KERAGAAN USAHA PENAMBANGAN PASIR LAUT DI DESA LAGASA KECAMATAN DURUKA KABUPATEN MUNA
SKRIPSI
Oleh MINGGU LESTARI NINGSIH NIM. D1A1 12 141
JURUSAN/ PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
i
KERAGAAN USAHA PENAMBANGAN PASIR LAUT DI DESA LAGASA KECAMATAN DURUKA KABUPATEN MUNA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Pertanian untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan/Program Studi Agribisnis
Oleh: MINGGU LESTARI NINGSIH D1A1 12 141
JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
ii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PERGURUAN
SEBAGAI TINGGI
SKRIPSI ATAU
ATAU
KARYA
LEMBAGA
ILMIAH
MANAPUN.
PADA
APABILA
DIKEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA SKRIPSI INI MERUPAKAN HASIL JIPLAKAN, MAKA SAYA BERSEDIA MENERIMA SANKSI SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.
Kendari,
Januari 2017
MINGGU LESTARI NINGSIH NIM. D1A1 12 141
iii
iv
v
ABSTRAK Minggu Lestari Ningsih (D1A1 12 141) “ Keragaan Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna”. Dibimbing oleh R. Marsuki Iswandi sebagai pembimbing I dan Rosmawaty sebagai pembimbing II. Penambangan merupakan salah satu upaya pengembangan sumber daya alam yang potensial untuk dimanfaatkan secara hemat dan optimal bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat. Usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna memberikan manfaat bagi penambang yakni dapat meningkatkan pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) keragaaan usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna; (2) keberlanjutan usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penambang pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna yang berjumlah 20 orang. Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik sensus yaitu sebesar 20 orang penambang pasir laut. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan menggunakan rumus pendapatan yaitu I = TR – TC. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambang yang mempunyai pekerjaan pokok sebagai penambang pasir laut memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp 10,615,175 dalam satu bulan. Disamping itu, penambang juga mempunyai pekerjaan sampingan sebagai nelayan dengan pendapatan rata–rata sebesar Rp 1,875,075 dalam satu bulan. Dilihat dari aspek sosial dan ekonomi maka usaha penambangan pasir laut ini akan tetap berlanjut karena memberikan dampak positif bagi masyarakat tetapi jika dilihat dari aspek lingkungan dan larangan atau izin usaha maka usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna tidak akan berlanjut karena dilarang oleh pemerintah setempat. Kata Kunci: Usaha Penambangan Pasir, Keragaan, Pendapatan dan Keberlanjutan.
vi
ABSTRACK Minggu Lestari Ningsih (D1A1 12 141) “The performance of sea sand mining in the village Lagasa district Duruka of district Muna”. Guided by R. Marsuki Iswandi as supervisor I and Rosmawaty as supervisor II. Mining is one of the efforts to develop natural resources potential to be used sparingly and optimally for the benefit and prosperity of the people. The mining of sea sand in the village lagasa district duruka of distict muna provide benefits to miners could increase revenue. This study aims to determine: (1) performance of sea sand mining in the village lagasa district duruka of district muna (2) sustainability of marine sand mining in the village lagasa district duruka of district muna. Population in this research are all the miners of ocean sand village lagasa district duruka of district muna of 20 people. Sample in this research was determined by thu census technique 20 miners of sea sand. Data analysis using the descriptive analysis and using that revenue formula I = TR – TC. This research has shown that the miners who have jobs as a principal the miners of sea sand earn an average income of Rp 10,615,175 within one month, in addition the miners also have a side job as a fisherman with an average income Rp 1,875,075 in one month. Visits from social and economic aspects, the mining of sea sand will continue for a positive impact for the society, but when viewed from the aspect of environment and prohibition or business licence, the mining of sea sand in the village Lagasa district duruka of district Muna will not continue because it is prohibited by the goverment local. Keywords: Sand Mining Business, Performance, Revenues, sustainability
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulilahi Rabbil alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhana Wa Taala, atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang telah memberi petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keragaan Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Jurusan/Program Studi Agribisnis konsentrasi Sosial Ekonomi Tambang (SET) Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Seiring dengan selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada Ayahanda La Ngkalina, S.Pd dan Ibunda tercinta Jainab yang telah memberikan segala cinta, doa, dan kasih sayang serta dukungan moril dan materil selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang studi ini hingga selesai. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghormatan kepada Bapak Dr. Ir. H. R. Marsuki Iswandi, M.Si sebagai pembimbing I dan Ibu Dr. Rosmawaty, S.P., M.Si. sebagai Pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan serta kemudahan dalam penyusunan skripsi ini. Selain itu, penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut memberi andil dalam menyelesaikan skripsi:
viii
1. Rektor Universitas Halu Oleo, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Pengelola Jurusan/Program Studi Agribisnis Universitas Halu Oleo beserta Staf, Dosen di lingkungan Jurusan/Program Studi Agribisnis, yang telah memberikan kesempatan belajar bagi penulis, dan dukungan sarana dan prasarana dalam kelancaran proses kuliah. 2. Dosen pengajar pada Jurusan/Program Studi Agribisnis yang telah berperan dalam proses pembelajaran dan pembentukan pola pikir penulis. 3. Bapak Irfan Ido, S.P., M.Si selaku Penasehat Akademik selama penulis mengikuti pendidikan pada Fakultas Pertanian UHO. 4. Pegawai administrasi Jurusan Agribisnis, Pegawai administrasi Fakultas Pertanian, Laboratorium dan Perpustakaan atas bantuan dan kelancaran urusan administrasi yang mendukung penulis selama masa pendidikan. 5. Kepala Desa, Sekretaris Desa, Operator desa, Penambang pasir laut dan masyarakat di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. 6. Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ketua RT Kelurahan Lalowaru, Hj. Nurti, Pak Jailan, Mamanya Alif dan Al Nur, S.Pd terima kasih atas doa dan dukungannya. 7. Kakakku Nurzaeni Kalza & Dr. La Ode Alwi, SP., M.P, Koptu Ali Mumin Kalza & Sitti Marlina, S.Km, Serda Suwarto La Kalza, Lade Sirjon Kalza, S.H., LL.M & Aan Whina Eri Sartika, S.H, Wade Nur Ade Wijaya Kalza, Amd. Keb & La Sahi, S.Pd, Lade Albar Kalza, S.Km., M.P.H, Wa De Megawati Kalza, S.P, Wade Boby Surya Ningsih Kalza, S.ST, Lade Ahmad
ix
Maulida, Sitti Salmiati Arni, S.Kom, Lade Ahma Liun dan Lili Sarlis serta keponakanku Daud, Ima, Syawal, Muti, Zayan, Radhwa, Nabil, dan Isra. 8. Sahabatku anak – anak SDM (Wa Ode Zurnani, Sitti Salfani, La Ode Hasri, Herdin, Haswan Dida, S.P, La Ode Firman Yadi, La Yoreni, S.P, Untung, Radit) yang selalu memberikan dorongan semangat kepada penulis. 9. Sahabat-sahabat kuliah Nursia, S.Pd, Gusti Ayu Made Adi P, S.P, Fashlia Maharani, S.P, Vera, Azmul, Rahmatia Mamma, S.P, Mimin, Yandi, Kasman, Yusman, Ritno, Alam, Wa Ode Nurjana, Sandra, Putri Jenang, S.P, Nurti Hidayah, S.P, La Ode Mirul, S.Kom, terima kasih atas solidaritasnya, senyum, canda dan tawa yang selalu menjadi dukungan moril bagi penulis. 10. Teman-teman SMAN 1 PARIGI Yani, Erma, Jannah, Saleha, Mislan, Rajab, Fabir, Juniardin, Nasrul, Hairul, Sabani, Dolman, Nasir, dan Diman. 11. Teman – teman KKN Nusantara 2016 Hadirah, Silvy, Sarmini, Hendra, Siswono, Suprayitno, Rudi, Sugriono, Novy, dan Inayah. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, Amiinn... Akhir kata penulis persembahkan kepadaa segenap pembaca, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih memiliki banyak kelemahan dan kekurangan, namun besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan terutama bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Kendari, 20 November 2016
Penulis x
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................ i HALAMAN SAMPUL ................................................................................ ii PERNYATAAN ........................................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA UJIAN .................................... v ABSTRAK ................................................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................. vii UCAPAN TERIMA KASIH....................................................................... viii DAFTAR ISI ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv DAFTAR TABEL........................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah......................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori................................................................................ 5 2.1.1. Penambangan ...................................................................... 5 2.1.2. Usaha Penambangan ........................................................... 6 2.1.3. Konsep Tenaga Kerja .......................................................... 9 2.1.4. Konsep Modal ..................................................................... 11 2.1.5. Konsep Biaya ...................................................................... 13 2.1.6. Konsep Penerimaan ............................................................ 15 2.1.7. Konsep Pendapatan ............................................................. 17 2.1.8. Pembangunan Berkelanjutan .............................................. 19 2.1.9. Keberlanjutan Usaha Penambangan ................................... 22 2.2. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 27
xi
2.3. Kerangka Pikir ................................................................................ 34 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................... 37 3.2. Populasi dan Penentuan Sampel ..................................................... 37 3.3. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 37 3.4. Analisis Data ................................................................................... 38 3.5. Variabel Penelitian .......................................................................... 38 3.6. Konsep Operasional ........................................................................ 39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah ............................................................. 42 4.1.1. Letak dan Batas Wilayah .................................................... 42 4.1.2. Keadaan Geografis Wilayah ............................................... 42 4.1.3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur .............................. 43 4.1.4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Pendidikan...................... 44 4.1.5. Keadaan Penduduk Berdasarkan Sektor Usaha .................. 45 4.1.6. Sarana dan Prasarana .......................................................... 46 4.1. Hasil Penelitian dan Pembahasan ................................................... 47 4.2.1. Identitas Responden.............................................................. 47 4.2.1.1. Umur........................................................................ 47 4.2.1.2. Tingkat Pendidikan ................................................. 48 4.2.1.3. Jumlah Tanggungan Keluarga ................................. 50 4.2.1.4. Pengalaman Berusaha.............................................. 51 4.2.2. Keragaan Usaha .................................................................... 52 4.2.2.1. Deskripsi Usaha Penambangan Pasir Laut .............. 52 4.2.2.2. Modal ..................................................................... 54 4.2.2.3. Tenaga Kerja ........................................................... 56 4.2.2.4. Penjualan ................................................................. 58 4.2.2.5. Biaya Variabel (Variable Cost) ............................... 59 4.2.2.6. Biaya Tetap (Fixed Cost) ........................................ 60 4.2.2.7. Biaya Total(Total Cost) ........................................... 60 4.2.2.8. Produksi ................................................................... 61
xii
4.2.2.9. Penerimaan .............................................................. 62 4.2.2.10. Pendapatan……………………………………… 62 4.2.3. Keberlanjutan Usaha Penambangan Pasir ............................. 65 4.2.3.1. Aspek Sosial ............................................................ 65 4.2.3.2. Aspek Ekonomi ....................................................... 66 4.2.3.3. Aspek lingkungan .................................................... 66 V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 68 5.2. Saran ............................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Skema Kerangka Pikir ................................................................................. 36
xiv
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Lagasa Kecamatan Duruku Kabupaten Muna ...........................................................43 2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Lagasa Kecamatan Duruku Kabupaten Muna ...........................................................44 3. Sektor Usaha di Desa Lagasa Kecamatan Duruku Kabupaten Muna ...........45 4. Keadaan Sarana dan Prasarana di Desa Lagasa Kecamatan Duruku Kabupaten Muna ...........................................................................................46 5. Keadaan Responden Berdasarkan Golongan Umur di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna 2016 ..................................................48 6. Keadaan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Tahun 2016 ............. 49 7. Keadaan Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Tahun 2016...........................50 8. Pengalaman Responden dalam Menambang Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna ...........................................................52 9. Jumlah Pinjaman Uang di KUD oleh Penambang Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna ...........................................................55 10. Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja oleh Penambang Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna ...............................................57 11. Rata – Rata Biaya Variabel dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna ................................59
xv
12. Rata – Rata Biaya Tetap dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna ..............................................60 13. Rata – Rata Biaya Total dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna ..............................................61 14. Rata – Rata Produksi dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna ...........................................................61 15. Rata – Rata Penerimaan dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna ..............................................62 16. Rincian Pendapatan Rata – Rata dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna ..................................63 17. Rincian Pendapatan Rata-Rata Responden Sebagai Nelayan di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna ...........................................................64 18. Hubungan Sosial Antar Penambang..............................................................66
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Daftar Riwayat Hidup ................................................................................... 73 2. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................... 74 3. Kuisioner Penelitian ...................................................................................... 75 4. Identitas Responden ...................................................................................... 78 5. Biaya Penyusutan Kapal ............................................................................... 79 6. Biaya Penyusutan Sekop ............................................................................... 80 7. Biaya Penyusutan Mesin Penyedot Pasir ...................................................... 81 8. Biaya Penyusutan Mesin Pompa Air............................................................. 82 9. Biaya Penyusutan Mesin Kapal .................................................................... 83 10. Total Biaya Tetap (TFC) ............................................................................... 84 11. Biaya Variabel dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa ....... 85 12. Total Biaya Variabel (TVC) dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa .............................................................................................. 86 13. Total Biaya (TC) dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa (TC)...................................................................................... 87 14. Total Penerimaan (TR) Penambang Pasir Laut di Desa Lagasa ................... 88 15. Pendapatan (I) Penambang Pasir Laut di Desa Lagasa ................................. 89 16. Biaya Penyusutan Pukat ................................................................................ 90 17. Biaya Penyusutan Jala ................................................................................... 91 18. Biaya Penyusutan Mesin Kapal .................................................................... 92 19. Biaya Penyusutan Perahu .............................................................................. 93
xvii
20. Total Biaya Tetap (TFC) ............................................................................... 94 21. Total Biaya Variabel (TVC) Nelayan di Desa Lagasa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna .............................................................................. 95 22. Total Biaya (TC) ........................................................................................... 96 23. Total Penerimaan (TR) Nelayan di Desa Lagasa .......................................... 97 24. Pendapatan (I) Nelayan di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna ........................................................................................... 98 25. Pinjaman Uang oleh Responden di KUD...................................................... 99 26. Jumlah Tenaga Kerja yang Digunakan dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna ....................... 100 27. Dokumentasi Penelitian .............................................................................. 101
xviii
1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang cukup
besar untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut terjadi karena adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. Berdasarkan pengalaman pembangunan negara–negara yang sekarang sudah maju, keberhasilan pembangunan pada dasarnya dipengaruhi oleh dua unsur pokok, yaitu unsur ekonomi dan non-ekonomi. Faktor-faktor ekonomi, meliputi: (1) sumber daya manusia, sumber daya manusia yang dilengkapi dengan keterampilan dan sikap mental terhadap pekerjaan, serta kemampuan untuk berusaha sendiri merupakan modal utama bagi terciptanya pembangunan; (2) sumber daya alam, sumber daya alam ini meliputi : rumah, mineral, iklim, bahan bakar yang sering dikenal dengan sumber-sumber fisik. Negara–negara sedang berkembang, sumber daya alam sering terbengkalai, kuran g atau salah pemanfaatannya sehingga menyebabkan keterbelakangan, bahkan bencana alam terus-menerus; (3) pembentukan modal, pembentukan modal merupakan investasi dalam bentuk mesin-mesin, perusahaan–perusahaan, pabrik–pabrik, jalan raya dan infrastruktur lainnya (Sulton, 2011). Pembangunan suatu daerah akan selalu memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada. Kebijaksanaan dalam pemanfaatan sumber daya alam ini harus memperhitungkan segi – segi pembangunan daerah yang lainnya. Upaya
2
untuk melakukan pembangunan daerah dengan memanfaatkan sumber daya alam adalah salah satunya dengan kegiatan penambangan. Penambangan merupakan salah satu upaya pengembangan sumber daya alam yang potensial untuk dimanfaatkan secara hemat dan optimal bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat, melalui serangkaian kegiatan eksplorasi, pengusahaan dan pemanfaatan hasil tambang. Upaya tersebut bertumpu pada pendayagunaan berbagai sumber daya, terutama sumber daya alam, didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemampuan manajemen. Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi yang memiliki sumber daya alam dan mineral di sektor pertambangan yang cukup potensial dan menjadi perhatian investor nasional maupun asing yang bergerak di bidang pertambangan. Sulawesi Tenggara memiliki kandungan tambang yang tersebar di berbagai kabupaten diantaranya Kabupaten Buton, Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Utara, dan Kabupaten Muna. Kecamatan Duruka merupakan salah satu daerah pemerintah Kabupaten Muna yang memiliki potensi bahan galian C yang cukup banyak diantaranya tambang batu gunung di Banggai, Lasunapa dan Ghonsume, tambang batu kapur di Ghonebalano dan tambang pasir di Desa Lagasa. Salah satunya ditujukkan dengan kemandirian dalam pendapatan serta memberikan keuntungan berupa lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Kecamatan Duruka (BPS, 2015). Kegiatan penambangan pasir laut di Desa Lagasa dikatakan bahwa masyarakat Desa Lagasa berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
3
keadaan lingkungan di sekitarnya. Masyarakat Desa Lagasa beradaptasi dengan lingkungan dan memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya dengan maksud untuk bisa memenuhi dan menopang kehidupannya. Masyarakat Desa Lagasa mayoritas orang bajo dan bermata pencaharian sebagai nelayan tetapi dengan adanya usaha penambangan pasir laut, maka ada masyarakat yang awalnya pekerjaan pokoknya sebagai nelayan, sekarang beralih menjadi penambang pasir laut dan menjadikan nelayan sebagai pekerjaan sampingannya. Bekerja sebagai penambang pasir laut dinilai dapat meningkatkan pendapatan bagi penambang dan pekerja/buruh. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian dengan judul “Keragaan Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna”.
4
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah yang dikemukakan yaitu: 1. Bagaimana keragaan usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna? 2. Bagaimana keberlanjutan usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui: 1. Keragaan usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. 2. Keberlanjutan usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut : 1. Bahan informasi bagi masyarakat sekitar tambang dalam menyikapi segala hal yang berkaitan dengan penambangan pasir laut. 2. Sebagai penambah wawasan bagi peneliti untuk mengetahui lebih dalam tentang pentingnya kegiatan penambangan. 3. Bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Teori 2.1.1. Penambangan Kekayaan alam yang ada di Indonesia memungkinkan masyarakat melakukan penambangan sumber daya alam. Penambangan dapat diartikan sebagai usaha untuk menggali sumber daya alam yang ada di dalam bumi untuk diolah dan dimanfaatkan bagi kebutuhan manusia. Indonesia memiliki kekayaan tambang dimana sumber daya ini sifatnya tak terbarukan dan dalam pengelolaannya perlu dilakukan secara efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sebagaimana dijelaskan dalam Undang–Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang berarti bahwa pemanfaatan sumber daya alam tidak hanya diperuntukkan bagi generasi kini tetapi juga untuk generasi mendatang dengan memperhatikan dampak pencemaran terhadap lingkungan yang terjadi atas pembangunan yang dilakukan, sehingga dapat mewujudkan keadilan dan memberikan manfaat bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. Pengertian pertambangan seperti terdapat dalam Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (1) Undang–Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
6
penjualan, serta kegiatan pascatambang. Sudarsono (2008) mengatakan bahwa pertambangan adalah kegiatan mengambil bahan–bahan alam yang tidak bisa diproduksi lagi yang berada di dalam lapisan perut bumi. Menurut Rahim (1995), penggolongan bahan-bahan galian adalah sebagai berikut: a. Golongan a, merupakan bahan galian strategis, yaitu strategis untuk perekonomian negara serta pertahanan dan keamanan negara. Contoh: minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam; bitumen padat, aspal; antrasit, batu bara dan lain – lain. b. Golongan b, merupakan bahan galian vital, yaitu dapat menjamin hajat hidup orang banyak. Contoh: besi, tembaga, emas, perak dan lain-lain. c. Golongan c, bukan merupakan bahan galian strategis ataupun vital, karena sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional. Contoh: marmer, batu kapur, tanah liat, pasir, yang sepanjang tidak mengandung unsur mineral. 2.1.2. Usaha Penambangan Usaha penambangan merupakan usaha melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, produksi dan penjualan. Salim (2007) menyatakan bahwa usaha pertambangan terdiri atas usaha penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan
dan
penjualan.
Berdasarkan
jenis
pengelolaannya,
kegiatan
penambangan terdiri atas dua macam yaitu kegiatan penambangan yang dilakukan oleh badan usaha yang ditunjuk secara langsung oleh negara melalui Kuasa Pertambangan (KP) maupun Kontrak Karya (KK), dan penambangan yang
7
dilakukan oleh rakyat secara manual. Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh badan usaha biasanya dilakukan dengan menggunakan teknologi yang lebih canggih sehingga hasil yang diharapkan lebih banyak dengan alokasi waktu yang lebih efisien. Pengertian Penambangan dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (19) Undang–Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
menyebutkan
“Penambangan
adalah
bagian
kegiatan
usaha
pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya”. Usaha penambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. Kegiatan penambangan merupakan proses pengalihan sumber daya alam menjadi modal nyata ekonomi bagi negara dan selanjutnya menjadi modal sosial. Modal yang dihasilkan diharapkan mampu meningkatkan nilai kualitas insan bangsa untuk menghadapi hari depannya secara mandiri. Proses pengalihan tersebut perlu memperhatikan interaksi antara faktor sosial, ekonomi dan lingkungan hidup sehingga dampak yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin (Afdal, 2009). Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan– Ketentuan Pokok Pertambangan menyebutkan bahwa pertambangan rakyat adalah suatu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b dan c yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau gotong royong
8
dengan alat-alat sederhana untuk pencairan sendiri. As’ad, (2005) mengemukakan bahwa pertambangan rakyat dilakukan oleh rakyat, artinya dilakukan oleh masyarakat yang berdomisili di area pertambangan secara kecil-kecilan atau gotong royong dengan alat-alat sederhana. Tujuan mereka adalah untuk meningkatkan kehidupan sehari-hari. Dilaksanakan secara sederhana dan dengan alat sederhana, jadi tidak menggunakan teknologi canggih, sebagaimana halnya dengan perusahaan pertambangan yang mempunyai modal besar dan memakai teknologi canggih. Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan unsur-unsur pertambangan rakyat, yaitu : (1) usaha pertambangan; (2) bahan galian meliputi bahan galian strategis, vital dan galian c; (3) dilakukan oleh rakyat; (4) domisili di area tambang rakyat; (5) untuk penghidupan sehari-hari; (6) diusahakan dengan cara sederhana. Sutedi
(2012)
menyebutkan
bahwa
“Penambangan
mempunyai
karakteristikyaitu tidak dapat diperbaharui (non – renevable), mempunyai resiko relatif lebih tinggi, dan pengusahaannya mempunyai dampak, baik fisik maupun sosial yang relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi lainnya”. Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa penambangan adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dari hasil yang diperoleh dari dalam bumi yang meliputi pengolahan, pemurnian, produksi dan penjualan yang hasilnya dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Pengambilan sumber daya alam tambang secara terus menerus dapat mengakibatkan menipisnya sumber daya alam karena sifatnya tidak dapat diperbaharui dan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
9
2.1.3. Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari maupun untuk masyarakat. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (UU Ketenagakerjaan, 2003). Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan ekonomi. Undang – Undang No. 5 Tahun 1997 menyatakan bahwa “ tenaga kerja adalah setiap orang laki – laki atau wanita yang sedang dalam atau melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat” (UU Ketenagakerjaan, 2003). Menurut sebagian pakar ekonomi pertanian, tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja, yaitu yang berumur antara 15-64 tahun, merupakan penduduk potensial yang dapat bekerja untuk memproduksi barang atau jasa. Angkatan kerja (labor force) adalah penduduk yang bekerja dan mereka yang tidak bekerja, tetapi siap untuk bekerja atau sedang mencari kerja. Sementara yang bukan angkatan kerja (not in the labor force) adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya tetapi tidak terlibat dalam suatu usaha atau tidak terlibat dalam suatu kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa. Penduduk yang termasuk kelompok bukan angkatan kerja (not in the labor force) adalah orang yang bersekolah, mengurus rumah tangga, orang jompo, dan atau penyandang cacat. Orang yang bekerja (employed persons) adalah orang yang melakukan pekerjaan yang menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan memperoleh
10
penghasilan atau keuntungan, baik mereka yang bekerja penuh (full time) maupun tidak yang bekerja penuh (part time), sementara yang disebut pencari kerja atau pengangguran (unemployment) adalah mereka yang tidak bekerja dan sedang mencari kerja menurut referensi waktu tertentu, atau orang yang dibebas tugaskan bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan (Daniel, 2004). Tenaga kerja (manpower) adalah penduduk dalam usia kerja atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpastisipasi dalam aktivitas tersebut (Subri, 2003). Suparmoko dan Irawan dalam Aristi (2015) juga menjelaskan bahwa tenaga kerja adalah penduduk pada usia kerja yaitu 15 - 64 tahun. Penduduk dalam usia dapat digolongkan menjadi dua yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang belum bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Penduduk yang bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan untuk menghasilkan
barang
dan
jasa
dengan
tujuan
memperoleh
keuntungan/penghasilan baik bekerja penuh ataupun paruh waktu. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak – anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usaha tani berdasarkan tingkat kemampuannya. Kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kecakapan dan tingkat kesehatan.
11
2.1.4. Konsep Modal Modal dalam tinjauan para ahli mempunyai pengertian yang berbeda – beda. Menurut Adiwilaga dalam Mutiara (2000) modal adalah suatu faktor diantara tiga faktor yang dipadukan dalam proses produksi, tanah dan tenaga kerja. Sedangkan menurut Daniel (2004) membagi modal menjadi dua bagian yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap adalah barang – barang yang dipergunakan dalam proses produksi tetapi sama sekali tehisap dalam hasil contohnya mesin, pabrik, gudang dan lain- lain. Modal yang bergerak adalah barang – barang yang digunakan untuk sekali pakai, contohnya pupuk, bahan baku dan lain- lain. Modal dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu : (1) modal tetap (fixed capital) yaitu modal yang dapat dipakai berkali – kali dalam proses produksi misalnya tanah dan bangunan; (2) modal tidak tetap adalah modal yang terpakai yang habis dalam satu proses produksi misalnya pembelian bibit, pakan, obat – obatan dan hasil produksi yang belum terjual (Mubyarto, 1989). Modal
atau
kapital
mengandung
banyak
arti,
tergantung
pada
penggunaannya. Dalam arti sehari-hari, modal sama artinya dengan harta kekayaan seseorang. Semua harta berupa uang, tabungan, tanah, rumah, mobil, dan lain sebagainya yang dimiliki. Modal tersebut dapat mendatangkan penghasilan bagi si pemilik modal, tergantung pada usahanya dan penggunaan modalnya. Dalam ilmu ekonomi juga banyak definisi tentang modal. Menurut Von Bohm Bawerk, arti modal atau kapital adalah segala jenis barang yang dihasilkan dan dimiliki masyarakat, disebut kekayaan masyarakat. Sebagian
12
kekayaan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan sebagian lagi digunakan untuk memproduksi barang-barang baru dan inilah yang disebut modal masyarakat atau modal sosial. Jadi, modal adalah setiap hasil atau produk atau kekayaan yang digunakan untuk memproduksi hasil selanjutnya (Daniel, 2004). Soekartawi (1989) modal dapat dibedakan antara pengorbanan dalam arti luas menunjukkan jumlah kekayaan yang dinyatakan dalam satuan uang dan modal (tanah, uang, tenaga kerja, wirausaha). Sedangkan dalam arti sempit yaitu salah satu dari empat faktor produksi. Modal sebagai faktor produksi adalah barang – barang atau yang bersama – sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang – barang baru yaitu dari hasil – hasil pertanian. Apabila modal tersebut (dalam arti luas) ditanamkan dalam suatu perusahaan dengan tujuan agar kekayaan perusahaan bertambah maka istilah yang lebih tepat adalah investasi. Modal diartikan sebagai barang – barang yang bernilai ekonomis yang digunakan untuk menghasilkan tambahan kekayaan atau untuk meningkatkan produksi. Modal dapat dibagi atas dua jenis yaitu modal tetap dan modal tidak tetap atau modal aktif. Modal mempunyai sifat – sifat yaitu : (1) produktif yang berarti bahwa modal bersifat meningkatkan kapasitas produksi; (2) prospektif yang berarti bahwa modal bersifat meningkatkan produksi di kemudian hari; (3) pertumbuhan modal berhubungan erat dengan pertumbuhan faktor produksi tenaga kerja, karena modal digunakan bersama – sama dengan tenaga kerja (Suto, 2004).
13
2.1.5. Konsep Biaya Soekartawi (1995) menyatakan bahwa analisis biaya seringkali berguna bagi petani dan para pengelola hasil-hasil pertanian dalam membuat keputusan, menentukan apakah usahatani itu menguntungkan atau tidak dan memungkinkan luas lahan yang akan dikelola. Dalam produksi suatu usahatani biaya merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi besar kecilnya keuntungan yang diperoleh barang/jasa yang mempunyai manfaat bagi perusahaan lebih dari satu periode operasi (Rony, 1990). Soedrajat (1991) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan biaya adalah sewa pengeluaran untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan pangan lainnya yang akan didayagunakan agar produksi-produksi tertentu yang telah direncanakan dapat terwujud dengan baik. Selanjutnya Soekartawi (1989) mengatakan bahwa pengolahan biaya produksi dilaksanakan berdasarkan sifatnya, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang akan diproduksi atau dengan kata lain besarnya biaya tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang berubah-ubah apabila luas usahanya berubah pula. Dalam usahatani, ada bermacam-macam biaya yang harus dikeluarkan, yang dapat digolongkan menjadi : (1) Biaya Tetap (Total Fixed Cost), terdiri dari keseluruhan biaya-biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi; (2) Biaya Tetap Rata-Rata (Average Total Fixedcost) yaitu keseluruhan jumlah biaya tetap dibagi dengan jumlah produksi yang dihasilkan; (3) Biaya Variabel
14
(Total Variable Cost), terdiri dari jumlah biaya-biaya yang berubah yang sesuai dengan besarnya produksi yang dihitung dalam jangka waktu tertentu; (4) Biaya variabel dibagi dengan jumlah produksi; (5) Biaya Marginal (Marginal Cost), yaitu biaya yang diperlukan untuk menaikan satu satuan produksi; (6) Biaya Total (Total Cost), adalah jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel; (7) Biaya Total Rata-rata (Average Total Cost) yang merupakan jumlah dari biaya tetap rata-rata atau biaya total dibagi dengan jumlah produksi yang dihasilkan (Soeharjo dan Patong, 1984). Hernanto (1996) menjelaskan biaya produksi dapat digolongkan atas : 1. Biaya Tetap (Fixed Cost) yaitu biaya yang tidak habis penggunaannya dalam satu masa produksi, biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang termaksud dalam penggolongan ini misalnya penyusutan alat. Tenaga kerja dalam keluarga dapat digolongkan dalam biaya tetap. 2. Biaya Variabel (Variable Cost) yaitu biaya yang dipakai untuk memperoleh input variabel. Sifatnya berubah sesuai dengan besarnya produksi antara lain biaya untuk membeli sarana produksi. Tuwo (1990) mengemukakan bahwa menurut sifatnya biaya usahatani digolongkan sebagai berikut : 1. Biaya Tetap (Fixed Cost) ialah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi. 2. Biaya yang dibayarkan dan biaya yang tidak dibayarkan. Dalam usahatani keluarga ada biaya yang dibayarkan dengan uang tunai atau benda. Disamping itu ada biaya yang tidak dibayarkan yang sebenarnya juga merupakan biaya
15
usahatani. Apabila biaya yang tidak dibayarkan ini dihitung sebagai biaya usahatani, maka analisis usahatani akan berakhir dengan angka negatiif. 3. Biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung adalah biaya yang langsung digunakan dalam proses produksi (actual cost). Biaya tidak langsung (imputed cost) terdiri dari penyusutan modal, biaya makanan, tenaga kerja keluarga, dan lain-lain. 2.1.6. Konsep Penerimaan Mubyarto (1989) menjelaskan penerimaan petani terdiri atas penerimaan tunai dan non tunai. Penerimaan tunai adalah dalam bentuk yang merupakan hasil penjualan produksi usahataninya yang diterima langsung oleh petani. Sedangkan penerimaan non tunai adalah produksi usahatani yang dikonsumsi oleh keluarga petani. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Dalam menghitung penerimaan usahatani ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: pertama, dalam menghitung penerimaan produksi dapat dilakukan secara hati-hati karena tidak semua produksi pertanian itu dipanen secara serentak. Kedua, dalam menghitung penerimaan dilakukan secara teliti karena (a) produksi mungkin dijual beberapa kali sehingga dibutuhkan data frekuensi penjualan (b) produksi mungkin dijual beberapa kali pada harga jual yang berbeda-beda. Jadi disamping frekuensi penjualan yang perlu diketahui juga pada masing-masing harga penjualan tersebut. Ketiga, bila penelitian usaha ini menggunakan responden,
16
maka diperlukan teknik wawancara yang baik untuk membantu responden mengingat kembali produksi hasil penjualan yang diperoleh. Tuwo (1990) mengemukakan bahwa penerimaan usahatani berwujud tiga hal yaitu : 1. Hasil penjualan tanaman, ternak, ikan atau produk yang akan dijual. 2. Produk yang dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan produksi. 3. Kenaikan nilai investasi. Nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani, berubah-ubah nilai pada awal tahun dan dengan nilai pada akhir tahun perhitungan. Jika terjadi kenaikan nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani maka selisih tersebut merupakan nilai produksi usahatani. Kadarsan (1992) menguraikan jenis-jenis penerimaan sebagai berikut : 1. Penerimaan tunai dari penjualan hasil usahatani dari segala keuntungan yang berhubungan dengan kegiatan usahatani. 2. Penerimaan dalam bentuk natural, seperti konsumsi komoditi yang dihasilkan usahatani atau nilai sewa dari rumah pengusaha yang dimilikinya. 3. Penerimaan atau penghasilan bukan tunai, seperti perubahan nilai ternak atau barang milik perusahaan. 4. Penerimaan dari sumber dari luar usahatani, seperti upah kerja dan bunga. 5. Penerimaan yang tidak terselesaikan.
17
2.1.7. Konsep Pendapatan Soemarso (2002) pendapatan adalah peningkatan jumlah aktiva atau penurunan kewajiban yang timbul dari penyerahan barang atau jasa atau aktifitas usaha lainnya dalam suatu periode. Menurut Niswonger (1992) pendapatan dari penjualan adalah seluruh total tagihan kepada pelanggan atas barang yang dijual, baik secara tunai maupun kredit. Pendapatan adalah pertambahan harta diluar tambahan investasi yang mengakibatkan modal bertambah. Pendapatan usaha adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha pokok perusahaan (untuk perusahaan dagang penjualan), sedangkan pendapatan di luar usaha adalah pendapatan yang diperoleh dari bukan usaha pokok perusahaan (diluar pokok usaha). Pendapatan dapat diartikan sebagai selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total yang bernilai uang. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa pendapatan bersih usahatani diukur melalui imbalan yang diperoleh dari pengeluaran faktor-faktor produksi, pengelolaan dan modal sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani, maka bagi seorang pengusaha analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usaha pada saat ini berhasil atau tidak. Soekartawi (1995) menjelaskan bahwa persamaan dari analisis pendapatan usahatani yaitu: I = TR-TC, dimana TR= Q x P. Income (I) atau pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Total revenue (TR) atau penerimaan total adalah perkalian antara jumlah produksi quantity (Q) dan harga price (P), sedangkan total cost (TC) atau biaya total merupakan semua
18
pengeluaran yang digunakan dalam usahatani. Penerimaan tunai usahatani didefenisikan sebagai nilai mata uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran tunai usahatani didefenisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Kelebihan uang tunai ditambah dengan penerimaan tunai rumahtangga seperti upah kerja yang diperoleh dari luas usahatani disebut sebagai pendapatan tunai rumah tangga. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dalam usahatani dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: 1. Faktor internal, yang terdiri dari: (a) umur petani; (b) pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan; (c) jumlah tenaga kerja keluarga; (d) luas lahan dan (e) modal. 2. Faktor eksternal, yang terdiri dari : (a) input, yang meliputi ketersediaan dan harga; (b) output yang meliputi permintaan dan harga (Suratiyah, 2006). Boediono (1992) pendapatan sebagai total penerimaan produksi setelah dikurangi dengan biaya pengeluaran. Sementara Hernanto (1996) mengemukakan bahwa ukuran pendapatan sebagai berikut : (1) pendapatan kerja petani, dimana diperhitungkan dari penjualan hasil penerimaan yang diperhitungkan dari yang digunakan untuk keluarga ditambah dengan kenaikan nilai investasi dikurangi dengan pengeluaran tunai yang diperhitungkan termasuk biaya modal; (2) penghasilan kerja keluarga, diperoleh dari pendapatan kerja petani penerimaan yang diperhitungkan dari yang dipergunakan untuk keluarga; (3) pendapatan kerja keluarga yang diperoleh dari penghasilan petani ditambah nilai tenaga kerja keluarga; (4) pendapatan keluarga, diperoleh dengan menjumlahkan total
19
pendapatan keluarga dari berbagai sumber, walaupun pendapatan yang diperoleh petani
dalam
usahatani,
namun
besarnya
pendapatan
tersebut
belum
mencerminkan tingkat efisiensi. 2.1.8. Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan (UU No. 32 Tahun 2009). Menurut Sugandhy dan Hakim (2009) pola pembangunan berkelanjutan mengharuskan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara rasional dan bijaksana, artinya bahwa pengelolaan sumber daya alam, seperti sumber daya alam pertambangan, hutan pelestarian alam, hutan lindung dan hutan produksi, dapat
diolah
keberlanjutannya
secara dan
rasional diperlukan
dan
bijaksana
dengan
keterpaduan antara
memperhatikan
pembangunan
dan
pengelolaan lingkungan hidup. Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan implikasi adanya batasan yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan organisasi sosial mengenai sumber daya alam, serta kemampuan biosfer dalam menyerap berbagai pengaruh aktivitas manusia. Proses pembangunan berlangsung secara berlanjut dan didukung sumber daya alam yang ada dengan kualitas lingkungan dan manusia yang semakin berkembang dalam batas daya dukung lingkupannya. Pembangunan
20
akan memungkinkan generasi sekarang meningkatkan kesejahteraannya, tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan untuk meningkatkan kesejahteraannya (Sugandhy dan Hakim, 2009). Pembangunan berkelanjutan (Sustainable development) pada dasarnya sama dengan Ecodevelopment, dimaknakan sebagai pembangunan dengan tidak mengorbankan kepentingan lingkungan atau senantiasa memperhatikan aspek lingkungan. Ecodevelopment diartikan dengan pembangunan berwawasan lingkungan, yang kemudian diakomodir dalam sistem kebijakan pengelolaan lingkungan di Indonesia, diartikan sebagai upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup (Siahaan, 2009). Pembangunan berkelanjutan adalah bahwa pembangunan merupakan faktor penting mencapai tingkat kesejahteraan, tetapi di dalam upaya-upaya demikian penting diperhatikan prinsip-prinsip yang bersifat menuju ke depan supaya tidak merugikan kepentingan generasi mendatang. Maka di dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup 1997 aspek pembangunan berwawasan lingkungan ditekankan dengan perspektif berkelanjutan, yakni bukan hanya demi kehidupan sekarang tetapi juga menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan kualitas hidup generasi mendatang (Siahaan, 2009). Undang-Undang merumuskannya
sebagai
Pengelolaan
Lingkungan
pembangunan
Hidup
berkelanjutan
1997
yang
dengan
berwawasan
lingkungan hidup (UUPLH 1997 : Pasal 1 (3) dan pasal 3). Secara lengkap pasal 1 angka 3 UUPLH 1997 menyatakan “Pembangunan berkelanjutan yang
21
berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu generasi masa kini dan generasi masa depan”. Tiga pilar pembangunan berkelanjutan sejak deklarasi Stockholm 1972 menuju Rio de Janeiro, sampai dengan Rio 10 di Johanesburg 2002 ditekankan perlunya koordinasi dan integrasi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan dalam setiap pembangunan nasional, dengan pendekatan kependudukan, pembangunan, dan lingkungan sampai dengan integrasi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan (Sugandhy dan Hakim, 2009). Menurut Sugandhy dan Hakim (2009) setiap keputusan pembangunan harus memasukkan berbagai pertimbangan yang menyangkut aspek lingkungan, disamping pengentasan kemiskinan dan pola konsumsi
sehingga hasil
pembangunan benar-benar akan memberikan hasil yang baik bagi peningkatan kualitas hidup manusia. Pertimbangan lingkungan yang menyangkut ekonomi lingkungan, tataruang, AMDAL dan social cost harus diinternalisasi dalam setiap pembuatan keputusan pembangunan untuk dapat mewujudkan hal ini, keterpaduan antar sektor, antar wilayah dan daerah dengan melibatkan semua stakeholders, menjadi suatu keharusan sehingga diperlukan koordinasi yang mantap.
22
2.1.9. Keberlanjutan Usaha Penambangan Kekayaan sumber daya alam senantiasa dibanggakan sebagai salah satu keunggulan komparatif bangsa, namun dewasa ini kebanggaan tersebut mulai dipertanyakan kesasihannya, seiring dengan eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan secara besar–besaran tanpa memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutannya. Keunggulan komparatif tersebut akan dapat dibangun dengan bertumpuk pada keunggulan komparatif yang dimiliki, namun pencapaian keunggulan kompetitif itu mungkin akan memerlukan jangka waktu yang relatif lama. Percepatan pencapaian keunggulan kompetitif itu mungkin dicapai dengan memanfaatkan sentuhan teknologi dan manajemen profesional. Tanpa sumber daya alam terjaga baik, tentu upaya pencapaian keunggulan kompetitif bangsa akan menjadi mustahil. Penilaian terhadap tersedianya stok volume sumber daya alam di suatau daerah, dapat dilakukan melalui pendekatan kesejahteraan. Disadari bahwa semakin banyak persediaan atau volume sumber daya alam disuatu daerah akan semakin sejahtera masyarakat yang mendiami wilayah tersebut, karena sumber daya alam yang ada dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang. Karlen (1997) dalam Hasyim (2007), lingkungan alam yang meliputi : air, atmosfer, flora dan fauna serta energi adalah merupakan sumber bahan mentah bagi proses produksi dan sebagai penampung limbah. Biosfer itu ada yang hidup seperti mineral, air, dan udara, dan selalu berada dalam kondisi yang seimbang melalui aliran energi dan daur ulang secara terus-menerus dalam suatu ekosistem untuk
memenuhi
keseimbangan
kehidupan
perlu
dijaga
kelestariannya.
23
Keberlanjutan ekologis dibutuhkan dalam pengelolaan sumber daya, karena sebagai media sentral bagi kehidupan dan proses untukekosistem global. Tanah harus diakui sebagai suatu sistem kehidupan dinamis yang muncul melalui suatu keseimbangan unik dan interaksi dari komponen biologi, kimia dan fisik tanah. Menurut Barry (1997) keberlanjutan menghendaki: (1) hasil sumber daya alam yang dieksploitasi, tingkat produktivitas jangka panjangnya tetap dipertahankan; (2) keuntungan penipisan sumber daya alam tak terpulihkan perlu diinvestasikan dalam kapital manusia, teknologi, maupun kapital buatan manusia; (3) kapasitas lingkungan untuk menerima dan mengasimilasi pembuangan tidak dilampaui atau dirusak. Penurunan pada satu stok mineral dan hutan harus diganti dengan penambahan lebih banyak sekolah dan pabrik, setiap penduduk lokal harus diberikan kebebasan memperbaiki kehidupannya melalui investasi sumber daya manusia, energi, modal setiap saat dan dapat memperoleh keuntungan dari modal yang ditanamkan tersebut secara proporsional. Keanekaragaman sumber daya alam dan manusia telah mempunyai keterkaitan yang erat dan saling mendukung selama puluhan ribu tahun.Sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup memiliki karakter penting yaitu bersifat terpulihkan dan takterpulihkan. Cara masyarakat memanfaatkan keanekaragaman sumber daya alam menentukan kelestarian sumber daya ini, dan cara masyarakat mengelolahnya akan menentukan produktifitas sumber daya yang penting ini dan kelestarian fungsi-fungsi ekologisnya (Suparmoko, 2000). Kegiatan manusia telah membantu keanekaragaman sumber daya, dan telah meningkatkan komunitas di dalam lingkungan yang tertentu melalui praktek
24
pengelolaan sumber daya alam tersebut. Manusia juga menyebabkan menurunnya keanekaragaman sumber daya alam beserta fungsi-fungsi ekologis yang dihasilkan. Menurunnya mutu keanekaragaman sumber daya alam dapat dilihat dari laju kepunahannya. Hubungan keanekaragaman sumber daya alam dapat digambarkan dalam diagram siklus interaksi. Dari sudut pandang antroposentris, interaksi dimulai dari faktor-faktor pendorong yang ada dimasyarakat, sepeti untuk memenuhi kebutuhan, inspirasi dan fungsi-fungsi ekologis sebagai pendukung kehidupan. Faktor pendorong ini mempengaruhi dampak kegiatan manusia pada keanekaragaman sumber daya alam, dampak tersebut kemudian akan mempengaruhi kondisi dan dinamika keanekaragaman sumber daya alam, yang kemudian mempengaruhi nilai-nilai dan fungsi keanekaragaman sumber daya alam dan pada gilirannya akan mempengaruhi pula ketersediaan dan kualitas sumber daya alam dalam memenuhi kebutuhan manusiadan juga menjamin kelestarian. Kondisi dan dinamika, nilai-nilai dan dampak kegiatan manusia pada keanekaragaman sumber daya alam dapat pula diupayakan melalui peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjadi faktor pendorong bagi berubahnya pola konsumsi efisiensi pemanfaatan sumber daya dan apresiasi masyarakat (Hasyim, 2007). Pengelolaan sumber daya alam terpulihkan dan takterpulihkan harus memberi jaminan bagi keberlanjutan kehidupan, seperti kontribusi pada pertumbuhan sektor jasa dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, tanpa merusak sistem alam, sehingga rantai kehidupan ekosistem tetap terjaga. Eksploitasi sumber daya tambang yang takterbaharukan, harus diganti dengan
25
peningkatan pengembangan masyarakat dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Terjaganya sistem alam akan dapat mendorong eksistensi keberlanjutan sistem sosial masyarakat. Pada masa lalu eksploitasi sumber daya alam dilakukan dengan lebih bertujuan pada pertumbuhan ekonomi untuk memenuhi hajat hidup masyarakat, namun eksploitasi sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat saat ini lebih peduli pada aspek tekanan ekologi (ekological stress), seperti menurunya sifat fisik dan kimia tanah, kualitas air, udara, maupun hilangnya vegetasi dan hutan terhadap kondisi dan prospek ekonomi. Tidak terjaganya sumber daya alam yang mengakibatkan degradasi terhadap sistem alam dan sistem sosial, dapat menimbulkan krisis kehidupan masyarakat secara sosial ekonomi dan lingkungan hidup (Salim, 1989). Eksploitasi sumber daya alam bagi pembangunan dan kehidupan masyarakat harus tetap dijaga, sehingga walaupun generasi mendatang memiliki volume sumber daya alam yang jumlahnya mungkin relatif sedikit, namun memiliki tingkat teknologi dan pengetahuan yang lebih baik, serta sumber daya kapital buatan manusia yang lebih memadai. Eksploitasi deposit tambang (sumber daya takterbaharui) yang tidak mengindahkan aspek-aspek pelestarian dapat mengakibatkan terganggunya sistem alam yang akan berdampak pada sistem sosial ekonomi (Salim, 1991 dalam Sulton, 2011). Pembangunan membutuhkan pencapaian
keberlanjutan
pada
dimensi
sosial,
ekonomi,
dan
ekologi
(Djajadiningrat, 2001). Haeruman 1983 dalam Sulton 2011, pertambangan sekalipun terletak di daerah pinggiran yang umumnya dihuni penduduk berpendapatan rendah, namun
26
kegiatan ini tetap bersifat padat modal, yang dapat mengancam kepunahan sumber daya hayati dan satwa. Keberlanjutan kehidupan masyarakat di lokasi lingkar tambang dapat dipertahankan dengan adanya keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam takterbarukan dengan sistem alam dan sistem sosial yang ada. Menurut Kolopaking (2000) pembangunan yang mengejar pertumbuhan ekonomi dengan berbasis eksploitasi sumber daya alam, menyebabkan sebagian besar tatanan lembaga-lembaga dan nilai-nilai sosial masyarakat di daerah terpinggirkan dan mengalami kerusakan, selanjutnya ekonomi lokal terpinggirkan dan melemahkan kemampuan masyarakat mengatasi masalah di daerah. Masalah sosial ini penting karena setiap kegiatan pembangunan di kawasan yang berpenghuni dapat mengancam kehidupan manusia. Masuknya pendatang berprofesi tenaga kerja dengan membawa prilaku sosial yang berbeda dengan masyarakat setempat, akan terjadinya pembauran nilai-nilai sosial kedua masyarakat sehingga terjadi suatu proses perubahan sosial dan pergeseran nilainilai (Djajadiningrat, 2001). Anonim (2003) keberlanjutan sosial dinyatakan dalam keadilan sosial, harga diri manusia dan peningkatan kualitas hidup manusia, dengan sasaran tercapainya : (1) stabilitas penduduk; (2) memenuhi kebutuhan dasar manusia; (3) mempertahankan keanekaragaman budaya; dan (4) mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan. Keberlanjutan kehidupan juga ditentukan oleh sumber daya buatan manusia, seperti: sarana, teknologi, modal, fasilitas umum.
27
Menurut Gautama dan Kurniadi (1996) gerak masuk dapat menimbulkan pandangan dari masyarakat asli bahwa perusahaan telah merusak sumber daya kehidupan mereka. Haswanto (2000) bagi masyarakat setempat, setiap kegiatan yang menggunakan peralatan teknologi, tenaga kerja yang berdatangan dari luar wilayah tambang dapat mempengaruhi pola sosial budaya masyarakat asli. 2.2. Penelitian Terdahulu Pada sub bab ini akan diuraikan secara ringkas beberapa penelitian nasional terdahulu mengenai pertambangan mineral dan batubara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mutiara dengan judul Keragaan Dan Rencana Pengembangan Usaha KUD Mandiri Inti Bina Warga Kecamatan Subang, Kabupaten Subang, Jawa Barat (2000). Penelitian ini bertujuan untuk: (1) memberikan gambaran keragaan dan kondisi serta potensi lingkungan usaha KUD Mandiri Inti Bina Warga; (2) mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan KUD Mandiri Inti Bina Warga berdasarkan analisis lingkungan internal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KUD Mandiri Inti Bina Warga memiliki alat-alat organisasi yang berfungsi cukup baik, yaitu RAT yang diselenggarakan secara rutin, adanya pengurus yang bekerja dengan manajemen usaha yang baik, posisi keuangan dan permodalan KUD juga baik terutama dari likuiditas dan modal sendiri yang lebih besar dari modal luar. Faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan dan mendukung pencapaian tujuan selain telah dilaksanakannya manajemen yang baik dalam organisasi adalah kegiatan usaha yang berkaitan dengan usaha anggota dan potensi usaha yang dimiliki (saprotan dan simpan pinjam) (0,30), adanya diklat dan jumlah anggota yang dilayani besar
28
(0,15), serta posisi keuangan yang cukup baik terutama dari likuiditas dan modal sendiri yang lebih besar dari modal luar (0,30). Kelemahan KUD Mandiri Inti Bina Warga terletak pada lemahnya kualitas sumber daya manusianya terutama pada anggota dan karyawan yang dimiliki (0,15) dan rendahnya kesadaran anggota sebagai pemilik dan langganan (0,30). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lasmini (2010) dengan judul Analisis Keragaan dan Pengaruh Penyaluran Dana PUAP pada Gapoktan Subur Rejeki dengan Pengelolaan Dana Berbasis Syariah.
Penelitian dilakukan di
LKMA-S Subur Rejeki, Cisaat, Sukabumi. Keragaan penyaluran dana PUAP dapat dikatakan mendukung terhadap pencapaian tujuan PUAP baik dilihat menurut kriteria LKMA-S maupun petani nasabah. Penyaluran dana PUAP tidak memberikan pengaruh secara langsung terhadap pendapatan. Kemudahan dalam mengakses modal mempengaruhi dalam penggunaan sarana produksi. Pengaruh PUAP yang dilihat dari analisis regresi pada fungsi produktivitas petani responden menunjukkan variabel tenaga kerja per hektar dan pupuk K per hektar memiliki pengaruh positif nyata terhadap produktivitas padi. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penggunaan kedua factor produksi tersebut perlu ditingkatkan untuk mencapai produktivitas yang optimal. Dari hasil analisis regresi fungsi produktivitas, menunjukkan variabel Dummy “PUAP” tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi petani responden penerima PUAP. Hal ini dikarenakan dengan usahatani yang dijalankan adalah sama yaitu padi dimana kondisi lahan yang relatif sama, teknik budidaya yang relatif sama, penggunaan faktor produksi yang sama menyebabkan keragaan usahatani dari petani
29
responden baik penerima PUAP dan non penerima PUAP. Pengaruh PUAP dilihat dari hasil analisis pendapatan atas biaya tunai menunjukkan perbedaan rata-rata pendapatan usahatani atas biaya total per hektar pada musim kemarau tahun 2009 antara petani penerima PUAP dengan petani non penerima PUAP terbukti memiliki Rp 657.800. Dari perhitungan R/C rasio atas biaya tunai maupun total menunjukkan usahatani petani responden non penerima PUAP lebih layak untuk dijalankan. Berdasarkan penelitian Hasyim (2007) dengan judul Keberlanjutan Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tanpa tambang Nikel. (Studi di pulau Gebe Propinsi Maluku Utara). Kegiatan penambangan nikel di Pulau Gebe telah menimbulkan pengaruh terhadap kualitas air, sifat fisik dan kimia tanah, serta aspek
kehidupan
sosial
ekonomi
masyarakat.
Penelitian
ini
bertujuan
(1) mengidentifikasi keberlanjutan kehidupan masyarakat dilihat dari dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dan dimensi sosial budaya di Pulau Gebe pada saat ini. (2)
merumuskan sektor ekonomi
alternatif
sebagai
upaya
memelihara
keberlanjutan kehidupan masyarakat di saat Pulau Gebe tanpa tambang nikel. Hasil penelitian, menunjukan di lokasi yang terganggu langsung maupun Pulau Gebe secara keseluruhan, indeks keberlanjutan kehidupan masyarakat dari dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dan dimensi sosial budaya, berada pada kondisi kurang berlanjut (nilai indeks < 50%). Kelas kemampuan lahan di lokasi penelitian berpotensi terbatas untuk usaha budidaya pertanian. Kerusakan tanah tergolong berat, sehingga sulit dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan lahan. Rehabilitasi lahan dari segi revegetasi, cukup berhasil berdasarkan jumlah dan
30
karakteristik pertumbuhan tanaman di lahan bekas galian tambang. Produksi pertanian, perkebunan, tanaman pangan, kehutanan, peternakan, perikanan, usaha jasa, pendapatan masyarakat menurun sejak perusahaan tidak lagi beroperasi. Pendapat para pihak (stakeholders) sektor perikanan tangkap, merupakan pilihan utama dari empat sektor ekonomi (pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan)
yang
harus
dikembangkan
sebagai
upaya
mempertahankan
keberlanjutan kehidupan masyarakat secara sosial ekonomi di saat Pulau Gebe tanpa tambang nikel. Berdasarkan penelitian Veronica (2013) Dampak Konversi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Pertambangan Terhadap Pendapatan Petani Kakao di Desa Waturapa Kecamatan Palangga Selatan Kabupaten Konawe Selatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (a) Pendapatan yang diterima oleh petani kakao sebelum konversi lahan per luas lahan (Rp 13.233.885/ tahun) berbeda nyata setelah konversi (RP 4.815.293/tahun), sedangkan perhektar sebelum konversi
(Rp
10.992.960/tahun)
tidak
berbeda
nyata
setelah
konversi
(Rp 11.153.036/tahun) pada taraf kepercayaan 95 %. (b) Pendapatan total yang diterima oleh petani kakao sebelum konversi lahan (Rp 16.328.460/tahun) berbeda nyata setelah konversi lahan (Rp 24.331.393/tahun) pada taraf kepercayaan 95 %. (c) perbedaan sumber – sumber mata pencaharian petani kakao sebelum konversi, 23 jiwa bermata pencaharian sebagai petani kakao tetapi setelah konversi hanya 13 jiwa yang tetap bermata pencaharian sebagai petani kakao sedangkan responden lainnya memilih beralih ke sumber–sumber mata pencaharian lain di luar usaha tani kakao.
31
eJournal Administrasi Negara, 2013, Volume 1, Nomor 2: 473 – 493 oleh Siska (2013) dengan judul dampak industri batubara terhadap sosial ekonomi masyarakat di sekitar Desa Jembayan Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara menjelaskan bahwa penyerapan tenaga kerja : adanya industri batubara maka terbukanya peluang penyerapan tenaga kerja, perusahaan banyak menarik masyarakat setempat untuk ikut di dalam memperoleh lapangan pekerjaan baru sedangkan berdasarkan tanggapan responden dari masyarakat setempat, yaitu : berdasarkan hasil penelitian dari 630 responden yang disajikan sampel dalam penelitian ini menunjukkan terdapat 20 orang atau sebesar 5,30% yang memberikan pendapat sangat berdampak, 460 orang atau sebesar 81,41% yang memberikan pendapat sangat berdampak, dan 150 orang atau sebesar 13,27% memberikan pendapat tidak berdampak. Sedangkan untuk peningkatan pendapatan masyarakat : tanggapan responden mengenai dampak industri batubara terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di Desa Jembayan. Berdasarkan hasil penelitian dari 630 responden yang disajikan sampel dalam penelitian ini menunjukkan terdapat 310 orang atau sebanyak 59,46% yang memberikan pendapat sangat berdampak, 314 orang atau sebesar 40,12% yang memberikan pendapat kurang berdampak dan 6 orang atau sebesar 0,38% memberikan pendapat tidak berdampak dan perubahan lapangan kerja: berdasarkan tanggapan responden mengenai dampak industri batubara terhadap perubahan lapangan kerja di Desa Jembayan. Berdasarkan hasil penelitian dari 630 responden yang disajikan sampel dalam penelitian ini menunjukkan terdapat
32
318 orang atau sebesar 60,84% yang memberikan pendapat sangat berdampak, 302 orang atau sebesar 38,52% yang memberikan pendapat tidak berdampak. Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 10 oleh Muhammad Hatta (2014), dengan judul Eksternalitas Penambangan Pasir Pantai Secara Tradisional Terhadap Ekosistem Mangrove dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kabupaten Merauke. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambangan pasir pantai mengakibatkan kerusakan pada hutan mangrove di sepanjang wilayah pesisir Distrik Merauke. Penambangan pasir pantai memberi dampak negatif terhadap lingkungan yaitu rusaknya hutan mangrove dan abrasi pantai. Dampak lain yang ditimbulkan adalah menurunnya hasil tangkapan dan pendapatan nelayan, hal ini diperkuat oleh persepsi negatif masyarakat yang tinggi terhadap aktivitas penambangan pasir pantai. Selain dampak negatif, dampak positif dari aktivitas tersebut adalah meningkatnya pendapatan masyarakat penambang. Masyarakat telah memahami, dengan menambang pasir dapat mengakibatkan kerusakan pada mangrove, namun karena tuntutan ekonomi maka masyarakat tetap melakukan aktivitas tersebut. Eksternalitas negatif yang dihasilkan dari kegiatan penambangan pasir pantai jauh lebih besar dengan potensi kerugian bisa mencapai Rp 128.109.000.000,- jika dibandingkan dengan eksternalitas positif hanya berpotensi menghasilkan Rp 25.904.201.428,-. Prossiding Teknik Pertambangan oleh Munawar, N. A. ett all (2016), dengan judul Studi Perbandingan Pasir Hasil Penambangan dengan Pasir Hasil Pengolahan Ditinjau dari Segi Teknis dan Ekonomis di CV Mulya Pasir Nusantara Desa Margaluyu Kecamatan Leles Kabupaten Garut Provinsi Jawa
33
Barat. Penelitian yang dilakukan di lokasi CV Mulya Pasir Nusantara bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi proses operasi produksi hasil penambangan pasir dan pengolahan bolder batu pasir oleh alat crushing plant sehingga dapat diketahui jumlah pendapatan sehingga dapat ditentukan untung atau rugi dari alat pengolahan (crushing plant) tersebut. Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui pendapatan bersih (profit margin) hasil penjualan berdasarkan target produksi rata-rata adalah Rp 3.290.583.171/Tahun, sedangkan pada pasir hasil pengolahan oleh crushing plant didapatkan pendapatan bersih rata-rata adalah Rp 2.774.096.163/Tahun. Hasil perhitungan yang didapatkan dari Internal Rate of Return (IRR) sebesar 37,42%. Tingkat pengembalian dari proyek penambangan pasir di CV Mulya Pasir Nusantara telah melebihi IRR minimum, yaitu 13,6%. Perhitungan Net Present Value (NPV) dari hasil penambangan pasir didapatkan sebesar Rp 8.412.279.939 dengan suku bunga bank 13,6%, artinya NPV lebih dari nol (0) atau positif sehingga kegiatan pertambangan pasir di CV Mulya Pasir Nusantara dianggap layak atau baik secara ekonomi. Perhitungan Payback Period rencana dari hasil perhitungan cash flow penambangan pasir adalah selama 2,06 tahun dan dari cash flow hasil pengolahan (crushing plant) didapatkan selama 1,49 tahun yang artinya waktu periode pengembalian modal keduanya relatif baik.
34
2.3. Kerangka Pikir Kekayaan alam yang ada di Indonesia memungkinkan masyarakat melakukan penambangan sumber daya alam. Penambangan dapat diartikan sebagai usaha untuk menggali sumber daya alam yang ada di dalam bumi untuk diolah dan dimanfaatkan bagi kebutuhan manusia. Indonesia memiliki kekayaan tambang
dimana
sumber
daya
ini
sifatnya
takterbarukan
dan
dalam
pengelolaannya perlu dilakukan secara efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pasir laut adalah bahan galian pasir yang terletak pada wilayah perairan Indonesia yang tidak mengandung unsur mineral golongan A dan/atau golongan B dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Pengusahaan pasir laut adalah kegiatan ekonomi yang meliputi usaha pertambangan, pengerukan, pengangkutan dan penjualan. Aktivitas dalam usaha penambangan pasir laut yang meliputi aspek permodalan, tenaga kerja, penjualan, pendapatan. Dengan menjalankan usaha penambangan pasir laut maka penambang sedikit demi sedikit memperoleh pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Aktivitas
penambangan
yang
dilakukan
oleh
masyarakat
dapat
menimbulkan berbagai dampak negatif dan positif pada aspek sosio-ekonomi dan ekologi. Berbagai dampak yang ditimbulkan mendorong dilakukannya paradigma pembangunan
berkelanjutan.
Pembangunan
tidak
hanya
mengejar
pada
peningkatan perekonomian negara saja melainkan juga melihat pada aspek Analisis Manajemen dan Dampak Lingkungan (AMDAL) sebelum dilakukannya
35
aktivitas penambangan, maupun upaya reklamasi lahan pasca tambang. Aktivitas pembangunan terus dilakukan namun tidak mengurangi kualitas hidup manusia dan lingkungan di masa yang akan datang. Keberlanjutan suatu usaha penambangan dapat di lihat dari dampak positif dan negatif yang dilihat dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Jika usaha penambangan menimbulkan dampak positif maka usaha tersebut dapat berlanjut dan sebaliknya jika suatu usaha menimbulkan dampak negatif maka usaha tersebut tidak akan bertahan atau tidak berkelanjutan. Kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tampak pada gambar 1.
36
Usaha Penambangan Pasir Laut
Keragaan usaha : a. Deskripsi Usaha Penambangan Pasir Laut b. Modal c. Tenaga Kerja d. Penjualan/distribusi e. Pendapatan
Keberlanjutan Usaha Penambangan Pasir Laut: a. Aspek sosial b. Aspek ekonomi c. Aspek lingkungan
Gambar 1: Skema Kerangka Pikir
37
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2016, di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan purposive (sengaja), dengan pertimbangan bahwa ada masyarakat Desa Lagasa yang bekerja sebagai penambang pasir laut dimana dengan adanya penambangan pasir laut ini dapat membantu perekonomian penambang maupun masyarakat. 3.2. Populasi dan Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Lagasa yang mempunyai kegiatan sebagai penambang pasir laut. Jumlah populasi penambang pasir laut sebanyak 20 orang. Dengan metode sensus maka seluruh populasi penambang pasir laut menjadi sampel penelitian yakni sebanyak 20 orang penambang pasir laut. 3.3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan data primer dan data sekunder. 1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian yang bertempat di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. Data diambil menggunakan metode wawancara dan dalam bentuk kuisioner atau daftar pertanyaan. 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lembaga pemerintah setempat, BPS, serta melalui studi kepustakaan.
38
3.4. Analisis Data Berdasarkan tujuan penelitian maka untuk mengetahui keragaan dan keberlanjutan usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna dianalisis secara deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan/memecahkan masalah secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Usman dan Abdi, 2009). Sedangkan Pendapatan dari usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna, dianalisis menggunakan rumus pendapatan yaitu: I = TR – TC Dimana : TR = P X Q TC = FC + VC Keterangan : I
= Pendapatan (Income) (Rp/bulan)
P
= Harga (Price) (Rp)
Q
= Jumlah (Quantity) (Rp)
TR
= Total penerimaan (Total Revenue) (Rp/bulan)
TC
= Total biaya (Total Cost) (Rp/bulan)
FC
= Biaya tetap (Fixed Cost) (Rp/bulan)
VC
= Biaya variabel (Variable cost) (Rp/bulan) Soekartawi (1995)
3.5. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Identitas responden meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan pengalaman berusaha.
39
2. Keragaan usaha penambangan pasir laut yang meliputi modal, tenaga kerja, penjualan, biaya, harga, jumlah produksi, penerimaan, pendapatan. 3. Keberlanjutan usaha penambangan pasir laut. 3.6. Konsep Operasional Konsep operasional adalah pengertian, batasan dan ruang lingkup penelitian guna memudahkan pemahaman dalam menganalisa data yang berhubungan dengan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini digunakan beberapa istilah yang bertujuan untuk memperjelas ruang lingkup penelitian diantaranya adalah : 1. Responden adalah orang yang pekerjaannya sebagai penambang pasir laut (orang). 2. Umur adalah usia responden sampai pada saat dilakukan penelitian yang diukur dengan satuan tahun. 3. Tingkat pendidikan adalah lama pendidikan formal yang ditamatkan oleh responden yang mempunyai kegiatan menambang pasir laut. 4. Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya jiwa yang menjadi tanggungan responden yang diukur dalam satuan jiwa. 5. Pengalaman berusaha adalah semua hal-hal yang pernah diperoleh penambang pasir laut selama melakukan usahanya yang diperoleh di luar bangku sekolah yang diukur dalam satuan tahun. 6. Biaya adalah adalah semua biaya yang terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan selama proses produksi yang dinyatakan dalam rupiah (Rp/bulan).
40
7. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan oleh responden dalam melakukan pekerjaan sebagai penambang pasir laut dan sebagai nelayan yang penggunaannya habis dalam satu kali produksi yang terdiri dari bahan bakar, es batu dan upah tenaga kerja (Rp/bulan). 8. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh responden dalam melakukan pekerjaan sebagai penambang pasir laut dan sebagai nelayan yang penggunaannya tidak habis dalam satu kali produksi (Rp/bulan). 9. Jumlah produksi adalah banyaknya hasil pasir laut diperoleh dalam satu bulan (Kubik). 10. Harga adalah besarnya nilai tukar uang terhadap produksi pasir laut dan ikan yang dihasilkan dalam satu bulan (Rp). 11. Penerimaan adalah total nilai produksi dari usaha penambangan pasir laut dan nelayan yang dijual dalam waktu satu bulan (Rp/bulan). 12. Pendapatan adalah total penerimaan setelah dikurangi dengan berbagai biaya yang telah dikeluarkan (Rp/bulan). 13. Pengusahaan pasir laut adalah kegiatan ekonomi yang meliputi usaha pertambangan, pengerukan, dan pengangkutan. 14. Modal adalah harta kekayaan yang dimiliki responden yaitu harta yang berupa uang yang digunakan pada saat pertama mulai menambang pasir laut (Rp). 15. Tenaga kerja adalah jumlah tenaga yang digunakan dalam usaha penambangan pasir laut yang terdiri dari tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga (orang).
41
16. Penjualan adalah proses dimana responden menjual pasir laut kepada pembeli dimana pembeli secara langsung datang di tempat pembongkaran pasir laut yang berada di bibir pantai dan sifatnya menguntungkan kedua belah pihak. 17. Keragaan adalah performance atau penampilan dari usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa yang terdiri dari modal usaha, tenaga kerja, penjualan dan pendapatan. 18. Keberlanjutan usaha penambangan pasir laut adalah keberlanjutan dari usaha penambangan pasir laut yang dilihat dari tiga aspek yaitu aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan dan larangan menambang pasir laut.
42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Wilayah 4.1.1. Letak dan Batas Wilayah Desa Lagasa merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. Desa Lagasa berjarak ± 4 km dari pusat Kota Raha. Desa Lagasa memiliki luas wilayah 114 ha. Desa Lagasa memiliki batasan wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Raha I. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Buton. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ghonebalano. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Palangga. 4.1.2. Keadaan Geografis Wilayah Secara geografis kondisi wilayah Desa Lagasa memiliki topografi datar dengan ketinggian tempat 14 m dpl. Keadaan Iklim wilayah tahun 2015, curah hujan rata-rata yang dimiliki Desa Lagasa yaitu 2000 – 3000 mm dengan jumlah bulan hujan yaitu 6 bulan dan suhu rata-rata harian 27 – 30 0C dimana suhu tersebut masuk dalam iklim tropis. Secara umun keadaan iklim di Desa Lagasa tidak jauh berbeda dengan keadaan iklim yang ada di wilayah lain yang ada di Indonesia. Ciri iklim tropis dengan dua jenis musim dalam setahun merupakan sifat kondisi iklim secara umum yang terjadi di Indonesia khususnya Desa Lagasa. Dua jenis musim yang dimaksud adalah musim kemarau yang terjadi pada bulan
43
Juli sampai bulan Oktober, sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan April sampai bulan Juni. 4.1.3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur Keadaan penduduk yang dimiliki suatu daerah merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan pembangunan suatu daerah tersebut, apabila didukung dengan sumber daya alam, modal dan teknologi yang memadai. Berdasarkan catatan terakhir di Desa Lagasa diketahui jumlah penduduk pada tahun 2015 berjumlah 2.658 jiwa, meliputi 1.302 jiwa laki-laki dan 1356 jiwa perempuan. Keadaan umur berdasarkan golongan umur di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. Jenis Kelamin Umur No. Jumlah(orang) Persentase(%) (Tahun) Laki – laki Perempuan 0 – 14 465 499 15 – 54 750 729 ˃55 87 128 1302 1356 Jumlah Sumber: Data Profil Desa Lagasa, 2015. 1. 2. 3.
964 1479 215 2658
36,27 55,64 8,09 100,00
Tabel 1 menunjukan bahwa jumlah penduduk yang berada pada usia tergolong usia produktif (15-54) lebih banyak dibandingkan dengan penduduk yang tergolong usia non produktif (<15 dan ˃55), ini menunjukan bahwa produksi tenaga kerja usia produktif cukup memadai dalam menjalankan usaha. Produktif dan tidak produktifnya umur seseorang tentunya akan mempengaruhi terhadap kemampuan kerja, cara berpikir dan tingkat respon terhadap sesuatu. Seseorang dengan usia yang relatif muda (produktif) biasanya lebih terampil dan dinamis
44
dalam bertindak dibandingkan dengan usia yang tidak produktif. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa penduduk yang berada di Desa Lagasa dalam melakukan kegiatan sehari-hari akan berhasil karena sebagian besar berada pada usia produktif. Usia produktif akan menciptakan kondisi atau iklim kerja yang berdaya saing dan proaktif dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
4.1.4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Pendidikan Tingkat pendidikan masyarakat akan mempengaruhi kemampuan, keterampilan, dan tindakan dalam melakukan aktifitasnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan kemampuan untuk menghadapi serta memecahkan suatu masalah juga mengambil keputusan akan lebih baik dibandingkan dengan orang yang memiliki pendidikan rendah atau yang tidak memiliki pendidikan formal. Sementara itu, kemajuan tingkat penduduk suatu daerah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana penduduk suatu daerah. Keadaan penduduk ditinjau dari tingkat pendidikan masyarakat di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tingkat Pendidikan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Tidak sekolah Belum sekolah SD SMP SMA D3 S1 S2 Jumlah Sumber: Data Profil Desa Lagasa, 2015
397 458 996 425 354 15 11 2 2658
Persentase(%) 14,94 17,23 37,47 15,99 13,32 0,56 0,41 0,08 100,00
45
Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan lebih didominasi oleh penduduk yang berpendidikan SD dari jumlah penduduk yang ada. Keadaan ini memberikan arti bahwa tingkat pendidikan formal penduduk di Desa Lagasa masih tergolong rendah. 4.1.5. Keadaan Penduduk Berdasarkan Sektor Usaha Usaha yang digeluti oleh penduduk terbagi dalam berbagai sektor, dimana sektor tersebut merupakan suatu usahatani yang mendukung untuk memenuhi kebutuhan hidup diantaranya yaitu sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan industri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sektor Usaha di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. No.
Jenis Pekerjaan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nelayan Petani Buruh PNS/ TNI-POLRI Pedagang Tukang kayu/ batu Penambang Pasir Jumlah Sumber: Data Profil Desa Lagasa, 2015
360 15 26 20 4 6 20 451
Tabel 3 menunjukkan bahwa penduduk di Desa Lagasa sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dengan jumlah 360 jiwa dan sebagian berprofesi sebagai penambang pasir, petani, buruh, PNS, TNI, Polri, pedagang dan tukang kayu/batu, ini menunjukkan bahwa nelayan merupakan sumber kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat Desa Lagasa.
46
4.1.6. Sarana dan Prasarana Keadaan sarana dan prasarana merupakan faktor penunjang yang penting dalam kelancaran aktivitas penduduk dan dengan sarana dan prasarana yang baik maka dapat mempercepat pembangunan di daerah tersebut. Keadaan sarana dan prasarana di Desa Lagasa meliputi: perkantoran, tempat ibadah, pendidikan dan kesehatan, perhubungan dan fasilitas umum lainnya. Sarana ini akan memberikan manfaat yang sangat penting bagi kehidupan dan kesejahteraan masyarakatnya. Sarana dan prasarana yang ada di Desa Lagasa dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Keadaan Sarana dan Prasarana di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Sarana dan Prasarana Kantor Desa Koperasi Unit Desa ( KUD ) Masjid Puskesmas Pembantu (Pustu) Posyandu TK SD
Jumlah (Unit) 1 1 3 1 1 1 2
Sumber : Profil Desa Lagasa, 2015 Tabel 4 menunjukkan bahwa keadaan sarana dan prasarana yang ada di Desa Lagasa yang lebih banyak ialah masjid yang digunakan sebagai fasilitas ibadah penduduk. Masjid dibangun atas swadaya masyarakat serta sumbangan dari berbagai pihak ,untuk sarana pendidikan yang dimiliki di desa ini yaitu TK dan SD yang jumlahnya masih minimum, ini menunjukan bahwa tingkat sarana pendidikan yang ada di desa ini masih kurang. Sarana dan prasarana lain yang ada di desa ini adalah KUD, Balai Desa, Pustu, Posyandu.
47
4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.2.1. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah penambang pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. Identitas responden dalam penelitian ini yaitu umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusaha penambang pasir laut. 4.2.1.1. Umur Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan fisik dalam bekerja, berfikir serta mempengaruhi tingkat keterampilan seseorang dalam mengelola usahanya. Umur masyarakat penambang menentukan kapasitas pengelolaan usahanya sebab umur berkaitan dengan kekuatan fisik. Pada umumnya masyarakat penambang yang berusia muda memiliki kekuatan fisik yang prima dan mempunyai kemauan untuk maju lebih besar sehingga bekerja lebih efisien serta cenderung dapat menerima hal – hal yang bersifat baru dan lebih dinamis dalam usaha memperoleh pengalaman, sedangkan masyarakat penambang yang berusia tua cenderung memiliki kemampuan fisik agak menurun dan lebih bersikap hati – hati karena memiliki kapasitas berusaha yang lebih matang serta pengalaman yang cukup dalam mengelola usahanya sehingga kurang dinamis dan terbuka terhadap hal – hal yang sifatnya baru dan dianjurkan karena berpatokan terhadap hal – hal yang telah dialami. Umur penambang sangat menentukan untuk mengetahui apakah penambang tersebut tergolong produktif atau tidak produktif. Menurut Soeharjo
48
dan Patong (1984) tentang kisaran umur tenaga kerja di bidang pertanian, bahwa umur 15 – 54 tahun dikategorikan sebagai umur produktif, sedangkan umur 0-14 tahun dan 55 tahun ke atas dikategorikan sebagai umur non produktif. Keadaan umur responden penambang pasir laut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Keadaan Responden Berdasarkan Golongan Umur di Desa Lagasa, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna 2016. No. 1. 2.
Golongan Umur (tahun)
Jumlah(orang)
Persentase(%)
18 2 20
90 10 100
Produktif (15 - 54) Non Produktif (diatas 54) Jumlah
Tabel 5 menunjukkan bahwa responden lebih banyak masuk dalam kategori umur produktif daripada umur tidak produktif. Hal ini berarti bahwa kemampuan fisik dan kemampuan berfikir penambang di Desa Lagasa masih dalam kondisi produktif. Oleh karena itu, masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam kemampuan fisik maka seharusnya pihak-pihak yang bersangkutan memberikan lapangan pekerjaaan sesuai dengan kemampuan baik secara fisik ataupun secara psikis. Sehingga dapat diharapkan masyarakat memperoleh penghidupan yang layak dan berkelanjutan. 4.2.1.2. Tingkat Pendidikan Soeharjo dan Patong (1984) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan seseorang lebih cenderung dinamis yang tercermin melalui cara kerja, pola berfikir dan mudah tidaknya dalam menerima inovasi dan informasi baru yang pada akhirnya akan berpengaruh pada peningkatan nilai tambah pada usaha yang dilakukan.
49
Pembahasan penelitian ini dikhususkan pada pendidikan formal, dengan melihat lamanya tahun pendidikan. Melalui pendidikan formal yang memadai, petani dapat lebih tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam usahataninya (Tuwo, 2011). Melalui pendidikan yang dimilikimya, penambang akan berusaha memperoleh produksi yang setinggi-tingginya dengan pendapatan yang tinggi. Produksi yang dicapai akan berbeda-beda setiap penambang, salah satu penyebabnya adalah tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Keadaan responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Keadaan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Tahun 2016. No. 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah Tamat SD/Sederajat Tamat SMP/Sederajat Tamat SMA/Sederajat 2 Jumlah
Jumlah Responden (orang) 15 5 20
Persentase (%) 75 25 100
Tabel 6 menunjukkan bahwa responden di Desa Lagasa Kecamatan Duruka pada umumnya telah menempuh pendidikan formal. Hasil persentase responden yang menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar lebih tinggi dibandingkan dengan yang menempuh jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (SMP), maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan penambang responden lebih dominan pada tingkat SD. Jika dilihat dari pendidikan responden maka kemampuan dan cara berpikir responden dalam mengelola usahanya masih rendah karena semakin tinggi pendidikan formal responden, maka pengetahuan dan wawasannya luas serta cara berpikirnya akan semakin rasional. Pendidikan pula merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan dan merangsang
50
seseorang untuk kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang berkaitan dengan usaha yang digeluti. 4.2.1.3. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan anggota keluarga yang tinggal satu rumah dimana dalam memenuhi kebutuhan hidupnya berada dalam satu unit manajemen. Besarnya jumlah tanggungan keluarga sangat terkait dengan tingkat pendapatan seseorang. Jumlah keluarga yang semakin besar menyebabkan seseorang memerlukan tambahan pengeluaran. Anggota keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kegiatan usaha yang dilakukan seseorang, sebab selain merupakan sumber tenaga kerja juga sering pula melibatkan anggota keluarga dalam melakukan pengambilan keputusan sehingga keputusannya merupakan keputusan keluarga. Jika anggota keluarga tersebut telah cukup produktif, maka pertambahan anggota keluarga akan mengurangi beban keluarga dalam mengatasi pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Soeharjo dan Patong (1984) mengemukakan bahwa yang termasuk anggota keluarga kecil yaitu berkisar 2-4 orang sedangkan anggota keluarga >4 orang termasuk keluarga besar. Hasil penelitian diperoleh data mengenai jumlah anggota keluarga responden seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Keadaan Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Tahun 2016. Jumlah Tanggungan Jumlah Responden No. Persentase (%) Keluarga (orang) 80 1. 2– 4 (kecil) 16 20 2. >4 (besar) 4 Jumlah 20 100
51
Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan untuk masing-masing responden lebih dominan pada kategori keluarga kecil. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki jumlah tanggungan keluarga kategori kecil, tidak memerlukan tambahan pengeluaran untuk membiayai kehidupannya. Sedangkan responden yang jumlah tanggungan keluarga masuk dalam kategori besar, maka responden memerlukan tambahan pengeluaran dan menambah penghasilan yang lebih tinggi untuk membiayai kehidupannya. 4.2.1.4. Pengalaman Berusaha Pengalaman berusaha adalah semua hal-hal yang pernah diperoleh penambang pasir laut selama melakukan usahanya yang diperoleh diluar bangku sekolah. Pengalaman berusaha akan memberikan motivasi kepada penambang pasir laut untuk mengoreksi dan mengevaluasi diri tentang usahanya. Makin lama penambang pasir laut berusaha maka akan terampil dalam menentukan sikap kearah berusaha yang lebih baik dan menguntungkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeharjo dan Patong (1984) bahwa pengalaman berusaha dikatakan cukup berpengalaman apabila telah menggeluti usahanya selama 5-10 tahun, sedangkan sepuluh tahun keatas dikategorikan berpengalaman dan kurang dari 5 tahun dikategorikan kurang berpengalaman. Gambaran mengenai responden penambang pasir laut berdasarkan pengalaman dalam kegiatan berusaha dapat dilihat pada Tabel 8.
52
Tabel 8. Pengalaman Responden dalam Menambang Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna No Kategori Jum. Responden(orang) Persentase(%) 25 1. Kurang berpengalaman (< 5) 5 75 2. Cukup berpengalaman (5 – 10) 15 3. Berpengalaman (> 10) Jumlah
20
100
Tabel 8 menunjukkan bahwa responden lebih dominan pada kategori cukup berpengalaman (5-10 tahun) sehingga dapat dikatakan bahwa responden cukup berpengalaman dan mempunyai pengetahuan lebih untuk meningkatkan pendapatan keluarganya. Banyaknya pengalaman dalam berusaha oleh responden sangat berpengaruh dalam keterampilannya memelihara dan mengelola usaha yang dijalankannya. Pengalaman dalam berusaha akan selalu membawa perubahan dalam mengelola usahanya. Seorang penambang yang mempunyai pengalaman akan dapat menentukan alternatif yang lebih baik sehubungan dengan usahanya, pengalaman yang lebih akan memberikan suatu pelajaran dan manfaat serta dengan adanya pengalaman yang sudah dilalui akan menjadi bahan referensi untuk melakukan kegiatan usaha kearah yang lebih baik. 4.2.2. Keragaan Usaha 4.2.2.1. Deskripsi Usaha Penambangan Pasir laut Usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna dimulai sejak tahun 2008. Lokasi penambangan pasir laut ini berjarak sekitar ± 500 meter dari tempat penampungan pasir ke tempat pengambilan pasir laut yang berada di sebelah timur Desa Lagasa. Penambang mulai mengelola pasir tersebut dengan cara modern dengan menggunakan alat–alat sepeti mesin penyedot pasir, sekop, mesin penyedot air untuk mengambil
53
dan mengangkut pasir sedangkan perahu dan mesin perahu yang dipakai adalah perahu yang dulunya mereka pakai pada saat bekerja sebagai nelayan. Alat – alat tersebut mereka beli dengan modal sendiri yang diperoleh dari tabungan mereka saat bekerja sebagai nelayan. Pada saat melakukan penambangan responden menyewa tenaga kerja yang membantu mereka untuk menurunkan pasir dari perahu ke tempat penampungan pasir laut. Proses penyedotan pasir laut ini dilakukan pada saat air pasang karena jika air pasang maka proses penyedotan pasir lebih cepat jika penyedotan dilakukan pada saat air surut maka kapal pengangkut pasir tidak mampu menopang beratnya pasir, dan bisa jadi perahu yang digunakan bisa terbalik karena beratnya muatan pasir dalam perahu. Volume produksi pasir per perahunya berbeda – beda untuk setiap responden ada yang volume produksinya sebesar 8 kubik atau sama dengan 2 ret truk per harinya dan ada yang volume produksinya 12 kubik atau sama dengan 3 ret truk per harinya. Saluran pemasaran pasir yaitu masyarakat yang membutuhkan pasir langsung datang ke tempat penampungan untuk membeli pasir. Harga pasir jika dibeli langsung kepada penambang yaitu Rp 270,000 per truknya di luar sewa truk. Biasanya yang membeli pasir adalah para supir truk dan para supir truk ini menjual kembali pasir dengan harga Rp 450,000 – Rp 500,000. Pasir yang dibeli dari sopir truk lebih mahal karena para sopir truk ini menyewa sendiri penyekop pasir dari tempat penampungan ke dalam mobil truk dan tergantung jarak rumah pembeli, jika rumah pembeli jauh maka sopir truk membutuhkan biaya yang lebih untuk membeli bahan bakar mobilnya. Jika
54
pembeli menginginkan harga yang lebih murah maka pembeli dapat langsung ke tempat penampungan untuk membeli pasir kepada penambang. Adanya usaha penambangan pasir laut ini maka penambang memperoleh pendapatan
yang cukup besar setiap bulannya yaitu rata – rata sebesar
Rp 10,615,175. Walaupun pendapatan yang diperoleh tiap bulannya besar tetapi penambang tidak menambah alat – alat yang digunakan untuk menambang pasir seperti mesin penyedot pasir karena kebutuhan akan pasir di Desa Lagasa maupun di luar Desa Lagasa tidak berlebihan. 4.2.2.2. Modal Modal
atau
kapital
mengandung
banyak
arti,
tergantung
pada
penggunaannya. Dalam arti sehari-hari, modal sama artinya dengan harta kekayaan seseorang. Semua harta berupa uang, tabungan, tanah, rumah, mobil, dan lain sebagainya yang dimiliki. Modal tersebut dapat mendatangkan penghasilan bagi si pemilik modal, tergantung pada usahanya dan penggunaan modalnya. Modal secara umum dapat berupa barang (innatura) dan uang (natura). Berdasarkan kepemilikannya modal dapat dibagi menjadi dua yaitu modal sendiri (equity capital) dan modal pinjaman (kredit). Modal yang produktif adalah modal yang menyumbangkan hasil total sebanyak biayanya (Mubyarto, 1989). Berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwa untuk mengawali usahanya responden menggunakan modal sendiri untuk membeli alat – alat yang akan digunakan untuk menambang pasir seperti mesin penyedot pasir, mesin penyedot air, sekopang, dan biaya membeli bahan bakar (bensin dan solar). Modal
55
awal yang dipakai Rp 15,000,000 – Rp 20,000,000. Modal ini berasal dari tabungan mereka selama bekerja sebagai nelayan. Jika responden kekurangan uang untuk membeli alat-alat tambahan yang digunakan untuk menambang pasir, maka mereka biasanya meminjam uang di KUD yang letaknya di Desa Lagasa. Besarnya pinjaman berbeda-beda untuk setiap responden. Uang yang dipakai untuk membayar utang mereka di KUD berasal dari hasil penjualan pasir dan ikan dari hasil melaut. Besarnya pinjaman responden di KUD dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Pinjaman Uang di KUD Oleh Penambang Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Waktu Jumlah Besarnya Pinjaman Tahun No Pengembalian Responden (Rp) Meminjam (orang) 1. Tidak meminjam 6 2. 500,000 - 1,000,000 1 – 6 bulan 9 2011-2012 3. >1,000,000 – 2,000,000 > 6 bulan – 1 tahun 5 2103-2014 Jumlah
20
Tabel 9 menunjukkan bahwa ada responden yang tidak meminjam uang di KUD dan ada juga yang meminjam uang. Besarnya pinjaman responden di KUD sebesar Rp 500,000 – Rp 1,000,000 lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pinjaman Rp >1,000,000 –
Rp 2,000,000. Ini menunjukkan bahwa besarnya
pinjaman responden tergolong sedikit. Saat dilakukan penelitian, responden yang mempunyai utang di KUD sudah melunasi utang – utang mereka karena jika dilihat dari tahun meminjam dan lama pengembalian yang paling lama hanya 1 tahun maka utang – utang responden sudah lunas.
56
4.2.2.3. Tenaga Kerja Sumber daya alam akan dapat bermanfaat apabila telah diproses oleh manusia secara serius. Semakin serius manusia menangani sumber daya alam semakin besar manfaat yang akan diperoleh. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam usaha penambangan pasir laut. Tenaga kerja akan insentif apabila tenaga kerja yang dikeluarkan dapat memberikan manfaat yang optimal dalam proses produksi. Tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi biasanya berasal dari tenaga kerja diluar keluarga dan tenaga kerja dari keluarga sendiri. Jasa tenaga kerja dari luar keluarga dibayar dengan upah sedangkan tenaga kerja yang berasal dari keluarga sendiri umumnya tidak terlalu diperhitungkan dan sulit diukur dalam penggunaannya atau bisa disebut juga tenaga yang tidak pernah dinilai dengan uang. Tenaga kerja dalam ilmu ekonomi adalah suatu alat kekuatan fisik dan otak manusia, yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha produksi. Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan dibidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga kerja yang dibutuhkan dan pula menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana diperlukan (Soekartawi dalam Hafidh, 2009). Indikator tenaga kerja dalam penelitian ini dilihat dari jumlah tenaga kerja yang dipakai pada saat melakukan kegiatan penambangan pasir laut. Tenaga kerja
57
yang digunakan dalam usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa rata – rata menggunakan tenaga kerja di luar keluarga (sewa). Proses penambangan pasir laut di Desa Lagasa ada beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan yaitu menurunkan pipa penyedot pasir ke dalam laut, proses penyedotan pasir dan pembongkaran pasir atau proses penurunan pasir laut dari perahu ke tempat penampungan yang berada di bibir pantai atau samping jalan raya yang menghubungkan Desa Lagasa dengan Kota Raha. Volume produksi masing – masing responden tiap harinya berbeda – beda yaitu ada yang 8 kubik atau sama dengan 2 ret truk perharinya dan 12 kubik atau sama dengan 3 ret truk perharinya. Rata – rata truk yang digunakan untuk memuat pasir laut di Desa Lagasa muatannya sebesar 4 kubik. Jadi 1 truk pasir volumenya sama dengan 4 kubik pasir. Responden yang produksi pasirnya sebesar 8 kubik/hari menggunakan 2 orang tenaga kerja dengan upah buruh sebesar Rp 100,000/hari sedangkan responden yang produksi pasirnya 12 kubik/hari menggunakan 3 orang tenaga kerja dengan upah buruh sebesar Rp 150,000/hari. Jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh penambang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja oleh Penambang Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Jumlah Tenaga Kerja Jumlah Responden No. Persentase (%) (orang) (orang) 40 1. 2 8 60 2. 3 12 Jumlah 20 100 Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh responden yang paling banyak adalah 3 orang tenaga kerja. Hal ini menunjukkan
58
bahwa semakin banyak jumlah tenaga kerja yang digunakan maka jumlah produksinya juga lebih besar dari penambang yang hanya menggunakan 2 orang tenaga kerja. 4.2.2.4. Penjualan Pasir dan kerikil merupakan salah satu bahan/ material tambang utama dalam kegiatan konstruksi jalan, bangunan bertingkat tinggi ataupun perumahan sederhana. Bahan galian tersebut termasuk dalam bahan galian golongan C, yaitu bahan galian yang tidak termasuk bahan galian strategis (A) dan bahan galian vital (B), namun merupakan sumber daya alam yang memiliki peran penting dalam mendukung kegiatan pembangunan suatu wilayah. Penjualan merupakan proses dimana responden menjual pasir laut kepada pembeli dengan harga yang sudah disepakati antara kedua belah pihak yang sifatnya menguntungkan. Penjualan pasir dilakukan oleh para penambang secara langsung kepada pembeli (sopir truk) dimana para pembeli ini datang langsung ke tempat penampungan pasir laut yang berada di bibir pantai atau tepat disamping jalan raya yang menghubungkan Desa Lagasa dengan Kota Raha. Responden memperjualbelikan pasir kepada masyarakat sekitar Desa Lagasa maupun masyarakat yang berada di luar Desa Lagasa. Responden menjual pasir kepada para sopir truk yang datang langsung ke tempat penampungan pasir dengan harga Rp 270,000 per truk. Rata – rata truk yang digunakan untuk memuat pasir di Desa Lagasa berukuran 4 kubik. Untuk menaikkan pasir ke atas truk, sopir menyewa dua orang penyekop dengan memberikan upah sebesar Rp 40,000 sehingga masing – masing penyekop memperoleh upah sebesar Rp 20,000. Para sopir truk
59
tersebut menjual pasir dengan harga yang berbeda dimana mereka membeli pasir kepada penambang dengan harga Rp 270,000 per truk dan dijual kembali kepada pembeli dengan harga Rp 450,000 – Rp 500,000 per truk. Para sopir truk menjual pasir dengan harga Rp 450,000 – Rp 500,000 per truk kepada pembeli dengan alasan yang pertama yaitu sopir truk menyewa sendiri buruh penyekop pasir, kedua yaitu tergantung jarak yang ditempuh dari lokasi penambangan ke rumah pembeli karena jika jarak rumahnya jauh maka para sopir ini mengeluarkan biaya untuk membeli bahan bakar lebih besar. 4.2.2.5. Biaya Variabel (Variable Cost) Biaya variabel (VC) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah biaya yang habis terpakai dalam satu kali melakukan penambangan yaitu biaya pembelian bahan bakar, upah tenaga kerja yang digunakan dalam usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna. Adapun biaya variabel yang digunakan dalam usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rata-Rata Biaya Variabel Dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Uraian Biaya (Rp/bulan) Bensin Solar Upah tenaga kerja Jumlah
515,125 607,500 2,862,500 3,985,125
Table 11 menunjukkan bahwa jumlah biaya variabel untuk usaha penambangan pasir laut yang tertinggi adalah biaya upah tenaga kerja yakni sebesar
Rp 2,862,500 dan biaya yang terendah adalah biaya bensin yakni
60
sebesar Rp 515,125. Biaya tenaga kerja lebih besar karena responden menggunakan tenaga kerja di luar keluarga yang di beri upah setiap kali melakukan penambangan pasir. 4.2.2.6. Biaya Tetap (Fixed Cost) Biaya tetap (FC) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah biaya tidak habis dalam satu kali menambang tetapi hanya mengalami penyusutan atau disebut sebagai biaya investasi seperti pengadaan peralatan untuk menunjang keberlanjutan usaha penambangan pasir laut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rata-rata Biaya Tetap dalam Dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Uraian Biaya (Rp/bulan) perahu 320,000 Sekop 55,200 Mesin Penyedot Pasir 225,500 Mesin Pompa Air 47,750 Mesin Kapal 208,750 Jumlah
857,200
Tabel 12 menunjukan bahwa biaya tetap dalam usaha penambangan pasir laut yang tertinggi adalah biaya kapal rata – rata sebesar Rp 320,000 dan biaya terendah adalah biaya mesin pompa air rata – rata sebesar Rp 47,750. 4.2.2.7. Biaya Total (Total Cost) Biaya total (total cost) adalah jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya total rata-rata yang digunakan oleh penambang pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna dapat dilihat pada Tabel 13.
61
Tabel 13. Rata-rata Biaya Total dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Biaya Biaya (Rp/bulan) Biaya Tetap 857,200 Biaya Variabel 3,985,125 Jumlah Biaya Total 4,842,325 Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil penjumlahan dari biaya tetap rata-rata dan biaya variabel rata-rata maka diperoleh jumlah biaya total usaha penambangan pasir laut adalah rata-rata sebesar Rp 4,842,325 dalam satu bulan menambang pasir. 4.2.2.8. Produksi Produksi adalah banyaknya volume pasir laut yang dihasilkan dalam usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna dalam satu bulan. Lebih jelasnya mengenai volume produksi pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rata-rata Produksi dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Uraian Produksi (kubik/bulan) Tertinggi 300 Terendah 160 Total 460 Rata-rata 230 Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa dalam satu bulan, volume produksi yang dihasilkan oleh penambang pasir laut dengan jumlah produksi tertinggi sebanyak 300 kubik dan jumlah produksi terendah sebanyak 160 kubik dan rata-rata volume produksi pasir laut sebanyak 230 kubik dalam satu bulan.
62
4.2.2.9. Penerimaan Soeharjo dan Patong (1984) bahwa penerimaan adalah hasil penjualan produksi didalam usahatani ataupun diluar usahatani (perusahaan). Penerimaan yang diperoleh produsen dapat berupa penerimaan tunai dan non tunai. Penerimaan tunai adalah penerimaan dalam bentuk hasil penjualan produk usahatani (perusahaan) yang diterima langsung oleh petani (perusahaan). Penerimaan non tunai merupakan produksi usahatani yang dikonsumsi oleh petani/pihak perusahaan dalam bentuk natural bukan dalam bentuk uang tunai. Besarnya penerimaan penambang pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna dapat di lihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rata-rata Penerimaan dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Uraian Penerimaan (Rp/bulan) Tertinggi Terendah Total Rata-rata
20,250,000 10,800,000 31,050,000 15,525,000
Tabel 15 menunjukkan bahwa dalam satu bulan, total penerimaan penambang pasir laut dengan harga Rp 270,000 per truk adalah sebesar Rp 31,050,000. Penerimaan tertinggi adalah sebesar Rp 20,250,000 dan terendah sebesar Rp 10,800,000 sehingga penerimaan rata-rata sebesar Rp 15,525,000. 4.2.2.10. Pendapatan Pendapatan merupakan hasil bersih yang diperoleh setelah penerimaan dikurangi dengan biaya produksi yang dinyatakan dalam satuan rupiah. Jumlah pendapatannya berasal dari jumlah penerimaan yang diterima dikurangi dengan
63
semua biaya yang digunakan pada saat melakukan usaha. Biaya - biaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah biaya variabel dan biaya tetap. Dengan demikian dapat diketahui biaya total, penerimaan dan pendapatan yang diperoleh oleh responden untuk kegiatan usahanya. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa responden memiliki dua mata pencaharian yaitu sebagai penambang pasir laut (pekerjaan utama) dan sebagai nelayan (pekerjaan sampingan). Oleh sebab itu untuk menggambarkan pendapatan responden maka harus dilihat dari masing – masing pekerjaan utama dan pekerjaan sampingannya. Tabel 16. Rincian Pendapatan Rata-Rata Dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Total No Uraian (Rp/bulan) 1 Biaya Tetap - Perahu 320,000 - Sekop 55,200 - Mesin Penyedot Pasir 225,500 - Mesin Pompa Air 47,750 - Mesin Perahu 208,750 2 Total Biaya Tetap 857,200 3 Biaya Variabel - Bensin 515,125 - Solar 607,500 - Upah Tenaga Kerja 2,862,500 4 Total Biaya Variabel 3,985,125 5 Total Biaya 4,842,325 6 Total Penerimaan 15,457,500 7 Total Pendapatan 10,615,175 Tabel 16 menunjukkan bahwa rata–rata pendapatan dari usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna sebesar Rp 10,615,175 dalam satu bulan. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan penambang pasir laut tiap bulannya di Desa Lagasa Kecamatan Duruka
64
Kabupaten Muna cukup besar. Dengan pendapatan ini maka penambang dapat memebuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Besar pendapatan responden sebagai nelayan dapat dilihat pada Tabel 17 berikut: Tabel 17. Rincian Pendapatan Rata-Rata Responden sebagai nelayan di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Total No Uraian (Rp/bulan) 1 Biaya Tetap - Pukat 32,125 - Jala 41,000 - Mesin Perahu 209,000 - Perahu 176,250 2 Total Biaya Tetap 458,375 3 Biaya Variabel - Solar 171,300 - Es batu 18,500 - Nika 125,000 - Mata Pancing 42,857 4 Total Biaya Variabel 272,800 5 Total Biaya 731,175 6 Total Penerimaan 2,606,250 7 Total Pendapatan 1,875,075 Tabel 17 menunjukkan bahwa rata–rata pendapatan sebagai nelayan di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna sebesar Rp 1,875,075 dalam satu bulan. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan responden dari menambang pasir lebih besar dibandingkan pendapatannya sebagai nelayan. Oleh karena itu, responden menjadikan usaha penambangan pasir laut sebagai pekerjaan utama karena pendapatannya lebih tinggi dan menjadikan nelayan sebagai pekerjaan sampingan.
65
4.2.3. Keberlanjutan Usaha Penambangan Pasir Laut Segala bentuk kegiatan ekonomi selain menghasilkan manfaat dapat pula menghasilkan kerugian atau dampak negatif. Salah satu kegiatan ekonomi yang dapat
menimbulkan manfaat dan dampak adalah kegiatan ekonomi bidang
pertambangan. Pasir dan kerikil merupakan salah satu bahan/ material tambang utama dalam kegiatan konstruksi jalan, bangunan bertingkat tinggi ataupun perumahan sederhana. Bahan galian pasir memiliki peran penting dalam mendukung kegiatan pembangunan suatu wilayah. Keberlanjutan suatu usaha ditentukan oleh adanya dampak positif dan negatif dari usaha tersebut. Jika usaha yang dijalankan berdampak positif maka usaha tersebut akan berlanjut dan jika usaha tersebut berdampak negatif maka usaha tersebut akan terhenti. Keberlanjutan usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna di lihat dari 3 aspek yaitu sebagai berikut: 4.2.3.1. Aspek Sosial Interaksi sosial antar penambang adalah kegiatan komunikasi langsung dan tidak langsung yang dilakukan antar penambang. Interaksi sosial bertujuan untuk mendukung agar terciptanya hubungan kekeluargaan yang baik dan harmonis antarpenambang sehingga tidak terjadi konflik antar penambang. Agar lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut.
sesama
66
Tabel 18. Hubungan Sosial Antar Penambang Penambang Terjadi No (orang) konflik 1 20 Jumlah
20
Tidak ada konflik 20 orang
20
Presentase % 100
100
Tabel 18 menunjukkan bahwa tidak pernah terjadi konflik antar sesama penambang selama melakukan kegiatan penambangan pasir laut. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan harmonis antar sesama penambang. Interaksi sosial akan mendukung terciptanya hubungan yang baik antara pelaku yaitu penambang agar tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan bekerja dalam hal ini menambang pasir. Dengan terjadinya hubungan interaksi sosial yang kuat maka akan menyebabkan hasil produksi yang meningkat begitu pula sebaliknya apabila terjadi konflik maka akan mengganggu dalam melakukan aktifitas menambang pasir. 4.2.3.2. Aspek Ekonomi Dilihat dari aspek ekonomi, usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna dapat meningkatkan
pendapatan
penambang maupun masyarakat melalui penciptaan lapangan dan kesempatan kerja, membuka usaha-usaha atau kegiatan ekonomi produktif yang secara langsung maupun tidak langsung akan dapat memicu terjadinya peningkatan kerja dan usaha masyarakat yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat itu sendiri. Dengan adanya lapangan dan kesempatan kerja bagi masyarakat Desa Lagasa akan dapat membantu memperbaiki dimensi ekonomi,
67
sekaligus mendukung terciptanya keberlanjutan kehidupan masyarakat secara sosial ekonomi. 4.2.3.3. Aspek Lingkungan Kegiatan penambangan pasir memberikan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan. Dampak yang diterima berupa dampak positif dan negatif. Dampak lingkungan yang terlihat secara langsung akibat penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna adalah banyaknya debu di sekitar lokasi penampungan pasir yang berada di samping jalan raya yang menghubungkan Desa Lagasa dengan Kota Raha. Usaha penambangan pasir laut ini dilarang oleh pemerintah setempat. Pemerintah yang dimaksud disini adalah dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Muna dan Undang- Undang Tentang Minerba Tahun 2014. Menurut responden alasan pemerintah melarang usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa karena penambangan pasir ini menimbulkan dampak negatif pada lingkungan seperti abrasi pantai, rusaknya terumbu karang, dan banyaknya debu di jalan yang disebabkan oleh truk yang keluar masuk memuat pasir. Pemerintah setempat sudah berkali – kali memberikan peringatan kepada para penambang untuk tidak lagi menambang pasir laut. Peringatan yang disampaikan oleh pemerintah yang pertama yaitu dalam bentuk teguran secara langsung dan yang kedua adalah melakukan penahanan kepada penambang pasir laut yang sudah mendapatkan teguran tetapi masih menjalankan usaha ini. Walaupun pemerintah melarang usaha penambangan pasir laut ini tetapi pemerintah juga tidak menyewa petugas untuk berjaga di sekitar lokasi penambangan.
68
V.
PENUTUP
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang Keragaan Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna dapat disimpulkan: 1. Penambang yang mempunyai pekerjaan pokok sebagai penambang pasir laut juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai nelayan. Pendapatan dari usaha menambang pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna dalam satu bulan sebesar Rp 10,615,175 sedangkan pendapatan sebagai nelayan dalam satu bulan sebesar Rp 1,875,075. 2. Dilihat dari aspek sosial dan ekonomi maka usaha penambangan pasir laut ini akan tetap berlanjut karena memberikan dampak yang positif tetapi jika dilihat dari aspek lingkungan dan larangan atau izin usaha maka usaha penambangan pasir laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna tidak akan berlanjut karena dilarang oleh pemerintah setempat. 5.2. Saran Beberapa hal yang dapat disarankan dari hasil penelitian ini, yaitu : 1.
Kepada pemerintah Kabupaten Muna khususnya Dinas Pertambangan, sebaiknya memberikan izin kepada penambang pasir laut dalam menjalankan usahanya karena dengan adanya usaha penambangan pasir laut ini dapat memberikan dampak positif bagi penambang maupun masyarakat di sekitar lokasi penambangan.
69
2.
Bagi penambang pasir laut sebaiknya mengurus surat izin usaha menambang dan sebaiknya dalam
melakukan kegiatan penambangan memperhatikan
kondisi lingkungan yang ada disekitar lokasi penambangan. 3.
Bagi peneliti selanjutnya sangat mungkin untuk dilakukan penelitian lanjutan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penambangan pasir laut yang ada di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna.
70
DAFTAR PUSTAKA
Afdal, 2009. Defenisi Pertambangan. Jurnal Pertambangan. Universitas Muhammadiyah Makassar. (http://-umm.defenisi-pertambangan.htmldefenisi-pertambangan). Di akses 20 April 2016. Anonim, 2003. Dinamisasi Pembangunan Berkelanjutan Dunia. Transformasi kelembagaan, Pertumbuhan dan Kualitas Hidup. World Bank and Oxford University Press. Aristi, S., 2015. Dampak Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Terhadap Eksistensi dan Pendapatan Tenaga Kerja Lokal PT. Putra Intisultra Perkasa di Desa Waturapa Kecamatan Palangga Selatan Kabupaten Konawe Selatan. Skripsi. Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Kendari. As’ad, 2005. Pengelolaan Lingkungan pada Penambangan Rakyat (Studi Kasus Penambangan Intan Rakyat di Kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan Selatan). Tesis. Barry, C. F.,1997. Environmental Economics. An Introduction. The MacGraw Hill Companies. New York. Boediono, 1992. Pengantar ilmu ekonomi. UGM Press. Yogyakarta. BPS, 2015. Kecamatan Duruka dalam angka 2015. Badan Pusat Statistik. Kendari. Daniel, M., 2004. Pengantar Ekonomi pertanian. Jakarta: PT Bumi Aksara. Djajadiningrat, S.T., 2001. Pemikiran Tantangan dan Permasalahan Lingkungan. Studio Tekno Ekonomi ITB Bandung. Gautama, R.S. dan Kurniadi, 1996. Pengembangan Masyarakat Berbasiskan Tekhnologi Tepat Guna di sekitar wilayah kegiatan Pertambangan. PERHAPI Temu Profesi Tahun VIII, Bandung 21 – 22 Oktober 1999. Hafidh, M., 2009. Pengaruh Tenaga Kerja, Modal, Luas Lahan Terhadap Produksi Usahatani Padi Sawah (Studi Kasus: Di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal). Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Harlan, G. Y. W., 2011. Analisis Nilai Guna Ekonomi dan Dampak Penambangan Pasir di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Skripsi. Jurusan Departemen Ekonomi Sumber Daya Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
71
Haswanto, 2000. Pembangunan Pedesaan dan Melawan Kemiskinan di Sekitar Wilayah. Teknik Pertambangan FTM Universitas Trisakti Jakarta. Hasyim, A. W., 2007. Keberlanjutan Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat, Tanpa Tambang Nikel (Studi Di Pulau Gebe Propinsi Maluku Utara). Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hatta, M., 2014. Eksternalitas Penambangan Pasir Pantai Secara Tradisional Terhadap Ekosistem Mangrove dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kabupaten Merauke. Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, Artikel 10. Hernanto, F., 1996. Ilmu usahatani. Penebar swadaya. Jakarta. Http://onlineJournal. Unja.co.id./index.php/jlpm/article/download/91/80. Kadarsan, 1992. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Agribisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kolopaking, L. M., 2000. Dampak Pembangunan Pada Sosial Budaya. Makalah yang disajikan pada Pelatihan Dosen-Dosen Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Se Jawa Bali. Dalam Bidang AMDAL. Bogor 14 –18 September 2000. Lasmini, F., 2010. Analisis Keragaan dan Pengaruh Penyaluran Dana Puap pada Gapoktan Subur Rejeki dengan Pengelolaan Dana Berbasis Syariah. Skripsi. Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Mubyarto, 1989. Pengantar Ilmu Ekonomi. LP3ES. Jakarta. Munawar, N. A. ett al, 2016. Studi Perbandingan Pasir Hasil Penambangan dengan Pasir Hasil Pengolahan Ditinjau dari Segi Teknis dan Ekonomis di CV Mulya Pasir Nusantara Desa Margaluyu Kecamatan Leles Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Prossiding Teknik Pertambangan Mutiara, R. D., 2000. Keragaan dan Rencana Pengembangan Usaha KUD Mandiri Inti Bina Warga Kecamatan Subang, kabupaten Subang, Jawa Barat. Skripsi. Niswonger, Rollim dkk, 1992. Prinsip-prinsip Akuntansi. Jakarta : Erlangga Rahim, F., 1995. Sistem dan Alat Tambang. Akademi Teknik Pertambangan Nasional, Banjarbaru. Rony, H., 1990. Akuntansi Biaya. Lembaga Penerbit Fakultas ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Salim, A., 2007. Analisis Implementasi Kebijakan Pertambangan Bahan Galian Golongan C di Kawasan Gunung Merapi Kabupaten Magelang. Tesis Manajemen Ilmu Lingkungan UNDIP. Salim, E., 1989. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES Jakarta.
72
Siska, 2003. Dampak Industri Batubara Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Jembayan Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kartanegara. eJournal Administrasi Negara, 2013, 1 (2): 473-493. Soedrajat, A., 1991. Manajemen Pemasaran Produk Pertanian. Erlangga. Jakarta. Soeharjo, A. dan D. Patong., 1984. Sendi- sendi Pokok Ilmu Usahatani. Lembaga Penerbit Unhas.Ujung Pandang. Soemarso, 2002. Akuntansi suatu Pengantar. Ed. Ke-4. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Soekartawi, 1989. Prinsip dasar ekonomi pertanian, teori dan aplikasinya. Rajawali press. Jakarta. , 1995. Dasar penyusunan evaluasi proyek II. Pustaka Sinar Harapan.Jakarta. Subri, M., 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. PT. Raja Grafindo Persada. Sugandhy, A dan R. Hakim, 2009. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara Sulton, A., 2011. Dampak Aktivitas Pertambangan Bahan Galian Golongan C Terhadap Kondisi Kehidupan Masyarakat Desa (Analisis Sosio-Ekonomi Dan Sosio-Ekologi Masyarakat Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Suparmoko, 2000. Sumberdaya Alam dan Ekonomi Lingkungan. Fakultas Ekonomi. Universitas Gaja Mada. Yogjakarta Suratiyah, K., 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutedi, A., 2012. Aspek Hukum Pengadaan Barang & Jasa dan Berbagai Permasalahannya. Sinar Grafika. Tuwo, A., 1990. Dasar-dasar ilmu usahatani. Fakultas pertanian. Unhalu. Kendari. , , 2011. Ilmu Usaha Tani: Teori dan Aplikasinya Menuju Sukses. Unhalu Press. Kendari. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003. Tentang Ketenagakerjaan. Usman dan Abdi, 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi (Teori dan Aplikasi). CV. Alfabeta. Veronica, 2014. Dampak Konversi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Pertambangan Terhadap Pendapatan Petani Kakao di Desa Waturapa Kecamatan Palangga Selatan Kabupaten Konawe Selatan. Skripsi. Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Kendari
73
Lampiran 1. Riwayat Hidup Penulis RIWAYAT HIDUP Penulis yang bernama MINGGU LESTARI NINGSIH lahir pada tanggal 10 November 1994 di Desa Kosundano Kecamatan Parigi Kabupaten Muna. Penulis adalah anak ke sembilan dari sembilan bersaudara dari pasangan Bapak
La Ngkalina, S.Pd dan Ibu Jainab.
Pada tahun 2000, penulis mulai memasuki pendidikan di SD Negeri 16 Parigi dan tamat pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di SMP Negeri 2 Parigi dan lulus pada tahun 2009, kemudian penulis melanjutkan studi di SMA Negeri 1 Parigi pada tahun yang sama dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas Halu Oleo Fakultas Pertanian Jurusan/Program Studi Agribisnis minat Konsentrasi Sosial Ekonomi Pertambangan melalui jalur Seleksi Lokal Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SLMPTN).
74
Lampiran 2. Peta Lokasi Penelitian di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna
75
Lampiran 3. Kuisioner Penelitian KUISIONER I.
Identitas Responden
1. Nama Responden : 2. Umur Responden : 3. Pendidikan terakhir : 4. Jumlah tanggungan keluarga : 5. Pengalaman berusaha : II.
Keragaan Usaha
1. Apa pekerjaan utama bapak? 2. Apa pekerjaan sampingan bapak? 3.
Apakah bapak bekerja setiap hari ? a. Pekerjaan utama : b. Pekerjaan sampingan :
4. Berapa jam bapak bekerja setiap harinya? 5. Sudah berapa lama bapak bekerja sebagai penambang pasir laut? 6. Apakah ada hambatan – hambatan yang bapak alami selama bekerja sebagai penambang pasir laut? A. Modal 1. Berapa modal awal yang bapak gunakan dalam menjalankan usaha sebagai penambang pasir laut? 2. Berkaitan dengan modal, apakah modal yang bapak gunakan itu berasal dari modal pribadi atau orang lain seperti pinjaman kepada Bank, KUD dan
76
sebagainya? 3. Jika bapak meminjam dari orang lain, Bank, KUD dan sebagainya bagaimana cara bapak meminjam dan cara mengembalikkan B. Tenaga Kerja 1. Berkaitan dengan tenaga kerja, apakah bapak menggunakan tenaga kerja keluarga atau tenaga kerja dari luar keluarga seperti menyewa orang lain? 2. Berapa banyak tenaga kerja yang bapak gunakan pada saat menambang pasir? 3. Kalau bapak menggunakan tenaga kerja di luar keluarga, berapa biaya yang bapak gunakan untuk menggaji tenaga kerja tersebut? C. Penjualan 1. Berkaitan dengan penjualan, dimana bapak biasanya menjual pasir? 2. Apakah pembeli datang langsung di tempat penampungan pasir atau tidak? 3. Berapa harga pasir yang bapak jual per retnya jika diambil langsung ditempat penampungan? 4. Apakah pasir bapak dibeli oleh tenaga pengumpul atau tidak? III.
Biaya dan Produksi Usaha
a. Pekerjaan utama 1. Alat – alat apasaja yang bapak gunakan untuk menambang pasir ? 2. Berkaitan dengan alat-alat yang bapak gunakan, berapa harga dari alatalat tersebut? 3. Berapa kubik pasir yang bapak peroleh setiap harinya? 4. Berapa pendapatan bapak perbulan?
77
5. Biaya – biaya apasaja yang bapak keluarkan dalam setiap kali menambang pasir? 6. Apakah bapak membayar iuran di desa atau kecamatan dalam melakukan penambangan pasir? b. Pekerjaan Sampingan 1. Alat – alat apasaja yang bapak gunakan untuk melakukan pekerjaan sampingan ? 2. Berkaitan dengn alat-alat yang bapak gunakan, berapa harga dari alat-alat tersebut? 3. Berapa produksi perbulan dalam melakukan pekerjaan sampingan? 4. Berapa pendapatan bapak perbulan untuk pekerjaan sampingan? 5. Biaya – biaya apasaja yang bapak keluarkan setiap harinya dalam melakukan pekerjaan sampingan? IV.
Keberlanjutan Usaha Penambangan Pasir Laut
1. Apakah dalam menjalankan usaha penambangan pasir ini bapak memiliki izin usaha? 2. Apakah pemerintah tidak melarang usaha penambangan pasir ini? 3. Jika ada larangan dari pemerintah, larangan dalam bentuk apa yang disampaikan kepada penambang pasir? 4. Apakah selama ini interaksi antar penambang, interaksi penambang dengan buruh maupun dengan masyarakat setempat baik – baik saja? 5. Manfaat apasaja yang bapak peroleh dari adanya penambangan pasir ini?
78
Lampiran 4. Identitas Responden No
Nama Responden
Umur (Tahun)
Pendidikan (Tahun)
1
Bustam
54
6
2
Sukarjan
54
6
5
8
3 4
M. Djafar Awing
55 56
9 9
4 3
5 6
5
Rustam
51
6
3
5
6
Ardin
52
9
4
5
7
Jumaing
54
6
3
6
8
Mustamin
53
6
5
5
9
Burhan
48
9
3
4
10
Husein
49
6
4
3
11 12
Awang Sunardin
52 50
9 6
3 4
4 4
13 14
Asnaidin Nurdin
53 50
6 6
4 3
8 5
15
Mamang
54
6
5
6
16
Saharuddin
50
6
4
8
17
Manang
50
6
4
6
18
Arwan
52
6
5
8
19
Antong
50
6
4
5
20
Arman Total
52 1039
6 135
4 78
4 113
51.95
6.75
3.90
5.65
Rata-rata
Jumlah Pengalaman Tanggungan Berusaha Keluarga (Tahun) (Jiwa) 4 8
79
Lampiran Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Penambang Pasir Laut Lampiran 5. Biaya Penyusutan Perahu Umur Biaya Ekonomis Penyusutan (Tahun) (Rp)
No. Responden
Harga Awal (Rp)
Jumlah Unit
Nilai Sisa (Rp)
1
8,000,000
1
3,000,000
15
333,333
2
8,000,000
1
3,000,000
15
333,333
3
8,500,000
1
3,000,000
15
366,667
4
7,000,000
1
3,000,000
15
266,667
5
8,500,000
1
3,000,000
15
366,667
6
8,000,000
1
3,000,000
15
333,333
7
7,500,000
1
3,000,000
15
300,000
8
8,500,000
1
3,000,000
15
366,667
9
8,000,000
1
3,000,000
15
333,333
10
8,000,000
1
3,000,000
15
333,333
11
7,500,000
1
3,000,000
15
300,000
12
7,500,000
1
3,000,000
15
300,000
13
8,000,000
1
3,000,000
15
333,333
14
8,000,000
1
3,000,000
15
333,333
15
7,000,000
1
3,000,000
15
266,667
16
8,000,000
1
3,000,000
15
333,333
17
7,000,000
1
3,000,000
15
266,667
18
7,500,000
1
3,000,000
15
300,000
19
8,500,000
1
3,000,000
15
366,667
20
7,000,000
1
3,000,000
15
266,667
Jumlah
156,000,000
rata-rata
7,800,000
20 1
60,000,000 3,000,000
300 15
6,400,000 320,000
80
Lampiran 6. Biaya Penyusutan Sekop Umur Biaya Ekonomis Penyusutan (Tahun) (Rp)
No. Responden
Jumlah Unit
Harga / Sekop (Rp)
Sekop (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
1
3
120,000
360,000
60,000
5
60,000
2
3
130,000
390,000
60,000
5
66,000
3
3
135,000
405,000
60,000
5
69,000
4
2
125,000
250,000
60,000
5
38,000
5
3
140,000
420,000
60,000
5
72,000
6
3
130,000
390,000
60,000
5
66,000
7
2
120,000
240,000
60,000
5
36,000
8
3
120,000
360,000
60,000
5
60,000
9
3
140,000
420,000
60,000
5
72,000
10
3
130,000
390,000
60,000
5
66,000
11
2
120,000
240,000
60,000
5
36,000
12
2
140,000
280,000
60,000
5
44,000
13
3
130,000
390,000
60,000
5
66,000
14
3
125,000
375,000
60,000
5
63,000
15
2
120,000
240,000
60,000
5
36,000
16
3
130,000
390,000
60,000
5
66,000
17
2
125,000
250,000
60,000
5
38,000
18
2
130,000
260,000
60,000
5
40,000
19
3
140,000
420,000
60,000
5
72,000
20 Jumlah
2
125,000
250,000
60,000
5
38,000
52
2,575,000
6,720,000
1,200,000
100
1,104,000
3
128,750
336,000
60,000
5
55,200
rata-rata
81
Lampiran 7. Biaya Penyusutan Mesin Penyedot Pasir
No. Responden
Harga Awal (Rp)
Jumlah Unit
Nilai Sisa (Rp)
Umur Ekonomis (Tahun)
1
3,800,000
1
1,500,000
10
Biaya Penyusutan (Rp) 230,000
2
3,800,000
1
1,500,000
10
230,000
3
3,800,000
1
1,500,000
10
230,000
4
3,500,000
1
1,500,000
10
200,000
5
3,900,000
1
1,500,000
10
240,000
6
3,900,000
1
1,500,000
10
240,000
7
3,750,000
1
1,500,000
10
225,000
8
3,800,000
1
1,500,000
10
230,000
9
3,900,000
1
1,500,000
10
240,000
10
3,750,000
1
1,500,000
10
225,000
11 12
3,800,000 3,750,000
1 1
1,500,000 1,500,000
10 10
230,000
13
3,800,000
1
1,500,000
10
230,000
14 15
3,800,000 3,750,000
1 1
1,500,000 1,500,000
10 10
230,000
16
3,800,000
1
1,500,000
10
17 18
3,500,000 3,600,000
1 1
1,500,000 1,500,000
10 10
19
3,900,000
1
1,500,000
10
210,000 240,000
20 Jumlah
3,500,000
1
1,500,000
10
200,000
75,100,000
20
30,000,000
200
3,755,000
1
1,500,000
10
rata-rata
225,000
225,000 230,000 200,000
4,510,000 225,500
82
Lampiran 8. Biaya Penyusutan Mesin Pompa Air
No. Responden
Harga Awal (Rp)
Jumlah Unit
Nilai Sisa (Rp)
Umur Ekonomis (Tahun)
Biaya Penyusutan (Rp)
1
1,500,000
1
1,000,000
10
50,000
2
1,450,000
1
1,000,000
10
45,000
3
1,500,000
1
1,000,000
10
50,000
4 5
1,450,000 1,500,000
1 1
1,000,000 1,000,000
10 10
45,000
6
1,450,000
1
1,000,000
10
7 8
1,500,000 1,450,000
1 1
1,000,000 1,000,000
10 10
9
1,450,000
1
1,000,000
10
10 11 12 13
1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,450,000
1 1 1 1
1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000
10 10 10 10
50,000
14
1,450,000
1
1,000,000
10
45,000
15 16
1,500,000 1,500,000
1 1
1,000,000 1,000,000
10 10
50,000
17
1,500,000
1
1,000,000
10
18 19
1,450,000 1,450,000
1 1
1,000,000 1,000,000
10 10
20 Jumlah
1,500,000
1
1,000,000
10
29,550,000
20
20,000,000
200
1,477,500
1
1,000,000
10
rata-rata
50,000 45,000 50,000 45,000 45,000 50,000 50,000 45,000
50,000 50,000 45,000 45,000 50,000 955,000 47,750
83
Lampiran 9. Biaya Penyusutan Mesin Perahu
No. Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah
Harga Awal (Rp) 3,500,000 3,550,000 3,550,000 3,500,000 3,500,000 3,500,000 3,750,000 3,550,000 3,500,000 3,750,000 3,550,000 3,750,000 3,600,000 3,600,000 3,750,000 3,550,000 3,500,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000
Jumlah Unit 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Nilai Sisa (Rp) 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000
Umur Ekonomis (Tahun) 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
71,750,000
20
30,000,000
200
3,587,500
1
1,500,000
10
rata-rata
Biaya Penyusutan (Rp) 200,000 205,000 205,000 200,000 200,000 200,000 225,000 205,000 200,000 225,000 205,000 225,000 210,000 210,000 225,000 205,000 200,000 210,000 210,000 210,000 4,175,000 208,750
84
Lampiran 10. Total Biaya Tetap (TFC)
No. Responden
Perahu (Rp)
Sekop (Rp)
Mesin Penyedot Pasir (Rp)
Mesin Pompa Air (Rp)
Mesin Perahu (Rp)
Biaya Tetap (Rp)
1
333,333
60,000
230,000
50,000
200,000
873,333
2
333,333
66,000
230,000
45,000
205,000
879,333
3
366,667
69,000
230,000
50,000
205,000
920,667
4
266,667
38,000
200,000
45,000
200,000
749,667
5
366,667
72,000
240,000
50,000
200,000
928,667
6
333,333
66,000
240,000
45,000
200,000
884,333
7
300,000
36,000
225,000
50,000
225,000
836,000
8
366,667
60,000
230,000
45,000
205,000
906,667
9
333,333
72,000
240,000
45,000
200,000
890,333
10
333,333
66,000
225,000
50,000
225,000
899,333
11
300,000
36,000
230,000
50,000
205,000
821,000
12
300,000
44,000
225,000
50,000
225,000
844,000
13
333,333
66,000
230,000
45,000
210,000
884,333
14
333,333
63,000
230,000
45,000
210,000
881,333
15
266,667
36,000
225,000
50,000
225,000
802,667
16
333,333
66,000
230,000
50,000
205,000
884,333
17
266,667
38,000
200,000
50,000
200,000
754,667
18
300,000
40,000
210,000
45,000
210,000
805,000
19
366,667
72,000
240,000
45,000
210,000
933,667
20 Jumlah
266,667
38,000
200,000
50,000
210,000
764,667
Rata-rata
6,400,000 320,000
1,104,000 4,510,000 55,200
225,500
955,000 47,750
4,175,000 17,144,000 208,750
857,200
85
Lampiran 11. Biaya Variabel dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Harga Bensin/ Liter (Rp) 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500
Jumlah
130,000
72
Rata-rata
6,500
4
No. Responden
Bensin/ Hari (Liter)
Harga Bensin/ Hari (Rp)
Harga Solar/ Liter(Rp)
Solar/ Hari (Liter)
Biaya Solar/ Hari(Rp)
4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 4 3
26,000 26,000 26,000 19,500 26,000 26,000 19,500 26,000 26,000 26,000 19,500 19,500 26,000 26,000 19,500 26,000 19,500 1 9,500 26,000 19,500
6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000
5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 4 4 5 5 4 5 4 4 5 4
30,000 30,000 30,000 24,000 30,000 30,000 24,000 30,000 30,000 30,000 24,000 24,000 30,000 30,000 24,000 30,000 24,000 24,000 30,000 24,000
Biaya Tenaga Kerja/Hari (Rp) 150,000 150,000 150,000 100,000 150,000 150,000 100,000 150,000 150,000 150,000 100,000 100,000 150,000 150,000 100,000 150,000 100,000 100,000 150,000 100,000
468,000
120,000
92
552,000
2,600,000
52
5
27,600
130,000
3
23,400 6,000
Tenaga Kerja (Orang) 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 2 3 2
86
Lampiran 12. Total Biaya Variabel (TVC) dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Biaya Hari Biaya No. Bensin/ Biaya Tenaga Total Biaya Kerja/ Solar/Bulan Responden Bulan Kerja/Bulan Variabel Bulan (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rata-rata
20 20 20 25 20 25 20 20 20 25 25 20 25 20 25 25 20 20 25 20
520,000 520,000 520,000 487,500 520,000 650,000 390,000 520,000 520,000 650,000 487,500 390,000 650,000 520,000 487,500 650,000 390,000 390,000 650,000 390,000
600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 750,000 480,000 600,000 600,000 750,000 600,000 480,000 750,000 600,000 600,000 750,000 480,000 480,000 750,000 480,000
3,000,000 3,000,000 3,000,000 2,500,000 3,000,000 3,750,000 2,000,000 3,000,000 3,000,000 3,750,000 2,500,000 2,000,000 3,750,000 3,000,000 2,500,000 3,750,000 2,000,000 2,000,000 3,750,000 2,000,000
440
10,302,500
12,150,000
57,250,000
22
515,125
607,500
2,862,500
4,120,000 4,120,000 4,120,000 3,587,500 4,120,000 5,150,000 2,870,000 4,120,000 4,120,000 5,150,000 3,587,500 2,870,000 5,150,000 4,120,000 3,587,500 5,150,000 2,870,000 2,870,000 5,150,000 2,870,000 79,702,500 3,985,125
87
Lampiran 13. Total Biaya (TC) dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Total Biaya Total Biaya Total Biaya Tetap Variabel No. (Rp/Bulan) (Rp/Bulan) (Rp/Bulan) Responden 1 2 3 (1 + 2) 1 873,333 4,993,333 4,120,000 2 879,333 4,999,333 4,120,000 3 920,667 5,040,667 4,120,000 4 749,667 4,337,167 3,587,500 5 928,667 5,048,667 4,120,000 6 884,333 6,034,333 5,150,000 7 836,000 3,706,000 2,870,000 8 906,667 5,026,667 4,120,000 9 890,333 5,010,333 4,120,000 10 899,333 6,049,333 5,150,000 11 821,000 4,408,500 3,587,500 12 844,000 3,714,000 2,870,000 13 884,333 6,034,333 5,150,000 14 881,333 5,001,333 4,120,000 15 802,667 4,390,167 3,587,500 16 884,333 6,034,333 5,150,000 17 754,667 3,624,667 2,870,000 18 805,000 3,675,000 2,870,000 19 933,667 6,083,667 5,150,000 20 764,667 3,634,667 2,870,000 Jumlah 17,144,000 79,702,500 96,846,500 Rata – rata 857,200 3,985,125 4,842,325
88
Lampiran 14. Total Penerimaan (TR) Penambang Pasir Laut di Desa Lagasa No. Responden
Jumlah Produksi/Hari (kubik)
Hari Kerja/Bulan
Jumlah Produksi/bulan (kubik)
Jumlah Produksi/Bulan (Ret)(4 kubik= 1ret)
Harga/Ret (Rp)
Total Penerimaan/ Bulan (Rp)
1
2
3
4 (2*3)
5
6
7(5*6)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah
12 12 12 8 12 12 8 12 12 12 8 8 12 12 8 12 8 8 12 8 208
20 20 20 25 20 25 20 20 20 25 25 20 25 20 25 25 20 20 25 20 440
240 240 240 200 240 300 160 240 240 300 200 160 300 240 200 300 160 160 300 160 4,580
60 60 60 50 60 75 40 60 60 75 50 40 75 60 50 75 40 40 75 40 1145
270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000 5,400,000
16,200,000 16,200,000 16,200,000 13,500,000 16,200,000 20,250,000 10,800,000 16,200,000 16,200,000 20,250,000 13,500,000 10,800,000 20,250,000 16,200,000 13,500,000 20,250,000 10,800,000 10,800,000 20,250,000 10,800,000 309,150,000
Rata-rata
10.4
22
229
57
270,000
15,457,500
89
Lampiran 15. Pendapatan (I) Penambang Pasir Laut di Desa Lagasa Total Penerimaan (Rp/bulan)
Total Biaya (Rp/bulan)
Pendapatan (Rp/ bulan)
1 2 3 4 5 6 7
1 16,200,000 16,200,000 16,200,000 13,500,000 16,200,000 20,250,000 10,800,000
2 4,993,333 4,999,333 5,040,667 4,337,167 5,048,667 6,034,333 3,706,000
3 (1-2) 11,206,667 11,200,667 11,159,333 9,162,833 11,151,333 14,215,667 7,094,000
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rata-rata
16,200,000 16,200,000 20,250,000 13,500,000 10,800,000 20,250,000 16,200,000 13,500,000 20,250,000 10,800,000 10,800,000 20,250,000 10,800,000 309,150,000 15,457,500
5,026,667 5,010,333 6,049,333 4,408,500 3,714,000 6,034,333 5,001,333 4,390,167 6,034,333 3,624,667 3,675,000 6,083,667 3,634,667 96,846,500 4,842,325
11,173,333 11,189,667 14,200,667 9,091,500 7,086,000 14,215,667 11,198,667 9,109,833 14,215,667 7,175,333 7,125,000 14,166,333 7,165,333 212,303,500 10,615,175
No. Responden
90
Lampiran Biaya, Penerimaan dan Pendapatan sebagai Nelayan Lampiran 16. Biaya penyusutan Pukat
No. Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rata-rata
Jumlah (Unit) 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 11 0.55
Harga Awal (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
165,000 170,000 170,000 170,000 165,000 170,000 165,000 165,000 170,000 165,000 160,000 1,835,000 91,750
50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 550,000 27,500
Pukat Harga Awal Nilai Sisa (Rp) 115,000 120,000 120,000 120,000 115,000 120,000 115,000 115,000 120,000 115,000 110,000 1,285,000 64,250
Umur ekonomis (Tahun)
Biaya Penyusutan (Rp)
0 2 2 0 2 0 2 0 2 0 2 2 0 0 2 0 2 2 0 2 22 1.1
57,500 60,000 60,000 60,000 57,500 60,000 57,500 57,500 60,000 57,500 55,000 642,500 32,125
91
Lampiran 17. Biaya penyusutan Jala
No. Responden
Jumlah (Unit)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Jumlah Rata – rata
0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 11 1
Harga Awal (Rp)
Nilai sisa (Rp)
350,000 330,000 330,000 300,000 350,000 300,000 350,000 300,000 300,000 350,000 300,000 3,560,000 178,000
100,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000 1,100,000 55,000
Jala Harga Awal nilai sisa (Rp) 250,000 230,000 230,000 200,000 250,000 200,000 250,000 200,000 200,000 250,000 200,000 2,460,000 123,000
Umur ekonomis (thn)
Biaya penyusutan (Rp)
0 3 3 0 3 0 3 0 3 0 3 3 0 0 3 0 3 3 0 3 33 1.65
83,333 76,667 76,667 66,667 83,333 66,667 83,333 66,667 66,667 83,333 66,667 820,000 41,000
92
Lampiran 18. Biaya Penyusutan Mesin Kapal No. Responden
Jumlah (Unit)
Harga Awal (Rp)
Nilai sisa (Rp)
Mesin Kapal Harga Awal Umur - Nilai sisa ekonomis (Rp) (Tahun) 1,100,000 5 1,050,000 5 1,000,000 5 1,100,000 5 1,000,000 5 1,100,000 5 1,000,000 5 1,100,000 5 1,000,000 5 1,050,000 5
Biaya Penyusut an (Rp) 220,000 210,000 200,000 220,000 200,000 220,000 200,000 220,000 200,000 210,000
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2,100,000 2,050,000 2,000,000 2,100,000 2,000,000 2,100,000 2,000,000 2,100,000 2,000,000 2,050,000
1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000
11.
1
2,000,000
1,000,000
1,000,000
5
200,000
1
2,100,000
1,000,000
1,100,000
5
220,000
13.
1
2,000,000
1,000,000
1,000,000
5
200,000
14.
1
2,050,000
1,000,000
1,050,000
5
210,000
15.
1
2,000,000
1,000,000
1,000,000
5
200,000
1
2,100,000
1,000,000
1,100,000
5
220,000
1 1 1 1 20 1
2,050,000 2,000,000 2,050,000 2,050,000 40,900,000 2,045,000
1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 20,000,000 1,000,000
1,050,000 1,000,000 1,050,000 1,050,000 20,900,000 1,045,000
5 5 5 5 100 5
210,000 200,000 210,000 210,000 4,180,000 209,000
12.
16. 17. 18. 19. 20. Jumlah Rata – rata
93
Lampiran 19. Biaya Penyusutan Perahu
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3,500,000 3,200,000 3,300,000 3,150,000 3,000,000 3,500,000 3,200,000 3,000,000 3,200,000 3,500,000
1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000
Perahu H.Awal Nilai sisa (Rp) 2,000,000 1,700,000 1,800,000 1,650,000 1,500,000 2,000,000 1,700,000 1,500,000 1,700,000 2,000,000
11. 12.
1
3,000,000
1,500,000
1,500,000
10
150,000
1
3,500,000
1,500,000
2,000,000
10
200,000
13. 14. 15. 16.
1 1 1
3,500,000 2,500,000 3,500,000
1,500,000 1,500,000 1,500,000
2,000,000 1,000,000 2,000,000
10 10 10
200,000 100,000 200,000
1
3,500,000
1,500,000
2,000,000
10
200,000
17. 18. 19. 20. Jumlah Rata – rata
1 1 1 1 20 1
3,300,000 3,500,000 3,400,000 3,000,000 65,250,000 3,262,500
1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 30,000,000 1,500,000
1,800,000 2,000,000 1,900,000 1,500,000 35,250,000 1,762,500
10 10 10 10 200 10
180,000 200,000 190,000 150,000 3,525,000 176,250
No. Responden
Jumlah (Unit)
Harga Awal (Rp)
Nilai sisa (Rp)
Umur ekonmis (thn) 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Biaya Penyusutan (Rp) 200,000 170,000 180,000 165,000 150,000 200,000 170,000 150,000 170,000 200,000
94
Lampiran 20. Total Biaya Tetap ( TFC) No. Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rata-rata
Perahu (Rp) 200,000 170,000 180,000 165,000 150,000 200,000 170,000 150,000 170,000 200,000 150,000 200,000 200,000 100,000 200,000 200,000 180,000 200,000 190,000 150,000 3,525,000 176,250
Mesin Kapal (Rp) 220,000 210,000 200,000 220,000 200,000 220,000 200,000 220,000 200,000 210,000 200,000 220,000 200,000 210,000 200,000 220,000 210,000 200,000 210,000 210,000 4,180,000 209,000
Pukat (Rp)
Jala (Rp)
57,500 60,000 60,000 60,000 57,500 60,000 57,500 57,500 60,000 57,500 55,000 642,500 32,125
83,333 76,667 76,667 66,667 83,333 66,667 83,333 66,667 66,667 83,333 66,667 820,000 41,000
Total Biaya Tetap (Rp) 420,000 520,833 516,667 385,000 486,667 420,000 496,667 370,000 510,833 410,000 476,667 560,833 400,000 310,000 524,167 420,000 516,667 540,833 400,000 481,667 9,167,500 458,375
95
Lampiran 21. Total Biaya Variabel ( TVC ) Saat Responden Bekerja Sebagai Nelayan No. Solar/ Harga Solar/ Es Batu/ Harga/ Harga Nika Responden Bulan solar/liter bulan bulan Batang (Rp) (gulung) (Liter) (Rp) (RP) (batang) (Rp) 1 20 6,000 120,000 5 2 45 6,000 270,000 45 1,000 45,000 3 45 6,000 270,000 40 1,000 40,000 4 25 6,000 150,000 6 5 45 6,000 270,000 30 1,000 30,000 6 25 6,000 150,000 5 7 20 6,000 120,000 40 1,000 40,000 8 20 6,000 120,000 6 9 42 6,000 252,000 36 1,000 36,000 10 20 6,000 120,000 5 11 30 6,000 180,000 30 1,000 30,000 12 24 6,000 144,000 20 1,000 20,000 13 20 6,000 120,000 6 14 25 6,000 150,000 6 15 35 6,000 210,000 45 1,000 45,000 16 20 6,000 120,000 5 17 30 6,000 180,000 30 1,000 30,000 18 28 6,000 168,000 28 1,000 28,000 19 22 6,000 132,000 6 20 30 6,000 180,000 26 1,000 26,000 Jumlah 571 120,000 3,426,000 370 11,000 370,000 50 Rata-rata
29
6,000
171,300
19
550
18,500
3
Harga (Rp) 125,000 150,000 125,000 150,000 125,000 150,000 150,000 125,000 150,000 1,250,000 125,000
Mata Pancing (dos) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1
Harga (Rp) 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 450,000
Hari Kerja/ Bulan 15 15 10 13 15 15 10 10 14 10 10 12 10 10 15 10 10 14 15 13 246
Tot. Biaya Variabel (Rp) 295,000 315,000 310,000 350,000 300,000 325,000 120,000 320,000 288,000 295,000 210,000 164,000 320,000 350,000 255,000 295,000 210,000 196,000 332,000 206,000 5,456,000
42,857
12
272,800
96
Lampiran 22. Total Biaya (TC) No. Responden
Biaya Tetap (Rp/bulan)
Total Biaya (Rp/bulan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 420,000 520,833 516,667 385,000 486,667 420,000 496,667 370,000 510,833 410,000 476,667 560,833 400,000 310,000
Total Biaya Variabel (Rp/bulan) 2 295,000 315,000 310,000 350,000 300,000 325,000 120,000 320,000 288,000 295,000 210,000 164,000 320,000 350,000
15 16 17
524,167 420,000 516,667
255,000 295,000 210,000
779,167 715,000 726,667
18 19 20 Jumlah Rata - rata
540,833 400,000 481,667 9,167,500 458,500
196,000 332,000 206,000 5,456,000 272,800
3 (1+2) 715,000 835,833 826,667 735,000 786,667 745,000 616,667 690,000 798,833 705,000 686,667 724,833 720,000 660,000
736,833 732,000 687,667 14,623,500 731,175
97
Lampiran 23. Total Penerimaan (TR) Nelayan di Desa Lagasa No. Responden
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rata - rata
Jumlah Produksi/Bulan ( Kg ) 1 60 250 235 50 245 55 235 50 240 55 230 225 40 45 250 50 255 250 50 235 3105 155
Harga/Kg
Total Penerimaan/ Bulan (Rp)
2 25,000 15,000 15,000 30,000 15,000 25,000 15,000 25,000 15,000 30,000 15,000 15,000 25,000 30,000 15,000 30,000 15,000 15,000 25,000 15,000 410,000 20,500
3 (1*2) 1,500,000 3,750,000 3,525,000 1,500,000 3,675,000 1,375,000 3,525,000 1,250,000 3,600,000 1,650,000 3,450,000 3,375,000 1,000,000 1,350,000 3,750,000 1,500,000 3,825,000 3,750,000 1,250,000 3,525,000 52,125,000 2,606,250
98
Lampiran 24. Pendapatan (I) Nelayan di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna No. Total Total Biaya Pendapatan Responden Penerimaan (Rp/bulan) (Rp/ bulan) (Rp/bulan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rata- rata
1 1,500,000 3,750,000 3,525,000 1,500,000 3,675,000 1,375,000 3,525,000 1,250,000 3,600,000 1,650,000 3,450,000 3,375,000 1,000,000 1,350,000 3,750,000 1,500,000 3,825,000 3,750,000 1,250,000 3,525,000 52,125,000 2,606,250
2 715,000 835,833 826,667 735,000 786,667 745,000 616,667 690,000 798,833 705,000 686,667 724,833 720,000 660,000 779,167 715,000 726,667 736,833 732,000 687,667 16,623,500 731,175
3 (1-2) 785,000 2,914,167 2,698,333 765,000 2,888,333 630,000 2,908,333 560,000 2,801,167 945,000 2,763,333 2,650,167 280,000 690,000 2,970,833 785,000 3,098,333 3,013,167 518,000 2,837,333 37,501,500 1,875,075
99
Lampiran 25. Pinjaman Uang Oleh Responden di KUD No. Besarnya Bunga Jumlah Bunga Responden Pinjaman Pinjaman Pinjaman(Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah rata-rata
550,000 750,000 600,000 2,000,000 700,000 1,600,000 800,000 1,500,000 1,200,000 850,000 1,000,000 1,800,000 500,000 650,000 14,500,000 725,000
0% 10% 10% 10% 0% 10% 10% 10% 0% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 0% 10% 0% 10% 0% -
55,000 75,000 60,000 200,000 70,000 160,000 80,000 150,000 120,000 85,000 100,000 180,000 50,000 65,000 1,450,000 72,500
Besarnya Pinjaman Stlh Ditambah Bunga 605,000 825,000 660,000 2,200,000 770,000 1,760,000 880,000 1,650,000 1,320,000 935,000 1,100,000 1,980,000 550,000 715,000 15,950,000 797,500
Angsuran/ Bulan 151,250 165,000 220,000 314,286 128,333 220,000 176,000 137,500 165,000 187,000 183,333 165,000 183,333 178,750 2,574,786 245,218
Waktu Pengembalian (Bulan) 4 5 3 7 6 8 5 12 8 5 6 12 3 4 -
Tahun Meminjam 2011 2011 2012 2014 2012 2013 2012 2013 2014 2012 2011 2014 2011 2012 -
100
Lampiran 26. Jumlah Tenaga Kerja yang Digunakan dalam Usaha Penambangan Pasir Laut di Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna No. Responden
Jumlah Tenaga Kerja/Hari
Jumlah Produksi/Hari (Kubik)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rata-Rata
3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 2 3 2 52 2.6
12 12 12 8 12 12 8 12 12 12 8 8 12 12 8 12 8 8 12 8 208 10.4
101
Lampiran 27. Dokumentasi Penelitian
Wawancara dengan Responden
Wawancara dengan Responden
102
Perahu yang Digunakan Penambang Pasir Laut
Pembongkaran Pasir dari Perahu ke Tempat Penampungan
103
Mesin Penyedot Pasir
Mesin Penyedot Pasir dan Mesin Pompa Air
104
Perahu Penambang Pasir
Proses Pemuatan Pasir dari Tempat Penampungan ke Dalam Truk Pengangkut