Protobiont 2014 Vol 3 (2): 259-267
Kemampuan Degradasi Selulosa oleh Bakteri Selulotik yang Diisolasi dari Tanah Gambut Anggita Ulfa1, Siti Khotimah1, Riza Linda1 1
Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, email korespondensi:
[email protected] Abstract
Cellulose is one of organic matters in the peat soil which was difficult to degrade. The degradation can be done enzymatically by cellulotic bacteria. The study was conducted from September 2012 to April 2013. The destination study was to determine genera of cellulotic bacteria which capable degrading the cellulose by the depreciation of crude fiber. The sampling plot was taken of Bansir Darat district in the Southeast Pontianak based on Wollum method. The bacteria were isolated by pour plate method and selected with cellulose hydrolysis method. Identification of bacterial isolates was adapted to Bergey’s manual. Plate count method was used in the enumeration of bacteria, while the level of cellulose degradation was measured using Datta method. Sugar reduction of each genus was measured by Nelson-Somogyi method. Isolation results were obtained 28 isolates, after selected based on selulotic activity index obtained three best isolates (BS20, BS19 and BS17) of 3.2, 2.2 and 2.2. The identification result of three isolates was belonged to the genus Bacillus, Pseudomonas and Nocardia by each of number density was 64.3 x 1012CFU/g, 42 x 1012CFU/g and 42.2 x 1012CFU/g. Cellulose can be degraded was 50%, 8% and 18%. Sugar reduction was produced respectively at 0.017%, 0.043% and 0.019%. Keywords: cellulose, cellulotic bacteria, degradation, peat. PENDAHULUAN Kalimantan Barat memiliki lahan gambut dengan luas sekitar 1,72 juta Ha. Lahan gambut di Kalimantan Barat belum dikelola secara optimal, karena terkendala oleh tingkat kesuburan yang rendah dan kandungan bahan organik yang tinggi (Agus dan Subiksa, 2008). Salah satu bahan organik yang terkandung di dalam tanah gambut adalah selulosa sekitar 30% (Syaufina, 2008). Selulosa menyebabkan tanah gambut memiliki struktur yang berserat. Hal ini dikarenakan selulosa yang terdapat pada tanah gambut berasal dari komponen berserat penyusun dinding sel tanaman (Jagtap dan Rao, 2005). Selulosa memiliki struktur berupa polisakarida yang linier berasal dari unit monomer glukosa yang dihubungkan melalui ikatan β-1,4 glikosida (Howard et al., 2003). Proses degradasi selulosa dapat dilakukan secara enzimatik dengan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dapat mendegradasi selulosa dikenal dengan mikroorganisme selulotik. Bakteri merupakan salah satu jenis
mikroorganisme yang mampu mendegradasi selulosa dan memiliki kelimpahan terbanyak di alam dibanding mikroorganisme lainnya (Hasibuan, 2009). Bakteri selulotik dapat menghasilkan komponen enzim spesifik dari sintesis enzim selulase. Komponen enzim yang dihasilkan oleh bakteri selulotik akan mendegradasi mikrofibrilmikrofibril penyusun selulosa. Mikrofibril penyusun selulosa memiliki dua tipe yaitu kristalin dan amorf. Kedua tipe ini dibentuk melalui ikatan inter dan intra molekuler (Lynd et al., 2002). Degradasi secara enzimatis melibatkan kompleks enzim selulosa spesifik, yaitu endo-1,4--Dglucanase (endoselulase, carboxymethycellulase atau CMCase), exo-1,4--D-glucanase (cellobiohydrolase) dan -glucosidase (cellobiase) (Ikram et al., 2005). BAHAN DAN METODE Pengambilan Sampel Sampel tanah diambil pada kawasan Bansir Darat Kecamatan Pontianak Tenggara (Gambar 1) 259
Protobiont 2014 Vol 3 (2): 259-267 berdasarkan metode pengambilan sampel menurut Wollum (1994). Lahan gambut dengan tingkat kematangan hemik dipilih secara acak dan titik pengambilan sampel ditentukan berdasarkan pola diagonal dengan ditetapkan lima titik pengambilan. Sampel tanah diambil pada lapisan bawah akar hingga mencapai kedalaman kurang lebih 10cm dengan volume penggalian kurang lebih 10x10x15cm. Tanah sampel yang telah dikompositkan, dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan pada coolerbox (Husen, 2007).
dibilas dengan larutan natrium klorida (NaCl) 1M. Zona bening yang terbentuk di sekeliling koloni bakteri diamati dan diukur diameternya. Indeks aktivitas selulolitik ditentukan dengan membandingkan diameter zona bening dengan diameter koloni. Tiga isolat dengan indeks aktivitas selulotik terbesar diambil untuk dilakukan pengujian lebih lanjut (Nurhamida et al., 2008; Zahidah dan Shovitri, 2013).
Gambar 1. Peta Titik Pengambilan Sampel Pada Lokasi Penelitian ( 0 )
Uji Kemampuan Hidup (Viabilitas) Bakteri terhadap Tanah Gambut. Isolat bakteri direkultur sebanyak dua lup ke dalam 10ml Carboxy Methyl Cellulose (CMC) broth. Jumlah sel bakteri tiap isolat diseragamkan diukur menggunakan spektrofotometer pada panajang gelombang 540nm dan disesuaikan dengan larutan Mc. Farland 0,5 sebagai standar. Isolat bakteri rekultur yang telah diseragamkan jumlahnya diambil sebanyak 10ml dan diinokulasikan ke dalam 90ml CMC borth yang terdapat di dalam erlenmeyer yang telah dilapisi kertas karbon. Isolat cair kemudian diinkubasi selama 48-72 jam menggunakan rotary shaker dengan kecepatan 210 rpm, diperoleh kultur murni isolat tunggal pada suhu 30°C.
Isolasi Bakteri Pendegradasi Selulosa Isolasi bakteri dilakukan dengan metode pengenceran (dilution method). Tanah sampel ditimbang masing-masing 1g dan dilakukan sebanyak tiga kali. Pengenceran dilakukan hingga diperoleh suspensi 10-11. Suspensi ditanam pada media CMC (Carboxy Methyl Cellulose) agar dengan metode cawan sebar (pour plate method) dan diinkubasi di dalam inkubator selama 48 sampai 72 jam pada suhu 30°-37°C (Meryandini et al., 2009). Seleksi Bakteri Selulotik Seleksi bakteri selulotik dilakukan dengan metode uji hidrolisis selulosa. Isolat bakteri tunggal hasil isolasi direkultur pada media Carboxy Methyl Cellulose (CMC) agar dengan metode gores (streak method). Satu lup bakteri digoreskan pada media dengan membentuk lingkaran berdiameter kurang lebih 1cm. Biakan diinkubasi 24jam pada suhu 30°C. Diameter koloni awal diukur. Larutan pewarna congo red 0,1% diteteskan hingga menutupi keseluruhan media dan didiamkan selama satu menit. Larutan congo red kemudian
Karakteristik dan Identifikasi Bakteri Tiga isolat bakteri yang memiliki indeks aktivitas selulotik terbesar diamati karakteristik morfologi yang meliputi pengamatan bentuk, elevasi, tepian dan warna koloni. Bentuk sel bakteri diamati dengan metode gram strain’s. Identifikasi dan penentuan genus bakteri menggunakan rangkaian uji biokimia yang meliputi uji kebutuhan oksigen, uji dekarboksilase, uji enzim katalase, uji oksidatif fermentatif (OF), uji fermentasi karbohidrat, uji sitrat, uji motilitas, uji urea, uji indol, dan uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA). Karakteristik hasil rangkaian uji biokimia dibandingkan dengan buku panduan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Holt et al., 1994) dan Cowan and Steel’s Manual for The Identification of Medical Bacteria (Barrow dan Feltham,1993).
Sebanyak 15ml kultur murni isolat tunggal diinokulasikan ke dalam 75g substrat tanah uji yang telah disterilisasi bertingkat. Tanah uji yang ditambahkan inokulum diinkubasi pada suhu 30°C selama empat minggu (Nurhamida et al., 2008). Setelah masa inkubasi, dilakukan beberapa rangkaian pengujian dan data hasil pengujian dibandingkan antara setelah inkubasi dengan data awal sebelum inkubasi. 260
Protobiont 2014 Vol 3 (2): 259-267 Perhitungan Kepadatan (Enumerasi) Bakteri Isolasi dilakukan dengan metode pengenceran (dilution method). Hasil pengenceran 10-11 suspensi dari tanah awal tanpa inokulum isolat bakteri dan ditanam pada Carboxy Methyl Cellulose (CMC) agar dilakukan metode cawan sebar (pour plate method) dan diinkubasi selama 24jam pada suhu 30°C. Koloni bakteri yang tumbuh pada media CMC dihitung menggunakan colony counter. Penanaman tahap kedua dilakukan dengan cara yang sama menggunakan hasil pengenceran 10-11 suspensi dari tanah uji yang telah diinokulasikan dengan tiap isolat bakteri seleksi dan diinkubasi selama 4 minggu.
(300ml), residunya dikeringkan dan ditimbang (berat c). Residu ditambahkan 100ml H2SO4 72% dan direndam pada suhu kamar selama empat jam. Ditambahkan 150ml H2SO4 1N dan direfluk pada suhu 100oC dengan water bath selama satu jam pada pendingin balik (kondensor). Residu disaring dan dicuci dengan H2O sampai netral (400 ml). Residu dikeringkan dengan oven suhu 105oC dan ditimbang (berat d). Residu diabukan dan ditimbang (berat e). Perhitungan menggunakan rumus berikut: berat c – berat d Kadar Selulosa =
x 100% berat a
Penetapan kadar air, sampel tanah ditimbang masing-masing sebanyak 10g dan diletakkan pada wadah. Berat tanah beserta wadah ditimbang (berat basah), dioven pada suhu 105oC selama tiga jam, dan ditimbang kembali (berat kering). Kadar air dihitung dengan rumus (Larkin dalam Hastuti dan Ginting, 2007).
Kadar penyusutan merupakan kadar selulosa awal (sebelum inkubasi) dikurangi kadar selulosa akhir (setelah inkubasi). Kadar penyusutan Kemampuan degradasi =
x 100% Kadar selulosa awal
berat basah-berat kering Kadar air (%) =
x100% berat basah-berat wadah
Berat kering sampel tanah tanpa kandungan kadar air dengan rumus: Berat kering tanah uji(g)= berat basah x (1- kadar air)
Perhitungan total populasi bakteri dihitung menggunakan rumus berdasarkan Skinner et al. dalam Hastuti dan Ginting (2007) dengan formula sebagai berikut: jumlah koloni x faktor pengenceran Total populasi (CFU/g)= Berat kering tanah
Uji Degradasi Selulosa dengan Metode Datta Analisis kandungan selulosa dilakukan berdasarkan metode Datta yang dikembangkan oleh Chesson (1981). Pengujian dilakukan pada tanah awal (tanpa inokulum bakteri) dan tanah uji yang dinokulasikan isolat bakteri. Satu gram sampel tanah kering (berat a), ditambahkan 150ml H2O atau alkohol-benzene dan dihancurkan pada suhu 100°C dengan penangas air (water bath) selama satu jam. Hasilnya disaring, residu dicuci dengan air panas 300ml. Residu dikeringkan di oven dan ditimbang (berat b). Residu ditambah 150ml asam sulfat (H2SO4) 1N, residu direfluk dengan water bath selama satu jam pada suhu 100oC. Hasilnya disaring dan dicuci sampai netral
Uji Potensi Bakteri Selulotik dalam Menghasilkan Gula Reduksi Pengujian potensi bakteri selulotik dilakukan dalam beberapa tahapan berdasarkan Metode Nelson-Somogy dalam Nurmayani, 2007. Membuat Kurva Standar Larutan glukosa monohidrat dilarutkan dalam konsentrasi 2mg, 4mg, 6mg, 8mg dan 10mg dalam 100ml akuades steril. Tiap larutan dipipet sebanyak 1ml dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 1ml reagen Nelson, dipanaskan semua tabung reaksi pada air mendidih 60oC selama 20 menit. Tabung reaksi didinginkan dan ditambahkan 7ml reagen Somogy, digojog dan ditambahkan 7ml akuades digojog kembali. Nilai absorbansi diukur dengan sfektrofotometer pada panjang gelombang 541nm, hingga diperoleh data kalibrasi. Pengukuran Nilai Absorbansi Sampel Tanah uji ditimbang 1g dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan akuades hingga 10ml. Cairan suspensi sebanyak 1ml ditambah 1ml reagen Nelson, diinkubasi kurang lebih 30 menit. Tabung reaksi ditangas pada air mendidih 60oC selama 20 menit. Setelah dingin ditambahkan 7ml reagen Somogy, digojog dan ditambahkan 7ml akuades digojog. Nilai absorbansi diukur dengan sfektrofotometer pada panjang gelombang 541nm. 261
Protobiont 2014 Vol 3 (2): 259-267 Pengukuran Kadar Gula Reduksi pada Sampel Tanah Uji Kadar gula reduksi tanah dihitung berdasarkan kurva standar. Kurva standar menggunakan kadar glukosa yang digunakan sebagai ordinat (x) dan nilai absorbasi standar hasil pengukuran (y) sebagai subordinat. Kadar gula reduksi dihitung dengan mensubstitusikan nilai absorbansi sampel tanah yang diperoleh dengan nilai x. Didapat nilai x, selanjutnya dibuat persamaan :
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Kadar gula Nilai absorbansi x faktor pengenceran reduksi (%) = x 100% Berat kering
Deskripsi Fisik Tanah Gambut Uji Perubahan fisik tanah gambut setelah melewati masa inkubasi selama empat minggu diamati. Keadaan fisik tanah gambut sebelum diinkubasi dibandingkan dengan keadaan tanah gambut setelah inkubasi (Nurmayani, 2007).
Hasil isolasi bakteri pendegradasi selulosa dari lapisan hemik tanah gambut diperoleh 28 isolat bakteri yang dibedakan berdasarkan karakteristik morfologi isolat bakteri. Isolat bakteri sebagian besar berbentuk bulat dengan permukaan dan bentuk tepi rata serta elevasi timbul (Tabel 1). Seluruhan isolat bakteri yang diperoleh diseleksi, diambil tiga isolat terbaik berdasarkan Indeks Aktivitas Selulotik (IAS) yang ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni bakteri (Gambar 2). Berdasarkan terbentuknya zona bening diperoleh 19 isolat yang tergolong ke dalam bakteri selulotik dan tiga isolat bakteri dengan IAS terbesar yaitu BS20, BS19 dan BS17 (Tabel2).
Gambar 2. Zona Bening yang Terbentuk Setelah Penambahan Congo Red 1% Tabel 1. Karakteristik Morfologi Koloni Bakteri Hasil Isolasi Tanah Gambut di Wilayah Bansir Darat Kecamatan Pontianak Tenggara No.
Isolat
Bentuk
Permukaan
Warna
Elevasi
Bentuk Tepi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
BS1 BS2 BS3 BS4 BS5 BS6 BS7 BS8 BS9 BS10 BS11 BS12 BS13 BS14 BS15 BS16 BS17 BS18 BS19 BS20 BS21 BS22 BS23
Kosentris Bulat Bulat Konsentris Bulat Bulat Rizoid Tak Beraturan Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Tak Beraturan Tak Beraturan Kosentris Bulat Tak Beraturan
Kosentris Rata Rata Konsentris Rata Rata Bersisik Rata Rata Rata Lingkaran Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Berkerut Rata Rata Rata Berkerut
Kuning Bening Kuning Bening Kuning Bening Bening Kuning Kuning Bening Kuning Bening Bening Merah Kuning Bening Putih Susu Kuning Muda Kuning Bening Putih susu Kuning Susu Putih Bening Merah Putih Susu Merah Oranye Kuning Merah Kuning
Kawah Timbul Timbul Datar Datar Timbul Tidak Rata Timbul Datar Timbul Kawah Timbul Kawah Kawah Kawah Timbul Timbul Timbul Datar Timbul Datar Kawah Kawah
Tak Beraturan Rata Rata Rata Rata Rata Berlekuk-lekuk Tak Beraturan Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Berlekuk-lekuk Rata Rata Rata Berbenang-Benang
262
Protobiont 2014 Vol 3 (2): 259-267 Lanjutan Tabel 1 No. Isolat Bentuk Permukaan 24 BS24 Bulat Rata 25 BS25 Bulat Rata 26 BS26 Bulat Konsentris 27 BS27 Bulat Berkerut 28 BS28 Bulat Berkerut Keterangan: BS1= bakteri selulosa 1; dan seterusnya.
Warna Kuning Oranye Susu Putih Bening Kuning
Tabel 2. Indeks Aktivitas Selulotik Berdasarkan Ukuran Zona Bening No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Isolat BS1 BS2 BS3 BS4 BS5 BS6 BS7 BS8 BS9 BS10 BS11 BS12 BS13 BS14 BS15 BS16 BS17 BS18 BS19 BS20 BS21 BS22 BS23 BS24 BS25 BS26 BS27 BS28
Bentuk Tepi Rata Rata Rata Rata Tak Beraturan
Tabel 3. Karakter Isolat Bakteri dan Identifikasi Bakteri Seleksi No.
Karakter
Isolat BS19 Basil -
BS17 Bentuk Sel Basil Dinding + Sel 3 Glukosa + + + 4 Laktosa 5 Manitol + + + 6 Maltosa + + + 7 Sukrosa + + + 8 Lysin 9 Arginin + 10 Ornitin O O 11 OF /F /F + 12 Motilitas 13 Indol 14 Katalase + + + 15 Urease + + + 16 Sitrat + + + K K K 17 TSIA /K /K /K 18 Genus Bacillus Psuedomonas Nocardia Keterangan : + (positif), - (negatif), K (katalis), O (oksidatif), F (fermentatif)
Indeks Aktivitas Selulotik 1,1 1,4 1,7 1,4 1,6 1,3 1,1 1,3 1,7 1,3 1,3 2,2 1,6 2,2 3,2 2,1 1,6 1,3 2,1 -
a
Elevasi Timbul Timbul Datar Datar Datar
1 2
BS20 Basil +
Isolat bakteri hasil seleksi diidentifikasi berdasarkan ciri karakteristik hasil uji rangkaian biokimia. Hasil identifikasi ketiga bakteri seleksi tergolong ke dalam genus Bacillus, Pseudomonas dan Nocardia (Tabel 3 dan Gambar 3).
b
c
Gambar 3. Sel bakteri a. Bacillus; b. Pseudomonas; c. Nocardia (perbesaran 400)
Bacillus merupakan isolat bakteri hasil seleksi yang paling baik dalam ketahanan hidupnya dan kemampuan beradaptasi dibandingkan dengan isolat Nocardia dan Pseudomonas. Bakteri Bacillus mampu bertahan hidup hingga akhir masa inkubasi, ini dapat terlihat dari perhitungan jumlah koloni bakteri yang lebih banyak dibandingkan dua isolat lain (Tabel 4).
Selain itu, isolat bakteri Bacillus lebih kuat kemampuan degradasinya terhadap selulosa ditinjau dari penyusutan serat kasar tanah gambut (Tabel 4). Besar nilai kemampuan degradasi selulosa pada subsrat tanah gambut dan Indeks Aktivitas Selulotik (IAS) yang ditandai dengan terbentuknya zona bening pada media Carboxy Methyl Cellulose(CMC) agar. Isolat Bacillus 263
Protobiont 2014 Vol 3 (2): 259-267 mampu mendegradasi selulosa yang tersusun oleh mikrofibril kristalin yang banyak terdapat pada tanah gambut dan selulosa yang tersusun oleh
mikrofibril amorf yang terdapat pada turunan selulosa seperti pada CMC agar.
Tabel 4. Hasil Uji Kemampuan Hidup (Viabilitas Bakteri) terhadap Substrat Tanah Gambut No.
Isolat Bakteri
Enumerasi (CFU/g)
1 2 3 4
Tanpa Isolat Bacillus Nocardia Pseudomonas
33,4 x 1012 64,3 x 1012 42,2 x 1012 42 x 1012
Parameter Pengujian Degradasi Selulosa Penyusutan Kadar Serat Kemampuan Degradasi (%) (%) 0 0 8,5 50 3 18 1,4 8
Kadar Gula Reduksi (%) 0,012 0,043 0,019 0,017
Tabel 5. Karakteristik Fisika Tanah Gambut Uji Sebelum dan Setelah Inkubasi No.
Isolat
1 2 3 4
Tanpa Isolat Bacillus Pseudomonas Nocardia
Warna Awal Coklat Tua Coklat Tua Coklat Tua Coklat Tua
Bau
Akhir Coklat Muda Coklat Kehitaman Coklat Kehitaman Coklat Kehitaman
Pembahasan Isolat bakteri diseleksi dengan metode hidrolisis selulosa. Terbentuknya zona bening menjadi indikasi bahwa isolat tersebut tergolong bakteri selulotik. Zona bening pada daerah sekitar koloni bakteri terbentuk karena adanya aktivitas hidrolisis selulosa yang dipengaruhi sekresi enzim selulase oleh bakteri selulotik (Kasana et al., 2008). Fikrinda et al., (2000) menyatakan aktivitas sekresi enzim selulosa ditandai dengan nilai indeks aktivitas selulotik yang merupakan perbandingan diameter zona bening terhadap diameter koloni isolat yang ditumbuhkan pada media agar bersumber karbon CMC. Terdapat perbedaan nilai IAS untuk tiap isolat bakteri (Tabel 2), Sudiana et al., (2001), menyatakan perbedaan indeks aktivitas selulotik tersebut karena selulase dieksresikan oleh tiap isolat bakteri yang berbeda potensinya untuk menguraikan substrat media pertumbuhan. Perbandingan nilai indeks aktivitas selulotik disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan dari tiap isolat bakteri dalam menggunakan sumber karbon yang terdapat di dalam media. Kemampuan tiap isolat dalam menghidrolisis selulosa yang terdapat pada media disebabkan adanya sekresi kerja enzim endo-β-1,4-glukanase (CMC-ase) yang dihasilkan oleh bakteri selulotik dalam memutuskan ikatan β-1,4 glikosida pada media CMC (Teather dan Wood, 1982 dalam Lema, 2008). Congo red digunakan sebagai reagen pewarna karena memiliki interaksi kuat dengan
Awal Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau
Akhir Tidak Berbau Bau Bau Bau
polisakarida yang mengandung unit-unit β-Dglukan seperti selulosa (Teather dan Wood, 1982 dalam Lema, 2008). Hasil identifikasi menunjukkan tiga genus yang merupakan hasil seleksi dari hidrolisis selulosa yaitu Bacillus, Pseudomonas, dan Nocardia (Gambar 3). Bacillus tegolong ke dalam gram positif yang berbentuk batang dan mampu membentuk endospora sebagai pertahanan diri terhadap kondisi lingkungan, selain itu Bacillus tergolong heterotrof, yaitu jenis bakteri yang menggunakan bahan organik sebagai sumber nutrisi (Zahidah dan Shovitri, 2013). Berdasarkan acuan identifikasi Nocardia, tergolong aktinomycetes, ditambahkan Handayanto dan Hairih (2009), Aktinomycetes merupakan bakteri yang mirip jamur. Komposisi dinding sel aktinomycetes memiliki kesamaan dengan kriteria bakteri gram positif. Bakteri Pseudomonas memiliki ciri yaitu bersifat anaerob fakultatif dan banyak tumbuh pada daerah rhizosfer. Bakteri ini tergolong gram negatif berbentuk batang dan merupakan bakteri heterotrof. Pseudomonas memiliki flagel yang berfungsi sebagai alat gerak, oleh karena itu bakteri ini memiliki sifat motil (Handayanto dan Hairiah, 2009). Hasil rangkaian uji biokimia (Tabel 3), seluruh isolat mampu memfermentasi karbohidrat jenis glukosa, maltosa, manitol dan sukrosa. Hal ini menunjukkan bahwa tiap isolat mampu memfermentasikan keempat jenis karbohidrat tersebut menjadi senyawa asam dalam keadaan aerob, ditandai dengan terjadinya perubahan 264
Protobiont 2014 Vol 3 (2): 259-267 warna menjadi kuning disertai penurunan pH menjadi lebih asam dibandingkan sebelumnya. Pengujian pada fermentasi laktosa, didapat hasil negatif dengan tidak terjadinya perubahan warna, ini menandakan ketiga isolat tersebut tidak menghasilkan enzim β-galaktosidase yang berfungsi sebagai katalis o-nitro-phenyl-β-Dgalactopyranoside yang terdapat di dalam medium laktosa (Siquera et al., 2010). Karakteristik pengujian indol menunjukkan hasil negatif untuk tiap isolat, dikarenakan isolat bakteri tidak menghasilkan enzim triptofamase yang berfungsi menghidrolisis asam amino triptofan yang terdapat pada media indol (Prescott, 2002). Hasil sebaliknya terjadi pada pengujian katalase, tiap isolat bakteri menunjukkan hasil positif. Isolat bakteri seleksi memiliki kemampuan dalam mensintesis enzim katalase disamping enzim selulase. Tiap isolat bakteri tersebut sebagai katalis penguraian hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan oksigen ditandai dengan terbentuknya gelembung udara (Prescott, 2002). Noviana dan Raharjo (2009) menyatakan bahwa akan terjadi perbedaan jumlah tiap isolat bakteri yang dapat ditinjau dari perhitungan langsung koloni bakteri maupun dari hasil pengukuran biomassa bakteri dengan menggunakan spektrofotometer. Perbedaan ini dipengaruhi oleh kemampuan dari tiap isolat beradaptasi dan menghidrolisis selulosa yang terdapat pada media pertumbuhan sebagai sumber karbon dan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme dan reproduksi sel. Isolat bakteri Bacillus memiliki kemampuan degradasi yang lebih besar dibanding dua isolat bakteri seleksi lainnya. Subsrat tanah gambut memiliki komposisi selulosa bermikrofibril kristalin yang lebih dominan dibandingkan mikrofibril amorf. Isolat bakteri Bacillus memiliki kemampuan dalam mendegradasi subsrat selulosa bermikrofibril kristalin, ini karena Bacillus merupakan jenis bakteri kemoorganotrof yaitu bakteri yang menggunakan hasil reduksi dan oksidasi senyawa organik sebagai donor elektron (Handayanto dan Hairiah, 2009). Ditambahkan oleh Subramaniyan et al., (2000) Bacillus mampu mensintesis enzim selulase dan enzim hemiselulase. Bacillus dapat mensintesis enzim endo-β-glucanase yang dapat menghidrolisis ikatan glikosidik internal untuk mengurangi panjang dari rantai selulosa. Pengujian keseluruhan Nocardia memiliki kemampuan dalam mendegradasi selulosa.
Nurkamto (2007) dalam penelitiannya terhadap kemampuan degradasi selulosa oleh aktinomycetes, menyatakan bahwa aktinomycetes merupakan salah satu mikroba tanah yang memiliki kelimpahan terbesar dan berperan penting dalam proses degradasi bahan organik. Hasil pengukuran terdapat perbedaan kemampuan tiap isolat dalam mendegradasi selulosa, karena dipengaruhi oleh kemampuan tiap isolat bakteri dalam mensintesis enzim selulase. Berdasarkan Frost dan Moss, (1987) dalam Azizah (2013), selulase sebagai enzim ekstraseluler pada bakteri umumnya berfungsi memproduksi nutrisi dari polimer-polimer yang terdapat pada substrat yang mengandung selulosa. Jenis bakteri tertentu akan menghasilkan partikel yang disebut selulosom. Partikel inilah akan terdisintegrasi menjadi enzimenzim, yang secara sinergis mendegradasi selulosa. Isolat bakteri tidak seluruhnya mampu mensintesis tiga jenis kompleks enzim selulase yang digunakan dalam pemutusan ikatan-ikatan penyusun senyawa selulosa. Hal ini mempengaruhi kemampuan tiap bakteri seleksi dalam mendegradasi selulosa khususnya mikrofibril penyusun serat selulosa (Belitz et al.,2008). Kadar gula reduksi yang dihasilkan pada penelitian relatif kecil di bawah satu persen (Tabel 4), karena kerja enzim dalam hidrolisis selulosa pada pengujian ini belum mencapai tahap akhir dari keseluruhan rangkaian pemutusan ikatan. Sehingga, salah satu tahapan enzim-enzim selulase yang terputus tidak menghasilkan enzim β-glikosida yang berperan penting dalam pemecahan rantai selubiosa menjadi glukosa. Menurut Suparjo (2008) kadar gula reduksi yang dihasilkan oleh tiap isolat bakteri seleksi berbeda, karena isolat bakteri seleksi memiliki perbedaan dalam menghasilkan kompleks enzim selulase. Ditambahkan oleh Yoo et al,. (2004), bakteri selulotik dengan tingkat kemampuan efisiensi yang tinggi akan memiliki satu atau lebih enzim dari tiga jenis kompleks enzim selulase yang diperlukan untuk mendegradasi struktur selulosa menjadi glukosa. Isolat bakteri Pseudomonas menghasilkan kadar gula reduksi yang lebih tinggi yaitu 0,043% dibanding isolat lain (Tabel 4). Menurut Saparianti (2012), isolat Pseudomonas baik dalam menghasilkan enzim endo-β-1,4-glukanase. Ditambahkan oleh Belitz et al., (2008) endo-β1,4-glukanase menghidrolisis ikatan glikosidik β265
Protobiont 2014 Vol 3 (2): 259-267 1,4 secara acak terutama pada daerah amorf serat selulosa. Enzim ini dapat bereaksi dengan selulosa kristalin namun kurang aktif. Enzim endo-β-1,4glukanase menghidrolisis selodekstrin dan selulosa yang telah dilunakkan dengan asam fosfat dan selulosa yang telah disubstitusi (seperti Carboxy Methyl Cellulose).
Hasibuan, B.E, 2009, Pupuk dan Pemupukan, Universitas Sumatra Utara Press, Medan.
Menurut Yuwono (2006), perubahan warna pada tanah gambut uji (Tabel 5) umumnya disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik. Perbedaan warna tanah selama proses inkubasi disebabkan tanah gambut mengalami humufikasi, terjadi perbedaan komposisi kandungan tanah, dan penambahan hasil metabolisme bakteri yang terkandung pada tanah. Selain perubahan warna, pada akhir masa inkubasi timbul bau yang lebih menyengat pada tanah uji, berdasarkan hasil penelitian Nurmayani (2007), masa inkubasi mempengaruhi perubahan kimia, semakin lama masa inkubasi tingkat kelembaban tanah meningkat dan menyebabkan keadaan menjadi anaerobik sehingga menghasilkan bau, yang menunjukkan hasil samping pembentukan gas ammonia, gas nitrogen dan atau gas metana.
Holt, J.G., N.R. Krieg, P.H.A, Sneath, J.T. Staley, dan S.T, Williams, 1994, Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology 9th ed, Baltimore, Williams, Wilkins.
DAFTAR PUSTAKA Agus, F. dan Subiksa, I.G.M 2005, Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan, Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor. Azizah, Siti Nur, 2013, Skrining Bakteri Selulotik Asal Vermicomposting Tanda Kosong Kelapa Sawit, Skripsi, Universitas Jember, Jember. Barrow, G.I. dan Feltham, R.K.A., 1993, Cowan and Steel’s Manual For The Identification of Medical Bacteria, Cambridge University Press, United Kingdom.
Hastuti, R.D dan Ginting, Rohani C.B, 2007, Enumerasi Bakteri, Cendawan, Dan Aktinomisetes, Balai Besar LITBANG Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor.
Howard,
A., Rensburg, dan Howard, 2003, Lignocellulose Biotechnology, Issues of Bioconversion and Enzyme Production, Review Journal of Biotechnology, vol. 2, no.12, hal: 602-619.
Husen, E., 2007, Pengambilan Contoh Tanah Untuk Analisis Mikroba, Balai Besar LITBANG Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor. Ikram,U.H, Javed M.M, Khan, T.S dan Siddiq, Z, 2005, Cotton Saccharifying Activity of Cellulases Produced by Co-culture of Aspergillus niger and Trichoderma viride, Res. J. Agric & Biol. Sci. vol. , no. 3, hal. 241245. Jagtap, S dan Rao, 2005, Pemurnian dan Sifat dari Molekul 1,4-β-D-Glukan Glucohydrolase Memiliki Satu Situs Aktif Untuk Karboksimetil Selulosa Dan Xilan dari Alkalothermophilic Thermomonospora sp. Biochem, Biophys, Res. Commun. vol. 1, hal. 329. Kasana, S., Dhar, D. dan Gulati, 2008, A Rapid and Easy Method for The Detection of Microbial Cellulases on Agar Plates Using Gram’s Iodine, Curr Microbiol, vol. 57, hal: 503-507.
Belitz, H.D, Grosth, W. dan Schieberle, P., 2008, Food Chemistry, 4th ed, Springer Verlag, Berlin.
Lema, A.T.H, 2008, Viabilitas Isolat-Isolat Bakteri Selulotik Pada Bahan Pembawa Gambut, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Chesson, A, 1981, Effects of Sodium Hydroxide on Cereal Straws in Relation to The Enhanced Degradation of Structural Polysaccharides by Rumen Microorganisms, J. Sci. Food Agric, vol.32, hal. 745–758.
Lynd, L.R., Weimer, P.J., Van Z., dan Pretorius, I.S., 2002, Microbial Cellulose Utilization, Fundamentals and Biotechnology, Microbiology and Molecular Biology Reviews, vol. 66, no. 3, hal. 506-577.
Fikrinda, Iswandi, A, Purwadaria, T, dan Santosa, Dwi. A, 2000, ‘Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Selulase Ekstremofil dari Ekosistem Air Hitam’, Jurnal Mikrobiologi Indonesia, vol. 5, no. 2, hal. 48-53.
Meryandini, A., Widosari, W., Maranantha, B., Sunarti, T.C, Rachmania, N. dan Satria, H., 2009, Isolasi Bakteri Selulotik dan Karakterisasi Enzimnya, Makara Sains, vol. 13, no.1, hal. 33-38.
Handayanto, E dan Hairiah, K, 2009, Biologi Tanah, Landasan Pengolahan Tanah Sehat, Pustaka Adipura, Yogyakarta.
Noviana, L. dan Raharjo, B., 2009, Viabilitas Rhizobakteri Bacillus sp. DUCC-BR-K1.3 pada Media Pembawa Tanah Gambut 266
Protobiont 2014 Vol 3 (2): 259-267 Disubstitusi dengan Padatan Limbah Cair Industri Rokok, Bioma, vol. 11, no. 1, hal. 3039. Nurhamida, W., Wahyu, Lema, A.T.H, Maranantha, B., Sutrisna, A., 2008, Karakteristik Bakteri Selulotik Asal Jawa Dan Peranannya Dalam Mendegradasi Limbah Pertanian, Bogor, diakses 03 Mei 2011, < http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/3 6483> Nurmayani, Desi, 2007, Isolasi Dan Uji Potensi Mikroorganisme Selulotik Asal Tanah Gambut Dan Kayu Sedang Melapuk Dalam Mendekomposisikan Kayu, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Nurkamto, Arif, 2007, Identifikasi Aktinomisetes Tanah Hutan Pasca Kebakaran Bukit Bangkirai Kalimantan Timur dan Potensinya Sebagai Pendegradasi Selulosa dan Pelarut Fosfat, Biodiversitas, vol. 8, no. 4, hal. 314319. Prescott, Harley, 2002, Laboratory Exercises in Microbiology, The MC-Graw Hill Companies, New York. Saparianti, E., Dewanti, T., dan Dhoni, S.K, 2012, Hidrolisis Ampas Tebu Menjadi Glukosa Cair Oleh Kapang Trichoderma viride, Jurnal Teknologi Pertanian, vol. 5, no.1, hal. 1-10.
FEMS Microbiology Letters Review, vol. 183, hal 1-7. Suparjo, 2008, Degradasi Komponen Lignoselulosa Oleh Kapang Pelapuk Putih, diakses 12 Desember 2013,
Syaufina, Lailan, 2008, Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Indonesia, Bayu Media Publishing, Malang. Wollum, A.G, 1994, Soil Sampling For Microbial Analysis, p 1-14, In R.W Weaver, S. Angle, P. Bottomley, D. Bezdicek, S. Smith, A. Tabatabai, and A. Wollum (Eds.), Methods of Soil Analysis (Microbiological and Biochemical Propertiers). SSSA, Wisconsin, USA. Yoo, J. Chung, L. dan Choi, 2004, Molecular Cloning and Characterization of CMCase Gene (celC) from Salmonella typhimurium UR. Journal of Microbiol, vol. 42, no.3, hal. 205-210. Yuwono, D, 2006, Kompos, Penebar Swadaya, Jakarta. Zahidah, D. dan Shovitri, M., 2013, Isolasi, Karakterisasi dan Potensi Bakteri Aerob Sebagai Pendegradasi Limbah Organik, Jurnal Sains dan Seni Pomits, vol. 2, no.1. hal. E12 – E15
Siquera, G., Bras, J. dan Dufresne, A., 2010, Cellulosic Bionanocomposites: A Review of Preparation, Properties and Application, Polymers, vol. 2, hal. 728-765. Sudiana, R., Imaduddin, dan Rahmansyah, 2001, Cellulotic Bacteria of Soil of Gunung Halimun Nasional Park, Berita Biologi, Vol. 5, No. 6, Hal: 703-710. Subramaniyan, P.P, 2000, Cellulase-Free Xylanases From Bacillus and Other Microorganisms,
267