KERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK MAHONI (Swietenia macrophylla) DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR Ulfah J. Siregar, Iskandar Z. Siregar dan Insan Novita Departemen Silvikulur, Fahutan IPB
ABSTRAK Mahoni (Swietenia macrophylla) merupakan jenis pohon cepat tumbuh yang mempunyai banyak kegunaan, serta cukup luas ditanam di Jawa. Upaya peningkatan produksi kayu mahoni telah dilakukan dengan dimulainya program pemuliaan pohon, yaitu dengan seleksi pohon plus. Karena mahoni merupakan jenis eksotis, ada kekhawatiran bahwa populasi mahoni yang ada di Jawa khususnya, tidak memiliki basis keragaman yang memadai untuk program seleksi. Makalah ini menyajikan hasil penelitian tentang keragaman fenotipik buah dan biji mahoni di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta hasil sementara keragaman genetik mahoni berdasarkan analisa isozim. Buah mahoni diambil dari masing-masing 10 pohon plus dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan total sampel 20 pohon. Benih mahoni diekstrak dari buah, kemudian sejumlah 25 biji disemaikan dari setiap pohon plus, dengan 4 ulangan, sehingga didapatkan sejumlah total 2000 semai, dari 20 famili. Parameter yang diamati ialah panjang, diameter dan berat buah serta jumlah biji per buah. Pada saat perkecambahan diamati persen berkecambah, dan tinggi semai. Data dianalisa dengan Rancangan Acak Lengkap dengan faktor pohon plus sebagai sumber keragaman. Untuk mengetahui tingkat keragaman genetik, dilakukan analisa isozim terhadap semai menggunakan 4 sistem enzim, yaitu EST, GOT, PGI, dan PGM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi yang cukup besar pada hampir seluruh karakter kuantitatif yang diamati. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa semua karakter, kecuali diameter buah, ditentukan oleh faktor genetik. Penyebaran keragaman seluruh karakter, kecuali berat buah, pada dua populasi adalah merata. Berat buah dari daerah Jawa Tengah (Kedu) cenderung lebih ringan dibandingkan dengan daerah Jawa Timur (Ngawi). Hasil analisa isozim mengkonfirmasi tingginya keragaman genetik mahoni di Jawa, dengan menunjukkan tingkat heterozigositas harapan dan aktual, masing-masing sebesar 0.326 dan 0.324. Kata kunci : Mahoni, keragaman, isozim, heterozigositas
PENDAHULUAN Kondisi hutan di Indonesia saat ini sangat buruk, sehingga mengundang kekhawatiran baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk itu berbagai upaya perbaikan telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia diantaranya ialah dengan melakukan kegiatan rehabilitasi hutan, penghijauan, serta pembangunan hutan tanaman untuk melepaskan tekanan terhadap hutan alam yang ada. Beberapa spesies kehutanan yang cepat tumbuh telah dipilih sebagai prioritas untuk program-program ini, diantaranya adalah mahoni berdaun lebar (Swietenia macrophylla). Jenis mahoni telah lama ditanam di Jawa baik oleh rakyat maupun Perum Perhutani karena sifatnya yang multiguna. Selain diambil kayunya, buahnya dimanfaatkan sebagai obat (Samingan, 1980). Keberhasilan program rehabilitasi hutan dan pembangunan hutan tanaman sangat ditentukan oleh kualitas bahan tanaman. Untuk itu usaha awal perbaikan bahan tanaman mahoni telah dilakukan melalui program pemuliaan pohon, yaitu dengan seleksi pohon-pohon plus dari tegakan yang ada di Jawa, guna dipakai sebagai sumber benih. Tetapi terdapat kekurangan pada usaha awal ini, yaitu tiadanya evaluasi yang sistematis tentang keragaman genetik yang ada pada populasi pohon plus, yang sangat berguna untuk mengarahkan dan meningkatkan efisiensi proses seleksi yang ada. Keragaman atau variasi genetik suatu organisme dapat dijumpai baik pada karakter kualitatif maupun kuantitatif, namun kebanyakan program pemuliaan pohon sangat menekankan pada karakter kuantitatif, karena pertimbangan nilai ekonomis yang tinggi. Kendala yang sering ditemui dalam program pemuliaan untuk karakter kuantitatif adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengevaluasi karakter kuantitatif secara genetic (Zobel dan Talbert, 1984). Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi variasi genetik buah dan benih mahoni yang diunduh dari pohon-pohon plus yang ada di Ngawi, Jawa Timur dan Kedu, Jawa Tengah, sebagai penunjang program pemuliaan pohon yang ada, yaitu membantu mengarahkan serta meningkatkan efisiensi proses seleksi. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Silvikultur, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, mulai Bulan September 2003 sampai dengan Juli 2004. Buah diunduh dari 10 pohon plus yang berada di Ngawi, Jawa Timur (N1 – N10) serta 10 pohon plus dari Kedu, Jawa Tengah (K1 – K10). Karakter buah, berupa panjang, diameter dan berat buah, serta jumlah benih per buah, 160
Makalah Oral
diamati pada buah yang diambil dari 5 pohon plus saja dari masing-masing daerah. Benih mahoni diekstrak dari buah, kemudian sejumlah 25 biji disemaikan dari setiap pohon plus, dengan 4 ulangan, sehingga didapatkan sejumlah total 2000 semai, dari 20 famili. Benih dikecambahkan di polybag, dan ditempatkan di rumah kaca. Pengamatan daya kecambah (% perkecambahan) kemudian dilakukan. Untuk parameter karakter buah dan perkecambahan, rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor famili/pohon plus sebagai sumber keragaman. Kecambah/semai kemudian disapih dan dipelihara sebagai bibit tanaman dipersemaian. Karakter semai yang diukur ialah tinggi tanaman pada umur 2 bulan. Data tinggi semai dianalisis dengan sidik ragam menggunakan Rancangan Acak Lengkap ber Blok (RCBD), dengan lokasi pada rumah kaca sebagai blok, dan faktor famili/pohon plus sebagai sumber keragaman. Untuk analisa isozim, bahan tanaman yang digunakan ialah embrio dari benih mahoni. Analisis isozim menggunakan elektroforesis gel pati model horizontal. Sistem enzim yang diuji dalam penelitian ini meliputi Glutamate Oxaloacetate Transmainase (GOT), Esterase (EST), Phosphoglucose Isomerase (PGI), Phosphoglucomutase (PGM), Shikimate Dehydrogenase (SKDH), Malat Dehydrogenase (MDH), dan Isocitrate Dehydrogenase (IDH). HASIL Terdapat keragaman fenotipe buah yang cukup besar pada 4 karakter yang diamati. Dari 4 karakter yang diteliti pengaruh asal buah atau pohon plus/famili adalah nyata pada 3 karakter, kecuali diameter. Karena hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa diameter buah tidak berbeda nyata antar famili atau pohon plus, maka data ini tidak disajikan. Pada Gambar 1 ditunjukkan rata-rata panjang buah mahoni dari 10 pohon plus yang diteliti. Buah terpanjang, berkisar antara 14.92 cm–15.00 cm, didapat dari pohon plus yang berasal baik dari Ngawi, Jawa Timur maupun Kedu, Jawa Tengah. Demikian pula halnya buah yang terpendek, dengan kisaran antara 12.58 cm–13.08 cm, juga terdapat baik pada pohon plus dari Ngawi, Jawa Timur maupun Kedu, Jawa Tengah. Dengan demikian keragaman karakter panjang buah terlihat menyebar merata di kedua populasi Jawa Timur dan Jawa Tengah yang diteliti. 15,5
15,00a
a
a
14,92
14,92
15
ab
14,33
14,5
abc
14abc
13,5
Panjang
abc
13,92
13,83abc
14
14,08
bc
13,08 13
12,58c
12,5 12 11,5 11 N1
N2
N3
N4
N5
K6
K7
K8
K9
K10
Famili
Gambar 1. Rata-rata panjang buah mahoni dari 10 sampel pohon plus yang berasal dari Ngawi (N) Jawa Timur dan Kedu (K) Jawa Tengah. Huruf a, b, c dibelakang angka menunjukkan beda nyata menurut uji Duncan Hasil pengamatan terhadap karakter berat buah, disajikan pada Gambar 2. Rata-rata berat buah terbesar 312.41 g, terdapat pada pohon plus N4 yang berasal dari daerah Ngawi, Jawa Timur, sedangkan buah terringan, dengan rata-rata 161.07 g, berasal dari pohon K10 yang berasal dari daerah Kedu, Jawa Tengah. Berbeda dengan karakter panjang buah, pada berat buah terlihat adanya perbedaan penyebaran keragaman karakter. Buah-buah yang berasal dari pohon plus di daerah Ngawi, Jawa Timur cenderung mempunyai berat yang lebih besar dibandingkan daerah Kedu, Jawa Tengah yang lebih ringan. Sementara itu hasil uji lanjut Duncan untuk karakter jumlah benih/buah dapat dilihat pada Gambar 3. Jumlah benih terbanyak terdapat pada buah dari pohon plus N2, disusul dengan K6 dan K8. Jumlah benih terendah, yaitu dibawah 60 butir/buah, terdapat pada buah dari pohon plus K9 dan N5. Dalam hal ini juga terlihat bahwa keragaman jumlah benih/buah tersebar merata pada dua populasi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
161
350
a
Berat (gram)
a 312,41 301,18 299,50a ab 275,70 300 265,39abc
225,27bcde 206,49cde 178,66de 176,10de 161,07e
250 200 150 100 50 0 N1
N2
N3
N4
N5
K6
K7
K8
K9 K10
Fam ili
Gambar 2. Rata-rata berat buah mahoni dari 10 sampel pohon plus yang berasal dari Ngawi (N) Jawa Timur dan Kedu (K) Jawa Tengah. Huruf a, b, c, d, e dibelakang angka menunjukkan beda nyata menurut uji Duncan. 80
Jumlah Benih/buah
70
69,00a def
60
60
65,83ab 64,50bc 61,83cd60,67cde 61,67cde 61,00cde ef 57,67 56,17f
50 40 30 20 10 0 N1
N2
N3
N4
N5
K6
K7
K8
K9
K10
Famili
Gambar 3. Rata-rata jumlah benih per buah mahoni dari 10 sampel pohon plus yang berasal dari Ngawi (N) Jawa Timur dan Kedu (K) Jawa Tengah. Huruf a, b, c, d, e, f dibelakang angka menunjukkan beda nyata menurut uji Duncan. 120
100a98,75b 94,16b
100 c
Daya Berkecambah (%)
90,5 cd
cd
83,13
82,62 80
de
71,21
de
67,71 efg 63,11
ef
65,1
efg
efg
61,54
61,49
60 fgh
45,98 gh 43,84 40 34,89hi
30,74hi 20,95i 18,42i
19,85i
18,89i 20
0 N1
N2
N3
N4
N5
N6
N7
N8
N9
N10
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
K10
Famili
Gambar 4. Rata-rata daya kecambah benih dari 20 sampel pohon plus yang berasal dari Ngawi (N) Jawa Timur dan Kedu (K) Jawa Tengah. Huruf a, b, c, d, e, f dibelakang angka menunjukkan beda nyata menurut uji Duncan. Hasil analisis sidik ragam terhadap daya kecambah benih, pengaruh asal buah atau pohon plus/famili terhadap karakter yang diteliti adalah sangat nyata. Pada Gambar 4 disajikan rata-rata daya kecambah benih yang berasal dari dua populasi pohon plus mahoni, yaitu Jawa Timur (N) dan Jawa Tengah (K). Jelas terlihat adanya keragaman yang sangat besar antar pohon plus yang ada, namun keragaman ini tersebar merata pada kedua populasi tersebut. Daya kecambah tertinggi terdapat pada phon plus K7 dari Kedu, Jawa Tengah, yaitu 100 %, disusul dengan K8 dan K6, masing-masing adalah 99 % dan 94 %. Pada populasi Jawa Timur yang tertinggi adalah N8 dengan nilai 91 %. Untuk daya kecambah terendah, juga terdapat pada pohon plus dari daerah Kedu, Jawa Tengah yaitu K4 dengan nilai 18 %. Sementara itu daya kecambah terendah pada daerah Ngawi, Jawa Timur terdapat pada pohon N6 dengan nilai 19 %. 162
Makalah Oral
30
ab
28,25 27,93ab 27,46abcd
28,54a 27,82abc
27,7abc
26,63abcde
abcdef
26,02 25,71abcdefg 25,39abcdefg
27,49abcd 25,39abcdefg
25
23,46defgh
23,52defgh 20,67h
24,15bcdefgh 22,91efgh 21,65gh
23,76cdefgh 22,25fgh
Tinggi (cm)
20
15
10
5
0 N1
N2
N3
N4
N5
N6
N7
N8
N9
N10
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
K10
Fam ili
Gambar 5. Rata-rata tinggi bibit mahoni umur 2 bulan dari 20 sampel pohon plus yang berasal dari Ngawi (N) Jawa Timur dan Kedu (K) Jawa Tengah. Huruf a, b, c, d, e, f dibelakang angka menunjukkan beda nyata menurut uji Duncan. 27
26,58a
26,5
Tinggi (cm)
26 25,5
25,39ab
25,1ab
25 24,27b
24,5 24 23,5 23 B1
B2
B3
B4
Blok
Gambar 6. Rata-rata tinggi bibit mahoni umur 2 bulan menurut blok percobaan. Huruf a, b, c, d, e, f dibelakang angka menunjukkan beda nyata menurut uji Duncan. Untuk karakter semai, hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa baik pengaruh asal bibit/famili dan blok adalah nyata. Pada Gambar 5 disajikan rata-rata tinggi bibit yang berasal dari 20 pohon plus yang diteliti. Walaupun secara garis besar terlihat sebaran keragaman yang merata pada kedua populasi pohon plus, namun bila dicermati akan tampak bahwa populasi dari Kedu, Jawa Tengah, dengan kisaran 20.67cm–27.70 cm mempunyai tingkat keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dari Ngawi, Jawa Timur, dengan kisaran 23.46 cm–28.54 cm. Hal ini berarti bibit yang berasal dari Ngawi, Jawa Timur lebih seragam. Sementara itu Gambar 6 menunjukkan pengaruh blok terhadap tinggi bibit mahoni. Meskipun sedikit, kelihatannya Blok 2 menyebabkan bibit tumbuh lebih baik. Hal ini berhubungan dengan tata letak bibit di persemaian. Selanjutnya hasil analisis keragaman genetik dengan isozim, akan disajikan dalam paper terpisah. Hasil sementara menunjukkan bahwa keragaman genetik yang cukup besar juga diperoleh dari isozim. Dari semua sistim enzim yang diteliti, GOT, EST, PGI dan PGM mempunyai polimorfisme yang dapat dikategorikan sedang hingga tinggi. Perhitungan rata-rata tingkat heterozigositas dari seluruh populasi yang diteliti menggunakan program software GSED (versi 1.1 Gillet, 1998) menunjukkan tingkat heterozigositas pengamatan dan harapan, masingmasing sebesar 0.324 dan 0.326, yang merupakan angka cukup tinggi untuk jenis pohon tropis. PEMBAHASAN Daya kecambah benih merupakan salah satu parameter yang penting, karena menentukan keperluan benih bagi sebuah program penanaman. Tinggi rendahnya daya kecambah berhubungan langsung dengan tinggi rendahnya viabilitas benih. Viabilitas benih akan mencapai maksimum bila benih telah mencapai masak secara fisiologis. Sementara itu kemasakan benih secara fisiologis berhubungan erat dengan waktu yang cukup dari saat berbunga hingga pembentukan benih. Keragaman daya kecambah yang sangat besar pada penelitian ini dapat disebabkan oleh beragamnya waktu berbunga dari masing-masing pohon plus, sehingga ketika buah diunduh pada waktu tertentu, kemasakan benih juga beragam. Apabila dihubungkan karakter satu dengan karakter lainnya, tampaknya karakter jumlah benih per buah berhubungan atau sesuai dengan karakter panjang buah mahoni, karena kedua Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
163
karakter tersebut mempunyai pola sebaran yang sama antar populasi. Sedangkan dengan karakter berat buah kelihatannya tidak ada hubungan, karena pola sebaran pada karakter berat buah tidak sesuai dengan pola sebaran yang merata dari karakter jumlah benih per buah. Hasil serupa juga ditemukan pada benih jati dimana terdapat variasi pada karakter panjang, lebar dan berat benih (Sindhuveerendra et al, 1999). Tingginya keragaman pada fenotipa buah dan benih mahoni di Jawa Timur dan Jawa Tengah disebabkan oleh tingginya keragaman genetik yang ada pada kedua populasi tersebut. Hal ini terbukti dari pengaruh pohon plus yang nyata pada hampir semua karakter yang diamati. Indikasi ini dikonfirmasi dengan hasil analisa isozim, yang menunjukkan tingkat heterozigositas harapan sebesar 0.326, dimana lebih tinggi dari beberapa jenis pohon tropis yang pernah diteliti di Indonesia, seperti sengon, jati dan meranti. Karena mahoni merupakan jenis eksotis, ada kekhawatiran bahwa populasi mahoni yang ada di Jawa khususnya, tidak memiliki basis keragaman yang memadai untuk program seleksi. Tetapi penelitian ini membuktikan bahwa kekhawatiran semacam itu tidak berdasar, karena ternyata mahoni di Jawa memiliki keragaman fenotipik dan genetik yang tinggi. KESIMPULAN 1. Terdapat variasi genetik yang cukup besar pada hampir seluruh karakter kuantitatif buah yang 2. 3.
4. 5.
diamati. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa semua karakter, kecuali diameter buah, ditentukan oleh faktor genetik. Penyebaran keragaman genetik seluruh karakter, kecuali berat buah, pada dua populasi adalah merata. Berat buah dari daerah Kedu cenderung lebih ringan dibandingkan dengan daerah Ngawi. Korelasi positif antar beberapa karakter juga ditemukan misal, antara panjang buah dengan jumlah benih per buah. Keragaman fenotipa yang tinggi ditunjang dengan data keragaman genetik isozim, yang menunjukkan tingkat heterozigositas harapan sebesar 0.326. UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dibiayai oleh proyek Hibah IPD, Dirjen Dikti, Depdikbud, tahun 2003. Ucapan terima kasih ditujukan pada Perum Perhutani terutama KPH Ngawi, Jawa Timur dan KPH Kedu, Jawa Tengah atas izin dan kerjasamanya dalam pengambilan sampel mahoni. DAFTAR PUSTAKA Gillet, E. M. 1998. GSED-Genetic Structures from Elektrophoresis Data Version 1.1. Institut für Forstpflanzenzüchtung Universität Gottingen Germany. Samingan, T. 1980. Dendrologi. Bagian Ekologi. Departemen Botani. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Sindhuveerendra, H., C, R V. Rao, H. S. Ananthapadmanabha, and M. Munireddy. 1999. Variation in seed characteristics of clones of Tectona grandis L. F. (Teak), p. 113-117. In: Edwards, D. G. W, and S. C. Naithani (Eds.). Seed and Nursery Technologi of Forest Trees. New Age International (P) Ltd. Publish. New Delhi. Zobel, B. J. and J. T. Talbert. 1984. Applied Forest Tree Improvement. John Wiley and Sons, New York.
164
Makalah Oral