RANCANGAN
LAPORAN SINGKAT UJI KELAYAKAN (FIT AND PROPER TEST) KOMISI III DPR RI TERHADAP CALON HAKIM AGUNG -------------------------------------------------(BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Sifat Jenis Rapat Hari/tanggal Waktu Tempat Acara
: 2016-2017 : I : : Terbuka : Uji Kelayakan : Kamis, 25 Agustus 2016 : Pukul 17.05 s.d 18.45 WIB. : Ruang Rapat Komisi III DPR RI : Uji Kelayakan (Fit and Proper Test) Calon Hakim Agung atas nama Setyawan Hartono, SH., MH
KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN Uji Kelayakan (Fit and Proper Test) Calon Hakim Agung oleh Komisi III DPR RI dibuka pukul 17.05 WIB oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, DR. Benny K. Harman, SH dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas. II. POKOK-POKOK PEMBAHASAN 1. Diawal Uji Kelayakan (fit and proper test) Pimpinan Rapat menyampaikan halhal sebagai berikut : Alokasi waktu Uji Kelayakan (fit and proper test) masing-masing Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung paling lama 90 (sembilan puluh) menit termasuk 10 (sepuluh) menit yang digunakan untuk menyampaikan pokok-pokok makalah. Pertanyaan diajukan oleh masing-masing fraksi kepada setiap Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung, paling lama 3 (tiga) menit yang pelaksanaannya diatur oleh Pimpinan rapat. Setelah selesai pelaksanaan Uji Kelayakan (fit and proper test), Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung diminta menandatangani Surat Pernyataan yang telah disiapkan oleh Komisi III DPR RI.
1
2. Calon Hakim Agung Setyawan Hartono, SH., MH, menjelaskan makalah yang telah dibuatnya yang berjudul “Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Mutlak dalam Sengketa Lingkungan”, yang pada pokok makalahnya, diantaranya sebagai berikut : Bahwa terjadinya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup dan siapa pihak yang harus bertanggungjawab atas terjadinya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup beserta akibatnya seringkali bukanlah merupakan hal yang mudah, bahkan dapat dikatakan sangat sulit. Prinsip yang berlaku di dalam hukum pembuktian dalam sengketa perdata berdasarkan hukum acara yang berlaku secara umum di Indonesia yakni bahwa siapa yang mendalilkan maka ia harus membuktikan. Berdasarkan prinsip tersebut, maka beban pembuktian dalam sengketa perdata di pengadilan pada umumnya dibebankan kepada pihak penggugat, karena pihak penggugatlah yang mendalilkan tentang adanya kesalahan yang telah dilakukan oleh pihak lawan (tergugat) yang dalam hukum perdata lazim disebut sebagai perbuatan melawan hukum. Bahwa membuktikan adanya perbuatan melawan hukum dalam hal terjadinya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup seringkali sangat sulit, karena untuk menuntut pertanggungjawaban atas dasar perbuatan melawan hukum harus dapat dibuktikan adanya kausalitas antara perbuatan dan kerugian yang ditimbulkan. Maka di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diberlakukan prinsip “tanggungjawab mutlak” (strict liability). Berdasarkan prinsip ini maka dalam suatu sengketa lingkungan hidup, pihak penggugat tidak berkewajiban untuk membuktikan adanya kesalahan dari pihak tergugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Meskipun prinsip tanggungjawab mutlak (strict liability) ini telah secara tegas diintrodusir di dalam Pasal 88 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, yang berarti telah berlaku sekitar sembilan tahun, tetapi dalam praktek peradilan belum banyak diimplementasikan, karena para pihak maupun para Hakim di dalam sengketa lingkungan pada umumnya masih terpaku pada perbuatan melawan hukum sebagai dasar gugatan. Dalam rangka optimalisasi perlindungan lingkungan hidup, maka para Hakim seharusnya mulai berfikir lebih progresif untuk berani menerapkan prinsip tanggungjawab mutlak di dalam setiap sengketa lingkungan yang ditangani. Untuk membentuk Hakim yang pro lingkungan, kebijakan Mahkamah Agung melakukan sertifikasi hakim lingkungan perlu lebih diintensifkan lagi sehingga akan dihasilkan lebih banyak hakim yang bersertifikasi sebagai Hakim Lingkungan. Perkembangan sengketa lingkungan di pengadilan pada akhir-akhir ini cukup menggembirakan dengan cukup banyaknya gugatan oleh Pemerintah terhadap pihak-pihak yang melakukan perusakan atau pencemaran lingkungan hidup banyak dikabulkan oleh pengadilan dengan nilai ganti rugi yang cukup signifikan.
2
3. Beberapa hal yang menjadi pokok-pokok pembahasan, diantaranya adalah sebagai berikut : Banyaknya pengaduan masyarakat ke Komisi III terkait putusan-putusan di Mahkamah Agung baik yang kasasi sampai Peninjauan Kasasi (dalam perkara perdata), dimana putusannya sudah inkraht namun tidak bisa di eksekusi. Dalam rapat Konsultasi Komisi III DPR RI dengan Mahkamah Agung, diusulkan untuk mengundang para Ketua Pengadilan Negeri untuk meminta penjelasan terkait dengan putusan yang telah inkraht namun tidak bisa di eksekusi. Berkenaan dengan hal tersebut, upaya apa dari Calon agar putusan yang Calon hasilkan adalah putusan yang bisa di eksekusi oleh para pencari keadilan. Kewenangan majelis dengan panitera pengganti seakan saling lepas tangan, apabila perkara sudah putus tetapi menunggu eksekusi yang sangat lama, seperti apa SOP dari Mahkamah Agung. Bagaimana penjelasan Calon terkait dengan persoalan lingkungan, bukankah hakim tidak boleh milih-milih kasus. Dalam prinsip strict liability, perlu lebih menghasilkan hakim bersertifikasi lingkungan, tetapi sebagai hakim tidak boleh memilih kasus. Meminta penjelasan Calon tentang bermacam kultur, diantaranya Jawa dan Sumatera dalam konteks kebhinekaan, dalam rangka mengetahui pemahaman calon terhadap kultur suku bangsa yang ada di Indonesia. Dalam RUU tentang Jabatan hakim, berkaitan dengan penataan, pembinaan, pengawasan, dan periodesasi hakim, apakah tepat diterapkan periodesasi hakim agung. Sebagai hakim karir, saat ini memiliki obsesi dan mimpi mencapai puncak karir sebagai hakim agung. Jabatan bukan sekedar tujuan tetapi merupakan sarana dan alat. Dapat dijelaskan tentang kelebihan Calon sehingga berani mencalonkan diri sebagai hakim agung. Filosofi dan ekspetasi hakim agung harus berintegritas, berkepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, seperti apa contoh konkritnya. Apa konsekuensinya apabila dilanggar oleh hakim agung. Ketika Calon menjadi Pengawas di Mahkamah Agung selama 6 tahun. Perubahan apa yang signifikan di Badan pengawas Mahkamah Agung. Belakangan banyak hakim yang tertangkap dalam operasi tangkap tangan, apakah masih layak kedudukan Badan Pengawas masih di bawah Sekretaris Mahkamah Agung. Sebab di khawatirkan pengawasan tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Apabila calon terpilih menjadi Hakim Agung, perubahan apa yang akan dilakukan terhadap Badan Pengawas Mahkamah Agung. Terkait teori hukum perdata, bagaimana konsep dan teori hukum perdata yang tidak dikuasai dengan baik oleh Calon. Bagaimana Calon menjawab keraguan para pencari keadilan tersebut. Berdasarkan hasil ranking, Calon termasuk bersih dan cukup ditakuti oleh hakim “ nakal “, pengalaman apa yang pernah didapat dari hakim-hakim yang “ nakal “ dan apakah masih banyak di lingkungan peradilan. Keteladan apa yang akan Calon terapkan jika kelak terpilih sebagai hakim agung sehingga berbagai kelemahan dan celah birokrasi yang rapuh dapat diperbaiki. Mahkamah Agung adalah satu lembaga independen yang tidak dapat di intervensi legislatif dan eksekutif. Saat ini beberapa kasus menunjukkan 3
banyak yang mengintervensi putusan-putusan di Mahkamah Agung. Apabila terpilih menjadi hakim agung, apakah Calon berani melawan intervensi kekuasaan eksekutif dan dalam bentuk lain. Bahwa pengalaman Calon menjadi hakim sejak tahun 1986 sampai sekarang masih banyak kekurangan dari segi materiil. Bahwa dapat diduga teori hukum dapat mempengaruhi putusan yang akan dihasilkan. Dari hal yang mendasar, aspek keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, dari aspek tersebut mana yang Calon utamakan. Calon yang pernah menjadi Badan Pengawas yang cukup lama di pengadilan, isu aktual tentang Sekretaris Mahkamah Agung yang telah mengundurkan diri (Sdr.Nurhadi), menurut Calon apakah seperti ini wajah Mahkamah Agung dan hakim agung yang sebenarnya. Apa yang akan Calon lakukan dengan kondisi Mahkamah Agung saat ini. Calon pernah bertugas di beberapa daerah, saat bertugas di NTT apa yang pernah Calon temukan dalam bidang pengawasan. Banyak hakim yang dihukum dan bermasalah ditempatkan di Kupang, sehingga ada anggapan Kupang sebagai tempat buangan. Apakah pernah menangani kasus perusahaan yang dihukum, seumpama Calon menjadi hakim agung bagaimana dalam menerima kasus ini, rasa keadilan seperti apa yang akan Calon terapkan.
4. Beberapa penjelasan tambahan Calon Hakim Agung diantaranya adalah sebagai berikut : Terkait putusan yang tidak berhasil di eksekusi meskipun sudah inkraht, bukan berarti non-executable memang faktanya banyak permasalahan yang muncul pada saat pelaksanaan seperti ada perlawanan, banyak ditemukan kepolisian juga meminta eksekusi di tunda dengan alasan keamanan atau kondisi politik. Calon setuju tentang wacana eksekusi perdata tidak dilakukan oleh yudikatif tetapi oleh suatu badan di bawah eksekutif, bahwa DPR dapat menginisasi peraturan dalam hukum acara perdata eksekusi perdata tidak dibebankan kepada peradilan. Bahwa saat menjadi asisten di Mahkamah Agung yang bertindak sebagai panitera pengganti juga. Selama ini satu hakim agung satu asisten, semakin produktif hakim agung semakin berat. Diharapkan agar dapat ditambah SDM. Apakah putusan dapat lebih di sederhanakan, agar minutasi dapat lebih cepat diselesaikan. Sebaiknya dibuat SOP dalam memutus perkara, minutasi perkara sesuai urutan nomor perkara. Apabila menunda minutasi maka akan semakin lama penyelesaian perkara. Terkait dengan membentuk hakim pro lingkungan, dalam menangani erperkara lingkungan paradigma dan sudut pandangnya masih pada bperbuatan melawan hukum dalam hukum perdata, bukan menerapkan tanggung jawab penuh. Masih banyak hakim yang tidak paham tentang lingkungan hidup dan dampak di masa mendatang sebab tidak mengerti. Kasus Mandalawangi, kasus di Palembang yang mendapat kritik cukup keras, hakim dinilai tidak pro lingkungan. Perbedaan secara kultural Jawa dan Sumatera, baru beberapa bulan Calon bertugas di Sumatera, ada beberapa suku dengan kultur masingmasing yang berbeda, seperti di Sumatera Utara lebih terbuka dan masih memegang adat, sedangkan di Jawa tentunya berbeda. Bahwa hukum adat dapat tercermin di dalam KUHP, selama ini dalam praktek peradilan 4
ada unsur hukum adat yang diterapkan dalam hukum pidana, pidana adat juga sudah diakui sebagai hukum positif, kesulitannya masing-msing daerah punya adat sendiri, sementara hukum pidana harus bersifat nasional. Terkait periodesasi jabatan hakim agung berbeda dengan jabatan hakim konstitusi, calon juga tidak menolak apabila diatur periodesasi hakim agung. Terkait dengan motivasi dan kelebihan secara pribadi, mungkin terkesan idealistis tetapi mengikuti proses seleksi bukan sebagai pilihan tetapi sebagai tanggung jawab. Sebagai hakim karir selama 30 tahun, sepantasnya harus punya bekal yang cukup sebagai hakim agung. Kelebihan pernah menjadi asisten hakim agung dan menangani dan membuat resume perkara di Mahkamah Agung dan memiliki bekal yang cukup. Hakim agung seharusnya sudah tidak berorientasi pada urusan dunia lagi, sehingga dari segi integritas tidak diragukan lagi dan sangat tidak pantas hakim agung melakukan perbuatan tercela. Konsekuensi apabila hal tersebut dilanggar, harus mengundurkan diri termasuk sudah tidak mampu secara fisik maka harus selesai. Bahwa perubahan signifikan yang terjadi di Mahkamah Agung selama di Bawas tidak dapat membuat perubahan secara signifikan, karena terlalu kecil kewenangannya dan hanya dapat membantu Bawas membuat kebijakan dan memeriksa. Kontribusi yang sudah diberikan diantaranya berupa pemikiran dalam penyusunan Peraturan Bersama dengan Komisi Yudisial pada tahun 2004. Kedudukan Bawas di bawah Sekretaris Mahkamah Agung, bertahuntahun menjadi temuan di BPK, sudah di bahas di Mahkamah Agung bahwa restrukturisasi Bawas menjadi dibawah pimpinan, tetapi calon tidak tahu kenapa sampai sekarang belum dilakukan, tinggal eksekusinya dan mungkin ini menjadi momentum yang tepat untuk merubah bawas tidak berada di bawah Sekretaris Mahkamah Agung. Teori yang bersifat praktis sudah cukup menguasai, tetapi teori dasar seperti asas memang perlu di tingkatkan. Calon tidak merasa hebat, tetapi juga tidak berada di level terbawah di lingkungan hakim. Calon rasa cukup untuk menjadi hakim yang baik. Bahwa Calon cukup kaget ditakuti oleh hakim-hakim “nakal” dan tidak mendapat ancaman atau intimidasi, ketika hadir dan mengikuti proses ini juga mendapat banyak dukungan dan apresiasi walaupun.mendapat stigma Calon yang dikenal kaku dan keras. Teladan yang diberikan sebagai hakim agung, setiap saat harus belajar dan berusaha untuk menjadi pribadi yang baik. Terkait usaha untuk melawan intervensi kekuasaan eksekutif dan dalam bentuk lain, Calon tidak akan pernah takut dengan intervensi apapun dan independensi bergantung pada pribadi masing-masing. Kelemahan teori hukum, memang diakui dan menjadi bahan interopeksi Calon. Bahwa aspek keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan. Keadilan dapat diperoleh dari adanya kepastian hukum, judge made law bukan berarti mengutamakan keadilan dengan kepastian hukum, apabila mengabaikan kepastian hukum maka 5
dapat berbahaya dan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan. Apabila tidak sesuai, dibuatlah kepastian hukum baru. Selama di Bawas Mahkamah Agung, Calon mencium ada indikasi mafia peradilan tetapi memang sulit membuktikannya. Yang harus dilakukan untuk menyelesaikan ini, tidak akan mudah, tetapi Calon akan berusaha dengan memperbaiki SOP dan menutup celah yang dapat memberikan kepentingan pribadi. Terkait dengan Calon mencium adanya mafia di Mahkamah Agung namun sangat sulit dibuktikan, Calon menjelaskan bahwa faktanya dibuktikan dengan adanya pegawai Mahkamah Agung yang terkena OTT oleh KPK. Calon mengatakan tidak pernah dipanggil Komisi Yudisial, Calon pernah menerima hadiah tetapi dalam konteks sebagai bukan sebagai hakim. Apakah dalam rezim hukum perdata tidak dapat diterapkan ultra petitum. Calon menjelaskan tidak bisa. Dalam kamar perdata, Calon memegang keadilan dalam konteks pembuktian adalah legal justice tapi dalam pelaksanaan tugas juga harus berpijak pada moral jurstice. Terkait dengan menangani kasus perusahaan dan bagaimana dalam menerima kasus ini serta rasa keadilan seperti apa, Calon menjelaskan akan pelajari kasus per kasus dan berdasarkan bukti yang ada sehingga dapat berupa penguatan atau pembatalan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.
5. Calon Hakim Agung menandatangani dipersiapkan oleh Komisi III DPR RI.
surat
pernyataan
yang
telah
SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Nama Tempat dan tanggal lahir Pekerjaan/Jabatan Bertempat tinggal di
: : : :
……………………………………………… ……………………………………………… ……………………………………………… .….……………………………………….….
Dengan ini menyatakan secara jujur dan sebenarnya serta bersedia untuk mengangkat sumpah/janji menurut Agama yang saya anut, Agama ………………..…; bahwa seluruh pernyataan, keterangan, informasi, dan atau bukti yang saya nyatakan, berikan atau sampaikan, baik secara lisan maupun tertulis kepada KOMISI III DPR-RI adalah benar guna memenuhi persyaratan untuk seleksi Calon Hakim Agung. Apabila saya terpilih menjadi Hakim Agung, saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban saya sebagai Hakim Agung dengan sebaikbaiknya dan seadil-adilnya serta akan menolak atau tidak menerima apapun secara langsung maupun tidak langsung atau tidak mau dipengaruhi oleh siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan wewenang, tugas, dan kewajiban saya yang diamanatkan oleh Undang-Undang kepada saya. Bahwa saya bertanggung jawab sepenuhnya atas pernyataan saya ini, dan bersedia dituntut menurut hukum, apabila pernyataan saya ini terbukti tidak 6
benar, baik untuk sebagian ataupun untuk seluruhnya termasuk untuk mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai Hakim Agung, apabila saya terpilih menjadi Hakim Agung. Demikian Surat Pernyataan tertulis ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa adanya paksaan atau tekanan dari manapun, di hadapan KOMISI III DPR-RI pada tanggal .. Agustus 2016. Jakarta, ....... Agustus 2016. Saya yang menyatakan, ( ………………………………………..) III. PENUTUP Rapat diskors 18.45 WIB
7