
atau antecedent yaitu menyeberang jalan.
tidak menutup kemungkinan dapat merubah
Apabila diamati dari contoh diatas, maka
seorang pekerja untuk selalu melakukan
perilaku tersebut merupakan perilaku positif
praktek kerja aman dan dapat menjadi perilaku
dalam bidang keselamatan merupakan Perilaku
yang positif / perilaku aman.
tersebut
dan
kiri”
diyakini
sebelum
kebenarannya
Aman. Tetapi perilaku positif tersebut tidak semata-mata timbul begitu saja, ada faktor
Persepsi
pembentuk perilakunya. Faktornya antara lain
Merupakan tindakan menyusun, mengenali,
adalah :
dan menafsirkan informasi sensoris guna
Informasi yang diterima (pengetahuan)
memberikan
Persepsi
tentang lingkungan. Pengalaman masa lalu dan
Pola pikir
asumsi merupakan beberapa pembentuk dari
Kebiasaan (habit)
persepsi. Salah satu persepsi dalam hal
gambaran
dan
pemahaman
keselamatan kerja bahwa pengendalian bahaya Informasi yang diterima
yang
Informasi yang didapat oleh seseorang dapat
Pelindung Diri, padahal menghilangkan potensi
membentuk persepsi yang nantinya akan
bahaya (eliminasi) adalah langkah terbaik dalam
diyakini
adalah
mengendalikan bahaya itu sendiri. Pengalaman
informasi secara formal atau informal. Dari
masa lalu dari pembentukan persepsi sangat
contoh kasus diatas, bahwa seseorang akan
erat juga dalam membentuk perilaku aman.
kebenarannya,
misalnya
terbaik
adalah
menggunakan
Alat
Contohnya adalah seseorang yang pernah
Kebiasaan (Habit)
mengalami near miss, maka kejadian tersebut
Tindakan yang dilakukan terus menerus dan
menjadi pengalaman positif yang masuk
diakui kebenarannya (walaupun tidak selalu
kedalam pikirannya dan menjadi persepsi. Dan
benar) akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan
kemudian seseorang tersebut akan terus
tersebut bisa berbentuk positif atau negative.
mengingat kejadian itu dan mencoba untuk
Kebiasaan negative / positif tersebut dilakukan
mencegah atau menghindarinya.
juga dengan coba-coba (trial and error) dan barulah
diakui
kebenarannya.
Contoh
Pola Pikir
mengenai kebiasaan dalam bidang K3, adalah
Salah satu pembentuk perilaku seseorang
“Pointing and Calling” yang dilakukan oleh
adalah Pola Pikir. Tindakan seseorang yang
orang-orang jepang untuk memastikan bahwa
dipengaruhi oleh pola pikir dapat terjadi baik di
tindakan yang dilakukan sudah aman atau
sengaja atau tidak di sengaja. Pola pikir ini juga
benar sesuai dengan SOP dengan menunjuk
dipengaruhi oleh informasi yang diterima baik
obyek dan berkata “Yosh!!!”. Hal ini ternyata
formal
sudah
atau
informal
(pengetahuan),
menjadi
kebiasaan
positif
dan
pengalaman, dan emosi. Contoh sederhana
mempengaruhi perilaku aman di tempat kerja
pola pikir yang terjadi di dunia K3 yaitu
serta mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
keselamatan kerja merupakan tanggung jawab perusahaan, jadi apabila terjadi kecelakaan kerja merupakan tanggung jawab perusahaan. Padahal tanggung
Keselamatan jawab
Kerja
merupakan
masing-masing
individu.
Sebaik-baiknya pengendalian bahaya dilakukan, apabila seseorang masih berperilaku tidak aman (negative), maka kemungkinan besar
Gambar 3. Pointing and Calling
terjadi kegagalan dalam pengendalian bahaya dan muncul near miss sampai dengan terjadinya
Dari faktor-faktor pembentuk perilaku diatas,
kecelakaan kerja.
dapat di Tarik kesimpulan mengenai pendorong terjadinya perilaku tidak aman di tempat kerja.
Tidak Paham -> Pengetahuan Kurang Pengetahuan seseorang sangat mempengaruhi persepsi dan pola pikir dan akhirnya membentuk perilaku dan sikap. Pengetahuan ini bisa didapat dari kegiatan formal (sekolah, training, dll) atau informal (sharing, membaca, dll). Begitu juga dengan K3,
Gambar 4. Pendorong Perilaku Tidak Aman
apabila seseorang melakukan tindakan tidak aman, sebaiknya kita tidak mengkoreksi tindakannya, namun di analisa terlebih dahulu mulai dari
Budaya -> Pengaruh Lingkungan Seseorang berperilaku tidak aman dipengaruhi oleh budaya dan di telaah lebih dalam karena pengaruh lingkungan. Di Indonesia yang namanya “Nekat” dalam melakukan tindakan tertentu bahwa orang tersebut dapat dikatakan “Jantan” atau “Hebat”. Padahal orang tersebut telah melakukan suatu
pemahaman
dari
tindakan
yang
dilakukan.
Contohnya, banyak orang yang beranggapan apabila memasukkan tangan ke dalam kantong saku celana sambil berjalan itu berbahaya, karena jika orang tersebut tersandung maka keseimbangan badannya akan berkurang ditambah lagi tidak ada tumpuan dari tangan untuk menahan badan.
tindakan yang tidak aman (Unsafe Act). Misalnya, orang yang sedang bekerja di ketinggian tanpa menggunakan body harness, mereka beranggapan bahwa hal tersebut adalah jantan dan memang pekerjaan seorang laki-laki. Hal tersebut adalah salah besar, karena tidak disadari bahwa mereka melakukan tindakan tidak aman (Unsafe Act).
Paham -> Karena Kondisi Seseorang melakukan tindakan tidak aman bisa secara sadar dan paham, namun dikarenakan kondisi yang tidak mendukung atau infrastruktur yang kurang memadai, mereka melakukan tindakan tidak aman tersebut, dengan alasan yang beragam, seperti “biar cepat”, “urgent”, dll. Tetapi hal tersebut sangat lah tidak tepat, bagaimanapun tindakan tidak aman bisa memicu terjadinya kecelakaan, walaupun dilakukan pengawasan. Contohnya, ada beberapa orang yang melakukan pekerjaan di ketinggian tapi tidak menggunakan tangga atau staging yang sesuai. Padahal tindakan itu merupakan unsafe act yang dapat memicu kecelakaan kerja.
Gambar 5. Bekerja di Ketinggian
ini
di
analisa
setelah
semua
faktor
telah
terinvestigasi dengan tepat.
Kesimpulan Dalam membentuk perilaku aman di tempat kerja bukanlah mimpi. Banyak perusahaan-perusahaan yang telah membentuk perilaku aman di tempat kerja dan terbentuknya budaya K3 di tempat kerja. Sehingga, K3 merupakan bagian yang tidak terpisahkan didalam aktifitas bisnis perusahaan.
Gambar 6. Memasang Spanduk
Faktor pendorong yang telah dijelaskan diatas Paham -> Mengacuhkan / Meremehkan
adalah hasil dari pengamatan dan pengalaman
Tindakan tidak aman yang dilakukan walaupun
penulis
mereka paham bahwa itu tidak benar selanjutnya
mendalam mengenai hal ini.
bisa karena mereka mengacuhkan / meremehkan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik
Hal itu karena mereka memiliki pengalaman yang
kesimpulan adalah sebagai berikut :
berulang dan tidak mengalami kecelakaan. Kita
Program K3 yang dibuat perusahaan Hanya
tidak boleh meremehkan / mengacuhkan potensi
Fokus terhadap risiko yang bersifat kritis. Namun
bahaya sekecil apapun, karena setiap aktifitas kita
untuk menekan perilaku tidak aman sangat
pasti memiliki potensi bahaya walaupun risiko yang
jarang di sentuh oleh perusahaan.
bukan
semata-mata
penelitian
yang
yang
Identifikasi bahaya yang dilakukan perusahaan
menganggap pekerjaan dengan tingkat risiko “Low”
belum menyentuh kepada perilaku / tindakan
atau kecil tidak perlu untuk di review kembali atau
seorang pekerja, sehingga apabila terjadi insiden
dilakukan
pengendaliannya.
yang tidak teridentifikasi sebelumnya didalam
Padahal pengendalian bahaya harus selalu di review
identifikasi bahaya memiliki kecenderungan
untuk melihat seberapa efektif penerapannya, agar
akan menyudutkan pekerja. Padahal penjelasan
tidak terjadi kecelakaan.
diatas
kecil.
Contohnya,
kontrol
banyak
terhadap
perusahaan
menyebutkan
faktor
pendorong
seseorang melakukan tindakan tidak aman ada Paham -> Tidak Sengaja / Human Error
beberapa.
Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia tidak luput dari
Pencegahan terhadap perilaku tidak aman akibat
lupa, lalai, lengah dan human error. Namun
pengaruh lingkungan adalah dengan membuka
kebanyakan hal ini dijadikan senjata Pamungkas
wawasan terhadap hal-hal yang selama ini
didalam hasil investigasi insiden. Sebaiknya faktor
dianggap biasa dilakukan (budaya) menjadi hal
yang harus dijadikan perhatian. Misalnya dengan
lain terjepit pada mesin tersebut dikarenakan
melakukan pelatihan, seminar, forum diskusi,
tidak terkendali.
pemasangan poster, dll. Pencegahan terhadap perilaku tidak aman akibat pengetahuan yang kurang bisa dilakukan juga dengan menambah wawasan kepada pekerja hal-hal yang selama ini belum diketahui dalam bidang K3. Bisa dilakukan dengan pelatihan, seminar, forum diskusi, tool box meeting, dll. Pencegahan terhadap perilaku tidak aman akibat kondisi adalah dengan membuat perencanaan
Gambar 7. Double Push Button
pekerjaan yang baik. Dan memasukkan hal-hal
Peran serta seorang pemimpin perusahaan
yang berkaitan dengan K3 tanpa terkecuali.
sangatlah dominan dalam menerapkan perilaku
Perencanaan pekerjaan yang baik dapat juga
aman ditempat kerja. Karena pemimpin menjadi
mencegah terjadinya insiden.
“role model” dalam berperilaku aman di tempat
Pencegahan terhadap perilaku tidak aman akibat meremehkan / mengacuhkan adalah dengan membuka pola pikir pekerja. Hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara yang strategis dan terarah. Memang tidak mudah membuka pola pikir seseorang, harus selalu dilakukan intervensi terhadap orang tersebut. Peran serta seorang pemimpin sangat penting dalam perubahan pola pikir ini. Dan terakhir adalah pencegahan terhadap perilaku tidak aman akibat human error, adalah dengan
menerapkan
sistem
pengendalian
bahaya dengan metode “error proofing” atau “Pokayoke”. Banyak perusahaan yang sudah menerapkan
pengendalian
ini,
contoh
sederhananya adalah pemasangan double push button pada mesin stamping di industri manufaktur. Ini untuk mencegah tangan yang
kerja dan penentu sukses dalam menerapak sistem manajemen K3.