KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA
YANDI WIJAKSANA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA
YANDI WIJAKSANA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
SUMMARY YANDI WIJAKSANA. E14103052. Biometric Characteristics of LargeLeaved Mahogany Tree (Swietenia macrophylla King.) Case in KPH Tasikmalaya. Under Supervision Prof. Dr. Ir. H. Endang Suhendang, MS. and Ir. Budi Prihanto, MS. INTRODUCTION. Research about tree biometric characteristics become an new issue at forest knowledge. This condition give some chance for all forester in biometric division to get more research which concentration at tree biometric characteristics. The knowledge about tree characteristics are needed to recognize a tree species. Tree biometric characteristics may be used to identify tree species by its physical characteristics. Physical data achieved through tree dimension measurements is needed in the process. The objective of this research is to describe mahoni tree biometric characteristics. The research will, hopefully, enrich scietific information, especially in mahoni tree characteristic information as well as benefit for forest planning practice. OBJECTS AND METHODS. The research was conducted at BKPH Singaparna KPH Tasikmalaya in September 2007. The research objects are 40 mahoni trees samples at various diameter breast high, chossen by purposive sampling. Tools used were phiband, haga hypsometer, Spiegel Relascop Bieterlich, rope, and tally sheet. Dimension measured were diameters element, height element, crown element, and total branch of each tree samples. Stem division was started from stem foot until clear length bole (2 meters for each section). Tree volume was measured using Smallian formula. Form value measured were breast high form value and absolute form value. Data analysis was done by statistically describe tree dimension, measured the ratio between each dimension, analyzed the correlation between tree dimension, between tree dimension and actual volume, stem form value and analyzed the correlation between volume and form value. Regression equation model was made using all the related correlations. The data were analyzed using Microsoft Excel and Minitab version 15. RESULT AND CONCLUTION. The results were as follows: foot diameter (Dp) : minimum 24 cm, maximum 68 cm, mean 47,68 cm; diameter breast high (Dbh) : minimum 21 cm, maximum 64 cm, mean 42,66 cm ; clear length bole diameter (Dbc) : minimum 15 cm, maximum 49 cm, mean 30,77 cm ; crown diameter (Djuk) ; minimum 3,15 m, maximum 13,89 m, mean 8,089 m ; total height (Ttot): minimum 14 m, maximum 30 m, mean 22,60 m ; clear length bole height (Tbc) : minimum 3,5 m, maximum 17,5 m, mean 9,375 m ; crown length (Pjuk) : minimum 6,6 m, maximum 19,6 m, mean 13,22 m ; total branch (Jcab) : minimum 2, maximum 10, mean 3,525; Mahoni stem taper is 1,126. Mahoni tree dimension with most correlation with other mahoni tree dimension are total heigh, and crown length. The highest correlation achieved from foot diameter and diameter breast high. The formula for mahoni is d/D = 0,980 0,794 h/H + 0,364 (h/H)2 with correlation varian value is 8,50 %. Absolut form value of mahoni tree is 0,60 with correlation varian value is 15,00 % and breast high form value 0,76 with correlation varian value is 11,84 %.
Key word : biometric characteristics, mahoni tree characteristics
RINGKASAN YANDI WIJAKSANA. E 14103052. Karakteristik Biometrik Pohon Mahoni Daun Lebar (Swietenia macrophylla King.) Kasus di KPH Tasikmalaya. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. H. Endang Suhendang, MS. dan Ir. Budi Prihanto, MS. Penelitian tentang karakteristik biometrik jenis pohon telah menjadi sebuah bahasan baru dalam dunia kehutanan. Kondisi tersebut, memberikan kesempatan kepada rimbawan di bagian biometrika untuk lebih banyak lagi menghasilkan penelitian yang berbasis karakteristik biometrik pohon. Pengetahuan tentang karakteristik biometrik pohon diperlukan untuk menggambarkan bentuk pohon yang bersangkutan. Untuk mengetahui karakteristik biometrik suatu jenis pohon, kita harus mengetahui data fisik pohon tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik biometrik pohon mahoni daun lebar. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai informasi tentang karakteristik biometrik pohon mahoni dan dapat berguna juga dalam pelaksanaan kegiatan perencanaan hutan. Penelitian ini dilaksanakan di BKPH Singaparna KPH Tasikmalaya pada bulan September 2007. Pengukuran dilakukan terhadap 40 pohon contoh pada berbagai ukuran diameter setinggi dada, dengan pengambilan contoh secara purposive. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pita ukur, Spiegel Relascope Bitterlich, Haga Hypsometer, tambang dan tally-sheet. Dimensi yang diukur meliputi dimensi diameter, dimensi tinggi, dimensi tajuk, dan banyak cabang tiap pohon contoh. Volume pohon dihitung dengan menggunakan rumus Smalian. Persamaan regresi yang dihasilkan merupakan kelanjutan dari uji korelasi. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel and Minitab versi 15. Data tentang dimensi pohon yaitu : diameter pangkal (Dp) : minimum 24 cm, maksimum 68 cm, rata-rata 47,68 cm; diameter setinggi dada (Dbh) : minimum 21 cm, maksimum 64 cm, ratarata 42,66 cm ; diameter bebas cabang (Dbc) : minimum 15 cm, maksimum 49 cm, rata-rata 30,77 cm ; diameter tajuk (Djuk) ; minimum 3,15 m, maksimum 13,89 m, rata-rata 8,089 m ; tinggi total (Ttot): minimum 14 m, maksimum 30 m, rata-rata 22,60 m ; tinggi bebas cabang (Tbc) : minimum 3,5 m, maksimum 17,5 m, rata-rata 9,375 m ; panjang tajuk (Pjuk) : minimum 6,6 m, maksimum 19,6 m, rata-rata 13,22 m ; jumlah cabang (Jcab) : minimum 2, maksimum 10, rata-rata 3,525. Faktor keruncingan pohon mahoni adalah sebesar 1,126. Dimensi yang paling banyak berkorelasi dengan dimensi lain adalah tinggi total dan panjang tajuk. Sedangkan dimensi yang memiliki hubungan yang paling erat yaitu antara diameter pangkal dan diameter setinggi dada. Persamaan taper terbaik yang dihasilkan adalah d/D = 0,980 0,794 h/H + 0,364 (h/H)2, dengan nilai koefisien determinasi (R-sq) = 59,2 %, koefisien determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) = 58,5 % dan nilai koefisien keragaman (CV) = 8,50 %. Angka bentuk absolute mahoni sebesar 0,60 dengan niali CV sebesar 15,00 %, sedangkan angka bentuk setinggi dada sebesar 0,76 dengan nilai CV sebesar 11,84 %.
Kata kunci : karakteristik biometrik., karakteristik pohon mahoni
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Biometrik Pohon Mahoni Daun Lebar (Swietenia macrophylla King.) Kasus di KPH Tasikmalaya adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2008
Yandi Wijaksana NRP E14103052
Judul Penelitian : Karakteristik Biometrik Pohon Mahoni Daun Lebar (Swietenia macrophylla King.) Kasus di KPH Tasikmalaya Nama
: Yandi Wijaksana
NRP
: E14103052
Menyetujui :
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Prof. Dr. Ir. H Endang Suhendang, MS NIP 130 933 588
Ir. Budi Prihanto, MS NIP 131 849 396
Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, MAgr. NIP 131 578 788
Tanggal Lulus : ....................
KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Alloh SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan September tahun 2007 adalah Karakteristik Biometrik Pohon Mahoni Daun Lebar (Swietenia macrophylla King.) Kasus di KPH Tasikmalaya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Endang Suhendang, MS dan Bapak Ir. Budi Prihanto, MS selaku dosen pembimbing. Bapak Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, Msc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS selaku dosen penguji dari Departemen THH dan KSH. Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Papah, Mamah atas semua iringan do’a dan curahan kasih sayang, Trisni-nyawa hidupku-Yuliani, semua keluarga atas bantuannya, teman-teman Manajemen Hutan (Drie, Ze, Sin, Lit, Benz, Chal and @ll) atas segala pengertiannya, serta keluarga besar KPH Tasikmalaya yang telah banyak memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2008 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis atas nama Yandi Wijaksana dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat, tanggal 8 Januari 1984. Ayah bernama Atjeng Widjaksana dan Ibu bernama Cucu Sumiati. Penulis mendapatkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Kirisik (tahun 1990-1996), Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Wado (tahun 1996-1999), serta Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri I Sumedang (tahun 1999-2002). Penulis berhasil masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur SPMB dengan memilih Jurusan Manajemen Hutan dan mengambil bidang khusus Biometrika Hutan. Kegiatan praktek lapang yang pernah diikuti antara lain, Praktek Pengenalan Hutan di daerah Leuweung Sancang - Gunung Kamojang Kabupaten Garut dan Praktek Pengelolaan Hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Tasikmalaya Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, rangkaian kegiatan tersebut dilaksanakan pada bulan Juni – Agustus tahun 2006. Kemudian pada bulan Februari – April tahun 2007, penulis mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada PT. Korintiga Hutani di Kabupaten Pangkalan Bun, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dengan judul Karakteristik Biometrik Pohon Mahoni Daun Lebar (Swietenia macrophylla King.) Kasus di KPH Tasikmalaya.
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................................... i RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. ii DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vii BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................ 2 1.3 Manfaat Penelitian .......................................................................... 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mahoni Daun Lebar (Swietenia macrophylla King.) ...................... 3 2.1.1 Taksonomi dan Tatanama..................................................... 3 2.1.2 Penyebaran dan Habitat ........................................................ 3 2.1.3 Habitus................................................................................. 3 2.1.4 Sifat-sifat kayu ..................................................................... 4 2.1.5 Silvikultur ............................................................................ 4 2.1.6 Kegunaan ............................................................................. 5 2.2 Parameter Individu Pohon .............................................................. 5 2.2.1 Diameter Pohon ................................................................... 5 2.2.2 Tinggi Pohon ....................................................................... 5 2.2.3 Bentuk Batang...................................................................... 6 2.2.4 Tajuk.................................................................................... 8 2.2.5 Cabang ................................................................................. 8 2.3 Perkembangan Penelitian Tentang Karakteristik Biometrik Pohon di Indonesia ....................................................................... 9
BAB III KONDISI UMUM LOKASI 3.1 Letak Geografis dan Luas KPH Tasikmalaya ................................ 11 3.2 Pembagian Wilayah Kelas Perusahaan Mahoni...............................11 3.3 Kondisi Fisik Lapangan ................................................................ 12 3.4 Keadaan Hutan ............................................................................. 12
BAB IV METODOLOGI 4.1 Lokasi Pengambilan Data ............................................................. 13 4.2 Alat dan Obyek Penelitian ............................................................ 13 4.3 Metode Penelitian ......................................................................... 13 4.3.1 Pemilihan Pohon Contoh ................................................... 13 4.3.2 Pengukuran Dimensi Pohon .............................................. 14 4.3.3 Pembagian Batang............................................................. 14 4.4 Analisis Data ................................................................................ 14 4.4.1 Deskripsi Statistik Pohon Contoh ...................................... 14 4.4.2 Rasio Antar Dimensi Pohon Contoh .................................. 14 4.4.3 Perhitungan Rasio Keruncingan Batang Pohon Contoh...... 15 4.4.4 Korelasi Antar Dimensi Pohon Contoh .............................. 15 4.4.5 Penyusunan Persamaan Regresi Antar Dimensi Pohon ...... 16 4.4.6 Penyusunan Persamaan Taper ........................................... 16 4.4.7 Penentuan Angka Bentuk Batang ...................................... 16 4.4.8 Penyusunan Persamaan Regresi Rasio Diameter................ 18 4.4.9 Pendugaan Konsistensi Karakteristik Biometrik Pohon Contoh ……………………………………………18 4.4.10 Kriteria Ketepatan Model ................................................ 18 BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Pohon Contoh ............................................................... 21 5.2 Deskripsi Statistik Pohon Contoh ............................................... 21 5.3 Rasio Antar Dimensi Pohon ....................................................... 21 5.4 Perhitungan Rasio Keruncingan Batang Pohon Contoh .............. 22 5.5 Korelasi Antar Dimensi Pohon ................................................... 23 5.6 Penyusunan Persamaan Regresi Antar Dimensi.......................... 24 5.7 Penyusunan Persamaan Taper .................................................... 27 5.8 Korelasi Antara Dimensi Pohon dengan Volume Aktual ............ 28 5.9 Angka Bentuk Batang Rata-rata ................................................. 28 5.10 Penyusunan Persamaan Regresi Rasio Diameter ...................... 28 5.11 Pendugaan Konsistensi Karakteristik Biometrik Pohon Contoh ………………………………………….....…...29
5.11.1 Korelasi Antara Diameter Setinggi Dada dengan Rasio Dimensi Pohon Contoh................................................ 29 5.11.2 Korelasi Antara Diameter Setinggi Dada dengan Angka Bentuk......................................................................... 30 BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan................................................................................ 32 6.2 Saran ......................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Ringkasan Data Penologi Pohon Mahoni.......................................... 4 2. Spesifikasi, Sortimen dan Ukuran Kayu Gergajian Mahoni.............. 8 3. Daftar Pembagian Kelas Perusahaan Mahoni Wilayah KPH Tasikmalaya............................................................................ 11 4. Matrik Perhitungan Rasio Antar Dimensi Pohon Contoh................. 11 5. Sebaran Kelas Diameter Setinggi Dada Pohon Contoh.................... 21 6. Deskripsi Statistik Dimensi Pohon Contoh....................................... 21 7. Deskripsi Statistik Rasio Antar Dimensi Pohon Contoh................... 22 8. Korelasi Antar Dimensi Pohon Contoh............................................. 23 9. Persamaan Regresi Menggunakan Variabel Bebas Diameter Setinggi Dada.................................................................................... 24 10. Persamaan Regresi Menggunakan Variabel Bebas Diameter Pangkal.............................................................................................. 25 11. Persamaan Regresi Menggunakan Variabel Bebas Tinggi Bebas Cabang.................................................................................... 25 12. Persamaan Regresi Menggunakan Variabel Bebas Tinggi Total...... 26 13. Persamaan Regresi Menggunakan Variabel Bebas Diameter Tajuk..26 14. Persamaan Taper Umum Pohon Contoh............................................ 27 15. Deskripsi Statistik Angka Bentuk Pohon Contoh.............................. 28 16. Persamaan Regresi Menggunakan Variabel Bebas Rasio Diameter.. 28 17. Korelasi Diameter Setinggi Dada dengan Rasio Pohon Contoh........ 29 18. Korelasi Diameter Setinggi Dada dengan Angka Bentuk.................. 29
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Rekapitulasi Data Pengukuran Dimensi Pohon Contoh Berdasarkan Kelas Diameter............................................................ 35 2. Korelasi Data dan Model Umum Dimensi Pohon............................ 41 3. Model Umum Persamaan Taper....................................................... 60
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis kayu daun lebar (hardwood) yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah kayu mahoni daun lebar atau yang dikenal dengan nama ilmiah Swietenia macrophylla King. Kayu ini termasuk bahan mebel bernilai ekonomi tinggi, selain itu karena sifatnya sebagai kayu keras maka kayu ini juga digunakan secara umum sebagai bahan bangunan, seperti tongkat, tiang, kusen, pintu dan lain-lainnya. Banyaknya kegunaan tersebut menyebabkan suatu kondisi dimana selalu ada saja permintaan masyarakat terhadap kayu ini. Dewasa ini, bahasan tentang karakteristik biometrik jenis pohon telah menjadi sebuah bahasan baru dalam dunia kehutanan yang secara langsung memberi kesempatan kepada rimbawan untuk lebih banyak menghasilkan penelitian yang berbasis karakteristik biometrik tersebut. Untuk mengetahui karakteristik biometrik suatu pohon, harus diketahui data fisik pohon yang bersangkutan. Suatu keadaan di masyarakat bahwa kayu mahoni banyak digunakan sebagai bahan bangunan, adalah sebuah alasan untuk memperkirakan bahwa permintaan terhadap kayu ini akan selalu ada dan kemungkinan akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang berindikasi terhadap peningkatan bahan bangunan. Bertolak dari keadaan tersebut, informasi mengenai karakteristik biometrik pohon mahoni sangat diperlukan
untuk
membantu
mempermudah
dalam
pengenalan
dan
perhitungan pendugaan dimensi pohon tersebut. Pengenalan dan perhitungan dimensi pohon sangat berguna dalam menentukan apakah suatu pohon dapat dijadikan bahan bangunan yang bernilai baik atau sebaliknya. Inventarisasi data fisik pohon dalam penelitian ini, dilakukan dengan pengukuran dimensi-dimensi pohon pada ukuran diameter setinggi dada yang berbeda, selanjutnya dilakukan analisis karakteristik setiap dimensi pohon yang diukur.
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik biometrik pohon mahoni daun lebar yang dicirikan oleh satu atau lebih dimensi kunci jenis pohon yang dapat menerangkan dimensi pohon lain yang bersifat khas dalam menggambarkan bentuk pohonnya. Selain itu, memberikan gambaran bentuk hubungan antara dimensi kunci pohon tersebut dengan dimensi lain yang dapat menggambarkan secara khas bentuk pohon tersebut. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam memperkaya
khazanah ilmu
pengetahuan dan pelaksanaan
kegiatan
perencanaan hutan, yaitu dalam hal : a. Memberikan kemudahan dalam pengenalan karakteristik pohon mahoni daun lebar. b. Dapat digunakan sebagai model acuan dalam kepentingan validasi data hasil inventarisasi terhadap jenis pohon yang sama, dan kondisi lingkungan tertentu.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mahoni Daun Lebar (Swietenia macrophylla King.) 2.1.1 Taksonomi dan Tatanama Menurut Nurhasybi dan Sudrajat (2001), Swietenia macrophylla King. termasuk dalam famili Meliaceae. Merupakan sinonim dari Swietenia candolei Pittier, Swietenia krukovii Gleason, Swietenia belizensis Lundel, Swietenia macrophylla King. var. marabaensis Ledoux et Lobatu, Swietenia tessmanii Harms. Nama lokal/daerah dari jenis ini adalah mahoni daun lebar. 2.1.2 Penyebaran dan Habitat Mahoni merupakan jenis pohon yang tumbuh di daerah lembab, menyebar secara alami dan dibudidayakan. Merupakan jenis asli dari Meksiko (Yucatan), bagian tengah dan utara Amerika Selatan (Wilayah Amazona). Penanaman secara luas terutama di Asia Selatan dan Pasifik, juga diintroduksi di Afrika Barat (Nurhasybi dan Sudrajat, 2001). Sedangkan di Indonesia, menurut Martawijaya et. al. (1981), pohon mahoni menyebar di seluruh Pulau Jawa. 2.1.3 Habitus Menurut Nurhasybi dan Sudrajat (2001), pohon ini selalu hijau dengan tinggi antara 30 - 35 m. Kulit berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi coklat tua, menggelembung dan mengelupas setelah tua .Daun bertandan dan menyirip yang panjangnya berkisar 35 - 50 cm, tersusun bergantian, halus berpasangan, 4 - 6 pasang tiap-daun, panjangnya berkisar 9 - 18 cm. Bunga kecil berwarna putih, panjang 10 - 20 cm, malai bercabang. Buah kering merekah, umumnya berbentuk kapsul bercuping 5, keras, panjang 12 - 15 cm, abu-abu coklat, halus. Bagian luar buah mengeras, ketebalan 5 - 7 mm bagian dalam lebih tipis. Di bagian tengah mengeras seperti kayu, berbentuk kolom dengan 5 sudut yang memanjang menuju ujung. Buah akan pecah mulai dari ujung atau pangkal pada saat masak dan
kering. Biji menempel pada kolumela melalui sayapnya, meninggalkan bekas yang nyata setelah benih terlepas. Umumnya setiap buah terdapat 35 - 45 biji. Benih berwarna coklat, lonjong padat, bagian atas memanjang melengkapi menjadi sayap, panjangnya mencapai 7,5 - 15 cm dengan extensive air spaces (biji disebarkan oleh angin), jumlah biji sekitar 1800 - 2500 per Kg. 2.1.4 Sifat-sifat kayu Kayu teras berwarna coklat muda kemerah-merahan atau kekuningkuningan sampai coklat tua kemerah-merahan, lambat laun menjadi lebih tua. Tekstur kayu agak halus. Arah serat berpadu, kadang-kadang bergelombang. Permukaan kayu agak licin dan mengkilap. Termasuk kelas awet III dan kelas kuat III (Martawijaya et. al., 1981). 2.1.5 Silvikultur Bunga berkelamin satu dan pohon berumah satu. Penyerbukan dilakukan oleh serangga. Hibridisasi sering terjadi terutama dengan S. mahagoni apabila species tersebut tumbuh bersama. Biasanya hanya satu bunga yang menjadi buah, yang lainnya gugur. Pembentukan bunga sampai buah masak diperlukan waktu 9 - 12 bulan. Masa berbunga dan buah terjadi setiap tahun mulai umur 10 - 15 tahun tetapi pembentukan buah akan menurun apabila polinator berkurang. Waktu yang lama dalam pembentukan buah memungkinkan untuk menaksir hasil setiap bulan sebelum pemungutan hasil. Biasanya pembungaan terjadi ketika pohon menggugurkan daun atau pada saat daun baru muncul sesaat sebelum musim hujan (Nurhasybi dan Sudrajat, 2001). Tabel 1 Ringkasan Data Penologi Pohon Mahoni Daerah Penyebaran Amerika tengah dan utara Amerika selatan British Virgin Island Costa Rica Pulau Solomon Pilipina Indonesia Sumber : Nurhasybi dan Sudrajat (2001)
Musim bunga April-Juni September-Oktober Mei-Juni Maret-Apri Juni-September Maret-Juni September-Oktober
Musim buah Januari-Maret Juli-Agustus September-Oktober Desember-Januari Desember-Maret Juni-Agustus
2.1.6 Kegunaan Kayu mahoni termasuk bahan mebel bernilai tinggi karena dekoratif dan mudah dikerjakan. Ditanam secara luas di daerah tropis dalam program reboisasi dan penghijauan. Dalam sistem agroforestry digunakan sebagai tanaman naungan dan kayu bakar (Nurhasybi dan Sudrajat, 2001). 2.2 Parameter Individu Pohon 2.2.1 Diameter Pohon Menurut Bruce dan Scumacher (1950), diameter adalah suatu garis lurus yang menghubungkan dua titik pada garis luar lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintangnya. Diameter pohon merupakan salah satu dimensi pohon yang penting karena selain secara langsung menentukan volume pohon juga akan berperan sebagai pengganti dimensi umur pada hutan alam. Meskipun tidak selamanya pohon yang berdiameter kecil menunjukkan umur yang masih kecil (Richards, 1994). Diameter pohon adalah panjang garis lurus yang menghubungkan dua buah titik pada lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintangnya. Besarnya diameter pohon bervariasi menurut ketinggian dari permukaan tanah. Oleh karena itu, dikenal istilah diameter setinggi dada atau diameter breast height (dbh), yaitu diameter yang diukur pada ketinggian setinggi dada dari permukaan tanah. Di USA, diameter pohon berdiri diukur pada 4,5 ft diatas permukaan tanah, sedangkan pada negara dengan sistem metrik, diameter pohon berdiri diukur pada ketinggian 1,3 m dari permukaaan tanah. Diameter pada titik lainya sepanjang batang pohon sering ditunjukkan dengan : d0,5h = diameter pada setengah tinggi total, d0,1h = diameter pada 0,1 total tinggi, d6 = dimaeter paad ketinggian 6 m dari permukaan tanah (Husch et al, 2003). 2.2.2
Tinggi Pohon Dalam inventarisasi hutan, biasanya dikenal beberapa macam tinggi
pohon, yaitu :
1. Tinggi total, yaitu tinggi dari pangkal pohon di permukaan tanah sampai puncak pohon. 2. Tinggi batas bebas cabang atau permulaan tajuk, yaitu tinggi pohon dari pangkal batang di permukaan, sampai cabang pertama yang membentuk tajuk. Husch et. al. (2003), mengemukakan bahwa tinggi pohon merupakan jarak antara titik atas pada batang pohon dengan titik proyeksinya pada bidang mendatar yang melalui titik bawah (pangkal pohon). 2.2.3 Bentuk Batang 1. Angka Bentuk Angka bentuk atau faktor bentuk (form factor) merupakan suatu nilai/ angka hasil perbandingan antara volume pohon dan volume silinder yang besarnya kurang dari satu. Angka bentuk pohon dapat didefinisikan sebagai berikut : a. Merupakan konstanta untuk mengkoreksi volume silinder guna mendapatkan volume sebenarnya pohon pada dimensi tinggi dan diameter setinggi dada yang sama. b. Merupakan suatu angka pecahan (<1) hasil dari pembagian antara volume pohon sebenarnya oleh volume silinder yang memiliki dimensi diameter setinggi dada dan tinggi yang sama. Macam-macam angka bentuk pohon menurut dimensi pohon yang digunakan untuk perhitungan yaitu : angka bentuk pohon absolut, setinggi dada, dan normal (Husch, 1963). 2. Kusen Bentuk Pada umumnya setiap batang pohon tidak berbentuk silindris sehingga ada faktor keruncingan. Untuk mengetahui besar keruncingan perlu ada perbandingan antara diameter atas dan diameter bawah. Nilai dari perbandingan ini yang disebut dengan kusen bentuk. Macam kusen bentuk ada dua kusen yaitu kusen bentuk normal yang merupakan perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter setinggi dada dan kusen bentuk absolut yang merupakan perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari
tinggi pohon dengan diameter pada ketinggian 10 % tinggi dari pangkal pohon (Belyea, 1950). 3. Taper Menurut Husch (1963), bentuk batang dibagi menjadi dua tipe, yaitu : a. Excurrent, yaitu bentuk batang yang teratur dan lurus memanjang dan biasanya terdapat pada jenis-jenis konifer atau daun jarum. b. Deliquescient, yaitu pohon yang berbentuk tidak teratur, dimana pada ketinggian tertentu bercabang-cabang besar dan banyak dijumpai pada jenis-jenis kayu berdaun lebar. Menurut Husch et. al. (2003), bentuk-bentuk batang yang menyusun suatu pohon ada 4 macam, yaitu silinder, paraboloid, kerucut, dan neiloid. Keempat macam bentuk batang tersebut tidak selalu ada pada pohon, namun yang sering dijumpai adalah bentuk neiloid, kerucut, dan paraboloid. Menurut Husch et. al. (2003), taper diartikan sebagai suatu bentuk yang meruncing. Sedangkan definisi taper pohon adalah pengurangan atau semakin mengecilnya diameter batang atau seksi batang pohon dari pangkal hingga ujungnya. Taper pohon ini secara umum disebut pula bentuk batang atau lengkung bentuk. Laasasenaho (1993), menyatakan bahwa bentuk kurva taper hampir sama pada pohon-pohon yang berbeda ukuran pada jenis pohon yang sama, sehingga memungkinkan model taper dapat dibuat berdasarkan diameter relatif dan tinggi relatif. Bentuk persamaan umumnya adalah sebagai berikut : (d/D) = f (h/H) dimana :
d = diameter ujung batang pada ketinggian h D = diameter setinggi dada (dbh) H = tinggi total pohon dari atas permukaan tanah h = tinggi batang pada diameter d
2.2.4 Tajuk 1. Diameter Tajuk Diameter tajuk adalah ukuran dimensi penampang melintang lingkaran tajuk sepanjang garis yang melalui titik pusat lingkaran yang titik ujungnya pada garis lingkaran tajuk (Husch, 1963). Diameter tajuk dapat diukur menggunakan meteran dengan cara mengukur proyeksi vertikal panjang garis yang melalui pangkal pohon dan dua titik pada proyeksi garis lingkaran tajuknya. Pengukuran menggunakan meteran dilaksanakan dua kali dengan posisi pengukuran yang saling tegak lurus dan hasilnya dirata-ratakan (Husch et. al. 2003). 2. Panjang Tajuk Panjang tajuk adalah jarak awal percabangan antara tajuk dengan puncak pohon (Husch et al. 2003). 2.2.5 Cabang Ketentuan ukuran minimal sortimen yang diperdagangkan, menjadi batasan dalam penentuan cabang pohon contoh yang akan diamati. Besarnya ukuran tebal, lebar dan panjang kayu gergajian harus sesuai dengan ukuran baku. Tabel 2 Spesifikasi, Sortimen dan Ukuran Kayu Gergajian Mahoni No 1. 2. 3. 4.
5.
Ukuran Tebal (cm) Lebar (cm) Kayu Gergajian Kecil (KGK) Papan tipis (boards) 5 10 Papan tebal (planks) >5 15 Papan sempit (strips) <½l < 10 Broti kecil (small scantlings ) ½l 15 a. Reng 2 3 3 4 1½ 2½ 2 2½ b. Usuk 4 6 5 7 4 8 c. Kusen 6 12 8 12 10 12 6 15 8 15 d. Komponen pintu, jendela Skuer kecil (small squares) l < 10 t < 10 a. Tiang < 10 < 10 Spesifikasi sortimen
Keterangan
t<½l
Panjang
0,50 m
Panjang
1,00 m
Panjang
1,00 m
Panjang
2,00 m
Ukuran Tebal (cm) Lebar (cm) Kayu Gergajian Besar (KGB) 1. Broti besar (large scantlings) ½l > 15 2. Skuer besar (large squares) l 10 t 10 3. Balok dan swalep 10 20 Sumber : Departemen Kehutanan (2003) No
Spesifikasi sortimen
Keterangan
Termasuk tiang
2.3 Perkembangan Penelitian Tentang Karakteristik Biometrik Pohon di Indonesia Harbagung (1985) melakukan penelitian tentang Model Penaksiran Isi Dolok Mahoni Daun Lebar di KPH Tasikmalaya. Penelitian tersebut menghasilkan bentuk model terbaik untuk penaksiran isi dolok mahoni : Log V = - 5,15512 – 1,88682.10 -5 (Du2P) + 3,41940 (log Du) – 0,89532 (1/log Du) + 6,56305 (1/Du) – 4,57373.10 -2 (Du) + 4,59874.10-4 (Du2) – 0,75042 (log P) + 0,50868 (P) – 3,21998.10-2 (P2) dimana : V
= taksiran isi dolok (m3)
Du
= diameter ujung pucuk dolok (cm)
P
= panjang dolok (m)
Penelitian tersebut juga menghasilkan sebuah tabel yang memuat volume dolok mahoni daun lebar, pada berbagai ukuran diameter dan panjang dolok. Ukuran diameter berkisar antara 8 cm – 50 cm (dengan interval 1 cm), sedangkan ukuran panjang berkisar antara 0,8 – 6,0 m (dengan interval 0,2 m). Penelitian tersebut mempermudah dalam penaksiran volume dolok karena hanya dengan mengetahui ukuran diameter ujung pucuk dolok, maka bisa dihitung volume taksiran dolok yang bersangkutan. Pada umumnya, untuk menghitung volume dolok diperlukan 2 ukuran diameter, yaitu diameter pangkal dan ujung dolok. Baroroh (2006) melakukan penelitian mengenai Karakteristik Biometrik Pohon Shorea leprosula Miq. di Hutan Tanaman Haurbentes, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor pada pohon umur 13 tahun, 20 tahun, 21 tahun, 37 tahun, 54 tahun dan 66 tahun. Dimensi pohon yang diukur meliputi diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter per seksi, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang serta panjang seksi. Penelitian ini mencari hubungan antara diameter pohon dengan dimensi yang lainnya, hubungan antara diameter batang relatif
dengan tinggi batang relatif, angka bentuk rata-rata, dan hubungan antara rasio diameter dengan angka bentuk pohon. Maulidian (2007) melakukan penelitian mengenai Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T.et.B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas, Kabupaten Sangau, Propinsi Kalimantan Barat. Dimensi pohon yang diukur meliputi diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter per seksi, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk serta panjang seksi. Penelitian ini mencari hubungan antar dimensi pohon, hubungan diameter pohon dengan dimensi lainnya, hubungan diameter relatif dengan tinggi relatif serta angka bentuk dari pohon tersebut.
BAB III KONDISI UMUM LOKASI 3.1 Letak Geografis dan Luas KPH Tasikmalaya Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Tasikmalaya dengan luas 45.585,54 Ha, secara administratif berada di Kabupaten Tasikmalaya dan Tasikmalaya Kota. Dengan batas – batas hutan sebagai berikut : a. Bagian utara
: berbatasan dengan wilayah kerja KPH Majalengka
b. Bagian timur
: berbatasan dengan wilayah kerja KPH Ciamis
c. Bagian selatan
: berbatasan dengan samudra Indonesia
d. Bagian barat
: berbatasan dengan wilayah kerja KPH Garut
Sedangkan berdasarkan letak geografis, wilayah KPH Tasikmalaya terletak pada : 1070 54’ 32’’ – 108 0 28’ 5’’ BT dan 70 3’ 00’’ – 70 48’ 10’’ LS. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 195/KPTS-II/2003 tanggal 4 Juli 2003 tentang penunjukan kawasan hutan di wilayah propinsi Jawa Barat, yang tertuang di dalam revisi RPKH KPH Tasikmalaya. Luas areal Kelas Perusahaan Mahoni di KPH Tasikmalaya adalah 8.248,29 Ha. 3.2
Pembagian Wilayah Kelas Perusahaan Mahoni Kelas perusahaan Mahoni KPH Tasikmalaya dengan luas hutan 8.248,29 ha hanya terdiri dari 1 (satu) bagian hutan yaitu bagian hutan Awilega.
Tabel 3 Daftar Pembagian KP Mahoni Wilayah KPH Tasikmalaya No
Sub KPH
1 1.
2 Tasikmalaya
2.
Tasikmalaya
Bagian Hutan 3 Awilega
DAS 4 Ciwulan
BKPH
RPH
Petak
5 Singaparna
6 Sukaraja
7 1 s.d 7
Karangnunggal
Cibalong
8 s.d 18
Simpang
19 s.d 32 Petak 33 s.d 47 hutan cadangan
1
2
3
4
5
6 Simpang
7 61 s.d 73 74 s.d 78
3.
Tasikmalaya
Taraju
Sodong
33 s.d 60 79 s.d 92
3.3 Kondisi Fisik Lapangan Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Provinsi Jawa Barat tahun 1969 skala 1 : 250.000 yang telah diperbaharui oleh Seksi Pengukuran dan Perpetaan (SPP) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat tahun 1992, jenis-jenis tanah di kawasan hutan KP Mahoni di KPH Tasikmalaya adalah : 1. Kelompok podsolik merah kekuningan dan regosol dengan bahan induk batu pasir dan batuan liat terdapat di kelompok hutan Gunung Awilega, Gunung Kasur, Gunung Sodong, Gunung Singkup, Gunung Manggu sebelah barat, Gunung Keling, Gunung Cisaatgirang, dan Gunung Batu Lawang. 2. Komplek renzina, litosol, dan tanah coklat dengan bahan induk batu kapur, terdapat di kelompok hutan Gunung Awilega sebelah tenggara, sebagian besar Gunung Manggu, Gunung Saladaer, Gunung Urug dan Warung Peuyeum. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, yang tercantum dalam buku RPKH KPH Tasikmalaya, dapat diketahui bahwa tipe iklim untuk wilayah KPH Tasikmalaya Kelas Perusahaan Mahoni termasuk tipe D. Sedangkan berdasarkan pengamatan di lapangan, keadaan topografi lahan landai. 3.4 Keadaan Hutan Hutan di wilayah RPH Sukaraja merupakan hutan tanaman, yang dibagi ke dalam 7 petak. Terdiri dari jenis mahoni daun lebar, jati dan sengon. Tahun tanam tertua untuk pohon mahoni daun lebar adalah tahun 1965. Pohon mahoni daun lebar mendominasi tegakan hutan tanaman di RPH Sukaraja. Keadaan tumbuhan bawah kurang rapat terdiri dari semak belukar dan anakan pohon tingkat semai.
BAB IV METODOLOGI 4.1 Lokasi Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di hutan tanaman mahoni daun lebar di BKPH Singaparna KPH Tasikmalaya Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, pada bulan September 2007. 4.2 Alat dan Obyek Penelitian Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Alat yang digunakan di lapangan, terdiri dari : phiband/pita meter, Haga Hypsometer, SRB (Spiegel Relascop Bieterlich) , tali tambang, tallysheet. 2. Alat yang digunakan pada saat pengolahan data, terdiri dari : kalkulator, personal komputer dengan software Minitab versi 15.0 dan Microsoft Excel. Objek pengukuran dalam penelitian ini adalah pohon contoh jenis mahoni daun lebar dengan tingkat diameter yang berbeda. Ada dua macam data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berupa data dimensi pohon meliputi : diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter per seksi, diameter tajuk, panjang seksi batang, tinggi total, tinggi bebas cabang, panjang tajuk serta jumlah cabang dari setiap pohon contoh. Data sekunder yang diambil adalah keadaan umum lokasi pengambilan data. 4.3 Metode Penelitian 4.3.1
Pemilihan Pohon Contoh Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive sampling
(pemilihan contoh terarah dengan pertimbangan tertentu), yaitu dengan memperhatikan sebaran diameter setinggi dada dan keterwakilan dari dimensi lain pohon contoh.
Pohon contoh yang diukur adalah pohon mahoni yang diusahakan memiliki bentuk batang yang normal dan relatif lurus, memiliki sedikit cacat, tidak berpenyakit dan memiliki diameter setinggi dada lebih dari 20 cm. 4.3.2 Pengukuran Dimensi Pohon Dimensi pohon yang diukur meliputi diameter pangkal (Dp), diameter setinggi dada (Dbh), diameter bebas cabang (Dbc), diameter per seksi, diameter tajuk (Djuk), panjang seksi batang, tinggi total (Ttot), tinggi bebas cabang (Tbc), panjang tajuk (Pjuk) serta jumlah cabang (Jcab) dari setiap pohon contoh. 4.3.3 Pembagian Batang Setiap batang pohon contoh yang terpilih dibagi menjadi beberapa seksi. Pembagian batang ini dimulai dari pangkal batang hingga tinggi bebas cabang dengan panjang per seksi masing-masing 2 (dua) meter. 4.4 Analisis Data 4.4.1 Deskripsi Statistik Pohon Contoh Data yang dihitung meliputi banyaknya contoh (n), nilai minimum dan nilai maksimum data yang diukur, rata-rata atau nilai tengah (mean), koefisien keragaman (CV), dan selang penduga pada tingkat kepercayaan 95% dan 99%. 4.4.2
Rasio Antar Dimensi Pohon Contoh Tabel 4 Matrik Perhitungan Rasio Antar Dimensi Pohon Contoh Dimensi Dp Dbh Dbc Djuk Jcab Tbc Ttot
Dbh Dbc Djuk Jcab Tbc Ttot Pjuk R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R15 R16 R17 R18 R14 R19 R20 R21 R22 R25 R23 R24 R27 R26 R28
Keterangan : Ri = Rasio antar dimensi ke-i ; i = 1,2,3...n
4.4.3 Perhitungan Rasio Keruncingan Batang Pohon Contoh Pada umumnya setiap batang pohon tidak berbentuk silindris sehingga ada faktor keruncingan. Untuk mengetahui besar keruncingan perlu ada perbandingan antara diameter atas dan diameter bawah. Nilai rasio ini akan dicari setiap ketinggian 2 meter. Perhitungan rasio antara diameter atas dengan diameter bawah sebagai berikut : di d i +1
Rn =
Keterangan :
Rn = Nilai rasio diameter ke-i di = Diameter ke-i ; i = 1,2,3,.....n
4.4.4
Korelasi Antar Dimensi Pohon Contoh Nilai koefisien korelasi menggambarkan hubungan keeratan antara
dimensi yang satu dengan dimensi yang lain. Koefisien ini membantu dalam menggambarkan karekteristik biometrik pohon mahoni daun lebar. Nilai koefisien korelasi dapat dihitung melalui rumus : r=
∑x y i
n
i
− (∑ xi )(∑ y i ) / n
n
n
i =1
i =1
n
{∑ xi − (∑ xi ) 2 / n}{∑ yi − (∑ y i ) 2 / n} 2
i =1
Keterangan :
2
i =1
x i = diameter pohon ke-i
y i = tinggi pohon kr-i n = jumlah pohon Besarnya nilai koefisien korelasi (r) merupakan variabel yang dapat menunjukkan keeratan hubungan antar dimensi pohon seperti antara diameter dengan tinggi pohon. Nilai koefisien korelasi (r) merupakan penduga tak bias dari koefisien korelasi (p). Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan diameter dengan tinggi merupakan korelasi negatif sempurna dan sebaliknya jika nilai r = +1 maka hubungan diameter dengan tinggi merupakan korelasi positif sempurna. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan antara variabel itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya (Walpole, 1993).
4.4.5
Penyusunan Persamaan Regresi Antar Dimensi Pohon Pada penelitian ini, persamaan regresi yang dihasilkan mempunyai
batasan bahwa variabel bebas dalam suatu persamaan merupakan dimensi pohon yang lebih mudah diukur di lapangan daripada variabel tak bebasnya. Jika terdapat suatu kondisi dimana ada variabel bebas yang tidak berpengaruh terhadap variabel tak bebasnya, hal itu tetap merupakan informasi yang harus dijelaskan. Model-model persamaan yang dibuat umumnya menggunakan hubungan variabel-variabel sebagai berikut : y = f(x) Dari persamaan tersebut dapat dibuat model persamaan regresi liniernya yaitu : y = 4.4.6
o
+
1xi
+ ei
Penyusunan Persamaan Taper Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan fungsional antara
diameter sepanjang batang (d) dengan panjang dari pangkal batang (h), yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : d = f(h) Kurva taper dari jenis yang sama tetapi berbeda ukuran dapat disusun dengan bantuan diameter relatif dan tinggi relatif (Laasasenaho, 1982). Adapun persamaan yang akan dianalisis sebagai berikut : (d/D)
= f { (h/H) }
(d/D)2 = f { (h/H), (h/H)2 }
(d/D)2
= f { (h/H) }
(d/D) = f { (h/H), (h/H)2, (h/H)3 }
(d/D)
= f { (h/H), (h/H)2 }
(d/D)2 = f { (h/H), (h/H)2, (h/H)3 }
4.4.7
Penentuan Angka Bentuk Batang Angka bentuk pohon (f) ditentukan dengan cara membandingkan
volume aktual dengan volume silindernya : f=
Va Vsl
Keterangan : Va = volume aktual pohon Vsl = volume silinder, dengan menganggap bahwa bentuk pohon silinder.
Terdapat dua macam angka bentuk yang akan dianalisis, yaitu : a. Angka bentuk setinggi dada (fbh)
Va 0.25π (dbh) 2 Tbc
fbh =
b. Angka bentuk absolut (fabs) fabs =
Va 0.25π (dp) 2 Tbc
Keterangan : Va
= volume pohon sebenarnya
Tbc = tinggi bebas cabang dbh = diameter setinggi dada dp
= diameter pangkal
fbh
= angka bentuk setinggi dada
fabs = angka bentuk absolut
Volume aktual dihitung dengan menjumlahkan volume tiap seksi batang pohon, dengan menggunakan rumus Smalian : n
Va =
∑V i =1
si
Keterangan : Va = volume aktual
V si = volume seksi batang ke-i, dimana i = 1, 2, 3,..., n. Sedangkan untuk menghitung besarnya volume tiap seksi batang digunakan rumus Smalian, yaitu :
Vs =
(G + g ) .L 2
Keterangan : V s = volume seksi batang G = luas bidang dasar pangkal seksi batang g = luas bidang dasar ujung seksi batang L = panjang seksi batang Besarnya luas bidang dasar dihitung dengan rumus : Lbds = 0,25 π D2, dimana D = diameter yang diukur.
4.4.8 Penyusunan Persamaan Regresi Rasio Diameter Persamaan regresi ini menggunakan variabel bebas berupa rasio diameter dan variabel tidak bebas yaitu angka bentuk pohon dan volume aktual. 4.4.9 Pendugaan Konsistensi Karakteristik Biometrik Pohon Contoh Umur merupakan variabel yang diduga dapat mempengaruhi karakteristik biometrik suatu jenis pohon. Pada penelitian ini, variabel umur diduga menggunakan dimensi diameter setinggi dada. Dengan asumsi bahwa semakin besar diameter setinggi dada maka umur pohon semakin tua. a. Korelasi antara diameter setinggi dada dengan rasio dimensi pohon contoh Perhitungan ini akan menggambarkan suatu kondisi apakah suatu rasio dimensi pohon konsisten ataukah tidak konsisten dalam peranannya sebagai ciri yang khas dari suatu jenis pohon, pada berbagai tingkatan umur (diduga dari nilai dimensi diameter setinggi dada). b. Korelasi antara diameter dengan angka bentuk Perhitungan ini akan memberikan dugaan apakah angka bentuk suatu jenis pohon konsisten ataukah tidak konsisten dalam peranannya sebagai ciri yang khas dari suatu jenis pohon, pada berbagai tingkatan umur (diduga dari nilai dimensi diameter setinggi dada). 4.4.10 Kriteria Ketepatan Model Kriteria yang dipakai untuk menguji ketepatan sebuah model adalah : a. Uji tingkat kepentingan peranan peubah bebas Uji tingkat kepentingan peranan peubah bebas dimaksudkan untuk mengetahui peranan masing-masing peubah bebas di dalam persamaan dalam pembentukan model. Hipotesis yang digunakan adalah : H0 : βi = 0, untuk semua i H1 : setidaknya ada satu βi ≠ 0 Kriteria yang digunakan adalah : Jika nilai-p < α maka tolak Ho Jika nilai-p
α maka terima Ho
Uji nilai-p pada tingkat nyata tertentu (α), maka korelasi regresi antara variabel bebas dengan variabel tak bebasnya yaitu nyata (nilai-p < 0,05) dan sangat nyata (nilai-p < 0,01). b. Koefisien determinasi (R2) Koefisien determinasi adalah ukuran dari besarnya keragaman peubah tidak bebas yang dapat diterangkan oleh keragaman peubah bebasnya. Perhitungan besarnya koefisien determinasi (R2) dimaksudkan untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan yang dinyatakan dengan rumus : JK regresi × 100 % R2 = JK total
Jika nilai koefisien deteminasi sebesar 50% mempunyai pengertian bahwa 50% variasi peubah x dapat menerangkan secara memuaskan variasi peubah y, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. c. Koefisien determinasi yang terkoreksi (R2adj) Koefisien determinasi yang terkoreksi (R2adj) adalah koefisien determinasi yang tetah dikoreksi dengan derajat bebas (db) dari JKS dan JKT-nya dengan menggunakan rumus : ( JKS ) 2
R adj = 1 -
(n − p) x 100% ( JKT ) (n − 1)
Keterangan : JKS JKT
= Jumlah Kuadrat Sisa = Jumlah Kuadrat Total
(n-p) = derajat bebas sisaan (n-1) = derajat bebas total d. Koefisien keragaman (CV) Nilai koefisien keragaman menyatakan sejauh mana penyimpangan dari nilai dugaan terhadap garis linier nilai tengah variabel yang dihitung. Nilai koefisien keragaman ditentukan dengan rumus : CV =
sx _
x
x 100 %
Keterangan :
s x = simpangan baku x _
x = rata-rata x
Nilai s menunjukkan besarnya penyimpangan antara data aktual dengan dugaan model. Model makin terandalkan apabila nilai s makin kecil. Nilai s ditentukan dengan rumus : s=
s2 =
∑e
2 i
(n − p)
Keterangan : s2 = kuadrat tengan sisaan ei = sisaan ke-i n = jumlah pohon contoh
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Pohon Contoh Berdasarkan syarat statistik, jumlah minimal pohon contoh yang diukur adalah 30 pohon. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran pohon contoh sebanyak 40 pohon. Pohon contoh dikelompokkan menjadi 5 kelas diameter setinggi dada. Tabel 5 Sebaran Kelas Diameter Setinggi Dada Pohon Contoh No 1. 2. 3. 4. 5.
Diameter setinggi dada (cm) 20 – 29 30 – 39 40 – 49 50 – 59 60 – 69 Jumlah
Jumlah (pohon) 8 8 8 12 4 40
5.2 Deskripsi Statistik Pohon Contoh Dimensi yang dihitung meliputi diameter pangkal (Dp), diameter setinggi dada (Dbh), diameter bebas cabang (Dbc), diameter tajuk (Djuk), diameter per seksi, panjang seksi, tinggi total (Ttot), tinggi bebas cabang (Tbc), panjang tajuk (Pjuk) dan jumlah cabang (Jcab). Tabel 6 Deskripsi Statistik Dimensi Pohon Contoh Dimensi
n
Min-maks
Ratarata
CV (%)
Selang Penduga Kepercayaan 95% 99%
Dp (cm)
40
24 – 68
47,68
27,35
43,63 ; 51,72
42,38 ; 52,98
Dbh (cm)
40
21 – 64
42,66
29,72
Dbc (cm) Djuk (m) Ttot (m) Tbc (m) Pjuk (m) Jcab
40 40 40 40 40 40
15 – 49 3,15 – 13,89 14 – 30 3,5 – 17,5 6,6 – 19,6 2 -10
30,77 8,09 22,60 9,38 13,22 3,52
30,16 32,70 14,42 31,22 23,22 54,97
38,73 ; 46,59 27,89 ; 33,65 7,26 ; 8,91 21,59 ; 23,61
37,50 ; 47,81 26,99 ; 34,54 7,01 ; 9,16 21,27 ; 23,92
8,46 ; 10,28 12,26 ; 14,17 2,92 ; 4,12
8,18 ; 10,56 11,97 ; 14,47 2,73 ; 4,31
5.3 Rasio Antar Dimensi Pohon Perhitungan rasio antar
dimensi pohon dimaksudkan untuk
mendapatkan besaran nilai salah satu dimensi jika nilai dimensi yang lainnya diketahui.
Tabel 7 Deskripsi Statistik Rasio Antar Dimensi Rasio
n
Min
Maks
Ratarata
CV (%)
Dp/Dbh Dp/Dbc Dp/Djuk Dp/Jcab Dp/Tbc Dp/Ttot Dp/Pjuk Dbh/Dbc Dbh/Djuk Dbh/Jcab Dbh/Tbc Dbh/Ttot Dbh/Pjuk Dbc/Djuk Dbc/Jcab Dbc/Tbc Dbc/Ttot Dbc/Pjuk Djuk/Jcab Djuk/Tbc Djuk/Ttot Djuk/Pjuk Jcab/Tbc Jcab/Ttot Jcab/Pjuk Tbc/Ttot Tbc/Pjuk Ttot/Pjuk
40 40 40 40
1,030 1,260 0,040 0,030 0,020 0,010 0,010 1,105 0,033 0,030 0,020 0,009 0,013 0,020 0,023 0,010 0,006 0,011 0,704 0,362 0,137 0,189 0,110 0,070 0,110 0,175 0,212 1,210
1,300 2,720 0,080 0,320 0,130 0,030 0,060 2,330 0,072 0,310 0,115 0,029 0,057 0,060 0,220 0,088 0,021 0,039 6,945 1,920 0,636 1,190 0,219 0,476 0,781 0,713 2,485 3,480
1,130 1,570 0,060 0,160 0,050 0,020 0,040 1,398 0,054 0,146 0,049 0,188 0,033 0,039 0,103 0,036 0,013 0,023 2,852 0,924 0,357 0,631 0,420 0,160 0,270 0,414 0,780 1,780
5,31 15,92 16,67 43,75 40,00 21,74 25,00 15,02 16,67 44,66 38,78 2,66 30,30 23,08 43,69 41,67 23,08 26,09 53,30 40,15 30,50 34,93 66,67 56,25 55,56 26,32 54,74 23,60
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
Selang Penduga Kepercayaan 95% 99% 1,111 ; 1,149 1,106 ; 1,154 1,493 ; 1,647 1,468 ; 1,672 0,057 ; 0,063 0,056 ; 0,064 0,138 ; 0,182 0,132 ; 0,188 0,044 ; 0,056 0,021 ; 0,025 0,037 ; 0,043 1,333 ; 1,463
0,042 ; 0,058 0,021 ; 0,025 0,036 ; 0,044 1,313 ; 1,483
0,051 ; 0,057 0,126 ; 0,166 0,043 ; 0,055 0,186 ; 0,190
0,050 ; 0,058 0,120 ; 0,172 0,041 ; 0,057 0,186; 0,190
0,030 ; 0,036 0,036 ; 0,042 0,089 ; 0,117 0,031 ; 0,041
0,029 ; 0,037 0,035 ; 0,043 0,085 ; 0,121 0,030 ; 0,042
0,012 ; 0,014 0,021 ; 0,025 2,381 ; 3,323 0,809 ; 1,039
0,012 ; 0,014 0,021 ; 0,025 2,234 ; 3,470 0,773 ; 1,075
0,323 ; 0,391 0,563 ; 0,700 0,333 ; 0,507 0,132 ; 0,188
0,313 ; 0,401 0,542 ; 0,721 0,306 ; 0,534 0,123 ; 0,197
0,224 ; 0,316 0,380 ; 0,448 0,648 ; 0,912 1,650 ; 1,910
0,209 ; 0,331 0,370 ; 0,458 0,606 ; 0,954 1,609 ; 1,951
5.4 Perhitungan Rasio Keruncingan Batang Pohon Contoh Berdasarkan analisis rasio diameter pada setiap ketinggian 2 meter, batang pohon mahoni daun lebar memiliki pola pertumbuhan yang konstan. Hal tersebut dijelaskan oleh nilai koefisien keragaman (CV) sebesar 4,65%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hanya terdapat penyimpangan sebesar 4,65% dari garis linier nilai tengah rasio diameter pada setiap ketinggian 2 meter. Selain itu, pohon mahoni daun lebar memiliki faktor keruncingan sebesar 1,126.
5.5 Korelasi Antar Dimensi Pohon Keeratan hubungan linier antar dimensi pohon dapat diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r). Tabel 8 Matrik Korelasi Antar Dimensi Pohon Contoh Dimensi Dbh Dbc Djuk Ttot Tbc Pjuk Jcab
Dp 0,987 0,000** 0,917 0,000** 0,808 0,000** 0,500 0,001** 0,172 0,288tn 0,365 0,020* 0,107 0,513tn
Dbh
0,927 0,000** 0,836 0,000** 0,491 0,001** 0,154 0,341tn 0,373 0,018* 0,124 0,446tn
Dbc
Djuk
Ttot
Tbc
Pjuk
0,717 0,000** 0,379 0,016* -0,075 0,644tn 0,474 0,002** 0,254 0,114tn
0,455 0,003** 0,166 0,307tn 0,324 0,041* -0,052 0,750tn
0,508 0,001** 0,573 0,000** -0,141 0,386tn
-0,414 0,008** -0,258 0,107tn
0,097 0,550tn
Keterangan: Korelasi pearson Nilai-p (** = Sangat nyata ; * = Nyata ; = 0,05 ; = 0,01
tn
= Tidak nyata)
Berdasarkan matrik korelasi, dapat dilihat bahwa diameter setinggi dada memiliki korelasi yang paling tinggi dengan dimensi diameter pangkal yaitu sebesar 0,987 (p=0,000), nilai tersebut menggambarkan korelasi sangat nyata pada taraf 5% dan 1%. Sedangkan tinggi bebas cabang (p=0,341) dan jumlah cabang (p=0,446) tidak berkorelasi dengan diameter setinggi dada. Selain itu, diameter setinggi dada berkorelasi sangat nyata (p<0,01) dengan diameter bebas cabang, diameter tajuk dan tinggi total, serta memiliki hubungan linier nyata dengan panjang tajuk. Diameter pangkal berkorelasi sangat nyata (p<0,01) dengan diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk dan tinggi total. Sedangkan diameter pangkal berkorelasi nyata (p<0,05) dengan panjang tajuk. Tinggi bebas cabang (p=0,288) dan jumlah cabang (p=0,513) tidak berkorelasi dengan diameter pangkal. Dimensi lain yang lazim digunakan dalam pengukuran di lapangan adalah tinggi bebas cabang. Berdasarkan matrik korelasi, tinggi bebas cabang memiliki korelasi yang paling tinggi dengan tinggi total yaitu sebesar 0,508 (p=0,001), nilai tersebut menggambarkan hubungan linier yang sangat nyata pada taraf 5% dan 1%. Sedangkan panjang tajuk memiliki korelasi
negatif dengan tinggi bebas cabang (r=-0,414) dengan nilai-p sebesar 0,008 yang menggambarkan hubungan linier sangat nyata. Dimensi pohon yang lain memiliki hubungan yang tidak nyata dengan tinggi bebas cabang. Tinggi total memiliki hubungan linier sangat nyata dengan dimensi diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter tajuk, tinggi bebas cabang dan panjang tajuk, hal tersebut dijelaskan dari besarnya nilai-p (p<0,01). Sedangkan diameter bebas cabang memiliki hubungan linier nyata (p<0,05) dengan tinggi total. Dimensi jumlah cabang tidak memiliki hubungan linier dengan tinggi total. Secara umum, berdasarkan matrik korelasi tersebut dimensi yang paling banyak berkorelasi dengan dimensi lain adalah tinggi total dan panjang tajuk. 5.6 Penyusunan Persamaan Regresi Antar Dimensi Persamaan regresi disusun untuk mengetahui sejauh mana dimensi pohon yang dijadikan variabel bebas dapat menjelaskan dimensi pohon lain yang dijadikan variabel tak bebasnya, dengan batasan bahwa variabel bebas merupakan variabel yang lebih mudah dan lazim digunakan pada pengukuran di lapangan dibandingkan variabel tak bebasnya. Tabel 9 Persamaan Regresi Menggunakan Variabel Bebas Diameter Setinggi Dada No
Persamaan
R-sq
R-sq (adj)
CV
(%)
(%)
(%)
1, Ttot = 17,2 + 12,6 Dbh 24,10 22,1 2, Dp = 0,0440 + 1,01 Dbh 97,4 97,3 3, Dbc = 0,0186 + 0,678 Dbh 85,9 85,5 4, Djuk = 0,650 + 17,4 Dbh 69,9 69,1 5, Pjuk = 9,37 + 9,02 Dbh 13,9 11,6 6, Tbc = 7,85 + 3,56 Dbh 2,4 0,0 7, Jcab = 2,72 + 1,89 Dbh 1,5 0,0 = 0,01 ; = 0,05 **= Sangat nyata * = Nyata
Nilai-p
0,001 ** 0,000 ** 0,000 ** 0,000 ** 18,18 21,83 0,018 * 0,341 tn 31,25 55,17 0,446 tn tn = Tidak nyata 12,73 4,49 11,49
Analisis persamaan regresi menggunakan variabel bebas diameter setinggi dada, menggambarkan bahwa diameter setinggi dada pohon mahoni berkorelasi sangat nyata (p<0,01) dengan diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter tajuk dan tinggi total. Selain itu, diameter setinggi dada berkorelasi nyata (p<0,05) dengan panjang tajuk. Keragaman diameter
setinggi dada dapat menjelaskan keragaman variabel tak bebas diameter pangkal sebesar 97,4 %. Dimensi tinggi bebas cabang dan jumlah cabang tidak memiliki hubungan linier (p>0,05) dengan diameter setinggi dada. Tabel 10 Persamaan Regresi Menggunakan Variabel Bebas Diameter Pangkal No
Persamaan
R-sq
R-sq (adj)
CV
(%)
(%)
(%)
Ttot = 16,6 + 12,5 Dp 25 23,1 Dbc = - 0,0035 + 0,653 Dp 84,1 83,7 65,2 64,3 3, Djuk = 0,277 + 16,4 Dp 13,3 11,1 4, Pjuk = 9,12 + 8,60 Dp 3,0 0,4 5, Tbc = 7,53 + 3,87 Dp 1,1 0,0 6, Jcab = 2,77 + 1,58 Dp = 0,01 ; = 0,05 **= Sangat nyata * = Nyata 1, 2,
Nilai-p
0,001 ** 0,000 ** 0,000 ** 19,54 0,020 * 21,90 0,288 tn 31,16 0,513 tn 55,29 tn = Tidak nyata 12,65 12,16
Analisis persamaan regresi menggunakan variabel bebas diameter pangkal, menggambarkan bahwa diameter pangkal pohon mahoni berkorelasi sangat nyata (p<0,01) dengan diameter bebas cabang, diameter tajuk dan tinggi total. Selain itu, diameter pangkal berkorelasi nyata (p<0,05) dengan panjang tajuk. Keragaman diameter pangkal dapat menjelaskan keragaman variabel tak bebas diameter bebas cabang sebesar 84,1 %. Dimensi tinggi bebas cabang dan jumlah cabang tidak memiliki hubungan linier (p>0,05) dengan diameter pangkal. Persamaan regresi dengan variabel bebas diameter setinggi dada tidak dianalisis, karena batasan faktor kemudahan pengukuran di lapangan. Tabel 11 Persamaan Regresi Menggunakan Variabel Bebas Tinggi Bebas Cabang No
Persamaan
R-sq
R-sq (adj)
CV
(%)
(%)
(%)
23,9 15,0 0,0 0,2 4,2 tn = Tidak nyata
12,57
1, Ttot = 17,3 + 0,566 Tbc 25,8 2, Pjuk = 17,3 - 0,435 Tbc 17,2 3, Dbc = 0,330 - 0,00239 Tbc 0,6 4, Djuk = 6,68 + 0,150 Tbc 2,7 5, Jcab = 5,13 - 0,171 Tbc 6,7 = 0,01 ; = 0,05 **= Sangat nyata
21,41
30,23 32,67 53,64
Nilai-p 0,001** 0,008** 0,644 tn 0,307 tn 0,107 tn
Analisis persamaan regresi menggunakan variabel bebas tinggi bebas cabang, menggambarkan bahwa tinggi bebas cabang pohon mahoni berkorelasi sangat nyata (p<0,01) dengan tinggi total dan panjang tajuk.
Keragaman tinggi bebas cabang dapat menjelaskan keragaman variabel tak bebas tinggi total sebesar 25,8 %. Dimensi diameter bebas cabang, diameter tajuk dan jumlah cabang tidak berkorelasi dengan tinggi bebas cabang (p>0,05). Persamaan regresi dengan variabel diameter setinggi dada dan diameter pangkal tidak dianalisis, karena batasan faktor kemudahan pengukuran di lapangan. Tabel 12 Persamaan Regresi Menggunakan Variabel Bebas Tinggi Total No
Persamaan
R-sq
R-sq (adj)
CV
(%)
(%)
(%)
1, Dbc = 0,0636 + 0,0108 Ttot 14,4 12,1 2, Djuk = - 0,27 + 0,370 Ttot 20,7 18,7 3, Pjuk = 1,02 + 0,540 Ttot 32,8 31,1 4, Jcab = 5,41 - 0,0836 Ttot 2,0 0,0 = 0,01 ; = 0,05 **= Sangat nyata * = Nyata
26,00 29,42 19,21 54,97 tn = Tidak nyata
Nilai-p 0,016* 0,003** 0,000** 0,386 tn
Analisis persamaan regresi menggunakan variabel bebas tinggi total, menggambarkan bahwa tinggi total pohon mahoni berkorelasi sangat nyata (p<0,01) dengan panjang tajuk dan diameter tajuk. Selain itu, tinggi total berkorelasi nyata (p<0,05) dengan diameter bebas cabang. Keragaman tinggi total dapat menjelaskan keragaman variabel tak bebas panjang tajuk sebesar 32,8 %. Jumlah cabang tidak berkorelasi dengan tinggi total (p>0,05). Persamaan regresi dengan variabel diameter setinggi dada, diameter pangkal dan tinggi bebas cabang tidak dianalisis, karena batasan faktor kemudahan pengukuran di lapangan. Tabel 13 Persamaan Regresi Menggunakan Variabel Bebas Diameter Tajuk No
Persamaan
R-sq
R-sq (adj)
CV
(%)
(%)
(%)
1. Dbc = 0,104 + 0,0251 Djuk 51,4 50,1 2. Pjuk = 10,2 + 0,376 Djuk 10,5 8,2 3. Jcab = 3,83 - 0,038 Djuk 0,3 0,0 = 0,01 ; = 0,05 **= Sangat nyata * = Nyata
21,29 22,25 55,53 tn
Nilai-p 0,000 ** 0,041 * 0,750 tn
= Tidak nyata
Analisis persamaan regresi menggunakan variabel bebas diameter tajuk, menggambarkan bahwa diameter tajuk pohon mahoni berkorelasi sangat nyata (p<0,01) dengan diameter bebas cabang. Selain itu, diameter tajuk berkorelasi nyata (p<0,05) dengan panjang tajuk. Keragaman diameter tajuk dapat menjelaskan keragaman variabel tak bebas diameter bebas
cabang sebesar 51,4 %. Jumlah cabang tidak berkorelasi dengan diameter tajuk (p>0,05). Persamaan regresi dengan variabel diameter setinggi dada, diameter pangkal, tinggi bebas cabang dan tinggi total tidak dianalisis, karena batasan faktor kemudahan pengukuran di lapangan. Dimensi diameter bebas cabang, panjang tajuk, dan jumlah cabang tidak dianalisis lebih lanjut, karena tidak lazim untuk dijadikan sebagai variabel bebas. Namun demikian, ketiga dimensi tersebut jika dianalisis dapat juga menghasilkan sebuah persamaan regresi, yang dapat menjelaskan hubungannya dengan dimensi lain. Dimensi jumlah cabang pohon mahoni daun lebar tidak berkorelasi dengan dimensi pohon yang lain. 5.7 Penyusunan Persamaan Taper Pada penelitian ini ada enam persamaan taper yang dianalisis, dengan menggunakan data diameter relatif sebagai variabel tak bebas dan tinggi relatif sebagai variabel bebas. Tabel 14 Persamaan Taper Umum Pohon Contoh No
Persamaan
1. 2.
d/D = 0,954 - 0,571 h/H d/D = 0,980 - 0,794 h/H + 0,364 (h/H)2 d/D = 0,999 - 1,05 h/H + 1,27 (h/H)2 - 0,89 (h/H)3 2 (d/D) = 0,893 - 0,899 h/H (d/D)2 = 0,959 - 1,46 h/H + 0,915 (h/H)2 (d/D)2 = 0,992 - 1,90 h/H + 2,46 (h/H)2 - 1,52 (h/H)3
3. 4. 5. 6.
= 0,01 ;
= 0,05
R-sq
R-sq(adj)
CV
(%)
(%)
(%)
58,4 59,1
58,2 58,6
8,55 8,50
0,000 ** 0,000 **
59,2
58,5
8,51
0,000 **
58,9 60,6
58,7 60,2
16,30 15,99
0,000 ** 0,000 **
60,8
60,2
16,00
0,000 **
Nilai-p
**= Sangat nyata
Berdasarkan tabel di atas, persamaan ke-2 merupakan persamaan terbaik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai R-sq, R-sq (adj) dan CV, yaitu berturut-turut 59,1% ; 58,6% dan 8,50 %.
5.8
Korelasi Antara Dimensi Pohon dengan Volume Aktual Tingkatan hubungan keeratan dari yang terbesar, antara volume aktual dengan dimensi pohon secara berurutan yaitu diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total dan tinggi bebas cabang. Sedangkan. panjang tajuk dan jumlah cabang tidak memiliki hubungan linier (p>0,05) dengan volume aktual.
5.9 Angka Bentuk Batang Rata-rata Angka bentuk batang mahoni diperoleh dari rata-rata rasio volume aktual dengan volume silinder pohon. Besaran nilai angka bentuk pohon mahoni yang didapat dari penelitian ini adalah : 1. Angka bentuk absolut sebesar 0,6 2. Angka bentuk setinggi dada sebesar 0,76 Tabel 15 Deskripsi Statistik Angka Bentuk Pohon Mahoni daun lebar Angka Bentuk Absolut Setinggi dada
n
Min – maks
40 40
0,36 – 0,74 0,55 – 0,95
Ratarata 0,60 0,76
Selang Penduga Kepercayaan 95% 99% 0,57 ; 0,63 0,56 ; 0,64 0,73 ; 0,79 0,72 ; 0,80
CV (%) 15,00 11,84
Nilai koefisien keragaman (CV) pada kedua angka bentuk diatas menunjukkan bahwa besarnya penyimpangan terhadap garis linier nilai tengah angka bentuk absolut sebesar 15,00 % dan 11,84 % terhadap garis linier nilai tengah angka bentuk setinggi dada. 5.10 Penyusunan Persamaan Regresi Rasio Diameter Persamaan ini disusun untuk mengefisienkan pengukuran, dimana hanya dengan mengetahui rasio diameter maka kita dapat menduga angka bentuk ataupun volume aktual pohon yang diukur. Tabel 16 Persamaan Regresi Menggunakan Variabel Bebas Rasio Diameter No 1 2 3
Persamaan fbh = 0,688 + 0,060 Dp/Dbh fabs = 1,68 – 0,959 Dp/Dbh Vaktual = 0,801 + 0,180 Dp/Dbc
= 0,01
= 0,05
R-sq
R-sq(adj)
CV
(%)
(%)
(%)
0,1 37,5 0,5
0,0 35,8 0,0
12,58 12,02 60,07
** = sangat nyata
tn
= tidak nyata
Nilai-p 0,822tn 0,000** 0,674tn
Dari persamaan regresi antara angka bentuk dengan rasio diameter pangkal dan diameter setinggi dada didapat persamaan terbaik : fabs = 1,68 – 0,959 Dp/Dbh. Setiap peningkatan nilai rasio diameter pangkal dengan diameter setinggi dada akan menurunkan angka bentuk absolut sebesar 0,959 satuan. Sehingga, bentuk batang pohon mahoni akan semakin tidak silindris seiring dengan bertambahnya ukuran dimensi diameter pangkal dan diameter setinggi dada. Dari koefisien determinasi dapat dilihat bahwa sebesar 37,5% keragaman rasio diameter pangkal dengan diameter setinggi dada dapat menjelaskan keragaman dari angka bentuk absolut, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dianalisis. Rasio diameter pangkal dengan diameter setinggi dada berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap angka bentuk absolut. Sedangkan berdasarkan nilai-p yang diperoleh pada persamaan ke-1 dan ke-3, dapat dilihat bahwa nilai-p lebih besar dari tingkat nyata 5%, berarti rasio diameter tidak berpengaruh terhadap angka bentuk setinggi dada maupun terhadap volume aktual pohon mahoni. Dengan demikian, besaran nilai angka bentuk setinggi dada dan volume aktual pohon mahoni daun lebar, tidak dapat diduga dari persamaan regresi dengan variabel bebas berupa rasio diameter. 5.11 Pendugaan Konsistensi Karakteristik Biometrik Pohon Contoh 5.11.1 Korelasi Antara Diameter Setinggi Dada dengan Rasio Dimensi Pohon Contoh Tabel 17 Korelasi Diameter Setinggi Dada dengan Rasio Pohon Contoh Hubungan Dbh dengan rasio Dp/Dbh Dp/Dbc Dp/Djuk Dp/Jcab Dp/Tbc Dp/Ttot Dp/Pjuk Dbh/Dbc Dbh/Djuk Dbh/Jcab Dbh/Tbc Dbh/Ttot Dbh/Pjuk
Nilai r
Nilai-p
CV Rasio (%)
-0,578 -0,026 -0,075 0,392 0,560 0,840 0,585 0,167 0,103 0,444 0,605 0,874 0,656
0,000** 0,874tn 0,646tn 0,012* 0,000** 0,000** 0,000** 0,304tn 0,527tn 0,004** 0,000** 0,000** 0,000**
5,31 15,92 16,67 43,75 40,00 21,74 25,00 15,02 16,67 44,66 38,78 2,66 30,30
Keterangan Tidak konsisten sebagai ciri Konsisten sebagai ciri Konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Konsisten sebagai ciri Konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri
Hubungan Dbh dengan Rasio Dbc/Djuk Dbc/Jcab Dbc/Tbc Dbc/Ttot Dbc/Pjuk Djuk/Jcab Djuk/Tbc Djuk/Ttot Djuk/Pjuk Jcab/Tbc Jcab/Ttot Jcab/Pjuk Tbc/Ttot Tbc/Pjuk Ttot/Pjuk
= 0,01 ;
Nilai r
Nilai-p
CV Rasio (%)
-0,050 0,417 0,497 0,767 0,678 0,341 0,561 0,712 0,540 0,005 -0,016 -0,067 -0,082 -0,107 -0,106
0,759tn 0,007** 0,001** 0,000** 0,000** 0,031* 0,000** 0,000** 0,000** 0,974tn 0,921tn 0,683tn 0,615tn 0,513tn 0,514tn
23,08 43,69 41,67 23,08 26,09 53,30 40,15 30,50 34,93 66,67 56,25 55,56 26,32 54,74 23,60
= 0,05
Keterangan Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri Tidak konsisten sebagai ciri
**= Sangat nyata * = Nyata
tn
= Tidak nyata
Jika diasumsikan bahwa diameter setinggi dada merupakan dimensi yang mewakili umur pohon maka berdasarkan tabel di atas, rasio dimensi pohon yang menyatakan konsisten sebagai ciri dapat dijadikan rasio dimensi acuan untuk menggambarkan karakteristik biometrik pohon mahoni daun lebar secara khas.
Rasio dimensi pohon yang konsistenan sebagai ciri,
mempunyai nilai yang relatif konstan pada berbagai tingkatan umur (dalam hal ini diduga dari dimensi diameter setinggi dada) pohon mahoni daun lebar. Sedangkan rasio dimensi pohon yang tidak konsisten sebagai ciri mempunyai nilai yang tidak konstan pada berbagai tingkatan umur pohon mahoni daun lebar. Sehingga tidak dapat dijadikan rasio acuan untuk menggambarkan karakteristik biometrik pohon mahoni daun lebar secara khas. 5.11.2 Korelasi Antara Diameter Setinggi Dada dengan Angka Bentuk Tabel 18 Korelasi Diameter Setinggi Dada dengan Angka Bentuk Hubungan Dbh dengan Angka Bentuk Absolut Setinggi Dada
= 0,01 ;
Nilai r
Nilai-p
CV Angka Bentuk (%)
0,157 -0,300
0,335tn 0,060tn
15,07% 12,47%
= 0,05
tn
= Tidak nyata
Keterangan Konsisten sebagai ciri Konsisten sebagai ciri
Angka bentuk absolut maupun angka bentuk setinggi dada, mempunyai nilai yang relatif konstan pada berbagai tingkatan umur (dalam hal ini diduga dari dimensi diameter setinggi dada) pohon mahoni daun lebar. Sehingga dapat dijadikan acuan untuk membantu menggambarkan bentuk batang pohon mahoni daun lebar tersebut.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Karakteristik pohon mahoni daun lebar di KPH Tasikmalaya adalah sebagai berikut : 1. Analisis yang dilakukan terhadap 8 (delapan) dimensi pohon mahoni daun lebar, memperlihatkan bahwa dimensi tinggi total dan panjang tajuk memiliki hubungan linier yang paling banyak dengan dimensi pohon yang lain. Sehingga dimensi tersebut, dapat membantu menggambarkan bentuk pohon mahoni daun lebar secara khas. Sedangkan dimensi diameter pangkal dan diameter setinggi dada memiliki hubungan yang paling erat diantara dimensi pohon mahoni daun lebar tersebut, yaitu sebesar 0,987. Karakteristik lain yaitu, dimensi jumlah cabang pohon mahoni daun lebar tidak berkorelasi dengan dimensi yang lain. 2. Persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antar dimensi adalah : a. Dp
= 0,0440 + 1,01 Dbh
(R2 = 97,4 %)
b. Dbc
= -0,0035 + 0,653 Dp
(R2 = 84,1 %)
c. Ttot
= 17,3 + 0,566 Tbc
(R2 = 25,8 %)
d. Pjuk
= 1,02 + 0,540 Ttot
(R2 = 32,8 %)
e. Dbc
= 0,104 + 0,0251 Djuk
(R2 = 51,4 %)
3. Persamaan fungsi taper untuk pohon mahoni adalah, d/D = 0,980 – 0,794 h/H + 0,364 (h/H)2
(R2 = 59,1 %)
4. Angka bentuk pohon mahoni adalah : a. Angka bentuk absolut
= 0,60
b. Angka bentuk setinggi dada
= 0,76
5. Nilai angka bentuk setinggi dada dan volume aktual pohon mahoni daun besar, tidak dapat diduga dari persamaan regresi dengan variabel bebas berupa rasio diameter.
33
6. Nilai rasio (dp/dbc ; dp/djuk ; dbh/dbc ; dbh/djuk) dan nilai angka bentuk (absolut dan setinggi dada) memiliki nilai yang relatif konstan pada berbagai tingkatan umur (diduga dengan dimensi diameter setingggi dada) pohon mahoni daun lebar. Sehingga dapat dijadikan acuan dalam membantu menggambarkan bentuk pohon mahoni daun lebar tersebut. 6.2 Saran a. Untuk lebih meningkatkan keterandalan model yang dihasilkan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan analisis terhadap variabel lain berupa kondisi tempat tumbuh (jenis tanah, ketinggian tempat). b. Untuk kepentingan pendugaan kualitas kayu dalam hubungannya dengan bentuk batang, diperlukan analisis hubungan antar dimensi dengan penampang melintang batang. c. Keanekaragaman jenis pohon di Indonesia memungkinkan adanya penelitian yang serupa sehingga mempermudah dalam pengenalan berbagai pohon kehutanan khususnya pohon yang potensial.
34
DAFTAR PUSTAKA Baroroh Alfieta Nur. 2007. Karakteristik Biometik Pohon Shorea Leprosula Miq. (Studi Kasus pada Hutan Tanaman Haurbentes, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Belyea HC. 1950. Forest Measurement. John Wilwy and Sons Inc. New York Bruce D, F. X. Scumacher. 1950. Forest Measuration. Mc Graw-Hill Book Company. Departemen Kehutanan. 2003. Kayu Gergajian Mahoni untuk Penggunaan Umum. Badan Standardisasi Nasional. Pusat Penelitian Kehutanan. Bogor. Harbagung, Alan S., Djamhari. 1985. Hasil Penelitian Hutan Tanaman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Husch B. 1963. Forest Mensuration and Statistic. The Ronald Press Company. New York. Husch B, TW Beer, JA Kershaw. 2003. Forest Mensuration. John Wiley and Sons Inc. New Jersey. Laasasenaho J. 1993. Modelling Taper Curves and Stem Increment. Proceedings IUFRO p. 54-57. West Virginia University. USA. Martawijaya A., I Kartasujana, K. Kadir, dan S.A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Departemen Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Maulidian. 2007. Karakteristik Biometik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T.et B.) (Studi Kasus pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas, Kabupaten Sangau, Propinsi Kalimantan Barat). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor Nurhasybi, D.J. Sudrajat. 2001. Swietenia macrophylla King. Informasi Singkat Benih. No.14. Desember. Balai Informasi Perbenihan. Bogor. Richard P. W. 1996. The Tropical Rain Forest An Ecological Study. Cambridge University Press. England. Walpole E.R. 1993. Pengantar Statistik. Edisi 3 (terjemahan). PT. Gramedia. Jakarta.
35
36
Lampiran 1. Rekapitulasi Data Pengukuran Dimensi Pohon Contoh Berdasarkan Kelas Diameter Kelas Diameter Setinggi Dada 20 – 29 cm No
1
Dp
Dbh
Dbc
(cm)
(cm)
(cm)
29
25
19
D tajuk (m)
seksi (cm)
30
23
19
30
27
19
24
21
19
30
26
21
27
23
19
25
21
15
28
25
19
19
8,2
10,8
5
20
10,7
9,3
2
23
13
10
2
23
6,3
16,7
3
20
3,5
16,5
3
18
5,6
12,4
2
14
6,3
7,7
4
22
10,2
11,8
8
D 20
2
2
20
2
3
19
2
4
19
2,2
3,96
4,56
5,04
5,53
3,42
3,15
5,34
5,15
4,05
4,13
3,97
3,77
3,57
8
Cbg
1
4,21
7
Jml
(m)
ni
4,97 6
Pjuk
(m)
3,96
2,88
5
Tbc
(m)
Rataan
6,03
4
Ttot
Di
5,16
3
Panjang seksi (m)
3,87 4,05
2
D ujung
4,73 6,53
5,63
1
22
2
2
20
2
3
20
2
4
19
2
5
18
2,7
1
25
2
2
22
2
3
20
2
4
20
2
5
19
2
6
19
2
7
19
1
1
20
2
2
20
2
3
19
2,3
1
24
2
2
21
1,5
1
20
2
2
20
2
3
19
1,6
1
20
2
2
18
2
3
15
2,3
1
24
2
2
22
2
3
20
2
4
20
2
5
19
2,2
37
Kelas Diameter Setinggi Dada 30 – 39 cm No
1
Dp
Dbh
Dbc
(cm)
(cm)
(cm)
41
35
25
D tajuk (m)
40
34
22
40
36
29
41
37
27
ni
D
(m)
8,03
1
30
2
2
29
2
3
28
2
4
25
2,7
5,72
5,93
9,28
8,74
5,5
6,35
7,2
5
39
36
27
10,4
10,7
11
6
37
32
25
6,42
5,5
4,7
7
40
35
22
7,96
7,19
6,42
8
39
33
20
seksi
Rataan
8,2
4
seksi (cm)
Di
6,15
3
Panjang
7,2 8,87
2
D ujung
5,83 4,39
5,1
1
32
2
2
30
2
3
30
2
4
28
2
5
27
2
6
25
2
7
23
2
8
22
2,4
1
34
2
2
32
2
3
30
2
4
29
2,6
1
35
2
2
34
2
3
30
2
4
28
2
5
27
1,6
1
35
2
2
34
2
3
29
2
4
27
2
5
27
1,6
1
30
2
2
28
2
3
27
2
4
25
2,9
1
30
2
2
28
2
3
25
2
4
23
2
5
22
2,1
1
29
2
2
25
2
3
22
2
4
20
2
Ttot
Tbc
Pjuk
Jml
(m)
(m)
(m)
Cbg
23
8,7
14,3
3
23
16,4
6,6
2
24
8,6
15,4
2
25
9,6
15,4
3
21
9,6
11,4
2
21
8,9
12,1
2
22
10,1
11,9
2
16
8
8
3
38
Kelas Diameter Setinggi Dada 40 – 49 cm No
1
Dp
Dbh
Dbc
(cm)
(cm)
(cm)
56
45
37
D tajuk (m) Di 7,52
Rataan 7,25
6,98
2
50
46
39
6,74
6,75
6,76
3
45
41
34
7,82
8,6
9,38
4
55
45
32
8,06
9,08
10,1
5
47
44,5
24
7
11,3
15,6
6
49
42
18
9,3
8,65
8
7
51
46
30
6,3
8,25
10,2
8
50
44
37
10,02 8,4
9,21
D ujung
Panjang
seksi (cm)
seksi
ni
D
(m)
1
30
2
2
29
2
3
28
2
4
25
1,7
1
42
2
2
40
2
3
40
2
4
39
0,5
1
40
2
2
38
2
3
37
2
4
34
2,2
1
44
2
2
38
2
3
36
2
4
34
2
5
32
2,2
1
40
2
2
34
2
3
30
2
4
26
2
5
24
0,5
1
40
2
2
36
2
3
34
2
4
30
2
5
28
2
6
26
2
7
24
2
8
20
2
9
18
1,5
1
45
2
2
40
2
3
38
2
4
37
2
5
35
2
6
30
1
1
40
2
2
38
2
3
38
2
4
37
2,5
Ttot
Tbc
Pjuk
Jml
(m)
(m)
(m)
Cbg
23
7,7
15,3
6
21
6,5
14,5
7
21
8,2
12,8
10
23
10,2
12,8
2
8,5
15
2
27
17,5
9,5
2
28,5
11
17,5
2
23
8,5
14,5
2
23,5
39
Kelas Diameter Setinggi Dada 50 – 59 cm No
1
Dp
Dbh
Dbc
(cm)
(cm)
(cm)
64
54
40
D tajuk (m)
59
52
40
57
52
40
ni
D
(m)
8,53
9,54
1
50
2
2
46
2
3
44
2
4
40
2
5
40
1,6
1
50
2
2
45
2
3
42
2
8,94
8,62
10,21
8,68
7,15
4
54
50
37
8,55
7,55
6,56
5
58
50
35
10,75
10,1
9,6
6
55
49
32
9
10
11
7
56
53
38
11,46
11,45
11,45
8
57
51
40
6,12
6,99
7,86
9.
65
58
40
seksi
Rataan
8,31
3
Panjang
Di
10,56
2
D ujung seksi (cm)
12,26 12,21
12,23
4
40
2,2
1
45
2
2
40
2
3
40
0,5
1
50
2
2
45
2
3
40
2
4
38
2
5
38
2
6
37
1,4
1
45
2
2
40
2
3
39
2
4
36
2
5
35
2,4
1
50
2
2
48
2
3
42
2
4
38
2
5
36
2
6
34
2
7
32
1,6
1
50
2
2
45
2
3
40
2
4
38
2,4
1
50
2
2
45
2
3
42
2
4
40
1
1
50
2
2
45
2
3
42
2
Ttot
Tbc
Pjuk
Jml
(m)
(m)
(m)
Cbg
23
9,6
13,4
4
22
8,2
13,8
3
20
4,5
15,5
2
26
11,4
14,6
4
10,4
19,6
3
24
13,6
10,4
2
18
8,4
9,6
3
20
7
13
6
26
8,6
17,4
3
30
40
10.
61
56
38
9,56
9,14
8,73
11.
60
57
40
14,65
12,22
9,8
12.
60
59
39
9,56 9,93
9,74
4
40
2,6
1
50
2
2
50
2
3
45
2
4
42
2
5
40
2
6
40
2
7
38
2
8
38
1,4
1
50
2
2
45
2
3
40
2
4
40
1,4
1
55
2
2
50
2
3
40
2
4
39
1
26
15,4
10,6
3
25
7,4
17,6
5
21
7
14
7
41
Kelas Diameter Setinggi Dada 60 – 69 cm No
1
Dp
Dbh
Dbc
(cm)
(cm)
(cm)
63
60
40
D tajuk (m)
68
64
49
64
62
45
ni
D
(m)
9,44
8,82
1
55
2
2
50
2
3
45
2
4
43
2
5
42
2
6
40
2,6
1
60
2
2
57
2
3
55
2
4
50
2
10,25
9,69
12,21
13,89
15,57
4
63
60
40
seksi
Rataan
9,13
3
Panjang
Di
8,20
2
D ujung seksi (cm)
7,42 17,35
12,38
5
49
1
1
60
2
2
55
2
3
50
2
4
50
2
5
45
1,7
1
55
2
2
50
2
3
50
2
4
45
2
5
40
2,6
Ttot
Tbc
Pjuk
Jml
(m)
(m)
(m)
Cbg
26
12,6
13,4
4
18
5
27
9
25
9,7
15,3
2
21
10,6
10,4
4
42
Lampiran 2. Korelasi Data dan Model Umum Dimensi Pohon Correlations: Dp (m); Dbh (m); Dbc (m); Djuk (m); Ttot (m); Pjuk (m); ... Dp (m) 0,987 0,000
Dbh (m)
Dbc (m)
0,917 0,000
0,927 0,000
Djuk (m)
0,808 0,000
0,836 0,000
0,717 0,000
Ttot (m)
0,500 0,001
0,491 0,001
0,379 0,016
0,455 0,003
Pjuk (m)
0,365 0,020
0,373 0,018
0,474 0,002
0,324 0,041
0,573 0,000
Tbc (m)
0,172 0,288
0,154 0,341
-0,075 0,644
0,166 0,307
0,508 0,001
-0,414 0,008
Jml Cbg
0,107 0,513
0,124 0,446
0,254 0,114
-0,052 0,750
-0,141 0,386
0,097 0,550
Dbh (m)
Dbc (m)
Djuk (m)
Ttot (m)
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Regression Analysis: Ttot (m) versus Dp (m) The regression equation is Ttot (m) = 16,6 + 12,5 Dp (m) Predictor Constant Dp (m)
Coef 16,639 12,503
S = 2,85839
SE Coef 1,734 3,511
T 9,60 3,56
R-Sq = 25,0%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 103,63 Residual Error 38 310,47 Total 39 414,10
P 0,000 0,001
R-Sq(adj) = 23,1%
MS 103,63 8,17
F 12,68
P 0,001
Regression Analysis: Tbc (m) versus Dp (m) The regression equation is Tbc (m) = 7,53 + 3,87 Dp (m) Predictor Constant Dp (m)
Coef 7,530 3,869
S = 2,92085
SE Coef 1,772 3,588
R-Sq = 3,0%
T 4,25 1,08
P 0,000 0,288
R-Sq(adj) = 0,4%
Pjuk (m)
Tbc (m)
-0,258 0,107
43
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 9,923 Residual Error 38 324,192 Total 39 334,115
MS 9,923 8,531
F 1,16
P 0,288
Regression Analysis: Dbh (m) versus Dp (m) The regression equation is Dbh (m) = - 0,0311 + 0,960 Dp (m) Predictor Constant Dp (m)
Coef -0,03109 0,96007
S = 0,0208173
SE Coef 0,01263 0,02557
T -2,46 37,55
R-Sq = 97,4%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,61100 Residual Error 38 0,01647 Total 39 0,62747
P 0,018 0,000
R-Sq(adj) = 97,3%
MS 0,61100 0,00043
F 1409,92
P 0,000
Regression Analysis: Dbc (m) versus Dp (m) The regression equation is Dbc (m) = - 0,0035 + 0,653 Dp (m) Predictor Constant Dp (m)
Coef -0,00346 0,65277
S = 0,0374301
SE Coef 0,02270 0,04597
T -0,15 14,20
R-Sq = 84,1%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,28246 Residual Error 38 0,05324 Total 39 0,33570
P 0,880 0,000
R-Sq(adj) = 83,7%
MS 0,28246 0,00140
F 201,61
P 0,000
Regression Analysis: Djuk (m) versus Dp (m) The regression equation is Djuk (m) = 0,277 + 16,4 Dp (m) Predictor Constant Dp (m)
Coef 0,2768 16,386
S = 1,58059
SE Coef 0,9587 1,941
R-Sq = 65,2%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 177,98
T 0,29 8,44
P 0,774 0,000
R-Sq(adj) = 64,3%
MS 177,98
F 71,24
P 0,000
44
Residual Error Total
38 39
94,93 272,91
2,50
Regression Analysis: Pjuk (m) versus Dp (m) The regression equation is Pjuk (m) = 9,12 + 8,60 Dp (m) Predictor Constant Dp (m)
Coef 9,119 8,603
S = 2,89494
SE Coef 1,756 3,556
T 5,19 2,42
R-Sq = 13,3%
P 0,000 0,020
R-Sq(adj) = 11,1%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 49,058 Residual Error 38 318,466 Total 39 367,524
MS 49,058 8,381
F 5,85
P 0,020
Regression Analysis: Jml Cbg versus Dp (m) The regression equation is Jml Cbg = 2,77 + 1,58 Dp (m) Predictor Constant Dp (m)
Coef 2,771 1,581
S = 1,94880
SE Coef 1,182 2,394
T 2,34 0,66
R-Sq = 1,1%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 1,658 Residual Error 38 144,317 Total 39 145,975
P 0,024 0,513
R-Sq(adj) = 0,0%
MS 1,658 3,798
F 0,44
P 0,513
Regression Analysis: Ttot (m) versus Dbh (m) The regression equation is Ttot (m) = 17,2 + 12,6 Dbh (m) Predictor Constant Dbh (m)
Coef 17,223 12,604
S = 2,87651
SE Coef 1,615 3,631
R-Sq = 24,1%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 99,677 Residual Error 38 314,423 Total 39 414,100
T 10,67 3,47
P 0,000 0,001
R-Sq(adj) = 22,1%
MS 99,677 8,274
F 12,05
P 0,001
45
Regression Analysis: Tbc (m) versus Dbh (m) The regression equation is Tbc (m) = 7,85 + 3,56 Dbh (m) Predictor Constant Dbh (m)
Coef 7,855 3,564
S = 2,92964
SE Coef 1,644 3,698
T 4,78 0,96
R-Sq = 2,4%
P 0,000 0,341
R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 7,969 Residual Error 38 326,146 Total 39 334,115
MS 7,969 8,583
F 0,93
P 0,341
Regression Analysis: Dp (m) versus Dbh (m) The regression equation is Dp (m) = 0,0440 + 1,01 Dbh (m) Predictor Constant Dbh (m)
Coef 0,04405 1,01425
S = 0,0213966
SE Coef 0,01201 0,02701
R-Sq = 97,4%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,64548 Residual Error 38 0,01740 Total 39 0,662
T 3,67 37,55
P 0,001 0,000
R-Sq(adj) = 97,3%
MS 0,64548 0,00046
F 1409,92
P 0,000
Regression Analysis: Dbc (m) versus Dbh (m) The regression equation is Dbc (m) = 0,0186 + 0,678 Dbh (m) Predictor Constant Dbh (m)
Coef 0,01862 0,67772
S = 0,0353558
SE Coef 0,01985 0,04463
R-Sq = 85,9%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,28820 Residual Error 38 0,04750 Total 39 0,33570
T 0,94 15,18
P 0,354 0,000
R-Sq(adj) = 85,5%
MS 0,28820 0,00125
F 230,55
Regression Analysis: Djuk (m) versus Dbh (m) The regression equation is
P 0,000
46
Djuk (m) = 0,650 + 17,4 Dbh (m) Predictor Constant Dbh (m)
Coef 0,6502 17,436
S = 1,47037
SE Coef 0,8253 1,856
T 0,79 9,39
R-Sq = 69,9%
P 0,436 0,000
R-Sq(adj) = 69,1%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 190,76 Residual Error 38 82,16 Total 39 272,91
MS 190,76 2,16
F 88,23
P 0,000
Regression Analysis: Pjuk (m) versus Dbh (m) The regression equation is Pjuk (m) = 9,37 + 9,02 Dbh (m) Predictor Constant Dbh (m)
Coef 9,373 9,017
S = 2,88604
SE Coef 1,620 3,643
T 5,79 2,47
R-Sq = 13,9%
P 0,000 0,018
R-Sq(adj) = 11,6%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 51,014 Residual Error 38 316,510 Total 39 367,524
MS 51,014 8,329
F 6,12
P 0,018
Regression Analysis: Jml Cbg versus Dbh (m) The regression equation is Jml Cbg = 2,72 + 1,89 Dbh (m) Predictor Constant Dbh (m)
Coef 2,719 1,890
S = 1,94486
SE Coef 1,092 2,455
T 2,49 0,77
R-Sq = 1,5%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 2,241 Residual Error 38 143,734 Total 39 145,975
P 0,017 0,446
R-Sq(adj) = 0,0%
MS 2,241 3,782
F 0,59
P 0,446
Regression Analysis: Ttot (m) versus Dbc (m) The regression equation is Ttot (m) = 18,5 + 13,3 Dbc (m)
47
Predictor Constant Dbc (m)
Coef 18,498 13,327
S = 3,05422
SE Coef 1,693 5,271
T 10,93 2,53
R-Sq = 14,4%
P 0,000 0,016
R-Sq(adj) = 12,1%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 59,627 Residual Error 38 354,473 Total 39 414,100
MS 59,627 9,328
F 6,39
P 0,016
Regression Analysis: Tbc (m) versus Dbc (m) The regression equation is Tbc (m) = 10,1 - 2,38 Dbc (m) Predictor Constant Dbc (m)
Coef 10,107 -2,378
S = 2,95678
SE Coef 1,639 5,103
R-Sq = 0,6%
T 6,17 -0,47
P 0,000 0,644
R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 1,898 Residual Error 38 332,217 Total 39 334,115
MS 1,898 8,743
F 0,22
P 0,644
Regression Analysis: Dp (m) versus Dbc (m) The regression equation is Dp (m) = 0,0801 + 1,29 Dbc (m) Predictor Constant Dbc (m)
Coef 0,08007 1,28898
S = 0,0525973
SE Coef 0,02915 0,09078
R-Sq = 84,1%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,55775 Residual Error 38 0,10513 Total 39 0,66288
T 2,75 14,20
P 0,009 0,000
R-Sq(adj) = 83,7%
MS 0,55775 0,00277
F 201,61
Regression Analysis: Dbh (m) versus Dbc (m) The regression equation is Dbh (m) = 0,0368 + 1,27 Dbc (m) Predictor Constant Dbc (m)
Coef 0,03678 1,26675
SE Coef 0,02679 0,08343
T 1,37 15,18
P 0,178 0,000
P 0,000
48
S = 0,0483373
R-Sq = 85,9%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,53868 Residual Error 38 0,08879 Total 39 0,62747
R-Sq(adj) = 85,5%
MS 0,53868 0,00234
F 230,55
P 0,000
Regression Analysis: Djuk (m) versus Dbc (m) The regression equation is Djuk (m) = 1,80 + 20,4 Dbc (m) Predictor Constant Dbc (m)
Coef 1,798 20,441
S = 1,86831
SE Coef 1,035 3,225
T 1,74 6,34
R-Sq = 51,4%
P 0,091 0,000
R-Sq(adj) = 50,1%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 140,27 Residual Error 38 132,64 Total 39 272,91
MS 140,27 3,49
F 40,19
P 0,000
Regression Analysis: Pjuk (m) versus Dbc (m) The regression equation is Pjuk (m) = 8,39 + 15,7 Dbc (m) Predictor Constant Dbc (m)
Coef 8,394 15,680
S = 2,73855
SE Coef 1,518 4,727
T 5,53 3,32
R-Sq = 22,5%
P 0,000 0,002
R-Sq(adj) = 20,4%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 82,537 Residual Error 38 284,987 Total 39 367,524
MS 82,537 7,500
F 11,01
P 0,002
Regression Analysis: Jml Cbg versus Dbc (m) The regression equation is Jml Cbg = 1,90 + 5,29 Dbc (m) Predictor Constant Dbc (m)
Coef 1,896 5,294
S = 1,89574
SE Coef 1,051 3,272
R-Sq = 6,4%
Analysis of Variance
T 1,80 1,62
P 0,079 0,114
R-Sq(adj) = 4,0%
49
Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 9,409 136,566 145,975
MS 9,409 3,594
F 2,62
P 0,114
Regression Analysis: Ttot (m) versus Djuk (m) The regression equation is Ttot (m) = 18,1 + 0,561 Djuk (m) Predictor Constant Djuk (m)
Coef 18,062 0,5610
S = 2,93893
SE Coef 1,512 0,1779
T 11,94 3,15
R-Sq = 20,7%
P 0,000 0,003
R-Sq(adj) = 18,7%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 85,881 Residual Error 38 328,219 Total 39 414,100
MS 85,881 8,637
F 9,94
P 0,003
Regression Analysis: Tbc (m) versus Djuk (m) The regression equation is Tbc (m) = 7,89 + 0,183 Djuk (m) Predictor Constant Djuk (m)
Coef 7,892 0,1834
S = 2,92421
SE Coef 1,505 0,1770
R-Sq = 2,7%
T 5,25 1,04
P 0,000 0,307
R-Sq(adj) = 0,2%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 9,176 Residual Error 38 324,939 Total 39 334,115
MS 9,176 8,551
F 1,07
P 0,307
Regression Analysis: Dp (m) versus Djuk (m) The regression equation is Dp (m) = 0,155 + 0,0398 Djuk (m) Predictor Constant Djuk (m)
Coef 0,15482 0,039799
S = 0,0778979
SE Coef 0,04008 0,004715
R-Sq = 65,2%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,43229 Residual Error 38 0,23059
T 3,86 8,44
P 0,000 0,000
R-Sq(adj) = 64,3%
MS 0,43229 0,00607
F 71,24
P 0,000
50
Total
39
0,66288
Regression Analysis: Dbh (m) versus Djuk (m) The regression equation is Dbh (m) = 0,102 + 0,0401 Djuk (m) Predictor Constant Djuk (m)
Coef 0,10236 0,040088
S = 0,0705035
SE Coef 0,03628 0,004268
R-Sq = 69,9%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,43858 Residual Error 38 0,18889 Total 39 0,62747
T 2,82 9,39
P 0,008 0,000
R-Sq(adj) = 69,1%
MS 0,43858 0,00497
F 88,23
P 0,000
Regression Analysis: Dbc (m) versus Djuk (m) The regression equation is Dbc (m) = 0,104 + 0,0251 Djuk (m) Predictor Constant Djuk (m)
Coef 0,10437 0,025144
S = 0,0655257
SE Coef 0,03371 0,003966
R-Sq = 51,4%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,17254 Residual Error 38 0,16316 Total 39 0,33570
T 3,10 6,34
P 0,004 0,000
R-Sq(adj) = 50,1%
MS 0,17254 0,00429
F 40,19
P 0,000
Regression Analysis: Pjuk (m) versus Djuk (m) The regression equation is Pjuk (m) = 10,2 + 0,376 Djuk (m) Predictor Constant Djuk (m)
Coef 10,178 0,3761
S = 2,94205
SE Coef 1,514 0,1781
R-Sq = 10,5%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 38,610 Residual Error 38 328,914 Total 39 367,524
T 6,72 2,11
P 0,000 0,041
R-Sq(adj) = 8,2%
MS 38,610 8,656
F 4,46
P 0,041
51
Regression Analysis: Jml Cbg versus Djuk (m) The regression equation is Jml Cbg = 3,83 - 0,038 Djuk (m) Predictor Constant Djuk (m)
Coef 3,832 -0,0380
S = 1,95731
SE Coef 1,007 0,1185
R-Sq = 0,3%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,394 Residual Error 38 145,581 Total 39 145,975
T 3,81 -0,32
P 0,001 0,750
R-Sq(adj) = 0,0%
MS 0,394 3,831
F 0,10
P 0,750
Regression Analysis: Ttot (m) versus Tbc (m) The regression equation is Ttot (m) = 17,3 + 0,566 Tbc (m) Predictor Constant Tbc (m)
Coef 17,295 0,5658
S = 2,84296
SE Coef 1,526 0,1555
R-Sq = 25,8%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 106,97 Residual Error 38 307,13 Total 39 414,10
T 11,34 3,64
P 0,000 0,001
R-Sq(adj) = 23,9%
MS 106,97 8,08
F 13,23
P 0,001
Regression Analysis: Dp (m) versus Tbc (m) The regression equation is Dp (m) = 0,405 + 0,00768 Tbc (m) Predictor Constant Tbc (m)
Coef 0,40479 0,007676
S = 0,130100
SE Coef 0,06983 0,007118
R-Sq = 3,0%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,01969 Residual Error 38 0,64319 Total 39 0,66288
T 5,80 1,08
P 0,000 0,288
R-Sq(adj) = 0,4%
MS 0,01969 0,01693
F 1,16
Regression Analysis: Dbh (m) versus Tbc (m) The regression equation is
P 0,288
52
Dbh (m) = 0,364 + 0,00669 Tbc (m) Predictor Constant Tbc (m)
Coef 0,36388 0,006693
S = 0,126959
SE Coef 0,06814 0,006946
R-Sq = 2,4%
T 5,34 0,96
P 0,000 0,341
R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,01497 Residual Error 38 0,61250 Total 39 0,62747
MS 0,01497 0,01612
F 0,93
P 0,341
Regression Analysis: Dbc (m) versus Tbc (m) The regression equation is Dbc (m) = 0,330 - 0,00239 Tbc (m) Predictor Constant Tbc (m)
Coef 0,33015 -0,002389
S = 0,0937228
SE Coef 0,05030 0,005127
R-Sq = 0,6%
T 6,56 -0,47
P 0,000 0,644
R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,001907 Residual Error 38 0,333790 Total 39 0,335697
MS 0,001907 0,008784
F 0,22
P 0,644
Regression Analysis: Djuk (m) versus Tbc (m) The regression equation is Djuk (m) = 6,68 + 0,150 Tbc (m) Predictor Constant Tbc (m)
Coef 6,685 0,1498
S = 2,64285
SE Coef 1,418 0,1446
R-Sq = 2,7%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 7,495 Residual Error 38 265,417 Total 39 272,912
T 4,71 1,04
P 0,000 0,307
R-Sq(adj) = 0,2%
MS 7,495 6,985
F 1,07
P 0,307
Regression Analysis: Pjuk (m) versus Tbc (m) The regression equation is Pjuk (m) = 17,3 - 0,435 Tbc (m) Predictor
Coef
SE Coef
T
P
53
Constant Tbc (m)
17,295 -0,4347
S = 2,83027
1,519 0,1548
R-Sq = 17,2%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 63,127 Residual Error 38 304,397 Total 39 367,524
11,39 -2,81
0,000 0,008
R-Sq(adj) = 15,0%
MS 63,127 8,010
F 7,88
P 0,008
Regression Analysis: Jml Cbg versus Tbc (m) The regression equation is Jml Cbg = 5,13 - 0,171 Tbc (m) Predictor Constant Tbc (m)
Coef 5,126 -0,1708
S = 1,89338
SE Coef 1,016 0,1036
R-Sq = 6,7%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 9,750 Residual Error 38 136,225 Total 39 145,975
T 5,04 -1,65
P 0,000 0,107
R-Sq(adj) = 4,2%
MS 9,750 3,585
F 2,72
P 0,107
Regression Analysis: Tbc (m) versus Ttot (m) The regression equation is Tbc (m) = - 0,94 + 0,457 Ttot (m) Predictor Constant Ttot (m)
Coef -0,943 0,4565
S = 2,55367
SE Coef 2,865 0,1255
R-Sq = 25,8%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 86,307 Residual Error 38 247,808 Total 39 334,115
T -0,33 3,64
P 0,744 0,001
R-Sq(adj) = 23,9%
MS 86,307 6,521
F 13,23
Regression Analysis: Dp (m) versus Ttot (m) The regression equation is Dp (m) = 0,024 + 0,0200 Ttot (m) Predictor Constant Ttot (m)
Coef 0,0244 0,020014
SE Coef 0,1283 0,005620
T 0,19 3,56
P 0,850 0,001
P 0,001
54
S = 0,114363
R-Sq = 25,0%
R-Sq(adj) = 23,1%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,16588 Residual Error 38 0,49700 Total 39 0,66288
MS 0,16588 0,01308
F 12,68
P 0,001
Regression Analysis: Dbh (m) versus Ttot (m) The regression equation is Dbh (m) = - 0,005 + 0,0191 Ttot (m) Predictor Constant Ttot (m)
Coef -0,0050 0,019098
S = 0,111972
SE Coef 0,1256 0,005502
R-Sq = 24,1%
T -0,04 3,47
P 0,969 0,001
R-Sq(adj) = 22,1%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,15104 Residual Error 38 0,47643 Total 39 0,62747
MS 0,15104 0,01254
F 12,05
P 0,001
Regression Analysis: Dbc (m) versus Ttot (m) The regression equation is Dbc (m) = 0,0636 + 0,0108 Ttot (m) Predictor Constant Ttot (m)
Coef 0,06358 0,010804
S = 0,0869603
SE Coef 0,09755 0,004273
R-Sq = 14,4%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,048338 Residual Error 38 0,287360 Total 39 0,335697
T 0,65 2,53
P 0,519 0,016
R-Sq(adj) = 12,1%
MS 0,048338 0,007562
F 6,39
P 0,016
Regression Analysis: Djuk (m) versus Ttot (m) The regression equation is Djuk (m) = - 0,27 + 0,370 Ttot (m) Predictor Constant Ttot (m)
Coef -0,267 0,3697
S = 2,38588
SE Coef 2,676 0,1172
R-Sq = 20,7%
Analysis of Variance
T -0,10 3,15
P 0,921 0,003
R-Sq(adj) = 18,7%
55
Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 56,600 216,312 272,912
MS 56,600 5,692
F 9,94
P 0,003
Regression Analysis: Pjuk (m) versus Ttot (m) The regression equation is Pjuk (m) = 1,02 + 0,540 Ttot (m) Predictor Constant Ttot (m)
Coef 1,018 0,5399
S = 2,54858
SE Coef 2,859 0,1252
T 0,36 4,31
R-Sq = 32,8%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 120,70 Residual Error 38 246,82 Total 39 367,52
P 0,724 0,000
R-Sq(adj) = 31,1%
MS 120,70 6,50
F 18,58
P 0,000
Regression Analysis: Jml Cbg versus Ttot (m) The regression equation is Jml Cbg = 5,41 - 0,0836 Ttot (m) Predictor Constant Ttot (m)
Coef 5,413 -0,08355
S = 1,94046
SE Coef 2,177 0,09536
R-Sq = 2,0%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 2,891 Residual Error 38 143,084 Total 39 145,975
T 2,49 -0,88
P 0,017 0,386
R-Sq(adj) = 0,0%
MS 2,891 3,765
F 0,77
P 0,386
Regression Analysis: Ttot (m) versus Pjuk (m) The regression equation is Ttot (m) = 14,6 + 0,608 Pjuk (m) Predictor Constant Pjuk (m)
Coef 14,558 0,6083
S = 2,70525
SE Coef 1,914 0,1411
R-Sq = 32,8%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 136,00 Residual Error 38 278,10
T 7,61 4,31
P 0,000 0,000
R-Sq(adj) = 31,1%
MS 136,00 7,32
F 18,58
P 0,000
56
Total
39
414,10
Regression Analysis: Tbc (m) versus Pjuk (m) The regression equation is Tbc (m) = 14,6 - 0,395 Pjuk (m) Predictor Constant Pjuk (m)
Coef 14,599 -0,3952
S = 2,69857
SE Coef 1,909 0,1408
R-Sq = 17,2%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 57,389 Residual Error 38 276,726 Total 39 334,115
T 7,65 -2,81
P 0,000 0,008
R-Sq(adj) = 15,0%
MS 57,389 7,282
F 7,88
P 0,008
Regression Analysis: Dp (m) versus Pjuk (m) The regression equation is Dp (m) = 0,272 + 0,0155 Pjuk (m) Predictor Constant Pjuk (m)
Coef 0,27162 0,015516
S = 0,122946
SE Coef 0,08698 0,006413
R-Sq = 13,3%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,08848 Residual Error 38 0,57439 Total 39 0,66288
T 3,12 2,42
P 0,003 0,020
R-Sq(adj) = 11,1%
MS 0,08848 0,01512
F 5,85
P 0,020
Regression Analysis: Dbh (m) versus Pjuk (m) The regression equation is Dbh (m) = 0,223 + 0,0154 Pjuk (m) Predictor Constant Pjuk (m)
Coef 0,22312 0,015394
S = 0,119249
SE Coef 0,08437 0,006220
R-Sq = 13,9%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,08710 Residual Error 38 0,54037 Total 39 0,62747
T 2,64 2,47
P 0,012 0,018
R-Sq(adj) = 11,6%
MS 0,08710 0,01422
F 6,12
P 0,018
57
Regression Analysis: Dbc (m) versus Pjuk (m) The regression equation is Dbc (m) = 0,118 + 0,0143 Pjuk (m) Predictor Constant Pjuk (m)
Coef 0,11841 0,014322
S = 0,0827659
SE Coef 0,05856 0,004317
R-Sq = 22,5%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,075390 Residual Error 38 0,260308 Total 39 0,335697
T 2,02 3,32
P 0,050 0,002
R-Sq(adj) = 20,4%
MS 0,075390 0,006850
F 11,01
P 0,002
Regression Analysis: Djuk (m) versus Pjuk (m) The regression equation is Djuk (m) = 4,40 + 0,279 Pjuk (m) Predictor Constant Pjuk (m)
Coef 4,396 0,2793
S = 2,53524
SE Coef 1,794 0,1322
R-Sq = 10,5%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 28,670 Residual Error 38 244,242 Total 39 272,912
T 2,45 2,11
P 0,019 0,041
R-Sq(adj) = 8,2%
MS 28,670 6,427
F 4,46
P 0,041
Regression Analysis: Jml Cbg versus Pjuk (m) The regression equation is Jml Cbg = 2,71 + 0,061 Pjuk (m) Predictor Constant Pjuk (m)
Coef 2,713 0,0614
S = 1,95063
SE Coef 1,380 0,1017
R-Sq = 1,0%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 1,387 Residual Error 38 144,588 Total 39 145,975
T 1,97 0,60
P 0,057 0,550
R-Sq(adj) = 0,0%
MS 1,387 3,805
F 0,36
P 0,550
Regression Analysis: Ttot (m) versus Jml Cbg The regression equation is Ttot (m) = 23,4 - 0,237 Jml Cbg
58
Predictor Constant Jml Cbg
Coef 23,436 -0,2370
S = 3,26826
SE Coef 1,085 0,2705
R-Sq = 2,0%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 8,20 Residual Error 38 405,90 Total 39 414,10
T 21,61 -0,88
P 0,000 0,386
R-Sq(adj) = 0,0%
MS 8,20 10,68
F 0,77
P 0,386
Regression Analysis: Tbc (m) versus Jml Cbg The regression equation is Tbc (m) = 10,8 - 0,391 Jml Cbg Predictor Constant Jml Cbg
Coef 10,7532 -0,3910
S = 2,86448
SE Coef 0,9506 0,2371
R-Sq = 6,7%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 22,316 Residual Error 38 311,799 Total 39 334,115
T 11,31 -1,65
P 0,000 0,107
R-Sq(adj) = 4,2%
MS 22,316 8,205
F 2,72
P 0,107
Regression Analysis: Dp (m) versus Jml Cbg The regression equation is Dp (m) = 0,451 + 0,0072 Jml Cbg Predictor Constant Jml Cbg
Coef 0,45144 0,00718
S = 0,131324
SE Coef 0,04358 0,01087
R-Sq = 1,1%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,00753 Residual Error 38 0,65535 Total 39 0,66288
T 10,36 0,66
P 0,000 0,513
R-Sq(adj) = 0,0%
MS 0,00753 0,01725
F 0,44
Regression Analysis: Dbh (m) versus Jml Cbg The regression equation is Dbh (m) = 0,398 + 0,0081 Jml Cbg Predictor Constant Jml Cbg
Coef 0,39799 0,00812
SE Coef 0,04231 0,01055
T 9,41 0,77
P 0,000 0,446
P 0,513
59
S = 0,127510
R-Sq = 1,5%
R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,00963 Residual Error 38 0,61784 Total 39 0,62747
MS 0,00963 0,01626
F 0,59
P 0,446
Regression Analysis: Dbc (m) versus Jml Cbg The regression equation is Dbc (m) = 0,265 + 0,0122 Jml Cbg Predictor Constant Jml Cbg
Coef 0,26483 0,012175
S = 0,0909105
SE Coef 0,03017 0,007524
R-Sq = 6,4%
T 8,78 1,62
P 0,000 0,114
R-Sq(adj) = 4,0%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,021638 Residual Error 38 0,314059 Total 39 0,335697
MS 0,021638 0,008265
F 2,62
P 0,114
Regression Analysis: Djuk (m) versus Jml Cbg The regression equation is Djuk (m) = 8,34 - 0,071 Jml Cbg Predictor Constant Jml Cbg
Coef 8,3393 -0,0711
S = 2,67628
SE Coef 0,8881 0,2215
R-Sq = 0,3%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0,737 Residual Error 38 272,175 Total 39 272,912
T 9,39 -0,32
P 0,000 0,750
R-Sq(adj) = 0,0%
MS 0,737 7,163
F 0,10
P 0,750
Regression Analysis: Pjuk (m) versus Jml Cbg The regression equation is Pjuk (m) = 12,7 + 0,155 Jml Cbg Predictor Constant Jml Cbg
Coef 12,675 0,1547
S = 3,09512
SE Coef 1,027 0,2562
R-Sq = 1,0%
Analysis of Variance
T 12,34 0,60
P 0,000 0,550
R-Sq(adj) = 0,0%
60
Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 3,493 364,031 367,524
MS 3,493 9,580
F 0,36
P 0,550
61
Lampiran 3. Model Umum Persamaan Taper Regression Analysis: d/D versus h/H The regression equation is d/D = 0,954 - 0,571 h/H Predictor Constant h/H
Coef 0,95374 -0,57147
S = 0,0685695
SE Coef 0,01054 0,03509
R-Sq = 58,4%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 1,2473 Residual Error 189 0,8886 Total 190 2,1359
T 90,50 -16,29
P 0,000 0,000
R-Sq(adj) = 58,2%
MS 1,2473 0,0047
F 265,28
P 0,000
Regression Analysis: d/D versus h/H; h/H^2 The regression equation is d/D = 0,980 - 0,794 h/H + 0,364 h/H^2 Predictor Constant h/H h/H^2
Coef 0,97986 -0,7938 0,3636
S = 0,0681862
SE Coef 0,01810 0,1304 0,2055
R-Sq = 59,1%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 2 1,26183 Residual Error 188 0,87408 Total 190 2,13591
T 54,13 -6,09 1,77
P 0,000 0,000 0,078
R-Sq(adj) = 58,6%
MS 0,63091 0,00465
F 135,70
P 0,000
Regression Analysis: d/D versus h/H; h/H^2; h/H^3 The regression equation is d/D = 0,999 - 1,05 h/H + 1,27 h/H^2 - 0,89 h/H^3 Predictor Constant h/H h/H^2 h/H^3
Coef 0,99915 -1,0537 1,268 -0,886
S = 0,0682673
SE Coef 0,03164 0,3730 1,234 1,191
R-Sq = 59,2%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 3 1,26441 Residual Error 187 0,87150 Total 190 2,13591
T 31,58 -2,82 1,03 -0,74
P 0,000 0,005 0,305 0,458
R-Sq(adj) = 58,5%
MS 0,42147 0,00466
F 90,44
P 0,000
62
Regression Analysis: d/D^2 versus h/H The regression equation is d/D^2 = 0,893 - 0,899 h/H Predictor Constant h/H
Coef 0,89297 -0,89867
S = 0,106736
SE Coef 0,01641 0,05462
R-Sq = 58,9%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 3,0844 Residual Error 189 2,1532 Total 190 5,2376
T 54,43 -16,45
P 0,000 0,000
R-Sq(adj) = 58,7%
MS 3,0844 0,0114
F 270,73
P 0,000
Regression Analysis: d/D^2 versus h/H; h/H^2 The regression equation is d/D^2 = 0,959 - 1,46 h/H + 0,915 h/H^2 Predictor Constant h/H h/H^2
Coef 0,95869 -1,4581 0,9150
S = 0,104704
SE Coef 0,02780 0,2002 0,3155
R-Sq = 60,6%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 2 3,1766 Residual Error 188 2,0610 Total 190 5,2376
T 34,49 -7,28 2,90
P 0,000 0,000 0,004
R-Sq(adj) = 60,2%
MS 1,5883 0,0110
F 144,88
P 0,000
Regression Analysis: d/D^2 versus h/H; h/H^2; h/H^3 The regression equation is d/D^2 = 0,992 - 1,90 h/H + 2,46 h/H^2 - 1,52 h/H^3 Predictor Constant h/H h/H^2 h/H^3
Coef 0,99169 -1,9028 2,463 -1,516
S = 0,104791
SE Coef 0,04856 0,5726 1,893 1,829
R-Sq = 60,8%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 3 3,1841 Residual Error 187 2,0535 Total 190 5,2376
T 20,42 -3,32 1,30 -0,83
P 0,000 0,001 0,195 0,408
R-Sq(adj) = 60,2%
MS 1,0614 0,0110
F 96,65
P 0,000