Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Warisan Budaya Tak Benda (Nilai Tradisi, Kampung Adat Wae Rebo, Kab. Manggarai, NTT)
Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, November 2016
WAEREBO
WAEREBO Waerebo adalah sebuah kampung adat tradisional yang terletak di dataran tinggi Manggarai. Waerebo tetap terjaga keasliannya dan tertata rapi hingga saat ini sejak leluhur pendiri kampung memutuskan menempati daerah ini sebagai tempat tinggal mereka. Alkisah nenek moyang Waerebo yang bernama Empo Maro berasal dari Minangkabau, Sumatera. Empo Maro dan beberapa kerabatnya mengarungi lautan dengan menggunakan perahu layar hingga berlabuh di Labuan Bajo, Flores. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke arah Utara hingga tiba di suatu tempat yang bernama Waraloka. Berdasarkan foklor tetua adat di Waerebo, Empo Maro berpindah-pindah dari satu kampung ke kampung lainnya mulai dari Waraloka menuju Nangapa’ang, kemudian bergeser ke Todo, Popo, Liho, Modo, Golo Ponto, Ndara, Golo Pondo, Golo Damu, dan kemudian menetap di Waerebo hingga menurunkan keturunannya sampai saat ini 1). Desa Adat Wae Rebo, terdiri dari Tujuh rumah adat berbentuk kerucut, tampak begitu damai dan harmonis dengan alam sekitarnya yang berupa kebun dan hutan pegunungan, dengan satu rumah Gendang sebagai rumah ketua desa adat. Setiap rumah di tempati oleh enam keluarga, sedangkan rumah Gendang dengan delapan keluarga. Kondisi sekarang satu rumah difungsikan sebagai rumah untuk menginap tamu atau wisatawan yang berkunjung ke Desa Adat Wae Rebo.
1) Suprahman Faiz H dan Hartanto H Robin, Sekilas Sejarah Waerebo dalam Pesan dari Waerebo dalam Kelahiran Arsitektur Nusantara Sebuah Pelajaran dari Masa Lalu untuk Masa Depan, Editor, Yori Antar, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010
Keserasian dan tata aturan bermasyarakat yang dipegang teguh untuk menghormati sesama, leluhur dan Sang Pencipta, membawa kehidupan mengalir bersama nafas alam. Waerebo merupakan kampung terakhir yang dipilih Empo Maro karena dia mendapat ilham untuk pindah ke tempat lain di arah Timur. Keturunannya hingga saat ini terus menjaga dan melestarikan kampung mereka. “Neka hemong kuni agu kalo” adalah ungkapan yang menjadi nilai dalam norma kehidupan warga di Waerebo, ungkapan itu mempunyai makna bahwa Waerebo sebagai tanah kelahiran, tanah pusaka, dan tanah tumpah darah yang tidak dapat dilupakan 2).
Masyarakat Waerebo masih taat menjalani adat istiadat, menghormati leluhur serta hidup harmonis dengan hutan disekelilingnya. Hutan di sekitar kampung dihuni berbagai jenis flora dan fauna serta menyediakan sumber air abadi, menghasilkan udara bersih dan pemandangan indah. Kegiatan pokoknya adalah bertani, terutama kopi, ada tiga jenis kopi yang diproduksi di desa, yaitu kopi Robusta, kopi Arabica dan kopi Columbia, produksi yang lain kayu manis Menenun juga merupakan kegiatan sehari hari, hasil tenunannya bisa digunakan sendiri atau dijual.
2) Anggo Martinus, Waerebo Sebuah Kampung Tradisional dalam Kelahiran Arsitektor Nusantara Sebuah Pelajaran dari Masa Lalu untuk Masa Depan, Editor, Yori Antar, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010
Pendidikan Desa Adat Wae Rebo
Tidak semua masyarakat Waerebo tinggal di dalam tujuh bangunan Mbaru niang ataupun kampung Waerebo. Sebagaian masyarakat tinggal di kampung Kombo terutama karena mudah mendapat akses ke sarana dan fasilitas, seperti sekolah dan puskesmas. Sebagian masyarakat Kampung Waerebo juga memiliki lahan pertanian garapan di Kombo dan Dintor yang relatif landai, sehingga mereka terkadang menginap di Kampung Kombo dan Dintor. Dari kampung Kombo menuju kampung Waerebo hanya dapat diakses dengan berjalan kaki menelusuri lereng bukit selama 3-4 jam dengan jarak sekitar 8 km 3).
SDI Lenggos Denge
Kombo Dintor
SDK Denge SDI Wongka
Anak anak Waerebo yang sudah menginjak SD atau SMP, akan tinggal dengan keluarga di Kombo, setiap hari libur akan kembali ke kampung adat Waerebo
SMPN 4 Satarmese
3) Yayasan Ekowisata Indonesia (Indecon), Waerebo, Jakarta, 2016
http://sekolah.data.kemdikbud.go.id/
http://sekolah.data.kemdikbud.go.id/
http://sekolah.data.kemdikbud.go.id/
http://sekolah.data.kemdikbud.go.id/
Kampung Adat Wae Rebo
Kampung Adat Wae Rebo
Kampung Adat Wae Rebo
Kampung Adat Wae Rebo
Kampung Adat Wae Rebo
Kampung Adat Wae Rebo
Kampung Adat Wae Rebo (Suasana didalam rumah)
Kampung Adat Wae Rebo (Suasana didalam rumah)
Jalur Menuju Kampung Adat Wae Rebo
±1 Km 2
3
±1 Km
±4,2 Km 1
±2 Km
Titik Awal: Wisma Blasius di Denge 1
Pos 1: Wae Lomba
2
Pos 2: Ponco Roko
3
Pos 3: Nampe Bakok Desa Adat Wae Rebo
Titik Awal: Wisma Blasius di Denge Titik awal di Wisma dengan ketinggian 490 mdpl, jarak menuju ke POS 1 kurang lebih 2 km. Untuk menuju ke POS 1 kondisi jalan beraspal, dan dapat ditempuh dengan sepeda motor kurang lebih 15 menit, atau 1 jam jalan kaki. Dengan tanjakan kurang lebih 18%.
Menuju POS 1 Wisma Blasius, Denge
Pos 1: Wae Lomba POS 1 dengan ketinggian 760 mdpl, jarak menuju ke POS 2 kurang lebih 4,2 km. Untuk menuju ke POS 2 kondisi jalan setapak dengan tebing tebing yang curam, namun ditumbuhi pohon pohon sehingga akar pohon yang muncul dipermukaan jalan setapak dapat membantu perjalanan agar tidak tergelincir atau terpeleset. Dari POS 1 ke POS 2 ditempuh dengan jalan kaki kurang lebih 2,5 Jam. Dengan tanjakan rata2 kurang lebih 22%.
Menuju POS 2
POS 1
Pos 2: Ponco Roko POS 2 dengan ketinggian 1.255 mdpl (puncak tertinggi jalur ke desa), jarak menuju ke POS 3 kurang lebih 1 km. Untuk menuju ke POS 3 dari POS 2, kondisi jalan setapak dengan tanjakankan yang lebih tinggi jika dibandingkan dari POS 1 ke POS 2. Dari POS 2 ke POS 3 ditempuh dengan jalan kaki kurang lebih 1 jam. Dengan tanjakan rata2 kurang lebih 40%.
POS 2
Menuju POS 3
Menuju POS 3
Pos 3: Nampe Bakok POS 3 dengan ketinggian 1.200 mdpl, jarak menuju ke Desa Wae Rebo kurang lebih 1 km. Untuk menuju ke desa kondisi jalan setapak dan relative menurun. Dari POS 3 ke desa ditempuh dengan jalan kaki kurang lebih 30 menit Dengan turunan rata2 kurang lebih 7%.
POS 3 “Pondok Kasih Ibu”
Menuju Desa Wae Rebo
Desa Adat Wae Rebo
Desa Adat Wae Rebo
Desa Adat Wae Rebo dengan ketinggian 1.103 mdpl,
Gerbang Desa
Menuju Kampung Adat Wae Rebo
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Terimakasih
Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, November 2016