RANCANGAN
LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA -----------------------------------------------------------(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Sifat Jenis Rapat Hari, tanggal Waktu Tempat Ketua Rapat Sekretaris Rapat Hadir Ijin Acara
: 2014-2015. : II : : Terbuka. : Rapat Dengar Pendapat : Rabu, 4 Februari 2015 : Pukul 10.18 s/d 14.30 WIB. : Ruang Rapat Komisi III DPR RI. : DR. H.M. Aziz Syamsuddin, S.H. /Ketua Komisi III DPR RI. : Dra. Tri Budi Utami, M.Si. / Kabag Set. Komisi III DPR-RI. : 42 orang dari 54 Anggota Komisi III DPR RI : - orang Anggota Komisi III DPR RI. : Membicarakan mengenai : 1. Laporan kinerja dan evaluasi terkait dengan capaian Komnas HAM dalam pelaksanaan tugas dan fungsi 2. Hambatan dan kendala Komnas HAM dan pelaksanaan tugas dan fungsi.
KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN Rapat Dengar Pendapat Komisi III dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dibuka pukul 10.18 WIB oleh Ketua Komisi III DPR RI, DR. H.M. Aziz Syamsuddin, S.H. dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas. II. POKOK-POKOK PEMBAHASAN 1. Beberapa hal yang disampaikan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM), diantaranya sebagai berikut : 1) Instrumen peraturan perundang-undangan apa saja yang masih diperlukan untuk mengefektifkan dan mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Komnas HAM dalam mengembangkan kondisi yang kondusif serta meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia. 2) Statistik serta substansi laporan pengaduan masyarakat ke Komnas HAM terkait perlindungan maupun pelanggaran HAM. Jenis kasus dan institusi
apa saja yang banyak dilaporkan oleh masyarakat ke Komnas HAM. 3) Hasil penelitian dan pengkajian Komnas HAM terhadap pelaksanaan dan perlindungan HAM di Indonesia, serta dijelaskan kasus-kasus yang menonjol dan faktor penyebabnya. 4) Hambatan dan kendala Komnas HAM dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dalam rangka meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. 5) Meminta penjelasan terkait dengan posisi dan kedudukan Komnas Perempuan termasuk penganggarannya. 6) Bagaimana Komnas HAM menyikapi terhadap banyaknya pengamen jalanan yang dapat mengganggu pengguna jalan raya. 7) Terkait dengan dugaan kriminalisasi Pimpinan KPK, Komnas HAM telah membentuk tim penyelidikan. Hal ini dapat membentuk stigma negatif yang berkembang di masyarakat. Jangan sampai Komnas HAM dinilai ikut memperkeruh suasana dan ketegangan. Komnas HAM seharusnya tetap objektif dalam menilai suatu persoalan dan jangan mudah terbawa opini. 8) Semua pihak termasuk Komnas HAM harus menghargai proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK maupun Bareskrim Polri, jangan membuat kesimpulan yang dapat mempengaruhi proses hukum. 9) Menyangkut kekerasan yang terjadi di Poso selama ini terkesan ditangani secara parsial dan tidak konprehensif. Meminta penjelasan Komnas HAM, bagaimana langkah yang tepat untuk menyelesaikan kasus di Poso. 10) Meminta penjelasan Komnas HAM terkait dengan tindaklanjut kasus pembunuhan Munir. 11) Terkait dengan penangkapan salah satu Pimpinan KPK, Bambang Widjojanto, apakah dapat dikatakan melanggar HAM, mengingat dilakukan didepan anaknya. Apakah hal tersebut melanggar Undang-undang tentang Perlindungan Anak. Terkait dengan perkembangan terkini antara proses hukum dan politik, meminta penjelasan terhadap sikap Komnas HAM yang ikut serta dalam permasalahan kasus salah satu Pimpinan KPK dengan membentuk Tim Penyelidikan. Meminta penjelasan Komnas HAM terkait dengan APBN P tahun 2015. Apakah sudah dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan. Terkait dengan Komnas Perempuan dan Komnas Perlindungan Anak, demi efiensi, apakah tidak sebaiknya menjadi satu dengan Komnas HAM. Anggaran yang telah diberikan kepada Komnas HAM agar dapat dimaksimalkan dengan kinerja yang dapat terlihat dan dipertanggungjawabkan. Meminta penjelasan terkait hukuman mati yang tidak bisa diterima oleh mayoritas Komisioner Komnas HAM. Apa landasan yang menjadi pemikiran pemikiran tersebut. Berkenaan dengan usulan revisi terhadap UU tentang Pengadilan HAM, harus dijelaskan terlebih dahulu landasan yuridis, sosiologis, dan filosofisnya. 2
Bagaimana Komnas HAM menilai terhadap Komjen (Pol) Drs.Budi Gunawan yang disebut mempunyai rekening gendut dan disebarluaskan, dan hanya Komjen Pol. Budi Gunawan menjadi tersangka. Bagaimana Komnas HAM melihat yang bersangkutan dari perspektif HAM. Dan bagaimana dengan pihak lainnya yang diduga mempunyai permasalahan yang sama. 2. Beberapa hal yang disampaikan oleh Komnas HAM, diantaranya sebagai
berikut : Instrumen Peraturan Perundang-Undangan yang diperlukan untuk mendukung tugas dan fungsi Komnas HAM. yaitu : 1. Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (diterima Badan Legislasi DPR RI pada 29 November 2012 dan 10 Desember 2013, masuk dalam Prolegnas 2013 dan 2014 namun belum dibahas) 2. Rancangan Undang-Undang tentang Pengadilan Tindak Pidana HAM Yang Berat (amendemen Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). 3. Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR). Lembaga yang paling banyak diadukan oleh masyarakat berdasarkan data yang ada dengan rincian sebagai berikut :
No
Klasifikasi Diadukan
Pihak
Jumlah Berkas
Yang
1.
Kepolisian
2012 1.938
2.
Korporasi
1.126
958
1.127
3.
Pemerintah Daerah
569
542
771
4.
Lembaga Peradilan
542
484
641
Pemerintah (Kementerian)/ Negara
Pusat 483
488
5.
306
372
6.
8.
BUMN / BUMD Lembaga negara kementerian) TNI
9.
Kejaksaan
7.
(Non -
2013 1.845
2014 2.483
499
-
463 282
204
270
215
186
195
195
10. Lembaga pendidikan
118
78
134
11. Organisasi
-
-
58 3
Lembaga pemasyarakatan dan 56 / atau Rutan
42
Lembaga pelayanan 22 kesehatan 14. Pemerintah negara lain 15. Lembaga legislatif
34
12. 13.
44 41
-
13
-
1
Komnas HAM memetakan tiga prioritas permasalahan yang perlu mendapatkan penanganan dan penyelesaian segera yaitu: 1. persoalan yang bersifat "recurrent" (berlarut-larut), 2. persoalan yang bersifat kontemporer dan aktual, dan 3. persoalan-persoalan yang berdimensi regional dan global yang amat berpengaruh masa depan (far sighted). Permasalahan penyelesaian pelanggaran ham yang berat (recurrent) sebagaimana diketahui bahwa pelanggaran HAM yang berat merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) dan berdampak secara luas baik pada tingkat nasional maupun internasional. Oleh karena itu, pelanggaran HAM yang berat bukan merupakan kejahatan biasa (ordinary crimes) sebagaimana tindak pidana yang diatur di dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP), sehingga tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme peradilan umum yang sudah ada, melainkan melalui proses peradilan khusus yaitu Pengadilan HAM. Peristiwa pelanggaran HAM yang berat, baik yang terjadi sebelum maupun sesudah diundangkannya Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM masih belum ada perkembangan di Kejaksaan Agung. Sampai dengan akhir tahun 2014 ini setidaknya tujuh hasil penyelidikan Komnas HAM masih belum ditindaklanjuti Jaksa Agung, yakni: a. Kasus Peristiwa 1965-1966, b. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, c. Peristiwa Talang Sari di Lampung 1989, d. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997-1998, e. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, f. Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, dan g. Peristiwa Wasior dan Wamena 2003. Komnas HAM menghargai adanya upaya yang serius dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk penyelesaian peristiwa penghilangan orang secara paksa dengan mengirimkan rekomendasi kepada Presiden untuk pembentukan Pengadilan HAM ad hoc untuk peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa, akan tetapi sampai dengan akhir 2014, belum ada perkembangan mengenai pembentukan Pengadilan HAM ad hoc melalui Keputusan Presiden. 4
Selain itu, pada saat ini, Komnas HAM juga sedang dalam proses melakukan penyelidikan terhadap sebanyak lima peristiwa pelanggaran HAM yang berat di Aceh yakni a. Peristiwa Simpang KKA, Aceh Utara 1999; b. Peristiwa Jambu Keupok, Aceh Selatan 2003; c. Peristiwa Rumah Geudong, Pidie periode 1989 – 1998 d. Peristiwa Bumi Flora, Aceh Timur 1998; dan e. Peristiwa Timang Gajah, Bener Meriah periode 1998 – 2003 Rekomendasi lokakarya nasional penyelesaian pelanggaran HAM yang berat, yaitu : 1. Perlunya menindaklanjuti berbagai komitmen dari lembaga-lembaga untuk menyelesaian pelanggaran HAM masa lalu; 2. Penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu harus sesuai dengan standar internasional yang mencakup elemen pengungkapan kebenaran, keadilan, pemulihan/reparasi dan jaminan ketidakberulangan; 3. Penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu dilakukan dengan pendekatan lintas instansi, terarah dan terukur; 4. Adanya langkah-langkah mendesak harus segera dilakukan oleh Pemerintah untuk membuka ruang penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, diantaranya penghapusan stigmanisasi dan diskriminasi terhadap para korban pelanggaran HAM berat. 5. Mengembangkan konsep penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu yang muncul dari berbagai inisiatif, yang diintegrasikan dengan konsep dan standar penyelesaian sesuai dengan standar internasional. 6. Pelibatan dan partisipasi korban, masyarakat dan khususnya generasi muda dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Bahwa Komnas HAM bekerja berdasarkan UU No.39 tahun 1999, dalam penilaian PBB, Komnas HAM mendapatkan nilai akreditasi A. Bahwa ada kewajiban dari Komnas HAM untuk menyampaikan laporan terhadap publik terkait tim khusus KPK-Polri yaitu Tim penyelidikan Dugaan Pelanggaran HAM terhadap pimpinan KPK. Bahwa posisi Komnas HAM sangat objektif, tim menemukan adanya dugaan abuse of power yang tidak dapat dilepaskan dari konflik antara Polri dan KPK, terkait proses hukum terhadap BW ada selisih waktu yang cukup jauh. Terkait dengan penangkapan BW, Komnas HAM mengindentifikasi ada wewenang yang melampaui upaya paksa, penggunaan senjata, penangkapan didepan anak dibawah umur. Adanya dugaan terhadap due process of law, tidak sesuai dengan prosedur penangkapan. Dalam rangka untuk menciptakan kondisi yang kondusif untuk pemajuan, perlindungan, penegakan dan pemenuhan terhadap Hak Asasi Manusia serta memastikan agar peristiwa serupa tidak terulang kembali, maka Komnas HAM menyampaikan rekomendasi kepada Presiden RI, sebagai berikut : 5
1. Agar Presiden mengambil tindakan sesuai dengan Pasal 71 UU Nomor 39 tentang HAM untuk memastikan keamanan bagi seluruh jajaran KPK agar tetap menjalankan tugasnya. 2. Melakukan tindakan remedial terhadap Pimpinan KPK dikarenakan adanya abuse of power dari Kepolisian. 3. Mencermati proses pencalonan Kapolri yang sampai saat ini menimbulkan persoalan hukum, mendesak Presiden untuk mengambil tindakan yang tepat serta melakukan pencalonan Kapolri dengan mekanisme pemilihan Kapolri yang terdahulu yaitu dengan tetap meminta masukan dari lembaga-lembaga yang terkait KPK, PPATK, Kompolnas dan Komnas HAM. 4. Mengambil langkah-langkah untuk menurunkan ketegangan diantara KPK dan Polri agar jaminan keamanan dan pemberantasan korupsi tetap berjalan seiring. Komnas HAM menyampaikan rekomendasi kepada Kepolisian RI, sebagai berikut : Agar Kepolisian melakukan penyelidikan internal dalam dugaan adanya abuse of power dalam penetapan tersangka BW yang diduga kuat terkait dengan penetapan BG menjadi tersangka dalam dugaan perkara gratifikasi serta melakukan perbaikan peraturan internal di kepolisian untuk memastikan due process of law. Komnas HAM menyampaikan rekomendasi kepada KPK, sebagai berikut : perlu adanya pengawasan dan audit kinerja KPK untuk memperkuat integritas dan independensi KPK guna memastikan due process of law. Komnas HAM menyampaikan rekomendasi kepada ranah umum, sebagai berikut: 1. Agar segera dilakukan reformasi/perbaikan hukum acara pidana di Indonesia untuk memastikan proses hukum yang adil di seluruh penegak hukum. 2. Seluruh penyelenggara negara agar melaksanakan tugas pokok fungsi dan kewenangannya dengan didasari oleh itikad baik. Bahwa tim khusus yang dibentuk Komnas HAM bukanlah yang pertama kali, tujuan untuk menghindari kerusakan atau pelanggaran HAM yang terjadi di kemudian hari. Apabila Pemerintah pusat tidak mencermati dan memperhatikan kasus di Poso maka konflik ini telah bergeser yang berasal dari perebutan kekusaan dengan dipicu perbedaan agama, dan munculah istilah perang agama yang mana masing-masing pihak memiliki dendam yang luar biasa yang menimbulkan isu teroris terhadap satu kelompok agama. Bahwa kehadiran Komnas Perempuan lahir karena adanya kekerasan seksual, kejahatan HAM, kekerasan terhadap perempuan, jadi tugas Komnas Perempuan dan Komnas HAM berbeda.
6
Terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang ada di daerah pemilihan masing-masing Anggota Komisi III DPR RI yang belum ditindaklanjuti, dapat disampaikan kembali kepada Komnas HAM untuk ditindaklanjuti. 3. Jawaban lengkap Komnas HAM atas pertanyaan yang disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI dijawab secara tertulis dan jawaban tertulis tersebut disampaikan kepada Komisi III DPR RI selambat-lambatnya sebelum tanggal 18 Februari 2015.
III. KESIMPULAN/PENUTUP Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengambil kesimpulan/keputusan sebagai berikut : Komisi III DPR RI mendesak Komnas HAM dalam menjalankan tugasnya sungguh-sungguh memperhatikan aspek netralitas, obyektifitas dan profesionalisme dalam merespon dan menangani suatu kasus tanpa diskriminasi dan segera menuntaskan berbagai kasus HAM yang belum terselesaikan sesuai dengan kewenangan yang ada pada Komnas HAM. Rapat ditutup pukul 14.30 WIB
PIMPINAN KOMISI III DPR RI
7