UJI EFEKTIVITAS DAUN POHON MAHONI (Swietenia macrophylla) DAN DAUN POHON ANGSANA (Pterocarpus indicus) DALAM MENYERAP TIMBAL (Pb) DI UDARA Abd. Rahman Sedi1), Lintje Boekoesoe2), Sunarto Kadir3). 1
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo Abd. Rahman Sedi
[email protected] 2 Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo Lintje Boekoesoe
[email protected] 3 Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo Sunarto Kadir
[email protected]
Abstrak Peningkatan jumlah kendaraan bermotor berpotensi meningkatkan pencemaran udara yang disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor yang mengeluarkan zat-zat berbahaya, salah satunya adalah Timbal (Pb). Tanaman Angsana (Pterocarpus Indicus) dan tanaman Mahoni (Swietenia macrophylla) selain berfungsi sebagai penyulai oksigen juga mempunyai kemampuan dalam menyerap polutan atau mengurangi pencemaran udara yang disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor. Rumusan masalah dalam penelitian ini yakni Apakah tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) dan tanaman mahoni (Swietenia macrophylla) efektif dalam menyerap timbal. Dan tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan efektifitas tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) dan tanaman mahoni (Swietenia macrophylla) dalam menyerap timbal di udara. Jenis penelitian termasuk dalam penelitian Kuantitatif dengan metode komperatif. Populasi penelitian adalah seluruh daun pada pohon mahoni (Swietenia macrophylla) dan daun pohon angsana (Pterocarpus indicus). Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan timbal terserap tertinggi terdapat pada daun angsana di jalan HB Yassin dengan kadar 326,24 ppm. Sedangkan kandungan timbal terendah yang terserap terdapat pada pohon mahoni dengan kadar 17,36 ppm. Hasil analisis data dengan menggunakan uji statistik mann whitney test diketahui signifikannya 0,275 > α=0,05. Hal itu menandakan bahwa secara uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan kadar timbal yang terdapat pada angsana dan mahoni. Namun secara rasio perbandingan ratarata angsana dua kali lipat lebih banyak dari mahoni. Penanaman pohon peneduh yang berada di pinggir jalan divariasikan agar dapat berperan maksimal selain berfungsi menyuplai oksigen juga dapat menyerap polutan diudara dan mengurangi pencemaran diudara akibat emisi kenderaan bermotor. Kata Kunci :
Timbal (Pb), Mahoni (Swietenia macrophylla), Angsana (Pterocarpus Indicus), pencemaran udara
Abstract The increase of motor vehicles number potentially promote the air pollution due to emissions of motor vehicles that emit harmful substances such as lead (Pb). Rosewood leaves (Pterocarpus indicus) and Mahogany leaves (Swietenia macrophylla) supply oxygen, absorb pollutant, and reduce air pollution which are caused by emissions of motor vehicles. The research problem was whether Rosewood plant (Pterocarpus indicus) and Mahogany plant (Swietenia macrophylla) are effective in absorbing lead or not. The research aimed at analyzing the difference of effectiveness between Rosewood plant (Pterocarpus indicus) and Mahogany (Switenia macrophylla) in absorbing lead (Pb) in the air. The research was classified into quantitative research through comparative method. Population was leaves of Mahogany leaves (Swietenia macrophylla) and Rosewood leaves (Pterocarpus indicus). Sampling applied purposive sampling. The result showed that The highest content of lead absorbed was Rosewood leaves in Jalan HB Jassin for 326,24 ppm. The lowest content of lead absorbed was Mahogany leaves for 17,36 ppm. Data analysis applied statistical test of Mann Whitney with level of significance 0,275 > α=0,05. It indicated that there was no significant differences in lead levels of Rosewood leaves and Mahogany leaves based on statistical test. However, based on the average ratio, Rosewood is two times more than Mahogany. Planting shade trees that are in the roadside is varied in order to contribute the maximum oxygen supply, pollutants absorption in the air, pollution reduction which are caused by caused by emissions of motor vehichles. Keywords : Lead (Pb), Mahogany (Swietenia Macrophylla), Rosewood (Pterocarpus indicus), Air Pollution 1. PENDAHULUAN Lingkungan tempat manusia hidup sangat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia. Salah satu komponen yang sangat erat dalam kehidupan manusia adalah udara selain dari air dan makanan. Udara disekitar sangat peka terhadap pencemaran hal ini erat hubungannya dengan aktifitas manusia. Berbagai macam jenis polutan sebagai efek samping dari produkproduk yang diperlukan manusia, telah banyak yang mencemari udara yang diperlukan manusia. Bahan pencemar seperti senyawa karbon (CO, CO2) sulfide (SO2 SO3), Nitrogen (NO, NO2 N2O), dan partikel logam (Pb, Cd, As, Hg), dan beberapa senyawa kimia lainnya yang terbukti mencemari udara terutama didaerah industri dan perkotaan. “Akibat yang ditimbulkan dari pencemaran adalah terganggunya aktivitas kehidupan makhluk hidup,
terlebih apabila organisme tersebut tidak mampu mendegradasi bahan pencemar tersebut, sehingga bahan tersebut terakumulasi dalam tubuhnya. Peristiwa tersebut akan mengakibatkan terjadinya biomagnifikasi dari organisme satu ke organisme yang lain yang mempunyai tingkatan yang lebih tinggi” (Sudarwin, 2008). Udara merupakan sumber daya yang penting dalam kehidupan, dengan demikian kualitasnya harus dijaga agar tidak tercemar dan menjadi toksik atau racun saat masuk dalam tubuh. “Udara yang kita hirup, sekitar 99% terdiri dari gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara gas yang sangat sedikit tersebut diidentifikasi sebagai pencemar. Di Indonesia, kurang lebih 70% pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor yang mengeluarkan zat-zat berbahaya seperti
Pb (timbal), NOx, HC, CO, SOx, dan Oksida fotokimia” (Trijayanti, 2010). “Menurut data dari BPS Provinsi Gorontalo bahwa jumlah penduduk Kota Gorontalo pada tahun 2012 adalah 180.127 jiwa. Secara umum dapat diperkirakan bahwa populasi penduduk di Gorontalo akan berkembang dengan laju sekitar 2 persen per tahun yang secara langsung juga akan berdampak pada perkembangan jumlah alat transportasi yang ada di Gorontalo” (Boedoyo, 2003). Jenis alat transportasi yang digunakan di Kota Gorontalo terdiri, dari Angkutan pribadi yang terdiri dari sedan, wagon, jeep, dan sepeda motor. Angkutan umum terdiri dari bus, mikrolet, bentor. Angkutan barang yang terdiri dari truk barang, pick up, dan truk tangki. Sedangkan angkutan lain terdiri dari ambulan, alat berat dan pemadam kebakaran. Bahan bakar yang digunakan pada sektor transportasi kenderaan tersebut adalah premium dan minyak solar. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Kota Gorontalo berpotensi menaikkan jumlah pencemaran udara hasil gas buang. Menurut Samsat Kota Gorontalo jumlah kendaraan bermotor yang ada di kota Gorontalo terus mengalami peningkatan dalam 3 tahun yakni dari tahun 2011-2013. Berikut ini adalah data jumlah kenderaan bermotor di Kota Gorontalo. Tabel 1.1 Jumlah Kendaraan di Kota Gorontalo Tahun 2011 – 2013
2011 2012
Jumlah Kenderaan Roda 2 Roda 4 41762 9349 42774 10250
2013
46329
Tahun
11849
Sumber : Data sekunder Samsat Kota Gorontalo Tahun 2014
2. KAJIAN PUSTAKA Udara merupakan sumber daya yang penting dalam kehidupan, dengan demikian kualitasnya harus dijaga. Udara yang kita hirup, sekitar 99% terdiri dari gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara gas yang sangat sedikit tersebut diidentifikasi sebagai pencemar (Trijayanty, 2010). Menurut Kristanto dalam (Girsang, 2008) menyatakan bahwa “Berdasarkan asal dan kelanjutan perkembangannya di udara pencemaran udara dapat dibedakan menjadi pencemaran udara primer dan pencemaran udara sekunder. Pencemaran udara primer yaitu semua pencemaran di udara yang ada dalam bentuk yang hampir tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu. Pencemaran udara primer mencakup 905 dari aktivitas manusia seperti industri ( cerobong asap industri ) dimana dalam industri tersebut terdapat proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar minyak / batu bara, proses peleburan / pemurnian logam dan juga dihasilkan dari sektor transportasi ( mobil, bus, sepeda motor, dan lainnya ). Polusi udara atau pencemaran udara dapat menimbulkan berbagi dampak yang sangat merugikan manusia. Menurut Tugaswati (1995) dalam Girsang (2008) “Dampak terhadap kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara akan terakumulasi dari hari - kehari. Pemaparan dalam jangka waktu lama akan berakibat pada berbagai gangguan kesehatan, seperti bronchitis, emphysema dan kanker paru. Dampak kesehatan yang diakibatkan oleh pencemaran udara berbeda – beda antara individu. Populasi yang rentan adalah kelompok individu berusia lanjut dan balita”. Kelompok balita lebih kerentananya lebih besar dibandingkan
dengan orang dewasa karena kelompok balita lebih aktif dan dengan menghirup udara lebih banyak sehingga lebih banyak menghirup zat-zat pencemar. Timbal adalah logam berat yang bersifat toksik. Timbal dari sisa pembakaran bahan bakar kendaraan merupakan kontributor utama timbal di udara. (Suryandari, 2010). Penyebaran logam timbal di bumi sangat sedikit. Jumlah timbal yang terdapat di seluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002% dari jumlah seluruh kerak bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan logam berat lainnya yang ada di bumi (Palar, 2008). Pencemaran udara akibat transportasi terutama terpusat di sekitar daerah perkotaan dan itu semua disebabkan oleh lalu lintas di perkotaan. Kendaraan bermotor yang berhenti dan mulai berjalan (di kebanyakan jalanjalan arteri kota) mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam emisi gas-gas hidrokarbon dan karbon monoksida serta zat-zat pencemar lainya dari kendaraan. “Dispersi pencemaran udara tergantung pada beberapa kondisi, seperti meteorologi, topografi, dan aerografi dari daerah perkotaan. Polutan (bahan pencemar) yang dominan adalah CO, SOx, NOx, THC (Total Hydro Carbon), dan TSP (Total Suspended Particulate) atau debu partikulat, dengan kontribusi CO, NOx, dan hidrokarbon berasal dari transportasi, SOx dari kegiatan industri, dan TSP umumnya dari kegiatan permukiman” (Sukarto, 2007). Menurut Karliansyah (1999) dalam Martuti (2013) “salah satu cara pemantauan pencemaran udara adalah dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator. Kemampuan masingmasing tumbuhan untuk menyesuaikan diri berbeda-beda sehingga menyebabkan adanya tingkat kepekaan, yaitu sangat peka, peka dan kurang peka. Tingkat kepekaan tumbuhan ini berhubungan dengan kemampuannya untuk menyerap dan mengakumulasikan
logam berat. sehingga tumbuhan adalah bioindikator pencemaran yang baik”. Oleh karena itu tumbuhan dapat kita jadikan indikator awal untuk mengetahui pencemaran udara. Menurut Anatari dan Sundra (2002) dalam Martuti (2013) Tanaman peneduh merupakan tanaman yang ditanam sebagai tanaman penghijauan. Adapun tanaman peneduh yang ditanam di pinggir jalan raya selain berfungsi sebagai penyerap unsur pencemar secara kimiawi, juga berfungsi sebagai peredam suara baik kualitatif maupun kuantitatif. Menurut yeti (2006) “Tanaman yang dipergunakan untuk pohon peneduh jalan, selain harus memenuhi persyaratan sebagai pohon pelindung jalan juga harus mempunyai bentuk yang praktis dan indah”. Dalam memilih pohon untuk pelindung jalan juga harus diperhatikan, antara lain: 1. Pohon tidak mempunyai akar yang besar dan cepat tumbuh, agar tidak merusak konstruksi tanah 2. Mempunyai akar yang (paling tidak) dapat bertahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh getaran lalu lintas berarti mudah hidup dengan subur dalam keadaan yang kurang baik. 3. Pohon mempunyai percabangan dan ranting yang kuat dan tidak mudah tumbang 4. Tidak mempunyai buah yang terlampau besar sehingga membahayakan pemakai jalan. Proses penyerapan gas-gas yang terdapat di udara akan didifusikan ke dalam daun melalui stomata (mulut daun) pada proses fotosintesis atau terdeposisi oleh air hujan kemudian didifusikan oleh akar tanaman. Gas pencemar yang masuk ke jaringan daun melalui lubang stomata yang berada pada epidermis atas. Masing-masing stomata dapat membuka jika tekanan air internal berubah, yang merupakan
lubang keluar masuk polutan walaupun secara umum terdapat kutin pada jaringan epidermis atas, gas pencemar dapat masuk ke jaringan daun melalui sedikit stomata. Menurut Santoso (2012) menebutkan bahwa “Epidermis ini adalah target utama dari polutan udara, dimana polutan pertama masuk melalui stomata dan bereaksi dalam lubang ini melalui lubang-lubang ini, polutan terlarut dalam air permukaan sel-sel daun dan mempunyai pH sel. Selanjutnya bereaksi dengan sel mesofil”. Setiap tanaman mempunyai karakteristik yang berbeda dalam mengabsorbsi gas-gas tertentu di udara, sehingga dapat merupakan penyangga yang baik terhadap pencemaran udara. Pemilihan jenis tanaman penghijauan seyogyanya juga mempertimbangkan fungsinya sebagai peneduh yang dapat memperbaiki iklim mikro, dan juga dapat berfungsi sebagai barrier/penahan terhadap penyebaran pulusi udara dari kendaraan. 3. METODE PENELELITIAN Jenis penelitian merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode komperatif dimana metode penelitian komperatif bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara dua atau lebih kelompok dalam aspek variabel yang dimiliki. Variabel Independen dalam Penelitian ini adalah Daun Tanaman Pohon Mahoni dan Daun Tanaman Pohon Angsana Serta Kadar Timbal di Udara adalah Variabel Dependen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh daun pada pohon mahoni (Swietenia macrophylla) dan daun pohon angsana (Pterocarpus indicus) yang ada di 3 ruas jalan di Kota Gorontalo. yakni Jalan IR.H. Joesoef Dali, Jalan H.B Jasin dan Jalan Kalimantan. Adapun teknik pengambilan sampel daun yaitu menggunakan metode purposive sampling. Teknik Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Uji Mann
Whitney Test dengan pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian kandungan timbal yang terserap pada 3 sampel daun angsana dan 3 sampel daun mahoni yang terdapat pada 3 ruas jalan yang berada di kota gorntalo dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Hasil Penelitian Kadar Timbal (Pb) pada Angsana dan Mahoni Lokasi
Kadar Timbal (ppm) Angsana Mahoni
Jalan 36,92 Kalimantan Jalan 326,24 HB.Yasin Jalan Joesoef 27,03 Dali (JDS) Jumlah 390,19 Rata-Rata 130,06 Sumber: Data Primer 2014.
17,36 80,75 22,73 120,84 40,28
Berdasarkan Tabel 4.1 di peroleh hasil pengukuran kadar timbal di 3 (tiga) ruas jalan Kota Gorontalo diperoleh hasil kadar timbal pada tanaman angsana yaitu 390,19 ppm dimana kadar timbal tertinggi tanaman angsana terdapat pada Jalan HB.Yasin yakni 326,24 ppm dan kadar timbal terendah terdapat pada Jalan Joesoef Dali (JDS) yakni 27,03 ppm. Sedangkan kadar timbal pada tanaman mahoni yaitu 120,84 dimana kadar timbal tertinggi pada tanaman mahoni terdapat pada jalan jalan HB.Yasin yakni 80,75 ppm dan kadar timbal terendah terdapat pada jalan Kalimantan yakni 17,36 ppm.
Kadar Timbal (ppm)
150
130.06
100 40.28 50
Rata-…
0 Angsana Mahoni Jenis Daun
Gambar 4.1 Diagram Rata-Rata Kandungan Pb pada tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) dan mahoni (Swietenia macrophylla) Pada 3 ruas jalan di Kota Gorontalo Berdasarkan Gambar 4.1 diperoleh hasil bahwa rata-rata kadar timbal pada tanaman angsana yang terdapat pada 3 ruas jalan di koto gorontalo lebih besar dari tanaman mahoni yakni 130,06 ppm, sedangkan rata-rata kadar timbal pada tanaman mahoni yang terdapat pada 3 ruas jalan di koto gorontalo yakni 40,28 ppm. Perkembangan pembangunan di daerah perkotaan seperti pembangunan pusat perkantoran, pemukiman penduduk dan kegiatan lainnya dapat berdampak pada peningkatan volume kendaraan. Bertambahnya jumlah kendaraan mengakibatkan tingginya pemakaian bahan bakar sehingga akan memberikan dampak negatif yaitu meningkatkan kadar polutan di udara akibat emisi (pelepasan) dari asap kendaraan bermotor. Logam berat timbal (Pb) merupakan salah satu jenis emisi gas buang diudara selain karbon monooksida CO, karbon dioksida (CO2) Nitrogen Oksida (NOx) dan Sulfur Dioksida (SOx) yang dapat menyebabkan pencemaran udara akibat aktivitas pembakarann bahan bakar oleh
kenderaan bermotor. Menurut Supriatno, 1998 (dalam Agustina, 2008) Menyebutkan “Senyawa Pb termasuk jenis logam berat yang sangat berbahaya manusia. Bahaya timbal bagi kesehatan, mulai dari gangguan pendengaran, penurunan IQ, gangguan ginjal, gangguan pertumbuhan dan fungsi penglihatan sampai mengakibatkan anemia dan kerusakan sistem saraf”. Oleh karena besarnya dampak negatif timbal (Pb) terhadap manusia maka diperlukan tindakan untuk mereduksi Pb dari udara. Salah satu metode untuk menanggulangi pencemaran Pb di udara yang diakibatkan oleh akibat emisi (pelepasan) dari asap kendaraan bermotor adalah dengan menggunakan tanaman peneduh/tanaman penghijau yang berperan untuk menyerap logam berat di udara. Keberadaan tanaman penghijauan yang ada di sepanjang jalan dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam mengurangi pencemaran udara (Sulasmini, 2007). Tanaman penghijau yang digunakan sebagai alternatif untuk mereduksi timbal (Pb) diudara antara lain yaitu Angsana (Pterocarpus indicus) dan Mahoni (Swietenia macrophylla). Berdasarkan Tabel 4.1 di peroleh hasil pengukuran kadar timbal di 3 (tiga) ruas jalan Kota Gorontalo dimana Kadar timbal tertinggi tanaman angsana terdapat pada Jalan HB.Yasin yakni 326,24 ppm dan kadar timbal terendah terdapat pada Jalan Joesoef Dali (JDS) yakni 27,03 ppm. Sedangkan kadar timbal tertinggi pada tanaman mahoni terdapat pada jalan jalan HB.Yasin yakni 80,75 ppm dan kadar timbal terendah terdapat pada jalan Kalimantan yakni 17,36 ppm. Beravariasinya kadar timbal (Pb) yang terserap pada masing-masing tanaman peneduh/penghijau baik tanaman angsana maupun tanaman mahoni yang berada di 3 (tiga) ruas jalan di Kota Gorontalo disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya adalah jumlah kenderaan bermotor, jumlah tanaman peneduh/penghijau yang terdapat di sekitar jalan serta jarak dari sumber pencemar. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa kadar timbal tanaman angsana tertinggi terdapat di Jalan HB. Yasin yaitu 326,24 ppm. Dari hasil observasi peneliti hal ini disebabkan oleh karena kurangnya jenis dan jumlah tanaman peneduh/penghijau yang ditanam disekitar jalan HB Yasin menyebabkan kadar timbal hanya diserap oleh tanaman angsana saja sehingga kadar timbal tanaman angsan di Jalan HB Yasin sangat tinggi. Pernyataan ini diperkuat oleh Siregar, 2005 (dalam Inayah, 2010) “bahwa banyaknya tanaman penutup serta jenis tanaman di sekeliling tanaman tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi kandungan Pb pada tanaman”. Sementara itu dari hasil penelitian menunjukan bahwa kadar timbal (Pb) terendah tanaman angsana terdapat di Jalan Joesef Dali (JDS) 27,03 ppm. Berdasarkan hasil observasi peneliti hal ini disebabkan oleh karena di Jalan Joesoef Dali tersebut terdapat jenis tanaman penghijau/peneduh yang bervariasi diantaranya tanjung dan glodokan sehingga timbal yang terdapat di udara terserap bukan hanya pada tanaman angsana namun pada pohon penghijau/peneduh lainnya. Untuk Tanaman Mahoni kadar timbal tertinggi terdapat di Jalan HB. Yasin yakni 80,75 ppm. Sama halnya dengan tanaman angsana yang terdapat di Jalan HB. Yasin, hal ini disebabkan oleh karena kurangnya jenis tanaman peneduh/penghijau yang berada di jalan tersebut. Selain kurangnya jenis/variasi tanaman penghijau/peneduh hal lain yang menyebabkan tingginya kadar timbal (Pb) di Jalan HB Yasin oleh karena jarak tanaman penghijau/peneduh yang dekat dengan jalan raya. Menurut Antari dan Sundra
(2002) Menyatakan bahwa “kandungan Pb lebih banyak pada tanaman tepi jalan yang padat kendaraan bermotor dibandingkan dengan kandungan Pb pada tanaman sejenis dari lokasi yang jauh dari pinggir jalan”. Sedangkan kadar timbal tanaman mahoni terendah terdapat di Jalan Kalimantan yaitu 17,36 ppm. Rendahnya kadar timbal pada tanaman mahoni yang terdapat di Jalan Kalimantan dapat disebabkan oleh karena pengambilan sampel yang dilakukan pada malam hari sehingga jumlah kederaan bermotor yang melewati jalan kalimantan telah berkurang. Menurut Antari dan Sundra, 2002 (dalam Inayah, 2010) menyatakan bahwa “semakin banyak jumlah kendaraan bermotor yang lewat pada suatu jalan raya maka semakin tinggi pula kandungan polutan Pb yang di emisikan ke lingkungan sekitar”. Untuk mengetahui adanya perbedaan efektivitas tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) dan mahoni (Swietenia macrophylla) dalam menyerap timbal di gunakan uji statistik non parametrik Mann Whitnet U Test. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Mann Whitney Test diketahui nilai signifikannya (Pvalue) adalah 0,275 > α=0,05. Maka dengan demikian H0 diterima sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan efektifitas tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) dan tanaman mahoni (Swietenia macrophylla) dalam menyerap timbal (Pb). Hal ini dikarenakan oleh karena jumlah sampel yang diteliti sedikit, sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan efektifitas tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) dan tanaman mahoni (Swietenia macrophylla) dalam menyerap timbal (Pb), dan hal tersebut yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. Meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan
tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) dan mahoni (Swietenia macrophylla) dalam menyerap timbal akan tetapi berdasarkan gambar 4.1 Diagram RataRata Kandungan Pb pada tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) dan mahoni (Swietenia macrophylla) Pada 3 ruas jalan di Kota Gorontalo menunjukan bahwa rata-rata kadar timbal pada tanaman angsana lebih besar dari tanaman mahoni yakni 130,06 ppm, sedangkan rata-rata kadar timbal pada tanaman mahoni yakni 40,28 ppm. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan jenis tanaman dan juga disebabkan oleh morfologi daun yang berbeda. Permukaan daun angsana yang berkerut sementra daun mahoni mempunyai permukaan daun yang licin. Menurut Hendrasarie, 2007 (dalam Amintarti, 2011) menyatakan bahwa “Kemampuan tanaman dalam menyerap timbal sangat dipengaruhi keadaan permukaan daun tanaman. Daun yang mempunyai bulu atau daun yang permukaanya kesat (berkerut) mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam menyerap timbal daripada daun yang mempunyai permukaan lebih licin dan rata. 5. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penilitian yang telah dilakukan serta membuktikan apakah ada perbedaan pada daun pohon mahoni dan daun pohon angsana dalam menyerap timbal di udara maka diperoleh beberapa kesimpulan yaitu : Rata-rata kandungan timbal yang terserap pada daun pohon Mahoni (Swietenia macrophylla) adalah 40,28ppm. Kadar timbal tertinggi yang diserap oleh pohon mahoni terdapat pada jalan HB Yassin sebesar 80,75ppm. Kemudian pada jalan Joesop dali (JDS) sebesar 22,73ppm. Sedangkan pada jalan Kalimantan sebesar 17,36ppm. Dan Rata-rata kandungan Timbal yang diserap oleh daun pohon Angsana (Pterocarpus
indicus) adalah 130,06ppm. Kadar timbal yang tertinggi diserap oleh daun pohon angsana pada jalan HB Yassin sebesar 326,24ppm, kemudian pada jalan Kalimantan sebesar 36,92ppm, dan pada jalan Joesoep dali (JDS) sebesar 27,03ppm. Berdasarkan uji statistik bahwa tidak terdapat perbedaan kadar timbal yang siginifikan antara daun pohon mahoni (Swietenia macrophylla) dan daun pohon Angsana (Pterocarpus indicus). Namun secara rasio perbandingan rata-rata Angsana memiliki kadar timbal dua kali lipat lebih banyak dari Mahoni. 6. DAFTAR PUSTAKA Amintarti, S. 2011. Akumulasi Timbal (Pb) dan Struktur daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd) Sebagai Tumbuhan Peneduh di Kota Banjarmasin. Jurnal, Jurusan Biologi F.MIPAUNUD. Antari, A.A.R.J., Dan Sundra, I.K. 2002. Kandungan Timah Hitam (Plumbum) Pada Tanaman Peneduh Jalan di Kota Denpasar. Jurnal. Jurusan Biologi F. MIPA-UNUD Darmono. 2010. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Girsang, E. 2008. Hubungan kadar timbale di udara ambient dengan timbal dalam darah pada pegawai dinas perhubungan terminal antar kota Medan. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Inayah, S.N., Las, T dan Yunita, E. 2010. Kandungan Pb Pada Daun Angsana (Pterocarpus indicus) dan Rumput Gajah Mini (Axonopus.Sp) di Jalan Protokol Kota Tanggerang. Valensi Vol.2 No.1, Nop 2010 (340-346) ISSN: 1978-8193.
Palar, H.. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta Sulasmini L.K.,Mahendra M.S dan Lila, K.A. 2007. Peranan Tanaman Penghijauan Angsana, Bungur dan Daun Kupu-Kupu Sebagai Penyerap Emisi Pb dan Debu Kenderaan Bermotor di Jalan Cokroaminoto, Melati, dan Cut Nyak Dien di Kota Denpasar. Jurnal. Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa. VOLUME 2 NO.1 MEI 2007. ISSN 1907-5626
N. A.Y. 2006. Penghijauan untuk Mengurungi Pencemaran. Azka Mulia Media Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Santoso, S. N. 2012. Penggunaan Tumbuhan Sebagai Pereduksi
Pencemaran Udara Plant Application As Reducer Air Pollution. Jurnal. Jurusan Teknik Lingkungan-FTSPITS. Suryandari, E.S., dan Hm Sulchan. 2010. Perbedaan Kadar Timbal (Pb) Pada Minuman Berdasarkan Kekerapan Pohon Peneduh dan Lama Pajanan. Artikel Penelitian, Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Trijayanti, R. 2010. Pengaruh timbal (Pb) pada udara jalan tol terhadap gambaran mikroskopis hepar dan kadar timbal (Pb) dalam darah mencit balb/c jantan. Karya tulis ilmiah. Fakultas Kedokteran: UNDIP