II. KERANGKA TEORETIS
A. Tinjauan Pustaka 1.
Keterampilan Proses Sains (KPS) Menurut Herlen dalam Indrawati (1999: 3) keterampilan proses (prosessskill) sebagai proses kognitif termasuk di dalamnya juga interaksi dengan isinya (content). Lebih lanjut Indrawati (1999) dalam Nuh (2010: 1) mengemukakan bahwa, "Keterampilan Proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori , untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)".
Jadi Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru / mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. Dahar (1985) dalam Nuh (2010: 1)
7 Keseluruhan keterampilan ilmiah yang dimaksud Indrawati tersebut di atas mencakup keterampilan kognitif, manual, dan sosial. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Rustaman (2003: 3) bahwa, kan keterampilan-keterampilan
Keterampilan proses sains merupakan kegiatan intelektual yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan dalam menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk-produk sains. Selain itu, keterampilan proses sains dianggap sebagai sejumlah keterampilan yang dibentuk oleh komponen-komponen metode sains/scientific methods. Keterampilan proses dalam pengajaran sains merupakan suatu model atau alternatif pembelajaran sains yang dapat melibatkan siswa dalam tingkah laku dan proses mental, seperti ilmuwan. Funk (1985) dalam Dimyati dan Mudjiono (2002: 140) mengutarakan bahwa: berbagai keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keterampilan proses dasar (basic skill) dan keterampilan terintegrasi (integarted skill). Keterampilan proses dasar meliputi kegiatan yang berhubungan dengan observasi, klasifikasi, pengukuran, komunikasi, prediksi, inferensi. Keterampilan terintegrasi terdiri atas: mengidentifikasi variabel, tabulasi, grafik, diskripsi hubungan variabel, perolehan dan proses data, analisis penyelidikan, hipotesis ekperimen. Rezba dan Wetzel dalam Mahmuddin (2010: 3) menyebutkan bahwa keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu, yaitu: (1) Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain; (2) Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek; (3) Mengukur, membanding-
8 kan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran; (4) Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagi temuan; (5) Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan; (6) Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan. Keterampilan proses dasar merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berpikir logis. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan ke keterampilan proses yang lebih rumit dan kompleks. Perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar atau lebih membentuk keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses terpadu (terintegrasi) diuraikan oleh Weztel dalam Mahmuddin (2010: 4) sebagai berikut: Keterampilan proses terpadu meliputi: (1) merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan; (2)mengidentifikasi variabel, penamaan dan pengendalian terhadap variabel independen, dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan; (3) membuat defenisi operasional, mengembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam penyelidikan berdasarkan karakteristik diamati; (4) percobaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data; (5) interpretasi data, menganalisis hasil penyelidikan. Banyaknya keterampilan yang saling berkaitan dan berkesinambungan dalam suatu proses pembelajaran sains hingga tujuan pembelajaran dapat tercapai, menjadi dasar mengapa melatih/mengembangkan keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains itu penting. Menurut Indrawati (1999: 28), hal itu penting karena, a) Membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya,
9 b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan, c) Meningkatkan daya ingat, d) Memberikan kepuasan instrinstik bila anak telah melakukan sesuatu, e) Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains. Sedangkan menurut Semiawan (1992: 14-15) bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu, a) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa, b) Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsepkonsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret, c) Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relatif, d) Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik. Dengan demikian, adanya keterampilan proses sains akan menyebabkan belajar siswa menjadi lebih bermakna sehingga siswa akan mudah dalam mempelajari konsep-konsep sains serta lebih bisa memahami daripada sekedar menghafal. Akan tetapi terdapat beberapa hal yang memengaruhi keterampilan proses sains yang dituntut untuk dimiliki siswa, di antaranya yaitu perbedaan kemampuan siswa secara genetik, kualitas guru serta perbedaan strategi guru dalam mengajar.
Longfield (2003) dalam Nurohman (2010) membagi keterampilan proses sains menjadi tiga tingkatan, yaitu Basic, Intermediate, dan Edvanced.
10 Tabel 2.1. Klasifikasi Keterampilan Proses Sains (diadaptasi dari Longfield)
Klasifikasi Keterampilan Proses Sains Basic Mengobservasi
Menggunakan indera untuk mengumpulkan informasi.
Membandingkan
Menemukan persamaan dan perbedaan antara dua objek/kejadian.
Mengklasifikasikan
Mengelompokkan objek atau ide dalam kelompok atau ketegori berdasarkan bagian-bagiannya.
Mengukur
Menentukan ukuran objek atau kejadian dengan menggunakan alat ukur yang sesuai
Mengkomunikasikan
Menggunakan lisan, tulisan, atau grafik, untuk menggambarkan kejadian, aksi atau objek.
Membuat Model
Membuat grafik, tulisan, atau untuk menjelaskan ide, kejadian, atau objek
Membuat Data
Menulis hasil observasi dari objek atau kejadian menggunakan gambar, kata-kata, maupun angka. Intermediate
Inferring/menduga
Membuat pernyataan mengenai hasil observasi yang didukung dengan penjelasan yang msuk akal.
Memprediksi
Menerka hasil yang akan terjadi dari suatu kejadian berdasarkan observasi dan biasanya pengetahuan dasar dari kejadian serupa
Advanced Membuat hipotesis
Membuat pernyataan mengenai suatu permasalahan dalam bentuk pertanyaan
Merancang
Membuat prosedur yang dapat menguji
Percobaan
hipotesis
11 Klasifikasi Keterampilan Proses Sains
Menginterpretasikan
Membuat dan menggunakan tabel, grafik atau
Data
diagram untuk mengorganisasikan dan menjelaskan informasi.
Adapun menurut Indrawati (1999) dalam Nuh (2010: 2) KPS dan indikatornya adalah sebagai berikut. Tabel 2.2. Aspek KPS Dan Indikatornya
KPS Melakukan pengamatan (observasi)
Indikator 1. Mengidentifikasi ciri-ciri suatu benda 2. Mengidentifikasi persamaan dan perbedaan yang nyata pada objek atau peristiwa 3. Membaca alat ukur 4. Mencocokan gambar dengan uraian tulisn / benda
Menafsirkan pengamatan (interpretasi)
1. Mengidentifikasi fakta-fakta berdasarkan hasil pengamatan 2. Menafsirkan fakta atau data menjadi suatu penjelasn yang logis
Mengelompokkan (klasifikasi)
1. Mencari perbedaan atau persamaan, mengontraskan ciri-ciri, membandingkan dan mencari dasar penggolongan.
Meramalkan (prediksi)
1. Mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecendrungan/ pola yang sudah ada.
Berkomunikasi
1. Mengutarakan suatu gagasan 2. Menjelaskan penggunaan data hasil penginderaan secara akurat suatu objek atau kejadian 3. Mengubah data dalam bentuk tabel kedalam bentuk lainnya misalnya grafik, peta secara
12 KPS
Indikator akurat.
Berhipotesis
1. Hipotesis merupakan dugaan sementara tentang pengaruh variabel amnipulasi terhadap variabel respon. Hipotesis menyatakan penggambaran yang logis dari suatu hubungan yang dapat diuji melalui eksperimen.
Merencanakan percobaan/ penyelidikan
1. Menentukan alat dan bahan, menentukan variabel atau peubah yang terlibat dalam suatu percobaan, menentukan variabel terikat dan variabel bebas, menentukan apa yang diamati, di ukur/ ditulis, serta menentukan cara dan langkah kerja termasuk keterampilan merencanakan penelitian.
Menerapkan sub konsep/prinsip
1. Menggunakan subkonsep yang telah dipelajari dalam situasi baru, menggunakan sub konsep / prinsip pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.
Keterampilan Proses Sains (KPS) dapat diukur/ dinilai. Menurut Mahmuddin (2011: 4), Penilaiannya dapat dilakukan secara tes maupun non tes. Penilaian melalui tes dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis (paper and pencil test). Sedangkan penilaian melalui bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. Penilaian secara tertulis terhadap KPS dapat dilakukan dalam bentuk essai dan pilihan ganda. Pertanyaan yang disusun dalam bentuk pertanyaan konvergen dan pertanyaan divergen. Penilaian dalam bentuk essai memerlukan jawaban yang berupa pembahasan atau uraian kata-kata. Jawaban yang dituliskan oleh siswa akan lebih bersifat subjektif, yang berarti menggambarkan pemahaman yang lebih indiviualistik. Sementara itu, penilaian keterampilan proses sains melalui bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. Pengamatan dalam penilaian ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Selama proses kegiatan pembelajaran sains dilaksanakan, guru dapat melakukan penilaian dengan mengamati perilaku siswa secara langsung dalam menunjukkan kemampuan keterampilan proses sains yang dimiliki.
13 Selain itu, hasil-hasil pekerjaan tugas siswa atau produk hasil belajar siswa juga dapat diamati untuk menilai keterampilan proses siswa secara integrative.
Berkenaan dengan hal tersebut, Arikunto (2008) menjelaskan, Penilaian keterampilan proses dengan melalui bukan tes diperlukan lembar pengamatan yang lebih rinci untuk menilai perilaku yang diharapkan. Lembar pengamatan ini dapat berupa rubrik, daftar chek atau skala bertingkat. Menilai siswa dengan menggunakan rubrik, dapat mendeterminasikan kemampuan siswa berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan. Rubrik penilaian memuat kriteria esensial terhadap tugas atau standar keterampilan proses sains serta level unjuk kerja yang tepat terhadap setiap kriteria
Bajah dalam Mahmuddin (2011: 5) menyatakan bahwa penilaian dalam keterampilan proses agak sulit dilakukan melalui tes tertulis dibandingkan dengan teknik observasi. Namun demikian, menggunakan kombinasi kedua teknik penilaian tersebut dapat meningkatkan akurasi penilaian terhadap keterampilan proses sains. Widodo dalam Mahmuddin (2010) merilis cara membuat instrumen penilaian KPS seperti berikut ini. 1) Mengidentifikasikan jenis KPS, ada 11 yakni: mengamati, mengklasifikasikan, menafsirkan, memprediksi, berkomunikasi, mengajukan pertanyaan, mengajukan hipotesis, merencanakan persobaan/penyelidikan, menggunakan alat/bahan/ sumber, menerapkan konsep, melaksanakan penyelidikan/ percobaan. 2) Merumuskan indikator untuk setiap jenis KPS. 3) Menentukan dengan cara bagaimana KPS tersebut diukur (misalnya apakah tes unjuk kerja, tes tulis, ataukah tes lisan). 4) Membuat kisi-kisi instrumen 5) Mengembangkan instrumen pengukuran KPS berdasarkan kisikisi yang dibuat. Pada saat ini perlu mempertimbangkan konteks dalam item tes KPS, kedalaman KPS (untuk siapa tes ini?) 6) Melakukan validasi isi kepada ahli 7) Melakukan ujicoba terbatas untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas empiris. 8) Perbaikan butir-butir yang belum valid. 9) Terapkan sebagai asesmen KPS dalam pembelajaran sains.
14
Berdasarkan uraian cara penilaian KPS tersebut di atas, pada penelitian ini penilaian KPS siswa cukup dilakukan hanya dengan menggunakan teknik bukan tes, yakni dengan mengobservasi menggunakan lembar observasi. Terlampir pada lampiran 9. 2.
Hasil Belajar Setelah melakukan perbuatan belajar, maka seseorang akan memperoleh suatu hasil yang disebut hasil belajar, seperti pernyataan Djamarah dan Zain (2006), Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil
Hal senada juga disampaikan oleh Dimyati dan Mudjiono (2006), belajar adalah hasil dari suatu interaksi atas tindak belajar dan tindak
Sukardi dalam Amali (2001: 34) menyatakan bahwa, Hasil belajar merupakan pencapaian pertumbuhan siswa dalam proses belajar mengajar. Pencapaian belajar ini dapat dievaluasi dengan menggunakan pengukuran. Menurut pendapat Sukardi ini, untuk mengetahui hasil belajar maka perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi tersebut dapat dilakukan dengan cara memerintahkan siswa mengerjakan soal, menilai kegiatan siswa dalam kegiatan praktikum, menilai hasil laporan yang dikerjakan siswa dan caracara lain untuk mengukur hasil belajar tersebut. Lebih lanjut, Hamalik dalam Amali (2001: 34) berpendapat bahwa; Hasil belajar adalah apabila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.
15 Berdasarkan beberapa definisi di atas, hasil belajar berarti perolehan yang telah dicapai dari apa yang dikerjakan/diusahakan selama proses belajar berlangsung. Hasil belajar ini berupa terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Lantas seperti apa bentuk hasil belajar tersebut, apakah hanya sebatas berubah dari tidak tahu menjadi tahu saja. Hamalik dalam Amali (2001: 35) menyatakan bahwa Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan tingkah laku manusia yang terdiri dari se
. Aspek tersebut
selanjutnya dikelompokkan ke dalam bagian-bagian tertentu yang disebut ranah. Selanjutnya, Winkel (1999)
Ada tiga ranah hasil
belajar, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik Senada dengan dua pendapat tersebut di atas, lebih terperinci lagi dijelaskan oleh Bloom dalam Dimyati (2002: 26), ada tiga taksonomi yang dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan internal akibat belajar, yaitu; a. b. c.
Ranah Kognitif, terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu: ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah Afektif, terdiri dari lima perilaku, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. Ranah Psikomotor, terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan, dan kreativitas.
Enam jenis perilaku yang disebutkan pada ranah kognitif di atas adalah rincian dari taksonomi Bloom versi lama. Krathwohl dalam Wulan (2009) menjelaskan bahwa, konsep taksonomi Bloom telah mengalami
16 revisi atau perbaikan. Perubahannya dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut ini. Tabel 2.3. Revisi Taksonomi Bloom Taksonomi C1 Bloom (Pengelama tahuan) Taksono C1 mi Revisi (Mengingat)
C2 C3 C4 (Pema(Apli(Analihaman) kasi) sis) C2 C3 C4 (Mema(Meng(Mengahami) aplikasikan) nalisis)
C5 (Sintesis) C5 (Mengevaluasi)
C6 (Evaluasi) C6 (Mencipta)
Berdasarkan tabel revisi taksonomi Bloom tersebut, ada dua aspek yang dihilangkan/diganti yakni aspek pengetahuan dan sintesis. Aspek pengetahuan diganti dengan aspek mengingat, kemudian aspek sintesis diganti dengan aspek evaluasi (yang sebelumnya berada pada C6) untuk kemudian pada C6 yang kosong akibat pindahnya aspek evaluasi ke C5, diganti dengan aspek mencipta/berkreasi.
Namun demikian, keenam aspek/kategori tersebut tetap saja merupakan suatu hirarkis (berurutan dari yang terendah ke yang tertinggi), dari C1 hingga C6, sesuai dengan Taksonomi Bloom versi lama yang digambarkan dalam bentuk Piramida. Piramida Taksonomi Bloom yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 2.1. berikut.
C6 C5 C4 C3 C2 C1
Gambar 2.1. Klasifikasi Aspek Kognitif
17
(Dimyati, 2002: 26)
Selanjutnya, klasipikasi aspek kognitif taksonomi Bloom yang telah direvisi tersebut di atas dijelaskan dengan detail pada Tabel 2.3. berikut ini. Tabel 2.4. Uraian Taksonomi Bloom Revisi
Aspek Mengingat
Memahami
Mengaplikasi kan
Menganalisis
Evaluasi
Membuat kreasi
Indikator
Keterangan
Mengenali, menyebutkan, menyadari, menghafalkan, mengingat. Menafsirkan, meringkas, menjelaskan, memberi contoh, memperkirakan. Menerapkan, memilih, menjalankan, mengimplementasikan
Dapat menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, prosedur atau istilah yang telah dipelajari tanpa harus memahami atau dapat menggunakannya Dapat memahami yang berarti mengetahui tentang sesuatu hal dan dapat melihatnya dari beberapa segi.
Menguraikan, mengorganisir, membandingkan, membedakan, menemukan makna tersirat. Menafsirkan, memutuskan, memeriksa, mengkritik, Merumuskan, merencanakan, memproduksi.
Dapat menggunakan prinsip, teori, hukum, aturan, maupun metode yang dipelajari pada situasi baru atau pada situasi konkret. Dapat memilah suatu integritas menjadi unsur atau bagian-bagian sehingga jelas susunannya.
Dapat melakukan penilaian terhadap situasi, nilai-nilai dan ide-ide. Dapat merumuskan suatu masalah, merencanakan suatu kegiatan pemecahan masalah, serta memproduksi sesuatu.
Ditilik dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa setelah melaksanakan aktivitas belajar, siswa akan memperoleh sesuatu yang baru
18 yang disebut hasil belajar. Hasil belajar tersebut diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga ranah tersebut dapat diteliti dan diukur secara terpisah dengan teknik dan instrumen yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini meneliti semua ranah yang ada, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik, namun terbatas hanya pada aspekaspek tertentu saja yakni, a.
Ranah Kognitif terbatas hanya pada aspek pemahaman, penerapan dan evaluasi;
b.
Ranah afektif terbatas hanya pada aspek partisipasi serta penilaian dan penentuan sikap saja serta
c.
Ranah psikomotoriknya terbatas pada aspek gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, dan kreativitas.
3.
Metode Eksperimen Roestiyah (2001: 80) menganggap bahwa, Metode eksperimen adalah salah satu cara mengajar, dimana siswa melakukan percobaan tentang suatu hal, mengamati prosesnya, serta menuliskan hasil percobaannya kemudian hasil pengamatan itu disampaikan di kelas dan dievaluasi oleh guru. Sementara itu, Djamarah (2002: 95) menyatakan bahwa, Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diartikan bahwa metode eksperimen adalah cara teratur dan tersistem yang dilakukan dengan membuat/ melaksanakan percobaan secara mandiri untuk membuktikan kebenaran
19 sesuatu (teori, ilmu dsb). Pada penelitian ini, Metode Eksperimen dipilih untuk membelajarkan materi pelajaran fisika pada pokok Besaran dan Satuan, yang didasarkan atas beberapa aspek. Aspek yang dimaksud di antaranya adalah tujuan yang terkandung dalam metode eksperimen, halhal yang harus diperhatikan dalam melakukan metode eksperimen, dan dampak/implikasi yang timbul akibat diterapkannya metode eksperimen. Menurut Sumantri dan Permana dalam Agan (2011), tujuan metode eksperimen di antaranya.
a. b. c.
Agar peserta didik mampu menyimpulkan fakta-fakta, informasi atau data yang diperoleh; Melatih peserta didik merancang, mempersiapkan, melaksanakan dan melaporkan percobaan; Melatih peserta didik menggunakan logika berfikir induktif untuk menarik kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul melalui percobaan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan metode eksperimen menurut Hurrahman (2011) adalah sebagai berikut. a. b. c. d.
e.
Persiapkan terlebih dahulu bahan-bahan yang dibutuhkan, Usahakan siswa terlibat langsung sewaktu mengadakan eksperimen, Sebelum dilaksanakan eksperimen siswa terlebih dahulu diberikan pengarahan tentang petunjuk dan langkah-langkah kegiatan eksperimen yang akan dilakukan, Lakukan pengelompokan atau masing-masing individu melakukan percobaan yang telah direncanakan, bila hasilnya belum memuaskan dapat diulangi lagi untuk membuktikan kebenarannya, dan Setiap individu atau kelompok dapat melaporkan hasil pekerjaannya secara tertulis.
Sedangkan Djamarah (2002: 95-96) menyatakan bahwa, Dengan penerapan metode eksperimen siswa terlatih berpikir ilmiah, kreatif, bertanggung jawab, memperoleh pengalaman, keterampilan dan ilmu pengetahuan yang diperlukannya. Pembel-
20 ajaran dengan metode eksperimen memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan percobaan, baik secara perseorangan maupun secara kelompok dalam memahami konsepkonsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Kegiatan eksperimen merupakan wahana pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor peserta didik berdasarkan prinsip Learning by doing. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti berpendapat bahwa metode eksperimen sangat cocok untuk membelajarkan fisika yang tiap materi pembelajarannya beranjak dari penomena kehidupan sehari-hari. Namun demikian, dalam pelaksanaannya kita harus memperhatikan/membuat berbagai tahapan-tahapan yang harus dikerjakan agar pelaksanaannya berjalan dengan lancar dan berhasil.
4.
Inkuiri dan Inkuiri Terbimbing a.
Inkuiri Inkuiri merupakan salah satu dari sekian banyak contoh model pembelajaran yang ada. Soleh (2011) menyatakan bahwa inkuiri berarti pertanyaan, pemeriksaan, atau penyelidikan. Herdian (2010) menyatakan bahwa, Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga
21 mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Gulo dalam Trianto (2007) Berdasarkan uraian definisi di atas dapat diartikan bahwa inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang mengedepankan keikutsertaan dan keterlibatan siswa secara aktif pada suatu proses pembelajaran, dimana di dalamnya terdapat berbagai kegiatan seperti bertanya, mencari informasi, dan menyelidiki, untuk menemukan sesuatu (jawaban atas pertanyaan, jawaban atas ketidak percayaan yang keluar dari diri sendiri dsb).
Sebelum melaksanakan pembelajaran inkuiri, seorang guru harus tahu terlebih dahulu langkah yang harus dilakukan. Untuk itu, Sanjaya (2008: 202) mengungkapkan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut. 1) Orientasi. Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal-hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah. a) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa; b) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan, dan c) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa. 2) Merumuskan masalah, merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses men-
22
3)
4)
5)
6)
cari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, karena melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. Merumuskan hipotesis, hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Mengumpulkan data, adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Menguji hipotesis, adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan. Merumuskan kesimpulan, adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran inkuiri tersebut di atas selanjutnya dijadikan sintaks pembelajaran inkuiri. Sintaks pembelajaran inkuiri terbimbing ditampilkan pada Tabel 2.4. berikut ini. Tabel 2.5. Sintaks Pembelajaran Inkuiri
Tahapan
Tingkah Laku Guru
Tahap 1 : Mengobservasi untuk menemukan
Guru menyajikan kejadian atau fenomena yang memungkinkan siswa menemu-
23 Tahapan masalah
Tingkah Laku Guru kan masalah.
Tahap 2 : Merumuskan masalah
Guru mengarahkan siswa merumuskan masalah penelitian berdasarkan kejadian dan fenomena yang disajikannya.
Tahap 3 : Mengajukan hipotesis
Guru mengarahkan siswa untuk mengajukan hipotesis terhadap masalah yang telah dirumuskannya.
Tahap 4 : Merencanakan pemecahan masalah
Guru mengarahkan siswa untuk merencanakan pemecahan masalah, membantu menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dan menyusun prosedur kerja yang tepat.
Tahap 5 : Melaksanakan Selama siswa bekerja, guru mengarahpemecahan masalah kan dan memfasilitasi Tahap 6 : Melakukan Pengamatan dan pengumpulan data
Guru membantu siswa melakukan pengamatan tentang hal-hal yang penting dan membantu mengumpulkan dan mengorganisasi data.
Tahap 7 : Menganalisis data
Guru membantu siswa menganalisis data supaya menemukan suatu konsep.
Tahap 8 : Menarik kesimpulan dan Penemuan
Guru mengarahkan siswa mengambil kesimpulan berdasarkan data dan menemukan sendiri konsep yang ingin ditanamkan.
(Fatoni, 2011) Selain memiliki langkah-langkah kegiatan, pembelajaran inkuiri juga mememiliki beberapa ciri utama. Sanjaya dalam Amali (2001: 23) menyatakan bahwa, Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri, di antaranya; (1) Menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pembelajaran inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar; (2) Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya, pembelajaran inkuiri bukan menempatkan guru sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator siswa dan (3) Tujuan dari
24 penggunaan pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Akibatnya, dalam pembelajaran inkuiri, siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan kompetensinya.
b. Inkuiri Terbimbing Sanjaya dalam Herdian (2011) membagi pendekatan inkuiri menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Dari ketiga jenis inkuiri yang dimaksud, salah satunya adalah inkuiri terbimbing. Inkuiri terbimbing merupakan pendekatan inkuiri dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Masih menurut Sanjaya dalam Herdian (2011), hal-hal yang harus difahami berkenaan dengan inkuiri terbimbing adalah, 1) Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. 2) Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. 3) Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih berorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. 4) Pada pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugastugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.
Berdasarkan uraian di atas, inkuiri terbimbing merupakan salah satu dari tiga jenis pembelajaran inkuiri, yakni inkuiri terbimbing; inkuiri
25 bebas dan inkuiri bebas yang dimodifikasi. Ketiga jenis inkuiri tersebut dibedakan berdasarkan besarnya intervensi yang diberikan oleh guru terhadap muridnya pada pelaksanaan pembelajarannya. Inkuiri terbimbing adalah jenis inkuiri yang tingkat intervensi yang diberikan oleh guru lebih besar dibandingkan dengan jenis inkuiri yang lainnya. Namun demikian, langkah-langkah pembelajarannya sama saja, yang berbeda hanya pada instrumen pembelajarannya saja yang memungkinkan guru bisa mengatur seberapa besar intervensi yang harus diberikan. 5.
Metode Eksperimen Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing sebagai salah satu bentuk Model Pembelajaran tersendiri Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI) secara terpisah dijelaskan bahwa model adalah pola (contoh, acuan, ragam, dsb) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Sedangkan pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. (Depdiknas, 2008: 23 & 1034) Sementara itu, Akhmad Sudrajad (2008) menyatakan bahwa, Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut di atas, model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu contoh, pola atau acuan tentang bagaimana menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Dengan kata lain, model pembelajaran adalah suatu acuan pembelajaran yang digagas dan dikonsep oleh guru
26 untuk mengemas sajian pembelajaran agar materi pembelajaran yang akan disampaikan benar-benar tersaji dengan baik dan benar. Jika demikian, dengan menyatukan metode eksperimen dan model pembelajaran inkuiri terbimbing menjadi satu kesatuan dengan menempatkan inkuiri terbimbing sebagai bentuk pendekatan guna melaksanakan metode eksperimen, ini berarti akan terbentuk suatu model pembelajaran tersendiri. B. Kerangka Pikir Ketidak selarasan antara teori yang menyatakan penting bagi guru untuk menyampaikan materi pembelajaran dengan mengedepankan terlatihnya KPS siswa karena KPS dianggap sebagai modal bagi siswa untuk dapat menggunakan metode ilmiah dalam mempelajari atau bahkan mengembangkan sains guna memperoleh pengetahuan baru, dengan praktik yang ada di lapangan, membuat kita patut bertanya ada apa sebenarnya yang terjadi. Untuk itu perlu adanya suatu tindakan nyata guna mengetahui bagaimana peranan KPS terhadap hasil belajar fisika siswa. Masalahnya, model pembelajaran seperti apa yang harus diterapkan? KPS pada pembelajaran fisika diartikan sebagai kemampuan atau kecakapan siswa untuk melakukan berbagai kegiatan yang mesti dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, misalnya melakukan pengamatan, menginterpretasi data, mengelompokkan, memprediksi, berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, dan menerapkan prinsip.
27 Metode eksperimen adalah cara mengajar yang di dalamnya terdapat kegiatan-kegiatan eksperimen/percobaan. Sedangkan inkuiri terbimbing adalah suatu pendekatan pembelajaran yang mengedepankan keikutsertaan dan keterlibatan siswa secara aktif, dimana di dalamnya terdapat berbagai kegiatan seperti bertanya, mencari informasi, dan menyelidiki untuk menemukan sesuatu (jawaban atas masalah yang sedang dieksperimenkan). Penerapan metode eksperimen dengan pendekatan inkuiri terbimbing pada suatu pembelajaran diharapkan dapat dengan maksimal melatih/mengembangkan KPS siswa hingga pada akhirnya selaras dengan pandangan pandangan konstruktivistik yang mengganggap bahwa belajar tidak hanya sekedar mengingat. Atas dasar itulah peneliti mengadakan penelitian untuk meneliti pengaruh KPS terhadap hasil belajar fisika siswa pada siswa kelas X1 SMA Negeri 1 Punduh Pedada melalui Metode Eksperimen Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing. Bertindak sebagai variabel bebas adalah KPS (selanjutnya disebut X), dan sebagai variabel terikatnya adalah Hasil Belajar (selanjutnya disebut Y). Sedangkan variabel kontrolnya adalah model pembelajaran, yakni Metode Eksperimen Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing. Hubungan antar variabel tersebut dituangkan dalam bentuk kerangka pemikiran, dan dapat dilihat pada Gambar 2.2. berikut ini.
Keterampilan Proses Sains (KPS) (X)
Metode Eksperimen Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
Hasil Belajar Fisika (Y)
28
C. Anggapan Dasar 1.
Semua siswa kelas X semeseter ganjil SMAN 1 Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012-2013 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan tingkat satuan pendidikan,
2.
Keterampilan Proses Sains (KPS) siswa pada pelajaran fisika secara keseluruhan adalah berbeda, dan
3.
Faktor-faktor lain diluar penelitian diabaikan.
D. Hipotesis Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban sementara atas suatu soal yang masih ragu-ragu dan perlu diuji kebenarannya melalui penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut maka hipotesis yang kami ajukan dalam penelitian ini adalah; H1
: Ada pengaruh Keterampilan Proses Sains (KPS) terhadap hasil belajar fisika siswa melalui Metode Eksperimen Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing, untuk materi pembelajaran Besaran Dan Satuan.
H2
: Penerapan metode eksperimen dengan pendekatan inkuiri terbimbing pada pembelajaran yang bertujuan untuk melatih/mengembangkan KPS siswa sekaligus meningkatkan hasil belajar fisika siswa sangat efektif.