KERAJAAN TANAH BUMBU DAN PULAU LAUT Oleh: Faisal Batennie Kesultanan Bandarmasih adalah Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan yang terahir pernah mencatat kejayaan dan pengaruh di Nusantara dibawah kepemimpinan Sultan Suriansyah Raja Pertama dari Kesultanan Bandarmasih Kerajaan Banjar. Sultan Suriansyah yang sebelumnya bernama Pangeran Samudera adalah cucu Sukarma dari Kerajaan Negara Daha lanjutan Negara Dipa di bawah Raja Suryanata dan Putri Junjung Buih. Setelah Masuk Islam Pengeran Samudera berganti nama menjadi Sultan Suriansyah dengan didampingi Khatab Dayyan (Penghulu Demak). Kemudian membangun Kesultanan Bandarmasih dengan menjadikan Agama Islam sebagai agama kesultanan dan menjadikan Ulama sebagai orang dihormati dan dimuliakan. Dalam Kesultanan Bandarmasih sebenarnya juga terdapat kerajaankerajaan kecil yang tersebar diwilyahah kekusaan Kesultanan Bandarmasih,seperi diwilyah Tanah Bumbu dan Pulau Laut. Namun kedudukan Kerajaan-kerjaan tersebut secara politik berdaulat dalam wilayah kekusaan Kesultanan Bandarmasih. Hanya karena pelayan pemerintahan tidak terjangkau oleh pelayanan Kesultanan maka ada beberapa kerjaan-kerajaan kecil tersebut diberikan wewenang untuk mengatur pemerintahan sendiri dalam kelompok komunitasnya, kemudian juga ada yang dengan sengaja berdiri karena adanya latar belakang perebutan kekusaan dari Kesultanan Banjar sendiri. Adapun kerajaan-kerajaan kecil yang dibawah kekuasaan Kesultanan Bandarmasih yang ada di Wilyah Tanah Bumbu dan Pulau Laut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kerajaan Pagatan. Kerajaan Kusan. Kerajaan Cenggal Manunggal dan Bangkalaan. Kerajaan Cantung Sampanahan Kerajaan Sebamban. Kerajaan Batulicin Kerajaan Pasir. Kerajaan Kotabaru.
Adapun kerajaan-kerajan tersebut diatas yang pernah berdiri diwilayah Tanah Bumbu dan Pulau Laut mempunyai pertalian yang erat dalam menjalin hubungan. Dalam kesempatan ini yang dapat diuraikan hanya Kerajaan Pagatan,
Kerajaan Kusan dan Pulau Laut karena mempunyai latar belakang dan saling keterkaitan dalam sejarahnya. Sementara yang lainnya belum dapat diuraikan dengan baik mengingat minimnya informasi dan data yang diperlukan dalam penulisan.
SEJARAH KERAJAAN PAGATAN
A. PENDAHULUAN Pertengahan abad 18 Pagatan masih merupakan hutan belantara, setelah kedatangan orang-orang Bugis Wajo membuka pemukiman diatas hutan rotan belantara, kemudian menjadikan Pagatan sebagai cikal bakal lahir dan berkembangnnya peradaban bugis Pagatan di Banua orang Banjar. Dalam sejarah Pagatan tercatat sebagai salah satu kerajaan kecil yang berdaulat pada kerajaan Banjar dan sebagai basis perjuangan mempertahankan Kemerdekaan RI.serta memiliki kedudukan yang strategis dalam jalur pelayaran. Jadi tidak mengherankan kalau kolonial Belanda dan pendudukan Jepang selalu ingin mengusai Pagatan dulu dikenal sebagai Ibukota Kalimantan Tenggara.
Orang Bugis Wajo yang telah berjasa membangun Pagatan, telah mengembangkan
peradaban
serta
mengabdikan
seluruh
jiwa
raganya
membangun daerah ini sehingga dengan bangga mereka disebut sebagai orang Bugis Pagatan. Sebab sejak direstui penguasa Kerajaan Banjar untuk dijinkan membuka kampoeng dan bermukim, sejak itu pula Bugis Pagatan merasa sebagai
sebagai orang Banua, sehingga peradaban yang telah dibangun dan dikembangkan oleh pemerintah Kalimantan Selatan ditetapkan sebagai salah satu sektor wisata budaya andalan didaerah ini dengan dijadikannya Pagatan sebagai kota wisata budaya.
B. BUGIS PAGATAN Bugis Pagatan adalah salah satu suku bangsa yang ada di Kalimantan Selatan yang sejak pertengahan abad 18 telah bermukim serta mengembagkan peradaban dan persekutuan di Pagatan (Kalimantan Selatan) yang terletak bagian Tenggara kepulauan Kalimantan. Suku Bugis yang pertama kali membangun Pagatan kemudian mengembangkan peradapan dan persekutuannya dulunya berasal dari Wajo (Sulawesi Selatan), Matulada (1985) menjelaskan suku bangsa Bugis dan Makasar sejak dulu terkenal sebagai salah satu bangsa yang suka mengembara mengarungi samudera sehinga dikenal sebagai pelaut tangguh dan ulung. Dengan perahu layar pinisi dan lambo mereka dapat mengarungi samudera Nusantara, ke Barat sampai ke Madagaskar, ke Timur samapi Irian dan Australia. Oleh karena itulah dihampir pantai dan pelabuhan laut dikepulauan Nusantara terdapat perkampungan Bugis. Mereka pada umumnya menetap dan menjadi penduduk daerah itu sambil mengembangkan adat istiadat persekutuan mereka. Terdapat sekarang ini suku Bugis Pagatan di Kalimantan Selatan, suku Bugis Johor di Malaysia, suku Bugis Pasir dan Kutai di Kalimantan Timur, dan lain sebagainya.
Lebih lanjut Matulada (1985) menjelaskan disamping menjadi pelaut dan nelayan suku Bugis juga mengenal pertanian (Tani) dan Perkebunan (Dare) semenjak dahulu. Tanah-tanah persawahan yang subur yang dikenal sebagai
lumbung pada di Sulawesi Selatan adalah terdapat dinegeri-negeri Bugis itu. Seperti Sidenreng, Penrang, dan Wajo. Bahkan orang Bugis Wajo orang wajo juga terkenal sebagai pedagang yang ulet, sampai dengan jaman sekarang orang di Sulawesi percaya bahwa pedagang-pedangan Bugis yang banyak berhasil dalam perniagaannya, niscaya mempunyai titisan darah Bugis Wajo.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas tersebut tiga orang Bangsawan Bugis dari Wajo dan pengikutnya melakukan pelayaran dari Selat Makasar menuju kepulauan Kalimantan. Tiga orang saudagara yang masing masing membawa perahu layar beserta rombongannya adalah. Pua Janggo, La Pagala, dan Puanna Dekke sesampainya di Kalimantan Pua Janggo dan La Pagala masing-masing mampir di Tanggarong dan Pasir, sementara Puanna Dekke terus melakukan pelayaran menelusuri selat Pulau Laut menuju Laut Jawa. Akan tetapi sebelum keluar Laut Jawa Perahu Puanna Dekke dihadang badai yang dahsyat, sehingga ia berlindung di Muara Sungai Kukusan (Muara Pagatan). Badai yang dahsyat belum juga reda Puanne Dekke akhirnya membatalkan niat menuju laut jawa, kemudian malah tertarik untuk menyelusuri perairan sungai Kukusan.
Selama dalam pelayaran menyelusuri sungai Kukusan dia tidak melihat orang melakukan aktivitas dibantaran sungai atau melihat perkampungan pada hal waktu pelayaran sudah cukup lama.
Tiba pada suatu tempat dia melihat
sekelompok orang dibantaran sungai sedang mengambil rotan, kemudian dia menghampiri dan bertanya tempat apa nama daerah ini, orang tadi menjawab wilayah ini hutan rotan biasa kami ditempat ini melakukan pekerjaan pemagatan artinya mengambil dan mengumpulkan rotan.
Puanna Dekke tertarik atas tempat pemagatan tersebut dan berniat akan membangun perkampungan diwilayah ini. Tempat pemagatan walaupun hanya ditumbuhi hutan belantara bukan berarti tidak bertuan, akhirnya Puanna Dekke berusaha mencari tahu bahwa wilayah yang diinginkan tersebut ternyata masuk dalam kekuasaan Raja Banjar. Dalam catatan lontara Kapitan Latone (ditulis, 21 Agustus 1868) Setelah Punna Dekke( J.C. Nagtegaal menyebutnya Poewono Deka, 12 : 1939) Daerah yang menarik hatinya itu dibuka itu adalah termasuk wilayah kerajaan Banjar, maka dia pergi menemui sultan Banjarmasin.
Sebagai seorang pemimpin Matoa Dagang ( Zainal Abidin, 57 : 1983) tidak sulit buat Punna Dekke berlayar hingga bersandar ke Bandarmasih. Kemudian Puanna Dekke meghadap Panembahan Batu untuk mengutarakan keinginannya. Panembahan Batu kemudian memberikan restu dan ijin utuk membangun pemukiman sebagaimana yang dimaksud. (Lontara Latone) tertulis bahwa pada saat mohon ijin kepada panembahan, ditegaskan kepada Puanna Dekke untuk kesanggupnya menanamkan investasi untuk biaya pembangunan pemukiman baru di atas lahan hutan belantara tersebut, kemudian Puanna Dekke juga dapat menjamin keamanan perairan di Muara Pagatan yang selama ini sering digunakan para bajak laut untuk merompak di Selat Pulaut. Apabila kedua hal tersebut dapat diujudkan maka daerah yang diinginkankan silahkan untuk ditempat sebagai perkampungan warga orang Bugis yang dikemudian hari dapat dijaga dan diwariskan kepada anak cucu Puanna Dekke.
Kehormatan yang diberikan Panembahan ini yang kemudian menjadi semangat bagi pembagunan pemukiman baru, sampai akhirnya menjadi sebuah
Kampung oleh Puanna Dekke memberinama Kampoung Pegatan ( asal kata dari tempat pemagatan). Kampoeng Pagatan dalam tatanan Puanna Dekke berkembangan sebagai salah satu Bandar yang strategis yang diapit oleh Laut Jawa dan di Belah oleh Sungai Kukusan (Sekarang Sungai Kusan), sehingga cepat mengalami kemajuan sebagai salah satu bandar yang penting di wilayah Kerajaan Banjar.
Kemudian Puanna Dekke mengundang saudaranya Pua Janggo dan La Pagala untuk membicarakan pemimpin mengatur pemerintahan internal di kampoeng Pagatan. Dalam perundingan tiga bersaudara ini akhirnya menyiapkan Hasan Panggawa sebagai calon raja Pagatan, Hasan Panggewa sendiri ketika itu masih berumur belia termasuk keturunan salah seorang raja Kampiri di Wajo.
C. KERAJAAN PAGATAN TAHUN 1961- 1912 M. Nagtegaal (1983) menjelaskan bahwa pertengahan abad ke 18 datanglah pedagang Bugis dari Wajo (Sulawesi Selatan) bernama Poewono Deka, dan atas izin Sultan Banjarmasin kemudian mendirikan kerajaan Pagatan. J.C. Noorlander (190: 1983) menjelaskan dari gelar-gelar yang digunakan rajaraja Banjar ternyata yang bergelar Penambahan Batu (Sultan Banjarmasin) adalah Nata Alam atau Panembahan Kaharuddin Halilullah yang memerintah tahun 1761-1801. Maka berdasarkan data tersebutlah dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kerajaan Pagatan didirikan setelah tahun 1761.
Dengan terjalin hubungan baik Puanna Dekke dengan Panembahan Batu, dimana kepercayaan yang telah diberikan Panembahan kepada Puanna Dekke selalu ia jaga dengan baik, sehingga dalam mengatur Kerajaan Pagatan
secara politis masuk dalam kedaulatan Kerajaan Banjar. Oleh karena itu kedudukan Kerajaan Pagatan hanya memiliki hak otonomi pengaturan pemerintahan kedalam, sebagaimana juga kerajaan-kerajaan kecil ketika itu yang tetap berada di bawah kedaulatan kerajaan yang lebih besar. Sebagai mana juga Kerajaan Banjar merupakan kerajaan besar yang ada di Nusantara pada saat itu berfungsi sebagai pelindung terhadap Kerajaan Pagatan.
Kerajaan Pagatan yang muncul pada pada pertengahan abad ke 18. yang diperkirakan berlangsung dari tahun 1861 sampai dengan 1912. Selama satu setengah abad terbagi 4 empat priode system pemerintah, yaitu : 1. Priode ke I Pra Kerajaan di Pimpin Puanna Dekke sebagai pendiri kerajaan Pagatan, dengan mengerahkan seluruh daya upaya beserta pengikutnya membabat hutan belantar, kemudian jadilah pemukiman baru yang kemudian diberi nama Kampoeng Pegatang, selanjutnya Puanna Dekke mempersiapkan cucunya untuk jadi Pemimpin kerajaan Pagatan. Sementara Puanna Dekke yang dikenal pendiri Kerajaan Pagatan tidak mau jadi Raja.
2. Priode ke II Puanna Dekke Memproklamirkan kerajaan Pagatan, dengan menobatkan cucunya bernama La Panggewa sebagai raja pertama di Kerajaan Pagatan.diperkirakan berlangsung dari tahun 1761-1861.
3. Priode ke II
Kerajaan Pagatan mengalami perluasan wilayah kekuasaan
dengan bergabung kerajaan Kusan, sehingga menjadi Kerajaan Pagatan Kusan. Berlangsung dari tahun 1861 – 1908.
4. Priode ke IV. Kerajaan Pagatan Kusan pada tahun 1908-1912 M telah mengalami perubahan pemerintahaan, kalau sebelumnya beerdaulat terhadap kerajaan Banjar, maka sejak tanggal, 1 Juli 1908 diserahkan kepada pemerintahan Hinda Belanda.
Andi Syaiful (1993) berpendapat bahwa kerajaan Pagatan diperkirakan berlangsung dari tahun 1761- 1912. dan Raja Pagatan yang pertama adalah bernama Hasan Pangewa/La Panggewa Kapitan Laut Pulo (Nategaal, 12-14) menjelaskan beberapa orang raja telah memerintahan Kerajaan Pagatan. Setelah pemerintahan Hasan Pangewa. dalam lontara
D. RAJA PAGATAN DAN KUSAN
1. Hasan Penggewa Raja Pagatan I (1761-1838) Hasan Pengewa/ La Penggewa adalah Raja Pagatan yang pertama beliau cucu dari Punna Dekke pendiri Kerajaan Pagata. La Panggewa masih keturunan dari Raja Kampiri (Wajo), sejak kecil diboyong Puanne Dekke dari kampiri ke Pagatan, bahkan konon di Pagatanlah La Panggewa di khitan kemudian dinobatkan menjadi Raja Pagatan yang pertama. Mengingat umurnya masih belia maka untuk mengatur pemerintahan untuk sementara dipercayakan kepada pamannya Raja Bolo, sambil mendidik dan membimbing
La
Pangewa untuk bisa menjadi pemimpin dan mengatur pemerintahan setelah dewasa, atas gembelengan Puanna Dekke dan Raja Bolo La Pengewa menjadi orang perkasa,
Pada suatu peristiwa La Penggewa diutus oleh Raja Bolo untuk menghadap Raja Banjar dalam rangka menyampaikan bahwa selama ini dialur muara sungai Barito para perahu layar saudagar mengalami kesulitan untuk masuk berlayar ke Bandarmasih karena sering digangu oleh para bajak laut yang mengacaukan
muara
sungai
tersebut.
Kemudian
oleh
Panambahan
menyambut baik kedatangan La Panggewa Cucu Puanna Dekke, serta diberikanlah kepercayaan La Panggewa memimpin laskar untuk mengusir para bajak laut di Muara Sungai Barito tersebut, atas kehormatan yang dipercayakan Panembahan tidak disia-siakan La Penggewa dan berhasil mengusir perompak tersebut dan lari berpindah ke Biajao. Atas keberhasilan La penggewa inilah kemudian Panembahan menganugerahkan gelar kehormatan kepada La Penggewa sebagai Kapitan Laut Pulo. Atas kesetiaan Puanne Dekke mengutus cucunya oleh Penambahan mengegaskan kembali kepada Kapitan Laut Pulo bahwa sabwa Pagatan yang telah dibangun Puanne Dekke dipersilahkan untuk dikuasai dan dikemudian hari dipersilahkan untuk diwariskan kepada keturunan Puanna Dekke. Sekembalinya dari kerajaan Banjar La Penggwa oleh Puanna Dekke dan Raja Bolo menyerahkan segala hak La Penggewa untuk memimpin dan mengatur pemerintahan kerajaan Pagatan tahun 1800, kemudian La Penggewa Kapitan Laut Pulo wafat tahun 1838 digantikan oleh putranya bernama Abdul Rahim.
2. Arung Pallewange Raja Pagatan II ( Tahun 1838 – 1855) Abdul Rahim bin Hasan Pengewa dinobatkan menjadi raja Pagatan II pada tanggal 19 Juli 1838 kemudian bergelar Arung Pallewange, selama 26 tahun berkuasa kemudian wafat pada tanggal, 28 April 1855. selanjutnya digantikan
oleh putranya Abdul Karim. Dalam catatan lontara bahwa keturunan Abdul Rahim ini kemudian yang banyak memimpin kerajaan Pagatan,
3. Arung La Mattunru Raja Pagatan III (Tahun 1855-1871) Abdul Karim Bin Abdul Rahim dinobatkan menjadi raja Pagatan III tahun 1855 dan bergelar Arung La Mattunru, pada masa pemerintahannya terjadi perluasan wilayah kerajaan Pagatan dengan bergabung kerajaan Kusan tahun 1861, sehingga menjadi kerajaan Pagatan – Kusan. Kemudian Arung La Mattunru wafat tahun 1871 digantikan oleh putranya Abdul Djabbar.
4. Arung La Makkaraw Raja Pagatan IV (Tahun 1871-1875) Abdul Djabbar Bin Abdul Karim dinobatkan jadi raja Pagatan tahun 1871 dan bergelar Arung La Makkaraw tidak lama berkuasa kemudian wafat tahun 1875, karena Arung La Makkaraw tidak mempunyai keturunan maka digantikan oleh Daeng Mankkaw putri dari Arung Pallewange.
5. Ratu Daeng Mankkaw Raja Pagatan V (Tahun 1875-1883) Daeng Mankkaw Binti Abdul Rahim adalah raja Pagatan V yang dinobatkan menjadi raja tahun 1875 kemudian bergelar Ratu Daeng Mankkaw. Pada masa pemerintahan Ratu daeng Mankkaw didampingi oleh suaminya Pengeran Muda Aribillah. salah seorang raja Kerajaan Tanah Bumbu sebuah kerajaan kecil yang berada disebelah Utara Kerajaan Pagatan. Pengeran Muda Aribillah merupakan cucu dari Sultan Banjar Tamjidillah I yang telah mengadakan ikatan perkawinan dengan Ratu Daeng Makkao dari ikatan perkawinan inilah kemudian lahir Andi Tangkung dan Andi Sallo (Abdul Rahim).
Ratu Daeng Mankkaw wafat tahun 1883. Sementara anaknya bernama Abdul Rahim belum dewasa maka untuk pemerintahan kerajaan Pagatan dipercayakan kepada Kolonial Belanda, sementara pemangku kerajaan dipercayakan kepada kakaknya Andi Tangkung
6. Andi Tangkung Raja Pagatan VI ( Tahun 1883-1893) Andi Tangkung memangku jabatan kerajaan Pagatan bergelar Petta Ratu yang berlansung sejak tahun 1883 dan berahir tahun 1893. Kemudian digantikan oleh Abdul Rahim 7. Arung Abdul Rahim Raja Pagatan VII (Tahun 1893-1908) Andi Sallo bergelar Arung Abdul Rahim naik tahta tahun 1893 dan berahir pada tanggal, 16 Juli 1908. Pada masa akhir kekuasaan Arung Abdul Rahim telah terjadi kemelut dalam kerajaan Pagatan Kusan. Peristiwa tersebut berawal perseteruan antara dua saudara antara Andi Sallo dan Andi Tangkung. Andi Tangkung mempersiapkan putranya bernama Andi Iwang sebagai penganti Arung Abdul Rahim pemangku kerajaan Pagatan Kusan, sementara juga Andi Sallo juga mempersiapkan putranya bernama Andi Kacong untuk mengantikan dirinya sebagai pemangku kerajaan Pagatan Kusan. Mencermati komplik internal ini akhirnya setahun sebelum wafatnya Arung Abdul Rahim, yakni pada tanggal, 20 April 1907. Arung Abdul Rahim mengeluarkan suatu pernyataan bahwa kerajaan Pagatan dan Kusan diserahkan kepada pemerintahan kolonial Belanda. Maka setelah empat tahun (1908-1912) pelaksanaan pemerintahan kerajaan Pagatan dan Kusan di bawah suatu kerapatan (zelfbestuusraad), terhitung tanggal, 1 Juli 1912 kerajaan
Pagatan dan Kusan dilebur dalam pemerintahan langsung Hindia Belanda (Nategaal: 1983).
RATU INTAN TH 1875-1883
Pada masa pemerintahaan Sultan Tamjidillah I di Kerajaan Banjar datang menghadap sekelompok orang penduduk asli dayak pesisir kaki pegunungan maratus dari wilayah Tanah Bumbu. Menemuai dan meminta serta memohon kepada penambahan agar penambahan dapat menugaskan keluarga kerajaan untuk memimpin dan mengatur pemerintahan di Tanah Bumbu. Kemudian penambahan mengutus salah saorang keluarganya kerajaan yaitu Ratu Intan dan pengikutnya untuk memimpin dan mengatur pemerintahan di Tanah Bumbu. Ratu Intan dan pengikutunya menunuju Ke Wilayah Tanah bambu menyelusuri kaki gunung meratus naik dan turun gunug, masuk dan keluar hutan dan sampai akhirnya menyelusuri anak sungai Cengal yang kemudian dikenal dengan sungai Bumbu kemudian disini membangun pemukiman dan keratong yang kemudian dijadipakan sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Tanah Bumbu (Kerajaan Tanah Bumbu sebuah kerajaan kecil yang berada disebelah Utara Kerajaan Pagatan). didirikan oleh Ratu Intan dan Pengeran Muda Aribillah merupakan cucu dari Sultan Banjar Tamjidillah I. Ratu Intan sebagai pemimpin di Kerajaan Tanah Bumbu mendapat sambutan dan dukungan
masyarakat dayak di Wilayah Tanah Bumbu sehingga dapat
berkembangan dan mengalami kemajuan terbukti Kerajaan Tanah Bumbu dapat menjalin hubungan bileteral dengan baik beberapa kerajaan berpengaruh saat itu, seperti:
1. Kerajaan Kampiri (Wajo) 2. Kerjaan Kutai. 3. Kerajaan Pasir. 4. Kerjaan Pagatan Ratu Intan kemudian kawin dengan H. Tua putra dari Sultan Maswan dari kelurga Kerjaan Pasir. Hasil perkewainan tersebut lahirlah keturunan Rau Intan yaitu: 1. Ratu Dungkat 2. Pengeran Sutar 3. H. Fati 4. H. Rampit Ratu Dunkat kemudian kawin dengan Petta Malampe Gemmena dari Keluarga Kerjaan Goa. Kemudian Ratu Intan menobatkan menantunya Petta Malampe Hemmena menjadi Raja ke II Tanah Bumbu dengan gelar Sultan Agung. Sementara Pengeran Muda Muda Aribillah Kerajaan Tanah Bumbu mengadakan ikatan perkawinan Ratu Daeng Makkaw Raja Pagatan (1875-1883) yang kemudian melahirkan keturuna, yaitu: 1. Andi Tangkung (Raja Pagatan VI Tahun 1883-1893) 2. Andi Sallo (Raja Pagatan VII (Tahun 1893-1908)