KELIMPAHAN DAN AKTIVITAS MIKROBA TANAH PASCA APLIKASI PGPR SERTA PERANANNYA PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays. L)
HARI KAPLI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kelimpahan dan Aktivitas Mikroba Tanah Pasca Aplikasi PGPR serta Peranannya pada Tanaman Jagung (Zea mays. L) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Hari Kapli NIM G351120321
RINGKASAN HARI KAPLI. Kelimpahan dan Aktivitas Mikroba Tanah Pasca Aplikasi PGPR serta Peranannya pada Tanaman Jagung (Zea mays. L). Dibimbing oleh ARIS TRI WAHYUDI dan EDI HUSEN. Jagung (Zea mays. L) merupakan salah satu komoditas pangan pokok dan tanaman paling penting kedua setelah padi yang banyak ditanam pada lahan kering. Luas lahan kering di Indonesia mencapai 144 juta ha dan sekitar 94 juta ha sesuai untuk pengembangan komoditas pertanian. Meskipun memiliki potensi sebagai lahan pertanian, lahan kering ini memiliki beberapa kendala antara lain unsur hara rendah, pH yang masam, erosi yang tinggi dan daya menahan air yang rendah. Penggunaan rizobakteria pemacu tumbuh tanaman (PGPR) merupakan salah satu pilihan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung di lahan kering. Rizobakteria diketahui sebagai kelompok bakteri yang ditemukan pada permukaan akar (rizosfer) dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri ini memiliki kemampuan menghasilkan hormon IAA (Indole Acetic Acid), menghasilkan eksopolisakarida, menghasilkan ACC-deaminase (Amino Cyclepropane Carboxilate Deaminase), melarutkan fosfat tanah dan berperan sebagai agen biokontrol fungi patogen. Penelitian ini diawali dengan formulasi rizobakteria (6 isolat Pseudomonas CRB dan 7 isolat Bacillus CR) sebagai pemacu pertumbuhan jagung dan pengendali cekaman kekeringan. Formulasi menggunakan tanah gambut sebagai bahan pembawa dan didapat sebanyak 6 formula rizobakteria. Keenam formula rizobakteria tersebut diuji di rumah kaca untuk analisis kelimpahan (penghitungan total kelimpahan mikroba yaitu bakteri, aktinomisetes dan cendawan) dan aktivitas mikroba (respirasi tanah, C-mikroba, aktivitas enzim dehidrogenase) pasca aplikasi pada tanaman jagung yang ditanaman pada tanah pot. Hasil uji kelimpahan dan aktivitas mikroba didapatkan 3 formula potensial yaitu Formula 3 (F3), Formula 5 (F5) dan Formula 6 (F6). Aplikasi ketiga formula ini di Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk mengetahui kemampuannya sebagai pemacu tumbuh tanaman jagung pada kondisi kandungan air tanah yang berbeda menunjukkan bahwa F3 adalah formula terbaik yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produktivitas jagung mencapai 125% atau 7,13 ton/ha. Formula ini dapat direkomendasikan sebagai inokulan pada lahan kering. Kata kunci: Toleran kekeringan, formulasi, pemacu pertumbuhan, jagung, rizobakteria
SUMMARY HARI KAPLI. Abundance and Activity of Soil Microbes after PGPR Application with Their Utilizing to Maize (Zea mays. L). Supervised by ARIS TRI WAHYUDI and EDI HUSEN. Maize (Zea mays L.) is one of the important food commodities and the second important crop after rice which is widely planted in dry land. Dry land area in Indonesia covers about 144 million ha and 94 million ha of which is suitable for the development of agriculture. Although it has potential as agricultural land, dry land has several constraints such as low nutrient, acidic pH, high soil erosion and low water holding capacity. The use of plant growth promotting rhizobacteria (PGPR) is one of the options to increase the growth of maize in dry land. Rhizobakteria is known as a group of bacteria found on the surface of the root (rhizosphere) and can improve plant growth. These bacteria have the ability to produce IAA (Indole Acetic Acid), exopolysaccharide, ACC-deaminase (Amino Cyclepropane Carboxilate deaminase), dissolve fixed phosphate soil, and control the growth of pathogenic fungi. This study is started with the formulation of rhizobacteria (6 isolates of Pseudomonas CRB and 7 isolates of Bacillus CR) as plant growth promotion and drought amelioration. Formulation used peat as carrier material and produced 6 rhizobacteria formulas. All six rhizobacteria formulas were tested in the greenhouse to analyze microbial abundance (total bacteria, actinomycetes and fungi) and microbial activities (soil respiration, C-microbe, dehidrogenase activity). Test results showed that formula F3, F5 and F6 gave highest abundance and activities. Aplication of these 3 formulas in farmer fields of West Nusa Tenggara (NTB) to determine their ability as a promotting of maize growth under different soil water content showed that F3 is the best formula that improved plant growth and productivity of maize which reached 125% or 7.13 tonnes/ha. This formula is recommended as maize inoculant in dry land. Key words: Drought tolerant, formulation, growth promoters, maize, rhizobacteria
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
1
KELIMPAHAN DAN AKTIVITAS MIKROBA TANAH PASCA APLIKASI PGPR SERTA PERANANNYA PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays. L)
HARI KAPLI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
2
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA
1
Judul Tesis : Kelimpahan dan Aktivitas Mikroba Tanah Pasca Aplikasi PGPR serta Peranannya pada Tanaman Jagung (Zea mays. L). Nama : Hari Kapli NIM : G351120321
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Aris Tri Wahyudi, MSi Ketua
Dr Edi Husen, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Mikrobiologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Anja Meryandini, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 28 Juli 2015
Tanggal Lulus:
4
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Kelimpahan dan Aktivitas Mikroba Tanah Pasca Aplikasi PGPR serta Peranannya pada Tanaman Jagung (Zea mays. L) ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si dan Bapak Dr. Edi Husen, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, pengetahuan, ilmu, saran, nasehat, motivasi dan waktu konsultasi serta solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA sebagai penguji luar komisi dan Ibu Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S selaku Ketua Program Studi Mikrobiologi IPB yang telah memberikan motivasi selama studi dan masukan pada saat ujian sidang tesis. Selain itu penulis ucapkan terima kasih seluruh Dosen pada Program Studi Mikrobiologi yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama studi. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada pemberi dana penelitian yaitu proyek kerjasama penelitian Kementerian Pertanian KKP3N kepada Prof. Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si dan juga bantuan dana penelitian dari Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPDP) dan Bakrie Centre Foundation (BCF). Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Imam dan Bapak Asda dari BBSDLP Kementerian Pertanian beserta staf yang telah membantu selama uji lapang dan Bapak Jaka selaku staf Laboratorium Mikrobiologi IPB, kakak dan adik tingkat di Laboratorium Mikrobiologi, para sahabat teman-teman Mikrotropisian 2012 atas perhatian, kerjasama dan bantuannya selama penelitian. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak, Mama, adikadik penulis Dian, Abel, Lidia, Diana, Julian, dan teman-teman terdekat Wulan, Asrianto, Vita, Anja, Rahmi, Eja, Habib, Arja, Wiwid dan teman-teman asrama Al jabbar Al islamiyah yang selalu memberikan doa, semangat dan kasih sayang selama ini. Sebagian hasil penelitian dalam tesis ini telah dipublikasikan dalam Jurnal MICROBIOLOGY INDONESIA dengan judul “The Effects of Plant Growth Promoting Rhizobacteria and Drought Tolerant on Maize (Zea mays. L)”. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat tidak hanya bagi penulis, tetapi juga para pembaca dan civitas akademik lainnya
Bogor,
Agustus 2015 Hari Kapli
1
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 1 1 2
TINJAUAN PUSTAKA Plant Growth Promotting Rhizobacteria (PGPR) Rizobakteria Bacillus sp Rizobakteria Pseudomonas sp Kelimpahan dan Aktivitas Mikroba Tanah Jagung (Zea mays. L)
2 2 3 3 4 6
METODE Kerangka Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Sumber dan Karakteristik Bakteri Formulasi Inokulan Bakteri Analisis Kelimpahan dan Aktivitas Mikroba Perhitungan Total Populasi Mikroba Estimasi C-Mikroba Estimasi Respirasi Tanah Analisis Aktivitas Enzim Dehidrogenase Uji Efektivitas Inokulan pada Tanaman Jagung
7 7 8 8 8 8 9 9 10 11 11 12
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan
14 15 22
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
26 26 26
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
33
RIWAYAT HIDUP
50
6
vi
DAFTAR TABEL . 1 Karakteristik isolat bakteri yang digunakan 2 Formula isolat bakteri yang digunakan pada uji kelimpahan dan aktivitas mikroba 3 Formula yang digunakan pada uji lapang di Nusa Tenggara Barat 4 Rancangan percobaan aplikasi formula pada lahan jagung 5 Total populasi mikroba (log10 CFU/g tanah) 6 Hasil analisis aktivitas mikroba 7 Hasil uji korelasi kelimpahan dan aktivitas mikroba 8 Pengaruh formula dan jumlah air irigasi terhadap berat kering biji, berat kering 100 biji dan jumlah tongkol sampel 9 Pengaruh formula dan jumlah air irigasi terhadap berat kering brangkasan, berat kering tongkol dan berat total biji kering
8 9 12 13 14 15 15 20 21
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Diagram alir tahapan penelitian Penampilan tanaman jagung umur 20 hari setelah tanam (HST) Penampilan tanaman jagung umur 25 hari setelah tanam (HST) Rata-rata tinggi tanaman jagung umur 28 hari setelah tanam (HST) Rata-rata tinggi tanaman jagung umur 70 hari setelah tanam (HST) Rata-rata jumlah helai daun tinggi tanaman jagung umur 28 hari setelah tanam (HST) 7 Rata-rata berat basah tongkol tanaman jagung umur 28 hari setelah tanam (HST) 8 Rata-rata berat basah brangkasan tanaman jagung umur 28 hari setelah tanam (HST) 9 Penampilan tanaman jagung umur 100 HST (saat pemanenan) di lahan kering di Nusa Tenggara Barat.
7 16 16 16 17 17 18 18 19
DAFTAR LAMPIRAN 1 Estimasi Respirasi tanah 2 Analisis Aktivitas Enzim Dehidrogenase 3 Estimasi C-Mikroba 4 Formulasi inokulan rizobakteria ke gambut 5 Kemasan formula inokulan uji di rumah kaca 6 Penyiapan lahan jagung di Nusa Tenggara Barat 7 Persiapan penanaman benih jagung dengan formula inokulan 8 Pembersihan lahan jagung 9 Parameter pengamatan tanaman jagung 10 Analisis sidik ragam 11 Denah aplikasi lapang di lahan jagung Nusa Tenggara Barat 12 Perhitungan jumlah sampel tanah pada uji respirasi tanah
33 34 35 36 37 38 39 40 41 43 48 49
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Luas lahan kering Indonesia mencapai 144 juta ha atau sekitar 75% dari luas daratan Indonesia yang terdapat pada daerah iklim basah dan iklim kering (BBSDLP 2014). Dari luasan tersebut sekitar 94 juta ha sesuai untuk pengembangan komoditas pertanian (Mulyani et al. 2011). Jagung (Zea mays. L) merupakan salah satu komoditas pangan pokok dan tanaman paling penting kedua setelah padi yang banyak ditanam di lahan kering (Swastika et al. 2004). Meskipun memiliki potensi sebagai lahan pertanian, lahan kering ini memiliki beberapa kendala antara lain unsur hara sedikit, pH yang masam, erosi yang tinggi, dan daya menahan air yang rendah (Sopandie dan Utomo 1995). Penggunaan rizobakteria pemacu tumbuh tanaman merupakan salah satu pilihan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung di lahan kering. Rizobakteria adalah kelompok bakteri yang ditemukan pada permukaan akar (rizosfer) dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Bashan dan de-Bashan 2010). Rizobakteria dikenal sebagai Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) karena memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bakteri ini memiliki kemampuan menghasilkan hormon IAA (Indole Acetic Acid) yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, menghasilkan eksopolisakarida sebagai bentuk adaptasi dari cekaman kekeringan, melarutkan fosfat tanah, menghasilkan ACC-deaminase (Amino Cyclepropane Carboxilate Deaminase) dan berperan sebagai agen biokontrol fungi patogen (Dey et al. 2004; Kaci et al. 2005; Husen et al. 2011). Keberadaan PGPR ini di dalam tanah bisa diidentifikasi melalui jumlah dan aktivitasnya. Kelimpahan mikroba dapat menjadi indikator yang sensitif dari perubahan proses tanah (Jenkinson et al. 2004). Sedangkan aktivitas mikroba tanah dapat dimonitor dari laju respirasi tanah, aktivitas eksoenzim dan total biomasa C-mikroba tanah. Laju respirasi tanah dan aktivitas eksoenzim tanah merupakan salah satu pengukuran aktivitas biologi tanah yang mencerminkan produksi CO2 (Kaur et al. 2006). Enzim tanah berperan penting dalam proses dekomposisi material organik, stabilisasi struktur tanah, siklus biogeokimia (Atlas dan Bartha 1981), menjaga kualitas serta fungsi tanah sebagai penyedia hara tanaman. Enzim dehidrogenase adalah salah satu enzim yang penting dan digunakan sebagai indikator aktivitas mikroba tanah (Quilchano dan Marañon 2002; Gu et al. 2009; Salazar et al. 2011) karena aktivitas enzim dehidrogenase terjadi intraseluler di semua sel mikroba hidup (Moeskops et al. 2010; Zhao et al. 2010). Hasil penelitian sebelumnya telah berhasil ditapis rizobakteria pemacu tumbuh toleran kekeringan beberapa isolat Bacillus dan Pseudomonas (Putrie 2013). Setelah itu pada penelitian ini dianalisis kelimpahan dan aktivitas mikroba kemudian dilakukan aplikasi pada lahan jagung di Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk mengetahui kemampuannya sebagai pemacu tumbuh tanaman jagung pada kondisi kandungan air tanah yang berbeda.
2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan formulasi rizobakteria toleran kekeringan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman jagung pada kondisi cekaman kekeringan.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah diperolehnya inokulan Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. yang potensial sebagai pemacu pertumbuhan tanaman jagung pada kondisi kekeringan.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi formulasi inokulan rizobakteria dengan bahan pembawa gambut, pengujian kelimpahan dan aktivitas mikroba pasca aplikasi (total populasi miroba dan aktivitas mikroba) dan uji efektivitas inokulan pada tanaman jagung di NTB (Nusa Tenggara Barat).
TINJAUAN PUSTAKA Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR) Rizobakteria pemacu tumbuh tanaman atau Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri yang hidup dan berkembang di daerah rizosfir (lapisan tanah tipis antara 1-2 mm di sekitar zona perakaran) yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan sebagai agens antagonis terhadap patogen tanaman (Kloepper dan Schroth 1978; Timmusk 2003). Berbagai jenis bakteri telah diidentifikasi sebagai PGPR antara lain dari genus Serratia (Kloepper 1994), Burkholderia (Glick 1995), Azospirillum, Acetobacter, Rhizobium, Arthrobacter, Bacterium, Mycobacterium dan Azotobacter (Biswas et al. 2000), Bacillus (Husen 2003) dan Pseudomonas (Wahyudi et al. 2011). Aktivitas PGPR memberi keuntungan bagi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Ahmad et al. 2008). Pengaruh langsung PGPR didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara, fiksasi nitrogen dalam tanah serta mensintesis dan mengubah konsentrasi berbagai fitohormon pemacu tumbuh yaitu auksin, sitokinin, giberelin, etilen dan asam absisat. Sedangkan pengaruh tidak langsung berkaitkan dengan kemampuan PGPR dalam menghasilkan anti mikroba patogen yang dapat menekan pertumbuhan fungi penyebab penyakit tumbuhan (fitopatogenik) dan siderofor (Hindersah dan Simarmata 2004; McMillan 2007; Ashrafuzzaman et al. 2009; Yazdani et al. 2009). PGPR berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil panen dan kesuburan lahan (Wahyudi 2009). Lingkungan rizosfer yang dinamis
3 dan kaya akan sumber energi dari senyawa organik yang dikeluarkan oleh akar tanaman (eksudat akar) merupakan habitat bagi berbagai jenis mikroba untuk berkembang dan sekaligus sebagai tempat pertemuan dan persaingan mikroba. Tiap tanaman mengeluarkan eksudat akar dengan komposisi yang berbeda-beda sehingga berperan juga sebagai penyeleksi mikroba meningkatkan perkembangan mikroba tertentu dan menghambat perkembangan mikroba lainnya (Husen et al. 2014).
Rizobakteria Bacillus sp. Bacillus merupakan salah satu bakteri dari kelompok bakteri tanah yang seringkali dijumpai di dalam rizosfer tanaman. Bacillus sp. merupakan bakteri gram positif yang memiliki sel berbentuk batang, beberapa spesies bersifat aerob obligat dan beberapa bersifat anaerobik fakultatif, bergerak dengan adanya flagel peritrik bersifat katalase positif (Pelczar et al. 1976). Bakteri ini sangat toleran terhadap kondisi ekologi yang merugikan, kemampuannya membentuk endospora membuat bakteri ini dapat beradaptasi pada tanah pertanian (Bai et al. 2003). Bacillus sp. telah dilaporkan termasuk kelompok bakteri penghasil antibiotik potensial sebagai agen biokontrol. Bakteri ini pada umumnya diaplikasikan pada benih untuk mencegah patogen tular tanah seperti Fusarium oxysporum, Rhizoctonia solani, Botrytis cinera, Phytium sp. dan Sclerotium rolfsii (Baker dan Schippers 1995) dan sebagai agen pengendali hayati serta berperan sebagai pengendali penyakit layu pada tanaman (Nasrun dan Nuryani 2007). Selain dikenal sebagai agen pengendali hayati kelompok bakteri ini menghasilkan metabolit sekunder yang dapat menekan pertumbuhan patogen sehingga juga dikenal sebagai bakteri kelompok plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) yang mampu menginduksi pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui berbagai mekanisme seperti antibiosis, lisis, kompetisi, parasitisme dan induksi ketahanan (Kloepper et al. 2004). Selain itu Bacillus mampu menghasilkan hormon pengatur tumbuh dan beberapa jenis menghasil enzim ekstraseluler yang dapat menghidrolisis protein dan polisakarida kompleks (Backman et al. 1994). Bacillus diketahui mampu menghasilkan IAA, melarutkan fosfat, dan menghambat pertumbuhan cendawan secara in vitro (Widyawati 2008) serta pertumbuhan tanaman dapat ditingkatkan melalui kolonisasi akar oleh galur Bacillus (Idrise et al. 2002).
Rizobakteria Pseudomonas sp. Pseudomonas merupakan bakteri berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap sel bakteri 0.5-0.1 μm x 1.5-4.0 μm, tidak membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap pewarnaan gram, aerob, menggunakan H2 atau karbon sebagai energinya, kebanyakan tidak dapat tumbuh dalam kondisi masam (pH 4,5) dan merupakan salah satu genus dari famili Pseudomonadaceae (Holt et al. 1994). Genus Pseudomonas adalah bakteri yang dapat ditemukan pada hampir semua media alami dan memiliki habitat cukup beragam Pseudomonas sp. dapat ditemui di tanah, di lingkungan air tawar stagnan sebagai patogen pada hewan atau manusia dan di tubuh tanaman sebagai bakteri endofitik maupun parasit, di
4 perairan tawar maupun laut, bunga dan buah (Donnel dan Fellow 1994). Bakteri ini juga mampu mendominasi daerah rizosfer dan berkembang secara cepat, dan tahan terhadap senyawa yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain sehingga mudah diisolasi (Pelczar dan Chan 1986). Menurut Loccoz dan Defago (2004), banyak galur Pseudomonas menguntungkan bagi tanaman secara langsung yaitu melalui pemacuan pertumbuhan dan peningkatan kesehatan tanaman dan secara tidak langsung melalui penghambatan patogen, parasit atau tumbuhan kompetitor. Pseudomonas memiliki kemampuan sebagai inokulan pupuk alami (biofertilizer) yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman atau disebut rizobakteria pemacu pertumbuhan tanaman (Alvarez et al. 1995) melalui kemampuan mendegradasi dan menggunakan sejumlah besar senyawa organik dan anorganik, berinteraksi dengan tanaman dan berasosiasi dalam rizosfer yang menguntungkan bidang pertanian (Palleroni dan Moore 2004) memproduksi IAA, sitokinin, isopentenyl adenosine dan zeatin ribose (Salamone et al. 2001) menghasilkan fitohormon asam giberelat, sitokinin dan etilen serta dengan melarutkan posfat, kalium atau nutrien yang lain sehingga tersedia bagi tanaman. Namun pada beberapa galur bakteri potensial ternyata mampu membantu tanaman dalam menghadapi cekaman lingkungan seperti limitasi air dan nutrien serta pencemaran senyawa toksik (Dey et al. 2004). Pseudomonas merupakan kelompok bakteri PGPR yang cukup banyak diteliti mengenai kemampuannya sebagai agen biokontrol atau agen pengendali hayati. Pseudomonas sp. menghasilkan berbagai antibiotik termasuk antifungi dengan menghasilkan siderofor, β-1,3 glukanase, kitinase, antibiosis, dan sianida selain itu fenazin, pirolnitrin, pioluteorin, diasetil floroglusinol, ramnolipid, antibakteri seperti asam pseudomonat, azomisin, sebagai antitumor (FR901463, sepafungins) dan antivirus (karalisin) (Fernando et al. 2006). Senyawa-senyawa tersebut dapat menyebabkan modifikasi struktural dinding sel dan perubahan biokimiawi/fisiologis pada sintesis protein yang terlibat dalam mekanisme pertahanan tanaman. Lipopolisakarida, siderofor dan asam salisilat adalah faktor utama pada PGPR yang menginduksi sistem pertahanan (Antoun dan Prevost 2006). Pseudomonas sp. Juga diketahui memproduksi asam silikat yang mampu mengendalikan tobacconecrosis virus pada tembakau (Maurhofer et al.1994).
Kelimpahan dan Aktivitas Mikroba Tanah Kelimpahan mikroba tanah berkaitan erat dengan biomassa mikroba, semakin tinggi biomassa mikroba tanah semakin tinggi kelimpahan mikroba tanah tersebut. Biomassa mikroba tanah adalah total komponen mikroba tanah dan umumnya dinyatakan dalam miligram karbon per berat kering gram tanah. Biomassa mikroba tanah dapat menjadi indikator yang sensitif dari perubahan proses tanah (Jenkinson et al. 2004). Biomassa mikroba dan aktivitas telah digunakan untuk melihat perubahan tanah dan untuk menunjukkan dampak dari residu beracun di tanah. Biomassa mikroba juga telah memberikan informasi tentang efek tanam, kesehatan tanah dan terdapat adanya hubungan yang kuat antara biomassa mikroba, kesuburan dan kesehatan tanah (Ladd et al. 1996). Metode biokimia untuk pengukuran biomassa didasarkan pada komponen membran mikroba (fosfolipid, lipopolisakarida dan ergosterol) dan susunan dinding sel mikroba (kitin dan peptidoglikan) (Jenkinson et al. 2004).
5 Aktivitas mikroba tanah berbeda dengan biomassa mikroba tanah. Biomassa mikroba tanah digunakan untuk mengukur populasi dan juga dapat digunakan untuk menilai dinamika hara dalam tanah misalnya, penentuan mikroba C, N, P dan S sehingga biomassa mikroba tanah menggambarkan ukuran total kelimpahan populasi mikroba, sementara aktivitas mikroba tanah menunjukkan berbagai macam kegiatan fisiologis yang dilakukan oleh mikroorganisme tanah. Aktivitas mikroba tanah dapat dimonitor dari karakter sifat fisika-kimia tanah (meliputi: pH, temperatur, kelembaban, berat volume dan berat kering tanah), laju respirasi tanah, aktivitas enzim dehidrogenase tanah dan total populasi bakteri tanah. Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikrorganisme tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah mempunyai korelasi yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme tanah seperti bahan organik tanah transformasi N, hasil antara pH dan rata-rata jumlah mikroorganisme (Anas 1989). Mikroorganisme tanah bekerja dalam proses dekomposisi sisa tanaman (bahan organik) oleh serangga dan cacing tanah yang selanjutnya dirombak oleh bakteri, fungi dan aktinomisetes merubah hara dari bentuk anorganik. Proses dekomposisi menghasilkan unsur hara dan akan melepaskan CO2 akibat dari aktivitas mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme dapat dipelajari dengan menghitung jumlah CO2 yang dilepaskan dalam proses dekomposisi (Foth 1994). Pengukuran respirasi tanah merupakan cara yang digunakan untuk menentukan aktivitas mikroorganisme tanah. Penetapan respirasi tanah adalah berdasarkan penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dan jumlah O2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah sehingga respirasi tanah adalah representasi aktivitas metabolik dari populasi mikroba tanah yang berkorelasi positif dengan material organik tanah (Ryan dan Law 2005). Aktivitas enzim tanah berkaitan dengan aktivitas mikroba dan mencerminkan kerja fisiologis dari semua organisme hidup di dalam tanah termasuk akar tanaman (Ladd 1978). Enzim dehidrogenase juga merupakan metode untuk mengukur tingkat seluruh proses metabolisme, enzim dehidrogenase mencerminkan total kegiatan oksidatif mikroorganisme tanah (Alef dan Nannipieri 1995). Aktivitas enzim dehidrogenase menjadi indikator reaksi oksidasi/reduksi biologis dan karena itu dapat digunakan sebagai ukuran intensitas metabolisme mikroba dalam tanah (Skujins 1978). Enzim dehidrogenase juga berperan penting dalam proses dekomposisi material organik, stabilisasi struktur tanah, siklus biogeokimia (Atlas dan Bartha 1993; Makoi dan Ndakidemi 2008), serta menjaga kualitas dan fungsi tanah (Doelman dan Haanstra 1979; Kandeler et al.1996) sehingga aktivitas enzim dehidrogenase dapat digunakan sebagai indikator aktivitas mikroba tanah (Burns 1978). Selanjutnya enzim tanah relevan untuk menilai kesehatan tanah karena enzim tanah sangat penting untuk menghasilkan bahan organik dan melakukan aktivitas metabolik pada mikroorganisme tanah (Nannipieri et al. 2002). Beberapa metode telah digunakan untuk menentukan aktivitas mikroba tanah. Beberapa metode mengukur tingkat seluruh proses metabolisme seperti evolusi CO2 (respirasi), aktivitas nitrifikasi, sintesis DNA pada bakteri, diasetat fluorescein (FDA) dan aktivitas enzim dehidrogenase (Nannipieri et al. 1990).
6 Jagung (Zea mays. L) Di Indonesia jagung (Zea mays. L) merupakan komoditas terpenting kedua setelah padi dan data menunjukkan bahwa 63% kebutuhan jagung digunakan untuk pangan, 30.5% untuk pakan dan sisanya untuk industri (Sumanjaya dan Resiani 2011) selain mengandung karbohidrat, jagung juga mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C (Rukmana 2003). Jagung juga merupakan tanaman sereal yang paling penting kedua setelah padi dalam hal daerah persentase ditanam untuk jagung relatif terhadap total luas untuk semua tanaman pangan. Jagung dijadikan sebagai bahan pangan utama di beberapa daerah di Indonesia (Purwono dan Hartono 2008). Jagung termasuk tanaman berakar serabut, batang yang tidak bercabang berbentuk bulat yang mempunyai ruas-ruas dan buku-buku batang. Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Daun terdiri dari tiga bagian yaitu kelopak daun, lidah daun, dan helaian daun. Bunga pada jagung termasuk bunga tidak lengkap karena tidak memiliki petal (mahkota) dan sepal (kelopak). Bunga jagung juga termasuk bunga tidak sempurna karena alat kelamin jantan dan betina berada pada bunga yang berbeda (Purwono dan Hartono 2008). Komoditas jagung cocok dikembangkan di lahan kering karena efisien dalam pengggunaan air dan juga resisten terhadap suhu yang tinggi. Secara fisiologi, penggunaan air juga dapat diefisienkan dengan mengurangi tingkat transpirasi tanaman melalui pemangkasan daun pada bagian tertentu yang tidak produktif (Kadekoh 2003). Walaupun pusat pertanaman jagung di benua Asia terdapat di Cina, Filipina, India dan Indonesia (Rukmana dan Yudirachman 2007) tetapi tingkat produktivitas rata-rata jagung nasional masih tergolong rendah (sekitar 3,5 ton per ha) apabila dibandingkan negara lain. Angka itu sama dengan yang dihasilkan Vietnam. Indonesia menempati urutan ke tiga dalam hal produksi jagung setelah India dan Cina (Adisarwanto 2000). Presentase produksi jagung di Indonesia masih didominasi di Pulau Jawa sekitar 65%, sedangkan di luar Pulau Jawa sektar 35% (Rukmana 2003). Jagung termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus dalam penanamannya. Jagung dikenal sebagai tanaman yang dapat tumbuh di lahan kering, sawah, dan pasang surut. Produktivitas jagung dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya tempat tumbuh atau tanah, air, dan iklim. Agar tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik dalam menghasilkan tongkol dan biji yang banyak diperlukan tempat penanaman dan iklim sesuai syarat tumbuh tanaman jagung (Purwono dan Hartono 2008). Jagung bisa diolah untuk berbagai kegunaan baik sebagai bahan makanan atau minuman, misalnya sirup jagung dalam minuman ringan atau makan jagung atau untuk bahan baku industri makanan, minyak jagung dan kini bioetanol (Paat 2008). Sebagian besar dari jagung yang dihasilkan digunakan sebagai pakan ternak 40% di daerah tropis dan sampai 85% di negara-negara maju (Farnham et al. 2003).
7
METODE Kerangka Penelitian Kerangka penelitian ini (Gambar 1) mencakup formulasi inokulan, analisis total populasi miroba (bakteri, aktinomisetes dan cendawan), aktivitas mikroba (estimasi C-mikroba, respirasi tanah dan aktivitas enzim dehidrogenase) dan uji efektivitas inokulan pada tanaman jagung di NTB (Nusa Tenggara Barat). Formulasi Inokulan
Uji Kelimpahan dan Aktivitas Mikroba Pasca Aplikasi di Rumah Kaca (Seleksi)
Uji Formula Inokulan Terbaik di Lapang Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor (IPB), laboratorium Biologi Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Bogor dan di lahan pertanian di desa Mbawa, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada bulan Juli 2013 sampai September 2014. Media, Bahan dan Alat Media Media yang digunakan adalah media Nutrient Agar (NA) (ekstrak khamir 2 -1 g L , pepton 5 g L-1, NaCl 5 g L-1, agar 15 g L-1), Potato Ekstrak Agar (PDA) (200 mL ekstrak kentang, 20 g dekstrosa, 15 g agar dan akuades 1 L), Humic Vitamin Agar (HV agar) (1 g asam humik acid, 0.02 g CaCO3, 0.01 g FeSO4.7H2O, 1.71 g KCl, 0.05 g MgSO4.7H2O, 0.5 g Na2HPO4, 50 g siklohesamida, 20 g agar, akuades 1 L pH 7.2, 5 mL vitamin B dan 20 ppm asam nalidixic), media Nutrient Broth (NB) cair, Luria Agar (LA) (tripton 10 gL-1, NaCl 10 g L-1, ekstrak khamir 5 g L-1, agar 15 g L-1), media Luria Broth (LB), media susu skim dengan molase (susu skim 20 g L-1, MgSO4.2H2O 1.5 g L-1, K2HPO4 1.5 g L-1, molase 15 g L-1). Bahan Etanol 95%, H2O2 5%, H2SO4, fenol 5%, larutan stok D-glukosa, bufer TrisHCl (0.1 M), tris (hydroxymethyl) aminomethane, larutan Triphenyl tetrazolium chloride (TTC), larutan Triphenyl formazan (TPF), metanol, NaOH 1 N, 1 g
8 fenoptalin, 1 g metil orange, alkohol 95%, 0.5 M K2SO4, K2Cr2O7, kloroform (CHCl3) bebas alkohol, kapur, gambut, spirtus, alkohol, akuades, sampel tanah dan pupuk NPK. Alat Alat yang digunakan antara lain mikropipet Eppendorf, spektrofotometer Genesys 20 dan kuvet, neraca analitik Oxone, haemocytometer serta alat-alat gelas (cawan petri, labu ukur, erlenmeyer, gelas bekker, tabung reaksi), batang penyebar (spreader), Vortex, ring PVC (tinggi 30 cm, diameter 25 cm), botol gelas bertutup (tinggi 7 cm, diameter 6.5 cm), inkubator, desikator, pompa listrik, penggoyang (Shaker), kertas saring Whatman 5, stoples (jar) ukuran 2.7 L (panjang 13 cm, lebar 13 cm, tinggi 16 cm).
Sumber dan Karakteristik Bakteri Bakteri yang digunakan meliputi 4 isolat Bacillus sp. (CR) dan 4 isolat Pseudomonas sp. (CRB) yaitu Bacillus (CR) CR 90, CR 67, CR 83, CR 46 dan Pseudomonas (CRB) CRB 19, CRB 98, CRB 10, CRB 23 (Putrie (2013); Widyawati (2008); Wahyudi et al. (2011); Astuti 2008) (Tabel 2). Kedelapan isolat telah diidentifikasi berdasarkan hasil analisis sekuens gen 16S rRNA menggunakan BlastN (Putrie 2013) yaitu CRB 19 (Pseudomonas aeruginosa strains B2), CRB 98 (Pseudomonas aeruginosa strains B2), CRB 23 (Pseudomonas fragi strain ATCC 4973), CRB 10 (Pseudomonas aeruginosa strain L1) dan CR 90 (Brevibacillus brevis strain bB33), CR 46 (Bacillus isabeliae strain CVS-8), CR 67 (Bacillus brevis strain NBRC 15304), CR 83 (Bacillus cereus strain ATCC 14579). Rizobakteria ini menghasilkan eksopolisakarida, IAA, melarutkan fosfat dan menghasilkan siderofor (Tabel 1). Tabel 1 Karakteristik isolat bakteri yang digunakan Bakteri Bacillus CR 46 Bacillus CR 67 Bacillus CR 83 Bacillus CR 90 Pseudomonas CRB 10 Pseudomonas CRB 19 Pseudomonas CRB 23 Pseudomonas CRB 98
EPS (-1MPa) (mg/mL) 0.092 0.095 0.092 0.096 0.091 0.197 0.072 0.080
*
§
IAA (ppm) 11.13 0.81 2.51 22.79 7.64 3.37 13.17 18.07
Pelarut fosfat (SI) 0.280 0.214 0.180 0.365 0.670 0.867 0.460 0.450
£
Siderofor
†
++ + ++ + +++ +++ -
Keterangan: EPS = eksopolisakarida; IAA = indole acetic acid; SI = Solubilization Index Phosphate; (+++) Penghasil Siderofor tinggi; (++) Penghasil siderofor sedang; (+) Penghasil siderofor rendah; (-) Tidak menghasilkan siderofor. Sumber referensi: *Putrie (2013); §Widyawati (2008) dan Wahyudi et al. (2011); £Wahyudi et al. (2011); †Astuti 2008.
9 Formulasi Inokulan Bakteri Kedelapan isolat bakteri diformulasi menjadi 6 formula inokulan bakteri pemacu tumbuh toleran kekeringan seperti disajikan pada Tabel 2. Formulasi menggunakan bahan pembawa campuran gambut, fosfat alam dan kapur pertanian. Gambut yang digunakan berasal dari Rawa Pening, Jawa Tengah. Gambut dikeringudarakan, dihaluskan dan diayak menggunakan saringan 42 mesh (0.354 mm) (Somasegaran dan Hoben 1985). Campuran bahan pembawa adalah gambut (sebagai bahan utama) 85%, fosfat alam 10% dan kapur pertanian (kaptan) 5%. Sebanyak 50 g campuran gambut dikemas ke dalam kantong plastik tahan panas dan disterilisasi pada suhu 121 °C selama 1 jam dengan tekanan 1 atm. Tabel 2 Formula inokulan bakteri yang digunakan pada uji kelimpahan dan aktivitas mikroba Formula F1 F2 F3 F4 F5 F6
Bakteri Bacillus CR 90 dan Pseudomonas CRB19 Bacillus CR 67 dan Pseudomonas CRB 98 Bacillus CR 83 dan Pseudomonas CRB 10 Bacillus CR 46 dan Pseudomonas CRB 23 Pseudomonas CRB19 Bacillus CR 90
Isolat Bacillus CR dan Pseudomonas CRB masing-masing diperbanyak dengan cara diinokulasikan ke dalam medium cair Nutrient Broth dan King’s B kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang dan dishaker pada kecepatan 125 rpm. Kultur selanjutnya ditumbuhkan kembali di dalam 100 mL medium susu skim ditambahkan molase lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang dan dikocok dengan menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm. Dengan menggunakan syringe steril sebanyak 15 mL dari masing-masing suspensi inokulan Bacillus CR dan Pseudomonas CRB diambil dari medium susu kemudian diinokulasikan ke dalam 50 g bahan pembawa dengan kepadatan sel sekitar 109-1010 sel g-1 bahan pembawa. Tiap kemasan gambut 50 g diinokulasi dengan campuran kedua bakteri tersebut dan selanjutnya digunakan untuk uji di rumah kaca dan uji lapang (Lampiran 4 dan 5). Formula inokulan bakteri terdiri atas formula tunggal dan konsorsium yang telah diuji Antagonisme (Putire 2013).
Analisis Kelimpahan dan Aktivitas Mikroba Tanah Pasca Aplikasi Formula Penelitian ini dilakukan di rumah kaca mengggunakan polibag berisi 5 kg tanah. Biji jagung diinokulasi dengan masing-masing formula dengan cara melumuri biji jagung lembab dengan serbuk inokulan. Biji jagung yang sudah diinokulasi ditanam di dalam polibag yang ditempatkan berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) yaitu 6 perlakuan formula dan 1 kontrol yang masing-masing diulangi 3 kali. Tanah yang digunakan berasal dari lahan kering di Wonogiri, Jawa Tengah yang kelembabannya diatur pada kandungan air di bawah kapasitas lapang atau 63.2% ruang pori terisi air (RPTA) mengikuti prosedur Husen et al. (2014). Analisis kelimpahan dan aktivitas mikroba dilakukan terhadap contoh
10 tanah polibag setelah tanaman jagung dipanen pada umur 95 hari setelah tanam. Analisis kelimpahan mencakup total populasi mikroba (bakteri, aktinomisetes dan cendawan) dan analisis aktivitas mikroba mencakup uji respirasi tanah, C-mikroba dan enzim dehidrogenase. Perhitungan Total Populasi Mikroba Populasi mikroba yang terdiri atas bakteri, aktinomisetes dan cendawan dalam sampel masing-masing ditumbuhkan pada media Nutrient Agar (NA), Humic Acid Vitamin Agar (HV agar) dan Potato Dextrose Agar (PDA) dan dihitung berdasarkan satuan bentukan koloni (CFU). Sebanyak 10 g tanah ditimbang dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer berisi 95 mL 0.85% larutan NaCl dan satu tetes tween 80 steril. Larutan tanah ini merupakan pengenceran 101 . Setelah dikocok, 1 mL larutan tanah dipindahkan ke tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan NaCl steril dan diberi label 10-2, pipet baru digunakan pada setiap transfer 1 mL larutan. Pengenceran dilakukan sampai 10-7. Penyebaran (plating) mikroba dimulai dengan dipipet 0.1 mL larutan tanah pada pengenceran 10-4-10-7 (bakteri), 10-3-10-6 (aktinomisetes), 10-2-10-5 (cendawan) kemudian disebar ke media NA, HV agar dan PDA. Setiap pengenceran diulang dua kali. Kemudian sampel diinkubasi untuk 3-4 hari (bakteri), 5-7 hari (cendawan), dan 10-12 hari (aktinomisetes) pada suhu 25 oC. Semua proses dilakukan secara aseptik. Bakteri dihitung hanya dari cawan petri yang memiliki 30-300 koloni, aktinomisetes dari cawan petri memiliki 30-300 koloni dan cendawan pada cawan petri yang memiliki koloni 10-100 (Hastuti dan Ginting 2007). Perhitungan koloni yang tumbuh pada setiap media agar menggunakan rumus: Total Populasi (CFU) g-1 tanah kering =
(Jumlah koloni) x (Faktor Pengenceran) BK tanah
Keterangan: BK = Berat kering contoh tanah (g) = Berat Basah x (1 – Kadar Air)
Estimasi C-Mikroba Estimasi C-mikroba menggunakan metode ekstraksi fumigasi (Voroney et al. 1993). Sel mikroba dimatikan dengan fumigasi kloroform, kemudian mikroba mengeluarkan sitoplasma ke dalam lingkungan tanah. Bahan organik dari sitoplasm sel mikroba diekstraksi dari tanah. Sebanyak 30 g per sampel tanah di gelas beker diduplikat dan ditambahkan 50 mL kloroform bebas etanol, boilling chip dan kertas tisu lembab, kemudian ditunggu sampai kloroform mendidih, sekitar 15 menit, lalu desikator ditutup dengan plastik hitam selama 24 jam. Sampel tanah tanpa perlakuan fumigasi digunakan sebagai kontrol. Setelah 24 jam desikator tersebut dibuka, dibuang kloroform dan tisu kemudian dibuka selama 30 menit untuk menghilangkan uap kloroform, sampel siap untuk ekstraksi. Ekstraksi dimulai dengan 30 g per sampel tanah difumigasi dan tidak difumigasi (kontrol) dipindahkan dari gelas bekker ke Erlenmeyer plastik lalu ditambahkan 60 mL 0.5 M K2SO4, dikocok 1 jam, disaring ekstrak menggunakan kertas Whatman 5 dan diberi label F untuk sampel difumigasi dan NF untuk sampel tidak difumigasi.
11 Ekstrak kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Sebagai perbandingan, larutan standar (larutan standar 5.000 ppm C yaitu dilarutkan 12.51 g glukosa dalam 1000 mL labu ukur dengan air suling dengan volume 1.000 mL) dibuat untuk 0 dan 250 ppm C, dengan berat 0 dan 5 mL larutan standar 5000 ppm C ke dalam labu 100 mL. Hasil dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar C-organik (mg kg-1 tanah)
= PPM kurva x mL ekstrak 1.000 mL−1 x 100 mg contoh−1 x FK = PPM kurva x 0,25 x 100. 2500−1 x FK = PPM kurva x 0,1 x FK
Keterangan: PPM kurva = Kadar contoh dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko FK = Faktor koreksi kadar air tanah [100% / (100 – Kadar air) %] C-Biomassa (μg g-1tanah) =
S–C 0,35
Keterangan: S = Nilai rata-rata kadar C-organik contoh (dengan kloroform) C = Nilai rata-rata kadar C-organik kontrol (tanpa kloroform) 0,35 = Faktor kEC (konversi nilai C ke C-mikroba) Estimasi Respirasi Tanah Respirasi tanah diukur dengan penyerapan alkali mengikuti prosedur Alef (1995) dan Husen et al. (2014). Metode ini didasarkan pada pengukuran CO2 di dalam tanah pada periode tertentu. Larutan NaOH sebagai penangkap CO2 dan dititrasi dengan HCl. Jumlah HCl yang dibutuhkan setara dengan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh respirasi mikroba. Setiap sampel tanah dihitung jumlah CO2 yang dihasilkan dari respirasi dengan rumus dan dengan kadar air berbeda yang kelembabannya diatur pada kandungan air bawah kapasitas lapang atau 55% ruang pori terisi air (RPTA) (Lampiran 12) ditempatkan pada pipa ring PVC (tinggi 30 cm, diameter 25 cm) dan 25 mL larutan NaOH dalam gelas beker 50 mL dimasukkan ke dalam stoples 2.7 L lalu ditutup rapat kedap udara (panjang 13 cm, lebar 13 cm, tinggi 16 cm). Stoples diisi dengan sampel untuk perlakuan dan tanpa sampel tanah untuk kontrol dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, stoples dibuka dan larutan NaOH dititrasi dengan HCl 0.01 M menggunakan perangkat titrasi. Selama titrasi, stoples dibuka untuk mengisi O2. Setelah titrasi larutan NaOH diganti dengan larutan NaOH baru dan diinkubasi lagi untuk periode 24 jam selanjutnya. Pengukuran dilakukan 10 kali (10 periode inkubasi). Hasil dihitung dengan menggunakan rumus: CO2-C (μg g-1 h-1) = [(V0 – V) x 1.1]/dwt
12 Keterangan: V0 = Volume HCL yang digunakan untuk titrasi blanko/kontrol (mL) V = Volume HCL yang digunakan untuk titrasi sampel (mL) Dwt = Berat kering oven 1 g sampel (setelah pengeringan 24 jam pada 105 °C) 1.1 = Faktor konversi (1 mL 0.05 M NaOH sama dengan 1.1 mg CO2)
Analisis Aktivitas Enzim Dehidrogenase Aktivitas enzim dehidrogenase diukur menggunakan metode Casida (1964) berdasarkan tingkat reduksi Triphenyl tetrazolium chloride (TTC) menjadi Triphenyl formazan (TPF) di tanah. Semua pengukuran dilakukan dalam rangkap dua yaitu perlakuan dan kontrol. Dua botol kaca disiapkan, botol pertama untuk 5 g sampel tanah (perlakuan) dan botol kedua tanpa sampel tanah (kontrol) lalu ditambahkan 2 mL TTC dan 2 mL Tris buffer untuk perlakuan, kemudian 4 mL buffer Tris ditambahkan (tidak ada TTC) untuk kontrol, dicampur isinya secara menyeluruh dan diinkubasi selama 24 jam pada 37 °C. Setelah inkubasi, 20 mL metanol ditambahkan ke setiap botol, dan botol dikocok selama 2 jam dalam gelap dengan shaker linear (125 rpm). Suspensi tanah kemudian disaring pada kertas filter Whatman 5 lalu dibasahi dengan metanol. Filtrat disimpan ke dalam labu volumetrik 25 mL, dan diencerkan dengan metanol hingga 25 mL. Kepadatan optik dari filtrat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 485 nm. Hasil yang didapat kemudian dibandingkan dengan kurva standar. Hasil dihitung dengan menggunakan rumus: TPF (ug) / BK (g) =
TPF (mg) / ml x 45 BK x 5
Keterangan: BK = Berat kering 1 g tanah lembap 5 = Berat tanah yang digunakan (g) 45 = Volume larutan yang ditambahkan ke dalam contoh tanah (mL)
Pengujian Efektivitas Inokulan pada Tanaman Jagung Pengujian efektivitas formula inokulan di lapang (petak menggunakan 3 formula inokulan terbaik seperti disajikan pada tabel 3.
lahan)
Tabel 3 Formula yang digunakan pada lahan jagung di Nusa Tenggara Barat Formula F3 F5 F6
Bakteri Bacillus CR 83 dan Pseudomonas CRB 10 Pseudomonas CRB19 Bacillus CR 90
Ukuran petak 4x4 cm. Jarak tanam 60x20 cm. Benih jagung yang digunakan adalah Lamuru yang umum ditanam oleh petani. Sterilisasi permukaan biji jagung dilakukan dengan cara merendam biji jagung dalam etanol 95% selama 10 detik,
13 kemudian direndam dalam H2O2 5% selama 5 menit dan dibilas tujuh kali dengan akuades untuk menghilangkan residu bahan kimia yang digunakan (Somasegaran dan Hoben 1985). Biji yang telah disterilisasi lalu direndam dalam akuades selama 1 jam untuk melembabkan jagung agar inokulan menempel di permukaan biji. Setelah 1 jam, biji jagung diinokulasi dengan mencampurkan biji jagung lembab dengan inokulan hingga merata untuk selanjutnya ditanam. Setiap plot titik tanam ditanam dua biji jagung. Uji lapang digunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis formula bakteri Pseudomonas (CRB) dan Bacillus (CR) terbaik hasil uji kelimpahan dan aktivitas mikroba yang terdiri dari tiga taraf, yaitu F3, F5, F6 dan satu kontrol. Faktor kedua adalah pengairan tanaman jagung yang terdiri atas tiga taraf, yaitu pengairan 100%, 80% dan 60%. Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 36 unit percobaan (Tabel 4). Pengairan dilakukan dengan dosis yang berbeda-beda berdasarkan fase pertumbuhan tanaman mengacu ke metode FAO (Food and Agriculture Organization) (Doorenbos dan Pruit 1975). Metode ini mempertimbangkan komponen fisik lapangan dan komponen tanaman, seperti kedalaman perakaran. Besarnya nilai kebutuhan air irigasi pada lokasi penelitian dalam 1 periode penanaman yang menjadi dasar untuk menentukan dosis air irigasi sesuai taraf perlakuan yang diujikan. Setelah itu ditentukan dosis air irigasi 100%, 80% dan 60%. Tanaman jagung dipanen pada umur 100 Hari Setelah Tanam (HST) kemudian dibuat denah percobaan (Lampiran 10). Pengukuran parameter dilakukan terhadap 10 batang jagung yang diambil secara acak setiap petak lahan. Parameter yang diukur mencakup tinggi tanaman, jumlah helai daun, berat basah tongkol (tongkol adalah buah jagung tanpa kulitnya), berat basah brangkasan (brangkasan adalah bagian batang dan daun jagung tanpa tongkol), berat kering biji, berat kering 100 biji, jumlah tongkol, berat kering brangkasan, berat kering tongkol dan berat total biji kering. Data yang diperoleh dianalisis statistik menggunakan software SPSS 16 dilanjutkan uji Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Tabel 4 Rancangan percobaan aplikasi formula pada lahan jagung No
Perlakuan
1
Formula F3 (Bacillus CR 83 dan Pseudomonas CRB 10)
2
Formula F5 (Pseudomonas CRB 19)
3
Formula F6 (Bacillus CR 90)
4
Kontrol (Tanpa inokulan)
100% 100F3/I 100F3/II 100F3/III 100F1/I 100F5/II 100F5/III 100F6/I 100F6/II 100F6/III 100K /I 100K /II 100K /III
Air Irigasi 80% 80F3/I 80F3/II 80F3/III 80F5/I 80F5/II 80F5/III 80F6/I 80F6/II 80F6/III 80K/I 80K/II 80K/III
60% 60F3/I 60F3/II 60F3/III 60F5/I 60F5/II 60F5/III 60F6/I 60F6/II 60F6/III 60K/I 60K/II 60K/III
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kelimpahan dan Aktivitas Mikroba Tanah Pasca Panen Jagung Kelimpahan mikroba tanah yang diukur mencakup total bakteri, aktinomisetes dan cendawan dalam sampel tanah. Jumlah tiap kelompok mikroba ini sangat bervariasi, jumlah terbanyak adalah bakteri kemudian aktinomisetes dan yang paling sedikit adalah cendawan. Perlakuan menggunakan formula inokulan menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding kontrol kecuali pada nilai total populasi cendawan yang terjadi sebaliknya yaitu nilai total kelimpahan populasi cendawan lebih tinggi dari perlakuan. Nilai kelimpahan mikroba yang tergolong tinggi adalah pada perlakuan formula 3 (F3), formula 6 (F6) dan formula 5 (F5) terlihat pada jumlah total populasi bakteri dan aktinomisetes sedangkan nilai terendah terdapat pada kontrol (Tabel 5). Tabel 5 Total populasi mikroba (log10 CFU/g tanah) Perlakuan F1 F2 F3 F4 F5 F6 Kontrol
Bakteri 7.4159 b 7.3846 b 8.5890 c 7.2109 ab 7.4767 b 8.9581 c 6.3103 a
Aktinomisetes 6.8330 abc 6.3007 ab 7.9920 c 6.6130 abc 6.7070 abc 7.8100 bc 6.0990 a
Cendawan 4.9869 ab 5.4513 bc 4.4616 ab 3.6820 a 4.1424 a 4.4697 ab 6.6754 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan (α = 0.05). Formula F1 adalah (Bacillus CR 90 dan Pseudomonas CRB 19), F2 (Bacillus CR 67 dan Pseudomonas CRB 98), F3 (Bacillus CR 83 dan Pseudomonas CRB 10), F4 (Bacillus CR 46 dan Pseudomonas CRB 23), F5 (Pseudomonas CRB 19), F6 (Bacillus CR 90) dan kontrol
Aktivitas mikroba yang dianalisis mencakup estimasi C-mikroba, respirasi tanah dan enzim dehidrogenase (Tabel 6). Tabel 6 menunjukkan hasil uji aktivitas mikroba pada perlakuan F1, F2, F3, F4, F5 dan F6 lebih tinggi dibanding kontrol. Aktivitas mikroba tergolong tinggi ditunjukkan oleh perlakuan formula 3 (F3), formula 6 (F6) dan formula 5 (F5) yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Uji korelasi memperlihatkan hubungan antara kelimpahan populasi mikroba dengan aktivitasnya (Tabel 7). Aktivitas mikroba (C-mikroba, respirasi tanah dan enzim dehidrogenase) berkorelasi positif dengan kelimpahan populasi bakteri dan aktinomisetes dan berkorelasi negatif dengan populasi cendawan. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas mikroba ditentukan oleh populasi bakteri dan aktinomisetes. Dari uraian di atas didapatkan 3 formula inokulan terbaik yang memiliki nilai kelimpahan dan aktivitas tertinggi yaitu Formula 3, Formula 5 dan Formula 6 (Tabel 3). Ketiga formula tersebut selanjutnya dipilih untuk uji efektivitas inokulan pada tanaman jagung di lahan kering Nusa Tenggara Barat.
15 Tabel 6 Hasil analisis aktivitas mikroba Perlakuan
F1 F2 F3 F4 F5 F6 Kontrol
C-Mikroba (mgCCO2/g) 1.2187 ab 1.2323 ab 3.2867 c 1.9810 abc 2.1750 bc 2.3600 bc 0.8727 a
Respirasi Tanah Enzim Dehidrogenase (mgCO2/m2/jam) (µgTPF/g) 3.8010 b 3.8267 b 4.3620 c 3.7713 b 3.9277 b 4.2133 c 2.9333 a
7.475 ab 7.143 a 11.024 c 7.389 ab 10.066 c 9.242 bc 6.311 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan (α = 0.05). Formula F1 adalah (Bacillus CR 90 dan Pseudomonas CRB 19), F2 (Bacillus CR 67 dan Pseudomonas CRB 98), F3 (Bacillus CR 83 dan Pseudomonas CRB 10), F4 (Bacillus CR 46 dan Pseudomonas CRB 23), F5 (Pseudomonas CRB 19), F6 (Bacillus CR 90) dan kontrol.
Tabel 7 Hasil uji korelasi kelimpahan dan aktivitas mikroba Kelimpahan dan aktivitas mikroba Bakteri Aktinomisetes Cendawan C-mikroba RespirasiTanah Dehidrogenase
Bakteri 1 0.940** -0.544 0.836** 0.914** 0.762*
Aktinomisetes
Cendawan
Cmikroba
Respirasi DehidroTanah genase
1 -0.496 0.846** 0.833* 0.805*
1 -0.793* -0.737* -0.584
1 0.924** 0.902**
1 0.807*
1
Keterangan : **Korelasi signifikan pada level 0.01,*Korelasi signifikan pada level 0.05
Efektivitas Inokulan pada Tanaman Jagung Hasil uji pada tanaman jagung sebelum panen dengan parameter pengamatan tinggi tanaman, jumlah helai daun, berat basah brangkasan dan berat basah tongkol menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan formula dan jumlah air irigasi. Sedangkan hasil uji pada tanaman jagung setelah panen dengan parameter pengamatan berat kering biji, berat kering 100 biji, jumlah tongkol sampel, berat kering brangkasan, berat kering tongkol dan berat total biji kering menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan formula dan jumlah air irigasi. Ini menunjukkan bahwa pengaruh formula terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung tidak tergantung pada kondisi jumlah air irigasi dan sebaliknya pengaruh jumlah air irigasi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung tidak tergantung pada perlakuan formula (Lampiran 10). Hasil dari tanaman jagung yang ditanam pada lahan kering di Nusa Tenggara Barat, baik yang diberi perlakuan maupun tidak seperti terlihat pada tanaman umur 20 dan 25 hari setelah tanam terutama tinggi tanaman dan jumlah helai daun (Gambar 2 dab 3). Hasil ini menunjukkan bahwa tanaman jagung yang diberi
16 perlakuan dengan formula 3 (F3), formula 5 (F5) dan formula 6 (F6) memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Rata-rata tanaman yang diberi perlakuan formula F3 menunjukkan pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol pada umur tanaman 28 dan 70 HST (Gambar 4 dan 5). Hal ini juga diikuti oleh hasil rata-rata jumlah helai daun yang lebih banyak pada jagung yang diberi formula inokulan dibandingkan dengan kontrol pada tanaman umur 28 HST (Gambar 6). Begitu juga hasil rata-rata berat basah tongkol dan brangkasan jagung (Gambar 7 dan 8) menunjukkan bahwa perlakuan formula lebih baik dibandingkan kontrol dimana nilai tertinggi ditunjukkan oleh perlakauan formula 3 (F3). Hasil ini memberikan indikasi pertumbuhan yang lebih baik pada jagung yang diberi perlakuan formula inokulan dari pada yang tidak diberi formula inokulan. Penampilan tinggi tanaman pada umur 28 dan 70 HST (Gambar 4 dan 5), jumlah helai daun (Gambar 6), berat basah tongkol (Gambar 7), berat basah brangkasan (Gambar 8) akan menentukan hasil produktivitas jagung per hektar pada daerah tersebut saat pemanenan.
Gambar 2 Penampilan tanaman jagung umur 20 hari setelah tanam (HST)
Gambar 3 Penampilan tanaman jagung umur 25 hari setelah tanam (HST)
17
100 % 80 % 60% Perlakuan Formula Inokulan Per Level Air Irigasi
Gambar 4 Rata-rata tinggi tanaman jagung (cm) umur 28 hari setelah tanam (HST) di lahan percobaan di Nusa Tenggara Barat. 100: pengairan 100%, 80: pengairan 80%, dan 60: pengairan 60%. F3: Formula 3, F5: Formula 19, F6: Formula 90, K: Kontrol tanpa formula inokulan.
100 %
80 %
60%
Perlakuan Formula Inokulan Per Level Air Irigasi
Gambar 5
Rata-rata tinggi tanaman jagung (cm) umur 70 hari setelah tanam (HST) di lahan percobaan di Nusa Tenggara Barat. 100: pengairan 100%, 80: pengairan 80%, dan 60: pengairan 60%. F3: Formula 3, F5: Formula 19, F6: Formula 90, K: Kontrol tanpa formula inokulan.
18
Perlakuan Formula Inokulan Per Level Air Irigasi
Gambar 6 Rata-rata jumlah helai daun tanaman jagung umur 28 hari setelah tanam (HST) di lahan percobaan di Nusa Tenggara Barat. 100: pengairan 100%, 80: pengairan 80%, dan 60: pengairan 60%. F3: Formula 3, F5: Formula 19, F6: Formula 90, K: Kontrol tanpa formula inokulan.
100 %
80 %
60%
Perlakuan Formula Inokulan Per Level Air Irigasi
Gambar 7 Rata-rata berat basah tongkol jagung (gram) hasil pemanenan di lahan percobaan di Nusa Tenggara Barat. 100: pengairan 100%,80: pengairan 80%, dan 60: pengairan 60%. F3: Formula 3, F5: Formula 19, F6: Formula 90, K: Kontrol tanpa formula inokulan.
19
100 %
80 %
60%
Perlakuan Formula Inokulan Per Level Air Irigasi
Gambar 8 Rata-rata berat basah brangkasan jagung (gram) hasil pemanenan di lahan percobaan di Nusa Tenggara Barat. 100: pengairan 100%, 80: pengairan 80%, dan 60: pengairan 60%. F3: Formula 3, F5: Formula 19, F6: Formula 90, K: Kontrol tanpa formula inokulan.
Gambar 9 Penampilan tanaman jagung umur 100 HST (saat pemanenan) di lahan kering di Nusa Tenggara Barat. Jagung dipanen setelah berumur 100 HST (Gambar 9) dengan mengukur parameter berat kering tongkol, berat kering biji, jumlah tongkol dan berat kering 100 biji (Tabel 8). Semua perlakuan formula menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol (tidak diberi inokulan formula). Dari hasil penghitungan berat kering biji diketahui perlakuan formula 3 (F3) dan Formula 5 (F%) memberikan hasil yang terbaik dibandingkan perlakuan lain dan kontrol
20 kemudian untuk parameter berat kering 100 biji didapat hasil pada perlakuan F3 menunjukkan hasil terbaik dan semua perlakuan formula menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan kontrol. Hasil yang sama juga pada jumlah tongkol sampel jagung dimana F3 menunjukkan hasil yang terbaik dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan lain dan kontrol. Kemudian pada berat kering brangkasan, berat kering tongkol juga menunjukkan F3 adalah formula terbaik begitu juga dengan parameter berat total biji kering dimana formula 3 (F3) juga menunjukkan hasil terbaik. Tabel 8 Pengaruh formula dan jumlah air irigasi terhadap berat kering biji, berat kering 100 biji dan jumlah tongkol sampel Formula
100
Jumlah Air Irigasi (%) 80 60 Rata-rataq
Berat kering biji (g)p F3
1407.93
1401.98
1419.75
1409.89 c
F5
1246.16
1301.15
1240.79
1262.70 b
F6
1155.67
1201.57
1322.39
1226.54 ab
Kontrol
1124.45
1094.31
1098.83
1105.86 a
Rata-rataq Berat kering 100 biji (g)p F3
1233.56 a 1249.75 a 1270.44 a 30.41
31.01
33.58
31.66 c
F5
28.50
28.51
30.53
29.18 b
F6
29.99
30.09
29.27
29.78 b
Kontrol
26.21
27.40
26.80
26.80 a
Rata-rataq 28.77 a Jumlah tongkol sampel (buah)p F3 10.66
29.25 a
30.04 a
11.666
11.66
11.33 b
F5
10.00
10.00
11.00
10.33 a
F6
10.66
10.66
11.66
10.88 ab
Kontrol
10.00
10.00
10.00
10.00 a
Rata-rataq
10.33 a
10.58 a
11.081 a
Keterangan : p adalah rata-rata dari 3 ulangan. q adalah rata-rata angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan (α = 0.05). Formula F3 (Bacillus CR 83 dan Pseudomonas CRB 10), F5 (Pseudomonas CRB 19) dan F6 (Bacillus CR 90) dan kontrol. 100: pengairan 100%, 80: pengairan 80%, dan 60: pengairan 60%.
21 Tabel 9
Pengaruh formula dan jumlah air irigasi terhadap berat kering brangkasan, berat kering tongkol dan berat total biji kering Jumlah Air Irigasi (%) 100 80 60
Rata-rataq
10.56
9.48
11.71
10.58 b
F5
9.24
9.29
10.48
9.67 ab
F6
10.62
9.48
10.40
10.17 ab
Kontrol
6.45
10.21
8.10
8.25 a
Rata-rataq Berat kering tongkol (g)p F3
9.22 a
9.61 a
10.175 a
355.66
355.66
376.00
362.44 c
F5
299.33
307.66
353.33
311.67 b
F6
287.33
296.00
340.66
308.00 b
Kontrol
210.66
238.33
208.33
222.89 a
Rata-rataq Berat total biji kering (ton/ha)p F3
288.25 a 299.41 a 319.58 a 7.14
7.12
7.16
7.13 c
F5
6.09
6.53
6.33
6.31 b
F6
6.50
5.49
6.55
6.18 b
Kontrol
4.56
4.45
4.49
4.50 a
Rata-rata
6.07 a
5.89 a
6.13 a
Formula p
Berat kering brangkasan (kg) F3
Keterangan : p adalah rata-rata dari 3 ulangan. q adalah rata-rata angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan (α = 0.05). Formula F3 (Bacillus CR 83 dan Pseudomonas CRB 10), F5 (Pseudomonas CRB 19) dan F6 (Bacillus CR 90) dan kontrol. 100: pengairan 100%, 80: pengairan 80%, dan 60: pengairan 60%.
Pembahasan Hasil perhitungan kelimpahan mikroba pada total populasi pada bakteri dan aktinomisetes diketahui bahwa semua perlakuan menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan kontrol hal ini karena pada perlakuan diinokulasikan bakteri Bacillus atau Pseudomonas yang mampu tumbuh dan berkembang baik secara jumlah dan aktivitas pasca mengkoloninsasi perakaran tanaman jagung, sedangkan untuk kontrol tidak dinokulasikan bakteri sehingga hanya terdapat
22 mikroba pribumi (native) sperti yang dijelaskan oleh Kloepper dan Schroth (1978) bahwa rizobakteria merupakan mikroba kompetitor yang paling efesien yang mampu menggeser kedudukan mikroba pribumi (native) di lingkungan rizosfer sampai pada masa pertengahan umur tanaman. Pada perhitungan total populasi bakteri dan aktinomisetes menunjukkan bahwa semua perlakuan memiliki nilai yang lebih baik dari kontrol berdasarkan uji lanjut didapat perbedaan nyata terhadap perlakuan lain dan kontrol dengan jumlah nilai tertinggi pada perlakuan formula F6 (Bacillus CR 90), F3 (Bacillus CR 83 dan Pseudomonas sp CRB 10) dan F5 (Pseudomonas CRB 19). Hal ini disebabkan karena formula F6, F3 dan F5 adalah formula yang terdiri atas Bacillus CR 90, Bacillus CR 83 dan Pseudomonas sp CRB 10 dan Pseudomonas CRB 19 yang memiliki jumlah eksopolisakarida (EPS) yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain sehingga mampu bertahan pada kondisi cekaman sehingga berpengaruh pada jumlah populasi mikroba (Tabel 1). Ozturk dan Aslim (2010) menyatakan bahwa EPS diproduksi untuk melindungi sel bakteri dari kekeringan, logam berat atau tekanan lingkungan lainnya, termasuk respon terhadap host immune dan untuk menghasilkan biofilm sehingga dapat meningkatkan ketahanan sel pada relung ekologi khusus. Nilai EPS yang tinggi juga berperan penting membentuk agregat tanah yang stabil, sehingga mampu meningkatkan retensi air dan memiliki sifat sebagai agens perakat. Agregat tanah yang stabil menciptakan lingkungan fisik yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Lingkungan fisik yang baik ini mempermudah aliran nutrisi dan air ke dalam akar tanaman yang mendukung pertumbuhan tanaman (Santi et al. 2011). Formulaformula konsorsium bakteri yang memiliki kadar eksopolisakarida paling tinggi (Tabel 1) yaitu F5 dengan nilai sebesar 0.197 mg mL-1yang mengandung Pseudomonas sp. CRB 19 tetapi tidak memiliki aktivitas mikroba yang tertinggi (Tabel 6) sehingga aktivitas memacu meningkatkan tanaman jagung dalam kondisi tercekam kering tidak lebih baik jika dibandingkan formula F3 (Bacillus CR 83 dan Pseudomonas sp CRB 10) yang memiliki kelimpahan dan biomassa tertinggi walaupun hanya memiliki nilai EPS masing-masing sebesar 0.092, 0.091 mg mL-1 begitu juga dengan formula F6 yang memiliki nilai EPS sebesar 0.96 tetapi tidak memiliki aktivas mikroba yang lebih baik dari formula F3. Jumlah total cendawan terbanyak terdapat pada kontrol sekitar 6.7 (log10 CFU/g tanah) yang berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya, hal ini bisa terjadi karena Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. yang terdapat pada formula perlakuan diketahui memiliki aktivitas antifungi tinggi yang berperan dalam menekan beberapa cendawan yang bersifat patogen, seperti Rhizoctonia, Fusarium dan Aspergilus (Zhang et al. 2010), sehingga menyebabkan jumlah cendawan yang terdapat pada perlakuan inokulasi bakteri jumlahnya jauh lebih sedikit yaitu sekitar 4-5 (log10 CFU/g tanah) dibandingkan kontrol. Isolat bakteri yang digunakan juga mampu menghasilkan siderofor. Konsentrasi siderofor yang tinggi ini mampu mengkelat besi sehingga mampu menekan pertumbuhan cendawan patogen. Menurut Miethke et al. (2006) pada B. subtilis terdapat siderofor berupa chatecholate trilacton yang diseksresikan pada saat kondisi besi terbatas dan bacilibactin (BB) untuk pengambilan sisa besi ferric di alam. Menurut Compant et al. (2005) siderofor pada berbagai bakteri memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengkelat besi, namun pada umumnya digunakan untuk menekan cendawan patogenik. Adanya pengambilan besi oleh inokulan yang digunakan dalam penelitian ini dapat bertindak sebagai competitior bagi cendawan patogen.
23 Namun demikian, tanaman sendiri memerlukan unsur besi dalam jumlah yang lebih rendah dari pada mikroorganisme sehingga tidak terpengaruh terhadap pengambilan besi oleh mikroorganisme. Kelimpahan mikroba mengindikasikan jumlah mikroba yang berperan melakukan aktivitas pada tanah, aktivitas mikroba tanah diukur dengan melihat biomassa mikroba melalui total bahan organik mikroba melalui uji C-mikroba. Hasil yang didapat pada uji C-mikroba (Tabel 6) menunjukkan perlakuan formula F3, F5 dan F6 lebih baik dibandingkan kontrol sehingga menunjukkan perbedaan nyata sedangkan nilai C-mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan formula F3 yaitu 3.287 (mgC-CO2/g). Nilai C-mikroba mengindikasikan aktivitas mikroba tinggi yang berkaitan langsung dengan kelimpahan dan biomassa C-mikroba. Biomasa C-mikroba tanah merupakan komponen hidup penyusun bahan organik tanah dan umumnya terdiri dari 1-5% kandungan total bahan organik yang terdiri atas mahluk hidup berukuran ≤ 5–10 μm3 (Alef 1995). Formula F3 memiliki biomassa dan kelimpahan tinggi pada uji total populasi mikroba sehingga secara langsung berkorelasi positif dengan C-mikroba seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 7 bahwa nilai korelasi antara kelimpahan total populasi bakteri dan aktivitas C-mikroba mendekati 1 yaitu 0.836 dan mengindikasikan bahwa formula F3 memiliki kadar C-organik tinggi, maka semakin tinggi kadar C-organik semakin besar kemungkinan aktivitas yang dilakukan oleh mikroba tersebut karena biomassa mikroba berperan penting dalam penyimpanan nutrisi dan energi, pembentuk struktur dan stabilitas tanah, penanda ekologis, sebagai cadangan nutrisi (Alef 1995). Hasil terendah pada uji C-mikroba yaitu terdapat pada kontrol yang ditunjukkan dengan nilai 0.87 (mgCCO2/g) dimana jumlah bakteri dan aktinomisetes paling sedikit walaupun jumlah cendawan tinggi tetapi tidak mempengaruhi nilai C-mikroba, sehingga akan mempengaruhi hasil pertumbuhan tanaman. Menurut Hargreaves et al. (2003) peningkatan nilai C-mikroba yang tinggi mengindikasikan bahwa peningkatan biomassa mikroba yang diukur melalui karbon mikroba dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman karena biomasa C-mikroba juga merupakan gambaran keberadaan biota tanah dan indeks potensial dalam mengukur laju degradasi residu tanaman dan siklus nutrisi. Maka ketika laju siklus nutrisi tinggi juga mempengaruhi aktivitas mikroba dan laju pertumbuhan tanaman. Kemudian aktivitas mikroba tanah juga ditandai dengan respirasi tanah. Pada uji respirasi tanah didapatkan hasil pada Tabel 6 formula F3 dan F6 menghasilkan rata-rata respirasi mikroba sebesar 4.350 mgCO2/m2/jam dan 4.210 mgCO2/m2/jam yang menunjukkan hasil tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol hal ini terjadi karena aktivitas enzim dehidrogenase dan jumlah Cmikroba pada F3 dan F5 yang tinggi mengakibatkan tingkat respirasi menjadi tinggi juga. Mailani (2006) menyatakan bahwa respirasi tanah merupakan salah satu indikator aktivitas mikroba di dalam tanah. Tingkat respirasi tanah ditetapkan dari tingkat evolusi CO2 dan evolusi CO2 tanah dihasilkan dari dekomposisi bahan organik sehingga tingkat respirasi menjadi indikator tingkat dekomposisi bahan organik yang terjadi pada selang waktu tertentu, maka semakin tinggi respirasi akan semakin besar aktivitas mikroba. Pada formula F3 menunjukkan adanya kesesuaian hasil kelimpahan mikroba yaitu total populasi mikroba sehingga secara langsung berkorelasi positif seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 7 bahwa nilai korelasi antara kelimpahan total populasi bakteri dan respirasi tanah mendekati 1 yaitu 0.914.
24 Setelah itu yang berperan juga dalam aktivitas mikroba yaitu enzim dehidrogenase. Hasil pengamatan analisis aktivitas enzim dehidrogenase yang dilakukan (Tabel 6) menunjukkan bahwa formula F3 menghasilkan aktivitas tertinggi yang dihasilkan yaitu 11.024 (µgTPF/g) lalu diikuti oleh formula F6 (10.066 µgTPF/g) dan F6 (9.2417 µgTPF/g) yang menunjukkan perbedaan nyata terhadap kontrol. Yuniarti dan Saraswati (2008) menyatakan bahwa nilai enzim dehidrogenase tinggi mengindikasikan aktivitas mikroba yang tinggi dan secara langsung berhubungan dengan populasi mikroba aktif. Hal ini ditunjukkan oleh keselarasan data pada uji respirasi dan uji C-mikroba dimana formula F3 dan F6 keduanya tinggi sehingga secara langsung berkorelasi positif seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 7 bahwa nilai korelasi antara kelimpahan total populasi bakteri dan aktivitas enzim dehidrogenase mendekati 1 yaitu 0.762. Hasil aktivitas enzim dehidrogenase terendah terdapat pada kontrol dengan rata-rata 6.323 µg TPF/g, hal ini berdampak pada pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang tidak lebih baik dari perlakuan formula (Tabel 8) karena menurut Tabatabai (1994) aktivitas enzim dehidrogenase dalam tanah merupakan suatu indikator sistem redok biologis yang digunakan sebagai ukuran intensitas metabolisme dalam tanah sehingga ketika intensitas metabolisme dalam tanah rendah maka kemungkinan hasil pertumbuhan tanaman tidak maksimal. Enzim dehidrogenase merupakan enzim dasar dalam mikroba tanah yang terlibat dalam proses respirasi, siklus asam sitrat, metabolisme nitrogen dan termasuk kelompok oksidoreduktase yang mengkatalisis senyawa organik dengan memindahkan dua atom hidrogen (H). Atom H beperan dalam proses reduksi biosintesis dengan bantuan koenzim nicotinamide adenine dinucleotida atau nicotinamide adenine dinukleotida phospatase. (Subhani et al. 2001). Sehingga enzim dehidrogenase ini merupakan salah satu indikator metabolism oksidatif mikroba yang berlangsung secara intraselular pada sel-sel hidup. Pada percobaan uji lapang pengukuran pertumbuhan tinggi tanaman 28 HST dan 70 HST aplikasi formula F3 menunjukkan hasil terbaik begitu juga dengan perhitungan jumlah helai daun tanaman 28 HST menunjukkan hasil yang sama. Hal ini mengindikasikan pertumbuhan yang baik pada hasil aplikasi formula F3 karena berhubungan dengan proses fotosintesis yang terjadi seperti yang dijelaskan oleh Fadiluddin (2009) peningkatan laju fotosintesis akan mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan jumlah daun dan penghambatan gugur daun setelah diaplikasikan pupuk hayati (Fadiluddin 2009). Hasil utama dari produktivitas jagung yaitu parameter total biji kering yang dihasilkan. Hasil penelitian ini menunjukkan produksi jagung dapat ditingkatkan produksinya hingga 7.13 ton/ha melalui pemberian formula inokulan rizobakteria pemacu tumbuh toleran kondisi kekeringan. Hasil terbaik diberikan oleh formula inokulan F3 yang mampu menghasilkan produksi jagung paling baik dibandingkan dengan kontrol (tanpa inokulan) maupun dengan dua formula inokulan yang lain dan menunjukkan perbedaan nyata terhadap kontrol. Pemberian formula F3 mampu meningkatkan produksi jagung hingga 7.13 ton/ha, sedangkan formula F5 dan F6 yang masingmasing memiliki prosuktivitas sebesar 6.31 dan 6.17 ton/Ha. Hasil pertumbuhan dan produktivitas tertinggi tanaman jagung terdapat pada formula F3 karena memiliki kemampuan aktivitas dan total populasi mikroba aktif yang paling tinggi diantara yang lain (Tabel 5 dan 6) sehingga menentukan pada hasil panen atau produktivitas tanaman jagung di lahan pertanian. Hasil perlakuan formula 3 menunjukkan nilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan produktivitas jagung
25 Provinsi NTB pada tahun 2013 yaitu 5.73 ton/ha dan Kabupaten Bima 5.60 ton/ha (BPS 2013). Formula inokulan dalam penelitian ini diketahui kemampuannya sebagai pemacu tumbuh tanaman melalui aktivitas bakteri telah diuji sebelumnya, diantaranya kemampuan menghasilkan eksopolisakarida (EPS), toleran terhadap cekaman kekeringan (Putrie 2013), menghasilkan IAA (Widyawati 2008; Wahyudi et al. 2011), melarutkan fosfat, dan siderofor (Astuti 2008). Akumulasi EPS dapat meningkatan berat berat tongkol dan berat brangkasan karena adanya akumulasi eksopolisakarida di rizosfer mampu meningkatkan retensi air di sekitar perakaran dan mudah diserap oleh akar (Santi et al. 2008) sehingga serapan air dalam jumlah yang besar oleh sel tanaman meningkat laju fotosintesis. Peningkatan laju fotosintesis meningkatkan laju pembentukan karbohidrat yang akan meningkatkan pertambahan organ tanaman seperti tunas, akar dan daun sehingga akan meningkatkan berat basah tanaman. Selain itu, ketersediaan unsur hara juga mempengaruhi penambahan berat basah dari tanaman. Unsur hara berperan dalam proses metabolisme, dalam hal ini laju fotosintesis (Dwijoseputro 1992). Selain kemampuan menghasilkan EPS isolat bakteri yang digunakan juga menghasilkan indole acetic acid (IAA) (Widyawati 2008; Wahyudi 2011). Hormon ini memainkan peranan penting dalam mekanisme ekspansi sel yaitu pada saat inisiasi akar, pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel, memacu pertumbuhan, merangsang pembungaan, meningkatkan aktivitas enzim serta sebagai agen atau pembawa sinyal dalam respons tumbuhan (Brandl et al. 1996). Formula F6 yaitu Bacillus CR 90 memiliki hasil IAA tertinggi yaitu 22.79 ppm, tetapi tidak mampu merangsang pertumbuhan yang baik pada tanaman. Hal ini dikarenakan konsentrasi IAA yang tinggi akan memacu hormon etilen yang dalam konsentrasi tertentu justru menghambat pemanjangan akar (Glick 1995). Hal serupa juga dijelaskan oleh Salisbury dan Ross (1992) yaitu pemberian auksin kepada tanaman dapat meningkatkan pemanjangan akar tetapi hanya pada konsentrasi yang sangat rendah. Sedangkan Isolat CR 83 (2.500 ppm), CRB 10 (7.635 ppm), CRB 19 (3.367 ppm) yang merupakan formula F3 dan F5 merupakan isolat-isolat penghasil IAA dengan kisaran konsentrasi IAA rendah dan terbukti meningkatkan pemanjangan batang kecambah kedelai (Astuti, 2008). Selain itu kempuan untuk melarutkan fosfat juga penting dimiliki isolat bakteri karena fosfor (P) merupakan makronutrisi esensial yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fosfor merupakan nutrisi yang jumlahnya sedikit pada kebanyakan tanah, walaupun di dalam tanah fosfat terikat dengan besi dan aluminium pada tanah asam (pH lebih rendah dari pada 5.0) atau kalsium pada tanah alkalin (pH sekitar 7.0), namun kalsium fosfat dapat dilarutkan dan disediakan bagi tanaman oleh mikroorganisme melalui mekanisme pelarutan fosfat (Cunningham dan kuiak 1992; Golstein 1995). Kemampuan pelarut fosfat dimiliki oleh isolat bakteri yang digunakan pada penelitian ini. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai pelarut fosfat tertinggi ditunjukkan oleh isolat bakteri Pseudomonas sp. CRB 19 dan Bacillus CR 10 pada formula F5 dan F3 yang mampu melarutkan fosfat sehingga tersedia bagi tanaman. Penelitian lain yang dilakukan oleh Galal et al. (2001) dan Egamberdiyeva (2006) dengan menggunakan bakteri pelarut fosfat mampu melarutkan dan menggerakkan fosfat untuk tanaman kedelai sehingga memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
26
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Aplikasi formula PGPR F3 9 Bacillus CR 83 dan Pseudomonas CRB 10), F5 (Pseudomonas CRB19) dan F6 (Bacillus CR 90) ke tanah mamapu meningkatkan kelimpahan dan aktivitas mikroba tanah. Inokulan formula F3 mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung yang diperlihatkan oleh jumlah tongkol, berat kering brangkasan, berat kering tongkol dan berat kering biji. Peningkatan produktivitas hasil panen oleh perlakuan F3 mencapai 125% atau 7,13 ton/ha.
Saran Perlu dilakukan studi lanjut mengenai aplikasi dengan menggunakan persentase jumlah jumlah air irigasi yang berbeda dengan kombinasi formula inokulan agar bisa dilihat kemampuan optimal bakteri membantu pertumbuhan tanaman dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto T. 2000. Meningkatkan Produksi Tanaman Budidaya dan Lahan Kering. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Ahmad F, Ahmad I, Khan MS. 2008. Screening of free living rhizospheric bacteria for their multiple plant growth promoting activities. Microbiol Res 163:173–181 Alef K, Nannipieri P. 1995. Cellulase activity, Methods in Applied Soil Microbiology and Biochemistry. London (GB): Academic Press. Alef K. 1995. Estimation of soil respiration. In: Alef K, Nannipieri P, Editors. Methods in Applied Soil Microbiology and Biochemistry. London (GB): Academic Press. p 464-467. Alvarez P, Zola-Morgan S, Squire LR. 1995. Damage limited to the hippocampal region produces long-lasting memory impairment in monkeys. J Neurosci 15:3796 –3807. Anas I. 1989. Petunjuk Laboratorium: Biologi Tanah dalam Praktek. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Anas. 1989. Ilmu Tanah. Jakarta (ID). Bhratara Karya Aksara. Antoun H, Prevost D. 2006. Ecology of plant growth promoting rhizobacteria. Di dalam: Siddiqui ZA, Editor. PGPR: Biocontrol and Biofertilization. Netherlands (NL): Springer. Aoyama M, Nagumo T. 1995. Factors affecting microbial biomass and dehydrogenase activity in apple orchard soils. Soil Sci Plant.42 (4): 821831.
27 Ashrafuzzaman M, Hossen FA, Ismail MR, Hoque MA, Islam MZ, Shahidullah SM, Meon S. 2009. Efficiency of Plant Growth-Promoting Rrhizobacteria (PGPR) for the Rice Growth. African Jour Biotech. Vol.8(7). P : 1247-1252. Astuti RP. 2008. Rizobakteria Bacillus sp. Asal Tanah Rizosfer Kedelai Yang Berpotensi Sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Atlas RM, Bartha R. 1993. Microbial Ecology, Fundamentals and Appli-cation, nd 2 sdition. The Benjamin/ Cumming publishing Company, Inc. Menlo Par, California : 560 pp. Atlas RM, Bartha R. 1981. Microbial ecology. Fundamentals and Applications. London (GB): Addison-Wesley. Backman PA, Rodrı´guez-Ka´bana R, Kokalis NM. 1994. Method of Controlling Foliar Microorganism Populations. U.S. Patent. 5,288,488. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Bima Dalam Angka. BPS provinsi NTB. Bima Bai Y, Zhou X, Smith DL. 2003. Enhanced soybean plant growth resulting from coinoculation of Bacillus strains with Bradyrhizobium japonicum. Crop Sci 43:1774–1781 Bakker AW, Schippers B. 1995. Induction of systemic resistance against Fusarium wilt of radish by lipopolysaccharides of Pseudmonas fluorescens. Phytopathology. 85:1021–1027 Bashan Y, De-Bashan LE. 2010. How the plant growth-promoting bacterium Azospirillum promotes plant growth. Adv Agron.108:77-136. [BBSDLP]. Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian Indonesia. 2014. Luas, Penyebaran, dan Potensi Ketersediaan. Laporan Teknis No. 1/BBSDLP/10/2014, Edisi 1th. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 62 hal. Biswas JC, Ladha JK, Dazzo FB, Yanni YG, Rolfe BG. 2000. Rhizobial inoculation influences seedling vigor and and yield of rice. Agron J. 92: 880-886. Brandl M, Clark EM, Lindow SE. 1996. Characterization of indole-3-acetic acid (IAA) biosynthetic pathway in a epiphytic of Erwinia herbicola and IAA production in vitro. Can J Microbiol 42: 287-304. Burns RG. 1978. Enzvme activitv in soil: Some theoretical and practical considerations. In Bums RG, Editor: Soil Enzymes. pp. 295-340. London (GB) Academic Press. Casida LE Jr, Klein DA, Santoro T. 1964. Soil dehydrogenase activity. Poland (PL): Soil Science. hlm 371-376. Compant S, Duffy B, Nowak J, Cle’Ment C, Barka EDA. 2005. Use of plant growth-promoting bacteria for biocontrol of plant diseases: principles, mechanisms of action and future prospects. Appl Enviro Microbiol. 72(9): 4951-4959. Cunningham JE, Kuiak C. 1992. Production of citric and oxalic acids and solubilization of calcium phosphate by Pinicillium bilaii. Appl Enviro Microbiol. 58;1451-1458. Dey KKP, Bhatt DM, Chauhan SM. 2004. Growth promotion and yield enhancement of peanut (Arachis hypogaea L.) by application of plant growth promoting rhizobacteria. Microbiol Res. 159:371-394.
28 Doelman P, Haanstra L. 1979. Effect of lead on soil respiration and dehydrogenase activity. Soil Biol Biochem. 11: 475-479. Donnel AGO, Fellow. 1994. Handbook of New Bacterial Sistematics. London (GB): Academic press. Harcourt Brace and company. Doorenbos J, Pruitt WO. 1975. Guidelines for predicting crop water requirements. Irrigation and Drainage. Rome (IT): FAO, Water Development Div. p 24. Dwijoseputro D. 1992. Pengantar fisiologi tumbuhan. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama. Egamberdiyeva D. 2006. Improvement of wheat and cotton growth and nutrient th
uptake by phosphate solubilizing bacteria. 26 Southern Conservation. Tillage Converence. Fadiluddin M. 2009. efektivitas formula pupuk hayati dalam memacu serapan hara, produksi dan kualitas hasil jagund dan padi gogo di lapang [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fernando WGD, Nakkeeran S, Zhang Y. 2006. Biosynthesis of antibiotics by PGPR and its relation in biocontrol of plant diseases. Di dalam: Siddiqui ZA, Editor. PGPR: Biocontrol and Biofertilization. Netherlands (NL): Springer. Foth, 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID). Erlangga. Galal YG, El-Gandaour JA, El-Akel FA. 2001. Stimulation of wheat growth and N fixation through Azospirillum and Rhizobium inoculation. A field trial 15N technigues. In W.J. Horts, Editor. Plant Nutrition-Food Security and Stability of Agroecosystem. Glick RB. 1995. The enhancement of plant growth promotion by free living bacteria. Can J Microbiol. 41. 109-117. Golstein AH. 1995. Recent progress in understanding the molecular genetic and biochemistry of calcium phosphate solubilization by gram negative bacteria. Biol Agric Hort. 2:185-193. Gu Y, Wag P, Kong C. 2009. Urease, Invertase, Dehydrogenase and Polyphenoloxidase Activities In Paddy Soils Influenced By Allelophatic Rice variety. Euro Jour Soil Biol. 45:436-441. Hargreaves PR, Brookes PC, Ross GJS. 2003. Evaluating soil microbial biomass carbon as indicator of environmental change. Soil Biol Biochem. 35:401407. Hastuti RD, Ginting RCB. 2007. Enumerasi bakteri, cendawan dan aktinomisetes. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. hlm 14-17. Hindersah R, Simarmata T. 2004 kontribusi rizobakteri azotobacter dalam meni ngkatkan kesehatan tanah melalui fiksasi N2 dan produksi fitohormon rizosfir. Jur Nat Indones. 6:127-133 Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, 9th Ed. USA (US): Williams & Wilkins, Baltimore, MS. Hu CZ, Cao. 2007. Size and activity of the soil microbial biomass and soil enzyme activity in long-term field experiments. World Jour Agri Sci. 3(1): 63-70.
29 Husen E, Salma S, Agus F. 2014. Peat emission control by groundwater management and soil amendments: evidence from laboratory experiments. Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change. 19: 821-829. Husen E, Wahyudi AT, Suwanto A, Giyanto. 2011. Growth enhancement and disease reduction of soybean by 1-aminocyclopropane-1-carboxylate deaminase-producing Pseudomonas. Am J Appl Sci 8:1073-1080. Husen E. 2003. Screening of soil bacteria for plant growth promotion activities in vitro. Indones J Agric Sci 4:27-31. Idrise EE, Makarewicz O, Farouk A, Rosner K, Greiner R, Bochow H, Richter T, Borriss R. 2002. Extracellular phytase activity of Bacillus amyloliquefaciens F2B45 contributed to its plant growth promoting effect. J Microbiol. 148: 2097-2109. Jenkinson DS, Philip C, Brookes DS. 2004. Measuring soil microbial biomass. Soil Biol Biochem.36:5-7. Kaci Y, Heyraud A, Barakat M, Heulin T. 2005. Isolation and identification of an EP producing Rhizobium strain from arid soil (Algeria) : characterization of its EPS and the effect of inoculation on wheat rhizosphere soil structure. Res Microbiol 156:522-531. Kadekoh. 2003. Efisiensi penggunaan lahan, nilai setara kalori dan protein pada berbagai waktu defoliasi jagung dan jarak tanam kacang tanah dalam sistem tumpangsari pada musim berbeda. J Agrikult. 14: 99–105. Kandeler E, Schinner F, Ohlinger R, Margesin R. 1996. Methods In Soil Biology. New York (US). Springer, Berlin Heidelberg 408-410. Kandeler E, Kampichler C, Horak O. 1996. Influence of heavy metals on the functional diversity of soil microbial communities. Biol Fertil Soil. 23:299306. Kaur I, Hussain A, Hussain N, Das T, Pathangay A, Mathai A. 2006. Ozone induced changes of antioxidant capacity of freshcut tropical fruits. J Innovative Food Sci. Emerging Technol. 11: 666-671. Kloepper JW, Schroth MN. 1978. Plant growth promotting rhizobacteria on radishes. In Angers, Editor. Proceedings of the fourth International Conference on Plant Pathogenic bacteria; 1978 september 2; France (FR): INRA. p 879-882. Kloepper JN, Ryu CM, Zhan S. 2004. Induced systemic resistance and promotion of plant growth by Bacillus sp. Phytopathol. 94:1259-1266. Kloepper JW. 1994. Plant growth-promoting rhizobacteria (other systems). In: Okon Y, Editor. Azospirillum/Plant Associations. Boca Raton (US). CRC Press. pp. 111–118. Ladd JN. 1978. Origin and range of enzymes in soil. In Bums RG, Editor: Soil Enzymes. pp. 51-96. London (GB): Academic Press. Ladd JN, Foster R, Nannipieri P, Oades JM .1996. Soil structure and biological activity. In: Stotzky G, Bollag JM, Editors. Soil biochemistry. New York (US): Marcel Dekker pp 23–78. Loccoz YM, Defago G. 2004. Life as a biocontrol Pseudomonads. Di dalam: Ramos JL, Editor. Pseudomonas. New York (US): Plenum Publishers. Mailani. 2006. Aktivitas Enzimatik dan Respirasi pada Tanah Tercemar Pestisida yang Diberi Serbuk Jerami dan Bakteri Pendegradasi Nitril. [skipsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
30 Maurhofer M, Hase C, Meuwly D, Metraux JP, Defago G.1994. Introduction of systemic resistance of tobacco to tobacco necrosis virus by root-colonizing Pseudomonas fluorescens strain CHAO: Influence of the gac A gene and of pyoverdine production. Phytopathol. 84:139-146. McMillan, S. 2007. Promoting Growth with PGPR. Canada (CA): Soil Foodweb. Soil Biology Laboratory and Learning Centre. Miethke M, Klotz D, Linne V, May JJ, Beckery CL, Marahial MA. 2006. Ferribacilibactin uptake and hydrolysis in B. Subtilis. Mol Microbiol 61:14131427. Moeskops B, Buchan D, Sleutel S, Herawaty, L, Husen, E, Saraswati, R.; Setyorini, D. & De Neve, S. 2010. Soil Microbial Communities and Activities Under Intensive Organic and Conventional Vegetable Farming In West Java, Indonesia. Appl Soil Ecol. 45:112-120 Mulyani A, Ritung S, Las I. 2011. Potensi dan ketersediaan sumberdaya lahan untuk mendukung ketahanan pangan. J Litbang Pertan. 30(2):73-80. Nannipieri P, Kandeler E, Ruggiero P. 2002. Enzyme activities of microbiological and biochemical. Soil Biochem. 5:193–202. Nannipieri P, Greco S, Ceccanti B. 1990. Ecological significance of the biological activity in soil. In: Bollag JM, Stotzky G, Editors. Soil Biochemistry. New York (US): Marcel Dekker, 6:293–355. Nasrun, Nuryani Y. 2007. Penyakit layu bakteri pada nilam dan strategi pengendaliannya. Jurl lit pertan. 26(1). Ozturk S, Aslim B. 2010. Modification of exopolysaccharide composition and production by three cyanobacterial isolates under salt stress. Environ Sci Pollut Res. 17:595-602. Paat FJ. 2008. Simulasi Biomassa Akar, Batang, Daun Dan Biji Jagung Hibrida Pada Beberapa Perlakuan Pemberian Nitrogen. J Eugenia. 17:35-45 Palleroni JN, Moore ERB. 2004.Taxonomy of pseudomonas: experimental approaches. Di dalam: Ramos JL, Editor. Pseudomonas. Vol 1. New York: Plenum Publishers. Pelczar MJ, Chan ECS, Krieg NR. 1976. Microbiology. New York (US): Me Graw Hill Book Company pp 896. Pelczar MJ, Chan ESC. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Hadioetomo HS, processes. In: Burns RG, Dick RP, Editor: Enzymes in the environment. Activity, ecology. Purwono, Hartono R. 2008. Bertanam Jagung Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Putrie RFW. 2013. Rizobakteria Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. pemacu tumbuh toleran kekeringan dan aplikasinya pada tanaman jagung [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Quilchano C, Marañon T. 2002. Dehydrogenase Activity In Mediterranean Forest Soils. Biol Fertil Soil. 35:102-107 Rukmana R, Yudirachman H. 2007. Jagung Budi Daya, Pasca Panen, dan Penganeragaman Pangan. Semarang (ID): Penerbit Aneka Ilmu Rukmana R. 2003. Produksi Jagung di Indonesia. Semarang (ID): Penerbit Aneka Ilmu. Ryan MG, Law BE. 2005. Interpreting, measuring, and modeling soil respiration. Soil Biol Biogeochem. 196:141-146
31 Salamone IEG, Heynes RK, Nelson LM. 2001. Cytokinin production by plant growth promoting rhizobacteria and selected mutants. Can J Microbiol. 47: 404-411. Salazar S, Sanchez L, Alvarez J, Valverde A, Galindo P, Igual J, Peix A, Santa Regina I. 2011. Correlation Among Soil Enzyme Activities Under Different Forest System Management Practices. Ecol Engineering. 37:1123-1131 Salisbury FW, Ross CW. 1992. Plant Physicology 4th Edition. California (US): Woth Publishing Inc. Santi LP. 2011. Peran bakteri penghasil eksopolisakarida dalam agregasi tanah tekstur berpasir. [Disertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Santi LP, Goenadi DH. 2008 pupuk organo kimia untuk pemupukan bibit kelapa sawit. Menara Perkebunan. 76(1):36-46. Skujins J. 1978. History of abiontic soil enzymes. In: Burns, R.G. Editor. Soil Enzymes. London (GB): Academic Press. pp. 1–49. Somasegaran P, Hoben HJ. 1985. Methods in Legume-Rhizobium Technology. Hawaii (US): Department of Agronomy and Soil Science, University of Hawaii. Sopandie D, Utomo HI. 1995. Pengelolaan Lahan dan Teknik Konservasi di Lahan Kering. Makalah Penunjang Diskusi Pengembangan Teknologi Tepat Guna di Lahan Kering untuk Mendukung Pertanian Berkelanjutan. Bogor, 27 September 1995. Subhani A, Huang C, Xie Z, Liao M, El-ghamry AM. 2001. Impact of soil environment and agronomic practices on microbial dehydrogenase enzyme activity in soil. A review. Pakistan Biol Sci J. 4(3): 333-338. Swastika DKS, Rahmat H, Roberta VG, Prabhu LP. 2004. Maize in Indonesia: Production System Constrains and Research Priorities. Mexico (MC): IFAD–CIMMYT. Tabatabai. 1994. Soil enzymes. In Weaver RW, Angle S, Bottomley P, Bezdicek D, Smith S, Tabatabai A, Wollum A, Editors. Methods of Soil Analysis (Microbiological and Biochemical Properties). SSSA. Wisconsin (USA). Timmusk S. 2003. Mechanism of action of the plant-growth-promoting rhizobacterium Paenibacillus poyimyxa [Dissertation]. Uppsala, Sweden: Departemen of Cell and Molecular Biology, Uppsala University. Voroney RP, Winte JP, Beyaert RP. 1993. Soil Microbial Biomass C and N. Florida (US): Taylor & Francis Group. p 277-286. Wahyudi AT, Astuti RI and Giyanto, 2011. Screening of Pseudomonas sp. isolated from rhizosphere of soybean plant as plant growth promoter and biocontrol agent. Am J Agr Biol Sci. 6:134-141. Wahyudi AT, Astuti RI, Giyanto. 2011. Screening of Pseudomonas sp. isolated from rhizosphere of soybean plant as plant growth promoter and biocontrol agent. Am J Appl Sci. 6:134-141. Wahyudi AT. 2009. Rhizobacteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman : Prospeknya sebagai Agen Biostimulator & Biokontrol. Nano Indonesia. www.nuance.com Widyawati A. 2008. Bacillus sp. Asal Rizosfer Kedelai Yang Berpotensi Sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman Dan Biokontrol Fungi Patogen Akar [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yazdani, M.A. Bahmanyar, H. Pirdashti dan M.A. Esmaili. 2009. Effect of Phosphate Solubilization Microorganisms (PSM) and Plant Growth
32 Promoting Rhizobacteria (PGPR) on Yield and Yield Components of Maize (Zea mays L.). Proceedings of World Academy of Science, Engineerring and Technology. Vol.3(7). P : 90-92. Yuniarti E, Saraswati R. 2008. Aktivitas dehidrogenase. Di dalam: Saraswati R, Husen E, Simanungkalit RDM, Editor. Metode analisis biologi tanah. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. hlm 105-106. Zhang N, He X, Gao Y, Li Y, Wang H, Ma D, Zhang R, Yang S. 2010. Pedogenic carbonate and soil dehydrogenase activity in response to soil organic matter in Artemisia ordosica community. Pedosphere. 20:229-235. Zhao B, Chen J, Zhang J, Qin S. 2010. Soil Microbial Biomass and Activity Response To Repeated Drying-Rewetting Cycles Along a Soil Fertility Gradient Modified By Long-Term Fertilization Management Practices. Geoderma. 160:218-224
33 Lampiran 1 Estimasi Respirasi tanah
(a)
(b)
(c) Gambar (a) Stoples berisi sampel tanah, air dan NaOH, (b) Stoples ditutup dan (c) Titrasi NaOH dengan HCl
34 Lampiran 2 Analisis Aktivitas Enzim Dehidrogenase
(a)
(b) Gambar (a) Titrasi sampel tanah dengan TTC dan Tris buffer dan (b) Pengukuran absorbansi
35 Lampiran 3 Estimasi C-mikroba
(a)
(b) Gambar (a) Etanol, sampel tanah di dalam desikator saat proses fumigasi dan (b) Pengukuran absorbansi larutan sampel dengan spektrofotometer
36 Lampiran 4 Formulasi Inokulan Rizobakteria ke gambut
(a)
(b) Gambar (a) Kepadatan sel bakteri 10-9 dan (b) Inokulan bakteri yang digunakan dalam media Nutrient Broth
37 Lampiran 5 Kemasan formula inokulan uji di rumah kaca.
Gambar kemasan formula inokulan yang digunakan pada uji di rumah kaca dengan bahan pwmbawa gambut
38 Lampiran 6 Penyiapan lahan jagung di Nusa Tenggara Barat
(a)
(b) Gambar (a) Proses pembersihan lahan jagung dan (b) Hamparan lahan jagung yang telah dibersihkan dan siap ditanami jagung
39 Lampiran 7 Persiapan penanaman benih jagung dengan formula inokulan
(a)
(b)
(c) (d) Gambar (a) Biji jagung ditiriskan sebelum ditanaman, (b) Biji jagung direndam dengan air dan masing-masing formula, (c) Pencampuran serbuk inoklan dengan biji dan (d) Proses penananam biji
40 Lampiran 8 Pembersihan lahan Jagung
(a)
(b) Gamba (a) Pembersihan lahan jagung dengan mencabut rumput-rumput di sekitar tanaman jagung dan (b) Petak lahan jagung umur 25 HST sebelum dibersihkan
41 Lampiran 9 Parameter pengamatan tanaman jagung sebelum panen
(a)
(b)
(c) Gambar (a) Pengukuran tinggi tanaman dan perhitungan jumlah helai daun, (b) Jumlah tongkol (buah), dan (c) Berat basah brangkasan (g)
42 Lampiran 9 Parameter pengamatan tanaman jagung setelah panen
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar (a) Berat kering biji sampel (kg), (b) Berat kering tongkol sampel (buah) dan (c) Berat kering 100 biji (g), (d) Berat basah tongkol sampel (g)
43 Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman 70 HST (cm) Source
Type III Sum of Squares Df
Mean Square
F
Sig.
145.762
62.194
0.000
2499940.454 1
2499940.45
1.067E6
0.000
1213.295 3
404.432
172.562
0.000
Perlakuan_Irigasi
313.896 2
156.948
66.966
0.000
Perlakuan_Formula * Perlakuan_Irigasi
365.819 6
60.970
1.901 2
0.951
Error
51.561 22
2.344
Total
2501886.927 36
Corrected Model Intercept Perlakuan_Formula
1894.911a 13
Kelompok
26.014 *0.000 0.406
0.671
F
Sig.
21.514
59.146
0.000
227412.945 1
227412.9 45
6.252E5
0.000
Perlakuan_Formula
136.420 3
45.473
125.014
0.000
Perlakuan_Irigasi
109.957 2
54.978
151.144
0.000
31.629 6
5.271
Kelompok
1.681 2
0.841
Error
8.002 22
0.364
Total
227700.634 36
Corrected Total
1946.472 35
a. R Squared = 0,783 (Adjusted R Squared = 0 ,708) * Ada interaksi antar perlakuan
Tinggi Tanaman 28 HST (cm) Source Corrected Model Intercept
Perlakuan_Formula * Perlakuan_Irigasi
Corrected Total
Type III Sum of Squares
Df
279.687a 13
Mean Square
287.689 35
a. R Squared = 0,603 (Adjusted R Squared = 0,498) * Ada interaksi antar perlakuan
14.492 *0.000 2.311
0.123
44 Jumlah Helai Daun 28 HST (Buah) Type III Sum of Squares df
Source
Mean Square
F
Sig.
2.754a
13
2362.284
1
Perlakuan_Formula
0.415
3
0.138
8.078
0.001
Perlakuan_Irigasi
1.102
2
0.551
32.157
0.000
Perlakuan_Formula * Perlakuan_Irigasi
1.195
6
0.199
11.619
*0.000
Kelompok
0.042
2
0.021
1.216
0.316
Error
0.377
22
0.017
Total
2365.415
36
3.131
35
Corrected Model Intercept
Corrected Total
0.212
12.361
0.000
2362.284 1.378E5
0.000
a. R Squared = 0,663 (Adjusted R Squared = 0,512) * Ada interaksi antar perlakuan Berat Basah Tongkol (g) Source
Type III Sum of Squares
Corrected Model
3.963E6a
Intercept
2.182E8
Perlakuan_Formula
3125898.000
Mean Square
df
13 304843.436
F
Sig.
69.987
0.000
2.182E8 5.010E4
0.000
3 1041966.00 239.219
0.000 0.000
1
Perlakuan_Irigasi
357970.500
2 178985.250
41.092
Perlakuan_Formula * Perlakuan_Irigasi
477331.500
6 79555.250
18.265 *0.000
Kelompok
1764.667
2
882.333
Error
95825.333
22
4355.697
Total
2.223E8
36
4058790.000
35
Corrected Total
a. R Squared = 0,693 (Adjusted R Squared = 0,528) * Ada interaksi antar perlakuan
0.203
0.818
45 Berat Basah Brangkasan (g) Source Corrected Model Intercept
Type III Sum of Squares df Mean Square
F
Sig.
1.647E7a 13 1267019.859 114.150
0.000
4.983E 4
0.000
5.531E8
1
5.531E8
Perlakuan_Formula
7419282.000
3 2473094.000 222.809
0.000
Perlakuan_Irigasi
5785671.500
2 2892835.750 260.625
0.000
Perlakuan_Formula * Perlakuan_Irigasi
3236656.500
6
29648.167
2
14824.083
Error
244191.833 22
11099.629
Total
5.698E8 36
Corrected Total
1.672E7 35
Kelompok
539442.750 48.600 *0.000 1.336
0.284
a. R Squared = 0,673 (Adjusted R Squared = 0,512) * Ada interaksi antar perlakuan
Berat 100 Biji Kering (g) Type III Sum Mean Source of Squares Df Square F Sig. a Corrected Model 149.990 13 11.538 4.459 0.001 Intercept 31032.346 1 31032.346 1.19E4 0.000 Kelompok 12.907 2 6.454 2.494 0.106 Perlakuan_Formula 108.478 3 36.159 13.974 0.000 Perlakuan_Irigasi 9.850 2 4.925 1.903 0.173 Perlakuan_Formula * 18.754 6 3.126 1.208 *0.339 Perlakuan_Irigasi Error 56.926 22 2.588 Total 31239.261 36 Corrected Total 206.916 35 a.a.RRSquared (Adjusted R Squared = ,557) Squared==,696 0,663 (Adjusted R Squared = 0,508) * Tidak ada interaksi antar perlakuan
46 Jumlah Tongkol (Buah) Type III Sum Mean Source of Squares df Square F Sig. a Corrected Model 16.028 13 1.233 1.338 0.265 Intercept 4074.694 1 4074.694 4.421E3 0.000 Kelompok 1.722 2 0.861 0.934 0.408 Perlakuan_Formula 9.417 3 3.139 3.405 0.036 Perlakuan_Irigasi 2.722 2 1.361 1.477 0.250 Perlakuan_Formula * 2.167 6 0.361 0.392 *0.876 Perlakuan_Irigasi Error 20.278 22 0.922 Total 4111.000 36 Corrected Total 36.306 35 a. R Squared = 0,394 (Adjusted R Squared = 0,116) * Tidak ada interaksi antar perlakuan Berat Kering Biji (g) Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. a Corrected Model 576533.523 13 44348.733 2.997 0.011 Intercept 5.636E7 1 5.636E7 3.808E3 0.000 Kelompok 99861.533 2 49930.766 3.374 0.053 Perlakuan_Formula 423399.534 3 141133.178 9.536 0.000 Perlakuan_Irigasi 8205.463 2 4102.732 0.277 0.760 Perlakuan_Formula * 45066.993 6 7511.165 0.508 *0.796 Perlakuan_Irigasi Error 325591.922 22 14799.633 Total 5.726E7 36 Corrected Total 902125.445 35 a. R Squared = 0,528 (Adjusted R Squared = 0,312) * Tidak ada interaksi antar perlakuan
47 Berat Kering Brangkasan (Kg) Type III Sum of Squares df
Source
a
Corrected Model
68.886
Intercept
13
3367.868
Kelompok
Mean Square 5.299
F
Sig.
1.396 0.237
1 3367.868 887.244 0.000
7.103
2
3.552
0.936 0.407
27.885
3
9.295
2.449 0.091
5.502
2
2.751
0.725 0.496
Perlakuan_Formula * Perlakuan_Irigasi
28.395
6
4.733
1.247 *0.321
Error
83.509
22
3.796
Total
3520.263
36
152.395
35
Perlakuan_Formula Perlakuan_Irigasi
Corrected Total
a. R Squared = 0,405 (Adjusted R Squared = 0,133) * Tidak ada interaksi antar perlakuan Berat Kering Biji Total (ton/ha) Type III Sum of Squares df
Source
Mean Square
F
Sig.
9.667
0.000
1 1288.008 3.961E3
0.000
1.369
2
0.684
2.105
0.146
29.226
3
9.742
29.962
0.000
6.770
2
3.385
10.411
0.001
3.495
6
0.583
Error
7.153
22
0.325
Total
1336.021
36
40.860a
Corrected Model Intercept
1288.008
Kelompok Perlakuan_Formula Perlakuan_Irigasi Perlakuan_Formula Perlakuan_Irigasi
*
13
3.143
Corrected Total 48.013 35 a. R Squared = 0,823 (Adjusted R Squared = 0,741) * Tidak ada interaksi antar perlakuan
1.792 *0.147
48 Berat kering tongkol (gr) Source
Type III Sum of Squares df
Mean Square
Corrected Model
98753.417a
11
8977.583
Intercept
3267056.250
1
3267056.250 1.82E3
0.000
Perlakuan_Formulasi
90353.639
3
30117.880
16.789
0.000
Perlakuan_Irigasi
3008.667
2
1504.333
0.839
0.445
Perlakuan_Formulasi * 5391.111 Perlakuan_Irigasi
6
898.519
0.501
*0.801
Error
43053.333
24
1793.889
Total
3408863.000
36
Corrected Total
141806.750
35
a. R Squared = 0,696 (Adjusted R Squared = 0,557) * Tidak ada interaksi antar perlakuan
F 5.005
Sig. 0.000
49 Lampiran 11 Denah Aplikasi lapang di lahan jagung Nusa Tenggara Barat I 100F90 III 100F90
II 80F90
I 60F3
III 80F90
II 80F19
I 60F19
I 100F19
III 80F19
II 100F3
I 60FK
I 100FK
III 80F3
II 100FK
II 60F19
I 100F3
III 80FK
II 100F19
II 60F90
I 80F19
III 60FK
II 100F90
II 60FK
I 80F3
III 60F90
III 100F19
II 60F3
I 80FK
I 60F19
III 100F3
II 80F3
I 80F90
III 60F3
III 100FK
II 80FK
I 60F90
Denah lahan percobaan di Nusa Tenggara Barat. 100: pengairan100%, 80: pengairan 80%, dan 60: pengairan 60%. F3: Formula 3, F5: Formula19, F6: Formula 90, K: Kontrol jagung tanpa diberi formula inokulan
50 Lampiran 12 Perhitungan jumlah sampel tanah pada uji respirasi tanah
Sampel F1-1 F1-2 F1-3 F2-1 F2-2 F2-3 F3-1 F3-2 F3-3 F4-1 F4-2 F4-3 F5-1 F5-2 F5-3 F6-1 F6-2 F6-3 K-1 K-2 K-3
PD BD BT Porositas Kadar Air (%) 15,19 15,90 15,41 15,64 15,17 16,13 15,36 16,32 16,92 15,50 15,50 14,62 15,13 14,37 14,53 15,66 15,09 15,51 15,06 14,44 14,55
Keterangan : BTK BB BT BW Porositas RPTA KA BD (Bulk density) PD (Partikel density)
2,650 1,000 218,000 0,377 BTK 1 g 84,81% 84,10% 84,59% 84,36% 84,83% 83,87% 84,64% 83,68% 83,08% 84,50% 84,50% 85,38% 84,87% 85,63% 85,47% 84,34% 84,91% 84,49% 84,94% 85,56% 85,45%
BTK 184,8858 183,3380 184,4062 183,9048 184,9294 182,8366 184,5152 182,4224 181,1144 184,2100 184,2100 186,1284 185,0166 186,6734 186,3246 183,8612 185,1038 184,1882 185,1692 186,5208 186,2810
RPTA KA
55% 0,342452
BB 248,200 246,123 247,557 246,884 248,259 245,450 247,703 244,893 243,138 247,293 247,293 249,869 248,376 250,600 250,132 246,825 248,493 247,264 248,581 250,395 250,073
BW 97,61 97,12 95,36 98,77 96,68 95,97 98,64 95,39 98,37 99,82 93,59 97,76 94,46 101,32 102,43 98,92 98,65 97,15 95,63 95,04 95,31
BB+BW 345,810 343,243 342,917 345,654 344,939 341,420 346,343 340,283 341,508 347,113 340,883 347,629 342,836 351,920 352,562 345,745 347,143 344,414 344,211 345,435 345,383
: Berat tanah kering oven (g) : Berat basah tanah : Berat tanah (ditetapkan) : Berat wadah : Ruang pori tanah (ditetapkan) : Ruang Pori Terisi Air (ditetapkan) : Kadar Air = BB-BTK/BB : Berat jenis tanah bulk (g cm-3) = BTK/Volume tanah : Berat jenis partikel tanah (g cm-3) = BT/Volume tanah
51
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan dari pasangan Armala dan Alamsyah di Palembang pada tanggal 22 Maret 1988 sebagai anak pertama dari enam bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 02 Prabumulih pada tahun 2000, SMPN 02 Prabumulih pada tahun 2003, SMAN 1 Prabumulih pada tahun 2006 dan Strata satu di Universitas Jambi (UNJA) pada 2010. Penulis memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi, bidang keahlian Mikrobiologi dengan judul skripsi “Pengaruh Lama Pengomposan Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia falcataria (L.) Fosberg) dengan Menggunakan EM-4 (Effective Microorganism-4) Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus (Jacq.Ex.Fr) Kummer)”. Pada tahun 2012 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB pada program studi Mikrobiologi. Penulis pernah meraih beasiswa LPDP untuk dana penelitian tesis dan beasiswa Bakrie Fellowship Graduate. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (MSi), penulis melakukan penelitian dengan judul “Kelimpahan dan Aktivitas Mikroba Tanah Pasca Aplikasi PGPR serta Peranannya pada Tanaman Jagung (Zea mays. L)” Penelitian ini dibimbing oleh Prof Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si dan Dr. Edi Husen, M.Sc. Artikel penelitian ini telah disubmit ke jurnal Mikrobiologi Indonesia dengan judul “The Effects of Plant Growth Promoting Rhizobacteria and Drought Tolerant on Maize (Zea mays. L)”.