Inceptisols termasuk jenis tanah yang mempunyai perkembangan profil yang dicirikan oleh horizon kambik (Heryanto et al. 2007). Lebii lanjut, Djaenudin et al. (2002) menyatakan bahwa penyebarannya dimulai dari dataran rendah pada topografi datar atau cekung di lahan basah sampai dataran tinggi pada topografi berbukit dan bergunung. Sifat tanah ini dan potensinya selain dipeogaruhi oleh bahan induk jnga tergantung pada kondisi iklim dan topografi. Mempunyai horizon-horizon yang tidak memperlihatkan hancuran yang ekstrem. Horizon timbunan iiat, besi dan alumunium tidak terlihat jelas pada golongan ini. Inceptisols adalah tanah yang belum matang @remature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanab matang dan masih banyak menyempai sifat bahan induknya. Penggunaan jenis tanah ini adalah untuk pertanian dan non pertanian (sangat beraneka ragam). Daerah dengan jenis tanah ini yang berdrainase jelek dapat dijadiian lahan pertanian setelah dilakukan perbaikan drainasenya. Inceptisols yang terdapat di di laban basah (dataran alluvial) berpotensi untuk pertanian lahan basah (padi dan perikanan air tawar), sedangkan yang terdapat di lahan kering sesuai untuk tanaman pangan lahan kering dan tanaman tahunan termasuk buah-buahan jika tanahnya cukup dalam > 50 cm (Djaenudin et al. 2002). Tanah Histosols (gambut) terbentuk dari lapukan bahan organik temtama dari tumpukan sisa-sisa jaringan tumbuban di masa lampan (Suriadikarta dan Suhiadi, 2007). Histosols mempunyai daya memegang air yang sangat tinggi, baik atas dasar volume maupun berat isi. Penggunaan tanah Histosol untuk pertanian memerlukan usaha perbaikan drainase, tekshu; dan penanggnlangan masalah tingginya pH. Djaenudin et al. (2002) menyatakan bahwa potensi setiap jenis tanah untuk pertanian sangat ditentukan oleh sifat fisik, morfologi (tekstur, kedalaman tanah, draimase), dan sifat kimia tanah yang mencakup unsur-unsur yang berpengamh terhadap status kesuburan tanah. Berdasarakan ha1 tersebut, dapat dibuat suatu klasifikasi kelas kesesuaian pedologi untuk
pengembangan tanaman padi sawah dan padi gogo di Kabupaten Kutai Kartanegara. Kelas kesesuaian pedologi tersebut dibuat berdasarkan karakteristik tiap jenis tanah yang tersebar di Kutai Kartanegara. Adapun variabel pembatas yang digunakan dalam penentuan kelas kesesuaian pedologi tersebut adalah media perakamn (drainase, tekstur, kedalaman efektif) dan tingkat bahaya erosi (lereng). Kelas kesesuaian pedologi untuk tanaman padi sawah dan padi gogo mengacu kepada LRPE I1 1994 dan PPT 2003 yang dimodifikasi oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007). Kelas kesesuaian pedologi untuk tanaman padi sawah dan padi gogo disajikan pada Tabel 17. Rujukan notasi masing-masing kelas kesesuaian pedologi dapat dilihat pada Lampiran 6. Penentuan kelas kesesuaian pedologi untuk tanaman padi sawah dan padi gogo menggunakan hukum minimum untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan aktualnya. Kesesuaian lahan aktual mengacn kepada kondisi suatu lahan pada saat ini dan belum memperhatikan proses perbaikan lahan untuk meningkatkan kelas kesesuaiannya. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan aktual, mula-mula dilakukan penilaian terhadap masing-masing knalitas lahan berdasar atas karakteristik lahan terjelek, selanjutnya kelas kesesuaian lahan ditentukan berdasar atas kualitas lahan terjelek (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai kelas kesesuaian pedologi untuk tanaman padi sawah dan padi ladang di Kabupaten Kutai Kamnegara, maka dibuat sehuah peta kesesuaian pedologi tanaman padi sawah dan padi gogo Kabupaten Kutai Kartanegara. Peta dengan skala 1 : 3.000.000 tersebut menggambarkan tingkat kelas kesesuaian lahan pada tingkat semi detail dan detail. Tingkat kerincian semi detail dan detail memperlihatkan tingkat kelas kesesuaian lahan beserta variabel faktor pembatasnya. Peta kesesuaian pedologi untuk tanaman padi sawah dan padi gogo di Kabupaten Kutai Kartanegara ditunjukkal~pada Gambar 13 dan Gambar 14.
Tabel 17 Kelas kesesuaian pedologi padi sawah dan padi gogo di Kutai Kartanegara JenisTnnaman
Padi Sawah Padi Gogo
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual S3r, S3er, Nlc, N2e. N2f, dan N2ef S2fr. SZefr, S3e, dan N2f
PEDOLOGI TANAMAN PAD1 SAWAH KAB. KUTAl KARTANEGARA
5k.b
l
3llIIlO00
LEGENDA K E U S KESESUAIAN : (Ttdek sssus, Dede seek in, dsngen tsklor psrnbstas bohayo siorti
*
(Ttdsk sesue, ""t"k *e,smsnys dangan lalttor Dambetas bahnya srasil N2el (TideK saruai unlulr salamsnya dsngan I e k t o r P ~ m b s t a bshaya ~ sraai
den retensi hare) N21 (TidBk senuei untuk se,amenya dengsn lokloi- psrnbelss reiensi hnral
LAIN -LAIN : .. ...... Bales K B ~ B m s t a n
PEDOLOGI TANAMAN PAD1 GOGO KAB. KUTAl %RTANEGARA
P
SXaI. 1 :=.Om000
LEGENDA
I KELAS KESESUAIAN :
.,
..> .*.
N21 ITldak sesuai unluk ~slernanyo dcnoan laidor pornbales retens, hors) s2e1r ICYkYP 98SY.I dBnDen tenor PBmbs185 bonoyn arosl, istens, hem dB,, madla DoroKesn, S2ir ICukup S B S Y B ~dengsn foklor p~rnbstesmtansi nare don mod,* p8rakBriln)
-
LAIN LAIN : .. .... .. Betas KeCBrnstan
Gambar 13 Peta kesesuaian pedologi Padi Gogo Kabupaten Kutai Kamnegara.
I
5.2 Kesesuaian iklim Iklim mempakan gambaran dari keadaan fisik atmosfer di atas dan dekat permukaan bumi pada suatu periode tertentu yang meliputi wilayah yang luas. Pengetahuan mengenai karakteristik iklim suatu wilayah sangat berguna dalam bidang pertanian, salah satunya ialah dalam penentuan komoditas yang sesuai untuk diiembangkan di suatu wilayah tertentu sesuai dengan syarat tumbuh tanaman tersebut. Hal ini dikarenakan iklim mempakan faktor lingkungan biofisik selain tanah yang sangat berperan terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. I k l i i tidak banya berperan sebagai salah satu komponen yang dibutubkan secara esensial oleh tanaman, akan tetapi iklim juga mencirikan dan mempengaruhi komponen ekoiogi lain dalam suatu sistem ekologi pertanian. Oleb sebab itu tingkat kesesuaian dan potensi tanaman pada suatu agoekosistem didominasi oleh faktor iklim. Unsur Mi yang dikaji dalam penelitian ini ialah curah bujan dan suhu udara. Kedua unsur iklim tersebut dianggap mempunyai peranan yang agak dominan dalam proses perhunbuhan dan produksi suatu tanaman (Bey dan Las, 1991). Secara fisiologis, bampir semua unsur iklim berpengaruh dan dibutubkan oleh tanaman, walaupun sebagian diantaranya tidak begitu dominan pengmhnya, khususnya di Indonesia sebagai daerah tropik (Bey dan Las, 1991). Dari sekian unsur iklim yang ada, curah hujan mempakan unsur iklim yang berperan paling besar dalam menentukan tingkat produktivitas suatu tanaman. Hal ini dikarenakan curah hujan mempunyai keragaman yang sangat besar baik itu menurut waktu dan tempat. Curah hujan merupakan sumber air utama bagi tanaman padi, baik secara langsung (pada lahan kering) ataupun tidak langsung (lahan beririgasi). Bey dan Las (1991) mengemukakan lima alasan bagaimana kebutuhan air sangat vital secara fisiologis bagi suatu tanaman, yaitu : 1. Air mempakan bagian terbesar dari protoplasma, lebih dari 90% berat total tanaman segar adalah air. 2. Air mempakan pelamt berbagai senyawa kimia yang ikut dalam berbagai proses fisiologis. 3. Air mempakan bagian langsung atau substrat dalam reaksi kimia atau proses fisiologis tanaman.
4. Air berfungsi sebagai mobilator beberapa bahatd senyawa kimia dan palla?.. 5. A'u mempakan regulatorl pengendali suhu jariugan. Data curah bujan dapat digunakan untuk ' suatu wilayah. menentukan karakteristik ikm Karakteristik iklim suatu wilayah dapat dibedakan berdasarkan s e b m n curah hujan di wilayah tersebut. Suatu daerah dapat dikategorikan beriklim basah apabila memiliki curah hujan rata-rata tahunan lebih dari 2.000 mm. Daerah dengan curah hujan rata-rata tahunan 2.000 rnm atau kurang dikategorikan sebagai daerah beriklim keru~g(Djaenudin ef al. 2002). Memjuk kepada ha1 tersebut, Kutai Kartanegara dengan curab hujan rata-rata tahunan antara 2.000-4.000 mm dapat diiegorikan sebagai tlaerah yang berikim basah. Karakteristik iklim Kabupaten Kutai Kartanegara adalah iklim butan tropika humida d i i a n a tidak ada perbedaan yang tegas antara musim kemarau dan musim hujan. Karakteritik iklim seperti ini memungkinkan tejadinya intensitas hujan yang tinggi sepanjang taliun. Keberadaan suatu stasiun pencatat data curah hujan di suatu wilayah sangat penting untuk proses analisis karakteristik iklim wilayah tersebut. Selain itu, data curah hujan akan berguna dalam pemberian informasi kepada masyarakat (terutama petani) dalam kaitannya dengan sistem usaha tani yang sedang dan akan mereka usahakan. Kabupaten Kartanegara memiliki sekitiu 18 (delapan belas) stasiun curah hujan yang tersebar di tiap Kecamatan. Stasiun curah hujan tenebut berfungsi sebagai pusat pencatatan data curah hujan bulanan. Saat ini, instansi yang melakukan pencatatan dan pengumpulan data curah hujan bulanan di tiap Kecamatan ialah Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Kendala di lapangan masib ditemukan beberapa alat pengukur hujan yang ~ s a k Kendala . lainnya ialah kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang secam kllusus menangani bidang tersebut. Kendala tersebut berdampak kepada kurang lengkapnya data-data curah hujan yang tercatat, terutama pada beberapa Kecamatan yang lokasinya relatif jauh dari Tenggarong (Ibu Kota Kabupaten Kutai Kartanegara). Jaringan stasiun hujan yang telah tersedia di Kutai Kartanegara disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Kerapatanjaringan stasiun hujan di Kutai Kartanegara Kccamatan
Kodc Stasiun
Anggana Kembang Janggut Kcnahan Kotn Bangun Loa Janan Loa Kulu Manng Kay" Muan Badak Muara Jawa Muara Kaman
Luas IVilayah
-
326 B
(h')
2.104.8
Muan Muntai Muan Wis Samboja Sanga-Sanga Sebulu Tnbang Tenggarong Tenggarang Sebenng Sumbcr : BALITBANGDA Kabupaten Kutai Kananegara (2008)
437.0
Pola Hujan di Kutai Kartancgara
I
JAN
IT33
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
S
OIff
NOP
DIE
Bulan
Gambar 15 Pola hujan bulanan di Kabupaten Kutai Kartanegara (Diolah dari data curah htljan rata-rata bulanan Kutai Kartanegara tahun 1999-2008) Boer (2004) menyatakan bahwa secara klimatologis pola hujan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga pola yaitu pola moonson, pola equatorial, dan pola lokal. Secara umum, Kutai Kartanegara dengan karakteristik iklim hujan tropika humida termasuk kedalam wilayah yang mempunyai pola hujan equatorial. Tipe equatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal (dua puncak hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober yaitu pada saat matahari berada di dekat equator (Boer, 2004). Berdasarkan data curah hujan rata-rata bulanan selama 10 tahun (tahun 1999-2008) terlihat bahwa puncak hujan di wilayah
Kabupaten Kutai Kartanegara secara umum terjadi pada bulan Maret dan Nopember dengan kuantitas curah liujan masing-masing adalab 263 mmlbulan dan 257 mmlbulan. Pola hujan di Kabupaten Kutai Kartanegara ditunjukkan oleh Gambar 15. Curah hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Maret sebesar 263 mmlbulan dan terkecil pada bulan Agustus sebesar I l l mmlbulan. Suhu merupakan indikasi jumlah energi panas yang terdapat dalam suatu sistem atau massa (Bey dan Las, 1991). Suhu udara termasuk salah satu unsur iklim setelah curah hujan yang harus diperhatikan dalam proses
penentuan karakteristik i k l i suatu wilayah dalam hubungannya dengan tingkat kesesuaian suatu tanaman dengan kondisi iklim setempat. Baharsjah (1991) menyatakan bahwa suhu mempengaruhi tanaman melalui laju prosesproses metabolisme. Pengaruh suhu terutama terliat pada laju perkembangan tanaman seperti pada perkecambahan, pembentukan daun, dan inisiasi organ reproduktif. Suhu mempakan salah satu faktor utama dari lingkungan yang menentukan besamya pemanjangan d m pertambahan luas organ tanaman padi melalui translokasi asimilat dari dam, batang atau organ lain . Pengaruh suhu pada pertumbuhan tanaman bervariasi tergantung pada tahap pertumbuhan tanaman tersebut, misahya tanaman padi akan ~ s a k jika suhu kurang dari 20 OC sebagai akibat dari kegagalan berkecambah, tumbuh kerdil, wama daun pucat, anakan terganggu, keterlambatan herbungan, kehampaan gabah dan kemasakan yang terganggu (Baharsjah, 1991). ~ u b u n ~ a n suhu udara dengan pertumbuhan tanaman padi dapat pula dilihat dari konsep unit panas (degree day). Konsep ini didasarkan pada kebutuhan total panas dari tanaman padi untuk tumbuh dan menghasilkan. Konsep degree day dapat digunakan di bidang pertanian untuk mengetahui waktu panen yang tepat atau waktu keluamya hunga untuk tujuan pemuliaan suatu tanaman, salah satunya adalah tanaman padi. Menurut Djaenudin et.a1(2002), di daerah tropik suhu udara sangat berkorelasi dengan letak elevasi di atas permukaan laut. Suhu udara di wilayah Kutai Kartanegara dapat diprediksi berdasarkan data elevasi yang telah diperoleh dengan menjgmakan persamaan Braak. Wilayah Kutai Kartanegara secara umum memiliki elevasi yang beragam dengan rentang 7 m.dpl sampai dengan di atas 500 m.dpl. Hasil prediksi suhu udara di Kutai Kartanegara dalam hubungannya dengan elevasi dengan menggunakan persamaan Braak ditunjukkan pada Tabel 19. Tabel 19 Korelasi suhu udam dengan elevasi di Kutai
Kamegara
yang
ditentukan
berdasarkan persamaan Braak Ketinggisn
Suhu udsrs rsls-rah Iahunan
(m.dpl) 7 25
(%)
100 500
26,3 26,2 25,7 23.3
Persyaratan untuk hunbuh dan berkembang sebuah tanaman sangat berkaitan erat dengan faktor biofisik wilayab, salah satu yang esensial adalah f&or iklim (curah hujan dan suhu udara). Penentuan kelas kcsesuain i k l i untuk tanaman padi sawah dan padi gogo didasarkan pada syarat tumbuh tanaman padi untuk faktor i k l i (curah hujan d m suhu udara). Kelas kesesuaian iklim unhlk tanaman padi sawah dan padi gogo juga merigacu kepada LRPE I1 1994 dan PPT 2003 ymg diiodifikasi oleh Hardjowigeno dan Widiahnaka (2007). Umumnya padi dapat tumbuh di daerah tropislsubtropis pada 45 derajat LU sampai 45 derajat LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mxnibulan atau 1.500-2.000 mm/tahun. Berdasarkan ha1 tersebut, Kutai Kartanegara dengan curah hujan tahunan yang berkisar antara 2.000-4.000 mdtahnn dapat dikategorikan sebagai daerah yang sesnai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi, baik itu padi sawah maupun padi gogo menunrt syarat tumhuh ketersediaan air (curah hujan). Jika mengacu kepada kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah dan padi gogo yang dikeluarkan oleh LRPE 11 1994 dan PPT 2003 yang dimodifikasi oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), maka kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah dan padi gogo di Kutai Kartanegara berdasarkan atas regim ketersediaan air (curah hujan) adalah termasuk kelas sangat sesuai (Sl). Batasan kisaran curah hujan untuk tanaman padi sawab clan padi gogo untuk kelas sangat sesuai (Sl) ialah s1.500 mmltahun. Dari hasil prediksi menggunakan persamaan Bmak didapatkan suhu udara ratarata tahunan untuk wilayah Kutai Kartanegara. Suhu udara rata-rata tahunan di Kabnpaten Kutai Kaitanegara berkisar antara 23,3-26,3 "C. Tanaman padi sawah dan padi gogo dapat tumbuh dau berkembang secara optimal pada daerah yang mempunyai kisaran s"hu a k a 22-27- 'C. ~eidasirkan ha1 tersebut, maka secara umum Kabupaten Kutai Kartanegara dapat dikategorikan sebagai daerah yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi, baik itu padi sawah maupun padi gogo berdasarkan syarat tumbuh temperatur (suhi~udara). Jika mengacu kepatla kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah dan padi gogo yang diieluarkan oleh LRPE I1 1994 dan
PPT 2003 yang dimodifikasi oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (20071, maka kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah dan padi gogo di Kutai Kartanegara berdasarkan atas regim temperatur (suhu udara rata-rata tahunan) adalah termasuk kelas sangat sesuai (SI). Batasan kisaran suhu udara rata-rata tahuan untuk tanaman padi sawah dan padi gogo untuk kelas sangat sesuai (Sl) ialah 24-29 'C. Hasil pencocokan (matching) dari unsur iklim (curah hujan dan suhu udara) menggambarkan daerah-daerah yang memiliki
kesesuaian iklim untuk tanaman padi sawah dan padi gogo. Secara umum, seluruh wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki kondisi iklim yang optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi sawah dan padi gogo. Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah dan padi gogo di Kutai Kartanegara berdasarkan atas kesesuaian iklim adalah ter~nasukkelas sangat sesuai (Sl). Peta kesesuaian iklim tanaman padi sawah dan padi gogo Kahupatcn Ki~taiKartanegara ditunjukkan pada pada Gambar 16.
Mormasi iklim lainnya yang diperlukan dalam proses penentuan tingkat kesesuaian i k l i i dalam hubungannya dengan kelas kesesuaaian lahan untuk suatu tanaman tertentu adalah informasi mengenai tipe bujan dan zona agroklimat suatu wilayah kajian. Dalam penentuan tipe hujan dan zona agroklimat suatu wilayah, digunakan analisis karakteristik iklim yang menggambarkan tipe iklim tertentu. Untuk menentukan tipe iklim suatu wilayah digunakan suatu metode klasifikasi iklii. Metode klasifikasi yang lazim digunakan antara lain adalah metode Koppen, Schmidth-Fcrguson, dan Oldeman. Metode klasifikasi iklim menurut Koppen menggunakan sebaran rata-rata tahunan dan bulanan dari suhu udara dan curah hujan. Unsur suhu udara dianggap mewakili faktor pengendali fotosintesis dan respirasi, sedangkan unsur curah hujan dianggap sebagai parameter ketersediaan air yaitu suatu bahan yang sangat esensial bagi tanaman. Dengan demikian metode klasifkasi iklim ini memenuhi syarat dalam membahas kesesnaian iklim untuk tanainan. Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Koppen, wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara tennasuk ke dalam kategori iklim Af (Hi hujan tropis). Jiia dilihat dari sudut pandang kebutuhan air tanaman, maka tanaman padi berpotensi untuk dikembangkan di Kutai Kartanegara yang beriklim Af karena kebutuhan airnya dapat terpenuhi dengan melimpahnya curah hujan yang turun sepanjang tahun. Dengan pengelolaan perairan yang baik, pengembangan tanaman padi sawab dan padi ladang akan optimal. Tipe iklim Af disebut juga sebagai iklim tropika basah atau hutan bujan tropika. Daerab yang bertipe iklim Af dicirikan oleh temperatur yang seragam tinggi dan hujan yang lebat terbagi sepanjang tahun, sehingga tidak ada m u s h kering yang tegas. Tipe iklim Af dapat ditemukan di sebelah-menyebelah ekuator dan meluas sampai 5-10'' baik di utara maupun selatan katulistiwa. Temperatur untuk tipe iklim ini akan seragam tinggi, rata-rata tahunan berkisar antara 2544°C. Perbedaan temperatur bulan terpanas dan bulan terdingin
selama satu tahun biasanya lebih kecil dari 2,5 "C. Di Kaliantan misalnya, perbedaan tersebut hanya 2.8 'C (Wisnubroto oral. 1986). Keawanan pada daerah yang beriklim Af sebagian besar adalah cumulus, dan jumlahnya sedang dengan rata-rata sekitar 60 %. Di Kalimantan, rata-rata keawanan bulanan berkisar antara 50 %. Sebagian besar awan di lintang ekuator (contonya Kalimantan) adalah awan-awan yang terbentuk karena konveksi dan hujan konveksi merajai di daerah seperti ini. Awan dan bujan semacam itu bersifat lokal dan hujan semacam itu hanya menutupi hagian kecil dari langit dan berada hanya dalam periode yang lebii singkat, daripada awan frontal di lintang tengah. Tanah-tanah merah laterit yang mempakan salah satu golongan tanab di permukaan bumi yang kurang produktif mempakan ciri pokok tipe i k l i i Af, dimana sinar matabari sangat bcrlimpah dan vegetasi timbul sangat subur (Wisnubroto et.al.bl986). Metode klasifikasi iklim selanjutnya adalah sistem klasifkasi ikliin oleb Schmidth dan Ferguson. Sistem ini secara khusus digunakan untuk mengetahui tipe hujan di suatu witayah. Sistem klasifikasi ini hanya meinperhatikan data unsur curab hujan bulanan dengau rentang data minimal 10 (sepuluh) tahun. Berdasarkan basil analisis data curah hujan bulanan selama 10 tahun (tahun 1999-2008) dengan metode klasifrkasi iklim menurut Schmidth dan Ferguson, secam umum Kntai Kartanegara dapat dikategorikan daerah yang beriklim tipe A. Menurut Schmidtb dan Ferguson, daerah dengan tipe iklim A adalah daerab sangat basah dengan vegetasi utama hutan hujan hopis. Wilayah Icabupaten Kutai Kartanegara dengan tipe bujan A cocok untuk pengembangan tanaman semusim dan tahunan yang menghendaki iklim basah. Kung (1971) diacu dalam Baharsjah (1991) memberikan batasan mengenai kebutuhan air untuk tanaman padi sawah adalah sebesar 85-185 mm/bulan. Intensitas curah hujan yang demikian biasanya terdapat di wilayah dengan tipe hujan A.
Tabel 20 Zone agroklimat di wilayah Kutai Kartanegara Kecamatan
Zone
Keeanlrtao
Aemklimat -
Anggana Kembang Jananggut Kenohan KotaBanyn
BI A1
Loa Janan Loa Kulu Marang Kay M u m Badak
Mum Jawa
Zone Agmklimat
Muara Kaman
C2
C2
M u m Muntai Muara Wis
Bl
Samboja
B1 B1
D2
Sang*-Sanga Sebulu Tabang
B1 C2 C1 Dl B1 Bl
C1
Tenggarang
81
Dl
Tenggarong Seberang
C1
Berdasarkan ha1 tersebut, tanaman padi sawah dan padi gogo berpotensi untuk dikembangkan di wilayah Kutai Kartanegara. Sistem klasifkasi iklii yang sekarang banyak digunakan dalam bidang pertanian, temtama pertanian tanaman pangan adalah sistem Oldeman. Klasifkasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung secara berhuut-turut. Berdasarkan h a i l analisis data curah hujan bulanan selama 10 tahun (tahun 1999-ZOOS), secara mum wilayah Kutai Kartanegara masuk dalam zone agroklimat B1 menurut metode Oldeman. Zone B1 memungkinkan wilayah tersebut ditanami padi terus menerus, namun waktu tanam perlu direncanakan dengan tepat. Pada zone B1 produksi tanaman akan tinggi jika panen jatuh pada m u s h kemarau (Djaenudin etal. 2002). Menurut Oldeman (1975), diacu dalam Baharsjah (1991) kebutuhan air untuk tanaman berkisar antara 60 mm pada awal pertumbuhan sampai dengan 120 mm pada pertumbuhan paling aktif. Oldeman berkesimpulan bahwa curah hujan rataan bulanan sebesar 200 mm selama 3-4 bulan sudah cukup untuk tanaman padi. Zone agroklimat menurut Oldeman juga sering dijadikan sehagai parameter dalam menentukan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman pangan, baik itu lahan basah manpun lahan kering. Berdasarkan biteria kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah dan padi gogo yang dibuat oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), maka wilayah Kutai Kartanegara dengan zone agroklimat B1 termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai). Lahan dengan kelas kesesuaian seperti ini tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas
yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telal~biasa diherikan. Zonasi agroklimat untuk masing-masing Kecamatan di Kutai Kartanegara diperlukan untuk memperjelas arah pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan kondisi agroklimat wilayah. Zone agroklimat masingmasing Kecamatan di Kutai Kartanegara berdasarkan data curah hujan bulanan selama 10 tahun (tahun 1999-2008) ditunjukkan pada Tabel 20. Berdasarkan klasifikasi zone agroklimat, iklim di 18 Kecamatan yang tersebar di Kutai Kartanegara bervariasi dari zone Al, B1, C1, C2, Dl, dan D2. Hal ini selaras dengan pemyataan Oldeman et.al (1979) yang diacu dalam Djaenudin kt.al (2002) bahwa iklim di wilayah Kalimantan untuk tanaman semusim bervariasi dari zone Al, B1, CI, C2, D l , D2, E l , E2, dan E3. 5.3 Kesesuaian Pedo-Agroklimat Setiap jenis tanaman memiliki persyaratan tumbuh dan berkembang tertentu untuk berproduksi secara optimal. Oleh karena itu, sebuah evaluasi kesesuaian lahan pertanian untuk menyusun kelas kesesuaian lahan tanaman padi sawah dan padi gogo dapat disusun berdasarkan pendekatan pedoagroklimat. Persyaratan untuk tumbuh dan berkembang tanaman padi sawah dan padi gogo sangat berkaitan erat dengan faktor iklim, jenis tanah, topografi wilayah. Faktor iklim dan cuaca suatu wilayah dipandang sebagai faktor yang paling esensial dalam rnempengaruhi tingkat kesesuaian suatu tanaman dapat tumbuh dan berkembang di wilayah tersebut. Faktor iklim dan cuaca mempakan faktor yang snlit untuk dimodifikasi, kecnaii dalam skala kecil maka ilmu dan teknologi yang dimiliki manusia bemsaha untuk menyesuaikan kegiatan
pertanian dengan kondisi i k l i setempat dan mengatur lingkungan yang dibutuhkan tanaman dengan sebaik mnngkin Paharsjah, 1991). Iklim suatu wilayah akan menentukan tanaman apa yang dapat ditanam sedangkan cuaca menentukan berapa basil per hektar yang akan diperoleh. Beberapa unsur i k l i yang mempunyai korelasi dengan pertmnbuhan dan perkembangan suatu tanaman ialah radiasi matahari, suhu udara, dan curah hujan. Dalam proses evaluasi lahan i t u k menentukan kelas kesesuaian lahan tanaman padi sawah dan padi gogo, dua parameter iklim yang digunakan ialah suhu udara dan curah hujan. Dalam istilah evaluasi lahan, kedua unsur H i m tersebut biasa disebut sebagai regim suhu dan regim ketersediaan air yang menunjnkkan tingkat kualitas atau karakteristik suatu lahan. Faktor fisik selanjutnya yang menjadi acuan dalam proses evaluasi kesesuaian lahan untnk menentukan tingkat kesesuaian lahan tanaman padi sawah dan padi gogo ialah karakteristik lahan dan jenis tanah. Parameter yang digiakan yaitu jenis tanah dan kelerengan. Kriteria kesesuaian lahan untuk faktor pembatas kesesuaian tanah terdiri dari 6 variabel pembatas, yaitu : kelerengan, drainase, tekstur, solum, kematangan gambuf dan pH tanah. Faktor iklim mempunyai peranan penting dalam proses pembentukan tanah di suatu wilayah yang akan menentukan sifat fisis dan kimia dari tanah tersebut. Faktor i k l i dan tanah mempakan fakor biofisik yang sangat berperan dalam menentukan cocok tidaknya suatu tanaman, tennasuk tanaman padi sawah dan padi gogo untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada suatu wilayah tertentu. Proses evaluasi lahan mempakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pewilayahan tanaman. Untuk rnelakukan suatu pewilayahan terhadap komoditas tertentu, diperlukan proses evaluasi lahan yang komprahensif. Evaluasi lahan yang komprahensif hams memperhatikan faktor biofisik (iklim dan tanah) sebagai acuan utama dalam penentuan karakteristik suatu lahan. Djaenudin et.al(2002) menyatakan bahwa perbedaan karakteristik lahan yang mencakup iklim terutama suhu udara dan curah hujan, tanah (sifat fisik, morfologi, kimia tanah),
topografi (elevasi, lereng), dan sifat fisik lmgkungan lainnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untnk seleksi awal dalam menynsus zonasi pengembangan komoditas pertanian. Proses evaluasi lahan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan bedo-agroklimat) tanaman padi sawah dan padi gogo di Kutai Kartanegara dilakukan dengan metode penggabungan dan tumpang tindih (overlay) antara kelas kesesuaian tanah dengan kelas kesesuaian X i . Dari hasil tumpang tindih dengan menggunakan htlkum minimum dapat ditentukan faktor pembatas yang memberikan pengamh terbesar bagi pertumbuhan tanaman padi sawah dan padi gogo dmi aspek pedoagroklimat. Metode evaluasi lahan mengacu kepada metode kesesuaian laban ahdual menurut F A 0 (1976). Penentuan kelas kesesuaian lahan mengacu kepada kriteria kelas kesesuaian lahan untuk komoditas padi sawah dan padi gogo yang telah disnsu~ole11 LRPE I1 1994 dan PPT 2003 yang dimodiiikasi oleh Hardjowigeno dan Widintmaka (2007). Evaluasi lahan dapat dilakukan pada berbagi tingkatan, yaitu tingkat tinjau, tingkat semi detail, dan tingkat detail. Untuk evaluasi lahan guna menentukan kelas kesesuaian pedo-agroklimat tanaman padi sawah dan padi di Kutai Kartanegara digunakan evaluasi lahan tingkat semi detail dan detail. Data yang disajikan adalah data biofisik Kutai Kartanegara yang menggambarkan karakteristik lahan setcmpat. Dari analisis yang telah dilakukan didapatkan data mengenai kualitas dan karakteristik lahan di Kabupaten Kutai Kartanegara yang ditunjukkan pada Tabel 21. Hasil dari evaluasi lahan yang telah dilakukan didapatkan beberapa kelas kesesuaian pedo-agroklimat untuk tanaman padi sawah dan padi gogo di Kutai Kartanegam. Kelas kesesuaian pedoagroklimat beserta luasannya ditunjukkan pada Tabel 22 dan Tabel 23. Peta kesesuaian pedo-agroklimat tanaman padi sawah dan padi gogo di Kabupaten Kutai Kartanegara dittmjukkan pada Gambar 17 dan Gambar 18.
Tabel 21 Kualitas dan karakteristik lahan di Kutai Kartanegara Kualitas dan KamkterisfikLahao
Nilai Data
-
larene
O.>An%
Jenis tanah utama Suhu nta-rata tahunan Curah hujan nta-rats tahunan' Jumlah bulan kering (400 mwhulan) Ketinggian
Histosols, Entisols, Ultisols, dan Incepfisols 23,3-26,3 OC 2.493 mm Tidak adn O->5W m dpl.
*
Kelerangan : = Curah hujan l a / ~ u Kuloi ~ n Karfonegara dari data>wngdiprolehdad BAPPEDA adalah anrara 2.000 mm - 4.000 mmhhun.
Tabel 22 Kelas kesesuaian pedo-agroklimat tanaman padi sawah di Kutai Kartanegmi Kelss Kescsuaisn
Luas Penycbarao
Laban Aktuhlsl
S3er N2ef N2f Nle S3r N2e Jumlah
PeMntase
(ha) 20.886
(%) 08
662.492 1.092.979 2.725.490
24;3 40.1 100
Tabel 23 Kelas kesesuaian pedo-agroklimat tanaman padi gogo di Kutai Kartanegam Kclss Kesesuaian Lahan Aktual
Luas Penyebaran (ha)
S2efr N2f
Pcrsentasc ("A)
20.381 421.086
15.4
S2fr
674.880
248
S3e
1.609.143 2.725.490
59,O
Jumlah
5.3.1 Kelas Kesesuaian Pedo-Agroklimat Padi Sawah Kelas kesesuaian sesuai marginal dengan faktor pembatas tingkat bahaya erosi dan media perakaran (S3er) dengan luas 20.886 ha (0,8%) terdapat di Kecamatan Tabang bagian atas berdekatan dengan wilayah perbatasan Kabupaten Malinau. Kelas kesesuaian tidak sesuai untuk selamanya faktor pembatas bahaya erosi dan retensi hara (N2e0 dengan luas 32.273 ha (1,2%) tersebar di 11 Kecamatan, yaitu Kembang Janggut, Kenohan, Kota Bangun, Loa Janan, Loa Kulu, Muara Kaman, Muara Muntai, Muara Wis, Sebulu, Tenggarong, dan Tenggarong Seberang. Penyebaran terbesar terdapat di Kecamatan Muara Wis dengan luas 9.185,7 ha, sedangkan yang terkecil berada di Kecamatan Loa Janan yaitu 145,3 ha. Kelas kesesuaian tidak sesuai untuk selamanya dengan faktor pembatas retensi hara (N2f) sesluas 388.727 ha (14,3%) tersebar di 11 Kecamatan, yaitu Kembang Janggut, Kenohan, Kota Bangun, Loa Janan, Loa Kulu, Muara Kaman, Muara Muntai, Muara Wis, Sebulu, Tenggarong, dan Tenggarong Seberang. Luas penyebaran
0,7
100
terbesar berada di Kecamatan Muara Kaman yaitu 152.160,4 ha, sedangkan yang terkecil berada di Kecamatan Loa Janan sebesar 198,Z ha. Kelas kesesuaian tidak sesuai untuk saat ini dengan faktor pembatas bahaya erosi (Nle) seluas 528.134 ha (19,4%) tersebar di hampir selunih Kecamatan, kecuali Kembang Janggut. Penyebaran terbesar terdapat di Kecamatan Muara Kaman dengan luas 102.539,9 ha, sedangkan yang terkecil berada di Kecamatan Sanga-Sanga yaitu 2.484,s ha. Kelas kesesuaian sesuai marginal faktor pembatas media perakaran (S3r) dengan luas 662.492 ha (24,3%) tersebar di seluruh Kecamatan. Pet~yeba~an terbesar terdapat di Kecamatan Anggana dengan luas 163.491,4 ha, sedangkan yang terkecil berada di Kecamatan Loa Janan yaitu 3.563,7 ha. Kelas kesesuaian tidak sesuai untuk selamanya dengan faktor pembatas bahaya erosi (N2e) seluas 1.092.979 ha (31,2%) tersehar di seluruh Kecamatan. Penyebaran terbesar terdapat di Kecamatan Tabang dengan luas 590.349,6 ha, sedangkan yang terkecil berada di Kecamatan Sanga-Sanga yaitu5.913,5ha.
5.3.2 Kelas Kesasuaian Pedo-Agroklimat Padi Gogo Kelas kesesuaian cukup sesuai dengan faktor pembatas bahaya erosi , retensi hara, dan media perakaran (S2efi) dengan luas penyebaran 20.381 ha (0,7%) terdapat di wilayah Kecamatan Tabang. Kelas kesesuaian tidak sesuai untuk selamanya faktor pembatas retensi hara (N2f) dengan luas penyebaran 421.086 ha (154%) terdapat di 11 Kecamatan, yaitu Kembang Janggut, Kenohan, Kota Bangun, Loa Janan, Loa Kulu, Muara Kaman, Muara Muntai, Muara Wis, Sebulu, Tenggarong, dan Tenggarong Seberang. Penyebaran terbesar terdapat di Kecamatan Muara Kaman dengan luas 154.048,I ha, sedangkan yang terkecil berada di Kecamatan Loa Janan yaitu 237,3 ha. Kelas kesesuaian cukup sesuai faktor pembatas retensi hara dan media perakaran (S2e) dengan luas 674.880 ha (24,8%) tersebar di seluruh Kecamatan. Penyebaran terbesar terdapat di Kecamatan Anggana dengan luas 163.070,4 ha, sedangkan yang terkecil berada di Kecamatan Tenggarong yaitu 765,9 ha. Kelas kesesuaian sesuai marginal dengan faktor pembatas bahaya erosi (S3e) seluas 1.609.143 ha (59%) tersebar di seluruh Kecamatan. Penyebaran terbesar terdapat di Kecamatan Tabang dengan luas 659.583,3 ha, sedangkan yang terkecil berada di Kecamatan Sanga-Sanga yaitu 8.398,3 ha. 5.4 Usaha Perhaikan Kualitas Lahan Usaha perbaikan kualitas lahan disusun berdasarkan pada faktor pembatas dan potensi lahan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Faktor
pembatas terdiri atas tingkat bahaya erosi (lereng), media perakaran (drainase), dan retensi hara (pH tanah). Faktor pembatas tersebut dapat berpengamb terhadap tingkat produkrivitas tanaman padi sawah dan gogo. Suharta (2007) menyatakan bahwa sebuah sistem lahan yang sama aka0 mencerminkan kesamaan poteusi serta faktor-faktor pemhatasnya di mana pun sistem lahan tersebut dijumpai. Lebih lanjut, Hardjowigeno dan Widiahnaka (2007) menyatakan bahwa untuk menentukan jenis usaha perbaikan yang dapat dilakukan, m a k ~ hams diperhatikan karakteristik lahan yang tergabung dalam masing-masing kualitas lahan. Lahan secara alami mempunyai kualitas lahan yang rendah (aktual) dapat diperbaiki meojadi kualitas lahan yang lebih tinggi (potensial) dengan menggunakan teknologi. Namun demikian tidak semua kualitas atau karakteristik lahan dapat diperbaiki dengan teknologi yang ada pada saat hi, atau diperlukan tingkat pengelolaan yang tinggi untuk dapat memperbaikmya (Syaifuddin et al. 2008). Lahan dengan faktor pembatas (penghambat) media perakaran yang disebabkan oleh bwuknya drainase dapat dilakukan usaha perbaikan, salah satunya ialah dengan pembnatan saiuran drainase yang sesnai dengan kondisi lahan setempat. Untuk faktor penghambat hahaya erosi, usaha perbaikan kualitas lahan yang dapat dilakukan ialah pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan penanaman penutupan lahan. Sedangkan untuk lahan yang mempunyai faktor penghambat retensi ham (pH), usaha perbaikan yang dapat dilakukan salah satunya ialah dengan pengapwan.
1I II
PETAKESESUAIAN PEDO AGROKLIMAT TANAMAN PAD1 SAWAH
1
KAB. KUTAl KARTANEGARA
K E L A S KESESUAIAN LAHAN : (Ttdak sesuel pada rast in, dengan fDMoi PBmbaleS bahays eiosl] N2e (Tldak SBSUeI unluk solamenye dsngsn laktor pembelos bshoya srosi)
II
(Tidak 505U98 Unluk 9rJlamanya dengan fakloi psmbsto~bahsys srosl d m i e t s n ~ lharal
I
PembataB bah3ya OmSi dan rnsdla perakarsn)
I I--
L A I N -LAIN :
--- -
1lEF"+
Brtns Kecarnrtan
SUMBER DATA : tiAL.lrll:lj,ll
Gambar 17 Peta kesesuaian pedo-agoklimat Padi Sawah Kabupaten Kutai Kartanegara
Ail.lljCO
PETA KESESUAIAN PEDO AGROKLIMAT TANAMAN PAD1 GOGO KAB. KUTAl KARTANEGARA
6
30
30 Km
Skols i , 1.0al.ODO
LEOENDA KELAS KESESUAIAN LAHAN :
*
ban
rnsaie p s r s b r e n )
S21r ICUkUP 585UDI dengsn feklor pembetes retsnsi hsro den msdln PBrBkOrOnI
,-- 5 3 0 > ,-' (sssuel rnag~nsldsngon psmbatss bahsyo amsl)
-A**
LAIN -LAIN : .... .... . 88185 KBCBmB1.n
Gambar 18 Peta kesesuaian pedo-agroklimat Padi Gogo Kabupaten Kutai Kartanegara
teaor