KERAGAMAN AKTINOMISET CULTURABLE DAN UNCULTURABLE YANG BERASOSIASI DENGAN SPONS Neofibularia sp. ASAL PULAU BIRA, INDONESIA
CICO JHON KARUNIA SIMAMORA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Aktinomiset Culturable dan Unculturable yang Berasosiasi dengan Spons Neofibularia sp. Asal Pulau Bira Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Cico Jhon Karunia Simamora NIM G351130261
RINGKASAN CICO JHON KARUNIA SIMAMORA. Keragaman Aktinomiset Culturable dan Unculturable yang Berasosiasi dengan Spons Neofibularia sp. Asal Pulau Bira, Indonesia. Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan DEDY DURYADI SOLIHIN. Neofibularia sp. merupakan salah satu spons laut yang berpotensi menghasilkan senyawa toksik yang tinggi. Senyawa toksik spons laut diproduksi oleh komunitas mikrob yang berasosiasi, diantaranya aktinomiset. Aktinomiset yang berasosiasi dengan Neofibularia sp. memiliki keragaman yang tinggi, sehingga berpotensi mendapatkan spesies indigenous novel. Aktinomiset laut diketahui merupakan penghasil senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai antibakteri, antifungi, antitumor, antikanker, inhibitor enzim dan beragam manfaat lain. Selama ini komunitas aktinomiset yang dikaji terbatas pada aktinomiset yang dapat dikulturkan (culturable), sedangkan aktinomiset unculturable yang berasosiasi dengan spons laut belum diketahui. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman aktinomiset culturable dan unculturable yang berasosiasi dengan spons Neofibularia sp. asal Pulau Bira, Indonesia. Aktinomiset culturable diisolasi menggunakan media Humic Acid Vitamin Agar (HVA) dan dipurifikasi menggunakan media Yeast Starch Agar (YSA). Isolat yang diperoleh diidentifikasi secara morfologi berdasarkan warna hifa aerial, bentuk koloni, tipe spora, dan pigmentasi pada media padat. Identifikasi molekuler dilakukan dengan mengekstrak DNA genom 5 isolat terpilih menggunakan Geneaid Genomic DNA Mini Kit, dan diamplifikasi gen 16S rRNA. Aktinomiset unculturable dianalisis dengan mengekstrak total DNA genom spons menggunakan MoBio Power Soil DNA Isolation Kit. Gen 16S rRNA diamplifikasi dengan nested PCR menggunakan primer spesifik aktinomiset dan menghasilkan produk berukuran 1087 pb dan 180 pb. Analisis komunitas aktinomiset unculturable dilakukan menggunakan denaturing gradient gel electrophoresis (DGGE). Gen 16S rRNA aktinomiset culturable dan unculturable yang diperoleh, diurutkan basa nukleotidanya dan dianalisis kekerabatannya menggunakan software bioinformatika MEGA 6. Analisis sekuen gen 16S rRNA menunjukkan bahwa lima isolat terpilih (NOAq 1.1, NRSw 4.1, NOAq 1.3, NOAq 2.1, dan NOAq 1.4) berkerabat dekat sampsonii, Streptomyces albus, Streptomyces dengan Streptomyces resistomicificus, Streptomyces erringtonii, dan Streptomyces gougeroti dengan identitas maksimum 97-99%. Kelima isolat memiliki kemiripan sekuen gen 16S rRNA yang tinggi dengan galur pembandingnya, akan tetapi secara morfologi memiliki perbedaan. Koloni Streptomyces sampsonii berwarna putih tipis kekuningan dengan permukaan koloni yang halus dan tipe spora rectiflexibiles, sedangkan tiga dari lima isolat aktinomiset yang diperoleh memiliki warna koloni yang berbeda yaitu putih kemerahan, coklat keabuan, dan krem, dengan permukaan koloni yang tidak halus. Hal ini mengindikasikan bahwa isolat aktinomiset culturable yang diperoleh merupakan isolat yang berpotensi sebagai spesies novel.
Profil DGGE gen 16S rRNA menunjukkan keragaman komunitas aktinomiset unculturable yang diwakili oleh 13 pita DGGE. Hasil separasi pita gen 16S rRNA dipotong dan di re-PCR menggunakan primer non GC clamps untuk sequencing. Hasil pensejajaran basa nukleotida pita DGGE terhadap galur pembanding dari database GenBank menunjukkan hubungan kekerabatan 13 pita dengan identitas maksimum berkisar 87-100% terhadap 5 genus rare-aktinomiset yaitu Ferrithrix, Thermobispora, Aciditerrimonas, Lamia, Propionibacterium, dan unculture bacterium clone. Delapan pita DGGE memiliki kekerabatan tertinggi sebesar 94% dengan Ferrithrix thermotolerans. Nilai identitas maksimum <97.5% merupakan indikator suatu isolat berbeda dengan galur pembandingnya dan terindikasi spesies novel. Konstruksi pohon filogenetik antara aktinomiset culturable dan unculturable menunjukkan hasil yang berbeda. Komunitas aktinomiset culturable didominasi oleh Streptomyces spp. sedangkan komunitas aktinomiset culturable dan unculturable didominasi oleh kelompok non-Streptomyces spp. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya kelimpahan Streptomyces spp. pada spons Neofibularia sp., sehingga tidak teramplifikasi dan tidak ditemukan pada konstruksi filogenetik aktinomiset culturable dan unculturable. Komunitas aktinomiset unculturable tidak ditemukan pada konstruksi filogenetik aktinomiset culturable dipengaruhi oleh media isolasi dan kondisi inkubasi yang belum sesuai untuk aktinomiset tersebut tumbuh. Kata kunci : aktinomiset, DGGE, keragaman, Neofibularia sp., 16S rRNA
SUMMARY CICO JHON KARUNIA SIMAMORA. Biodiversity of Culturable and Unculturable Actinomycetes Associated with Sponge Neofibularia sp. Origin of Bira Island, Indonesia. Supervised by YULIN LESTARI and DEDY DURYADI SOLIHIN. Neofibularia sp. is a sea sponge which potentially produce high toxic compounds. Toxic compounds produced by marine sponges associated microbial communities, including actinomycetes. Actinomycetes associated with Neofibularia sp. have a high diversity, thus potentially gaining novel indigenous species. Marine actinomycete are known to be producing bioactive compounds that have the potential as an antibacterial, antifungal, antitumor, anticancer, enzyme inhibitors and varieties of other benefits. During this limited community of actinomycetes studied in actinomycetes that can be cultivated (culturable), while actinomycetes unculturable associated with marine sponges unknown. Therefore, the aims of study were to identify the diversity of culturable actinomycetes and unculturable associated with sponge Neofibularia sp. origin Bira Island, Indonesia. Culturable actinomycete was isolated using Humic Acid Vitamin (HV) agar medium and purified in Yeast Starch Agar (YSA) medium. The isolates were identified based on morphology of acquired color of aerial hypha, type of spores, colony form, and pigmentation on solid medium. Molecular identification was conducted by extracting the genomic DNA from 5 selected isolates using the Geneaid Genomic DNA Mini Kit, and 16S rRNA gene amplification. Unculturable actinomycetes were analyzed by extracting total DNA from sponge was amplified genome using MoBio Power Soil DNA Isolation Kits. Then, 16S rRNA gene was amplified using specific primer of actinomycetes through nested PCR technique. 16S rRNA gene amplification produced two kinds of amplicons 1087 bp and 180 bp in size. Unculturable actinomycete community analysis was performed by denaturing gradient gel electrophoresis (DGGE). 16S rRNA gene sequence of culturable and unculturable actinomycetes were analyzed phylogenetically using bioinformatics software MEGA 6. Analysis of 16S rRNA gene sequence showed five isolates (NOAq 1.1, NRSw 4.1, NOAq 1.3 NOAq, 1.3, and 1.4 NOAq) are closely related to S. sampsonii, S. albus, S. resistomicificus, S. erringtonii, and S. gougeroti with maximum identity up to 97-99%. Five isolates have a high similarity of 16S rRNA with their comparison isolates, but they were distinct in morphology. Base on morphological identification, colonies of S. sampsonii was yellowish white with smooth colony surface and rectiflexibiles spore, whereas the color of three isolate colonies were reddish-white, white, brown, grey, brownish white, and unsmooth surface. Those results indicated that culturable actinomycete isolates was different and suspicious as novel strains Diversity of unculturable actinomycete community based on 16S rRNA gene was represented by 13 DGGE bands. The result of separation 16S rRNA bands was cut and re-PCR by non GC clamps primer for sequencing. Sequence result of DGGE bands were aligned along with the comparison strains of database
GenBank. The thirteen bands showed the similarity ranged around 87 up to 100% with five genus of rare-actinomycete such as Ferrithrix, Aciditerrimonas, Lamia, Thermobispora, Propionibacterium, and Unculture bacterium clone. Eight of DGGE bands were around 94% similar to Ferrithrix thermotolerans. Maximum identity have under 97.5% was an indicator which was a species distinct with the comparison species and suspicious as a novel species. Construction of phylogenetic tree between culturable and unculturable actinomycetes were different. Culturable actinomycete community was dominated by Streptomyces, while unculturable actinomycetes community was dominated by non-Streptomyces groups. The differences among phylogenetic trees were influenced by the low abundance of Streptomyces sp. in the sponge Neofibularia sp., so they were not amplificate and were not find in the construction of unculturable actinomycetes phylogenetic tree. Unculturable actinomycetes community was not find on the construction of culturable actinomycetes phylogenetic tree because the isolation medium and incubation condition were not appropriate yet. Keywords: actinomycetes, biodiversity, DGGE, Neofibularia sp., 16S rRNA
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KERAGAMAN AKTINOMISET CULTURABLE DAN UNCULTURABLE YANG BERASOSIASI DENGAN SPONS Neofibularia sp. ASAL PULAU BIRA, INDONESIA
CICO JHON KARUNIA SIMAMORA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Suryani, MSc
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Juni 2014 sampai dengan Mei 2015 ini ialah keragaman aktinomiset spons laut asal Pulau Bira Kepulauan Seribu di Indonesia, dengan judul Keragaman Aktinomiset Culturable dan Unculturable yang Berasosiasi dengan Spons Neofibularia sp. Asal Pulau Bira, Indonesia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Yulin Lestari sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan nasehat, saran, motivasi, waktu konsultasi, serta solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Ibu Dr Suryani, MSc dan Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku Ketua Program Studi Mikrobiologi IPB, yang telah memberikan motivasi selama studi dan masukan pada saat ujian sidang tesis. Kepada BPPDN DIKTI 2013/2014 terima kasih atas kepercayaannya untuk memberikan beasiswa kuliah selama menempuh pendidikan pascasarjana di IPB, sehingga penelitian yang penulis lakukan dapat terlaksana dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Bapak Anggiat Simamora (Alm), Ibu Tiomas Damanik S.Pd, adikku tercinta dr. Cika Tio Anggela Simamora S.Ked dan Chinda Setia Lestari Simamora atas doa, dukungan, kasih sayang, dan semangat yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada kepada Ibu Heni dan Bapak Jaka selaku staf Laboratorium Mikrobiologi IPB, kepada Ibu Retnowati selaku staf Laboratorium Terpadu Biologi IPB, Mba Sari, Kak Sipri, Kak Aar, Kak Mona, Mbak Mei, serta seluruh teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi IPB, atas dukungan, motivasi, dan bantuannya selama penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat-sahabatku tersayang, atas kebersamaan yang singkat, penuh makna, dan sangat indah bagi teman-teman seperjuangan Noor, Naswandi, Bang Riskyhadi, grup Satu Tesis Satu Pikiran, Grup Semangat Pintar Cerdik, Grup Mikrotropisian 2013, dan Pascasarjana Mikrobiologi IPB angkatan 2013. Kepada teman-teman di Pascasarjana Mikrobiologi IPB 2012, 2013 dan 2014, temanteman di Biologi IPB, serta seluruh pihak yang telah memberikan doa dan dukungannya, penulis ucapkan terima kasih. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2015
Cico Jhon Karunia Simamora
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Spons Laut Komunitas Mikrob Spons Aktinomiset Asal Spons Laut Metagenomik
4 4 4 5 6
METODE Kerangka Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan Sampel dan Identifikasi Spons Laut Isolasi dan Karakterisasi Aktinomiset Culturable dari Spons Laut Isolasi Genom Aktinomiset Culturable Spons Laut Isolasi Genom Total Aktinomiset Unculturable Amplifikasi Gen 16S rRNA Aktinomiset Culturable dan Unculturable Asal Neofibularia sp. Analisis DGGE (Denaturing Gradient Gel Electrophoresis) Aktinomiset Unculturable Sekuensing Gen 16S rRNA Aktinomiset Culturable dan Unculturable Analisis Bioinformatik dan Konstruksi Pohon Filogenetik
9 9 9 10 10 10 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik Morfologi Sampel Spons Neofibularia sp. Asal Pulau Bira Efektivitas Preparasi Penyimpanan Sampel Spons Isolasi Aktinomiset Culturable yang Berasosiasi pada Neofibularia sp. Keragaman Aktinomiset Culturable yang Berasosiasi pada Neofibularia sp. Identifikasi Gen 16S rRNA Aktinomiset Culturable yang Berasosiasi pada Neofibularia sp. Total DNA Genom Spons Neofibularia sp. Analisis DGGE Total Komunitas Aktinomiset Unculturable yang Berasosiasi pada Spons Neofibularia sp.
14 14
12 13 13 13
14 14 14 15 16 19 20
Keragaman Struktur Komunitas Aktinomiset yang Berasosiasi pada Spons Neofibularia sp. Urutan Basa Region V3 Gen 16S rRNA dan Analisis Single Nucleotide Polymorphism (SNP) Sekuen Basa Struktur Komunitas Aktinomiset Pembahasan Karakteristik Morfologi Spons Neofibularia sp. Keragaman Aktinomiset Culturable dengan Teknik Kultivasi Keragaman Struktur Komunitas Aktinomiset dengan Pendekatan Metagenomik DGGE Analisis Single Nucleotide Polymorphism (SNP) pada Region V3 Sekuen Pita DGGE Perbandingan Keragaman Aktinomiset Culturable dan Unculturable
22
26 29 29 29 31 32 33
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
35 35 35
DAFTAR PUSTAKA
36
LAMPIRAN
44
RIWAYAT HIDUP
54
DAFTAR TABEL 1 Karakteristik morfologi aktinomiset asosiatif spons Neofibularia sp. 2 Konsentrasi dan kemurnian DNA genom hasil ekstraksi dari sampel spons asal Pulau Bira 3 Hasil BLAST sekuen gen 16S rRNA aktinomiset culturable yang berasosiasi pada spons Neofibularia sp. 4 Konsentrasi dan kemurnian DNA genom hasil ekstraksi dari sampel spons asal Pulau Bira 5 Hasil BLAST sekuen gen 16S rRNA aktinomiset unculturable yang berasosiasi pada spons Neofibularia sp. 6 Konsentrasi DNA pita DGGE aktinomiset unculturable yang berasosiasi pada Neofibularia sp. 7 Analisis SNP pada 4 pita DGGE yang mirip dengan Propionibacterium acnes galur KPA171202 8 Analisis SNP pada 8 pita DGGE yang mirip dengan Ferrithrix thermotolerans galur Y005 9 Analisis SNP pada 13 pita DGGE yang mengelompokkan keseluruhan sekuen kedalam 2 genus
15 16 18 20 24 26 27 28 28
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
4 5 6 7 8 9 10 11
Analisis metagenomik komunitas mikrob di lingkungan berdasarkan DNA genom Diagram alir tahapan penelitian Isolat aktinomiset culturable yang berasosiasi pada Neofibularia sp. secara makroskopis dan mikroskopis dengan mikroskop cahaya perbesaran 400x Hasil amplifikasi PCR gen 16S rRNA (1087 pb) dengan primer 27F dan 16sact1114R. Pohon filogenetik gen 16S rRNA aktinomiset culturable yang berasosiasi pada Neofibularia sp. dengan piranti lunbak MEGA 6 Hasil PCR gen 16S rRNA sampel spons laut asal Pulau Bira Kepulauan Seribu. Hasil DGGE pada Gel Poliakrilamida Hasil amplifikasi ulang pita hasil DGGE dengan primer 338F non GC clamp dan 518R. Profil filogenetik gen 16S rRNA aktinomiset unculturable spons Neofibularia sp. hasil isolasi dari gel DGGE Ordinal sekuen basa 4 pita DGGE yang mirip dengan Propionibacterium acnes galur KPA171202 Ordinal sekuen basa 8 pita DGGE yang mirip dengan Ferrithrix thermotolerans galur Y005
7 9
15 17 19 20 21 22 23 27 27
DAFTAR LAMPIRAN 1 Spons Neofibularia sp. asal Pulau Bira Kepulauan Seribu 2 Isolat aktinomiset culturable yang berasosiasi pada Neofibularia sp. 3 Analisis SNP sekuen gen 16S rRNA 4 pita DGGE yang mirip dengan Propionibacterium acnes 4 Analisis SNP sekuen gen 16S rRNA 8 pita DGGE yang mirip dengan Ferrithrix thermotolerans 5 Analisis SNP sekuen gen 16S rRNA 13 pita DGGE terhadap pengelompokkan genus aktinomiset 6 Hasil sekuensing gen 16S rRNA lima isolat aktinomiset culturable yang berasosiasi pada Neofibularia sp. 7 Hasil sekuensing gen 16SrRNA tiga belas isolat aktinomiset unculturable yang berasosiasi pada Neofibularia sp.
44 45 46 47 48 49 52
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Spons laut merupakan organisme sesil kuno yang telah ada sejak 600 juta tahun yang lalu dan berperan penting membangun ekosistem terumbu karang. Spons memperoleh nutrisi melalui proses penyaringan partikel makanan dengan memompa air laut masuk ke tubuhnya (Hentschel et al. 2012). Keragaman spons di Indonesia tinggi dipengaruhi letak geografis di antara Samudera Hindia dan Pasifik. Spons yang ditemukan di perairan Indonesia terdiri dari banyak famili dan mencapai 830 spesies (Hutomo dan Moosa 2005). Pulau Bira merupakan salah satu bagian dari Taman Nasional Bahari Kepulauan Seribu yang memiliki keragaman spons laut yang tinggi, salah satunya adalah Neofibularia sp. Neofibularia sp. merupakan spons yang dilaporkan menghasilkan senyawa toksik yang berpotensi sebagai antileishmanial, antimalaria, dan antibakteri (Thompson dan Gallimore 2013), dan berpotensi menghasilkan protein phosphatase inhibition (PPI) dengan aktivitas moderat melawan Bacillus subtilis (Fagerholm 2010). Neofibularia sp. memiliki jaringan penghubung, dinding silinder tebal bertumpuk, dengan saluran keluar yang terbuka (Sheppard 2010). Genus ini termasuk famili Desmacellidae yang secara luas terdistribusi di perairan dunia, dari perairan dangkal sampai kedalaman 2165 m (Young dan Chung 2008). Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons diduga dihasilkan oleh asosiasi mikrobnya (Peraud 2006). Spons memiliki organ sederhana hasil evolusi yang menjadi mikrohabitat penting komunitas bakteri simbiotik, arkea, dan eukariot uniseluler pada jaringan spons (Taylor et al. 2007). Mikrob yang berasosiasi pada spons dapat mencapai kepadatan 109 sel per cm3 yang mencakup 35% dari total biomassa jaringan spons (Hentschel et al. 2012). Mikrob yang berasosiasi sebagian besar mendiami mesohil yang menyusun jaringan ekstraseluler spons, akan tetapi beberapa simbion juga ditemukan di ruang intraseluler berdasarkan visualisasi mikroskop elektron (Vacelet et al. 1977). Spons merupakan organisme yang memiliki asosiasi erat dengan beragam mikrob high microbial abundance (HMA) (Hentschel et al. 2003). Hal inilah yang menyebabkan keragaman bakteri yang berasosiasi dengan spons tinggi termasuk di antaranya aktinomiset (Sun et al. 2010). Aktinomiset secara filogenetik merupakan anggota Eubacteria yang merupakan bakteri Gram positif berfilamen dengan DNA G+C yang tinggi lebih dari 55% total genomnya (Miyadoh 1997). Aktinomiset tersebar luas di daratan dan laut (Ward dan Bora 2006), dan berkontribusi besar dalam produksi senyawa bioaktif antara lain antibiotik, antitumor, enzim, dan inhibitor enzim (Lazzarini et al. 2000). Aktinomiset terestrial telah banyak dikaji secara ekologi dan bioprospeksi, akan tetapi aktinomiset laut belum banyak dieksplorasi. Aktinomiset laut dapat ditemukan dari beberapa lingkungan yang berbeda seperti lapisan tipis pada permukaan air, aliran air, sedimen, permukaan dasar laut, biosfer laut dalam (Maldonado et al. 2005), dan organisme laut (Zhang et al. 2006). Penelitian yang mengkaji aktinomiset pada sedimen dan spons laut berhasil menemukan genus aktinomiset baru, dengan kemampuan unik memproduksi senyawa metabolit novel (Oh et al. 2006). Aktinomiset berperan penting bagi pertumbuhan dan
2
perkembangan spons seperti penyediaan nutrisi, penstabilan skeleton, dekomposisi sisa metabolit, perlindungan dari UV, dan pertahanan dari senyawa racun (Shick dan Dunlap 2002). Senyawa bioaktif yang dihasilkan aktinomiset spons memiliki perbedaan struktur metabolit dengan aktinomiset lingkungan terrestrial (Drummond 2006). Struktur senyawa yang berbeda menimbulkan dugaan dihasilkan oleh aktinomiset yang berbeda pula (Pathirana et al. 1992). Hal inilah yang mendasari pentingnya mengetahui keragaman komunitas aktinomiset dari habitat yang belum tereksplor dan berperan sebagai sumber komponen bioaktif baru (Mincer et al. 2002). Komunitas aktinomiset yang berasosiasi dengan spons beragam, teknik kultivasi yang tepat dapat meningkatkan peluang tumbuh aktinomiset culturable yang kelimpahannya rendah pada jaringan spons. Mikrob yang dapat dikultivasi kurang dari 1% sedangkan 99% merupakan mikrob unculturable. Aktinomiset unculturable sulit diidentifikasi morfologi sehingga dikembangkan pendekatan metagenomik untuk mengetahui keragaman aktinomiset culturable dan unculturable melalui amplifikasi gen 16S rRNA. Pendekatan metagenomik dengan amplifikasi gen 16S rRNA dapat menunjukkan kekerabatan beberapa spesies mikrob menggunakan denaturing gradien gel electrophoresis (DGGE) untuk memisahkan gen berukuran sama namun memiliki urutan nukleotida berbeda (Fischer dan Lerman 1983). Urutan basa nukleotida DNA dipisahkan secara parsial berdasarkan pengurangan mobilitas elektroforesis pasangan basa yang terdenaturasi pada gel poliakrilamida dengan gradien denaturan yang bertambah secara teratur (Mahyarudin 2015). Aplikasi DGGE dapat menganalisis profil keragaman komunitas aktinomiset culturable dan unculturable berdasarkan identifikasi gen 16S rRNA. Sejauh ini di Indonesia penelitian mengenai analisis komunitas aktinomiset yang berasosiasi dengan spons Neofibularia sp. menggunakan pendekatan dengan teknik kultivasi dan metagenomik DGGE belum banyak dilakukan sehingga sangat menarik untuk dikaji. Deskripsi hasil penelitian yang disampaikan dalam makalah ini merupakan informasi baru tentang keragaman aktinomiset yang berasosiasi dengan spons Neofibularia sp. asal Pulau Bira, Kepulauan Seribu, Indonesia. Perumusan Masalah Spons laut termasuk dalam filum Porifera, berperan penting sebagai indikator ekologi, sumber antiviral, antikanker, antibakteri dan bahan kosmetik. Senyawa bioaktif spons ternyata dihasilkan pula oleh mikrob yang berasosiasi salah satunya aktinomiset. Aktinomiset merupakan kelompok bakteri penghasil senyawa bioaktif tertinggi dibandingkan kelompok bakteri lainnya. Aktinomiset mampu beradaptasi pada berbagai lingkungan, termasuk diantaranya adalah lingkungan laut yang masih belum banyak dieksplorasi keragamannya. Aktinomiset yang dipelajari asal spons masih terbatas pada jenis yang bisa dikulturkan pada media buatan saja, sedangkan yang lainnya belum mampu dikultivasi. Hal ini menimbulkan kesulitan untuk mempelajari keseluruhan aktinomiset yang berasosiasi dengan spons khususnya yang bersifat unculturable.
3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaman aktinomiset menggunakan dua pendekatan yaitu dengan cara isolasi koloni (culturable) dan metagenomik DGGE (total komunitas culturable dan unculturable) yang berasosiasi dengan spons Neofibularia sp. asal Pulau Bira, Kepulauan Seribu, Indonesia. Manfaat Penelitian Kajian mengenai keragaman aktinomiset dengan cara isolasi konvensional dan pendekatan metagenomik DGGE diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keseluruhan aktinomiset yang berasosiasi dengan spons laut Neofibularia sp. asal Pulau Bira Kepulauan Seribu Indonesia. Selain itu dapat diperoleh kelompok aktinomiset culturable dari total komunitas aktinomiset spons yang selanjutnya akan dikembangkan sebagai sumber penghasil senyawa bioaktif baru. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi pengambilan spons, identifikasi spons, isolasi aktinomiset culturable, isolasi DNA genom spons laut, amplifikasi gen 16S rRNA dari aktinomiset culturable dan unculturable, serta analisis metagenom DGGE hingga konstruksi pohon filogenetik aktinomiset culturable dan unculturable.
4
TINJAUAN PUSTAKA Spons Laut Spons merupakan organisme laut Porifera yang hidup menetap pada suatu permukaan, memiliki sistem pori, ostia, kanal dan ruang saluran air yang melewati tubuh spons. Air masuk ke dalam spons melewati saluran pernapasan dan keluar melewati oscules (Peraud 2006). Spons bersifat non selective filter feeder, dan umum dijumpai di perairan tropik hingga subtropik dengan penyebaran dari zona intertidal hingga zona subtidal dalam suatu perairan. Klasifikasi spons terbagi menjadi 4 kelas yaitu Calcarea, Hexactinellida, Archaeocyatha, dan Demospongiae. Demospongiae mempunyai anggota terbesar sekitar 90% dari keseluruhan spons laut yaitu 4500-5000 spesies (Subagio dan Aunurohim 2013) Komunitas spons laut pada suatu perairan dapat menjadi bioindikator kualitas air laut dan dimanfaatkan sebagai sumber senyawa bioaktif (Subagio dan Aunurohim 2013). Senyawa bioaktif yang dihasilkan memiliki perbedaan struktur dan aktivitas, meliputi poliketida, alkaloid, sterol, peptida siklik, dan terpenoid (Proksch et al. 2002; Peraud 2006). Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons berperan sebagai antikanker, antiparasitik, antiviral, antiinflamasi, antibiotik, antipencemaran dan herbisida (Osinga et al. 1998). Komponen bioaktif pertama yang diisolasi dari spons dan dikembangkan secara luas adalah nukleosida spongouridin dan spongotimidin dari spons Cryptotethya crypta (Bergmann dan Feeney 1951). Komponen ini dikembangkan sebagai obat antivirus, vidarabin, dan sitarabin. Selain itu dilaporkan pula Haliclona simulans menggunakan teknik metagenom berpotensi menghasilkan lipase halo-tolerant (Selvin et al. 2009). Spons Ircinia fusca diketahui menghasilkan kolagen yang telah dikarakterisasi secara biokimia (Pallela et al. 2011). Spons Geodia barretti telah dikarakterisasi senyawa bioaktif antifouling yang diperoleh dari laut Swedia (Sjogren 2006). Spons Discodermia dissoluta merupakan spons yang diketahui berpotensi senyawa antikanker berupa discodermolide, yang termasuk poliketida sebagai obat Pacitaxel (taxol) (Haygood et al. 1999). Spons merah tropis Oceanapia sp. menghasilkan metabolit sekunder piridoakrin alkaloid kuanoniamin C dan D yang berwarna merah dan berfungsi untuk pertahanan alami spons terhadap serangan predator laut (Schupp et al. 1999). Komunitas Mikrob Spons Komunitas mikrob yang berasosiasi dengan spons merupakan sumber penghasil senyawa bioaktif spons (Bewley et al. 1996). Spons laut memiliki asosiasi mikrob yang terdiri atas kelompok bakteri, sianobakter, dinoflagelata, diatom, dan arkea. Mikrob yang berasosiasi dengan spons dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu eksosimbion, endosimbion dan intraseluler simbion (Peraud 2006). Mikrob simbion intraseluler terdapat di ruang antar sel dan terkadang di dalam nukleus spons, sedangkan mikrob eksosimbion berada di lapisan luar, dan endosimbionnya yang terdapat pada mesohil spons (Fuerst et al. 1999; Lee et al. 2001). Hubungan asosiasi mikrob dengan spons dapat terjadi berdasarkan
5
beberapa kemungkinan salah satunya dari aliran air yang melewati spons dan bertahan terhadap respon imunitas alami spons. Beberapa mikrob yang berasosiasi pada spons mempunyai struktur kapsul yang menyelubungi tubuhnya berfungsi untuk melindungi sel mikrob dari arkeosit spons (Friedrich et al. 1999). Komunitas mikrob spons laut memiliki hubungan asosiasi yang unik, yang dipengaruhi oleh kondisi inang, lingkungan serta kemampuan adaptasi. Koanosit spons laut berperan dalam proses penyaringan air laut sehingga dapat mengakumulasi mikrob pada jaringan interior (mesohil) spons (Sharp et al. 2007). Komunitas mikrob spons sebagian besar didominasi oleh sel tunggal bakteri atau kelompok arkea, asosiasi yang terjadi berperan penting dalam produksi komponen bioaktif, fiksasi karbon autotropik, serta translokasi nutrisi dan antioksidan bagi spons (Hentschel et al. 2003). Komunitas mikrob pada beberapa generasi spons memiliki perbedaan kelimpahan dan keragaman mikrob yang dipengaruhi oleh mekanisme transmisi vertikal mikrob simbion, yang dibuktikan dengan kajian ultrastruktural mikrob pada spons (Usher et al. 2004). Mikrob yang berasosiasi dengan spons berperan terhadap produksi senyawa metabolit sekunder spons. Spons Aplysina aerophoba memiliki komunitas mikrob yang beragam diantaranya filum Chloroflexy, Proteobacteria, Cyanobacteria, Actinobacteria, Acidobacteria, dan Bacteroidetes yang diketahui menghasilkan senyawa brominated alkaloid (BAs) (Soriano et al. 2010). Keragaman mikrob yang dapat dikultivasi kurang dari 1% total komunitas mikrob spons (Buck 1974). Keterbatasan ini menjadi peluang yang besar untuk menemukan spesies mikrob baru yang berasosiasi dengan spons. Aktinomiset Spons Laut Aktinomiset merupakan kelompok terbesar penghasil antibiotik dibandingkan dengan kelompok bakteri lainnya yaitu sekitar 2/3 antibiotik di dunia (Berdy 1989). Aktinomiset banyak dikenal sebagai bakteri tanah berfilamen, dengan kandungan guanin dan sitosin (G+C) yang tinggi (> 55%) di dalam keseluruhan genomnya (Miyadoh 1977). Menurut Stackebrandt et al. (1997) secara taksonomi aktinomiset dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Domain Filum Kelas Subkelas Ordo
: Bakteri : Actinobacteria : Actinobacteria : Actinobacteridae : Actinomycetales
Komunitas aktinomiset tidak hanya terdapat di lingkungan tanah akan tetapi juga di lingkungan sedimen (Moran et al. 1995). Maldonado et al. (2005) menemukan genus aktinomiset pertama yang terdapat di lingkungan sedimen yaitu Salinispora. Keragaman aktinomiset di lingkungan laut tidak terlalu tinggi, akan tetapi memiliki potensi yang besar sebagai sumber senyawa bioaktif baru (Peraud 2006). Aktinomiset mempunyai peranan penting sebagai penghasil antibiotik, berbagai enzim seperti selulase, kitinase, amilase, serta berperan sebagai agen pengendalian hayati patogen tanaman dan pupuk hayati (Hasegawa et al. 2006).
6
Streptomyces sp. galur KM86-9B berhasil diisolasi dari spons Korea yang berpotensi menghasilkan senyawa inhibitor topoisomerase I, yang berperan menghambat supercoiling DNA menjadi utas tunggal DNA (Lee et al. 1998). Streptomyces sp. galur NI80 berhasil diisolasi dari spons Jepang yang belum teridentifikasi dan berpotensi menghasilkan urausimisin A yang memiliki setengah rantai cabang antimisin dan uraumisin B untuk menghambat Candida albicans (Imamura et al. 1993). Saccharopolyspora spp. merupakan genus aktinomiset baru yang berhasil diisolasi dari spons Mycale plumose dari pantai Qingdao China (Liu et al. 2005). Aktinomiset ini menghasilkan senyawa bioaktif metasikloprodigiosin dan undesiprodigiosin yang mempunyai aktivitas antikanker terhadap 5 jenis sel kanker. Prodigiosin sebelumnya telah ditemukan, akan tetapi berasal dari sumber yang berbeda dari Saccharopolyspora spp. dimana senyawa ini merupakan kelompok pigmen polypyrrole yang memiliki aktivitas spektrum luas sebagai immunosuppresive, inhibitor proton, dan antikanker (Matsuya et al. 2000; Montaner et al. 2000; Furstner et al. 2001). Micromonospora sp. galur L31CLCO-002 berhasil diisolasi dari homogenat spons Clathrina coriacea asal laut Pulau Fuerteventure, yang berpotensi menghasilkan senyawa indolokarbazol alkaloids, 4‟-N-methil-5‟-hidroksistaurosporin dan 5‟hidroksistaurosporin yang mirip dengan senyawa staurosporin Hernandez et al. (2000). Metagenom Metagenom merupakan analisis komunitas organisme culture-independent untuk mengetahui keseluruhan genom dari suatu sampel (Cardoso dan Coutinho 2012). Metagenom mencakup berbagai teknik yang terdiri atas total DNA hasil ekstraksi dari sampel yang diamplifikasi gen spesifik, konstruksi pustaka gen dan sekuensing dari keseluruhan material genetik. Pendekatan metagenomik digunakan untuk mempelajari komposisi, dinamika, dan fungsi dari suatu komunitas mikrob pada lingkungan yang berbeda (Gilbert dan Dupont 2011). Konstruksi pustaka metagenom didasarkan pada hasil isolasi genom dengan kualitas DNA yang baik sehingga layak untuk dikloning dan mencakup seluruh keragaman mikrob dari sampel asli (Simon dan Daniel 2011). DNA genom yang dianalisis dengan pendekatan metagenom, akan dilanjutkan dengan proses shotgun sekuensing, yaitu sekuensing fragmen DNA dari keseluruhan populasi mikrob (Droge dan Hardy 2012). Hasil analisis yang diperoleh dari pendekatan metagenom dapat memberikan informasi akurat tentang kesimpulan filogenetik, yang menunjukkan hubungan kemiripan suatu mikrob berdasarkan homologinya (Gonzales dan Knight 2012). Secara prinsip, teknik untuk menemukan biomolekul novel dari sampel lingkungan dapat dibedakan melalui dua pendekatan yaitu berdasarkan fungsi dan skrining sekuens basa dari pustaka metagenomik (Daniel 2005). Kedua teknik skrining tersebut terdiri dari kloning DNA lingkungan dan konstruksi pustaka small-insert atau large-insert.
7
Gambar 1 Analisis metagenomik komunitas mikrob di lingkungan berdasarkan DNA genom (Simon dan Daniel 2011). Pendekatan metagenom dengan teknik PCR dapat mendeskripsikan keragaman taksonomi mikrob: (a) metode finger-printing, yang dapat memisahkan fragmen rDNA berdasarkan panjang atau komposisi nukleotida yaitu denaturing/temperature gradient gel electrophoresis (DGEE/TGGE) (Muyzer 1999), restriction fragment length polymorphisms (RFLP) (Laguerre et al. 1994), terminal restriction fragment length polymorphism (T-RFLP) (Dunbar et al. 2000), single-strand conformation polymorphisms (SSCP) (Lee et al. 1996), dan automated rRNA intergenic spacer analysis (ARISA); (b) dengan menggunakan mikroskop FISH (fluorescence in situ hybridization) dan metode turunannya (CARD-FISH, MAR-FISH); dan (c) melalui kloning fragmen gen 16S rRNA yang disekuensing dengan metode sekuensing Sanger. Salah satu pendekatan metagenomik yang efisien digunakan untuk analisis komunitas mikrob dari DNA genom lingkungan adalah denaturing gradien gel electrophoresis (DGGE) (Muyzer 1999). PCR-DGGE merupakan metode dengan target gen 16S rRNA (16S rDNA) yang telah digunakan secara luas untuk mempelajari struktur komunitas mikrob di lingkungan (Muyzer 1993). Selain itu PCR-DGGE juga digunakan untuk mengetahui struktur komunitas cendawan dan nematoda (Hoshino dan Matsumoto 2004; Okada dan Oba 2008). Pendekatan metagenomik dengan PCR-DGGE mempunyai kelebihan antara lain biaya murah, proses cepat, dan hasil yang baik untuk membandingkan struktur keragaman total komunitas mikrob pada sampel tanah yang berbeda tekstur (Fuji et al. 2006). PCR-DGGE dapat memisahkan fragmen DNA yang ukurannya sama tetapi memiliki urutan nukleotida yang berbeda, pemisahan basanya akan mengalami penurunan mobilitas elektroforetik dengan peleburan parsial untai molekul DNA pada gel poliakrilamida yang mengandung gradien linear denaturan DNA (campuran urea dan formamid) (Fischer et al. 1983; Myers et al. 1987). Proses pemutusan fragmen DNA secara bertahap dikenal dengan istilah melting domain yaitu jarak pasangan basa yang telah diketahui titik leburnya. Variasi
8
sekuens dengan domain yang sama mempunyai titik lebur yang berbeda, sehingga molekul dengan sekuens yang berbeda akan berhenti pada posisi yang berbeda pula di gel poliakrilamid (Muyzer 1997). Analisis komunitas dengan PCR-DGGE dapat mendeteksi 50% dari sekuens yang berbeda, persentase tersebut dapat ditingkatkan hingga 100% dengan penempelan basa G+C, yang dikenal dengan GC-clamp pada salah satu bagian fragmen DNA (Myers 1985). Penelitian sebelumnya menggunakan PCRDGGE dari 2 jenis spons Hyrtios erectus dan Amphimedon asal laut merah, berhasil mendapatkan 6 genus aktinomiset yaitu Nocardiopsis, Kocuria, Curtobacterium, Micrococus, Salinispora dan Brevibacterium (Radwan et al. 2009). PCR-DGGE juga berhasil mengidentifikasi keragaman aktinomiset endofit pada tanah dan 4 akar varietas padi di Indonesia, dan mendapatkan 5 genus aktinomiset diantara lain Geodermatophillus, Actinoplanes, Actinokineospora, Streptomyces, dan Kocuria (Mahyarudin 2015).
9
METODE Kerangka Penelitian Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan kerja yang tergambar pada diagam alir di bawah ini (Gambar 2).
Gambar 2 Diagam alir tahapan penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2014 sampai Mei 2015. Sampel spons asal Pulau Bira, Kepulauan Seribu, Jakarta. Isolasi aktinomiset culturable dilanjutkan dengan isolasi genom aktinomiset culturable dan total genom spons laut serta amplifikasi gen 16S rRNA di Laboratorium Mikrobiologi, yang dilanjutkan ketahapan DGGE di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor (IPB). Sekuensing gen 16S rRNA menggunakan jasa sekuensing dari First Base Company, Malaysia.
10
Pengambilan Sampel dan Identifikasi Spons Laut Spons laut dikumpulkan oleh SCUBA diving dari dasar laut dangkal asal perairan Pulau Bira Taman Nasional Kepulauan Seribu dan diidentifikasi genus sponsnya. Spons laut yang diperoleh dimasukkan dalam plastik polietilen steril dan disimpan di freezer dengan suhu penyimpanan 4 ºC hingga siap digunakan. Isolasi dan Karakterisasi Aktinomiset Culturable dari Spons Laut Media isolasi aktinomiset yang digunakan adalah Humic Acid Vitamin Agar (HV Agar) (Hayakawa dan Nonomura 1987). Media HV Agar terdiri atas asam humat 1 g, CaCO3 0.02 g, FeSO4.7 H2O 0.01 g, KCl 1.71 g, MgSO4.7H2O 0.5 g, Na2HPO4 0.5 g, vitamin B 5 mL, sikloheksamida 0.05 g, agar-agar 18 g, asam nalidiksat 20 mg, akuades 1 L yang disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 15 lbi selama 15 menit. Media dituang dengan volume 10 mL per cawan Petri. Sampel spons yang diperoleh selanjutnya ditimbang sebanyak 1 g dan dilakukan penggerusan dengan mortar steril. Hasil gerusan spons dilakukan pengenceran bertingkat (serial dilution) hingga pengenceran 10-2. Hasil pengenceran 10-1 dan 10-2 diambil masing-masing 1 mL suspensi kemudian dimasukkan ke dalam media agar-agar HV. Hasil isolasi kemudian diinkubasi pada suhu 28 ºC selama 4 sampai 8 minggu. Koloni aktinomiset yang tumbuh dipurifikasi pada media Yeast Starch Agar modifikasi yang terdiri atas agar-agar 15 g, pati larut air 15 g, Ekstrak Khamir 4 g, K2HPO4 0.5 g, MgSO4.7H2O 0.5 g, asam nalidiksat 100 mg, sikloheksamida 0.05 g, dan air laut 1000 mL. Koloni aktinomiset murni dikarakterisasi morfologi dengan identifikasi koloni meliputi pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis isolat yang diperoleh diamati bentuk koloni tunggal, bentuk permukaan koloni, warna permukaan koloni, warna hifa aerial, warna dasar koloni, dan terbentuknya pigmentasi pada media pertumbuhan. Pengamatan mikroskopis meliputi bentuk sel tunggal, pewarnaan gram, dan tipe hifa aerial. Isolasi Genom Aktinomiset Culturable Spons Laut Isolasi genom aktinomiset dilakukan dengan menggunakan kit ekstraksi Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell) dari Geneaid yang telah dimodifikasi (Lertcanawanichakul 2015). Tahapan isolasi DNA diawali dari prelisis dinding sel aktinomiset berumur 7 hari yang dipanen sporanya, dan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang berisi 6-7 butir glass beads dan campuran 200 μL buffer TE (20 mM Tris-HCl, 2 mM EDTA, 1% Triton X-100, pH 8.0) dan dilakukan sentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10 000 rpm sehingga akan terpisah menjadi supernatan dan endapan berupa pelet. Supernatan dibuang dan ditambahkan 200 μL buffer TE kemudian divorteks selama 10 menit hingga sel menjadi lisis. Tahapan dilanjutkan dengan penambahan 200 μL buffer lisozim segar (20 mg/mL lisozim, 20 mM Tris-HCl, 2 mM EDTA, 1% Triton X100 pH 8.0) ke dalam tabung Eppendorf dan diresuspensi hingga homogen, lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit sambil dibolak balik setiap 2-3 menit.
11
Tahapan lisis dilakukan dengan menambahkan 200 μL buffer GB kemudian dikocok selama 5 detik, dan diinkubasi pada suhu 60 oC selama 10 menit sambil dibolak-balik setiap 3 menit. Selanjutnya isolasi DNA masuk tahapan pengikatan DNA yaitu 200 μL etanol absolut dimasukkan pada tabung Eppendorf kemudian diresuspensi hingga homogen. Campuran tersebut dipindahkan ke dalam kolom GD yang telah dipasangkan pada tabung mikro, kemudian disentrifugasi 2 menit dengan kecepatan 10 000 rpm. Hasil sentrifugasi dibuang supernatannya dan masuk tahapan pencucian yaitu sebanyak 400 μL larutan W1 ditambahkan ke dalam kolom GD dan disentrifugasi selama 30 detik dengan kecepatan 10 000 rpm. Supernatan dibuang dari tabung koleksi dan dilakukan penambahan 600 μL buffer pencuci (telah ditambahkan etanol absolut) pada kolom GD. Tabung Eppendorf kemudian disentrifugasi selama 30 detik pada kecepatan 10 000 rpm dan dibuang supernatannya. Tabung Eppendorf kembali disentrifugasi selama 3 menit pada kecepatan 10 000 rpm hingga sampel DNA benar-benar kering. Tahapan akhir dari isolasi DNA adalah kolom GD dipindahkan ke tabung Eppendorf baru dengan menambahkan 50 μL buffer elusi ke bagian tengah dari matriks kolom GD dan diinkubasi selama 15 menit sampai buffer elusi menyerap ke dalam DNA. Tabung Eppendorf kembali disentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 10 000 rpm. Hasil isolasi DNA diukur kemurnian dan konsentrasinya dengan menggunakan jasa Nanodrop 2000 (Thermo Scientific, Wilmington, DE, USA) di Laboratorium Institut Pertanian Bogor Culture Collection (IPBCC). Sampel DNA yang baik untuk digunakan dalam tahapan PCR apabila kemurnian DNA berkisar antara 1.8-2. Isolasi Genom Total Aktinomiset Unculturable Isolasi genom dari spons dilakukan dengan menimbang sebanyak 0.5 g sampel spons segar yang digerus dengan menggunakan nitrogen cair hingga halus membentuk serbuk putih. Proses ini dilakukan sesuai dengan protokol kit ekstraksi genom Power Soil DNA Isolation Kit (Mobio Laboratories, Carlsbad, CA, USA) (Hardoim et al. 2009). Sampel spons yang telah halus dimasukkan ke dalam tabung dengan larutan bead 2 mL kemudian divorteks selama 15 menit. Sampel ditambahkan dengan 60 μL larutan C1 dan divorteks selama 10 menit. Tabung sampel divorteks dengan posisi horizontal selama 20 menit kemudian disentrifugasi selama 45 detik dengan kecepatan 10 000 rpm (Sentrifuge Eppendorf Mini Spin dengan rotor F-45-12-11). Supernatan sebanyak 400-500 μL yang terdapat pada dasar tabung dipindahkan ke dalam tabung koleksi 2 mL. Campuran ini kemudian ditambahkan dengan 250 μL larutan C2 lalu divorteks selama 5 detik dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 4 ºC. Sampel disentrifugasi pada temperatur suhu ruang dengan kecepatan 10 000 rpm selama 1 menit. Sebanyak 600 μL supernatan dipindahkan dalam tabung Eppendorf baru dan ditambahkan larutan C3 sebanyak 200 μL kemudian divorteks selama 20 detik dan diinkubasi selama 7 menit pada suhu 4 °C. Tabung Eppendorf kembali disentrifugasi pada kecepatan 10 000 rpm dalam temperatur ruang. Supernatan sebanyak 750 μL dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf baru. Larutan C4 sebanyak 1 200 μL ditambahkan pada tabung Eppendorf dan divorteks selama 5 detik. Selanjutnya dimasukkan sebanyak 675 μL campuran ke
12
dalam spin filter dan disentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 10 000 rpm dalam temperatur ruang. Langkah ini dilakukan berulang hingga keseluruhan sampel habis. Supernatan di dasar tabung dibuang dan ditambahkan dengan 500 μL larutan C5, kemudian disentrifugasi kembali pada suhu ruang selama 30 detik. Supernatan dibuang dan disentrifugasi ulang pada kecepatan 10 000 rpm selama 1 menit pada suhu ruang hingga spin filter benar-benar kering. Spin filter dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf baru dan ditambahkan 100 μL larutan C6 ke bagian tengah dari matriks membran filter dan disentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 10 000 rpm. Sampel yang tertinggal di dasar tabung disimpan pada suhu 4 °C hingga siap digunakan sebagai cetakan DNA dalam proses PCR. Hasil DNA yang telah diperoleh selanjutnya dielektroforesis pada gel agarosa 1% untuk kemudian divisualisasi (Rondon et al. 2000). Amplifikasi Gen 16S rRNA Aktinomiset Culturable dan Unculturable Asal Neofibularia sp. Amplifikasi DNA aktinomiset dilakukan dengan menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) dengan T1-thermocycler (Biometra, Goettingen, Germany). Amplifikasi dilakukan pada total genom aktinomiset hasil ekstraksi genom spons dan DNA aktinomiset culturable hasil isolasi genom aktinomiset yang berhasil dikultivasi. Genom unculturable dan culturable diamplifikasi dengan menggunakan primer gen 16S rRNA yang sama, yaitu primer spesifik aktinomiset 27F (5‟-AGAGTTTGATCCTGGCTCAG-3‟) dan 16Sact1114R (5‟GAGTTGACCCCGGCRGT-3‟) (Martina et al. 2008). Proses PCR berlangsung dengan volume 25 µL yang mengandung 12.5 µL GoTaq Geen Master Mix 2X, 0.25 µL masing-masing primer (10 pmol), 5 µL cetakan DNA (~100 ng µL-1) dan 7 µL air bebas nuklease. Gradien suhu yang digunakan selama PCR antara lain tahapan pra-denaturasi selama 5 menit pada suhu 94 °C, denaturasi selama 1 menit pada suhu 94 °C, penempelan primer selama 45 detik pada suhu 65 °C (menurun 0.5 oC setiap siklus hingga siklus ke 20, 55 oC untuk 10 siklus berikutnya) ekstensi selama 2 menit pada suhu 72 °C, pasca ekstensi selama 7 menit pada suhu 72 °C dan pendinginan 4 °C selama 15 menit (touch down amplification). Proses PCR berlangsung sebanyak 30 siklus (Zhang et al. 2013). Produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1% dan diamati pita tunggal DNA pada gel untuk dokumentasi di dalam G:BOX (Syngene, Frederick, MD, USA) untuk melihat pita DNA yang dihasilkan sesuai dengan target gen sebesar ~1087 pasang basa. Gen 16S rRNA aktinomiset dari total genom asal spons yang berhasil diamplifikasi akan dilanjutkan dengan PCR tahap kedua dengan menggunakan hasil sampel PCR tahap 1 sebagai cetakan DNA. PCR tahap kedua menggunakan primer bakteri umum yaitu P338F-GC (5‟-CGCCCGCCGCGCGCGGCGGGCGGGGCGGGGGCACGGGGGGACTCC TACGGGAGGCAGCAG-3‟) dan P518R (5‟-ATTACCGCGGCTGCTGG-3‟) (Overeas et al. 1997). Proses PCR berlangsung dengan menggunakan total volume 100 µL yang mengandung 62.5 µL GoTaq Green Master Mix 2X (Promega, Madison, WI, USA), 0.5 µL masing-masing primer (60 pmol), 0.2 µL produk PCR tahap pertama, dan 36.3 µL air bebas nuklease. Proses PCR gen 16S rRNA terdiri dari pra-denaturasi (suhu 94 oC, 5 menit), denaturasi (suhu 94 oC, 1
13
menit), penempelan primer (suhu 55 oC, 45 detik), ekstensi (suhu 72 oC, 1 menit), dan pasca ekstensi (suhu 72 oC, 5 menit). Proses PCR dilakukan hingga 30 siklus. Produk PCR dielektrophoresis pada gel agarose 1 % dengan volume 5 µL per sumurnya selama 45 menit dengan daya 80 V. Hasil elektroforesis divisualisasi dengan cara direndam Ethidium Bromida (EtBr) (Sigma, USA), kemudian diamati pita tunggal yang berukuran 180 pb pada gel untuk dokumentasi di dalam G:BOX (Syngene, Frederick, MD, USA). Analisis DGGE (Denaturing Gradient Gel Electrophoresis) Aktinomiset Unculturable Hasil PCR gen 16S rRNA dimasukkan ke dalam gel vertikal 0.75 mm yang mengandung 8% (w/v) gel poliakrilamida (akrilamida-bisakrilamida (37.5:1)) dalam 1x Tris-asetat-EDTA (TAE). Gradien linier antara 30-70% denaturan (100% denaturan sesuai dengan 7M urea dan 40% formamida deionisasi). Elektroforesis dilakukan selama 7 jam pada suhu 60 0C dengan daya 150 V dengan menggunakan D Code Universal Mutation Detection System (BioRad, Hercules, CA, USA). Gel yang telah dielektroforesis direndam selama 30 menit dengan EtBr pada kondisi gelap selama 30 menit. Pembilasan dilakukan dengan menggunakan 500 mL larutan TAE kemudian pita diamati dan didokumentasi di bawah sinar UV pada G:BOX (Syngene, Frederick, MD, USA). Hasil visualisasi berupa separasi pita dipotong dengan menggunakan pisau scalpel steril dan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang berisi 100 µL ddH2O. Produk DGGE diinkubasi pada suhu 4 oC selama satu malam dan diinkubasi pada suhu 60 0C selama 2 jam (Coelho et al. 2009; Perez et al. 2014). Produk DGGE selanjutnya dapat diamplifikasi dengan menggunakan primer gen 16S rRNA tahap 2 yang sama tanpa menggunakan GC-clamp dengan kondisi PCR yang sama dengan sebelumnya (Learn-Han et al. 2012). Sekuensing Gen 16S rRNA Aktinomiset Culturable dan Unculturable Produk PCR gen 16S rRNA dari aktinomiset culturable dan unculturable yang berasosiasi dengan spons Neofibularia sp. disekuensing sesuai dengan standar protokol DNA sekuenser (ABI PRISM 3100) menggunakan Perusahaan Jasa Sekuensing (First Base Malaysia). Sekuens basa yang diperoleh dikoreksi menggunakan BioEdit Sequence Aligment Editor. Semua sekuen gen 16S rRNA dibandingkan dengan database GenBank, NCBI BLAST (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/). Analisis filogenetik menggunakan program MEGA 6 (Molecular Evolutionary Genetics Analysis, Version 6). Analisis Bioinformatik dan Konstruksi Pohon Filogenetik Analisis filogenetik atau kekerabatan antar isolat aktinomiset culturable dan unculturable asosiatif Neofibularia sp. menggunakan neighbour-joining method serta software MEGA 6.0 (Tamura 2011). Pohon filogenetik dievaluasi dengan analisis bootstrap 1000 kali replikasi (Saitou dan Nei 1987). Hasil evaluasi bootstrap >50% yang akan ditampilkan dalam pohon filogenetik.
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Karakteristik Morfologi Sampel Spons Neofibularia sp. Asal Pulau Bira Pulau Bira merupakan bagian dari Kepulauan Seribu yang terletak 5°23’5°40’LS, 106°25’-106°37’BT sebelah Utara Jakarta. Kepulauan Seribu merupakan kawasan pelestarian alam bahari yang lebih dikenal sebagai Taman Nasional Kepulauan Seribu dan mencakup luas 107.489 ha. Ekosistem laut Pulau Bira terdiri atas beragam komunitas spons, karang, ikan, rumput laut dan berbagai jenis biota laut. Pulau Bira memiliki keragaman spons yang tinggi salah satunya adalah Neofibularia sp. Sampel spons diperoleh pada kedalaman 4 meter dan diidentifikasi secara morfologi. Hasil identifikasi morfologi menunjukkan spons merupakan Neofibularia sp. Spons memiliki lebar 1 m dan tinggi 50 cm, berwarna coklatmerah dengan bentuk batang-cangkir. Identifikasi mikroskopis menunjukkan spons memiliki megaskleres stiles dengan spikula menutup di dalam plumos, berbentuk retikulat (Lampiran 1). Klasifikasi sampel spons berdasarkan Fonbressin dan Michelotti (1864) secara taksonomi sebagai berikut : Domain Filum Kelas Ordo Suborder Famili Genus Spesies
: Animalia : Porifera : Demospongia : Poecilosclerida : Mycalina : Desmacellidae : Neofibularia : Neofibularia sp.
Efektivitas Preparasi Penyimpanan Sampel Spons Spons yang diperoleh disimpan dalam wadah polietilen steril pada suhu 4 ° C. Spons segar menghasilkan cairan berwarna yang disekresikan secara terus menerus. Cairan yang keluar segera dibuang agar tidak mempengaruhi konsistensi dan kesegaran sampel. Perlakuan ini diulang hingga spons stabil tidak terendam cairan. Efektivitas penyimpanan dan preparasi terlihat dari kondisi fisik spons yang tidak mengalami perubahan konsistensi dinding dan aroma dari sampel. Selain itu tidak terbentuk lendir yang menyelubungi sampel dan tidak terjadi degradasi oleh mikrob pengurai. Hal ini bertujuan menekan perubahan fisiologis dan lingkungan normal sampel sehingga mikrob yang berasosiasi dapat tetap hidup hingga diisolasi. Isolasi Aktinomiset Culturable yang Berasosiasi pada Neofibularia sp. Aktinomiset yang berhasil diisolasi berjumlah dua puluh isolat yang dikelompokkan menjadi dua golongan besar yaitu aktinomiset dengan hifa aerial (Streptomyces) dan aktinomiset tanpa hifa aerial (non Streptomyces). Sembilan belas isolat memiliki hifa aerial menyerupai cendawan dengan spora seperti
15
bubuk. Satu isolat tidak memiliki hifa aerial dan tidak membentuk spora. Kelimpahan aktinomiset culturable yang berasosiasi dengan spons tidak sama jumlahnya. Keragaman Aktinomiset Culturable yang Berasosiasi pada Neofibularia sp. Aktinomiset culturable diisolasi menggunakan media Humic Acid Vitamin Agar (HV Agar) yang ditambahkan air laut. Total 20 isolat aktinomiset tumbuh pada media HV Agar dan berhasil dipurifikasi pada media Yeast Starch Agar (YSA) (Lampiran 2). Isolat aktinomiset diseleksi berdasarkan keragaman morfologi koloni yaitu warna hifa aerial, tipe spora, dan pigmentasi media. Pigmentasi media yang dihasilkan antara lain kuning, coklat, merah bata, dan terdapat isolat non pigmentasi.
Gambar 3. Isolat aktinomiset culturable yang berasosiasi dengan Neofibularia sp. secara makroskopis (atas) dan mikroskopis (bawah) pada YSA dengan umur inkubasi 10 hari menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x (Olympus). Isolat NOAq 1.1, NRSw 4.1, NOAq 1.3, NOAq 2.1, dan NOAq 1.4 berdasarkan karakteristik morfologi memiliki perbedaan koloni dan tipe spora (Gambar 3). Kelima isolat merupakan kelompok Streptomyces dengan ciri umum membentuk hifa aerial dengan rantai spora, memiliki miselia substrat, serta termasuk Gram positif (Tabel 1) (Shirling dan Gottlieb 1966). Tabel 1. Karakteristik morfologi aktinomiset yang berasosiasi pada spons Neofibularia sp. Warna Bentuk Bentuk Pewarnaan Tipe Kode isolat Pigmentasi sel gram hifa Koloni Dasar koloni koloni putih coklat b merah bata basil gram positif kemerahan kemerahan NRSw 4.1 Putih coklat muda lk tidak berwarna basil gram positif coklat abucoklat NOAq 1.3 lk coklat muda basil gram positif abu kehitaman putih abuNOAq 2.1 coklat muda bk tidak berwarna basil gram positif abu coklat tua coklat tua NOAq 1.4 Krem tb basil gram positif kemerahan kemerahan Keterangan : * b = bulat; tb = tidak beraturan; lk = berlekuk; lc = licin; ld = berlendir; bk = berbukit; d = datar; c = cembung; rf = rectiflexibillis NOAq 1.1
rf rf rf rf rf
16
Identifikasi Gen 16S rRNA Aktinomiset Culturable yang Berasosiasi pada Neofibularia sp. Identifikasi molekuler aktinomiset culturable dilakukan menggunakan DNA genom yang diperoleh dari tahapan ekstraksi. Hasil isolasi DNA genom memiliki nilai konsentrasi dan kemurnian yang berbeda pada setiap isolatnya. Konsentrasi DNA genom dari lima isolat aktinomiset diukur menggunakan Nanodrop 2000 Spechtrophotometer pada λ 260 nm dengan konsentrasi tertinggi pada isolat NRSw 4.1 sebesar 472.45 ng/µL dan konsentrasi terendah pada NOAq 1.1 sebesar 40.25 ng/µL. Kemurnian DNA genom aktinomiset culturable ditentukan berdasarkan rasio λ 260/280 dengan kisaran kemurnian terbaik antara 1.7-2. Kemurnian DNA genom kelima isolat aktinomiset culturable berkisar antara 1.06 hingga 4.44 (Tabel 2). Tabel 2 Konsentrasi dan kemurnian DNA genom hasil ekstraksi dari sampel spons asal Pulau Bira Kode sampel Blanko NOAq 1.1 NRSw 4.1 NOAq 1.3 NOAq 2.1 NOAq 1.4
Konsentrasi DNA (ng μL-1) λ 260 λ 260/280 -1.3 1.34 40.25 1.27 472.45 4.44 107.2 4.08 301.05 3.87 134.35 1.06
Hasil ekstraksi DNA genom kelima isolat NOAq 1.1, NRSw 4.1, NOAq 1.3, NOAq 2.1, dan NOAq 1.4 berhasil diamplifikasi gen 16S rRNA menggunakan primer 27F dan 16Sact1114R dengan target DNA berukuran 1087 pb (Gambar 4). Hasil sekuensing lima isolat aktinomiset culturable menunjukkan hasil yang baik, terlihat pada chromatogram sekuen nukleotida gen 16S rRNA yang tunggal dan tidak tumpang tindih. Hasil sekuensing nukleotida gen 16S rRNA disejajarkan menggunakan program BLAST.N yang dikoreksi dengan primer dan aligment sekuen. Sekuen kelima isolat juga disejajarkan antara sekuen forward dan reverse. Setelah dilakukan sekuensing dan analisis BLAST.N, didapatkan bahwa keseluruhan isolat memiliki homologi sekuen dengan genus Streptomyces. Analisis filogenetik menunjukkan kelima isolat berada dalam satu kluster (famili Streptomyceae).
1 0 8 7
17
± 1087 pb
Gambar 4 Hasil amplifikasi PCR gen 16S rRNA (1087 pb) dengan primer 27F dan 16Sact1114R. Marker 1 Kb, sumur ke 1-5 yaitu NOAq 1.1, NRSw 4.1, NOAq 1.3, NOAq 2.1, dan NOAq 1.4. Hasil pensejajaran sekuen lima isolat aktinomiset culturable dengan galur pembanding menunjukkan bahwa isolat NOAq1.1, NRSw 4.1, NOAq 1.3, NOAq 2.1 memiliki kemiripan 99% dengan Streptomyces sampsonii galur NRRL B12325, S. albus galur J1074, dan S. resistomycificus galur ISP 5133. Isolat NRSw 4.1 dan NOAq 1.3 memiliki kemiripan 98% dengan Streptomyces gougerotii galur NBRC 13043 dan Streptomyces erringtonii galur I36. Isolat NOAq 1.4 memiliki kemiripan 97% dengan kelima galur pembanding tersebut (Tabel 3). Hasil konstruksi pohon filogenetik menunjukkan bahwa isolat NOAq 1.1, NRSw 4.1, NOAq 1.3, NOAq 2.1, dan NOAq 1.4 berada dalam satu kluster. Kelima isolat berada pada kluster I yang sama dengan Streptomyces sampsonii galur NRRL B12325, S. albus galur J1074, S. resistomycificus galur ISP 5133, Streptomyces gougerotii galur NBRC 13043 dan Streptomyces erringtonii galur I36. Terlihat pada pohon filogenetik bahwa kluster tersebut terpisah dari kluster outgroup Micromonospora sediminicola (aktinomiset non-Streptomyces spp.), Bacillus halodurans (bakteri Gram positif), dan Pseudomonas aeruginosa (bakteri Gram negatif) (Gambar 5).
„
18
Tabel 3 Hasil BLAST sekuen gen 16S rRNA aktinomiset culturable yang berasosiasi pada spons Neofibularia sp. Kode isolat
NOAq 1.1 dan NOAq 2.1
NRSw 4.1
NOAq 1.3
NOAq 1.4
Galur pembanding S. sampsonii galur NRRL B12325 S. albus galur J1074 S. resistomycificus galur ISP 5133 S. erringtonii galur I36 S. gougerotii galur NBRC 13043 S. sampsonii galur NRRL B12325 S. albus galur J1074 S. resistomycificus galur ISP 5133 S. erringtonii galur I36 S. gougerotii galur NBRC 13043 S. sampsonii galur NRRL B12325 S. albus galur J1074 S. resistomycificus galur ISP 5133 S. erringtonii galur I36 S. gougerotii galur NBRC 13043 S. sampsonii galur NRRL B12325 S. albus galur J1074 S. resistomycificus galur ISP 5133 S. erringtonii galur I36 S. gougerotii galur NBRC 13043
Total basa (isolat/GenBank)
Posisi urutan basa
Kemiripan
Nomor akses
997 / 997
45-1077
99%
NR1165081
997 / 997
84-1116
99%
NR1029491
997 / 997
34-1066
99%
NR0421001
997 / 997
44-1075
99%
NR1156831
997 / 997
62-1093
99%
NR1126101
1006 / 997
45-1077
99%
NR1165081
1006 / 997
84-1116
99%
NR1029491
1006 / 997
34-1066
99%
NR0421001
1006 / 997
44-1075
98%
NR1156831
1006 / 997
62-1093
97%
NR1126101
1007 / 997
45-1077
99%
NR1165081
1007 / 997
84-1116
99%
NR1029491
1007 / 997
34-1066
99%
NR0421001
1007 / 997
44-1075
98%
NR1156831
1007 / 997
62-1093
98%
NR1126101
1022 / 997
45-1077
97%
NR1165081
1022 / 997
84-1116
97%
NR1029491
1022 / 997
34-1066
97%
NR0421001
1022 / 997
44-1075
97%
NR1156831
1022 / 997
62-1093
97%
NR1126101
*Keterangan : NRRL= National Research Center for Agricultural Utilization Research, USA. NBRC= NITE Biological Resource Center, National Institute of Technology and Evaluation, Japan
19
Gambar 5 Pohon filogenetik gen 16S rRNA aktinomiset culturable yang berasosiasi pada Neofibularia sp. dengan piranti lunak MEGA 6 (analisis bootstrap 1000 kali). Kelima isolat aktinomiset memiliki kemiripan tertinggi dengan Streptomyces sampsonii galur NRRL B12325 sebesar 99%. Streptomyces sampsonii galur B12325 awalnya diisolasi dari tanah dengan tipe rantai spora rectiflexibiles, permukaan koloni halus, berwarna putih tipis kekuningan pada media ISP 2. Streptomyces sampsonii berpotensi menghasilkan senyawa antifungi heptaene yang termasuk antibiotik poliene, dengan aktivitas penghambatan cendawan Candida albicans, Aspergillus niger, Microsporum gypseum, dan Trichophyton (Jain dan Jain 2006). Streptomyces resistomycificus galur ISP 5133 berpotensi menghasilkan resistomisin yaitu poliketida pentasiklik yang berperan dalam proses apoptosis sel megakaryoblastik leukemia CMK-7 manusia (Shiono et al. 2002). Streptomyces albus J1074 awalnya diisolasi dari tanah akan tetapi ditemukan pula berasosiasi dengan spons laut dengan warna spora abu-abu muda, coklat, dan coklat abu-abu (Ian et al. 2014). Streptomyces albus berpotensi menghambat pertumbuhan patogen tanaman Fusarium solani dan Helminthosporium oryzae serta menghasilkan xilanase yang berperan penting dalam fermentasi rice straw pulp (Rifaat et al. 2005). Streptomyces gougerotii memiliki tipe rantai spora rectiflexibiles, dengan permukaan spora halus berwarna putih kekuningan pada media ISP 2 dan berpotensi menghasilkan antibiotik nukleosida gougerotin sebagai antibakteri dan antivirus untuk menghambat pembentukan ikatan peptida (Murao dan Hayashi 1983). Streptomyces erringtonii awalnya diisolasi dari serasah jerami padang rumput, bersifat aerobik, tidak tahan asam, dan memiliki miselia substrat yang bercabang dengan hifa aerial berwarna putih abu-abu (0.5-0.6x0.8 µm) (Santhanam et al. 2013). Total DNA Genom Spons Neofibularia sp. Hasil ekstraksi genom spons menunjukkan bahwa proses isolasi berhasil dilakukan. Sampel spons yang digunakan memiliki kadar air yang tinggi, dengan warna cairan yang pekat yaitu merah bata. Hal ini mempengaruhi konsentrasi dan kemurnian DNA genom yang diperoleh. Konsentrasi DNA genom sampel spons
20
Neofibularia sp. sebesar 10.5-10.7 ng/μL dengan kemurnian sebesar 0.64-0.65 (Tabel 4). Tingginya kadar air dan kandungan senyawa yang dihasilkan spons menurunkan sensitivitas dan efektivitas reagen yang digunakan pada saat proses ekstraksi. Hal ini menyebabkan rendahnya DNA genom yang berhasil dielusi. Tabel 4 Konsentrasi dan kemurnian DNA genom hasil ekstraksi dari sampel spons asal Pulau Bira Konsentrasi DNA (ng μL-1) λ 260 λ 260/280 -0.8 0.62 10.5 0.64 10.7 0.65
Sampel Blanko Spons 3 Spons 3
Analisis DGGE Total Komunitas Aktinomiset yang Berasosiasi pada Spons Neofibularia sp. Produk PCR gen 16S rRNA aktinomiset unculturable spons laut diamplifikasi menggunakan teknik nested PCR dan dianalisis dengan denaturing gradient gel electrophoresis (DGGE). Teknik ini menggunakan dua tahap PCR, tahap pertama adalah PCR produk gen 16S rRNA berukuran 1087 pb (Gambar 6A), sedangkan tahap kedua menghasilkan produk gen berukuran 180 pb (Gambar 6B).
± 1087 pb
± 180 pb
A
B
Gambar 6 Hasil PCR gen 16S rRNA sampel spons laut asal Pulau Bira. A) Produk PCR tahap pertama berukuran 1087 pb menggunakan primer 27F dan 16Sact 1114R, B) Produk PCR tahap kedua 180 pb menggunakan primer p338F GC clamp dan p518R. Marker 1 kb; Sumur 1 (Neofibularia sp.) Pita DNA gen 16S rRNA yang berhasil diamplifikasi memiliki ukuran 1087 pb (Gambar 6A). Hal ini mengindikasikan keberadaan aktinomiset pada
21
spons Neofibularia sp. yang diamplifikasi mengggunakan primer spesifik aktinomiset culturable dan unculturable. Produk PCR tahap pertama merupakan template DNA pada PCR tahap kedua, yaitu sebanyak 0.2 μL per 100 μL total reaksi PCR. Hasil PCR tahap dua merupakan amplikon dari region V3 sekuen gen 16S rRNA berukuran 180 pb (Overeas et al. 1997) (Gambar 6B). Hasil amplifikasi berukuran 180 pb diseparasi menggunakan teknik DGGE. Hasil DGGE merupakan fragmen gen 16S rRNA berukuran sama yang terpisah dan terdistribusi pada posisi berbeda di gel poliakrilamida. Pemisahan mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan aktinomiset dalam suatu komunitas yang berasosiasi pada Neofibularia sp. Semakin banyak pita DNA yang terseparasi maka semakin tinggi pula keragaman aktinomiset pada sampel spons tersebut. Analisis foretik menggunakan 1D Phoretix Software mendeteksi 25 pita DGGE pada gel poliakrilamida (Gambar 7B). Hasil visualisasi pita DNA pada G:BOX gel documentation tidak dapat menangkap semua pita yang terdistribusi karena keterbatasan alat pengamatan yang dilakukan. Berdasarkan pengamatan langsung terdapat 13 pita DNA dominan yang terpisah dan berhasil diisolasi menggunakan scalpel (Gambar 7A).
A
B
Gambar 7. (A) Profil DGGE pita gen 16S rRNA asal Neofibularia sp. (B) Ilustrasi pita DGGE menggunakan piranti lunak Phoretix ID Analisis pola kemiripan pita DGGE yang terdistribusi pada gel poliakrilamida (Gambar 7B), menunjukkan komunitas aktinomiset yang berbeda. Sebaran pita DGGE pada gel poliakrilamida memiliki perbedaan jarak antar pita yang kecil, yang dipengaruhi oleh komponen urutan nukleotida yang tidak
22
berbeda jauh. Hal ini menggambarkan kekerabatan antar isolat aktinomiset yang berasosiasi dengan Neofibularia sp. mirip satu sama lain. Hasil pemotongan pita DGGE yang tervisualisasi pada gel poliakrilamida adalah 13 pita dominan. Pita tersebut kemudian dipurifikasi dengan penambahan akuabides steril dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 4 °C. Pita tersebut diinkubasi kembali pada suhu 60 °C selama 1 jam dan suhu 4 °C 24 jam. Perlakuan ini bertujuan untuk melepaskan DNA genom yang terjerap pada gel poliakrilamida agar terdifusi pada akuabides dalam tabung mikro. Pita DNA genom hasil purifikasi digunakan sebagai template PCR dengan primer tanpa GC clamp. Amplifikasi PCR menggunakan primer tanpa GC clamp bertujuan melepaskan GC pada fragmen gen 16S rRNA berukuran 180 pb agar tidak mengganggu pembacaan dalam proses sekuensing (Gambar 8).
180 pb
Gambar 8 Hasil amplifikasi ulang pita DGGE dengan primer 338 non GC clamp dan 518R. Marker 1 kb; well 1-13, pita 1-13 Keragaman Struktur Komunitas Aktinomiset yang Berasosiasi dengan Spons Neofibularia sp. Pensejajaran sekuen 13 pita DNA dengan sekuen pembanding database GenBank meunjukkan kekerabatan dengan 5 genus aktinomiset yaitu Ferrithrix, Aciditerrimonas, Thermobispora, Lamia, dan Propionibacterium (Gambar 9). Hasil BLAST.N secara berurutan menunjukkan pita 13, 14, 17, dan 12 memiliki kemiripan sebesar 94% dengan Ferrithrix thermotolerans galur Y005 sedangkan pita 20 (92%), pita 6 dan 3 (93%), dan pita 11 (88%).
23
Gambar 9 Profil filogenetik gen 16S rRNA struktur komunitas aktinomiset spons Neofibularia sp. hasil isolasi dari gel DGGE (analisis bootstrap 1000 kali) Pita 13, 6, 12, 3, 17, dan 14 memiliki kemiripan dengan Lamia majanohamensis galur NBRC 102561 sebesar 92%, sedangkan pita 20 (90%), dan pita 11 (87%). Pita 13, 12, 3, 14, dan 17 mirip pula dengan Aciditerrimonas ferrireducens galur IC-180 dan Thermobispora bispora galur DSM43833 sebesar 92%, sedangkan pita 20 dan 6 sebesar 91%, dan pita 11 (85%). Pita DNA 1 dan 4 mirip dengan Propionibacterium acnes galur KPA171202 sebesar 94%, sedangkan pita 5 (100%), dan pita 9 (95%). Pita 7 memiliki kemiripan dengan Uncultured bacterium clone nbw337c09c1 dan ncm69a12c2 sebesar 87% dan 86% (Tabel 5).
24
Tabel 5 Hasil BLAST sekuen gen 16S rRNA struktur komunitas aktinomiset yang berasosiasi dengan spons Neofibularia sp. Pita
1 dan 4
5
9
7
13, 12, 14, dan 17
20
6
Galur pembanding Propionibacterium acnes galur KPA171202 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes galur KPA171202 Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes galur KPA171202 Propionibacterium acnes Uncultured bacterium clone nbw337c09c1 Uncultured bacterium clone ncm69a12c2 Ferrithrix thermotolerans galur Y005 Lamia majanohamensis galur NBRC 102561 Aciditerrimonas ferrireducen galur IC-180 Thermobispora bispora galur DSM 43833 Ferrithrix thermotolerans galur Y005 Lamia majanohamensis galur NBRC 102561 Aciditerrimonas ferrireducen galur IC-180 Thermobispora bispora galur DSM 43833 Ferrithrix thermotolerans galur Y005 Lamia majanohamensis
Query cover
Total basa (GenBank/DGGE band)
Posisi urutan basa
Kemiripan
Nomo akses
100%
130 / 128
375-503
94%
NR0746751
100%
130 / 128
375-503
94%
NR0408471
97%
130 / 128
375-503
100%
NR0746751
97%
130 / 128
375-503
100%
NR0408471
97%
131 / 128
375-503
95%
NR0746751
97%
131 / 128
375-503
95%
NR0408471
77%
127 / 128
357-482
87%
GQ0907041
77%
127 / 128
357-482
86%
KF1082841
99%
125 / 125
381-508
94%
NR0427511
99%
125 / 125
359-486
92%
NR0416341
100%
125 / 126
366-494
92%
NR1129721
100%
125 / 126
390-518
92%
NR0746801
99%
123 / 125
381-508
92%
NR0427511
99%
123 / 125
359-486
90%
NR0416341
100%
123 / 126
366-494
91%
NR1129721
100%
123 / 126
390-518
91%
NR0746801
99%
125 / 125
381-508
93%
NR0427511
99%
125 / 125
359-486
92%
NR0416341
25
galur NBRC 102561
3
11
Aciditerrimonas ferrireducen galur IC-180 Thermobispora bispora galur DSM 43833 Ferrithrix thermotolerans galur Y005 Lamia majanohamensis galur NBRC 102561 Aciditerrimonas ferrireducen galur IC-180 Thermobispora bispora galur DSM 43833 Ferrithrix thermotolerans galur Y005 Lamia majanohamensis galur NBRC 102561 Aciditerrimonas ferrireducen galur IC-180 Thermobispora bispora galur DSM 43833
100%
125 / 126
366-494
91%
NR1129721
100%
125 / 126
390-518
91%
NR0746801
97%
125 / 125
381-508
93%
NR0427511
97%
125 / 125
359-486
92%
NR0416341
98%
125 / 126
366-494
92%
NR1129721
98%
125 / 126
390-518
92%
NR0746801
100%
128 / 125
381-508
88%
NR0427511
100%
128 / 125
359-486
87%
NR0416341
100%
128 / 126
366-494
87%
NR1129721
100%
128 / 126
390-518
85%
NR0746801
Separasi pita DGGE mempunyai ketebalan yang berbeda yang mengindikasikan kelimpahan isolat yang berbeda pula. Pita 5, 4, dan 17 lebih tebal dibandingkan pita DNA yang lain (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa pita yang mirip dengan P. acnes galur KPA171202 memiliki kelimpahan tertinggi dengan konsentrasi sebesar 19.95 ng dan pita 17 yang mirip dengan F. thermotolerans galur Y005 sebesar 11.75 ng. Pita 4 (uncultured bacterium clone) memiliki kelimpahan yang tinggi sebesar 13.45 ng akan tetapi belum teridentifikasi menggunakan analisis filogenetik yang diduga merupakan komunitas aktinomiset baru yang belum diketahui dari spons Neofibularia sp. Ferrithrix thermotolerans awalnya diisolasi dari area geotermal Taman Nasional Yellowstone, Wyoming, USA dengan sel berbentuk batang kecil (34x0.5 µm), non-motil, toleran temperatur tinggi dengan pH optimum 1.8, heterotrof, dan mampu mengoksidasi besi dan Sulfur (Johnson et al. 2009). Propionibacterium acnes galur KPA17202 berbentuk basil, tidak berspora, anaerobic, temperatur tumbuh 37 °C dan berpotensi menghasilkan isomerase asam lemak (Liavonchanka et al. 2006).
26
Tabel 6 Konsentrasi DNA pita DGGE struktur komunitas aktinomiset spons Neofibularia sp. Nomor pita DGGE Sampel Konsentrasi DNA (ng μL-1) Blanko -1.00 ddH2O 1 DNA 9.30 7 DNA 9.85 14 DNA 8.75 11 DNA 10.05 3 DNA 10.25 4 DNA 13.45 5 DNA 19.95 6 DNA 11.35 9 DNA 11.10 12 DNA 10.60 13 DNA 10.65 17 DNA 11.75 20 DNA 10.75 Lamia majanohamensis pertama kali diisolasi dari timun laut Holothuria edulis yang dikoleksi dari perairan dangkal Jepang (Midori et al. 2009). Aciditerrimonas ferrireducens galur IC-180 awalnya diisolasi dari zona solfatarik Hakone, Jepang, dengan kemampuan reduksi besi, oksidasi H2, fiksasi CO2 pada kondisi anaerob, tidak membentuk filamen dan bersifat termoasidofilik. Aciditerrimonas ferrireducens memiliki keunikan dibandingkan anggota Acidimicrobiae yang lain yaitu mampu mereduksi Fe3+, akan tetapi tidak mampu mengoksidasi Fe2+ (Itoh et al. 2011). Thermobispora bispora DSM 43833 merupakan sinonim dari Microbispora bispora yang awalnya diisolasi dari pupuk kompos. Thermobispora bispora diketahui mempunyai dua tipe traksripsional aktif gen 16S rRNA yang berbeda, yang tidak dimiliki oleh semua mikrob. Thermobispora bispora memiliki miselium dengan percabangan monopodial berdiameter 0.5-0.8 µm, spora berbentuk oval hingga bulat, dan non-motil (Wang et al. 1996). Urutan Basa Region V3 Gen 16S rRNA dan Analisis Single Nucleotide Polymorphism (SNP) Sekuen Basa Struktur Komunitas Aktinomiset Tiga belas pita DGGE terbagi atas dua kluster genus aktinomiset yaitu Propionibacterium dan Ferrithrix. Empat pita DGGE memiliki kemiripan tertinggi dengan Propionibacterium acnes galur KPA171202 yang berada pada urutan basa 375-503 dari total 1525 pasang basa (Gambar 10).
27
Gambar 10 Ordinal sekuen basa 4 pita DGGE yang mirip dengan Propionibacterium acnes galur KPA171202 Delapan pita DGGE memiliki kemiripan tertinggi dengan Sekuen Ferrithrix thermotolerans galur Y005 yang berada pada urutan basa 381-508 dari total 1331 pasang basa (Gambar 11).
Gambar 11 Ordinal sekuen basa 8 pita DGGE yang mirip dengan Ferrithrix thermotolerans galur Y005 Hasil analisis SNP pada 4 pita DGGE terhadap galur pembanding Propionibacterium mendeteksi perbedaan beberapa basa yang mempengaruhi nilai persentase kemiripan (Lampiran 5). Semakin tinggi jumlah basa yang sama maka semakin tinggi pula persentase kemiripannya. Pita DGGE 1, 4, 5, dan 9 memiliki basa G dan C pada urutan basa 24, sedangkan pada sekuen Propionibacterium diganti dengan basa C. Keempat sekuen pita DGGE tersebut memiliki basa C,G, dan A pada urutan basa 52 sedangkan pada sekuen Propionibacterium hanya memiliki basa G. Selain itu padaurutan basa 118, keempat pita DGGE memiliki basa A dan C, sedangkan pada sekuen Propionibacterium diganti dengan basa A (Tabel 7). Tabel 7 Analisis SNP pada 4 pita DGGE yang mirip dengan Propionibacterium acnes galur KPA171202 Urutan basa yang berbeda Keterangan sekuen Basa 24 Basa 52 Basa 118 Propionibacterium acnes galur KPA171202 C G A Pita 1 G C A Pita 4 C C C Pita 5 C G A Pita 9 C A C Analisis SNP pada delapan pita DGGE yang mirip dengan genus Ferrithrix menunjukkan perbedaan basa yang mempengaruhi kemiripan isolat DGGE dengan galur pembandingnya (Lampiran 6). Delapan pita DGGE memiliki basa T pada urutan basa 29 yang berbeda dengan sekuen Ferrithrix yang memiliki basa C pada urutan tersebut. Delapan pita DGGE juga memiliki basa C pada urutan basa 52 yang diganti dengan basa T pada sekuen Ferrithrix. Basa T dan C pada sekuen
28
8 pita DGGE urutan basa 60 diganti dengan basa G pada sekuen Ferrithrix (Tabel 8). Tabel 8 Analisis SNP pada 8 pita DGGE yang mirip dengan Ferrithrix thermotolerans galur Y005 Urutan basa yang berbeda Keterangan Basa 29 Basa 52 Basa 60 Ferrithrix thermotolerans galur Y005 C T G Pita 6 T C T Pita 17 T C T Pita 11 T C C Pita 12 T C T Pita 13 T C T Pita 14 T C T Pita 20 T C C Pita 3 T C T Sekuen basa yang berbeda dapat menentukan perbedaan genus dan spesies suatu mikrob. Kedua genus aktinomiset ini diperoleh berdasarkan hasil pensejajaran pita-pita DGGE dengan galur pembanding terdekat. Hasil analisis SNP menunjukkan bahwa kedua kelompok genus memiliki sekuen basa tunggal yang berbeda diantara daerah konservatifnya (Lampiran 7). Empat pita DGGE yang memiliki kemiripan tertinggi dengan Propionibacterium memiliki sekuen basa T pada urutan basa 7 yang diganti dengan basa C pada 8 pita DGGE yang mirip dengan Ferrithrix. Basa C pada 4 pita DGGE yang mirip dengan Propionibacterium pada urutan basa 33 diganti dengan basa A pada 8 isolat yang mirip dengan Ferrithrix (Tabel 9). Tabel 9 Analisis SNP pada 13 pita DGGE yang mengelompokkan keselurhan sekuen kedalam 2 genus Urutan basa yang berbeda Keterangan Basa 7 Basa 33 Pita 1 T C Pita 4 T C Pita 5 T C Pita 9 T C Pita 17 C A Pita 11 C A Pita 6 C A Pita 12 C A Pita 13 C A Pita 14 C A Pita 20 C A Pita 3 C A
29
Pembahasan Karakteristik Morfologi Spons Neofibularia sp. Neofibularia sp. merupakan spons laut yang termasuk dalam famili Desmacellidae (Demospongiae, Poecilosclerida). Secara morfologi spons ini memiliki megaskleres diaktinal, dan skeleton koanosomal retikulat; mikroskleres meliputi bagian sigmas, raphides, mikroseas, dan komata, dengan poecilosclerids yang kehilangan chelae dan microsleres yang menyerupai diancistra. Famili Desmacellidae memiliki kemampuan menghasilkan toksik dan komponen dermatitis dalam jumlah besar. Desmacellidae terdiri dari enam genus yaitu Biemna, Desmacella, Dragmatella, Microtylostylifer, Neofibularia, dan Simaxinella. Fibularia merupakan sinomin terdahulu dari Neofibularia dan dianggap pula sebagai sinonim dari Sigmaxinella (Hadju dan Van Soest 2002). Sampel spons yang ditemukan pada Pulau Bira Kepulauan Seribu, Indonesia secara morfologi memiliki kemiripan dengan Neofibularia nolitangere. Neofibularia nolitangere merupakan spons yang memiliki kandungan toksik yang tinggi berwarna coklat kemerahan. Spons ini secara morfologi memiliki saluran penghubung dalam tubuhnya, berbentuk kanal silinder dengan dinding yang tebal bertumpuk, dan saluran terbuka yang besar pada bagian ujung (Sheppard 2010). Neofibularia nolitangere dikenal pula dengan nama „touch-me-not’, istilah tersebut diperoleh berdasarkan fenomena unik yang terjadi jika terjadi kontak langsung dengan permukaan spons berupa efek dermatitis. Sentuhan pada permukaan kulit menyebabkan efek terbakar dan panas (Voss 1976). Neofibularia nolitangere memiliki penyebaran yang luas di seluruh dunia, dengan kedalaman laut yang beragam (Yong dan Chung 2008). Empat spesies telah ditemukan sebelumnya dari Samudera Tropis Atlantik dan Pasifik Barat. Keragaman Aktinomiset Culturable dengan Teknik Kultivasi Aktinomiset culturable berhasil diisolasi dari spons Neofibularia sp. asal Pulau Bira, Kepulauan Seribu dan sebagian besar merupakan Streptomyces. Karakterisasi spesies Streptomyces sp. dilakukan berdasarkan warna miselium substrat, hifa aerial, pigmentasi media, dan tipe spora (Shirling dan Gottlieb 1996). Dominansi Streptomyces sebagai isolat terbanyak yang dapat dikultivasi sangat dipengaruhi oleh media isolasi dan temperatur inkubasi yang digunakan (Vieira dan Nahas 2005). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada dua spons berbeda Hymeniciadon perleve dan Haliclona sp. dari Laut Cina Selatan yang menemukan Streptomyces sebagai isolat dominan yang tumbuh pada media kultivasi (Jiang et al. 2007; Sun et al. 2010). Media isolasi Humic Acid Agar merupakan media selektif aktinomiset untuk menekan pertumbuhan bakteri fast growth, dan menyediakan nutrisi minimal untuk perkembangan Streptomyces. Temperatur inkubasi yang digunakan suhu ruang 27-29 0C, berada pada kisaran temperatur umum yang dibutuhkan aktinomiset untuk tumbuh 25-30 0C (Alexander 1977). Koloni Streptomyces yang tumbuh pada media YSA memiliki ciri morfologi unik menyerupai cendawan. Karakteristik morfologi unik tersebut merupakan modifikasi bakteri bertahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim. Streptomyces merupakan kelompok aktinomiset yang bersifat ubikuitus pada semua lingkungan, termasuk salah satunya dari lingkungan laut (Maldonado et al. 2005).
30
Identifikasi aktinomiset dapat dilakukan berdasarkan karakteristik morfologi dan analisis filogenetik berdasarkan gen 16S rRNA. Gen 16S rRNA merupakan komponen ribosom prokariot subunit 30S, yang umum digunakan untuk identifikasi molekuler, menentukan kekerabatan, dan analisis filogenetik yang berasal dari suatu ekosistem. Homologi sekuen gen 16S rRNA yang kurang dari 97.5% dapat dinyatakan sebagai spesies berbeda atau spesies novel (Stackebrandt dan Goebel 1994). Primer 27F didesain untuk mengamplifikasi gen 16S rRNA pada seluruh domain bakteri (Bruce et al. 1992) dan primer 16Sact1114R yang didesain dari 202 aktinomiset dengan hasil misspriming sebesar 1.3%, merupakan pasangan primer spesifik aktinomiset (Martina et al. 2008). Hubungan kekerabatan antar takson bakteri dapat diamati berdasarkan hasil konstruksi pohon filogenetik dari sebagian besar daerah konservatif pada sekuen gen 16S rRNA. Hasil tersebut dikonfirmasikan dengan analisis fenotip berdasarkan ciri morfologi dan karakteristik isolat pada media kultur, sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi genus Streptomyces hingga tingkat spesies (Labeda et al. 2011). BLAST merupakan program analisis bioinformatika pada NCBI yang menggunakan perhitungan statistik untuk menghasilkan skor dan nilai E-value. Skor nilai yang dihasilkan dari suatu analisis bioinformatika terdiri atas maximum score, total score, query score, dan maximum identity yang menggambarkan tingkat keakuratan hasil pensejajaran sekuen nukleotida atau protein yang tidak diketahui dengan sekuen pembanding pada GenBank (Claverie dan Notredame 2003). Homologi sekuen berbanding lurus dengan nilai skor, semakin tinggi nilai skor maka semakin tinggi pula homologi sekuennya (Sari 2014). Kelima isolat aktinomiset yang diperoleh memiliki karakteristik morfologi yang berbeda-beda. Analisis filogenetik berdasarkan sekuen gen 16S rRNA diketahui bahwa kelima isolat memiliki kemiripan tertinggi terhadap S. sampsonii galur NRRL B12325, S. resistomycificus galur ISP 5133, S. albus galur J1074, S. gougerotii galur NBRC 13043, dan S. erringtonii galur I36. Persentase kemiripan yang tinggi tersebut berbanding terbalik dengan karakteristik morfologinya. Koloni S. sampsonii berwarna putih tipis kekuningan dengan permukaan koloni yang halus dan tipe sporanya rectiflexibiles (Jain dan Jain 2006), sedangkan ketiga isolat memiliki warna koloni yang berbeda yaitu putih, putih kemerahan, coklat abu-abu, dan krem, dengan permukaan koloni yang tidak halus. Hal ini mengindikasikan perbedaan hasil identifikasi morfologi isolat aktinomiset culturable dengan galur pembandingnya. Keempat isolat Streptomyces sp. dinyatakan sebagai spesies novel memerlukan tahapan identifikasi morfologi, fisiologi, dan identifikasi gen 16S rRNA, yaitu dengan menggunakan metode polifasik taksonomi. Metode ini menggabungkan antara karakterisasi genotip, fenotip, dan filogenetik. Informasi genotip diketahui berdasarkan persentase mol G+C DNA, restriction patterns, ukuran genom, ukuran DNA dan DNA-DNA hybridization; sedangkan informasi fenotip berdasarkan informasi protein dan fungsinya, kemotaksonomi dinding sel, dan analisis fisiologi (Vandamme et al. 1996). Karakterisasi fenotip disertai pula dengan pengamatan terhadap pemanfaatan sumber karbon, pertumbuhan hifa pada suhu 37 °C, pertumbuhan hifa pada kandungan NaCl 2%; dan karakterisasi
31
biokimiawi yang meliputi analisis kandungan lemak, asam diaminopimelik, fosfolipid dan menaquinon (Otoguro et al. 2009). Lisdiyanti et al. (2010) menyatakan hasil identifikasi molekuler Actinokineospora baliensis sp. nov., A. cibodasensis sp. nov., dan A. cianjurensis sp. nov. memiliki kemiripan dengan Actinokineospora auranticolor (98,2%) dan Actinokineospora terrae (99,4%) dari database NCBI, ternyata berdasarkan analisis kemotaksonomi, DNA-DNA hybridization dan morfologi (fenotip) terdapat perbedaan dengan galur pembandingnya sehingga merupakan spesies novel. Berdasarkan laporan penelitian tersebut jika dibandingkan isolat aktinomiset asal Neofibularia sp. yang diperoleh juga memiliki kemiripan <100% dengan galur pembandingnya S. sampsonii, sehingga diduga aktinomiset tersebut merupakan isolat novel yang memang berbeda dengan galur pembandingnya, yang didukung oleh perbedaan morfologi koloni dan spora kelima isolat dengan galur pembandingnya, walaupun belum dilakukan tahapan identifikasi sesuai dengan metode polifasik yang seutuhnya. Streptomyces telah sejak lama dilaporkan sebagai penghasil senyawa bioaktif di antara lain antibiotik, antifungi, antikanker, antitumor, dan beragam aktivitas potensial lainnya. Potensi aktinomiset ini menjadi hal yang mendasari pentingnya mengeksplorasi Streptomyces dari lingkungan baru yang belum tereksplorasi, sebagai sumber senyawa bioaktif baru. Keragaman Struktur Komunitas Aktinomiset dengan Pendekatan Metagenomik DGGE Pendekatan molekuler dengan DGGE efektif digunakan untuk mengetahui struktur komunitas aktinomiset pada beberapa sampel lingkungan (Rheims dan Stackerbrandt 1999). Primer spesifik aktinomiset 27F bertujuan untuk mengamplifikasi daerah 16S rRNA pada seluruh bakteri (Bruce et al. 1992) sedangkan primer 16Sact1114R bertujuan mengamplifikasi domain selektif aktinomiset berdasarkan skrining dari 202 aktinomiset (Martina et al. 2008). Pasangan primer tahap dua yang digunakan adalah primer 338F dan 518R yang didesain untuk mengamplifikasi seluruh daerah V3 pada keseluruhan bakteri (Overeas et al. 1997). Gen 16S rRNA memiliki 9 daerah hipervariabel yaitu V1-V9. Domain hivervariabel ini merupakan daerah yang sangat efektif digunakan dalam mendesain penanda untuk mengidentifikasi aktinomiset (Kataoka et al. 1997). Domain V3 merupakan daerah sekuen yang terdapat pada gen 16S rRNA yang memberikan informassi filogenetik spesifik mengenai bakteri asosiatif suatu sampel (Huse et al. 2008). Analisis DGGE sebaiknya menggunakan ukuran fragmen DNA <1000 pb untuk dapat memperoleh separasi pita DNA yang optimal (Muyzer 1999). Hal inilah yang menjadi alasan mengapa dilakukan PCR tahap dua untuk memperkecil fragmen DNA sebelumnya dengan menggunakan primer universal. Hasil BLAST 13 pita DNA aktinomiset yang berasosiasi dengan Neofibularia sp. berhasil memperoleh 5 kelompok aktinomiset yang termasuk golongan rare-actinomycetes (Ferrithrix, Lamia, Aciditerrimonas, dan Thermobispora, dan Propionibacterium). Selain itu 1 pita DGGE tidak teridentifikasi spesifik menggunakan analisis filogenetik yang diduga
32
menggambarkan keragaman aktinomiset yang belum diketahui pada spons Neofibularia sp. Kelimpahan suatu organisme pada komunitasnya dapat terlihat berdasarkan intensitas ketebalan pita yang terlihat pada gel poliakrilamida (Nubel et al. 1996). Selain itu perbedaan kelimpahan aktinomiset yang berasosiasi dengan Neofibularia sp. dipengaruhi oleh faktor determinan berupa tipe dan umur spons (Hentschel et al. 2003). F. thermotolerans, L. majanohamensis, dan A. ferrireducens merupakan kelompok Acidimicrobiae yang ditemukan sebagian besar berasal dari sediment dan dasar laut dalam dengan temperatur dan pH ekstrim (Wilkinson 1978), proses adaptasi jangka panjang yang disertai dengan evolusi dan transmisi vertikal spons menyebabkan banyak anggota famili ini berasosiasi dengan spons (Lee et al. 2001). Neofibularia sp. memiliki asosiasi unik dengan sebagian besar kelompok aktinomiset extremophile yang dibuktikan dengan kemiripan 8 pita DGGE terhadap 4 kelompok Acidimicrobiae. Kemiripan delapan pita DGGE terhadap Ferrithrix thermotolerans, berbanding terbalik dengan hasil separasi pita DGGE yang terdistribusi berbeda pada poliakrilamida. Hal ini menggambarkan kemiripan delapan isolat yang tidak persis sama dengan galur pembandingnya. Pendapat ini didukung dengan nilai kemiripan isolat yang berbeda-beda antar pita DGGE dengan nilai tertinggi 94%. Homologi sekuen 16S rRNA <97.5% dapat dinyatakan sebagai spesies yang berbeda (Stakebrandt dan Goebel 1994). Berdasarkan pernyataan ini diduga aktinomiset asosiatif Neofibularia sp. merupakan spesies novel dan berbeda dengan F. thermotolerans galur Y005. Identifikasi aktinomiset yang terindikasi spesies novel dilakukan melalui beberapa teknik, salah satunya dengan polifasik taksonomi yang terdiri atas analisis filogenetik, analisis kemotaksonomi, DNA-DNA hybridization, dan karakterisasi fisiologi. Streptomyces baliensis sp. nov., merupakan spesies aktinomiset novel yang diisolasi dari Indonesia, awalnya memiliki kemiripan dengan Streptomyces glauciniger (98%), S. lilacinus (97.6%) dan S. abikoensis (97.7%) (Otoguro et al. 2009). Data ini menunjukan nilai kemiripan >97.5% akan tetapi berdasarkan rangkaian analisis polifasik taksonomi, isolat tersebut berbeda dan merupakan aktinomiset novel. Hal ini semakin memperkuat dugaan delapan pita aktinomiset unculturable asosiatif Neofibularia sp. yang kemiripannya <94.5% merupakan aktinomiset novel berdasarkan analisis gen 16S rRNA partial yang berbeda dengan galur pembandingnya. Analisis Single Nucleotide Polymorphism (SNP) pada Region V3 Sekuen Pita DGGE Region V3 pada gen 16S rRNA berhasil diamplifikasi menggunakan primer tahap 2 (Overas et al. 1997). Sekuen berukuran 180 pasang basa tersebut berada pada urutan basa 375-503 yang memiliki daerah konservatif dan variatif. Perbedaan basa pada sekuen berukuran sama dapat digunakan dalam pengelompokkan suatu mikrob yang dikenal dengan analisis Single Nucleotide Polymorphism (SNP). Analisis Single Nucleotide Polymorphism (SNP) merupakan tipe analisis umum yang digunakan untuk memberikan gambaran bagaimana perbedaan suatu basa berperan sebagai regulator pengelompokkan genus, spesies, dan galur tertentu. Sekuen gen 16S rRNA hasil separasi DGGE memiliki ukuran yang sama
33
yaitu 180 pb. SNP yang ditemukan pada urutan basa 13 sekuen pita DGGE memberikan dampak yang signifikan terhadap persentase kemiripan isolat dengan galur pembanding dan mengelompokkan ke dalam dua genus aktinomiset yaitu Propionibacterium dan Ferrithrix. Semakin banyak basa tunggal yang berbeda pada region gen 16S rRNA yang sama, akan berpengaruh terhadap persentase kemiripan yang semakin rendah. Perbedaan basa yang sistematis pada suatu urutan basa tertentu memberikan informasi yang penting mengenai keadaan dan asal isolat yang memiliki sekuen tersebut. Ketigabelas pita DGGE asal spons Neofibularia sp. memiliki basa yang berbeda pada urutan tertentu dari galur pembandingnya Propionibacterium dan Ferrithrix yang berasal dari lingkungan yang berbeda. Hal ini disebabkan adanya perubahan yang terjadi dalam proses evolusi dari masing-masing isolat, dimana terjadi mutasi pada beberapa bagian basa baik berupa substitusi,insersi, maupun delesi, sehingga menimbulkan perbedaan diantara sekelompok aktinomiset yang awalnya sama. Hasil ini memberikan informasi penting mengenai ciri khusus isolat aktinomiset asal spons Indonesia berdasarkan sekuen pita DGGE dengan galur pembanding yang berasal dari tempat yang berbeda. Perbandingan Keragaman Aktinomiset dengan Teknik Kultivasi dan Metagenomik DGGE Secara umum pendekatan dengan kultivasi dan DGGE memiliki perbedaan dalam mendeskripsikan keragaman komunitas aktinomiset (Zhang et al. 2006; Xin et al. 2008). Komunitas aktinomiset yang diperoleh dengan pendekatan DGGE dan teknik kultivasi memiliki perbedaan. Metode DGGE berhasil memperoleh 5 genus aktinomiset (rare-actinomycetes), sedangkan dengan kultivasi hanya 1 genus golongan Streptomyces. Komunitas aktinomiset asosiatif Neofibularia sp. didominasi oleh rare-aktinomiset dari golongan nonStreptomyces, akan tetapi tidak terkultivasi pada media isolasi. Hal ini dipengaruhi media dan kondisi inkubasi yang tidak sesuai dengan optimasi pertumbuhan mikrob dominan yang sebagian besar bersifat extremophile. Humic Acid Vitamin Agar (HVA) merupakan media selektif untuk pertumbuhan aktinomiset (Hayakawa dan Nonomura 1987). Media HVA mengandung asam humat dari tanah sebagai sumber karbon dan nitrogen yang cocok bagi pertumbuhan aktinomiset. Sebenarnya asam humat mempunyai ikatan silang polimer yang tahan terhadap dekomposisi oleh bakteri non-filamentous (Seong et al. 2001), akan tetapi aktinomiset mampu menggunakannya sebagai sumber nutrisi untuk proses sporulasi. Media selektif mempunyai keterbatasan tidak bisa mencakup keseluruhan persyaratan suatu mikrob untuk tumbuh. Mikrob laut yang berasosiasi dengan spons membutuhkan lingkungan yang sesuai dengan kondisi hidup normalnya pada spons, salah satunya melalui modifikasi dengan penambahan ekstrak spons inang untuk meningkatkan keragaman aktinomiset culturable yang tumbuh (Subramani dan Aalbersberg 2013). Temperatur inkubasi sangat mempengaruhi keragaman mikrob laut yang dapat tumbuh, sebagian besar mikrob laut membutuhkan temperatur inkubasi di bawah suhu ruang yang sesuai dengan suhu lingkungan laut (Taylor et al. 2007).
34
Sebaliknya isolat hasil kultivasi tidak ditemukan dengan pendekatan DGGE, hal ini mengindikasikan kelimpahan Streptomyces yang sangat rendah, sehingga tidak dapat teramplifikasi dengan primer DGGE. Selain itu Streptomyces memiliki spora dan struktur menyerupai hifa yang sulit diekstraksi genomnya tanpa perlakuan khusus (Sun et al. 2010). Profil DGGE pada gel poliakrilamid berdasarkan analisis phoretix 1D mendeteksi sebanyak 30 pita DGGE. Tigabelas pita DGGE dominan berhasil diisolasi dan dianalisis kekerabatannya, sedangkan 17 pita DGGE tidak dilakukan pemotongan karena terlalu tipis dan jaraknya berdekatan dengan pita yang lainnya. Hal ini menimbulkan dugaan sekuen pita DGGE yang mirip dengan Streptomyces sp. berada diantara 17 pita DGGE yang tidak dianalisis. Kombinasi kedua pendekatan DGGE dan kultivasi yang digunakan dapat mendeskripsikan komunitas aktinomiset asosiatif spons Neofibularia sp. yang lebih baik dengan keragaman yang tinggi.
35
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Komunitas aktinomiset asosiatif Neofibularia sp. memiliki keragaman yang dimiliki aktinomiset culturable dan unculturable. Pendekatan DGGE dan teknik kultivasi memberikan gambaran yang lebih informatif mengenai keragaman aktinomiset yang sebagian besar merupakan rare-actinomycetes. Pendekatan DGGE memberikan gambaran keragaman komunitas aktinomiset yang berasal dari 13 pita DNA yang berhasil diisolasi, yang terdiri dari 5 genus. Delapan pita DGGE memiliki kemiripan tertinggi 94% dengan Ferrithrix thermotolerans galur Y005, yang diduga merupakan spesies novel dengan kemiripan <97.5%. Aktinomiset culturable yang diperoleh dengan menggunakan teknik kultivasi sebagian besar merupakan golongan Streptomyces yang memiliki kemiripan tertinggi dengan Streptomyces sampsonii galur NRRL B12325, Streptomyces resistomycificus galur ISP 5133, dan Streptomyces albus galur J1074 akan tetapi terdapat perbedaan morfologi isolat yang diperoleh dengan morfologi galur pembanding. Berdasarkan hal tersebut diduga isolat aktinomiset culturable yang berasosiasi pada Neofibularia sp. yang diperoleh merupakan spesies novel yang berbeda dengan galur pembandingnya. Hasil analisis kedua pendekatan yang dilakukan menunjukkan keragaman komunitas aktinomiset yang berbeda. Saran Saran dalam penelitian ini perlu dilakukan identifikasi isolat aktinomiset culturable berdasarkan tahapan metode polifasik taksonomi bakteri, yaitu berdasarkan karakterisasi genotip meliputi persentase mol G+C DNA, restriction patterns, ukuran genom, dan ukuran DNA; serta karakterisasi fenotip berdasarkan protein dan fungsinya, kemotaksonomi dinding sel, dan analisis fisiologi dan filogenetik.
36
DAFTAR PUSTAKA Alexander M. 1977. Introduction to soilmicrobiology. New York (US): John Wiley & Son. Berdy J. 1989. The Discovery of New Bioactive Microbial Metabolites: Screening and Identification. In Bioactive Microbial Metabolites. Amsterdam (NL): Elsevier. Bergmann W, Feeney RJ. 1951. Contribution to the study of marine products, XXXII. The Nucleoside of sponges. I. J Org Chem. 16:981-987. Bewley CA, Holland ND, dan Faulkner FJ. 1996. Two classes of metabolites from Theonella swinhoei are localized in distinct populations of bacterial symbionts. Experientia. 52:716-722. Bruce KD, Hiorns WD, Hobman JL, Osborn AM, Strike P, Ritchie DA. 1992. Amplification of DNA from native populations of soil bacteria by using the polymerase chain reaction. Appl Environ Microb. 58:3413-3416. Buck JD. 1974. Effects of Medium Composition on the Recovery of Bacteria From Sea Water. In: Costerton JW, Colwell RR, editor. Proceedings Native Aquatic Bacteria: Enumeration, Activity and Ecology. Philadelphia (US): American Society for Testing Materials. Cardoso MA, Coutinho FH. 2012. Metagenomic in Poluted Aquatic Environment. Rio de Janeiro (BR): In Tech. Claverie JM, Notredame C. 2003. Bioinformatic for Dummies. Indianapolis (US): John Wiley & Sons. Coelho MRR, Marriel IEE, Jenkins SN, Lanyon CV, Seldin L, O‟Donnell AG. 2009. Molecular detection and quantification of nifH gene sequences in the rhizosphere of sorghum (Sorghum bicolor) shown with two levels of nitrogen fertilizer. Appl Soil Ecol. 42:48-53. Daniel R. 2005. The metagenomics of soil. Nat Rev Microbiol. 3:470-478. Droge J, Mc Hardy AC. 2012. Taxonomic binning of metagenom samples generated by next-generation sequencing technologies. Brief Bioinform. 13:646-655. Drummond AK. 2006. Bioactive Metabolites from Microorganism [dissertation]. Wilmington (US): Univ. of North Carolina. Dunbar J, Ticknor LO, Kuske CR. 2000. Assessment of microbial diversity in four Southwestern United States soils by 16S rRNA gene terminal restriction fragment analysis. Appl Environ Microbiol. 66:2943-2950. Fagerholm A, Habrant D, Koskinen A. 2010. Calyculins and related marine natural products as serine-threonine protein phosphatase PP1 and PP2A inhibitors and total syntheses of Calyculin A, B and C. Mar Drugs. 8:122172. Fischer SG, Lerman LS. 1983. DNA fragmens differing by single basepair substitutions are separated in denaturing gradien gels: correspondence with melting theory. Proc Natl Acad Sci USA. 80:1579-1583. Fonbressin D, Michelotti PG. 1864. Spongiares de la Mer Caraibe. Nat Verhand Hollandsche Maatsch Wetensch Haarlem. 115. Friedrich AB, Merkert H, Fendert T, Hacker J, Proksch P, Hentschel U. 1999. Microbial diversity in the marine sponge Aplysina cavernicola (formerly
37
Verongia cavernicola) analyzed by fluorescence in situ hybridization (FISH). Mar Biol. 134:461-470. Fuerst JA, Webb RI, Garson MJ, Hardy L, Reiswig HM. 1999. Membrane bounded nuclear bodies in a diverse range of microbial symbionts of Great Barrier Reef sponges. Mem Queensl Mus. 44:193-203. Fuji T, Morimoto S, Hoshino YT, Okada H, Wang Y, Chu H, Zhihua B, Yuko M, Tsushima S. 2006. Metagenomic Approach to Soil Microbial Diversity and Functions. Nanjing (CN): Institut of Soil Science, Chinese Academy of Sciences. Furstner A, Gabowski J, Lehmann CW, Kataoka T, Nagai K. 2001. Synthesis and biological evaluation of nonylprodigiosin and macrocyclic prodigiosin analogues. Chem Biochem 2:60-68. Gilbert GA, Dupont CL. 2011. Microbial metagenomics: beyond the genome. Annual Rev of Mar Sci. 3:347-371. Gonzalez A, Knight R. 2012. Advancing analytical algorithms and pipelines for billions of microbial sequences. Curr Opin Biotechnol. 23:64-71. Hadju E, Soest RWM. 2002. Family Merliidae Kirkpatrick, 1908 in “Systema Porifera: A guide to the classification of sponges” (Hooper JNA and Soest RWM,eds). New York (US): Kluwer Academic/Plenum Publisher. Hardoim CCP, Costa R, Araujo FV, Hajdu E, Peixoto R, Lins U, Rosado AS, Elsas JD. 2009. Diversity of bacteria in the marine sponge Aplysina fulva in Brazilian Coastal waters. Appl Environ Microbiol. 75:3331-3343. Hasegawa SA, Meguro M, Shimizu T, Nishimura H, Kunoh. 2006. Endophytic actinomycetes and their interaction with host plants. Actinomycetologica. 20:72-81. Hayakawa M, Nonomura H. 1987. Humic Acid-Vitamin Agar, a new medium for the selective isolation of soil actinomycetes. J Ferment Technol. 65:501509. Haygood MG, Schmidt EW, Davidson SK. dan Faulkner DJ. 1999. Microbial symbionts of marine invertebrates: opportunities for microbial biotechnology. J Mol Microbiol Biotechnol. 1:33-43. Hentschel U, Fieseler L, Wehrl M, Gernert C, Steinert M, Hacker J, Horn M. 2003. Microbial diversity of marine sponges. Prog Mol Subcell Biol. 37:59-88. Hentschel U, Piel J, Degnan SM, Taylor MW. 2012. Genomic insights into the marine sponge microbiome. Nat Rev Microbiol. 10:641-654. Hernandez LMC, Blanco JAF, Baz JP, Puentes JLF, Millan JR, Vasquez FE, Chimeno RIF, Gavalos DG. 2000. 4'-N-Methyl-5'-199 hydroxy staurosporine and 5'-hydroxystaurosporine, new indolocarbazole alkaloids from marine Micromonospora sp. galur. J Antibiot. 53:895-902. Hoshino YT, Matsumoto N. 2004. An improved DNA extraction methods using skimmed milk from soils that strongly adsorb DNA. Environ Microbiol. 19:13-19. Huse SM, Dethlefsen L, Huber JA, Welch DM, Relman DA, Sogin ML. 2008. Exploring microbial diversity and taxonomy using SSU rRNA hypervariable tag sequencing. J Pone. 4 Hutomo M, Moosa MK. 2005. Indonesian marine and coastal biodiversity : present status. Ind J of Mar Sci. 34:88-97.
38
Ian E, Malko DB, Sekurova ON, Bredholt H, Ruckert C, Borisova ME, Albersmeier A, Kalinowski J, Gelfand MS, Zotchev SB. 2014. Genomic of sponge-associated Streptomyces spp. closely related to Streptomyces albus J1074: insight into marine adaptation and secondary metabolite biosynthesis potential. J Pone. 9:5e96719. Imamura N, Nishijima M, Adachi K, Sano, H. 1993. Novel antimycin antibiotics, urauchimycins A and B, produced by marine actinomycetes. J Antibiot. 46:241-246. Itoh T, Yamanoi K, Kudo T, Ohkuma M, Takashina T. 2011. Aciditerrimonas ferrireducens gen. nov., sp. nov., an iron-reducing thermoacidophilic actinobacterium isolated from a solfataric field. Int J System Evol Microbiol. 61:1281-1285. Jain PK, Jain PC. 2006. Isolation, characterzation and antifungal activity of Streptomyces sampsonii GS 1322. Indi J Exper Biol. 45:203-206. Jiang S. Sun W, Chen M, Dai S, Zhang L, Liu Y, Lee KJ, Li X. 2007. Diversity of culturable actinobacteria isolated from marine sponge Haliclona sp. Anton Leeuw Int J G. 92:405-416. Johnson DB, Nicolau PB, Okibe N, Thomas A, Hallberg KB. 2009. Ferrimicronium acidiphilum gen. nov., sp. nov. and Ferrithrix thermotolerans gen. nov., sp. nov.: heterotrophic, iron-oxidizing, extremely acidophilic actinobacteria. Int J System Evol Microbiol. 59:1082-1089. Kataoka M, Ueda K, Kudo T, Seki T, Yoshida T. 1997. Application of the variable region in 16S rDNA to create an index for rapid species identification in the genus Streptomyces. FEMS Microbiol Lett. 151:249-55. Labeda DP et al. 2011. Phylogenetic study of the species within the family Streptomycetaceae. Anton Leeuw Int J G. DOI:10.1007/s10482-011-96560. Labeda DP, Goodfellow M, Chun J, Zhi XY, Li WJ. 2011. Reassessment of the systematics of the suborder Pseudonocardineae: transfer of the genera within the family Actinosynnemataceae. Int J Syst Evol Microbiol. 61: 1259-1264. Laguerre G, Allard MR, Revoy F, Amarger N. 1994. Rapid identification of rhizobia by restriction fragment length polymorphism analysis of PCRamplified 16S rRNA genes. Appl Environ Microbiol. 60:56-63. Lazzarini A, Cavaletti L, Toppo G, Marinelli F. 2000. Rare genera of actinomycetes as potential producers of new antibiotics. Anton Leeuw Int J G. 78:399-405. Learn-Han L, Yoke-Kqueen C, Shiran MS, Vui-Ling CMW, Nurul-Syakima AM, Son R, Andrade HM. 2012. Identification of actinomycetes communities in antarctic soil from Barrientos Island using PCR-denaturing gadien gel electrophoresis. Genet Mol Res. 11:277-291. Lee DH, Zo YG, Kim SJ. 1996. Nonradioactive method to study genetic profiles of natural bacterial communities by PCR-single-strand-conformation polymorphism. Appl Environ Microbiol. 62:3112-3120. Lee DY, Shannon K, Beaudette LA. 2006. Detection of bacterial pathogens in municipal wastewater using an oligonucleotide microarray and real-time quantitative PCR. J Microbiol Meth. 65:453-467.
39
Lee YK, Lee JH, Lee HK. 2001. Microbial symbiosis in marine sponges. J Microbiol. 39:254-264. Lertcanawanichakul M. 1987. Isolation, phylogenetic characterization and antibacterial activity of Streptomyces galurs isolated from air at Walailak University. Int J Pharm Bio Sci. 6:1089-1100. Li Z, He L, Wu J, Jiang Q. 2006. Bacterial community diversity associated with four marine sponges from the South China Sea based on 16S rDNADGGE fingerprinting. J Exp Mar Biol Ecol. 329:75-85. Liavonchanka A, Hornung E, Feussner I, and Rudolph MG. 2006. Structure and mechanism of the Propionibacterium acnes polyunsaturated fatty acid isomerase. Proc Natl Acad Sci USA. 103:2576-2581. Lisdiyanti P, Otoguro M, Ratnakomala S, Lestari Y, Hastuti RD, Triana E, Katsuhiko A, Widyastuti Y. 2010. Actinokineospora baliensis sp. nov., Actinokineospora cibodaensis sp. nov., and Actinokineospora cianjurensis sp. nov., isolated from soil and plant litter. Int J Syst Bacteriol. 60:23312335. Liu R, Cui CB, Duan L, Gu QQ, Zhu WM. 2005. Potent in vitro anticancer activity of metacycloprodigiosin and undecylprodigiosin from a sponge derived actinomycete Saccharopolyspora sp. nov. Arch Pharm Res. 28:1341-1344. Mahyarudin. 2015. Studi metagenomik aktinomiset berdasarkan penanda gen 16S rRNA dan deteksi gen nifH pada tanah dan akar empat varietas tanaman padi asal Indonesia dengan teknik DGGE [Tesis]. Bogor (ID): Bogor Agicultural University. Maldonado LA, Fenical W, Jensen PR, Kauffman CA, Mincer TJ, Ward AC, Bull AT, Goodfellow M. 2005. Salinispora arenicola gen. nov., sp. nov. and Salinispora tropica sp. nov, obligate marine actinomycetes belonging to the family Micromonosporaceae. Int J Syst Evol Microbiol. 55:1759-1766. Martina K, Jan K, Tamas F, Ladislav C, Marek O, Genevieve LG, Yvan ML, Marketa SM. 2008. Development of a 16S rRNA genebased prototype microarray for the detection of selected actinomycetes genera. Anton Leeuw Int J G. 94:439-453. Matsuya H, Okamoto M, Ochi T, Nishikawa A, Shimizu S, Kataoka T, Nagai K, Wasserman HH, Ohkuma S. 2000. Reversible and potent uncoupling of hog gastric (H(+)+K(+))-ATPase by prodigiosins. Biochem Pharmacol. 60:1855-1863. Midori K., Yukiyo F, Yayoi S, Shigeaki H, Akira Y. 2009. Lamia majanohamensis gen. nov., sp. nov., an actinobacterium isolated from sea cucumber Holothuria edulis, and proposal of lamiaceae fam. nov. Int J Syst Evol Microbiol . 59:869-873. Mincer TJ, Jensen PR, Kaufmann CA, Fenical W. 2002 Widespread and persistent populations of a major new marine actinomycete taxon in ocean sediments. Appl Environ Microbiol. 68:5005-5011. Miyadoh S. 1997. Morphology and Phylogeny of Actinomycetes. Atlas of Actinomycetes. Japan (JP): The Society for Actinomycetes. Montaner B, Navarro S, Pique M, Vilaseca M, Martinell M, Giralt E, Gil J, PerezTomas R. 2000. Prodigiosin from the supernatant of Serratia marcescens
40
induces apoptosis in haematopoietic cancer cell lines. Br J Pharmacol. 131:585-593. Moran M, Rutherford L, dan Hodson R. 1995. Evidence for indigenous Streptomyces populations in a marine environment determined with a 16S rRNA probe. Appl Environ Microbiol. 61: 3695-3700. Murao S, Hayashi H. 1983. Gougerotin, as a Plant Growth Inhibitor, from Streptomyces sp. No. 179. Agric Biol Chem. 47:1135-1136. Muyzer G, Brinkhoff T, Nubel U, Santegoeds C, Schafer H, Wawer C. 1997. Denaturing gradien gel electrophoresis (DGGE) in microbial ecology. Mol Microbiol Ecol Manual. 3:1-27. Muyzer G. 1999. DGGE/TGGE a method for identifying genes from natural ecosystems. Curr Opinion Microbiol. 2:317-322. Muyzer G, Uitterlinden AG. 1993. Profiling of complex microbial populations by denaturing gradien gel electrophoresis analysis of polymerase chain reaction-amplified genes coding for 16S rRNA. Appl Environ Microbiol. 59:695-700. Myers RM, Fischer SG, Lerman LS, Maniatis T. 1985. Nearly all single base substitutions in DNA fragmens joint to a GC-clamp can be detected by denaturing gradien gel electrophoresis. Nucleic Acids Res. 13:3131-3145. Myers RM, Maniatis T, Lerman LS. 1987. Detection and localization of single base changes by denaturing gradien gel electrophoresis. Methods Enzymol. 155:501-527. Nubel U, Engelen B, Felske A, Snaidr J, Wieshuber A, Amann RI, Ludwig W, Backhaus H. 1996. Sequence heterogeneities of genes encoding 16S rRNAs in Paenibacillus polymyxa detected by temperature gradient gel electrophoresis. J Bacteriol. 178:5636-5643. Oh DC, Williams PG, Kauffman CA, Jensen PR, Fenical W. 2006. Cyanosporasides A and B, chloro- and cyanocyclopenta indene glycosides from the marine actinomycete Salinispora pacifica. Org Lett. 8:10211024. Okada H, Oba H. 2008. Comparison of nematode community similarities assessed by polymerase chain reaction-denaturing gradien gel electrophoresis (PCR-DGGE) and by morphological identification. Nematology. 10:689700. Osinga R, Tramper J, dan Wijffels RH. 1998. Cultivation of marine sponges for metabolite production: applications for biotechnology. Trends Biotechnol. 16:130-134. Otoguro M, Ratnakomala S, Lestari Y, Hastuti RD, Triana E, Widyastuti Y, Ando K. 2009. Streptomyces baliensis sp. nov., isolated from Balinese soil. Int J Syst Bacteriol. 59:2158-2161. Overeas L, Fomey L, Daae FL. 1997. Distribution of bacterioplankton in meromictic Lake Saelevannet, as determined by denaturing gradien gel electrophoresis of PCR amplified gene fragmens coding for 16S rRNA. Appl Environ Microb. 63:3367-3373. Pallela R, Venkatesan J, Kim SK. 2011. Polymer assisted isolation of hydroxypatite from Thunnus obesus bone. Ceramics Int. 37:3489-3497.
41
Pathirana C, Jensen PR, Fenical W. 1992. Marinone and debromomarinone, antibiotic sesquiterpenoid napthoquinone of a new structural class from marine bacterium. Tetrahidron Letters. 33:7663-7666. Peraud O. 2006. Isolation and Characterization of a Sponge-Associated Actinomycete that Produces Manzamines [Disertasi]. Maryland (US): University of Maryland. Perez PG, Ye J, Wang S, Wang X, Huang D. 2014. Analysis of the occurrence and activity of diazotrophic community organic and conventional horticultural soils. Appl Soil Ecol. 79:37-48. Proksch P, Edrada RA, dan Ebel R. 2002. Drugs from the seas: current status and microbiological implications. Appl Microbiol Biotechnol. 59:125-134. Radwan M, Hanora A, Zan J, Mohamed NMM, Abo-Elmatty DM, Soad H, ElEla, Hill RT. 2009. Bacterial community analysis of two Red Sea Sponge. Mar Biotechnol. 10:7-26. rare Actinomycetes from forest soil. J Microbiol. 39:17-23. Rheims H, Stackebrandt E. 1999. Application of nested polymerase chain reaction for the detection of as yet uncultured organisms of the class actinobacteria in environmental samples. Environ Microbiol. 1:137-143. Rifaat HM, Nagieb ZA, Ahmed YM. 2005. Production on xylanase by Streptomyces species and their bleaching effect on rice straw pulp. Appl Ecol Environ Resear. 4:151-160. Rondon MR, August PR, Bettermann AD, Brady SF, Gossman TH, Liles MR, Loiacono KA, Lynch BA, MacNeil IA, Minor C. 2000. Cloning the soil metagenom: a strategy for accessing the genetic and functional diversity of uncultured microorganisms. Appl Environ Microbiol. 66:2541-2547. Saitou N, Nei M. 1987. The neighbor-joining method: a new method for reconstructing phylogenetic trees. Mol Biol Evol. 4:406-425. Santhanam R, Rong X, Huang Y, Goodfellow M. 2013. Streptomyces erringtonii sp. nov. and Streptomyces kaempferi sp. nov., isolated from a hay meadow soil. Anton Leeuw Int J G. 103:79-87. Sari WE, Solihin DD, Lestari Y. 2014. Identification of endophytic actinomycetes from Indonesian rice plant based on 16S rRNA and nifH genes analysis. Adv Environ Biol. 8:2357-2365. Schupp P, Eder C, Paul V, Proksch P. 1999. Distribution of secondary metabolites in the sponge Oceanapia sp. and its ecological implications. Mar Biol. 135:573-580. Selvin J, Shanmughapriya S, Gandhimathi R, Seghal G, Kiran T, Rajeetha R, Natarjaseenivasan K, Hema TA. 2009. Optimization and production of novel antimicrobial agents from sponge associated marine actinomycetes Nocardiopsis dassonvillei MAD08. Appl Microbiol Biotec. 83:435-445. Seong CN, Choi JH, Baik KS. 2001. An improved selective isolation of rare Actinomycetes from forest soil. J Microbiol. 39:17-23. Sharp KH, Eam B, Faulkner DJ, Haygood MG. 2007. Vertical transmission of diverse microbes in the tropical sponge Corticium sp. Appl Environ Microbiol 73:622-629. Sheppard C, Coralpedia Volume 1.0, A Guide to Caribbean Corals, Octocorals and Sponges, Available at: http://coralpedia.bio. warwick.ac.uk /en/sponges/neofibularia_nolitangere.html [Accessed January 18, 2010].
42
Shick JM, Dunlap WC. 2002. Mycosporine-like amino acids and related gadusols: biosynthesis, acumulation, and UV-protective functions in aquatic organisms. Annu Rev Physiol. 64:223-262. Shiono Y, Shiono N, Seo S, Oka S, Yamazaki Y. 2002. Effects of polyphenolic anthrone derivatives, resistomycin and hypericin, on apoptosis in human megakaryoblastic Leukemia CMK-7 Cell Line. Z Naturforsch. 57:923929. Shirling EB, Gottlieb D. 1966. Methods for characterization of Streptomyces species. Int J Syst Bacteriol 16:313-340. Simon C, Daniel R. 2011. Metagenomic analysis: past and future trends. Appl Environ Microbiol. 1153-1161. Sjogren M. 2006. Bioactive Compound from the Marine Sponge Geodia barreti. Characterization, Antifouling Activity and Moleculer Targets [Dissertation]. Uppsala (SE): Uppsala University. Soriano S, Banaigs OB, Casamayor EO, Becerro MA. 2011. Exploring the links between natural products and bacterial assemblages in the sponge Aplysina aerophoba. Appl Environ Microbiol..77:862-870. Stackebrandt E, Goebel BM. 1994. Taxonomic note: a place for DNA-DNA reassociation and 16S rRNA sequence analysis in the present species definition in bacteriology. Int J Syst Evol Microbiol. 44:846-849. Stackebrandt E, Rainey FA, Ward-Rainey NL. 1997. Proposal for a new hierarchic classification system Actinobacteria classis nov. Int J Syst Bacteriol. 47:479-491. Subagio IB, Aunurohim. 2013. Struktur komunitas spons laut (Porifera) di Pantai Pasir Putih, Situbondo. J Sains Seni Pomits 2:2. Subramani R, Aalbersberg. 2013. Culturable rare actinomycetes: diversity, isolation and marine natural product discovery. Appl Microbiol Biotechnol. 97:9291-9321. Sun W, Dai S, Jiang S. 2010. Culture-dependent and culture-independent diversity of actinobacteria associated with the marine sponge Hymeniacidon perleve from the South China Sea. Anton Leeuw Int J G. 98:65-75. Tamura K. 2011. MEGA5: Molecular evolutionary genetics analysis using maximum likehood, evolutionary distance, and maximum parsimony methods. Mol Biol Evol. 28:2731-2739. Taylor MW, Radax R, Steger D, Wagner M. 2007. Sponge associated microorganisms: evolution, ecology, and biotechnological potential. Microbiol Mol Biol Rev. 71:295-347. Thompson MN, Gallimore W. 2013. Antileishmanial, antimalarial and antimicrobial activity of the Jamaican „touch-me-not‟ sponge Neofibularia nolitangere. J Appl Pharma Sci. 3:80-83. Usher KM, Toze S, Fromont J, Kuo J, Sutton DC. 2004. A new species of cyanobacterial symbiont from the marine sponge Chondrilla nucula. Symbio. 36:183-192. Vacelet J, Donadey C. 1977. Electron microscope study of the association between some sponges and bacteria. J Exp Mar Ecol. 30:301-314. Vandamme P et al. 1996. Polyphasic Taxonomy, a consensus approach to bacterial systematics. Microbiol Rev. 60:407-438.
43
Vandamme P, Pot B, Gillis M, de Vos P, Kersters K, Swings J. 1996. Polyphasic Taxonomy, a consensus approach to bacterial systematics. Microbiol Rev. 60:407-438. Vieira FCS, Nahas E. 2005. Comparison of microbial numbers in soils by using various culture media and temperatures. Microbiol Resear. 160:197-202. Voss G. 1976. Seashore life of Florida and the Caribbean. Miami (US): Banyan Book. Wang Y, Zhang Z, Ruan J. 1996. A proposal to trasfer Microbispora bispora (Lechevalier 1965) to a new genus, Thermobispora gen. nov. , as Thermobispora bispora comb. nov. Int J System Bacteriol. 46:933-938. Ward AC, Bora N. 2006. Diversity and biogeography of marine Actinobacteria. Curr Opin Microbiol. 9:279-286. Wilkinson CR. 1978. Microbial associations in sponges I. Ecology, physiology and microbial populations of coral reef sponges. Mar Biol. 49:161-167. Xin Y, Huang J, Deng M, Zhang W. 2008. Culture-independent nested PCR method reveals high diversity of actinobacteria associated with the marine sponges Hymeniacidon perleve and Sponge sp. Anton Leeuw Int J G. 94:533-542. Yong J, Chung J. 2008. A new species of the genus Biemna (Demospongia: Poecilosclerida: Desmacellidae) from Korea. Anim Cells and Syst.12:241243. Zhang H, Lee YK, Zhang W, Lee HK. 2006. Culturable actinobacteria from the marine sponge Hymeniacidon perleve: isolation and phylogenetic diversity by 16S rRNA gene-RFLP analysis. Anton Leeuw Int J G. 90:159-169. Zhang W, Long X, Huo X, Chen Y, Lou K. 2013. 16S rRNA-based DGGE analysis of actinomycetes communities in fields with continuous cotton cropping in Xinjiang, China. Microbiol Ecol. 66:385-393.
44
Lampiran 1 Spons Neofibularia sp. asal Pulau Bira Kepulauan Seribu
45
Lampiran 2 Isolat aktinomiset culturable yang berasosiasi pada Neofibularia sp. Warna
Kode Isolat
Bentuk Dasar Koloni Koloni
Pigmentasi Media
Bentuk Pewarnaan Sel Gram
Tipe Hifa
Koloni
NRAq 1.1
putih
coklat
tb
tidak berwarna
basil
Gram positif
rf
NRAq 2.1
putih
coklat
tb
tidak berwarna
basil
Gram positif
rf
NRAq 2.3
krem
coklat
lk
tidak berwarna
basil
Gram positif
rf
NOAq 1.1
putih kemerahan
coklat kemerahan
b
merah bata
basil
Gram positif
rf
NOAq 2.1 putih abu-abu coklat muda
bk
tidak berwarna
basil
Gram positif
rf
NOAq 2.2
krem
coklat kehitaman
b
coklat tua kemerahan
basil
Gram positif
s
NOAq 2.3
coklat abuabu
coklat kehitaman
lk
tidak berwarna
basil
Gram positif
rf
NOAq 1.4
krem
coklat tua kemerahan
tb
coklat tua kemerahan
basil
Gram positif
rf
NOAq 4.1 coklat muda
putih
tb
tidak berwarna
basil
Gram positif
rf
NOAq 4.2
putih
putih
tb
putih
basil
Gram positif
rf
NOAq 1.3
coklat abuabu
coklat kehitaman
lk
coklat muda
basil
Gram positif
rf
putih
tb
putih
basil
Gram positif
rf
coklat muda
lk
tidak berwarna
basil
Gram positif
rf
krem
b
tidak berwarna
basil
Gram positif
rf
krem
b
tidak berwarna
basil
Gram positif
rf
krem
b
tidak berwarna
basil
Gram positif
s
putih
kuning muda
b
coklat muda
basil
Gram positif
rf
putih
putih
tb
coklat muda
basil
Gram positif
rf
putih
kuning muda
b
tidak berwarna
basil
Gram positif
rf
krem
putih
lk
kuning
basil
Gram positif
rf
NOAq 4.4 coklat muda NRSw 4.1
putih
NRSw 3.1 coklat muda NRSw 3.2 NOSw 2.1 NOSw 3.1 NOSw 3.2 NOSw 1.1 NOSw 1.2
putih kemerahan coklat abuabu
Keterangan : * b = bulat; tb = tidak beraturan; lk = berlekuk; lc = licin; ld = berlendir; bk = berbukit; d = datar; c = cembung; rf = rectiflexibillis
46
Lampiran 3 Analisis SNP sekuen gen 16S rRNA 4 pita DGGE yang mirip dengan Propionibacterium acnes
47
Lampiran 4 Analisis SNP sekuen gen 16S rRNA 8 pita DGGE yang mirip dengan Ferrithrix thermotolerans
48
Lampiran 5 Analisis SNP sekuen gen 16S rRNA 13 pita DGGE terhadap pengelompokkan genus aktinomiset
49
Lampiran 6 Hasil sekuensing gen 16S rRNA lima isolat aktinomiset culturable yang berasosiasi pada Neofibularia sp. Sekuen Isolat NoAq 1.1 TTAGTGGCGAACGGGTGAGTAACACGTGGGCAATCTGCCCTGCACTCT GGGACAAGCCCTGGAAACGGGGTCTAATACCGGATATGACTGTCCGCC GCATGGTGGATGGTGTAAAGCTCCGGCGGTGCAGGATGAGCCCGCGG CCTATCAGCTTGTTGGTGAGGTAGTGGCTCACCAAGGCGACGACGGGT AGCCGGCCTGAGAGGGCGACCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCC CAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGA AAGCCTGATGCAGCGACGCCGCGTGAGGGATGACGGCCTTCGGGTTGT AAACCTCTTTCAGCAGGGAAGAAGCGACAGTGACGGTACCTGCAGAA GAAGCGCCGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGGC GCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGAGCTCGTAGGCGGCTT GTCACGTCGGTTGTGAAAGCCCGGGGCTTAACCCCGGGTCTGCAGTCG ATACGGGCAGGCTAGAGTTCGGTAGGGGAGATCGGAATTCCTGGTGTA GCGGTGAAATGCGCAGATATCAGGAGGAACACCGGTGGCGAAGGCGG ATCTCTGGGCCGATACTGACGCTGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGCGA ACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGGTGGGCACTAG GTGTGGGCAACATTCCACGTTGTCCGTGCCGCAGCTAACGCATTAAGT GCCCCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGCTAAAACTCAAAGGAATTG ACGGGGGCCCGCACAAGCGGCGGAGCATGTGGCTTAATTCGACGCAA CGCGAAGAACCTTACCAAGGCTTGACATACACCGGAAACGTCTGGAG ACAGGCGCCCCCTTGTGGTCGGTGTACAGGTGGTGCATGGCTGTCGTC AGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAGCGCAACCC Sekuen Isolat NRSw 4.1 GGATGAGCCCGCGGCATATCAGCTTGTTGGTGAGGTAGTGGCTCACCA AGGCGACGACGGGTAGCCGGCCTGAGAGGGCGACCGGCCACACTGGG ACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATAT TGCACAATGGGCGAAAGCCTGATGCAGCGACGCCGCGTGAGGGATGA CGGCCTTCGGGTTGTAAACCTCTTTCAGCAGGGAAGAAGCGAAAGTGA CGGTACCTGCAGAAGAAGCGCCGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCG GTAATACGTAGGGCGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGAG CTCGTAGGCGGCTTGTCACGTCGGTTGTGAAAGCCCGGGGCTTAACCC CGGGTCTGCAGTCGATACGGGCAGGCTAGAGTTCGGTAGGGGAGATC GGAATTCCTGGTGTAGCGGTGAAATGCGCAGATATCAGGAGGAACAC CGGTGGCGAAGGCGGATCTCTGGGCCGATACTGACGCTGAGGAGCGA AAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGT AAACGGTGGGCACTAGGTGTGGGCAACATTCCACGTTGTCCGTGCCGC AGCTAACGCATTAAGTGCCCCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGCTA AAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGCGGAGCATGTG GCTTAATTCGACGCAACGCGAAGAACCTTACCAAGGCTTGACATACAC CGGAAACGTCTGGAGACAGGCGCCCCCTTGTGGTCGGTGTACAGGTGG TGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCG CAACGAGCGCAACCCTTGTCCCGTGTTGCCAGCAG
50
Sekuen Isolat NOAq 1.3 TTTCGGGCGGGGATTAGTGGCGAACGGGTGAGTAACACGTGGGCAAT CTGCCCTGCACTCTGGGACAAGCCCTGGAAACGGGGTCTAATACCGGA TATGACTGTCCATCGCATGGTGGATGGTGTAAAGCTCCGGCGGTGCAG GATGAGCCCGCGGCCTATCAGCTTGTTGGTGAGGTAGTGGCTCACCAA GGCGACGACGGGTAGCCGGCCTGAGAGGGCGACCGGCCACACTGGGA CTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATT GCACAATGGGCGAAAGCCTGATGCAGCGACGCCGCGTGAGGGATGAC GGCCTTCGGGTTGTAAACCTCTTTCAGCAGGGAAGAAGCGAAAGTGAC GGTACCTGCAGAAGAAGCGCCGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGG TAATACGTAGGGCGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGAGC TCGTAGGCGGCTTGTCACGTCGGTTGTGAAAGCCCGGGGCTTAACCCC GGGTCTGCAGTCGATACGGGCAGGCTAGAGTTCGGTAGGGGAGATCG GAATTCCTGGTGTAGCGGTGAAATGCGCAGATATCAGGAGGAACACC GGTGGCGAAGGCGGATCTCTGGGCCGATACTGACGCTGAGGAGCGAA AGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTA AACGGTGGGCACTAGGTGTGGGCAACATTCCACGTTGTCCGTGCCGCA GCTAACGCATTAAGTGCCCCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGCTAA AACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGCGGAGCATGTGG CTTAATTCGACGCAACGCGAAGAACCTTACCAAGGCTTGACATACACC GGGAAACGTCTGGGAGACAGGCGCCCCCCTTGTGGTCCGGTGTACAGG TGGGTGCATGGCTTGTCGTCAGCTCGTGGCCGGGAGATGTTGGGGTTA AGTCCCCGCAACGAAGCGCAACCCTTTGTCCCGTGCGCAAC Sekuen Isolat NOAq 2.1 ACGATGAACCCCTTTCGGGCCGGGGATTAGTGGGGAACGGGTGAGTA ACACGTGGGCAATCTGCCCTGCACTTTGGGACAAGCCCTGGAAACGGG GTCTAATACCGGATATGACTGTCCATCGCATGGTGGATGGTGTAAAGC TCCGGCGGTGCAGGATGAGCCCGCGGCCTATCAGCTTGTTGGTGAGGT AGTGGCTCACCAAGGCGACGACGGGTAGCCGGCCTGAGAGGGCGACC GGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGC AGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGAAAGCCTGATGCAGCGACGCCG CGTGAGGGATGACGGCCTTCGGGTTGTAAACCTCTTTCAGCAGGGAAG AAGCGAAAGTGACGGTACCTGCAGAAGAAGCGCCGGCTAACTACGTG CCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGGCGCAAGCGTTGTCCGGAATTATT GGGCGTAAAGAGCTCGTAGGCGGCTTGTCACGTCGGTTGTGAAAGCCC GGGGCTTAACCCCGGGTCTGCAGTCGATACGGGCAGGCTAGAGTTCGG TAGGGGAGATCGGAATTCCTGGTGTAGCGGTGAAATGCGCAGATATCA GGAGGAACACCGGTGGCGAAGGCGGATCTCTGGGCCGATACTGACGC TGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAG TCCACGCCGTAAACGGTGGGCACTAGGTGTGGGCAACATTCCACGTTG TCCGTGCCGCAGCTAACGCATTAAGTGCCCCGCCTGGGGAGTACGGCC GCAAGGCTAAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGCG GAGCATGTGGCTTAATTCGACGCAACGCGAAGAACCTTACCAAGGCTT GACATACACCGGAAACGTCTGGAGACAGGCGCCCCCTTGTGGTCGGTG
51
TACAGGTGGTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGT TAAGTCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTCCCGTG Sekuen Isolat NOAq `1.4 TGGAACGATGAACCCCTTTTCGGGCGGGGATTTAGTGGCGAACGGGTG AGTAACACGTGGGCAATCTGCCCTGCACTCTGGGACAAGCCCTGGAAA CGGGGTCTAATACCGGATATGACTGTCCGCCGCATGGTGGATGGTGTA AAGTTCCGGCGGTGCAGGATGAGCCCGCGGCCTATCAGCTTGTTGGTG AGGTAGTGGCTCACCAAGGCGACGACGGGTAGCCGGCCTGAGAGGGC GACCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGG CAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGAAAGCCTGATGCAGCGAC GCCGCGTGAGGGATGACGGCCTTCGGGTTGTAAACCTCTTTCAGCAGG GAAGAAGCGAGAGTGACGGTACCTGCAGAAGAAGCGCCGGCTAACTA CGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGGCGCAAGCGTTGTCCGGAAT TATTGGGCGTAAAGAGCTCGTAGGCGGCTTGTCACGTCGGTTGTGAAA GCCCGGGGCTTAACCCCGGGTCTGCAGTCGATACGGGCAGGCTAGAGT TCGGTAGGGGAGATCGGAATTCCTGGTGTAGCGGTGAAATGCGCAGAT ATCAGGAGGAACACCGGTGGCGAAGGCGGATCTCTGGGCCGATACTG ACGCTGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTG GTAGTCCACGCCGTAAACGGTGGGCACTAGGTGTGGGCAACATTCCAC GTTGTCCGTGCCGCAGCTAACGCATTAAGTGCCCCGCCTGGGGAGTAC GGCCGCAAGGCTAAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGC GGCGGAGCATGTGGCTTAATTCGACGCAACGCGAAGAACCTTACCAA GGCTTGACATACACCGGCTTGACATACACCGGGAAACGTCTGGGAGAC AGGCGCCCCCCTTGTGGTCGGTGTACAGGTGGGTGCATGGGCTGTCGT CAGCTTCGTGTCGTGGAGATGTTGG?GTTAAGTCCCCGCAACCGAGCG CAACCCTTTGTCCCGGTG
52
Lampiran 7 Hasil sekuensing gen 16S rRNA tiga belas isolat aktinomiset unculturable yang berasosiasi pada Neofibularia sp. Sekuen Pita DGGE 6 GCCTGACGCAGCAACGCCGCGTGGGGGATGAAGGCTCTCGGGTTGTA AACCCCTTTCATCAGGGACGAAAATGACGGTACCGGAAGAAGAAGCC CCGGCCAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAA Sekuen Pita DGGE 17 GCCTGACGCAGCAACGCCGCGTGGGGGATGAAGGCTCTCGGGTTGTA AACCCCTTTCATCAGGGACGAAAATGACGGTACCTGAAGAAGAAGCC CCGGCCAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAA Sekuen Pita DGGE 1 GCCTGACGCAGCAACGCCGCGTGGGGGATGAAGGCTTTCGGGTTGTAA ACCCCTTTCGGCAGTGACGAAGCGTGAGTGACGGTAATGGGTAAAGA AGCACCGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAA Sekuen Pita DGGE 11 GCCTGACGCAGCACGCCGCGTGGGGGATGACAGGCTCTCGGGTTGTAA ACCCACTTTCTCTGGACGAAAATGACGGTGTACCCCTGAAGAAGAAGC CCCGGCCAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAA Sekuen Pita DGGE 12 GCCTGACGCAGCAACGCCGCGTGGGGGATGAAGGCTCTCGGGTTGTA AACCCCTTTCATCAGGGACGAAAATGACGGTACCTGAAGAAGAAGCC CCGGCCAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAA Sekuen Pita DGGE 13 GCCTGACGCAGCAACGCCGCGTGGGGGATGAAGGCTCTCGGGTTGTA AACCCCTTTCATCAGGGACGAAAATGACGGTACCTGAAGAAGAAGCC CCGGCCAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAA Sekuen Pita DGGE 14 GCCTGACGCAGCAACGCCGCGTGGGGGATGAAGGCTCTCGGGTTGTA AACCCCTTTCATCAGGGACGAAAATGACGGTACCTGAAGAAGAAGCC CCGGCCAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAA
53
Sekuen Pita DGGE 20 GCCTGACGCAGCACGCCGCGTGGGGGATGAAGGCTCTCGGGTTGTAA ACCCCTTTCTCAGGGACGAAAATGACGGTACCTGAAGAAGAAGCCCC GGCCAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAA Sekuen Pita DGGE 3 AGCTGACGCAGCAACGCCGCGTGGGGGATGAAGGCTCTCGGGTTGTA AACCCCTTTCATCAGGGACGAAAATGACGGTACCTGAAGAAGAAGCC CCGGCCAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAA Sekuen Pita DGGE 4 GCCTGATGCAGCACGCCGCGTGCGGGATGACGGCCTTCGGGTTGTAAA CCCCTTTCCCCTGTGACGAAGCGTGAGTGACTGTAATGGGTAAAGAAG ACCGGCTAACTACGTGCCCGCGCCGTAGTACA Sekuen Pita DGGE 5 GCCTGATGCAGCAACGCCGCGTGCGGGATGACGGCCTTCGGGTTGTAA ACCGCTTTCGCCTGTGACGAAGCGTGAGTGACGGTAATGGGTAAAGAA GCACCGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAA Sekuen Pita DGGE 7 AGCTGATGCAGCGACGCCGCGTGCAGGATGACGGCCTTCGGGTTGTAT CTCCTTTCCCCTGAGACAAAAGGACAGTGACTGTAATGGGTAAAGAAG CCCGGCCATGCCGTGCCCGCGGTAATGGTAT Sekuen Pita DGGE 9 GCCTGATGCAGCAACGCCGCGTGCGGGATGACGGCCTTCGGGTTGTAA ACCACTTTCGCCTGTGCACGAAGCGTGAGTGACGTACATGGGTAAAGA AGCACCGGCTAACTACGTGCCCGCGCCGCGGTAAT
54
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sintang pada tanggal 03 Maret 1990 sebagai anak sulung dari tiga bersaudara, dengan ayah bernama Anggiat Simamora (Alm) dan ibu bernama Tiomas Damanik, S.Pd. Pada tahun 2008, penulis lulus dari SMA Pangudi Luhur Santo Yohanes dan pada tahun yang sama diterima di Pendidikan sarjana (S1) Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, lulus pada tahun 2013. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Mikrobiologi (MIK) pada Program Pascasarjana IPB dengan Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana Dalam Negeri (BPPDN) DIKTI tahun 2013. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si), penulis melakukan penelitian dengan judul “Keragaman Aktinomiset Culturable dan Unculturable Yang Berasosiasi Dengan Spons Neofibularia sp. Asal Pulau Bira Kepulauan Seribu, Indonesia”. Penelitian ini dibimbing oleh Dr Ir Yulin Lestari dan Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA. Artikel penelitian ini telah disubmit dan sedang dalam proses publikasi di jurnal internasional Malaysian Journal of Microbiology (MJM) terindeks Scopus dengan judul “Community Analysis of Culturable and Unculturable Actinomycetes Associated with Sponge Neofibularia sp. Origin Bira Island, Indonesia”.