KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENETIK SERTA DERAJAT KOMPETISI BEBERAPA AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. TERHADAP TANAMAN PADI SAWAH
DWI GUNTORO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul: KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENETIK SERTA DERAJAT KOMPETISI BEBERAPA AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. TERHADAP TANAMAN PADI SAWAH adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing, bukan hasil jiplakan atau tiruan serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk memperoleh gelar program sejenis di perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Dwi Guntoro NIM A361050091
ABSTRACT DWI GUNTORO. Morphological and Genetic Diversity and Degree of Competition of Several Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. Accessions to Rice. (Supervised by M. AHMAD CHOZIN, EDI SANTOSA, SOEKISMAN TJITROSEMITO, and ABDUL HARRIS BURHAN). Weed disturbance is an important issue in rice production in Indonesia. Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. is the most dominant weed in rice leading to loss of production. The research aims to analyze the morphology and genetic diversity of weeds accession E. crus-galli from West Java and degree of competition of E. crus-galli to rice. Research was carried out by using several steps, i.e : (1) Preliminary experiments on growth and production of rice with E. crus-galli weed population levels originating from three locations, (2) Morphological and genetic evaluation, (3) Identification of potential weed allelophaty E. crus-galli accession, (4) Study effect of E. crus-galli accession on the growth and rice production (greenhouse experiments), (5) Effects of accession and population rate of E. crus-galli on the growth and rice production (field trial), (6) Estimation of degree competition of E. crus-galli by the replacement series method, (7) Study of physiology competition between rice with weeds. Results showed that E. crus-galli accession from West Java exhibited morphological and genetic diversity. Accession from different geographical locations showed differences in morphology. The diversity of morphology is presumably due to the phenotypic plasticity and adaptation ability of E. crus-galli accessions. Cluster analysis based on SSR molecular markers produced four subgroups with similarity coefficient of 0.86, with most of the group clustered in geographic zones of western West Java and northen. This genetic diversity might be caused by the movement of genetic material through harvest or through irrigation, isolation distance, and the possibility of mutation. E. crus-galli accessions had the potential allelophaty based on inhibit of radicle and plumula growth of rice. Based on the potential allelophaty, the accessions clustered to six groups at 0.72 similarity coefficient. Each accession of E. crus-galli showed a potential difference in reducing the growth and yield of rice plants. This ability is probablt related to morphological characteristics and allelophatyic potential. Accession K6 from Karawang showed the highest ability to suppress the growth and production of rice plants. E. crus-galli weed had a higher degree of competition to rice plants when the weed population was higher than the population of rice plants. Based on the value of aggressiveness, E. crus-galli competed stronger than rice when the population of rice plants and weeds is equal or weed population was higher than that of rice population. Each rice variety had a different response to population levels of E. crus-galli. The competition between rice plants with a E. crus-galli inhibited the physiological process of rice plant. Key words : Echinochloa crus-galli, morphology, genetic, diversity, allelophaty, competition, replacement series, physiology, rice variety.
RINGKASAN DWI GUNTORO. Keragaman Morfologi dan Genetik serta Derajat Kompetisi Beberapa Aksesi Gulma Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. terhadap Tanaman Padi Sawah. (Dibimbing oleh M. AHMAD CHOZIN, EDI SANTOSA, SOEKISMAN TJITROSEMITO, dan ABDUL HARRIS BURHAN).
Salah satu masalah penting dalam upaya peningkatan produksi padi di Indonesia adalah menurunkan gangguan gulma selama pertumbuhan. Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. merupakan gulma dominan pada tanaman padi sawah yang menyebabkan kehilangan hasil produksi. Penurunan produksi tersebut disebabkan oleh adanya kompetisi antara gulma dan tanaman padi terhadap sumberdaya yang tersedia. Penelitian bertujuan untuk : (1) menganalisis keragaman morfologi dan genetik aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat, (2) Mengidentifikasi potensi alelopati aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat, (3) Mempelajari pengaruh aksesi dan tingkat populasi E. crus-galli terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah, (4) Mengkaji derajat kompetisi gulma E. crus-galli dengan metode replacement series, dan (5) Mempelajari fisiologi kompetisi antara padi dengan gulma E. crus-galli. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan antara lain : (1) Percobaan pendahuluan tentang Pertumbuhan dan Produksi Padi pada berbagai Tingkat Populasi Gulma E. crus-galli yang Berasal dari Tiga Lokasi, (2) Keragaman Morfologi dan Genetik Aksesi E. crus-galli asal Jawa Barat, (3) Identifikasi Potensi Alelopati Aksesi Gulma E. crus-galli Asal Jawa Barat, (4) Kajian Pengaruh Aksesi Gulma E. crus-galli terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi (Percobaan Rumah Kaca), (5) Kajian Pengaruh Aksesi dan Tingkat Populasi Gulma E. crus-galli terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi (Percobaan Lapangan), (6) Pendugaan Derajat Kompetisi Gulma E. crus-galli dengan Metode Replacement Series, (7) Kajian Fisiologi Kompetisi antara Padi dengan Gulma. Hasil penelitian menunjukkan adanya keragaman morfologi dan genetik aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat. Aksesi dari lokasi geografis yang berbeda menunjukkan perbedaan morfologi. Keragaman morfologi aksesi selain disebabkan oleh genetik juga disebabkan oleh perbedaan lingkungan tumbuh. Keragaman morfologi pada lingkungan tumbuh yang berbeda disebabkan adanya perbedaan plastisitas fenotipik dan kemampuan adaptasi aksesi gulma E. crusgalli. Praktek budidaya tanaman padi yang intensif seperti di wilayah Karawang dan tekanan lingkungan tumbuh juga mempengaruhi keragaman morfologi aksesi gulma E. crus-galli. Analisis cluster berdasarkan karakter morfologi dari habitat asal menghasilkan 5 grup pada koefisien kemiripan sebesar 0.78, sedangkan berdasarkan karakter morfologi di rumah kaca (250 m dpl) membentuk 5 grup pada koefisien kemiripan 0.64 dengan anggota grup aksesi yang berbeda. Analisis cluster berdasarkan penanda molekuler SSR menghasilkan 4 sub grup dengan koefisien kemiripan 0.86, dengan sebagian besar grup mengelompok pada zona geografi Jawa Barat bagian barat dan bagian utara (pantai utara Jawa) dengan pusat keragaman adalah Subang, Karawang dan Pangalengan. Keragaman
genetik ini dapat disebabkan oleh perpindahan material genetik melalui hasil panen atau melalui irigasi, isolasi jarak, dan kemungkinan adanya mutasi. Aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki potensi alelopati berdasarkan penghambatan plumula dan radikula kecambah padi. Senyawa alelopati potensial yang teridentifikasi di dalam ekstrak akar aksesi E. crus-galli diantaranya adalah golongan senyawa phenolic, pthalic acid, decanoid acid, propanoid, quinon, dan sterol. Berdasarkan potensi alelopatinya, analisis cluster menghasilkan enam kelompok aksesi pada koefisien kemiripan 0.72 yaitu aksesi dengan inhibition rate plumula rendah dan inhibition rate radikula rendah, inhibition rate plumula tinggi dan inhibition rate radikula sedang, inhibition rate plumula rendah dan inhibition rate radikula sedang, inhibition rate plumula sedang dan inhibition rate radikula rendah, inhibition rate plumula tinggi dan inhibition rate radikula rendah, dan inhibition rate plumula tinggi dan inhibition rate radikula tinggi. Setiap aksesi gulma E. crus-galli menunjukkan perbedaan potensi dalam menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Kemampuan tersebut terkait dengan sifat morfologi dan potensi alelopati. Aksesi K6 asal Karawang menunjukkan kemampuan tertinggi dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Kemampuan ini terkait dengan karakter morfologi aksesi K6 yaitu panjang daun panjang, lebar daun sempit, sudut daun kecil, dan umur berbunga lambat, serta memiliki IR plumula tinggi dan IR radikula sedang. Gulma E. crus-galli memiliki derajat kompetisi yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman padi ketika populasi gulma lebih tinggi daripada populasi tanaman padi yang ditunjukkan dengan penguasaan sarana tumbuh lebih besar. Berdasarkan nilai agresivitas, gulma E. crus-galli lebih kuat berkompetisi dibandingkan tanaman padi ketika populasi padi dan gulma seimbang ataupun populasi gulma lebih tinggi daripada populasi tanaman padi. Derajat kompetisi gulma ditentukan oleh tingkat populasi gulma E. crus-galli di lapangan. Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli, maka pertumbuhan dan produksi tanaman padi semakin menurun. Produksi padi per hektar menurun sebesar 15.33% pada populasi 4 gulma E. crus-galli/m2 hingga 61.50% pada populasi 12 gulma E. crusgalli/m2. Setiap varietas padi memiliki respon yang berbeda terhadap tingkat populasi gulma E. crus-galli. Varietas Fatmawati menunjukkan varietas yang lebih kompetitif dibandingkan dengan varietas Ciherang. Kompetisi antara tanaman padi dengan gulma E. crus-galli menghambat proses fisiologi tanaman padi yang ditunjukkan dengan penurunan peubah proses fisiologi seperti Indeks Luas Daun (ILD), Net Assimilation Ratio (NAR), Relative Growth Rate (RGR), Crop Growth Rate (CGR), dan peningkatan Leaf Area Ratio (LAR).
Kata kunci : Echinochloa crus-galli, morfologi, genetik, keragaman, alelopati, kompetisi, replacement series, fisiologi, varietas padi.
©Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip, sebagian atau seluruhnya dari karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENETIK SERTA DERAJAT KOMPETISI BEBERAPA AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. TERHADAP TANAMAN PADI SAWAH
DWI GUNTORO
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Disertasi : Keragaman Morfologi dan Genetik serta Derajat Kompetisi Beberapa Aksesi Gulma Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. terhadap Tanaman Padi Sawah Nama
: Dwi Guntoro
NIM
: A361050091
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir M. Ahmad Chozin, MAgr. Ketua
Dr. Edi Santosa, SP., MSi Anggota
Dr. Soekisman Tjitrosemito Anggota
Dr. Ir. Abdul Harris Burhan, MSc Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Agronomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan petunjuk-Nya sehingga disertasi yang berjudul “Keragaman Morfologi dan Genetik serta Derajat Kompetisi Beberapa Aksesi Gulma Echinochloa crus-galli terhadap Tanaman Padi Sawah” dapat diselesaikan. Penghargaan dan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada ketua komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. M. Ahmad Chozin, MAgr yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama penelitian dan penulisan disertasi. Ungkapan penghargaan dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada anggota komisi pembimbing : Dr. Soekisman Tjitrosemito, Dr. Ir. Abdul Harris Burhan, MSc, dan Dr. Edi Santosa, SP, MSi yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penyelesaian disertasi. Penghargaan dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu sehingga disertasi dapat diselesaikan : 1.
Kementerian Pendidikan Nasional cq. Direktorat Pendidkan Tinggi atas beasiswa BPPS yang penulis terima pada tahun 2005-2008.
2.
Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura atas pemberian izin untuk melanjutkan studi program Doktor.
3.
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS, Dr. Ir. Trikoesoeaningtyas, MSc, dan Dr. Ir. Maya Melati selaku Pimpinan Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana IPB atas masukan dan saran yang diberikan.
4.
Dr. Ir. Sri Sudarmiyati Tjitrosoedirdjo dan Dr. Ir. Ahmad Junaedi, Msi selaku penguji pada ujian prakualifikasi doktor atas masukan dan saran yang diberikan.
5.
Dr. Ir. Sugiyanta, MSi dan Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tertutup atas masukan-masukan yang diberikan.
6.
Prof. Dr. Ir. A. Karim Makarim, MSc dan Dr. Ir. Sudradjat, MS selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka atas saran dan masukan yang diberikan.
7.
Seluruh Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura atas kerjasama, bantuan, dukungan selama penyelesaian studi.
8.
Rosalia Frauke, SP., Ikhsan Suhud, SP., Lidya Sofianty, SP., Dwi Arie Novianti, SP., Verdha Sahrilla Sandhi, SP., Sudianto Samosir, SP, dan Rusmato, SP atas semua bantuan dan kerjasamanya.
9.
Tim Laboratorium Ekotoksikologi, Limbah & Agen Hayati, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB (Dita Nurul Latifah, Anif Lailatusifa, Ekasari, Yeni Fitria, dkk.) atas dukungan dan kerjasamanya selamanya penyelesaian disertasi.
10. Teknisi dan laboran (Mbak Lasih dkk.) atas bantuan yang diberikan selama penelitian berlangsung. 11. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang yang tulus, kesabaran, pengertian dan doa yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2012 Dwi Guntoro
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 29 Agustus 1970 sebagai anak keempat dari pasangan Kartono (alm) dan Casmini (alm).
Pendidikan
sarjana ditempuh di Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB, lulus pada tahun 1995. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan program Magister Sains di Program Studi Agronomi, Program Pascasarjana IPB. Pada tahun 2005 penulis berkesempatan melanjutkan studi ke program Doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama dengan beasiswa BPPS dari Departemen Pendidikan Nasional pada tahun (2005-2008). Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB sejak tahun 1997 sampai sekarang. Sesuai dengan pengembangan staf dan bidang ilmu di Departemen, penulis menjadi anggota Bagian Ekofisiologi Tanaman.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
vii
PENDAHULUAN ....................................................................................... Latar Belakang ................................................................................. Tujuan Penelitian .............................................................................. Hipotesis ..........................................................................................
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... Botani dan Morfologi Echinochloa cruss-galli .................................. Ekologi Gulma E. crus-galli ............................................................. Fisiologi E. crus-galli ....................................................................... Marka Molekuler Simple Sequence Repeat (SSR) .............................
5 5 8 10 16
PERCOBAAN PENDAHULUAN TENTANG PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PADA BERBAGAI TINGKAT POPULASI GULMA Echinochloa cruss-galli YANG BERASAL DARI TIGA LOKASI .............. Pendahuluan ..................................................................................... Bahan dan Metode ............................................................................ Hasil dan Pembahasan ...................................................................... Pertumbuhan Tanaman Padi .................................................... Komponen Produksi Padi ........................................................ Produksi Gabah ....................................................................... Kesimpulan ......................................................................................
19 19 20 21 21 26 27 28
KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENETIK AKSESI GULMA Echinochloa cruss-galli ASAL JAWA BARAT ............................................ Pendahuluan ..................................................................................... Metode Penelitian ............................................................................. Hasil dan Pembahasan ...................................................................... Karakteristik Lingkungan Habitat Asal Aksesi E. crus-galli ..... Keragaman Morfologi Aksesi Gulma E. crus-galli di Habitat Asal .......................................................................................... Keragaman Morfologi Aksesi Gulma E. crus-galli di Rumah Kaca ......................................................................................... Keragaman Genetik Aksesi Gulma E. crus-galli ....................... Pembahasan.............................................................................. Kesimpulan ......................................................................................
38 42 43 46
IDENTIFIKASI POTENSI ALELOPATI BEBERAPA AKSESI GULMA Echinochloa cruss-galli ASAL JAWA BARAT…. ....................................... Pendahuluan ..................................................................................... Bahan dan Metode ............................................................................
47 47 48
29 29 30 34 34 35
ii Hasil dan Pembahasan ...................................................................... Potensi Alelopati Aksesi Gulma E. crus-galli .......................... Hubungan antara Potensi Alelopati dengan Keragaman Genetik Aksesi Gulma E. crus-galli …………………………. Kandungan Senyawa Alelopati Aksesi E. crus-galli ………... Pembahasan ……….................................................................... Kesimpulan ......................................................................................
49 49 50 52 53 54
PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa cruss-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (PERCOBAAN RUMAH KACA) ......................................................................................................... Pendahuluan ..................................................................................... Bahan dan Metode ............................................................................. Hasil dan Pembahasan ...................................................................... Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi ..................................... Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi ..................................... Pembahasan ............................................................................. Kesimpulan ......................................................................................
55 55 56 57 57 61 62 64
PENGARUH AKSESI DAN TINGKAT POPULASI Echinochloa crussgalli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (PERCOBAAN LAPANGAN) ..................................................................... Pendahuluan ..................................................................................... Bahan dan Metode ............................................................................. Hasil dan Pembahasan ...................................................................... Pertumbuhan Vegetatif Tanamaman Padi ................................ Komponen Hasil Tanaman Padi ............................................... Hasil Produks i Tanaman Padi .................................................. Pembahasan.............................................................................. Kesimpulan dan Saran ......................................................................
65 65 66 67 67 75 78 79 81
PENDUGAAN DERAJAT KOMPETISI GULMA E. crus-galli MELALUI METODE REPLACEMENT SERIES ............................................................ Pendahuluan ..................................................................................... Bahan dan Metode ............................................................................ Hasil dan Pembahasan ...................................................................... Kompetisi di Atas Permukaan Tanah ....................................... Kompetisi di Bawah Permukaan Tanah .................................... Pengaruh Kompetisi terhadap Produksi Biomass Total ............. Pengaruh Kompetisi terhadap Komponen Hasil dan Hasil Produksi ................................................................................... Penguasaan Sarana Tumbuh ..................................................... Koefisien Pendesakan ............................................................... Nilai Agresivitas (A) ................................................................ Pembahasan ............................................................................. Kesimpulan dan Saran ......................................................................
83 83 84 85 85 88 92 93 94 98 98 99 101
iii KAJIAN FISIOLOGI KOMPETISI ANTARA PADI DENGAN GULMA Echinochloa crus-galli ................................................................................. Pendahuluan ..................................................................................... Bahan dan Metode ............................................................................ Hasil dan Pembahasan ...................................................................... Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi ..................................... Fisiologi Kompetisi antara Tanaman Padi dengan Gulma E. crus-galli .................................................................................. Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi ..................................... Komponen Produksi Tanaman Padi ......................................... Hasil Produksi Tanaman Padi .................................................. Mutu Hasil Panen ..................................................................... Indeks Panen ............................................................................ Pembahasan.............................................................................. Kesimpulan ......................................................................................
103 103 104 106 106 112 115 115 117 119 119 120 123
PEMBAHASAN UMUM ............................................................................ Keragaman Morfologi dan Genetik serta Implikasinya dalam Manajemen Gulma ............................................................................ Potensi Alelopati Gulma E. crus-galli................................................ Keragaman Aksesi Gulma dalam Penekanan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi ............................................................................. Respon Tanaman Padi terhadap Tingkat Populasi Gulma E. crusgalli ................................................................................................... Fisiologi Kompetisi Padi-Gulma ........................................................
125
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... Kesimpulan ....................................................................................... Saran .................................................................................................
135 135 137
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
138
LAMPIRAN ................................................................................................
147
125 128 129 131 132
iv
DAFTAR TABEL
No.
Halaman Teks
1.
Pengaruh aksesi gulma terhadap tinggi tanaman padi ........................
21
2.
Pengaruh aksesi dan populasi E. crus-galli terhadap jumlah anakan tanaman padi .....................................................................................
22
3.
Jumlah daun tanaman padi pada perlakuan populasi E. crus-galli .....
23
4.
Bobot kering tajuk dan akar padi pada perlakuan populasi E. crusgalli ..................................................................................................
24
Panjang, lebar, luas daun bendera padi pada perlakuan populasi E. crus-galli ..........................................................................................
25
Jumlah anakan produktif, panjang malai dan kepadatan malai padi pada perlakuan aksesi dan populasi E. crus-galli ...............................
26
Pengaruh aksesi dan populasi E. crus-galli terhadap bobot gabah dan persentase kehampaan ......................................................................
28
8.
Deskripsi asal-usul 16 aksesi gulma E. crus-galli di Jawa Barat .........
31
9.
Primer Simple Sequence Repeat (SSR) dan sekuen nukleotidanya yang digunakan dalam analisis genetic aksesi E. crus-galli ..............
32
Karakteristik lingkungan dari habitat asal aksesi gulma E. crus-galli dan lokasi penanaman gulma E. crus-galli ........................................
34
Karakter morfologi aksesi gulma E. crus-galli di habitat asal dari berbagai lokasi di Jawa Barat ............................................................
35
12.
Nilai eigenvalue berdasarkan karakter morfologi di habitat asal .........
36
13.
Nilai komponen utama berdasarkan karakter morfologi pada habitat asal aksesi gulma E. crus-galli ..........................................................
37
Karakter vegetatif aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat di rumah kaca (Bogor, 250 m dpl) .........................................................
38
Karakter generatif aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat di rumah kaca (Bogor, 250 m dpl) .........................................................
39
16.
Nilai eigenvalue berdasarkan karakter morfologi di rumah kaca .......
41
17.
Nilai komponen utama berdasarkan karakter morfologi di rumah kaca ..................................................................................................
41
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap penghambatan plumula dan radikula kecambah padi saat 14 hari setelah semai .........
49
Penggolongan potensi alelopati aksesi gulma E. crus-galli ...............
52
5. 6. 7.
10. 11.
14. 15.
18. 19.
v 20.
Kandungan senyawa dalam ekstrak akar beberapa aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat ..................................................................
52
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman padi .....................................................................................
58
22.
Pertumbuhan vegetatif gulma E. crus-galli .......................................
58
23.
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap jumlah anakan produktif, panjang malai, dan kepadatan malai padi ...........................
61
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap panjang dan lebar daun bendera tanaman padi .......................................................................
62
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap bobot gabah total, bobot gabah isi, bobot gabah hampa, dan bobot 100 butir .................
62
Jumlah anakan tanaman padi pada perlakuan aksesi dan populasi gulma E. crus-galli ............................................................................
69
Jumlah daun tanaman padi pada perlakuan aksesi dan populasi gulma E. crus-galli ............................................................................
69
Bobot kering akar tanaman padi pada interaksi aksesi dan populasi gulma E. crus-galli ............................................................................
70
29.
Bobot kering akar E. crus-galli pada pertanaman padi hibrida ...........
71
30.
Bobot kering tajuk tanaman padi pada interaksi aksesi dan populasi gulma E. crus-galli ...........................................................................
71
31.
Bobot kering tajuk E. crus-galli pada tanaman padi hibrida ...............
72
32.
Panjang akar tanaman padi pada perlakuan aksesi dan populasi gulma E. crus-galli ...........................................................................
72
Indeks luas daun tanaman padi dan gulma E. crus-galli saat 8 MST dari berbagai perlakuan .....................................................................
73
Laju tumbuh relatif tanaman padi dan gulma E. crus-galli dari umur 4 MST sampai dengan 8 MST ..........................................................
74
35.
Kandungan hara tajuk tanaman padi ..................................................
75
36.
Kandungan hara tajuk gulma E. crus-galli .........................................
75
37.
Jumlah anakan produktif dan panjang malai tanaman padi pada perlakuan aksesi dan populasi E. crus-galli .......................................
76
Pengaruh interaksi antara aksesi dengan populasi gulma E. crus-galli terhadap kepadatan malai tanaman padi .............................................
76
Pengaruh aksesi dan populasi E. crus-galli terhadap jumlah gabah per malai dan persentase kehampaan .................................................
77
Gabah kering panen dan gabah kering giling tanaman padi pada perlakuan populasi E. crus-galli.........................................................
78
Pengaruh interaksi antara aksesi dan populasi gulma E. crus-galli terhadap bobot gabah 1 000 butir tanaman padi .................................
79
21.
24. 25. 26. 27. 28.
33. 34.
38. 39. 40. 41.
vi 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59.
Pengaruh populasi tanaman terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan padi dan gulma E. crus-galli pada 9 MST ............................
86
Pengaruh populasi tanaman per pot terhadap jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun padi dan gulma E. crus-galli pada 9 MST ........
87
Pengaruh populasi tanaman per pot terhadap komponen hasil tanaman padi ....................................................................................
93
Pengaruh populasi tanaman per pot terhadap komponen hasil gulma E. crus-galli ......................................................................................
94
Pengaruh kepadatan populasi terhadap bobot gabah total, bobot gabah isi, bobot gabah hampa, dan persentase gabah hampa .............
94
Hasil dugaan produksi biji tanaman padi pada pertanaman monokultur ........................................................................................
95
Hasil dugaan produksi biji gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur ........................................................................................
96
Penguasaan sarana tumbuh tanaman padi pada pertanaman tumpangsari dengan gulma E. crus-galli ............................................
96
Nilai koefisien pendesakan (KP) pada pertanaman tumpangsari padi dengan gulma E. crus-galli ................................................................
98
Nilai agresivitas tanaman padi dan gulma E. crus-galli pada pertanaman tumpangsari ....................................................................
99
Pengaruh varietas dan populasi gulma E.crus-galli/m² terhadap ILD tanaman padi pada 8 MST .................................................................
108
Kandungan hara daun beberapa varietas tanaman padi pada populasi gulma E.crus-galli yang berbeda .......................................................
112
Efisiensi serapan hara pada beberapa varietas tanaman padi dan populasi gulma E. crus-galli .............................................................
113
LAR, NAR, RGR, dan CGR beberapa varietas padi pada beberapa populasi gulma E.crus-galli .............................................................
114
Waktu heading tanaman padi pada perlakuan varietas padi dan populasi gulma E.crus-galli ...............................................................
115
Pengaruh interaksi varietas padi dan populasi gulma E.crus-galli terhadap panjang malai, jumlah biji per malai ....................................
116
Bobot 1 000 butir gabah pada beberapa varietas tanaman padi dan pada berbagai populasi gulma E.crus-galli ........................................
117
Pengaruh tingkat populasi gulma E. crus-galli terhadap indeks panen pada beberapa varietas tanaman padi .................................................
120
vii Lampiran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Karawang (K, 37 m dpl) berdasarkan analisis GCMS .........
148
Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Subang (S, 29 m dpl) berdasarkan analisis GCMS ..............
149
Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Cikampek (C, 40 m dpl) berdasarkan analisis GCMS .........
150
Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Indramayu (I, 16 m dpl) berdasarkan analisis GCMS ..........
151
Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Cianjur (Ta, 250 m dpl) berdasarkan analisis GCMS ..........
152
Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Sukabumi (Tc, 750 m dpl) berdasarkan analisis GCMS ......
153
Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Cianjur (Td, 1000 m dpl) berdasarkan analisis GCMS ........
154
Kandungan senyawa kimia dalam ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Pangalengan (Te, 1250 m dpl) berdasarkan analisis GCMS .................................................................................................
155
Kandungan senyawa kimia dalam ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Pangalengan (Tf, 1500 m dpl) berdasarkan analisis GCMS .................................................................................................
156
viii
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman Teks
1.
Bagan alir tahapan penelitian ............................................................
4
2.
Echinochloa cruss-galli (L.) Beauv ..................................................
6
3.
Hubungan kekerabatan aksesi gulma E. crus-galli dari berbagai lokasi di Jawa Barat berdasarkan karakter morfologi di habitat asal ..
36
Pengelompokan aksesi gulma E. crus-galli berdasarkan analisis komponen utama ..............................................................................
37
Dendogram kekerabatan aksesi gulma E. crus-galli berdasarkan karakter morfologi di rumah kaca .....................................................
40
Diagram pencar (komponen I-II) aksesi gulma E. crus-galli berdasarkan karakter vegetative di rumah kaca .................................
42
Dendogram kekerabatan genetik aksesi gulma E. crus-galli berdasarkan marka molekuler Simple Sequence Repeat (SSR) ...........
43
Dendogram kekerabatan aksesi gulma E. crus-galli dari berbagai habitat padi sawah di Jawa Barat berdasarkan potensi alelopati..........
51
9.
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap tinggi tanaman padi ....
57
10.
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap jumlah anakan tanaman padi ....................................................................................
59
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap panjang akar tanaman padi ..................................................................................................
60
Bobot tajuk tanaman padi pada perlakuan aksesi gulma E. crus-galli ..........................................................................................................
60
Bobot kering akar tanaman padi pada perlakuan aksesi gulma E. crus-galli ..........................................................................................
61
14.
Perlakuan populasi gulma E. crus-galli per m² pada pertanaman padi
66
15.
Tinggi tanaman padi pada 6 MST pada perlakuan aksesi dan tingkat populasi gulma E. crus-galli ..............................................................
68
Hubungan antara populasi gulma E. crus-galli dengan produksi gabah .................................................................................................
79
Skema penanaman padi dan gulma E. crus-galli di pot pada percobaan replacement series ...........................................................
84
Bobot kering biomasa tajuk tanaman padi dan gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran ...................
88
4. 5. 6. 7. 8.
11. 12. 13.
16. 17. 18.
ix 19.
Panjang akar tanaman padi dan gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran .............................................
88
Bobot kering biomass akar padi dan gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran ...........................
89
Serapan hara N tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran .................................................................
90
Serapan hara P tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran .................................................................
90
Serapan hara K tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran .................................................................
91
Serapan hara Ca tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran .................................................................
91
Serapan hara Mg tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran .................................................................
92
Bobot kering biomass total tanaman padi dan gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran ...................
93
27.
Penguasaan sarana tumbuh tanaman padi dan E. crus-galli ................
97
28.
Hubungan antara produksi tanaman padi dan gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur dan tumpangsari ..................................
97
29.
Perlakuan populasi gulma E.crus-galli per m² ....................................
105
30.
Perkembangan tinggi tanaman beberapa varietas padi pada perlakuan populasi gulma E.crus-galli ...............................................................
106
Pengaruh interaksi varietas padi dan populasi gulma E.crus-galli terhadap jumlah anakan .....................................................................
107
Pengaruh interaksi varietas padi dan populasi gulma E.crus-galli terhadap jumlah daun tanaman padi ...................................................
108
33.
Bobot kering tajuk beberapa varietas tanaman padi............................
109
34.
Pengaruh populasi gulma E.crus-galli terhadap bobot kering tajuk tanaman padi .....................................................................................
109
35.
Perkembangan bobot kering akar beberapa varietas tanaman padi......
110
36.
Perkembangan bobot kering akar tanaman padi pada beberapa populasi gulma E.crus-galli ...............................................................
110
Bobot kering total (tajuk dan akar) pada perlakuan varietas dan populasi gulma E.crus-galli ...............................................................
111
Panjang akar beberapa varietas tanaman padi pada perlakuan populasi gulma E.crus-galli ...............................................................
111
Pengaruh populasi gulma E.crus-galli terhadap jumlah anakan produktif beberapa varietas tanaman padi ..........................................
116
20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
31. 32.
37. 38. 39.
x 40. 41. 42.
Hubungan tingkat populasi gulma dan produksi gabah kering giling pada beberapa varietas padi ...............................................................
118
Dugaan hasil produksi gabah/hektar dari berbagai populasi gulma E.crus-galli/m² ..................................................................................
118
Persentase kehampaan pada beberapa varietas padi pada berbagai populasi gulma E.crus-galli ...............................................................
119
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman padi (Oryza sativa) merupakan komoditas yang strategis di Indonesia karena beras merupakan sumber makanan pokok bagi hampir seluruh rakyat Indonesia.
Kebutuhan beras di Indonesia semakin meningkat sejalan
dengan pertambahan jumlah penduduk. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2011 mencapai 241 juta jiwa dan kebutuhan beras mencapai 34 juta ton per tahun (BPS, 2011). Produksi padi pada tahun 2011 berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM II) diperkirakan mencapai 68.06 juta ton gabah kering giling (GKG) atau 38.2 juta ton beras. Kebutuhan beras pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 48.5 juta ton atau setara dengan 70 juta ton GKG. Untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut diperlukan usaha peningkatan produksi dan produktivitas padi di Indonesia. Peningkatan produksi beras tahun 2011 dibandingkan tahun 2010 disebabkan oleh peningkatan luas areal (0.11%) dan peningkatan produktivitas (1.24%) (BPS 2011).
Pada tahun-tahun
mendatang, upaya peningkatan produksi beras akan menghadapi banyak kendala diantaranya perubahan fungsi lahan sawah menjadi lahan non pertanian yang mencapai 187 720 hektar/tahun (Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air 2005), degradasi kesuburan lahan yang saat ini mencapai 4 juta hektar dari degradasi berat (50%) hingga degradasi rendah (0.8%) (Badan Litbang Pertanian 2011), serta adanya serangan organisme pengganggu tanaman. Salah satu organisme pengganggu tanaman yang dapat menurunkan produksi dan produktivitas tanaman padi adalah gulma. Kehilangan hasil akibat gulma di seluruh dunia diperkirakan mencapai 10-15% (Smith 1968; Smith 1983; Zoschke 1990; Baltazar dan De Datta 1992), bahkan kehilangan hasil dapat mencapai 86% jika tanpa dilakukan pengendalian gulma (Kropff 1993). Salah satu gulma penting dan dominan pada lahan padi sawah di Indonesia adalah gulma jajagoan (Echinochloa crus-galli) (Ali dan Sankaran 1984; Ali 1985). Gulma E. crus-galli menjadi masalah utama pada budidaya tanaman padi sawah dan merupakan penyebab kehilangan hasil produksi yang utama pada produksi padi sawah
(Gealy et al. 2003; Haefele et al. 2004).
Penurunan
2 produksi padi akibat gulma E. crus-galli dapat mencapai 46-59% (Sultana 2000; Chin 2001), 57-95% (Ahn dan Chung 2000), bahkan hingga 97% (Islam dan Karim 2003). Penurunan produksi tanaman padi oleh gulma E. crus-galli dapat terjadi karena kompetisi, alelopati, dan menjadi inang hama penyakit tanaman padi (alelomediasi).
Kompetisi gulma E. crus-galli menyebabkan penurunan hasil
produksi akibat penurunan jumlah anakan, jumlah malai, dan jumlah gabah per malai (Tindall et al. 2005).
Gulma E. crus-galli berpotensi mengeluarkan
senyawa alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Putnam 1986). Eksudat akar E. crus-galli yang berupa senyawa p-Hidroxymandelic menunjukkan efek alelopati dan menekan pertumbuhan tajuk dan pemanjangan akar tanaman padi (Yamamoto et al. 1999; Xuan et al. 2006). Gulma E. crus-galli dapat menjadi inang perantara bagi Leptocorisa oratorius, Acrocylindricum oryzae, Corticium sasakii, dan Rhynchosporium oryzae (Tjitrosemito 1994).
Selain
menurunkan kuantitas hasil, keberadaan gulma E. crus-galli juga menyebabkan penurunan kualitas dalam produksi benih akibat tercampurnya benih padi dengan biji-biji E. crus-galli. Gulma E. crus-galli sulit dikendalikan karena kemiripan morfologi dengan tanaman padi. Gulma ini menjadi lebih bermasalah pada budidaya tanaman padi ketika cara tanam padi berubah dari cara tanam pindah (transplanting) menjadi cara tebar benih langung (direct planting). Keberadaan gulma E. crus-galli pada pertanaman padi sawah dapat menurunkan pendapatan petani padi akibat peningkatan biaya pengendalian gulma. Usaha peningkatan produksi yang dilakukan oleh pemerintah harus diimbangi dengan upaya penyelamatan kehilangan hasil akibat organisme pengganggu tanaman.
E. crus-galli memiliki daya adaptasi yang luas pada
kondisi lingkungan yang bervariasi (Galinato et al. 1999). E. crus-galli yang berasal dari habitat yang berbeda diduga memiliki daya kompetisi yang berbeda pula.
Studi tentang potensi aksesi gulma E. crus-galli dalam menurunkan
produksi padi masih jarang dilakukan di Indonesia. Studi keragaman morfologi dan genetik serta tingkat kompetisi aksesi gulma Echinochloa crus-galli dari beberapa habitat sawah di Jawa Barat sangat penting dilakukan. Pengetahuan
3 tentang karakter dan perilaku gulma tersebut dapat menjadi dasar bagi pengembangan teknik pengendalian di lapangan sehingga dapat mendukung usaha peningkatan produksi padi nasional.
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaman morfologi dan genetik aksesi gulma E. crus-galli serta menganalisis tingkat kompetisinya terhadap tanaman padi sawah. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Menganalisis keragaman morfologi dan genetik aksesi E. crus-galli asal Jawa Barat 2. Mengidentifikasi potensi alelopati aksesi E. crus-galli asal Jawa Barat 3. Mempelajari pengaruh aksesi dan tingkat populasi E. crus-galli terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah 4. Menduga derajat kompetisi gulma E. crus-galli melalui pendekatan replacement series 5. Mempelajari fisiologi kompetisi antara padi dengan gulma E. crus-galli.
Hipotesis 1. Aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki keragaman karakter morfologi dan genetik.
Keragaman morfologi yang terjadi di lapangan
disebabkan oleh keragaman genetik dan oleh kemampuan plastisitas fenotipik. 2. Tiap aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki potensi alelopati yang berbeda dan memiliki perbedaan kemampuan dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah. 3. Gulma E. crus-galli memiliki daya kompetisi yang lebih kuat dibandingkan dengan tanaman padi sawah dalam memperebutkan sumberdaya. 4. Perbedaan populasi dan asal aksesi gulma E. crus-galli menyebabkan perbedaan respon pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah. 5. Kompetisi gulma E. crus-galli terhadap tanaman padi sawah menghambat proses fisiologi tanaman padi.
4 Untuk menguji hipotesis yang dirumuskan maka dilakukan rangkaian penelitian dengan tahapan seperti disajikan pada Gambar 1 berikut. Percobaan Pendahuluan tentang Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Berbagai Tingkat Populasi Gulma E. crus-galli yang Berasal dari Tiga Sentra Produksi Padi
Studi Keragaman Morfologi dan Genetik Aksesi Gulma E. crus-galli Asal Jawa Barat
Uji Potensi Allelopati Aksesi Gulma E. crus-galli
Studi Pengaruh Aksesi dan Tingkat Populasi E. crusgalli terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi A. Percobaan Rumah Kaca B. Percobaan Lapangan
Pendugaan Derajat Kompetisi Gulma E. crus-galli dengan Metode Replacement Series
Studi Fisiologi Kompetisi Gulma E. crus-galli pada Beberapa Varietas Padi Sawah
Diperoleh informasi keragaman morfologi, genetik, dan derajat kompetisi aksesi gulma E. crus-galli terhadap tanaman padi sawah
Gambar 1. Bagan alir tahapan penelitian
TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Echinochloa crus-galli Botani Gulma E. crus-galli merupakan gulma semusim kelas Monocotyledon, subkelas Commelinidae, ordo Cyperales, suku Poaceae/Graminae, dan marga Echinochloa. Spesies E. crus-galli meliputi 3 subspesies, yaitu E. crus-galli var. crus-galli, E. crus-galli var. particola dan E. crus-galli var. formosensis (Kim 1994). E. crus-galli adalah tumbuhan hexaploid (2n=6x=54). Gulma E. crus-galli memiliki
distribusi geografis yang luas dan keragaman dari morfologi dan
ekologi yang diduga terkait dengan sifat allohexaploid dari spesies ini (Yabuno 1983). E. crus-galli diperkirakan berasal dari India, tersebar pada daerah tropis dan sub tropis di seluruh negara Asia Tenggara dan Asia selatan serta Australia (Holm et al. 1977). Beberapa nama umum untuk rumput ini antara lain barnyard grass, japanese millet, cockspur, dan watergrass.
Di Indonesia E. crus-galli
dikenal dengan nama gagajahan, jajagoan, jawan, jawan pari, suket ngawan (Jawa) (Moenandir 1993; Galinato et al. 1999).
Morfologi Rumput E. crus-galli sangat mirip dengan tanaman padi pada saat masih muda. E. crus-galli memiliki penampilan tegak, memiliki tinggi sekitar 20-150 cm (Soerjani et al. 1987), bahkan bisa mencapai 200 cm (Galinato et al. 1999). E. crus-galli memiliki daun yang tegak atau rebah pada dasarnya. Daunnya memiliki ukuran panjang sampai 35 cm dan lebar 0.5-1.5 cm. Warna daun rumput ini hijau sampai hijau keabuan. Setiap daun memiliki pelepah yang tidak berambut dan memiliki panjang 9-13 cm. Pelepah daun umumnya berwarna kemerahan di bagian bawahnya. Helaian daun berukuran 5-65 cm x 6-22 mm, bersatu dengan pelepah, berbentuk linear dengan bagian dasar yang lebar dan melingkar dan bagian ujung yang meruncing. Permukaan daun rata, agak kasar dan menebal di bagian tepi (Duke 1996). Helaian daun memiliki beberapa rambut halus pada bagian dasarnya dan agak lebat pada permukaan daun (Fishel 2000).
6 Daerah pangkal daun dapat digunakan untuk membedakan daun E. crus-galli dan daun padi. Pangkal daun E. crus-galli tidak memiliki ligula dan aurikel, sedangkan pangkal daun padi memiliki ligula yang bermembran dan aurikel yang berbulu (Itoh 1991).
Gambar 2. Echinochloa crus-galli (L.) Beauv (Soerjani et al. 1987) a. zona helaian daun; b. Spikelet dengan rambut pendek; c. Spikelet dengan rambut panjang dari raceme yang sama; d. Glume yang paling bawah (G1) tampak belakang (dibuka); e. Glume teratas (G2), tampak depan; f. Lemma terbawah (L1), tampak depan; g. Palea terbawah (P1), tampak depan; h. Lemma teratas (L2), tampak depan; i. Palea teratas (P2), tampak depan; j. Kariopsis, dua sisi.
7 Batang berbentuk silindris dengan pith yang menyerupai spons putih di bagian dalamnya. Di lahan sawah, anakan pertama dari E. crus-galli muncul 10 hari setelah perkecambahan, dan biasanya sekitar 15 anakan yang terbentuk (Galinato et al. 1999). E. crus-galli memiliki jenis akar serabut dan tebal. Akar E. crus-galli dihasilkan pada setiap ruasnya (Soerjani et al. 1987). Bunga berupa malai yang berada di ujung dengan 5-40 bunga majemuk bulir yang mempunyai tipe raceme, dengan cabang-cabang pendek yang menaik. Bunga majemuk terdiri atas banyak spikelet yang berbelok pada satu sisi, berbentuk tegak pada awalnya tetapi selanjutnya sering membengkok ke bawah. Panjang malai bisa mencapai 5-21 cm. Malai kaku dengan permukaan yang agak kasar. Bulir terbawah merupakan bulir yang paling panjang, sekitar 1.75-8 cm, sedangkan bulir yang paling atas sangat pendek. Setiap bulir terdapat susunan spikelet yang berselang-seling di setiap sisinya (Soerjani et al. 1987). Spikelet tersusun soliter pada bulir paling atas dan susunannya bisa mencapai 2-4 spikelet dan pada bulir bagian bawah susunan spikelet bisa mencapai 4-10 spikelet (Soerjani et al. 1987). Spikelet tebal dan padat, sedikit berbentuk elips dengan panjang 3.2-3.5 mm. Spikelet biasanya sedikit berambut dan terkadang terdapat rambut yang tebal dan kaku yang panjangnya dapat mencapai 13 mm. Spikelet berwarna kehijauan dan sedikit berwarna ungu (Ampong-Nyarko dan De Datta 1991). Stamen pada E. crus-galli berjumlah 3 dengan anther berwarna kuning. Jumlah putik ada 2 dengan stigma berbulu, berwarna ungu, menonjol keluar di bawah ujung spikelet. Buah E. crus-galli disebut caryopsis, berbentuk lonjong dengan panjang 1.5-2 mm, berbentuk ovoid sampai obovoid (Galinato et al. 1999). Lemma dari floret yang pertama memiliki permukaan yang datar atau sedikit cembung atau tumpul. Glume bagian bawah memiliki panjang sekitar 1.52.5 mm, berbentuk ovate, memendek dan memiliki ujung yang memendek secara bertahap. Glume bagian atas memiliki panjang yang sama dengan spikelet, berbentuk ovate-oblong, runcing, memiliki rambut yang tebal dan kaku sepanjang 0.5-3 mm serta berambut pendek (Galinato et al. 1999). Biji yang tua berwarna kecoklat-coklatan sampai kehitaman. Produksi biji bervariasi dari 2 000 – 40 000 benih per tanaman pada daerah bergulma.
8 (Ampong-Nyarko dan De Datta 1991). E. crus-galli mampu menghasilkan lebih dari 1 000 kg benih/ha (Galinato et al. 1999).
Perbanyakan dan Penyebaran Gulma E. crus-galli berperan sebagai gulma pada 36 jenis tanaman budidaya di 61 negara. Jenis rumput ini memperbanyak diri secara generatif melalui biji yang seringkali tercampur dengan benih padi (Galinato et al. 1999). Gulma ini bereproduksi dengan cara penyerbukan sendiri atau penyerbukan silang. E. crus-galli melakukan penyerbukan silang dengan menggunakan bantuan angin. Biji E. crus-galli dapat menyebar melalui saluran irigasi, hewan, burung, pengangkutan biji padi dan mesin pertanian atau peralatan pertanian lainnya (Itoh 1991). Perkembangan yang sangat cepat dan agresif dari E. crus-galli terkait dengan pertumbuhannya yang sangat cepat, produksi benih yang tinggi, dormansi benih dan daya adaptasi yang tinggi di bawah kondisi lahan pertanian yang berbeda (Bahrendt dan Hanf 1979). E. crus-galli adalah spesies yang sangat bervariasi, memiliki banyak bentuk dan variasi dengan waktu berbunga dan menghasilkan biji yang sangat berbeda antara satu dengan yang lain.
Ekologi Gulma E. crus-galli Lingkungan Tumbuh E. crus-galli merupakan gulma yang beradaptasi pada daerah berair, dan tumbuh baik pada kelembaban tanah 80 % dari water capasity (Ampong-Nyarko dan De Datta 1991). Pertumbuhan E. crus-galli sangat baik pada jenis tanah berpasir dan berlempung terutama apabila kandungan nitrogennya tinggi (Kropff dan Van Laar 1993). Gulma ini mampu terus tumbuh walaupun hanya sebagian dari benih yang terendam. Perkecambahan 30% lebih baik di tanah padat daripada di tanah yang kurang padat. E. crus-galli juga mampu tumbuh dengan baik pada tanah yang lebih kering, tetapi memiliki pertumbuhan yang lebih kecil dan menghasilkan jumlah malai, anakan dan jumlah biji yang lebih sedikit dibandingkan pada tanah berair (Galinato et al. 1999).
9 Menurut Soerjani et al. (1987) benih E. crus-galli tidak dapat berkecambah pada kedalaman air lebih dari 12 cm, sedangkan menurut Kropff dan Van Laar (1993) kedalaman air maksimum bagi perkecambahan benih E. crus-galli adalah 15 cm. Benih yang terendam pada kedalaman lebih dari 15 cm tidak dapat berkecambah. Benih E. crus-galli dapat hidup terus dalam waktu yang lama. Benih yang terdapat di dalam tanah dapat hidup terus sampai 1 tahun. Benih yang disimpan di tempat penyimpanan dalam kondisi kering dapat hidup terus sampai 7 tahun. Kelembaban optimum untuk perkecambahan benih E. crus-galli tergantung dari karakteristik tanah, tetapi umumnya pada 70-90% kapasitas lapang. Benih E. crus-galli yang berada dekat dengan permukaan tanah akan berkecambah baik pada hari yang panas (Galinato et al. 1999). E. crus-galli dapat tumbuh pada daerah dataran rendah sampai sedang. Gulma ini tumbuh baik pada tempat dengan penyinaran penuh sepanjang tepi perairan (Soerjani et al. 1987). E. crus-galli membutuhkan waktu 42-64 hari untuk melengkapi siklus hidupnya. Benih akan langsung tumbuh setelah ditanam tetapi sebagian lagi mengalami dormansi yang bisa mencapai selama 4-48 bulan. Fotoperiodisme mempengaruhi jumlah benih yang dorman dan intensitas dari dormansi tersebut (Zimdahl et al. 2004). Pembungaan dipengaruhi oleh panjang hari. Pada hari pendek pembungaan lebih cepat terjadi. Jumlah malai dan anakan lebih besar pada hari pendek, tetapi ukurannya kecil. Pada hari panjang (16 jam), gulma ini menghasilkan malai dengan ukuran yang lebih besar dan jumlah benih yang lebih banyak. E. crus-galli yang tumbuh pada daerah dengan penyinaran penuh memiliki bobot kering empat kali lebih besar serta jumlah malai dan anakan dua kali lebih banyak daripada E. crus-galli yang tumbuh pada daerah dengan naungan 50% (Galinato et al. 1999). Suhu lingkungan optimum untuk perkecambahan biji adalah 32-37°C. Tingkat perkecambahan akan menurun drastis pada suhu lingkungan di bawah 10°C atau di atas 40°C dan berhenti berkecambah pada suhu 5oC. Pemanjangan kecambah sangat tergantung pada persediaan oksigen. Benih tetap memiliki viabilitas yang tinggi walaupun sudah disimpan dalam waktu yang lama (Galinato et al. 1999). Distribusi geografis dari E. crus-galli yaitu dari 50 °LU sampai 40 °LS (Holm et al. 1977). Di Kanada telah dilaporkan bahwa E. crus-galli ditemukan pada tempat
10 di atas 50 °LU, seperti di Edmonton (53° 33’ LU), Saskatoon (52° 07’ LU) dan Prince Albert (53° 12’ LU) (Maun dan Barret 1986).
Plastisitas Fenotipik Spesies tumbuhan dapat menyebar pada kondisi lingkungan secara luas, namun kemampuan penyebaran setiap genotip terbatas. Kemampuan spesies menyebar secara luas ditandai oleh kemampuan plastisitas fenotipik dan tingkat variasi genetik yang tinggi (Santamaria et al.
2003).
Plastisitas fenotipik adalah kemampuan suatu
organisme untuk mengubah morfologi atau fisiologinya setelah terpapar atau berada pada kondisi lingkungan yang berbeda atau ekspresi fenotipik yang tergantung pada lingkungan (Schlichting 1986; Thompson 1991; Sultan 2000; deWitt & Scheiner 2004). Plastisitas fenotipik memainkan peranan yang penting dalam distribusi ekologi suatu organisme (Sultan 2003). Plastisitas fenotipik membiarkan organisme untuk menerima kondisi lingkungan yang berbeda dengan mengubah fenotipiknya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga menjadi adaptif (Plante & Hendry 2011). Sumber perbedaan lingkungan tumbuh seperti iklim, cahaya, dan ketinggian tempat dapat menyebabkan adanya plastisitas fenotipik (Santamaria 2003; Sultan 2003). Kemampuan plastisitas fenotipik gulma E. crus-galli telah dilaporkan oleh banyak peneliti. Menurut Yamasue (2003) gulma E. crus-galli memiliki plastisitas fenotipik yang luas pada karakter tinggi tanaman yang tergantung dari tanaman tetangganya dan membentuk daun dan malai yang lebih tinggi daripada kanopi tanaman padi. E. crus-galli dapat memiliki kemampuan “mimikri” yaitu menyerupai tanaman padi pada tahapan pertumbuhan tertentu dalam siklus hidupnya. Sifat ini muncul melalui seleksi alami akibat tindakan penyiangan pada sistem pertanian yang intensif (Barret 1983; Baki et al. 2003). Kemampuan mimikri membantu gulma E. crus-galli untuk menghindar dari penyiangan manual (Yamasue 2003).
Fisiologi E. crus-galli Gulma E. crus-galli termasuk tumbuhan C4. Sebagai gulma C4, E. crusgalli menunjukkan tingkat fotosíntesis bersih yang lebih tinggi, efisiensi penggunaan
air
dan
nitrogen
yang
lebih
baik
dibandingkan
dengan
11 tanaman/tumbuhan C3 (Ampong-Nyarko dan De Datta 1991). Gulma dengan siklus C4 mempunyai kapasitas tinggi dalam berproduksi dan berkompetisi serta mempunyai kebutuhan air yang lebih rendah. Pada kondisi ketersediaan air yang rendah, gulma ini secara umum mampu bersaing terhadap tanaman padi (Baki dan Azmi 2003).
Alelopati Gulma E. crus-galli Tumbuh-tumbuhan juga dapat bersaing antar sesamanya secara interaksi biokimiawi, yaitu salah satu tumbuhan mengeluarkan senyawa beracun ke lingkungan sekitarnya dan dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada tumbuhan yang ada di dekatnya. Interaksi biokimiawi antara gulma dan pertanamanan antara lain menyebabkan gangguan perkecambahan biji, kecambah jadi abnormal, pertumbuhan memanjang akar terhambat, perubahan susunan selsel akar dan lain sebagainya. Beberapa species gulma menyaingi pertanaman dengan mengeluarkan senyawa beracun dari akarnya (root exudates atau lechates) atau dari pembusukan bagian vegetatifnya. Persaingan yang timbul akibat dikeluarkannya zat yang meracuni tumbuhan lain disebut alelopati dan zat kimianya disebut alelopat. Menurut Sastroutomo (1990) senyawa alelopati dapat mempengaruhi aktivitas tumbuhan antara lain menghambat penyerapan hara oleh akar tanaman, pembelahan
sel-sel
akar,
pertumbuhan
tanaman,
aktivitas
fotosintesis,
mempengaruhi respirasi, sitesis protein, menurunkan daya permeabilitas membran sel dan menghambat aktivitas enzim. Senyawa-senyawa kimia yang mempunyai potensi alelopati dapat ditemukan di semua jaringan tumbuhan termasuk daun, batang, akar, rizoma, umbi, bunga, buah, dan biji. Senyawa-senyawa alelopati itu dapat dilepaskan dari jaringan-jaringan tumbuhan dalam berbagai cara termasuk melalui penguapan, eksudat akar, pencucian dan pembusukan organ tumbuhan. Beberapa gulma yang berpotensi alelopati baik yang masih hidup atau yang sudah mati sama-sama dapat melepaskan senyawa alelopati melalui organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Menurut Putnam dan Weston (1986) gulma E. crus-galli berpotensi mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
12 Selama perkecambahan dan awal pertumbuhan, E. crus-galli menekan pertumbuhan beberapa tanaman pertanian termasuk padi dan E. crus-galli itu sendiri. Eksudat akar dari E. crus-galli muda menunjukkan efek alelopati dan menekan pemanjangan akar padi. Senyawa p-Hidroxymandelic acid merupakan allelochemical yang dikeluarkan dari akar E. crus-galli muda yang dapat menekan kuat pertumbuhan tajuk dan pemanjangan akar padi (Yamamoto et al. 1999). Eksudat akar E. crus-galli menekan perkecambahan dan pertumbuhan tanaman padi, lettuce dan monochoria. Komponen yang berpotensi terlibat dalam aktivitas phytotoxic E. crus-galli telah teridentifikasi antara lain phenolic, long-chain fatty acids, loctones, diethyl phthalate, acenaphthene, phthalic acids, benzoic acid dan decane. Penghambat pertumbuhan terbesar ditunjukkan oleh lactones, diikuti oleh phenolic dan phthalic acid.
Phytotoxins yang dikeluarkan akar E. crus-galli
memperlihatkan hambatan terhadap pertumbuhan tanaman indikator berdaun lebar, tetapi kurang efektif pada tanaman padi dan E. crus-galli itu sendiri (Xuan et al. 2006). Produksi senyawa alelopati sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, diantaranya : 1) kualitas, intensitas dan lamanya masa penyinaran cahaya dapat mempengaruhi produksi. Senyawa alelopati lebih banyak dihasilkan pada kondisi cahaya ultraviolet dan periode penyinaran yang panjang; 2) jumlah senyawa alelopati akan lebih banyak dihasilkan pada keadaan dengan kondisi yang kekurangan hara; 3) senyawa alelopati lebih banyak dihasilkan dalam keadaan yang mengalami gangguan kekeringan; 4) senyawa alelopati lebih banyak dihasilkan dalam keadaan dengan suhu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan suhu normal bagi pertumbuhannya; 5) penggunaan hormon seperti 2,4-D atau hidrasid maleat dapat meningkatkan senyawa alelopati (Rice 1974).
Kompetisi Padi dengan Gulma E. crus-galli Gulma menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman melalui kompetisi dalam memperebutkan cahaya, hara, air, dan ruang tumbuh (Kropff dan van Laar 1993).
Tingkat kehilangan hasil akibat kompetisi tergantung pada tingkat
infestasi dan komposisi gulma. Apabila tanaman menguasai sarana tumbuh, maka
13 pertumbuhan gulma akan terhambat. Sebaliknya, apabila tanaman kurang vigor dan tidak dapat menguasai sarana tumbuh, maka gulma akan tumbuh dengan subur. Kompetisi tanaman dengan gulma tergantung pada beberapa faktor antara lain lingkungan, pertumbuhan tanaman, kepadatan tanaman, fase pertumbuhan tanaman, jenis gulma dan kepadatan gulma, fase pertumbuhan gulma, dan teknik budidaya yang dilakukan (De Datta 1981). Gulma E. crus-galli merupakan kompetitor yang sangat kuat terhadap tanaman padi sehingga menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi (Chin 2003). Pertumbuhan tinggi tanaman padi menurun akibat kompetisi dengan gulma E. crus-galli (Perera et al. 1992; Sultana 2000). Trung et al. (1995) melaporkan bahwa pada pertanaman padi pindah tanam, kepadatan gulma E. crusgalli 5-10 gulma per m2 menyebabkan kehilangan hasil 7-13% dan kepadatan 1535 gulma per m2 menyebabkan kehilangan hasil sebesar 23-27%.
Islam et al.
(2003) juga melaporkan bahwa ketika tanaman padi berkompetisi dengan 8 gulma E. crus-galli per pot, tinggi tanaman padi menurun hingga 42.9%, indeks luas daun (ILD) menurun sekitar 92%, jumlah anakan per tanaman menurun sekitar 72.7%, jumlah malai per rumpun menurun hingga 88.5%, dan jumlah gabah per malai menurun hingga 63.8%.
Peubah-peubah Kompetisi Terdapat dua jenis kompetisi yang biasa terjadi di alam yaitu kompetisi intra spesifik dan interspesifik. Kompetisi intraspesifik adalah interaksi negatif yang terjadi pada tumbuhan dengan jenis yang sama. Kompetisi interspesifik adalah interaksi negatif yang terjadi pada tumbuhan yang berbeda jenis atau disebut kompetisi antar jenis tumbuhan (Sastroutomo 1990). Menurut Eussen dan Zulfadli (1981) kompetisi total merupakan gabungan dari kompetisi dan pengaruh alelopati.
Beberapa peubah kompetisi antara lain total hasil relatif (THR),
koefisien pendesakan, penguasaan sarana tumbuh (PST), dan agresivitas. Total Hasil Relatif (THR) merupakan salah satu model untuk mempelajari kompetisi antara tumbuhan dengan tumbuhan lainnya (De Wit 1960). THR adalah peubah yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya kompetisi pada pertanaman campuran yang diperoleh melalui pendekatan kompetisi dengan
14 percobaan replacement series atau seri penggantian yaitu pengaturan populasi relatif agar campurannya tetap satu (satu). Pengaturan populasi dimulai dengan menyusun suatu seri kerapatan monokultur tumbuhan pertama dengan populasi relatif satu, kemudian berangsur-angsur diganti sampai menjadi monokultur tumbuhan kedua dengan populasi relatif satu. Nilai THR dirumuskan :
THR =
YcI Y + cII YtI YtII
Keterangan : Y cI = bobot kering tumbuhan 1 pada pertanaman campuran Y tI = bobot kering tumbuhan 1 pada pertanaman tunggal Y cII = bobot kering tumbuhan 2 pada pertanaman campuran Y tII = bobot kering tumbuhan 2 pada pertanaman tunggal Kelebihan pendekatan ini adalah bahwa terjadi kompetisi atau tidak dapat diketahui dari nilai THR yang diperoleh. Nilai THR < 1 menunjukkan pengaruh yang saling merugikan atau interaksi negatif diantara kedua tumbuhan atau menunjukkan adanya kejadian kompetisi. Nilai THR = 1 menunjukkan tidak ada kompetisi atau menunjukkan adanya pemakaian sarana tumbuh secara bersamasama. Nilai THR = 1 dapat pula menunjukkan kejadian kompetisi jika salah satu tumbuhan lebih dominan menguasai sarana tumbuh yang ada. Nilai THR >1 menunjukkan kejadian penambahan sarana tumbuh yang tidak terukur, penggunaan sarana tumbuh yang berbeda dari masing-masing tumbuhan, kejadian simbiosis mutualisme atau interaksi positif diantara kedua tumbuhan, dan ketiadaan kompetisi. Relative Crowding Coefficient (Koefisien Pendesakan).
Koefisien
Pendesakan (KP) dapat menunjukkan kemampuan kompetisi suatu tumbuhan terhadap tumbuhan lain (De Wit, 1960) yang dirumuskan sebagai berikut :
cij
=
Yi(campuran) Zj (Yi(mono) − Yi(campuran)) Zi
15 Keterangan : C ij
= koefisien pendesakan tumbuhan i terhadap tumbuhan j
Y i (campuran)
= hasil tumbuhan i pada pertanaman campuran
Y i (monokultur)
= hasil tumbuhan i pada pertanaman monokultur
Zi
= rasio densitas tumbuhan i pada pertanaman campuran
Zj
= rasio densitas tumbuhan j pada pertanaman campuran
Nilai KP yang lebih besar menunjukkan kemampuan kompetisi suatu tanaman terhadap tanaman lain. Persamaan di atas berlaku pula sebaliknya, yaitu koefisien pendesakan tumbuhan II terhadap tumbuhan I. Perbandingan koefisien pendesakan antara kedua tumbuhan dapat menunjukkan tumbuhan yang lebih kompetitif. Nilai koefisien pendesakan lebih tinggi menunjukkan derajat kompetisi lebih besar. Penguasaan Sarana Tumbuh (PST).
Kompetisi antara gulma dan
tanaman terjadi karena faktor tumbuh yang terbatas. Faktor yang dikompetisikan berupa air, hara, CO 2 , cahaya, dan ruang tumbuh, namun sulit bagi kita untuk menjelaskan faktor mana yang berperan dalam peristiwa kompetisi tersebut. Studi kompetisi dari salah satu faktor penunjang pertumbuhan (unsur kompetisi) secara terpisah sangat sulit dilakukan karena banyaknya faktor lingkungan yang terlibat dalam pertumbuhan. De Wit (1960) memperkenalkan konsep penguasaan sarana tumbuh yang mencakup semua faktor yang mempengaruhi kompetisi dan merumuskan pertumbuhan tanaman dalam persamaan berikut :
Keterangan : Y d Y max b
= hasil nyata = densitas tumbuhan = hasil maksimal pada densitas tinggi = penguasaan sarana/faktor tumbuh (space occupation) atau kemampuan memanfaatkan sarana tumbuh
16 Persamaan garis tersebut masih bersifat hiperbolik.
Resiprokal dari
persamaan tersebut akan memberikan persamaan linear sebagai berikut :
= Angka Penguasaan Sarana Tumbuh ditetapkan dengan rumus : PST = (Y/Ymax) x 100% PST menyatakan besarnya penguasaan sarana tumbuh dan dinyatakan dalam (%). Nilai PST yang lebih besar menunjukkan dominasi suatu tumbuhan terhadap tumbuhan lain. Agresivitas
merupakan
salah
satu
pendekatan
untuk
mengukur
peningkatan hasil relatif dari suatu spesies dalam sistem tumpangsari yang dikembangkan oleh McGilchrist dan disimbolkan dengan A (Whiley 1979). Konsep ini didasarkan atas percobaan rangkaian substitusi dan untuk suatu kombinasi substitusi. Nilai agresivitas dirumuskan sebagai berikut :
Nilai agresivitas sama dengan nol berarti semua spesies dalam pertanaman campuran mempunyai daya kompetisi yang sama besarnya. Pada sisi lain, nilai agresivitas mempunyai angka yang sama, tetapi spesies yang dominan memiliki nilai positif sedangkan spesies yang didominasi memiliki nilai negatif.
Marka Molekuler Simple Sequence Repeat (SSR) Penanda morfologi telah digunakan untuk mengatasi masalah duplikasi plasma nutfah di lapang, penentuan jarak genetik dan hubungan kekerabatan antar plasma nutfah/klon/kultivar (Vuylsteke et al. 1988; Ortiz et al. 1993; Swennen et al. 1995; Soejono et al. 2001). Namun, penanda morfologi sering menunjukkan hasil yang bias karena pengaruh lingkungan terhadap penampakan fenotipik. Untuk memperkuat informasi data penanda morfologi, diperlukan dukungan penanda molekuler yang memperjelas perbedaan dan hubungan kekerabatan antar
17 aksesi berdasarkan karakteristik molekulernya (DNA) (Jarret dan Gawel 1995). Penanda molekuler didasarkan pada polimorfisme yang dideteksi pada tingkat makromolekul dalam sel. Pengertian ini akhir-akhir ini banyak digunakan untuk mendiskripsikan hanya pada DNA. Penanda DNA ini dapat tidak terbatas dalam jumlah dan dapat memberikan kegunaan yang besar untuk beragam tujuan yang relevan terhadap perbaikan tanaman. Penanda DNA yang memiliki tingkat akurasi cukup tinggi salah satunya adalah simple sequen repeat (SSR) atau short tandem repeat (STR) atau mikrosatelit. SSR memiliki keunggulan mudah dan murah (pada tahapan setelah ditemukan primer spesifiknya), keberadaannya melimpah dan tersebar di seluruh genom tanaman, dan dengan sampel dalam jumlah sedikit, mencukupi untuk amplifikasi dengan PCR (Ribaut et al 2002).
Salah satu teknik yang
memanfaatkan mikrosatelit adalah Sequence-tagged microsatellite sites (STMSs) atau Sequence-tagged sites (STS). Keuntungan STMSs adalah menggunakan sepasang primer yang sudah didisain khusus untuk tiap spesies (Sulyo 1997), sehingga menyebabkan penanda ini bersifat ko-dominan (Hiu LB 1998; Sulyo 1997). Penanda STMS memungkinkan mendapat derajat polimorfisme dan variasi yang tinggi karena sekuen DNA mikrosatelit mengandung urutan basa berulang-ulang secara bergandengan dengan panjang berbeda-beda pada genom. Bentuk berulang yang umum adalah dinukleotida sederhana. Frekuensinya yang tinggi dalam genom lebih mudah dideteksi dibandingkan mikrosatelit dengan ulangan tri- dan tetranukleotida (Hiu Liu 1998). Mikrosatelit tri- dan tetranukleotida lebih sedikit dalam genom dan tingkat keragamannya lebih rendah dari dinukleotida (Scotti et al. 2002). Variasi terjadi dalam ukuran panjang mikrosatelit pada lokus-lokus individu yang spesifik, sehingga penanda ini polialelik dan ko-dominan secara alami, yang menjadikan penanda ini mempunyai manfaat lebih banyak (Puspendra et al. 2002) dan memiliki tingkat reprodusibilitas tinggi dibandingkan penanda RAPD dan RFLP (McGregor et al. 2000; Powell et al. 1996). Studi yang membandingkan reprodusibilitas dari beberapa penanda DNA pada tanaman kedelai menyimpulkan bahwa SSR mempunyai nilai informasi yang tinggi (tingkat polimorfik, indeks keanekaragaman genetik, tingkat
18 heterosigositas yang diharapkan) dan spesifik lokus, sehingga menjadi penanda pilihan untuk beragam tujuan termasuk pemuliaan tanaman (Powell et al. 1996). Pada studi kesamaan dan keanekaragaman genetik anggur, dari data molekuler yang membandingkan tingkat efektivitas SSR dan AFLP, menunjukkan bahwa SSR sama efektifnya dengan AFLP (Fossati et al. 2001).
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PADA BERBAGAI TINGKAT POPULASI GULMA Echinochloa crus-galli YANG BERASAL DARI TIGA LOKASI
ABSTRAK E. crus-galli merupakan gulma utama pada pertanaman padi sawah yang dapat menurunkan hasil panen. Tujuan penelitian adalah mempelajari pengaruh aksesi dan populasi gulma E. crus-galli terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca, Kebun Percobaan IPB, Cikabayan, Bogor mulai bulan Mei 2006 hingga September 2006. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan petak terbagi dengan tiga ulangan. Aksesi gulma E. crus-galli sebagai petak utama terdiri atas aksesi Karawang, Cikampek, dan Sukabumi. Populasi gulma E. crus-galli sebagai anak petak terdiri atas lima taraf yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4 gulma E. crus-galli/pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, dan kepadatan malai. Daya kompetisi gulma E. crus-galli aksesi Cikampek lebih tinggi dibandingkan dengan aksesi Sukabumi dan Karawang. Populasi E. crus-galli berpengaruh terhadap terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Populasi 4 gulma E. crus-galli/pot menurunkan berat kering gabah total sebesar 48.0% dan berat kering gabah isi sebesar 46.2%. Interaksi antara aksesi dan populasi gulma E. crus-galli tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Kata kunci : Echinochloa crus-galli, kompetisi, populasi, gulma, padi sawah.
20
GROWTH AND PRODUCTION OF RICE PLANT ON SOME POPULATION DENSITY OF Echinochloa crus-galli WEED FROM THREE LOCATIONS ABSTRACT Echinochloa crus-galli is a major weed in paddy field that reduces rice yield. The objective of the research was to study the effect of E. crus-galli accession and population on rice growth and production. The research was conducted in a green house using split plot design with three replications. The main plot consisted of three E. crus-galli accession i.e. Karawang, Cikampek, and Sukabumi accession. E. crus-galli population as sub plot consisted of 0, 1, 2, 3, and 4 E. crus-galli per pot. The results showed that accession of E. crus-galli affected plant height, number of tiller, and panicle density. The competitiveness against rice of E. crusgalli accession Cikampek was higher than that of Sukabumi dan Karawang accession. Population E. crus-galli affected rice growth and production. Population of 4 E. crus-galli/pot decreased spikelets weigth about 48.0% and filled spikelets weigth about 46.2%. Interaction of accession and population of E. crus-galli did not affected rice growth and production.
Key words : Echinochloa crus-galli, competition, population, weed, rice.
21 Pendahuluan Kebutuhan beras semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk.
Pada tahun 2030 nanti, kebutuhan beras Indonesia diperkirakan
mencapai 41.7 juta ton (BPS 2008). Upaya peningkatan produksi beras pada masa yang akan datang dihadapkan pada berbagai kendala seperti alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, degradasi kesuburan lahan, dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Salah satu OPT yang dapat menurunkan produksi tanaman padi adalah gulma. Penurunan produksi yang diakibatkan oleh gulma pada beberapa situasi secara ekonomis lebih penting daripada penurunan produksi yang disebabkan oleh insekta, cendawan, atau organisme pengganggu lainnya (Savary et al. 1997; 2000). Selain penurunan produksi, adanya gulma di pertanaman padi sawah juga menyebabkan biaya pengendalian yang besar sehingga menurunkan pendapatan petani (Tungate et.al. 2007). Salah satu spesies gulma dominan pada lahan sawah adalah Echinochloa crus-galli (Ali dan Sankaran, 1984).
Kehadiran gulma E.
crus-galli di
pertanaman padi sawah dapat menurunkan produksi tanaman padi hingga 50-59% (Sultana 2000; Chin 2001), 57-95% (Ahn dan Chung 2000), dan bahkan dapat menurunkan produksi gabah hingga 97% (Islam dan Karim 2003). Penurunan produksi tersebut disebabkan oleh adanya kompetisi antara gulma dan tanaman padi terhadap sumberdaya yang tersedia (Zimdahl 2004). Gulma ini juga dapat menjadi tumbuhan inang bagi Leptocorisa oratorius, Acrocylindricum oryzae, Corticium sasakii, dan Rhynchosporium oryzae (Tjitrosemito 1994). Gulma E. crus-galli memiliki daya adaptasi yang luas pada kondisi lingkungan yang beragam (Galinato et al. 1999). Karena kemampuan adaptasi yang luas, maka gulma E.
crus-galli dari tiap aksesi diduga memiliki daya
kompetisi yang berbeda pula. Perubahan praktek agronomis pada berbagai lokasi dari waktu ke waktu seperti penggunaan herbisida baru, inovasi cara pengolahan tanah, penggunaan kultivar baru dapat mempengaruhi distribusi gulma dan kemampuan kompetisi gulma terhadap tanaman budidaya (Froud-Williams et al. 1984; Clement et al. 1996). Perbedaan karakter daya kompetisi dari aksesi gulma E. crus-galli dalam menurunkan produksi tanaman padi belum diteliti di
22 Indonesia.
Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh aksesi gulma E.
crus-galli pada beberapa tingkat populasi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah.
Bahan dan Metode Penelitian dilakukan dalam pot di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor, pada bulan Mei 2006 sampai dengan September 2006. Bahan yang digunakan antara lain benih padi varietas IR-64, pupuk urea, SP-36, dan KCl, dan biji E. crus-galli. Peralatan yang digunakan antara lain pot berukuran 30 cm - 40 cm (diameter - tinggi), tray, neraca, oven, dan leaf area meter. Percobaan menggunakan rancangan petak terbagi (split plot design) dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Percobaan terdiri atas dua faktor, yaitu aksesi E. crus-galli sebagai petak utama yang terdiri atas tiga aksesi (aksesi Karawang, Cikampek, dan Sukabumi) dan populasi E. crus-galli sebagai anak petak yang terdiri atas lima taraf, yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4 bibit gulma E. crus-galli per pot. Satuan percobaan terdiri atas 3 pot sehingga total terdapat 135 pot percobaan. Media tanam yang digunakan adalah tanah latosol dramaga yang berasal dari lahan sawah kebun percobaan IPB Sawah Baru. Sebelum digunakan sebagai media, tanah dikeringanginkan terlebih dahulu, kemudian dihaluskan dan diayak. Tiap pot diisi media tanah sebanyak 10 kg/pot.
Media tanah dalam pot
selanjutnya dilumpurkan dan digenangi dengan air hinga ketinggian 5 cm dari permukaan media.
Benih padi varietas IR-64 dan biji E. crus-galli disemai
sebelum penanaman di pot dengan menggunakan bak semai.
Bibit padi
dipindahtanam ke dalam pot pada saat berumur 21 hari setelah semai (HSS). Bibit padi ditanam tepat di tengah-tengah pot. Bibit gulma E. crus-galli yang berumur 14 HSS ditanam pada jarak 7 cm dari tanaman padi dengan jumlah bibit sesuai dengan perlakuan. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi pemupukan, penyiraman, pengendalian hama penyakit. Pupuk SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing sebesar 0.5 g/pot diberikan seluruhnya pada saat tanam, sedangkan pupuk urea dengan dosis 1.5 g/pot diberikan 3 kali yaitu 1/3 dosis pada saat tanam, 1/3 dosis
23 pada 4 minggu setelah tanam (MST), dan 1/3 dosis pada 8 MST. Penyiraman dilakukan 2 hari sekali sampai ketinggian genangan sekitar 5 cm. Penyiangan gulma selain E. crus-galli dilakukan secara manual.
Pengendalian penyakit
tungro dilakukan dengan cara membuang bagian tanaman yang terserang. Panen padi dan gulma E. crus-galli dilakukan bersamaan pada 13 MST. Peubah yang diamati antara lain tinggi tanaman, jumlah anakan, bobot biomassa tajuk dan akar, panjang dan lebar daun bendera, luas daun bendera, kadar nitrogen daun bendera, jumlah anakan produktif, panjang malai, kepadatan malai, dan produksi gabah.
Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan
analisis ragam (uji F) dengan uji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%.
Hasil dan Pembahasan Pertumbuhan Tanaman Padi Aksesi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi pada saat 7 MST (Tabel 1). Tinggi tanaman padi yang ditanam dengan gulma E. crusgalli aksesi Sukabumi lebih pendek dibandingkan dengan yang ditanam dengan gulma aksesi lainnya. Tabel 1. Pengaruh aksesi gulma terhadap tinggi tanaman padi Aksesi Karawang Cikampek Sukabumi
Tinggi Tanaman Padi (cm) 2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
39.8 38.7 40.2
54.6 53.0 52.5
67.0 66.4 67.7
80.9 80.2 80.4
89.4 87.6 86.6
92.4a 91.4a 89.4b
95.1 93.7 92.0
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Populasi dan interaksi antara aksesi dengan populasi E. crus-galli tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi. Hasil berbeda dilaporkan oleh Islam et al. (2003) bahwa keberadaan gulma E. crus-galli mulai populasi 2 per pot menurunkan tinggi tanaman padi. Perera et al. (1992), Sultana (2000) dan Purba (2007) juga melaporkan adanya penurunan tinggi tanaman padi akibat kompetisi E. crus-galli.
24 Aksesi E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah anakan tanaman padi pada 2 MST; populasi E. crus-galli berpengaruh pada 2 MST dan 5-8 MST; sedangkan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan tanaman padi (Tabel 2). Tabel 2.
Perlakuan Aksesi Karawang Cikampek Sukabumi
Pengaruh aksesi dan populasi E. crus-galli terhadap jumlah anakan tanaman padi Jumlah Anakan 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST
7 MST
8 MST
2.2ab 2.1b 2.6a
3.9 3.3 4.8
6.5 6.0 7.8
9.4 8.0 11.1
12.0 9.8 13.5
13.9 11.0 14.8
14.2 11.7 14.5
Populasi E. crus-galli/pot 0 2.2b 1 2.6a 2 2.3ab 3 2.3ab 4 2.1b
4.0 4.5 3.9 4.0 3.6
6.2 7.8 7.1 6.6 6.2
8.9b 11.4a 9.6ab 9.2b 8.3b
12.3b 14.7a 11.7bc 10.8bc 9.4c
15.0ab 17.1a 12.6bc 11.7c 9.8c
17.3a 16.9a 12.2b 11.5b 9.6b
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Aksesi Cikampek pada 2 MST menyebabkan jumlah anakan padi lebih rendah dibandingkan dengan aksesi Sukabumi dan Karawang, namun pada pengamatan 3-8 MST tidak menunjukkan perbedaan. Populasi 2 gulma E. crusgalli/pot pada pengamatan 8 MST nyata menurunkan jumlah anakan padi dibandingkan terhadap kontrol.
Populasi 4 gulma/pot menyebabkan jumlah
anakan padi menurun hingga 53.8% dibandingkan terhadap kontrol.
Hasil
tersebut sesuai dengan penelitian Sutrisno dan Turanto (1981) bahwa tanaman padi yang ditanam dengan E. crus-galli pada saat tanam menunjukkan jumlah anakan total yang lebih rendah dibandingkan dengan padi yang ditanam tanpa E. crus-galli. Jumlah daun tanaman padi dipengaruhi oleh populasi E. crus-galli, namun tidak dipengaruhi oleh aksesi E. crus-galli maupun interaksi antara aksesi dengan populasi E. crus-galli (Tabel 3). Populasi E. crus-galli mulai 2 gulma per pot nyata menurunkan jumlah daun tanaman padi dibandingkan terhadap kontrol. Jumlah daun semakin menurun dengan semakin tingginya populasi gulma E. crus-
25 galli. Namun demikian, populasi 4 gulma E. crus-galli menghasilkan jumlah daun yang sebanding dengan populasi 3 gulma E. crus-galli mulai pengamatan 9 MST sampai dengan 13 MST. Tabel 3. Jumlah daun tanaman padi pada perlakuan populasi E. crus-galli Populasi E. crusgalli/pot 0 1 2 3 4
9 MST 78.3a 79.1a 66.1a 49.9b 43.1b
Jumlah Daun Tanaman Padi (helai) 10 MST 11 MST 12 MST 76.0a 60.4a 56.2a 71.7ab 50.0ab 45.3ab 59.3b 42.7b 38.2b 42.9c 29.2c 25.4c 35.6c 23.0c 19.7c
13 MST 53.9a 43.7ab 36.6b 24.6c 18.9c
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Jumlah daun tanaman padi terkait dengan jumlah anakan per rumpun. Semakin tinggi populasi E. crus-galli jumlah anakan tanaman padi semakin menurun dan akhirnya menurunkan jumlah daun per rumpun. Penurunan jumlah anakan dan jumlah daun tanaman padi diduga disebabkan oleh adanya kompetisi antar spesies antara tanaman padi dengan gulma E. crus-galli dalam memperebutkan hara. Kekurangan hara P dapat menyebabkan penurunan jumlah anakan tanaman padi.
Selain itu, penurunan jumlah anakan dan jumlah daun
diduga disebabkan oleh adanya zat alelopati yang dikeluarkan oleh gulma E. crusgalli. Yamamoto et al. (1999) dan Xuan et al. (2006) menyatakan bahwa eksudat akar E. crus-galli yaitu senyawa hidroxymandelic acid
dan lactones,
menyebabkan penurunan perkecambahan dan pertumbuhan tanaman padi. Bobot kering tajuk tanaman padi pada 2 bulan setelah tanam (BST) dan 3 BST dipengaruhi oleh populasi E. crus-galli. Aksesi E. crus-galli maupun interaksi antara aksesi dengan populasi E. crus-galli tidak berpengaruh terhadap bobot kering tajuk tanaman padi (Tabel 4). Gulma E. crus-galli pada pengamatan 3 BST menurunkan bobot kering tajuk tanaman padi mulai populasi 2 gulma/pot dengan penurunan sebesar 30.9% dibandingkan terhadap kontrol. Eussen dan Zulfadli (1981) menyatakan bahwa produksi bahan kering tanaman menurun akibat ditanam bersama dengan gulma pada seluruh siklus pertumbuhannya. Penurunan bobot kering tersebut diduga terjadi akibat adanya kompetisi antara
26 tanaman padi dengan gulma E. crus-galli dalam memperebutkan unsur hara serta adanya alelopati gulma E. crus-galli. Bobot kering akar tanaman padi pada 3 BST dipengaruhi oleh populasi E. crus-galli, namun tidak dipengaruhi oleh aksesi E. crus-galli maupun interaksi antara aksesi E. crus-galli dengan populasi. Pada pengamatan 3 BST terlihat bahwa semakin tinggi populasi E. crus-galli maka bobot kering akar tanaman padi semakin rendah (Tabel 4).
Tabel 4. Bobot kering tajuk dan akar padi pada perlakuan populasi E. crus-galli Populasi E. crusgalli/pot 0 1 2 3 4
Bobot Kering Akar Bobot Kering Tajuk 1 BST 2 BST 3 BST 1 BST 2 BST 3 BST ----------------------- (g/pot) ------------------------1.4 16.6ab 23.0a 5.0a 1.2 11.4 5.0a 1.5 19.2a 19.0ab 1.9 10.7 3.9ab 1.4 13.4b 15.9bc 0.7 7.8 3.2bc 1.4 15.2ab 12.6cd 1.3 7.6 2.2c 1.3 12.1b 10.2d 1.0 5.6
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Penurunan bobot kering akar tanaman padi dibandingkan dengan kontrol terlihat mulai populasi 3 gulma E. crus-galli per pot. Populasi 4 gulma E. crusgalli per pot menghasilkan bobot kering akar yang paling rendah yaitu sebesar 2.2 g/pot. Penurunan bobot kering akar akibat kompetisi dengan gulma E. crus-galli juga dilaporkan oleh Ranasinghe dan Crabtree (1999) bahwa efek kompetisi dari E. crus-galli pada tanaman padi yaitu menurunkan bobot kering tanaman padi dan penurunan meningkat dengan peningkatan kepadatan E. crus-galli.
Zimdahl
(2004) menyatakan bahwa kompetisi antara dua tanaman terjadi karena memperebutkan sumberdaya dalam ruang tumbuh yang sama. Penurunan bobot kering akar ini diduga disebabkan oleh adanya hambatan dalam perkembangan akar tanaman padi akibat kompetisi dalam mendapatkan ruang tumbuh. Panjang, lebar dan luas daun bendera tanaman padi dipengaruhi oleh populasi E. crus-galli, tetapi tidak dipengaruhi oleh aksesi maupun interaksi antara aksesi dan populasi E. crus-galli (Tabel 5). Populasi mulai 1 gulma E. crus-galli per pot menurunkan panjang, lebar, dan luas daun bendera
27 dibandingkan dengan kontrol. Semakin tinggi populasi E. crus-galli panjang daun dan luas daun bendera semakin rendah. Daun merupakan bagian tanaman yang dipengaruhi oleh unsur nitrogen dan salah satu fungsi dari unsur nitrogen adalah meningkatkan ukuran daun. Menurut Takeda (1961) nitrogen yang diserap tanaman dapat meningkatkan luas daun. Panjang dan lebar daun bendera adalah dimensi dari luas daun bendera. Tanaman padi yang ditanam dengan E. crus-galli mengalami kompetisi dalam mendapatkan unsur nitrogen, sehingga panjang, lebar dan luas daun bendera lebih rendah dibandingkan dengan yang ditanam tanpa gulma E. crus-galli.
Tabel 5. Populasi E. crus-galli/pot 0 1 2 3 4
Panjang, lebar dan luas daun bendera padi dan kadar N daun bendera padi pada perlakuan populasi E. crus-galli Panjang Daun (cm) 30.6a 26.7b 27.6ab 28.6ab 25.5b
Daun Bendera Lebar Daun Luas Daun (cm) (cm2) 1.3a 381.2a 1.2b 245.8b 1.1b 204.7bc 1.1b 127.5bc 1.1b 115.5c
Kadar N (%) 1.5a 1.1b 1.1b 1.0b 0.9b
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Kadar nitrogen pada daun bendera tanaman padi dipengaruhi oleh populasi gulma E. crus-galli, tetapi tidak dipengaruhi oleh aksesi gulma E. crus-galli maupun interaksi antara aksesi dengan populasi gulma E. crus-galli. Populasi gulma E. crus-galli sebanyak 1 per pot menyebabkan penurunan kadar nitrogen pada daun bendera tanaman padi sebesar 26.7% dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa gulma E. crus-galli berkompetisi dengan tanaman padi dalam mendapatkan hara nitrogen. Arai dalam Sutrisno dan Turanto (1981) menyatakan bahwa gulma E. crus-galli dapat menyerap pupuk nitrogen 60 sampai 80 kali lebih banyak daripada tanaman padi.
28 Komponen Produksi Padi Populasi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif tanaman padi, namun aksesi E. crus-galli dan interaksi antara aksesi dengan populasi E. crus-galli tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif tanaman padi (Tabel 6). Jumlah anakan produktif tanaman padi mulai menurun pada perlakuan populasi 2 gulma E. crus-galli per pot. Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli, maka jumlah anakan produktif semakin menurun. Tanaman padi yang ditanam dengan populasi 4 gulma E. crus-galli per pot memiliki jumlah anakan produktif yang terendah yaitu 7.6 anakan.
Tabel 6. Jumlah anakan produktif, panjang malai dan kepadatan malai padi pada perlakuan aksesi dan populasi E.crus-galli Jumlah Anakan Produktif
Panjang Malai (cm)
Kepadatan Malai (butir/cm)
12.6 11.1 12.6
21.9 21.6 21.7
4.2a 2.8b 4.2a
Populasi E. crus-galli per Pot 0 17.0a 1 15.3a 2 12.0b 3 8.6c 4 7.6c
21.8 21.8 22.0 21.4 21.7
4.8a 4.7a 3.8ab 3.0bc 2.4c
Perlakuan Aksesi Karawang Cikampek Sukabumi
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Perlakuan aksesi E. crus-galli dan populasinya berpengaruh terhadap kepadatan malai, namun tidak berpengaruh terhadap panjang malai padi. Interaksi antara aksesi E. crus-galli dengan populasi tidak berpengaruh terhadap panjang malai padi dan kepadatan malai. Panjang malai rata-rata dari perlakuan aksesi E. crus-galli dan populasi E. crus-galli berturut-turut adalah 21.73 cm dan 21.74 cm (Tabel 6). Hasil penelitian Tobing dan Chozin (1980) juga menunjukkan bahwa rata-rata panjang malai pada perlakuan penyiangan gulma dan kontrol tidak berpengaruh secara nyata. Kepadatan malai menurun dengan meningkatnya populasi E. crus-galli. Padi yang ditanam dengan 4 E. crus-galli per pot menghasilkan rata-rata
29 kepadatan malai terendah yaitu 2.4 butir/cm. Penurunan kepadatan malai pada populasi 4 E. crus-galli per pot sebesar 50.1% dibandingkan terhadap kontrol (Tabel 6). Gulma E. crus-galli aksesi Cikampek memiliki daya kompetisi yang lebih besar dalam menurunkan kepadatan malai yang ditunjukkan dengan kepadatan malai yang lebih rendah dibandingkan dengan aksesi Karawang dan Sukabumi (Tabel 6). Daya kompetisi yang lebih besar ini diduga sebagai akibat praktek budidaya tanaman padi sawah di lokasi Cikampek yang dinamis dibandingkan dengan aksesi Sukabumi dan aksesi Karawang.
Menurut Froud-
Williams et al. (1984) dan Clement et al. (1996) praktik agronomi tanaman yang tidak statis dalam waktu dan ruang seperti penggunaan herbisida kelas baru, kultivar, inovasi pengolahan tanah, penggunaan irigasi, dapat mempengaruhi distribusi geografis gulma dan daya kompetisi gulma dalam menurunkan produksi.
Produksi Gabah Populasi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap bobot gabah total, bobot gabah isi, bobot gabah hampa, dan persentase gabah hampa. Aksesi gulma tidak berpengaruh terhadap bobot gabah total, bobot gabah isi, bobot gabah hampa, dan persentase gabah hampa (Tabel 7).
Tabel 7. Pengaruh aksesi dan populasi E. crus-galli terhadap bobot gabah dan persentase kehampaan Perlakuan
Isi
Bobot Gabah (g/pot) Hampa Total
Aksesi Karawang Cikampek Sukabumi
16.1 12.1 17.2
1.4 1.0 1.4
17.5 13.1 18.6
Populasi per Pot 0 1 2 3 4
18.4a 18.8a 15.9ab 12.6ab 9.9b
2.0a 1.8a 1.1b 0.7b 0.7b
20.4a 20.7a 17.0ab 13.3b 10.6b
Persen Hampa (% w/w) 7.8 8.0 7.1
10.1a 9.8ab 6.8abc 5.3c 6.2bc
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
30 Populasi gulma E. crus-galli sebanyak 4 gulma per pot menurunkan bobot gabah isi sebesar 46.2% dan menurunkan bobot gabah total sebesar 48.0% dibandingkan terhadap kontrol. Namun demikian, persen kehampaan pada populasi gulma E. crus-galli sebanyak 4 gulma per pot menurun dibandingkan dengan tanpa gulma. Bobot gabah isi yang rendah diduga disebabkan oleh adanya kompetisi dalam mendapatkan unsur nitrogen. Menurut De Data (1981) salah satu fungsi nitrogen pada tanaman padi adalah meningkatkan jumlah gabah isi.
Kesimpulan Perbedaan
aksesi
gulma
E.
crus-galli
menyebabkan
perbedaan
pertumbuhan dan produksi tanaman padi khususnya pada peubah tinggi tanaman pada 7 MST, jumlah anakan pada 2 MST, dan kepadatan malai pada saat panen. Gulma E. crus-galli aksesi Cikampek menunjukkan daya kompetisi yang lebih kuat dibandingkan aksesi Karawang dan Sukabumi berdasarkan penurunan jumlah anakan pada 2 MST dan penurunan kepadatan malai pada saat panen. Kepadatan polulasi gulma E. crus-galli per pot menentukan tingkat pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah. Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli pengaruh kompetisi terhadap tanaman padi semakin besar. Populasi gulma E. crus-galli sebanyak 4 per pot menurunkan bobot gabah sebesar 48.0% dan menurunkan bobot gabah isi sebesar 46.2%. Penelitian lanjutan tentang keragaman morfologi dan genetik aksesi gulma E. crus-galli dari berbagai lokasi di Jawa Barat penting dilakukan untuk mengetahui apakah keragaman aksesi gulma disebabkan oleh perbedaan geografis ataukah disebabkan oleh perbedaan genetik.
KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENETIK AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. ASAL JAWA BARAT
ABSTRAK Gulma E. crus-galli merupakan gulma dominan pada tanaman padi sawah yang menunjukkan variasi morfologi dan genetik. Penelitian bertujuan untuk menganalisis keragaman morfologi dan genetik aksesi gulma E. crus-galli dari berbagai lokasi di Jawa Barat. Sebanyak 16 aksesi E. crus-galli dikoleksi dari tujuh kabupaten di Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat menunjukkan adanya keragaman morfologi dan genetik. Aksesi gulma E. crus-galli menunjukkan keragaman morfologi baik pada habitat asal maupun pada kondisi rumah kaca. Berdasarkan marka molekuler SSR, aksesi gulma E. crus-galli dapat dikelompokkan menjadi empat sub grup, dimana hampir seluruh aksesi asal Jawa Barat mengelompok ke dalam sub grup A dan C. Pusat keragaman aksesi gulma E. crus-galli diduga berasal dari Subang, Karawang, dan Pangalengan. Implikasi penelitian adalah bahwa tindakan agronomi terpadu harus dilakukan agar penyebaran aksesi gulma dapat dikendalikan. Kata kunci : Echinochloa crus-galli, morfologi, genetik, marka molekuler SSR
32
MORPHOLOGY AND GENETICAL DIVERSITY OF Echinochloa crus-galli (l.) Beauv. WEED ACCESSION FROM WEST JAVA ABSTRACT E. crus-galli is a major weed in the paddy field in Indonesia. This weed shows morphology and genetical variations. The objective of the research was to analyze the morphology and genetic diversity of E. crus-galli accession from some locations in West Java, Indonesia. Genetic diversity of E. crus-galli accession analyze by using SSR markers. The E. crus-galli was collected from 7 district in West Java, Indonesia. The results showed that genetic variations were observed among districts and within district. E. crus-galli accession showed morphology diversity both in origin habitat and in greenhouse. Based on SSR marker, accessions could be grouped into four sub groups, where sub group A and C consisted the most accessions from West Java. It is likely that center of diversity of E. crus-galli is located in Subang, Karawang and Pangalengan. This experiment implies that integrated agronomic treatments should be conducted in order to control distribution of E. crus-galli in West Java.
Key word :
Echinochloa crus-galli, morphology, genetic, SSR marker.
33 Pendahuluan Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. merupakan gulma semusim yang memiliki kemampuan adaptasi ekologi yang luas dan daya kompetisi yang kuat sehingga menjadi spesies gulma penting dan dominan pada tanaman padi sawah (Altop et al. 2011).
Gulma E. crus-galli (L.) Beauv. dapat menyebabkan
kehilangan hasil produksi tanaman padi sawah (Ali dan Sankaran 1984; Ali 1985; Gealy et al. 2003; Haefele et al. 2004) dengan penurunan hasil produksi padi mencapai 46-59% (Sultana 2000; Chin 2001; Guntoro et al. 2009), 57-95% (Ahn dan Chung 2000), dan bahkan mencapai 97% (Islam dan Karim 2003). Gulma E. crus-galli (L.) Beauv. memiliki distribusi yang luas, mampu beradaptasi pada berbagai ekologi, toleran terhadap kondisi iklim kering dan kondisi anaerob, memiliki kemampuan mimikri, perkecambahan dan pertumbuhan yang cepat, produksi biji yang banyak, sehingga spesies ini menjadi gulma di lebih dari 60 negara (Barret 1983; Altop et al. 2011).
Aoki dan Yamaguchi
(2008) juga melaporkan bahwa gulma E. crus-galli memperlihatkan keragaman yang sangat tinggi dalam morfologi dan kemampuan beradaptasi pada kondisi lingkungan yang beragam. Tasrif et al. (2004) melaporkan adanya keragaman karakter tinggi gulma, panjang malai, luas daun, jumlah biji per malai, panjang bulu, dan karakter fenotipik lainnya dari E. crus-galli yang disebabkan oleh perbedaan geografi lokasi aksesi. Menurut Altop et al. (2011), perubahan morfologi seperti perubahan susunan kanopi akan mempengaruhi kemampuan kompetisi spesies. Oleh karena itu, informasi tingkat keragaman morfologi dalam spesies sangat penting untuk menentukan strategi pengendalian yang efektif. Identifikasi menggunakan karakter morfologi merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan informasi mengenai keragaman genetik. Penanda morfologi telah digunakan untuk mengatasi masalah duplikasi plasma nutfah di lapang, penentuan
jarak
genetik
dan
hubungan
kekerabatan
antar
plasma
nutfah/klon/kultivar (Vuylsteke et al. 1988; Ortiz et al. 1993; Swennen et al. 1995;
Soejono
et
al.
2001).
Untuk
memperkuat
informasi
data
penanda morfologi, diperlukan dukungan penanda molekuler (Jarret dan Gawel 1995). Penggunaan teknik molekuler untuk mengetahui keragaman genetik aksesi sangat penting, selain untuk mengetahui kemampuan gulma tersebut dalam
34 beradaptasi
dengan
lingkungannya,
juga
untuk
merencanakan
strategi
pengendalian yang tepat (Nissen et al. 1995). Biologi molekuler saat ini memainkan peranan penting dalam studi ekologi. Dengan berkembangnya teknik molekuler, marka molekuler yang lebih beragam telah tersedia untuk menginvestigasi genetik ekologi gulma (Moodie et al. 1997; Ash et al. 2003; Altop et al. 2011). Metode berdasarkan polymerase chain reaction (PCR), seperti random amplified polymorphic DNA (RAPD) (Williams et al. 1990) dan inter simple sequence repeats (ISSR) (Zietkewicz et al. 1994) telah banyak diaplikasikan untuk survey keanekaragaman populasi genetik. Simple sequence repeat (SSR) atau short tandem repeat (STR) atau mikrosatelit diyakini memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan penanda molekuler yang lain. SSR digunakan sebagai penanda karena relatif lebih mudah dan murah, keberadaannya tersebar di seluruh genom tanaman, dan sampel yang diperlukan lebih sedikit (Ribaut et al. 2002). Studi variasi genetik gulma E. crus-galli di Indonesia dengan menggunakan marka molekuler RAPD telah dilakukan oleh Tasrief et al. (2004). Namun demikian, informasi tentang keragaman morfologi dan genetik antar aksesi gulma E. crus-galli dari berbagai lokasi masih sangat terbatas. Penelitian bertujuan untuk menganalisis keragaman morfologi dan genetik aksesi gulma E. crus-galli dari berbagai lokasi di Jawa Barat.
Metode Penelitian Evaluasi Keragaman Morfologi Aksesi E. crus-galli Evaluasi dilakukan di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Darmaga, Bogor yang berada pada ketinggian 250 m dpl.
Sebanyak 16 aksesi E.
crus-galli
diperoleh dengan cara mengumpulkan biji-biji gulma yang telah matang dari berbagai habitat sawah di Jawa Barat yaitu Indramayu, Subang, Cikampek, Karawang, Sukabumi, Cianjur, dan Pangalengan-Bandung.
Koleksi biji gulma
dilakukan pada bulan Maret – April 2007. Lokasi pengambilan contoh aksesi ditetapkan berdasarkan ketinggian tempat (Tabel 8). Selanjutnya, biji disemai pada bak semai dan pada saat 14 hari setelah semai bibit gulma dipindahtanam ke dalam pot plastik berukuran 30-40 (diameter-tinggi pot) dengan media tanah latosol
35 Darmaga sebanyak 9 kg/pot. Setiap aksesi ditanam pada tiga pot. Pemeliharaan gulma di dalam pot meliputi pemupukan dengan dosis pupuk 0.5 g N/pot, 0.5 g P 2 O 5 /pot, dan 0.5 g K2 O/pot, dan penyiraman dilakukan tiap pagi hari. Tabel 8. Deskripsi asal-usul 16 aksesi gulma E. crus-galli di Jawa Barat Kode Aksesi
K3 K5 K6 K7 K9 C4 S3 I1 I2 I5 Ta1 Tc1 Td2 Td3 Te3 Tf3
Lokasi Aksesi
Ketinggian Tempat (m dpl)
Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Cikampek Subang Indramayu Indramayu Indramayu Cianjur Sukabumi Cianjur Cianjur Pangalengan Pangalengan
37 37 37 37 27 40 29 16 16 16 261 749 1031 1029 1242 1473
Habitat
Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah
Koordinat Lokasi
S 06˚ 17' 89" 06˚ 17' 96" 06˚ 17' 62" 06˚ 17' 53" 06˚ 17' 45" 06˚ 23' 138" 06˚ 22' 79" 06˚ 22' 07" 06˚ 22' 48" 06˚ 22' 63" 06° 48' 797" 06° 54' 381" 06˚ 59' 778" 06˚ 59' 778" 07° 09' 145" 07° 07' 892"
E 107˚ 20' 101" 107˚ 20' 178" 107˚ 20' 118" 107˚ 20' 150" 107˚ 20' 70" 107˚ 26' 33" 107˚ 35' 126" 108˚ 18' 01" 108˚ 18' 23" 108˚ 18' 12" 107˚ 14' 161" 106˚ 58' 865" 107˚ 08' 295" 107˚ 08' 292" 107˚ 33' 308" 107˚ 33' 371"
Karakter yang diamati pada habitat asal antara lain tinggi gulma, jumlah anakan, jumlah daun, panjang dan lebar daun, serta panjang malai. Karakter yang diamati pada kondisi rumah kaca antara lain karakter vegetatif meliputi tinggi gulma, jumlah anakan, jumlah daun, panjang daun, lebar daun, sudut daun, dan diameter batang. Karakter panjang daun, lebar daun, dan sudut daun diamati dari daun ketiga dari atas yaitu daun yang pertama kali membuka sempurna. Karakter vegetatif diamati pada 10 minggu setelah tanam. Karakter generatif yang diamati antara lain umur berbunga, umur panen, panjang malai, jumlah biji per malai, bobot 100 butir biji, panjang biji, diamater biji, panjang daun bendera, lebar daun bendera, luas daun bendera.
Karakter
generatif diamati pada saat panen, kecuali karakter umur berbunga yang diamati pada saat gulma berbunga. Data morfologi dianalisis dengan cluster analysis dan analisis komponen utama.
36 Evaluasi Keragaman Genetik Aksesi E. crus-galli Evaluasi keragaman genetik 16 aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat dilakukan dengan menggunakan marka molekuler Simple Sequence Repeat (SSR). Primer SSR yang digunakan untuk evaluasi keragaman genetik adalah primer yang dikembangkan oleh Danquah et al. (2002), yaitu EC01, EC02, EC03, EC04, dan EC05 (Tabel 9). Tabel 9. Primer Simple Sequence Repeat (SSR) dan sekuen nukleotida yang digunakan dalam analisis genetik aksesi E. crus-galli Lokus EC1 EC2 EC3 EC4 EC5
GenBank Sekuen 5’ to 3’ Repeat Motif Accession no. AY050530 F:ATTACTGGTCAGACGGAAAC (CA) 6 R:GCAGTTATCTCCGTGGGCAC AY050531 F:GGCTCCAAACAAGGCAATTC (CA) 5 R:TTCAGGGAATTTAGTACAAG AY050532 F:GAAAGGAAATGGGTTGGCTG (CA) 8 (TA) 3 (CA) 12 R:CTTCGCACCATGATCTTCTC AY050533 F:AGTAGAAGGCTGCAAGAAGG (GA) 4 AGAG(GA) 3 R:TCTCAGCCCACTTTGTATAG AY050534 F:CAGAGCCTTCAATCATGGTG (CA) 6 R:TGCTTCAAGTTCTAGGAGAC
Bahan-bahan yang digunakan meliputi : buffer ekstraksi (10% CTAB; 0.5 M EDTA (pH 8.0); 1 M Tris-HCl (pH 8.0), 5 M NaCl; 1% β-mercaptoethanol), buffer purifikasi/buffer CIA (Chloroform : Isoamil Alcohol = 24:1 v/v), 2-propanol, TE (1 M Tris-HCl (pH 8.0); 0.5 M EDTA (pH 8.0)), agarose, ethidium bromida 1%, Tris-HCL (pH 9.0), MgCl2, dNTPs (1:1:1:1), 1 unit enzim taq DNA polymerase, dan air bebas ion. Peralatan yang digunakan antara lain tabung mikro steril (1.5 ml),
vorteks, waterbath, sentrifuse, microtube steril,
vacum, bak elektroforesis, lampu UV, mesin PCR, dan Kamera Polaroid. Isolasi DNA dilaksanakan di laboratorium Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.
Isolasi
DNA
dilakukan
berdasarkan metode Doyle & Doyle (1987) yang telah dimodifikasi oleh Sobir (2000), metode Gawel & Jarret (1991) yang telah dimodifikasi oleh Crouch et al. (1998a), metode Orozco-Castillo (1995) yang telah dimodifikasi oleh Toruan-Mathius dan Hutabarat (1997) dan metode Nguyen (2002) yang dimodifikasi. Daun muda segar (baru terbuka atau masih menggulung) gulma E.
37 crus-galli dipotong dan diambil sekitar 0.2-0.5 g, kemudian ditumbuk dalam tabung mikro steril (1.5 ml) berisi 0.6-0.8 ml buffer ekstraksi (10% CTAB; 0.5 M EDTA (pH 8.0); 1 M Tris-HCl (pH 8.0), 5 M NaCl; 1% β-mercaptoethanol), lalu ditutup rapat, kemudian divorteks agar homogen.
Campuran selanjutnya
diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 65oC selama 15 menit, lalu dikocok. Pemurnian DNA dilakukan dengan penambahan 0.6-0.7 ml buffer purifikasi/buffer CIA (Chloroform : Isoamil Alcohol = 24:1 v/v), dan pemisahan fraksi di dalam campuran dilakukan dengan sentrifugasi 13000 rpm selama 10 menit. Fase cair (supernatan) yang diperoleh dipindahkan ke microtube steril yang baru, lalu
ditambahkan 500-600 µl 2-propanol dingin, diinkubasi 4 oC
selama 30 menit, lalu disentrifuse 13 000 rpm selama 15 menit. Fase cair dibuang dan fase padat/pelet dikeringkan menggunakan vacum selama 5 menit. Selanjutnya pelet dilarutkan dalam 100 µl TE (1 M Tris-HCl (pH 8.0); 0.5 M EDTA (pH 8.0); Aquades). Pengujian kuantitas dan kualitas DNA dilakukan dengan menggunakan metode Doyle & Doyle (1987) dengan beberapa modifikasi (Sobir 2000). DNA hasil ekstraksi sebanyak 5 µl ditambah dengan loading dye sebanyak 1 µl dimasukkan pada sumur agarose gel 1.2% pada bak elektroforesis selama 45 menit pada tegangan 110 volt. Hasil elektroforesis diwarnai dengan ethidium bromida 1% dan dibilas dengan aquades, selanjutnya pita DNA hasil dilihat pada lampu UV. Reaksi PCR meliputi 50 ng DNA template, primer forward dan reverse masing-masing 1.2 µM, 10 mM Tris-HCL (pH 9.0), 2.5 mM MgCl2, 0.2 mM atau 200 µM dNTPs (1:1:1:1) gabungan dari dATP, dCTP, dGTP dan dTTP, 1 unit enzim taq DNA polymerase, dan ditambahkan air bebas ion hingga volume total 25 µl dimasukkan ke dalam tabung PCR dan diamplifikasi pada mesin ABI Prism 270. PCR reaksi diatur denaturasi selama 4 menit pada 94oC, diikuti amplifikasi sebanyak 30 siklus yaitu 1 menit denaturasi pada 94oC, annealing selama 1 menit sesuai suhu masing-masing primer dan elongasi selama 45 detik pada 72oC dan diakhiri 4 oC. Hasil amplifikasi dilihat dengan menggunakan gel agarose 1.4% dalam elektroforesis yang telah diberi pewarna ethidium bromide 0.5 µg/ml.
38 DNA hasil amplifikasi dicampur dengan loading dye dengan perbandingan DNA : loading dye adalah 10: 2, selanjutnya dielektroforesis (di-running) pada 50 V selama 3 jam. Gel hasil elektroforesis direndam dalam 1% ethidium bromide selama ± 30 menit, kemudian divisualisasikan menggunakan transimulator UV (312 nm) dan didokumentasikan dengan Kamera Polaroid. Profil pita DNA hasil amplifikasi pada laju elektroforesis yang sama untuk setiap tanaman diskor nilai nol (0) jika tidak ada pita dan satu (1) jika ada pita pada posisi yang sama individu yang dibandingkan.
Kesamaan genetik antar dua individu dihitung menurut
koefisien Dice (Rohlf 1998). Analisis pengelompokan dilakukan berdasarkan kesamaan genetik dan disajikan dalam bentuk dendrogram. Data SSR dianalisis dengan menggunakan program NTSYS-pc versi 2.0.
Hasil dan Pembahasan Karakteristik Lingkungan Habitat Asal Aksesi Gulma E. crus-galli Kondisi iklim berbeda antar habitat asal gulma E. crus-galli. Kondisi iklim dapat mempengaruhi distribusi aksesi gulma E. crus-galli. Suhu udara ratarata bervariasi antara 19 - 34 °C, curah hujan tahunan rata-rata bervariasi antara 1000 - 4000 mm/tahun, dan kelembaban udara bervariasi antara 70-91%. Jenis tanah habitat asal aksesi gulma relatif sama antar lokasi yaitu aluvial. Ketinggian tempat berbeda mulai 16 m dpl hingga 1473 m dpl (Tabel 10).
Tabel 10. Karakteristik lingkungan dari habitat asal aksesi gulma E. crusgalli dan lokasi penanaman gulma E. crus-galli Aksesi Indramayu Subang Karawang Cikampek Cianjur Sukabumi Bandung
Suhu Udara (°C) 25-34 30-33 24-28 24-33 23-30 20-30 19-24
Curah Hujan Tahunan (mm/tahun) 1430 1600-1900 1100-3200 1000-2000 1000-4000 3000-4000 1500-4000
Kelembaban Udara (%) 70-80 72-91 80 87 85-89 85-89 78
Sumber: http://www.weather.yahoo.com dan http://www.jabar.go.id [2010].
Jenis Tanah Aluvial Aluvial Aluvial Aluvial Aluvial Aluvial Aluvial
39 Keragaman Morfologi Aksesi Gulma E. crus-galli di Habitat Asal Aksesi gulma E. crus-galli di habitat asal menunjukkan keragaman morfologi antar aksesi. Karakter jumlah daun memiliki keragaman tertinggi yaitu sebesar 68.5%, diikuti oleh karakter jumlah anakan dengan koefisien keragaman sebesar 66.5%. Karakter yang memiliki keragaman terendah yaitu karakter tinggi tanaman yaitu sebesar 8.3% (Tabel 11). Tabel 11. Karakter morfologi aksesi gulma E. crus-galli di habitat asal dari berbagai lokasi di Jawa Barat Aksesi K3 K5 K6 K7 K9 C4 S3 I1 I2 I5 Ta1 Tc1 Td2 Td3 Te3 Tf3 Rata-rata KK
TG
JA
JD
PD
LD
PM
149.4 139.3 140.2 139.0 141.4 128.1 141.3 155.0 144.5 146.3 139.4 138.5 118.3 117.7 147.5 117.3 137.7±11.5 8.3
5 5 3 10 1 7 9 2 3 4 4 3 2 3 2 1 4.0±2.7 66.5
51 39 23 66 11 48 84 14 30 22 24 10 23 20 26 8 31.2±21.4 68.5
32.0 21.6 27.8 25.9 19.2 16.4 27.4 15.5 25.6 21.4 11.5 19.7 24.5 17.4 10.7 20.8 21.1±6.0 28.2
2.2 1.5 1.3 1.5 1.0 1.0 1.3 1.0 1.3 1.1 1.0 1.4 1.4 1.1 1.0 1.5 1.3±0.3 24.4
22.5 20.1 16.5 20.8 21.2 14.7 18.1 19.4 15.1 15.1 11.1 14.1 15.9 13.1 16.2 13.3 16.7±3.3 19.8
Keterangan : TG = tinggi gulma (cm), JA = jumlah anakan/rumpun, JD = jumlah daun (helai/rumpun), PD = panjang daun (cm), LD = lebar daun (cm), PM = panjang malai, KK = koefisien keragaman
Hasil pengelompokan aksesi gulma E. crus-galli berdasarkan karakter morfologi yang diamati di habitat asal terbentuk 5 kelompok dengan matrix correlation sebesar 0.826 pada koefisien kemiripan sebesar 0.78. Kelompok A terdiri atas delapan aksesi yaitu K3, K5, I5, K6, I2, Td2, K7, dan S3. Kelompok B terdiri atas tiga aksesi yaitu K9, I1, dan Te3. Kelompok C terdiri atas dua
40 aksesi yaitu Tc1 dan Tf3.
Kelompok D terdiri atas satu aksesi yaitu Td3.
Kelompok E terdiri atas dua aksesi yaitu C4 dan Ta1 (Gambar 3). K3 K5 I5 K6 I2 Td2 K7 S3 K9 I1 Te3 Tc1 Tf3 Td3 C4 Ta1 0.56
Gambar 3.
0.67
0.78 Coefficient
0.89
A
B C D E
1.00
Hubungan kekerabatan aksesi gulma E. crus-galli dari berbagai lokasi di Jawa Barat berdasarkan karakter morfologi di habitat asal
Analisis komponen utama dilakukan terhadap karakter morfologi di habitat asal gulma. Hasil analisis menunjukkan bahwa 80.2% keragaman data dapat dijelaskan oleh 3 komponen utama dengan masing-masing komponen utama I, II, dan III berturut-turut 32.1%. 26.8%, dan 21.3% (Tabel 12).
Tabel 12. Nilai eigenvalue berdasarkan karakter morfologi di habitat asal
Eigenvalue Proporsi Kumulatif
PC1
PC2
PC3
0.554 0.321 0.321
0.462 0.268 0.589
0.368 0.213 0.802
Karakter morfologi pembeda pada komponen utama I adalah lebar daun sedang dengan nilai komponen utama sebesar 0.523. Karakter pembeda pada komponen utama II adalah jumlah anakan sedikit dengan nilai komponen utama sebesar 0.617. Karakter pembeda pada komponen utama III adalah panjang malai yang panjang dengan nilai komponen utama sebesar 0.585 (Tabel 13).
41 Tabel 13. Nilai komponen utama berdasarkan karakter morfologi pada habitat asal aksesi gulma E. crus-galli Nilai Komponen Utama 1 2 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.312 0.617 0.404 -0.391 -0.092 -0.226 0.000 0.000 -0.216 0.198 0.216 -0.198 0.000 0.000 -0.000 0.000 -0.000 0.000 -0.000 0.000 0.523 0.339 -0.523 -0.339 0.041 0.235 0.190 -0.007 -0.232 -0.228
Karakter morfologi Tinggi Tanaman Tinggi Tinggi Tanaman Sedang Tinggi Tanaman Pendek Jumlah Anakan Sedikit Jumlah Anakan Sedang Jumlah Anakan Banyak Jumlah Daun Sedikit Jumlah Daun Sedang Jumlah Daun Banyak Panjang Daun Pendek Panjang Daun Sedang Panjang Daun Panjang Lebar Daun Sempit Lebar Daun Sedang Lebar Daun Lebar Ukuran Malai Pendek Ukuran Malai Sedang Ukuran Malai Panjang
3 0.000 0.000 0.000 -0.200 0.282 -0.082 0.000 0.278 -0.278 0.000 -0.000 -0.000 -0.000 -0.223 0.223 0.523 0.062 -0.585
Analisis komponen utama menghasilkan 5 kelompok aksesi gulma E. crusgalli berdasarkan data morfologi di habitat asal yaitu kelompok A (K3, K5, I5, K6, I2, Td2, K7, dan S3), kelompok B (K9, I1, dan Te3), kelompok C (Tc1 dan Tf3), kelompok D (Td3) dan kelompok E (C4 dan Ta1) (Gambar 4). 16 15
0,5
C
8 14
Second Component
12
D
13 3 9
-0,5
E
6
A 7
-1,0
4 1
-1,0
Gambar 4.
B
11
0,0
Keterangan :
5
-0,5
2 10
0,0 First Component
0,5
1,0
1,5
1=K3, 2=K5, 3=K6, 4=K7, 5=K9, 6=C4, 7=S3, 8=I1, 9=I2, 10=I5, 11=Ta1, 12=Tc1, 13=Td2, 14=Td3, 15=Te3, dan 16=Tf
Pengelompokan aksesi gulma E. crus-galli berdasarkan analisis komponen utama
42 Keragaman Morfologi Aksesi Gulma E. crus-galli di Rumah Kaca Aksesi gulma E. crus-galli hasil koleksi dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat yang ditanam di rumah kaca menunjukkan keragaman karakter vegetatif. Keragaman karakter vegetatif tertinggi ditunjukkan oleh karakter sudut daun dengan koefisien keragaman sebesar 47.38%, diikuti oleh karakter jumlah daun dengan koefisien keragaman sebesar 37.84%. Keragaman terendah ditunjukkan oleh karakter panjang daun dengan koefisien keragaman sebesar 23.06%, diikuti jumlah anakan (24.34%), tinggi tanaman (26.04%), lebar daun (28.65%), dan diamater batang (28.80%) (Tabel 14). Tabel 14. Karakter vegetatif aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat di rumah kaca (Bogor, 250 m dpl) AKSESI
TT
K3 K5 K6 K7 K9 C4 S3 I1 I2 I5 Ta1 Tc1 Td2 Td3 Te3 Tf3
69.4a-d 95.5abc 56.3cd 64.2bcd 68.6a-d 83.1a-d 70.6a-d 78.9a-d 100.6ab 106.9a 54.7d 86.0a-d 64.5bcd 92.1a-d 67.0bcd 84.2a-d 77.7 26.04
Rata-rata
KK(%)
JD 8.3bcd 19.3a 5.3cd 6.3bcd 6.0bcd 5.7bcd 5.7bcd 5.3cd 8.7bcd 7.7bcd 5.0cd 11.3b 4.3d 10.3bc 5.0cd 9.7cbd 7.7 37.84
PJD
LD
SD
DB
JA
41.2a-3 54.1a-d 34.9de 36.4cde 35.4de 46.4a-e 42.8a-e 44.7a-e 56.5abc 61.5a 32.1e 45.3a-e 40.9a-e 57.4ab 39.7a-e 47.4a-e 44.8 23.06
0.9a-d 1.3a 0.6cd 0.8bcd 0.8bcd 0.8bcd 0.7bcd 0.8bcd 1.0abc 1.1ab 0.5d 0.9a-d 0.7cd 1.0abc 0.6cd 0.8a-d 0.8 28.65
11.3ab 16.0ab 11.3ab 13.7ab 9.0ab 11.3ab 8.7b 15.7ab 13.0ab 12.3ab 13.0ab 16.7ab 15.7ab 10.7ab 21.0a 7.3b 12.9 47.38
0.9cd 1.5a 0.6d 0.8d 0.7d 0.8d 0.7d 0.7d 1.0a-d 0.9bcd 0.5d 1.2abc 0.6d 1.4ab 0.7d 0.8d 0.9 28.80
2.7bc 4.7a 2.0c 2.3c 2.3c 2.0c 2.3c 2.3c 3.7ab 2.7bc 2.3c 2.3c 2.7bc 2.7bc 2.7bc 3.7ab 2.7 24.34
Keterangan : TT = tinggi tanaman (cm), JD = jumlah daun (helai), PJD = panjang daun (cm), LD = lebar daun (cm), SD = sudut daun (°), DB = diamater batang (cm), JA = jumlah anakan, KK = koefisien keragaman
43
Tabel 15. Karakter generatif aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat di rumah kaca (Bogor, 250 m dpl) AKSESI
UB
UP
PM
JBM
B100
PJB
DMB
PDB
K3 K5 K6 K7 K9 C4 S3 I1 I2 I5 Ta1 Tc1 Td2 Td3 Te3 Tf3 KK
14.0a-e 11.5e 17.0a 15.0a-d 14.0a-e 16.5ab 16.5ab 13.5b-e 14.5a-e 12.5cde 14.5a-e 12.0de 15.5abc 12.5cde 14.0a-e 13.0cde 8.88
17.5abc 14.0c 19.5ab 17.5abc 17.0abc 20.0a 19.5ab 15.5abc 17.0abc 15.0bc 17.5abc 14.5c 18.0abc 14.5c 17.5abc 16.0abc 10.98
18.1a 17.3a 12.3a 14.8a 14.6a 16.1a 18.9a 17.3a 17.9a 17.4a 13.0a 15.1a 13.7a 17.3a 15.7a 17.5a 18.61
326.0bc 780.5ab 317.5bc 471.0abc 468.0abc 864.0a 446.0abc 381.5abc 562.0abc 537.0abc 244.0c 497.5abc 403.0abc 576.0abc 470.5abc 863.0a 39.37
0.94b 0.73b 1.03b 0.79b 0.63b 1.82a 0.92b 0.82b 0.84b 0.91b 0.46b 1.04b 0.80b 1.10ab 0.81b 1.11ab 36.21
3.10fgh 3.00gh 2.95h 3.20ef 3.75b 3.85b 3.20ef 3.50cd 3.55c 3.15fg 4.20a 3.00gh 3.35de 3.00gh 3.00gh 4.05a 2.36
1.75bc 1.30f 1.45ef 1.60cde 1.80abc 2.00a 1.70bcd 1.70bcd 1.80abc 1.70bcd 1.65cde 1.50def 1.50def 1.80abc 1.45ef 1.90ab 5.71
25.5a-e 28.9a-e 22.5cde 25.5a-e 21.3cde 26.1a-e 30.3a-d 43.8a 28.2a-e 43.1ab 10.9e 18.0de 24.3b-e 39.3abc 24.5a-e 28.6a-e 28.73
LBDB 1.03ab 1.37a 0.74b 0.84ab 0.99ab 1.08ab 0.90ab 1.11ab 0.77b 1.08ab 0.72b 0.80b 0.87ab 1.11ab 0.70b 1.17ab 22.65
LDB 25.1a-d 36.67abc 16.07cd 22.22a-d 20.49bcd 24.15a-d 27.82a-d 44.32a 24.59a-d 41.30ab 7.87d 17.59cd 21.46a-d 42.28ab 22.11a-d 26.31a-d 36.54
Keterangan : UB = umur berbunga (MST), UP = umur panen (MST), PM = panjang malai (cm), JBM = jumlah biji per malai (butir/malai), B100 = bobot 100 butir biji (gram), PJB = panjang biji (mm), DMB = diameter biji (mm), PDB = panjang daun bendera (cm), LBDB = lebar daun bendera (cm), LDB = luas daun bendera (cm2), KK = koefisien keragaman
44 Karakter generatif dari tiap aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat sawah di Jawa Barat menunjukkan keragaman. Karakter generatif dengan keragaman tertinggi ditunjukkan oleh karakter jumlah biji per malai dengan koefisien keragaman sebesar 39.37%, diikuti karakter luas daun bendera (36.54%), bobot biji 100 butir (36.21%), panjang daun bendera (28.73%) dan lebar daun bendera (22.65%). Keragaman terendah ditunjukkan oleh karakter panjang biji dengan koefisien keragaman sebesar 2.36%, disusul oleh karakter diameter biji dengan koefisien keragaman sebesar 5.71% (Tabel 15). Hasil analisis pengelompokan berdasarkan karakter morfologi yang meliputi gabungan antara karakter vegetatif dan generatif diperoleh 5 grup pada koefisien kemiripan sebesar 0.5, yaitu grup A, grup B, grup C, grup D, dan grup E. Grup A terdiri atas 7 aksesi yaitu aksesi K7, K9, K3, Te3, Td2, S3, dan I2. Grup B terdiri atas dua aksesi yaitu K6 dan Ta1. Grup C terdiri atas tiga aksesi yaitu K5, Td3 dan I5. Grup D terdiri atas tiga aksesi yaitu aksesi Tf3, C4, dan I1. Grup E terdiri atas satu aksesi yaitu Tc1 (Gambar 5).
K7 K9 Te3 Td2 K3 S3 I2 K6 Ta1 K5 Td3 I5 Tf3 C4 I1 Tc1 0.30
Gambar 5.
0.45
0.59 Coefficient
0.73
A
B C D E
0.88
Dendogram kekerabatan aksesi gulma E. crus-galli berdasarkan karakter morfologi di rumah kaca
Analisis komponen utama dilakukan untuk mengetahui ciri atau karakter yang membedakan setiap aksesi, dimana dengan analisis gerombol (cluster analysis) hanya mengetahui pengelompokan berdasarkan karakter tertentu, tetapi
45 tidak
dapat
mengetahui
dengan
pasti
karakter
yang
membedakan
pengelompokannya. Hasil analisis komponen utama berdasarkan karakter morfologi yang diamati di rumah kaca menunjukkan bahwa keragaman sebesar 76.2% dapat dijelaskan oleh 6 komponen utama (Tabel 16).
Tabel 16. Nilai eigenvalue berdasarkan karakter morfologi di rumah kaca PC1 Eigenvalue 2.595 Proporsi 0.274 Kumulative 0.274
PC2
PC3
PC4
PC5
PC6
1.574 0.166 0.440
0.9401 0.099 0.539
0.756 0.080 0.619
0.708 0.075 0.693
0.652 0.069 0.762
Karakter pembeda aksesi E. crus-galli pada komponen utama I adalah ukuran panjang malai panjang dengan nilai komponen utama -0.271 dan tinggi tanaman rendah dengan nilai komponen utama 0.263. Pembeda pada komponen II adalah karakter jumlah daun sedang dengan nilai komponen utama 0.277. Pembeda pada komponen III adalah tinggi tanaman sedang dengan nilai komponen utama -0.272.
Pembeda pada komponen IV adalah jumlah daun
sedikit dengan nilai komponen utama 0.298. Pembeda pada komponen V adalah umur panen sedang dengan nilai komponen utama 0.294.
Pembeda pada
komponen VI adalah ukuran malai sedang dengan nilai komponen utama 0.329 (Tabel 17).
Tabel 17. Nilai komponen utama berdasarkan karakter morfologi di rumah kaca PC
Jumlah Karakter
PC1
2
PC2 PC3 PC4 PC5 PC6
1 1 1 1 1
Karakter Ukuran malai panjang Tinggi tanaman rendah Jumlah daun sedang Tinggi tanaman sedang Jumlah daun sedikit Umur panen sedang Ukuran malai panjang
Nilai PC -0.271 0.263 0.277 -0.272 0.298 0.294 0.329
Diagram pencar berdasarkan analisis komponen utama (komponen I-II) aksesi gulma E. crus-galli disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan biplot antara
46 komponen utama I-II aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memencar dalam empat kelompok, yaitu kelompok A, B, C, dan D.
3 16
2
1 15
11
13
Second Component
5
1
4
14
0
7
12
A
8
9
6
3
D -1
C
B
2 10
-2 -3
Keterangan :
-2
-1
0 First Component
1
2
3
1=K3, 2=K5, 3=K6, 4=K7, 5=K9, 6=C4, 7=S3, 8=I1, 9=I2, 10=I5, 11=Ta1, 12=Tc1, 13=Td2, 14=Td3, 15=Te3, dan 16=Tf
Gambar 6. Diagram pencar (komponen I-II) aksesi gulma E. crus-galli berdasarkan karakter vegetatif di rumah kaca
Keragaman Genetik Aksesi Gulma E. crus-galli Aksesi gulma E. crus-galli yang berasal dari berbagai habitat padi sawah di Jawa Barat menunjukkan adanya keragaman genetik berdasarkan marka molekuler Simple Sequence Repeat (SSR). Keragaman genetik antar aksesi gulma E. crus-galli menunjukkan keragaman yang rendah. Hal ini diduga karena gulma E. crus-galli merupakan gulma yang menyerbuk sendiri (Honk et al. 1996). Secara umum, spesies yang menyerbuk sendiri memiliki variasi genetik yang rendah, sebaliknya untuk spesies yang menyerbuk silang akan memiliki variasi genetik yang tinggi (Lin et al. 2005). Dendogram menunjukkan bahwa aksesi mengelompok menjadi 4 sub grup, yaitu A, B, C dan D. Sub Grup A memiliki anggota paling besar yaitu 11 aksesi diikuti dengan sub grup C (3 aksesi). Sub Grup B dan D memiliki satu anggota, yaitu secara berturut-turut aksesi dari Karawang (K3) dan aksesi dari Pangalengan (Tf3).
47
K7 K6 K5 Te3 Td3 Td2 Ta1 Tc1 I5 I2 I1 K3 S3 K9 C4 Tf3 0.71
Gambar 7.
0.78
0.86 Coefficient
0.93
A
B C D
1.00
Dendogram kekerabatan genetik aksesi gulma E. crus-galli berdasarkan marka molekuler Simple Sequence Repeat (SSR)
Pembahasan Evaluasi keragaman morfologi aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat menunjukkan bahwa aksesi gulma E. crus-galli memiliki keragaman morfologi baik di habitat asal maupun pada percobaan rumah kaca. Keragaman karakter morfologi tertinggi di habitat asal ditunjukkan oleh karakter jumlah daun (KK 68.5%) dan diikuti oleh karakter jumlah anakan (66.5%), sedangkan karakter dengan keragaman terendah adalah karakter tinggi gulma (KK 8.3%) (Tabel 11). Analisis gerombol (cluster analysis) berdasarkan karakter morfologi di habitat asal menghasilkan lima kelompok aksesi gulma E.crus-galli dengan koefisien kemiripan 0.78 (Gambar 3), sedangkan berdasarkan analisis komponen utama, 80.2% keragaman dapat dijelaskan oleh tiga komponen utama.
Karakter pembeda pada komponen utama I yaitu ukuran lebar daun
sedang, karakter pembeda pada komponen utama II yaitu jumlah anakan sedikit, dan karakter pembeda pada komponen utama III yaitu ukuran panjang malai yang panjang (Tabel 12 dan Tabel 13). Hasil ini menunjukkan bahwa aksesi gulma E. crus-galli memiliki keragaman antar lokasi geografis. Tasrif et al (2004) juga melaporkan adanya keragaman morfologi dan genetik ekotipe E. crus-galli di Indonesia dari geografis yang berbeda.
48 Hasil evaluasi keragaman morfologi di rumah kaca juga menunjukkan adanya keragaman morfologi antar aksesi. Keragaman tertinggi ditunjukkan oleh karakter sudut daun (KK 47.38%), diikuti oleh karakter jumlah biji per malai (39.37%) dan jumlah daun (KK 37.84%), sedangkan keragaman terendah ditunjukkan oleh karakter panjang biji (KK 2.36%) dan diameter biji (KK 5.71%) (Tabel 14 dan Tabel 15).
Berdasarkan analisis gerombol, terbentuk lima
kelompok aksesi gulma E. crus-galli pada koefisien kemiripan 0.5 (Gambar 5) dan berdasarkan analisis komponen utama 76.2% keragaman dapat dijelaskan oleh 6 komponen utama (Tabel 16). Karakter pembeda pada komponen utama I adalah ukuran panjang malai yang panjang dan tinggi tanaman rendah. Karakter pembeda pada komponen utama II – VI berturut-turut yaitu jumlah daun sedang, tinggi tanaman sedang, jumlah daun sedikit, umur panen sedang, dan ukuran malai panjang (Tabel 17). Pengelompokan yang berbeda pada beberapa aksesi gulma E. crus-galli antara kondisi habitat asal dengan habitat rumah kaca menunjukkan bahwa gulma E. crus-galli memiliki kemampuan plastisitas fenotipik. Plastisitas fenotipik ini ditunjukkan oleh karakter morfologi yang memiliki keragaman tinggi di habitat asal seperti karakter jumlah daun rata-rata 31.2 helai (KK 68.5%), pada kondisi rumah kaca rata-rata 7.7 helai daun. Karakter panjang daun pada habitat asal ratarata sebesar 21.1 cm, pada kondisi rumah kaca menjadi 44.8 cm. Menurut Altop et al. (2011) keragaman fenotip dipengaruhi praktek budidaya tanaman, karakteristik tanaman, geografis, dan adanya tekanan penggunaan herbisida. Dendogram berdasarkan karakter genetik menunjukkan bahwa sub grup A memiliki aksesi yang berasal dari seluruh aksesi Indramayu (I1, I2, dan I5), Cianjur (Ta1, Td2, Td3), Sukabumi (Tc1), Pangalengan (Te3), dan sebagian besar aksesi dari Karawang (K5, K6, K7).
Aksesi asal Subang (S3), aksesi asal
Cikampek (C4), serta 1 aksesi asal Karawang (K9) tergabung dalam sub grup C (Gambar 7). Pengelompokan A dan C menunjukkan adanya pengelompokan berdasarkan zona geografi. Secara geografis, Cianjur, Sukabumi dan Karawang merupakan wilayah Jawa Barat bagian barat yang berbatasan langsung, dan berdasarkan dendogram mengelompok menjadi satu cluster. Demikian juga Subang dan Cikampek serta Karawang juga merupakan satu cluster C yang dapat
49 dimasukkkan dalam zona geografis Jawa Barat bagian utara. Ketiga wilayah tersebut secara administratif berbatasan langsung. Perkecualian dari sub grup B dan D yang memisah dari sub grup lain secara geografis berjauhan. Selain itu, secara altitude, kedua tempat tersebut mewakili dataran rendah dan dataran tinggi (Tabel 8). Dengan demikian, perkecualian tersebut masih mengindikasikan pewilayahan gulma E. crus-galli secara geografis yang kuat. Adanya keragaman genetik pada aksesi dari Karawang dan dari Pangalengan yang terbagi menjadi dua sub grup sangat menarik untuk dikaji. Dari sisi geografik, Karawang memiliki dataran tinggi yang berbatasan langsung dengan dataran tinggi Cianjur dan Cikampek (Kabupaten Purwakarta). Asal aksesi K3 dan K9 dari Kabupaten Karawang terhubungkan langsung dengan jaringan irigasi sawah asal Waduk Jatiluhur di Purwakarta. Dengan demikian, ada dua kemungkinan asal off type dari aksesi Karawang yang masuk dalam sub grup B dan C, memisah menjadi sub grup tersendiri dari sebagian besar anggota di sub grup A. Pertama, adalah karena perpindahan material genetik melalui jaringan irigasi dan kedua, adalah karena perpindahan hasil panen padi atau terbawa oleh pekerja pertanian. Kedua kejadian tersebut sangat mungkin, namun dalam penelitian ini tidak dapat ditentukan secara tegas, mana yang paling mungkin terjadi. Pada kasus Pangalengan, aksesi Tf3 yang merupakan sub grup D, lebih dimungkinkan karena adanya isolasi jarak. Gulma E. cruss-galli kode Tf3 diambil dari sawah di ketinggian di atas 1400 m di atas permukaan laut.
Ada
kemungkinan, pada ketinggian tersebut mode penyerbukan yang secara umum bagi E. cruss-galli adalah menyerbuk sendiri, diduga dapat berubah dengan adanya porsi menyerbuk silang. Namun demikian, perlu adanya kajian lebih lanjut apakah hipotesis tersebut benar. Seperti diketahui secara umum bahwa keragaman genetik penyerbuk di daerah pertanian intensif akan lebih rendah dibandingkan dengan daerah pertanian yang kurang intensif. Sejarah pengusahaan padi sawah yang sangat panjang di daerah pantai utara Jawa, terutama penggunaan pestisida yang sangat intensif diduga dapat mengurangi keragaman penyerbuk, termasuk serangga penyerbuk E. crus-galli. Dengan demikian, keragaman genetik E. crus-galli yang diamati pada penelitian ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor seperti perpindahan material
50 genetik secara tidak sengaja melalui perpindahan hasil panen padi atau bahan tanaman padi, perpindahan melalui air irigasi, dan keragaman genetik akibat adanya isolasi jarak, serta kemungkinan adanya mutasi. Menurut Altop et al. (2011) adanya keragaman genetik E. crus-galli pada lokasi yang sama disebabkan oleh perpindahan biji melalui alat pengolahan tanah, transportasi, dan perpindahan hasil panen. Berdasarkan dendogram karakter morfologi di habitat asal, karakter morfologi di rumah kaca, dan karakter genetik terlihat bahwa aksesi K3, K7, S3, I2, dan Td2 mengelompok dalam satu sub grup yang sama. Hal ini membuktikan bahwa keragaman morfologi disebabkan oleh karakter genetik aksesi tersebut. Sebaliknya, aksesi I5 dan I1 yang secara genetik sama dengan aksesi I2, ternyata memperlihatkan fenotipik yang berbeda.
Pada kondisi habitat asal I5
mengelompok bersama aksesi I2 ke dalam sub grup A, sedangkan I1 berada di kelompok lain (sub grup B). Pada kondisi rumah kaca, I1, I2, dan I5 terpisah ke dalam kelompok yang berbeda.
Hasil ini menunjukkan bahwa keragaman
morfologi muncul sebagai akibat adanya sifat plastisitas fenotipik akibat kondisi lingkungan yang berbeda.
Kesimpulan Aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat menunjukkan keragaman morfologi yang tinggi.
Perbedaan antar asesi
tidak dapat ditunjukkan oleh
karakter tunggal, tetapi oleh beberapa karakter morfologi yang utama yaitu lebar daun, jumlah anakan, panjang malai, jumlah daun, tinggi tanaman, dan umur panen. Berdasarkan marka molekuler Simple Sequence Repeat (SSR), asesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat menunjukkan adanya keragaman genetik. Keragaman genetik ini diduga disebabkan oleh perpindahan material genetik melalui hasil panen ataupun melalui irigasi, adanya isolasi jarak, dan kemungkinan adanya mutasi. Keragaman morfologi asesi gulma E. crus-galli disebabkan oleh kemampuan plastisitas fenotipik dan faktor genetik.
IDENTIFIKASI POTENSI ALELOPATI BEBERAPA AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. ASAL JAWA BARAT
ABSTRAK Salah satu cara gulma E. crus-galli untuk mengganggu pertumbuhan dan produksi tanaman padi adalah melalui alelopati. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi alelopati aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat terhadap perkecambahan tanaman padi sawah. Percobaan dilakukan dengan rancangan acak kelompok dengan satu faktor yaitu larutan ekstrak akar segar 16 aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat. Sebagai kontrol, kertas merang diberi aquades sebanyak 2 ml. Satuan percobaan berupa cawan petri dengan 10 benih padi hibrida. Hasil percobaan menunjukkan bahwa aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki potensi alelopati yang ditunjukkan dengan adanya penghambatan ataupun pemanjangan plumula dan radikula kecambah padi. Penghambatan atau pemanjangan plumula dan radikula dipengaruhi oleh jumlah jenis dan konsentrasi senyawa yang terkandung dalam ekstrak akar tiap aksesi gulma. Senyawa alelopati yang teridentifikasi dari ekstrak akar aksesi E. crusgalli diantaranya adalah golongan senyawa phenolic, phtalic acid, decanoid acid, propanoid, quinon, dan sterol. Aksesi asal Karawang (K5, K6, K3) dan asal Cianjur (Ta1) lebih menekan plumula sedangkan aksesi asal Pangalengan (Td3) lebih menekan radikula.
Kata kunci : Echinochloa crus-galli, alelopati, plumula, radikula.
52
IDENTIFICATION OF ALLELOPHATIC POTENTIAL OF SOME Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. WEED ACCESSION FROM WEST JAVA ABSTRACT One way of E. crus-galli weed to interfere the growth and production of rice plants is through allelophaty. The research objective was to identify the allelophatic potential of E.crus-galli weed accession from West Java on the germination of rice. The experiments were conducted in randomized block design with one factor that was solution of fresh root extract of 16 E. crus-galli weed accessions from West Java. The experimental unit was petridish with 10 seeds of hybrid rice. The results showed that the accession of E. crus-galli weed from West Java has the allelophatic potential indicated by the inhibition or elongation of plumula and radicle. Inhibition or elongation of plumula and radicle was influenced by a number of types and concentrations of the compounds contained in extracts of the roots of each weed accessions. Allelophatic compounds identified from the root extract of E. crus-galli accession including phenolics, phtalic acid, decanoid acid, propanoid, quinone, and sterols. Accession of Karawang (K5, K6, K3) and Cianjur (Ta1) more suppressed plumula while the accession of Pangalengan (Td3) more suppressed radicle. Keywords : Echinochloa crus-galli, allelophaty, plumula, radicle.
53 Pendahuluan Salah satu cara gulma untuk mengganggu pertumbuhan dan produksi tanaman adalah melalui alelopati.
Alelopati didefinisikan sebagai pengaruh
langsung ataupun tidak langsung dari suatu tumbuhan terhadap yang lainnya, termasuk mikroorganisme, baik yang bersifat positif atau perangsangan maupun negatif atau penghambatan terhadap pertumbuhan, melalui pelepasan senyawa kimia ke lingkungannya (Rice 1984; 1995; Inderjit & Keating 1999; Singh et al. 2003). Senyawa alelopati dapat mempengaruhi aktivitas tumbuhan antara lain dengan cara menghambat penyerapan hara oleh akar tanaman, pembelahan sel-sel akar, pertumbuhan tanaman, aktivitas fotosintesis, mempengaruhi respirasi, sintesis protein, menurunkan daya permeabilitas membran sel dan menghambat aktivitas enzim (Sastroutomo 1990). Gulma Echinochloa crus-galli memiliki potensi alelopati. Adanya potensi alelopati pada gulma E. crus-galli telah dilaporkan oleh Yamamoto et al. (1999), Xuan et al. (2006) dan Son (2010).
Selama perkecambahan dan awal
pertumbuhan, E. crus-galli menekan pertumbuhan beberapa tanaman pertanian termasuk padi dan E. crus-galli itu sendiri. Senyawa p-Hidroxymandelic acid merupakan allelochemical dari eksudat akar E. crus-galli muda yang dapat menekan kuat pertumbuhan tajuk dan pemanjangan akar padi (Yamamoto et al. 1999). Eksudat akar E. crus-galli dapat menekan perkecambahan dan pertumbuhan tanaman padi, lettuce dan monochoria. Komponen yang terlibat dalam aktivitas phytotoxic E. crus-galli antara lain phenolic, long-chain fatty acids, lactones, diethyl phthalate, acenaphthene, phthalic acids, benzoic acid dan decane. Penghambat pertumbuhan terbesar ditunjukkan oleh lactones, diikuti oleh phenolic dan phthalic acid (Xuan et al. 2006). Produksi senyawa alelopati sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti kualitas, intensitas dan lamanya masa penyinaran cahaya, kondisi kekurangan hara, dan gangguan kekeringan (Rice 1974).
Penelitian tentang
interaksi padi dan gulma E. crus-galli saat ini terfokus pada potensi penekanan gulma E. crus-galli oleh tanaman padi dan konsentrasi alelopati yang dihasilkan oleh tanaman padi yang digunakan untuk mengendalikan gulma E. crus-galli (Chung et al. 2003).
54 Penelitian tentang alelopati pada aksesi gulma E. crus-galli di Indonesia masih sangat terbatas.
Aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat diduga
memiliki potensi alelopati yang berbeda yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi dan menurunkan produksi padi.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi potensi alelopati aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat terhadap perkecambahan tanaman padi sawah.
Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei - Desember 2007 di Laboratorium Umum, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Bahan
tanaman berupa akar gulma E. crus-galli hasil koleksi dari beberapa lokasi di Jawa Barat, benih padi hibrida, dan aquadest. Alat yang digunakan antara lain mortar, kertas merang, cawan petri, beaker, timbangan analitik, dan oven. Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok dengan satu faktor yaitu 16 aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat. Potensi alelopati diukur dari ekstrak akar segar gulma E. crus-galli menurut metode Yamamoto et. al. (1999).
Sebanyak 10 g akar gulma dihaluskan menggunakan mortar,
selanjutnya dilarutkan dalam 200 ml aquades dan disimpan selama 24 jam. Setelah 24 jam, larutan ektrak akar disaring menggunakan kertas saring. Selanjutnya, kertas merang (10 cm x 10 cm) diletakkan pada cawan petri, kemudian diberi larutan ekstrak akar gulma sebanyak 2 ml (konsentrasi 5 % w/v) untuk setiap perlakuan. Sebagai kontrol, kertas merang diberi aquades sebanyak 2 ml. Benih padi hibrida sebelum perlakuan direndam dalam larutan NaClO 1% selama 7 menit, kemudian dibilas dengan aquades. Setelah itu, benih padi hibrida disemai sebanyak 10 benih/perlakuan. Peubah yang diamati yaitu tingkat penghambatan (Inhibition Rate=IR) terhadap plumula dan radikula pada saat 14 hari setelah semai. IR plumula dan IR radikula dihitung berdasarkan rumus :
Kandungan alelopati pada ekstrak akar aksesi gulma E. crus-galli dianalisis dengan GCMS menurut metode Xuan et. al. ( 2006).
55 Hasil dan Pembahasan Potensi Alelopati Aksesi Gulma E. crus-galli Hasil percobaan menunjukkan bahwa setiap aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki potensi alelopati yang berbeda yang ditunjukkan oleh penghambatan ataupun pemanjangan plumula dan radikula (IR = Inhibition Rate). Nilai IR positif menunjukkan bahwa ekstrak akar aksesi gulma E. crus-galli menekan plumula atau radikula, sedangkan nilai IR negatif menunjukkan peningkatan panjang plumula atau radikula kecambah padi. Aksesi Td3 (asal Cianjur, 1000 m dpl) menunjukkan IR plumula tertinggi, yakni sebesar 80.7%, sedangkan aksesi S3 (asal Subang, 29 m dpl) menunjukkan IR plumula terendah, yakni sebesar 6.0%.
Aksesi Td3 menunjukkan IR radikula tertinggi, yakni
sebesar 23.0%, sedangkan aksesi Tc1 (asal Sukabumi, 750 m dpl) menunjukkan IR radikula terendah, yakni sebesar 0.3% (Tabel 18). Perbedaan penghambatan diduga disebabkan oleh perbedaan jumlah dan jenis senyawa alelopati yang disebabkan oleh perbedaan lingkungan tumbuh aksesi gulma. Tabel 18.
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap penghambatan plumula dan radikula kecambah padi saat 14 hari setelah semai
Aksesi
Asal Aksesi
IR Plumula (%)
IR Radikula (%)
K3 K5 K6 K7 K9 C4 S3 I1 I2 I5 Ta1 Tc1 Td2 Td3 Te3 Tf3
Karawang Karawang Karawang Karawang Karawang Cikampek Subang Indramayu Indramayu Indramayu Cianjur Sukabumi Cianjur Cianjur Pangalengan Pangalengan
60.7 48.7 49.7 17.0 21.0 25.0 6.0 -3.0 14.0 -3.0 43.3 11.0 13.0 80.7 29.0 -12.0
8.0 11.0 11.0 1.0 3.0 -3.0 -18.0 -9.0 -6.0 -2.0 16.0 0.3 19.7 23.0 4.0 15.0
Keterangan : tanda (-) menunjukkan bahwa aksesi tidak menghambat tetapi memacu pertumbuhan plumula dan radikula
56 Tidak semua aksesi menghambat pemanjangan plumula. Beberapa diantara aksesi justru meningkatkan panjang plumula dan panjang radikula padi yang ditunjukkan dengan nilai IR yang negatif, artinya panjang plumula dan panjang radikula padi justru lebih panjang dibandingkan terhadap kontrol. Aksesi yang meningkatkan panjang plumula antara lain I1 (IR -3.0), I5 (IR -3.0), dan Tf3 (IR -12.0). Aksesi yang meningkatkan panjang radikula antara lain aksesi C4 (IR -3.0), S3 (-18.0), I1 (IR -9.0), I2 (IR -6.0), dan I5 (IR -2.0) (Tabel 18). Menurut Sastroutomo (1990), tumbuh-tumbuhan bervariasi dalam menghasilkan senyawa alelopati (alelokimia) bergantung pada keadaan lingkungan tempat ia tumbuh, dan gangguan serta tekanan lingkungan yang dialaminya.
Menurut
Junaedi et al. (2006) perbedaan potensi alelopati dan pengaruhnya terhadap tumbuhan lain dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan.
Perbedaan potensi
alelopati karena lingkungan dapat disebabkan oleh adanya perbedaan populasi, siklus hidup, waktu tanam, tanah dan iklim, serta adanya cekaman biotik maupun abiotik.
Hubungan Antara Potensi Alelopati dengan Keragaman Genetik Aksesi Gulma E. crus-galli Potensi alelopati aksesi gulma E. crus-galli dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan tumbuh gulma. Analisis cluster berdasarkan potensi alelopatinya menghasilkan enam kelompok aksesi pada koefisien kemiripan 0.72. Kelompok A terdiri atas lima aksesi yaitu aksesi K7, S3, I5, I2, dan I1. Kelompok B terdiri atas satu aksesi yaitu aksesi K3. Kelompok C terdiri atas tiga aksesi yaitu aksesi Te3, K9, dan C4. Kelompok D terdiri atas tiga aksesi yaitu aksesi K6, K5, dan Ta1.
Kelompok E terdiri atas tiga aksesi yaitu aksesi Tf3, Td2, dan Tc1.
Kelompok F terdiri atas satu aksesi yaitu aksesi Td3. Aksesi asal Indramayu terlihat mengelompok dalam satu kelompok yaitu kelompok A, sedangkan aksesi asal Karawang terlihat menyebar ke dalam empat kelompok, yakni kelompok A (K7), kelompok B (K3), kelompok C (K9), dan kelompok D (K6 dan K5). Sementara aksesi Td3 asal Cianjur berada pada kelompok sendiri yaitu kelompok F (Gambar 8).
57 Berdasarkan keragaman genetik, aksesi asal Indramayu (I1, I2, dan I5) mengelompok dalam satu sub grup bersama aksesi Karawang (K5, K6, K7), aksesi asal Cianjur (Ta1, Td2, Td3), aksesi asal Sukabumi (Tc1), dan aksesi asal Pangalengan (Te3).
Berdasarkan potensi alelopatinya, anggota grup tersebut
memisah menjadi empat kelompok. Seluruh aksesi asal Indramayu mengelompok menjadi satu kelompok bersama aksesi S3 (aksesi asal Subang) dan K7 (aksesi asal Karawang) yaitu kelompok A dengan karakter IR plumula rendah dan IR radikula rendah. Aksesi K5 dan K6 mengelompok bersama aksesi Ta1 dengan karakter IR plumula tinggi dan IR radikula sedang.
Aksesi Td2 dan Tc1
mengelompok bersama aksesi Tf3 (asal Pangalengan) dengan karakter IR plumula rendah dan IR radikula sedang. Aksesi Te3 mengelompok bersama aksesi K9 dan C4 dengan karakter IR plumula sedang dan IR radikula rendah. Aksesi K3 (asal Karawang) yang secara genetik berbeda dengan aksesi lainnya membentuk kelompok sendiri dengan karakter IR plumula tinggi dan IR radikula rendah (IR <10%). Aksesi Td3 yang secara genetik sama dengan aksesi K6, membentuk kelompok sendiri dengan karakter IR plumula tinggi dan IR radikula tinggi (Gambar 8 dan Tabel 19). Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa keragaman potensi alelopati aksesi gulma E. crus-galli dipengaruhi oleh genetik aksesi tersebut. K7 S3 I5 I2 I1 K3 Te3 K9 C4 K6 K5 Ta1 Tf3 Td2 Tc1 Td3 0.43
0.58
0.72
0.86
A B C D E F
1.00
Coefficient
Gambar 8.
Dendogram kekerabatan aksesi gulma E. crus-galli dari berbagai habitat padi sawah di Jawa Barat berdasarkan potensi alelopati
58 Tabel 19. Penggolongan potensi alelopati aksesi gulma E. crus-galli Potensi Alelopati
IR Plumula (%)
IR Radikula (%)
>40 20 - < 40 <20
≥ 20 10 - <20 <10
Tinggi Sedang Rendah
Kandungan Senyawa Alelopati Aksesi E. crus-galli Kandungan senyawa kimia dalam ekstrak akar aksesi gulma E. crus-galli berdasarkan analisis GCMS menunjukkan perbedaan dalam jumlah jenis maupun konsentrasinya (Tabel 20 dan Tabel Lampiran 1-9). Perbedaan jumlah jenis dan konsentrasi senyawa yang teridentifikasi dalam ekstrak akar gulma E. crus-galli diduga mempengaruhi tinggi rendahnya penghambatan atau pemanjangan plumula dan radikula pada kecambah padi. Tabel 20. Kandungan senyawa dalam ekstrak akar beberapa aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat
Karawang (K) Subang (S) Cikampek (C)
Altitude (m dpl) 37 29 40
Indramayu (I)
16
Cianjur (Ta)
250
Sukabumi (Tc)
750
Cianjur (Td) Pangalengan (Te) Pangalengan (Tf)
1000 1250 1500
Asal Aksesi
Jumlah Senyawa 29 31 29
21 31 14 49 35 29
Senyawa Tertinggi Stigmasta-5,2,2-dien-3-ol Stigmasta-5,22-dien-3-ol 1,3-dimethyl-4azaphenanthrene 4-Dehydroxy-N-(4,5methylenedioxy) heptacyclo [6.6.0.0(2,6).0(3,13).0 2-[(trimethylsilyl)oxy]-5methylac Stigmasta-5,22-dien-3-ol Stigmasta-5,22-dien-3-ol 1,3-dimethyl-4azaphenanthrene
Kandungan (%) 14.42 11.47 13.83 15.96 8.02 12.44 7.79 13.18 8.76
Senyawa-senyawa yang telah teridentifikasi dari ekstrak akar gulma E. crus-galli asal Jawa Barat diantaranya merupakan senyawa alelopati, seperti phenolic, phtalic acid, dan decanoid acid. Senyawa tersebut telah dilaporkan oleh Xuan et al. (2006) sebagai senyawa alelopati dari gulma E. crus-galli. Senyawa golongan sterol, indole, propanoid juga teridentifikasi dalam aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat. Menurut Seigler (2006) senyawa golongan sterol,
59 indole, dan propanoid merupakan senyawa alelopati. Senyawa alelopati tersebut diduga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serta produksi tanaman padi di lapangan.
Pembahasan Aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki perbedaan potensi alelopati yang ditunjukkan oleh adanya penghambatan ataupun peningkatan panjang plumula dan radikula kecambah padi. Penghambatan pajang plumula dan radikula disebabkan oleh zat alelopati yang ada dalam ekstrak akar gulma yang bersifat sebagai penghambat tumbuh.
Hasil ini sejalan dengan penelitian
Yamamoto et al. (1999) bahwa selama perkecambahan dan pertumbuhan awal, gulma E. crus-galli dapat menghambat beberapa tanaman uji, termasuk tanaman padi. Salah satu senyawa alelopati yang teridentifikasi yaitu p-hydroxymandelic acid pada konsentrasi 59.5-178 µM sangat kuat menghambat pertumbuhan tanaman padi. Pemanjangan plumula dan radikula yang terjadi pada beberapa aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat diduga disebabkan oleh kurangnya konsentrasi zat alelopati sehingga tidak mampu memberikan efek penghambatan plumula dan radikula ataupun memang terdapat zat pemacu pertumbuhan yang bekerja pada konsentrasi rendah, sehingga plumula dan radikula lebih panjang dibandingkan terhadap kontrol.
Fenomena ini perlu dikaji lebih lanjut untuk
menjelaskan dugaan tersebut. Identifikasi terhadap senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak akar gulma E. crus-galli menunjukkan adanya perbedaan jumlah jenis dan konsentrasi tiap jenis senyawa dari masing-masing aksesi.
Perbedaan jumlah jenis dan
konsentrasi tiap jenis senyawa tersebut diduga menjadi penyebab adanya perbedaan dalam pemanjangan atau penghambatan plumula dan radikula kecambah padi. Hasil studi ini menunjukkan bahwa aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki potensi alelopati.
Beberapa senyawa potensial alelopati telah
teridentifikasi dari ekstrak akar aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat. Senyawa-senyawa tersebut dilepaskan ke dalam lingkungan tumbuhnya selama
60 berkecambah dan pertumbuhan awal gulma. Menurut Xuan et al. (2006) senyawa potensial alelopati yang dikeluarkan oleh gulma E. crus-galli menyebabkan tanaman padi terhambat pertumbuhannya, tetapi senyawa tersebut kurang menghambat pertumbuhan gulma itu sendiri.
Pelepasan senyawa potensial
alelopati diduga ikut berperan dalam suksesnya gulma ini menjadi gulma invasive. Adanya senyawa alelopati yang dilepaskan oleh gulma E. crus-galli di lapangan pada perbedaan tahapan pertumbuhan dan interaksinya terhadap kondisi lingkungan tumbuh tanaman sangat menarik untuk dikaji lebih jauh.
Kesimpulan Aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki potensi alelopati yang ditunjukkan dengan adanya penghambatan ataupun pemanjangan plumula dan radikula kecambah padi.
Penghambatan atau pemanjangan plumula dan
radikula dipengaruhi oleh jumlah jenis dan konsentrasi senyawa yang terkandung dalam ekstrak akar tiap aksesi gulma. Senyawa alelopati yang teridentifikasi dari ekstrak akar aksesi E. crus-galli diantaranya adalah golongan senyawa phenolic, phtalic acid, decanoid acid, propanoid, quinon, indole dan sterol. Berdasarkan potensi alelopatinya, setiap aksesi menunjukkan potensi alelopati yang berbeda. Perbedaan potensi alelopati tersebut disebabkan oleh asal habitat dan sifat genetiknya. Aksesi asal Karawang (K5, K6, K3) dan asal Cianjur (Ta1) lebih menekan plumula sedangkan aksesi asal Pangalengan (Td3) lebih menekan radikula.
PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI
ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah. Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah pada percobaan pot di rumah kaca. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok dengan satu faktor dan tiga ulangan. Faktor yang dicobakan yaitu aksesi gulma E. crus-galli yang terdiri atas 5 aksesi terpilih (K3, K6, K9, Te3, Tf3) dan kontrol tanpa gulma. Satu satuan percobaan berupa pot berukuran diameter 30 cm dan tinggi 45 cm. Setiap pot ditanam 1 bibit padi dan 2 bibit gulma E. crus-galli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi gulma E. crus-galli memiliki potensi yang berbeda dalam menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Aksesi K6 (Karawang) merupakan aksesi yang paling potensial dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi padi. Potensi aksesi K6 dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah terkait dengan potensi alelopati dan karakter morfologinya yaitu panjang daun panjang (>60 cm), lebar daun sempit (<0.7 cm), sudut daun kecil (<16°), dan umur berbunga lambat (>16 MST). Kata kunci : aksesi Echinochloa crus-galli, pertumbuhan, produksi, padi.
62
THE EFFECT OF Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. WEED ACCESSION ON GROWTH AND PRODUCTION OF RICE PLANT
ABSTRACT E. crus-galli weed accession from several habitats of lowland rice in West Java supposedly has a potential different in reducing the growth and production of rice plants. The research objective was to study the effect of some accessions of E. crus-galli weed from West Java on the growth and production of rice plants in greenhouse experiment. The experiments were conducted in randomized block design with one factor and three replications. The accession of E. crus-galli weed consisted of five elected accession (K3, K6, K9, Te3, TF3) and without weed as control. The experiment unis was pots (diameter 30 cm and a height of 40 cm). Each pot was planted one rice seedling and 2 E. crus-galli seedling. The results showed that the E. crus-galli weed accession had potential different in reducing growth and yield of rice plants. Accession K6 (Karawang) was the most potential accession in decreasing the growth and production of rice. Decreasing of the rice growth and production of K6 accession related to the allelophatic potential and morphological character of K6 accession i.e. lenght leaf (> 60 cm), width leaf (<0.7 cm), leaf angle (<16 °), and flowering age (> 16 MST).
Keywords: Echinochloa crus-galli accession, growth, production, rice.
63 Pendahuluan Upaya untuk meningkatkan produksi padi dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya luas lahan yang menurun akibat konversi lahan, menurunnya kesuburan tanah dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Salah satu OPT yang dapat menurunkan produksi tanaman padi yaitu gulma.
Kerugian
akibat gulma di negara yang sedang berkembang tidak saja tinggi, tetapi juga mempengaruhi persediaan pangan dunia. Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki. Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman yang dibudidayakan dapat menghambat pertumbuhan dan menekan hasil akhir. Salah satu jenis gulma utama pada lahan sawah yang dapat menurunkan produksi tanaman padi adalah gulma Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. Gulma ini dapat menurunkan hasil padi sampai 72% (Lubigan dan Vega dalam Suardi dan Pane 1983). Gulma dapat menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman melalui mekanisme kompetisi, alelopati, dan alelomediasi. Kompetisi dapat terjadi antara gulma dengan tanaman padi dalam memperebutkan sumber daya yang terbatas, yaitu air, unsur hara, dan sarana tumbuh lainnya. Mekanisme alelopati terjadi dengan adanya zat alelopati yang bersifat menghambat yang dikeluarkan oleh gulma ke dalam lingkungan dan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
Alelomediasi terjadi karena tanaman padi menjadi inang bagi
hama dan penyakit tanaman padi sehingga menyebabkan penurunan pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat menunjukkan potensi alelopati yang berbeda dalam menghambat perkecambahan tanaman padi yang ditunjukkan dengan perbedaan dalam penghambatan plumula dan radikula.
Perbedaan potensi alelopati ini diduga menyebabkan tinggi
rendahnya penurunan pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
Penelitian
bertujuan mempelajari pengaruh beberapa aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah pada percobaan pot di rumah kaca.
64 Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan IPB, Cikabayan, Bogor mulai Februari 2007 hingga Desember 2007. Bahan tanaman berupa biji aksesi E. crus-galli asal di Jawa Barat, benih padi varietas IR-64, pupuk Urea, KCl, SP-36, furadan 3G, aquadest dan media tanah sawah jenis latosol. Alat yang digunakan antara lain pot, peralatan tanam, timbangan analitik, dan oven. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok dengan satu faktor dan tiga ulangan. Faktor yang dicobakan yaitu aksesi gulma E. crus-galli yang terdiri atas 5 aksesi terpilih yaitu aksesi K3, K6, K9, Te3, Tf3 dan kontrol tanpa gulma.
Satu satuan percobaan berupa pot berukuran 30-40
(diameter-tinggi). Setiap pot ditanam 1 bibit padi dan 2 bibit gulma E. crus-galli. Media tanah sawah latosol darmaga dikeringanginkan dan dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam pot sebanyak 9 kg per pot. Tanah dilumpurkan dengan cara menyiramkan air hingga jenuh dan diaduk. Benih padi IR-64 dan biji E. crus-galli disemai dalam bak semai.
Bibit padi dan gulma E. crus-galli
dipindahtanam ke dalam pot pada saat 2 minggu setelah semai.
Bibit padi
ditanam tepat di tengah-tengah pot sebanyak satu bibit per pot dan bibit gulma E. crus-galli sebanyak dua bibit per pot yang ditanam di sisi kanan dan kiri tanaman padi dengan jarak sekitar 7 cm dari tanaman padi. Penyiraman tanaman dilakukan setiap dua hari sekali dengan ketinggian genangan 5 cm. Pemupukan dilakukan pada saat 0, 4, dan 6 minggu setelah tanam (MST) dengan dosis pupuk 1.88 g urea/pot, 1.25 g SP-36/pot, dan 1.25 g KCl/pot. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma selain gulma E. crus-galli yang tumbuh di dalam pot. Panen dilakukan pada saat 80 % malai padi sudah menguning. Peubah yang diamati antara lain tinggi tanaman, panjang dan lebar daun ke-3 dari atas, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, panjang dan lebar daun bendera, panjang akar pada saat panen, panjang malai, kepadatan malai, produksi gabah, bobot gabah isi dan hampa, dan persentase gabah hampa, bobot biomassa akar dan tajuk, dan bobot 100 butir gabah kering. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam dengan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test pada taraf 5%.
65 Hasil dan Pembahasan Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi Tinggi tanaman. Aksesi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi, jumlah daun, panjang dan lebar daun, dan jumlah anakan pada saat 9 MST.
Tinggi tanaman padi pada semua perlakuan rata-rata meningkat
dibandingkan dengan kontrol (tanpa gulma E. crus-galli). Peningkatan tinggi tanaman padi terendah ditunjukkan oleh perlakuan aksesi K6, sedangkan peningkatan tinggi tanaman padi tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan aksesi K9 (Gambar 9). Dari Gambar 9 terlihat adanya sifat “mimikri” pada aksesi gulma E. crus-galli, pada tanaman padi yang tingginya meningkat, gulma E. crus-galli ikut meningkat pula tingginya.
Gulma E. crus-galli selalu lebih tinggi
Tinggi Tanaman (cm)
dibandingkan dengan tanaman padi.
Tinggi Padi
140 120 100 80 60 40 20 0 Kontrol
K3
Tinggi Gulma
K6
K9
Te3
Tf3
Asesi Gulma E. crus-galli
Gambar 9.
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap tinggi tanaman padi
Jumlah daun dan ukuran daun. Aksesi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun tanaman padi.
Gulma
E. crus-galli aksesi K3, K6, K9, dan Te3 menurunkan jumlah daun tanaman padi, sedangkan aksesi Tf3 tidak berbeda nyata dibandingkan terhadap kontrol. Penurunan jumlah daun pada perlakuan aksesi K6 dan Te3 nyata lebih besar dibandingkan dengan aksesi K9 dan K3, walaupun jumlah daun aksesi gulma E. crus-galli tidak berbeda nyata antar aksesi (Tabel 21 dan Tabel 22).
66 Panjang daun tanaman padi pada perlakuan aksesi gulma menunjukkan lebih panjang dibandingkan terhadap kontrol, kecuali pada perlakuan aksesi K6 yang menunjukkan panjang daun lebih pendek. Hal ini diduga sebagai respon akibat ternaungi oleh daun gulma E. crus-galli (Tabel 21). Panjang daun aksesi gulma K6 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan aksesi K3, Tf9, dan Tf3, namun panjang daun aksesi K6 cenderung lebih pendek dibandingkan terhadap kontrol (Tabel 22) Tabel 21.
Aksesi K3 K6 K9 Te3 Tf3 Kontrol
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman padi Jumlah Daun (helai) 10.0c 5.0d 15.0a 5.7d 13.7b 13.0b
Panjang Daun (cm) 44.83b 23.83f 46.00a 35.00d 39.50c 29.67e
Lebar Daun (cm) 0.7c 0.5d 0.8b 0.7c 0.7c 1.0a
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Semua aksesi gulma E. crus-galli nyata menurunkan lebar daun tanaman padi. Perlakuan aksesi K6 menyebabkan penurunan lebar daun tanaman padi yang paling tinggi dibandingkan dengan aksesi lainnya (Tabel 21), meskipun lebar daun aksesi K6 menunjukkan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan aksesi lainnya (Tabel 22). Hasil ini menunjukkan bahwa aksesi K6 memiliki derajat kompetisi yang lebih kuat dibandingkan dengan aksesi lainnya. Tabel 22. Pertumbuhan vegetatif aksesi gulma E. crus-galli Aksesi K3 K6 K9 Te3 Tf3
Jumlah Daun (helai) 16.7a 12.0a 18.7a 8.0a 16.3a
Panjang Daun (cm) 58.33a 44.87ab 61.87a 39.27b 52.13ab
Lebar Daun (cm) 1.27ab 0.97b 1.47a 1.00b 1.10ab
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
67 Jumlah anakan. Tiap aksesi gulma E. crus-galli menunjukkan jumlah anakan yang tidak berbeda nyata, namun menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah anakan padi.
Aksesi gulma K6 dan Te3 dapat menurunkan
jumlah anakan padi, sedangkan aksesi lainnya menunjukkan jumlah anakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan terhadap kontrol.
Jumlah anakan terendah
ditunjukkan oleh perlakuan aksesi K6, yakni sebesar 3 anakan/rumpun (Gambar 10).
Jumlah Anakan/rumpun
Anakan Padi
Anakan Gulma
8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 Kontrol
K3
K6
K9
Te3
Tf3
Aksesi Gulma E. crus-galli
Gambar 10. Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap jumlah anakan tanaman padi
Panjang akar. Perlakuan aksesi gulma E. crus-galli menurunkan panjang akar tanaman padi dibandingkan terhadap kontrol. Aksesi K6 merupakan aksesi yang paling kuat dalam menurunkan panjang akar yang ditunjukkan dengan panjang akar tanaman padi yang paling rendah dibandingkan dengan aksesi lainnya (Gambar 11). Menurut Gibson et al. (1999), kompetisi di perakaran memainkan peranan penting daripada kompetisi di tajuk dalam studi hubungan antara gulma E. crus-galli dan padi. Hasil ini menunjukkan bahwa aksesi K6 sangat potensial dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi padi sawah di lapangan.
68
Panjang Akar (cm)
Panjang Akar Padi
Panjang Akar Gulma
50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 Kontrol
Gambar 11.
K3
K6 K9 Te3 Asesi Gulma E. crus-galli
Tf3
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap panjang akar tanaman padi
Bobot kering tajuk dan akar. Aksesi gulma E. crus-galli dapat menekan bobot kering tajuk dan akar padi. Aksesi K6 mampu menekan bobot kering tajuk dan akar padi dengan penekanan yang nyata lebih besar dibandingkan dengan perlakuan aksesi lainnya (Gambar 12 dan Gambar 13). Terlihat bahwa proporsi bobot kering tajuk tanaman padi pada perlakuan aksesi gulma menunjukkan lebih rendah dibandingkan dengan bobot kering akar.
Eussen dan Zulfaldi (1981)
menyatakan bahwa tanaman padi yang ditanam dengan gulma pada seluruh siklus
Bobot Kering (g/pot)
pertumbuhannya, produksi bahan kering dari padi akan menurun.
Tajuk Padi
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 kontrol
K3
K6
Tajuk Gulma
K9
Te3
Tf3
Asesi Gulma E. crus-galli
Gambar 12.
Bobot tajuk tanaman padi pada perlakuan aksesi gulma E. crus-galli
Bobot Kering (g/pot)
69
Akar Padi
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
kontrol
K3
K6
Akar Gulma
K9
Te3
Tf3
Asesi Gulma E. crus-galli
Gambar 13. Bobot kering akar tanaman padi pada perlakuan aksesi gulma E. crus-galli Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi Jumlah anakan produktif, panjang malai dan kepadatan malai. Aksesi gulma K6 menekan jumlah anakan produktif padi sebesar 52.61% dibandingkan terhadap kontrol. Aksesi K6 menunjukkan panjang malai dan kepadatan malai terendah dibandingkan dengan aksesi lainnya. Aksesi K6 menekan panjang malai padi sebesar 8.71% dibandingkan terhadap kontrol dan menurunkan kepadatan malai sebesar 39.24% dibandingkan terhadap kontrol (Tabel 23). Tabel 23. Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap jumlah anakan produktif, panjang malai, dan kepadatan malai padi Aksesi Gulma K3 K6 K9 Te3 Tf3 Kontrol
Jumlah Anakan Produktif 6.00a 3.00c 6.67a 4.33b 6.00a 6.33a
Panjang Malai (cm) 22.15a 19.17d 20.03c 22.18a 21.77a 21.00b
Kepadatan Malai (butir/cm) 5.99e 4.80f 6.19d 7.23c 8.10a 7.90b
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Panjang dan lebar daun bendera.
Aksesi gulma E. crus-galli
berpengaruh terhadap lebar daun bendera padi, tetapi tidak berpengaruh terhadap panjang daun bendera padi. Aksesi gulma E. crus-galli K3 dan K9 menurunkan
70 lebar daun bendera, sedangkan aksesi lainnya menunjukkan lebar daun bendera yang tidak berbeda nyata dibandingkan terhadap kontrol (Tabel 24). Tabel 24.
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap panjang dan lebar daun bendera tanaman padi
Aksesi Gulma K3 K6 K9 Te3 Tf3 Kontrol
Panjang Daun Bendera (cm) 30.25a 27.68a 27.88a 25.93a 30.94a 27.94a
Lebar Daun Bendera (cm) 1.09c 1.15bc 1.10c 1.13bc 1.24a 1.18ab
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.
Produksi gabah dan mutu hasil. Aksesi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap bobot gabah kering total, bobot gabah isi, dan bobot gabah hampa. Aksesi K6 menurunkan bobot gabah total, gabah isi dan gabah hampa padi berturut-turut sebesar 78.69%, 81.91% dan 66.27% dibandingkan terhadap kontrol. Aksesi gulma E. crus-galli tidak berpengaruh terhadap bobot 100 butir gabah padi (Tabel 25). Tabel 25.
Aksesi K3 K6 K9 Te3 Tf3 Kontrol
Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap bobot gabah total, bobot gabah isi, bobot gabah hampa, dan bobot 100 butir Total 4.88d 2.61f 6.47c 7.84b 4.40e 12.25a
Bobot Gabah (g/pot) Isi 3.70d 1.76e 5.25c 6.48b 3.67d 9.73a
Hampa 1.18d 0.85e 1.22c 1.37b 0.73f 2.52a
Bobot 100 Butir (g)
1.96a 1.58a 2.03a 1.87a 1.63a 1.63a
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.
Pembahasan Aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki potensi yang berbeda dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi di dalam pot pada percobaan rumah kaca. Hasil percobaan menunjukkan bahwa aksesi gulma
E.
crus-galli menyebabkan etiolasi pada tanaman padi sehingga tinggi tanaman padi
71 meningkat jika dibandingkan dengan tanaman padi tanpa gulma (Gambar 9). Aksesi gulma E. crus-galli menyebabkan penurunan jumlah daun dan ukuran daun tanaman padi (Tabel 21) yang diikuti dengan penurunan jumlah anakan (Gambar 10) dan bobot tajuk tanaman padi (Gambar 12). Aksesi gulma E. crusgalli juga menyebabkan penurunan panjang akar (Gambar 11) dan bobot akar tanaman padi (Gambar 13).
Aksesi gulma E. crus-galli menurunkan jumlah
anakan produktif, panjang malai, dan kepadatan malai (Tabel 23), serta menurunkan produksi gabah (Tabel 25). Perbedaan penurunan pertumbuhan dan produksi padi oleh aksesi gulma diduga terkait dengan potensi alelopati tiap aksesi gulma E. crus-galli dan searah dengan penghambatan plumula dan radikula.
Aksesi K6 dengan tingkat
penghambatan plumula tinggi dan tingkat penghambatan radikula sedang menyebabkan penurunan jumlah daun, panjang dan lebar daun, panjang akar, bobot tajuk dan bobot akar yang lebih besar dibandingkan dengan aksesi lainnya. Aksesi K3 yang memiliki potensi penghambatan plumula tinggi dan penghambatan radikula rendah menyebabkan penurunan bobot tajuk yang hampir sama dengan aksesi K6, tetapi penurunan bobot akar lebih rendah dibandingkan dengan aksesi K6. Aksesi Tf3 dengan potensi penghambatan plumula rendah dan penghambatan radikula sedang serta aksesi K9 dan Te3 dengan tingkat penghambatan plumula sedang dan tingkat penghambatan radikula rendah menunjukkan penurunan pertumbuhan dan produksi padi yang lebih rendah dibandingkan dengan aksesi K6. Potensi penurunan pertumbuhan dan produksi tanaman padi lebih disebabkan oleh sifat genetik dari aksesi gulma E. crus-galli dibandingkan dengan asal aksesi. Dalam kasus aksesi K3, K6, dan Tf3, aksesi tersebut secara genetik berbeda dan lokasi asal aksesi berbeda. Ketiga aksesi tersebut memiliki potensi penghambatan plumula dan radikula yang berbeda dan menyebabkan penurunan pertumbuhan dan produksi padi juga berbeda. Aksesi K9 dan Te3 walaupun asal lokasi berbeda, tetapi secara genetik sama. Aksesi K9 dan Te3 memiliki potensi penghambatan plumula dan radikula yang sama sehingga menyebabkan penurunan pertumbuhan dan produksi padi yang tidak berbeda.
72 Penurunan pertumbuhan dan produksi tanaman padi selain disebabkan oleh potensi alelopati aksesi gulma E. crus-galli diduga juga terkait dengan karakter morfologinya. Aksesi K6 dengan karakter panjang daun yang panjang (tidak berbeda dengan aksesi lainnya), daun sempit (<0.7 cm), sudut daun kecil (<16°), dan umur berbunga lambat diduga memiliki daya kompetisi di atas tanah yang kuat. Daun tidak saling menaungi, sehingga proses fotosintesis lebih baik. Selain itu, dengan masa vegetatif yang lebih panjang, maka masa kompetisi dengan tanaman padi lebih lama. Apabila dikaitkan dengan lokasi Karawang yang intensif dalam praktek budidaya tanaman padi, diduga aksesi ini memiliki kemampuan adaptasi dan plastisitas fenotipik pada kondisi lingkungan yang berbeda, sehingga memiliki kemampuan yang kuat dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
Kesimpulan Aksesi gulma E. crus-galli menunjukkan potensi yang berbeda dalam menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi.
Perbedaan penurunan
pertumbuhan dan produksi padi disebabkan oleh perbedaan potensi alelopati aksesi gulma E. crus-galli yang disebabkan perbedaan faktor genetik. Aksesi K6 (Karawang) merupakan aksesi yang paling potensial dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi padi. Aksesi K6 yang memiliki potensi penghambatan plumula tinggi dan penghambatan radikula sedang menyebabkan penurunan jumlah daun, panjang dan lebar daun, jumlah anakan, panjang akar, bobot kering tajuk dan akar, jumlah anakan produktif, panjang dan kepadatan malai, bobot gabah total dan gabah isi yang lebih tinggi dibandingkan dengan aksesi lainnya. Potensi aksesi K6 dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah juga terkait dengan karakter morfologi aksesi K6 yaitu panjang daun panjang (>60 cm), lebar daun sempit (<0.7 cm), sudut daun kecil (<16°), dan umur berbunga lambat (>16 MST).
PENGARUH AKSESI DAN KEPADATAN POPULASI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh aksesi dan tingkat populasi gulma E. crus-galli terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan petak terbagi dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Aksesi gulma E. crus-galli sebagai petak utama terdiri atas tiga aksesi yaitu aksesi Pangalengan (Tf3, dataran tinggi, 1500 m dpl), aksesi Sukabumi (Tc1, dataran sedang, 500 m dpl), dan aksesi Karawang (K6, dataran rendah , 37 m dpl). Populasi E. crus-galli sebagai anak petak terdiri atas empat taraf, yaitu: 0, 4, 8, dan 12 gulma E. crus-galli/m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan aksesi gulma E. crus-galli menyebabkan perbedaan pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Aksesi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi hibrida. Memperkuat hasil percobaan rumah kaca, aksesi asal Karawang (K6) memiliki derajat kompetisi yang lebih kuat dibandingkan dengan aksesi Sukabumi dan Pangalengan terhadap pertumbuhan tanaman padi hibrida. Kepadatan populasi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi hibrida. Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli, pengaruh kompetisi terhadap tanaman padi semakin besar. Interaksi antara aksesi dan gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap tinggi tanaman, bobot kering akar dan tajuk, kepadatan malai dan bobot 1 000 butir tanaman padi hibrida. Gulma E. crus-galli harus dikendalikan pada saat populasi gulma mencapai 1.9 gulma/m2 untuk menyelamatkan kehilangan hasil sebesar 10%. Penggunaan benih padi yang bebas dari benih gulma E.crus-galli sangat dianjurkan untuk mencegah penyebaran aksesi gulma E. crus-galli. Kata kunci : aksesi Echinocloa crus-galli, population, growth, production, hybrid rice.
74
THE EFFECT OF ACCESSION AND POPULATION DENSITY OF Echinochloa crus-galli WEED ON GROWTH AND RICE PRODUCTION ABSTRACT The research objective was to study the effect of accession and populations density of E. crus-galli weed on the growth and production of rice plants. The research was conducted in a split plot design with three replications. E. crus-galli accession as the main plots consisted of three accessions i.e. accession of Pangalengan (Tf3, high altitude, 1500 m asl), Sukabumi (Tc1, medium altitude, 500 m asl), and Karawang (K6, lowland altitude, 37 m asl). Population density of E. crus-galli as a subplot consisted of four levels, i.e. : 0, 4, 8, and 12 E. crusgalli/m2. The results showed that accession of E. crus-galli weed affected growth and production of rice plants. Strengthen the results of greenhouse experiments, accession from Karawang (K6) had much stronger competition degree than the Sukabumi and Pangalengan accession on the growth of hybrid rice plants. Weed population densities of E. crus-galli had significantly effect on growth and production of hybrid rice. The influence of competition on rice growth was higher when the weed population density increased. The interaction between accessions and E. crus-galli weed effect on plant height, dry weight of root and shoot, panicle density, and 1000 grain weight of rice hybrids. E. crus-galli weed must be controlled at 1.9 weed/m2 to save 10% yield loss. The use of rice seed free of E.crus-galli seed is highly recommended to prevent the spread of E. crus-galli weed accession.
Keywords : Echinocloa crus-galli accession, population, growth, production, hybrid rice.
75
Pendahuluan Gulma menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman dengan penurunan mencapai 30–60%, bahkan bila tidak dilakukan upaya pengendalian dapat menyebabkan gagal panen (Singh et al. 1996). Kehadiran gulma pada pertanaman padi sawah juga menyebabkan peningkatan biaya pengendalian sehingga menurunkan pendapatan petani (Tungate et al. 2007). Gulma E. crus-galli merupakan gulma pada tanaman padi sawah yang memiliki adaptasi luas, dijumpai di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 2 500 m dpl, pertumbuhan cepat, produksi biji tinggi, dormansi benih lama, dan penyebaran sangat pesat (Caton et al. 2004). Pada kondisi tanah kering E. crus-galli tumbuh pendek dan memiliki jumlah anakan dan biji yang sedikit, sedangkan pada kondisi tanah lembab dengan kandungan nitrogen tinggi E. crusgalli tumbuh sangat baik dan serempak (Waterhouse 1994). Perbedaan aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat menunjukkan perbedaan dalam menurunkan pertumbuhan dan hasil produksi tanaman padi. Aksesi K6 asal Karawang pada percobaan di rumah kaca menunjukkan potensi penurunan pertumbuhan dan hasil produksi tanaman padi yang paling besar dibandingkan dengan aksesi lainnya. Penurunan pertumbuhan dan hasil produksi tanaman padi tersebut diduga terkait dengan potensi alelopati aksesi K6 yang menunjukkan penghambatan plumula tinggi dan penghambatan radikula sedang. Penurunan pertumbuhan dan hasil produksi tanaman padi di lapangan dipengaruhi oleh kekuatan kompetisi dan adanya zat alelopati gulma E. crus-galli yang dikeluarkan ke lingkungan tumbuh.
Kekuatan kompetisi di lapangan
dipengaruhi oleh tingkat populasi gulma E. crus-galli. Menurut Chin (2001) semakin tinggi tingkat populasi gulma, maka kompetisi terhadap tanaman padi semakin meningkat.
Populasi 25 gulma E. crus-galli/m2 menyebabkan
kehilangan hasil panen hingga 50%.
Penelitian bertujuan untuk mempelajari
pengaruh aksesi dan tingkat populasi gulma E. crus-galli terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah.
76
Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor (250 m dpl) dengan jenis tanah latosol mulai bulan Desember 2010 hingga bulan Mei 2011. Bahan tanaman yang digunakan antara lain benih padi hibrida varietas SL 8 SHS, biji gulma E. crus-galli (aksesi Karawang (K6), Sukabumi (Tc1), dan Pangalengan (Tf3). Peralatan yang digunakan antara lain GPS, oven, neraca dan peralatan budidaya tanaman. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan petak terbagi (split plot design) dalam rancangan acak kelompok. Percobaan terdiri atas dua faktor dengan tiga ulangan. Aksesi gulma E. crus-galli sebagai petak utama terdiri atas tiga aksesi yaitu aksesi Pangalengan (Tf3, dataran tinggi, 1500 m dpl), aksesi Sukabumi (Tc1, dataran sedang, 500 m dpl), dan aksesi Karawang (K6, dataran rendah, 37 m dpl). Populasi gulma E. crus-galli sebagai anak petak terdiri atas empat taraf, yaitu: 0, 4, 8, dan 12 gulma E. crus-galli/m2. Setiap satuan percobaan berupa petak berukuran 4 m x 5 m. Jarak antar petak 0.25 cm dan jarak antar ulangan 0.5 m.
Keterangan: : tanaman padi : E. crus-galli
0 E. crus-galli/m2
4 E. crus-galli/m2
8 E. crus-galli/m2
12 E. crus-galli/m2
Gambar 14. Perlakuan populasi gulma E. crus-galli/m2 pada pertanaman padi
77
Bibit padi hibrida berumur 21 hari setelah semai (HSS) ditanam pada petak percobaan dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Bibit E. crus-galli berumur 14 HSS ditanam pada petak percobaan sesuai dengan perlakuan kepadatan populasi.
Pemupukan tanaman padi hibrida dilakukan dengan dosis 280 kg
Urea/ha, 100 kg SP-18/ha dan 100 kg KCl/ha. Pupuk Urea diberikan tiga kali yaitu 100 kg/ha pada saat tanam, 90 kg/ha pada saat 4 MST, dan 90 kg/ha pada saat 8 MST. Pupuk SP-18 diberikan seluruhnya pada saat tanam. Pupuk KCl diberikan 80 kg/ha pada saat tanam dan 20 kg/ha pada saat 8 MST. Pemupukan dilakukan dengan cara sebar. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan antara lain penyiangan gulma selain gulma E. crus-galli pada saat 3 MST dan 6 MST. Panen padi hibrida dilakukan pada saat tanaman padi berumur 115 HSS atau 96 HST. Peubah yang diamati antara lain tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun, jumlah anakan, indeks luas daun, bobot kering tajuk dan akar, saat 75% populasi berbunga, jumlah anakan produktif, produksi gabah, persentase gabah isi dan hampa, bobot gabah 1000 butir, serapan hara tajuk. Peubah yang diamati pada gulma E. crus-galli antara lain tinggi gulma, jumlah daun, jumlah anakan, bobot kering tajuk dan akar, panjang malai, kepadatan malai, bobot biji per malai, bobot biji per 1000 butir.
Data hasil pengamatan dianalisis
menggunakan analisis ragam dengan uji lanjut DMRT pada taraf 5%.
Hasil dan Pembahasan Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi Tinggi tanaman. Tinggi tanaman padi dipengaruhi oleh interaksi antara aksesi dan populasi gulma E. crus-galli mulai 3 MST hingga 6 MST. Pada saat 6 MST, aksesi gulma E. crus-galli asal Sukabumi menunjukkan tinggi tanaman yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya populasi. Aksesi gulma E. crus-galli asal Pangalengan dan Karawang menunjukkan tinggi tanaman yang semakin menurun dengan semakin meningkatnya populasi gulma E. crus-galli. Penurunan tinggi tanaman padi pada asesi Karawang lebih tajam dibandingkan dengan penurunan pada asesi Pangalengan (Gambar 15). Hal ini menunjukkan bahwa aksesi Karawang lebih kuat daya kompetisinya dibandingkan dengan aksesi Pangalengan dan aksesi Sukabumi.
78
Pada saat 7 dan 8 MST tinggi tanaman padi tidak dipengaruhi oleh aksesi, populasi gulma dan interaksi antara aksesi dan populasi gulma E. crus-galli. Hasil ini menunjukkan bahwa pengaruh gulma E. crus-galli terhadap tanaman
Tinggi Tanaman (cm)
padi terjadi pada awal pertumbuhan tanaman padi.
75 74 73 72 71 70 69 68 67 66 65
y = 0.608x + 67.03 R² = 0.891 Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) y = -0.370x + 70.47 R² = 0.855
Karawang (K6) Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1)
y = -0.105x + 67.43 R² = 0.229 0
4
Karawang (K6) 8
12
Populasi E. crus-galli/m2
Gambar 15.
Tinggi tanaman padi pada 6 MST pada perlakuan aksesi dan tingkat populasi gulma E. crus-galli
Jumlah anakan padi. Aksesi gulma berpengaruh terhadap jumlah anakan tanaman pada saat 3 dan 5 MST.
Perlakuan aksesi gulma asal Karawang
menunjukan jumlah anakan yang lebih rendah dibandingkan dengan aksesi Sukabumi dan Pangalengan, namun pada minggu berikutnya menunjukkan jumlah anakan yang tidak berbeda nyata antar aksesi (Tabel 26). Populasi E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah anakan padi pada saat tanaman padi berumur 6 dan 7 MST. Semakin tinggi populasi gulma, jumlah anakan tanaman padi semakin menurun. Pada saat 7 MST populasi 4 E. crusgalli/m2 nyata menurunkan jumlah anakan sebesar 16.6% dan populasi 12 gulma E.crus-galli/m2 menurunkan jumlah anakan sebesar 37.7% dibandingkan terhadap perlakuan tanpa gulma.
Pada pengamatan 8 MST, jumlah anakan tidak
dipengaruhi oleh aksesi gulma, populasi gulma, dan interaksinya (Tabel 26).
79
Tabel 26. Jumlah anakan tanaman padi pada perlakuan aksesi dan populasi gulma E. crus-galli Jumlah Anakan per Rumpun 3MST 4MST 5MST 6MST 7MST
Perlakuan Aksesi Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) Karawang (K6) Populasi E. crus-galli/m2 0 4 8 12
8MST
10.0a 8.7ab 7.8b
11.8 11.1 11.0
12.6ab 13.2a 12.1b
13.6 14.6 12.7
13.9 15.5 12.4
11.1 12.1 12.8
9.1 9.0 9.0 8.3
12.2 11.6 11.6 9.7
14.5 13.2 12.5 10.2
16.1a 14.4ab 13.0bc 11.0c
17.5a 14.6b 12.8bc 10.9c
13.4 12.3 11.4 11.0
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Jumlah daun. Aksesi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman padi pada saat tanaman berumur 6 MST. Aksesi gulma E. crusgalli asal Karawang menunjukkan jumlah daun yang lebih rendah dibandingkan aksesi Sukabumi dan Pangalengan. Jumlah anakan tanaman padi pada minggu berikutnya tidak berbeda nyata antar perlakuan aksesi gulma (Tabel 27).
Tabel 27. Jumlah daun tanaman padi pada perlakuan aksesi dan populasi gulma E. crus-galli Perlakuan Aksesi Gulma Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) Karawang (K6) Populasi Gulma/m2 0 4 8 12
3 MST
Jumlah Daun per Rumpun (helai) 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
29.2 28.9 25.8
36.2 34.7 33.8
41.3 38.8 38.2
42.1ab 44.9a 36.1b
43.4 48.4 38.9
33.3 36.6 38.8
29.5 28.9 28.7 26.6
38.1a 37.4a 34.0ab 31.7b
45.4a 41.7ab 39.1ab 31.6c
51.5a 40.9b 40.4b 31.4c
55.0a 45.7b 40.1bc 34.4c
39.9 34.8 33.5 36.7
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Populasi gulma berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman padi pada saat tanaman berumur 4-7 MST. Pada saat 4 dan 5 MST, jumlah daun nyata menurun mulai populasi 12 gulma/m2 dibandingkan terhadap tanpa gulma.
Pada saat
pengamatan 6 dan 7 MST, penurunan jumlah daun tanaman padi terjadi mulai
80 populasi 4 gulma E. crus-galli/m2. Pengamatan 8 MST, jumlah daun tanaman padi antar perlakuan populasi tidak berbeda nyata (Tabel 27). Bobot kering akar. Bobot kering akar tanaman padi dipengaruhi oleh interaksi antara aksesi dan populasi gulma E. crus-galli pada 2 dan 4 MST. Bobot kering akar terendah ditunjukkan oleh perlakuan aksesi gulma E. crus-galli asal Karawang dan Pangalengan pada populasi 12 gulma/m2. Pada 2 dan 4 MST aksesi Pangalengan pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 menurunkan bobot kering akar tanaman padi berturut-turut sebesar 85.18% dan 87.54% dibandingkan dengan kontrol, sedangkan aksesi Karawang dengan populasi 12 gulma/m 2 menurunkan bobot kering akar tanaman padi berturut-turut sebesar 84.61% dan 62.76% dibandingkan dengan kontrol (Tabel 28). Tabel 28. Bobot kering akar tanaman padi pada interaksi aksesi dan populasi gulma E. crus-galli Aksesi Pangalengan (Tf3)
Sukabumi (Tc1)
Populasi E. crus-galli/m2 0 4 8 12
2 MST 0.27a 0.15b 0.06de 0.04e
Bobot Kering Akar (g/rumpun) 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 2.73a 3.02 3.88 5.45 1.18bc 3.09 3.89 4.88 0.50bc 2.80 3.53 4.45 0.34c 2.50 3.30 4.15
14 MST 6.13 5.38 4.49 4.07
0 4 8 12
0.08cde 0.16b 0.13bc 0.12bcd
1.21bc 2.44bc 1.37b 0.84bc
9.55 10.64 6.96 5.13
5.40 5.55 3.95 3.06
6.67 6.98 4.88 3.84
8.30 7.30 6.20 3.75
Karawang (K6)
0 0.13bc 0.94bc 4.05 4.58 5.20 5.79 4 0.12bcd 1.02bc 3.46 4.28 5.65 6.23 8 0.16b 1.36b 3.40 4.20 5.80 7.15 12 0.02e 0.35c 0.90 1.86 3.05 1.93 Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Bobot kering akar tiap aksesi gulma E. crus-galli menunjukkan perbedaan antar aksesi dan antar populasi pada saat 10 MST.
Aksesi Karawang pada
populasi 4 hingga 12 gulma/m2 menunjukkan bobot kering akar yang tidak berbeda nyata, dan bobot kering akar aksesi gulma asal Karawang pada populasi 4 hingga 8 gulma/m2
tidak berbeda nyata dengan bobot kering akar aksesi
Sukabumi dan Pangalengan pada saat populasi 12 gulma/m2 (Tabel 29).
81
Tabel 29. Bobot kering akar E. crus-galli pada pertanaman padi hibrida Populasi E. crus-galli/m2 4 8 12
2 MST 0.19 0.23 0.20
Sukabumi (Tc1)
4 8 12
0.50 0.23 0.41
2.32 2.24 1.83
3.98 3.75 4.54
5.13 5.84 5.90
3.16c 4.71ab 2.59c
Karawang (K6)
4 8 12
0.55 1.24 0.21
2.13 2.52 1.67
3.41 3.24 3.29
3.24 4.74 4.64
3.22c 3.10c 2.91c
Aksesi Pangalengan (Tf3)
Bobot Kering Akar (g/rumpun) 4 MST 6 MST 8 MST 1.71 4.32 6.71 1.22 3.58 6.46 1.23 3.56 3.25
10 MST 5.45a 5.14a 3.68bc
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Bobot kering tajuk. Interaksi antara aksesi dan populasi gulma E. crusgalli berpengaruh terhadap bobot kering tajuk padi pada saat 2, 4 dan 14 MST. Aksesi Karawang pada populasi 12 gulma/m2 menurunkan bobot kering tajuk padi lebih besar dibandingkan dengan aksesi lainnya.
Pada 14 MST, aksesi asal
Pangalengan menurunkan bobot kering tajuk mulai populasi 4 gulma/m2. Aksesi Sukabumi menurunkan bobot kering tajuk mulai populasi 4 gulma/m2 dan pada populasi 12 gulma/m2 menurunkan bobot kering tajuk padi saat 14 MST sebesar 76.6% dibandingkan dengan kontrol (Tabel 30). Tabel 30. Bobot kering tajuk tanaman padi pada interaksi aksesi dan populasi gulma E. crus-galli
Pangalengan (Tf3)
0 4 8 12
2 MST 4.76a 3.00bc 2.00cd 1.55de
Bobot Kering Tajuk (g/rumpun) 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 7.33a 17.20 18.95 24.20 4.23bc 15.13 15.47 21.10 3.22bc 10.11 8.63 10.65 2.78bc 6.80 6.20 7.20
Sukabumi (Tc1)
0 4 8 12
2.25cd 3.25bc 2.5bcd 1.55de
4.31bc 4.48bc 3.73bc 2.77bc
16.43 12.41 11.95 8.10
25.41 11.58 10.63 9.86
29.30 16.03 15.33 18.80
56.06a 38.07bc 25.47de 13.11f
Karawang (K6)
0 4 8 12
3.55b 3.15bc 3.20bc 0.71e
4.78b 4.37bc 4.42bc 1.47d
15.65 10.48 10.85 5.00
17.16 10.07 9.36 4.46
24.86 15.53 14.68 9.33
56.87a 46.64ab 38.94bc 23.63def
Aksesi
Populasi
14 MST 34.14cd 16.95ef 18.74ef 23.23def
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
82
Bobot kering tajuk gulma E. crus-galli per rumpun hanya dipengaruhi oleh asal aksesi gulma. Bobot kering tajuk gulma asal Karawang dan Pangalengan nyata lebih rendah dibandingkan dengan bobot kering tajuk gulma aksesi Sukabumi (Tabel 31).
Tabel 31. Bobot kering tajuk E. crus-galli pada pertanaman padi hibrida Aksesi Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) Karawang (K6)
Bobot Kering Tajuk Gulma E. crus-galli (g/rumpun) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 2.92 3.34 3.20
4.81b 4.87ab 5.99a
8.34 8.02 7.59
15.3b 31.47a 11.45b
13.85b 19.05a 10.05b
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Panjang akar. Panjang akar tanaman padi dipengaruhi oleh faktor tunggal aksesi gulma pada saat 8 MST dan dipengaruhi oleh faktor tunggal populasi gulma pada saat 2 MST hingga 10 MST. Interaksi aksesi dan populasi gulma E. crus-galli tidak berpengaruh terhadap panjang akar tanaman padi.
Tabel 32. Panjang akar tanaman padi pada perlakuan aksesi dan populasi gulma E. crus-galli Perlakuan Aksesi Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) Karawang (K6)
2MST 9.5 10.0 8.9
Populasi E. crus-galli/m2 0 10.6a 4 10.8a 8 8.6ab 12 8.0b
Panjang Akar (cm) 4MST 6MST 8MST
10 MST
19.4 18.5 18.4
10.0 9.5 8.9
22.7a 20.7b 21.1b
24.0 22.9 22.5
21.5a 19.2ab 18.6ab 15.9b
10.6a 10.8a 8.6a 8.0b
24.6a 23.6ab 20.7bc 17.2c
25.4a 24.9a 22.5ab 19.7b
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Aksesi gulma E. crus-galli asal Karawang dan Sukabumi menunjukkan panjang akar padi yang lebih rendah dibandingkan dengan aksesi Pangalengan. Populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 menunjukkan panjang akar tanaman padi yang paling rendah dan berbeda nyata dibandingkan terhadap tanpa gulma (Tabel 32).
83
Hasil ini menunjukkan bahwa kompetisi gulma E. crus-galli di bawah tanah (perakaran) terhadap tanaman padi berlangsung dari awal tanam dan pada 10 MST pengaruh kompetisi masih dapat dilihat dengan penurunan panjang akar tanaman padi. Penurunan panjang akar ini diduga dapat mempengaruhi tanaman padi dalam serapan hara di dalam tanah. Indeks luas daun (ILD).
Indeks luas daun tanaman padi hanya
dipengaruhi oleh populasi gulma E. crus-galli. Perlakuan populasi gulma E. crusgalli mulai 4 gulma/m2 nyata menurunkan ILD tanaman padi hibrida dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan populasi gulma menjadi 8 dan 12 gulma/m2 menunjukkan ILD yang tidak berbeda nyata dengan populasi 4 gulma/m2 (Tabel 33). Aksesi gulma E. crus-galli asal Karawang menunjukkan ILD gulma yang lebih besar dibandingkan dengan aksesi asal Sukabumi dan cenderung lebih besar dibandingkan dengan aksesi asal Pangalengan (Tabel 33). Hasil ini menguatkan dugaan bahwa aksesi gulma E. crus-galli asal Karawang memiliki derajat kompetisi yang lebih besar dibandingkan dengan aksesi Pangalengan dan Sukabumi dalam penangkapan cahaya. Populasi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap ILD gulma. Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli, maka ILD gulma semakin tinggi.
Pada
populasi 12 gulma/m2, gulma E. crus-galli menunjukkan ILD paling tinggi, yakni sebesar 2.64 (Tabel 33). Tabel 33. Indeks luas daun tanaman padi dan gulma E. crus-galli pada saat 8 MST dari berbagai perlakuan Populasi E. crus-galli/m2 Aksesi Gulma Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) Karawang (K6) Populasi E. crus-galli 0 4 8 12
ILD Padi
ILD Gulma
2.65 2.74 2.73
1.88ab 1.52b 2.19a
3.20a 2.53b 2.37b 2.73b
1.16c 1.78b 2.64a
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
84
Laju tumbuh relatif.
Aksesi gulma tidak berpengaruh terhadap laju
tumbuh relatif tanaman padi, tetapi berpengaruh terhadap laju tumbuh relatif gulma E. crus-galli. Aksesi asal Karawang menunjukkan laju tumbuh relatif yang lebih rendah dibandingkan dengan aksesi lainnya, meskipun memiliki ILD yang lebih tinggi. Populasi gulma E. crus-galli juga tidak berpengaruh terhadap laju tumbuh relatif tanaman padi (Tabel 34).
Tabel 34. Laju tumbuh relatif tanaman padi dan gulma E. crus-galli dari umur 4 MST sampai dengan 8 MST Perlakuan
Laju Tumbuh Relatif (g/cm2/hari) Padi E. crus-galli
Aksesi Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) Karawang (K6)
0.034 0.043 0.035
0.039b 0.062a 0.022c
Populasi E. crus-galli/m2 0 4 8 12
0.047 0.038 0.035 0.032
0.041 0.039 0.043
Keterangan: angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Kandungan hara tajuk.
Aksesi gulma E. crus-galli berpengaruh
terhadap kandungan hara N dan Mg tajuk tanaman padi, tetapi tidak berpengaruh terhadap kandungan hara P dan K tajuk. Kandungan hara N tajuk tanaman padi tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan aksesi Sukabumi yakni sebesar 2.934%, sedangkan aksesi Pangalengan dan Karawang menunjukkan kandungan N yang sama tetapi lebih rendah dibandingkan dengan aksesi Sukabumi. Kandungan hara Mg pada tajuk tanaman padi tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan aksesi gulma Karawang, yakni sebesar 0.222%. Kandungan Mg tajuk tanaman padi terendah ditunjukkan oleh aksesi gulma Pangalengan, yakni sebesar 0.193% (Tabel 35).
85
Tabel 35. Kandungan hara tajuk tanaman padi Perlakuan
Kandungan Hara pada Tajuk Padi N P K Ca Mg -------------------------- (%) --------------------------2.496b 0.342 2.183 0.229 0.193b 2.934a 0.520 2.185 0.227 0.205ab 2.504b 0.332 2.131 0.207 0.222a
Aksesi Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) Karawang (K6) Populasi E. crus-galli/m2 0 2.822 4 2.712 8 2.482 12 2.563
0.568 0.346 0.343 0.334
2.092 2.178 2.216 2.178
0.228 0.208 0.223 0.224
0.198 0.206 0.211 0.212
Keterangan: angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Kandungan hara N, P, K, Ca, Mg pada tajuk gulma E. crus-galli tidak dipengaruhi oleh asal aksesi gulma dan populasi gulma, kecuali pada kandungan hara N tajuk gulma yang dipengaruhi oleh populasi gulma/m2. Kandungan N tajuk gulma tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan populasi 8 gulma/m2 (Tabel 36). Tabel 36. Kandungan hara tajuk gulma E. crus-galli Perlakuan Aksesi Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) Karawang (K6)
Kandungan Hara Tajuk E. crus-galli N P K Ca Mg ---------------------------- (%) -------------------------1.865 0.325 2.247 0.489 0.292 1.967 0.373 2.510 0.443 0.286 1.733 0.352 2.470 0.466 0.237
Populasi E. crus-galli/m2 0 4 1.622b 8 2.048a 12 1.895ab
0.336 0.346 0.367
2.455 2.221 2.551
0.414 0.561 0.422
0.274 0.260 0.281
Keterangan: angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Komponen Hasil Tanaman Padi Jumlah anakan produktif. Jumlah anakan produktif tanaman padi hanya dipengaruhi oleh faktor tunggal populasi gulma. Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli, jumlah anakan produktif semakin menurun. Populasi 4 gulma E. crus-galli/m2 menurunkan jumlah anakan produktif padi sebesar 20.2% dibandingkan terhadap tanpa gulma (Tabel 37).
86 Populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 menurunkan jumlah anakan produktif sebesar 44.2% dibandingkan terhadap kontrol.
Jumlah anakan produktif
merupakan komponen produksi. Penurunan jumlah anakan produktif menurunkan hasil produksi padi per hektar (Tabel 37). Panjang malai.
Panjang malai tanaman padi hanya dipengaruhi oleh
populasi gulma, tetapi tidak dipengaruhi oleh aksesi dan interaksi antara aksesi dan populasi gulma E. crus-galli. Populasi 12 gulma/m2 menurunkan panjang malai sebesar 9.1%, sedangkan populasi 4 dan 8 populasi gulma /m2 tidak berpengaruh terhadap panjang malai dibandingkan dengan kontrol (Tabel 37).
Tabel 37. Jumlah anakan produktif dan panjang malai tanaman padi pada perlakuaan aksesi dan populasi gulma E. crus-galli Perlakuan
Jumlah Anakan Produktif (anakan/rumpun)
Panjang Malai (cm)
8.3 7.6 7.6
24.5 24.3 23.7
10.4a 8.3b 6.8c 5.8d
25.3a 24.3ab 24.2ab 23.0b
Aksesi Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) Karawang (K6) Populasi E. crus-galli/m2 0 4 8 12
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Kepadatan malai. Kepadatan malai tanaman padi dipengaruhi oleh interaksi antara aksesi dan populasi gulma E. crus-galli.
Kepadatan malai
terendah ditunjukkan oleh perlakuan aksesi Karawang pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 (Tabel 38).
Tabel 38. Pengaruh interaksi antara aksesi dan populasi E. crus-galli terhadap kepadatan malai tanaman padi Asal Aksesi Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) Karawang (K6)
2
0 gulma/m 9.3a 8.2b 8.4ab
Kepadatan Malai (butir/cm) 4 gulma/m2 8 gulma/m2 12 gulma/m2 7.52bc 7.4bc 7.7bc 8.3ab 6.7cd 8.1b 7.4bc 6.9cd 6.3d
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
87
Produksi tanaman padi ditentukan oleh komponen panjang malai dan kepadatan malai. Semakin panjang malai dan semakin tinggi kepadatan malainya, maka hasil produksi tanaman padi akan semakin tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa aksesi Karawang dengan populasi 12 gulma/m2 menyebabkan penurunan hasil produksi terbesar. Jumlah gabah dan persentase kehampaan per malai. Aksesi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah gabah hampa per malai, tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlah gabah isi, jumlah gabah total, persentase kehampaan. Namun terlihat bahwa aksesi Karawang menunjukkan jumlah gabah total dan jumlah gabah isi yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan aksesi Pangalengan dan Sukabumi (Tabel 39). Populasi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah gabah isi dan jumlah gabah total/malai dan persentase kehampaan.
Populasi 4 gulma/m2
menurunkan jumlah gabah total dan gabah isi berturut-turut sebesar 14.1% dan 18.6%. Jumlah gabah total dan gabah isi semakin menurun dengan semakin meningkatnya populasi gulma. Perlakuan populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 menurunkan jumlah gabah total sebesar 22.7% dan menurunkan jumlah gabah isi sebesar 36.1% serta meningkatkan persentase kehampaan sebesar 54% dibandingkan terhadap tanpa gulma (Tabel 39). Tabel 39. Pengaruh aksesi dan populasi E. crus-galli terhadap jumlah gabah per malai dan persentase kehampaan Perlakuan
Jumlah Gabah per Malai (butir) Total Isi Hampa
Persen Hampa (%)
Aksesi Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) Karawang (K6)
196.6 190.4 172.9
130.9 136.9 127.2
65.7a 53.5ab 45.7b
34.1 28.3 26.7
Populasi E. crus-galli/m2 0 4 8 12
219.1a 188.1b 170.0c 169.3c
166.4a 135.4b 118.6c 106.3c
52.7 52.7 51.4 63.0
23.9b 28.1b 30.1ab 36.8a
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
88
Hasil Produksi Tanaman Padi Gabah kering panen dan gabah kering giling. Hasil gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) ubinan hanya dipengaruhi oleh populasi gulma E. crus-galli. Bobot GKP dan GKG mulai menurun pada populasi 4 gulma E. crus-galli/m2 dengan penurunan berturut-turut sebesar 44.7% dan 52.0%. Peningkatan populasi gulma yang lebih tinggi dari 4 gulma E. crus-galli/m2 menunjukkan kecenderungan penurunan bobot GKP, namun nyata menurunkan bobot GKP.
Populasi 8 dan 12 gulma E. crus-galli/m2 menurunkan GKG
berturut-turut sebesar 57.2% dan 71.9% (Tabel 40). Tabel 40. Gabah kering panen dan gabah kering giling tanaman padi pada perlakuan populasi E. crus-galli Perlakuan
Bobot GKP (kg/6.25 m2)
Bobot GKG (kg/6.25 m2)
GKP (ton/ha)
Aksesi Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) Karawang (K6)
4.50 3.50 3.42
2.97 2.48 2.46
7.20 5.60 5.46
Populasi E. crus-galli/m2 0 4 8 12
6.22a 3.44b 3.00b 2.55b
4.81a 2.31b 2.06bc 1.37c
9.95a 5.51b 4.80b 4.08b
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Penurunan bobot GKP ubinan oleh perlakuan populasi gulma E. crus-galli mengikuti persamaan garis Y= -0.264x + 4.223 (R² = 0.825). Penurunan bobot GKG ubinan mengikuti persamaan garis linear Y = -0.286x + 5.52 (R² = 0.800). Penurunan dugaan hasil produksi per hektar dalam bentuk GKP mengikuti persamaan garis linear Y = -0.458x + 8.833 (R² = 0.801) (Gambar 16).
89
GKP Ubinan 12
GKP (ton/ha)
GKP (ton/ha) : y = -0.458x + 8.83 (R² = 0,801) GKP Ubinan : y = -0.264x + 4.22 (R² = 0.825) GKG Ubinan : y = -0.286x + 5.52 (R² = 0.800)
10
Bobot Gabah
GKG Ubinan
8 6 4 2 0 0
4
8
12
Populasi Gulma E. crus-galli/m²
Gambar 16.
Hubungan antara populasi gulma E. crus-galli dengan produksi gabah padi
Bobot gabah 1000 butir.
Bobot gabah 1000 butir dipengaruhi oleh
interaksi antara aksesi dan populasi gulma E. crus-galli. Aksesi Pangalengan pada populasi 8 dan 12 gulma E. crus-galli/m2 menurunkan bobot gabah 1000 butir dibandingkan terhadap perlakuan tanpa gulma.
Aksesi Sukabumi dan
Karawang tidak menurunkan bobot gabah 1000 butir pada populasi 4 hingga 12 gulma E. crus-galli/m2 (Tabel 41). Tabel 41. Pengaruh interaksi antara aksesi dan populasi gulma E. crusgalli terhadap bobot gabah 1 000 butir pada tanaman padi Aksesi Pangalengan (Tf3) Sukabumi (Tc1) Karawang (K6)
0 gulma/m2 26.67a 26.30ab 25.33abc
Bobot Gabah 1000 Butir (gram) 4 gulma/m2 8 gulma/m2 12 gulma/m2 26.83a 24.67bc 24.00c 25.33abc 26.33ab 26.60a 25.33abc 26.13ab 25.33abc
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Pembahasan Interaksi antara aksesi dengan populasi gulma E. crus-galli/m2 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi, bobot kering tajuk dan akar, kepadatan malai, dan bobot gabah 1000 butir pada tanaman padi hibrida. Interaksi aksesi dan populasi gulma E. crus-galli terhadap tinggi tanaman padi hibrida menunjukkan pengaruh yang tidak konsisten.
Hal ini diduga bahwa
90
tanaman padi mengalami etiolasi akibat pengaruh naungan gulma E. crus-galli. Menurut Galinato et al. (1999) gulma E. crus-galli merupakan tumbuhan golongan rumput (graminae) yang memiliki karakteristik pertumbuhan yang cepat pada masa vegetatif. Menurut De Datta (1981) tanaman yang berasal dari jenis dan habitat yang sama dapat terjadi kompetisi yang lebih besar karena memiliki kebutuhan sumberdaya yang sama. Aksesi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi hibrida yaitu pada peubah jumlah anakan, jumlah daun, panjang akar, ILD, serapan hara, dan jumlah gabah hampa. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian pendahuluan Guntoro et al. (2009) bahwa perbedaan aksesi gulma E. crus-galli menyebabkan perbedaan pertumbuhan dan produksi tanaman padi khususnya pada peubah tinggi, jumlah anakan dan kepadatan malai. Perbedaan pengaruh tiap aksesi gulma E. crus-galli diduga karena adanya derajat kompetisi aksesi gulma yang berbeda untuk memperoleh sarana tumbuh dan zat alelopati yang dikeluarkan terhadap tanaman padi. Yamamoto et al. (1999) dan Xuan et al. (2006) menyatakan bahwa eksudat akar E. crus-galli menyebabkan penurunan perkecambahan dan pertumbuhan tanaman padi. Aksesi Karawang memiliki daya kompetisi yang lebih kuat dibandingkan dengan aksesi Sukabumi dan Pangalengan terhadap pertumbuhan tanaman padi hibrida, terutama dalam hal menekan jumlah anakan pada pengamtan 3 dan 5 MST, jumlah daun pada 6 MST, dan panjang akar pada 8 MST. Aksesi gulma E. crus-galli asal Karawang memiliki derajat kompetisi yang kuat terhadap pertumbuhan tanaman padi yang ditunjukkan dengan nilai ILD yang lebih besar dibandingkan dengan aksesi Pangalengan dan Sukabumi, menyebabkan penurunan tinggi tanaman padi yang lebih besar dibandingkan dengan aksesi Pangalengan dan Sukabumi pada saat 3-5 MST, menyebabkan penurunan panjang akar, bobot akar dan tajuk, jumlah anakan produktif serta kepadatan malai yang lebih besar dibandingkan dengan aksesi lainnya. Penurunan bobot akar dan tajuk diduga mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan pada fase generatif, sebagai akibatnya jumlah anakan produktif menurun.
Penurunan jumlah anakan produktif diikuti dengan penurunan
91
kepadatan malai menyebabkan penurunan hasil produksi tanaman padi yang lebih besar dibandingkan dengan aksesi Pangalengan dan Sukabumi. Populasi gulma E. crus-galli nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi hibrida, terutama pada peubah jumlah anakan, jumlah daun, panjang akar, ILD, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, gabah isi, persen biji hampa per malai, gabah kering panen dan gabah kering giling. Menurut Ampong-Nyarko dan Datta (1991) salah satu faktor yang menentukan tingkat kompetisi antara padi dan gulma adalah kepadatan gulma pada pertanaman padi. Purba (2007) menambahkan bahwa semakin tinggi kerapatan E. crus-galli per m2, maka penurunan hasil tanaman padi semakin besar. Perlakuan populasi 4, 8 dan 12 gulma E. crus-galli per m2 nyata menurunkan gabah kering panen dibandingkan dengan kontrol. Pengaruh perlakuan populasi terhadap kehilangan gabah kering panen berkisar 44-59%. Penurunan bobot GKP per hektar mengikuti persamaan garis linear Y = 0.458x + 8.833 (R² = 0.801). Berdasarkan persamaan tersebut, penurunan produksi sebesar 10% terjadi pada saat populasi gulma sebanyak 1.9 gulma/m2. Untuk menyelamatkan kehilangan hasil sebesar 10%, maka gulma harus dikendalikan ketika populasi gulma E. crus-galli di lapangan sudah mencapai 1.9 individu/m2.
Kesimpulan dan Saran Perbedaan
aksesi
gulma
E.
crus-galli
menyebabkan
perbedaan
pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Aksesi mempengaruhi jumlah anakan, jumlah daun, dan panjang akar tanaman padi. Memperkuat hasil percobaan rumah kaca, aksesi asal Karawang (K6, ketinggian tempat 37 m dpl) memiliki derajat kompetisi yang lebih kuat dibandingkan dengan aksesi Sukabumi dan Pangalengan terhadap pertumbuhan tanaman padi hibrida yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah anakan tanaman padi pada 3 dan 5 MST, jumlah daun pada 6 MST, dan panjang akar pada 8 MST, bobot kering akar dan tajuk, jumlah anakan produktif, dan kepadatan malai. Kepadatan populasi gulma E. crus-galli mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman padi hibrida. Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli,
92
pengaruh kompetisi terhadap tanaman padi semakin besar. Interaksi antara aksesi dan gulma E. crus-galli nyata mempengaruhi peubah tinggi, bobot kering akar dan tajuk, kepadatan malai dan bobot 1 000 butir tanaman padi hibrida. Gulma E. crus-galli harus dikendalikan pada saat populasi gulma mencapai 1.9 gulma/m2 untuk menyelamatkan kehilangan hasil sebesar 10%. Penggunaan benih padi yang bebas dari biji gulma E.crus-galli sangat dianjurkan untuk mencegah penyebaran aksesi gulma E. crus-galli.
PENDUGAAN DERAJAT KOMPETISI GULMA Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. MELALUI METODE REPLACEMENT SERIES
ABSTRAK Salah satu cara gulma E. crus-galli mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman padi adalah melalui kompetisi.
Tujuan penelitian adalah untuk
menganalisis derajat kompetisi gulma Echinochloa crus-galli terhadap tanaman padi.
Percobaan dilakukan dengan metode replacement series yang disusun
dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Populasi tanaman yang dicobakan yaitu 1 gulma E. crus-galli/pot (G1), 2 gulma/pot (G2), 3 gulma/pot (G3), 4 gulma/pot (G4), 1 padi/pot (P1), 2 padi/pot (P2), 3 padi/pot (P3), 4 padi/pot (P4), 3 padi + 1 gulma/pot (P3+G1), 2 padi + 2 gulma/pot (P2+G2), dan 1 padi + 3 gulma/pot (P1+G3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetisi intraspesifik terjadi baik pada tanaman padi maupun pada gulma E.crus-galli ketika populasi meningkat. Kompetisi intraspesifik pada gulma E. crus-galli lebih besar dibandingkan dengan kompetisi intraspesifik pada tanaman padi. Berdasarkan nilai koefisien pendesakan, gulma E. crus-galli memiliki derajat kompetisi yang lebih besar terhadap tanaman padi ketika populasi gulma lebih tinggi daripada populasi tanaman padi. Pada populasi yang sama antara padi dan gulma ataupun populasi padi lebih tinggi dari gulma E. crus-galli, tanaman padi lebih kuat berkompetisi. Berdasarkan nilai agresivitas, gulma E. crus-galli lebih kuat berkompetisi dibandingkan tanaman padi ketika populasi padi dan gulma sama ataupun populasi gulma lebih tinggi daripada populasi tanaman padi.
Kata kunci : Echinochloa crus-galli, derajat kompetisi, metode replacement series, koefisien pendesakan, agresivitas.
94
ESTIMATION OF COMPETITION DEGREES OF Echinocloa crus-galli (L.) Beauv. WEED THROUGH REPLACEMENT SERIES METHOD
ABSTRACT One way of Echinochloa crus-galli weed affect the growth and production of rice plants is through competition. The research objective was to analyze the degree of competition of E. crus-galli weed on rice plants. The experiments were conducted by the replacement series method that were arranged in randomized block design with three replications. Populations of plants tested were 1 E. crusgalli weed/pot (G1), 2 weed/pot (G2), 3 weed/pot (G3), 4 weed/pot (G4), 1 rice plant/pot (P1), 2 rice plants/pot (P2), 3 rice plants/pot (P3), 4 rice plants/pot (P4), 3 rice plants + 1 weed/pot (P3 + G1), 2 rice plants + 2 weeds/pot (P2 + G2), and 1 rice plant + 3 weeds/pot (P1 + G3). The results showed that intraspecific competition occurs both in rice and in E.crus-galli weeds when the population increased. Intraspecific competition in E. crus-galli weeds was greater than intraspecific competition in the rice plant. Based on crawding coefficient, E. crusgalli weeds had a greater degree of competition to rice plants when the population weed was higher than the rice plants population. At the same populations between rice and weeds or rice population was higher than the E. crus-galli weeds, rice plants had stronger compete to E. crus-galli. Based on the aggressiveness, E. crus-galli weed competed more strongly than rice plant when the rice population and weeds was equal or the population weed was higher than the rice population. Keywords :
Echinochloa crus-galli, competition degree, replacement series, crawding coefficient, aggresiveness.
95 Pendahuluan Gulma merupakan salah satu diantara pembatas biologi yang penting pada produksi padi di Indonesia. Kehilangan hasil akibat gulma bervariasi dari 28 – 54% pada tanaman padi pindahtanam (transplanting) dan 28-89% pada tanaman padi tabur benih langsung (direct seeded) (Becker et al. 2003; Johnson et al. 2004).
Gulma Echinochloa crus-galli merupakan gulma dominan pada padi
sawah yang dapat menurunkan hasil produksi tanaman padi hingga 72% (Islam et al. 2003), memiliki daya adaptasi yang luas (Galinato et al. 1999), termasuk tumbuhan C4 yang efisien dalam fotosintesis dan memiliki tingkat kompetisi yang tinggi (Baki dan Azmi 2003). Salah satu cara gulma E. crus-galli untuk mempengaruhi pertumbuhan dan hasil produksi tanaman padi adalah melalui kompetisi. Kompetisi didefinisikan sebagai hubungan negatif antara dua individu baik sama jenis ataupun berbeda jenis yang diakibatkan oleh pemakaian secara bersama sumberdaya yang dalam kondisi terbatas (Sastroutomo, 1990). Kompetisi terjadi apabila tanaman padi dan gulma E. crus-galli hidup bersama pada tempat yang memiliki sumberdaya terbatas. Ada tiga bentuk kompetisi yang terjadi di antara spesies, yaitu kompetisi yang mengakibatkan hasil sesungguhnya dari masing-masing spesies dalam pertanaman campuran lebih rendah dari hasil yang diharapkan (mutual inhibition), kompetisi yang mengakibatkan hasil dari masing-masing spesies dalam pertanaman campuran lebih besar dari hasil yang diharapkan (mutual cooperation), dan kompetisi yang mengakibatkan hasil sesungguhnya lebih rendah dari hasil yang diharapkan untuk suatu spesies, dan sebaliknya lebih tinggi dari hasil yang diharapkan untuk spesies yang lain (compensation). Metode percobaan replacement series atau sering disebut metode seri penggantian merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam kajian kompetisi antara dua spesies yang hidup bersama (Partzsch et al. 2011). Metode disusun dengan mengganti proporsi tanaman yang berkompetisi, tetapi total individu dalam satuan luas lahan tetap.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis kemampuan kompetisi gulma Echinochloa crus-galli terhadap tanaman padi.
96 Bahan dan Metode Penelitian dilakukan di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009.
Bahan tanaman yang
digunakan yaitu benih padi varietas IR-64 dan gulma E. crus-galli aksesi Karawang (K6). Peralatan yang digunakan antara lain pot plastik berukuran 3040 cm (diameter-tinggi), bak semai, meteran, timbangan, dan oven. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok dengan satu faktor yaitu populasi tanaman per pot dengan tiga ulangan. Populasi tanaman per pot terdiri atas sebelas taraf yaitu 1 gulma E. crus-galli/pot (G1), 2 gulma/pot (G2), 3 gulma/pot (G3), 4 gulma/pot (G4), 1 padi/pot (P1), 2 padi/pot (P2), 3 padi/pot (P3), 4 padi/pot (P4), 3 padi + 1 gulma/pot (P3+G1), 2 padi + 2 gulma/pot (P2+G2), dan 1 padi + 3 gulma/pot (P1+G3). Satuan percobaan berupa pot dengan diameter 30 cm dan tinggi 40 cm.
(G1)
(P1)
(G2)
(P2)
(G3)
(G4)
(P3)
(P4)
(P1+G3) (P2+G2) (P3+G1) Gambar 17. Skema penanaman padi dan gulma E. crus-galli di pot pada percobaan replacement series Media tanam adalah jenis tanah latosol yang berasal dari Kebun Percobaan Sawah Baru Dramaga. Tanah dikeringanginkan dan dihaluskan, selanjutnya dimasukkan ke dalam pot sebanyak 9 kg/ pot. Biji gulma E. crus-galli direndam dalam larutan GA 3 500 ppm selama 4 jam sebelum penyemaian pada bak semai. Bibit gulma dan bibit padi berumur 14 hari setelah semai ditanam pada pot percobaan sebanyak satu bibit per lubang dengan populasi sesuai perlakuan.
97 Pemupukan dilakukan 3 kali yaitu pada saat tanam, 4 minggu setelah tanam (MST), dan 6 MST dengan dosis masing-masing 1.35 g urea/pot, 0.9 g SP-18/pot, dan 0.9 g KCl/pot. Penyiraman dilakukan 2 hari sekali dengan ketinggian sekitar 5 cm. Penyiangan gulma selain E. crus-galli dilakukan secara manual. Peubah yang diamati antara lain peubah pertumbuhan vegetatif yang diamati pada saat 9 MST dan peubah pertumbuhan generatif yang diamati pada saat panen.
Peubah pertumbuhan vegetatif yang diamati antara lain tinggi
tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, panjang duan dan lebar daun. Peubah pertumbuhan generatif yang diamati antara lain panjang, lebar, dan luas daun bendera, bobot biomassa tajuk dan akar, panjang akar terpanjang, panjang malai, jumlah biji per malai, jumlah biji per pot, bobot gabah per pot, bobot 100 butir gabah padi, dan kandungan hara tajuk.
Data hasil pengamatan dianalisis
menggunakan analisis ragam dengan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.
Hasil dan Pembahasan Kompetisi di Atas Permukaan Tanah Tinggi tanaman. Rata-rata tinggi tanaman padi pada berbagai populasi tidak berbeda nyata baik pada pertanaman monokultur maupun campuran. Tinggi gulma E. crus-galli juga tidak berbeda nyata antara pertanaman monokultur dan campuran (Tabel 42). Gulma E. crus-galli menunjukkan tinggi tanaman yang lebih tinggi daripada tanaman padi, sehingga diduga memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam kompetisi cahaya dibandingkan dengan tanaman padi. Menurut Anten dan Hirose (1998), tanaman yang tinggi memiliki kemampuan menangkap cahaya yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang lebih pendek. Jumlah anakan. Jumlah anakan tanaman padi per pot tidak berbeda nyata antar populasi tanaman, baik pada pertanaman monokultur maupun pada pertanaman campuran, sedangkan gulma E. crus-galli pada populasi yang berbeda menunjukkan jumlah anakan per pot yang berbeda, baik pada pertanaman monokultur maupun pada pertanaman campuran. Pada pertanaman monokultur, jumlah anakan gulma E. crus-galli nyata menurun mulai populasi 4 gulma/pot.
98 Pada pertanaman campuran, jumlah anakan gulma E. crus-galli tidak berbeda nyata dengan perlakuan monokultur pada populasi 4 gulma/pot (Tabel 42). Hasil ini menunjukkan bahwa kompetisi intraspesifik pada gulma E. crus-galli lebih kuat dibandingkan dengan kompetisi interspesifik. Tabel 42. Pengaruh populasi tanaman terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan padi dan gulma E. crus-galli pada 9 MST Populasi per Pot 1 padi 2 padi 3 padi 4 padi 3 padi + 1 gulma 2 padi + 2 gulma 1 padi + 3 gulma 1 gulma 2 gulma 3 gulma 4 gulma
Tinggi Tanaman Padi (cm) 91.83 89.10 85.92 83.54 84.62 88.37 89.43 -
Tinggi Gulma (cm) 119.03 114.85 111.57 128.17 116.57 120.59 110.71
Jumlah Anakan Padi/tanaman 4.00 3.00 3.00 2.00 2.33 2.50 2.33 -
Jumlah Anakan Gulma 1.3bc 1.8bc 0.8c 4.3a 3.2ab 2.3abc 1.6bc
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Jumlah daun. Pada pertanaman monokultur, jumlah daun tanaman padi menurun mulai populasi 4 gulma/pot dibandingkan dengan populasi 1 padi/pot. Pada pertanaman campuran, jumlah daun tanaman padi menurun pada populasi 3 padi + 1 gulma dan populasi 1 padi + 3 gulma, sedangkan pada populasi 2 padi + 2 gulma menunjukkan jumlah daun tanaman padi yang tidak berbeda nyata dengan populasi 1 padi/pot. Jumlah daun gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur mulai menurun ketika populasi 2 gulma/pot dan peningkatan populasi lebih dari 2 gulma/pot menunjukkan jumlah daun gulma yang tidak berbeda nyata dengan jumlah daun pada populasi 2 gulma/pot. Jumlah daun gulma E. crus-galli lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah daun tanaman padi (Tabel 43). Panjang daun dan lebar daun. Panjang daun tanaman padi dan panjang daun gulma E. crus-galli tidak berbeda nyata baik pada pertanaman monokultur maupun pada pertanaman campuran. Rata-rata panjang daun gulma E. crus-galli
99 lebih pendek daripada panjang daun tanaman padi. Lebar daun tanaman padi dan lebar daun gulma E. crus-galli juga tidak berbeda nyata pada pertanaman monokultur maupun pada pertanaman campuran (Tabel 43). Tabel 43. Pengaruh populasi tanaman per pot terhadap jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun padi dan gulma E. crus-galli pada 9 MST Populasi Tanaman per Pot 1 padi 2 padi 3 padi 4 padi 3 padi + 1 gulma 2 padi + 2 gulma 1 padi + 3 gulma 1 gulma 2 gulma 3 gulma 4 gulma
Jumlah Daun (Helai) Padi Gulma 22.7a 21.5ab 21.7ab 16.7c 16.6c 15.7b 19.7abc 14.8b 17.7bc 10.6b 28.0a 16.5b 16.6b 12.3b
Panjang Daun (cm) Padi Gulma 57.33 54.57 54.14 53.94 53.34 38.13 55.48 41.85 56.80 41.80 41.30 38.15 46.54 38.55
Lebar Daun (cm) Padi Gulma 1.00 1.02 0.99 0.94 0.96 1.20 0.95 1.40 1.00 1.32 1.43 1.28 1.50 1.28
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Bobot kering biomass tajuk. Bobot kering tajuk tanaman padi dan bobot kering tajuk gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur semakin meningkat dengan semakin meningkatnya populasi per pot. Pada pertanaman campuran, bobot kering tajuk tanaman padi semakin menurun dengan semakin meningkatnya populasi gulma E. crus-galli, demikian juga dengan bobot kering tajuk gulma E. crus-galli semakin menurun dengan semakin meningkatnya populasi tanaman padi. Pada kondisi persaingan 2 padi vs 2 gulma, terlihat bahwa bobot kering tajuk padi lebih tinggi daripada bobot tajuk gulma. Pada persaingan 3 padi vs 1 gulma dan 1 padi vs 3 gulma, terlihat bahwa bobot tajuk gulma E. crus-galli lebih rendah dibandingkan dengan monokulturnya. Penurunan bobot tajuk gulma dibandingkan terhadap populasi monokulturnya lebih besar dibandingkan dengan penurunan bobot kering tajuk padi. Hasil ini menunjukkan bahwa tanaman padi lebih kompetitif dalam pembentukan biomass tajuk dibandingkan dengan gulma E. crus-galli (Gambar 18).
100
Bobot Kering Biomass Tajuk (g/pot)
Padi
Gulma E. crus-galli
16 14 12 10 8 6 4 2 0 1
2
3
4
3P+1G
2P+2G
1P+3G
Populasi Gulma E. crus-galli dan Padi per Pot
Gambar 18.
Bobot kering biomassa tajuk tanaman padi dan gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran
Kompetisi di Bawah Permukaan Tanah Panjang akar. Pada pertanaman monokultur, panjang akar tanaman padi tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan populasi 2 padi per pot, tidak berbeda nyata dibandingkan dengan populasi 1 tanaman/pot. Panjang akar padi mulai menurun pada populasi 3 dan 4 tanaman/pot. Pada pertanaman campuran, panjang akar tanaman padi terpanjang ditunjukkan oleh perlakuan 1 padi + 3 gulma/pot. Panjang akar padi pada pertanaman campuran populasi 3 padi + 1 gulma dan populasi 2 padi + 2 gulma tidak berbeda nyata dengan pertanaman monokultur populasi 3 dan 4 padi/pot. Hasil ini menunjukkan bahwa penurunan panjang akar tanaman padi lebih disebabkan oleh kompetisi intraspesifik pada tanaman padi dibandingkan dengan kompetisi interspesifik dengan gulma E. crus-galli (Gambar 19).
Panjang Akar (cm)
Padi
Gulma E. crus-galli
50,0 45,0 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0
1
2
3
4
3P+1G
2P+2G
1P+3G
Populasi Gulma E. crus-galli dan Padi per Pot
Gambar 19. Panjang akar tanaman padi dan gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran
101 Bobot kering biomass akar. Bobot kering biomass akar tanaman padi pada pertanaman monokultur mulai menurun pada populasi 3 padi per pot. Sedangkan pada pertanaman campuran, bobot kering biomass akar padi menurun pada populasi 2 padi + 2 gulma dan populasi 1 padi + 3 gulma (Gambar 20).
Padi
Gulma E. crus-galli
Bobot Kering Biomass Akar (g/pot)
14 12 10 8 6 4 2 0 1
2
3
4
3P+1G
2P+2G
1P+3G
Populasi Gulma E. crus-galli dan Padi per Pot
Gambar 20. Bobot kering biomass akar padi dan gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran
Kandungan hara.
Kandungan hara N tajuk tanaman padi pada
pertanaman monokultur tidak berbeda pada tiap populasi padi. Kandungan N tajuk tanaman padi pada pertanaman campuran berbeda antar perlakuan. Pada pertanaman campuran, kandungan hara N tajuk gulma E. crus-galli pada populasi 2 padi + 2 gulma dan populasi 1 padi + 3 gulma nyata lebih tinggi dibandingkan dengan populasi 3 padi + 1 gulma.
Kandungan hara N tajuk tanaman padi
terendah ditunjukkan oleh perlakuan populasi 1 padi + 3 gulma (Gambar 21). Hasil ini menunjukkan bahwa gulma E. crus-galli menyerap N lebih banyak dibandingkan dengan tanaman padi pada pertanaman campuran.
Apabila
dikaitkan dengan bobot biomass tajuk pada Gambar 18, gulma E. crus-galli terlihat lebih sedikit dalam penggunaan hara N untuk memproduksi setiap satu satuan bobot biomass tajuk.
Hal ini berarti bahwa gulma E. crus-galli lebih
efisien dalam penggunaan hara N dibandingkan dengan tanaman padi.
Kandungan Hara N Tajuk (%)
102
Padi
1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
1
Gulma E. crus-galli
2 3 4 3P+1G 2P+2G 1P+3G Populasi Gulma E. crus-galli dan Padi per Pot
Gambar 21. Kandungan hara N tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran Kandungan hara P tajuk tanaman padi pada pertanaman monokultur tidak berbeda nyata antar populasi per pot, rata-rata berkisar antara 0.17-0.18% . Pada pertanaman campuran, kandungan hara P tajuk tanaman padi pada perlakuan 2 padi + 2 gulma/pot lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kandungan hara P tajuk gulma E. crus-galli terendah ditunjukkan oleh pertanaman campuran pada populasi 3 padi + 1 gulma yakni sebesar 0.07%, sedangkan pada populasi lainnya tidak berbeda nyata (Gambar 22). Hasil ini menunjukkan bahwa tanaman padi lebih banyak menyerap hara P dibandingkan dengan gulma E. crus-galli. Apabila dikaitkan dengan produksi biomassa tajuk, gulma E. crus-galli lebih efisien dalam menggunakan hara P untuk memproduksi biomass tajuk dibandingkan dengan tanaman padi. Padi
Gulma E. crus-galli
Kandungan Hara P Tajuk (%)
0,2 0,15 0,1 0,05 0 1
2
3
4
3P+1G
2P+2G
1P+3G
Populasi Gulma E. crus-galli dan Padi per Pot
Gambar 22. Kandungan hara P tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran
103 Kandungan hara kalium pada tajuk tanaman padi berbeda nyata antar kepadatan populasi. Kandungan hara K pada tajuk tanaman padi lebih rendah dibandingkan dengan kandungan hara K pada tajuk gulma E. crus-galli, baik pada pertanaman monokultur maupun pada pertanaman campuran (Gambar 23).
Padi
kandungan Hara K Tajuk (%)
4
Gulma E. crus-galli
3 2 1 0 1
2 3 4 3P+1G 2P+2G Populasi Gulma E. crus-galli dan Padi per Pot
1P+3G
Gambar 23. Kandungan hara K tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran Kandungan hara Ca tajuk tanaman padi meningkat dengan semakin meningkatnya populasi tanaman padi pada pertanaman monokultur, sedangkan pada pertanaman campuran kandungan hara Ca tajuk padi semakin menurun dengan semakin meningkatnya populasi gulma E. crus-galli per pot. Kandungan hara Ca tajuk padi lebih rendah dibandingkan dengan kandungan hara Ca pada tajuk gulma E. crus-galli pada populasi 2 padi + 2 gulma dan populasi 1 padi + 3 gulma per pot (Gambar 24).
Kandungan Hara Ca Tajuk (%)
Padi
Gulma E. crus-galli
0,18 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 1
2
3
4
3P+1G
2P+2G
1P+3G
Populasi Gulma E. crus-galli dan Padi per Pot
Gambar 24. Kandungan hara Ca tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran
104 Pada pertanaman monokultur, kandungan hara Mg pada tajuk tanaman padi tidak berbeda antar populasi tanaman per pot. Kandungan hara Mg pada tajuk gulma semakin menurun dengan semakin meningkatnya populasi gulma. Pada pertanaman campuran, kandungan hara Mg tajuk tanaman padi meningkat dengan semakin meningkatnya populasi gulma E. crus-galli, demikian juga dengan kandungan Mg pada tajuk gulma yang semakin meningkat dengan
Kandungan Hara Mg Tajuk (%)
semakin meningkatnya populasi gulma per pot (Gambar 25).
Padi
0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 1
2
Gulma E. crus-galli
3
4
3P+1G
2P+2G
1P+3G
Populasi Gulma E. crus-galli dan Padi
Gambar 25. Kandungan hara Mg tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran Pengaruh Kompetisi terhadap Produksi Biomass Total Bobot biomass total tanaman padi tidak berbeda nyata dengan semakin meningkatnya populasi tanaman padi pada pertanaman monokultur.
Pada
pertanaman campuran, populasi gulma E. crus-galli per pot menyebabkan penurunan bobot kering biomass total tanaman padi. Bobot kering biomass gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur juga semakin meningkat dengan meningkatnya populasi gulma. Pada pertanaman campuran, bobot gulma E. crusgalli semakin menurun dengan semakin meningkatnya populasi tanaman padi per pot. Pada kondisi persaingan 2 padi + 2 gulma, terlihat bahwa bobot biomass total tanaman padi lebih tinggi dibandingkan dengan gulma E. crus-galli (Gambar 26).
105
Bobot Kering Biomass Total (g/pot)
Padi
Gulma E. crus-galli
25 20 15 10 5 0 1
2
3
4
3P+1G
2P+2G
1P+3G
Populasi Gulma E. crus-galli dan Padi per Pot
Gambar 26. Bobot kering biomass total tanaman padi dan gulma E. crusgalli pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran Pengaruh Kompetisi terhadap Komponen Hasil dan Hasil Produksi Komponen hasil.
Populasi tanaman padi per pot tidak berpengaruh
terhadap jumlah anakan, panjang malai, jumlah biji per malai, jumlah biji per pot, dan bobot biji 100 butir, baik pada pertanaman monokultur maupun pertanaman campuran (Tabel 44). Populasi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif, jumlah biji per malai, dan bobot 1000 butir biji gulma E. crusgalli.
Jumlah anakan produktif menurun pada pertanaman campuran
dibandingkan dengan populasi 1 gulma/pot, sedangkan pada pertanaman monokultur jumlah anakan produktif menurun mulai populasi 2 gulma/pot. Jumlah biji gulma per malai pada pertanaman campuran lebih rendah dibandingkan dengan pertanaman monokultur (Tabel 44). Tabel 44. Pengaruh populasi tanaman per pot terhadap komponen hasil tanaman padi Perlakuan 1 padi 2 padi 3 padi 4 padi 1 gulma + 3 padi 2 gulma + 2 padi 3 gulma + 1 padi
Jumlah Anakan Produktif 7.3 5.2 4.0 3.0 4.1 3.7 4.7
Panjang Malai (cm) 55.31 46.09 48.16 46.94 48.31 48.43 51.62
Jumlah Biji per Malai (g) 75.6 63.6 62.7 62.5 65.2 68.7 64.2
Jumlah Biji per Pot (g) 381.0 460.3 619.3 616.0 662.3 501.0 287.7
Bobot 100 Biji (g) 1.78 1.21 0.84 1.25 1.25 1.64 1.43
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
106 Tabel 45. Pengaruh populasi tanaman per pot terhadap komponen hasil gulma E. crus-galli Perlakuan 1 gulma 2 gulma 3 gulma 4 gulma 3 padi + 1 gulma 2 padi + 2 gulma 1 padi + 3 gulma
Jumlah Anakan Produktif 20.0a 8.8b 13.6b 10.5b 8.0b 9.5b 8.6b
Panjang Malai (cm)
Jumlah Biji per Malai (g)
20.40 20.35 22.29 20.43 17.23 18.96 20.64
307.9 292.1 256.9 203.9 255.9 231.5 266.3
Bobot 1000 Butir (g) 9976.0ab 1.22ab 7984.0abc 1.15ab 11527.0a 1.37a 11712.0a 1.14ab 4203.0c 1.35a 5177.0c 1.01b 6170.0bc 1.24ab Jumlah Biji per Pot (g)
Bobot Biji per Pot 12.17ab 9.18ab 15.79a 13.35ab 5.67c 5.23c 7.65bc
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Produksi gabah.
Perlakuan kepadatan populasi berpengaruh terhadap
bobot gabah hampa, tapi tidak mempengaruhi bobot gabah kering, bobot gabah isi, dan % gabah hampa padi. Pertanaman monokultur menunjukkan bobot gabah hampa lebih besar dibandingkan perlakuan yang lainnya. Pada pertanaman campuran, bobot gabah hampa mengalami penurunan dengan meningkatnya kepadatan gulma E. crus-galli (Tabel 46). Tabel 46. Pengaruh kepadatan populasi terhadap bobot gabah total, bobot gabah isi, bobot gabah hampa, dan persentase gabah hampa Populasi per Pot 1 padi 2 padi 3 padi 4 padi 1 gulma + 3 padi 2 gulma + 2 padi 3 gulma + 1 padi
Bobot Gabah (g/pot) Total Isi 2.25 1.87 2.89 2.10 1.72 0.59 4.02 3.27 2.32 1.44 3.13 2.63 1.88 1.51
Hampa 0.38b 0.78ab 1.13a 0.75ab 0.88ab 0.50b 0.37b
% Gabah Hampa 18.71 49.18 66.13 25.84 51.82 21.31 29.88
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Penguasaan Sarana Tumbuh Kompetisi antara gulma dengan tanaman padi terjadi karena faktor tumbuh seperti air, hara, cahaya, CO 2 , dan ruang tumbuh dalam kondisi terbatas. Faktanya, kita sulit menjelaskan faktor mana yang berperan dalam kompetisi. De Wit (1960) memperkenalkan konsep penguasaan sarana tumbuh yang mencakup
107 semua faktor yang terlibat dalam kompetisi, yang dirumuskan dengan persamaan hiperbolik Y = ( yaitu
.Y max. Persamaan linear resiprokal dari persamaan tersebut , dimana Y = hasil nyata, d = densitas tumbuhan,
Ymax = hasil maksimal, dan b = kemampuan penguasaan sarana tumbuh. Penguasaan sarana tumbuh dirumuskan dengan PST = (Y/Ymax) x 100%. Perhitungan penguasaan sarana tumbuh didasarkan pada jumlah biji per pot.
Pada pertanaman monokultur, produksi biji tanaman padi mengikuti
persamaan garis linear y = 1.387x + 1.286, dimana y = (1/Y), dan x = (1/X), Y=hasil nyata atau jumlah biji padi yang dihasilkan pada tiap populasi, X = populasi tanaman padi per pot. Nilai populasi X dimasukkan ke dalam persamaan garis linear tersebut, sehingga diperoleh nilai Y dugaan jumlah biji yang dihasilkan oleh tanaman padi pada pertanaman monokultur. Berdasarkan persamaan linear tersebut, diperoleh nilai Y max sebesar 777.6 dan nilai b sebesar 0.94, serta nilai Y dugaan pda tiap-tiap populasi tanaman padi per pot (Tabel 47).
Tabel 47. Hasil dugaan produksi biji tanaman padi pada pertanaman monokultur Populasi Padi (X)
Jumlah Biji Padi (Y)
Y dugaan
1 2 3 4
381 460 619 616
374 505 572 612
Produksi biji gulma E. crus-galli per pot pada pertanaman monokultur mengikuti persamaan garis linear y = 0.178x + 0.901, dengan perhitungan yang sama dengan tanaman padi diperoleh nilai Y max sebesar 11 098.8 dan nilai b sebesar 5.06, serta nilai Y dugaan pada tiap-tiap populasi gulma per pot (Tabel 48). Nilai b pada gulma E. crus-galli lebih besar dibandingkan dengan nilai b pada tanaman padi. Hasil ini menunjukkan bahwa gulma E. crus-galli lebih menguasai sarana tumbuh dibandingkan dengan tanaman padi.
108 Tabel 48. Hasil dugaan produksi biji gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur Populasi Gulma (X) 1 2 3 4
Jumlah Biji Gulma (Y) 9 976 7 984 11 527 11 712
Y dugaan 9 268 10 101 10 413 10 576
Pada pertanaman campuran, produksi biji tanaman padi per pot mengikuti persamaan garis linear y = 2.522x + 0.909 (R2=0.968), sehingga diperoleh Y max sebesar 1100.1 biji/pot. Produksi biji gulma E. crus-galli mengikuti persamaan garis linear y = 1.081x + 1.316 (R2 = 0.968), sehingga diperoleh nilai Y max sebesar 7 598.8. Berdasarkan nilai Y max masing-masing tanaman dapat dihitung nilai PST yaitu Y/Y max (Tabel 49).
Tabel 49. Populasi (X) Padi 1P + 3G 2P + 2 G 3P + 1G Gulma 1G + 3P 2G + 2P 3G + 1P
Penguasaan sarana tumbuh tanaman padi pada pertanaman campuran dengan gulma E. crus-galli
Jumlah Biji (Y)
Y dugaan
PST (Y/Y max ) (%)
y = 2.522x + 0.909 (Y max =1100.1)
287.7 501.0 531.5
291.5 460.8 571.5
26.2 45.5 48.3
y = 1.081x + 1.316 (Y max = 7 598.8)
4 203.0 5 177.0 6 170.0
4 171.9 5 386.5 5 965.4
55.3 68.1 81.2
Gulma E. crus-galli lebih menguasai sarana tumbuh dibandingkan dengan tanaman padi. Ketika populasi 1 padi + 3 gulma per pot, tanaman padi hanya menguasai 26.2% sedangkan gulma E. crus-galli menguasai sarana tumbuh sebesar 81.2%. Sebaliknya pada populasi 3 padi + 1 gulma per pot, tanaman padi menguasai sarana tumbuh sebesar 48% dan gulma E. crus-galli menguasai 55.3% (Tabel 49 dan Gambar 27).
109
Penguasaan Sarana Tumbuh (%)
120 100 80 60
Gulma
40
Padi
20 0 1P + 3G 2P + 2 G 3P + 1G Pertanaman Campuran Gulma E. crus-galli dan Padi
Gambar 27. Penguasaan sarana tumbuh tanaman padi dan E. crus-galli Apabila hasil dugaan dari persamaan garis linear pertanaman monokultur maupun pertanaman campuran dibandingkan dengan hasil maksimal yang dapat dicapai pada pertanaman monokultur, maka terlihat bahwa antara gulma E. crusgalli dan tanaman padi saling berkompetisi.
Penurunan hasil dalam bentuk
jumlah biji pada pertanaman campuran dari tanaman padi terlihat lebih rendah jika dibandingkan dengan penurunan hasil gulma E. crus-galli (Gambar 28).
%Biji Padi
%Biji Padi tumpangsari
%Biji Gulma
%Biji Gulma tumpangsari
Populasi Gulma 3
2
1
0
120 100 80 60 40 20 0
120 100 80 60 40 20 0 0
1
2
3
% Biji Padi
% Biji Gulma
4
4
Populasi Padi
Gambar 28. Hubungan antara produksi tanaman padi dan gulma E. crusgalli pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran
110 Koefisien Pendesakan Berdasarkan jumlah biji per pot, populasi 3 padi + 1 gulma per pot dan populasi 2 padi + 2 gulma menunjukkan koefisien pendesakan tanaman padi terhadap gulma (KP p-e) lebih besar dibandingkan dengan koefisien pendesakan gulma terhadap tanaman padi (KP e-p).
Hal ini berarti bahwa pada populasi
tersebut tanaman padi lebih kuat dalam berkompetisi dibandingkan dengan gulma E. crus-galli.
Pada populasi 1 padi + 3 gulma per pot, KP e-p lebih besar
dibandingkan dengan KP p-e (Tabel 50) atau gulma E. crus-galli lebih kuat berkompetisi dibandingkan dengan tanaman padi. Apabila dikaitkan dengan persamaan garis dugaan produksi pada pertanaman campuran, maka kombinasi populasi yang populasi tanaman padi lebih rendah dari populasi gulma akan menghasilkan KP e-p lebih besar dibandingkan dengan KP p-e, artinya tanaman padi akan kalah berkompetisi terhadap gulma E. crus-galli.
Tabel 50. Nilai koefisien pendesakan (KP) pada pertanaman campuran padi dengan gulma E. crus-galli Perlakuan
KP p-e
KP e-p
3 Padi + 1 Gulma 2 Padi + 2 Gulma 1 Padi + 3 Gulma
18.74 4.36 0.29
0.19 0.79 3.34
Nilai Agresivitas (A) Agresivitas menunjukkan kemampuan kompetisi suatu spesies terhadap spesies lainnya dalam interaksi antar spesies.
Nilai agresivitas dihitung
berdasarkan bobot kering biomass total. Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai agresivitas tanaman padi terhadap gulma E. crus-galli (A padi-gulma ) dan agresivitas gulma E. crus-galli terhadap tanaman padi (A gulma-padi ) tidak sama dengan nol yang berarti bahwa masing-masing spesies memiliki kemampuan kompetisi yang berbeda. Pada populasi 3 padi + 1 gulma per pot, nilai A padi-gulma bernilai positif (0.611), sedangkan nilai A gulma-padi bernilai negatif (-0.611). Hal ini menunjukkan bahwa pada populasi 3 padi + 1 gulma, tanaman padi lebih kompetitif dibandingkan dengan gulma E. crus-galli. Pada populasi 2 padi + 2 gulma dan populasi 1 padi + 3 gulma, nilai A padi-gulma bernilai negatif yaitu
111 berturut-turut -0.268 dan -0.183, sedangkan nilai A gulma-padi bernilai positif yaitu 0.268 dan 0.183. Hal ini berarti bahwa pada populasi 2 padi + 2 gulma dan populasi 1 padi + 3 gulma, gulma E. crus-galli lebih kompetitif dibandingkan dengan tanaman padi (Tabel 51).
Tabel 51. Nilai agresivitas tanaman padi dan gulma E. crus-galli pada pertanaman campuran Perlakuan 3 padi + 1 gulma 2 padi + 2 gulma 1 padi + 3 gulma
Aggresivitas A padi – gulma 0.611 -0.268 -0.183
A gulma-padi -0.611 0.268 0.183
Pembahasan Kompetisi intraspesifik terjadi baik pada tanaman padi maupun pada gulma E. crus-galli apabila populasi semakin meningkat pada pertanaman monokultur.
Kompetisi intraspesifik pada tanaman padi ditunjukkan dengan
penurunan jumlah daun tanaman padi mulai populasi 4 tanaman padi/pot (Tabel 43), penurunan panjang akar mulai populasi 3 padi/pot (Gambar 19), penurunan bobot kering biomass akar mulai populasi 3 padi/pot (Gambar 20). Kompetisi intraspesifik pada gulma E. crus-galli ditunjukkan dengan penurunan jumlah daun mulai populasi 2 gulma/pot dibandingkan dengan populasi 1 individu/pot (Tabel 43), dan penurunan kandungan hara Mg pada tajuk mulai populasi 3 gulma/pot (Gambar 25). Hasil ini menunjukkan bahwa kompetisi intraspesifik pada gulma E. crus-galli lebih kuat dibandingkan dengan kompetisi intraspesifik pada tanaman padi. Kompetisi interspesifik terjadi antara tanaman padi dengan gulma E. crusgalli ketika gulma dan tanaman padi hidup bersama dalam kondisi sumberdaya terbatas. Kompetisi antara gulma E. crus-galli dan tanaman padi terjadi baik di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah (rhizosfer). Kompetisi interspesifik di atas permukaan tanah antara gulma E. crus-galli dengan tanaman padi diantaranya ditunjukkan dengan penurunan bobot kering biomass tajuk baik pada tanaman padi maupun pada gulma E. crus-galli dibandingkan dengan pertanaman monokulturnya. Pada pertanaman campuran,
112 penurunan bobot biomass tajuk pada tanaman padi lebih besar dibandingkan dengan penurunan bobot biomass gulma E. crus-galli.
Gulma E. crus-galli
menunjukkan tinggi gulma yang lebih tinggi, panjang daun lebih pendek, dan lebar daun yang lebih lebar daripada tanaman padi.
Dengan karakter yang
demikian, gulma E. crus-galli memiliki kemampuan kompetisi yang lebih baik dalam menangkap cahaya matahari dibandingkan dengan tanaman padi, sehingga penurunan bobot kering biomass tajuk tanaman padi lebih besar dibandingkan dengan gulma. Menurut Anten dan Hirose (1998) tanaman yang pertumbuhannya besar akan menangkap cahaya yang lebih banyak sehingga memiliki kemampuan kompetisi interspesifik yang lebih besar. Kompetisi interspesifik di bawah permukaan tanah antara gulma E. crusgalli dengan tanaman padi ditunjukkan dengan penurunan bobot kering biomass akar baik pada tanaman padi maupun gulma E. crus-galli dibandingkan dengan tanaman monokulturnya. Penurunan bobot kering biomass
akar tanaman padi
lebih besar dibandingkan dengan bobot kering biomass akar gulma E. crus-galli. Kompetisi bawah tanah juga terjadi dalam hal penggunaan hara. Gulma E. crusgalli
lebih efisien dalam penggunaan hara N dan P untuk memproduksi
biomassa, namun gulma E. crus-galli menyerap hara Mg dan K yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman padi. Menurut Gibson et al. (1999), kompetisi di bagian rhizosfer atau perakaran memainkan peranan penting dibandingkan dengan kompetisi di bagian tajuk. Pada populasi tinggi, besarnya persaingan tanaman akan meningkat (Liu et al.
2008). Tanaman yang memiliki ukuran lebih besar
akan mendapatkan proporsi sumberdaya yang lebih besar daripada tanaman yang berukuran kecil (Yuan et al. 2004). Kejadian kompetisi antara gulma E. crus-galli dan tanaman padi dapat diketahui berdasarkan peubah-peubah kompetisi, diantaranya penguasaan sarana tumbuh, koefisien pendesakan, dan agresivitas.
Penghitungan peubah-peubah
tersebut didasarkan pada produksi biji per pot. Penghitungan penguasaan sarana tumbuh berdasarkan produksi biji per pot menunjukkan adanya kejadian kompetisi antara tanaman padi dengan gulma E. crus-galli. Gulma E. crus-galli menguasai sarana tumbuh yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman padi pada pertanaman campuran (Tabel 49).
113 Berdasarkan nilai koefisien pendesakan terlihat bahwa gulma E. crus-galli dan tanaman padi pada pertanaman campuran menunjukkan kompetisi yang ditunjukkan dengan adanya penurunan produksi per pot jika dibandingkan dengan pertanaman monokulturnya. Berdasarkan Gambar 28 terlihat bahwa penurunan produksi biji per pot pada tanaman padi lebih rendah dibandingkan dengan gulma E. crus-galli ketika populasi tanaman padi lebih banyak daripada populasi gulmanya, sedangkan
pada populasi gulma E. crus-galli yang lebih tinggi dari
tanaman padi maka penurunan produksi biji per pot pada tanaman padi lebih besar dibandingkan dengan gulma E. crus-galli. Hasil ini menunjukkan bahwa gulma E. crus-galli lebih kompetitif terhadap tanaman padi ketika populasi gulma E. crus-galli lebih banyak dibandingkan dengan tanaman padi. Perhitungan nilai agresivitas berdasarkan produksi biomass menunjukkan bahwa nilai agresivitas gulma E. crus-galli positif pada saat populasi gulma dan tanaman padi pada proporsi yang sama ataupun populasi gulma lebih banyak dibandingkan dengan populasi tanaman padi.
Nilai agresivitas positif
menunjukkan bahwa gulma E. crus-galli lebih dominan dalam kompetisi dibandingkan dengan tanaman padi dalam produksi biomass (Tabel 51).
Kesimpulan dan Saran Kompetisi intraspesifik terjadi baik pada tanaman padi maupun pada gulma E.crus-galli dengan adanya peningkatan populasi per pot.
Kompetisi
intraspesifik pada gulma E. crus-galli lebih besar dibandingkan dengan kompetisi intraspesifik pada tanaman padi. Kompetisi interspesifik terjadi antara gulma E. crus-galli dan tanaman padi ketika hidup bersama dalam pertanaman campuran. Kekuatan kompetisi masing-masing tergantung pada kepadatan populasi gulma. Kompetisi terjadi baik di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Berdasarkan penguasaan sarana tumbuh, gulma E. crus-galli menguasai sarana tumbuh lebih besar dibandingkan dengan tanaman padi pada pertanaman campuran. Berdasarkan nilai koefisien pendesakan, gulma E. crus-galli memiliki derajat kompetisi yang lebih besar terhadap tanaman padi ketika populasi gulma lebih tinggi daripada populasi tanaman padi. Pada populasi yang seimbang antara
114 padi dan gulma ataupun populasi padi lebih tinggi dari gulma E. crus-galli, tanaman padi lebih kuat berkompetisi. Berdasarkan nilai agresivitas, gulma E. crus-galli lebih kuat berkompetisi dibandingkan tanaman padi ketika populasi padi dan gulma seimbang ataupun populasi gulma lebih tinggi daripada populasi tanaman padi.
KAJIAN FISIOLOGI KOMPETISI ANTARA TANAMAN PADI SAWAH DENGAN GULMA Echinochloa crus-galli
ABSTRAK Tiap varietas padi memiliki pertumbuhan dan produksi serta kemampuan kompetisi yang berbeda terhadap gulma E. crus-galli. Penelitian bertujuan untuk menganalisis fisiologi kompetisi beberapa varietas unggul padi sawah terhadap gulma E. crus-galli. Penelitian dilakukan dengan rancangan split plot dengan tiga ulangan.
Varietas padi sebagai petak utama terdiri atas empat varietas yaitu
varietas Ciherang, Fatmawati, Inpari 6 JT 6 JT, dan hibrida SL 8 SHS. Populasi gulma sebagai anak petak terdiri atas 0, 4, 8, dan 12 gulma E. crus-galli/m2. Satuan percobaan berupa petak berukuran 4 m x 5 m.
Hasil percobaan
menunjukkan bahwa proses fisiologi tanaman padi sawah menurun akibat kompetisi dengan gulma E. crus-galli. Kompetisi menyebabkan peningkatan leaf area ratio (LAR) dan penurunan net assimilation rate (NAR), relative growth rate (RGR) dan crop growth rate (RGR) pada tanaman padi. Varietas Fatmawati menunjukkan varietas yang toleran, sedangkan varietas hibrida SL 8 SHS menunjukkan varietas yang sensitif terhadap kompetisi gulma E. crus-galli. Kompetisi gulma E. crus-galli terhadap tanaman padi sawah dipengaruhi oleh kepadatan populasi gulma E. crus-galli. Semakin tinggi populasi gulma E. crusgalli, pertumbuhan dan produksi tanaman padi semakin menurun.
Kata kunci : Echinochloa crus-galli, kompetisi, fisiologi, varietas padi, populasi gulma.
116
STUDY OF PHYSIOLOGICAL COMPETITION OF RICE TOWARD Echinochloa crus-galli WEED ABSTRACT Each rice variety has the growth and production and the different ability of competition against E. crus-galli weeds. The objective of the research was to analyze the physiological competition of some high yielding varieties of paddy to E. crus-galli weed. The research was conducted with a split plot design with three replications. Rice varieties as main plots consisted of four varieties i.e. Ciherang, Fatmawati, Inpari 6 JT 6 JT, and SL 8 SHS hybrid varieties. Weed population as a subplot consisted of 0, 4, 8, and 12 E. crus-galli/m2. The results indicate that the physiological process of rice plant decreased due to competition with weeds E. crus-galli. Competition increased leaf area ratio (LAR) and a decreased net assimilation rate (NAR), relative growth rate (RGR) and the crop growth rate (RGR). Fatmawati showed tolerant varieties, while SL 8 SHS showed sensitive varieties to weed competition of E. crus-galli. Competition of E. crus-galli weed to rice plants was affected by the population densities of E. crus-galli weed. The higher weed populations of E. crus-galli decreased growth and production of rice plants. Keywords : Echinochloa crus-galli, competition, physiology, rice variety, weed population.
117 Pendahuluan Luas pertanaman padi di Indonesia diperkirakan mencapai 12 juta hektar yang tersebar di berbagai tipologi lahan, antara lain lahan sawah (5.1 juta ha), lahan tandah hujan (2.1 juta ha), ladang (1.2 juta ha) dan lahan pasang surut. Lebih dari 90% produksi beras nasional dihasilkan dari lahan sawah dan lebih dari 80% total areal pertanaman padi sawah telah ditanami varietas unggul (Badan Pusat Statistik, 2010). E. crus-galli merupakan gulma yang menjadi problem utama pada budidaya tanaman padi sawah dan merupakan penyebab kehilangan hasil produksi yang utama pada produksi padi sawah (Gealy et al. 2003; Haefele et al. 2004). Penurunan produksi padi dapat mencapai 46-59% (Sultana, 2000; Chin, 2001; Guntoro et al. 2009), 57-95% (Ahn dan Chung 2000), 97% (Islam dan Karim 2003). Tindall et al. (2003) melaporkan bahwa penurunan hasil produksi padi terjadi karena penurunan jumlah anakan, jumlah malai, dan jumlah gabah per malai. Varietas unggul padi sawah merupakan kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di Indonesia. Saat ini penanaman varietas unggul padi meliputi lebih dari 80% total areal pertanaman padi di Indonesia (Susanto et al., 2003). Tiap varietas memiliki potensi produksi yang berbeda dan diduga memiliki kemampuan mempertahankan pertumbuhan dan produksinya dari gangguan gulma E. crus-galli di lapangan. Di wilayah Propinsi Jawa Barat, luas tanaman padi verietas Ciherang merupakan varietas yang terluas ditanam yang mencapai sekitar 318 ribu hektar.
Informasi tentang kemampuan varietas padi dalam
berkompetisi terhadap gulma E. crus-galli masih sangat terbatas di Indonesia. Penelitian bertujuan menganalisis fisiologi kompetisi beberapa varietas unggul padi sawah dengan gulma E. crus-galli.
Bahan dan Metode Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor yang berada pada ketinggian 250 m dpl dengan jenis tanah latosol mulai bulan Desember 2010 hingga bulan Mei 2011. Bahan tanaman yang
118 digunakan yaitu benih varietas Inpari 6 JT 6 JT, Fatmawati, Ciherang, dan SL 8 SHS. Gulma yang digunakan adalah aksesi asal Karawang (K6). Percobaan dilakukan menggunakan rancangan petak terbagi (split-plot design) dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Percobaan terdiri atas 2 faktor yaitu varietas padi dan populasi gulma. Varietas padi sebagai petak utama terdiri atas varietas Inpari 6 JT 6 JT (V1), Fatmawati (V2), Ciherang (V3), dan hibrida SL 8 SHS (V4). Populasi gulma E. crus-galli sebagai anak petak terdiri atas empat taraf yaitu 0, 4, 8, dan 12 bibit gulma/m2. Satuan percobaan berupa petak berukuran 4 m x 5 m. Data dianalisis menggunakan analisis ragam dengan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%. Pengolahan lahan dilakukan dua kali yaitu pembajakan pada saat 2 minggu sebelum tanam dan penghalusan tanah dengan menggunakan cangkul pada saat 1 minggu sebelum tanam. Benih padi direndam 48 jam dan ditiriskan selama 24 jam selanjutnya disemai pada lahan semai basah berukuran 1.2 m x 5 m. Benih E. cruss-galli direndam dengan air hangat selama 24 jam dan ditiriskan selama 24 jam, kemudian disemai pada bedengan berukuran 0.5 m x 5 m.
Bibit padi
berumur 2 minggu setelah semai ditanam sebanyak 2 bibit per lubang tanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Bibit E. crus-galli berumur 2 minggu setelah semai ditanam sesuai dengan perlakuan, yaitu populasi 0, 4, 8 dan 12 bibit E. crus-galli per m2 (Gambar 29). Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanam dengan dosis 100 kg Urea/ha, 100 kg SP-18/ha, dan 80 kg KCl/ha. Pemupukan kedua pada saat 4 MST dengan dosis 90 kg Urea/ha. Pemupukan ketiga pada saat 8 MST dengan dosis 90 kg Urea/ha dan 20 kg KCl/ha. Pengendalian gulma selain gulma E. crus-galli dilakukan secara manual pada saat 3 dan 6 MST. Pengairan dilakukan dengan menjaga ketinggian air tetap 5 cm dari permukaan tanah sejak 2 MST sampai dua minggu sebelum panen. Panen padi dilakukan pada umur 115 hari setelah semai atau 96 hari setelah pindahtanam.
119
Keterangan: : tanaman padi : E. crus-galli 0 E. crus-galli/m2
4 E. crus-galli/m2
8 E. crus-galli/m2
12 E. crus-galli/m2
Gambar 29. Perlakuan populasi gulma E. crus-galli/m2 Peubah yang diamati pada tanaman padi antara lain tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah daun, bobot kering akar dan tajuk pada saat 4, 8, dan 14 MST (saat panen), indeks luas daun, kandungan hara daun pada saat 8 MST, waktu heading, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah bulir per malai, bobot gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG), bobot gabah 1 000 butir, dan mutu gabah. Pengamatan pada E. crus-galli antara lain tinggi gulma, jumlah daun dan anakan, bobot kering akar dan tajuk, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah biji per malai, bobot biji 1000 butir, harvest indeks (HI). Pengamatan peubah fisiologi antara lain Leaf Area Ratio (LAR), Net Assimilation Rate (NAR), Relative Growth Rate (RGR), dan Crop Growth Rate (CGR).
Keterangan : LA = luas daun total W1 = bobot kering total pada saat T1 W2 = bobot kering total pada saat T2 W = bobot kering total tanaman Ln = natural logarithm LA1 = Leaf Area pada saat T1 LA2 = Leaf Area pada saat T2
120 Hasil dan Pembahasan Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi Tinggi tanaman. Tinggi tanaman padi dipengaruhi oleh interaksi antara varietas tanaman padi dengan populasi gulma E. crus-galli. Varietas Fatmawati pada 8 MST menunjukkan tinggi tanaman yang paling tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya. Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli, varietas Fatmawati menunjukkan tinggi tanaman yang semakin tinggi. Pada varietas lainnya, tinggi tanaman semakin menurun seiring dengan peningkatan populasi gulma E. crus-galli. Varietas hibrida SL 8 SHS menunjukkan tinggi tanaman yang paling rendah dibandingkan dengan varietas lainnya dengan semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli (Gambar 30).
Gambar 30. Perkembangan tinggi tanaman beberapa varietas padi pada perlakuan populasi gulma E. crus-galli
121 Jumlah anakan. Jumlah anakan dipengaruhi oleh interaksi antara varietas padi dengan populasi gulma E. crus-galli.
Varietas padi hibrida SL 8 SHS
menunjukkan paling sensitif terhadap kehadiran gulma E. crus-galli.
Pada
populasi 4 gulma E. crus-galli/m2, jumlah anakan padi hibrida SL 8 SHS menurun sebesar 33.9% dan pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 menurun sebesar 77.5% dibandingkan dengan tanpa gulma. Varietas Fatmawati sebagai varietas padi unggul tipe baru yang memiliki jumlah anakan sedikit menunjukkan paling kuat terhadap kehadiran gulma E. crus-galli. Jumlah anakan varietas Fatmawati hanya menurun sebesar 7.6% pada saat populasi 4 gulma E. crus-galli/m2 dan menurun sebesar 47.6% pada saat populasi 12 gulma E. crus-galli/m2
Jumlah Anakan/rumpun
dibandingkan dengan tanpa gulma (Gambar 31). 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Inpari 6 JT Fatmawati Ciherang Hibrida
0
4
8
12
Populasi E. crus-galli/m2
Gambar 31.
Pengaruh interaksi antara varietas padi dengan populasi gulma E. crus-galli terhadap jumlah anakan padi
Jumlah daun.
Jumlah daun tanaman padi dipengaruhi oleh interaksi
antara verietas padi dengan populasi gulma E. crus-galli. Jumlah daun varietas Inpari 6 JT 6JT menurun sebesar 21.1% pada saat populasi 4 gulma E. crusgalli/m2 dan 55.6% pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 dibandingkan terhadap tanpa gulma. Jumlah daun varietas Fatmawati mulai menurun pada saat populasi 8 E. crus-galli/m2 sebesar 38.4% dan menurun sebesar 46.9% pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 dibandingkan terhadap tanpa gulma. Jumlah daun varietas Ciherang menurun sebesar 14.8% pada saat populasi 4 gulma E. crus-galli/m2 dan 67.7% pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 dibandingkan perlakuan tanpa gulma. Jumlah daun varietas hibrida menurun sebesar 34.6%
122 pada saat populasi 4 gulma E. crus-galli/m2 dan 74.8% pada populasi 12 gulma E.
Jumlah Daun/rumpun
crus-galli/m2 dibandingkan terhadap tanpa gulma (Gambar 32). 120
Inpari 6 JT
100
Fatmawati
80
Ciherang
60
Hibrida
40 20 0 0
4
8
12
Populasi E. crus-galli/m2
Gambar 32.
Pengaruh interaksi varietas padi dan populasi gulma E. crus-galli terhadap jumlah daun tanaman padi
Indeks luas daun. Indeks luas daun (ILD) tanaman padi pada saat 8 MST dipengaruhi oleh faktor tunggal varietas dan populasi gulma. Varietas Ciherang menunjukkan ILD paling rendah dibandingkan dengan varietas Inpari 6 JT 6 JT, Fatmawati, dan hibrida. ILD varietas Inpari 6 JT 6 JT, Fatmawati, dan hibrida tidak berbeda nyata. ILD tanaman padi mulai menurun pada saat populasi 8 gulma E. crus-galli/m2 sebesar 27.7% dan menurun sebesar 41.2% pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 dibandingkan dengan tanpa gulma (Tabel 52). Tabel 52. Pengaruh varietas dan populasi gulma E. crus-galli/m2 terhadap ILD tanaman padi pada saat 8 MST Perlakuan Varietas padi Inpari 6 JT Fatmawati Ciherang Hibrida SL 8 SHS Populasi E. crus-galli/m2 0 4 8 12
ILD padi
ILD E. crus-galli
2.69a 2.64a 2.14b 2.68a
2.46 2.39 2.45 2.66
3.13a 2.93a 2.26b 1.84c
1.30c 2.57b 3.60a
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
123 Bobot kering tajuk. Bobot kering tajuk per rumpun dipengaruhi oleh faktor
tunggal varietas padi dan populasi gulma E. crus-galli.
Varietas Ciherang
menunjukkan bobot tajuk yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas lainnya, sedangkan varietas Fatmawati menunjukkan bobot kering tajuk yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya (Gambar 33).
Bobot Kering Tajuk (g/rumpun)
Inpari
Fatmawati
Ciherang
Hibrida
70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 0
2
4
6
8
10
12
14
Minggu Setelah Tanam
Gambar 33. Bobot kering tajuk beberapa varietas tanaman padi Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli/m2, maka bobot kering tajuk padi semakin menurun. Bobot kering tajuk tanaman padi menurun sebesar 18.2% pada populasi 4 gulma E. crus-galli/m2 dan menurun sebesar 68.2% pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 dibandingkan terhadap tanpa gulma saat 14 MST (Gambar 34).
Bobot Kering Tajuk (g/rumpun)
0 gulma/m2
4 gulma/m2
8 gulma/m2
12 gulma/m2
80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Minggu Setelah Tanam
Gambar 34. Pengaruh populasi gulma E. crus-galli terhadap bobot kering tajuk tanaman padi
124 Bobot kering akar. Bobot kering akar dipengaruhi oleh faktor varietas padi dan populasi gulma E. crus-galli. Varietas Inpari 6 JT 6 JT menunjukkan bobot kering akar yang paling tinggi, yakni 13.56 g/rumpun, tidak berbeda nyata dengan varietas Ciherang. Varietas hibrida SL 8 SHS menunjukkan bobot kering akar yang paling rendah, yakni 8.24 g/rumpun (Gambar 35).
Bobot Kering Akar (g/rumpun)
Inpari
Fatmawati
Ciherang
Hibrida
16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Minggu Setelah Tanam Gambar 35. Perkembangan bobot kering akar beberapa varietas tanaman padi
Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli, bobot kering akar padi semakin menurun. Bobot kering akar tanaman padi menurun sebesar 18.2% pada populasi 4 gulma E. crus-galli/m2 dan menurun sebesar 64.9% pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 dibandingkan dengan tanpa gulma pada 14 MST (Gambar 36). Hasil ini menunjukkan adanya kompetisi di bawah tanah antara tanaman padi dengan gulma E. crus-galli.
Bobot Kering Akar (g/rumpun)
0 gulma/m2
4 gulma/m2
8 gulma/m2
12 gulma/m2
18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Minggu Setelah Tanam
Gambar 36.
Perkembangan bobot kering akar tanaman padi pada beberapa populasi gulma E. crus-galli
125 Bobot kering total. Bobot kering total (tajuk dan akar) dipengaruhi oleh faktor tunggal varietas dan populasi gulma E. crus-galli.
Varietas Ciherang
menunjukkan bobot kering total yang paling rendah, sedangkan varietas Fatmawati dan Inpari 6 JT 6 JT menunjukkan bobot kering total yang paling tinggi pada pengamatan 14 MST. Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli, bobot kering total semakin rendah (Gambar 37).
A
B
Gambar 37. Bobot kering total (tajuk dan akar) pada perlakuan varietas (A) dan populasi gulma E. crus-galli (B) Panjang akar.
Panjang akar padi dipengaruhi oleh interaksi antara
varietas padi dengan populasi gulma E. crus-galli. Pada 10 MST, peningkatan populasi gulma E. crus-galli tidak menurunkan panjang akar varietas Inpari 6 JT 6 JT, Ciherang, dan hibrida SL 8 SHS dibandingkan dengan tanpa gulma. Sedangkan pada varietas Fatmawati, panjang akar menurun pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 dibandingkan dengan tanpa gulma (Gambar 38).
Panjang Akar (cm)
35 30 25
Inpari
20 15
Fatmawati
10
Ciherang
5
Hibrida
0 0
4
8
12
Populasi E. crus-galli/m2
Gambar 38. Panjang akar beberapa varietas tanaman padi pada perlakuan populasi gulma E. crus-galli
126 Fisiologi Kompetisi antara Tanaman Padi dengan Gulma E. crus-galli Kandungan hara daun. Kandungan hara P, K, dan Mg pada tajuk tanaman padi hanya dipengaruhi oleh varietas padi.
Varietas Fatmawati
menunjukkan kandungan hara P tajuk paling tinggi, yakni 3.07%, tetapi kandungan K terendah, yakni 2.09%.
Varietas Inpari 6 JT menunjukkan
kandungan hara P tajuk yang terendah, yakni 0.32%, dan kandungan hara K tajuk tertinggi, yakni 2.42%. Varietas Ciherang menunjukkan serapan hara Mg yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, yakni 0.18% (Tabel 53).
Tabel 53. Kandungan hara daun beberapa varietas tanaman padi pada populasi gulma E. crus-galli yang berbeda Perlakuan Varietas padi Inpari 6 JT Fatmawati Ciherang Hibrida SL 8 SHS Populasi E. crus-galli/m2 0 4 8 12
Kandungan Hara pada Daun Padi P K Ca Mg ------------------------ % ------------------------3.07 0.32c 2.42a 0.27 0.14b 2.86 0.37a 2.09b 0.34 0.14b 3.16 0.36ab 2.21ab 0.26 0.18a 3.13 0.34bc 2.16ab 0.25 0.13b N
3.10 3.09 3.06 2.97
0.36 0.35 0.35 0.34
2.28 2.27 2.15 2.17
0.26 0.29 0.29 0.28
0.14 0.16 0.16 0.15
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Efisiensi serapan hara. Efisiensi serapan hara menunjukkan banyaknya bahan kering yang dapat diproduksi oleh setiap satuan hara yang diserap oleh tanaman. Efisiensi serapan hara N, K, dan Ca tidak dipengaruhi oleh faktor varietas, populasi gulma E. crus-galli maupun interaksi antara varietas dan populasi gulma. Efisiensi serapan hara P dan Mg hanya dipengaruhi oleh faktor tunggal varietas tanaman padi (Tabel 54). Varietas Inpari 6 JT menunjukkan efisiensi serapan hara P yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Fatmawati dan Ciherang, namun tidak berbeda nyata dengan varietas hibrida SL 8 SHS. Efisiensi serapan hara Mg tertinggi ditunjukkan oleh varietas hibrida SL 8 SHS dan efisiensi serapan hara terendah ditunjukkan oleh varietas Ciherang (Tabel 54).
127 Tabel 54. Efisiensi serapan hara pada beberapa varietas tanaman padi dan populasi gulma E. crus-galli Perlakuan
N
P
K
Ca
Mg
Varietas -----------------g biomass / g hara-----------------Inpari 6 JT 0.33 3.08a 0.42 4.06 7.01ab Fatmawati 0.37 2.67b 0.51 3.40 7.03ab Ciherang 0.32 2.73b 0.45 4.09 5.66b Hibrida SL 8 SHS 0.33 2.90ab 0.47 4.16 8.24a 2 Populasi E. crus-galli/m 0 0.34 2.75 0.45 4.47 8.31 4 0.33 2.84 0.45 3.46 6.39 8 0.34 2.87 0.49 3.81 6.42 12 0.34 2.93 0.46 3.96 6.81 Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Leaf Area Ratio. Leaf area ratio (LAR) merupakan perbandingan antara luas daun dengan bobot kering tanaman total. LAR antar varietas tidak berbeda nyata, namun terlihat bahwa varietas Fatmawati menunjukkan nilai LAR yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan varietas lainnya, yakni sebesar 24.26 cm2/g (Tabel 55). Hal ini berarti bahwa varietas Fatmawati membutuhkan luasan daun yang cenderung lebih rendah untuk memproduksi setiap satuan bahan kering atau cenderung lebih efisien dibandingkan dengan varietas lainnya. LAR dipengaruhi oleh tingkat populasi gulma E. crus-galli. Perlakuan populasi 4 dan 8 gulma E. crus-galli/m2 menunjukkan LAR yang cenderung meningkat dibandingkan dengan tanpa gulma, sedangkan populasi 12 E. crusgalli/m2 menunjukkan nilai LAR yang nyata lebih tinggi atau meningkat sebesar 69.01% dibandingkan dengan tanpa gulma (Tabel 55). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi gulma menyebabkan produksi bahan kering semakin tidak efisien. Produksi setiap satuan bahan kering membutuhkan luasan daun padi yang lebih luas dengan semakin meningkatnya populasi gulma. Net Assimilation Rate. Net assimilation rate (NAR) atau laju asimilasi bersih hanya dipengaruhi oleh populasi gulma E. crus-galli. Nilai NAR mulai nyata menurun pada saat populasi 8 gulma E. crus-galli/m2 yakni menurun sebesar 29.9% dibandingkan dengan tanpa gulma dan NAR menurun lebih besar lagi pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 yakni sebesar 61.6% dibandingkan dengan tanpa gulma (Tabel 55). Hasil ini menunjukkan bahwa kompetisi gulma
128 E. crus-galli terhadap tanaman padi menyebabkan tanaman padi tidak efisien dalam fotosintesis yang ditunjukkan dengan penurunan laju asimilasi bersih per satuan luas daun. Relative Growth Rate. Relative Growth Rate (RGR) atau laju tumbuh relatif merupakan kecepatan peningkatan bahan kering setiap unit bahan kering tersedia per hari. RGR hanya dipengaruhi oleh populasi gulma E. crus-galli. RGR tanaman padi nyata menurun pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 dibandingkan terhadap perlakuan tanpa gulma (Tabel 55).
Penurunan RGR
menunjukkan bahwa kompetisi gulma E. crus-galli menyebabkan penurunan laju penumpukan bahan kering pada tanaman padi. Crop Growth Rate. Crop Growth Rate (CGR) atau laju tumbuh tanaman yaitu laju peningkatan bahan kering tanaman per satuan waktu per satuan luas lahan.
CGR tanaman padi hanya dipengaruhi oleh populasi gulma E. crus2
galli/m . CGR tanaman padi menurun sebesar 24.6% pada populasi 4 gulma E. crus-galli/m2 dan menurun sebesar 75.8% pada populasi 12 gulma E. crusgalli/m2 dibandingkan dengan tanpa gulma (Tabel 55). Hasil ini menunjukkan bahwa kompetisi gulma E. crus-galli menurunkan laju peningkatan bahan kering per satuan waktu per satuan luas lahan pada tanaman padi.
Tabel 55. LAR, NAR, RGR, dan CGR beberapa varietas padi pada beberapa populasi gulma E. crus-galli Perlakuan Varietas padi Inpari 6 JT Fatmawati Ciherang Hibrida SL 8 SHS Populasi E. crus-galli/m2 0 4 8 12
LAR (cm2/g) 28.11 24.26 32.27 41.56 24.04b 31.79ab 30.91ab 40.63a
NAR *) (g/cm2/hari) x10 -4 28.83 27.13 19.90 17.67 31.72a 25.76ab 22.21b 12.17c
RGR (g/g/hari) 0.056 0.057 0.055 0.049
CGR (g/cm2/hari) x10 -4 78.19 72.58 51.17 47.51
0.066a 0.066a 0.053a 0.032b
96.55a 72.77b 57.59b 23.38c
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% *) lama penyinaran sekitar 8 jam/hari
129 Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi Waktu heading. Waktu heading tanaman padi hanya dipengaruhi oleh varietas padi.
Varietas Inpari 6 JT dan hibrida SL 8 SHS memiliki waktu
heading yang lebih panjang daripada varietas Fatmawati dan Ciherang. Varietas Fatmawati memiliki waktu heading yang paling cepat, yaitu sekitar 62.9 hari setelah tanam (Tabel 56). Tabel 56. Waktu heading tanaman padi pada perlakuan varietas padi dan populasi gulma E. crus-galli Perlakuan Varietas padi Inpari 6 JT Fatmawati Ciherang Hibrida SL 8 SHS Populasi E. crus-galli/m2 0 4 8 12 Keterangan :
Waktu Heading (HST) 77.6a 62.9c 68.9b 77.2a 71.2 71.4 72.0 72.0
angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Komponen Produksi Tanaman Padi Jumlan anakan produktif. Jumlah anakan produktif dipengaruhi oleh interaksi antara varietas padi dengan populasi gulma E. crus-galli. Varietas Inpari 6 JT memiliki jumlah anakan tertinggi pada kondisi tanpa gulma. Jumlah anakan menurun pada populasi 4 dan 12 gulma/m2 berturut-turut sebesar 10.2% dan 65.6% dibandingkan terhadap tanpa gulma. Varietas Fatmawati pada kondisi tanpa gulma memiliki jumlah anakan produktif yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas lainnya. Jumlah anakan produktif varietas Fatmawati menurun pada populasi 4 hingga 12 gulma/m2 berturut-turut sebesar 22.2% hingga 53.1%. Jumlah anakan produktif varietas Ciherang menurun pada populasi 4 hingga 12 gulma/m2 bertutur-turut sebesar 42.1% hingga 88.7%. Jumlah anakan produktif varietas hibrida SL 8 SHS menurun sebesar 23.4% pada populasi 4 gulma/m2 dan menurun sebesar 70.2% pada populasi 12 gulma/m2 (Gambar 39). Hasil tersebut menunjukkan bahwa varietas Ciherang lebih sensitif terhadap kehadiran gulma E. crus-galli
dibandingkan dengan
varietas
lainnya.
Varietas Fatmawati
130 menunjukkan kemampuan bersaing dengan gulma E. crus-galli yang lebih kuat yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah anakan produktif pada populasi 12
Jumlah Anakan Produktif
gulma/m2 yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas lainnya. 20,0
Inpari Fatmawati Ciherang Hibrida
15,0 10,0 5,0 0,0 0
4
8
12
Populasi E. crus-galli/m²
Gambar 39. Pengaruh populasi gulma E. crus-galli terhadap jumlah anakan produktif beberapa varietas tanaman padi Panjang malai dan kepadatan malai. Panjang malai dan kepadatan malai padi dipengaruhi oleh interaksi antara varietas dan populasi gulma E. crus-galli. Panjang malai varietas Inpari 6 JT dan Ciherang mulai menurun pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2.
Panjang malai varietas Fatmawati dan hibrida tidak
berbeda nyata pada semua perlakuan populasi gulma E. crus-galli (Tabel 57).
Tabel 57. Pengaruh interaksi varietas padi dan populasi gulma E. crusgalli terhadap panjang malai dan jumlah biji per malai Varietas
0
Inpari 6 JT Fatmawati Ciherang Hibrida
26.5b 29.3a 25.4bcd 25.7bcd
Inpari 6 JT Fatmawati Ciherang Hibrida
169.3bc 244.1a 149.9cdef 161.8bc
Populasi Gulma E. crus-galli/m2 4 8 Panjang Malai (cm) 25.7bcd 26.3bc 29.9a 29.6a 24.8bcd 24.8bcd 25.7bcd 24.5cd Jumlah Biji per Malai (bulir) 147.9cdef 159.5bcd 236.0a 232.7a 153.8bcde 122.0g 175.9b 156.5bcde
12 24.5d 29.6a 22.2e 25.0bcd
130.2fg 242.8a 134.1efg 138.6defg
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Bobot 1000 butir gabah.
Bobot 1000 butir gabah dipengaruhi oleh
varietas tanaman padi, tetapi tidak dipengaruhi oleh populasi gulma E. crus-galli
131 maupun interaksi antara varietas dan populasi gulma.
Varietas Fatmawati
menunjukkan bobot gabah 1000 butir tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, yakni 26.10 g, sedangkan varietas padi Ciherang menunjukkan bobot 1000 butir yang terendah, yakni 22.52 g (Tabel 58).
Tabel 58. Bobot 1 000 butir gabah pada beberapa varietas tanaman padi dan pada berbagai populasi gulma E. crus-galli Perlakuan Varietas padi Inpari 6 JT Fatmawati Ciherang Hibrida SL 8 SHS Populasi E. crus-galli/m2 0 4 8 12
Bobot 1 000 butir (g) 25.49b 26.10a 22.52c 25.15b 24.90 25.05 24.81 24.49
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Hasil Produksi Tanaman Padi Produksi gabah. Setiap varietas padi menunjukkan penurunan produksi dengan semakin meningkatnya populasi gulma E. crus-galli. Varietas Ciherang menunjukkan produksi GKP dan GKG ubinan paling rendah, sedangkan varietas Inpari 6 JT menunjukkan produksi GKP dan GKG tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya.
Penurunan produksi GKP per hektar varietas Ciherang,
Fatmawati, hibrida SL 8 SHS, dan Inpari 6 JT berturut-turut mengikuti persamaan garis linear : y(ciherang) = -0.275x + 4.704, y(Fatmawati) = -0.202x + 6.405, y(hibrida) = 0.476x + 8.280, dan y(Inpari 6 JT 6 JT) = -0.424x + 9.517, sedangkan produksi GKG per hektar mengikuti persamaan garis linear : y(Ciherang) = -0.232x + 3.965, y(Fatmawati) = -0.211x + 5.515, y(Hibrida) = -0.405x + 7.030, dan y(Inpari 6
JT 6JT)
=-
0.358x + 8.030. Berdasarkan persamaan tersebut, terlihat bahwa varietas padi hibrida lebih peka terhadap tingkat populasi gulma E. crus-galli, sedangkan varietas Fatmawati lebih kuat dibandingkan dengan varietas lainnya.
132
y (ciherang) = -0.2322x + 3.9654 (R² = 0,5269) y (Fatmawati) = -0.2117x + 5.515 (R² = 0,4752) y (SL 8 SHS) = -0.4050x + 7.0259 (R² = 0,4973) y (Inpari 6 JT)= -0.3589x + 8.0305 (R² = 0,7143)
Bobot GKG (ton/ha)
12,0 10,0
Ciherang
8,0
Fatmawati Hibrida SL 8 SHS
6,0
Inpari 6 JT Ciherang
4,0
Fatmawati
2,0
Hibrida SL 8 SHS Inpari 6JT
0,0 0
4
8
12
Populasi E. crus-galli/m²
Gambar 40. Hubungan tingkat populasi gulma dan produksi gabah kering giling pada beberapa varietas padi Populasi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap produksi gabah. Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli, maka produksi GKP dan GKG per hektar semakin menurun. Hubungan antara hasil produksi per hektar dengan populasi gulma E. crus-galli/m2 mengikuti persaman garis y = -361.6x + 7257 (R² = 0.991) untuk GKP dan y = -313.6x + 6129 (R² = 0.992) untuk GKG, dimana x adalah populasi gulma E. crus-galli/m2 dan y adalah hasil prodsuksi gabah (Gambar 41).
Dugaan Hasil (kg/ha)
8000 GKP
7000 6000
GKG
y = -361.6x + 7257, R² = 0.991
5000 4000 3000
y = -313.6x + 6129, R² = 0.992
2000 1000 0 0
4
8
12
Populasi Gulma E. crus-galli/m²
Gambar 41.
Dugaan hasil produksi gabah/hektar dari beberapa populasi gulma E. crus-galli
133 Mutu Hasil Panen Persentase kehampaan. Persentase kehampaan dipengaruhi oleh interaksi antara varietas padi dengan populasi gulma E. crus-galli. Varietas Fatmawati memiliki persen kehampaan tertinggi pada kondisi tanpa gulma. Peningkatan populasi gulma menyebabkan peningkatan persen kehampaan yang tidak nyata. Persen kehampaan meningkat dari 22.68% pada populasi 4 gulma hingga sebesar hingga 24.74% pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2. Varietas Ciherang, Inpari 6 JT, dan hibrida menunjukkan persen kehampaan yang tidak berbeda nyata pada kondisi tanpa gulma. Persen kehampaan varietas Inpari 6 JT pada populasi 4 gulma E. crus-galli/m2 meningkat sebesar 68.56% dan pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 persen kehampaan meningkat menjadi 157.92% dibandingkan dengan tanpa gulma. Pada varietas Ciherang, persen kehampaan meningkat dari 15.90% pada populasi 4 gulma E. crus-galli/m2 hingga 87.29% pada populasi 8 gulma E. crus-galli/m2.
Persen kehampaan varietas hibrida meningkat mulai
populasi 8 gulma E. crus-galli/m2 yakni sebesar 12.95% dan pada populasi 12 gulma E.
crus-galli/m2
persen kehampaan
meningkat
sebesar
54.53%
Persen Kehampaan (%)
dibandingkan dengan tanpa gulma (Gambar 42). 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0
Inpari Fatmawati Ciherang Hibrida 0
4
8
12
Populasi Gulma E. crus-galli/m2
Gambar 42.
Persentase kehampaan pada beberapa varietas padi pada berbagai populasi gulma E. crus-galli
Indeks Panen Indeks panen merupakan perbandingan antara hasil ekonomi terhadap bobot total biomass atau perbandingan antara bobot gabah total dengan bobot biomass total.
Semakin tinggi indeks panen, berarti semakin tinggi proporsi
134 bahan kering hasil fotosintesis yang dialokasikan untuk pembentukan gabah. Indeks panen dipengaruhi oleh varietas dan populasi gulma. Varietas Inpari 6 JT dan hibrida menunjukkan indeks panen yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Fatmawati dan Ciherang. Varietas Ciherang menunjukkan indeks panen yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan varietas Fatmawati (Tabel 60). Indeks panen dipengaruhi oleh tingkat populasi gulma.
Indeks panen
menurun pada saat populasi 12 gulma E. crus-galli, yakni menurun sebesar 20% dibandingkan dengan tanpa gulma (Tabel 60). Hasil ini menunjukkan bahwa gulma bersaing dengan tanaman padi, secara tidak langsung mengurangi proporsi fotosintat yang dialokasikan ke pengisian gabah.
Tabel 59. Pengaruh tingkat populasi gulma E. crus-galli terhadap indeks panen pada beberapa varietas tanaman padi Perlakuan
Indeks Panen
Varietas Inpari 6 JT Fatmawati Ciherang Hibrida SL 8 SHS
0.69a 0.41b 0.33b 0.58a
Populasi E. crus-galli/m2 0 4 8 12
0.55a 0.49ab 0.54a 0.44b
Pembahasan Kompetisi antara tanaman padi dengan gulma E. crus-galli dipengaruhi oleh interaksi antara varietas padi dengan populasi gulma E. crus-galli. Interaksi tersebut berpengaruh terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, panjang akar, jumlah anakan produktif, panjang malai, kepadatan malai, dan kehampaan.
Tinggi tanaman, jumlah anakan total, dan jumlah daun sangat
menentukan kompetisi di atas tanah, sedangkan panjang akar akan menentukan kemampuan bersaing di bawah permukaan tanah. Jumlah anakan produktif, panjang malai, kepadatan malai, dan persen kehampaan merupakan komponen produksi tanaman padi. Varietas tanaman padi
135 yang sensitif terhadap kehadiran gulma pada peubah tersebut akan menunjukkan penurunan produksi yang lebih besar. Varietas Fatmawati menunjukkan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun yang paling tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya pada tingkat populasi gulma E. crus-galli yang sama.
Varietas Fatmawati mengalami
penurunan jumlah anakan produktif yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas lainnya pada tingkat populasi gulma yang sama, sedangkan panjang malai, kepadatan malai, dan persentase hampa tidak dipengaruhi oleh populasi gulma. Berdasarkan peubah komponen hasil ini, varietas Fatmawati merupakan varietas yang memiliki kemampuan kompetisi yang kuat terhadap gulma E. crusgalli.
Berdasarkan hubungan antara tingkat populasi gulma dengan produksi
gabah kering giling (Gambar 40), terlihat bahwa penurunan produksi varietas Fatmawati lebih rendah dibandingkan dengan varietas lainnya. Namun, varietas Fatmawati ini memiliki persentase kehampaan yang tiga kali lebih besar dibandingkan dengan varietas lainnya (Gambar 42), sehingga produksi produksi GKG lebih rendah dibandingkan varietas Inpari 6 JT. Varietas hibrida SL 8 SHS menunjukkan tinggi tanaman yang paling rendah, penurunan jumlah anakan dan jumlah daun yang paling tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya ketika populasi gulma E. crus-galli semakin meningkat (Gambar 30, 31, dan 32).
Berdasarkan hubungan antara tingkat
populasi gulma dengan produksi gabah kering giling (Gambar 40), terlihat bahwa penurunan produksi varietas hibrida SL 8 SHS lebih besar dibandingkan dengan varietas lainnya. Produksi varietas Ciherang baik dalam bentuk GKP maupun GKG menunjukkan produksi yang paling rendah dibandingkan dengan varietas lainnya, baik dalam kondisi ada gulma maupun tidak ada gulma E. crus-galli. Rendahnya produksi varietas Ciherang ini antara lain disebabkan oleh rendahnya komponen produksi. Jumlah anakan produktif varietas Ciherang menurunkan sebesar 42.2% pada populasi 4 gulma/m2 dan menurun sebesar 88.7% pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2.
Varietas Ciherang mengalami penurunan panjang malai ketika
populasi 12 E. crus-galli/m2, sedangkan varietas yang lainnya tidak mengalami penurunan panjang malai pada berbagai populasi gulma. Varietas Ciherang juga
136 mengalami penurunan kepadatan malai mulai populasi 8 gulma E. crus-galli/m2, sedangkan Inpari 6 JT dan hibrida SL 8 SHS mengalami penurunan kepadatan malai pada saat populasi 12 gulma E. crus-galli/m2 . Kompetisi antara tanaman padi dan gulma E. crus-galli dipengaruhi oleh faktor tingkat populasi gulma E. crus-galli.
Kehadiran gulma E. crus-galli
menyebabkan penurunan ILD, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot kering total, net assimilation rate (NAR), relative growth rate (RGR) dan crop growth rate (CGR), dan menyebabkan peningkatan leaf area ratio (LAR), serta menurunkan produksi gabah, baik GKP maupun GKG. Produksi berat kering biomass dipengaruhi oleh indeks luas daun (Weng et al. 1982). Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Ciherang dengan ILD yang paling rendah menunjukkan berat kering biomass total yang paling rendah. Sedangkan, varietas Fatmawati dan Inpari 6 JT memiliki ILD yang tinggi menunjukkan bobot kering biomass total yang paling tinggi. ILD yang tinggi menentukan kapasitas fotosintesis yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh leaf area rasio varietas Fatmawati yang lebih rendah atau lebih efisien dalam produksi bahan kering. Menurut Mia et al. (2011), ILD yang tinggi menyebabkan kapasitas fotosintesis lebih baik, sehingga produksi bahan kering meningkat. Chen et al. (1991) menyatakan bahwa produksi bahan kering berkorelasi positif terhadap hasil gabah. Harvest indeks (HI) berkorelasi dengan produksi gabah (Cui-Jing et al. 2000).
Varietas Fatmawati dan Ciherang memiliki HI yang lebih rendah
dibandingkan dengan varietas Inpari 6 JT dan hibrida. Hal ini berarti bahwa translokasi hasil asilmilat ke pembentukan gabah pada varietas Fatmawati dan Ciherang lebih rendah. Pada varietas Fatmawati, rendahnya translokasi asimilat dari source ke sink yang rendah menyebabkan persen kehampaan meningkat sehingga produksi gabah menurun, meskipun bobot 1000 butir tinggi.
Pada
varietas Ciherang, rendahnya translokasi hasil asimilat ke gabah menyebabkan bobot 1000 butir rendah, sehingga produksi juga rendah. Penurunan produksi GKP per hektar varietas Ciherang, Fatmawati, Hibrida, dan Inpari 6 JT berturut-turut mengikuti persamaan garis linear : y(ciherang) = -0.275x + 4.704, y(Fatmawati) = -0.202x + 6.405, y(hibrida) = -0.476x + 8.280, dan
137 y(Inpari
6 JT)
= -0.424x + 9.517, sedangkan produksi GKG per hektar mengikuti
persamaan garis linear : y(Ciherang) = -0.232x + 3.965, y(Fatmawati) = -0.211x + 5.515, y(Hibrida) = -0.405x + 7.030, dan y(Inpari
6 JT)
= -0.358x + 8.030. Berdasarkan
persamaan tersebut, terlihat bahwa varietas padi hibrida lebih peka terhadap tingkat populasi gulma E. crus-galli yang ditunjukkan dengan slope garis dugaan yang lebih besar dibandingkan dengan varietas lainnya, sedangkan varietas Fatmawati lebih kuat dibandingkan dengan varietas lainnya yang ditunjukkan dengan slope garis dugaan yang lebih kecil (Gambar 40). Jika penurunan produksi GKP yang ditolerir adalah 10% terhadap hasil maksimum yang dapat dicapai oleh masing-masing varietas, maka ambang ekonomi varietas Fatmawati terjadi pada saat populasi 3.2 gulma E. crus-galli/m2, sedangkan pada varietas hibrida terjadi pada saat populasi 1.7 gulma E. crusgalli/m2. Konsekuensinya adalah bahwa penyiangan pada tanaman padi hibrida harus segera dilakukan pada saat populasi gulma sudah mencapai 1.7 gulma E. crus-galli/m2 untuk menyelamatkan 10% hasil produksi. Hubungan antara tingkat populasi gulma E. crus-galli secara umum pada seluruh varietas dan tingkat produksi tanaman padi mengikuti persamaan garis linear yaitu y = -361.6x + 7257 (R² = 0.991) untuk produksi GKP (kg/ha) dan y = -313.6x + 6129 (R² = 0.992) untuk produksi GKG (kg/ha), dimana x adalah populasi gulma E. crus-galli/m2 dan y adalah hasil prodsuksi gabah. Berdasarkan persamaan garis ini penurunan produksi GKP 10% terjadi pada populasi 2 gulma E. crus-galli/m2 dan penurunan produksi GKG 10% terjadi pada populasi 1.9 gulma E. crus-galli/m2.
Kesimpulan Kompetisi antara tanaman padi dan gulma E. crus-galli dipengaruhi oleh varietas tanaman padi dan tingkat populasi gulma
E. crus-galli.
Kompetisi
menyebabkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi menurun. Setiap varietas memiliki kepekaan ataupun kekuatan kompetisi yang berbeda terhadap tingkat populasi gulma E. crus-galli. Varietas Fatmawati menunjukkan kemampuan kompetisi yang lebih kuat terhadap gulma E. crus-galli
138 dibandingkan dengan varietas lainnya, sedangkan varietas hibrida SL 8 SHS menunjukkan varietas yang paling sensitif terhadap populasi gulma E. crus-galli. Tingkat populasi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Semakin tinggi tingkat populasi gulma E. crus-galli, maka semakin tinggi tingkat penurunan pertumbuhan dan produksi tanaman padi di lapangan. Peningkatan populasi gulma E. crus-galli menyebabkan penurunan proses fisiologi tanaman padi, seperti penurunan efisiensi produksi bahan kering (peningkatan LAR), penurunan laju asimilasi bersih, laju tumbuh relatif, dan laju tumbuh tanaman, serta penurunan harvest indeks. Penurunan proses fisiologi yang terjadi pada tanaman padi, menyebabkan penurunan pertumbuhan dan hasil produksi tanaman padi di lapangan. Penurunan produksi GKP 10% terhadap hasil maksimum yang dapat dicapai pada varietas Fatmawati terjadi pada saat populasi 3.2 gulma E. crusgalli/m2, sedangkan pada varietas hibrida SL 8 SHS terjadi pada saat populasi 1.7 gulma E. crus-galli/m2. Konsekuensinya adalah bahwa penyiangan pada tanaman padi hibrida harus segera dilakukan pada saat populasi gulma sudah mencapai 1.7 gulma E. crus-galli/m2 sedangkan pada varietas Fatmawati ketika populasi mencapai 3.2 gulma E. crus-galli/m2.
PEMBAHASAN UMUM Keragaman Morfologi dan Genetik serta Implikasinya dalam Manajemen Gulma Aksesi gulma E. crus-galli menunjukkan keragaman morfologi baik di habitat asal maupun di rumah kaca Bogor (ketinggian tempat 250 m dpl). Pada habitat asal, karakter jumlah daun dan jumlah anakan menunjukkan keragaman tertinggi, sedangkan keragaman terendah ditunjukkan oleh tinggi gulma (Tabel 11).
Pada habitat rumah kaca Bogor, keragaman tertinggi ditunjukkan oleh
karakter sudut daun dan jumlah daun, sedangkan keragaman terendah ditunjukkan oleh karakter panjang daun dan jumlah anakan (Tabel 14 dan Tabel 15). Menurut Altop et al. (2011) keragaman fenotip aksesi dipengaruhi praktek budidaya tanaman, karakteristik tanaman, lokasi geografis, dan adanya tekanan penggunaan herbisida. Analisis cluster
berdasarkan karakter
morfologi di habitat
asal
menghasilkan lima kelompok aksesi pada koefisien kemiripan 0.78 (Gambar 3), sedangkan berdasarkan analisis komponen utama, 80.2% keragaman dapat dijelaskan oleh tiga komponen utama. Karakter pembeda pada komponen utama I yaitu ukuran lebar daun sedang, karakter pembeda pada komponen utama II yaitu jumlah anakan sedikit, dan karakter pembeda pada komponen utama III yaitu ukuran panjang malai yang panjang (Tabel 12 dan Tabel 13).
Hasil ini
menunjukkan bahwa aksesi gulma E. crus-galli memiliki keragaman antar lokasi geografis. Tasrif et al (2004) juga melaporkan adanya keragaman morfologi dan genetik ekotipe E. crus-galli di Indonesia dari geografis yang berbeda. Analisis cluster berdasarkan karakter morfologi di habitat rumah kaca Bogor menghasilkan lima kelompok aksesi pada koefisien kemiripan 0.5 (Gambar 5). Berdasarkan analisis komponen utama, 76.2% keragaman dapat dijelaskan oleh 6 komponen utama (Tabel 16). Karakter pembeda pada komponen utama I adalah ukuran panjang malai yang panjang dan tinggi tanaman rendah. Karakter pembeda pada komponen utama II – VI berturut-turut yaitu jumlah daun sedang, tinggi tanaman sedang, jumlah daun sedikit, umur panen sedang, dan ukuran malai panjang (Tabel 17).
140 Perbedaan geografis memberikan perbedaan lingkungan tumbuh dari habitat asal ke habitat rumah kaca yang menyebabkan adanya perubahan karakter morfologi. Karakter tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, dan lebar daun di rumah kaca mengalami penurunan dibandingkan dengan karakter di habitat asal, sebaliknya panjang daun meningkat dibandingkan dengan habitat asal (Tabel 11 dan Tabel 14).
Perubahan karakter ini menunjukkan adanya kemampuan
gulma E. crus-galli dalam menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Kondisi habitat daerah asal aksesi gulma berbeda dengan kondisi rumah kaca dengan suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan ketinggian tempat bervariasi, serta jenis tanah sebagian besar aluvial (Tabel 9). Sementara itu, suhu udara harian di rumah kaca berkisar antara sekitar 31.7° - 38.5°C, kelembaban udara rendah yakni sekitar 66.6%, dan media tanah jenis tanah latosol. Gulma E. crus-galli memiliki kemampuan adaptasi terhadap lingkungan tumbuh yang beragam (Barret 1983).
Perubahan karakter morfologi yang
ditunjukkan di rumah kaca menunjukkan adanya ekspresi fenotipik yang tergantung lingkungan (plastisitas fenotipik) dan kemampuan gulma E. crus-galli menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang spesifik disebut sebagai plastisitas adaptif.
Menurut Sultan (2003) plastisitas adaptif memainkan peranan utama
dalam distribusi organisme dan pola evolusinya.
Genotip yang memiliki
kemampuan plastisitas adaptif akan menghuni kondisi lingkungan yang luas. Wiliams et al. (1995) menyatakan bahwa plastisitas adaptif juga berkontribusi dalam mendukung sifat invasif suatu spesies dengan membiarkan suatu spesies cepat berkoloni dan menyebar di habitat baru tanpa menjalani seleksi lokal. Menurut Sultan (2003) kemampuan adaptasi tersebut membiarkan gulma untuk mengoptimalkan kemampuan bertahan hidupnya dalam periode yang paling sesuai, sehingga menyebabkan atau memunculkan adanya ras atau individu baru. Keragaman morfologi aksesi gulma E. crus-galli selain disebabkan oleh lingkungan tumbuh juga disebabkan oleh keragaman genetik.
Hasil analisis
cluster berdasarkan marka molekuler SSR menunjukkan bahwa aksesi mengelompok membentuk empat sub grup (Gambar 7). Sedangkan berdasarkan karakter morfologi, aksesi mengelompok membentuk lima kelompok baik berdasarkan habitat asal maupun rumah kaca, namun masing-masing aksesi ada
141 yang berada pada kelompok sama dan juga ada yang terpisah di kelompok lain. Hasil ini lebih menguatkan bahwa penampakan karakter morfologi selain disebabkan oleh keragaman genetik juga disebabkan oleh adanya kemampuan plastisitas fenotipik aksesi gulma E. crus-galli. Aksesi aksesi gulma E. crus-galli yang berasal dari beberapa habitat sawah di Provinsi Jawa Barat menunjukkan keragaman genetik yang cukup rendah (Gambar 7). Keragaman genetik yang cukup rendah ini diduga karena gulma E. crus-galli merupakan gulma yang menyerbuk sendiri (Honk et al. 1999). Secara umum, spesies yang menyerbuk sendiri memiliki variasi genetik yang rendah, sebaliknya untuk spesies yang menyerbuk silang akan memiliki variasi genetik yang tinggi (Lin et al. 2005). Hasil analisis cluster berdasarkan marka molekuler menunjukkan bahwa
aksesi mengelompok menjadi 4 sub grup. Sub grup A memiliki aksesi yang berasal dari seluruh aksesi Indramayu, Cianjur, Sukabumi dan sebagian besar aksesi dari Karawang. Semua aksesi asal Subang dan Cikampek, serta 1 aksesi asal Karawang (K9) tergabung dalam sub grup C. Pengelompokan A dan C menunjukkan adanya pengelompokan berdasarkan zona geografi.
Secara
geografis, Cianjur, Sukabumi dan Karawang merupakan wilayah Jawa Barat bagian
barat
yang
berbatasan
langsung,
dan
berdasarkan
dendogram
mengelompok menjadi satu cluster. Demikian juga, Subang dan Cikampek serta Karawang juga merupakan satu cluster C dapat dimasukkan ke dalam zona geografis Jawa Barat bagian utara. Ketiga wilayah tersebut secara administratif berbatasan langsung. Perkecualian terlihat pada sub grup B dan D yang memisah dari sub grup lain yang secara geografis berjauhan. Selain itu, secara altitude, kedua tempat tersebut mewakili dataran rendah dan dataran tinggi.
Dengan demikian,
perkecualian tersebut masih mengindikasikan pewilayahan gulma E. crus-galli secara geografis yang kuat. Keragaman genetik yang ditemukan pada wilayah Jawa Barat bagian utara, bagian barat dan tengah yang secara berturut-turut diwakili oleh Subang, Karawang dan Pangalengan mengindikasikan adanya kebutuhan program pengendalian yang berbeda. Hasil percobaan menunjukkan bahwa aksesi gulma
142 E. crus-galli memiliki keragaman potensi alelopati (Tabel 20) dan perbedaan potensi dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi (Tabel 6 dan Tabel 25). Hasil penelitian mengindikasikan adanya perbedaan laju pertumbuhan gulma antar lokasi tersebut. Dari dasar tersebut, cukup menjadi pembenaran perlu adanya cara pengendalian yang berbeda. Gulma E. crus-galli asal dataran tinggi memiliki idiotipe tanaman yang tinggi dan panjang daun panjang. Jika dibandingkan dengan arah pemuliaan padi yang lebih mengarah pada pembentukan padi genjah dengan ketinggian tanaman medium (sekitar 0.7-0.9 m), maka eksistensi gulma akan dengan mudah dapat diidentifikasi. Perbedaan ketinggian tersebut dapat menjadi salah satu cara pengendalian yaitu dalam pemilihan varitas tanaman padi. Demikian juga sebaliknya, di dataran rendah yang umumnya memiliki gulma E. crus-galli dengan batang lebih pendek akan lebih efektif jika padi yang digunakan memiliki ideotipe lebih tinggi dari pada ketinggian maksimum gulma. Terkait pemilihan atau formulasi herbisida untuk pengendalian secara kimia, perlu ada kajian lebih lanjut apakah gulma asal lokasi yang berbeda memiliki tingkat resistensi herbisida yang sama atau tidak. Penelitian ini berimplikasi bahwa perlu adanya tindakan agronomi yang lebih terpadu terkait dengan pengendalian gulma E. crus-galli pada wilayah Jawa Barat. Pemeliharaan jaringan irigasi untuk menekan penyebaran gulma menjadi salah satu prioritas. Disamping itu, perlu adanya pengendalian mutu panen dan bibit sehingga penyebaran gulma melalui kedua material tersebut dapat dikurangi.
Potensi Alelopati Gulma E. crus-galli Gulma dapat menurunkan pertumbuhan tanaman padi melalui pengaruh alelopati yang ditunjukkan dengan adanya penghambatan pemanjangan radikula dan plumula pada kecambah padi umur 14 hari setelah semai oleh ekstrak akar gulma E. crus-galli (Tabel 18). Penghambatan tersebut diduga disebabkan oleh senyawa kimia alelopati (allelokimia) yang dihasilkan oleh akar gulma E. crusgalli. Tiap aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki potensi alelopati yang berbeda yang ditunjukkan dengan perbedaan dalam penghambatan radikula
143 dan plumua.
Perbedaan penghambatan tersebut diduga disebabkan oleh
perbedaan jumlah jenis senyawa dan konsentrasi senyawa yang dihasilkan oleh tiap aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat (Tabel 20 dan Tabel Lampiran 19). Beberapa di antara senyawa yang teridentifikasi merupakan senyawa yang bersifat alelopati pada gulma E. crus-galli seperti yang telah dilaporkan oleh Yamamoto et al. (1999) dan Xuan et al. (2006). Senyawa yang bersifat alelopati tersebut diantaranya adalah golongan phenolic, pthalic acid, decanoid acid, propanoid, quinon, dan sterol. Senyawa golongan phenolic merupakan senyawa yang teridentifikasi pada hampir semua aksesi asal Jawa Barat. Berdasarkan potensi alelopatinya, analisis cluster mengelompokkan aksesi gulma E. crus-galli menjadi enam kelompok, yaitu aksesi dengan penghambatan plumula rendah dan radikula rendah (I1, I2, I5, K7, dan S3), aksesi dengan penghambatan plumula tinggi dan radikula sedang (K5, K6, Ta1), aksesi dengan penghambatan plumula rendah dan radikula sedang (Td2, Tc1, Tf3), aksesi dengan penghambatan plumula sedang dan radikula rendah (Te3, K9, C4), aksesi dengan penghambatan plumula tinggi dan radikula rendah (K3), dan aksesi dengan penghambatan plumula tinggi dan radikula tinggi (Td3).
Keragaman Aksesi Gulma dalam Penekanan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Penurunan
pertumbuhan
dan
produksi
tanaman
padi
ditentukan
diantaranya oleh derajat kompetisi gulma E. crus-galli. Aksesi gulma E. crusgalli asal Jawa Barat memiliki kemampuan yang berbeda dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
Perbedaan kemampuan tersebut
disebabkan oleh perbedaan derajat kompetisi total tiap aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat, baik dalam kemampuan kompetisi terhadap sarana tumbuh maupun potensi senyawa alelopati yang dihasilkan.
Perbedaan kemampuan
kompetisi total diduga terkait dengan keragaman genetik aksesi gulma dan kemampuan plastisitas adaptif aksesi gulma tersebut.
Menurut Altop et al.
(2011), praktek budidaya, karakteristik tanaman, geografis, dan tekanan herbisida di suatu lokasi dapat mempengaruhi keragaman aksesi.
144 Aksesi K6 yang berasal dari Karawang yang secara genetik mirip dengan aksesi Te3 dan K5 dan memiliki potensi alelopati yang mirip dengan K5 yaitu tingkat penghambatan (Inhibition Rate=IR) plumula tinggi dan IR radikula sedang menunjukkan aksesi yang paling potensial dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi di lapangan. Hal ini terlihat dari kemampuan aksesi K6 yang lebih besar dibandingkan dengan aksesi lainnya dalam menurunkan pertumbuhan tanaman padi yaitu menurunkan tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun, jumlah anakan, panjang akar, bobot kering tajuk dan akar. Aksesi K6 juga menurunkan komponen hasil dan hasil produksi padi yang lebih besar dibandingkan dengan aksesi lainnya. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah anakan produktif, panjang malai, kepadatan malai, bobot gabah total, dan bobot gabah isi serta peningkatan bobot gabah hampa. Karakter morfologi aksesi K6 yang diduga terkait dengan kemampuan kompetisinya terhadap tanaman padi antara lain karakter panjang daun yang panjang, lebar daun sempit (<0.7 cm), sudut daun kecil (<16°), dan umur berbunga lambat.
Dengan karakter panjang daun yang panjang, lebar daun
sempit, dan sudut daun yang kecil diduga antar daun gulma tidak saling menaungi sehingga proses fotosintesis gulma lebih baik, tetapi daun gulma tersebut menutupi daun tanaman padi sehingga proses fotosintesis tanaman padi terganggu. Selain itu, dengan masa vegetatif yang lebih panjang, maka masa kompetisi gulma dengan tanaman padi lebih lama. Apabila dikaitkan dengan lokasi Karawang yang intensif dalam praktek budidaya tanaman padi, diduga aksesi asal Karawang memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik pada berbagai kondisi, kemampuan plastisitas fenotipik pada kondisi lingkungan yang berbeda, sehingga memiliki kemampuan yang kuat dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
Respon Tanaman Padi terhadap Tingkat Populasi Gulma E. crus-galli Pertumbuhan dan produksi tanaman padi menurun akibat berkompetisi dengan gulma E. crus-galli. Penurunan pertumbuhan dan produksi tanaman padi berhubungan dengan tingkat populasi gulma E. crus-galli. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Ampong-Nyarko dan Datta (1991) bahwa salah satu faktor
145 yang menentukan tingkat kompetisi antara padi dan gulma adalah kepadatan gulma pada pertanaman padi. Semakin tinggi tingkat populasi gulma E. crus-galli secara umum pertumbuhan tanaman padi menurun.
Pertumbuhan yang menurun tersebut
terlihat dari penurunan jumlah anakan, jumlah daun, panjang akar, dan ILD. Komponen hasil padi yang meliputi jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi dan hampa juga semakin menurun dengan semakin meningkatnya populasi gulma E. crus-galli.
Penurunan
komponen hasil produksi menyebabkan penurunan hasil tanaman padi yaitu penurunan bobot gabah kering panen dan gabah kering giling. Purba (2007) melaporkan bahwa semakin tinggi kerapatan E. crus-galli per m2, maka penurunan hasil tanaman padi semakin besar.
Menurut Tindall et al. (2003)
penurunan hasil akibat kompetisi terjadi karena penurunan jumlah anakan, jumlah malai, dan jumlah gabah per malai. Respon tanaman padi terhadap tingkat populasi gulma E. crus-galli di lapangan berbeda antar varietas tanaman padi.
Varietas Fatmawati yang
merupakan varietas unggul tipe baru menunjukkan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun yang paling tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya pada tingkat populasi gulma E. crus-galli yang sama. Varietas hibrida SL 8 SHS menunjukkan tinggi tanaman yang paling rendah, penurunan jumlah anakan dan jumlah daun yang paling tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya ketika populasi gulma E. crus-galli semakin meningkat (Gambar 30, 31, dan 32). Berdasarkan penurunan jumlah anakan, varietas Ciherang sensitif terhadap gulma E. crus-galli yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah anakan produktif sebesar 42.2% pada populasi 4 gulma E. crus-galli/m2 dan sebesar 88.7% ketika populasi 12 gulma E. crus-galli/m2, panjang malai menurun ketika populasi 12 E. crus-galli/m2, sedangkan varietas yang lainnya tidak mengalami penurunan panjang malai pada berbagai populasi gulma. Varietas Ciherang juga mengalami penurunan kepadatan malai mulai populasi 8 gulma E. crus-galli/m2, sedangkan Inpari dan hibrida mengalami penurunan kepadatan malai pada saat populasi 12 gulma E. crus-galli/m2.
Produksi varietas Ciherang baik dalam bentuk GKP
146 maupun GKG menunjukkan produksi yang paling rendah dibandingkan dengan varietas lainnya. Varietas Fatmawati mengalami penurunan jumlah anakan produktif yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas lainnya pada tingkat populasi gulma yang sama, sedangkan panjang malai, kepadatan malai, dan persentase hampa tidak dipengaruhi oleh populasi gulma. Berdasarkan peubah komponen hasil ini, varietas Fatmawati merupakan varietas yang memiliki kemampuan kompetisi yang kuat terhadap gulma E. crus-galli, namun memiliki persentase kehampaan yang tiga kali lebih besar dibandingkan dengan varietas lainnya pada kondisi tanpa gulma (Gambar 42), sehingga produksi GKP dan GKG Fatmawati lebih rendah dibanding Inpari. Varietas Inpari 6 JT menunjukkan produksi GKP dan GKG tertinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tiap varietas padi sawah memiliki tanggap yang berbeda terhadap kepadatan populasi gulma E. crus-galli. Varietas yang memiliki postur tegak dengan tinggi tanaman tinggi, dan ukuran daun yang luas, seperti varietas Fatmawati relatif lebih kuat dalam berkompetisi dengan gulma E. crus-galli. Sebaliknya, varietas hibrida menunjukkan varietas yang sensitif terhadap gulma E. crus-galli.
Fisiologi Kompetisi Padi-Gulma Kompetisi antara tanaman padi dan gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap proses fisiologi tanaman padi dan proses fisiologi gulma itu sendiri. Penurunan pertumbuhan dan produksi yang terjadi pada tanaman padi merupakan akibat dari hambatan proses fisiologi yang terjadi pada tanaman padi. Prosesproses fisiologi yang terjadi pada tanaman padi dapat dikuantifikasi melalui peubah-peubah proses fisiologi, seperti net assimilation rate (NAR), relative growth rate (RGR) dan crop growth rate (CGR), dan leaf area ratio (LAR). Kompetisi antara tanaman padi dengan gulma terjadi baik di bawah permukaan tanah maupun di atas permukaan tanah.
Kompetisi di bawah
permukakan tanah ditandai dengan adanya penurunan panjang akar dan bobot akar, serta perbedaan kandungan hara tajuk dan serapan hara pada tanaman padi. Penurunan panjang akar berbeda antar varietas tanaman padi dan berbeda antar
147 tingkat populasi gulma. Penurunan panjang akar ini menyebabkan serapan hara tanaman padi terganggu. Efisiensi serapan hara menunjukkan banyaknya bahan kering yang diproduksi oleh tanaman setiap satuan hara yang diserap. Varietas Inpari 6 JT menunjukkan kandungan hara P yang rendah tetapi menunjukkan efisiensi serapan hara P yang paling tinggi diantara varietas yang diuji, sedangkan varietas Fatmawati menunjukkan kandungan P yang tinggi, tetapi menunjukkan efisiensi serapan hara P yang paling rendah. Kompetisi di atas permukaan tanah terjadi dalam memperebutkan sinar matahari untuk proses fotosintesis.
Proses fotosintesis pada tanaman padi
terganggu oleh naungan daun gulma E. crus-galli. Secara umum, semua varietas padi yang dicobakan mengalami penurunan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah daun. Akibatnya, ILD tanaman padi menurun. Produksi berat kering biomass dipengaruhi oleh indeks luas daun (Weng et al. 1982). Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Ciherang dengan ILD yang paling rendah menunjukkan berat kering biomass total yang paling rendah, sedangkan varietas Fatmawati dan Inpari 6 JT memiliki ILD yang tinggi menunjukkan bobot kering biomass total yang paling tinggi. ILD yang tinggi menentukan kapasitas fotosintesis yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh leaf area ratio varietas Fatmawati yang lebih rendah atau lebih efisien dalam produksi bahan kering. Menurut Mia et al. (2011), ILD yang tinggi menyebabkan kapasitas fotosintesis lebih baik, sehingga produksi bahan kering meningkat. Chen et al. (1991) menyatakan bahwa produksi bahan kering berkorelasi positif terhadap hasil gabah.
Penurunan ILD secara langsung akan mempengaruhi laju
pertumbuhan relatif (RGR) dan laju pertumbuhan tanaman (CGR). Untuk menghasilkan produksi yang tinggi, maka tanaman padi harus mengalokasikan hasil asimilatnya dengan proporsi yang lebih banyak ke arah pembentukan gabah. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan alokasi asimilat pada tiap varietas akibat persaingan dengan gulma E. crus-galli yang ditunjukkan dengan harvest indeks (HI). Semakin tinggi tingkat populasi gulma E. crus-galli, maka semakin rendah proporsi hasil asimilat yang ditranslokasikan ke bagian biji.
148 Harvest indeks (HI) berkorelasi dengan produksi gabah (Cui-Jing et al. 2000).
Varietas Fatmawati dan Ciherang memiliki HI yang lebih rendah
dibandingkan dengan varietas Inpari 6 JT dan hibrida SL 8 SHS. Hal ini berarti bahwa proporsi hasil asilmilat yang ditranslokasikan ke gabah pada varietas Fatmawati dan Ciherang lebih rendah.
Proporsi asimilat dari source ke sink
(gabah) yang rendah pada varietas Fatmawati, menyebabkan persen kehampaan meningkat sehingga produksi gabah menurun, meskipun bobot 1000 butir tinggi. Pada varietas Ciherang, rendahnya proporsi hasil asimilat yang ditranslokasikan ke gabah menyebabkan bobot 1000 butir rendah, sehingga produksi juga rendah. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa gulma E. crus-galli yang tersebar di beberapa lokasi di Jawa Barat perlu mendapat perhatian yang serius, terutama dalam upaya penyelamatan produksi padi nasional.
Wilayah
Provinsi Jawa Barat merupakan penyumbang terbesar produksi padi nasional dengan varietas padi yang paling luas adalah varietas Ciherang mencapai 318.225 hektar tertanam (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat 2011). Infestasi gulma pada tanaman padi varietas Ciherang perlu diwaspadai agar kehilangan hasil dapat diselamatkan. Program penanaman varietas hibrida di seluruh Indonesia juga perlu kehati-hatian khususnya dalam menghadapi kehilangan hasil akibat infestasi gulma E. crus-galli. Pengendalian gulma secara terpadu perlu dilakukan mulai dari upaya penyediaan benih bermutu yang bebas dari tercampurnya biji gulma E. crus-galli, pengendalian gulma pada tahap awal perkembangan, pencegahan penyebaran melalui hasil panen atau bagian-bagian tanaman yang lain, penggunaan varietas yang tahan terhadap kompetisi gulma, serta perakitan varietas yang tahan terhadap gulma E. crus-galli di lapangan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1.
Aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat menunjukkan keragaman morfologi dan genetik.
Aksesi dari lokasi geografis yang berbeda
menunjukkan perbedaan morfologi.
Keragaman morfologi aksesi selain
disebabkan oleh genetik juga disebabkan oleh perbedaan lingkungan tumbuh. Keragaman morfologi pada lingkungan tumbuh yang berbeda disebabkan adanya kemampuan plastisitas fenotipik dan kemampuan mimikri aksesi gulma E. crus-galli. 2.
Analisis
cluster
berdasarkan
karakter
morfologi
dari
habitat
asal
menghasilkan 5 kelompok pada koefisien kemiripan sebesar 0.78, sedangkan berdasarkan karakter morfologi di rumah kaca (250 m dpl) membentuk 5 kelompok pada koefisien kemiripan 0.64 dengan anggota kelompok aksesi yang berbeda. 3.
Analisis cluster berdasarkan penanda molekuler SSR menghasilkan 4 sub grup dengan koefisien kemiripan 0.86, dengan sebagian besar grup mengelompok pada zona geografi Jawa Barat bagian barat dan bagian utara (pantai utara jawa) dengan pusat keragaman adalah Subang, Karawang dan Pangalengan. Keragaman genetik ini dapat disebabkan oleh perpindahan material genetik melalui hasil panen atau melalui irigasi, isolasi jarak, dan kemungkinan adanya mutasi.
4.
Aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki potensi alelopati berdasarkan penghambatan plumula dan radikula kecambah padi. Senyawa alelopati potensial yang teridentifikasi di dalam ekstrak akar aksesi E. crusgalli diantaranya adalah golongan senyawa phenolic, phtalic acid, decanoid acid, propanoid, quinon, dan sterol.
5.
Berdasarkan potensi alelopatinya, analisis cluster menghasilkan enam kelompok aksesi pada koefisien kemiripan 0.72 yaitu aksesi dengan IR plumula rendah dan IR radikula rendah, IR plumula tinggi dan IR radikula sedang, IR plumula rendah dan IR radikula sedang, IR plumula sedang dan IR
150 radikula rendah, IR plumula tinggi dan IR radikula rendah, dan IR plumula tinggi dan IR radikula tinggi. 6.
Aksesi gulma E. crus-galli
menunjukkan perbedaan potensi dalam
menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Kemampuan ini terkait dengan sifat morfologi dan potensi alelopati aksesi tersebut. Aksesi K6 asal Karawang
menunjukkan
kemampuan
tertinggi
dalam
menurunkan
pertumbuhan dan produksi tanaman padi, baik di rumah kaca maupun di lapangan. Kemampuan ini terkait dengan karakter morfologi aksesi K6 yaitu panjang daun panjang, lebar daun sempit, sudut daun kecil, dan umur berbunga lambat, serta memiliki IR plumula tinggi dan IR radikula sedang. 7.
Gulma E. crus-galli memiliki derajat kompetisi yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman padi ketika populasi gulma lebih tinggi daripada populasi tanaman padi berdasarkan koefisien pendesakan. Berdasarkan nilai agresivitas, gulma E. crus-galli lebih kuat berkompetisi dibandingkan tanaman padi ketika populasi padi dan gulma seimbang ataupun populasi gulma lebih tinggi daripada populasi tanaman padi.
8.
Derajat kompetisi gulma ditentukan oleh tingkat populasi gulma E. crus-galli di lapangan.
Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli, maka
pertumbuhan dan produksi tanaman padi semakin menurun. 9.
Setiap varietas memiliki respon yang berbeda terhadap tingkat populasi gulma E. crus-galli. Varietas Fatmawati menunjukkan varietas yang lebih kompetitif sedangkan varietas hibrida SL 8 SHS menunjukkan varietas yang sensitif terhadap populasi gulma E. crus-galli.
10. Kompetisi antara tanaman padi dengan gulma E. crus-galli menghambat proses fisiologi tanaman padi yang ditunjukkan dengan penurunan peubah proses fisiologi, seperti ILD, NAR, RGR, CGR, dan peningkatan LAR.
151 Saran 1.
Tindakan agronomi secara terpadu perlu dilakukan dalam pengendalian gulma E. crus-galli, termasuk dalam hal pemeliharaan jaringan irigasi untuk menekan penyebaran gulma dan perpindahan material genetik.
2.
Penggunaan benih padi yang bebas dari benih gulma E.crus-galli sangat dianjurkan untk mencegah penyebaran antar aksesi gulma E. crus-galli.
3.
Pengendalian gulma E. crus-galli dilakukan sedini mungkin pada tahapan perkembangan tanaman padi untuk menghindari persaingan tanaman padi dengan gulma E. crus-galli.
4.
Untuk menyelamatkan kehilangan 10% hasil produksi akibat gulma pada varietas Fatmawati penyiangan harus dilakukan ketika populasi gulma mencapai 3.2 gulma E. crus-galli/m2, sedangkan pada varietas hibrida SL 8 SHS ketika populasi 1.7 gulma E. crus-galli/m2.
5.
Sensitivitas terhadap gulma E. crus-galli perlu dimasukkan dalam program pemuliaan tanaman padi, termasuk kepekaannya terhadap alelopati gulma E. crus-galli.
DAFTAR PUSTAKA Ahn JK, Chung IM. 2000. Allelopathic potential of rice hulls on termination and seedling growth of barnyardgrass. Agron. J. 92: 1162–1167. Ali MA. 1985. Crop-weed competition. Abstracts of papers of Ann. Conf. Ind. Soc. Weed Sci., pp: 78. Ali MA, Sankaran S. 1984. Crop weed competition in direct seeded lowland and upland bunded rice. Ind. J. Weed Sci., 19: 90-96. Altop EK, Mennan, H. 2011. Genetic and morphology diversity of Echinochloa crus-galli population from different origins. Phytoparasitica 39: 93-102. Ampong-Nyarko K, De Datta SK. 1991. A Handbook for Weed Control in Rice. International Rice Research Institute. Los Banos. Phillipines. 191 p. Anten NPR, Hirose T. 1998. Biomass allocation and light partitioning among dominant and subordinate individuals in Xanthium canadense stands. Ann. Bot. 82: 665–673. Aoki D, Yamaguchi H. 2008. Genetic relationship between Echinochloa crusgalli and Echinochloa oryzicola accessions inferred from internal transcribed spacer and chloroplast DNA sequences. Weed Biol. Manag. 8 : 233–242. Ass GJ, Raman R, Crump NS. 2003. An investigation of genetic variation in Carthamus lanatus in New South Wales, Australia, using intersimple sequence repeats (ISSR) analysis. Weed Res. 43: 208-213. Azmi M, Baki BB. 1995. The succession of noxious weeds in tropical asian rice fields with emphasis on Malaysia rice ecosystems, p. 140-148. The 5th Asian-Pacific Weed Science Society Conference. Tsukuba, Japan, July, 24-30. Badan Litbang Pertanian. 2011. http://www.litbang.deptan.go.id [12 Oktober 2011]. Badan Pusat Statistik [BPS]. 2008. http://www.bps.go.id. [16 Desember 2008]. Badan Pusat Statistik [BPS]. 2010. http://www.bps.go.id. [12 Agustus 2010]. Badan Pusat Statistik [BPS]. 2011. http://www.bps.go.id. [18 Oktober 2011]. Baki BB, Azmi M. 2003. Echinochloa aggregates in Malaysia- ecology and management. In Kim KU, Labadra L (eds). Echinochloa Control in Rice. Kyungpook National University. Pp37-52. Baltazar AM, De Datta SK. 1992. Weed management in rice. Weed Abstacts 41: 495-507.
153 Bahrendt S, Hanf M. 1979. Grass Weeds in World Agriculture. BASF. 137 p.
Limburgerhof.
Barret SCH. 1983. Crop mimicry in weeds. Economic Botany 37: 255-282. Becker M, Johnson DE, Wopereis MCS, Sow A. 2003. Rice yield gaps in irrigated systems along an agro-ecological gradient in West Africa. J. Plant Nutr. Soil Sci. 166: 61–67. Caton BP, Mortimer M, Hill JE. 2004. Weeds of Rice in Asia. IRRI. Los Banos. 116p. Chen WF, Xu ZJ, Zhan LB, Yang SR. 1991. Studies on canopy properties and their relationship to dry matter production in Japonica rice cultivars with different plant types. Chinese J. Rice Sci. 5: 67-74. Chin DV. 2001. Biologi and Management of Barnyardgrass, red sprangletop and weedy rice. Weed Biol. Manag. (1): 37. Chin DV. 2003. Ecophysiologycal characteristics of barnyardgrass and its management in Vietnam. In : Kim KU, Labrada R (eds). Echinochloa Control in Rice. Kyungpook National University. Pp.21-27. Clements DR, Benoit DL, Murphy SD, Swanton CJ. 1996. Tillage effects on weed seed return and seedbank composition. Weed Sci. 44: 314–322. Chung IM, Kim KH, Ahn JK, Lee SB, Kim SH, Hahn SJ. 2003. Comparison of allelopathic potential of rice leaves, straw, and hull extracts on barnyardgrass. Agron. J. 95: 1063-1070. Cui-Jing A, Kusutani, Toyata M, Asanuma K, Cui J. 2000. Studies on the varietal differences of harvest index and morphological characteristic of rice. Jap. J. Crop Sci. 69: 359-364. Danquah EY, Hanley SJ, Brookes RC, Aldam A, Karp A. 2002. Isolation and characterization of microsatellites in Echinochloa (L.) Beauv. spp. Molec. Ecol. Note 2: 54-56. De Datta SK. 1981. Principle and Practices of Rice Production. John Wiley and Sons Inc. New York. 148p. De Wit CT. 1960. On competition. Versl. ladbouwk. Onderz. 66(8). 82p. De Witt TJ, Scheiner SM. 2004. Phenotypic Plasticity : functional and conceptual approach. Oxford University Press. Oxford. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. 2011. Inventarisasi luas penyebaran varietas padi musim tanam 2009/2010. http://diperta.jabarprov.go.id. [10 Oktober 2011].
154 Dirjen PLA. 2005. Strategi dan Kebijakan Pengelolaan Lahan. Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian. Jakarta Doyle JJ, Doyle JL. 1987. A rapid DNA isolation procedure for small quantities of fresh leaf tissue. Phytochem Bull. 19:11-15. Duke JA. 1996. Handbook of Energy Crops. http://www.hort.purdue.edu. Eussen JHH, Zulfadli M. 1981. Upland rice-weed competiton as affected by nitrogen application and the time and duration of the competition. P : 97107. Dalam Mangoensoekarjo S (ed.). Prosiding Konferensi VI Himpunan Ilmu Gulma Indonesia (HIGI). Sumatera Utara, 12-14 Februari. Fishel F. 2000. Barnyardgrass-Billion Dollar Grass. Integrated Pest and Crop Management Newsletter. 109 p. Fossati T, Labra M, Castiglione S, Failla O, Scienza A, Sala F. 2001. The use of AFLP and SSR molecular markers to decipher homonyms and synonyms in grapevine cultivars: the case of the varietal group known as ‘‘Schiave’’. Theor. Appl. Genet. 102: 200–205 Froud-Williams RJ, Chancellor RJ, Drennan DSH. 1984. The effects of seed burial and soil disturbance on emergence and survival of arable weeds in relation to minimal cultivation. J. Appl. Ecol. 21: 629–641. Galinato MI, Moody K, Piggin CM. 1999. Upland Rice Weeds of South and Southeast Asia. International Rice Research Institute. Los Banos. Phillipines. 155p. Gealy DR, Wailes EJ, Estorninos LJ, Chavezrc. 2003. Rice cultivar differences in suppression of barnyardgrass (Echinochloa crus-galli) and economics of reduced propanil rates. Weed Sci. 51: 601–609. Gibson KD, Foin TC, Hill JE. 1999. The relative importance of root and shoot competition between water-seeded rice and Echinochloa phyllopogon. Weed Research 39: 181-190. Guntoro D, Chozin MA, Santosa E, Soekisman T, Burhan AH. 2009. Kompetisi antara ekotipe Echinochloa crus-galli pada beberapa tingkat populasi dengan padi sawah. J. Agron. Indonesia 37 (3) : 202 – 208. Haefele SM, Johnson DE, Mbodj D, Wopereis MCS, Miezan KM. 2004. Field screening of diverse rice genotypes for weed competitiveness in irrigated lowland ecosystems. Field Crops Res. 88: 39–56. Hiu LB. 1998. Statistical Genomics : linkage, mapping, and QTL analysis. CRC press LLC. p 611.
155 Holm LG, Plucknett DL, Pancho JV, Herberger JP. 1977. The World’s Worst Weeds. Distribution and Biology. East-West Center, University Press of Hawai, Honolulu, Hawai. Pp. 32-46. Honk A, Martinkov Z. 1996. Geographic variation in seed dormancy among populations of Echinochloa crus-galli. Oecologia 108:419 – 423. Inderjit, Keating KI. 1999. Allelopathy: principles, procedures, processes, and promises for biological control. In. : Sparks DL (ed). Adv. Agron. 67: 141231. Islam MF, Karim SMR. 2003. Effect of population density of Echinochloa crusgalli and Echinochloa colona on rice. P : 275-281. Proceedings I The 19th Asian-Pacific Weed Science Society Conference. Manila-Philippines, March, 17-21. Islam MdF, Karim SMR, Haque SMA, Islam MdS. 2003. Effect of population density of Echinochloa crus-galli and Echinochloa colonum on Rice. Pakistan J. Agron. 2(3): 120-125. Itoh K. 1991. Life Cycles of Rice Field Weeds and Their Management in Malaysia. Tropical Agriculture Research Center. Japan. 92 p. Jarret RL, Gawel N. 1995. Molecular markers, genetic diversity and systematics in Musa. In: Gowen S (ed.). Bananas and Plantains. London, Chapman and Hall. pp. 66-83. Johnson DE, Wopereis MCS, Mbodj D, Diallo S, Pewers S, Haefele, SM. 2004. Timing of weed management and yield losses due weeds in irrigated rice in the Sahel. Field Crops Res. 85: 31–42. Juanedi A, Chozin MA, Kim KH. 2006. Perkembangan terkini kajian alelopati. Hayati 13(2): 79-84. Kim KU. 1994. Ecophysiology of Echinochloa species and their management, p. 18-25. In Sastroutomo SS, Auld BA. (Eds.). Proceeding of an International Workshop on Appropriate Weed Control in Southeast Asia. Kuala Lumpur, March, 12-17. Kropff MJ, van Laar HH. 1993. Modelling Crop-Weed Interactions. CAB International. Great Britain. 277 p. Lin WX, He HQ, Chen XX, Xiong J, Song BQ, Liang YY, Liang KJ. 2005. Use of ISSR molecular marker approach to estimate genetic diversity in rice and barley allelopathy. http://www.regional.org.au/au/allelopathy. [23 Februari 2007]. Liu J, Wang GX, Wei L, Wang CM. 2008. Reproductive allocation patterns in different density populations of spring wheat. J. Integr. Plant Biol. 50: 141–146.
156 Maun MA, Barrett SCH. 1986. The biology of Canadian weeds.77. Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. Can. J.Plant Sci. 66: 739-759. McGregor CE, Lambert CA, Greyling MM, Louw JH, Warnich L. 2000. A comparative assessment of DNA fingerprinting techniques (RAPD, ISSR, AFLP and SSR) in tetraploid potato (Solanum tuberoseum L.) germplasm. Euphytica. 113 :135-144. Mia MAB, Shamsuddin ZH. 2011. Physio-morphological appraisal of aromatic fine rice (Oryza sativa L.) in relation to yield potential. Int. J. Bot. 7(3): 223-229. Moenandir J. 1993. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma : Ilmu Gulma-Buku I. Rajawali Press. Jakarta. 107 hal. Moodie M, Finch RP, Marshall G. 1997. Analysis of genetic variation in wild mustard (Sinapsis arvensis) using molecular markers. Weed Sci. 45: 102107. Nissen SJ, Masters RA, Lee DJ, Rowe ML. 1995. DAN-based marker system to determine genetic diversity of weedy species and their application to biocontrol. Weed Sci. 43: 504-513. Ortiz R, Vuylsteke D, Swennen R. 1993. Phenotypic variation and grouping of Musa germplasm. Agronomy Abstracts. Am. Soc. Agronomy, Madison, Wi: 192. Abstract. Partzsch M, Bachmann U. 2011. Is Campanula glomerata threatened by competition from expanding grasses? Results from a 5-year potexperiment. Plant Ecol. 212: 251–261 Perera KK, Ayres PG, Gunasena HPM. 1992. Root growth and the relative importance of root and shoot competition in the interactions between rice (Oryza sativa) and Echinochloa crus-galli. Weed Res. 32: 67-76. Plante XT, Hendry P. 2011. The consequences of phenotipic plasticity for ecological speciation. J. Evol. Biol. 24: 326-342. Powell W, Morgante M, Andre C, Hanafey M, Vogel J, Tingey S, Rafalski A. 1996. The comparison of RFLP, RAPD, AFLP, and SSR (microsatellite) Markers for Germplasm analysis. Molec. Breeding 2: 225-238. Purba E. 2007. Respons padi terhadap kerapatan jajagoan (Echinochloa crusgalli). Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 1: 62-68. Puspendra, Gupta K, Rajeev KV, Prasad M. 2002. Molecular Markers : Principles and Methodology. In : Jain SM, Brar DS, Ahloowalia BS (eds.) Molecular Techniques in Crop Improvement. p9-54. Kluwer Academic publishers. Netherland.
157 Putnam AR, Weston LA. 1986. Adverse impact of allelopathy in agricultural systems. In : Putnam AR, Tang CS (ed). The Science of Allelopathy. New York: John Wiley & Sons. pp 43-56. Ranasinghe LL, Crabtree GD. 1999. Plant characteristic associated with rice (Oryza sativa L.)-barnyardgrass (Echinochloa crus-galli L. Beauv.) competition. P : 99-104. Proceedings I (A) The 17th Asian-Pacific Weed Science Society Conference. Bangkok-Thailand, November, 22-27. Rauf AW, Syamsuddin T, Sihombing SR. 2007. Peranan pupuk NPK pada tanaman padi. Dinas Pertanian. Irian Jaya. Ribaut JM, Bänzinger M, Betran J, Jiang C, Edmeades GO, Dreher K, Hoisington D. 2002. Use of Molecular Markers in Plant breeding : Drought Tolerance Improvement in Tropical maize. In : Manjit SK (ed). Quantitative Genetics, Genomics and Plant Breeding. CAB International. UK. Rice EL. 1974. Allelopathy. Academic Press. New York.35p. Rice EL. 1995. Biological Control of Weeds and Plant Diseases: Advances in Applied Allelopathy. Norman: Univ of Oklahoma. Rohlf FJ. 1998. On applications of geometric morphometrics to studies of ontogeny and phylogeny. Sys. Bio. 47(1): 147-158. Santamaria L, Figuerola J, Pilon JJ, Mjelde M, Green AJ, de Boer T, King RA, Gornall RJ. 2003. Plant performance across latitude : the role of plasticity and local adaptation in an aquatic plant. Ecology 84(9): 2454-2461. Sastroutomo S. 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 216 hal. Savary S, Willocquet L, Elazegui FA, Castilla NP, Teng PS. 2000. Rice pest constraints in tropical Asia: quantification of yield losses due to rice pests in a range of production situations. Plant Dis. 84, 357–369. Savary S, Srivastava RK, Singh HM, Elazegui FA. 1997. A characterization of rice pests and quantification of yield losses in the rice–wheat system of India. Crop Protect. 16: 387–398. Scotti I, Magni F, Paglia GP, Morgante M. 2002. Trinucleotide microsatellites in Norway spruce (Picea abies) : their features and the development of molecular markers. Theor. Appl. Genet. 106: 40-50. Schlichting CD. 1986. The evolution of phenotipic plasticity in plants. Ann. Rev. Ecol. Syst. 17: 667-693. Seigler DS. 2006. Basic pathways for the origin of allelopathic compounds. In : Manuel J. Reigosa MJ, Pedrol N, González L (eds). Allelopathy: A Physiological Process with Ecological Implications. Pp.11-61.
158 Singh M, Saxena MC, Abu-Irmaileh BE, Al-thababi SA, Haddad NI. 1996. Estimation of critical period of weed kontrol. Weed Sci. 44: 272 – 283. Singh HP, Batish DR, Kohli RK. 2003. Allelopathic interaction and allelochemicals: new possibilities for sustainable weed management. Crit. Rev. Plant Sci. 22:239-311. Smith JRJr. 1968. Weed competition in rice. Weed Sci. 16: 252-254. Smith RJJr. 1983. Weeds of major economic importance in rice and yield losses due to weed competition. In: Proceeding of the Conference on Weed Control in Rice, International Rice Research Institute : 19-36. Sobir TO, Murata M, Motoyoshi F. 2000. Molecular characterization of the SCAR markers tightly linked to the Tm-2 locus of the genus Lycopersion. Theor. Appl. Genet. 101: 64–69. Soejono, Indriyani S, Widhyastuti NK. 2001. Rekonstruksi genetik 12 kultivar pisang (Musa paradisiacal L.) koleksi Kebun Raya Purwodadi Pasuruan. Dalam Wardiyati, Ashari, Aini dan Suryanto (eds). Prosiding Seminar Nasional Hortikultura, Kongres PERHORTI. BUKU I. Fakultas Pertanian Unibraw. Malang. Hal 540-545. Soerjani, et al. 1987. Weeds of Rice in Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 716 hal. Son DH, Thil HL, Noguchi HK. 2010. Allelopathic potential and isolation process of allelopathic substances in Barnyardgrass (Echinochloa crusgalli). Omonrice 17: 143-146. Suardi D, Pane H. 1983. Daya saing beberapa varietas padi terhadap gulma. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3: 63-66. Sultan SE. 2000. Phenotipic plasticity for plant development, function and life history. Trends Plant Sci. 5: 537-542. Sultan SE. 2003. Phenotipic plasticity in plants : a case study in ecological development. Evolution & Development 5(1): 25-33. Sultana R. 2000. Competitive ability of wet-seeded boro rice against Echinochloa crusgalli and Echinochloa colonum. M.S. Thesis, BAU, Mymensingh, Bangladesh, pp: 36-50. Sulyo Y. 1997. Beberapa teknik sidik DNA yang dapat digunakan sebagai penanda genetik dalam pemuliaan. Kelompok peneliti plasma nutfah dan pemuliaan, Balai Penelitian Tanaman Hias. Jakarta. 6 halaman. Sung SJS, Leather GR, Hale MG. 1987. Development and germination of Barnyardgrass (Echinochloa crus-galli) seeds. Weed Sci. 35: 211-215.
159 Susanto U, Daradjat AA, Suprihatno B. 2003. Perkembangan pemuliaan padi sawah di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 22(3): 125-131. Sutrisno DP, Turanto S. 1981. Pengaruh jawan (Echinochloa crus-galli L) terhadap pertumbuhan dan produksi padi IR-36. Hal 229-235. Dalam Mangoensoekarjo S (ed.). Prosiding Konferensi VI Himpunan Ilmu Gulma Indonesia (HIGI). Sumatera Utara, 12-14 Februari. Swennen R, Vuylsteke D, Ortiz R. 1995. Phenotypic diversity and patterns of variation in West and Central African Plantains (Musa spp., AAB Group Musaceae). Econ. Bot. 49 (3):320-327. Takeda T. 1961. Studies on the photosynthesis and production of drymatter in the community of the rice plants. Japan J. Bot. : 129-137. Tasrif A, Juraimi AS, Kadir J, Napis S, Sastroutomo SS. 2003. Keragaman morfologi dan molekuler ekotipe gulma jejagoan (Echinochloa crus-galli var. crus-galli L.P. Beauv). J. Gulma Tropika (1): 43-48. Tasrif A, Juraimi AS, Kadir J, Sastroutomo S S, Napis S. 2004. Genetic diversity of Echinochloa crus-galli var. crus-galli (L.) Beauv. (Barnyardgrass: Poaceae) ecotypes in Malaysia and Indonesia as revealed by RAPD markers. Asian J. Plant Sci. 3: 231-238. Thompson JD. 1991. Phenotipic plasticity as a component of evolutionary change. Trend Ecol. Evol. 6: 246-249. Tindall KV, Williams BJ, Stout MJ, Geaghan JP, Leonard BR, Webster EP. 2005. Yield components and quality of rice in response to graminaceous weed density and rice stink bug populations. Crop Protection 24 (11) : 991-998. Tjitrosemito S. 1994. Integrated management of paddy and aquatic weeds in Indonesia, p. 20-31. Proceedings of the International Seminar Biological Control and Integrated Management of Paddy and Aquatic Weeds in Asia. Japan, Oktober, 19-25. Tobing IE, Chozin MA. 1980. Masa kritis padi sawah berumur genjah terhadap persaingan gulma. Buletin Agonomi (XI): 1-6. Trung, HM, Tan NT, Cung HA. 1995. Present status and prospect of weed control in rice in Vietnam. In Proceeding of the 15th Asian-Pasific Weed Science Society Conference. Tsukuba. Japan. p.601-606. Tungate KD, Israel DW, Watson DM, Rufty TW. 2007. Potential changes in weed competitiveness in an agroecological system with elevated temperatures. Environ. Exp. Bot. 60 : 42–49.
160 Vuylsteke D, Swennen R, Wilson GF, De Langhe. 1988. Phenotypic variation among in vitro propagated plantain (Musa spp. cv. AAB). Sci. Hort. 36 (12): 79-88. Waterhouse DF. 1994. Biological Control of Weeds: Southeast Asian Prospects. ACIAR. Canberra. Weng JH, Takeda T, Agata W, Hakeyama S. 1982. Studies on dry matter production in rice plant. Varietal differences in dry matter productivity before heading. Japanese J. Crop. Sci. 51: 510-518. Whilley RW. 1979. Intercropping –its importance and research needs. Part I. Competition and yield advantages. Field Crop 32 :1-10. Williams DG, Mack RN, Black RA. 1995. Ecophysiology of introduced Pennisetum setaceum on Hawaii: the role of phenotypic plasticity. Ecology 76: 1569-1580. Xuan TD, Chung M, Khanh TD, Tawata S. 2006. Identification of phitotoxic substance from early growth of barnyardgrass (Echinochloa crus-galli) root exudates. J. Chem. Ecol. 32:895-906. Yabuno T. 1983. Biology of Echinochloa species. In Weed Control in Rice. IRRI. P.307-318. Yamamoto T, Yokotani-Tomita K, Kosemura S, Yamamura S, Yamada K, Hasegawa K. 1999. Allelopathic substance exuded from a serious weed, germinating barnyardgrass (Echinochloa crus-galli L.) roots. J. Plant Growth Regul. 18: 65-67. Yamasue Y. 2003. Echinochloa aggregates in Malaysia- ecology and management. In Kim KU, Labadra L (eds). Echinochloa Control in Rice. Kyungpook National University. Pp37-52. Yuan ZY, Li LH, Han XG, Jiang FH, Zhao MX, Lin GH. 2004. Effects of plant size on the nitrogen use strategy in an annual herb, Helianthus annuus (Sunflower). Acta Bot. Sinica 46: 889–895. Zimdahl RL. 2004. Weed–Crop Competition: A Review 2nd. Blackwell Publishing, Ames, Iowa. Zoschke A. 1990. Yield loss in tropical rice as influenced by the competition of weed flora and the timing of its elimination. In : Grayson BT, Green MB, Copping LG (eds). Pest Management in Rice. Elsevier Science, London. Pp. 301-313.
L A M P I R A N
162 Lampiran 1. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Karawang (K, 37 m dpl) berdasarkan analisis GCMS No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Nama Senyawa Stigmasta-5,22-dien-3-ol, (3.beta. Ergost-5-en-3-ol, (3.beta.) 1H-Indole, 5-methyl-2-phenyl Stigmasta-4,22-dien-3-one stigm 2,4-Cyclohexadien-1-one, 3,5-bis(1 Silane, trimethyl [5-methyl-2-(1-me 4' methyl-2 phenylindole 6 methyl-2 phenylindole 4-Benzylamino-1,3-diphenyl-5,6,7,8 (+-)-cis-3,4,6,9-tetrahydro-10-hyd 1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa [4- (dimethoxyboryl) phenyl] trimethy 1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa (+,-)-cis-7,9-Dimethoxy-1,3-dimeth 3-phenyl-4-[1(E)-propenyl-3,4,5,6 Benzene, 1,4-bis (trimethylsilyl) 5-methoxy-3,6,8-tri-t-butylphenant Silane, trimethyl [5-methyl-2-(1-me (+,-)-Deoxyquinone A dimethyl ethe Phenol, nonyl-Nonylpheno N, N-dimetylpalmitamide 9-Octadecenamide, N,N-dimethyl 1-Hexanol, 2-ethyl-2-Eth Hexadonic acid, methyl ester 2-[(trimethylsilyl] oxy]-5-methylac N, N-dimetylpalmitamide 2,4-Bis (dimethylbenzyl) phenol 9-Hexadecenoic acid, methyl ester Silane, trimethyl [5-methyl-2-(1-me
%
RT
14.42 47.77 12.05 47.35 11.32 48.49 9.94 49.54 6.99 49.07 5.09 50.43 4.58 48.26 2.94 48.69 2.60 44.91 2.49 37.16 2.40 47.47 2.24 47.98 2.15 48.87 2.13 35.90 2.00 21.84 1.97 49.81 1.79 45.15 1.66 47.89 1.62 36.16 1.47 23.19 1.33 33.31 1.18 36.25 1.00 5.04 1.00 27.23 0.92 44.45 0.90 36.70 0.81 37.39 0.74 27.00 0.26 45.64
163 Lampiran 2. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Subang (S, 29 m dpl) berdasarkan analisis GCMS No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Nama Senyawa Stigmasta-5,22-dien-3-ol, (3.beta. 1,3-dimethyl-4-azaphenanthrene Cyclotrisiloxane, hexamethyl 4-Dehydroxy-N-(4,5-methylenedioxy Silane, trimethyl [5-methyl-2-(1-me Cyclotrisiloxane, hexamethyl Thymol-tms .Beta. Tumerone 6 methyl-2 phenylindole 2,4-Di (1-phenylethyl) phenol 1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa 1,3-dimethyl-4-azaphenanthrene 1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa 5-methoxy-3,6,8-tri-t-butylphenant Nonyl-phenol mix of isomers 2-2'-Dimetyl-4,4',5,5'-tetrametro 2-[(trimethylsilyl) oxy]-4-methylac 1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa 5-methoxy-3,6,8-tri-t-butylphenant Parasiticol (B3) 2H-furo[3',2': N-ethyl-1,3-dithioisoindoline 1 1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa 9-Octadecenamide, N,N-dimethyl 2 Ethyl Hexanol Naphthalena White tar N, N-Dimetylpalmitamide Silane, trimethyl [5-methyl-2-(1-me N, N-Dimetylstearamide Phenol, nonyl-Nonylpheno 1- (1(Z)-1-methylthio-1,3-butadien Benzene, 1,4,Bis (Trimethylsilyl)
% 11.47 9.62 8.31 7.25 6.07 5.51 4.81 3.66 3.55 2.72 2.72 2.52 2.51 2.46 2.36 2.33 2.33 2.22 2.18 2.13 1.84 1.62 1.59 1.25 1.22 1.16 1.14 1.06 0.97 0.79 0.74
RT 47.73 48.45 49.49 47.32 49.03 50.38 48.21 21.82 48.65 37.13 47.10 49.16 47.43 44.88 23.17 35.87 48.84 47.94 45.12 36.13 49.76 50.88 36.21 5.03 9.42 33.28 44.41 36.66 22.98 45.69 45.61
164 Lampiran 3. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Cikampek (C, 40 m dpl) berdasarkan analisis GCMS No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Senyawa Kimia 1,3-dimethyl-4-azaphenanthrene Stigmasta-5, 22-dien-3-ol, (3.beta. Cyclotrisilioxane, hexamethyl 4' Methyl-2 Phenylindole 2- (Acetoxymethyl)-3-(methoxycarbon 3-(ethenylcarbonyl)-3-carbomoylpen 1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa 1H-Azepine, hexahydro-1-(1-oxo-9-o 4-Benzylamino-1,3-diphenyl-5,6,7,8 (+-)-cis-3,4,6,9-tetrahydro-10-hyd 4-Benzylamino-1,3-diphenyl-5,6,7,8 3,3-Diethoxy-1,1,1,5,5,5-hexamethy 3-Hydroxy-6-oxaestra-1,3,5 (10), 8(9 N, N-Dimetylpalmitamide (+-)-cis-3,4,6,9-tetrahydro-10-hyd 2-[(trimethylsilyl) oxy]-5-methylac 2-[(trimethylsilyl) oxy]-5-methylac 3,5-bisdehydro-1,2: 7,8-dibenzo[18 4' METHYL-2 PHENYLINDOLE 9-Octadecenamide, N,N-dimethyl .Beta. Tumerone 2-[(trimethylsilyl) oxy]-5-methylac Cyclotrisilioxane, hexamethyl 1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa N, N-Dimetylpalmitamide 2,3,4,5-tetrahydro-2-methyl-4-(par Hexadecanoic acid, methyl ester Gibb-4-ene-10-carboxylicacid 2,7-b Hexadecanoic acid, ethyl ester
% 13.83 9.77 7.24 6.23 5.75 5.40 5.20 3.69 2.82 2.76 2.68 2.67 2.57 2.56 2.53 2.32 2.29 2.17 2.17 2.16 2.07 1.93 1.93 1.92 1.46 1.14 1.11 0.98 0.65
RT 48.46 47.73 49.49 47.32 50.38 40.48 49.03 43.03 44.88 37.13 45.12 48.65 43.41 33.28 35.87 49.16 47.43 36.13 47.94 36.22 21.83 46.25 48.83 49.76 36.67 31.62 27.21 45.70 28.52
165 Lampiran 4. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Indramayu (I, 16 m dpl) berdasarkan analisis GCMS No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Nama Senyawa 4-Dehydroxy-N-(4,5-methylenedioxy Cyclotrisiloxane, hexamethyl Stigmasta-5,22-dien-3-ol, (3.beta. Cyclotrisiloxane, hexamethyl Stigmast-4-en-3-one-4 Sti Ergost-5-en-3-ol, (3.beta.) Tetrasiloxane, decamethyl Benzene, 1,4-Bis (Trimethylsilyl) Silane, trimethyl [5-methyl-2-(1-me 4-(11-Methyl-6H-pyrido [4,3,-b] carba Cyclotrisiloxane, hexamethyl 2-[(trimethylsily) oxy]-4-methylac 4-Benzylamino-1,3-diphenyl-5,6,7,8 .Beta.Tumerone Hexadecanoic acid, methyl ester 4-Methyl-2-Phenyl [1] Benzopyrano [4-(dimethoxyboryl) phenyl] trimethy 5-methoxy-3,6,8-tri-t-butylphenant 9-Hexadecanoic acid, methyl ester Silane, trimethyl [5-methyl-2-(1-me 1,2,3,3a,12b,12c-Hexahydroapoeryso
% 15.96 14.17 13.83 9.16 8.18 7.82 3.52 3.41 2.71 2.49 2.46 2.27 2.07 2.05 1.79 1.68 1.61 1.54 1.20 1.15 0.92
RT 48.44 49.47 47.71 49.01 50.36 47.29 49.13 48.63 49.74 37.12 48.82 47.93 44.86 21.83 27.21 35.86 47.42 45.10 26.98 44.41 36.13
166 Lampiran 5. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Cianjur (Ta, 250 m dpl) berdasarkan analisis GCMS No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Nama Senyawa heptacyclo [6.6.0.0(2,6).0(3,13).0 (E)-23-ethylcholesta-5,22-dien-3.b Cyclotrisiloxane, hemamethyl (-)-18-noramborx 2-Methyl-7-phenylindole 1H-Azepine, hexahydro-1-(1-oxo-9-o 3-Hydroxy-6-oxaestra-1,3,5(10),8(9 Cyclotrisiloxane, hemamethyl 4-Benzylamino-1,3-diphenyl-5,6,7,8 Arsine- trimethyl-Trimet Cyclotrisiloxane, hemamethyl N, N-Dimethylpalmitamide 5-methoxy-3,6,8-tri-t-butylphenant 2,4-Di (1-phenylethyl) phenol Phenol, nonyl-Nonylpheno 2,4-Di (1-phenylethyl) phenol (+,-)-Deoxyquinone A dimethyl ethe Benzene, 1,4-Bis (Trimethylsilyl) N, N-Dimethylpalmitamide 9-Octadecenamide, N,N-dimethyl Nonyl-phenol mix of isomers 2 Ethyl Hexanol Cyclotrisiloxane, hemamethyl 6 Methyl-2 Phenylindole Hexadecanoic acid, methyl ester Phenol,4-(1,1,3,3-tetramethylbuty 1,2-Benzenedicarboxylic acid, bis .Beta. Tumerone Naphtalene White tar 1,4-(butanomethano)-5,6,7,8-tetram Phenol,4-(1,1,3,3-tetramethylbuty
% 8.02 7.93 6.81 6.41 6.35 6.04 4.15 4.06 3.85 3.74 3.74 3.65 3.17 3.09 3.05 2.55 2.50 2.41 2.23 2.13 1.59 1.54 1.43 1.33 1.32 1.31 1.28 1.20 1.17 1.06 0.90
RT 40.46 47.70 49.46 47.29 48.43 43.02 43.39 50.35 44.86 31.60 49.00 33.27 45.09 35.86 23.17 37.13 36.12 46.23 36.65 36.21 22.97 5.05 47.93 47.41 27.20 22.77 37.99 21.83 9.43 30.29 23.78
167 Lampiran 6. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Sukabumi (Tc, 750 m dpl) berdasarkan analisis GCMS No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama Senyawa 2-[(trimethylsilyl)oxy]-5-methylac Cyclotrisiloxane, hemamethyl 1,4-Dihydro-9-isopropylidene-5,6,7 5-methoxy-3,6,8-tri-t-butylphenant 5-methoxy-3,6,8-tri-t-butylphenant 4' Methyl-2 Phenylindole 2-[(trimethylsilyl)oxy]-4-methylac (+-)-cis-3,4,6,9-tetrahydro-10-hyd Phenol, nonyl-Nonylpheno 3,3'-dideuterio-1-acetyl-2-(trimet Cyclotrisiloxane, hemamethyl Nonyl-phenol mix of isomers N, N-Dimetylpalmitamide 1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa
% 12.44 10.19 10.01 8.57 8.47 8.24 7.86 7.25 6.65 5.59 5.11 4.59 2.98 2.06
RT 49.47 47.71 35.85 45.09 44.86 50.35 48.44 37.16 23.18 36.12 49.01 22.97 33.30 47.29
168 Lampiran 7. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Cianjur (Td, 1000 m dpl) berdasarkan analisis GCMS No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Nama Senyawa Stigmasta-5,22-dien-3-ol,(3.beta. 6 Methyl-2 Phenylindole 1,3-dimethyl-4-azaphenanthrene 23 S-Methylcholesterol Hexadecanoic acid, methyl ester (24r)-Ergosten-3-One-Ergost-4 Stigmast-4-en-3-one 4-Sti (+-)-cis-3,4,6,9-tetrahydro-10-hyd 9-Hexadecenoic acid, methyl ester Phenol,nonyl-Nonylpheno 4-Benzylamino-1,3-diphenyl-5,6,7,8 5-methoxy-3,6,8-tri-t-butylphenant Hexadecanoic acid, methyl ester 2,2'-Dimethyl-4,4',5,5'-tetrametho 9-Octadecenamide, N,N-dimethyl .Beta.Tumerone 2,2'-Dimethyl-4,4',5,5'-tetrametho N,N-Dimetylpalmitamide Phenol,nonyl-Nonylpheno 1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa 2-[(trimethylsilyl)oxy]-4-methylac N,N-Dimetylpalmitamide Silane,trimethyl [5-methyl-2-(1-me Nonylphenol Isomer Phenol,4-(2,2,3,3-tetramethylbuty Ethanol,2,2'-oxybis-Die 1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa Ethyl 9-hexadecanoate Di-(2-ethylhexyl)phthalate Nonylphenol Isomer Cyclotrisiloxane,hexamethyl Phenol,nonyl-Nonylpheno 1,7-Trimethylene-2,3-dimethylindol 6-Octadecenoic acid, methyl ester Phenol,nonyl-Nonylpheno Phenol,nonyl-Nonylpheno 1H-Carbazole,2,3,4,4a-tetrahydro Methyl 2-Methyl-2-propenyl-1-d2 Et Propanoic acid,2-bromo-2-methyl Heptacosane n-Heptacosane 1,3-Bis(4-flourophenyl)-1,3-propan Docosane n-Docosane 9-Hexadecenoic acid, methyl ester Docosane n-Docosane (Z,Z)-3,13-octadecadien-1-ol (Z,Z)-3,13-octadecadien-1-ol Eicosane n-Eicosane Pentacosane n-Pentacosane khusimene
% 7.79 6.92 6.18 5.09 4.86 4.42 3.57 3.52 3.44 3.12 2.96 2.78 2.52 2.52 2.44 2.30 2.16 1.96 1.79 1.71 1.63 1.61 1.50 1.49 1.48 1.41 1.40 1.37 1.37 1.31 1.25 1.17 1.13 1.08 0.92 0.83 0.78 0.75 0.71 0.62 0.61 0.59 0.50 0.49 0.49 0.43 0.40 0.38 0.25
RT 47.71 48.43 49.46 47.29 27.20 49.00 50.35 37.13 26.97 23.16 44.86 45.09 28.52 35.85 36.20 21.83 36.12 33.28 22.96 49.12 48.64 36.65 47.92 23.77 22.77 4.06 49.73 28.31 37.99 23.57 47.40 23.95 30.28 30.50 23.04 22.59 31.62 35.71 33.40 40.17 35.13 35.59 26.78 33.95 37.68 30.40 32.24 38.70 40.53
169 Lampiran 8. Kandungan senyawa kimia dalam ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Pangalengan (Te, 1250 m dpl) berdasarkan analisis GCMS No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Nama Senyawa Stigmasta-5,22-dien-3-ol,(3.beta. 24.Xi.-Ethylcholest-5-En-3.Beta.-O 24S-Ethylcholesta-4,22E-dien-6-one Ergost-5-en-3-ol,(3.beta.) Stigmast-4-en-3-one 4-Sti (24r)-Ergosten-3-One-Ergost-4 Hexadecenoic acid, methyl ester (+-)-cis-3,4,6,9-tetrahydro-10-hyd 3,3-Diethoxy-1,1,1,5,5,5-hexamethy 5-methoxy-3,6,8-tri-t-butylphenant benz[a]anthracenone 4-Benzylamino-1,3-diphenyl-5,6,7,8 Tetrasiloxane,decamethyl .Beta.Tumerone 7-Octadecenoic acid, methyl Phenol,nonyl-Nonylpheno N,N-Dimetylpalmitamide Cyclotrisiloxane,hexamethyl 9,12-Octadecadienoic acid (Z,Z) 1,3-dimethyl-4-azaphenanthrene Hexadecenoic acid, ethyl ester 2-[(trimethylsilyl)oxy]-4-methylac Cyclotrisiloxane,hexamethyl 4-Dehydroxy-N-(4,5-methylenedioxy 2,4-Di(1-phenylethyl)phenol Phenol,4-(2,2,3,3-tetramethylbuty 1,2-Benzenedicarboxylic acid,bis Thymol-Tms Carvacrol Naphtalene White tar Arsenous acid, tris(trimethylsilyl Ethyl linoleate Linoleic Acid 7-Hexadecenoic acid, methyl ester 9-Octadecenoic acid (Z) Phenol,4-(1,1,3,3-tetramethylbuty
% 13.18 12.10 9.45 9.33 6.45 6.10 3.85 2.45 2.38 2.34 2.22 2.08 1.88 1.82 1.78 1.66 1.56 1.51 1.45 1.43 1.40 1.31 1.22 1.21 1.16 1.12 1.11 1.02 1.00 0.98 0.88 0.75 0.71 0.65 0.46
RT 47.70 48.43 49.46 47.28 6.45 48.99 27.20 37.14 47.91 44.85 35.85 45.09 48.63 21.84 30.51 23.17 33.30 49.12 30.40 47.39 28.52 48.79 49.73 45.91 36.12 22.96 37.98 45.38 22.77 9.43 47.58 31.61 26.97 31.71 23.78
170 Lampiran 9. Kandungan senyawa kimia dalam ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Pangalengan (Tf, 1500 m dpl) berdasarkan analisis GCMS No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Nama Senyawa 1,3-dimethyl-4-azaphenanthrene (E)-23-ethylcholesta-5,22-dien-3.b 3-(ethenylcarbonyl)-3-carbomoylpen 1H-Azepine,hexahydro-1-(1-oxo-9-o Cyclotrisiloxane,hexamethyl Silane,trimethyl [5-methyl-2-(1-me Silane,trimethyl [5-methyl-2-(1-me 1,1,1,3,5,5,5-Heptamethyltrisiloxa 2,5-Bisdimethylamino-3,9-Dimethyl 2,4-Di(1-phenylethyl)phenol 9-Octadecenamide, N,N-dimethyl 5-methoxy-3,6,8-tri-t-butylphenant 4-Benzylamino-1,3-diphenyl-5,6,7,8 (+-)-Deoxyquinone A dimethyl ethe Hexadecanoic acid, methyl ester N,N-Dimetylpalmitamide benz[a]anthracenone Phenol, 4-nonyl-p-Nonylp .BETA.TUMERONE Benzene,1,4-Bis(Trimethylsilyl) 1,2-Benzenedicarboxylic acid,bis 2-Nonadecanone,0-methyloxime Hexadecanoic acid, ethyl ester Nonyl-phenol mix of isomers 7-Methyl-2 Phenylindole Phenol,4-(1,1,3,3-tetramethylbuty Phenol,2-methyl-5-(1-methylethyl) 2,5-Dichloro-4'-methoxybiphenyl 1-Hydroxy-2,3-dihydro-1H-cyclopent
% 8.76 7.43 6.56 6.07 5.94 5.82 5.45 5.26 4.58 4.45 3.92 3.34 3.01 2.84 2.70 2.67 2.59 2.22 2.16 2.10 1.82 1.78 1.76 1.72 1.41 1.36 1.07 0.93 0.31
RT 49.46 47.70 40.47 43.02 47.29 48.43 49.00 50.35 43.40 35.85 36.21 44.85 45.09 36.12 27.20 33.29 37.13 23.16 21.83 46.22 37.98 36.66 28.51 22.96 47.39 22.77 23.78 30.28 31.62