KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB DAN HUKUMAN MATI
Nama
:
Shinta Nur Atikah
NIM
:
11.11.4761
Kelompok
:
C
Jurusan
:
S1-TI
Nama Dosen :
Drs. Tahajudin Sudibyo
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012
ABSTRAK
Pancasila merupakan dasar Negara. Didalam pancasila terkandung berbagai nilai yang digunakan sebagai dasar hukum di Negara Indonesia ini. Diantaranya adalah sila kedua yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Namun pada kenyataannya sila tersebut menyimpang dengan adanya hukuman mati. Oleh karena itu munculah berbagai macam kontroversi mengenai hukuman mati tersebut. Banyak yang menilai hukuman mati merupakan pelanggaran HAM, namun adapula yang menilai hukuman mati harus diberlakukan untuk membuat jera para pelaku kejahatan. Hukuman mati adalah tindak pidana yang dijatuhkan sebagai bentuk hukuman terberat atas seseorang akibat perbuatan yang dilakukannya. Manusia mempunyai hak yang melekat sejak lahir, yaitu hak untuk hidup seperti yang tertera dalam pasal 28I ayat (1) UUD 1945. Hidup merupakan anugrah dari Tuhan YME, tidak ada satupun manusia yang dapat mencabutnya. Di Negara-negara lain hukuman mati telah banyak dihapuskan, namun di Indonesia sendiri hukuman mati secara tegas msih diberlakukan.
KATA KUNCI : Pancasila, Hukuman Mati
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Kasus hukuman mati yang masih secara tegas diberlakukan di Indonesia dan menuai kontroversi karena hukuman mati dinilai menyimpang dari pancasila sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Hukuman mati juga dianggap melanggar Hak Asasi Manusia yaitu hak hidup. Sebagian juga beranggapan bahwa hukuman mati harus diberlakukan karena hukuman mati merupakan cara yang paling ampuh untuk membuat jera para pelaku kejahatan. Namun, kasus bom Bali yang didalangi Amrozi cs telah lama terjadi, para pelaku pengeboman pun sudah dijatuhi hukuman mati, tetapi kasus pengeboman masih marak terjadi di Indonesia. Maka dari itu latar belakang dari masalah ini adalah kontroversi masalah hukuman mati di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH Apakah penyebab terjadinya kontroversi hukuman mati di Indonesia ? Apa kaitannya Pancasila dengan hukuman mati ? Mengapa hukuman mati dinilai melenggar HAM ? Mengapa hukuman mati harus dihapuskan ?
BAB 2
PENDEKATAN SECARA YURIDIS Secara yuridis pancasila adalah dasar Negara dalam menyusun hukum di Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai sifat yang memaksa, dalam artian warga Negara harus tunduk terhadap hukum yang berlaku di Indonesia, jika tidak maka akan ada sanksi hukumnya. Pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat : “ Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia” Penjelasan dari alenia keempat ialah Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Maka dari itu Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan Pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara, untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
BAB 3 PEMBAHASAN
Setiap manusia mempunyai hak yang melekat sejak lahir. Hak pertama yang mutlak adalah hak hidup. Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 menyatakan: “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan umum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.
Hidup adalah sebuah anugerah dari Tuhan YME dan tidak ada satupun manusia yang dapat mencabutnya. Namun pernyataan itu seakan sirna dengan adanya hukuman mati bagi narapidana pada kasus narkoba seperti yang tercantum dalam UU nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika pasal 113, yaitu : “Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).”
Banyak kontroversi tentang hal ini, banyak yang menilai bahwa hukuman mati menyimpang dari Pancasila sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan melanggar Hak Asasi Manusia, namun sebagian juga menilai hukuman mati adalah cara yang paling ampuh untuk membuat jera para pelaku kejahatan. Dibeberapa Negara lain hukuman mati sudah dihapuskan, namun di Indonesia sendiri hukuman mati masih secara tegas diberlakukan.
Hukuman mati belum tentu dapat membuat para pelaku kejahatan jera, hal itu juga dapat menutup rapat kejahatan yang belum terselesaikan, seperti hukuman mati yang diberlakukan pada kasus teroris. Para pelaku pengeboman telah dihukum mati sebelum seluruh kasus terorisme terungkap. Setelah kasus bom Bali satu, di Indonesia masih marak dengan kasus-kasus pengebomban yang lainnya. Hal ini dapat dijadikan bukti bahwa tidak ada kata jera untuk para pelaku terorisme di Indonesia. Menurut T.Mulya Lubis dan Alexander Ray ( 2009 : 65 ) yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana melakukan tindak pidana, bukan narapidana yang bersangkutan. Kutipan diatas dapat dijadikan inspirasi untuk menghapus hukuman mati di Indonesia. Hukuman mati seperti bukan sebuah hukuman, namun hukuman mati lebih terlihat sebagai reaksi balas dendam. Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa juga bertentangan dengan hukuman mati, dalam sila pertama kita diharuskan meyakini keberadaan Tuhan YME namun apa yang dilakukan jelas bertentangan dengan sila tersebut. Mencabut nyawa adalah hak Tuhan, dengan adanya hukuman mati seakan akan manusialah yang berkuasa atas kematian manusia tersebut. Perkap No 12 th 2010 menyatakan : “bahwa dalam menjalankan tugas sebagai pelaksana pidana mati, diperlukan suatu peraturan yang memuat tata cara bertindak yang terarah dan terorganisir agar pelaksanaan pidana mati dilakukan secara profesional dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia;”
Dalam Perkap tersebut terdapat kalimat tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia, namun kenyataannya hukuman mati dengan jelas melanggar HAM hak untuk hidup.
Hukuman mati ada baiknya diganti dengan hukuman seumur hidup untuk melindungi HAM, bukan dalam artian untuk meringankan hukuman, namun juga untuk menghukum seadil-adilnya jika terjadi kesalahan dalam mendakwa narapidanya yang sebenarnya tidak bersalah.
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Hukuman mati masih menimbulkan pro dan kontra. 2. Hukum di Indonesia harus dibenahi lagi agar tidak menimbulkan kontroversi dikalangan masyarakat. 3. Pemerintah harus memahami arti sesungguhnya dari Pancasila sebagai landasan hukum di Indonesia. 4. Pengertian hak untuk hidup harus dipraktekkan sebenar-benarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Lubis, T.Mulya. 2005. Jalan Panjang Hak Asasi Manusia PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Lubis, T.Mulya & Ray, Alexander. 2009. Kontroversi hukuman mati PT. Kompas Media Nusantara : Jakarta. Marpaung, Leden, S.H..2005. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh Sinar Grafika : Jakarta. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Undang-undang Dasar 1945