Yudianti, Kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dan kejadian preeklamsia-eklamsia
KENAIKAN BERAT BADAN IBU HAMIL TRIMESTER III DAN KEJADIAN PREEKLAMSIA-EKLAMSIA Ika Yudianti, Siti Sundari, Sandra Sabgi Pratiwi Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No 77 C Malang E-mail:
[email protected]
Abstract: This study aimed to find out correlation weight gain of pregnant women with preeclampsiaeclampsia incident. This research used analytical correlation design with cross sectional approach. The sample is 118 respondents. Implement of this research in march-may 2014 with data in medical records using the check list. The result of data analysis with Contingency Coefficient test =0,00, that Ho rejected because <0,05 which means there a correlation weight gain of pregnant women third trimester with preeclampsia-eclampsia. Keywords: pregnant women, weight gain, preeclampsia-eclampsia Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dengan kejadian preeklamsia-eklamsia. Desain penelitian yang digunakan analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional. Besar sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu 118 responden. Hasil analisis data dengan uji Koefisien Kontingansi didapatkan nilai =0,00, maka Ho ditolak karena <0,05 yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dengan kejadian preeklamsia-eklamsia. Kata Kunci: ibu hamil, kenaikan berat badan, preeklamsia-eklamsia
PENDAHULUAN
paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsia dan risiko meningkat lagi pada grandemultigravida (Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama perkawinan 4 tahun juga dapat berisiko tinggi timbul preeklamsia (Rochjati, 2003). Kematian maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsia (Cunningham, 2006). Selain itu ibu hamil yang berusia 35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi preeklamsia (Rochjati, 2003). Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, 63
Penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab obstetri langsung yaitu perdarahan 28%, preeklamsia-eklamsia 24%, infeksi 11%, sedangkan penyebab tidak langsung adalah trauma obstetri 5% dan lain-lain 11% (WHO, 2007). Preeklamsia merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2009). Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklamsia adalah iskemi plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklamsia dan eklamsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar dikemukakan mana yang sebab dan mana yang akibat (Wiknjosastro, 2007). Kira-kira 85% preeklamsia terjadi pada ISSN 2460-0334 kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan 63
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 63-68
hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain (Cunningham, 2006). Hubungan antara berat badan ibu dengan risiko preeklamsiaa bersifat progresif, meningkat dari 4,3% untuk wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi peningkatan menjadi 13,3% untuk mereka yang indeksnya 35 kg/m2 (Mansjoer, 2008). Pada ibu hamil yang mengalami obesitas dapat beresiko mengalami hipertensi yang mengakibatkan hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta (Jaffe dkk 1995 dalam Al-Farozy, 2008). Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan dimana radikal bebas jumlahnya berlebih dominan dibandingkan antioksidan (Robert 2004 dalam AlFarozy, 2008). Oksidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh darah yang disebut disfungsi endotel yang dapat terjadi pada seluruh permukaaan endotel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklamsia. Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, trombosan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi vasokontriksi yang luas dan terjadilah hipertensi (Roeshadi, 2006). Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus.
64
Secara keseluruhan setelah terjadinya disfungsi endotel di dalam tubuh penderita preeklamsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ, seperti pada ginjal hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal (Al-Farozy, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Puspitasari (2008) di RSUP Dokter Kariadi Semarang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian preeklamsia yaitu ibu riwayat hipertensi, obesitas, dan umur saat hamil. Ditinjau dari uraian diatas dapat dipahami bahwa kenaikan berat badan yang berlebih atau obesitas pada ibu hamil dapat memicu terjadinya hipertensi, dan hipertensi tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada organ ginjal sehingga dapat terjadi proteinuria. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dengan kejadian preeklamsia-eklamsia. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik korelasi yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara variabel yang diteliti dengan pendekatan cross sectional. Peneliti mengaplikasikan metode tersebut untuk mengetahui hubungan antara kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dengan kejadian preeklamsiaeklamsia di RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang melahirkan di RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang pada 1 September 2013 sampai 28 Februari 2014 yang memiliki data lengkap direkam Medis sejumlah 168 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan random sampling dan didapatkan sampel sebanyak 118 responden. Sampel penelitian yang dianggap memenuhi kriteria inklusi adalah 1) ibu yang melahirkan di RSUD “Kanjuruhan” mulai tanggal 1 September 2013 sampai 28 Februari 2014, 2) terdapat dokumentasi berat badan pada ANC trimester II, 3) terdapat dokumentasi berat badan minimal 2
ISSN 2460-0334
Yudianti, Kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dan kejadian preeklamsia-eklamsia
kali kunjungan pada ANC trimester III. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah check list untuk memperoleh data kenaikan BB trimester III dan kejadian preeklamsia-eklamsia yang diperoleh dari catatan Rekam Medis. Seluruh data yang diperoleh diolah dengan langkah editing, coding, transfering, dan tabulating. Kemudian dianalisa menggunakan uji statistik Koefisien Kontingensi. Setelah data dianalisis selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dengan batasan H0 ditolak jika < 0,05 dan H0 diterima jika > 0,05. HASIL PENELITIAN Responden pada penelitian ini berjumlah 118 orang, 12,7% responden diantaranya berusia <20 tahun, 62,7% responden berusia 20-35 tahun, dan 24,6% responden berusia >35 tahun. Paritas dari responden antara lain 40,7% responden mempunyai paritas 1 atau primigravida, 31,4% responden mempunyai paritas 2 atau multigravida, 18,6% responden mempunyai paritas 3 atau multigravida, dan sejumlah 9,3% responden mempunyai paritas 4 atau grandemultigravida. Dilihat dari ada atau tidaknya penyulit pada responden, 11% diantaranya memiliki penyulit kehamilan maupun persalinan, sedangkan 89% responden tidak memiliki penyulit kehamilan maupun persalinan. Kenaikan berat badan responden yaitu 35,6% mempunyai kenaikan berat badan <0,34 kg (kurang), dan responden yang mempunyai kenaikan berat badan 0,34-0,5 kg (normal) serta yang mempunyai kenaikan berat badan >0,5 kg (lebih) masing-masing adalah 32,2% responden. Responden yang tidak mengalami preeklamsia-eklamsia sebanyak 67,8%, sedangkan yang mengalami preeklamsia-eklamsia sebanyak 32,2% responden. Untuk mengetahui hubungan kenaikan berat badan ibu hamil dengan kejadian preeklamsiaeklamsia maka peneliti melakukan tabulasi silang antara kenaikan berat badan dengan kejadian preeklamsia-eklamsia. Dari tabulasi silang didapatkan hampir setengahnya responden
ISSN 2460-0334
Tabel 1. Tabulasi silang kenaikan berat badan ibu hamil dan kejadian preeklamsia-eklamsia
(29,7%) yang tidak mengalami preeklamsiaeklamsia mempunyai kecenderungan kenaikan berat badan <0,34 kg (kurang) tiap minggunya. Sedangkan 21,2% responden yang mengalami preeklamsia-eklamsia mempunyai kecenderungan kenaikan berat badan >0,5 kg (lebih) tiap minggunya (Tabel 1). Setelah dilakukan uji statistik menggunakan uji Koefisien Kontingensi didapatkan nilai =0,00, sehingga dapat dikatakan bahwa H0 ditolak karena <0,05 yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dengan kejadian preeklamsiaeklamsia. Di samping nilai , didapatkan nilai r = 0,444 yang menunjukkan bahwa tingkat hubungan antara kedua variabel sedang. Kedua variabel tersebut berhubungan secara positif yang berarti bahwa semakin tinggi kenaikan berat badan ibu hamil trimester III, semakin tinggi risiko terjadinya preeklamsia-eklamsia. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa hampir separuh responden mengalami penambahan berat badan kurang (<0,34 kg) yaitu sebanyak 35,6% responden; responden yang mempunyai berat badan normal (0,34-0,5 kg) sebanyak 32,2%, dan responden dengan kenaikan berat badan lebih (>0,5 kg) sebanyak 32,2%. Menurut Istiany (2013), kenaikan berat badan normal selama hamil yaitu 1-2 kg selama trimester I dan 0,34-0,5 kg per minggu pada trimester II dan III. Ibu hamil seharusnya mempunyai kenaikan berat badan yang normal supaya ibu dan bayinya sehat. Ibu hamil yang mempunyai kenaikan berat
65
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 63-68
badan kurang dapat melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), sedangkan ibu hamil yang mempunyai kenaikan berat badan lebih dapat memicu terjadinya diabetes mellitus, penyakit jantung, dan hipertensi pada kehamilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 67,8% responden tidak mengalami preeklamsia-eklamsia. Sedangkan 32,2% responden mengalami preeklamsia-eklamsia. Hal ini berarti dari 118 responden hanya sebagian kecil responden yang mengalami preeklamsia-eklamsia. Apa yang menjadi penyebab preeklamsia dan eklamsia sampai sekarang belum diketahui, namun menurut Cunningham (2006) faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya preeklamsia-eklamsia yaitu paritas, umur, riwayat hipertensi, sosial ekonomi, dan obesitas. Hasil tabulasi silang antara berat badan dengan kejadian preeklamsia-eklamsia menunjukkan bahwa hampir separuh responden yaitu 29,7% yang tidak mengalami preeklamsiaeklamsia mempunyai kenaikan berat badan <0,34 kg (kenaikan berat badan kurang) tiap minggunya. Sedangkan 21,2% responden yang mengalami kejadian preeklamsia-eklamsia mempunyai kenaikan berat badan >0,5 kg(kenaikan berat badan lebih) tiap minggunya. Data tersebut menunjukkan bahwa berat badan memengaruhi terjadinya preeklamsia-eklamsia. Hal ini terbukti dari hasil analisis yang didapatkan. Berdasarkan hasil uji analisis koefisien kontingensi didapatkan nilai =0,00 sehingga dapat dikatakan bahwa H0 ditolak karena <0,05 yang berarti bahwa ada hubungan antara kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dengan kejadian preeklamsiaeklamsia. Di samping nilai , didapatkan nilai r = 0,444 yang menunjukkan bahwa tingkat hubungan antara kedua variabel sedang. Kedua variabel tersebut berhubungan secara positif yang berarti bahwa semakin tinggi kenaikan berat badan ibu hamil trimester III, semakin tinggi risiko terjadinya preeklamsia-eklamsia Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Puspitasari (2008) di RSUP Dokter Kariadi Semarang yang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian preeklamsia yaitu 66
ibu riwayat hipertensi, obesitas, dan umur saat hamil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan berat badan lebih (obesitas) merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya preeklamsiaeklamsia. Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklamsia adalah iskemi plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklamsia dan eklamsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar dikemukakan mana yang sebab dan mana yang akibat (Wiknjosastro, 2007). Terjadinya preeklamsia bukan hanya disebabkan oleh berat badan saja, umur ibu saat hamil dan paritas ibu yang sedang hamil juga merupakan faktor predisposisi terjadinya preeklamsia. Hasil penelitian yang didapatkan dari tabel silang antara umur dengan kejadian preeklamsia-eklamsia menunjukkan bahwa dari 12,7% responden yang berumur <20 tahun 4,2% responden diantaranya mengalami preeklamsiaeklamsia; 62,7% responden yang berusia 20-35 tahun 17% responden diantaranya mengalami preeklamsia-eklamsia. Sedangkan dari 24,6% responden yang berumur >35 tahun 11% responden diantaranya mengalami preeklamsiaeklamsia. Dilihat dari persentase yang ditunjukkan, preeklamsia-eklamsia cenderung terjadi pada ibu hamil resiko tinggi yaitu yang berumur <20 tahun dan >35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsia. Menurut Bobak (2005), usia yang rentan terkena preeklamsia adalah usia < 18 atau > 35 tahun. Seperti yang telah dijelaskan Manuaba (2010), pada usia < 18 tahun, keadaan alat reproduksi belum siap untuk menerima kehamilan. Hal ini akan meningkatkan terjadinya keracunan kehamilan dalam bentuk preeklamsia dan eklamsia. Sedangkan pada usia 35 tahun atau lebih, menurut Rochjati, P (2003) rentan terjadinya berbagai penyakit dalam bentuk hipertensi, dan ISSN 2460-0334
Yudianti, Kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dan kejadian preeklamsia-eklamsia
eklamsia. Hal ini disebabkan karena tenjadinya perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi. Selain itu, juga diakibatkan karena tekanan darah yang meningkat seiring dengan pertambahan usia. Sehingga pada usia 35 tahun atau lebih dapat cenderung meningkatkan risiko terjadinya preeklamsiaeklamsia. Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Namun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak responden yang mengalami kejadian preeklamsia-eklamsia pada usia 20-35 tahun. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang dapat menyebabkan preeklamsiaeklamsia. Bisa jadi responden yang mengalami preeklamsia-eklamsia pada usia 20-35 tahun tersebut mengalami peningkatan berat badan yang lebih atau merupakan kehamilan yag pertama. Selain itu ada kemungkinan juga mempunyai riwayat hipertensi sebelumnya sehingga mereka mengalami preeklamsia-eklamsia walaupun tergolong dalam usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan. Selain umur ibu saat hamil, paritas ibu yang sedang hamil juga merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya preeklamsia-eklamsia. Berdasarkan tabel silang antara paritas dengan kejadian preeklamsia-eklamsia didapatkan hasil yaitu dari 40,7% responden primigraviga 10,2% responden mengalami preeklamsia-eklamsia; 18,6% responden multigravida 9,3% mengalami preeklamsia-eklamsia; 9,3% responden grandemultigravida 2,5% mengalami preeklamsiaeklamsia. Dilihat dari hasil persentase tersebut, preeklamsia-eklamsia cenderung terjadi pada primigravida. Hal ini sesuai dengan Bobak (2005) dimana kira-kira 85% preeklamsia terjadi pada kehamilan pertama (primigravida). Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsia dan risiko meningkat lagi pada grandemultigravida. Pada primigravida sering mengalami stress dalam menghadapi persalinan. Stress emosi yang terjadi pada primigravida menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic-releasing hormone (CRH) oleh hypothalamus, yang
ISSN 2460-0334
kemudian menyebabkan peningkatan kortisol. Efek kortisol adalah mempersiapkan tubuh untuk berespons terhadap semua stressor dengan meningkatkan respons simpatis, termasuk respons yang ditujukan untuk meningkatkan curah jantung dan mempertahankan tekanan darah. Pada wanita dengan preeklamsia-eklamsia, tidak terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptidavasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar volume darah langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan darah. Di samping faktor predisposisi yang dapat menyebabkan preeklamsia-eklamsia, peneliti juga menemukan adanya penyulit dalam kehamilan maupun persalinan. Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 11% responden yang memiliki penyulit 10,2% responden mengalami preeklamsiaeklamsia. Hal ini berarti bahwa hampir seluruh responden yang mengalami preeklamsia-eklamsia memiliki penyulit dalam kehamilan maupun persalinan. Adapun penyulit yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain KPD, IUGR, kala II lama, partus macet, diabetes mellitus, fetal distress, perdarahan PP, dan IUFD. Penyulit yang mungkin terjadi pada ibu yang mengalami preeklamsia-eklamsia adalah perdarahan, IUGR, IUFD, solusio plasenta, dan kematian neonatal (Cunningham, 2006). Berdasarkan hasil penelitian diatas penyulit yang ditemukan oleh peneliti tetapi tidak ditemukan dalam Cuningham (2006) yaitu KPD, kala II lama, partus macet, diabetes mellitus, dan fetal distress. Sedangkan penyulit yang mungkin terjadi menurut Cunningham (2006) tetapi tidak ditemukan dalam penelitian ini adalah solusio plasenta dan kematian neonatal. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa responden dengan kenaikan berat badan kurang sebanyak 35,6%. Responden dengan kenaikan berat badan normal sebanyak 32,2%. Responden dengan kenaikan berat badan lebih sebanyak 32,2%. Responden yang tidak mengalami preeklamsia-eklamsia sebanyak 67,8% dan responden yang mengalami preeklamsia-
67
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 63-68
eklamsia sebanyak 32,2%. Terdapat hubungan yang signifikan antara kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dengan kejadian preeklamsiaeklamsia (=0,00, <0,05). Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kenaikan berat badan ibu hamil trimester III, semakin tinggi risiko terjadinya preeklamsia-eklamsia Saran yang dianjurkan berdasarkan penelitian adalah hendaknya petugas kesehatan perlu meningkatkan upaya promotif untuk mengajak ibu hamil dalam melaksanakan pemeriksaan ANC secara rutin minimal 4 kali selama hamil untuk mengetahui keadaan ibu hamil dan konseling pada ibu hamil dan keluarga tentang tanda bahaya pada kehanilan sebagai upaya preventif terhadap terjadinya preeklamsia-eklamsia. DAFTAR PUSTAKA Al-Farozy, Anwarusysyamsi. 2008. Peran Minyak Ikan Dalam Mencegah Terjadinya Preeklamsia. Yokyakarta: FK UNMUH Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
68
Cunningham, F Gary. 2006. Obstetri William Edisi 21. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Manuaba, I B G. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YB-PSP Puspitasari, Apriliani. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklamsia pada Ibu Hamil di RSUP Dokter Kariadi (skripsi). Semarang: UNS Rochjati, P. 2003. Skrining Antenatal pada Ibu Hamil. Surabaya: Pusat safemotherhood Roeshadi, H.R. 2006. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu Pada Penderita Preeklamsia dan Eklamsia disampaikan pada pengukuhan Jabatan Guru Besar tetap dalam Bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Medan WHO. 2007. Penyebab Kematian Ibu. Jakarta : EGC. Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC
ISSN 2460-0334