BAB II KAJIAN TEORETIS
2.1 Pengertian Kemampuan Menyesuaikan Diri Kemampuan menyesuaikan diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan-keterampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan. Menurut Hartinah (2010:184) Penyesuaian diri dapat dideskripsikan sebagai berikut: a) Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. b) Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. c) Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustasi-frustasi secara efisien. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekuat/memenuhi syarat. d) Penyesuaian dapat diartikan penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki respon emosional yang tepat pada setiap situasi. 7
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendini dan pada Iingkungannya. Sehubungan dengan faktor penentu kemampuan menyesuaikan diri, Surya dalam (Herimanto & Winarno, 2010:18), menjelaskan bahwa penentu-penentu penyesuaian diri identik dengan faktor yang menentukan perkembangan kepribadian, adapun penentu-penentu yang dimaksud adalah: (1) kondisi jasmaniah yang melipti pembawaan, susunan jasmaniah, sistem syaraf, kelenjar otot, kesehatan, dan lain-lain; (2) perkembangan dan kematangan yang meliputi kematangan intelektual, sosial, moral, dan emosional; (3) penentu psikologis yang meliputi pengalaman belajar, pembiasaan, frustasi, dan konflik; (4) kondisi lingkungan yang meliputi rumah, sekolah, dan masyarakat, (5) penentu kultural berupa kebudayaan dan agama. Menurut Hasan (2000:74) bahwa menyesuaikan diri adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai sebuah proses di mana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sosialisasi merupakan proses yang terus terjadi selama hidup kita. Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan, (Hartinah, 2010:184). Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali 8
kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment. Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Mutadin, 2010). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri. Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai keterampilan-keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Keterampilanketerampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Keterampilan tersebut harus mulai dikembangkan sejak masih anak-anak, misalnya dengan memberikan waktu yang cukup buat anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman sebaya, memberikan tugas dan tanggungjawab sesuai perkembangan anak, dan sebagainya. Dengan mengembangkan keterampilan tersebut sejak dini maka akan memudahkan anak dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat. Keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan 9
karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan-keterampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan. Sebagai pribadi sosial, individu harus mampu menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, baik dalam bentuk hubungan yang mendalam maupun tidak mendalam, memiliki rasa aman, dan menerima din sendiri. Individu harus memiliki orientasi yang realistik baik terhadap dirinya sendiri, maupun terhadap kenyataan luar.
Menurut
Hutagalung
(2007:10)
ada
dua
komponen
pokok
dalam
mengembangkan kemampuan menyesuaikan diri yaitu: (1) Humor, disini tidak hanya berarti kecakapan untuk mendapatkan kesenangan dan hal yang dapat ditertawakan, tetapi juga kecakapan untuk membina dan mempertahankan hubungan positif dengan diri saat
sendiri yang
dan sama
obyek
mampu
yang
melihat
disenangi,
kejanggalan
dan
dan
pada
kemustahilan
dalam hubungan itu. (2) Insight, kemampuan individu untuk mengerti dan memahami dirinya sendiri. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi 10
hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan manusia untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.
2.2 Karakteristik Penyesuaian Diri Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin di luar dirinya. Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan tersebut
ada
individu-individu
yang
dapat
melakukan
penyesuaian diri secara positif, namun ada pula individu-individu yang mela- kukan penyesuaian diri yang salah. Berikut ini akan ditinjau karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah menurut Hartinah (2010:186-187) adalah sebagai berikut: 1) Penyesuaian diri secara positif Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut: a) Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional, b) Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis, c) Tidak menunjukkan adanya frustrasi pribadi, d) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri, e) Mampu dalam belajar, f) Menghargai pengalaman, g) Bersikap realistic dan objektif.
11
Dalam
melakukan
penyesuaian
diri
secara
positif,
individu
akan
melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain: a. Penyesuaian dengan mengahadapi masalah secara langsung Pada situasi ini individu secara langsung menghadapi masalahnya dengan segala akibat-akibatnya. Ia melakukan segala tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Misalnya seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas
karena
sakit,
maka
Ia
menghadapinya
secara
langsung,
ia
mengemukakan segala masalahnya kepada gurunya. b.
Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan) Pada situasi ini individu mencari berbagai bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya. Misalnya: seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas, ía akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi dan sebagainya.
c. Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba Dengan cara ini individu melakukan suatu tindakan coba-coba, dalam arti kalau menguntungkan diteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan. Taraf pemikiran kurang begitu berperan dibandingkan dengan cara eksplorasi. d. Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti) Jika dapat
individu
merasa
memperoleh
gagal
dalam
penyesuaian
12
menghadapi
dengan
jalan
masalah,
maka
ja
mencari
pengganti.
Misalnya gagal nonton film di gedung bioskop, dia pindah nonton TV. e. Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri Dalam hal ini individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri. Misalnya seorang siswa yang mempunyai kesulitan dalam keuangan,
berusaha
mengembangkan
kemampuannya
dalam
menulis
(mengarang). Dari mengarang ía dapat membantu mengatasi kesulitan dalam keuangan. f. Penyesuaian dengan belajar Dengan belajar, individu akan banyak mempenoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu menyesuaikan diri. Misalnya seorang guru akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak belajar tentang berbagai pengetahuan keguruan. g. Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri. Penyesuaian diri akan lebih berhasil jika disertai dengan kemampuan memilih tindakan yang tepat dan pengendalian diri secara tepat pula. Dalam situasi ini individu berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan, dan tindakan mana yang tidak penlu dilakukan. Cara inilah yang disebut inhibisi. Di samping itu, individu harus mampu mengendalikan dirinya dalam melakukan tindakannya. h. Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat 13
Pada situasi ini tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil berdasarkan
perencanaan
yang
cermat.
Keputusan
diambil
setelah
dipertimbangkan dari berbagai segi, antara lain segi untung dan ruginya. 2) Penyesuaian Diri yang Salah Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian yang salah. Penyesuaian diri yang salah ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu : (1) reaksi bertahan, (2) reaksi menyerang, dan (3) reaksi melarikan diri. 2.3 Faktor Penentu Kemampuan Menyesuaikan Diri pada Anak Makna akhir hasil pendidikan seseorang individu terietak pada sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapat di sekolah dan di luar sekolah memiliki sejumlah
pengetahuan,
kecakapan,
minat-minat,
dan
sikap-sikap.
Dengan
pengalaman-pengalaman itu ia secara berkesinambungan dibentuk menjadi seorang pribagi seperti apa yang dia miliki sekarang dan menjadi seorang pribadi tertentu di masa mendatang. Selanjutnya
Mutadin
(2002
dalam
http://www.e-psikologi.com/epsi/
individual_detail.asp?id=390. [9 April 2002]), mengemukakan bahwa pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, beberapa faktor yang 14
dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi anak, di antaranya adalah: a) Keluarga yang aman, cinta, respek, toleran, dan memiliki kehangatan. Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu tersebut. Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan yang mendukung hal tersebut. Hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain 15
sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya. b) Teman Sebaya. Dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat di antara kawan-kawan semakin penting pada masa siswa dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu yang sulit bagi siswa adalah menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya. Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Sehingga ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sesuai dengan potensi yang dimilikinya. c) Sekolah 16
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi, tetapi mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi di sini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu. Untuk membantu tumbuhnya kemampuan penyesuaian diri, maka sejak awal anak diajarkan untuk lebih memahami dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya) agar ia mampu mengendalikan dirinya sehingga dapat bereaksi secara wajar dan normatif. Agar anak dan remaja mudah menyesuaikan diri dengan kelompok, maka tugas orang tua/pendidik adalah membekali diri anak dengan membiasakannya untuk menerima dirinya, menerima orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya, dan sebagainya. Dengan cara ini, anak tidak akan terkejut menerima kritik atau umpan
17
balik dari orang lain/kelompok, mudah membaur dalam kelompok dan memiliki solidaritas yang tinggi sehingga mudah diterima oleh orang lain/kelompok. Selain itu anak harus diajarkan sejak dini untuk dapat memilih prioritas tugastugas yang harus segera diatasi, bukan menunda atau mengalihkan perhatian pada tugas yang lain. Karena itu sejak awal sebaiknya orang tua atau pendidik telah memberikan bekal agar anak dapat memilih mana yang penting dan mana yang kurang penting melalui pendidikan disiplin, tata tertib dan etika. Menurut Enung (2008: 204) pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi anak, di antaranya adalah sebagai berikut : a. Lingkungan keluarga Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindari dengan cara memberi solusinya apa bila individu dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang dimana tempat, keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan dapat terpenuhi. Dengan demikian penyesuaian diri menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti. Rasa takut dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orang tua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak 18
dengan merasa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terauma pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dikemudian hari. Meskipun pada remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menuntut kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirnya tertekan, cemas dan stres (Sunarto, 2008: 229). Berdasarkan kenyataan tersebut di atas pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kuwalitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anak, jangan semata-mata menyerahkan pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman terhadap keluarganya. Lingkungan keluarga merupakan lahan untuk pengembangan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara pengalamanpengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembagan kejiwaan seorang anak. Oleh sebab itu, orang tua sebaiknya jangan menghadapkan anak pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakuakan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa anak tersebut (Sunarto, 2008: 229).
19
Dalam lingkungan keluarga anak belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Anak belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai dari orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga anak mempelajari dasar cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjdi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orang tua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindakan yang mendukung hal tersebut. Dalam hasil interaksi dengan keluarganya anak mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, bebicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya (Enung, 2008: 206). b. Lingkungan teman sebaya Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat di antara kawan-kawan semakin penting pada masa anak dibandingkan masa-masa lainya. Suatu hal yang sulit bagi anak menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang 20
rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu. Dengan demikian pengertian yang diterima dari temannya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sesuai dengan potensinya yang dimilikinya (Enung, 2008: 206). c. Lingkungan sekolah Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, tetapi akan mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian guru, tugasnya tidak hanya mengajar, juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, dalam pembentuk kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan diri dengan linkungannya (Enung, 2008: 206). Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan anak didiknya dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian diri antara anak didik dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan 21
proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian diri tersebut. Jadi disini guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri anak didiknya. Pendidikan pada anak hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa pertentangan antara orang dewasa dengan anak. Jika para anak merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi (Fauzizah, 2008: 60). 2.4 Upaya Meningkatkan Kemampuan Menyesuaikan Diri pada Anak Upaya-upaya yang dapat diiakukan untuk memperlancar proses penyesuaian diri pada anak khususnya di sekolah menurut Hartinah (2010:197) adalah sebagai berikut. a. Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “betah” (at home) bagi anak didik, baik secara sosial, fisik maupun akademis. b. Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak. c. Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh aspek pribadinya. d. Menggunakan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar. e. Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar. f. Ruangan kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. g. Peraturan/tata tertib yang jelas dan dipahami anak. 22
h. Teladan dan para guru dalam segala segi pendidikan. i. Kerjasama dan saling pengertian dan para guru dalam melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah. j. Pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan yang sebaik-baiknya. k. Situasi kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggung jawab baik pada murid maupun pada guru. l. Hubungan yang baik dari penuh pengertian antara sekolah dengan orangtua siswa dan masyarakat. 2.5 Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan Penyesuaian Diri Anak Anak yang memiliki keterampilan pribadi (personal skills) diharapkan mampu menjalani hidup secara efektif dan produktif, yaitu hidup yang dipenuhi dengan refleksi potensi dirinya dalam berbagai aspek dan bidang kehidupan. Anak yang memiliki keterampilan pribadi (personal skills) biasanya mampu beradaptasi secara maksimal dengan lingkungannya dan akan memperoleh kemudahan sehingga kehidupannya menjadi lebih baik. menyesuaikan diri anak terhadap orang lain/teman sebaya timbul karena anak dalam perkembangannya dengan aktivitas utamanya adalah bermain, ingin mendapatkan perhatian dari orang lain yang dapat dijadikannya teman bermain. Bagi anak berhubungan dengan guru sangat penting karena mereka dapat bergaul secara harmonis dan matang. Ketidakmampuan anak menyesuaikan diri dapat menimbulkan kekecewaan karena anak tersebut tidak dapat merealisasikan dorongan-dorongannya untuk menunjukkan keinginannya melalui kegiatan bermain
23
dengan orang-orang lain. Penolakan orang lain terhadap keinginan anak untuk bergaul dengan anak lain dapat menimbulkan perasaan rendah diri yang dapat mengganggu kestabilan pribadi anak yang bersangkutan. Yusuf, (2003:69-70) mengatakan bahwa individu (anak) yang telah mencapai kualitas
„the
skilled
person”
memiliki
karakteristik
sebagai
berikut:
(a)
Responsiveness, yaitu keterampilan pribadi (personal skills) yang terkait dengan kesadaran eksistensial, kesadaran perasaan, kesadaran motivasi intrinsik (inner motivation), dan sensitivitas terhadap kecemasan dan perasaan bersalah; (b) Realism, yaitu keterampilan pribadi (personal skills) yang terkait dengan keterampilan berpikir realistis; (c) Realting, yaitu keterampilan dalam berinisiatif, mendengarkan, memberikan perhatian, kerja sama, asersi, serta mengelola bahaya dan konflik; (d) Rewarding activity, yaitu keterampilan pribadi (personal skills) yang terkait dengan keterampilan mengidentifikasi minat, keterampilan belajar, keterampilan bekerja, keterampilan memanfaatkan waktu luang, dan keterampilan memelihara kesehatan fisik; dan (e) Right and wrong, yaitu keterampilan pribadi (personal skills) yang terkait
dengan
keterampilan
menerapkan
etika
dalam
kehidupan
sosial
kemasyarakatan. Kemampuan yang dimiliki oleh anak di atas membutuhkan pengarahan diri dari guru khususnya guru bimbingan dan konseling. Melalui pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling diharapkan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial melalui pelaksanaan layanan bidang sosial, individu, dan belajar. Bidang pelayanan kehidupan sosial, membantu individu menilai dan mencari alternatif 24
hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya atau lingkungan sosial yang lebih luas. Dalam bidang pelayanan individu, membantu individu menilai kecakapan, minat, bakat dan karakteristik kepribadian diri sendiri untuk mengembangkan diri secara realistik.
Sedangkan pelayanan bidang pelayanan
kegiatan belajar, membantu individu dalam kegiatan belajarnya dalam rangka menguasai sesuatu kecakapan dan keterampilan tertentu. Pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan dan konseling sangat memiliki peran dalam meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri pada anak, sebab melalui kegiatan layanan bimbingan dan konseling maka akan mampu mempertemukan anak satu dengan yang lain atau lebih dari satu anak yang saling berinteraksi dan melatih kemampuan menyesuaikan diri anak dalam kelompok.
25