KEPADATAN POPULASI KATAK SAWAH (Rana cancrivora Gravenhorst) YANG DITEMUKAN DI BUNGO PASANG KECAMATAN IV JURAI KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL
YULIA AFRITA YENI NIM. 09010159
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2014
KEPADATAN POPULASI KATAK SAWAH (Rana cancrivora Gravenhorst) YANG DITEMUKAN DI BUNGO PASANG KECAMATAN IV JURAI KABUPATEN PESISIR SELATAN
Yulia Afrita Yeni, Meliya Wati, Armein Lusi Z.
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatra Barat
ABSTRACT Paddy frogs (Rana cancrivora Gravenhorst) is one type of frog is known by the public because in addition the meat can be eaten also are natural enemies of insects. Frogs are commonly found in paddy rice fields, paddy frogs are one of the animals that live in two worlds, namely water and land. Frog population at the present time are being lost. The use of pesticide impact on the environment by reducing the balance of the frog population density fields, the construction of settlements that cause the rice fields become small, so that disruption of habitats from lowland frogs. To determine the population density of paddy frog (Rana cancrivora Gravenhorst) were found in Bungo District of IV Jurai Attach the South Coastal District and find out the factors that influence population physics paddy frogs This study was conducted in August 2014. This study used a survey method (direct observation to the field ) using the line transect, the sampling technique using Systematic sampling method with a 100 m transect and plot number as many as 10 plots besides physics factor measurements performed 4 times sampling. Based on the research that has been done on Rice in Bungo Posting District of South Coastal District IV Jurai obtained Wetland Frogs population density is equal to 0.55 individuals / m2 and physical environmental factors at the time of sampling with a temperature of 25 ° C and humidity of 65% -67%.
Keywords: Paddy frogs , Paddy. PENDAHULUAN Katak sawah jenis Rana cancrivora Gravenhorst merupakan salah satu jenis katak yang dikenal oleh masyarakat karena selain dagingnya dapat dimakan juga merupakan musuh alami bagi serangga. Katak sawah sering ditemukan di area persawahan, katak sawah merupakan salah satu hewan yang hidup di dua alam yaitu perairan dan daratan. Pada fase berudu, katak sawah lebih banyak hidup di perairan dengan menggunakan insang sebagai alat pernafasan dan setelah menjadi katak dewasa lebih banyak hidup di daratan dan pernafasan menggunakan paru-paru dan kulitnya (Jasin, 1992). Populasi katak pada saat sekarang ini semakin terancam punah, terutama jenis katak sawah yang habitat utamanya adalah sawah yang berair sebanyak 32% katak di dunia, yaitu
sebanyak 1.856 spesies katak tercatat dalam daftar merah IUCN (IUCN Red List) dengan status terancam (Nuraini, 2009). Menurut Saputra (2014) Rana cancrivora Gravenhorst yang ditemukan di persawahan Sungai Raya di Kalimantan Barat ditemukan sebanyak 403 individu, yang terdiri dari individu anakan sebanyak 134 dan individu dewasa sebanyak 269 dengan panjang tubuh yang ditemukan bervariasi baik pada fase dewasa maupun anakan. Tidak banyak orang yang menyadari pentingnya keberadaan katak di alam, selain berperan penting dalam penyeimbang ekosistem, katak juga dapat berfungsi sebagai indikator kesehatan lingkungan. Beberapa jenis katak menjadi komoditi ekspor yang sangat menjanjikan keuntungan besar. Serta
banyaknya fungsi dan manfaat katak oleh sebab itu keberadaan katak di alam harus tetap dijaga dan dipertahankan. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab menurunnya populasi katak di alam. Ancaman utama terhadap populasi katak adalah kerusakan habitat. Beberapa jenis katak sensitif terhadap fragmentasi hutan karena mempunyai kemampuan penyebaran yang terbatas. Oleh karena itu perubahan habitat hutan seperti adanya pembalakan liar atau aktifitas lainnya dapat mengurangi kemampuan satu jenis katak untuk bertahan hidup (Nuraini, 2009). Adanya pembangunan rumah penduduk dan jalan setapak menyebabkan sawah menjadi sedikit, sehingga terganggunya habitat dari katak sawah. Katak sawah habitatnya adalah di sawah yang banyak air, sehingga disebut katak sawah. Salah satu cirinya adalah terdapat bercak-bercak coklat tua pada punggung dari depan sampai belakang, badannya lebih rata. Berdasarkan hasil survei lapangan di Bungo Pasang Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan terdapat areal persawahan seluas 154 Ha. Pada areal sawah hiduplah beberapa jenis hewan baik Invertebrata maupun Vertebrata. Katak merupakan hewan Vertebrata yang beperan sebagai predator alami dalam memberantas hama seperti serangga, sehingga dapat mengurangi peningkatan populasi serangga. Semakin menurunnya populasi katak sawah dapat menyebabkan populasi hama atau serangga semakin meningkat sehingga keseimbangan ekosistem di alam menjadi terganggu. Masyarakat di daerah Bungo Pasang banyak menggunakan pestisida untuk memberantas hama padi. Dimana Penggunaan pestisida ini dapat merusak telur dan berudu katak. Dimana katak sawah berperan sebagai bio-indikator. Sehingga menurunnya populasi katak sawah, dan meningkatnya populasi serangga sehingga tidak terkendali. Menurut Salikin (2003) penggunaan pestisida di sawah mengakibatkan terganggunya keseimbangan lingkungan karena terbunuhnya organisme non-hama yang bermanfaat seperti katak, sehingga sedikit ditemukannya telur dan berudu katak di sawah. Menurut Hadi (2002) penggunaan bahan kimia akan mempengaruhi organisme yang tinggal di sawah karena menjadi racun bagi lingkungan. Tujuan dari penelitain ini adalah untuk mengetahui Kepadatan Populasi Katak sawah (Rana cancrivora Gravenhorst) yang
ditemukan di Bungo Pasang Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan. Untuk mengetahui faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi populasi katak. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2014 pada sawah di Bungo Pasang Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan dan Mengidentifikasi katak di Laboratorium STKIP PGRI Padang. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, senter, sarung tangan, label, meteran, jaring, tali rafia, botol plastik, suntikan dan alat- alat tulis, sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Alkohol untuk pembiusan dan Alkohol 70% untuk pengawetan sampel. Untuk pengukuran faktor lingkungan menggunakan Termometer, Higrometer dan pH meter. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Survey (pengamatan langsung ke lapangan) dengan menggunakan Line Transek, teknik pengambilan sampel menggunakan Metode Sistematik Sampling. Panjang line transek 100 m yang terdiri dari 10 plot yang masing-masing berukuran 10 x 10 m dan jarak satu plot ke plot yang lainnya adalah 10 m. Sampel ditangkap menggunakan jaring dan sampel yang diperoleh di lapangan terlebih dahulu dilakukan pembiusan dengan cara menyuntikan alkohol 70 % dari belakang kepala sampai masuk ke dalam otaknya. Setelah sampel lemas baru dimasukan kedalam botol plastik yang telah diberi label dan untuk pengawetan sampel diberi alkohol 70 %. Kemudian dibawa ke Laboratorium Zoologi STKIP PGRI Padang untuk diidentifikasi Pengambilan sampel dilakukan 2 kali dalam seminggu selama 2 minggu pengamatan. Pengambilan sampel dilakukan pada jam 18.30 – 22.00 WIB. Katak sawah yang ditemukan di lapangan di bawa ke laboratorium Zoologi STKIP PGRI Padang untuk diidentifikasi Jenis dari sampel yang di dapat. Pengukuran faktor fisika dan kimia yaitu suhu, kelembaban dan pH tanah yang dilakukan saat pengambilan sampel yaitu pada malam hari jam 18.30-22.00 WIB.
Analisis data bertujuan untuk menghitung kepadatan populasi katak sawah yang ditemukan pada sawah. Dalam penelitian ini dilakukan analisis menggunakan rumus: sebagai berikut. Jumlah individu
𝐾 = Luas
areal plot (m 2 )
(Suin, 2006).
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di lapangan didapatkan kepadatan populasi Katak Sawah jenis Rana cancrivora Gravenhorst parameter fisika dan kimia merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan Katak sawah. Kepadatan katak sawah yang didapat pada malam hari pada saat pengambilan sampel. Jumlah katak yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Jumlah katak sawah di Bungo Pasang Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan. Plot I II III IV V VI VII VIII IX X Total
Hari 1 3 2 1 2 4 3 2 3 20
2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 16
Total 3 1 1 2 1 2 1 1 1 2 12
4 2 2 1 1 1 7
6 5 5 5 7 5 5 5 7 5 55
Hasil penelitian tentang kepadatan katak sawah di Bungo Pasang Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan, dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
kepadatan populasi katak sawah (individu/m2)
kepadatan katak sawah 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 plot 1 plot 2 plot 3 plot 4 plot 5 plot 6 plot 7 plot 8 plot 9 plot 10
Gambar 1. Kepadatan Katak Sawah di Bungo Pasang Kecamatan IV Jurai Selatan.
Kabupaten Pesisir
Pada masing-masing plot diperoleh kepadatan populasi katak sawah yaitu pada plot I sebesar 0,06 individu/m2, plot II sebesar 0,05 individu/m2, plot III sebesar 0,05 individu/m2, plot IV sebesar 0,05 individu/m2, plot V sebesar 0,07 individu/m2, plot VI sebesar 0,05 individu/m2, plot VII sebesar 0,05 individu/m2 plot VIII sebesar 0,05 individu/m2, plot IX sebesar 0,07 individu/m2 dan plot X sebesar 0,05 individu/m2. Total kepadatan semua plot sebesar 0,55 individu/m2.
Parameter fisika dan kimia merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan katak sawah. Pengukuran faktor fisika dan kimia dilakukan pada malam hari pukul 18.30-22.00 dan pengambilan sampel dilakukan selama 4 hari. Hasil pengukuran faktor fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Hasil pengukuran faktor fisika dan kimia lingkungan pada sawah di Bungo Pasang Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan Hari 1 2 3 4
Suhu oC 25 oC 25 oC 25 oC 25 oC
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada sawah di Bungo Pasang Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan didapatkan jumlah kepadatan populasi katak sawah. Jumlah individu yang ditemukan sebanyak 55 individu pada 10 plot dengan kepadatan populasi katak sawah 0,55 individu/m2 dengan luas area 100 m. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Saputra (2013) ditemukannya katak sawah sebanyak 223 ekor pada bulan Agustus dan pada bulan September sebanyak 180 ekor dengan 6 lokasi yang berbeda. Berdasarkan data hasil penelitian Saputra (2013) berbeda dengan data hasil penelitian yang didapat pada penelitian di Bungo Pasang Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan. Rentang waktu yang digunakan dalam penelitian Saputra (2013) selama dua bulan menyebabkan jumlah katak yang didapatkan lebih banyak. Sedangkan pada penelitian di Bungo Pasang ini hanya dua minggu dengan empat kali pengambilan sampel. Pada penelitian ini terukur 250C dengan kelembaban 65-67%. Keadaan suhu, kelembaban udara, air dan sumber makanan sangat mempengaruhi jumlah kepadatan populasi katak sawah tersebut dan pertumbuhannya. Lingkungan yang masih alami menyediakan makanan yang berlimpah. Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 2 dapat dilihat fluktuasi kepadatan populasi katak sawah yang kadang tinggi kadang rendah. Hal ini diduga karena faktor
Parameter Kelembaban % 67 65 65 65
pH 7 7 7 7
Keadaan cuaca Hujan Cerah Mendung Cerah
aktivitas manusia dan sumber makanan sedangkan faktor lingkungan tidak begitu berpengaruh. Sumber makanan sangat penting untuk kelangsungan hidup katak karena aktivitas yang dilakukan oleh petani seperti penyemprotan pestisida menyebabkan sumber makanan katak berkurang. Hal ini dapat dilihat pada saat pengambilan sampel, pada hari pertama pengambilan sampel pada setiap plot jumlah individu yang didapat sebanyak 20 ekor. Hari kedua jumlah individu yang didapat sebanyak 16 ekor. Pada hari ketiga jumlah individu yang didapat sebanyak 12 ekor. Sedangkan pada hari keempat jumlah individu yang didapat sebanyak 7 ekor. Dengan total individunya sebanyak 55 ekor. Pengukuran suhu dan kelembaban pada saat pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 2. keadaan suhu dan kelembaban pada saat pengambilan sampel hari pertama suhu 25oC dengan kelembaban 67%, dengan keadaan cuaca hujan. Pengambilan sampel hari kedua suhu 25oC dengan kelembaban 65% dengan keadaan cuaca cerah. Pengambilan sampel hari ketiga suhu 25oC dengan kelembaban 65% dengan keadaan cuaca mendung. Pengambilan sampel hari keempat suhu 25oC dengan kelembaban 65% keadaan cuaca cerah. Berdasarkan pengaruh faktor fisika lingkungan pada katak sawah yang diteliti menunjukan bahwa faktor fisik lingkungan sesuai dengan habitat hidup katak sawah
kisaran suhu di lokasi masih tergolong baik bagi pertumbuhan dan perkembangan katak, katak memerlukan kelembaban yang cukup untuk melindungi diri dari kekeringan pada kulitnya (Iskandar, 1998). Kelembaban udara di lokasi penelitian mampu mendukung kehidupan katak. Hal tersebut dapat dilihat dari keadaan suhu dan kelembaban pada saat pengambilan sampel. Menurut Priyono, (2001 dalam Saputra, 2014) Katak sawah bisa hidup pada suhu sekitar 26-33ºC dengan kelembaban berkisar antara 60%-65%. Rendahnya kepadatan katak sawah ini disebabkan karena para petani banyak menggunakan berbagai jenis pestisida untuk memberantas hama tanaman padi, hal tersebut dapat menyebabkan berkurangnya populasi katak sawah karena pestisida itu merupakan zat kimia yang beracun. Para petani di Bungo Pasang Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan melakukan penyemprotan pestisida pada tanaman padi sebanyak 3 kali penyemprotan. Penyemprotan biasanya dilakukan pada saat padi berumur 15-20 hari, padi berumur 2 bulan dan saat padi mulai berbunga yaitu munculnya bunga berwarna putih. Berdasarkan pengaruh pemakaian pestisida dan pupuk kimia yang terus meningkat di negara-negara berkembang juga menjadi ancaman yang besar bagi kelestarian berbagai jenis amfibia yang hidup di kawasan pertanian dan pemukiman. Menurut Salikin (2003) penggunaan pestisida di sawah mengakibatkan terganggunya keseimbangan lingkungan karena terbunuhnya organisme non-hama yang bermanfaat seperti katak, sehingga sedikit ditemukannya telur dan berudu katak di sawah. Menurut Hadi (2002) penggunaan bahan kimia akan mempengaruhi organisme yang tinggal di sawah karena menjadi racun bagi lingkungan. Menurut Wudianto (2011) Jenis pestisida yang digunakan oleh masyarakat adalah
insektisida. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis seranggga karena penggunaan insektisida ini dapat menggurangi populasi katak sawah yang merupakan predator alami bagi serangga, karena penggunaan pestisida dapat menyebabkan berkurangnya sumber makanan bagi katak. Selain untuk membasmi serangga insektisida juga bisa menyebabkan telur, berudu dan katak sawah mati. Karena tempat hidup dan berkembangnya telur dan berudu tercampur dengan pestisida. Katak sawah sangat rentan dengan bahanbahan kimia. Menurut Mistar (2003) faktor fisika lingkungan yang mempengaruhi katak sawah adalah suhu, kelembaban dan salah satunya pemakaian zat-zat kimia, pada pertumbuhannya katak membutuhkan kelembaban yang stabil dalam hidupnya, serta perubahan iklim global yang mengakibatkan kenaikan suhu bumi dan lubang ozon yang meningkat paparan gelombang Ultra Violet B yang mencapai muka bumi terbukti telah memberikan dampak negatif yang cukup besar terhadap amfibia diberbagai belahan bumi. Katak sawah adalah hewan yang akif pada malam hari yang membutuhkan makanan dan air yang banyak untuk menopang tingkat hidupnya yang aktif. Dengan berkurangnya Kepadatan katak sawah, menyebabkan ekosistem menjadi tidak seimbang karena katak juga berfungsi sebagai indikator kesehatan lingkungan dan predator alami dalam memberantas hama padi. Beberapa jenis katak menjadi komoditi ekspor yang sangat menjanjikan keuntungan besar. Serta banyaknya fungsi dan manfaat katak oleh sebab itu keberadaan katak di alam harus tetap dijaga dan dipertahankan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kepadatan populasi Katak Sawah (Rana cancrivora Gravenhorst) di daerah Bungo Pasang Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan yaitu sebanyak 0,55 individu/m2. Faktor fisika lingkungan pada Sawah di Bungo Pasang memiliki suhu 25 0 C dan kelembaban 65%-67%.
Disarankan kepada masyarakat disekitar Bungo Pasang agar mengurangi penggunaan pestisida dalam memberantas hama pada tanaman padi karena mengingat fungsi dan manfaat dari Katak sawah (Rana cancrivora Gravenhorst) sebagai predator alami bagi lingkungan. Penelitian ini agar dapat menjadi
informasi dan bahan penelitian selanjutnya.
pembanding
untuk
DAFTAR PUSTAKA Hadi, S.A. (2002). Pengelolaan satwa liar jilid I. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Iskandar DT. (1998). Amfibi Jawa dan Bali– Seri Panduan Lapangan. Bogor: Puslitbang LIPI. Jasin,
M. (1992). Zoologi Surabaya: Sinar Wijaya
Vertebrata.
Mistar, (2003). Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Bogor: PILI-NGO Movement. Nuraini, LR. (2009). Penurunan Populasi Amfibia Dunia Apa Penyebab dan upaya Pencegahannya. Departemen Konservasi Sumber daya Hutan dan Ekowisata. Jurnal Fakultas Kehutanan IPB Salikin, AK. (2003). Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius.
Saputra, D. (2014). Karakteristik populasi katak sawah (Rana cancrivora) di persawahan Sungai Raya Kalimantan barat. Jurnal Protobiont. Program Studi Biologi Fakultas MIPA Universitas Tanjung pura.
Suin, N.M. (2006). Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara. Wudianto, R. 2011. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Penebar Swadaya.