KESESUAIAN LAHAN UNTUK POTENSI PERMUKIMAN KABUPATEN REMBANG
Disusun oleh :
A Sediyo Adi Nugraha Moh. Fadhih Al Wahidy
PROGRAM DIPLOMA SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya selalu membutuhkan lahan untuk kepentingan yang berhubungan dengan penggunaannya. Secara geografis, lahan didefinisikan sebagai suatu wilayah tertentu di atas permukaan bumi, khususnya meliputi semua benda penyusun biosfer yang dapat dianggap bersifat tetap atau siklis berada di atas dan di bawah wilayah tersebut meliputi atmosfer, tanah, dan batuan induk, topografi air, tumbuh-tumbuhan, dan binatang serta akibat-akibat dari aktivitas manusia di masa lalu maupun sekarang, yang semuanya mempunyai pengaruh nyata atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa sekarang dan yang akan datang. Definisi
tersebut
menunjukkan
bahwa
lahan
merupakan
sumberdaya alam yang sangat vital, karena masyarakat membutuhkan lahan sebagai tempat kegiatan hidup demi kelangsungan hidupnya dari waktu ke waktu. Lahan disebut sebagai suatu sumberdaya karena lahan ini termasuk sebagai suatu benda atau sifat (keadaan) yang dapat dihargai bilamana produksinya, prosesnya, dan penggunaannya dapat dipahami (Spencer dan Thomas, 2000). Sebagai suatu sumberdaya yang penting, penggunaan lahan sangat perlu diperhatikan. Mengenai penggunaan lahan perlu kiranya membedakan antara penggunaan lahan (land use) dengan istilah penutup lahan (land cover), karena seringkali kedua hal tersebut menjadi rancu dalam perbedaannya. Land cover berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi (pohon, danau, bangunan), jika kita menggunakan data penginderaan jauh mudah untuk dapat dikenali secara langsung. Sedangkan land use berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (sebidang lahan di daerah perkotaan yang dapat digunakan sebagai lahan permukiman, perkantoran, atau lainnya) yang dalam data penginderaan jauh tidak selalu
2
dapat dikenali secara langsung. Agar lebih jelas akan dipaparkan beberapa definisi dari penggunaan lahan sebagai berikut : o
Penggunaan lahan oleh manusia demi kehidupan dan kesuksesannya atau penggunaan lingkungan alam oleh manusia untuk mencukupi kebutuhankebutuhan tertentu.
o
Interaksi antara manusia dan lingkungannya, fokus lingkungannya adalah lahan dimana sikap dan kebijakan manusia terhadap lahan akan menentukan
langkah-langkahnya,
sehingga
langkah
ini
akan
meninggalkan bekas di atas lahan yang selanjutnya disebut sebagai “land use”. Dalam hal penggunaan lahan bukan saja penggunaan lahan permukaan bumi di daratan, akan tetapi juga mengenai penggunaan permukaan bumi di lautan. Selain unsur-unsur alam seperti tubuh tanah, air, iklim, kegiatan manusia sangat penting untuk dikaji dalam hal kehidupan sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial masyarakat. Sehingga dalam mempelajari penggunaan lahan, sumber daya alam dan sumber daya manusia sangat diperlukan. Dengan demikian seseorang harus menentukan pilihan yang terbaik dan menentukan keputusan dalam menggunakan lahan untuk maksud tertentu dengan berbagai keterangan informasi, misalnya untuk pembangunan area permukiman, dalam hal ini maka perlu dilakukan pencarian informasi dengan menggunakan beberapa/berbagai variabel untuk dijadikan sebagai parameter dalam pemanfaatan lahan yaitu untuk pembangunan permukiman tersebut.
1.2. Tujuan 1. Melatih mahasiswa dalam menyajikan data-data, baik data primer maupun data sekunder. 2. Melatih ketrampilan mahasiswa dalam
pengolahan/pemanfaatan suatu
data peta untuk menghasilkan informasi penting terhadap suatu lahan.
3
3. Melatih ketrampilan mahasiswa untuk dapat memanfaatkan data hasil Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai variabel Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman. 4. Melatih ketrampilan mahasiswa untuk menyajikan peta kesesuian lahan permukiman dengan menggunakan beberapa metode analisis dalam Sistem Informasi Geografis (SIG). 5. Membuat peta kesesuaian lahan untuk potensi permukiman Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah.
1.3. Manfaat 1.3.1. Ilmiah 1
Sebagai dasar pertimbangan dalam penelitian sejenis atau sebagai bahan rujukan dalam pembuatan peta kesesuaian lahan permukiman.
2
Hasil tugas Aplikasi Sistem Informasi Geografi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidang keilmuan dan tambahan pustaka khususnya mengenai pembuatan peta kesesuaian lahan permukiman berdasarkan data peta yang ada.
1.3.2. Praktis. 1. Mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk potensi permukiman di Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah. 2. Mengetahui berbagai jenis variabel atau faktor penentu untuk dijadikan atau digunakan dalam mengetahui kesesuaian lahan untuk aplikasi tertentu, khususnya untuk potensi permukiman. 3. Sebagai bahan monitoring perkembangan area penggunaan lahan.
4
BAB II DASAR TEORI
2.1. Evaluasi, Kesesuaian dan Klasifikasi Kesesuaian Lahan 2.1.1. Konsep evaluasi dan kesesuaian lahan Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman
yang dievaluasi.
Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian
yang
produktivitasnya
kurang
memuaskan
tetapi
masih
memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai.
2.1.2. Klasifikasi kesesuaian lahan Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable).
5
Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan, kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N). Kelas S1 Sangat sesuai : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata. Kelas S2 Cukup sesuai : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan factor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri. Kelas S3 Sesuai marginal : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi factor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta. Kelas N Lahan yang tidak sesuai karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi. Subkelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan (sifat sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang
6
menjadi faktor pembatas terberat, misal Subkelas S3rc, sesuai marginal dengan pembatas kondisi perakaran (rc=rooting condition). Unit adalah keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang
didasarkan
pada
sifat
tambahan
yang
berpengaruh
dalam
pengelolaannya. Contoh kelas S3rc1 dan S3rc2, keduanya mempunyai kelas dan subkelas yang sama dengan faktor penghambat sama yaitu kondisi perakaran terutama factor kedalaman efektif tanah, yang dibedakan ke dalam unit 1 dan unit 2. Unit 1 kedalaman efektif sedang (50-75 cm), dan Unit 2 kedalaman efektif dangkal (<50 cm). Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan.
2.2. Kualitas dan Karakteristik lahan Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau Attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976). Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan diberikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan menurut Djaenudin (2003). et al. Kualitas Lahan
Karakteristik Lahan
Temperatur (tc)
Temperatur rata-rata (ºC)
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm), Kelembaban (%), Lamanya bulan kering (bln)
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
Keadaan media perakaran (rc)
Tekstur, Bahan kasar (%), Kedalaman tanah (cm)
Gambut
Kedalaman (cm), Kedalaman (cm) jika ada sisipan bahan mineral/pengkayaan, kematangan
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol/kg), Kejenuhan basa (%), pH H2O C-organik (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%), Bahaya erosi
7
Lanjutan Kualitas Lahan
Karakteristik Lahan
Bahaya banjir (fh)
Genangan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan permukaan (%), Singkapan batuan (%)
Karakteristik lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor utama, yaitu topografi, tanah dan iklim. Karakteristik lahan tersebut (terutama topografi dan tanah) merupakan unsur pembentuk satuan peta tanah. 2.2.1. Topografi Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Relief berkaitan terhadap faktor ketinggian tempat yang dapat menjadi persyaratan dalam potensi permukiman. Relief dan kelas lereng disajikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Bentuk Wilayah dan Kelas Lereng No.
Relief
Lereng (%)
1
Datar
<3
2
Berombak/agak Landai
3–8
3
Bergelombang/Landai
8 – 15
4
Berbukit
15 – 30
5
Bergunung
30 – 40
6
Bergunung Curam
40 – 60
7
Bergunung Sangat Curam
> 60
Sumber : Djaenudin (2003). et al. Dalam kaitannya untuk potensi permukiman, kemiringan lereng sangat
penting untuk mengetahui kondisi seberapa besar kemiringan lereng atau relief dari lokasi suatu wilayah di permukaan bumi. Kemiringan lereng itu sendiri juga memiliki pengaruh dalam kondisi drainase dan tingkat erosi tanah. Daerah dengan lereng yang curam memiliki kondisi drainase yang buruk dibandingkan dengan kondisi drainase pada lereng datar. Untuk tingkat bahaya erosi, lereng dengan relief berbukit hingga bergunung curam
8
cenderung mengakibatkan kerawan bencana atau memiliki tingkat bahaya erosi yang tinggi dibandingkan dengan lereng yang datar. Sehingga untuk digunakan dalam pembangunan permukiman menjadi parameter yang tidak cocok atau tidak sesuai, apalagi besarnya lereng > 60% dengan relief bergunung sangat curam maka terjadinya bahaya erosipun lebih tinggi. 2.2.2. Tanah 2.2.2.1. Drainase Tanah Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas drainase tanah disajikan pada Tabel 2.3. Kelas drainase tanah yang sangat sesuai untuk potensi permukiman, berada pada kelas 1 dan 2. Darainase sesuai pada kelas 3 dan 4. Drainase tanah kelas 5, 6 dan 7 kurang hingga sangat tidak sesuai untuk potensi permukiman karena kelas 5, 6 dan 7 lama meloloskan air dan menggenang. Tabel 2.3. Karakteristik kelas drainase tanah untuk evaluasi lahan No.
Kelas
Uraian
Drainase 1
Cepat (excessively drained)
2
Agak Cepat (somewhat excessively drained)
3
Baik (well drained)
4
Agak Baik (moderately well drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian sangat sesuai untuk potensi permukiman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian juga sangat sesuai untuk potensi permukiman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian sesuai untuk potensi permukiman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 100 cm. Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah, tanah basah dekat permukaan. Tanah demikian juga sesuai untuk potensi permukiman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 50 cm.
9
5
Agak Terhambat (somewhat poorly drained)
6
Terhambat (poorly drained)
7
Sangat Terhambat (very poorly drained)
Lanjutan Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian kurang sesuai untuk potensi permukiman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm. Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian tidak sesuai untuk potensi permukiman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan. Tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian sangat tidak sesuai untuk potensi permukiman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.
Sumber : Djaenudin (2003). et al. 2.2.2.2. Tekstur Tekstur merupakan komposisi partikel tanah halus (diameter < 2 mm) yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan seperti disajikan pada Tabel 2.4, atau berdasarkan data hasil analisis di laboratorium dan menggunakan segitiga tekstur seperti disajikan pada Gambar 1. Pengelompokan kelas tekstur adalah: Halus (h)
: Liat berpasir, liat, liat berdebu
Agak halus (ah) : Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu Sedang (s)
: Lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu
Agak kasar (ak) : Lempung berpasir Kasar (k)
: Pasir, pasir berlempung
Sangat halus (sh) : Liat (tipe mineral liat 2:1)
10
Tabel 2.4. Menentukan kelas tekstur di lapangan
Sumber : Djaenudin (2003). et al.
Gambar 1
11
2.2.2.3. Bahan Kasar Bahan kasar adalah persentasi kerikil, kerakal atau batuan pada setiap lapisan tanah, dibedakan menjadi: Sedikit
: < 15 %
Sedang
: 15 - 35 %
Banyak
: 35 - 60 %
Sangat banyak
: > 60 %
2.2.2.4. Kedalaman Tanah Kedalaman tanah, dibedakan menjadi: Sangat dangkal
: < 20 cm
Dangkal
: 20 - 50 cm
Sedang
: 50 - 75 cm
Dalam
: > 75 cm
2.2.2.5. Kedalaman Gambut Ketebalan gambut, dibedakan menjadi: Tipis
: < 60 cm
Sedang
: 60 - 100 cm
Agak tebal
: 100 - 200 cm
Tebal
: 200 - 400 cm
Sangat tebal
: > 400 cm
2.2.2.6. Bahaya Erosi Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh
12
warna gelap karena relative mengandung bahan organik yang lebih tinggi. Tingkat bahaya erosi tersebut disajikan dalam Tabel 2.5. Tabel 2.5. Tingkat bahaya erosi
Sumber : Djaenudin (2003). et al.
2.2.2.7. Bahaya Banjir/Genangan Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X) dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol Fx,y. (dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya banjir) disajikan dalam Tabel 2.6. Tabel 2.6. Kelas bahaya banjir
Sumber : Djaenudin (2003). et al.
13
2.3. Sistem Informasi Geografi 2.3.1. Pengertian GIS/SIG Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis (SIG) diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memangggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya. dan
Komponen utama SIG adalah sistem komputer, data geospatial pengguna, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Komponen Kunci Dalam SIG
Sistem komputer untuk SIG terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan prosedur untuk penyusunan pemasukkan data, pengolahan, analisis, pemodelan (modelling), dan penayangan data geospatial. Sumber-sumber data geospatial adalah peta digital, foto udara, citra satelit, tabel statistik dan dokumen lain yang berhubungan. Data geospatial dibedakan menjadi data grafis (atau disebut juga data geometris) dan data atribut (data tematik). Lihat Gambar 3. Data grafis mempunyai tiga elemen: titik (node), garis (arc), dan luasan (polygon) dalam
14
bentuk vektor maupun raster yang mewakili geometri topologi, ukuran, bentuk, posisi, dan arah.
Gambar 3. Konsep Data Geospatial
Fungsi pengguna adalah untuk memilih informasi yang diperlukan, membuat standar, membuat jadwal pemutakhiran (updating) yang efisien, menganalisis hasil yang dikeluarkan untuk kegunaan yang diinginkan dan merencanakan aplikasi.
15
2.3.2. Cakupan Aplikasi SIG Cakupan utama Aplikasi SIG menurut Pro. Shunji Murai (2008) dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori. 1. Pengelolaan Fasilitas Peta skala besar dan akurat, dan analisis jaringan (network analysis) digunakan untuk pengelolaan utilitas kota. AM/FM biasanya digunakan pada tujuan ini. 2. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Untuk tujuan ini digunakan peta skala menengah dan kecil, dan teknik tumpang tindih (overlay) digabungkan dengan foto udara dan citra satelit untuk analisis dampak lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam. 3. Jaringan Jalan Untuk fungsi jaringan jalan digunakan peta skala besar dan menengah, dan analisis keruangan yang digunakan untuk rute kendaraan, lokasi perumahan dan jalan, dll. 4. Perencanaan dan Rekayasa Digunakan peta skala besar dan menengah, dan model rekayasa untuk perencanaan sipil. 5. Sistem Informasi Lahan Digunakan peta kadastral skala besar atau peta persil tanah, dan analisis keruangan untuk informasi kadastral, pajak, dll.
Tabel 2.7. Cakupan utama aplikasi SIG
16
BAB III METODE PENELITIAN
Pengolahan/pemanfaatan data peta dilakukan dengan georeferencing peta atau menentukan koordinat untuk mendapatkan informasi data sesuai dengan keberadaan di lapangan. Data yang telah di- georeferencing kemudian didigitasi on screen dan diolah hingga menghasilkan data baru yang dibutuhkan. Pengolahan data tersebut dilakukan dengan menggunakan metode analisis dalam software ArcGIS. Metode analisis yang dilakukan ialah analisis buffer, serta overlay data. Setelah analisis tersebut dilakukan, terdapat sebuah langkah penting yang harus dilakukan yaitu penentuan tingkat kesesuaian lahan menggunakan metode parametrik berupa pengharkatan (scoring). Hasil scoring berupa klasifikasi kelas lahan pada masing-masing variabel yang digunakan untuk mendapatkan nilai kecocokan/kesesuaian lahan. Data yang telah diklasifikasi dapat direpresentasikan menjdi data baru yang menarik yang dapat digunakan untuk penggunaan lahan tertentu. Aplikasi yang digunakan ialah untuk potensi permukiman Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah.
3.1. Deskripsi Daerah Penelitian 3.1.1. Kondisi Geografis Kabupaten Rembang Kabupaten Rembang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Rembang yang merupakan suatu wilayah yang membujur di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa yang secara astronomis terletak pada 111°00’ - 111°30’ BT dan 6°30’ - 7°60’ LS. Kabupaten ini berbatasan dengan Teluk Rembang (Laut Jawa) di utara, Kabupaten Tuban (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Blora di selatan, serta Kabupaten Pati di barat. Selain itu Kabupaten Rembang memiliki luas kurang lebih 103.109 ha atau kurang lebih 1.031,09 Km2. Rembang berada di jalur pantura timur Jawa Tengah, berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Timur, sehingga menjadi gerbang sebelah timur Provinsi Jawa Tengah di sebelah timur. Daerah perbatasan dengan Jawa
17
Timur (seperti di Kecamatan Sarang, memiliki kode telepon yang sama dengan Tuban (Jawa Timur). Bagian selatan wilayah Kabupaten Rembang merupakan daerah perbukitan, bagian dari Pegunungan Kapur Utara, dengan puncaknya Gunung Butak (679 meter). Sebagian wilayah utara, terdapat perbukitan dengan puncaknya Gunung Lasem (ketinggian 806 meter). Kawasan tersebut kini dilindungi dalam Cagar Alam Gunung Celering. 3.1.2. Pembagian Administratif Kabupaten Rembang Kabupaten Rembang terdiri atas 14 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Rembang. 3.1.3. Bentuklahan dan Karakteristik Lingkungan Secara regional Kabupaten Rembang merupakan zona Utara Pulau Jawa. Zona ini dicirikan oleh topografi bergelombang hingga berbukit dengan struktur geologi lipatan. Perbukitan Rembang ini merupakan bagian Barat dari perbukitan kapur utara yang membentang hingga Kepulauan Madura (Pannecoek, 1949). Proses-proses geomorfologi yang bekerja di daerah ini selanjutnya telah merubah konfigurasi permukaan membentuk berbagai bentuklahan sesuai dengan intensitas dan macam proses yang bekerja. Dengan demikian Perbukitan Rembang tidak lagi hanya berupa perbukitan struktural. Menurut klasifikasi yang dikemukakan oleh Verstappen (1975), secara genesis bentuklahan di Kabupaten rembang dapat dibedakan menjadi bentuklahan asal struktural, fluvial, marin, dan bentuklahan asal vulkanik. Berikut ini diuraikan keempat bentuklahan yang ada di Kabupaten Rembang. Dalam setiap bentuklahan tersebut juga diuraikan kondisi lingkungan yang berpotensi terhadap permukiman, yaitu topografi, litologi, jenis tanah, dan penggunaan lahan.
18
3.1.3.1. Bentuklahan asal Struktural Suatu bentuklahan dikatakan bentuklahan struktural apabila bentuklahan tersebut masih menunjukkan struktur geologi tertentu. Dalam hal ini bentuklahan asal struktural yang ada di Kabupaten Rembang adalah Perbukitan Lipatan Terdenudesi. Proses geomorfologi yang dominan bekerja saat ini adalah agradasi, yaitu proses-proses yang cenderung menurunkan permukaan bumi meliputi proses erosi (erosion) dan gerak massa batuan (mass wasting). Di beberapa tempat yang berupa lembah antar perbukitan terjadi pengendapan. Bentuklahan struktural di kabupaten Rembang membentang dari Barat ke Timur, menempati hamper setengah dari wilayah Kabupaten Rembang bagian Selatan. Bentuklahan ini meliputi Kecamatan Sumber, Sulang, Gunem, Sale, Pamotan bagian Selatan, dan Kecamatan Sedan bagian Selatan. a. Topografi Topografi
bergelombang
hingga
berbukit
dengan
kemiringan lereng 15% hingga 40%. Ketinggian dari muka laut berkisar antara 63 meter di kaki perbukitan hingga 599 meter (Gunung Butak). b. Litologi Litologi di Perbukitan Lipatan Terdenudesi menurut Said (1988) ini terdiri dari perselingan antara batu pasir tufaan, batu gamping, dan lempung (Formasi Kerek); perselingan antara batu gamping pasiran dan batu pasir gampingan dengan sisipan napal (Formasi Ledok); dan batu gamping pasiran dengan sisipan napal dan napal pasiran (Anggota Klitik dan kapung Formasi Kalibeng, Formasi Selorejo, Formasi Bulu, dan Formasi Prupuh). Struktur geologi yang berkembang di bentuklahan ini adalah lipatan. Strike secara umum berarah Barat Timur. c. Jenis Tanah Tanah yang berkembang di bentuklahan Perbukitan Lipatan Terdenudesi adalah Mediteran Merah Kuning dan Grumosol. Tanah Mediteran merah-kuning adalah termasuk dalam jenis tanah Merah, dan sering disebut dengan nama tanah Mediteran. Kedalaman tanah > 90 cm.
19
Tekstur tanah geluh-lempungan dengan struktur gumpal (lemah kuat) dan konsistensi gembur-teguh. Sedangkan ciri yang lain yaitu pH 5,5 – 8,0 dan terdapatnya selaput lempung pada horison B. Tanah Mediteran mearh-kuning selanjutnya dapat dibedakan atas dua macam. Tanah Grumosol merupakan tanah lempung berwarna kelam yang bersifat fisik berat, mempunyai ciri-ciri: tekstur lempung dalam bentuk yang mencirikan, tanpa horison eluvial dan iluvial, struktur lapisan atas granuler, sering berbentuk seperti bunga kubis, lapisan bawah gumpal atau pejal, mengandung kapur, koefisien expansi (pemuaian) dan kontraksi (pengkerutan) tinggi jika jika dirubah kadar airnya, seringkali mikroreliefnya gilgai (peninggian-peninggian setempat yang teratur), konsistensi luar biasa liat (extremely plastic), bahan induk berkapur dan berlempung sehingga kedap air (impermeable), dalam solum rata-rata 75 cm, dan berwarna kelam atau chroma kecil. Kandungan bahan organik dari tanah jenis ini 1,5 – 4%. Mengenai kandungan basanya, tanah ini banyak mengandung Ca dan Mg tinggi, bahkan dalam beberapa keadaan dapat pula terbentuk konkresi kapur dan akumulasi kapur lunak membentuk lapisan kapur yang dapat mencapai tebal satu meter. Konkresi besi kadang-kadang juga terdapat dalam profil tanah. d. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di bentuklahan Perbukitan Lipatan terdenudesi meliputi permukiman, sawah, tegalan, hutan. Hutan menempati wilayah terluas. Tegalan pada umumnya menempati daerah lereng-lereng operbukitan. Sawah menempati lembah-lembah perbukitan, dalam hal ini berupa sawah tadah hujan. Permukiman menempati lereng kaki perbukitan. Kepadatan penduduk yang berada di bentuklahan Perbukitan Lipatan Terdenudesi ± 267 hingga 495 jiwa/km2. 3.1.3.2. Bentuklahan asal Marin Bentuklahan ini terbentuk dari proses pengendapan oleh gelombang. Dalam hal ini bentuklahan asal marin yang ada di Kabupaten Rembang adalah Dataran Aluvial Pantai. Bentuklahan asal marin menempati
20
wilayah bagian Utara sepanjang Pantai Utara. Lebar bentuklahan asal marin berkisar antara 50 meter di daerah lereng Gunung Lasem hingga 2.500 meter di dekat perbatasan dengan Kabupaten Pati. Bentuklahan ini meliputi bagian Utara dari Kecamatan Kaliori, Rembang, Lasem, Sluke, Kragan, dan Sarang. a. Topografi Topografi berupa dataran dengan kemiringan lereng < 5% dan tinggi tempat < 3 meter dari permukaan laut. e. Litologi Litologi berupa endapan aluvium (pasir, debu, dan lempung). Kadang-kadang ditemukan rumah-rumah karang sisa binatang laut. Material ini berasal baik dari hasil abrasi gelombang laut, sisa-sisa binatang laut, dan endapan yang terbawa sungai ke muara yang mengalami kerja ulang oleh gelombang. f. Jenis Tanah Tanah yang berkembang di bentuklahan ini adalah Regosol. Jenis tanah regosol pada umumnya belum jelas membentuk diferensiasi horison, meskipun pada tanah regosol tua horison sudah mulai terbentuk, yaitu horison A1, berwarna kelabu, mengandung bahan yang belum atau masih baru mengalami pelapukan. Tekstur tanah kasar, struktur remah, konsistensi lepas-gembur, pH 7 – 7,5. Makin tua umur tanah, struktur dan konsistensinya makin padat sehingga seringkali membentuk padas dengan drainase dan porositas yang terhambat. Umumnya jenis tanah ini belum membentuk agregat sehingga peka terhadap erosi. g. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan yang dominan di bentuklahan Dataran Aluvial Pantai adalah permukiman dan tambak. Permukiman berkembang di daerah ini karena di sepanjang pantai Utara Kabupaten Rembang merupakan jalur jalan Semarang–Surabaya. Wilayah ini merupakan wilayah terpadat dengan kepadatan tertinggi di kota Rembang mencapai 1.625 jiwa/km2. Tambak pada umumnya terdapat di sebelah Utara Jalan, hanya beberapa
21
tempat yang sampai di sebelah Selatan Jalan, yaitu di Tanjung Karangpandan, desa Tritunggal, dan desa Tanjungan.
3.1.3.3. Bentuklahan asal Fluvial Bentuklahan ini terbentuk oleh pengendapan hasil erosi oleh air. Dalam hal ini bentuklahan asal fluvial adalah dataran aluvial. Bentuklahan asal fluvial tersebar di sebelah Selatan bentuklahan asal marin. Lebar dari bentuklahan asal aluvial berkisar antara 2 km hingga terluas mencapai 7 km di sebelah Barat dekat perbatasan dengan Kabupaten Pati. Bentuklahan asal aluvial mencakup bagian Selatan dari Kecamatan Kaliori, Rembang, Lasem, Sluke, Kragan, dan Sarang. a. Topografi Topografi berupa dataran dengan kemiringan lereng 0 – 3%. Tinggi tempat berkisar antara 3 hingga 55 meter dari permukaan laut. b. Litologi Litologi bentuklahan Dataran Aluvial berupa endapan alluvium, yaitu berupa pasir, debu, lempung, dan kerakal hasil endapan sungai. c. Jenis Tanah Tanah yang berkembang di bentuklahan ini adalah tanah Aluvial. Jenis tanah ini terbentuk pada daerah yang sering atau baru saja mengalami banjir, sehingga dapat dianggap masih muda dan belum ada diferensiasi horison. Memberikan ciri morfologi berlapis-lapis atau berupa lembaran-lembaran yang bukan merupakan horizon karena bukan hasil dari perkembangan tanah. Tekstur tanah aluvial sangat beragam. d. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan yang dominan di bentuklahan Dataran Aluvial adalah sawah. Di beberapa tempat terutama di dekat jalan, penggunaan lahannya berupa permukiman dan kawasan terbangun lainnya.
22
3.1.3.4. Bentuklahan asal Vulkanik Bentuklahan ini terbentuk dari proses vulkanisme, yaitu keluarnya magma ke permukaan bumi. Dalam hal ini bentuklahan asal vulkanik yang ada di Kabupaten Rembang adalah Kerucut Vulkan dan Lereng Vulkan. Bentuklahan asal vulkanik membentuk tanjung. Bentuklahan ini menempati wilayah bagian Utara–Tengah Kabupaten Rembang, yaitu meliputi sebagian Kecamatan Sluke, Lasem, Pancur, Sedan, dan Kecamatan Kragan. a. Topografi Topografi bentuklahan ini berbukit hingga bergunung dengan kemiringan lereng > 45%. Ketinggian berkisar antara 15 meter hingga 860 meter di atas permukaan laut. b. Litologi Litologi yang menyusun bentuklahan ini adalah aliran lava Andesit hingga Basalt. c. Jenis Tanah Tanah yang berkembang di bentuklahan ini adalah Regosol. Tanah ini belum berkembang, solum tanah sangat dangkal (< 10 cm). Selain tanah Regosol juga berkembang tanah Andosol. Tanah Andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat sarang (very porous), mengandung bahan organik dan lempung (clay) tipe amorf, terutama alofan (allophone) serta sedikit silica, alumina atau hidroxida-besi. Tanah ini mempunyai horison A1 yang tebal berwarna kelam, coklat sampai hitam, sangat porus, sangat gembur, tak liat (non-plastic), tak lekat (non-sticky), struktur remah atau granuler, terasa berminyak (smeary) karena mengandung bahan organik antara 8% sampai 30% dengan pH 4, 5 – 6. Pada horison B2 berwarna kuning sampai coklat, tekstur sedang, struktur gumpal dengan granulasi yang tak pulih, mengandung bahan organik antara 2% – 8% dengan kapasitas pengikat air tinggi. Permeabilitas sangat tinggi karena mengandung banyak makropori.
23
d. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan dominan yang ada di bentuklahan Kerucut dan Lereng Vulkan adalah tegalan dan hutan, selain penggunaan lahan tersebut juga terdapat permukiman. Secara lebih ringkas karakteristik bentuklahan dan lingkungannya di Kabupaten Rembang ditunjukkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Karakteristik Bentuklahan dan Lingkungannya di Kabupaten Rembang Bentuklahan
Topografi
Litologi
Proses
Tanah
Perbukitan Lipatan Terdenudesi
Bergelombang– Berbukit, lereng 15 hingga 40%, tinggi 63–599 m dpal
Denudesional
Dataran Aluvial
Dataran, lereng 0–3%, tinggi 3– 55 m dpal
Batupasir tufan, batugamping lempung, napal, napal pasiran, batugamping pasiran Aluvium (lempung, pasir, kerakal) hasil endapan sungai
Dataran Aluvial Pantai
Dataran, lereng 0–2%, tinggi 0– 3 m dpal
Aluvium (lempung, pasir, kerakal) hasil endapan pantai
Pengendapan (Marin)
Mediteran merah– kuning dan Grumosol, tekstur lempungan, solum sedang Tanah aluvial, tekstur debuan hingga lempungan Regosol, tekstur pasiran
Berbukit– Bergunung, lereng >45%, tinggi 15–860 m dpal
Aliran lava dan piroklastik andesitis hingga basaltis
Vulkanisme dan Denudesional
Kerucut Lereng Vulkan
dan
Sumber : Hasil analisis peta dan citra
24
Pengendapan (Fluvial)
Regosol dan Andosol, tekstur pasiran
Penggunaan Lahan Sebagian besar hutan dan tegalan, kepadatan penduduk 267–495 jiwa/km2 Sebagian besar sawah dan permukiman
Sebagian besar tambak dan permukiman, kepadatan penduduk mencapai 1.625 jiwa/km2 Sebagian besar hutan dan tegalan, kepadatan penduduk < 350 jiwa/km2
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat 1. Perangkat keras komputer 2. Perangkat lunak ArcGIS 9.x 3.2.2. Bahan 1. Peta Jaringan Jalan Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah Skala 1 : 200.000 2. Peta Administrasi Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah Skala 1 : 200.000 3. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah Skala 1 : 200.000 4. Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah Skala 1 : 200.000 5. Peta Geologi Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah Skala 1 : 200.000
3.3. Langkah Kerja 1. Mencari atau menentukan data peta sebagai data untuk proses penelitian. 2. Melakukan georeferencing peta untuk menentukan koordinat yang berisi berbagai informasi lahan untuk potensi permukiman. 3. Melakukan digitasi peta yang berisi berbagai informasi lahan untuk potensi permukiman. 4. Membuat peta dengan beberapa jenis kenampakan/obyek hasil koreksi (georeferencing) antara lain: peta jaringan jalan, peta penggunaan lahan, peta kemiringan lereng, peta geologi dan peta bentuklahan yang nantinya diturunkan menjadi peta bentuklahan dan peta tanah untuk didapatkan informasi tekstur tanah, kembang kerut tanah, serta drainase tanah. 5. Membuat peta kesesuaian lahan untuk potensi permukiman.
25
3.4. Tahapan Penelitian 3.4.1. Tahap Persiapan 1. Melakukan
pencarian
data
atau
bahan
pada
beberapa
Instansi/Lembaga Pemerintah Kabupaten Rembang. 2. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam pengolahan data seperti menyiapkan data peta serta software pendukung pengolah data tersebut.
3.4.2. Tahap Pengumpulan Data Pengumpulan
data-data
dan
informasi
dari
Instansi/Lembaga
Pemerintah Kabupaten Rembang dan literatur yang diperlukan tentang pembuatan peta kesesuaian lahan untuk potensi permukiman.
3.4.3. Tahap Pengolahan Data 3.4.3.1. Menggunakan Software ArcGIS 1. Melakukan (georeferencing) data peta untuk menentukan koordinat dengan menggunakan tool Add Control Points . 2. Membuat peta dengan cara digitasi on screen menggunakan tool Pencil atau Sketch Tool
dengan terlebih dahulu
mengaktifkan Start Editing pada menu Editor. Digitasi peta dilakukan pada berbagai informasi obyek atau lahan seperti peta jaringan jalan, peta penggunaan lahan, peta kemiringan lereng, peta geologi untuk diturunkan menjadi peta bentuklahan dan peta tanah agar didapatkan informasi data tekstur tanah, kembang kerut tanah, serta drainase tanah. 3.4.3.2. Buffer Data yang telah didigitasi berupa peta jaringan jalan dilakukan proses buffer menggunakan Analyst tools berupa Proximity– Buffer melalui ArcToolbox
26
pada software ArcGIS untuk
mengetahui atau mendapatkan informasi data jarak terhadap jalan utama.
3.4.3.3. Editing (Topology) Proses ini merupakan hal yang penting dan perlu dilakukan dalam proses input data (digitasi) agar data yang telah selesai di digitasi dapat lebih baik dan dapat meminimalisir kesalahan sewaktu melakukan digitasi. Selain itu juga editing yang dilakukan ini dengan membangun sebuah Topologi yang terdapat pada software ArcGIS 9.x didalam ArcCatalog dan menggunakan beberapa tipe kesalahan seperti; Must Not Overlap, Must Not Intersect, dan Must Not Have Gaps. Sehingga nantinya akan muncul dimana saja letak kesalahan dari proses input data yang telah dilakukan.
3.4.3.4. Pengharkatan (Scoring) 1. Melakukan pengharkatan (scoring) terhadap parameter lahan
yang
dianggap
berpengaruh
terhadap
pemilihan/penentuan lokasi permukiman. 2. Parameter lahan yang digunakan masing-masing terdiri dari beberapa kelas yang memiliki harkat tertentu.
27
3. Penentuan kelas kesesuaian lahan permukiman ditentukan berdasarkan hasil dari proses pengharkatan yang kemudian dikelaskan berdasarkan tingkat kesesuaiannya.
3.4.3.5. Overlay Data
yang
telah
mengalami
pengharkatan
dan
menggunakan
Analyst
ArcToolbox
proses tools
proses
buffer
analisis
kemudian
berupa
Intersect
seperti dioverlay melalui
pada software ArcGIS untuk mendapatkan
informasi data tentang kesesuaian lahan untuk potensi permukiman dengan penggabungan atau penggunaan beberapa data yang ada yang telah mengalami pengolahan data di atas.
3.4.4. Tahap Penyelesaian 1. Membuat peta kesesuaian lahan untuk potensi permukiman Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah dari proses overlay data. 2. Merepresentasikan peta kesesuaian lahan untuk potensi permukiman sesuai dengan kaidah kartografi. 3. Membuat evaluasi hasil dan pembahasan serta kesimpulan.
3.5. Parameter Kesesuain Lahan Kemiringan Lereng Kemiringan lereng adalah kenampakan medan berdasarkan beda tinggi permukaan tanah dibandingkan dengan permukaan air laut. Kemiringan lereng suatu daerah terpengaruh pada kesesuaian permukiman, dimana
28
semakin tinggi tingkat kemiringan lereng maka akan semakin jelek pula potensi kesesuaian permukiman dan semakin rendah tingkat kemiringan lereng maka akan semakin baik pengarugnya terhadap pembangunan permukiman. Kemiringan lereng dapat diukur dalam derajat dan presen, yaitu merupakan perbandingan jarak vertikal dan jarak horisontal antara dua titik yang diketahui. Data kemiringan lereng untuk kesesuaian lahan permukiman ini dibagi menjadi 5 kelas kemiringan. Tabel 3.2. Kelas Kemiringan Lereng Kelas
Kemiringan
Harkat
Datar
0-8 %
5
Landai
8-15 %
4
Miring
15-25 %
3
Curam
25-45 %
2
Terjal
> 45 %
1
Sumber : Pengolahan Data dalam Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Rembang.
Drainase Tanah Drainase tanah merupakan kecepatan berpindahnya air dari sub-bidang tanah yang berupa limpasan permukaan, maupun sebagain peresapan air ke dalam tanah. Drainase yang digunakan adalah drainase luar/permukaan, yang umumnya dinilai berdasarkan pendekatan bentuklahan, kemiringan lereng, dan penggunaan lahan. Drainase permukaan berfungsi untuk menampung air dan mengalirkan air hujan yang jatuh disuatu daerah tertentu sehingga air yang jatuh tidak sempat untuk ter-akumulasi menjadi genangan atau banjir. Tabel 3.3. Kelas Drainase Tanah Kelas
Drainase Permukaan Tanah
Sangat Baik
Lahan kering, pengaliran sangat cepat
5
Baik
Lahan dengan pengaliran sangat cepat setelah
4
turun hujan
29
Harkat
Lanjutan Sedang
Lahan dengan pengaliran sedang, sedikit
3
terpengaruh fluktuasi tanah Jelek
Lahan dengan pengaliran lambat, terpengaruh
2
oleh fluktuasi air tanah Sumber : Ortiz (1977 dalam Prapto Suharsono 1984) dengan perubahan.
Jarak (Aksesibilits) Terhadap Jalan Utama Jarak terhadap jalan utama juga merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman. Jalan utama adalah jalan yng berfungsi sebagai penghubung antara wilayah suatu daerah menuju ke luar wilayah tersebut sebagai penghubung menuju pusat kota dan daerah-daerah yang lain. Data jarak dan jalan utama dapat di sadap pada peta administrasi dan jaringan jalan. Tabel 3.4. Kelas Jarak terhadap Jalan Utama Kelas
Jarak (m)
Harkat
Sangat Baik
0 – 500
5
Baik
500 – 100
4
Sedang
1000 – 1500
3
Jelek
1500 – 2000
2
Sangat Jelek
> 2000
1
Sumber : Klimaszewski (1969) dalam Sutikno (1982) dengan perubahan.
Penggunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan oleh kegiatan manusia di permukaan bumi dengan proses adanya interaksi yang ada yang dilakukan manusia. Penggunaan lahan penting karena melihat segala aspek yang terjadi terhadap lahan yang tidak bersifat statis melainkan dinamis, yang seringkali
ditujukan
pada
perubahan-perubahan
atau
perkembangan
penggunaan lahan baik secara kualitatatif maupun kuantitatif dengan segala faktor yang berpengaruh terhadap lahan. Dalam kaitannya untuk potensi
30
permukiman, sehingga penggunaan lahan menjadi bagian yang penting untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahannya. Tabel 3.5. Kelas Penggunaan Lahan Kelas Sangat Baik
Penggunaan Lahan
Harkat
Lahan berupa semak, lahan kosong dan lahan
5
tidak dimanfaatkan Baik
Lahan pekarangan, kebun campuran, dan
4
sejenisnya Sedang
Lahan pertanian kering berupa tegalan,
3
perkebunan dan semacamnya Jelek
Lahan pertanian berupa sawah non-irigasi dan
2
sejenisnya Sangat Jelek
Sawah irigasi, permukiman, industri, kawasan
1
militer, situs purbakala, fasilitas pendidikan dan jasa Sumber : Malingreau (1982), dengan modifikasi.
Potensi Kembang Kerut Tanah Pengerutan tanah banyak terjadi pada tanah yang bertekstur liat yang banyak menyebabkan
kerusakan
pada
(Jumikis.1962).Techebotarioff
pondasi
(1963,
dalam
bangunan Jukmikis,
yang
ringan
1962)
telah
mengamati beberapa kerusakan dari bangunan yang ditunjukan oleh lantai bagian tengah yang terangkat dan retakan pada tembok yng disebabkan oleh pengembangan dan pengerutan tanah yang banyak mengandung liat motmorillonit. Untuk menghindari adanya kerusakan perlu dibangun pondasi yang lebih dalam atau sampai pada kedalaman batuan. Oleh karena itu kembang kerut tanah cukup penting dalam menentukan kesesuaian lahan permukiman pada suatu daerah dengan jenis tanah bervariasi. Tabel 3.6. Kelas Kembang Kerut Tanah Kelas Tinggi
Kembang Kerut Tanah Tanah banyak mengalami atau terdapat retakan garis
31
Harkat 1
Lanjutan Sedang
Tanah terjadi retakan garis agak
3
banyak/sedang Rendah
Tanah sedikit terjadi retakan garis
5
Sumber :Teknis Evaluasi Lahan dalam Dr. A. Syarifuddin (1993), dengan modifikasi.
Kedalaman Muka Air Tanah Kedalaman muka air tanah merupakan suatu variabel yang menunjukkan informasi tentang tingkat kedalaman muka air tanah yang ada di dalam tanah dimana hal itu disebabkan oleh adanya rembesan air yang masuk ke dalam lapisan tanah. Air tanah ini merupakan sesuatu hal yang penting karena digunakan sebagai sumber utama untuk minum dan lain halnya untuk kebutuhan/kepentingan yang lain. Tabel 3.7. Kelas Kedalaman Muka Air Tanah Kelas
Kedalaman Muka Air Tanah Dangkal (m)
Harkat
Baik
10 - < 15
4
Sedang
15 - < 20
3
< 1,5
1
Sangat Jelek Sumber : FAO (1973), dengan modifikasi.
3.6. Klasifikasi Kesesuain Lahan Klasifikasi kesesuaian lahan ini menggunakan metode kuantitatif berjenjang tertimbang yang dimana dalam metode ini akan menggunakan sebuah faktor penimbang yang digunakan untuk mempertimbangkan keadaan yang terdapat dalam daerah penelitian tersebut. Pemberian nilai pembobot ini disesuaikan dengan pengaruh dari setiap variable yang digunakan. Seperti yang tampak dari tabel dibawah ini. Tabel 3.8. Faktor Penimbang Parameter Permukiman No
Parameter
Penimbang
1.
Kemiringan Lereng
1
2.
Drainase Permukaan
1
3.
Jarak Terhadap Jalan Utama
3
32
Lanjutan 4.
Penggunaan Lahan
3
5.
Potensi Kembang Kerut Tanah
3
6.
Kedalaman Muka Air Tanah
3
Sumber: Suharyadi (1996), dengan Modifikasi.
Dengan melihat faktor penimbang yang ada pada tabel 3.x. diatas maka dapat dilakukan perhitungan nilai harkat menggunakan rumus metode kuantitatif berjenjang tertimbang seperti dibawah ini;
Harkat Total = (Vl * fbl) + (Vd * fbd)+ (Vj * fbj)+(Vp * fbp)+(Vk * fbk)+(Va * fba)
Keterangan: Vl = Variabel lereng Fbl = Faktor penimbang lereng Vd = Variabel drainase Fbd = Faktor penimbang drainase Vj = Variabel jarak jalan Fbj = Faktor penimbang jarak jalan Vp = Variabel penggunan lahan Fbp = Faktor penimbang penggunaan lahan Vk = Variabel kembang kerut tanah Fbk = Faktor penimbang kembang kerut tanah Va = Variabel muka air tanah Fba = Faktor penimbang muka air tanah
Dengan menggunakan rumus tersebut didaptkan nilai harkat tertinggi dan nilai terendah yaitu 64 dan 25 yang kemudian akan dikelaskan menjadi 4 kelas untuk kesesuaian lahan dalam daerah penelitian tersebut seperti tabel dibawah ini: Kelas = 64 – 25 = 9 4
33
Kelas 1 : 25 + 9 = 34 25 – 34 Kelas 2 : 35 + 9 = 44 35 – 44 Kelas 3 : 45 + 9 = 54 45 – 54 Kelas 4 : 55 + 9 = 64 55 – 64
Tabel 3.9. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Potensi Permukiman No Kelas Kesesuaian Lahan
Harkat
Keterangan
1.
55 - 64
Lahan memiliki pembatas ringan
Sangat Sesuai (S1)
bila digunakan untuk permukiman. 2.
Cukup Sesuai (S2)
45 - 54
Lahan memiliki pembatas sedang bila digunakan untuk permukiman.
3.
Sesuai Marginal (S3)
35 - 44
Lahan memiliki pembatas berat bila digunakan untuk permukiman.
4.
Tidak Sesuai (N2)
25 - 34
Lahan dengan pembatas sangat berat dan tidak dapat diatasi dengan biaya yang rasional.
Sumber : Pengolahan Data.
34
3.7. Diagram Alir Penelitian PETA PENGGUNAAN LAHAN
PETA JARINGAN JALAN
PETA GEOLOGI
PETA BENTUKLAHAN
PETA HIDROGEOLOGI
PETA KEMIRINGAN LERENG
PETA TEMATIK HIDROGEOLOGI
PETA TEMATIK KEMIRINGAN LERENG
Digitasi On Screen
PETA TEMATIK PENGGUNAAN LAHAN
PETA JARINGAN JALAN
PETA TEMATIK GEOLOGI
PETA TEMATIK BENTUKLAHAN
Overlay
Buffer
PETA JENIS TANAH
Keterangan : Sumber Proses
PETA JARAK TERHADAP JALAN UTAMA
PETA KEMBANG KERUT TANAH
PETA DRAINASE TANAH
PETA KEDALAMAN MUKA AIR TANAH
Hasil Pengharkatan (Scoring) Editing Overlay
35
PETA KESESUAIAN LAHAN UNTUK POTENSI PERMUKIMAN
BAB IV PEROLEHAN DATA
Data yang dibutuhkan untuk digunakan dalam penyelesaian tugas Aplikasi Sistem Informasi Geografi ini diperoleh dari beberapa Instansi atau Lembaga Pemerintah Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah meliputi : 1. BAPPEDA Kabupaten Rembang, berupa data peta Administrasi, peta Penggunaan Lahan, peta Hidrogeologi dan peta Kemiringan Lereng dengan skala 1 : 200.000. 2. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, berupa peta Jaringan Jalan skala 1 : 200.000. 3. BPN Kabupaten Rembang, berupa peta Geologi skala 1 : 200.000. 4. Laporan Penelitian, Kajian Persebaran Kadar Ion – ion Dominan Dalam Air Tanah pada berbagai bentuklahan di Kabupaten Rembang, berupa peta Bentuklahan skala 1:200.000.
36
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. HASIL Hasil yang diperoleh dalam tugas Aplikasi Sistem Informasi Geografi ini berupa Peta Kesesuaian Lahan untuk Potensi Permukiman Kabupaten Rembang Skala 1 : 200.000. Untuk menyusun Peta Kesesuaian Lahan untuk Potensi Permukiman ini ada beberapa parameter yang digunakan meliputi: peta kemiringan lereng, peta penggunaan lahan, peta drainase tanah, peta kembang kerut tanah, peta kedalaman muka air tanah, dan peta jarak terhadap jalan utama. Sebelum mencapai hasil akhir peta berupa peta kesesuaian lahan untuk potensi permukiman, terdapat beberapa hasil peta yang nantinya dari beberapa peta ini akan mengalami pengolahan data menjadi variabel atau parameter untuk digunakan dalam penentu kesesuaian lahan permukiman.
1. Peta Administrasi Kabupaten Rembang Berdasarkan peta administrasi ini dapat dilihat pembagian wilayah Kecamatan di Kabupaten Rembang, dimana terdapat 14 Kecamatan di Kabupaten Rembang antara lain : Kecamatan Sumber, Bulu, Gunem, Sale, Sarang, Sedan, Pamotan, Sulang, Kaliori, Rembang, Pancur, Kragan, Sluke, dan Kecamatan Lasem. Pada masing-masing Kecamatan dapat diketahui besarnya luas wilayahnya. Wilayah Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Sale dengan luas wilayah 10,7 Ha dan wilayah Kecamatan yang luasnya sempit atau kecil yaitu Sluke dengan luas wilayah 3,8 Ha. Luas wilayah Kecamatan secara keseluruhan sebesar 103.109 Ha atau ± 1.031,09 Km2. Tabel 5.1. Luas Wilayah Kecamatan Kabupaten Rembang No.
Kecamatan
Luas Wilayah (Ha)
1
Sumber
7,7
2
Bulu
10,2
3
Gunem
8,0
4
Sale
10,7
37
Lanjutan 5
Sarang
9,1
6
Sedan
7,9
7
Pamotan
8,2
8
Sulang
8,5
9
Kaliori
6,1
10
Rembang
5,9
11
Pancur
4,9
12
Kragan
6,1
13
Sluke
3,8
14
Lasem
4,5
Luas Total Wilayah
103.109 Ha atau ± 1.031,09 Km2
Sumber : Rembang, dalam angka 2002.
38
Gambar 5.1. Peta Administrasi Kabupaten Rembang
39
2. Peta Jaringan Jalan Kabupaten Rembang Jalan yang ada di Kabupaten Rembang dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelas berdasarkan tingkat peranan dan kewajiban pemeliharaan dari Instansi yang membangun. Klasifikasi jalan menurut tingkat peranannya dikategorikan menjadi jalan Arteri, jalan Kolektor, jalan Lokal, dan jalan Lain. Sedangkan jalan berdasarkan Instansi yang membangun dan kewajiban pemeliharaan jalannya dapat diklasifikasi menjadi jalan Negara, jalan Propinsi, dan jalan Kabupaten. Pada peta dapat dilihat klasifikasinya yang dapat diketahui bahwa jalan Arteri atau jalan Negara terlintas di sebelah Utara pulau Jawa Kabupaten Rembang yang melintas disepanjang wilayah Kecamatan Kaliori dari arah Barat ke arah Timur wilayah Kecamatan Sarang. Untuk jalan Kolektor atau jalan Propinsi yang merupakan jalan antar kabupaten tampak melintas disepanjang wilayah Kecamatan Bulu ke arah Utara pada wilayah Kecamatan Rembang, serta berada di lintasan wilayah Kecamatan Sale yang semakin ke arah Timur akan masuk ke perbatasan wilayah Kabupaten Tuban Propinsi Jawa Timur. Sedangkan untuk jalan Lokal atau jalan Kabupaten dan jalan Lain secara keseluruhan jaringan jalannya berada di tiap-tiap wilayah Kecamatan Kabupaten Rembang. 2.1. Peta Jarak Terhadap Jalan Utama Kabupaten Rembang Peta jarak terhadap jalan utama ini didapatkan dari pengolahan data berupa proses Buffer untuk menghasilkan informasi variabel atau parameter dalam penentu kesesuaian lahan untuk potensi permukiman yaitu Peta Jarak terhadap Jalan Utama Kabupaten Rembang. Pada peta dapat dilihat hasilnya bahwa jalan dengan jarak < 1000 meter mempunyai kelas yang baik yang menunjukkan bahwa semakin dekat jarak tersebut terhadap jalan utama maka semakin sesuai tingkat kesesuaian lahannya dan sebaliknya.
40
Gambar 5.2. Peta Jarak Jalan terhadap Jalan Utama Kabupaten Rembang
41
3. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Rembang Secara kuantitatif pada peta penggunaan lahan di Kabupaten Rembang terdominasi dengan penggunaan lahan persawahan berupa tegalan, kemudian berupa lahan sawah. Penggunaan lahan yang tampak lebih kecil yaitu lahan kosong. Untuk luas penggunaan lahan berdasarkan penggunaan lahan sawah (pertanian) dan penggunaan lahan bukan sawah (non-pertanian) secara garis besar menurut wilayah Kecamatan di Kabupaten Rembang luas area pada lahan sawah yang tampak lebih luas yaitu di wilayah Kecamatan Kaliori dengan luas lahan 3.588 Ha, sedangkan lahan yang tampak lebih kecil luas area lahannya berupa wilayah Kecamatan Sluke dengan luas lahan 1.092 Ha. Kemudian pada lahan bukan sawah yang tampak paling luas di wilayah Kecamatan Sale dengan luas lahan 8.942 Ha, dan lahan yang kecil ada di wilayah Kecamatan Kaliori dengan luas 2.562 Ha. Jumlah total dari luas kedua jenis penggunaan lahan tersebut antara lahan sawah dengan lahan bukan sawah, luas total tertinggi adalah pada lahan bukan sawah dengan jumlah total luas lahan 71.450 Ha, dan luas total pada lahan sawah sebesar 29.958 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang dominan di Kabupaten Rembang adalah berupa lahan bukan sawah (nonpertanian). Tabel 5.2. Luas Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan di Kabupaten Rembang Tahun 2007 (Ha). Kecamatan
Lahan Sawah
Lahan Bukan Sawah
Sumber
3.081
4.592
Bulu
1.835
8.404
Gunem
1.296
6.751
Sale
1.773
8.942
Sarang
2.770
6.363
Sedan
2.101
5.863
Pamotan
2.246
5.910
Sulang
2.128
6.326
Kaliori
3.588
2.562
Rembang
3.208
2.673
42
Pancur
1.179
3.414
Kragan
2.484
3.682
Sluke
1.092
2.667
Lasem
1.203
3.301
29.958
71.450
Jumlah Total
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Rembang, 2007.
43
Gambar 5.3. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Rembang
44
4. Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Rembang Pada peta kemiringan lereng Kabupaten Rembang ini, klasifikasi kemiringan lerengnya dapat diketahui ada 5 kelas kemiringan lereng, yaitu kelas I merupakan daerah lereng datar, kelas II merupakan daerah landai, kelas III adalah daerah miring, kelas IV yaitu daerah dengan lereng curam, dan kelas V merupakan daerah lereng yang terjal. Besarnya persentase kemiringan lerengnya pada tiap-tiap kelas lereng dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Kelas Kemiringan Lereng Klas
Kemiringan
Tunggal
Majemuk
I
0-8 %
Datar
Datar
II
8-15 %
Landai
Berombak
III
15-25 %
Miring
Bergelombang
IV
25-45 %
Curam
Berbukit
V
> 45 %
Terjal
Bergunung
Sumber : Pengolahan Data dalam Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Rembang.
Kemiringan lereng yang tampak dominan dapat diketahui pada peta yaitu lereng dengan relief datar yang berada hampir di beberapa wilayah Kecamatan antara lain Kecamatan Sumber, Kaliori, Rembang, Sulang, Pamotan, Sarang. Terdapat wilayah Kecamatan yang mempunyai lebih dari satu relief hingga di wilayah Kecamatan tersebut terdapat semua kelas lerengnya baik relief datar, landai, miring, curam, dan terjal. Kecamatan tersebut meliputi Kecamatan Bulu, Gunem, Sedan, Pancur, Kragan, Lasem, Sluke, Sale.
45
Gambar 5.4. Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Rembang
46
5. Peta Geologi dan Bentuklahan Kabupaten Rembang Ada 11 jenis batuan dengan beberapa formasi batuan yang ada di Kabupaten Rembang. Jenis-jenis batuan tersebut antara lain: aluvium, andesit Lasem, breksi gunung api Lasem, batuan formasi Bulu, formasi Ledok, formasi Lidah, formasi Mundu, formasi Ngrayong, formasi Paciran, formasi Tawun, dan formasi Wonocolo. Pada wilayah Kecamatan Sumber, batuan yang tampak dominan berupa formasi Mundu dan terdapat formasi batuan yang lain berupa formasi Ledok, formasi Lidah, dan Aluvium. Kecamatan Bulu batuan yang ada berupa formasi Mundu, formasi Ledok, formasi Bulu, dan formasi Ngrayong. Pada Kecamatan Gunem batuan yang ada ialah formasi Ngrayong yang tampak lebih dominan dan terdapat formasi lain seperti formasi Ledok, formasi Mundu, formasi Tawun, formasi Bulu, formasi Wonocolo, dan formasi Paciran serta terdapat andesit Lasem. Kecamatan Sale jenis batuan yang ada seperti batuan yang terdapat pada Kecamatan Gunem, kecuali batuan formasi Tawun yang tidak ada di Kecamatan Sale. Pada Kecamatan Sarang batuan yang tampak dominan berupa Aluvium, dan terdapat formasi batuan Wonocolo, formasi Mundu, formasi Bulu, formasi Ledok, formasi Ngrayong, dan formasi Tawun. Untuk Kecamatan Sedan jenis batuannya yaitu formasi Bulu, Ngrayong, Wonocolo, Ledok, Mundu, batuan Aluvium, batuan andesit Lasem, dan batuan breksi gunung api Lasem. Sedangkan Kecamatan Pamotan, jenis batuannya berupa batuan Aluvium, formasi Ledok, dan formasi Mundu. Kecamatan Sulang batuan yang ada yang tampak dominan berupa formasi Mundu dan terdapat formasi Ledok. Pada Kecamatan Kaliori jenis batuannya yaitu Aluvium yang tampak dominan dan terdapat formasi Mundu. Kecamatan Rembang jenis batuan yang ada sama seperti batuan pada Kecamatan Kaliori. Pada Kecamatan Pancur jenis batuannya yaitu Aluvium, breksi gunung api Lasem, juga terdapat formasi Mundu dan formasi Wonocolo. Pada Kecamatan Kragan jenis batuannya ialah Aluvium, andesit lasem, breksi gunung api Lasem, dan formasi Mundu. Kecamatan Sluke terdapat jenis batuan yang sama pada Kecamatan Karagan dengan batuan yang dominan berupa breksi gunung api Lasem, dan demikian pula pada Kecamatan Lasem dengan jenis
47
batuan yang sama seperti pada Kecamatan Sluke dan Kragan, namun yang tampak dominan pada Kecamatan Lasem ini yaitu batuan Aluvium. Pada peta bentuklahan Kabupaten Rembang terdapat 4 macam bentuklahan dengan 4 asal proses bentuklahan yaitu proses Fluvial berupa bentuklahan dataran aluvial, proses Marin berupa bentuklahan dataran aluvial pantai, kemudian proses Vulkanik berupa bentuklahan kerucut dan lereng vulkan, serta proses Struktural dengan bentuklahan perbukitan lipatan terdenudesi. Pada peta dapat dilihat bentuklahan yang paling dominan yaitu bentuklahan perbukitan lipatan terdenudesi, dan bentuklahan yang tampak sedikit berupa bentuklahan dataran aluvial pantai. Dengan melihat adanya informasi jenis batuan serta proses bentuklahan yang ada serta persebarannya di Kabupaten Rembang, maka dihasilkan informasi data tentang jenis tanah yaitu dengan melakukan overlay kedua peta tersebut dan menurunkannya menghasilkan data peta jenis tanah. Tujuan dilakukan pembuatan peta tanah ini adalah untuk menghasilkan informasi data tentang drainase dan kembang kerut tanah yang nantinya digunakan dalam parameter kesesuaian lahan untuk potensi permukiman. Informasi data tentang jenis tanah tersebut diturunkan kembali menghasilkan peta drainase tanah dan peta kembang kerut tanah.
48
Gambar 5.5. Peta Jenis Tanah Kabupaten Rembang
49
Gambar 5.6. Peta Geologi Kabupaten Rembang
50
Gambar 5.7. Peta Bentuklahan Kabupaten Rembang
51
5.1. Peta Kembang Kerut Tanah Kabupaten Rembang Pada peta kembang kerut tanah terdapat 3 klasifikasi tingkat kembang kerut tanahnya yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Tanah yang mengalami kembang kerut yang tinggi adalah tanah aluvial yang mempunyai tekstur halus dimana tanah tersebut mengalami retakan/rekahan garis yang lebar dan panjang pada permukaan tanah. Daerah yang memiliki potensi kembang kerut yang tinggi dapat ditunjukkan bahwa daerah tersebut tidak sesuai untuk dijadikan lokasi pembangunan atau potensi permukiman. Dalam hal ini Wilayah Kecamatan di Kabupaten Rembang yang memiliki potensi kembang kerut yang tinggi adalah di wilayah Kecamatan Gunem dan sekitarnya. Sedangkan kembang kerut tanah yang potensinya rendah berada di sekitar wilayah pesisir pantai serta di area perbukitan karena tekstur tanahnya kasar. Potensi kembang kerut yang rendah di Kabupaten Rembang berada di wilayah Kecamatan Kaliori, Rembang, Sluke, Kragan, dan Lasem.
52
Gambar 5.8. Peta Kembang Kerut Tanah Kabupaten Rembang
53
5.2. Peta Drainase Kabupaten Rembang Pada peta drainase tanah terdapat 4 klasifikasi tingkat drainase tanahnya yaitu lambat, sedang, sangat cepat, dan sangat cepat setelah hujan. Tanah yang memiliki drainase yang lambat terdapat pada area atau lahan yang basah, sebaliknya lahan yang kering tingkat drainase tanahnya sangat cepat. Tanah yang memiliki drainase sangat cepat menunjukkan tanah tersebut mempunyai kualitas tanah yang sangat baik sehingga sangat sesuai dalam kesesuaian lahan untuk potensi permukiman dan sebaliknya. Tingkat drainase tanah yang sangat cepat di Kabupaten Rembang terdapat di wilayah Kecamatan Sumber, Sulang, Sale. Sedangkan drainase tanah yang lambat terdapat di wilayah Kecamatan Kaliori, Rembang, Sluke, Kragan, dan Lasem, namun di beberapa Kecamatan ini juga terdapat tingkat drainase yang sangat cepat.
54
Gambar 5.9. Peta Drainase Tanah Kabupaten Rembang
55
6. Peta Hidrogeologi Kabupaten Rembang Peta hidrogeologi ini memiliki informasi tentang satuan hidrogeologi dan zonasi peruntukannya wilayah Kabupaten Rembang. Adapun satuan hidrogeologi meliputi aluvial pantai, gunung api, dan sedimen terlipat. Untuk zonasi peruntukannya terbagi menjadi dua bagian yaitu zonasi eksploitasi terbatas dan zonasi konservasi. Dalam hal ini pada peta, satuan hidrogeologi aluvial pantai berada di area dataran dengan zonasi eksploitasi terbatas. Sedangkan satuan hidrogeologi gunung api terletak atau berada di area dengan relief curam hingga terjal atau daerah perbukitan dengan zonasi konservasi. Pada satuan hidrogeologi sedimen terlipat cenderung berada di daerah landai hingga miring dengan zonasi konservasi. Adanya informasi tentang jenis satuan atau unit hidrogeologi dan zonasinya, maka didapatkan informasi data kedalaman muka air tanah dengan menurunkan informasi yang diperoleh dari peta hidrogeologi tersebut menjadi peta kedalaman muka air tanah. 6.2. Peta Kedalaman Muka Air Tanah Kabupaten Rembang Peta kedalaman muka air tanah berisi 3 informasi klasifikasi kedalaman muka air tanah yaitu baik, sedang, dan sangat jelek. Dikatakan baik apabila kedalaman muka air tanah tersebut 10 meter hingga tidak lebih dari 15 m, sedang kedalaman muka air tanah antara 15 meter dan < 20 meter, sedangkan sangat jelek kedalaman muka air tanah tersebut kurang dari 1,5 meter (FAO, 1973). Kedalaman muka air tanah pada peta dapat dilihat bahwa kedalaman muka air tanah baik berada di sekitar wilayah Kecamatan Sluke, Kragan, Sedan, Pancur, dan Lasem, namun di beberapa wilayah ini juga terdapat kedalaman muka air tanah dengan tingkat sedang. Sedangkan kedalaman muka air tanah sangat jelek terletak di wilayah Kecamatan Sale, Gunem, Bulu, Sarang, namun juga terdapat kedalaman muka air tanah dengan tingkat sedang. Pada Kecamatan Sedan dan Pamotan memiliki kombinasi atau lebih dari satu kedalaman muka air tanah di antara ketiga klasifikasi baik kedalaman muka air tanah sedang, sangat jelek, dan baik. Pada Kecamatan Sedan, semakin ke Utara atau ke arah Barat Laut maka kedalaman muka air tanahnya baik, semakin ke Timur kedalaman muka air
56
tanahnya sedang, dan semakin ke Selatan kedalaman muka air tanahnya adalah sangat jelek. Untuk Kecamatan Pamotan, kedalaman muka air tanahnya baik berada di Timur Laut, semakin ke arah Timur laut maka kedalaman muka air tanahnya semakin baik, apabila ke arah Barata tau Barat Laut maka kedalaman muka air tanahnya adalah sedang, namun ke arah Selatan kedalaman muka air tanahnya sangat jelek.
57
Gambar 5.10. Peta Kedalaman Muka Air Tanah Kabupaten Rembang
58
7. Peta Kesesuaian Lahan untuk Potensi Permukiman Kabupaten Rembang Hasil pembuatan peta-peta tematik berupa Peta Penggunaan Lahan, Peta Kemiringan Lereng, Peta Kedalaman Muka Air Tanah, Peta Drainase Tanah, Peta Kembang Kerut Tanah, dan Peta Jarak Terhadap Jalan Utama Kabupaten Rembang
dilakukan
klasifikasi
masing-masing
jenis
lahannya
melalui
pengharkatan (scoring). Hasil pengharkatan didapatkan peta dengan informasi kelas kesesuaian lahannya. Dalam hal ini ada 4 kelas kesesuaian lahan yaitu kelas S1 adalah sangat sesuai, kelas S2 yaitu cukup sesuai, kelas S3 merupakan kelas sesuai marginal, dan kelas N1 yaitu kelas tidak sesuai. Peta hasil pengharkatan tersebut di-overlay untuk menghasilkan representasi peta dari studi kajian yang dilakukan dengan aplikasi yang digunakan untuk penentuan potensi permukiman. Peta Kesesuaian Lahan untuk Potensi Permukiman Kabupaten Rembang ini merupakan hasil akhir dalam kegiatan tugas kuliah ini yaitu Aplikasi Sistem Informasi Geografi.
59
Gambar 5.11. Peta Kesesuaian Lahan untuk Potensi Permukiman Kabupaten Rembang
60
5.2. PEMBAHASAN Lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat vital karena selalu terkait dengan permukaan bumi dengan segala faktor yang mempengaruhinya. Permukaan bumi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia terbentuk secara kompleks oleh berbagai faktor, baik faktor-faktor fisik maupun non-fisik yang terdapat di permukan bumi. Dalam ilmu geografi, lahan sudah tidak asing lagi karena hal tersebut sudah menjadi bagian yang sangat penting untuk dikaji dan dibicarakan. Lahan menjadi bagian yang penting karena saling berhubungan terhadap lingkungan dan manusia, karena lahan tersebut digunakan oleh manusia, yang bermanfaat bagi kehidupan untuk berbagai macam kebutuhan. Berkaitan dengan lahan yang ada di permukaan bumi yang penting atau bermanfaat terhadap segala bentuk kehidupan, sebagai wujud penggunaan suatu lahan, dalam Aplikasi Sistem Informasi Geografi ini dilakukan kajian wilayah terhadap lahan yaitu untuk aplikasi potensi permukiman dengan mengetahui tingkat kesesuaian lahannya. Untuk mempermudah dalam mengetahui tingkat kesesuaian lahan di permukaan bumi maka dibutuhkan berbagai informasi berupa variabel berpengaruh yang menjadi parameter dalam kesesuaian lahan tersebut untuk digunakan dalam potensi permukiman. Adapun variabel yang berpengaruh yang menjadi parameter untuk kesesuaian lahan dalam potensi permukiman antara lain : penggunaan lahan itu sendiri, bahaya erosi, kemiringan lereng, tekstur tanah, permeabilitas tanah, tingkat drainase tanah, solum atau ketebalan tanah, daya dukung tanah, serta jarak lahan untuk dijadikan potensi permukiman terhadap jalan utama. Banyaknya variabel yang dibutuhkan untuk informasi dalam kesesuaian lahan potensi permukiman ini tidak sepenuhnya digunakan secara lengkap. Hal ini karena keterbatasan data yang didapatkan dari Instansi atau Lembaga Pemerintah setempat yaitu Kabupaten Rembang, yang merupakan lokasi yang digunakan atau yang dipilih untuk dijadikan studi atau wilayah kajian tugas kuliah Aplikasi Sistem Informasi Geografi ini. Pengolahan data berupa peta digital yang merupakan data sekunder yang didapatkan dari Instansi atau Lembaga Pemerintah Kabupaten Rembang adalah
61
berupa data raster, sehingga perlu dilakukan pengolahan data untuk menjadi bentuk data yang dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam kegiatan yang dilakukan menjadi data vektor. Pengolahan data tersebut dari format raster dihasilkan sebuah bentuk penyajian data berupa peta dengan format vektor. Pemanfaatan/pengolahan data peta berawal dengan melakukan digitasi menggunakan software ArcGIS dengan terlebih dahulu melakukan georeferencing atau koreksi untuk mendapatkan nilai koordinat peta sesuai dengan kenyataan di lapangan. Georeferencing merupakan tahap awal dalam pengolahan data yang menjadi bagian yang penting sebagai kunci utama dalam penanganan/pengolahan data secara spasial. Peta yang dibuat dari digitasi sebagai permulaan hasil/hasil pertama meliputi peta administrasi, peta jaringan jalan, peta penggunaan lahan, peta geologi, peta bentuklahan, dan peta kemiringan lereng Kabupaten Rembang dengan skala 1 : 200.000. Hasil peta dapat dilihat kenampakan masing-masing obyeknya. Pada peta penggunaan lahan dapat diketahui bahwa penggunaan yang tampak dominan yaitu lahan pertanian berupa tegalan, kemudian sawah. Pada peta tersebut juga terdapat lahan kosong atau lahan terbuka akan tetapi secara kuantitatif terlihat kecil atau sedikit bila dibandingkan obyek atau penggunaan yang lain. Untuk permukiman itu sendiri tampak masih kurang mendominasi bila dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Pada peta kemiringan lereng dapat dilihat kelas kemiringan lerengnya yaitu ada 5 kelas lereng, diantaranya kelas I merupakan relief datar dengan persentase kemiringan 0–8%, kelas II merupakan relief landai dengan persentase kemiringan 8–15%, kelas III dengan kemiringan lereng 15–25% yaitu relief miring, kelas IV adalah curam dengan persentase kemiringan 25–45, dan relief terjal dengan persentase > 45% kelas V. Kemiringan lereng mempunyai peran yang cukup besar dalam studi hidrologi seperti dalam studi hidrologi permukaan (surface hidrology) baik air tanah (soil water) atau air permukaan (surface water). Tingkat kemiringan lereng mempengaruhi cepat lambatnya air yang mengalir di atas permukaan bumi. Air akan lebih cepat mengalir pada lereng dengan kemiringan lereng yang terjal dibandingkan pada lereng datar. Semakin cepat air
62
mengalir pada lereng terjal maka semakin besar volume air tersebut pada suatu wadah di lereng datar. Daerah dengan kemiringan lereng yang terjal tentunya cenderung memiliki sedikit air karena air yang ada atau air hujan yang jatuh akan cepat dialirkan ke daerah yang lebih rendah. Sedangkan daerah yang memiliki kemiringan lereng yang datar maka daerah tersebut berpotensi air yaitu air tanah yang dikandungnya akan semakin banyak. Kemiringan lereng itu sendiri juga memiliki pengaruh dalam kondisi drainase dan tingkat erosi tanah. Daerah dengan lereng yang curam memiliki kondisi drainase yang buruk dibandingkan dengan kondisi drainase pada lereng datar. Untuk tingkat bahaya erosi dapat ditunjukkan bahwa lereng yang terjal cenderung mengakibatkan kerawan bencana atau lebih memiliki tingkat bahaya erosi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lereng yang datar. Pembuatan peta kemiringan lereng sangat penting untuk mengetahui kondisi seberapa besar kemiringan lereng atau relief dari lokasi suatu daerah atau wilayah di permukaan bumi. Pada peta jaringan jalan terdapat 2 pembagian klasifikasi jalan menurut tingkat peranannya berupa jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lain serta menurut kewajiban pemeliharaan dari Instansi yang membangun berupa jalan Negara, jalan Propinsi, dan Jalan Kabupaten. Sebagai parameter untuk kesesuaian lahan potensi permukiman, peta jaringan jalan ini dilakukan pengolahan data menjadi peta jarak terhadap jalan utama untuk digunakan dalam variabel kesesuaian lahan dengan proses Proximity–Buffer melalui Analysis Tools. Peta buffer jalan ini digunakan lima interval kelas jarak jalan dengan kelas interval yaitu 0–500, 500–1000, 1000–1500, 1500–200, dan > 2000 meter. Penentuan kelas interval ini digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana jarak jalan yang sesuai untuk dijadikan dalam potensi permukiman. Peta yang telah di-buffer diklasifikasikan dengan pemberian warna gradasi yaitu merah. Hasil buffer dapat dilihat bahwa area buffer jalan dengan warna merah muda merupakan jarak jalan yang sangat sesuai untuk potensi permukiman dengan interval kelas 0–500 meter. Yang berarti bahwa semakin dekat jarak terhadap jalan utama maka semakin baik atau sesuai kondisi jalan untuk potensi permukiman. Semakin jauh jarak terhadap jalan utama menunjukkan semakin
63
tidak sesuai jalan tersebut untuk potensi permukiman. Pada peta buffer jalan dengan warna merah yang gelap merupakan jarak jalan yang sangat tidak sesuai dengan interval > 2000 meter. Hasil buffer dapat dilihat pada tampilan peta di bawah ini. Peta selanjutnya adalah peta geologi dan peta bentuklahan. Untuk menghasilkan informasi data tentang kesesuaian lahan untuk potensi permukiman, pada kedua peta ini dilakukan overlay untuk diturunkan menjadi peta jenis tanah. Proses penurunan peta tersebut dilakukan menggunakan literatur yang ada. Penurunan peta pada peta jenis tenah menghasilkan peta tekstur tanah yang kemudian diturunkan lagi menghasilkan peta kembang kerut tanah, dan menghasilkan peta drainase tanah. Hasil turunan peta tersebut yaitu peta kembang kerut tanah dan peta drainase tanah digunakan sebagai variabel untuk parameter dalam kesesuaian lahan terhadap potensi permukiman. Untuk peta drainase tanah dikategorikan menjadi 4 kelas drainase yaitu lambat, sedang, sangat cepat, dan sangat cepat setelah hujan. Kemudian peta kembang kerut tanah diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu kelas rendah, sedang, dan tinggi. Dikatakan kelas rendah apabila kondisi tanah mengalami kembang kerut yang sedikit yaitu sedikit terjadi rekahan/retakan
garis
pada
tanah.
Sedangkan
tanah
yang
mengalami
rekahan/retakan garis yang sangat banyak atau panjang dan lebar, sehingga dimasukkan ke dalam kelas kembang kerut tinggi. Hal tersebut dapat diketahui bahwa tanah yang mempunyai tekstur halus mengalami kembang kerut yang tinggi, sebaliknya tanah yang bertekstur sedang atau kasar tidak terjadi kembang kerut yang tinggi melainkan kembang kerutnya rendah. Pada peta hidrogeologi juga mengalami proses penurunan untuk menghasilkan peta kedalaman muka air tanah. Pada peta kedalaman muka air tanah dapat dilihat hasilnya yang terdapat 3 kelas tingkatan kedalaman yaitu sangat jelek, sedang, dan baik. Hasil peta pada tampilan beberapa peta di atas antara lain : peta penggunaan lahan, peta kemiringan lereng, peta jarak terhadap jalan utama, peta kembang kerut tanah, peta drainase tanah, dan peta kedalaman muka air tanah merupakan data peta yang digunakan sebagai variabel kesesuaian lahan untuk
64
potensi permukiman pada studi kajian tugas kuliah Aplikasi Sistem Informasi Geografi ini. Penentuan kelas kesesuaian lahan untuk potensi permukiman ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif berupa pengharkatan (scoring) secara berjenjang tertimbang, yaitu dengan berdasarkan pada faktor pembobot atau variabel yang diasumsikan paling berpengaruh terhadap kesesuaian lahan terhadap potensi permukiman. Masing-masing variabel yang digunakan memiliki nilai harkat tertentu dengan terdiri dari beberapa kelas. Nilai harkat pada masingmasing variabel lahan tersebut dijumlahkan secara keseluruhan kemudian dikalikan dengan faktor penimbang. Hasil dari proses pengharkatan ditentukan kelasnya berdasarkan tingkat kesesuaiannya. Penentuan kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan menentukan nilai interval kelasnya dengan cara pengurangan yaitu nilai tertinggi (maximum) dikurangi dengan nilai terendah (minimum) lalu dibagi dengan jumlah kelas lahan. Nilai tertinggi yang diperoleh kali ini yaitu 64 dan nilai terendah yaitu 25. Hasilnya didapatkan klasifikasi kelas kesesuaian lahan untuk potensi permukiman. Kelas kesesuaian lahan untuk potensi permukiman ini diperoleh 4 kelas, diantaranya kelas I adalah S1 yang merupakan kelas sangat sesuai, kelas II adalah S2 merupakan kelas cukup sesuai, kelas III ialah S3 merupakan kelas sesuai marginal, dan kelas IV yaitu N1 yang merupakan kelas tidak sesuai. Proses akhir yang dilakukan adalah Overlay peta pada beberapa peta yang menjadi variabel kesesuaian lahan untuk potensi permukiman. Peta yang telah mengalami atau ditentukan kelas kesesuaian lahannya di-overlay berupa Intersect untuk menghasilkan peta kesesuaian lahan untuk potensi permukiman. Hasil akhir dari studi kajian tugas kuliah Aplikasi Sistem Informasi Geografi ini ialah representasi peta yaitu Peta Kesesuaian Lahan untuk Potensi Permukiman skala 1 : 200.000. Tujuan dari overlay tentunya agar menghasilkan peta dengan kesatuan informasi secara berkualitas yang dibutuhkan, dalam hal ini diperoleh peta kesesuaian lahan untuk potensi permukiman. Representasi data digital merupakan cara yang baik untuk mendapatkan hasil representasi data yang baik pula. Peta merupakan salah satu cara representasi data digital yang paling efektif dan efisien. Informasi atau data yang ada di dalam
65
peta dapat diorganisir sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah peta yang dapat merepresentasikan dengan baik. Kesulitan yang dialami ialah saat mendigitasi jaringan jalan untuk diturunkan menjadi peta jarak terhadap jalan utama. Informasi mengenai jalan yang terdapat pada peta dari data peta yang diperoleh dari Instansi/Lembaga tersebut tidaklah jelas obyek jalannya karena kesamaan penggunaan warna, yaitu penggunaan warna yang diberikan pada obyek jalan, dan obyek sungai, serta batas kecamatanpun adalah sama warnanya yang tidak ada perbedaan sedikitpun pada ketiga obyek tersebut. Di samping itu, feature dari ketiga obyek tersebut adalah line atau garis serta jumlah yang sangat banyak tidak ada perbedaan warna pada ketiga obyek tersebut sehingga menimbulkan kesulitan dalam digitasi yang dilakukan. Digitasi jaringan jalan ini dilakukan dengan menggunakan referensi yang ada yang dilakukan dengan tidak hanya asal digitasi, tetapi digitasi dilakukan berdasarkan posisi atau keberadaan jalan dengan fungsi atau peranan dari jalan itu sendiri yaitu jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lain. Kesulitan yang lain ialah editing garis pada kenampakan obyek peta yang telah dioverlay, dimana hasil overlay peta tersebut terdapat beberapa kemencangan garis atau kesalahan posisi garis pada tampilan petanya, sehingga perlu adanya editing atau koreksi garis yang dilakukan menggunakan Topology Tool melalui Toolbars View. Keuntungan yang didapatkan yaitu dapat merepresentasikan data dengan bentuk peta berdasarkan analisa yang dilakukan untuk kesesuaian lahan terhadap potensi permukiman.
66
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN 1. Peta merupakan salah satu cara representasi data digital yang paling efektif dan efisien. 2. Representasi data digital merupakan cara yang baik untuk mendapatkan hasil representasi data yang baik pula. 3. Penentuan kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan menentukan nilai interval kelasnya dengan cara pengurangan yaitu nilai tertinggi (maximum) dikurangi dengan nilai terendah (minimum) lalu dibagi dengan jumlah kelas lahan. 4. Salah satu parameter lahan yang mempunyai peran yang cukup besar dalam studi hidrologi adalah kemiringan lereng. 5. Kesesuaian lahan untuk permukiman di Kabupaten Rembang yang memiliki wilayah lahan sangat sesuai secara dominan terdapat di wilayah Kecamatan Sluke, dan lahan yang tidak sesuai terdapat di wilayah Kecamatan Gunem. 6. Kesulitan yang dialami ialah saat mendigitasi jaringan jalan karena kesamaan penggunaan warna pada obyek jalan, obyek sungai, dan pada batas kecamatan, serta feature dari ketiga obyek tersebut adalah garis dengan jumlah yang sangat banyak tidak ada perbedaan warna pada ketiga obyek tersebut sehingga menimbulkan kesulitan dalam digitasi yang dilakukan. 7. Keuntungan yang didapatkan yaitu dapat merepresentasikan data dengan bentuk peta berdasarkan analisa yang dilakukan untuk kesesuaian lahan terhadap potensi permukiman.
67
6.2. SARAN 1. Dibutuhkan studi kajian terhadap wilayah lebih lanjut agar diperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat untuk penelitian selanjutnya. 2. Kunci utama dalam penanganan/pengolahan data secara spasial yang menjadi bagian paling penting adalah Georeferencing. 3. Untuk mengetahui sampai sejauh mana jarak suatu tempat atau lokasi yang sesuai untuk dijadikan penentuan evaluasi atau kesesuaian lahan menggunakan análisis Buffer. 4. Topology Tool dapat digunakan untuk memperbaiki atau editing data yang terjadi kemencangan atau kesalahan dengan mengetahui posisi kesalahan garis yang ada. 5. Variabel yang dibutuhkan untuk informasi dalam kesesuaian lahan potensi permukiman ini tidak sepenuhnya diperoleh secara lengkap sehingga perlu dilakukan pencarian data atau literatur yang ada untuk pelengkap variabel yang digunakan.
68
DAFTAR PUSTAKA
Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis untuk Komoditas Pertanian. Edisi Pertama tahun 2003, ISBN 979-9474-25-6. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia. FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil Bulletin No. 32. FAO-UNO, Rome. Harini, Rika. 2005. Hand-out Penggunaan Lahan dan Vegetasi. Yogyakarta : Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Lillesand T.M, and R.W Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta : Gadjah mada university press. Murai. Prof.Shunji. 2008. GIS Workbook. University of Tokyo. Purwanto, Hery Taufik. 2009. Petunjuk Praktikum Analisa Data Dan Pemodelan Spasial. Yogyakarta : Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Rithardoyo, Su. 2002. Bahan Kuliah Penggunaan dan Tata Guna Lahan. Yogyakarta : Fakultas Geografi. Unversitas Gadjah Mada. Sabins, Fagbami. 1986. Remote Sensing – Principle and Interpretation. New York. John Waley and Sons. Soepraptohardjo.
M.
Jenis-Jenis
Tanah di
Indonesia. Bakosurtanal.
Unversitas Gadjah Mada. Spencer dan Thomas, 2000. Landuse. Yogyakarta : Gadjah mada university press. Syarifuddin, Dr. A. 1993.Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan. Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia. Verstappen, H.Th. 1975. Remote Sensing in Geomorphology. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam.
69