e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
KEMAMPUAN MENULIS CERITA FABEL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMPN 6 SINGARAJA: SEBUAH KAJIAN STRUKTUR GRAMATIKAL. I Wyn Sudiasa1, I Wyn Rasna2, Md Sri Indriani3. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan kemampuan menulis teks cerita fabel siswa kelas VIII SMPN 6 Singaraja dalam pembelajaran bahasa Indonesia ditinjau dari struktur gramatikal: morfologi dan sintaksis, (2) mendeskripsikan kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa kelas VIII SMPN 6 Singaraja dalam menulis teks cerita fabel pada pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam mencapai tujuan itu, peneliti menggunakan rancangan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Singaraja. Pengumpulan data menggunakan metod tes dan wawancara. Data yang diperoleh dianalisis dengan deskriptif kualitatif yang meliputi tiga tahap, yaitu 1) reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan. Hasil analisis menunjukkan bahwa penulisan cerita fabel yang ditinjau dari, (a) unsur morfologi tergolong baik sekali dengan pemerolehan rata-rata skor 90. (b) unsur sintaksis dalam kategori sangat baik dengan pemerolehan rata-rata skor 99,48, 1) kendala-kendala yang dihadapi saat penulisan kembali cerita fabel yang diungkapkan beragam. Seperti pemilihan kata dan pembentukan kalimat yang sesuai. Selain kendala di atas kendala lain yang dihadapi oleh siswa antara lain sulit menentukan alur cerita dan memberikan tanda baca. Kata Kunci: cerita fabel, morfologi, sintaksis ABSTRACT This research aims to (1) describe the ability to write text fable of grade viii students learning Bahasa in terms of grammatical structure: morphology and syntax.,(2) describe the obstacles which are faced by the students of grade viii SMPN 6 Singaraja at write text fable toward in learning Bahasa. In attain to that goal , researcher uses quantitative descriptive design. Subject of this research is students in SMPN 6 singaraja. Data were collected by using test method and interview. Data were analyzed with descriptive quantitative includes three stages namely 1) data reduction, data presentation, and process of drawing a conclusion. The results of analysis show that process of writing fable in terms of (a) morphological element is categorized as good morphological elements quite well once the acquisition of the average score 90. (b) syntactic element in the excellent category with the acquisition of an average score 99.88. 2) obstacles which is faced when re-writing fable which were dictated diverse. Such as the choice of word and the establishment of an appropriate sentence. In addition to the above constraints other faced students as between the other determines the storyline and gives punctuation. Keywords: fable,morphology, syntax
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) pendidikan sangat berperan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) untuk mampu berkompetisi. Pendidikan Bahasa Indonesia merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mewujudkan tujuan pembelajaran. Dalam pengajaran bahasa di sekolah, ada empat aspek keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu ketrampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keraf (2001) menyatakan keempat keterampilan ini mempunyai hubungan erat karena pada dasarnya keempat keterampilan ini merupakan satu-kesatuan. Seseorang dikatakan terampil berbahasa apabila terampil menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Oleh karena itu, keempat keterampilan tersebut harus dikuasai dengan baik karena bahasa merupakan alat bagi manusia untuk saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan untuk meningkatkan kemampuan intelektual. Berdasarkan aktivitas menggunakan, kemampuan berbicara dan kemampuan menulis adalah kemampuan produktif, sedangkan kemampuan membaca dan kemampuan mendengarkan adalah kemampuan reseptif (Keraf, 1996: 26). Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang perlu dikuasai oleh setiap orang. Keterampilan menulis memegang peranan yang penting dalam kehidupan. Di samping itu, keterampilan menulis juga merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang menjadi tujuan setiap pengajaran bahasa di sekolah. Karena keberasilan siswa mengikuti pelajaran di sekolah banyak ditentukan oleh keterampilan menulisnya. Dalam hubungannya dengan kemampuan berbahasa, kegiatan menulis makin mempertajam kepekaan terhadap kesalahan-kesalahan baik menyangkut ejaan, struktur, maupun pemilihan kosakata. Hal tersebut disebabkan oleh gagasan perlu
dikomunikasikan dengan jelas, tepat, dan teratur, sehingga tidak menimbulkan keraguan bagi penulis sendiri maupun pembacanya. Setiap mata pelajaran memanfaatkan hasil karya tulis untuk merekam, memengaruhi, memberi informasi, memberikan batasan, dan sebagainya. Oleh karena itu, kemampuan menulis menjadi sangat penting bagi semua mata pelajaran. Keterampilan menulis tidak hanya diperlukan pada saat seseorang masih bersekolah atau mengenyam pendidikan, bahkan setelah lulus pun seseorang perlu memiliki keterampilan menulis. Pengukuran keterampilan dapat dilaksanakan pada saat berlangsungnya proses pembelajaran dan dapat dilakukan pula di luar kegiatan proses pembelajaran yang sengaja dilakukan untuk keperluan itu. Di samping itu, keterampilan menulis mampu mengembangkan potensi diri siswa dalam bergaul dengan orang lain. Bahkan, keterampilan menulis mampu mengembangkan diri siswa, baik untuk melanjutkan studi maupun terjun ke masyarakat. Tarigan (1982:3) mengemukakan menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak bertatap muka dengan orang lain. Keterampilan menulis adalah kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain melalui bahasa tulis. Sejalan dengan itu, Parera (1993: 3) menyatakan menulis merupakan suatu proses. Oleh karena itu, menulis harus mengalami tahap prakarsa, tahap pelanjutan, tahap revisi, dan tahap pengakhiran. Akan tetapi, dalam praktiknya keempat tahap penulisan itu tidak dapat dipisahkan secara jelas, melainkan sering bertumpang tindih (Akhadiah dkk. 1988: 3). Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kemampuan menulis merupakan kemampuan yang kompleks, yang menuntut sejumlah kemampuan dan keterampilan. Hal ini, karena menulis sangat berperan dalam komunikasi yang tidak langsung, misalnya, dalam hal menulis cerita. Cerita adalah rangkaian peristiwa yang
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) disampaikan, baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi). Kata Dongeng berarti cerita rekaan/tidak nyata/fiksi, seperti: fabel (binatang dan benda mati), sage (cerita petualangan), hikayat (cerita rakyat), legenda (asal usul), mythe (dewa-dewi, peri, roh halus), ephos (cerita besar; Mahabharata, Ramayana, saur sepuh, tutr tinular). Penulisan Teks cerita merupakan salah satu kegiatan dari ketrampilan berbahasa yaitu menulis. Teks cerita moral/fabel merupakan salah satu materi pada Kurikulum 2013. Fabel (Dongeng Hewan) Menanamkan Nilai-nilai Pada Anak sehingga pembelajaran cerita fabel yang diterapkan bermanfaat bagi siswa. Banyak pakar yang menyatakan betapa pentingnya mendongeng bagi anak. (kompasiana.com : 2013) di antaranya: Chatt and Shaw (1988) : “Ada hubungan antara kegiatan mendongeng dengan kesuksesan anak mengembangkan kemampuan bahasa dan keterampilan berfikir logis anak.” Coles (1989) : “Cerita/dongeng meningkatkan daya ingat, kemampuan mengingat kembali, aplikasi konsep pada situasi baru, pemahaman, semangat belajar pada topik pelajaran.” Eagle (1995) : “Anakanak dapat belajar memahami dongeng sebelum mereka mampu berpikir logis, sebelum dapat menulis dan membaca. Mendongeng merupakan kegiatan penting sebagai jembatan sampai anak dapat memahami cerita dan berpikir logis.” Hanson (2004) : “Mendongeng merupakan kegiatan yang paling efektif bagi pengembangan kemampuan berbahasa.” Taylor (2001) : “Mendongeng merupakan sumber belajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis.” Dari pendapat di atas manfaat dongeng dalam pembelajaran seperti berpikir logis dan berpikir kritis. Selain meningkatkan dalam kemampuan berpikir,
dongeng mampu mendorong siswa dalam minat belajar dan mampu melatih ketrampilan-ketrampilan berbahasa. Keempat ketrampilan berbahasa dapat menggunakan metode dongeng. Namun penerapan kurikulum 2013 ini masih baru dan pelaksanaan pembelajaran belum efektif. Pembelajaran belum sepenuhnya terlaksana dengan baik sesuai dengan tujuan yang di inginkan. Guru yang baru melaksanakan pembelajaran masih banyak yang menggunakan paradigma lama. Oleh sebab itu, peneliti melaksnakan penelitian tentang penulisan teks cerita fabel. Penelitian teks cerita fabel dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam ketrampilan menulis. Penelitian kemampuan menulis ini khususnya pada teks cerita fabel. Penulisan teks cerita fabel ini menggunakan topik atau tokoh bebas. Melalui penelitian ini, penulis mencoba meneliti kualitas penulisan berdasarkan struktur gramatikal pada teks cerita fabel. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kemampuan siswa dalam menulis teks cerita khususnya pada teks cerita fabel. Penelitian penulisan teks cerita fabel yang ditinjau dari struktur gramatikal yang dibatasi pada unsur fonologi, morfologi dan sintaksis. Keterampilan menulis teks cerita fabel ini dikembangkan dalam pembelajaran menulis yang dapat menunjang pembelajaran menulis pada jenjang berikutnya. Pembelajaran menulis teks cerita fabel pada tingkat SMP ini bisa mencerminkan keberhasilan siswa pada tahap-tahap pendidikan selanjutnya, yakni ke tahap yang lebih tinggi (SMA). Salah satu usaha untuk mengetahui pembelajaran menulis teks cerita fabel di tingkat SMP adalah dengan cara melakukan penelitian sehingga diperoleh hasil penelitian yang bermanfaat bagi dunia pendidikan. Penelitian ini akan dilakukan di SMP Negeri 6 Singaraja sekaligus mengambil subjek penelitian di sekolah tersebut. Alasan peneliti meneliti di SMP Negeri 6 Singaraja karena sekolah tersebut terletak di pusat kota Singaraja. Peneliti berasumsi bahwa
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) siswa yang bersekolah di kota mampu mewakili kemampuan-kemampuan dari siswa pada sekolah lainnya. Berdasarkan uraian permasalahan itulah peneliti tertarik meneliti sekaligus untuk mengetahui “Kemampuan Menulis Cerita Fabel dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII SMPN 6 Singaraja”. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas, objektif, sistematis, dan cermat mengenai fakta-fakta yang diperoleh berupa data terkait. Selanjutnya, penelitian ini
bergolong kuantitatif dengan desain deskriptif. Dikatakan deskriptif kuantitatif karena dalam memecahkan salah satu masalah yang diangkat dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik Berdasarkan rancangan penelitian ini ada lima pokok yang akan dilakukan, yaitu (1) Merumuskan masalah, (2) menentukan jenis data yang perlukan, (3) menentukan prosedur pengumpulan data, (4) menentukan prosedur pengulahan data, (5) menarik Simpulan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Singaraja. Kelas VIII yang ada di SMP N 6 Singaraja terbagi menjadi 6 kelas. Dalam penelitian ini, peneliti memilih kelas VIII B sebagai subjek penelitian. Hal itu dikarenakan siswa kelas VIII B memiliki rata-rata nilai yang cukup baik dalam pembelajaran menulis. Di samping itu sesuai dengan pengalaman peneliti ketika PPL di SMP N 6 Singaraja tergolong siswa yang aktif dalam pembelajaran menulis. Objek penelitian ini adalah kemampuan menulis teks cerita fabel dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMPN 6 Singaraja ditinjau dari struktur gramatikal dan kendala siswa kelas VIII SMPN 6 Singaraja dalam menulis teks cerita fabel pada pembelajaran bahasa Indonesia.
Metode tes dan wawancara merupakan metode utama dalam penelitian ini. metode tes digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam penulisan cerita fabel. Penelitian kendala-kendala yang dihadapi siswa dalam penulisan cerita fabel menggunakan metode wawancara. Metode tes merupakan suatu cara untuk mengadakan penilaian berupa tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa sehingga menghasilkan skor atau nilai mengenai prestasi siswa tersebut. Dalam hal ini siswa akan diberikan tugas untuk menulis sebuah teks cerita fabel dengan topik atau cerita yang ditentukan. Artinya, siswa diberikan cerita yang akan diceritakan atau ditulis. Selain metode tes penelitian ini juga menggunakan metode wawancara. Metode wawancara untuk menjawab permasalahan terkait kendala-kendala yang dihadapi siswa dalam menulis cerita fabel. dalam penelitian ini peneliti memilih metode wawancara tidak berstruktur. dalam wawancara tidak berstruktur ada ruang kebebasan bagi pewawancara untuk menggali informasi yang diperlukan. tetapi dalam hal ini peneliti menggunakan satu pernyataan memencing untuk mengungkapkan hal-hal yang lebih luas. pewawancara boleh mengajukan pertanyaan apa saja yang dianggap perlu dan sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan dalam situasi wawancara. Tetapi ada baiknya bila pewawancara menjadikan catatan-catatan pokok sebagai bahan pegangan dan penting yang akan dibicarakan sesuai tujuan wawancara. pewawancara bisa mengajukan pertanyaan balikan jika diresponden memberikan jawaban yang memunculkan sesuatu yang baru. Wawancara tidak terstruktur akan membantu peneliti memperoleh jawaban dengan gambaran yang lebih luas tentang kendala-kendala yang dihadapi siswa dalam menulis cerita fabel pada kelas VIII di SMP Negri 6 Singaraja. Oleh karena itu, untuk menjaring data mengenai kemampuan menulis cerita fabel digunakan instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah alat
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) bantu yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang diinginkan. Penelitinn penulisan cerita fabel ini mengunakan instrumen dalam pengumpualan data. penelitian ini akan mengumpulkan data dari kemampuan menulis cerita fabel dan kendala-kendala yang dihadapi dalam penulisan cerita fabel. Isntrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks cerita fabel. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan instrument. Setiap kartu diisi oleh setiap responden. Siswa menjawab pertanyaan yang terdaat pada kartu setelah menulis cerita fabel. Pertanyaan dalam wawancara yaitu kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa dalam menulis cerita fabel. isntrumen diberikan dalam bentuk metode wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Teknik deskriptif kualitatif adalah suatu teknik menganalisis data dengan cara menginterpretasikan data yang diperoleh dengan kata-kata. Teknik deskriptif kualitatif juga sering diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan “perhitungan” atau hanya menggunakan kata-kata. Teknik deskriptif kualitatif dilakukan untuk untuk mengetahui sejauh mana kemampuan menulis cerita fabel siswa ditinjau dari stuktur gramatikal bahasa Indonesia. Data-data yang terkumpul dari hasil dokumentasi akan dianalisis untuk mengetahui hasil penelitian dari kemampuan siswa menulis cerita fabel yang ditinjau dari struktur gramatikal dalam unsur morfologi dan sintaksis melalui langkahlangkah, seperti Pertama Reduksi Data yang berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, serta membuang data yang tidak perlu. Dalam hal ini, data yang dikurangi adalah data yang tidak dicari dalam penelitian. Data-data yang memang dicari dalam penelitian yaitu datadata mengenai stuktur gramatikal bahasa Indonesia siswa dalam menulis surat dinas. Kedua, Klasifikasi dan Penafsiran Data. Dalam hal ini, data yang sudah diidentifikasi dan direduksi ditata dan diklasifikasikan sesuai dengan masalah yang
dikaji, yaitu tentang kemampuan menulis cerita fabel dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMPN 6 Singaraja ditinjau dari struktur gramatikal dan kendala siswa kelas VIII SMPN 6 Singaraja dalam menulis cerita fabel pada pembelajaran bahasa Indonesia. Ketiga, Penyajian Data. Setelah data digolongkan sesuai dengan rumusan masalah, selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisis untuk memperoleh jawaban yang tepat dan sesuai dengan rumusan masalah, sehingga data tersebut dapat menjawab permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Data-data yang telah direduksi akan disajikan uraian data yang nantinya akan digambarkan secara rinci dan jelas. Dalam penyajian data ini, data yang didapat akan dihubungkan dengan teoriteori yang relevan yang nantinya akan dapat menjawab permasalahan yang ingin dipecahkan. Pada tahap ini, data mengenai kemampuan menulis cerita fabel siswa yang ditinjau dari stuktur gramtikal yang telah terkumpul akan dipaparkan dengan jenis wacana deskripsi yang sesuai dengan rancangan penelitian. Dalam penelitian ini digunakan dua buah kriteria penilaian, yaitu mengenai unsur morfologi dan sintaksis. Penilaian dalam morpologi dalam unsur kata imbuhan. Penilain dalan sintaksis dalam unsur umum struktur sintaksis pada kalimat. Dalam penelitian ini, gambaran umum mengenai kualitas kalimat dalam unsur sintaksis dan kualitas kata dalam unsur morfologi, yakni dengan cara mengonversi skor tulisan siswa ke dalam pedoman konversi skala sebelas. Keempat, Penyimpulan. Untuk mengetahui keakuratan penelitian, penyimpulan sangat penting dilakukan. Penyimpulan yang dilakukan harus dapat menjawab semua masalah yang diangkat dalam penelitian tersebut sehingga hasil akhirnya nanti akan diperoleh informasi mengenai kemampuan menulis cerita fabel siswa kelas VIII SMPN 6 Singaraja ditinjau dari stuktur gramatikal bahasa indonesia.
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil data dalam penelitian ini adalah cerita fabel siswa kelas VIIIA Di SMP 6 Singaraja yang ditinjau berdasarkan sintematika gramatikal yang meliputi unsur morfologi dan sintaksis. Jumlah cerita fabel yang dijadikan subjek peneliti adalah 27 cerita yang diambil dari 1 kelas yang telah ditentukan sebagai sampel penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa penulisan Cerita Fabel yang ditinjau dari unsur morfologi tergolong baik sekali. Dalam hal ini, sebagian besar siswa mampu menulis kata dengan menggunakan makna gramatikal yaitu unsur morfologi. Namun, ada beberapa siswa yang membuat kata tanpa adanya unsur-unsur inti sebuah kata dan penggunaan kata baku sehingga kata yang dibuat tergolong kata yang tidak baik/buruk. Hasil analisis menyatakan bahwa di antara 27 siswa, 16 orang mendapatkan nilai 100 (48,14%) dengan predikat istimewa; 6 siswa mendapatkan nilai 99 (22,22%) dengan predikat sangat baik; 4 siswa memperoleh nilai 98 (7,40%) dengan predikat baik; 1 siswa memperoleh nilai 94 (11,11%) dengan predikat lebih dari cukup. Sesuai dengan pedoman konversi skala sebelas, rentangan skor 85-100 dinyatakan dalam kategori baik sekali. Jadi, kualitas surat berdasarkan unsur sintaksis siswa berada dalam kategori baik sekali, yaitu sebesar 99,48. Kemampuan penulisan Cerita Fabel siswa kelas VII SMP N 6 Singaraja dilihat dari Kalimat berdasarkan unsur sintaksis dalam kategori baik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penilaian yang tergolong memuaskan mengenai beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam menulis kalimat. Dari hasil penilaian tersebut, hampir semua siswa menguasai kriteria penulisan kalimat.
Akan tetapi, ada beberapa siswa yang belum paham akan hal itu sehingga nilainya pun menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Walaupun demikian, persentase menunjukkan keseimbangan jika ditinjau dari jumlah siswa. Berdasarkan hasil analisis, terlihat jelas siswa mampu membuat kalimat sesuai dengan syarat minimal sebuah kalimat, yaitu dengan mencantumkan unsur subjek dan unsur predikat. Selain kedua unsur inti tersebut, siswa juga dapat membuat kalimat dengan adanya unsur objek, keterangan, bahkan banyak yang melengkapi kalimatnya dengan unsur pelengkap sehingga kalimat yang dibuat dapat mewakili gagasan dan kelengkapan unsur kalimat pun terpenuhi. Kelengkapan unsur kalimat itu menunjukkan bahwa siswa dapat membuat kalimat dengan kualitas yang baik. Kalimat dengan kualitas baik dalam arti pemakaian unsur inti kalimat sudah digunakan secara tepat. Di samping itu, kalimat yang dibuat telah tersusun secara teratur. Hasil analisis menyatakan bahwa di antara 27 siswa, 11 orang mendapatkan nilai 100 (40,74%) dengan predikat istimewa; 10 siswa mendapatkan nilai 90 (37,02%) dengan predikat sangat baik;3 siswa memperoleh nilai 80 (11,11%) dengan predikat baik; 1 siswa memperoleh nilai 70 (3,7%) dengan predikat lebih dari cukup; 2 siswa mendapatkan nilai 60 (7,4%) dengan predikat cukup secara keseluruhan, kualitas cerita berdasarkan unsur morfologi siswa yaitu 90. Sesuai dengan pedoman konversi skala sebelas, rentangan skor 85-94 dinyatakan dalam kategori baik sekali. Jadi, kualitas cerita berdasarkan unsur morfologi siswa berada dalam kategori baik sekali, yaitu sebesar 90. Adapun rincian skor penulisan cerita pada ubsur morfologi dan unsur sintaksis siswa dijabarkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Hasil Analisis Menulis Cerita Fabel Ditinjau Berdasarkan Sintematika Gramatikal No. Objek Penelitian 1. Unsur Morfologi 2. Unsur Sintaksis
Skor 99, 48 90
Kategori Sangat Baik Sangat Baik
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
Sesuai analisis dari kendala-kendala yang telah di paparkan oleh siswa, kendalakendala yang dihadapi saat penulisan kembali cerita fabel yang diungkapkan beragam. Kendala-kendala yang dihadapi secara umum seperti Pemilihan kata dan menbentuk kalimat yang sesuai. Selain kendala di atas masih banyak kendala yang dihadapi oleh siswa. Berdasarkan hasil wawancara di atas, tercermin bahwa siswa yang mendapatkan skor kurang baik disebabkan karena kurangnya pemahaman siswa dalam kata dan kalimat. Permasalahan tersebut karena tahapan pembelajaran dalam penulisan cerita fabel terlaksana belum efektif. Banyak siswa belum mampu memilih kata yang sesuai dan membentuk kalimat yang lebih baik. hal inilah yang menjadi permasalahan siswa, yaitu dalam penulisan cerita fabel. Pembahasan Sesuai dengan paparan hasil penelitian pada subbab 4.1 di atas, secara rinci temuan yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) Penulisan cerita fabel yang ditinjau dari unsur morfologi pada kelas VIIA di SMPN 6 Singaraja yang tergolong sangat baik yaitu dengan nilai 90 dan (2) Penulisan cerita fabel yang ditinjau dari unsur sintaksis pada kelas VIIA di SMPN 6 Singaraja tergolong dalam kategori sangat baik dengan nilai 88,51. Dari kalimat yang dibuat siswa dalam cerita fabel merupakan bukti bahwa siswa kelas VIIA SMPN 6 Singaraja mampu membuat cerita dengan kualitas yang baik. Baiknya Kata siswa dapat dilihat dari pemakaian unsur-unsur inti dalam penggunaan kata. Pemilihan kata dalam pembentukan suatu kalimat oleh karena itu pengetahuan tentang morfologi sangat penting. Putrayasa (2010:3) mengungkapkan “morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang menbicarakan atau mempelajari seluk belik struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap kelas kata dan arti kata”. Dalam hal ini, baik buruknya karangan kalimat kemampuan siswa mengungkapkan kata baik pembentukan kata dan pemilihan
kata yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Kekohesifan antar kalimat selalu didukung oleh pemilihan kata yang tepat atau pemanfaatan potensi kata dalam kalimat. Pada bagian ini proses pembentukan kata harus dikuasai dengan baik agar kata yang digunakan tidak menimbulkan pengertian yang berbeda. Demikian halnya dengan struktur kata dalam kalimat, penggunaan bentuk bahasa harus berdasarkan konstruksi minimal sebuah kalimat. Kalimat yang dibangun dengan struktur kebahasaan akan menjadikan kalimat lebih komunikatif dan makna yang ingin disampaikan dalam kalimat tidak kabur. Kalimat yang komunikatif tentu selalu berlandaskan kepada ejaan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, penguasaan mengenai aturan penulisan tata kalimat harus dikuasai dengan sempurna agar kalimat yang dibentuk dapat mewakili gagasan/pikiran yang disampaikan. Jadi, untuk menghasilkan kualitas karangan narasi yang baik, semua unsur yang menjadi penentu tersebut harus terpenuhi. Berkenaan dengan hal itu, kemampuan penulisan certa fabel siswa kelas VIIIA SMP N 6 Singaraja dilihat dari kalimat berdasarkan sintaksis tergolong dalam kategori sangat baik. Hal tersebut dilihat dari skor tulisan siswa yang memuaskan dengan rata-rata 88,51. Skor tertinggi yang diperoleh siswa untuk kemampuan penulisan kalimat dilihat dari kalimat berdasarkan unsur sintaksis yaitu sebesar 100. Tingginya skor yang diperoleh siswa mencerminkan siswa mampu membuat kalimat yang baik dan gagasan yang diungkapkan sangat jelas. Di samping itu, substansi yang dikembangkan sudah relevan dengan permasalahan yang dikemukakan serta menunjukkan hubungan yang kohesif antar kalimat. Penilaian terhadap penulisan certa fabel didasari atas beberapa kriteria yang dijadikan pedoman. Kriteria Penulisan yaitu memenuhi unsur-unsur penulisan kalimat yang baik. Unsur-unsur tersebut ialah unsur subjek dan unsur predikat. Adanya unsur inti
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) dalam sebuah kalimat dapat dinyatakan bahwa kalimat yang dihasilkan tergolong kalimat yang berkualitas. Hal itu dikarenakan oleh syarat dalam sebuah kalimat minimal terdiri atas unsur subjek dan unsur predikat (Putrayasa, 2008: 61). Lebihlebih dalam sebuah kalimat dilengkapi dengan unsur objek, keterangan, dan pelengkap. Hadirnya semua unsur-unsur tersebut dapat membentuk sebuah kalimat yang lengkap. Kelengkapan unsur kalimat menentukan kejelasan kalimat itu sendiri. Kalimat yang lengkap ditulis sesuai dengan ejaan yang berlaku, serta pilihan kata yang digunakan juga harus tepat. Kalimat yang jelas dan baik akan mudah dipahami orang lain secara tepat. Kalimat yang dibuat siswa dalam cerita fabel sebagian besar telah memenuhi syarat minimal sebuah kalimat. Karena itu, skor tertinggi yang diperoleh siswa untuk kemampuan penulisan kalimat berdasarkan unsur sintaksis yaitu sebesar 100. Tingginya skor yang diperoleh siswa tidak terlepas dari pemahaman siswa terhadap unsur-unsur pembentuk kalimat (subjek dan predikat) yang merupakan konstruksi utama untuk membentuk kalimat yang baik. Namun, ada beberapa siswa yang tidak mampu membuat kalimat dengan mencantumkan unsur inti sebuah kalimat sehingga skor yang diperoleh untuk kualitas kalimat berdasarkan fungsinya yaitu sebesar 60. Rendahnya skor yang diperoleh siswa dikarenakan oleh siswa kurang memahami unsur-unsur pembentuk kalimat, baik unsur subjek maupun predikat, serta unsur objek, keterangan, dan pelengkap. Seperti yang dinyatakan Syafi’ie (1990: 116), kalimat yang baik harus memenuhi persyaratan gramatikal, yaitu kalimat tersebut harus disusun berdasarkan kaidahkaidah yang berlaku, baik unsur inti kalimat, aturan tentang ejaan, maupun pemilihan kata dalam kalimat. Namun, dalam hal ini siswa tidak memperhatikan ejaan ketika membuat kalimat. Siswa tidak mencantumkan tanda baca sesuai yang diperlukan, serta banyak terjadi kesalahan pamakaian tanda baca dalam kalimat. Di samping itu, pemilihan kata yang kurang
tepat, dalam hal ini siswa memasukkan kata-kata secara manasuka sehingga unsurunsur pembentuk kalimat menjadi tidak jelas. Kurangnya pemahaman siswa terhadap unsur-unsur pembentuk kalimat, aturan tentang ejaan, dan pemilihan kata dalam kalimat disebabkan oleh guru kurang intens dalam menyampaikan materi ketika pelajaran berlangsung. Selain itu, siswa kurang serius dalam mengikuti pelajaran sehingga yang dijelaskan guru secara totalitas belum bisa diterima oleh siswa. Baik buruknya skor yang diperoleh siswa untuk penulisan kembali cerita fabel berdasarkan unsur morfologi maupun sintaksis sangat berpengaruh terhadap kualitas cerita. Hal itu sesuai dengan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti. oleh sebab itu kualitas kalimat memiliki peran penting dalam penulisan cerita. Kemampuan penulisan kalimat yang baik akan menghasilkan penulisan cerita yang baik pula, begitu juga sebaliknya, karena pada dasarnya penulisan cerita lebih mengedepankan suatu pemikiran atau rangkaian yang akan disampaikan yang tersusun secara teratur sehingga menimbulkan pengertian-pengertian yang dapat merefleksi interpretasi penulisnya. Untuk itu, gagasan yang diungkapkan dan pemakaian kalimat dalam penulisan cerita harus lebih terstruktur lagi, baik segi tata bahasa maupun diksinya. Dalam hal ini, solusi yang peneliti berikan yaitu perlu dikaji ulang bahwa pemilihan kata yang tepat dalam kalimat akan membuat kalimat lebih efektif dan mudah dimengerti. Dengan demikian, kemampuan penulisan cerita akan menjadi baik apabila kalimat yang digunakan berkualitas dan tentunya efektif. Penyusunan ide yang tertata dengan baik, padat, dan menunjukkan kekohesifan antar kalimat. Kekohesifan antar kalimat selalu didukung oleh pemilihan kata yang tepat atau pemanfaatan potensi kata dalam kalimat. Pada bagian ini proses pembentukan kata harus dikuasai dengan baik agar kata yang digunakan tidak menimbulkan pengertian yang berbeda.
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) Demikian halnya dengan struktur kata dalam kalimat, penggunaan bentuk bahasa harus berdasarkan konstruksi minimal sebuah kalimat. Kalimat yang dibangun dengan struktur kebahasaan akan menjadikan kalimat lebih komunikatif dan makna yang ingin disampaikan dalam kalimat tidak kabur. Kalimat yang komunikatif tentu selalu berlandaskan kepada ejaan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, penguasaan mengenai aturan penulisan tata kalimat harus dikuasai dengan sempurna agar kalimat yang dibentuk dapat mewakili gagasan/pikiran yang disampaikan. Jadi, untuk menghasilkan kualitas penulisan surat yang baik, semua unsur yang menjadi penentu tersebut harus terpenuhi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulkan dibuat sesuai dengan rumusan masalah sehingga berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan pada bab IV, penelitian ini dapat disimpulkan hasil analisis menunjukkan bahwa penulisan cerita fabel yang ditinjau dari unsur morfologi tergolong baik sekali. Dalam hal ini, sebagian besar siswa mampu menulis kata dengan menggunakan makna gramatikal yaitu unsur morfologi. Namun, ada beberapa siswa yang membuat kata tanpa adanya unsur-unsur inti sebuah kata dan penggunaan kata baku sehingga kata yang dibuat tergolong kata yang tidak baik/buruk. Hasil analisis menyatakan bahwa di antara 27 siswa, 16 orang mendapatkan nilai 100 (48,14%) dengan predikat istimewa; 6 siswa mendapatkan nilai 99 (22,22%) dengan predikat sangat baik; 4 siswa memperoleh nilai 98 (7,40%) dengan predikat baik; 1 siswa memperoleh nilai 94 (11,11%) dengan predikat lebih dari cukup. Sesuai dengan pedoman konversi skala sebelas, rentangan skor 85-100 dinyatakan dalam kategori baik sekali. Jadi, kualitas teks cerita berdasarkan unsur sintaksis siswa berada dalam kategori baik sekali, yaitu sebesar 99,48.
Kemampuan penulisan cerita fabel siswa kelas VII SMP N 6 Singaraja dilihat dari kalimat berdasarkan unsur sintaksis dalam kategori baik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penilaian yang tergolong memuaskan mengenai beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam menulis kalimat. Dari hasil penilaian tersebut, hampir semua siswa menguasai kriteria penulisan kalimat. Akan tetapi, ada beberapa siswa yang belum paham akan hal itu sehingga nilainya pun menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Walaupun demikian, persentase menunjukkan keseimbangan jika ditinjau dari jumlah siswa. Berdasarkan hasil analisis, terlihat jelas siswa mampu membuat kalimat sesuai dengan syarat minimal sebuah kalimat, yaitu dengan mencantumkan unsur subjek dan unsur predikat. Selain kedua unsur inti tersebut, siswa juga dapat membuat kalimat dengan adanya unsur objek, keterangan, bahkan banyak yang melengkapi kalimatnya dengan unsur pelengkap sehingga kalimat yang dibuat dapat mewakili gagasan dan kelengkapan unsur kalimat pun terpenuhi. Kelengkapan unsur kalimat itu menunjukkan bahwa siswa dapat membuat kalimat dengan kualitas yang baik. Kalimat dengan kualitas baik dalam arti pemakaian unsur inti kalimat sudah digunakan secara tepat. Di samping itu, kalimat yang dibuat telah tersusun secara teratur. Hasil analisis menyatakan bahwa di antara 27 siswa, 11 orang mendapatkan nilai 100 (40,74%) dengan predikat istimewa; 10 siswa mendapatkan nilai 90 (37,02%) dengan predikat sangat baik;3 siswa memperoleh nilai 80 (11,11%) dengan predikat baik; 1 siswa memperoleh nilai 70 (3,7%) dengan predikat lebih dari cukup; 2 siswa mendapatkan nilai 60 (7,4%) dengan predikat cukup secara keseluruhan, kualitas cerita berdasarkan unsur morfologi siswa yaitu 90. Sesuai dengan pedoman konversi skala sebelas, rentangan skor 85-94 dinyatakan dalam kategori baik sekali. Jadi, kualitas cerita berdasarkan unsur morfologi siswa berada dalam kategori baik sekali, yaitu sebesar 90.
e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) Sesuai analisis dari kendala-kendala yang telah di paparkan oleh siswa, kendalaberagam. Kendala-kendala yang dihadapi secara umum seperti pemilihan kata dan menbentuk kalimat yang sesui. Selain kendala di atas masih banyak kendala yang dihadapi oleh siswa. Saran Saran dibuat sesuai dengan manfaat dari penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terkait kemampuan Penulisan cerita fabel yang ditinjau dari Gramatikal khususnya dalam unsur morfologi dan sintaksis, peneliti dapat menguraikan beberapa saran sebagai berikut. 1) Bagi sekolah, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk memperkaya wawasan dan informasi mengenai kemampuan Penulisan Cerita Fabel siswa ditinjau dari stuktur gramatikal. 2) Bagi guru bahasa Indonesia, penelitian ini dapat menambah wawasan guru dalam mengajar siswa mengenai stuktur gramatikal bahasa Indonesia yang benar dalam menulis cerita fabel .3) Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang positif dalam pelaksanaan pembelajaran menulis menulis cerita fabel yang benar dan sesuai dengan stuktur gramtikal bahasa Indonesia. 4) Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi tambahan atau perbandingan selanjutnya yang berhubungan dengan pembelajaran menulis cerita fabel. Di samping itu, penelitian ini juga dapat dimanfaatkan untuk memperoleh inspirasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis mengenai seluk beluk ketatabahasaan, khususnya stuktur gramatikal bahasa Indonesia.
kendala yang dihadapi saat penulisan kembali cerita fabel yang diungkapkan UCAPAN TRIMAKASIH Penulis mengcapkan trimakasih kepada: Prof. Dr. I Wayan Rasna, M.Pd selaku pembimbing I dan Dra. Made Sri Indriani, M.Hum selaku pembimbing II yang memberikan motivasi, dukungan dan membimbing dengan sabar, dari awal sampai skripsi ini selesai. Kepala Sekolah yang menjadi tempat penelitian dilakukan, telah memberikan ijin pada penulis untuk melaksanakan penelitian Daftar Rujuakan Akhadiah, Sabarti dkk. 1998. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Keraf, Gorys. 2001. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT SUN. Parera, Daniel Jos. 1993. Menulis Tertib dan Sistematik. Jakarta: Erlangga. Tarigan, Henry Guntur. 1982. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Kompasiana.com . 2013. Fabel (Dongeng Hewan) Menanamkan Nilai-nilai Pada Anak. Tersedia pada: http://edukasi.kompasiana.com/2013/0 6/11/fabel-dongeng-hewanmenanamkan-nilai-nilai-pada-anak567744.html. Diakses pada tanggal 10 oktober 2014. Putrayasa, I.B. 2006. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Bandung: Rafika Aditama. Putrayasa, I.B. 2010. Kajian Morfologi. Bandung: Rafika Aditama.
Syafi’ie. I. 1990. Bahasa Indonesia Profesi. Malang : IKIP Malang.