1
HUBUNGAN ANTARA RASA AMAN DI TEMPAT KERJA (WORKPLACE SAFETY) DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN PT. ASP CABANG SUMATERA SELATAN
Manda Dwi Hardina Retno Kumolohadi
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang negatif antara rasa aman di tempat kerja dengan stres kerja pada karyawan. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara rasa aman di tempat kerja dengan stres kerja pada karyawan PT. ASP cabang Sumatera Selatan. Semakin tinggi rasa aman di tempat kerja, semakin rendah stres kerja. Sebaliknya semakin rendah rasa aman di tempat kerja, maka semakin tinggi stres kerja. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan PT. ASP cabang Sumatera Selatan, DSO Lubuk Linggau. Tehnik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode purposive sampling. Adapun skala yang digunakan adalah skala yang dirancang sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek dari teori-teori para ahli. Skala Rasa aman di tempat kerja disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan Siagian (2004) yang mengacu pada teori Abraham Maslow dan skala stres kerja disusun oleh Diahsari (2001) yang mengacu pada teori Beehr dan Newman. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12.0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara rasa aman di tempat kerja dengan stres kerja. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi rxy = -0,492 dan p = 0,003 (p<0,01) yang artinya ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara rasa aman di tempat kerja dengan stres kerja. Jadi hipotesis penelitian ini diterima.
Kata kunci : Rasa aman di tempat kerja, stres kerja
2
PENGANTAR Menurut Anoraga (2006), seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktivitas bekerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada sebelumnya, misalnya terpenuhinya kebutuhan fisiologis seperti sandang, pangan dan papan yang lebih layak. Setiap pekerja mendambakan lingkungan kerja yang nyaman tanpa adanya gangguan, karena adanya gangguan di lingkungan kerja akan memberikan dampak negatif bagi pekerja salah satunya adalah stres kerja. Saat ini stres kerja masih menjadi suatu ancaman bagi pekerja di Indonesia, karena berdasarkan data dari www.faperta.ugm.ac.id (2001) diketahui bahwa stres pada pekerja meningkat pada enam tahun belakangan ini dan akan terus meningkat setiap tahunnya, hal ini dipicu oleh adanya krisis ekonomi dan gejolak-gejolak lainnya yang terjadi di Indonesia, data ini diperoleh dari survey yang dilakukan oleh Badan Litbang Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1995. Kemudian pada tahun 2004, seorang pekerja wanita asal Riau melakukan bunuh diri, yang diduga karena mengalami stres akibat tekanan dari majikannya (www.kompas.com, 2004). Kasus
lainnya
adalah
pengakuan
salah
seorang
karyawan
yang
mengungkapkan bahwa beberapa karyawan di PT. ASP cabang Sumatera Selatan mengalami stres kerja yang disebabkan oleh kondisi kerja yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan jiwa karyawan. Data ini diperoleh dari wawancara presurvey yang dilakukan di PT. ASP cabang Sumatera Selatan, yang merupakan suatu perusahaan perseroan yang bergerak dibidang distribusi rokok, terutama
3
produksi PT. Djarum. Perusahaan ini mendistribusikan produk PT. Djarum diseluruh kawasan Sumatera Selatan. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa kondisi kerja yang menimbulkan kecemasan dan perasaan tertekan diakibatkan oleh sering terjadinya perampokan di jalan saat mendistribusikan barang dan pencurian di kantor dengan kekerasan, adanya pemerasan dari preman saat memasok barang di pasar, dan lain sebagainya, yang hal ini berdampak pada terjadinya ketegangan pada karyawan di tempat kerja. Hal ini ditegaskan pula oleh district supervisor perusahaan tersebut, yang menyebutkan bahwa beberapa karyawan merasa stres, akibat beban pekerjaan di lingkungan kerja yang dirasakan karyawan sangat berisiko terhadap keselamatan jiwa karyawan. Stres kerja merupakan perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan, yang disebabkan oleh stresor yang datang dari lingkungan kerja seperti faktor lingkungan, organisasi dan individu. Tinggi rendahnya tingkat stres kerja tergantung dari manajemen stres yang dilakukan oleh individu dalam menghadapi stresor pekerjaan tersebut (Ilmi, www.adln.lib.unair.ac.id, 2003). Gibson, dkk (1996) menambahkan bahwa stres kerja adalah suatu respon adaptif yang dipengaruhi oleh karakteristik individu atau proses psikologis sebagai konsekuensi dari perilaku atau kejadian-kejadian pada lingkungan kerja yang menimbulkan akibatakibat khusus secara psikologis maupun fisiologis terhadap perilaku. Berdasarkan uraian teori yang telah diuraikan diatas, maka dapat dilihat bahwa lingkungan kerja berpengaruh pada terbentuknya stres kerja.
4
Terciptanya lingkungan kerja yang aman dan pengadaan sarana-sarana kerja yang memadai dan dapat menjamin keselamatan, keamanan dan kesehatan merupakan dambaan setiap karyawan. Menurut Siagian (2004), kurang terpenuhinya kebutuhan rasa aman di tempat kerja, akan berhubungan dengan produktivitas kerja yang merosot, tingkat kemangkiran yang tinggi, keinginan pindah yang besar, kepuasan kerja yang rendah, tingkat stres yang tinggi, disiplin kerja tidak sesuai dengan harapan dan tuntutan organisasi, konflik yang berlarut-larut tidak diselesaikan dan berbagai hal negatif lainnya. Dengan demikian, diketahui bahwa kurang terpenuhinya rasa aman bagi karyawan di tempat kerja, berkaitan langsung dengan terjadinya stres pada karyawan. Tempat kerja yang berbahaya menimbulkan perasaan tidak aman saat berada di tempat kerja. Rasa tidak aman ini menghasilkan perasaan cemas, takut, dan merasa terancam di tempat kerja. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Maslow (1970) yang menyebutkan bahwa rasa aman merupakan perasaan bebas dari segala bentuk ancaman dan rasa takut. Adanya perasaan cemas, takut, dan terancam merupakan salah satu gejala psikis dari stres kerja, karena sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Beehr (1995), salah satu gejala stres kerja adalah adanya kebingungan, kecemasan dan ketakutan saat bekerja. Kemudian, Diahsari (2001) menambahkan bahwa stres kerja yang dialami oleh individu, pada intinya merujuk pada kondisi pekerjaan yang mengancam individu. Maka adanya perasaan cemas, takut, dan terancam akan berdampak pada kognitif, perilaku, dan afektif pekerja, misalnya pekerja menjadi tidak tenang, menghindari pekerjaan, tingkat absensi yang tinggi,
5
hubungan interpersonal dengan rekan memburuk, menjadi tidak percaya diri, dan menurunnya motivasi serta produktivitas pekerja, yang hal ini merupakan gejalagejala dari munculnya stres kerja. Dengan rumusan ini, maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara rasa aman di tempat kerja dengan stres kerja yang dialami karyawan, khususnya karyawan PT. ASP cabang Sumatera Selatan. TINJAUAN TEORI Frasser (1992) menyebutkan bahwa stres kerja adalah stres yang terjadi dalam bidang pekerjaan sebagai akibat dari adanya ketidakseimbangan antara karakteristik individu dengan tuntutan pekerjaan dan lingkungannya yang dipersepsikan sebagai hal-hal yang mengancam kesejahteraan individu. Menurut Anoraga (2006) stres kerja merupakan suatu tanggapan seseorang secara fisik maupun mental terhadap perubahan lingkungannya, yang dirasakan menganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Perubahan lingkungan yang mengakibatkan seseorang merasa terganggu dan merasa terancam dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jabatan dalam pekerjaan yang tidak pasti, gaji atau upah yang diberikan tidak sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukan, atau lingkungan kerja yang tidak sehat dan tidak aman. Berdasarkan teori Beerh (1995), keadaan stres yang dapat dilihat dari beberapa gejala seperti, gejala fisik, psikis dan perilaku, yang menyangkut stressor di tempat kerja, menghasilkan aspek stres kerja yang terbagi menjadi tiga yaitu: 1) Aspek fisik meliputi: terganggunya sistem pembuluh jantung, misalnya terjadinya peningkatan tekanan darah saat menghadapi pekerjaan, adanya gangguan perut
6
saat kerja, adanya gangguan kulit sebagai akibat tekanan pekerjaan, sakit kepala, makan berlebihan, kehilangan selera makan dan menurunnya berat badan sebagai akibat dari stresor di tempat kerja, adanya kelelahan fisik karena beban pekerjaan, gangguan tidur bahkan menyebabkan kematian, yang disebabkan oleh stresor di tempat kerja. 2) Aspek psikis meliputi: Adanya kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung di tempat kerja; Adanya perasaan frustasi, marah dan kesal karena beban pekerjaan di kantor; emosi menjadi sensitif dan hiperaktif saat berinteraksi dengan rekan sekerja; adanya perasaan tertekan di tempat kerja; kemampuan berkomunikasi efektif menjadi kurang, sehingga tidak mampu menjalin komunikasi yang baik dengan rekan sekerja; menarik diri dan depresi dari lingkungan kerja; adanya perasaan terisolir dan terasing di tempat kerja, kebosanan dan ketidakpuasan dalam bekerja; kelelahan mental, dan menurunnya fungsi intelektual; kehilangan konsentrasi; kehilangan spontanitas dan kreativitas; menurunnya harga diri, yang disebabkan oleh tresor di tempat kerja seperti, kondisi kerja, hubungan interpersonal yang buruk dalam lingkungan kerja, adanya konflik peran sehingga menimbulkan ketidakjelasan peran dan tanggung jawab, dan adanya iklim dan struktur organisasi yang buruk di tempat kerja. 3) Aspek perilaku, meliputi: bermalasan-malasan di tempat kerja, menghindari pekerjaan, kinerja dan produktivitas menurun; tingginya absensi pekerja.
7
Maslow (1970) sendiri berpendapat bahwa rasa aman meliputi kestabilan hidup, adanya perlindungan, bebas dari rasa takut, cemas, kekacauan, adanya kejelasan dalam struktur, hukum, batasan-batasan, dan kekuatan dari pelindung. Myers (1986) menyatakan bahwa rasa aman dalam tempat kerja meliputi keadilan, konsistensi, ketentraman, keakraban antar pekerja, terdapatnya prosedur untuk menyampaikan keluhan, serta adanya kejelasan dan terjaminnya hak-hak pribadi pekerja. Berdasarkan hierarki kebutuhan yang ajukan oleh Abraham Maslow, Siagian (2004) mengelompokkan aspek rasa aman menjadi dua aspek yaitu : a. Keamanan fisik. Keamanan fisik yang dimaksud berupa, adanya fasilitas yang aman saat pergi dan pulang dari tempat kerja, adanya jaminan keselamatan jiwa dan keamanan harta benda di tempat kerja, dan adanya keamanan peralatan kerja. b. Keamanan psikologis. Keamanan psikologis antara lain perlakuan yang manusiawi, seperti perlakuan yang baik dari atasan, adanya jaminan kesehatan, adanya pensiun, adanya asuransi jiwa, dan hubungan interpersonal yang baik di tempat kerja. HIPOTESIS Hipotesis yang diajukan berdasarkan uraian diatas adalah ada korelasi negatif antara rasa aman di tempat kerja dengan stres kerja. Semakin tinggi rasa aman maka akan semakin rendah stres kerja yang dialami karyawan atau sebaliknya semakin rendah rasa aman di tempat kerja maka akan semakin tinggi stres kerja.
8
METODE PENELITIAN Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua yaitu, rasa aman di tempat kerja sebagai variabel bebas dan stres kerja sebagai variabel tergantung. Subjek penelitian ini menggunakan karyawan PT. ASP cabang Sumatera Selatan, dengan ciri-ciri yaitu pekerja tetap dan bertugas sebagai distributor barang ke daerah-daerah di wilayah Sumatera Selatan. Semua subyek penelitian yang bekerja di perusahaan tersebut berjenis kelamin laki-laki. Metode pengumpulan data menggunakan angket yang terdiri dari dua skala, yaitu skala stres kerja dan skala rasa aman di tempat kerja. Skala stres kerja dan rasa aman di tempat kerja disusun sendiri oleh peneliti. Skala stres kerja disusun dengan mengacu pada teori dari Beerh (1995), skala terdiri dari 35 aitem. Kemudian skala rasa aman di tempat kerja menggunakan teori Siagian (2004) yang mengacu pada teori Abraham Maslow, skala terdiri dari 21 aitem. Skala terdiri dari lima alternatif Jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak dapat menentukan (N), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Pemberian skornya tergantung dari favorable atau unfavorable suatu butir pada masing-masing variabel. Pemberian skor akan bergerak dari 5 sampai 1 untuk butir favourable dan 1 sampai 5 untuk butir unfavourable. Berdasarkan analisis aitem skala stres kerja dan rasa aman di tempat kerja, menunjukkan skala stres kerja memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,88 yang artinya dapat diandalkan. Skala rasa aman di tempat kerja, memiliki koefisien reliabilitasnya sebesar 0,84 yang artinya dapat diandalkan.
9
HASIL PENELITIAN Berdasarkan data-data yang telah diperoleh, maka hubungan antara rasa aman di tempat kerja dengan stres kerja pada karyawan PT. ASP cabang Sumatera Selatan adalah sebagai berikut : Deskripsi hasil penelitian Hipotetik Variabel X.min X.max Mean SD Rasa aman 21 105 63 14 di tempat kerja Stres Kerja 35 175 105 23,33
Empirik X.min X.max Mean SD 48 74 58,83 6,534 50
118
80,13 18,184
Berdasarkan deskripsi data penelitian di atas dapat dilihat apakah rasa aman di tempat kerja dan stres kerja subjek tergolong tinggi, sedang, atau rendah yaitu dengan cara membuat kategorisasi masing-masing variabel. Sangat tinggi = (M+1,8SD<X) Tinggi
= (M+0,6SD<X=M+1,8SD)
Sedang
= (M-0,6SD<X=M+0,6SD)
Rendah
= (M-1,8SD=X= M-0,6SD)
Sangat Rendah = (X<M-1,8SD) Keterangan : X
= Skor total
SD
= Deviasi standar hipotetik
M
= Mean hipotetik
10
Kriteria kategori skor skala Rasa Aman di Tempat Kerja Kategori Skor Frekuensi Sangat tinggi X > 88,2 0 Tinggi 71,4 < X = 88,2 1 Sedang 54,6 < X = 71,4 22 Rendah 37,8 < X = 54,6 7 Sangat rendah X < 37,8 0 Jumlah 30
Persentase (%) 0 % 3,33 % 73,33 % 23,33 % 0 % 100 %
Berdasarkan kategori skor skala rasa aman di tempat kerja diatas, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian yang mempunyai mean sebesar 58,83 termasuk dalam kategori sedang. Kriteria kategori skor skala Stres Kerja Kategori Skor Sangat tinggi X > 146,994 Tinggi 118,998 < X = 146,994 Sedang 91,002 < X = 118,998 Rendah 63,006 < X = 91,002 Sangat Rendah X < 63,006 Jumlah
Frekuensi 0 1 8 17 4 30
Persentase (%) 0 % 3,33 % 26,66 % 56,55 % 13,33 % 100 %
Berdasarkan kategori skor skala stres kerja di atas, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian yang mempunyai mean sebesar 80,13
termasuk dalam
kategori rendah. a) Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel penelitian ini terdistribusi secara normal. Uji normalitas dilakukan dengan teknik One Sample Kolmogorov-Smirnov test menggunakan komputer program SPSS 12.0 for windows.
11
Hasil Uji Normalitas Variabel Rasa Aman di Tempat Kerja Stres Kerja
Skor K-SZ
p
Kategori
1,191
0,217
normal
0,906
0,165
normal
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa masing-masing variabel terdistribusi dengan normal, yaitu pada variabel stres kerja, skor K-SZ= 0,906; p > 0,05, begitu pula dengan variabel rasa aman di tempat kerja, skor K-SZ= 1,191 ; p > 0,05. b). Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel stres kerja dan variabel rasa aman di tempat kerja (workplace safety) memiliki hubungan yang linear. Uji linearitas dilakukan dengan teknik Bivariation Linear menggunakan komputer program SPSS 12.0 for windows. Hasil Uji Linearitas Variabel Stres Kerja Rasa Aman di Tempat kerja
F 7,548
p 0,015
Keterangan Linear
(p<0,05)
c) Uji Hipotesis Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan teknik korelasi product moment dari Pearson melalui program SPSS 12.0 for windows, maka diketahui bahwa, ada korelasi antara stres kerja dan rasa aman di tempat kerja, dengan nilai rxy = -0,492 dan p = 0,003 (p<0,01) yang menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan
12
antara stres kerja dan rasa aman di tempat kerja, hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima. d) Analisis Tambahan Analisis tambahan ini, menggunakan analisis regresi linier berganda. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sumbangan efektif dari rasa aman di tempat kerja yang terbagi menjadi dua aspek, yaitu aspek keamanan fisik dan aspek keamanan psikologis. Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa kemanan psikologis mempengaruhi secara signifikan terhadap stres kerja dengan nilai t = -3,199 dan nilai p = 0,004 (p < 0,05). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisi diketahui bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara rasa aman ditempat kerja dengan stres kerja pada karyawan PT. ASP cabang Sumatera Selatan, yang berarti bahwa hipotesis diterima. Adanya hubungan antara rasa aman di tempat kerja dengan stres kerja dapat dimengerti karena rasa aman di tempat kerja merupakan faktor yang mempengaruhi timbul atau tidaknya stres kerja. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Siagian (2004), bahwa kurang terpenuhinya kebutuhan rasa aman di tempat kerja, berhubungan dengan produktivitas kerja yang merosot, tingkat kemangkiran yang tinggi, keinginan pindah yang besar, kepuasan kerja yang rendah, tingkat stres yang tinggi, disiplin kerja tidak sesuai dengan harapan dan tuntutan organisasi, konflik yang berlarut-larut tidak diselesaikan dan berbagai hal negatif lainnya.
13
Terpenuhinya rasa aman di tempat kerja, akan mempengaruhi kognitif, afektif, dan perilaku individu saat bekerja. Individu yang telah berhasil memenuhi kebutuhan rasa amannya, akan memiliki pola pikir (kognitif) yang berbeda dengan individu yang gagal dalam memenuhi kebutuhan rasa amannya. Individu yang telah berhasil memenuhi kebutuhan rasa amannya, cenderung memiliki persepsi yang positif terhadap lingkungannya. Hal ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Fromm-Reichman dan Sullivan (Buana, 2001) yang berpendapat bahwa individu yang merasa aman dapat diamati dari tidak adanya ketakutan, kekhawatiran, maupun kecemasan terhadap suatu objek yang dapat mengancam dirinya. Rasa aman yang telah terpenuhi pada individu secara kognitif, berdampak pada menurunnya stres kerja. Adanya persepsi positif terhadap pekerjaan, membuat individu merasa lebih nyaman dan tentram saat bekerja, sehingga tekanan yang diakibatkan oleh pekerjaan pun menurun, ini dibuktikan oleh penelitian dari Diahsari (2001) yang mengungkapkan bahwa stres kerja yang dialami oleh individu, pada intinya merujuk pada kondisi pekerjaan yang mengancam individu. Apabila individu merasa pekerjaan mereka bukanlah suatu hal yang mengancam, maka tekanan yang diakibat pekerjaan pun akan rendah. Individu yang secara kognitif merasa aman di tempat kerjanya, cenderung akan lebih percaya diri saat bekerja. Ini terlihat dari tidak ada ketakutan atau keraguraguan dalam menyelesaikan pekerjaan. Rasa Percaya diri yang tinggi ini, berpengaruh pada sikap individu di tempat kerja, misalnya individu mampu menyelesaikan tugas dengan maksimal, dapat menyampaikan pendapat dengan baik,
14
berani menghadapi tantangan kerja, bersemangat dalam bekerja, serta menjadi lebih aktif dan produktif saat bekerja. Meningkatnya kepercayaan diri yang berdampak pada perilaku kerja individu ini, berkorelasi dengan menurunnya stres kerja. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Kurnia (1996) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah stres kerja. Begitu pula halnya dengan faktor afektif pada individu, individu yang merasa aman di tempat kerja memiliki kemampuan yang baik untuk menjalin hubungan pertemanan di lingkungan kerja, dapat dengan mudah bekerja sama dengan orang lain, dapat menjaga keharmonisan dalam kelompoknya, dan lain sebagainya yang menghasilkan perasaan tenang selama berada di lingkungan kerja. Hal ini sesuai dengan teori dari Noyes & Kolb (Buana,2001) yang menyebutkan bahwa hubungan antar manusia, dimungkinkan dapat menimbulkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepedihan, kesenangan, cinta, benci, rasa bersalah, cemburu, iri hati, serta rasa aman dan status. Berkaitan dengan kebutuhan individu untuk mendapatkan rasa aman, khususnya rasa aman di tempat kerja, maka setiap individu sedapat mungkin akan menjauhi konflik interpersonal dan permusuhan antar karyawan di tempat kerja, selalu menjaga hubungan dengan kelompoknya dan dengan atasannya di tempat kerja, berusaha untuk mendapatkan kehangatan dari rekan-rekan di tempat kerja, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, adanya hubungan interpersonal yang baik di lingkungan kerja, akan memberikan rasa aman bagi karyawan sekaligus dapat menurunkan stres kerja yang mereka alami, hal ini sesuai dengan pendapat dari Hartanto (www.lptui.com,
15
2002) yang mengatakan bahwa hubungan interpersonal di kantor sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja seseorang akan pekerjaannya. Jaringan sosial yang luas, dukungan dari para pekerja, manajemen dan keluarga serta teman dapat membantu untuk mengurangi tekanan yang muncul. Dengan demikian adanya dukungan sosial dari lingkungan kerja, dapat menjadi penyangga dari stres yang berdampak pada penurunan tingkat stres. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki kognitif, perilaku dan afektif yang baik di tempat kerja, yang ditandai dengan tidak adanya ketakutan, kekhawatiran, maupun kecemasan terhadap suatu objek yang dapat mengancam dirinya, serta adanya hubungan interpersonal yang baik dan mendapat dukungan sosial dari orang-orang di lingkungannya, akan menghasilkan rasa aman di tempat kerja. Adanya rasa aman ini akan membuat individu menjadi lebih nyaman, tentram dan tenang saat bekerja, sehingga tekanan yang dialami individu akibat pekerjaan menurun. Kelemahan dalam penelitian ini adalah, peneliti tidak mengungkap faktor lain yang ikut mempengaruhi tinggi rendahnya stres seperti faktor usia dan lama bekerja. KESIMPULAN Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa rasa aman di tempat kerja memiliki hubungan negatif yang sangat signifikan dengan stres kerja pada karyawan PT. ASP cabang Sumatera Selatan. Semakin tinggi rasa aman di tempat kerja maka semakin rendah stres kerja, sebaliknya semakin rendah rasa aman di tempat kerja maka semakin tinggi stres kerja.
16
SARAN 1. Kepada peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengeksplorasi lebih dalam mengenai faktor lain yang peneliti rasa cukup signifikan mempengaruhi stres kerja, seperti dukungan sosial, pengalaman kerja, dan tipe kepribadian karyawan. 2. Kepada subjek penelitian, agar senantiasa mempertahankan hubungan yang baik antar karyawan dan atasan di lingkungan kerja. Hal ini sangat penting dalam membantu menurunkan ketegangan yang disebabkan karena lingkungan kerja, dengan menjalin hubungan yang baik antar karyawan dan atasan, maka akan terbentuk perasaan aman, saling melindungi, dan nyaman saat bekerja sehingga ketegangan yang dapat menimbulkan stres kerja pada karyawan menurun. 3. Kepada District Supervisor dan seluruh karyawan PT. ASP cabang Sumatera Selatan, agar dapat mempertahankan hubungan yang baik dengan masyarakat di lingkungan kerja, sehingga dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang aman. Selain itu meningkatkan kerjasama yang baik dengan pihak yang berwajib, sehingga tindak kejahatan yang terjadi di lingkungan kerja tidak terjadi lagi.
17
DAFTAR PUSTAKA Andi. 2004. Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 12. Yogyakarta: Andi Offset Anoraga, P. 2006. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta Anoraga, P, Widiyanti, N. 1993. Psikologi dalam Perusahaan. Jakarta: Rineka Cipta Azwardi, S. 2006. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar Buana, D. 2001. Hubungan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja dengan Kebutuhan Rasa Aman Karyawati. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Chaplin, CP. 1989. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Claradona. 2005. Hubungan Antara Harapan-Harapan Sosial Terhadap Peran Sebagai Mahasiswa Universitas Islam Indonesia dengan Stres yang Dialami Mahasiswa. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial dan Budaya Universitas Islam Indonesia Cooper, C & Straw, A. 2002. Stres Manajemen yang Sukses dalam Sepekan edisi revisi. (terjemahan). Bekasi : Megapoin Diahsari, E.Y. 2001. Kontribusi Stres Pada Produktivitas Kerja. Anima Indonesian Psychological Journal. Vol. 16, No. 4 Frasser, T. M. 1992. Stres dan Kepuasan Kerja (terjemahan). Jakarta: Pustaka Binaman Presindo Gibson, J.L, Ivancevich J.M, Donnelly.Jr, J.H. 1996. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses. Edisi ke 8 (Terjemahan). Jakarta: Binarupa Aksara Hadi, S. 2000. Statistik jilid 2. Yogyakarta : Andi Offset Hall, C.S. & Lindzey, G. 1957. Theories of Personality 3th edition. New York: Jhon Willey & Sons, Inc Hartanto. 2002. Stress kerja (Job-Stress). http://www.lptui.com. 03/03/06
18
Hartanti dan Rahju, S. 2003. Peran Sense of Humor Pada Dampak Negatif Stres Kerja. Anima Indonesian Psychological Journal. Vol. 18, No. 4 Hasibuan, M. 2005. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara http://www.kompas.com/kompas-cetak. 2002. Kriminalitas di Sumatera Selatan. 03/03/06 http://www.kompas.com. 2004. Kekerasan pada Pekerja Wanita. 05/03/07 http://www.idki.or.id,/pelayanan.htm. 2004. Kesehatan Kerja. 03/03/06 http://www.cdc.gov/niosh. 2006. Stress in Today’s Workplace. 03/03/06 http://www.faperta.ugm.ac.id. 2001. Kesehatan Jiwa. 05/03/07 Ilmi, Bahrul. 2003. Occupational Stress, Occupational Stressor, Stress Management. http://adln.lib.unair.ac.id. 12/05/06 Kartono, K dan Gulo, D. 2000. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya Koeswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: PT. Eresco Kurnia, F. 1996. Dukungan Sosial, Kepercayaan Diri Lama Kerja dan Stres Kerja Guru SD di Kotamadya Yogyakarta. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Lianto, B. & Kurniawan, R. 2002. Pengaruh Faktor Kebisingan dan Penerangan Lingkungan Kerja Terhadap Kelelahan dan Kualitas Hasil Kerja Operator Poles. Anima Indonesia Psychological Journal. Vol.17, No. 3 Looker, T dan Gregson, O. 2005. Managing Stress. (Terjemahan). Yogyakarta: Baca! Mangoenprasodjo, S.A. 2005. Self Improvement for Your Stress. Yogyakarta: ThinkFresh Manullang, M. 1975. Dasar-Dasar Management. Medan: Amalahan Maslow, A. 1970. Motivation and Personality 2nd edition. New York: Haper & Row Publisher Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press
19
McClelland, D.C. 1987. Human Motivation. New York: Cambridge University Press Myers, D.G. 1986. Psychology. New York: Worth Publisher, Inc Mangkunegara, A.P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Jakarta: Remaja Rosdakarya Novitasari. 2002. Beban Kerja dan Stress Kerja. http://www.damandiri.online 03/03/06 Rahayu, N. 2000. Stres Kerja Ditinjau dari Persepsi terhadap Karakteristik Pekerjaan dan Strategi Coping. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Rini, J.F. 2002. Stres Kerja. http://www.e-psikologi.com. 12/05/06 Salim, P & Salim, Y. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer Edisi 1. Jakarta: Modern English Press Siagian, S.P. 2004. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo Sullivan, H.S. 1953. Concept of Modern Psychiatry. New York: W.W. Norton & Company Inc Supriyanti, E. 1995. Hubungan Antara Rasa Aman Kerja dan Kepuasan Kerja. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Suryana, A. 2005. Bagaimana Mengembangkan Diri di Tempat Kerja. Jakarta: Progres Tarwaka, Bakri, S., Sudiajeng, L. 2004. Ergonomi: Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Solo: BPDPE Universitas Muhammadiyah Solo Wagner, K.V. 2002. Human Needs. http://www.psychology.about.com. 03/03/06 Wexley, K.N. & Yulk, G.A. 1977. Organizational and Personel Psychology. Home Wood Illinois: Richard P. Irwin
20
Yuwono, I., Suhariadi, F., dan Handoyo, S. 2005. Psikologi Industri dan Organisasi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
21
Nama
: Manda Dwi Hardina
No. Mhs
: 02320171
Alamat
: Jln. Kaliurang km. 6,8. Gg. Teratai, No. 8 Sleman, Yogyakarta
No. Tlp
: 081328096661