eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (3): 377-392 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2015
KEPUTUSAN INDIA MENYETUJUI KEBIJAKAN SUBSIDI PERTANIAN DALAM THE BALI PACKAGE Junaedi Berutu 1 Abstrak The agriculture subsidy policy is one of issues that agreed in The Ninth Ministerial Conference of WTO in Bali, Indonesia in 2013. The Agreement is called “The Bali Package” contained three of Doha Agendas, namely: Trade Facilitation; Agriculture, Cotton; and Development and Least Developed Countries (LDC) Issues. The agriculture subsidy policy is in the agriculture agenda that related to Public Stockholding for Food Security Purposes. In the process of achieving the agreement, India refused to agree the package that had arranged until the end of official schedule of the conference. This is caused by India’s proposal related to agriculture subsidy was not fully agreed by the developed countries specially United States of America. India proposed to change the regulation about agriculture subsidy in WTO, from 10% to 15% of total national product and took it permanently to achieve food security. But in the extention time of the conference, India decided to agree the package that had arranged although the criteria of the agriculture subsidy inside of the package is not fully as India proposed early. India decision is influenced by the existence of India in the current system of the WTO and the influence of external facors of India foreign policy decision making. Kata Kunci: India decision, Agriculture subsidy policy, The Bali Package Pendahuluan India merupakan salah satu negara berkembang yang masih menempatkan sektor pertanian sebagai bagian yang vital dalam perekonomian nasionalnya. Sektor pertanian sangat penting bagi perekonomian India karena besarnya tenaga kerja dalam sektor tersebut walaupun kontribusi terhadap pendapatan nasional mengalami penurunan. Sektor ini sangat dibutuhkan untuk menjamin ketahanan pangan bagi penduduk India yang berjumlah besar. Berdasarkan data World Bank pada tahun 2012, jumlah penduduk India adalah 1.236.686.732 jiwa. India merupakan negara dengan penduduk paling banyak kedua di dunia setelah Cina. Dari total tenaga kerja India, sebanyak 49% bekerja pada sektor pertanian. Sedangkan sumbangan sektor pertanian terhadap pendapatan nasional India hanya sebesar 13,7%. Para petani India masih banyak yang menerapkan sistem pertanian tradisional dan sekitar 55 % pertanian India bergantung pada air hujan. 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional , Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman,
[email protected].
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 377-392
Pemerintah India memberikan dukungan terhadap sektor pertanian dengan memberikan subsidi dalam jumlah yang besar. Terdapat tiga jenis subsidi yang diberikan kepada para petani India, yaitu: subsidi listrik, subsidi irigasi, dan subsidi pupuk. Pemberian subsidi ini memberikan dampak positif bagi keadaan domestik India, namun sebagai salah satu anggota WTO, India memiliki keterikatan dengan aturan yang berlaku secara internasional, dalam hal ini adalah ketentuan terkait subsidi pertanian. Didalam World Trade Organization (WTO), penetapan aturan tersebut terdapat pada Agreement on Agriculture (AoA). Di dalam perjanjian ini, setiap negara maju diperbolehkan memberikan subsidi pertanian sebesar 5% dari total produksi nasional, sedangkan bagi negara berkembang sebesar 10% dari total produksi nasional. Negara maju pada umumnya menginginkan besaran subsidi pertanian diminimalkan sekecil mungkin atau bahkan ditiadakan dan diberlakukan sama terhadap setiap negara anggota. Kelompok negara ini memandang bahwa dengan kebijakan tersebut, maka harga produksi pertanian menjadi seragam karena diserahkan kepada proses mekanisme pasar. Hambatan yang sedikit dalam perdagangan, barang dan jasa dari semua jenis akan terjangkau, hal ini akan menciptakan lapangan pekerjaan dan peluang bisnis. Sedangkan negara-negara berkembang seperti India yang memberikan subsidi melebihi batas ketentuan dalam AoA, cenderung mendukung kebijakan subsidi pertanian karena kebijakan tersebut menjamin ketahanan pangan. Kelompok negara ini juga memandang bahwa para petani mereka belum siap untuk bersaing secara global karena masih banyak yang menerapkan sistem pertanian tradisional. Subsidi pertanian merupakan bagian dari Agenda Agriculture sebagai salah satu dari 19 agenda Doha. Subsidi pertanian menjadi salah satu masalah yang sangat mempengaruhi pencapaian keputusan dalam World Trade Organization (WTO), khususnya pasca Putaran Doha karena pertentangan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang terkait ketentuan persentase subsidi pertanian tersebut. Sejak Putaran Doha tahun 2001, Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO tidak menghasilkan kesepakatan terhadap agenda yang disusun hingga tahun 2012. Dengan kata lain, pembuat keputusan tertinggi dalam WTO tersebut mengalami kebuntuan negosiasi perdagangan selama 12 tahun. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, seperti: ketidaksesuaian kerangka agenda yang akan dibahas, kerumitan agenda, penolakan kelompok negara terhadap agenda tertentu, dan prosedur agenda yang dianggap begitu rumit. Subsidi pertanian misalnya, mengalami hambatan pencapaian kesepakatan terhadap ketentuan pemberlakuan bagi negara-negara anggota, dimana hambatan yang merupakan agenda pertanian ini adalah penolakan kelompok negara berkembang terhadap upaya negara maju untuk meminimalkan persentase subsidi. Sulitnya mencapai kesepakatan dalam ketentuan subsidi pertanian menunjukkan bahwa masalah tersebut memiliki dampak yang serius bagi perdagangan dunia. 378
Keputusan India Menyetujui Subsidi Pertanian The Bali Package (Junaedi Berutu)
Kebuntuan Agenda Doha berakhir pada tahun 2013 setelah Konferensi Tingkat Menteri WTO ke IX di Bali menghasilkan kesepakatan yang disebut The Bali Package. Ada tiga Agenda Doha yang disepakati dalam kesepakatan tersebut, yaitu: Trade Facilitations; Agriculture, Cotton; dan Development and Least Developed Countries (LDC) Issues.Kebijakan subsidi pertanian terdapat pada agenda Agriculture pada kesepakatan Public Stockholding For Food Security Purposes. Seperti konferensi-konferensi sebelumnya, pertemuan di Bali juga hampir tidak menghasilkan kesepakatan karena India sebagai salah satu negara berkembang tidak bersedia menyetujui paket yang disusun akibat perdebatan terkait ketentuan subsidi pertanian. India menginginkan perubahan persentase subsidi pertanian yang berlaku dalam WTO terhadap negara-negara berkembang. Dalam WTO, persentase subsidi pertanian yang boleh diberlakukan bagi negara berkembang adalah maksimal 10% dari total produksi nasional. Dalam negosiasi perdagangan yang dilakukan oleh para menteri tersebut, India menginginkan perubahan menjadi 15 % secara permanen. India didukung oleh 32 negara berkembang lainnya, dan negara-negara ini kemudian menyebut kelompok tersebut sebagai Group 33 (G33) dimana Indonesia sebagai ketua kelompok. Proposal tersebut tidak diterima, karena tidak disetujui oleh 2/3 dari total suara anggota WTO, namun India tetap memperjuangkan kriteria subsidi pertanian tersebut dengan menolak untuk menyetujui agenda yang lain sebelum kriteria ketentuan subsidi pertanian yang diajukan diterima. Dalam kebuntuan pada konferensi di Bali tersebut, New Zaeland kemudian membentuk sebuah kelompok diskusi bersama negara-negara maju lainnya dan mengajukan untuk menyetujui ketentuan yang diinginkan India namun ditolak oleh Amerika. Amerika Serikat terpaksa menghubungi presiden Barack Obama dan akhirnya persentase tersebut disetujui tetapi dengan masa interim selama 4 tahun. Perubahan kriteria subsidi pertanian yang ditawarkan oleh negara maju ini juga ditolak oleh India karena ketahanan pangan merupakan hal yang tidak bisa dinegosiasikan. Di sisi lain, negara-negara berkembang lain yang tergabung dalam G33 setuju dengan ketentuan yang ditawarkan Amerika Serikat, termasuk Indonesia sebaga ketua kelompok G33, sedangkan India menolak menyetujui paket yang sudah disusun hingga akhir jadwal resmi konferensi usai. Sikap India ini merupakan indikator bahwa India siap dengan konsekuensi dari sikap tersebut yaitu berakhirnya konferensi tanpa pencapaian kesepakatan. Namun akhirnya, India menyetujui kebijakan subsidi pertanian pada sesi tambahan waktu, tepatnya satu hari setelah jadwal akhir resmi konferensi usai. Kebijakan yang disetujui India adalah seperti yang ditawarkan oleh Amerika Serikat, yaitu dengan besaran 15% subsidi pertanian dari total produksi nasional dengan batasan waktu 4 tahun. Keputusan India pada tambahan waktu tersebut merupakan suatu hal yang bertolak belakang dari 379
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 377-392
pendirian India sebelumnya. Hal ini menjadi alasan bagi penulis untuk mengangkat India sebagai negara yang akan diteliti. Kerangka Dasar Teori Teori Sistem Kapitalis Dunia/ Strukturalis Teori Sistem Dunia berpandangan bahwa prospek dan kondisi pembangunan suatu negara secara mendasar dibentuk oleh proses ekonomi dan pola hubungan antar negara dalam skala dunia. Teori ini menekankan bahwa merupakan hal yang sia-sia untuk menganalisis atau membentuk pembangunan dengan memusatkan pada tingkat negara-negara secara individual dimana tiaptiap negara berakar dalam sebuah sistem dunia. Sistem dunia pada dasarnya berawal dari abad ke enam yang berlokasi hanya disebagian dunia yaitu Eropa dan Amerika kemudian meluas seiring waktu yang mencakup dunia secara keseluruhan dan menjadi ekonomi dunia dan akan selalu menjadi ekonomi dunia kapitalis. Menurut Immanuel Wallerstein Sistem dunia merupakan “ekonomi dunia” yang terintegrasi oleh pasar bukan oleh politik, dimana dua wilayah atau lebih saling tergantung yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan seperti: makanan, minyak, dan perlindungan dan atau dua atau lebih kebijakan yang bersaing untuk mendominasi tanpa adanya kemunculan satu pusat yang tunggal selamanya. Immanuel Wallerstein membagi ekonomi kapitalis dunia kedalam tiga area yaitu: Periphery area, Semiperiphery area, dan Core area. Secara sederhana, ketiga area ini dapat dibedakan berdasarkan dominasi di dalam area tersebut. Core merupakan negara negara yang merdeka yang mendominasi negara-negara lain. Semiperiphery merupakan negara-negara yang didominasi oleh satu (atau lebih) negara, namun negara ini juga mendominasi beberapa negara lain. Sedangkan Periphery merupakan negara-negara yang didominasi oleh negara-negara lain tanpa mendominasi negara lainnya. Beberapa ciri yang menjadi indikator suatu negara dikategorikan sebagai negara Periphery seperti: memiliki tenaga kerja murah, mengekspor bahan mentah, dan memproduksi produk pertanian. Pemerintah pusat di negara ini lemah atau dikendalikan oleh negara-negara lain. Kemudian ciri-ciri negara Semiperiphery seperti: memiliki perekonomian yang maju dan beragam, tetapi tidak dominan dalam perdagangan internasional. Negara Semiperiphery disatu sisi menangkis tekanan politik terutama di daerah Periphery disisi lain menentang negara Core sehingga mencegah perpecahan. Sedangkan ciri-ciri negara Core seperti: Aktif dalam mempromosikan akumulasi modal secara internal melalui kebijakan pajak, daya beli pemerintah, mensponsori penelitian dan pengembangan, membiayai pembangunan infrastruktur, dan mengutamakan tatanan sosial untuk meminimalisir tuntutan. Negara Core juga mempromosikan akumulasi modal didalam ekonomi dunia. Negara Core
380
Keputusan India Menyetujui Subsidi Pertanian The Bali Package (Junaedi Berutu)
memiliki kekuatan politik, ekonomi dan militer untuk mendorong nilai tukar yang tidak seimbang. Wallerstein berargumen bahwa sejarah telah membuktikan dua tipe sistem dunia, yaitu: kerajaan dunia dan ekonomi dunia. Perbedaan utama antara kerajaan dunia dan ekonomi dunia terkait dengan bagaimana keputusan siapa yang mendapatkan distribusi sumberdaya mentah dan dibuat untuk apa. Dalam kerajaan dunia dengan pemusatan sistem politik menggunakan kekuasaannya untuk mendistribusikan kembali sumberdaya dari wilayah periphery ke pusat wilayah Core. Dimasa kerajaan Roma, hal ini dilakukan dari pembayaran upeti oleh provinsi kepada tanah Roma. Dengan kontras, didalam ekonomi dunia tidak ada pemusatan tunggal dari otoritas politik, tetapi dapat ditemukan beberapa pusat persaingan kekuatan. Sumberdaya tidak didistribusikan berdasarkan aturan politik terpusat, tetapi melalui perantaraan pasar. Namun, walaupun mekanisme distribusinya berbeda, efek ekonomi dunia dan kerajaan dunia memiliki kemiripan, dan hal itu adalah penyaluran sumberdaya dari wilayah periphery ke wilayah Core. Teori sistem kapitalis global akan menjelaskan bagaimana India akhirnya membuat keputusan yang terikat oleh sistem dalam WTO sebagai organisasi kapitalis dunia. India sebagai satu negara yang menjadi bagian dari sistem kapitalisme dunia dalam organisasi tersebut, harus menyesuaikan keadaan global dengan kepentingan negaranya. Teori Pengambilan Keputusan Pembuatan keputusan kebijakan luar negeri dapat di bagi menjadi tiga kategori utama, yaitu: a. Programmatic Decisions: Merupakan keputusan utama dengan konsekuensi hasil jangka panjang; dibuat mengikuti studi yang rinci, pertimbangan dan evaluasi seluruh hasil dari beberapa pilihan alternatif. b. Crisis Decisions: Keputusan dibuat selama periode ancaman yang genting; waktu yang terbatas untuk di respon; dan elemen mengejutkan termasuk respon ad hoc dengan keadaan tidak adanya perencanaan sebelumnya. c. Tactical Decisions : keputusan penting yang biasanya turunan dari level programmatik; subjek yang dievalusi ulang, revisi dan pemutaran. James N. Rosenau mengelompokkan lima kategori variabel yang mempengaruhi pembuatan keputusan politik luar negeri, yaitu: a. Idiosyncratic (Individual) Variables Variabel-variabel individu menyangkut kepribadian dari pembuat keputusan. Hal-hal yang mempengaruhi kecenderungan individu dalam membuat keputusan seperti status perkawinan, tipe dan kualitas perkawinan, status ekonomi, dan pengaruh teman-teman. Secara umum idiosinkretik adalah sifat-sifat psikologi dan ideologi yang dianut oleh individu tertentu. b. Role Variables 381
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 377-392
Variabel-variabel peranan biasanya menyangkut gambaran pekerjaan atau pemegang jabatan yang memiliki pengaruh untuk ikut ambil bagian dalam memutuskan suatu kebijakan. Variabel- variabel ini misalnya: Presiden, birokrat tingkat tinggi, perwakilan di kongres, senator, jurnalis, pendidik, persatuan buruh, pemimpin kelompok penekan, dan elit-elit lainnya yang mempengaruhi, merumuskan, dan mengimplementasikan kebijakan luar negeri. c. Bureaucratic Variables Variabel-variabel ini merujuk pada struktur dan proses yang ada dalam pemerintahan suatu negara dalam membuat suatu keputusan. Secara umum variabel-variabe birokratik adalah: Struktur organisasi pemerintah, standar operasi prosedur dari agen-agen birokrasi utama, proses pembuatan keputusan dalam berbagai level dalam merumuskan kebijakan, teknik mengimplementasikan keputusan dalam suatu kebijakan, dan sikap para pembuat keputuan terhadap dampak dari kebijakan luar negeri terhadap kebijakan domestik. d. National Variables Variabel-variabel nasional merupakan sejumlah atribut-atribut yang dimiliki suatu negara. Variabel-variabel ini meliputi: 1) Lingkungan, seperti: ukuran negara, keadaan geografi, tipe lahan, cuaca, dan sumber daya alam. 2) Penduduk, seperti: jumlah dan kepadatan, distribusi usia, melek huruf, dan kesehatan. 3) Gross National Product (GNP), hasil industri dan pertanian, tingkat pertumbuhan ekonomi, dan kekuatan militer. 4) Sistem politik dan sistem ekonomi 5) Sistem Sosial, seperti: ras, distribusi pendapatan, linguistik, agama, dan kelas sosial 6) Karakter, budaya, imej, dan sejarah suatu bangsa e. Systemic Variables Variabel-variabel sistemik merupakan faktor-faktor yang berasal dari lingkungan eksternal suatu negara. Variabel-variabel sistemik yang dimaksud seperti: struktur sistem internasional, proses sistem internasional, kebijakankebijakan negara-negara lain, aksi-aksi negara lain, hukum internasional, organisasi internasional, dan aliansi. Graham T. Allison, mengajukan tiga model untuk mendeskripsikan proses pembuatan keputusan politik luar negeri, yaitu: 1. Model I : Aktor Rasional Model ini berasumsi bahwa hasil tindakan berasal dari pilihan suatu kesatuan yang disebut sebagai suatu Negara atau suatu Pemerintah. Sebagai aktor rasional tentunya memiliki beberapa tujuan, pilihan-piihan dan konsekuensi-konsekuensi dari berbagai alternatif yang ada. Actor ini mencapai statistik pemecahan masalah dengan menganalisis tujuan dan sasarannya, 382
Keputusan India Menyetujui Subsidi Pertanian The Bali Package (Junaedi Berutu)
menyusun beberapa pilihan, mengkalkulasi biaya dan keuntungan, dan memilih kembali pilihan yang memberikan keuntungan maksimal. 2. Model II: Proses Organisasi Model ini berasumsi bahwa pembuatan keputusan dihasilkan dari kebijakan rutin didalam sebuah organisasi. Di sini aktor tidak membentuk kesatuan tetapi konstellasi dari individu-individu didalam organisasi dimana para pemimpin pemerintah berada pada posisi tertinggi. Masalah-masalah diuraikan menjadi sub-sub masalah dan kemudian diputuskan oleh individuindividu yang memiliki kekuatan memaksa. Dengan pengorganisasian, pengembangan suatu pandangan kolektif, mengembangkan pandangan dan prosedur yang stabil, reaksi mereka akan bisa diprediksi. Tujuan-tujuan didominasi oleh kebutuhan yang mengutamakan kesehatan organisasi dan menghindari ancaman terhadap organisasi tersebut. Masalah-masalah yang muncul akan dipecahkan satu demi satu yang menggunakan standar prosedur, dan ketidakpastian sangat dihindari. Ketika masalah yang tidak diduga muncul, pencarian jawaban akan disesuikan dengan tradisi dan disesuaikan dengan latihan para aktor. Perubahan dramatis hanya akan terjadi dalam krisis organisasi yang melibatkan pertukaran personel, atau kehancuran organisasi secara keseluruhan. Jika terdapat percobaan yang dibuat oleh pusat untuk mencapai proses penyatuan yang lebih baik, akan ditemukan kemustahilan yang mengutamakan kebutuhan proses berkelanjutan dalam monitoring dan pengawasan. Dengan demikian, pemerintah adalah konglomerat yang ditunjuk oleh organisasi, masing-masing dengan bermacam program dan tujuan; perubahan akan dipinggirkan dan berat sebelah, rencana jangka panjang tidak diindahkan; solusi tidak akan diadopsi, bahkan tidak dipertimbangkan, jika mereka berangkat dari program-program yang ada atau permintaan kerjasama dengan organisasi-organisasi saingan lain. 3. Model III: Politik-birokratik Model ini berasumsi bahwa pembuatan keputusan oleh pemerintah merupakan suatu hasil politik dari konflik, kompromi dan kekisruhan antara para individu yang memiliki prilaku yang harus memahami permainan yang dimainkan. Masing-masing pemain memiliki posisi; mereka mungkin sebagai pemimpin; atau staff’ atau pemain ad hoc pinggiran seperti legislator atau pers. Mereka memiliki pandangan parokial dan kepentingan. Kepentingan mereka diwakilkan sebagai taruhan, di pihak mana yang mereka bela; pembelaan pembelaan ini memiliki tenggak waktu, dibuat secara rutin, secara krisis atau tindakan politik. Setiap pemain akan mempengaruhi hasil berdasarkan kekuatannya, dimana perubahan akan dibuat dari kombinasi dari keuntungan tawar-menawar, keahlian dan keinginan yang menggunakan mereka, atau persepsi pemain terhadap permainan. Kekuasaan harus diinvestasikan dengan bijaksana, jika tidak hasilnya akan kehilangan reputasi, dan kehilangan kekuasaan. Permainan akan dimainkan sepanjang alur tindakan, pemerintah mana yang didukung dalam isu tertentu. Undang-undang akan disusun oleh 383
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 377-392
konstitusi, oleh statuta, oleh bermacam aturan, bahkan oleh budaya; Undangundang tersebut mungkin sangat jelas atau samar-samar. Tindakan kemudian menjadi hasil politik; politik merupakan mekanisme pilihan, dan setiap pemain berjuang untuk mengikutsertakan pandangan nasionalnya, organisasi yang diwakilinya, kelompok, atau kepentingan-kepentingan pribadinya. Peran para pemain bervariasi sesuai dengan alur tindakan. Solusi dicapai melalui respon cepat terhadap masalah; masa tenggang waktu mendorong pembuatan keputusan yang cepat. Pandangan dan perkiraan berbeda; komunikasi seringkali buruk; dan keputusan dapat diperoleh dari ketidakjelasan, dimana aktor yang bebeda memiliki pemahaman yang berdeda. Teori Pembuatan keputusan akan mempertajam alasan keputusan India dengan menjelaskan beberapa faktor dan konsekuensi dari faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut, khususnya dari lingkungan eksternal negara India, yaitu: kebijakan-kebijakan negara lain, aksi-aksi negara lain, organisasi internasional, dan aliansi. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, India menyetujui kesepakatan secara rasional. Metode Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatif, yaitu menjelaskan alasan India menyetujui kebijakan subsidi pertanian dalam The Bali Package. Data-data yang disajikan merupakan data sekunder yang diperoleh melalui telaah pustaka, yakni dengan mengumpulkan data-data yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dari literatur buku, dokumen, dan website resmi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik kualitatif. Hasil Penelitian Keputusan India menyetujui kebijakan subsidi pertanian dalam The Bali Package dikategorikan sebagai crisis decision karena kriteria kebijakan yang diputuskan tidak sesuai dengan keinginan India sebelumnya dan waktu dalam mempertimbangkan kebijakan tersebut sangat terbatas. Pada hari pertama hingga hari ketiga dalam konferensi tersebut, India memperjuangkan keinginannya agar WTO memberlakukan kebijakan subsidi pertanian sebesar 15% dari total produksi nasional secara permanen bagi seluruh negara berkembang. Negara-negara maju menolak keinginan India tersebut, namun pada hari keempat opsi 15% disetujui tetapi dengan status interim selama 4 tahun. Status interim yang ditawarkan oleh kelompok negara maju tidak diterima oleh India karena menurut India kriteria awal yang diajukan merupakan hal yang tidak dapat dinegosiasikan. India mempertahankan pendiriannnya hingga berakhirnya jadwal resmi konferensi pada hari keempat tersebut. Sikap India ini membuat para peserta konferensi melakukan perpanjangan waktu negosiasi demi pencapaian kesepakatan. Pada tambahan waktu tersebut India dengan waktu yang mendesak akhirnya menyetujui paket yang disusun. 384
Keputusan India Menyetujui Subsidi Pertanian The Bali Package (Junaedi Berutu)
Pilihan akhir India ini merupakan suatu keputusan yang dilakukan oleh aktor rasional karena membutuhkan pertimbangan-pertimbangan yang mendalam dari alternatif-alternatif yang ada. Dalam konferensi di Bali, India diwakili oleh Anand Sharma yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Komersil dan Industri India. Hal-hal yang menjadi pertimbangan India dalam membuat keputusan adalah keadaan domestik India dan kelangsungan Agenda WTO yang sudah mengalami kebuntuan selama 12 tahun. Keadaan domestik India terutama dalam menjamin ketahanan pangan sedangkan India juga menjadi faktor penentu dalam kelangsungan WTO yang selama ini dianggap tidak menjalankan fungsinya secara maksimal karena kemacetan negosiasi yang berkepanjangan. Alternatif yang dimiliki India secara umum ada dua, yaitu setuju atau tidak setuju terhadap paket yang telah disusun. Jika India setuju, maka kemacetan agenda Doha akan berakhir namun sangat beresiko terhadap ketahanan pangan didalam negeri India. Sedangkan jika India tidak setuju, maka kemacetan Agenda Doha akan terus berlanjut namun ketahanan pangan di India tetap terjamin. India kemudian menyatakan setuju yang berarti mengakhiri kemacetan Agenda Doha namun ketahanan pangan di India masih dapat dijamin karena India masih diperbolehkan memberikan subsidi pertanian hingga tahun 2017. Keberadaan India dalam Sistem yang berlaku di dalam WTO India menyetujui kebijakan subsidi dalam The Bali Package karena India berada dalam sistem yang berlaku di WTO yaitu sistem kapitalisme dunia. Sistem kapitalisme yang dibangun didalam WTO yang mendorong kebebasan pergerakan barang dan jasa harus didukung oleh setiap anggota agar tercapai tujuan kolektif dalam pemenuhan kebutuhan. Dukungan terhadap sistem tersebut dilakukan dengan menyesuaikan kebijakan yang berlaku di dalam organisasi perdagangan dunia tersebut dengan kebijakan domestik masingmasing negara anggota. Penyesuaian ini akan mewujudkan keselarasan keadaan ekonomi dunia dengan keadaan ekonomi domestik setiap negara anggota. Keputusan India ini merupakan suatu tindakan yang mendukung adanya keseragaman ketentuan terhadap subsidi pertanian bagi seluruh negara-negara berkembang anggora WTO. Dengan keseragaman ketentuan tersebut, maka setiap negara memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan subsidi pertanian sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan menyetujui ketentuan subsidi pertanian tersebut, India akan tetap berada dalam sistem WTO dan dapat memainkan peranannya dalam sistem tersebut. Peranan India dalam hal ini adalah sebagai negara Semiperiphery. Sebagai negara dalam kateogri ini, India menjadi salah satu negara yang menjadi stabilisator dalam sistem yang dibangun. India dikategorikan sebagai negara Semiperiphery berdasarkan kriteria yang dimiliki misalnya dalam produk barang yang diekspor dan diimpor dan pihak yang mendominasi dan didominasi India dalam perdagangan internasional. 385
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 377-392
Produk barang ekspor India antara lain : mobil, suku cadang mobil, padi, minyak yang sudah disuling, pengepakan obat-obatan, gula mentah, dan perhiasan. Dari produk yang diekspor tersebut dapat diketahui bahwa India merupakan pengekspor barang mentah, barang setengah jadi, dan barang jadi. Produk mobil dan produk minyak yang sudah disuling merupakan produk yang memerlukan teknologi tinggi dalam proses untuk memproduksi barang tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa India bukanlah negara periphery dimana pada dasarnya negara periphery hanya mengekspor bahan barang mentah dan belum menguasai teknologi tinggi. Kemudian produk barang yang diimpor India seperti: minyak mentah, computer, telepon, peralatan penyiaran, dan emas. Dari produk yang diimpor India tersebut dapat diketahui bahwa India juga merupakan pengimpor barang mentah, barang setengah jadi, dan barang jadi. Hal ini dapat disimpulkan kembali bahwa India bukanlah negara periphery dimana pada dasarnya negara periphery cenderung tidak mengimpor bahan mentah. Dalam perdagangan internasional, pasar India dikuasai oleh beberapa negara lain seperti: China (11%) , Amerika Serikat(4,2%), Switzerland (6,2%) dan Germany (3,0%). Disamping didominasi oleh produk barang impor dari negara Core, India juga mendominasi ekspor ke beberapa negara periphery seperti Bhutan (72,3% dan nepal (50,6%). Hal ini menunjukkan bahwa India bukanlah negara Core, karena masih dieksploitasi oleh negar-negara lain. India merupakan negara Semiperiphery karena disamping dieksploitasi oleh negaranegara maju, India juga mengeksploitasi beberapa negara lain. India merupakan salah satu negara yang berperan menghubungkan negara Core dan periphery dimana India terikat oleh sisi negara-negara maju khususnya dalam hal modal dan teknologi. India juga melakukan ikatan terhadap kelompok negara periphery untuk mendistribusikan arus barang dan jasa ke negara Core. Posisi India dalam struktur sistem kapitalis dunia ini lebih memberikan peluang peranan dalam struktur tersebut jika menyetujui kebijakan subsidi pertanian dalam The Bali Package. keputusan tersebut akan memacu peningkatan arus perdagangan dimana pada akhirnya ketiga kategori negara tersebut mendapatkan keuntungan. Namun jika India melakukan hal sebaliknya, kesempatan ekonomi akan sulit diprediksi kedepannya karena sikap tersebut merupakan tindakan yang merusak peran India dalam struktur sistem. Sistem kapitalisme sebagai suatu sistem yang mendominasi dunia saat ini disikapi oleh India dengan melakukan penyesuaian terhadap perkembangan dalam sistem tersebut. Penyesuaian ini dilakukan agar posisinya sebagai negara semiperiphery tetap dapat dipertahankan. Selain itu, dengan kebijakan ini India juga memiliki peluang kenaikan posisi lebih besar daripada penurunan ke posisi Periphery karena kebijakan tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap sektor industri dan jasa. India yang saat ini sebagai salah satu negara dengan julukan The New Emerging Country harus melakukan kebijakan yang
386
Keputusan India Menyetujui Subsidi Pertanian The Bali Package (Junaedi Berutu)
menjamin tidak terjadinya benturan dengan negara-negara Core karena arus modal yang datang ke India berasal dari kategori negara tersebut. Faktor-Faktor Eksternal dalam Pembuatan Keputusan Luar Negeri India Faktor-faktor eksternal merupakan alasan utama India dalam memutuskan untuk menyetujui kebijakan subsidi pertanian dalam The Bali Package. Faktor-faktor tersebut adalah: a. Kebijakan Amerika Serikat Terhadap Ketentuan Subsidi Pertanian dalam Proses Negosiasi pada KTM WTO di Bali Dalam KTM Bali, salah satu kebijakan yang sangat mempengaruhi perubahan pendirian India adalah kebijakan negara-negara maju untuk mencapai win win solution khususnya oleh Amerika Serikat yang menyetujui keinginan India terkait persentase subsidi pertanian sebesar 15%. Namun status permanen yang diinginkan India terhadap ketentuan tersebut diubah dengan status interim. Keputusan tersebut dilakukan ketika India mempertahankan keinginannya hingga hari terakhir konferensi. Negara-negara maju mencoba untuk mengeluarkan kebijakan alternatif yaitu menyetujui salah satu dari dua opsi yang diinginkan India demi tercapainya kesepakatan. Kebijakan yang dilakukan Amerika ini berbeda dengan yang dilakukan pada pertemuanpertemuan WTO sebelumnya yang selalu mendorong negera-negara berkembang untuk menerima ketentuan subsidi pertanian didalam AoA. b. Upaya Negara-Negara Berkembang Untuk Mencapai Kesepakatan Aksi ini khususnya dilakukan oleh Negara-Negara besar yang mamiliki keadaan penduduk yang sama dengan India dan menempatkan sebagai sektor yang sangat penting. Namun Negara-Negara tersebut berupaya untuk mendorong tercapainya kesepakatan di Bali, negara-negara tersebut, seperti: 1) China Dalam KTM Bali, China tidak begitu mempermasalahkan ketentuan subsidi pertanian dalam WTO, walaupun secara demografi dan ekonomi sangat memiliki kepentingan terhadap agenda tersebut. Dari total penduduk China, sebanyak 33% bekerja disektor pertanian. China bahkan mendorong tercapainya kesepakatan dengan memberikan bantuan kepada negara-negara Least Developed Countries dengan jumlah USD 400.000 agar mereka lebih aktif dalam perdagangan internasional. 2) Indonesia Sebanyak 38,9% penduduk Indonesia bekerja pada sektor pertanian. Namun, Indonesia sebagai tuan rumah dalam KTM IX WTO sangat mendukung pencapaian kesepakatan di Bali. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pembukaan acara konferensi tersebut. Dalam sambutannya, SBY mengatakan bahwa negaranegara anggota WTO telah melakukan banyak kerja keras yang sudah dekat dengan pencapaian bersejarah, untuk itu perlu adanya political will secara kolektif untuk menangkap kesempatan perundingan di Bali. 387
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 377-392
Presiden juga menyatakan bahwa pertemuan di Bali merupakan kesempatan untuk membangun kembali kredibilitas dan rasa percaya diri sebagai forum negosiasi perdagangan. c. Pembentukan Transatlantic Trade and Investment Partnership (TTIP) oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa Salah satu organisasi yang turut mempengaruhi keputusan India adalah Transatlantic Trade and Investment Partnership (TTIP) yang diprakarsai oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa (UE). Salah satu alasan pembentukan organisasi ini adalah kemacetan Agenda Doha dalam WTO. Organisasi ini akan mencapai final penyusunan agenda pada akhir tahun 2014. Pembentukan organisasi tersebut secara tidak langsung menggantikan fungsi WTO atau WTO versi baru dengan anggota kelompok negara-negara utara. Jika WTO gagal mencapai kesepakatan di Bali, maka WTO akan dipandang dengan penuh pesimisme oleh negara-negara dunia karena tidak mampu menjalankan fungsinya sejak tahun 2001. Hal ini mengakibatkan TTIP semakin besar pengaruhnya, khususnya pada arus modal dunia. Pembentukan organisasi TTIP akan mengintensifkan pemusatan arus modal di kelompok negara utara yang menjadi ancaman bagi kelangsungan pembangunan ekonomi kelompok negara selatan karena sumber investasi di negara-negara berkembang didominasi dari negara-negara anggota TTIP. Dengan pencapaian kesepakatan WTO, maka peluang untuk melakukan negosiasi yang lebih menguntungkan di masa mendatang masih terbuka. Semakin banyak agenda doha yang disepakati oleh anggota WTO dimasa mendatang, maka perdagangan internasional akan semakin lancar, hingga negara-negara pemilik modal akan tetap bertahan dinegara anggota WTO, khususnya di negara-negara berkembang, karena sejauh ini WTO merupakan organisasi perdagangan paling besar didunia. d. Dukungan G33 Untuk Mencapai Kesepakatan Group 33 merupakan kelompok negara dalam WTO yang terdiri dari 46 negara yang memiliki kepentingan yang sama dalam isu pertanian. Negaranegara dalam aliansi ini telah memperjuangkan kebijakan-kebijakan pertanian dalam WTO agar mewakili keadaan negara mereka sejak tahun 2001. Dalam KTM di Bali, kecuali India, semua anggota didalam kelompok tersebut telah menyetujui paket yang disusun. Negara-negara yang termasuk dalam kelompok tersebut yaitu: Antigua and Barbuda, Barbados, Belize, Benin, Bolivia, Plurinational State of, Botswana, Côte d’Ivoire, China, Congo, Cuba, Dominica, Dominican Republic, El Salvador, Grenada, Guatemala, Guyana, Haiti, Honduras, India, Indonesia, Jamaica, Kenya, Korea, Republic of, Madagascar, Mauritius, Mongolia, Mozambique, Nicaragua, Nigeria, Pakistan, Panama, Peru, Philippines, Saint Kitts and Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent and the Grenadines, Senegal, Sri Lanka, Suriname, Tanzania, Trinidad and Tobago, Turkey, Uganda, Venezuela, Bolivarian Republic of, Zambia, dan Zimbabwe. Dukungan negara-negara yang merupakan aliansi India ini turut 388
Keputusan India Menyetujui Subsidi Pertanian The Bali Package (Junaedi Berutu)
mempengaruhi perubahan sikap India karena India menjadi satu-satunya negara yang belum menyatakan setuju didalam kelompok tersebut. Kedua alasan diatas merupakan hal-hal yang menjadi pertimbangan India yang akhirnya menyetujui kebijakan subsidi pertanian dalam The Bali Package. Dalam membuat suatu keputusan, setiap negara anggota WTO termasuk India cenderung melakukan penyesuaian terhadap sistem kapitalisme di dalam organisasi tersebut. Keputusan India juga dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan dan aksi-aksi dari negara-negara anggota WTO lainnya. Kemudian WTO juga membutuhkan dukungan karena telah mengalami kebuntuan pencapaian kesepakatan selama 12 tahun. Kesimpulan Terdapat tiga Agenda Doha yang dibahas dan akhirnya disepakati pada KTM WTO di Bali, yaitu Trade Facilitation, Agriculture, dan Developed and Least Developed Contries Issues. Dalam konferensi tersebut, agenda Agriculture merupakan hal yang sangat diperjuangkan oleh India khususnya dalam kriteri subsidi pertanian. Namun akhirnya India menyetujui ketiga agenda tersebut yang kemudian disebut The Bali Package dimana ketentuan subsidi pertanian termuat dalam agenda Agriculture tepatnya pada bagian Public Stockholding for Food Security Purposes yang memperbolehkan negara-negara berkembang untuk memberikan subsidi pertanian sebesar 15% dari total produksi nasional selama 4 tahun sejak masa kesepakatan dan ketentuan tersebut akan dibahas kembali untuk membuat ketentuan yang permanen. Sikap India yang begitu memperjuangkan kriteria subsidi pertanian yang diinginkan dalam KTM WTO di Bali merupakan suatu bentuk representasi dari keadaan pertanian India, dimana pemberian subsidi pertanian dalam jumlah besar merupakan solusi terbaik mengingat persentase penduduk India yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian sangat besar dan faktor iklim di India yang kurang mendukung dalam melakukan kegiatan pertanian Ada dua alasan kuat yang dapat diasumsikan bahwa kriteria subsidi pertanian yang diajukan India benar-benar hal mendasar bagi pertanian India, yaitu: pertama, India tetap menolak untuk menyetujui paket yang telah disusun walaupun salah satu opsi dari kriteria subsidi pertanian yang diajukan yaitu opsi 15% telah disetujui oleh negara-negara maju. Kedua, India tetap mempertahankan kriteria subsidi pertanian tersebut hingga akhir jadwal resmi konferensi walaupun India sebagai negara satu-satunya yang belum menyatakan setuju. Dengan kata lain India telah siap mengakhiri konferensi tersebut tanpa pencapaian kesepakatan. Perubahan sikap India pada sesi tambahan waktu dalam konferensi tersebut merupakan suatu hal yang dipengaruhi oleh faktor yang tidak mewakili keadaan domestik India tetapi dipengaruhi oleh faktor eksternal. Terdapat dua alasan mengapa India memilih untuk menyetujui kebijakan subsidi pertanian 389
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 377-392
dalam The Bali Package yaitu keberadaan India didalam sistem kapitalisme yang berlaku didalam WTO dan tekanan dari kedua kelompok negara didalam WTO yang berupaya untuk mencapai kesepakatan didalam WTO agar kembali menjalankan fungsinya secara maksimal sebagai forum perdagangan dunia yang sudah mengalami kebuntuan selama 12 tahun. Referensi Buku K. L. Krishna. (2009). Readings in Indian Agriculture and Industry. New Delhi: Academic Foundation. Immanuel Wallerstein. (2004). World Systems Analysis: An Introduction.Durham and London: Duke University Press. John Baylis and Steve Smith. (1997). The Globalization of World Politics: An introduction to International Relations.New York: Oxford University Press. Coulumbis Theodore A., James H. Wolfe. (1990). Introduction To international Relations: Power and Justice. New Jersey: Prentice- Hall International, Inc. Anthony G. McGrew. (1982). Decision Making: Approaches and Analysis: AReader Manchester: Manchester University Press. Dokumen Agreement on Agriculture. (1995). Diakses dari: http://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/14-ag.pdf, pada tanggal 7 Maret 2014 World System Theory. (2001). Diakses dari: http://web.mit.edu/esd.83/www/notebook/WorldSystem.pdf , pada tanggal 12 September 2014. The Pattern Approach to world trade structures and their dynamics. (2006). Diakses dari: http://www.princeton.edu/~ina/gkg/confs/piana.pdf , pada tangga 17 Juni 2015 Website Population Total.(2012). Diakses dari: http://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL , pada tanggal 28 Pebruari 2014. The World Factbook. (2012). Diakses dari: https://www.cia.gov/library/publications/the-world factbook/geos/in.html, pada tanggal 12 Maret 2014 Agriculture’s share in GDP declines to 13,7% in 2012-2013. (2013). Diakses dari: http://articles.economictimes.indiatimes.com/2013-0830/news/41618996_1_gdp-foodgrains-allied-sectors ,pada tanggal 24 Mei 2015 390
Keputusan India Menyetujui Subsidi Pertanian The Bali Package (Junaedi Berutu)
How to solve the problems of India’s rain- dependent agriculture land. (2011). Diakses dari: http://economictimes.indiatimes.com/opinion/specialreport/how-to-solve-the-problems-of-indias-rain-dependent-agriculturalland/articleshow/8845170.cms, pada tanggal 7 Maret 2014 Bali Summit May be last chance for WTO Trade Deal. (2013). Diakses dari: http://guardian.co.tt/business/2013-12-04/bali-summit-may-be-lastchance-wto-trade-deal, pada tanggal 24 Maret 2014 Doha WTO Ministerial 2001: Ministerial Declaration. (2001). Diakses dari: http://www.wto.org/english/thewto_e/minist_e/min01_e/mindecl_e.htm, pada tanggal 6 Mei 2014. Bali Ministerial Declaration and decisions. (2013). Diakses dari: http://www.wto.org/english/thewto_e/minist_e/mc9_e/balipackage_e.htm , pada tanggal 28 Maret 2014 Food Sovereignty & The 9th Wto Ministerial Meeting In Bali: An Impossible Marriage?. (2013). Diakses dari: http://www.veco-ngo.org/blog/foodsovereignty-9th-wto-ministerial-meeting-bali-impossible-marriage, pada tanggal 28 Maret 2014 India refuses to trade food security at WTO. (2013). Diakses dari: http://www.hindustantimes.com/business-news/india-refuses-to-tradefood-security-at-wto/article1-1159197.aspx, pada tanggal 28 Maret 2014 Wallerstein’s World-System Theory. (2013). Diakses dari: http://www.faculty.rsu.edu/users/f/felwell/www/Theorists/Essays/Waller stein1.htm , pada tanggal 5 September 2014 Modern History Sourcebook: Summary of Wallerstein on World System Theory. (1997). Diakses dari: http://legacy.fordham.edu/halsall/mod/Wallerstein.asp , pada tanggl 17 Juni 2015 Globalization Theories: World System Theory. (2001). Diakses dari: http://sociology.emory.edu/faculty/globalization/theories01.html , pada tanggal 17 Juni 2015 Learn More About Trade In India. (2012). Diakses dari: https://atlas.media.mit.edu/en/profile/country/ind/ , pada tanggal 2 Juli 2015. Country Comparison to the World: Imports-Partners (%). (2013). Diakses dari: https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/fields/2061.html , pada tanggal 2 Juli 2015 The World Factbook. (2012). Diakses dari: https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/ch.html , pada tanggal 16 Januari 2015 China Contributes USD 400.000 to Facilitate WTO Accession of Least Developed Countries. (2013). Diakses dari: http://www.wto.org/english/news_e/pres13_e/pr710_e.htm, pada tanggal 29 Oktober 2014 391
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 377-392
The
World Factbook. (2012). Diakses dari: https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/id.html, , pada tanggal 16 januari 2015 President Yudhoyono: “Let Seize This Oppportunity”. (2013). Diakses dari: http://www.wto.org/english/news_e/news13_e/mc9_03dec13_e.htm, pada tanggal 29 Oktober 2014
392