PG-217
0145: Amran Muis dkk.
KERAGAMAN GENETIK PATOGEN PENYEBAB BULAI BERBASIS MARKA SSR Amran Muis1), Marcia B. Pabendon1), Nurnina Nonci1), dan Wahyu Purbowasito Setyo Waskito2) 1)Balai
Penelitian Tanaman Serealia, Jl. Dr. Ratulangi 274 Maros, Sulawesi Selatan 90514. Telp. (0411) 371529 e-Mail:
[email protected] 2)Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Serpong Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik patogen penyebab penyakit bulai di Indonesia berbasis marka SSR. Penelitian dilaksanakan dari April hinga Oktober 2012 dengan mengambil/mengoleksi tanaman terserang bulai dari sejumlah lokasi pertanaman jagung di Indonesia yang meliputi propinsi Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Penelitian ini meliputi dua kegiatan yaitu: (1) Karakterisasi morfologi Peronosclerospora spp. dan (2) Keragaman genetik patogen bulai berbasis marka SSR. Untuk kegiatan 1, pengambilan sampel dilakukan dengan cara menempelkan selotip di bawah permukaan daun tanaman jagung yang terserang bulai kemudian selotip tersebut ditempelkan ke glass slide dan diberi label untuk selanjutnya diamati bentuk konidianya di bawah mikroskop. Untuk kegiatan 2, koleksi DNA dilakukan dengan cara memilih tanaman terserang bulai sebanyak 10 koleksi DNA secara menyebar pada 10 titik yang berbeda untuk masing-masing lokasi. Tube 2 ml untuk masing-masing koleksi DNA disiapkan dan masing-masing diisi buffer CTAB (Cetyl Trymetyil Ammonium Bromide) sebanyak 800 µl. Prosedur ekstraksi DNA mengikuti protokol yang direkomendasikan oleh CIMMYT. Data yang dianalisis adalah: (1) Tingkat Polimorfisme (PIC= Polymorphisms Information Content) dan (2) Estimasi jarak genetik dan analisis klaster tingkat kemiripan genetik (GS=genetic similarity). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabilitas genetik Peronosclerospora spp. pada tingkat molekuler cukup tinggi dan membentuk 3 klaster yang jelas dan sesuai dengan morfologi konidia patogen penyebab bulai di Indonesia yaitu klaster A yang terdiri dari koleksi DNA patogen yang dikoleksi dari kabupaten Kediri, Kota Kediri (Jawa Timur), Landak, dan Bengkayang (Kalimantan Barat) adalah P. maydis, kaster B yang terdiri dari koleksi DNA patogen dari Sulawesi Selatan adalah P. philippinensis, dan klaster C yang terdiri dari koleksi DNA patogen dari Aceh Barat, Pidie (NAD), Langkat (Sumatera Utara), dan Bogor (Jawa Barat) adalah P. sorghi. Kata Kunci: Penyakit bulai, morfologi, keragaman genetic, SSR
I.
PENDAHULUAN
Salah satu kendala dalam peningkatan produksi jagung di Indonesia termasuk di lahan-lahan marjinal adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Upaya pengembangan jagung dihadapkan pada masalah penyakit, terutama penyakit bulai. Penyakit bulai merupakan penyakit utama dan sangat penting, karena apabila menyerang pada tanaman jagung, khususnya umur muda dan varietas rentan, maka dapat menyebabkan kerusakan tanaman sampai 100% (puso) [15, 22]. Penyakit bulai disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora spp. yang penularan sporanya pada tanaman jagung terbawa oleh angin dipagi hari. Menurut Wakman dan Djatmiko [19] telah dilaporkan sebanyak 10 spesies dari tiga genera yang meliputi P. maydis, P. phillipinensis, P. sacchari, P. sorgi, P. spontanea, P. miscanthi, Sclerospora macrospora, S. rayssiae, dan S. graminicola [13] serta P. heteropogani [10]. Di Indonesia sudah ditemukan tiga spesies yaitu P. maydis penyebarannya di pulau Jawa dan Lampung, P. phillipinesis penyebarannya di pulau Sulawesi, P. sorghi baru dilaporkan didataran tinggi Brastagi, Sumatera Utara [21]. Penyakit bulai pada jagung di Indonesia telah dilaporkan ada di semua propinsi [1] dan kebanyakan penyebabnya adalah P. maydis [15; 7; 17], hanya di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan yang disebabkan oleh P. philippinensis [12; 20]. Penyebaran penyakit
bulai bisa terjadi sangat cepat karena konidia dapat menyebar melalui udara, oospora dapat tersimpan lama di tanah, dan dapat menular melalui benih (bebeapa spesies), namun hanya pada benih yang masih segar dan memiliki kelembaban yang tinggi. Pengelompokan Peronosclerospora sorghi dan beberapa spesies dari genus Peronosclerospora dengan metode SSR mampu mengelompokkan 5 spesies patogen bulai secara spesifik, sehingga metode SSR dinilai efektif di dalam studi keragaman genetik populasi di dalam spesies [8]. Kemajuan di bidang bioteknologi utamanya di bidang biologi molekuler menyebabkan variabilitas genetik suatu populasi dapat diamati pada tingkat protein, isoenzim, dan tingkat DNA. Analisis DNA memiliki efisiensi dan keakuratan yang tinggi sehingga dapat membantu dalam identifikasi dan determinasi keragaman genetic cendawan Peronosclerospora spp. [4]. Berdasarkan kenyaataan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui keragaman genetik patogen penyebab penyakit bulai di Indonesia.
II.
METODOLOGI
Penelitian ini berlangsung dari April hingga Oktober 2012. Kegiatan dilakukan dengan mengambil/mengoleksi tanaman terserang bulai dari sejumlah lokasi pertanaman jagung di Indonesia yang meliputi propinsi Aceh, Sumatera Utara, Lampung,
PG-218
0145: Amran Muis dkk.
Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Penelitian ini meliputi dua kegiatan yaitu: Karakterisasi Morfologi Peronosclerospora spp. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menempelkan selotip di bawah permukaan daun tanaman jagung yang terserang bulai kemudian selotip tersebut ditempelkan ke glass slide dan diberi label yang meliputi lokasi dan tanggal pengambilan sampel. Pengambilan sampel ini dilakukan beberapa kali di setiap lokasi. Sampel-sampel yang telah dikoleksi dimasukkan ke dalam kotak dan selanjutnya dibawa ke Laboratorium Penyakit Tanaman Balai Penelitian Tanaman Serealia untuk diamati bentuk konidianya di bawah mikroskop. Identifikasi spesies patogen penyebab bulai dilakukan berdasarkan karakteristik morfologi yang dikemukakan oleh CIMMYT [2] seperti tertera pada Tabel 1. Keragaman Genetik Berbasis Marka SSR Koleksi DNA dilakukan dengan cara memilih tanaman terserang bulai sebanyak 10 koleksi DNA secara menyebar pada 10 titik yang berbeda untuk masing-masing lokasi. Penentuan lokasi koleksi berdasarkan informasi yang jelas mengenai daerah endemik bulai yang tepat, dan terdapat pertanaman jagung yang cukup luas dengan tingkat serangan yang cukup tinggi. Tube 2 ml untuk masing-masing koleksi DNA disiapkan dan masing-masing diisi buffer CTAB (Cetyl Trymetyil Ammonium Bromide) sebanyak 800 µl. Di setiap lokasi pengambilan sampel, dicatat nama lokasi (propinsi, kabupaten, kecamatan, desa), kondisi lapangan, musim berjalan saat pengambilan koleksi DNA, ketinggian tempat, waktu pengambilan koleksi DNA. Selain hal tersebut, juga dicatat informasi tambahan dari petani setempat yang meliputi: sudah berapa lama serangan bulai di daerah tersebut, perkiraan luas pertanaman jagung di daerah tersebut, berapa kali pertanaman jagung dalam setahun, dan varietas apa yang sering ditanam petani setempat. Masing-masing koleksi DNA dipotong dengan alat pelubang kertas sebanyak 180 potongan yang setara dengan 0,4 g per koleksi DNA sebanyak 2 tube per satu titik kemudian diberi label. Selain itu masih disiapkan 5 lembar daun terserang bulai pada masingmasing titik pengambilan koleksi DNA, dibersihkan atau dikeringkan jika basah dengan menggunakan tissue, dimasukkan dalam kantong plastik jepit, diberi label yang sama dengan label pada tube untuk masing-masing titik pengambilan koleksi DNA, kemudian disimpan dalam box es yang berisi es. Setelah sampai di laboratorium koleksi DNA daun tersebut segera disimpan di dalam freezer -30oC. Koleksi DNA daun dalam kantong plastik tersebut sebagai stok jika ada kegagalan pada saat ekstraksi DNA. Table 1. Karakteristik morfologi berbagai spesies patogen penyebab bulai pada tanaman jagung. Patogen (Nama Penyakit)
Karakteristik morfologi Conidiophores/ Conidia/ Sporangiophores Sporangia
Oospores
Peronoscler ospora sorghi (Sorghum downy mildew)
P. maydis (Java downy mildew)
P. philippinensi s (Philippine downy mildew)
Erect, dichotomously branched, 180 to 300µm in length. Emerge singly or in groups from stomata.
Clustered conidiophores (150 to 550µm in length) emerge from stomata. Dichotomously branched two to four times. Erect and dichotomously branched two to four times. 150 to 400µm in length and emerge from stomata.
P. sacchari (Sugarcane downy mildew)
160 to 170µm in length erect and arise singly or in pairs from stomata.
Sclerospora graminicola (Graminicol a downy mildew or green ear)
Average length of 268µm.
Sclerophthor a macrospora (crazy top)
Very short (14µm on average).
Scleropthora rayssiae var. zeae (Brown stripe downy mildew)
Oval (14.427.3 × 1528.9µm), borne on sterigmata (about 13µm long.
Spherical (36µm in diameter on average), light yellow or brown in color.
Spherical to subspherical in shape (1723µm x 2739µm).
Not reported.
Ovoid to cyclindrincal (17-21µm x 27-38µm), slightly rounded at apex.
Rare, spherical (25 to 27µm in diameter and smooth walled.
Elliptical, oblong(1523µm x 2541µm) with round apex. Borne on short sterigmata, elliptical (1221 x 1431µm) with distinctive papillate operculum at apex. Lemon shaped (3065 x 60100µm), operculate. Oval to cyclindrical (18-26 x 2967µm).
40 to 50µm in diameter, globular, yellow.
Pale brown and 22 to 35µm in diameter.
Pale yellow, circular (4575µm). Spherical (2937µm in diameter), brown in color.
Prosedur ekstraksi DNA mengikuti protokol yang direkomendasikan oleh CIMMYT yang digunakan oleh George et al. [3], namun dimodifikasi yaitu mengganti nitrogen cair dengan buffer CTAB [5]. Tahapan PCR, proses staining dan visualisasi pola pita DNA juga mengikuti protokol George et al. [3]. Taq polymerase yang digunakan adalah GoTag®Green Master Mix yang diperoleh dari Perusahaan Biorad. Skoring pola pita DNA dilakukan dengan cara; jika tidak ada pita ditulis 0 dan jika tidak ada pita ditulis 1, dan jika penampilan pita sangat meragukan ditulis 9 (missing data). Analisis data genotipik menggunakan NTSYS-pc, 2.1 [11]. Data yang dianalisis adalah: (1). Tingkat Polimorfisme (PIC= Polymorphisms Information Content). Tingkat PIC dari primer yang digunakan dihitung untuk masingn
masing marka SSR [14], dengan formula:
PIC 1 f i 2
i
1
= 1, 2, 3,………n, di mana
f i2
adalah frekuensi alel ke-i; (2).
PG-219
0145: Amran Muis dkk. Estimasi jarak genetik dan analisis klaster tingkat kemiripan genetik (GS=genetik similarity) diestimasi dengan menggunakan koefisien Jaccard [11] dengan formula:
S
m , di mana n u
m = jumlah pita (alil) DNA yang sama posisinya, n = total pita (alel) DNA, dan u = jumlah pita (alel) DNA yang tidak sama posisinya. Kemiripan genetik dianalisis dengan menggunakan program NTSYS-PC versi 2.1 [11]. Analisis matriks jarak genetik diperoleh dari hasil analisis kemiripan genetik [6], dengan formula: S = 1 – GS, di mana S = jarak genetik, GS = Kemiripan genetik.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Morfologi Peronosclerospora spp. Koleksi konidia berhasil diperoleh dari Kabupaten Kediri dan Kota Kediri (Jawa Timur), Sejumlah Kabupaten di Sulawesi Selatan, Landak dan Bengkayang (Kalimantan Barat), Langkat (Sumatera Utara), Lampung Tengah (Lampung), dan Bogor (Jawa Barat). Sedangkan dari Aceh tidak berhasil diperoleh sampel konidia. Hasil pengamatan di bawah mikroskop menunjukkan bahwa bentuk konidia patogen penyebab penyakit bulai pada ketiga propinsi tersebut berbeda satu sama lain. Konidia yang berasal dari Maros, Barru, Sidrap, Tana Toraja, Bone, Jeneponto (Sulawesi Selatan) berbentuk lonjong, dari Kabupaten Kediri, Kota Kediri (Jawa Timur), Landak, dan Bengkayang (Kalimantan Barat) berbentuk bulat telur, dari Langkat (Sumatera Utara), Lampung Tengah (Lampung), dan Bogor (Jawa Barat) berbentuk bulat (Gambar 1).
Maros (Sulsel)
Kediri (Jatim)
Bengkayang (Kalbar)
Langkat (Sumut)
Bogor (Jabar)
Lampung Tengah (Lampung)
Gambar 1. Bentuk konidia patogen penyebab bulai dari Maros (Sulsel), Kediri (Jatim), Bengkayang (Kalbar), Langkat (Sumut), Bogor (Jabar), dan Lampung Tengah (Lampung).
Berdasarkan karakteristik morfologi yang dikemukakan oleh CIMMYT [3] dan Quimio and Hanlin [9], diketahui bahwa terdapat tiga spesies patogen penyebab bulai yang tersebar di berbagai lokasi pertanaman jagung di Indonesia yakni P. sorghi (Sumut, Lampung, dan Jawa Barat), P. maydis (Kalimantan Barat dan Jawa Timur), serta P. philippinensis (Sulawesi Selatan) (Gambar 2). Hasil ini memperkuat yang telah dilaporkan oleh Wakman dan Hasanuddin [20], bahwa di Indonesia sudah ditemukan tiga spesies yaitu P. maydis penyebarannya di pulau Jawa dan Lampung, P. phillipinesis penyebarannya di pulau Sulawesi, P. sorghi baru
dilaporkan didataran tinggi Brastagi, Sumatera Utara [21]. Yang berbeda pada hasil ini dengan yang dilaporkan oleh Wakman dan Hasanuddin tersebut adalah sampel yang dari Lampung yang terdeteksi sebagai P. sorghi. Hal ini mungkin terjadi karena lokasi pengambilan sampel yang berbeda atau mungkin terjadi pergeseran spesies. Hasil penelitian ini juga menyempurnakan data yang telah dilaporkan sebelumnya oleh Triharso et al. [17], Mikoshiba et al. [7], dan Sudjono dan Sopandi [15] bahwa penyebab penyakit bulai di Indonesia kebanyakan adalah P. maydis kecuali di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan yang disebabkan oleh P. philippinensis [12; 20].
PG-220
0145: Amran Muis dkk.
Gambar 2. Peta penyebaran spesies patogen penyebab penyakit bulai di beberapa lokasi di Indonesia.
Terjadinya penyebaran tiga spesies dari genus Peronosclerospora di berbagai tempat di Indonesia dan adanya satu spesies yang sama pada propinsi yang berbeda yang jaraknya sangat jauh satu sama lain mungkin disebabkan karena patogen tersebut terbawa oleh benih yang terinfeksi dari satu lokasi ke lokasi lainnya, seperti yang dikemukakan oleh CIMMYT [2], penyebaran penyakit bulai bisa terjadi melalui udara atau menular dari benih yang terinfeksi sebelumnya terutama bila didukung oleh kelembaban yang tinggi. Keragaman Genetik Berbasis Marka SSR Dari total 79 sampel DNA patogen bulai yang terkumpul, yang dianalisis lebih lanjut sebanyak 52 sampel karena terdapat sampel yang banyak menghasilkan missing data sehingga dikeluarkan. Sampel DNA yang dianalisis lebih lanjut diperoleh 15 sampel dari Kabupaten Kediri dan Kota Kediri (Jawa Timur), 5 sampel dari Pidie dan Aceh Besar (NAD), 6 sampel dari Landak dan Bengkayang (Kalbar), 3 sampel dari Langkat (Sumut), 1 sampel dari Bogor (Jabar), dan sejumlah sampel dari Sulawesi Selatan (2 sampel dari Maros, 4 sampel dari Barru, 7 sampel dari Sidrap, dan 9 sampel dari Bone). Gambar 3 menunjukkan salah satu profil pita DNA hasil PCR menggunakan marka DM47.
Profil data 24 primer SSR pada 61 koleksi patogen bulai menunjukkan tingkat polimorfisme berkisar 0,24-0,90, rata-rata 0,63, tergolong cukup tinggi. Jumlah alil 2-5 per lokus SSR, ratarata 3,0 alil. Total alil yang terdeteksi dari 24 primer sebanyak 72 alil, dengan kisaran basa sekitar 85,79-318,25. Profil data SSR menunjukkan tingkat polimorfisme yang cukup tinggi, jumlah alil maksimum per lokus cukup tinggi, mengindikasikan variabilias genetik hasil koleksi patogen bulai pada beberapa lokasi endemik bulai di Indonesia cukup tinggi. Hal tersebut sekaligus menginformasikan bahwa spesies bulai yang berkembang di Indonesia lebih dari satu (Tabel 2). Hasil analisis PCoA (Principal Coordinate Analysis) dua dimensi memperlihatkan 61 koleksi DNA membentuk tiga klaster (Gambar 4). Klaster A terdapat koleksi DNA patogen yang dikoleksi dari Kabupaten Kediri dan Kota Kediri (Jawa Timur) dengan inisial K dan Landak serta Bengkayang (Kalimantan Barat) dengan inisial P. Berdasarkan morfologi konidia (Gambar 1), patogen bulai ini tergolong P. maydis. Jika klaster tersebut ditelaah lebih jauh, terbentuk dua sub klaster yang jelas yaitu masing-masing dari Kabupaten Kediri dan Kota Kediri serta Landak dan Bengkayang.
Gambar 3. Visualisasi pola pita DNA hasil PCR menggunakan primer DM47
PG-221
0145: Amran Muis dkk.
Tabel 2. Profil data 24 lokus SSR hasil karakterisasi 61 koleksi patogen bulai pada beberapa daerah endemik bulai di Indonesia, MT 2012. No Polimorf Jumlah alil per Kisaran basa . Primer isme lokus (bp) 1. DM1 0.55 5 147.52-163.25 2. DM3 0.74 5 138.08-159.65 3. DM4 0.73 3 85.79-100 4. DM6 0.82 5 140-194.45 5. DM7 0.64 3 131.75-148.8 6. DM9 0.81 2 151.45-160.96 7. DM10 0.64 4 141.37-163.03 8. DM13 0.75 4 124.11-143.88 9. DM14 0.56 3 140-152.88 10. DM16 0.24 2 134.76-143.47 11. DM18 0.63 2 123.82-128.35 12. DM19 0.56 2 160.8-177.95 13. DM24 0.79 2 154.12-167.68 14. DM29 0.74 3 142.44-148.56 15. DM31 0.47 2 228-246.67 16. DM33 0.49 2 154.62-161.89 17. DM36 0.38 2 123.22-126.11 18. DM39 0.83 2 105.4-106.75 19. DM43 0.36 4 146.11-173.75 20. DM46 0.68 3 128-154.71 21. DM47 0.81 3 172.56-181.38 22. DM51 0.90 3 244.54-318.25 23. DM52 0.55 4 166.6-198.88 24. DM54 0.26 2 130-140 Total 72 Ratarata 0.62 3 85.79-318.25
Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun dua lokasi (Propinsi) koleksi tersebut patogen bulai yang ada dicirikan oleh spesies yang sama, namun karena berada pada lokasi dengan kondisi lingkungan yang relatif berbeda kemungkinan ada perubahan-perubahan fisiologis dari patogen pada masing-masing lokasi. Pada klaster B, terkumpul DNA patogen dari beberapa tempat di Sulawesi Selatan yaitu Maros (M), Barru (Br), Sidrap (S), Tana Toraja (T), dan Bone (Bn). Dibandingkan dengan klaster A posisi masing-masing koleksi DNA pada klaster B agak menyebar, namun DNA patogen dari masing lokasi yang berbeda posisinya berdekatan. Berdasarkan morfologi konidia patogen pada klaster ini tergolong P. Philippinensis. Pada klaster C mengumpul koleksi DNA patogen yang berasal dari Langkat (MD), Aceh Besar, Pidie (A), dan Bogor (Bgr). Berdasarkan morfologi konidia, spesies patogen bulai pada klaster C tergolong P. sorghi.
Gambar 4. Posisi relatif 61 koleksi patogen bulai menggunakan 24 marka SSR berdasarkan analisis PCoA pada program NTSYS-PC 2.1.
Berdasarkan matriks jarak genetik, nilai jarak genetik berkisar dari 0,0–0,77. Informasi ini menunjukkan bahwa spesies patogen penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung di Indonesia sangat bervariasi, di mana ditemukan tiga spesies yaitu P. maydis, P. philippinensis dan P. sorghi. Informasi ini cukup akurat karena didukung oleh titik-titik pengambilan sampel yang relatif banyak, dan juga didukung oleh informasi tentang morfologi konidia, dan informasi data molekuler. Kisaran nilai jarak genetik pada klaster A adalah 0,0–0,38 atau similaritas 1-0,62, klaster B 0,0–0,58 atau similaritas 1,00 – 0,42, sedangkan klaster C 0,0–0,60 atau similaritas 1-0,40. Nilai r dari matriks korelasi sebesar 0,78, tergolong good fit. Berdasarkan nilai jarak genetik yang cukup bervariasi baik antar sampel maupun antar klaster lebih menguatkan adanya spesies yang berbeda diantara lokasi koleksi patogen bulai. Dengan demikian, program pemuliaan pembentukan varietas jagung yang tahan penyakit bulai harus disesuaikan dengan pola penyebaran spesies Peronosclerospora yang berbeda pada daerah endemik bulai.
IV.
KESIMPULAN
Variabilitas genetik Peronosclerospora spp. pada tingkat molekuler cukup tinggi dan membentuk 3 klaster yang jelas dan sesuai dengan morfologi konidia patogen penyebab bulai di Indonesia yaitu klaster A yang terdiri dari koleksi DNA patogen yang dikoleksi dari kabupaten Kediri, Kota Kediri (Jawa Timur), Landak, dan Bengkayang (Kalimantan Barat) adalah P. maydis, kaster B yang terdiri dari koleksi DNA patogen dari Sulawesi Selatan adalah P. philippinensis, dan klaster C yang terdiri dari koleksi DNA patogen dari Aceh Barat, Pidie (NAD), Langkat (Sumatera Utara), dan Bogor (Jawa Barat) adalah P. sorghi.
SARAN Program pembentukan varietas jagung tahan penyakit bulai di Indonesia sebaiknya mengarah pada spesifik lokasi sesuai dengan keberadaan spesies patogen penyebab bulai seperti P. sorghi di Sumatera, P. maydis di Kalimantan Barat dan Jawa Timur, serta P. philippinensis di Sulawesi.
PG-222
DAFTAR PUSTAKA [1] Anonymous. 1994. Evaluasi kerusakan tanaman jagung karena organisme pengganggu tahun 1993. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta. [2] CIMMYT. 2012. Maize Doctor. http://maizedoctor.cimmyt.org/index.php [1 Mei 2012]. [3] George, M.L.C., E. Regalado, M. Warburton, S. Vasal, and D. Hoisington. 2004a. Genetic diversity of maize inbred lines in relation to downy mildew. Euphytica 135: 145-155. [4] Hikmawati. 2011. Karakterisasi Morfologi dan Studi Keragaman Genetik Isolat-Isolat Penyebab Bulai Peronosclerospora spp. Pada Tanaman Jagung Berbasis Simple Sequence Repeat (SSR). Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Program Studi Sistem-Sistem Pertanian. (Tesis). 100 hal. [5] Khan, I.A., F.S. Awan, A. Ahmad, and A.A. Khan. 2004. A modified mini-prep method for economical and rapid extraction of genomic DNA in plants. Plant Molecular Biology Reporter 22: 89a-89e. [6] Lee, M. 1998. DNA markers for detecting genetic relationship among germplasm revealed for establishing heterotic groups. Presented at the Maize Training Course, CIMMYT, Texcoco, Mexico, August 25, 1998. [7] Mikoshiba, F., M. Sudjadi, and A. Soediarto. 1977. Dispersion of conidia of Sclerospora maydis in outbreaks of maize downy mildew disease in Indonesia. Tropical Agriculture Research Center. Japan: 186-189. [8] Perumal, R., T. Isakeit, M. Menz, S. No, E.G. Katile, and C.W. Magill. 2006.Characterization and genetic distance analysis of isolates of Peronochlerospora sorghi using AFLP fingerprinting. Mycological Research, 110(4): 471-478. [9] Quimio, T.H. and Hanlin, R.T. 1999. Illustrated Genera and Species of Plant Pathogenic Fungi in the Tropics. College of Agriculture, University of the Philippines Los Banos, College, Laguna, Philippines. 259 p. [10] Rathore, R.S., A. Trivedi, and K. Mathur. 2002. Rajasthan downy mildew: The problem and management perspectives. Makalah disajikan pada 8th Asian Regional Maize Workshop. Bangkok, Thailand. Augusts 5-8: 22 hal. [11] Rohlf, F.J. 2000. NTSYSpc Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System Version 2.1. Applied Biostatistics Inc. [12] Semangun, H. 1973. Penelitian tentang penyakit bulai (Sclerospora maydis) pada jagung khususnya mengenai cara bertahannya cendawan. Seri Penerbitan Disertasi. Universitas Gadjah Mada. 91 hal.
0145: Amran Muis dkk. [13] Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of corn diseases. Second Edition. The American Phytopathological Society. P.105. [14] Smith, J.S.C., E.E.L. Chin, H. Shu, O.S. Smith, S.J. Wall, M.L. Senior, S.E. Mitchell, S. Kresovich, J. Ziegle. 1997. An Evaluation of the utility of SSR loci as molecular markers in maize (Zea mays L.): comparisons with data from RFLPS and pedigree. Theor. Appl. Genet. 95:163-173. [15] Sudjono, M.S. dan Sopandi. 1988. Pendugaan penurunan hasil jagung oleh penyakit bulai (P. maydis) (Rac.) Shaw. Seminar Balittan Bogor, 1996. p.384-390. [16] Sudjono, M.S. 1988. Penyakit jagung dan pengendaliannya. Dalam Subandi, M. Syam dan A. Widjono. Jagung. Puslitbantan Tan. Pangan. Bogor: 205-217. [17] Triharso, T. Martoredjo, and L. Kusdiarti. 1976. Recent problems and trudies on downy mildew of maize in Indonesia. The Kasetsart Journal 10(2):101-105. Thailand. [18] Wakman, W. dan M.S. Kontong. 2000. Pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung dengan varietas tahan dan aplikasi fungisida metalaksil. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 19(2):38-42. [19] Wakman, W. dan H.A. Djatmiko. 2002. Sepuluh spesies cendawan penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung. Makalah disajikan pada Seminar PFI di Universitas Negeri Jenderal Sudirman Purwokerto. 7 September 2002. [20] Wakman, W. 2002. Sebaran dua spesies cendawan Peronosclerospora berbeda morfologi konidianya di Indonesia. Makalah disajikan pada pertemuan membahas Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK) di Hotel Indo Alam. Cianjur, 9-12 September 2002. [21] Wakman, W. dan Hasanuddin. 2003. Penyakit bulai (Peronosclerospora sorghi) pada jagung di dataran tinggi Karo Sumatera Utara. Makalah disajikan pada Seminar Nasional PFI di Bandung. [22] Wakman, W. 2004. Penyakit bulai pada tanaman jagung di Indonesia: masalah, penelitian dan cara mengatasinya. Prosiding Seminar Tahunan PFI Komda Sulsel.