BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi Januari 2016 Vol. 2 No. 1, p. 35-41 ISSN: 2442-2622 KERAGAMAN FENOTIPIK GENERASI 2 JAGUNG LOKAL SULAWESI SELATAN DAN JAGUNG ASAL CIMMYT UNTUK PEMBENTUKAN JAGUNG PROVITAMIN A 1
Juhriah1, Mir Alam 2, A. Masniawati1 .Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Hasanuddin, 2 Dosen Kopertis Wil IX Sulawesi, Email:
[email protected] ABSTRAK
Peningkatan jumlah penduduk dan penderita defisiensi vitamin A membutuhkan produk pangan dengan kandungan provitamin A yang tinggi. Informasi tentang keragaman fenotipik pada jagung sangat diperlukan dalam mendukung program untuk menghasilkan varietas unggul jagung Provitamin A. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi keragaman fenotipik dan mengkonstruksi dendrogram kekerabatan berdasarkan kesamaan fenotipik dari 9 generasi 2 hasil selfing jagung lokal Sulawesi Selatan , 2 calon varitas jagung provitamin A asal CIMMYT dan 2 varitas nasional . Penanaman benih jagung dilaksanakan di KP Balitsereal Maros disusun dalam rancangan Acak Kelompok (RAK) 13 perlakuan dan 3 kelompok. Metode Analisis Fenotipik mengikuti petunjuk Kebaruan, keunikan, Keseragaman dan Kestabilan (BUSS). Data keragaman fenotipik dianalisis menggunakan program NTSYS, koefisien kesamaan dengan Simple Matching Coefficient (SMC) dan pengelompokan dengan Unweighted Pair Group Aritmathic Analysis (UPGMA). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa nilai kesamaan fenotipik antara 0,53 sampai 0,88. Dendrogram menunjukkan bahwa jagung lokal Bata Pulu Kuning (BPK) dan Biralle Bakka Didi (BBD), Carotenoid Syn 3 (CST) dan Srikandi Kuning 1 (SKG) masing-masing membentuk kelompok pada derajat kesamaan 0,88. Hasil analisis variansi beberapa karaktek kuatitatif pertumbuhan dan produksi menunjukkan bahwa panjang daun, tinggi tanaman, panjang tongkol, jumlah baris biji pertongkol dan jumlah biji perbaris memberikan hasil yang berbeda nyata. Kata Kunci: Fenotipik, jagung lokal Sulawesi Selatan, CIMMYT. PENDAHULUAN Pertambahan penduduk yang makin pesat membutuhkan pemenuhan kebutuhan pangan yang juga makin besar. Hal lain yang juga membutuhkan penanganan serius adalah masalah kekurangan vitamin A dimana negara di Afrika dan Asia memilki prevalensi yang tinggi. Indonesia sebagai sebagai salah satu negara di Asia dengan kategori yang sudah mendekati kritis. Sebanyak 50 juta penduduk dunia saat ini mengalami defisiensi vitamin A yang berakibat pada gangguan penglihatan, serta meningkatkan angka kematian anak dan wanita hamil Sekitar 250.000 sampai 500.000 anak-anak kurang gizi di negara berkembang menjadi buta setiap tahun akibat kekurangan vitamin A, dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika, kira-kira setengahnya meninggal dan lainnya menjadi buta dalam waktu satu tahun (WHO, 2010). Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah menggali potensi kekayaan sumber daya alam yang ada guna memenuhi kebutuhan tidak hanya kuantitas
tapi juga kualitas (kandungan vitamin A). Plasma nutfah adalah sumber gen yang hanya bermanfaat jika dilakukan pengkajian dan penelitian guna mengungkap sifat-sifat unggulnya agar dapat dikembangkan guna menjawab masalah yang sedang dihadapi bangsa ini. Plasma nutfah hanya dapat diberdayakan apabila tersedia informasi yang cukup tentang sifat-sifat morfologi dan agronomi. Masalah kesehatan yang serius secara global dapat diatasi dengan pemuliaan tanaman pokok dari tanaman serealia(Poaceae) untuk peningkatan provitamin A (karotenoid). Tanaman sereal merupakan tanaman kebutuhan pokok terpenting di seluruh dunia. Karotenoid adalah kelompok kompleks pigmen isoprenoid yang bernilai gizi sebagai senyawa provitamin A dan nonprovitamin A; warnanya yang bervariasi memberikan nilai tambah komersial sebagai pewarna dalam makanan (Matthews dan Wurtzel, 2003). Pro-vitamin A (β –caroteen) dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan, bukan hanya
untuk penglihatan saja namun dibutuhkan dalam proses perkembangan embrio. Selain itu provitamin A juga dibutuhkan untuk menjaga selsel kulit dari penuaan. Jagung adalah makanan pokok bagi lebih dari satu miliar orang di sub-Sahara Afrika dan Amerika Latin, tetapi umumnya miskin provitamin A. Diperkirakan bahwa antara sepertiga sampai setengah dari jumlah anak di Zambia menderita kekurangan vitamin A, yang berakibat melemahkan penglihatan dan sistem kekebalan tubuh, memperlambat pertumbuhan dan lebih rentan terhadap berbagai penyakit sehingga mengurangi kualitas hidupnya. (WHO, 2010). Jagung di Indonesia merupakan makanan terpenting kedua setelah padi. Pada tahun 2000, sekitar 75% dari jagung yang dikembangkan dan ditanam merupakan kultivar yang telah ditingkatkan, yang terdiri dari hibrida 28%, komposit 47%, dan 25% kultivar komposit lokal (Nugraha, Subandi dan Hasanuddin, 2002). Selama awal periode program pemuliaan jagung di Indonesia, sebagian besar bahan pemuliaan jagung diperkenalkan dari CIMMYT (Mexico) dan Thailand. George et al. (2004) menyatakan bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang di bursa plasma nutfah jagung dengan CIMMYT untuk program bibit . Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa beberapa plasma nutfah jagung Indonesia telah dekat hubungan genetiknya dengan inbreds jagung dari CIMMYT. CIMMYT (1998) mengelompokkan plasma nutfah jagung untuk dataran rendah tropis ke dalam 12 gene pool. Gene pool selanjutnya diekstrak menjadi populasi, dan melalui perbaikan populasi kemudian dihasilkan varietas baru. CIMMYT bekerjasama dengan berbagai negara di dunia memang sedang mengembangkan berbagai calon varitas jagung provit A. Kerjasama CIMMYT dan Indonesia (melalui Balitsereal Maros) telah dimulai sejak tahun 2008. dan melakukan uji multilokasi. Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros sedang mengembangkan jagung hibrida dengan kandungan Pro-Vitamin A yang tinggi. Pada tahun 2008 benih dari CIMMYT (sejumlah delapan populasi dan sebelas galur generasi lanjut), diperbanyak, dimurnikan serta dikarakterisasi daya adaptasinya di dataran rendah tropis (lokasi KP Maros), mengingat sumber benih asal CIMMYT berada pada ekosistem dataran tinggi sub tropis (2.500 m dpl) (Yasin, 2008). Program pembentukan varietas untuk jagung proveit-A dimulai dalam tahun 2009
dengan fokus varietas bersari bebas, serta mencari tetua pejantan sebagai tetua penguji (tester) untuk program hibrida silang tunggal. Sulawesi Selatan memiliki keanekaragaman hayati yang berpotensi untuk dikembangkan, salah satunya adalah plasma nutfah jagung lokal. Balitsereal Maros menyimpan aksesi (koleksi) plasma nutfah jagung lokal Sulawesi Selatan. Sembilan diantara aksesi yang dikoleksi tersebut yang telah diteliti mengandung karetenoid yang tinggi dan memiliki gen Phytoene synthase (PSY 1) seperti yang terdapat pada jagung asal CIMMYT (Juhriah dkk, 2012a, 2012b). Hal ini berarti plasma nutfah jagung Sulawesi Selatan berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber genetik untuk perakitan kultivar/varietas jagung provit A. Karakter fenotipik dan genetik merupakan informasi yang penting untuk diketahui sebelum melakukan persilangan individu yang akan dijadikan tetua. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis keragaman fenotipik dan hubungan kekerabatan Generasi 2 hasil selfing jagung lokal Sulawesi Selatan dibandingkan dengan calon varietas jagung provitamin A yang benihnya berasal dari CIMMYT dan telah diuji multilokasi.
METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan sembilan sumber benih jagung generasi 2 hasil selfing plasma nutfah jagung lokal Sulawesi Selatan , 2 calon varietas jagung provitamin A asal CIMMYT dan 2 varietas nasional (tabel 1) Penanaman benih jagung dilaksanakan di KP Balitsereal Maros. Masing-masing nomor koleksi ditanam satu baris dengan panjang 2,5 m. Jarak tanam 75 x 20 cm satu tanaman per lubang. Dilaksanakan dengan metode Rancangan Acak kelompok, ulangan tiga kali dan jarak antar ulangan 1,0 m. Bahan penelitian dipupuk dengan urea, SP36 dan KCl (300-200-100) kg/ha. Setelah tanaman berumur tujuh hari diberi pupuk Urea sepertiga bagian serta seluruh takaran SP36 dan KCl, selanjutnya saat umur 42-45 HST (hari setelah tanam) diberi pupuk kedua yaitu Urea sebanyak duapertiga bagian.
Tabel 1. Daftar nama 9 generasi 2 jagung lokal Sulawesi Selatan, 2 jagung CIMMYT dan 2 varitas Nasional KODE ENTRI NAMA ENTRI ASAL BPK Bata pulu kuning BBD Biralle bakka didi PKG Pulut kuning LSS Lokal setempat (Soppeng) LTN Lokal Toraja (narrang) LKD Lokal kandora LBB Lokal bebo BDD Batara didi BDP Batara didi pamatata KCS Kui carotenoid syn CST Karotenoid syn 3 SKG Srikandi kuning 1 LMR Lamuru Pupuk diberikan secara tugal disamping tanaman kemudian ditutup diikuti pembumbunan dan penyiangan. Untuk menghindari terjadinya persarian antar individu maka baik bunga jantan maupun bunga betina disungkup. Penyerbukan dilakukan 2 hari setelah anthesis. Parameter fenotifik yang diamati antara lain: 1. Warna dan bentuk daun pertama 2. Warna akar 3. Tinggi tanaman. 4. Ukuran daun 5. Panjang tongkol, 6. Warna malai 7. Warna anthera 8. Warna rambut (tangkai dan kepala putik) 9. Jumlah biji per baris. 10. Jumlah baris biji per tongkol Karakterisasi dilakukan berdasarkan metode International Union for the Protection of New Varieties of Plants (UPOV) 1994 yang dilengkapi dengan Panduan Karakterisasi Tanaman Pangan (Jagung dan Sorgum) Deptan, Badan Litbang Pertanian, Komisi Nasional Plasma Nutfah (2004), dan Kebaruan Keunikan Keseragaman & Kestabilan (BUSS) Deptan (2006). Data keragaman fenotipik dianalisis menggunakan program NTSYS (Rohlf, 1992), koefisien kesamaan fenotipik dianalisis dengan Simple Matching Coefficient (SMC) dan pengelompokan dengan Unweighted Pair Group Aritmathic Analysis (UPGMA). Rumus SMC sebagai berikut: a+d SMC = -----------------a+b+c+d
Sinjai Timur Sulawesi Selatan Takalar Sulawesi Selatan Bone Sulawesi Selatan Soppeng Sulawesi Selatan Narrang Tator Sulawesi Selatan Tator Sulawesi Selatan Sangalla Tator Sulawesi Selatan Bungayya Selayar Sulawesi Selatan Selayar Sulawesi Selatan CIMMYT CIMMYT Varietas Nasional Varietas Nasional dimana a = ciri yang muncul pada kedua Operational Taxonomic Unit (OTU) b = ciri yang muncul pada OTU1 dan tidak muncul pada OTU2 c = ciri yang tidak muncul pada OTU1 dan muncul pada OTU2 d = ciri tidak muncul pada kedua OTU HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri fenotipik diamati pada fase pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Data kuantitatif dilakukan analisis variansi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dari 13 sumber benih tersebut dan dilanjutkan dengan Uji BNT yang hasil selengkapnya disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil uji lanjut (BNT) Beberapa Karakter Produksi dan Pertumbuhan Generasi 2 Hasil Selfing Jagung Lokal Sulawesi Selatan, 2 varitas Nasional dan Dua jagung Pembanding benih asal CIMMYT (Kui Carotenoid Syn dan Carotenoid Syn-3) KODE Entri
Nama Entri
88.37 **/** 86.40 **/** 85.29 **/**
Rerata Panjang Tongkol (cm) Nilai BNT 1% =20.59 1%= 2.77 5%= 5%= 2.04 15.19 220.88 **/* 12.38 tn/tn 218.88 **/* 12.66 tn/tn 221.09 **/* 13.29 tn/tn
92.58 **/**
221.42 **/*
17.06 **/**
11.5 tn/tn
23.25 **/tn
83.42 **/* 89.79 **/**
213.89 **/tn 212.32 **/tn 225.99
12.53 tn/tn 14.06 tn/tn
10.22 */** 10.85 tn/*
15.33 tn/tn 22.09 **/tn
90.69 **/**
**/**
12.17 tn/tn
13.92 **/**
20.42 */tn
**/**
11.01 */tn
10.54 tn/**
14.14 tn/*
91.88 **/**
246.27**/** 233.38
10.87 */*
12.52 tn/tn
19.56 */tn
92.90 **/**
**/**
13.54 tn/tn 16.01 **/**
12.24 tn/tn
21.04 **/tn
12.09 tn/tn
26.45 **/**
13.62
11.52
14.67
Panjang daun (cm)
1%= 7.11 5%= 5,25 BPK BBD PKG LSS LTN LKD LBB BDD
Bata pulu kuning Biralle bakka didi Pulut kuning Lokal setempat soppeng Lokal Narang (Toraja) Lokal kandora Lokal bebo Batara didi
SKG LMR
Batara didi pamatata Srikandi kuning 1
**/**
Lamuru
242.04 91.4 **/**
KCS CST
Pembanding Kui carotenoid syn (1) Karotenoid syn 3 (2)
Jumlah baris/ tongkol
Jumlah biji / baris
1%= 1.50 5%= 1.11
1%= 6.30 5%= 4.65
10.43 tn/** 11.08 tn/* 10.82 tn/*
15.74 tn/tn 18.52 tn/tn 17.54 tn/tn
227.81 88.73
BDP
Tinggi tanaman (cm)
**/**
75.42
188.2
77.56
202.89 12.93 12.24 19.25 hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata. Dua jagung lokal tersebut yang berasal dari Selayar (Batara Didi dan Batara Didi Pamatata) memiliki tongkol, yang jauh lebih pendek dari jagung CIMMYT sedangkan jagung Lokal Setempat Soppeng memiliki tongkol yang jauh lebih panjang seperti halnya jagung varitas Lamuru. Hasil jumlah baris biji pertongkol menunjukkan bahwa jagung lokal Sulawesi Selatan dan varitas nasional tidak berbeda nyata dengan jagung pembanding 1 asal CIMMYT kecuali 2 jagung lokal asal Toraja. Sebaliknya jika dibandingkan dengan CIMMYT 2 maka hampir semuanya berbeda nyata kecuali Lokal setempat Soppeng dan Batara Didi Pamatata. Hanya Lokal Bebo asal Toraja yang memiliki jumlah baris biji pertongkol yang lebih tinggi dari jagung pembanding CIMMYT 2. Jumlah biji perbaris menunjukkan bahwa hanya satu dari sembilan jagung lokal yang
Tabel 2 menunjukkan bahwa untuk parameter panjang daun, kesembilan jagung lokal Sulawesi Selatan dan dua varitas nasional yaitu Srikandi Kuning 1 dan Lamuru memiliki daun yang jauh lebih panjang dari pada calon varitas jagung provitamij A asal CIMMYT. Hasil pengamatan tinggi tanaman menunjukkan bahwa hanya Lokal Toraja Narang dan Lokal Kandora yang juga berasal dari Tana Toraja yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata dengan pembanding kedua dari CIMMYT (Karotenoid Syn 3). Semua jagung lokal Sulawesi Selatan dan jagung varitas nasional memiliki tanaman yang lebih tinggi dibanding jagung asal CIMMYT. Panjang tongkol 6 jagung lokal Sulawesi Selatan tidak berbeda nyata dengan jagung asal CIMMYT sedangkan 3 jagung lokal lainnya menunjukkan
berbeda nyata dengan jagung pembanding CIMMYT 2 demikian juga varitas Lamuru.
memperoleh matriks kesamaan fenotipik seperti pada tabel 3. Matriks kesamaan tersebut merupakan hasil perhitungan dengan rumus Simple Matching Coeffiocient (SMC).
Data kualitatif digabungkan dengan data kuantitatif disusun dalam bentuk data biner untuk Tabel 3. Matriks kesamaan fenotipik 9 generasi 2 jagung lokal Sulawesi Selatan, 2 jagung CIMMYT dan 2 varitas Nasional Kode Entri BPK BBD PKG LSS LTN LKD LBB BDD BDP KCS CST SKG LMR BPK 1.00 BBD 0.88 1.00 PKG 0.71 0.76 1.00 LSS 0.65 0.65 0.59 1.00 LTN 0.59 0.59 0.71 0.71 1.00 LKD 0.76 0.82 0.71 0.71 0.65 1.00 LBB 0.65 0.76 0.65 0.53 0.59 0.82 1.00 BDD 0.82 0.88 0.71 0.65 0.65 0.71 0.71 1.00 BDP 0.82 0.76 0.65 0.53 0.53 0.65 0.71 0.76 1.00 KCS 0.65 0.71 0.65 0.59 0.59 0.71 0.65 0.65 0.65 1.00 CST 0.71 0.65 0.76 0.65 0.65 0.65 0.71 0.65 0.76 0.65 1.00 SKG 0.71 0.71 0.71 0.65 0.65 0.71 0.76 0.76 0.76 0.71 0.88 1.00 LMR 0.65 0.65 0.59 0.71 0.59 0.65 0.71 0.71 0.71 0.59 0.76 0.88 1.00 Tabel 3 menunjukkan bahwa derajat kesamaan individu-individu antara perlakuan (sumber benih) tersebut memiliki nilai kesamaan 0,53 sampai 0,88. Nilai kesamaan terbesar (0,88) ditunjukkan antara jagung lokal Biralle Bakka Didi (BBD) asal Kabupaten Takalar dengan Bata Pulu Kuning (BPK) asal Sinjai Timur dan Batara Didi (BDD) asal Selayar. Nilai yang sama juga ditunjukkan antara 2 varitas nasional yaitu Srikandi Kuning 1 (SKG) dan Lamuru (LMR) serta salah satu calon varitas jagung provitamin A asal CIMMYT yaitu Carotenoid Syn 3 (CST). Nilai kesamaan terkecil yaitu 0,53 terjadi antara jagung Lokal Setempat Soppeng (LSS) dengan Lokal Bebo (LBB) dan Batara Didi Pamatata (BDP). Jagung lokal yang terakhir tersebut juga
memiliki nilai yang kesamaan Lokal Toraja Narang. Dendrogram berdasarkan ciri fenotipik pada 13 sumber benih jagung menunjukkan bahwa Bata Pulut Kuning (BPK) dan Biralle Bakka Didi (BBD) demikian juga Carotenoid Syn 3 (CST) dan Srikandi Kuning1 (SKG) lebih dulu membentuk kelompok dengan derajat kesamaan 0,88 dibanding jagung lokal lainnya. Pada derajat kesamaan sekitar 0,69 maka 13 sumber benih tersebut membentuk 4 kelompok. Kelompok pertama dengan 7 anggota, kelomp[ok 2 dan 4 masing-masing 1 anggota dan kelompok 3 dengan 2 anggota, Jagung lokal setempat soppeng memiliki kekerabatan paling jauh dibanding jagung lainnya.
Gambar 1. Dendrogram berdasarkan kesamaan ciri fenotipik 9 jagung lokal Sulawesi Selatan, 2 jagung CIMMYT dan 2 jagung varietas Nasional
KESIMPULAN 1. Semua jagung lokal Sulawesi Selatan dan jagung varitas nasional memiliki tanaman yang lebih tinggi dan daun yang lebih panjang dibanding jagung asal CIMMYT. 2. Jagung lokal asal Selayar Sulawesi Selatan yaitu Batara Didi dan Batara Didi Pamatata memiliki tongkol yang lebih pendek dibanding jagung CIMMYT dan varitas nasional sedangkan jagung Lokal Setempat Soppeng memiliki tongkol yang jauh lebih panjang dari jagung CIMMYT 3. Derajat kesamaan fenotipik jagung lokal Sulawesi Selatan , jagung CIMMYT dan jagung varitas nasional adalah 0,53 sampai 0,88. 4. Jagung lokal Bata Pulu Kuning dengan Biralle Bakka Didi, Carotenoid syn 3 dengan Srikandi Kuning 1lebih dekat kekerabatannya dibanding jagung lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Strategis Nasional yang dibiayai oleh DIKTI melalui LP2M Universitas Hasanuddin dengan No. 029/SP2H/PL/DIT.LITABMAS/2015 dengan NoDIPA 023.041.1.673453/2015 Terima kasih atas bantuan dana yang telah diberikan. Kepada Balitsereal Maros Sulawesi Selatan beserta staf, atas kerjasama dan izin penggunaan lahan kebun penelitian pe.
DAFTAR PUSTAKA Deptan, 2006. Kebaruan, Keseragaman dan (BUSS).
Keunikan, Kestabilan
Departemen\Pertanian Indonesia.
Republik
George, M.L.C., E. Regalado, W. Li, M. Cao, M. Dahlan, M. Pabendon, M.L. Warburton, X. Xianchun, and D. Hoisington. 2004. Molecular characterization of Asian maize inbred lines by multiple laboratories. Theor. Appl. Genet. 109: 80-91. Juhriah, Baharuddin, Musa, Y., Pabendon, M.B., dan Masniawati (2012a). Deteksi gen Phytoene Synthase 1 (PSY 1) dan karoten plasma nutfah jagung lokal Sulawesi Selatan untuk seleksi jagung khusus provitamin A. J. Agrivigor: Vol 11 (2), Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Juhriah, Baharuddin, Y. Musa, M.B.Pabendon, (2012b). Keragaman Fenotipik, Kandungan Karoten dan Deteksi Gen Phytoene Synthase 1 (PSY1) Plasma Nutfah Jagung Lokal Sulawesi untuk Seleksi Jagung Provit A. Disertasi. Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar. Nugraha, U.S., Subandi, A.dan Hasanuddin, . 2002. Perkembangan teknologi budidaya dan industri benih jagung. hlm. 37-72. Dalam F. Kasryno, E. Pasandaran, dan A.M. Fagi. (Ed.) Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Rohlf, F.J. 1992. NTSYS-pc. Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System, Version 2.02. Applied Biostatistic Inc., New York. UPOV. 1994. Internationale Four la Des Obstention Vegetables Maize (Zea mays L.) Union fot the Protection of New Varieties of Plant. WHO, 2010. Micronutrient deficiencies (Vitamin A Deficiency). http://www.who.int/nutrition/topics
/vad/en/index.html Oktober 2010
diakses
Yasin, H.G., 2008. Pembentukan dan Pemurnian Jagung Khusus Provit-A. Laporan Akhir RPTP 2008. Balai penelitian Tanaman Serealia (BALITSEREAL)
28