RANCANGAN
LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA RUU KUHP KOMISI III DPR-RI DENGAN PROF. DR. FRANZ MAGNIS SUSENO, SJ., PROF. DR. TODUNG MULYA LUBIS, S.H.,LL.M., LETJEN TNI (Purn) KIKI SYAHNAKRI., MAYJEN TNI (Purn) ISKANDAR KAMIL., DAN BRIGJEN TNI (Purn) DR. SAAFROEDIN BAHAR. --------------------------------------------------(BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Sifat Jenis Rapat Hari/tanggal Waktu Tempat Acara
: 2016-2017 :I : : Terbuka : Rapat Dengar Pendapat Umum : Rabu, 5 Oktober 2016 : Pukul 10.35s.d.13.27 WIB : Ruang Rapat Komisi III DPR RI : Meminta masukan mengenai : a. tindak pidana terhadap keamanan Negara, terkait penyebaran ajaran komunisme/marxisme/lenimisme, b. tindak pidana terhadap agama dan kehidupan beragama c. tindak pidana pelanggaran HAM berat d. tindak pidana militer. e. tindak pidana hukuman mati
KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN Rapat Dengar Pendapat UmumPanja RUU tentang KUHP dibuka pada pukul 11.30WIB oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI,DR. Benny K. Harman, SHdengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas. II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN 1. Rapat dengar pendapat umum dengan para Pakar dalam rangka meminta masukan RUU KUHP Buku Kedua yaitu sebagai berikut: 1) Hal-hal yang disampaikan oleh Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, S.H.,LL.M., diantaranya adalah sebagai berikut : Pakar menolak hukuman pidana mati karena hak hidup dijamin dalam UUD 1945.Hukuman mati tidak pernah menimbulkan efek jera, cukup banyak Negara yang menerapkan hukuman mati namun tidak menimbulkan efek jera. Misalnya apakah ada efek jera terhadap para
pelaku tindak pidana narkoba, malah tindak pidana narkoba semakin meningkat. Seharusnya ada kebijakan baru dalam menangani narkoba, Pidana mati dapat diterapkan dalam kejahatan yang sifatnya the first degree of crime, bukan diterapkan dalam kasus narkoba. Pemidanaan secara filosofis tidak memberi justifikasi pidana mati. Tujuannya adalah reedukasi, resosialisasi, dan rehabilitasi. Penjara memang bukan tempat penghukuman. Anggaran cukup besar untuk penjara. RUU KUHP mengatur Pidana mati bersifat khusus, dan sifatnya alternatif. Ini sudah kemajuan dibandingkan KUHP. Pidana mati, bisa dikomutasi menjadi 20 tahun atau seumur hidup. Jika selama 10 tahun berkelakuan baik. Bagaimana proses assessment soal ini? Bagaimana dilakukannya? Jika memang RUU KUHP mengatur soal hukuman seperti ini, maka perlu diatur dengan jelas. Terkait pemberian pertimbangan grasi, Mahkamah Agung tidak pernah melakukan assessment, hanya membaca surat pengajuan grasi atau pengampunan. Maka itu sebagian besar ditolak. Diharapkan MA melakukan assessment. Jangan menolak tanpa alasan. Mekanisme assessment harus dirumuskan secara jelas, jangan sampai menimbulkan perdebatan yang tidak perlu di lapangan. Negara Myanmar tidak pernah lagi memberi hukaman mati, ada de facto moratorium hukuman mati di Myanmar, sedangkan Malaysia, Singapura, Indonesia dan Vietnam masih menerapkan hukuman mati.Negara Filipina exceptional, malah ingin menghidupkan lagi hukuman mati. Negara Malaysia sudah mempertimbangkan untuk melakukan studi ahli internasional tentang hukuman mati untuk menetapkan sikap tentang pidana mati. Bagaimana untuk tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan, RUU ini hanya merumuskan kembali tindak pidana HAM berat dalam StatutaRoma, hanya 3 pasal yaitu, Pasal 394, 395, 396. Pasal keranjang sampah. Pasal 397 ada daftar yang sangat panjang dari pelanggaran berat dalam konteks pidana internasional yang begitu luas. Perlu diteliti satu persatu harusnya jangan sampai mengkriminalisasi hal yang tidak perlu di kriminaliasasi. Namun bagaimana dengan Cyber war sudah diatur atau belum? Komandan seharusnya juga meliputi komandan pemerintah yang tidak ada di lapangan. Command responsibility dalam rumusan bersifat terbatas. Pasal 403 Perintah atasan jangan sampai dijadikan untuk menghindari tindak pidana. RUU ini meski sesuai Statuta Roma, namun dalam hal tindak pidana mati tidak mengkuti Statuta Roma. Hukuman mati tidak lagi bersifat absolute, Panja bisa mengubah sebagai pidana pokok, jenis kejahatan yang pantas dipidana mati kembali kerumusan human rihts, pembunuhan yang diakukan secara terencana, secara sadis. tindak pidana yang langsung menyebabkan kematian, jadi kejahatan tersebut yang boleh dijatuhi hukuman mati. Kenapa ajaran komunisme/marxisme/lenimesme masih masuk dalam KHUP, sebenarnya pasal tersebut sudah tidak relevan.
2
2) Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ., menyampaikan masukan, diantaranya adalah sebagai berikut : Pasal 219, tentang komunisme/marxisme/lenimesme rumusan pasal tersebut tepat karena diambil dari Tap MPR Tahun 1966. yang melarang partai komunisme, marxisme, Leninisme. ajaran dilarang, karena : 1. Pertama Komunisme, marxisme, leninisme bertentangan dengan pancasila. Karena memberi tugas pada partai komunis untuk melakukan semua tindakan untuk memonopoli kekuasaan (kekuasaan exclusive). Ini yang kurang diperhatikan dalam rumus Nasakom. Perhatikan tulisan Soekarno muda pada 1926. Nasakom Islamisme diganti. Partai Komunis ideologinya sebagai ideologi politik, setuju dengan larangan simbol yang tidak boleh dipakai komunis. 2. Komunisme, marxisme, leninisme jelas membuat materialisme sebagai keyakinan dasar. Hal ini ada di dalam sebuah buku terdiri dari 500 halaman tentang ideologi ini yang ditulis dalam bahasa Jerman dan bahasa Rusia. Komunisme sepanjang untuk tujuan ilmiah tidak masalah. Tidak perlu bersikap kekanak-kanakan untuk ketakutan dengan tulisan-tulisan tentang pemikiran komunisme. Misalnya buku “manifesto komunis”, tidak ada yang bisa diterapkan di Indonesia. ini hanyalah bacaan untuk memuaskan pengetahuan. Bahkan Negara Cina sudah sejak lama mengambil jalan kapitalismenya. Pancasila membuat kebangsaan Indonesia menjadi mantap. Berdasarkan tekad bersama rakyat dari sabang sampai merauke. Indonesia adalah kebangsaan yang mendahului negara. untuk menjadi orang Indonesia, orang bugis tidak perlu kurang bugis, orang sunda tidak perlu kurang sunda, dan seterusnya. Pancasila sebagai ideology dasar Negara yang memuat nilai-nilai, norma dan cita-cita Negara, Pancasila tidak sekedar filsafat Negara, namun menjadi unsure penting dalam konsesus bangsa agar saling menerima. Namun problematik, pidana untuk menyatakan keinginan mengganti Pancasila, menyatakan keinginantidak boleh dipidanakan, namun berbeda dengan kehendak. Karena kehendak berarti sudah masuk menjadi tekad dapat dipidana. Oleh pakar menyarankan ganti kata keinginan menjadi kata kehendak. 3) Hal-hal yang disampaikan oleh Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri., diantaranya adalah sebagai berikut : Pasal 219tentang komunisme/marxisme/lenimesme sudah tidak relevan karena komunis sudah tidak ada. kasus partai Komunis di Indonesia meninggalkan konflik yang sampai sekarang masih ada, sehingga masih relevan. menyatakan keinginan. Amandemen memang kebutuhan namun tidak mengeliminasi Pancasila, hukum humaniter non internasional bukan perang (mengatasi pemberontakan) konvensi PBB harus tetap diakomodasi. kata sistemik diganti kata sistematik Secara global, komunisme sudah rontok. Kecuali Korea Utara.Masih ada potensi konflik cukup besar. Maka pasal ini (komunisme) masih relevan
3
untuk mencegah potensi konflik menjadi lebih besar, masih sering digunakan untuk tujuan membuat instabilitas dan keguncangan politik. Menyangkut Pasal 221 terkait menyampaikan keinginan saya juga setuju. Amandemen UUD 45 bisa juga mereduksi nilai-nilai pancasila. Apakah tindakan2 seperti itu juga dianggap Tindak Pidana? Secara diam-diam, mengamandemen untuk mengganti Pancasila. Dalam lingkungan TNI “salah lirik” salah tembak, bukan musuh tapi sipil. Bagaimana itu? Tindak pidana dalam masa perang, hukum humaniter, ada konflik bersenjata yang bersifat internasional, dan konflik bersenjata noninternasional. Kedua konflik ini sangat jauh berbeda karakteristiknya. Perlu meninjau doktrin pertahanan kita, bahwa sifatnya defense. Mempertahankan kedaulatan. Berarti kita hanya akan berperang di dalam negeri, tidak di luar. Ketika melawan pemberontakan, di dalam negeri? Maka perlu dipisahkan pasal yang mengatur soal ini. Perlu diatur sampai berapa tingkat ke atas lembaga? Pertanggungajawaban komandonya? Di lapangan bisa saja kejadian tidak dilaporkan, kemudian baru bisa terungkap kemudian. Dalam TNI, hanya 2 tingkat ke atas untuk ikut bertanggung jawab. Pengecualian dalam Pasal 404 tidak perlu. Hukum acara pidananya untuk tindakan penangkapan dll, harus berdasarkan informasi intelijen, jangan berdasarkan pemberitaan luas.
4) Mayjen TNI (Purn) Iskandar Kamil., menyampaikan hal-hal, diantaranya adalah sebagai berikut : Pasal 401 perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistemik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, Jika melihat perbuatan yang dilakukan, maka unsurnya harusnya meluas dan sistematik. Dalam UU HAM menggunakan istilah sistematik, untuk itu agar digunakan istilah yang sama. Pasal 402, setiap orang yang pada masa perang atau konflik bersenjata melakukan pelanggaran berat terhadap orang atau harta kekayaan,masa perang, diambil dari konvensi Jenewa. Namun perlu dirumuskan lebih tajam. Misalnya masa perang, ada istilah “darurat militer” “darurat perang” dan sudah ada aturan pidana, sinkronkan dengan UU dalam keadaan bahaya.. Pada masa perang tindak pidana pembunuhan bisa terjadi pada masa perang yang sifatnya pribadi namun tidak masukan dalam pasal ini. Pasal 403, sudah sesuai statute roma. Istilahnya bukan sebagai komander responsibility, tetapi superior responsibility. sebaiknya menggunakan yurisprudensi yang telah ada yaitu ”atasan” yang didalamnya sudah termasuk komandan. 5) Brigjen TNI (Purn) Dr. Saafroedin Bahar. menyampaikan hal-hal, diantaranya adalah sebagai berikut : Komusnisme/marxisme/lenimisme harus dilarang karena bertentatangan dengan Pancasila, bila komunis berkuasa, meraka tidak akan membagi 4
kekuasaannya kepada yang lain, maka pasal tersebut masih relevan dipergunakan demi eksistensi negara. komunisme/marxisme/ lenimisme bertolak belakang dengan Pancasila. Komunis menbagi kekuasaan secara eklusif, melakukan penyebaran dan mencari pengikut. mempelajari marxisme tidak dilarang. penegasan dalam UUD 1945 bahwa Pancasila adalah dasar Negara. dasar ideolgi selain Pancasila dilarang. Pasal 402, melakukan pelanggaran berat terhadap harta kekayaan merupakan rumusan yang tidak jelas, ini mungkin diambil dari statuta roma, namun istilah ini perlu disinkronkan dulu. Lalu pada poin a, kata pembunuhan dalam masa perang itu berbeda. Ketika prajurit menembak mati musuh, maka itu pembunuhan. Maka nanti tidak ada yang mau ikut perang. Maka kata pembunuhan perlu diperjelas. Sistem permesta (kamrata) perlu diperhatikan. Membedakan kombatan dan non kombatan. Sistem ini diperlukan dalam NKRI. 2. Beberapa hal yang menjadi pokok-pokok pembahasannya diantaramya adalah sebagai berikut : Panja menyampaikan aspresiasi dan ucapan terima kasih kepada para nara sumber atas masukan terhadap RUU KUHP, bahwa masukan para pakar tersebut bisa diterima, cukup dipahami. terkaithukuman mati harus tetap. Bahwa komunisme sudah berakhir dengan runtuhnya Uni Soviet namun ada ancaman baru yaitu isme-isme lain, ideology yang ditinggal hanya sebagai sebuah ilmu pengetahuan saja,.setiap ideology selain Pancasila dilarang. Terkait usulan pakar mengenai istilah “sistemik” menjadi “sistematik”akan menjadi perhatian dalam pembahasan RUU KUHP. Klausa Pasal 219 ajaran yang mana dan apa isinya? apa yang dilarang? bagaimana mengatur tindakan menyebarluaskan, apa kegiatan marxisme dan lenimisme yang tidak boleh III. KESIMPULAN/KEPUTUSAN Rapat Rapat Dengar Pendapat Umum Panja RUU KUHP Komisi III DPR RI dengan Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ., Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, S.H.,LL.M., Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri., Mayjen TNI (Purn) Iskandar Kamil., dan Brigjen Tni (Purn) Dr. Saafroedin Bahar, tidak mengambil kesimpulan/keputusan, namun semua hal yang berkembang dalam rapat akan menjadi bahan bahan masukan Komisi III DPR RI dalam pembahasan RUU KHUP. Rapat ditutup pukul 13.27 WIB
5