18
KERAGAAN VARIETAS DAN GALUR-GALUR HARAPAN PADI TIPE BARU DALAM SISTEM RATUN Performance of New Plant Type Varieties and Lines in Ratoon System ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi 18 varietas dan galur-galur padi tipe baru (PTB) Indonesia dalam menghasilkan ratun. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan karakter jumlah anakan produktif, jumlah gabah total/malai dan jumlah gabah isi/malai, adalah karakter dengan keragaman genetik luas, dengan variasi yang tinggi, sehingga perbaikan potensi ratun cukup baik berdasarkan karakter tersebut. Kemampuan menghasilkan ratun juga berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif tanaman sebelum panen. Varietas PTB memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dan menghasilkan ratun lebih tinggi dibandingkan galur lainnya. Tunas-tunas ratun mulai berkembang 2-7 hari setelah panen, dengan jumlah rata-rata 2-4 daun per batang. Jumlah anakan berkisar antara 6.0-30.0 per rumpun. Jumlah gabah 38.0-228.2 butir/malai, dan bobot biji/rumpun 10.4-31.2 g/rumpun. Rata-rata umur panen ratun adalah 68 hari setelah panen tanaman utama. Pengelompokan kemampuan menghasilkan ratun berdasarkan analisis hirarki menghasilkan tiga kelompok, yaitu sembilan genotipe memiliki potensi ratun tinggi, lima genotipe mempunyai potensi sedang, dan empat genotipe memiliki potensi rendah. Studi ini menunjukkan bahwa ratun berpotensi untuk meningkatkan indeks tanam di Indonesia. Genotipe dengan kemampuan ratun tinggi, perlu dievaluasi lebih lanjut untuk melihat kinerja agronomi di lapangan. Kata kunci : padi tipe baru, kemampuan menghasilkan ratun. ABSTRACT The objective of the experiment was to evaluate 18 varieties and lines of new plant type (NPT) of Indonesia to produce ratoon. The experiment was arranged in randomized complete block design with three replications. Eighteen Indonesian new plant type (NPT) rice genotypes were evaluated for ratooning ability. The results showed the character of the number of productive tillers, the total of grain per panicle and the number of grain fille per panicle, are character with broad genetic diversity, which is a high variation. The ratooning ability of all are good enough based on its character. Ratooning ability was related to the vegetative growth prior to harvest. New plant type varieties and several lines of rice had better vegetative growth, produced was 10.4 to 31.2 g. On average, ratoon was mature 68 days after harvest of the main crop. Grouping using hierarchical cluster analysis resulted in three groups, i.e., nine genotypes had high potential, five genotypes had medium potential, and four genotypes had low potential. This study showed that ratoon is potential to increase planting index in Indonesia. The genotypes need to be evaluated for agronomic performance in high ratoon. Ratoons started to develop 2-7 days after harvest, with an average number of leaf
19
2-4 per tiller. Number of productive tillers and maturity were dependent on genotypes. The number of tiller ranged from 6.0 to 30.0 per hill. The number of grain per panicle was 38.0 to 228.2, and grain weight/hill of ratoon the field. Key words : new plant type, ratooning ability, rice.
20
PENDAHULUAN Peningkatan produktivitas padi dapat dilakukan dengan teknologi budidaya atau dengan menanam varietas padi baru yang memiliki sifat unggul. Alternatif lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi adalah dengan memelihara ratun, yakni tunas tanaman padi yang tumbuh dari tunggul yang telah dipanen, sehingga dapat memberikan tambahan produksi (Flinn & Mercado 1988; Islam et al. 2008).
Secara morfologi ratun sangat berbeda dengan tanaman
utamanya. Jumlah anakan produktif umumnya lebih sedikit dan pendek dibanding tanaman utamanya, tetapi beberapa ratun dilaporkan menghasilkan anakan lebih banyak daripada tanaman utamanya (Krishnamurthy, 1988). Keuntungan ratun antara lain memberikan tambahan produksi padi per musim tanam, hemat input produksi, biaya, tenaga, dan waktu persiapan tanam (Nair & Rosamma 2002; Santos et al. 2003). Fenomena ratun tersebut telah menjadi pemikiran banyak ahli (Aswidinnoor et al. 2008). Mahadevappa (1988), mengemukakan bahwa faktor utama yang dapat menentukan kemampuan tanaman padi untuk menghasilkan ratun antara lain : sifat genetik, lingkungan dan praktek budidaya seperti tinggi pemotongan, pemupukan, dan pengelolaan air. Beberapa padi lokal yang memiliki kekerabatan dengan spesies padi liar dilaporkan memiliki sifat ratun dan anakan sekunder yang berpotensi menghasilkan ratun (Suhartini et al. 2003). Demikian juga dengan varietas padi unggul lainnya termasuk PTB, diduga memiliki potensi ratun yang tinggi. Potensi ratun setiap genotipe berbeda-beda dan dapat dipengaruhi kondisi tanaman utamanya, sehingga perlu dipilih dan diseleksi varietas atau genotipe yang memiliki potensi ratun tinggi khususnya pada varietas dan galur-galur padi tipe baru (PTB) (Anonim 2006). Vergara et al. (1988), mendeskripsikan beberapa karakter agronomi yang merupakan prasyarat tanaman ratun, antara lain vigoritas sistem perakaran tanaman utama, dan konsentrasi residu karbohidrat yang tinggi pada batang saat panen tanaman utama. PTB memiliki sifat batang besar dan kokoh, daun tegak, tebal dan hijau tua, perakaran panjang dan lebat, jumlah anakan produktif sedikit (7-12 batang), malai lebih panjang, lebat dan bernas (>300 butir/malai), tinggi tanaman sedang (80-100 cm), serta umur yang sedang (110-130 hari) (Khush
21
1995; Las et al. 2003). Selain itu potensi hasil PTB dapat mencapai 10-25% lebih tinggi dibandingkan varietas unggul yang ada saat ini, sehingga diduga PTB akan mampu menghasilkan ratun dengan produksi tinggi, dan perlu diteliti lebih lanjut. Sistem dan teknologi produksi PTB berbeda dengan varietas unggul biasa (Las et al. 2003). Terdapat beberapa varietas dan galur PTB potensial yang telah dihasilkan Balai Penelitian Padi dan IPB yaitu Ciapus, Cimelati dan Gilirang, Fatmawati BP138E-KN-23, BP-364-MR-33-PN-5-1, BP342B-MR-30-1, BP140F-MR-1, dan BP364B-MR-33-2-PN-2-5-5-1 (Abdullah et al. 2005), serta IPB106-F-7-1, IPB106-F-8-1, IPB106-F-10-1, dan IPB106-F-12-1. Galur-galur tersebut masih memerlukan pengujian lanjutan untuk menentukan teknologi budi daya yang paling tepat, termasuk kajian dan seleksi terhadap potensi ratunnya. Pemanfaatan ratun, dapat meningkatkan indek pertanaman varietas dan galur-galur PTB yang diharapkan mampu menghasilkan ratun tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi beberapa varietas dan galur-galur PTB Indonesia dalam menghasilkan ratun. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2007 – Mei 2008 di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor (± 240 m di atas permukaan laut). Bahan Penelitian Bahan tanaman yang digunakan adalah
18 genotipe padi yang
dikelompokkan menjadi tiga yaitu : (1) Varietas unggul PTB dan semi PTB (Ciapus, Cimelati, Fatmawati, dan Gilirang), (2) galur PTB sawah (IPB106-F-71, IPB106-F-8-1, IPB106-F-10-1, IPB106-F-12-1; BP205D-KN-78-1-8, BP355EMR-45, BP360E-MR-79-PN-2, BP23F-PN-11, dan BP138F-KN-23,), dan (3) galur PTB rawa (B9833C-KA-14, B9858D-KA-55, B9852E-KA-66, B10214FTB-7-2-3, dan IR61241-3B-B-2). Bahan tanaman berasal dari pemulia di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi dan Institut Pertanian Bogor.
22
Metode Penelitian Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan genotipe sebagai perlakuan dan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 54 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas dua ember plastik berwarna hitam dengan satu bibit per ember. Jumlah semua ember yang digunakan sebanyak 108 ember. Ember diisi dengan campuran tanah sawah dan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 1 : 1 (v/v), dengan bobot total sekitar 10 kg/ember. Sebelum penanaman, ember digenangi air selama satu minggu, dan air dalam ember dipertahankan setinggi 2 cm. Data diolah dengan program SAS 9.0 (uji F), jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Untuk mengetahui kemampuan tiap genotipe dalam menghasilkan ratun dilakukan analisis klaster/pengelompokan menggunakan program NTSYS. Peubah untuk analisis klaster meliputi semua karakter pertumbuhan dan karakter produksi. Genotipe-genotipe dalam kelompok kriteria ratun tinggi, dipilih kembali untuk mendapatkan genotipe terbaik yang akan diuji di tingkat lapangan.
Pemilihan dilakukan berdasarkan produksi
tanaman utama dan tanaman ratun serta persen hasil ratun yang tinggi terhadap tanaman utama. Analisis ragam dan parameter genetik dihitung berdasarkan metode yang dipakai Singh and Chaudhary (1979) (Tabel 1). Tabel 1. Analisis ragam dan parameter genetik Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
Nilai Harapan
Ulangan (r)
r-1
KTr
Genotipe (g)
g-1
KTg
δ2e + rδ2g
(g-1)(r-1)
KTe
δ2e
Galat (e)
. 100%
. 100%
dimana: δ2g = ragam genotipe ; δ2p = ragam fenotipe ; r = ulangan ; kuadrat tengah galat
;
KTe
=
KTg = kuadrat tengah genotipe ; KVG = koefisien
keragaman genetik ; KVP = koefisien keragaman fenotip, dan H2bs = heriabilitas
23
arti luas, yang dikelompokkan dengan mengacu standar oleh Stanfield (1983), yaitu : 0,50 < H2<1,00 = tinggi ; 0,20 < H2<0,50 = sedang ; dan H2 < 0,20 = rendah Pelaksanaan Penelitian Benih disemai dalam bak plastik hingga berumur 15 hari, lalu dipindahkan ke dalam ember plastik yang telah disiapkan. Pupuk urea, SP36, dan KCl diberikan dengan dosis 1.6 g urea (250 kg/ha), 0.6 g SP36 (100 kg/ha) dan 0.9 g KCl (150 kg/ha) per ember. Dosis tersebut sesuai rekomendasi pemupukan padi sawah di wilayah BPP Dramaga, Bogor (Sugiyanta 2008). Setengah dari dosis pupuk urea dan seluruh pupuk SP36 dan KCl diberikan pada saat tanam dan sisa urea diberikan empat minggu setelah tanam.
Ketinggian air dipertahankan
setinggi 5 cm hingga pengisian biji. Menjelang panen, tidak dilakukan penyiraman lagi. Pemberian insektisida hanya dilakukan apabila terdapat gejala serangan organisme pengganggu. Panen dilakukan saat 80% bulir pada malai telah berwarna kuning. Setelah panen tanaman utama dilakukan pemotongan tanaman padi setinggi 10 cm dari permukaan tanah, kemudian dilakukan penggenangan dengan ketinggian 5 cm dari permukaan tanah. Pupuk diberikan dua hari setelah panen tanaman utama dengan dosis setengah dari dosis yang diberikan pada tanaman utama. Tunas yang muncul dari bekas potongan tanaman utama dianggap sebagai ratun jika telah memiliki sedikitnya dua daun membuka sempurna, tanpa membedakan ukuran daun. Data yang diamati dari tanaman utama dan ratun meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi, persen gabah hampa, umur berbunga, umur panen, bobot 1000 butir dan hasil.
24
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter Pertumbuhan Hasil analisis ragam 18 genotipe yang diamati menunjukkan tinggi tanaman utama berkisar antara 111.3 – 168.3 cm. Terdapat satu varietas PTB dan empat galur PTB sawah yang memiliki tinggi tanaman lebih dari 150 cm, yaitu Cimelati, IPB106-F-7-1, IPB106-F-8-1, IPB106-F-10-1, dan IPB106-F-12-1. Kelima genotipe ini berbeda sangat nyata dengan genotipe lainnya.
Semua
varietas PTB yang diuji menghasilkan tanaman utama yang lebih tinggi dibandingkan deskripsi varietas. Untuk galur yang belum dideskripsikan, hasil yang diperoleh saat ini dapat dijadikan informasi untuk mengetahui kisaran tinggi tanaman setiap genotipe. Ratun memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan tanaman utamanya yaitu 50.0 – 120.7 cm (Tabel 2). Galur-galur PTB sawah yang tinggi tanaman utamanya lebih dari 150 cm cenderung mengalami kerebahan pada saat pematangan biji, namun hal ini tidak dialami varietas PTB Cimelati.
Secara morfologi varietas Cimelati memiliki
batang yang lebih vigor dan tegak, sehingga lebih tahan terhadap kerebahan dibandingkan galur IPB106-F-7-1, IPB106-F-8-1, IPB106-F-10-1, dan IPB106-F12-1. Demikian halnya dengan ratun, galur IPB106-F-8-1 menghasilkan batang tertinggi yaitu 120.7 cm dan berbeda nyata dengan beberapa genotipe lainnya. Secara genetik, keempat galur PTB sawah asal IPB merupakan hasil persilangan antara varietas padi tipe baru Fatmawati dengan varietas lokal asal Kalimantan yaitu Siam Mutiara. Karakter padi lokal tersebut adalah umur panjang, bentuk tanaman tinggi, batang kecil, jumlah anakan sedikit, bentuk gabah ramping, dan rasa nasi pera (Aswidinnoor et al. 2008). Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000) padi lokal pada tahap awal pertumbuhan mengabsorbsi N lebih cepat dan banyak, sehingga pertumbuhan vegetatif lebih tinggi, tetapi jumlah anakan yang dihasilkan rendah, dan tanaman mudah mengalami kerebahan. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah anakan produktif tanaman utama berkisar antara 12.2 – 39.3 anakan. Jumlah anakan tertinggi dihasilkan galur PTB rawa B10214F-TB-7-2-3 dengan jumlah anakan 39.2. Terdapat beberapa genotipe yang menghasilkan anakan > 25 anakan, yaitu Cimelati, Gilirang, BP23F-PN-11, BP205D-KN-78-1-8, B9833C-KA-14, B9858D-KA-55 dan IR61241-3B-B-2.
Genotipe
Varietas PTB
Galur PTB Sawah
Galur PTB Rawa
Tinggi Tanaman (cm) TU
Jumlah anakan produktif
R
TU
Umur berbunga
R
TU
Ciapus Cimelati Fatmawati Gilirang
127.3 152.3 129.3 132.7
bc a bc b
67.5 76.7 91.3 76.0
abc abc abc abc
21.3 28 18.2 35.2
defgh bcdef fgh ab
9.5 30.0 13.7 5.7
bc a abc c
85.7 70.7 82.0 84.7
ab fg abcd abc
19 19 17 19
IPB106-F-7-1 IPB106-F-8-1 IPB106-F-10-1 IPB106-F-12-1 BP23F-PN-11 BP138F-KN-23 BP205D-KN-78-1-8 BP355E-MR-45 BP360E-MR-79-PN-2
168.3 153.3 154.7 155.3 127.0 125.3 135.0 129.7 111.3
a a a a bc bc b bc c
110.3 120.7 106.0 75.3 64.0 66.0 99.3 57.5 51.0
ab a ab abc bc bc abc bc c
19.3 20.8 12.2 25.2 28.3 22.8 28.3 17.3 18.7
efgh defgh h cdefg bcde defg bcde gh efgh
22.3 9.7 25.0 18.7 6.0 7.5 11.0 6.0 8.5
abc bc ab abc c bc bc c bc
67.7 75.0 77.7 81.7 84.3 87.3 80.0 81.3 82.3
g ef de abcd abc a bcde abcd abcd
20 15 18 18 19 18 17 20 17
B9833C-KA-14 B9852E-KA-66 B9858D-KA-55 B10214F-TB-7-2-3 IR61241-3B-B-2
112.0 129.7 119.7 120.3 124.7
c bc bc bc bc
79.7 59.0 50.0 -
abc bc c
28.2 23.5 34.7 39.2 30.2
bcde defg abc a abcd
9.7 7.0 7.0 -
bc bc bc
79.0 80.0 79.7 81.0 83.7
cde bcde bcde bcde abcd
18 16 14
Ket : - = tanaman tidak menghasilkan ratun; TU = tanaman utama; R = ratun. Angka dalam kolom yang sama yang dikuti dengan huruf yang
sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
Ratun yang dihasilkan dari setiap genotipe memiliki jumlah anakan produktif lebih sedikit dibandingkan tanaman utamanya yaitu 5.7 – 30.0 anakan. Jumlah anakan produktif tertinggi dihasilkan varietas Cimelati. Terdapat tiga genotipe yang mampu menghasilkan anakan ratun > 20 anakan, yaitu Cimelati, IPB106-F7-1dan IPB106-F-10-1 (Tabel 2). Umur berbunga dan umur panen tanaman utama hampir semua genotipe yang diuji tidak berbeda nyata, kecuali varietas Cimelati dan genotipe IPB106-F7-1 yang berbeda sangat nyata dengan genotipe lainnya. Umur berbunga genotipe IPB106-F-7-1 adalah 67.7 hari dan umur panen 96.0 hari dan tergolong sangat genjah. Menurut Irianto et al. (2009) genotipe tergolong genjah yaitu 105 – 124 hari.
Tanaman ratun memiliki umur panen yang lebih pendek dibandingkan
tanaman utama, yaitu 59.0 – 77.0 hari (rata-rata 68.0 hari). Umur tanaman ratun umumnya lebih pendek dibandingkan tanaman utama, hal ini disebabkan ratun memiliki fase pertumbuhan yang berbeda dengan tanaman utama. Pada tanaman utama terdapat tiga fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif, reproduktif dan pemasakan.
Ratun memiliki dua fase, yaitu
fase
reproduktif dan pemasakan. Kedua fase ini umumnya berlangsung sama pada semua genotipe padi. Fase yang lebih pendek disebabkan munculnya anakan ratun sering diikuti atau bersamaan dengan keluarnya malai atau bunga. Vergara (1995) menyatakan umur tanaman ratun akan berada pada kisaran 65 hari yaitu selama 35 hari untuk fase reproduktif dan 30 hari untuk fase pemasakan. Secara visual tunas ratun mulai keluar pada hari ke-2 hingga hari ke-7, dengan jumlah anakan yang muncul paling banyak terjadi pada hari kelima. Pada hari ketujuh ratun sudah mulai bercabang. Perbedaan waktu keluar ratun dan laju pertumbuhan ratun tampaknya sangat tergantung pada kondisi tunggul tanaman utama. Secara morfologi anakan ratun dapat keluar dari setiap buku sehingga jumlah anakan ratun dapat melebihi tanaman utamanya, namun besar kecilnya batang atau anakan yang dihasilkan sangat tergantung dengan cadangan karbohidrat yang tersisa pada tanaman utama setelah panen (Mahadevappa dan Yogeesha, 1988).
Komponen Produksi Panjang malai tanaman utama berkisar antara 23.9 – 33.1 cm, lebih panjang dibandingkan panjang malai ratun yang berkisar antara 13.0 – 31.0 cm. Galurgalur PTB sawah asal IPB yaitu IPB106-F-7-1; IPB106-F-8-1; IPB106-F-10-1, IPB106-F-12-1 menghasilkan malai yang lebih panjang dibandingkan genotipe lainnya, dan berbeda sangat nyata dengan beberapa genotipe lain khususnya galurgalur PTB rawa. Terdapat genotipe yang panjang malai ratunnya hampir sama dengan tanaman utama yaitu Fatmawati, IPB106-F-8-1, BP205D-KN-78-1-8 dan B9833C-KA-14 (Tabel 2). Keempat genotipe tersebut diduga dapat menghasilkan ratun tinggi, karena panjang malai umumnya berkorelasi dengan jumlah gabah per malai. Zhao-wei (2003) menjelaskan bahwa sebagian besar N pada tunggul dan bagian lain termasuk daun dan selubung batang ratun diangkut ke malai untuk pengisian biji, sehingga panjang malai meningkat dan pengisian butir ratun tinggi. Jumlah gabah total per malai berkisar antara 122.7 – 389.0 butir/malai. Jumlah gabah total tanaman utama galur IPB106-F-7-1, IPB106-F-8-1, IPB106-F10-1, dan IPB106-F-12-1 berkisar antara 296.7-389.0 butir/malai. Hasil ini sesuai dengan kriteria PTB yang diinginkan, yang berkisar antara 250-300 butir/malai. Pada ratun, jumlah gabah total umumnya lebih rendah dibandingkan tanaman utamanya. Terdapat genotipe yang menghasilkan jumlah gabah total ratun > 200 butir/malai, yaitu galur IPB106-F-7-1.
Hal menarik terjadi pada genotipe
BP138F-KN-23, BP360E-MR-79-PN-2, B9852E-KA-66 dan B9858D-KA-55. Keempat genotipe ini menghasilkan jumlah gabah total ratun yang sama atau lebih tinggi dibandingkan tanaman utamanya. Dalam kaitan ini, keempat genotipe tersebut diduga
memiliki stabilitas yang tinggi dalam kemampuannya
menghasilkan biji ratun yang setara dengan tanaman utamanya. Ratun beberapa galur PTB sawah dan varietas PTB secara rata-rata mampu menghasilkan gabah yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya. Jumlah gabah isi tanaman utama berkisar 65.3 - 266.3 butir. Terdapat genotipe yang memenuhi kriteria sebagai padi ideal seperti yang dikemukakan Zhengjin et al. (2005), yaitu menghasilkan jumlah gabah isi per malai lebih dari 160 butir. Genotipe tersebut adalah varietas Ciapus, galur IPB106-F-7-1, IPB106-
Panjang malai (cm)
Genotipe
Varietas PTB
Ciapus Cimelati Fatmawati Gilirang
Galur PTB Sawah
IPB106-F-7-1 IPB106-F-8-1 IPB106-F-10-1 IPB106-F-12-1 BP23F-PN-11 BP138F-KN-23 BP205D-KN-78-1-8 BP355E-MR-45 BP360E-MR-79-PN-2
Galur PTB Rawa
B9833C-KA-14 B9852E-KA-66 B9858D-KA-55 B10214F-TB-7-2-3 IR61241-3B-B-2
28.6 30.7 30.4 27.0
TU abcde abc abcd bcde
14.0 20.3 29.7 21.3
R gh cdefgh ab bcdefgh
33.1 31.4 31.2 32.1 25.8 26.1 26.7 25.0 25.8
a ab ab a de cde bcde e de
28.0 31.0 23.0 27.0 19.0 15.5 24.0 13.5 13.0
abc a abcdef abcd defgh fgh abcde h h
24.0 25.0 23.9 25.5 24.7
e e e e e
22.0 17.5 18.0 -
bcdefg fgh fgh
TU 289.3 abc 208.0 bcd 122.7 d
160.5 158.7 97.7
abc abc abc
TU 172.0 abc 123.3 c 79.3 c
220.0
bcd
98.3
abc
127.7
c
380.3 389.0 296.7 317.3 193.3 180.0 185.7 164.7
a a abc ab bcd bcd bcd bcd
227.8 193.0 139.3 38.0 152.0 183.5 145.3 151.5
a ab abc c abc ab abc abc
263.3 266.3 162.3 171.0 93.0 108.5 96.0 82.7
ab a bc abc c c c c
137.7
cd
145.5
abc
70.2
c
158.3 158.7 177.7 221.0
bcd bcd bcd bcd
77.3 162.5 177.0 -
bc abc ab
68.0 65.3 101.7 146.3
c c c c
223.3
bcd
-
152.0
c
Ket : - = tanaman tidak menghasilkan ratun; TU = tanaman utama; R = ratun. dalam kolom yang sama yang dikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
Jumlah gab
Total gabah/malai R
Angka
F-8-1, IPB106-F-10-1, dan IPB106-F-12-1.
Jumlah gabah isi ratun genotipe
BP138F-KN-23, BP205D-KN-78-1-8, B355E-MR-45, BP360E-MR-79-PN-2 dan B9852E-KA-66 lebih tinggi dibandingkan tanaman utamanya (Tabel 3). Fenomena lain yang tampak dari hasil pengamatan adalah tingginya persen gabah hampa, yang berkisar antara 21.6 – 60.1%. Khush (1996) menyatakan terdapat tiga faktor penting yang mempengaruhi proses pengisian biji pada tanaman padi, yaitu : 1) fotosintat yang dihasilkan organ tanaman yang berperan sebagai source, 2) sistem translokasi dari source ke sink, dan 3) akumulasi asimilat pada sink. Pada PTB tingginya gabah hampa diduga disebabkan sink yang terlalu besar dibandingkan source, yang mengakibatkan gangguan pengisian biji, sehingga persen gabah hampa tinggi. Beberapa alasan rendahnya pengisian biji pada PTB adalah rendahnya efisiensi partisi asimilat ke biji, dan terbatasnya seludang pembuluh untuk pengangkutan asimilat ke biji (Kobata dan Iida 2004; Peng et al. 1999).
Suhu yang tinggi selama penelitian, mencapai 43.0 oC diduga turut
mempengaruhi tingginya jumlah gabah hampa.
Suhu tinggi akan memicu
respirasi tinggi menyebabkan hilangnya hasil fotosintesis. Suhu tinggi (31.5 – 36.0 oC) yang terjadi selama pembungaan meningkatkan jumlah polen steril, yang mengakibatkan jumlah gabah hampa tinggi (Matsui et al. 1997). Demikian juga pada fase pemasakan, suhu tinggi antara 32.0 - 40.0 oC menurunkan jumlah gabah dan menekan gabah isi, serta mengurangi kualitas hasil (Zakaria et al. 2002). Genotipe-genotipe yang mampu menghasilkan ratun dengan jumlah gabah tinggi setara dengan tanaman utama, ternyata memiliki persen gabah hampa yang cukup tinggi, walaupun lebih rendah dibandingkan kehampaan pada tanaman utamanya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa faktor pembatas produktivitas dalam pengisian biji tanaman ratun mirip dengan faktor pembatas pengisian biji pada tanaman utamanya. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan produksi pada tanaman ratun dapat didekati dengan tata cara meningkatkan produktivitas pada tanaman utama. Bobot 1000 butir tanaman utama berkisar antara 17.4 g - 30.2 g dan tidak berbeda nyata antar genotipe, kecuali bobot 1000 butir galur BP138F-KN-23 yang nyata berbeda dengan sebagian besar genotipe, dengan bobot 30.2 g.
Pada
varietas Ciapus, Cimelati, Fatmawati dan Gilirang, bobot 1000 butir yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan diskripsi varietas (Suprihatno et al. 2007). Bobot 1000 butir ratun semua genotipe lebih rendah dibandingkan tanaman utama. Genotipe IPB106-F-8-1, BP360E-MR-79-PN-2, dan BP23F-PN-11, menghasilkan bobot gabah ratun 1000 butir yang setara dan lebih tinggi dibandingkan tanaman utamanya (Tabel 4). Tabel 4. Bobot 1000 butir dan hasil tanaman utama dan ratun 18 genotipe padi di rumah kaca, 2008. Genotipe Varietas PTB
Galur PTB Sawah
Galur PTB Rawa
Ciapus Cimelati Fatmawati Gilirang IPB106-F-7-1 IPB106-F-8-1 IPB106-F-10-1 IPB106-F-12-1 BP23F-PN-11 BP138F-KN-23 BP205D-KN-78-1-8 BP355E-MR-45 BP360E-MR-79-PN-2 B9833C-KA-14 B9852E-KA-66 B9858D-KA-55 B10214F-TB-7-2-3 IR61241-3B-B-2
Bobot 1000 butir (g) TU R 23.9 ab 19.6 ab 24.6 ab 19.9 ab 23.8 ab 15.7 cdef 21.4 b 13.0 f 21.3 b 15.2 def 17.4 b 22.0 a 19.7 b 14.1 ef 20.8 b 13.2 f 20.3 b 19.9 ab 30.2 a 20.3 ab 21.9 b 15.2 def 21.2 b 18.9 abc 18.6 b 18.2 bcd 22.9 ab 17.0 bcde 19.4 b 17.1 bcde 23.5 ab 19.1 abc 22.7 ab - 19.0 b - -
Bobot gabah/rumpun (g) TU R 25.6 abc 18.3 bcd 48.2 abc 25.5 abc 26.4 abc 13.2 cd 28.4 abc 15.6 cd 18.4 bc 28.9 ab 32.1 abc 17.6 bcd 28.3 abc 31.2 a 28.4 abc 11.7 d 41.8 ab 13.8 cd 30. 7 abc 12.7 cd 31.5 abc 10.4 D 16.1 c 15.9 Bcd 27.0 abc 16.6 Bcd 48.5 a 11.6 D 24.7 abc 19.4 abcd 37.7 abc 16.0 Bcd 41.9 ab - 29.0 abc - -
Ket : - = tanaman tidak menghasilkan ratun; TU = tanaman utama; R = ratun; HST = hasil setelah tanam; untuk ratun hasil setelah panen tanaman utama. Angka dalam kolom yang sama yang dikuti dengan hurup yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
Genotipe yang menghasilkan bobot gabah per rumpun tertinggi adalah B9833C-KA-14 yaitu 48.5 g sedang genotipe BP355E-MR-45 terendah yaitu 16.1 g, dan tidak berbeda nyata antar genotipe. Galur IPB106-F-7-1 dan IPB106F-10-1, mempunyai bobot gabah per rumpun ratun melebihi tanaman utamanya (Tabel 4). Nilai Duga Ragam Genetik Tanaman Utama Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata genotipe terhadap semua karakter yang diamati, dimana karakter-karakter tersebut merupakan tolak ukur pertumbuhan tanaman padi.
Dengan demikian hasil
analisis menunjukkan bahwa faktor genetik berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tanaman padi. Berdasarkan nilai koefisien keragaman genotipe (KVG), yang merupakan tolak ukur variabilitas genetik tanaman, diperoleh nilai koefisien keragaman genotipe (KVG) masing-masing karakter berkisar antara 4.16-39.60%, yang ditunjukkan oleh karakter umur panen (terendah) dan jumlah gabah isi/malai (tertinggi). Jika mengacu kepada kriteria KVG relatif menurut Mangoendidjoyo (2003), maka nilai tersebut berada pada kisaran rendah ( 0 < x < 25% ) dan agak rendah ( 25% < x < 50% ), tetapi dengan menetapkan nilai relatif berdasarkan hasil KVG yang diperoleh yaitu 0 – 39.60% sebagai nilai absolut, maka nilai absolut tertinggi adalah 39.60% akan sama dengan nilai relatif 100%; sehingga kriteria KVG yang diperoleh adalah rendah (0.0% < x < 9.90%, agak rendah (9.90% < x < 19.80%), cukup tinggi (19.08% < x < 29.70%) dan tinggi (29.70% < x < 39.60%). Berdasakan kriteria ini, maka karakter yang tergolong rendah ditunjukan oleh empat karakter yaitu: umur berbunga, umur panen, bobot 1000 butir dan bobot gabah hampa/malai. Terdapat tiga karakter yang tergolong agak rendah yaitu tinggi tanaman, panjang malai dan jumlah gabah/rumpun (hasil). Dua karakter tergolong cukup tinggi yaitu jumlah anakan produktif dan jumlah gabah total/malai. Karakter yang tergolong tinggi adalah jumlah gabah isi/malai (Tabel 5). Karakter jumlah anakan produktif, jumlah gabah total/malai dan jumlah gabah isi/malai digolongkan sebagai karakter dengan keragaman genetik luas. Hal ini menunjukkan ada variasi yang tinggi dari ketiga karakter, sehingga perbaikan potensi ratun berdasarkan dimanfaatkan
untuk
perbaikan
karakter tersebut cukup baik dan dapat genotipe
potensi
ratun
lebih
lanjut
(Mangoendidjoyo, 2003). Berdasarkan hasil analisis menggunakan ragam genotipe dan ragam fenotipe, diperoleh hasil pendugaan nilai daya waris (heritabilitas) dalam arti luas untuk karakter agronomi, dengan nilai heritabilitas berkisar antara 0.23 – 0.86 (Tabel 5).
Mengacu kepada kriteria Stanfield (1983), maka sebanyak tujuh
karakter menghasilkan nilai heritabilitas yang tergolong tinggi, dan tiga karakter tergolong sedang. Kontribusi ragam genetik terhadap ekspresi karakter dengan golongan tinggi masing-masing adalah 86% untuk umur panen, 84% untuk tingi tanaman, 82% untuk umur berbunga. 76% dan 69% masing-masing untuk jumlah
Tabel 5. Hasil analisis ragam dan ragam genetik karakter agronomi 18 genotipe PTB. Karakter
Rataan
Tinggi tanaman
F hit
MSg
MSe
133.78
7.43 **
790.20
97.55
230.88
Anakan produktif
24.70
4.77 **
170.52
33.21
45.77
Panjang malai
27.24
2.52 *
43.89
15.83
9.35
Jumlah gabah/malai
233.54
2.72 *
16797.34
6661.92
3378.47
10
Jumlah gabah isi/malai
130.50
3.63 *
10915.51
2905.44
2670.02
5
Jumlah gabah hampa/malai
42.86
1.15 *
220.30
181.29
13.00
Umur berbunga
80.20
6.61 **
74.98
10.28
21.57
108.26
8.54 **
67.88
7.02
20.29
Bobot 1000 butir
21.82
1.32 *
25.10
17.89
2.40
Bobot gabah/rumpun (hasil)
33.78
1.32 *
478.15
409.19
22.99
Umur panen
Ket : MSg = kuadrat Kuadrat tengah genotipe, MSe = Kuadrat tengah galat,
σ
2 g
σ g2
= Keragaman genotipe,
σ p2 = Keragaman fenotipe,
KVG = koefisien keragaman genotipe, KVF = Koefisien keragaman fenotipe, H2bs = Heritabilitas, * nyata pada taraf 5 %, ** nyata pada taraf 1 %.
26
30
Kemampuan menghasilkan ratun Analisis klaster menggunakan hierarchical analysis terhadap skor komponen karakter pertumbuhan dan produksi tanaman ratun, diperoleh tiga grup genotipe (Gambar 2), dengan kemampuan menghasilkan ratun tinggi, sedang dan kurang.
Pada grup pertama terdapat sembilan genotipe yang memiliki
kemampuan menghasilkan ratun tinggi yaitu IPB106-F-7-1, IPB106-F-12-1, IPB106-F-8-1,
BP205D-KN-78-1-8,
IPB106-F-10-1,
Gilirang,
Fatmawati,
Cimelati, dan B9833C-KA-14. Sebanyak lima genotipe tergolong menghasilkan ratun sedang, yaitu : BP23F-PN-11, BP355E-MR-45, B9852E-KA-66,
BP360E-MR-79-PN-2,
B9858D-KA-55, dan empat genotipe tergolong kurang atau
tidak menghasilkan ratun, yaitu : BP138F-KN-23, Ciapus, B10214F-TB-7-2-3, dan IR61241-3B-B-2. Pengelompokan
berdasarkan klaster tersebut
dengan penampilan vegetatif dan generatif di rumah kaca.
sejalan
Hal tersebut
disimpulkan dari pertumbuhan yang seragam dan perkembangan tunas yang vigor. Tunas vigor adalah menghasilkan sedikitnya dua daun per anakan ratun.
C
B
A
Gambar 2. Klaster 18 genotipe padi dalam menghasilkan ratun menggunakan Hierarchical Cluster Analysis berdasarkan scoring peubah vegetatif dan generatif (A = tinggi; B = sedang; C = rendah/kurang). Dari sembilan genotipe yang memiliki potensi menghasilkan ratun tinggi, selanjutnya dipilih beberapa genotipe yang akan diuji lebih lanjut di lapangan.
31
Terdapat tiga genotipe yang hasil tanaman utama dan ratunnya tinggi, sehingga persen hasil tanaman utama terhadap ratun juga tinggi atau > 50%.
Ketiga
genotipe tersebut adalah Cimelati, IPB106-F-8-1 dan IPB106-F-10-1 (Tabel 6) Tabel 6. Persen hasil tanaman utama terhadap ratun sembilan genotipe padi potensi hasil ratun tinggi Bobot gabah/rumpun (g) Tanaman Utama (U) Ratun (R)
Kelompok
Genotipe
Varietas PTB
Cimelati Fatmawati Gilirang IPB106-F-7-1 IPB106-F-8-1 IPB106-F-10-1 IPB106-F-12-1 BP205D-KN-78-1-8 B9833C-KA-14
Galur PTB sawah
Galur PTB rawa
48.2 26.4 28.4 18.4 32.1 28.3 28.4 31.5 48.5
abc abc abc bc abc abc abc abc a
25.5 13.2 15.6 28.9 17.6 31.2 11.7 10.4 11.6
abc cd cd ab bcd a d d d
% R/U 52.8 50.1 54.7 157.2 54.7 110.2 41.2 32.9 23.8
Ket : Angka dalam kolom yang sama yang dikuti dengan hurup yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
Secara visual tunas-tunas ratun mulai keluar pada hari ke-2 hingga hari ke-7, dengan jumlah anakan yang muncul paling banyak terjadi pada hari kelima.Pada hari ketujuh ratun sudah mulai bercabang. Perbedaan waktu keluar ratun dan laju pertumbuhan ratun tampaknya sangat tergantung pada kondisi tunggul tanaman utama. SIMPULAN Dari 18 genotipe yang diuji, diperoleh sembilan genotipe memiliki kemampuan menghasilkan ratun tinggi, dan sejalan dengan penampilan vegetatif dan generatif di rumah kaca, yaitu : IPB106-F-7-1, IPB106-F-12-1, IPB106-F-81, BP205D-KN-78-1-8, IPB106-F-10-1, Gilirang, Fatmawati, Cimelati, dan B9833C-KA-14. Lima genotipe menghasilkan ratun sedang, yaitu : BP23F-PN11, BP355E-MR-45, BP360E-MR-79-PN-2, B9852E-KA-66, B9858D-KA-55, dan empat genotipe tergolong kurang atau tidak menghasilkan ratun, yaitu : BP138F-KN-23, Ciapus, B10214F-TB-7-2-3, dan IR61241-3B-B-2. Berdasarkan produksi ratun terhadap tanaman utama, maka dari sembilan genotipe terbaik, terpilih tiga genotipe yang memiliki potensi ratun terbaik dan diuji lebih lanjut di lapangan, yaitu Cimelati, IPB106-F-8-1 dan IPB106-F-10-1. Tunas-tunas ratun
32
mulai keluar pada hari ke-2 hingga hari ke-7 setelah panen tanaman utama, dengan jumlah daun 2-4 daun/anakan. Jumlah anakan ratun berkisar 6 – 25 anakan/rumpun, dengan rata-rata umur panen 68 hari.