Keragaman Identitas dalam Komunitas Konsumen - Eka Ardianto
Keragaman Identitas dalam Komunitas Konsumen Pengamatan Partisipatif melalui Fashion Marketing Eka Ardianto Prasetiya Mulya Business School, Jakarta
[email protected]
The rise of consumer communities leads the author to conduct this research. ‘Traditional’ approach views consumer community as a solid, stable, and homogeneous entity. However, using postmodernism approach, the author can spot identities in a consumer community. The exploration is done by participative observation through fashion marketing. It is found that there are four identities in the community, there are : 1) individual-culture identity (nature based), 2) collective-culture identity (future based), 3) temporary-structure identity (discussion based), and 4) permanent-structure identity (instruction based). Implication for marketer is also discussed at the end of this article.
Abstract
Keywords: identity, community, fashion marketing.
1
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (1 - 14)
S
Keragaman Identitas dalam Komunitas Konsumen - Eka Ardianto
ejalan dengan maraknya kehadiran
komunitas merek adalah: 1) memiliki ikatan
menarik, mungkin saja karena “dunia”
Wanita muda menjadi fokus penelitiannya.
komunitas konsumen, berbagai sikap,
kebersamaan; 2) memelihara ritual dan tradisi;
fashion itu penuh warna dan gaya sehingga
Ia menyatakan bahwa ada berbagai faktor
pemikiran maupun pengalaman
dan 3) memiliki tanggung jawab moral.
sebuah jurnal khusus diterbitkan untuk
yang saling menpengaruhi fashion wanita
anggota komunitas diekspresikan mereka
Selanjutnya konsep tersebut dikembangkan
menyebarkan penelitian tersebut, dengan
muda. Dengan selalu menggunakan produk
ke dalam berbagai objek ekspresi yang
oleh Mc. Alexander, Schouten, dan Koenig
nama “Journal of Fashion Marketing and
fashion luar negeri maka seorang individu
bersifat artifak, salah satunya melalui fashion.
(2002) yang memperkenalkan konsep
Management”. Penelusuran dari beberapa
tidak hanya terlihat lebih menarik, tetapi
Berbagai komunitas mencirikannya melalui
membangun komunitas merek.
literatur diperoleh beberapa temuan. Delong
juga dapat mengekspresikan status sosial-
dkk. (2005) meneliti mode pakaian China
ekonominya.
fashion. Fashion bagi mereka bukan lagi sekadar penutup badan, tetapi lebih dari itu
Dalam konsep tersebut, dinyatakan ada
terhadap preferensi pemilihan fashion oleh
menjadi identitas mereka.
empat variabel pembentuk komunitas
konsumen Amerika di Amerika. Mereka
konsumen, masing-masing adalah: 1)
mengungkapkan bahwa mode pakaian
produsen; 2) konsumen; 3) merek; dan
China tidak merupakan preferensi utama.
Menggali Identitas lewat Fashion Marketing
penelitian fashion marketing juga terkait dengan manajemen perantara (channel management) yang memfokuskan pada
4) produk. Penelitian Mc. Alexander dan
Fenomena seperti yang diungkap dalam latar
Schouten tersebut merupakan kelanjutan
Sejalan dengan penelitian Delong dkk.
operasi rantai nilai, manajemen barang
belakang penelitian, menarik untuk diteliti
dari penelitian mereka sebelumnya terhadap
yang mengaitkan fashion dengan perilaku
dagangan (merchandise management), dan
dalam ranah pemasaran komunitas karena
komunitas pengendara sepeda motor
konsumen, Park dkk. (2006), meneliti
desain toko. Jacobs (2006) meneliti demand
dapat mempengaruhi strategi pemasaran
Harley Davidson. Dalam penelitian mereka,
pengaruh keterlibatan fashion, emosi positif,
chain management, serta Barnes dan
komunitas. Karena itu, tujuan penelitian ini
fashion marketing menjadi salah satu
dan perilaku hedonis terhadap pembelian
Greenwood (2006) meneliti supply chain
adalah memahami identitas yang terdapat
pengamatannya, tetapi mereka belum
fashion dengan segera tanpa rencana
management dalam fashion marketing.
dalam komunitas konsumen melalui fashion
mengaitkan dengan konsep identitas
(impulse buying). Anak muda menjadi
Karena karakteristik dari fashion itu sendiri
marketing.
(Schouten dan Mc. Alexander 1995). Dari
fokus penelitiannya. Park dkk. kemudian
yang sensitif terhadap siklus hidup mode
penelusuran di beberapa literatur tersebut,
menemukan bahwa keterlibatan fashion dan
yang cepat dan pendek maka Jacobs,
Penelitian terhadap komunitas konsumen
dapat dikatakan bahwa penelitian-penelitian
emosi positif memberi pengaruh langsung
Barnes, dan Greenwood menekankan
berdasarkan penelusuran literatur, belumlah
komunitas belum meneliti lebih lanjut
terhadap pembelian fashion dengan segera
pentingnya fleksibilitas, cepat tanggap, dan
banyak dilakukan. Salah satu “kar ya
mengenai konsep identitas dalam komunitas
tanpa rencana, sedangkan perilaku hedonis
integrasi dalam operasi rantai nilai.
monumental” yang selama ini banyak
konsumen melalui fashion marketing.
tidak memberi pengaruh langsung. Peneliti lain yang mengaitkan fashion
diacu adalah penelitian Muniz dan O’Guinn
2
Selain terkait dengan perilaku konsumen,
(2001) yang memperkenalkan konsep
Penelusuran berikutnya mengarah pada
Suharini (2007) juga meneliti fashion. Ia
marketing dengan manajemen barang
komunitas merek (Brand Community). Konsep
penelitian fashion marketing. Dalam ranah
mempertanyakan apakah fashion itu suatu
dagangan adalah Dewsnap dan Hart (2004)
tersebut menyatakan bahwa ciri-ciri sebuah
ini, fashion marketing terbilang sangat
kebutuhan atau identitas gaya hidup.
yang meneliti mengenai category management.
3
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (1 - 14)
Gambar 1. Logo Kelompok Domisili Slankers
Keragaman Identitas dalam Komunitas Konsumen - Eka Ardianto
bahwa penelitian-penelitian fashion marketing
Mereka menyebutnya sesuai dengan
belum meneliti lebih lanjut mengenai konsep
domisilinya, misalnya: Slankers Jakarta,
identitas dalam komunitas konsumen melalui
Slankers Depok, Slankers Tangerang, Slankers
fashion marketing.
Bogor, Slankers Cilacap, bahkan ada juga Slankers yang berada di luar negeri seperti
Siapa Komunitas Slankers?
Titin Akiyoshi, Slankers di Jepang dan Olivia Paggiaro, Slankers di Australia. Gambar 1
Penelitian ini meneliti komunitas Slankers
memperlihatkan contoh kelompok domisili
(Ardianto 2006) yaitu para pemuja kelompok
Slankers, seperti: Slankers Jakarta Pusat,
musik Slank. Slank yang pada tahun 2008
Slankers Jakarta Utara, dan Slankers Depok.
berusia 25 tahun adalah band yang memiliki
Gambar-gambar tersebut juga terdapat dalam
karakteristik, baik musik maupun lirik yang
kaos Slankers.
khas. Musiknya cenderung pada aliran pop rock, yang dipengaruhi oleh musik dari Rolling Stones, dengan nuansa reggae, dan
Konsep Identitas
blues, sedangkan liriknya berkaitan dengan
Identitas adalah bagaimana individu maupun
kehidupan anak muda, cinta, lingkungan
kelompok mendefinisikan dirinya dalam
hidup, hingga perdamaian.
konteks sosial kulltural. Karena itu, ada berbagai kategori yang berkaitan dengan
Personel Slank adalah: Bimbim pada drum, Ridho dan Abdee pada gitar, Ivanka pada bass, dan Kaka pada vokal. Komunitas Slankers terbilang cukup besar. “KoranMereka menyatakan bahwa merek, desain,
serta meniadakan risiko transaksi pembelian.
koranan Slank” atau biasa disebut KanS
ukuran, dan proses sebelum pembelian
Penelitian fashion marketing berikutnya terkait
yaitu koran yang diterbitkan oleh Slank
pakaian menjadi pertimbangan penting
dengan kepedulian lingkungan. Joergens
sebagai media komunikasi Slank dengan
dalam manajemen barang dagangan.
(2006) dalam penelitiannya menyatakan
Slankers mengestimasikan jumlah Slankers
bahwa respondennya tidak mengaitkan
di Indonesia mencapai jutaan orang, yang
antara kepedulian lingkungan dengan
mengelompok lebih dari 60 kelompok
pemilihan fashion. Dari penelusuran di
komunitas Slankers di seluruh Indonesia.
Penelitian berikutnya terkait dengan desain toko virtual. Siddiqui dkk. (2003) menekankan perlunya mengelola pengalaman pembelian
4
beberapa literatur tersebut, dapat dikatakan
bagaimana individu ataupun kelompok mendefinisikan dirinya, misal (Giles dan Middleton 1999:31): Gender; umur; pekerjaan (sosial). Warna kulit; kemampuan fisik; tinggi badan (penampilan fisik). Penyendiri; mudah bergaul; pemalu (kepribadian). Indonesia; Malaysia; Singapura (kebangsaan). Ibu; ayah; anak (hubungan keluarga). Dosen; mahasiswa; karyawan (pekerjaan).
5
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (1 - 14)
Gambar 2. Para Slankers dan kaos bergambar kelompok asal domisili mereka
Gambar 3. Transaksi jual beli kaos Slankers
Keragaman Identitas dalam Komunitas Konsumen - Eka Ardianto
Pengamatan Partisipatif Mengacu pada konsep identitas yang telah diuraikan sebelumnya, yang mana identitas bersifat kontekstual maka metodologi penelitiannya adalah pengamatan partisipatif -participant observation (Spradley 1980). Dalam penelitian ini, saya sebagai pengamat, terlibat secara penuh –baik fisik maupun emosi- dalam komunitas Slankers.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat
pengalaman, tempat, benda, orang, dan ide
dikatakan bahwa identitas berkaitan dengan
(Belk 1988:141).
pengkategorian individu atau kelompok (identity definitions function to clasify and
Selain merupakan definisi diri, identitas juga
categorize) (Giles dan Middleton 1999:34).
dibentuk dari adanya interaksi (interface) antara
Diskusi mengenai identitas mempersoalkan
pengaruh eksternal (lingkungan) dan pengaruh
siapa mereka, dan yang lebih penting lagi
internal (pribadi). Identitas kelompok atau
mereka bukan siapa (who they are and,
individu, dapat terbentuk karena pengaruh
importanly, who they are not ) (Giles dan
dari bagaimana lingkungannya. Termasuk
Middleton 1999:36).
juga, institusi memperlakukan kelompok atau individu tersebut, atau dengan kata lain,
Selain kategori, pandangan lain mengenai
lingkungan juga turut membentuk identitas
identitas diungkapkan oleh Belk (1988) yang
(his identity is defined by others) oleh karena
menyatakan bahwa kepemilikan adalah
itu identitas bersifat kontekstual. Sedangkan
kontibutor utama terhadap identitas (Our
pengaruh internal yang dapat mempengaruhi
possessions are a major contributor to and
terbentuknya identitas antara lain seperti
reflection of our identities) (Belk 1988:139).
perasaan, motivasi, nilai, dan keyakinan (Giles
Ada beberapa kategori kepemilikan yang
dan Middleton 1999:34).
berkaitan erat dengan identitas, yaitu: tubuh,
6
Dalam pengamatan tersebut, fashion mereka, khususnya kaos dan seragam yang mereka pakai, saya kaitkan dengan subjek, aktivitas, dan peristiwa yang sedang terjadi (Spradley 1980). Yang perlu ditegaskan di sini, saya memandang keterkaitan fashion mereka dengan subjek, aktivitas, dan peristiwa yang sedang terjadi tersebut bersifat polifonik, artinya sebuah kaos yang sama yang dikenakan oleh Slankers
Slankers dalam kesehariannya nongkrong
yang sama tetapi pada aktivitas dan
di sekitar rumah tinggal Bimbim –salah
peristiwa yang berbeda tidaklah memiliki
seorang anggota kelompok musik Slank- yang
makna tunggal berdasarkan makna dari
sekaligus menjadi markas Slank dan Slankers
‘pemilik kebudayaan’ melainkan makna
yang beralamat di Jalan Potlot, sekitar bilangan
beragam berdasarkan pengetahuan dan
Kalibata, Jakarta Selatan. Di sekitar markas itu
pengalaman pengamat (Clifford 1988).
ada dua WarSlank (Warung Slank) yaitu toko
Pandangan tersebut dipengaruhi oleh
kecil yang menjual segala macam atribut
etnografi berbasis posmodernisme (Marcus
yang berkaitan dengan Slank dan Slankers,
1998).
seperti kaos, stiker, dan kaset. Di markas dan WarSlank itu setiap hari selalu dikunjungi oleh Slankers yang berasal tidak hanya dari Jakarta dan sekitarnya, tetapi seringkali juga dari berbagai daerah di tanah air. Di tempat itulah saya dapat berjumpa dengan Slankers. Mereka umumnya nongkrong berkelompok, masing-masing kelompok terdiri dari sekitar 4
Ketika Slank akan melakukan konser di Ancol dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Slank, saya mengamati tiga peristiwa. Peristiwa pertama, sejumlah Slankers berdatangan ke markas Slank untuk bersamasama pergi ke Ancol memperingati HUT Slank, seperti tampak dalam Gambar 2.
sampai 6 orang. Dalam berbagai kesempatan,
Pada Gambar 2 memperlihatkan Slankers
saya biasanya mendatangi sebuah kelompok
berjalan berkelompok beriringan menggunakan
kemudian bergabung dengan mereka.
7
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (1 - 14)
Gambar 4. “Petugas keamanan” internal konser HUT Slank
Gambar 5. “Bidadari Penyelamat” (BP)
Keragaman Identitas dalam Komunitas Konsumen - Eka Ardianto
memperoleh kartu anggota, tetapi bagi
Slankers yang akan menghadiri HUT Slank
Slankers yang “kadar” sejatinya lebih tinggi,
mengenakan kaos bercirikan domisili
mereka bisa menjadi BP. BP bagi Slankers juga
Slankers. Pada peristiwa itu, saya memahami
sebagai panutan. Untuk menjadi BP, seorang
kaos yang digunakan Slankers tersebut
Slankers “menyebar virus” terlebih dahulu
bukanlah merupakan representasi dari
untuk mendapatkan sekitar 20 orang yang
domisili yang bersifat asal muasal (bukan
akan mendaftar menjadi Slankers. BP akan
menjawab pertanyaan: dari mana Anda
memperoleh pelatihan khusus yang diberikan
berasal?), melainkan ekspresi dari motivasi
oleh polisi berkaitan dengan kedisplinan.
kelompok, yaitu sebagai keperansertaan
Gambar 4 memperlihatkan seorang Slankers
kelompok (menjawab pertanyaan: dalam
yang berperan sebagai panitia HUT Slank,
rangka apa?).
kaos yang bergambar kelompok asal domisili
juga karena keterampilannya memainkan
mengenakan kaos yang di bagian belakangnya
mereka. Seperti telah diuraikan sebelumnya,
alat musik drum. Selain itu Bimbim dan
bertuliskan “SLANKKISSME”. Karena untuk
komunitas Slankers di Indonesia mencapai
Kaka dikenal juga pernah sebagai pengguna
panitia, kaos tersebut tidak diperjualbelikan,
jutaan orang, yang mengelompok lebih dari
narkoba, tetapi kemudian karena pengaruh
yang berarti hanya sekelompok Slankers
60 kelompok komunitas Slankers di seluruh
dari Bunda, yaitu ibunda dari Bimbim, mereka
tertentu saja yang memilikinya.
Indonesia. Mereka menyebutnya sesuai
sudah tidak menjadi pengguna narkoba lagi.
dengan wilayah domisilinya, misalnya Slankers
Bagi Slankers, Bimbim dan Kaka yang tidak
Jakarta, Slankers Depok, Slankers Tangerang,
lagi menggunakan narkoba tersebut menjadi
Slankers Bogor, Slankers Cilacap.
idola tersendiri.
kelompok untuk menghadiri suatu peristiwa tertentu yang dihadiri oleh berbagai kelompok dalam suatu komunitas (Bowman 1997), dalam hal ini saya menyebutnya
Pada saat saya memfoto gambar itu, Slankers
“motivasi konstekstual”. Dalam pengertian ini,
tersebut sedang memperhatikan dari belakang
komunitas terdiri dari berbagai kelompok.
jalannya ‘pembekalan’ terhadap kelompok BP. Sedangkan Gambar 5, menunjukkan
8
Keperansertaan kelompok adalah motivasi
Sedangkan Gambar 3 memperlihatkan
Sedangkan peristiwa ketiga, “pembekalan”
sekelompok BP yang memakai seragamnya
peristiwa kedua, yaitu transaksi jual beli
yang dilakukan oleh Bunda –selaku manajer
sedang berpose setelah ‘pembekalan’. Karena
kaos yang mengandung atribut Slank dan
Slank- kepada para “Bidadari Penyelamat”
diperuntukkan hanya bagi mereka yang
Slankers terkait dengan HUT Slank. Seorang
(BP) – yaitu Slankers yang berperan
menjadi BP saja maka seragam tersebut tidak
Slankers menggunakan kaos kelompok
sebagai “petugas“ yang akan bertugas
diperjualbelikan.
Slankers dari domisili tertentu, sedangkan
“mengamankan” secara internal jalannya
Slankers lainnya memakai kaos bergambar
konser HUT Slank tersebut (Gambar 4).
Bimbim. Bimbim menjadi idola Slankers,
Mereka yang menganggap dirinya “Slankers
karena selain ia salah satu personel Slank,
sejati” mendaftar menjadi Slankers, kemudian
Analisis selanjutnya bergerak ke Gambar 3. Seorang Slankers menggunakan kaos kelompok Slankers dari domisili tertentu, sedangkan Slankers lainnya memakai kaos bergambar Bimbim. Bagi Slankers, Bimbim menjadi idola Slankers. Pada peristiwa itu, ada berbagai kaos yang digunakan Slankers, ada yang sesuai dengan idolanya, ada yang
Memaknai Ragam Kaos Slankers Analisis dimulai dari Gambar 2. Sekelompok
sesuai domisili asalnya. Saya memahami berbagai kaos yang digunakan Slankers
9
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (1 - 14)
tersebut adalah penghadiran berbagai imaji
kedua gambar tersebut yang dijual bebas.
Keragaman Identitas dalam Komunitas Konsumen - Eka Ardianto
Gambar 6. Ragam Identitas Komunitas Slankers
Slankers, ia bisa berupa imaji Bimbim, atau imaji Slankers itu sendiri (Ardianto 2006), dalam hal ini saya menyebutnya “imaji ideal”.
Analisis berikutnya menuju pada Gambar 4.
Discussion
Tulisan SLANKKISSME di belakang kaos
Struktur Temporer
Slankers tersebut mengacu pada salah satu
Tidak semua Slankers dapat menjadi panitia. Memakai kaos yang tidak diperjualbelikan. Kaos berwarna putih tulisan bernuansa ideologi.
judul album Slank. Bagi Slank dan Slankers, Panitia
Selanjutnya Gambar 2 dan Gambar 3 saya
tulisan tersebut memiliki makna trilogi, yaitu:
sandingkan dalam bentuk oposisi biner
Slankkissme, Slank is me, dan Slankisme.
yang setara (Clifford 1988, Edgar 1997, Kidd
Bagi saya, trilogi tersebut merupakan
2000, Nadel-Klein 1997). Pada Gambar 2,
ideologi. Dalam pengertian ini, ideologi
kaos yang dipakai oleh kelompok yang
bukanlah kekuatan searah yang otoritatif
bercirikan domisili Slankers bagi saya
untuk memelihara kemapanan (Barker 2000),
bermakna “future” atau “kondisi yang akan
melainkan hubungan antara Slankers dengan
terjadi”, karena terkait dengan “motivasi
Slank yang bersifat kontestasi pemaknaan
konstekstual” dan “kultur kelompok”.
(Payne 1996). Analisis selanjutnya bergerak
Sedangkan berbagai kaos yang dipakai oleh
ke Gambar 5. Pada gambar tersebut BP
para Slankers pada Gambar 3 bermakna
berpose memakai seragamnya, lengkap
“nature” atau “kondisi yang sedang terjadi”
dengan bendera merah putih. Bagi saya,
atau hubungan, terlihat pada ideologi
tersebut, sumbu horisontal dan vertikal
karena terkait dengan “imaji ideal” dan
seragam yang dipakai oleh BP tersebut
Slankkissme yang terdapat pada Gambar 4,
bersifat oposisi biner, saya ilustrasikan
“kultur individu” (Kahn 1995, Overing dan
mencerminkan Slankers yang mewarisi
yang mana bagi saya bermakna “discussion”
beserta label dan deskripsinya, seperti
Passes 2000).
sejarah (Geertz 1973).
yaitu hubungan kontestasi pemaknaan baik
tampak pada Gambar 6.
Individu Slankers
Kultur Individu
Kelompok Asal Daerah
Kultur Kelompok Future
Nature Memakai kaos yang dijual bebas. Gambar sesuai idola masing-masing individu Slankers.
Kelompok BP
Memakai kaos yang dijual bebas. Gambar sesuai kelompok asal daerah Slankers.
Struktur Permanen Instructsion Tidak semua Slankers dapat menjadi BP. Memakai seragam khusus yang tidak diperjualbelikan. Seragam berwarna hitam. Terdapat bendera merah putih.
antara Slank dengan Slankers maupun di Penyandingan kedua gambar tersebut saya
Selanjutnya, Gambar 4 dan Gambar 5 saya
antara Slankers. Sedangkan Gambar 5 bagi
letakkan pada posisi sumbu horizontal yang
sandingkan dalam posisi sumbu vertikal,
saya bermakna “instruction” yaitu hubungan
saya beri label “kultur”. Kultur dalam hal ini
tetapi tetap mengandung oposisi biner
pewaris dengan yang diwarisi. Sedangkan
Label pada setiap ujung sumbu yang terlihat
mengandung sifat substansial dan bebas.
yang setara (Clifford 1988, Edgar 1997, Kidd
sifat mengikat terlihat pada kepemilikan
pada Gambar 6 merupakan ragam identitas
Sifat substansial dalam hal ini tercermin
2000, Nadel-Klein 1997). Sumbu vertikal
kaos panitia seper ti yang ada pada
yang terdapat dalam komunitas Slankers,
pada “motivasi konstekstual” dan “imaji
tersebut saya beri label “struktur”. Struktur
Gambar 4, dan seragam BP pada Gambar
yaitu identitas kultur individu (bersifat
ideal”, sedangkan sifat bebas tercermin pada
dalam hal ini mengandung sifat relasional
5, yang mana tidak semua Slankers dapat
nature), identitas kultur kelompok (future),
kaos-kaos yang dikenakan Slankers dalam
dan mengikat (Bailey 1971). Sifat relasi
memilikinya (Bailey 1971). Dalam analisis
identitas struktur temporer (discussion), dan
Diskusi dan Implikasi bagi Pemasar
identitas struktur permanen (instruction).
10
11
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (1 - 14)
Temuan ini menyatakan bahwa komunitas bukanlah satu identitas tunggal seperti yang selama ini dipahami, melainkan mengandung keragaman identitas.
Mempengaruhi Strategi Pemasaran Identitas dalam komunitas konsumen menarik untuk diteliti karena dapat mempengaruhi strategi pemasaran komunitas. Penelitian
Keragaman Identitas dalam Komunitas Konsumen - Eka Ardianto
Delong, Marilyn Juanjuan Wu, dan Mingxin Bao
Kidd, Stephen W. (2000), “Knowledge and
(2005), “The Influence of Chinese dress
the practice of love and hate among
on Western fashion”, Journal of Fashion
the enxet Paraguay ”, dalam The
Marketing and Management, vol. 9, iss.
Anthropology of Love and Anger-The
2, 166-179.
Aesthetics of Conviviality in Native Amazonia, Joanna Overing dan Alan
Dewsnap, Belinda, dan Cathy Hart (2004),
Memahami adanya keragaman identitas
ini menekankan pada memahami adanya
dalam komunitas, bagi pemasar akan
keragaman identitas dalam komunitas
lebih mengefektifkan hubungan antara
konsumen melalui fashion marketing.
pemasar dan komunitasnya, misalnya
Temuan penelitian ini mengungkapkan ada
dalam pengelolaan iklannya. Berbagai
empat ragam identitas komunitas, yaitu
pilihan aktor yang dapat menjadi bintang
identitas kultur individu (nature), identitas
the imaginative present”, dalam After
Mc Alexander, James H., John W. Schouten, dan
iklannya, menjadi salah satu pertimbangan
kultur kelompok (future), identitas struktur
Writing Culture: Epistemology and Praxis
Harold F. Koenig (2002), “Building brand
kreatif iklannya.
temporer (discussion), dan identitas struktur
in Contemporary Anthropology, Allison
community”, Journal of Marketing, vol.
James, Jenny Hockey, dan Andrew
66, Januari, 38-54.
permanen (instruction).
Passes London: Routledge
“Category management: A new approach for fashion marketing?”, European Journal of Marketing, vol. 38, iss. 7, 809-834.
Marcus, George E., dan Michael M.J. Fischer (1998), Ethnography through Thick & Thin, Princeton, New Jersey: Princeton
Edgar, Iain R. (1997), “The tooth butterfly, or
University Press.
rendering a sensible account from
Dawson (ed.), London: Routledge. Muniz, A.M., dan T.C. O’Guinn (2001). “Brand Geertz, Clifford (1973), The Interpretation of Cultures, Selected Essays, New York, NY:
community”, Journal of Consumer Research 27 Maret, 412–432.
Basic Books Publishers. Nadel-Klein, Jane (1997),”Crossing a Ardianto, Eka (2006), Etnografi Dialojik Naratif-
Daftar Pustaka
Studi Kasus Pengalaman Imajinatif
extended self ”, Journal of Consumer Research, vol. 15, September.
Slankers, Disertasi doktor. Bowman, Glenn (1997), “Identifying versus Bailey, F.G. (1971), Gifts and Poison: The Politics of Reputation, Oxford: Basil Blackwell. Barker, Chris (2000), Cultural Studies-Theory and Practice, London: Sage Publications.
MA: Blackwell Publishers.
After Writing Culture: Epistemology and Praxis in Contemporary Anthropology,
on the siting of the subjec t in
Allison James, Jenny Hockey, dan
chain management in fashion”, Journal
anthropological discourse”, dalam After
Andrew Dawson (ed.), London:
of Fashion Marketing and Management,
Writing Culture: Epistemology and Praxis
Routledge.
vol. 10, iss. 1, 84-97.
in Contemporary Anthropology, Allison Dawson (ed.), London: Routledge.
Shaping the research agenda”, Journal
Clifford, James (1988), The Predicament of
of Fashion Marketing and Management,
Culture: Twentieth-Century Ethnography,
vol. 10, iss. 3, 259-271.
Literature, and Art, Cambridge, MA: Harvard University Press.
12
East in Scottish ethnography”, dalam
Jacobs, Dany (2006), “The promise of demand
“Fast fashioning the supply chain:
Belk, Russell W. (1988),”Possessions and the
representational divide: From West to
Culture-A Practical Introduction, Malden,
identifying with ‘the other’: Reflections
James, Jenny Hockey, dan Andrew Barnes, Liz, dan Gaynor Lea-Greenwood (2006),
Giles, Judy dan Tim Middleton (1999), Studying
O vering, Joanna dan Alan Passes Joergens, Catrin (2006), “Ethical fashion: Myth
(2000),”Conviviality and the opening
or future trend?”, Journal of Fashion
up of Amazonian anthropology”, dalam
Marketing and Management, vol. 10,
The Anthropology of Love and Anger-
iss. 3, 360-371.
The Aesthetics of Conviviality in Native Amazonia, Joanna Overing dan Alan
Kahn, Joel S. (1995) Culture, Multiculture, Postculture, Publications.
London:
Passes (ed.), , London: Routledge.
Sage Park, Eun Joo, Eun Young Kim, dan Judith
13
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (1 - 14)
Cardona Forney (2006), “A Structural
Siddiqui, Noreen, Antonia O’Malley, Julie C
model of fashion-oriented impulse
McColl, dan Grete Birtwistle (2003),
buying behavior”, Journal of Fashion
“Retailer and consumer perceptions
Marketing and Management, Vol. 10,
of online fashion retailers: Web site
Iss. 4, 433-446.
design issues”, Journal of Fashion Marketing and Management, Vol. 7, Iss.
Payne, Michael (1996)(ed), A Dictionary
Dinamika Hubungan Perusahaan dengan Komunitas Konsumen - Yudho Hartono
Dinamika Hubungan Perusahaan dan Komunitas Konsumen Sebuah Implikasi Stratejik bagi Pemasar
4, 345-356.
of Cultural And Critical Theor y, Cambridge, MA: Blackwell Publishers.
Spradley, James P. (1980), Par ticipant Observation, New York, NY: Holt,
Schouten, John W. dan James H. Mc Alexander
Rinehart and Winston.
Yudho Hartono Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi ASMI, Jakarta
[email protected]
(1995),”Subcultures of consumption: An ethnography of the new bikers”,
Suharini, Mieke (2007), “Fesyen: Suatu
Journal of Consumer Research, Vol. 22,
kebutuhan atau identitas gaya hidup”,
June, 43-61.
Forum Manajemen Prasetiya Mulya, Vol. 1, No. 2, September, 22-33.
Nowadays we are facing a new phenomenon “suddenly emerged” consumer community in Indonesia. For a particular reason this emergence of community should be interesting because their existence give benefit to brand owners. It creates customers’ loyalty and commitment to the brand. Unfortunately, many brand owners are still not aware about the existence of consumer community. A new perspective is needed to bridge the gap between the brand owners and the community. To have a better relationship with the community, brand owners should understand the “face of community’s consumption”. This article describes activities that brand owners should do in developing such community. It is found that there is a dynamic of “test the water” relationship model between brand owners and the community. Brand owners should pay more attention to build a strong and long term relationship with the community as their strategy in order to gain sustainable benefit from this kind of relation.
Abstract
Keywords: brand owners, consumer community, face of community’s consumption, relationship model
14
15